Recent Posts Widget

Ibu Mertuaku yang Pemarah

http://cerita-porno.blogspot.com/2012/06/ibu-mertuaku-yang-pemarah.html

Bapak mertuaku (Pak Tom, samaran) yang berusia sekitar 60 tahun baru saja pensiun dari

pekerjaannya di salah satu perusahaan di Jakarta. Sebetulnya beliau sudah pensiun dari

anggota ABRI ketika berumur 55 tahun, tetapi karena dianggap masih mampu maka beliau terus

dikaryakan. Karena beliau masih ingin terus berkarya, maka beliau memutuskan untuk kembali

ke kampungnya didaerah Malang, Jawa Timur selain untuk menghabiskan hari tuanya, juga beliau

ingin mengurusi kebun Apelnya yang cukup luas.

Ibu mertuaku (Bu Mar, samaran) walaupun sudah berumur sekitar 45 tahun, tetapi penampilannya

jauh lebih muda dari umurnya. Badannya saja tidak gemuk gombyor seperti biasanya ibu-ibu

yang sudah berumur, walau tidak cantik tetapi berwajah ayu dan menyenangkan untuk dipandang.

Penampilan ibu mertuaku seperti itu mungkin karena selama di Jakarta kehidupannya selalu

berkecukupan dan telaten mengikuti senam secara berkala dengan kelompoknya.

Beberapa bulan yang lalu, aku mengambil cuti panjang dan mengunjunginya bersama Istriku

(anak tunggal mertuaku) dan anakku yang baru berusia 2 tahun. Kedatangan kami disambut

dengan gembira oleh kedua orang mertuaku, apalagi sudah setahun lebih tidak bertemu sejak

mertuaku kembali ke kampungnya. Pertama-tama, aku di peluk oleh Pak Tom mertuaku dan istriku

dipeluk serta diciumi oleh ibunya dan setelah itu istriku segera mendatangi ayahnya serta

memeluknya dan Bu Mar mendekapku dengan erat sehingga terasa payudaranya mengganjal empuk di

dadaku dan tidak terasa penisku menjadi tegang karenanya.

Dalam pelukannya, Bu Mar sempat membisikkan Sur..(namaku).., Ibu kangen sekali denganmu",

sambil menggosok-gosokkan tangannya di punggungku, dan untuk tidak mengecewakannya kubisiki

juga, "Buu.., Saya juga kangen sekali dengan Ibu", dan aku menjadi sangat kaget ketika ibu

mertuaku sambil tetap masih mendekapku membisikiku dengan kata-kata, "Suur.., Ibu merasakan

ada yang mengganjal di perut Ibu", dan karena kaget dengan kata-kata itu, aku menjadi

tertegun dan terus saling melepaskan pelukan dan kuperhatikan ibu mertuaku tersenyum penuh

arti.

Setelah dua hari berada di rumah mertua, aku dan istriku merasakan ada keanehan dalam rumah

tangga mertuaku, terutama pada diri ibu mertuaku. Ibu mertuaku selalu saja marah-marah

kepada suaminya apabila ada hal-hal yang kurang berkenan, sedangkan ayah mertuaku menjadi

lebih pendiam serta tidak meladeni ibu mertuaku ketika beliau sedang marah-marah dan ayah

mertuaku kelihatannya lebih senang menghabiskan waktunya di kebun Apelnya, walaupun di situ

hanya duduk-duduk seperti sedang merenung atau melamun. Istriku sebagai anaknya tidak bisa

berbuat apa-apa dengan tingkah laku orang tuanya terutama dengan ibunya, yang sudah sangat

jauh berlainan dibanding sewaktu mereka masih berada di Jakarta, kami berdua hanya bisa

menduga-duga saja dan kemungkinannya beliau itu terkena post power syndrome. Karena istriku

takut untuk menanyakannya kepada kedua orang tuanya, lalu Istriku memintaku untuk mengorek

keterangan dari ibunya dan supaya ibunya mau bercerita tentang masalah yang sedang

dihadapinya, maka istriku memintaku untuk menanyakannya sewaktu dia tidak sedang di rumah

dan sewaktu ayahnya sedang ke kebun Apelnya.

Di pagi hari ke 3 setelah selesai sarapan pagi, istriku sambil membawa anakku, pamitan

kepada kedua orang tuanya untuk pergi mengunjungi Budenya di kota Kediri, yang tidak terlalu

jauh dari Malang dan kalau bisa akan pulang sore nanti.
"Lho.., Mur (nama istriku), kok Mas mu nggak diajak..?", tanya ibunya.
"Laah.., nggak usahlah Buu.., biar Mas Sur nemenin Bapak dan Ibu, wong nggak lama saja kok",

sahut istriku sambil mengedipkan matanya ke arahku dan aku tahu apa maksud kedipan matanya

itu, sedangkan ayahnya hanya berpesan pendek supaya hati-hati di jalan karena hanya pergi

dengan cucunya saja.

Tidak lama setelah istriku pergi, Pak Tompun pamitan dengan istrinya dan aku, untuk pergi ke

kebun apelnya yang tidak terlalu jauh dari rumahnya sambil menambahkan kata-katanya, "Nak

Suur.., kalau nanti mau lihat-lihat kebun, susul bapak saja ke sana". Sekarang yang di rumah

hanya tinggal aku dan ibu mertuaku yang sedang sibuk membersihkan meja makan. Untuk mengisi

waktu sambil menunggu waktu yang tepat untuk menjalankan tugas yang diminta oleh istriku,

kugunakan untuk membaca koran lokal di ruang tamu.

Entah sudah berapa lama aku membaca koran, yang pasti seluruh halaman sudah kubaca semua dan

tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara sesuatu yang jatuh dan diikuti dengan suara mengaduh

dari belakang, dengan gerakan reflek aku segera berlari menuju belakang sambil berteriak,

"Buu.., ada apa buu?". Dan dari dalam kamar tidurnya kudengar suara ibu mertuaku seperti

merintih, "Nak Suur.., toloong Ibuu", dan ketika kujenguk ternyata ibu mertuaku terduduk di

lantai dan sepertinya habis terjatuh dari bangku kecil di dekat lemari pakaian sambil

meringis dan mengaduh serta mengurut pangkal pahanya. Serta merta kuangkat ibu mertuaku ke

atas tempat tidurnya yang cukup lebar dan kutidurkan sambil kutanya, "Bagian mana yang sakit

Buu", dan ibu mertuaku menjawab dengan wajah meringis seperti menahan rasa sakit, "Di

sini.., sambil mengurut pangkal paha kanannya dari luar rok yang dipakainya".

Tanpa permisi lalu kubantu mengurut paha ibu mertuaku sambil kembali kutanya, "Buu.., apa

ada bagian lain yang sakit..?
"Nggak ada kok Suur.., cuman di sepanjang paha kanan ini ada rasa sakit sedikit..",

jawabnya.
"Ooh.., iya nak Suur.., tolong ambilkan minyak kayu putih di kamar ibu, biar paha ibu terasa

panas dan hilang sakitnya".
Aku segera mencari minyak yang dimaksud di meja rias dan alangkah kagetku ketika aku kembali

dari mengambil minyak kayu putih, kulihat ibu mertuaku telah menyingkap roknya ke atas

sehingga kedua pahanya terlihat jelas, putih dan mulus. Aku tertegun sejenak di dekat tempat

tidur karena melihat pemandangan ini dan mungkin karena melihat keragu-raguanku ini dan

tertegun dengan mataku tertuju ke arah paha beliau, ibu mertuaku langsung saja berkata,

"Ayoo..lah nak Suur.., nggak usah ragu-ragu, kaki ibu terasa sakit sekali ini lho, lagi pula

dengan ibu mertua sendiri saja kok pake sungkan sungkan.., tolong di urutkan paha ibu tapi

nggak usah pakai minyak kayu putih itu.., ibu takut nanti malah paha ibu jadi kepanasan.

Dengan perasaan penuh keraguan, kuurut pelan-pelan paha kanannya yang terlihat ada tanda

agak merah memanjang yang mungkin sewaktu terjatuh tadi terkena bangku yang dinaikinya

seraya kutanya, "Bagaimana Buu.., apa bagian ini yang sakit..?
"Betul Nak Suur.., yaa yang ituu.., tolong urutkan yang agak keras sedikit dari atas ke

bawah", dan dengan patuh segera saja kuikuti permintaan ibu mertuaku. Setelah beberapa saat

kuurut pahanya yang katanya sakit itu dari bawah ke atas, sambil memejamkan matanya, ibu

mertuaku berkata kembali, "Nak Suur.., tolong agak ke atas sedikit ngurutnya", sambil

menarik roknya lebih ke atas sehingga sebagian celana dalamnya yang berwarna merah muda dan

tipis itu terlihat jelas dan membuatku menjadi tertegun dan gemetar entah kenapa, apalagi

vagina ibu mertuaku itu terlihat mengembung dari luar CD-nya dan ada beberapa helai bulu

vaginanya yang keluar dari samping CD-nya.

"Ayoo.., doong.., Nak Sur, kok ngurutnya jadi berhenti", kata ibu mertuaku sehingga

membuatku tersadar.
"Iii.., yaa.., Buu maaf, tapi.., Buu", jawabku agak terbata-bata dan tanpa menyelesaikan

perkataanku karena agak ragu.
"aah.. kenapa sih Nak Suur..?, kata ibu mertuaku kembali sambil tangan kanannya memegang

tangan kiriku serta menggoncangnya pelan.
"Buu.., Saa.., yaa.., saayaa", sahutku tanpa sadar dan tidak tahu apa yang harus kukatakan,

tetapi yang pasti penisku menjadi semakin tegang karena melihat bagian CD ibu mertuaku yang

menggelembung di bagian tengahnya.

"Nak Suur..", katanya lirih sambil menarik tangan kiriku dan kuikuti saja tarikan tangannya

tanpa prasangka yang bukan-bukan, dan setelah tanganku diciumnya serta digeser geserkan di

bibirnya, lalu secara tidak kuduga tanganku diletakkan tepat di atas vaginanya yang masih

tertutup CD dan tetap dipegangnya sambil dipijat-pijatkannya secara perlahan ke vaginanya

diikuti dengan desis suara ibu mertuaku, "sshh.., sshh". Kejadian yang tidak kuduga sama

sekali ini begitu mengagetkanku dan secara tidak sadar aku berguman agak keras.
"Buu.., Saa..yaa", dan belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, dari mulut ibu mertuaku

terdengar, "Nak Suur.., kook seperti anak kecil saja.., siih?".
"Buu.., Saa.., yaa.., takuut kalau nanti bapak datang", sahutku gemetar karena memang saat

itu aku takut benar, sambil mencoba menarik tanganku tetapi tangan ibu mertuaku yang masih

tetap memegang tanganku, menahannya dan bahkan semakin menekan tanganku ke vaginanya serta

berkata pelan, "Nak Suur.., Bapak pulang untuk makan siang selalu jam 1 siang nanti..,

tolong Ibuu.., naak", terdengar seperti mengiba.

Sebetulnya siapa sih yang tidak mau kalau sudah seperti ini, aku juga tidak munafik dan

pasti para pembaca Situs "sumbercerita.com" pun juga tidak bisa menahan diri kalau dalam

situasi seperti ini, tetapi karena ini baru pertama kualami dan apalagi dengan ibu mertuaku

sendiri, tentunya perasaan takutpun pasti akan ada.
"Ayoo..lah Nak Suur.., tolongin Ibuu.., Naak", kudengar ibu mertuaku mengiba kembali

sehingga membuatku tersadar dan tahu-tahu ibu mertuaku telah memelukku.
"Buu.., biar saya kunci pintunya dulu, yaa..?", pintaku karena aku was-was kalau nanti ada

orang masuk, tetapi ibu mertuaku malah menjawab, "Nggak usah naak.., selama ini nggak pernah

ada orang pagi-pagi ke rumah Ibu", serta terus mencium bibirku dengan bernafsu sampai aku

sedikit kewalahan untuk bernafas. Semakin lama ibu mertuaku semakin tambah agresif saja,

sambil tetap menciumiku, tangannya berusaha melepaskan kaos oblong yang kukenakan dan

setelah berhasil melepaskan kaosku dengan mudah disertai dengan bunyi nafasnya yang

terdengar berat dan cepat, ibu mertuaku terus mencium wajah serta bibirku dan perlahan-lahan

ciumannya bergerak ke arah leher serta kemudian ke arah dadaku.

Ciuman demi ciuman ibu mertuaku ini tentu saja membuatku menjadi semakin bernafsu dan

ketakutanku yang tadipun sudah tidak teringat lagi.
"Buu.., boleh saya bukaa.., rok Ibu..? tanyaku minta izin.
"Suur.., bol.., eh.., boleh.., Nak, Nak Suur.., boleh lakukan apa saja..", katanya dengan

suara terputus-putus dan terus kembali menciumi dadaku dengan nafasnya yang cepat dan

sekarang malah berusaha melepas kancing celana pendek yang ada di badanku. Setelah rok ibu

mertuaku terlepas, lalu kulepaskan juga kaitan BH-nya dan tersembulah payudaranya yang tidak

begitu besar dan sudah agak menggelantung ke bawah dengan puting susunya yang besar

kecoklatan. Sambil kuusapkan kedua tanganku ke bagian bawah payudaranya lalu kutanyakan,

"Buu.., boleh saya pegang dan ciumi tetek.., Ibuu..?
"Bool.., eh.., boleh.., sayang.., lakukan apa saja yang Nak Sur mau.., Ibu sudah lama sekali

tidak mendapatkan ini lagi dari bapakmu.., ayoo.., sayaang", sahut ibu mertuaku dengan suara

terbata-bata sambil mengangkat dadanya dan perlahan-lahan kupegang kedua payudara ibu

mertuaku dan salah satu puting susunya langsung kujilati dan kuhisap-hisap, serta

pelan-pelan kudorong tubuh ibu mertuaku sehingga jatuh tertidur di kasur dan dari mulut ibu

mertuaku terdengar, "sshh.., aahh.., sayaang.., oohh.., teruus.., yaang.., tolong puasiin

Ibuu.., Naak", dan suara ibu mertuaku yang terdengar menghiba itu menjadikanku semakin

terangsang dan aku sudah lupa kalau yang kugeluti ini adalah ibu mertuaku sendiri dan ibu

dari istriku.

"Naak Suur", kudengar suara ibu mertuaku yang sedang meremas-remas rambut di kepalaku serta

menciuminya, "Ibuu.., ingin melihat punyamu.., Naak", seraya tangannya berusaha memegang

penisku yang masih tertutup celana pendekku.
"Iyaa.., Buu.., saya buka celana dulu Buu", sahutku setelah kuhentikan hisapanku pada

payudaranya serta segera saja aku bangkit dan duduk di dekat muka ibu mertuaku. Segera saja

ibu mertuaku memegang penisku yang sedang berdiri tegang dari luar celana dan berkomentar,

"Nak Suur.., besar betuul.., dan keras lagi, ayoo.., dong cepaat.., dibuka celananya.., agar

Ibu bisa melihatnya lebih jelas", katanya seperti sudah tidak sabar lagi, dan tanpa disuruh

ibu untuk kedua kalinya, langsung saja kulepas celana pendek yang kukenakan.

Ketika aku membuka CD-ku serta melihat penisku berdiri tegang ke atas, langsung saja ibu

mertuaku berteriak kecil, "Aduuh.., Suur.., besaar sekali", padahal menurut anggapanku

ukuran penisku sepertinya wajar saja menurut ukuran orang Indonesia tapi mungkin saja lebih

besar dari punya suaminya dan ibu mertuaku langsung saja memegangnya serta mengocoknya

pelan-pelan sehingga tanpa kusadari aku mengeluarkan desahan kecil, "sshh.., aahh", sambil

kedua tanganku kuusap-usapkan di wajah dan rambutnya.

"Aduuh.., Buu.., sakiit", teriakku pelan ketika ibu mertuaku berusaha menarik penisku ke

arah wajahnya, dan mendengar keluhanku itu segera saja ibu mertuaku melepas tarikannya dan

memiringkan badannya serta mengangkat separuh badannya yang ditahan oleh tangan kanannya dan

kemudian mendekati penisku. Setelah mulutnya dekat dengan penisku, langsung saja ibu

mertuaku mengeluarkan lidahnya serta menjilati kepala penisku sedangkan tangan kirinya

meremas-remas pelan kedua bolaku, sedangkan tangan kiriku kugunakan untuk meremas-remas

rambutnya serta sekaligus untuk menahan kepala ibu mertuaku. Tangan kananku kuremas-remaskan

pada payudaranya yang tergantung ke samping.

Setelah beberapa kali kepala penisku dijilatinya, pelan-pelan kutarik kepala ibu mertuaku

agar bisa lebih dekat lagi ke arah penisku dan rupanya ibu mertuaku cepat mengerti apa yang

kumaksud dan walaupun tanpa kata-kata langsung saja kepalanya didekatkan mengikuti tarikan

kedua tanganku dan sambil memegangi batang penisku serta dengan hanya membuka mulutnya

sedikit, ibu mertuaku secara pelan-pelan memasukkan penisku yang sudah basah oleh air

liurnya sampai setengah batang penisku masuk ke dalam mulutnya. Kurasakan lidah ibu mertuaku

dipermainkannya dan digesek-gesekannya pada kepala penisku, setelah itu kepala ibu

ditariknya mundur pelan-pelan dan kembali dimajukan sehingga penisku terasa sangat nikmat.

Karena tidak tahan menahan kenikmatan yang di berikan ibu mertuaku, aku jadi mendesis,

"sshh.., aaccrr.., oohh", mengikuti irama maju mundurnya kepala ibu. Makin lama gerakan

kepala ibu mertuaku maju mundur semakin cepat dan ini menambah nikmat bagiku.

Beberapa menit kemudian, ibu mertuaku secara tiba-tiba melepaskan penisku dari mulutnya,

padahal aku masih ingin hal ini terus berlangsung dan sambil kembali menaruh kepalanya di

tempat tidur, dia menarik bahuku untuk mengikutinya. Ibu langsung mencium wajahku dan ketika

ciumannya mengarah ke telingaku, kudengar ibu berkata dengan agak berbisik, "Naak Suur..,

Ibu juga kepingin punya ibu dijilati", dan sambil kunaiki tubuh ibu mertuaku lalu

kutanyakan, "Buu.., apa boleh.., saya lakukan?", dan segera saja ibu menjawabnya, "Nak

Suur.., tolong pegang dan jilati kepunyaan ibu.., naak.., ibu sudah lama kepingin di

gituin".
Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, aku menurunkan badanku secara perlahan-lahan dan

ketika melewati dadanya kembali kuciumi serta kujilati payudara ibu mertuaku yang sudah

tidak terlalu keras lagi, setelah beberapa saat kuciumi payudara ibu, aku segera menurunkan

badanku lagi secara perlahan sedangkan ibu mertuaku meremas-remas rambutku, juga terasa

seperti berusaha mendorong kepalaku agar cepat-cepat sampai ke bawah. Kuciumi dan kujilati

perut dan pusar ibu sambil salah satu tanganku kugunakan untuk menurunkan CD-nya. Kemudian

dengan cekatan ku lepas CD-nya dan kulemparkan ke atas lantai. Kulihat vagina ibu mertuaku

begitu lebat ditumbuhi bulu-bulu yang hitam mengitari liang vaginanya. Mungkin karena

terlalu lama aku menjilati perut dan sekitarnya, kembali kurasakan tangan ibu yang ada di

kepalaku menekan ke bawah dan kali ini kuikuti dengan menurunkan badanku pelan-pelan ke

bawah dan sesampainya di dekat vaginanya, kuciumi daerah di sekitarnya dan apa yang

kulakukan ini mungkin menyebabkan ibu tidak sabaran lagi, sehingga kudengar suara ibu

mertuaku, "Nak Suur.., toloong.., cepaat.., saa.., yaang.., ayoo.., Suur".

Tanpa kujawab permintaannya, aku mulai melebarkan kakinya dan kuletakkan badanku di antara

kedua pahanya, lalu kusibak bulu vaginanya yang lebat itu untuk melihat belahan vagina ibu

dan setelah bibir vagina ibu terlihat jelas lalu kubuka bibir kemaluannya dengan kedua jari

tanganku, ternyata vagina ibu mertuaku telah basah sekali. Ketika ujung lidahku kujilatkan

ke dalam vaginanya, kurasakan tubuh ibu menggelinjang agak keras sambil berkata, "Cepaat..,

Suur.., ibu sudah nggak tahaan".

Dengan cepat kumasukkan mulut dan lidahku ke dalam vaginanya sambil kujilati dan

kusedot-sedot dan ini menyebabkan ibu mulai menaik-turunkan pantatnya serta bersuara,

"sshh.., aahh.., Suur.., teruus.., adduuhh.., enaak.., Suur", Lalu kukecup clitorisnya

berulang kali hingga mengeras, hal ini membuat ibu mertuaku menggelinjang hebat, "Aahh..,

oohh.., Suur.., betuul.., yang itu.., Suur.., enaak.., aduuh.., Suur.., teruskaan.., aahh",

sambil kedua tangannya menjambak rambutku serta menekan kepalaku lebih dalam masuk ke

vaginanya. Kecupan demi kecupan di vagina ibu ini kuteruskan sehingga gerakan badan ibu

mertuaku semakin menggila dan tiba-tiba kudengar suara ibu setengah mengerang, "aahh..,

ooh.., duuh.., Suur.., ibuu.., mau.., mauu.., sampaii.., Naak.., ooh", disertai dengan

gerakan pantatnya naik turun secara cepat.

Gerakan badannya terhenti dan yang kudengar adalah nafasnya yang menjadi terengah-engah

dengan begitu cepatnya dan tangannyapun sudah tidak meremas-remas rambutku lagi, sementara

itu jilatan lidahku di vagina ibu hanya kulakukan sekedarnya di bagian bibirnya saja. Dengan

nafasnya yang masih memburu itu, tiba-tiba ibu mertuaku bangun dan duduk serta berusaha

menarik kepalaku seraya berkata, "Naak Suur.., ke sinii.., saayaang", dan tanpa menolak

kuikuti saja tarikan tangan ibu, ketika kepalaku sudah di dekat kepalanya, ibu mertuaku

langsung saja memelukku seraya berkata dengan suara terputus-putus karena nafasnya yang

masih memburu, "Suur.., Ibu puas dengan apa yang Nak Suur.., lakukan tadi, terima kasiih..,

Naak". Ibu mertuaku bertubi-tubi mencium wajahku dan kubalas juga ciumannya dengan menciumi

wajahnya sambil kukatakan untuk menyenangkan hatinya, "Buu.., saya sayang Ibuu.., saya ingin

ibu menjadi.., puu..aas".

Setelah nafas ibu sudah kembali normal dan tetap saja masih menciumi seluruh wajahku dan

sesekali bibirku, dia berkata, "Naak Suur.., Ibu masih belum puas sekali.., Suur.., toloong

puasin ibu sampai benar-benar puaas.., Naak", seraya kurasakan ibu merenggangkan kedua

kakinya. Karena aku masih belum memberikan reaksi atas ucapannya itu, karena tiba-tiba aku

terpikir akan istriku dan yang kugeluti ini adalah ibu kandungnya, aku menjadi tersadar

ketika ibu bersuara kembali, "Sayaang.., ayoo.., toloong Ibu dipuasin lagi Suur, tolong

masukkan punyamu yang besar itu ke punya ibu".
"Buu.., seharusnya saya tidak boleh melakukan ini.., apalagi kepada Ibuu", sahutku di dekat

telinganya.
"Suur.., nggak apa-apa.., Naak.., Ibu yang kepingin, lakukanlah Naak.., lakukan sampai Ibu

benar-benar puas Suur", katanya dengan suara setengah mengiba.

"aahh.., biarlah, kenapa kutolak", pikirku dan tanpa membuang waktu lagi aku lalu mengambil

ancang-ancang dan kupegang penisku serta kuusap-usapkan di belahan bibir vagina ibu mertuaku

yang sudah sedikit terbuka. Sambil kucium telinga ibu lalu kubisikkan, "Buu.., maaf yaa..,

saya mau masukkan sekarang, boleh?".
"Suur.., cepat masukkan, Ibu sudah kepingin sekali Naak", sahutnya seperti tidak sabar lagi

dan tanpa menunggu ibu menyelesaikan kalimatnya aku tusukkan penisku ke dalam vaginanya,

mungkin entah tusukan penisku terlalu cepat atau karena ibu katanya sudah lama tidak pernah

digauli oleh suaminya langsung saja beliau berteriak kecil, "Aduuh.., Suur.., pelan-pelan

saayaang.., ibu agak sakit niih", katanya dengan wajah yang agak meringis mungkin menahan

rasa kesakitan. Kuhentikan tusukan penisku di vaginanya, "Maaf Buu.., saya sudah menyakiti

Ibu.., maaf ya Bu". Ibu mertuaku kembali menciumku, "Tidak apa-apa Suur.., Ibu cuma sakit

sedikit saja kok, coba lagi Suur..", sambil merangkulkan kedua tangannya di pungungku.

"Buu.., saya mau masukkan lagi yaa dan tolong Ibu bilang yaa.., kalau ibu merasa sakit",

sahutku. Tanpa menunggu jawaban ibu segera saja kutusukkan kembali penisku tetapi sekarang

kulakukan dengan lebih pelan. Ketika kepala penisku sudah menancap di lubang vaginanya,

kulihat ibu sedikit meringis tetapi tidak mengeluarkan keluhan, "Buu.., sakit.., yaa?". Ibu

hanya menggelengkan kepalanya serta menjawab, "Suur.., masukkan saja sayaang", sambil

kurasakan kedua tangan ibu menekan punggungku. Aku segera kembali menekan penisku di lubang

vaginanya dan sedikit terasa kepala penisku sudah bisa membuka lubang vaginanya, tetapi

kembali kulihat wajah ibu meringis menahan sakit. Karena ibu tidak mengeluh maka aku

teruskan saja tusukan penisku dan, "Bleess", penisku mulai membongkar masuk ke liang

vaginanya diikuti dengan teriakan kecil, "Aduuh.., Suur", sambil menengkeramkan kedua

tangannya di punggungku dan tentu saja gerakan penisku masuk ke dalam vaginanya segera

kutahan agar tidak menambah sakit bagi ibu.
"Buu.., sakit yaa..? maaf ya Buu". Ibu mertuaku hanya menggelengkan kepalanya.
"Enggak kok sayaang.., ibu hanya kaget sedikit saja", lalu mencium wajahku sambil berucap

kembali, "Suur.., besar betul punyamu itu".

Pelan-pelan kunaik-turunkan pantatku sehingga penisku yang terjepit di dalam vaginanya

keluar masuk dan ibupun mulai menggoyang-goyangkan pantatnya pelan-pelan sambil berdesah,

"sshh.., ooh.., aahh.., sayaang.., nikmat.., teruuskan.., Naak", katanya seraya mempercepat

goyangan pantatnya. Akupun sudah mulai merasakan enaknya vaginan ibu dan kusahut desahannya,

"Buu.., aahh.., punyaa Ibu juga nikmat, buu", sambil kuciumi pipinya.

Makin lama gerakanku dan ibu semakin cepat dan ibupun semakin sering mendesah, "Aah..,

Suurr.., ooh.., teruus.., Suur". Ketika sedang nikmat-enaknya menggerakkan penisku keluar

masuk vaginanya, ibu menghentikan goyangan pantatnya. Aku tersentak kaget, "Buu.., kenapa?

apa ibu capeek?", Ibu hanya menggelengkan kepalanya saja, sambil mencium leherku ibu

berucap, "Suur.., coba hentikan gerakanmu itu sebentar".
"Ada apa Buu", sahutku sambil menghentikan goyangan pantatku naik turun.
"Suur.., kamu diam saja dan coba rasakan ini", kata ibu tanpa menjelaskan apa maksudnya dan

tidak kuduga tiba-tiba terasa penisku seperti tersedot dan terhisap di dalam vagina ibu

mertuaku, sehingga tanpa sadar aku mengatakan, "Buu.., aduuh.., enaak.., Buu.., teruus Bu,

ooh.., nikmat Buu", dan tanpa sadar, aku kembali menggerakkan penisku keluar masuk dengan

cepat dan ibupun mulai kembali menggoyangkan pantatnya.
"ooh.., aah.., Suur.., enaak Suur", dan nafasnya dan nafaskupun semakin cepat dan tidak

terkontrol lagi.

Mengetahui nafas Ibu serta goyangan pantat Ibu sudah tidak terkontrol lagi, aku tidak ingin

ibu cepat-cepat mencapai orgasmenya, lalu segera saja kuhentikan gerakan pantatku dan

kucabut penisku dari dalam vaginanya yang menyebabkan ibu mertuaku protes, "Kenapa..,

Suur.., kok berhenti?", tapi protes ibu tidak kutanggapi dan aku segera melepaskan diri dari

pelukannya lalu bangun.

Tanpa bertanya, lalu badan ibu mertuaku kumiringkan ke hadapanku dan kaki kirinya kuangkat

serta kuletakkan di pundakku, sedangkan ibu mertuaku hanya mengikuti saja apa yang kulakukan

itu. Dengan posisi seperti ini, segera saja kutusukkan kembali penisku masuk ke dalam vagina

ibu mertuaku yang sudah sangat basah itu tanpa kesulitan. Ketika seluruh batang penisku

sudak masuk semua ke dalam vaginanya, segera saja kutekan badanku kuat-kuat ke badan ibu

sehingga ibu mulai berteriak kecil, "Suur.., aduuh.., punyamu masuk dalam sekali.., naak..,

aduuh.., teruus sayaang.., aah", dan aku meneruskan gerakan keluar masuk penisku dengan

kuat. Setiap kali penisku kutekan dengan kuat ke dalam vagina ibu mertuaku, ibu terus saja

berdesah, "Ooohh.., aahh.., Suur.., enaak.., terus, tekan yang kuaat sayaang".

Aku tidak berlama-lama dengan posisi seperti ini. Kembali kehentikan gerakanku dan kucabut

penisku dari dalam vaginanya. Kulihat ibu hanya diam saja tanpa protes lagi dan lalu

kukatakan pada ibu, "Buu.., coba ibu tengkurap dan nungging", kataku sambil kubantu

membalikkan badan dan mengatur kaki ibu sewaktu nungging, "Aduuh.., Suur.., kamu kok

macem-macem sih", komentar Ibu mertuaku. Aku tidak menanggapi komentarnya dan tanpa kuberi

aba-aba penisku kutusukkan langsung masuk ke dalam vagina ibu serta kutekan kuat-kuat dengan

memegang pinggangnya sehingga ibu berteriak, "Aduuh Suur, ooh", dan tanpa kupedulikan

teriakan ibu, langsung saja kukocok penisku keluar masuk vaginanya dengan cepat dan kuat

hingga membuat badan ibu tergetar ketika sodokanku menyentuh tubuhnya dan setiap kali

kudengar ibu berteriak, "ooh.., ooh.., Suur", dan tidak lama kemudian ibu mengeluh lagi,

"Suur.., Ibu capek Naak.., sudaah Suur.., Ibuu capeek", dan tanpa kuduga ibu lalu

menjatuhkan dirinya tertidur tengkurap dengan nafasnya yang terengah-engah, sehingga mau tak

mau penisku jadi keluar dari vaginanya.

Tanpa mempedulikan kata-katanya, segera saja kubalik badan ibu yang jatuh tengkurap.

Sekarang sudah tidur telentang lagi, kuangkat kedua kakinya lalu kuletakkan di atas kedua

bahuku. Ibu yang kulihat sudah tidak bertenaga itu hanya mengikuti saja apa yang kuperbuat.

Segera saja kumasukkan penisku dengan mudah ke dalam vagina ibu mertuaku yang memang sudah

semakin basah itu, kutekan dan kutarik kuat sehingga payudaranya yang memang sudah aggak

lembek itu terguncang-guncang. Ibu mertuaku nafasnya terdengar sangat cepat, "Suur..,

jangaan.., kuat-kuat Naak.., badan ibu sakit semua", sambil memegang kedua tanganku yang

kuletakkan di samping badannya untuk menahan badanku.

Mendengar kata-kata ibu mertuaku, aku menjadi tersadar dan teringat kalau yang ada di

hadapanku ini adalah ibu mertuaku sendiri dan segera saja kehentikan gerakan penisku keluar

masuk vaginanya serta kuturunkan kedua kaki ibu dari bahuku dan langsung saja kupeluk badan

ibu serta kuucapkan, "Maaf.., Buu.., kalau saya menyakiti Ibu, saya akan mencoba untuk

pelan-pelan", segera saja ibu berucap, "Suur nggak apa-apa Nak, tapi Ibu lebih suka dengan

posisi seperti ini saja, ayoo.., Suur mainkan lagi punyamu agar ibu cepat puaas".
"Iyaa.., Buu.., saya akan coba lagi", sahutku sambil kembali kunaik-turunkan pantatku

sehingga penisku keluar masuk vagina ibu dan kali ini aku lakukan dengan hati-hati agar

tidak menyakiti badan ibu, dan ibu mertuakupun sekarang sudah mulai menggoyangkan pantatnya

serta sesekali mempermainkan otot-otot di vaginanya, sehingga kadang-kadang terasa penisku

terasa tertahan sewaktu memasuki liang vaginanya.

Ketika salah satu payudara ibu kuhisap-hisap puting susunya yang sudah mengeras itu, ibu

mertuaku semakin mempercepat goyangan pinggulnya dan terdengar desahannya yang agak keras

diantara nafasnya yang sudah mulai memburu, "oohh.., aahh.., Suur.., teruus.., ooh", seraya

meremas-remas rambutku lebih keras. Akupun ikut mempercepat keluar masuknya penisku di dalam

vaginanya.

Goyangan pinggul ibu mertuakupun semakin cepat dan sepertinya sudah tidak bisa mengontrol

dirinya lagi. Disertai nafasnya yang semakin terengah-engah dan kedua tangannya dirangkulkan

ke punggungku kuat-kuat, ibu mengatakan dengan terbata-bata, "Nak Suur.., aduuh.., Ibuu..,

sudaah.., ooh.., mauu kelluaar". Aku sulit bernafas karena punggungku dipeluk dan

dicengkeramnya dengan kuat dan kemudian ibu mertuaku menjadi terdiam, hanya nafasnya saja

yang kudengar terengah-engah dengan keras dan genjotan penisku keluar masuk vaginanya. Untuk

sementara aku hentikan untuk memberikan kesempatan pada ibu menikmati orgasmenya sambil

kuciumi wajahnya, "Bagaimana.., Buu?, mudah-mudahan ibu cukup puas.

Ibu mertuaku tetap masih menutup matanya dan tidak segera menjawab pertanyaanku, yang pasti

nafas ibu masih memburu tetapi sudah mulai berkurang dibanding sebelumnya. Karena ibu masih

diam, aku menjadi sangat kasihan dan kusambung pertanyaanku tadi di dekat telinganya,

"Buu.., saya tahu ibu pasti capek sekali, lebih baik ibu istirahat dulu saja.., yaa?",

seraya aku mulai mengangkat pantatku agar penisku bisa keluar dari vagina ibu yang sudah

sangat basah itu. Tetapi baru saja pantatku ingin kuangkat, ternyata ibu mertuaku

cepat-cepat mencengkeram pinggulku dengan kedua tangannya dan sambil membuka matanya,

memandang ke wajahku, "Jangaan.., Suur.., jangan dilepas punyamu itu, ibu diam saja karena

ingin melepaskan lelah sambil menikmati punyamu yang besar itu mengganjal di tempat ibuu,

jangaan dicabut dulu.., yaa.., sayaang", terus kembali menutup matanya.

Mendengar permintaan ibu itu, aku tidak jadi mencabut penisku dari dalam vagina ibu dan

kembali kujatuhkan badanku pelan-pelan di atas badan ibu yang nafasnya sekarang sudah

kelihatan mulai agak teratur, sambil kukatakan, "Tidaak.., Buu.., saya tidak akan

mencabutnya, saya juga masih kepingin terus seperti ini", sambil kurangkul leher ibu dengan

tangan kananku. Ibu hanya diam saja dengan pernyataanku itu, tetapi tiba-tiba penisku yang

sejak tadi kudiamkan di dalam vaginanya terasa seperti dijepit dan tersedot vagina ibu

mertuaku, dan tanpa sadar aku mengaduh, "Aduuh.., ooh.., Buu".
"Kenapa.., sayaang.., enaak yaa?", sahut ibu sambil mencium bibirku dengan lembut dan sambil

kucium hidungnya kukatakan, "Buu.., enaak sekalii", dan seperti tadi, sewaktu ibu mertuaku

mula-mula menjepit dan menyedot penisku dengan vaginanya, secara tidak sengaja aku mulai

menggerakkan lagi penisku keluar masuk vaginanya dan ibu mertuakupun kembali mendesah,

"ooh.., aah.., Suur.., teruus.., naak.., aduuh.., enaak sekali".

Semakin lama gerakan pinggul ibu semakin cepat dan kembali kudengar nafasnya semakin lama

semakin memburu. Gerakan pinggul ibu kuimbangi dengan mempercepat kocokan penisku keluar

masuk vaginanya. Makin lama aku sepertinya sudah tidak kuat untuk menahan agar air maniku

tetap tidak keluar, "Buu.., sebentar lagi.., sayaa.., sudaah.., mau keluaar", sambil

kupercepat penisku keluar masuk vaginanya dan mungkin karena mendengar aku sudah mendekati

klimaks, ibu mertuakupun semakin mempercepat gerakan pinggulnya serta mempererat cengkeraman

tangannya di punggungku seraya berkata, "Suur.., teruuss.., Naak.., Ibuu.., jugaa.., sudah

dekat, oohh.., ayoo Suur.., semproot Ibuu dengan airmuu.., sekaraang".
"Iyaa.., Buu.., tahaan", sambil kutekan pantatku kuat-kuat dan kami akhiri teriakan itu

dengan berpelukan sangat kuat serta tetap kutekan penisku dalam-dalam ke vagina ibu

mertuaku. Dalam klimaksnya terasa vagina ibu memijat penisku dengan kuat dan kami terus

terdiam dengan nafas terengah-engah.

Setelah nafas kami berdua agak teratur, lalu kucabut penisku dari dalam vagina ibu dan

kujatuhkan badanku serta kutarik kepala ibu mertuaku dan kuletakkan di dadaku.Setelah

nafasku mulai teratur kembali dan kuperhatikan nafas ibupun begitu, aku jadi ingat akan

tugas yang diberikan oleh istriku.
"Buu.., apa ini yang menyebabkan ibu selalu marah-marah pada Bapak..?", tanyaku.
"Mungkin saja Suur.., kenapa Suur?", Sahutnya sambil tersenyum dan mencium pipiku.
"Buu.., kalau benar, tolong ibu kurangi marah-marahnya kepada Bapak, kasihan dia", ibu hanya

diam dan seperti berfikir.
Setelah diam sebentar lalu kukatakan, "Buu.., sudah siang lho, seraya kubangunkan tubuh ibu

serta kubimbing ke kamar mandi.

Setelah peristiwa ini terjadi, ibu seringkali mengunjungi rumah kami dengan alasan kangen

cucu dan anaknya Mur, tetapi kenyataannya ibu mertuaku selalu mengontakku melalui telepon di

kantor dan meminta jatahnya di suatu motel, sebelum menuju ke rumahku. Untungnya sampai

sekarang Istriku tidak curiga, hanya saja dia merasa aneh, karena setiap bulannya ibunya

selalu mengunjung rumah kami.

Bagi pembaca yang ingin memberi komentar, silakan kirim email pada saya.

TAMAT

Ibu Mertuaku yang Pemarah, Pada: Senin, Juni 25, 2012
Copyright © 2015 CERITA DEWASA Design by bokep - All Rights Reserved