Part 1
Siang ini begitu panas. Perjalanan pulang dari sekolah menuju rumah terasa sangat melelahkan walau aku mengendarai motor. Aku tidak pulang sendiri, tapi membonceng kakak perempuanku.
“Dek, buruan… panas nih”
“Iya… tau kok”
“Tapi jangan ngebut kayak gini juga!”
“Tadi katanya buruan, gimana sih kakak ini?”
“Eh, diam, jangan ngelawan”
Duh, kakakku ini sungguh semena-mena.
Namaku Andre. Aku masih kelas 1 SMA saat ini, sedangkan kakakku, kak Risa kelas 3 SMA. Kami berada di sekolah yang sama. Jadilah tiap pergi ataupun pulang sekolah kami selalu bersama. Bahkan tidak hanya ke sekolah, kak Risa sering memintaku menemaninya tiap berpergian, kemanapun dan kapanpun sesuka hatinya.
Setelah setengah jam perjalanan menelusuri jalanan kota yang padat, kamipun sampai di rumah. Aku yang sudah lapar langsung menyerbu ayam goreng yang sempat kami beli di perjalanan pulang tadi. Beginilah jadinya kalau ditinggal berdua dengan kakak yang tidak pandai memasak, terpaksa urusan perut kami beli di luar. Seperti saat ini, orangtua kami sedang keluar kota mengurusi pekerjaan. Aku hanya berduaan saja dengan kak Risa selama beberapa hari kedepan.
“Ganti baju dulu kenapa sih dek? Langsung makan aja kamunya” ucap kak Risa sambil melepaskan jilbab putihnya.
“Ntar deh kak, lapar nih”
“Dasar ih kamu ini, besok kan seragamnya masih pake. Nanti kalau kotor gimana dong…”
“Gak bakalan kok…” jawabku santai. Tapi ternyata ucapannya itu benar-benar terjadi. Aku yang teledor saat membuka sambel sachet-an menyebabkan sambel itu muncrat ke seragam sekolahku. Duh!
“Hahaha, mamam tuh” ledek kak Risa. Aku hanya melirik kesal padanya.
Kak Risa ini kadang cerewet dan ngeselin orangnya, meskipun begitu dia kakak yang baik kok. Selalu bantuin aku kalau aku lagi kesusahan, terutama kesusahan bikin PR. Akupun juga sering jadi tempat curhatnya. Obrolan kami juga nyambung kalau masalah film dan game. Orangtua kami yang super sibuk dan hanya pulang ke rumah tiap akhir pekan membuatku jadi sangat dekat dengan kakakku ini. Pernah waktu itu kak Risa menginap di rumah temannya, walaupun hanya satu malam tapi membuatku sangat kesepian.
Setelah membuka jilbabnya, kak Risa mulai membuka kancing seragamnya. Nafasku sempat tertahan memandangnya. Tapi aksinya terhenti karena sepertinya dia teringat kalau dia tidak mengenakan baju dalam. Diapun pergi ke kamarnya.
Kak Risa kemudian ikut makan setelah dia mengganti pakaiannya. Rambut sebahunya itu kini diikat kuncir kuda. Dia duduk di sebelahku. Sesekali dia melirik ke arahku dan tertawa saat melihat noda sambal yang mengotori seragamku ini. Aku kesal sebenarnya, tapi melihat dia tertawa rasanya membuat hatiku adem. Kakakku ini memang cantik. Memakai pakaian rumah yang biasa saja cantik. Sambil makanpun terlihat cantik. Bagaimana bibir tipisnya itu melahap makanan, pipi putihnya yang menggembung karena penuh terisi. Ah, sungguh menawan. Tidak salah kalau banyak cowok yang jatuh hati padanya.
“Kak, kamu belajar masak aja kenapa sih? Daripada beli makanan di luar terus”
“Hmm… boleh, nanti kita bikin bareng yuk untuk makan malam”
“Bikin apa kak kita?” tanyaku semangat.
“Mi rebus aja gimana?”
“Yah.. kok mi rebus sih? Itu sih bukan masak namanya”
“Hahaha. Iya deh, ntar kakak coba masakin sesuatu deh untuk kamu. Dasar pikiranmu itu makan mulu” ucapnya sambil mengacak-acak rambutku lalu bangkit menuju dapur membawa piring kosongnya.
Setelah selesai makan dan beristirahat, sorenya kak Risa memang tampak sibuk di dapur. Aku sendiri juga tidak pandai memasak, jadi aku tidak membantu sama sekali dan menanti aja apa yang akan dimasak olehnya. Ternyata dia hanya masak tahu dan tempe. Yah, lumayan lah untuk makan malam. Tapi rasanya sungguh asin. Kakakku ini memang tidak punya bakat memasak. Masakannya gak pernah maknyus.
“Udah untung kakak buatin!”
“Iya deh iya…”
“Hahahaha”
Seperti itulah hari-hari yang ku lalui bersama dengan kakakku. Aku sangat betah di rumah kalau ada dia. Meski kadang ribut dan beradu argumen, namun rasanya sungguh nyaman bila berdua dengannya. Aku harap hubungan kami tetap seperti ini. Tapi sore itu juga aku menyaksikan sesuatu yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Untuk pertama kalinya aku melihat kak Risa telanjang bulat, basah-basahan!
Waktu itu aku mau mandi. Saat membuka pintu kamar mandi, aku terkejut karena ternyata di dalam ada kakakku.
“Eh, ma-maaf kak” ucapku langsung menutup pintu. Aku sempat melihat wajahnya juga terkejut melihat aku masuk. Tapi yang lebih parah tentunya aku yang sempat melihat keseluruhan tubuh telanjangnya, walaupun hanya sekian detik.
Aku merasa bersalah pada kak Risa. Ku yakin aku akan dimarahi olehnya. Ah, tapi salah dia kan pintu tidak dikunci. Dengan hati gundah akupun memutuskan untuk beranjak dari sana ingin kembali ke kamarku. Tapi belum sempat ku balik badan, pintu kamar mandi itu terbuka, dan kak Risa muncul dari dalam. Telanjang bulat!
“Kak… ba-bajumu!” ucapku sambil memutar tubuhku membelakanginya. Aku tidak berani memandangnya yang tanpa busana itu. Aku malu. Aku juga takut dia marah.
“Kamu tadi mau masuk ke kamar mandi yah dek?” tanyanya santai.
“I-iya kak… ma-maaf”
“Lho, kenapa maaf?”
“So-soalnya aku gak tahu kalau ada kakak di dalam”
“Owh… Kalau kamu mau pakai kamar mandi, tunggu kakak selesai dulu yah…”
“I-iya kak”
“Adek, kalau kakak ngomong lihat kesini dong”
“Eh, i-iya” dengan malu-malu akupun memutar tubuhku lagi menghadapnya. Dia berdiri santai di depanku dengan tangan kiri menutup buah dadanya serta tangan kanan menutup pangkal paha. Pose yang bikin aku panas dingin. Aku berusaha untuk tidak melihatnya langsung, tapi ternyata susah. Takut, tapi pengen lihat karena penasaran. Ah, aku pusing.
“Dek! Kenapa grogi gitu sih?”
“Gak kenapa-kenapa kok kak” jawabku berusaha tenang.
“Kamu gak pernah lihat cewek telanjang yah sebelumnya?”
“Ng-ngak pernah”
“Owh… “ ku lihat dia tersenyum. Dia tampaknya memang niat sedang menggodaku. Apalagi mengetahui aku baru pertama kali melihat cewek telanjang, senyumnya itu seperti ingin semakin menggodaku.
“Emang kakak gak malu telanjang gitu di depanku?” tanyaku memberanikan diri menatap matanya.
“Kenapa malu? Kan sama adek sendiri” jawabnya senyum-senyum. Aaah… meihat senyuman cewek cantik yang sedang telanjang bulat seperti ini sungguh membuatku tidak tahan.
“Udah dulu yah, kakak mau lanjut mandi dulu. Kamu antri yah… gak boleh barengan” ujarnya sambil mengerlingkan matanya. Mendengar ucapannya itu membuat jantungku semakin berdetak cepat saja.
Kak Risa lalu masuk kembali ke dalam kamar mandi. Sedangkan aku masih berdiri di sini, membatu tak bergerak seakan terpaku pada bumi. Pemandangan barusan benar-benar membuat darahku bergejolak tak karuan. Baru kali ini aku merasakan yang seperti ini.
Beberapa saat kemudian kak Risa selesai mandi. Dia keluar dengan sudah mengenakan pakaian lengkap.
“Tuh mandi” ucapnya sambil berlalu. Dia berlagak seperti tidak terjadi apa-apa saja, padahal aku sudah tak karuan.
Akupun masuk untuk mandi. Tapi bayangan kak Risa telanjang bulat tadi terus membekas di kepalaku. Tidak mau hilang. Peniskupun sudah ngaceng sedari tadi.
“Kak Risa….”
Entah kenapa aku jadi berusaha mengingat dengan detail tubuh kakakku itu. Warna kulitnya yang putih bersih tanpa cacat, butiran air yang meluncur dengan mulusnya di leher, perut serta belahan dadanya. Lekuk tubuhnya benar-benar indah. Bagian yang paling mempesona menurutku adalah buah dadanya yang bening itu, meskipun dia berusaha menutupi putingnya, tapi tetap bisa sekilas terlihat olehku tadi. Putingnya berwarna coklat kan? Arghh…
Tanpa sadar aku mulai memegang penisku dan mengocoknya. Dan untuk pertama kalinya, aku beronani sambil membayangkan kakakku.
Ah… kacau.
===
Beberapa hari kemudian…
Tampak orang-orang sudah sangat ramai di sini. Sepertinya teman kak Risa yang mengadakan pesta ulangtahun ini orang kaya hingga mampu menyewa restoran ini. Ya… hari ini aku dipaksa ikut oleh kak Risa ke acara ulang tahun temannya. Agak malas sih, tapi mendingan daripada gak ada kerjaan di rumah.
Aku sendiri dari tadi hanya duduk sendirian minum juss sambil memperhatikan kak Risa dari jauh yang sedang bercanda dengan teman-temannya. Mataku terus menatap lekat-lekat padanya. Memperhatikan gerak-geriknya, tawanya. Ah, begitu cantiknya kakakku dengan busana kemeja kotak-kotak dominan merah, celana jeans panjang, yang dilengkapi dengan jilbab putih itu. Namun kelamaan menatap kak Risa, aku lagi-lagi terbersit bayangan dirinya yang bugil polos waktu itu. Bayangan yang sangat sulit hilang.
Kejadian waktu itu menjadi awal bagaimana aku jadi sering berpikiran mesum. Aku jadi semakin penasaran dengan yang namanya tubuh wanita. Aku jadi rajin browsing-browsing mencari gambar porno dan video mesum. Namun tetap saja tidak ada pemandangan yang lebih indah melebihi indahnya pemandangan kak Risa yang telanjang bulat dengan tubuh basah. Beruntungnya aku bisa melihatnya, tapi aku merasa berdosa juga karena akhirnya malah beronani dengan membayangkan kakak kandungku sendiri.
“Adeeeeek, sini! Ngapain sendirian aja di sana!? Mau kakak kenalin ke teman-teman kakak gak nih?” panggil kak Risa dari jauh yang disertai cekikikan teman-temannya. Aku hanya balas nyengir saja dan tidak beranjak dari dudukku, tapi akhirnya malah dia yang datang sambil membawa teman-temannya dan memperkenalkannya satu-satu padaku.
Aku grogi juga dekat-dekat banyak cewek seperti ini. Sepertinya kak Risa sengaja melakukan ini padaku. Sengaja membuat aku grogi dengan menghadapkanku pada keempat temannya yang memang cantik-cantik ini. Ah, kak Risa rese.
“Ini adikmu yang kamu ceritakan itu Ris?” tanya salah satu temannya melirik memperhatikanku.
“Iya… cakep kan? Dia jomblo lho… Ada yang mau nggak sama adikku? Hihihi” ucap kak Risa. Duh, dia ini membuatku malu saja.
“Boleh, tapi sayang aku udah punya pacar” balas temannya itu menggodaku yang direspon gelak tawa mereka semua. Aku ikut cengengesan saja.
Selama beberapa saat aku ngobrol dengan mereka. Bukan obrolan yang penting. Kebanyakan obrolan mereka sekedar menggodaku saja, terlebih kak Risa yang seakan-akan mempermalukan aku.
“Eh, dek, siapa tadi yang paling cantik menurutmu?” tanya kak Risa padaku saat kami sudah pulang.
“Hmm… siapa yah… gak ada tuh. Kakak rese ah bikin aku malu di depan teman-teman kakak”
“Haha, daripada kamunya ngelamun sendirian. Emang mikirin apaan?”
“Gak ada” jawabku berbohong, tentu saja aku malu mengakui kalau aku ngelamunin tubuh telanjangnya waktu itu.
“Owh… tapi masa sih gak ada yang cantik menurutmu teman-teman kakak?”
“Ada sih… kak Via, kak Ochi juga cantik” jawabku akhirnya mengaku, kecantikan mereka memang gak kalah dengan kakakku ini. Kak Ochi sama-sama memakai jilbab seperti kakakku, sedangkan kak Via memakai kacamata dengan rambut panjang lurusnya yang tergerai ke belakang. Bisa saja kak Risa punya teman yang cantik-cantik begitu. Tapi bagiku tetap kak Risa lah yang paling cantik.
“Kalau kamu mau, nanti kakak kasih foto mereka deh buat kamu, biar kamu punya bahan” ujar kak Risa kemudian. Bahan? Bahan apaan maksudnya? Bahan coli? Ah, kakakku ini.
“Mikirin apa sih kamu dek? Hahaha… lucu tahu gak ngelihat ekspresi wajah mupengmu itu. Kakak jadi ketagihan nih godain kamu” ucapnya cekikikan. Ternyata dia memang sengaja menggodaku! Bahkan berkata ketagihan. Kurang ajar.
“Kakak rese”
“Hihihi.. biarin. Udah ah, kakak mau mandi dulu”
“Iyaaaa, sana mandi”
“Jangan nyelonong masuk lagi yah…”
“Eh, ng-ngak kok” jawabku tergagap karena malu, dianya hanya cekikikan lalu memeletkan lidah dan masuk ke kamar mandi. Duh… kak Risa.
Sepertinya sejak kejadian aku yang tak sengaja melihat tubuh telanjangnya di kamar mandi waktu itu, membuat dia jadi hobi ngegodain aku dan bikin aku mupeng. Berbagai macam obrolan dan ulah nakal dilakukannya untuk menggodaku. Namun sepertinya apa yang kami lakukan ini jadi keterusan. Aku yang sebelumnya merasa berdosa padanya karena menjadikannya objek onaniku kini malah ingin melihat kenakalannya lagi dan lagi. Aku jadi selalu membayangkan dirinya saat onani.
Kak Risa juga tampaknya semakin terbawa suasana, tidak lagi seperti hanya ingin menggodaku. Dia kini jadi lebih sering memakai pakaian yang memamerkan aurat jika hanya ada kami berdua di rumah. Entah sengaja atau tidak, dia juga sering seenaknya meninggalkan pakaian dalamnya di kamar mandi.
Ingin rasanya aku melihat tubuh telanjang kakakku itu lagi. Tapi aku tidak berani untuk mencoba mengintipnya saat mandi ataupun berganti pakaian. Aku takut dia marah. Kejadian pertama waktu itu murni karena tidak sengaja, belum tentu dia bersikap serupa kalau kejadian yang sama terulang lagi.
Namun ternyata keinginanku untuk kembali melihat tubuh telanjangnya akhirnya terwujud. Karena tak lama kemudian aku melihatnya telanjang bulat berlari kecil dari kamar mandi menuju ke kamarnya. Pemandangan yang sukses membuat aku panas dingin!
“Maaf yah dek kamu ngelihat kakak telanjang lagi. Kakak lupa bawa handuk” ucapnya santai sambil mengedipkan mata kirinya padaku. Aah… Entah apa jadinya kalau orangtua kami melihat perangai anak gadis mereka ini. Aku sendiri puyeng melihatnya. Walau aku ini adeknya, tapi aku kan laki-laki normal. Kalau digodain seperti ini terus mana bisa tahan. Kakakku ini benar-benar nakal.
Ah… aku jadi penasaran ingin gantian telanjang di depannya. Aku memutuskan untuk mandi juga setelahnya, tapi aku berpura-pura juga lupa membawa handuk dan meminta kak Risa mengambilkan handukku. Saat dia di depan pintu, akupun membuka pintu kamar mandi lebar-lebar, menunjukkan penisku yang tegang pool di hadapannya. Dianya justru tertawa melihat aksiku.
“Hahaha, kamu sengaja yah dek telanjang di depan kakak? Balas dendam? Mesum kamu” ucapnya sambil melempar handuk padaku.
“Hehehe”
“Terus? Udah? Gitu aja? Cuma berani telanjang aja?” ujarnya. Aku yang merasa tertantang kemudian nekat mengocok penisku di depannya. Dia yang malah akhirnya melotot seakan tak percaya aku berani berbuat senekat itu. Namun dia tidak beranjak dari sana, terus berada di depanku menyaksikan aku beronani hingga akupun memuntahkan isi kantong zakarku. Spermaku muncrat dengan kencang, bahkan hampir mengenai kaki kak Risa. Ini merupakan onani ternikmat yang pernah aku rasakan. Onani sambil disaksikan kakakku langsung.
Setelah aku memuntahkan seluruh spermaku, kak Risa masih saja diam. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan saat ini. Apa mungkin dia marah? Atau syok melihat aku yang senekat itu?
“Gila kamu dek, nekat yah kamu… hihihi” ucapnya tertawa geli karena aksiku. Aku hanya garuk-garuk kepala saja. Aku juga tak percaya aku bisa senekat ini.
“Jangan lupa dibersihkan tuh spermamu. Kakak gak mau sampai keinjak nanti” suruhnya kemudian lalu beranjak dari depan pintu. Akupun menuruti perintahnya untuk membersihkan genangan spermaku sebelum keluar dari kamar mandi.
Meski baru saja mengeluarkan spermaku, tapi tak lama kemudian penisku tegang kembali. Bayangan kak Risa lagi-lagi muncul. Aku seakan tidak pernah puas membayangi kakakku ini. Apalagi dia tidak marah padaku. Apa itu berarti aku boleh melakukannya lagi? Atau boleh melakukan lebih? Ahhh… Itu membuatku penasaran dan membuat penisku semakin tegang saja.
Aku memutuskan untuk memastikannya. Setelah mengeringkan tubuhku, aku nekat ke kamar kak Risa dengan masih telanjang bulat.
“Hihihi… Adek, ngapain kamu telanjang gitu?”
“Kakak aja telanjang aku gak protes” jawabku asal.
“Dasar… terus ngapain ke sini? Belum puas apa kamu onani barusan?”
“Belum… hehehe… Tapi maaf yah kak tadi aku onani di depanmu. Kakak gak marah kan?”
“Huuu… Iya gak papa, lagian kakak tahu kok kalau selama ini kamu selalu bayangin kakak tiap onani”
“Hehehe, berarti boleh dong aku mengulanginya lagi”
“Kamu udah mesum aja yah sekarang, hihihi”
“Habisnya kakak sih godain aku terus”
“Hihihi… Ya udah. Hmm.. kalau kamu mau, pinjam aja celana dalam kakak biar kamu makin enak bayangin kakaknya. Udah sering kakak tinggalin di kamar mandi tapi kok gak pernah kamu gunain sih dek?”
“Hah? Boleh kak?” Ternyata dugaanku selama ini tidak salah kalau dia sengaja meninggalkan celana dalamnya itu untukku! Tahu gini dari kemarin sudah aku pejuin celana dalamnya.
“Iya… Udah gih sana keluar. Kakak gak mau kamu buang sperma sembarangan di kamar kakak” ujarnya karena melihatku sudah mulai mengocok-ngocok penisku. Aku sebenarnya pengen terus di sini, tapi aku tidak mau juga memaksanya. Memintanya untuk menemaniku onani di kamarku saja aku juga belum berani. Aku tidak mau ngelunjak dulu saat ini, karena sudah bagus dia tidak marah dan mengizinkan aku bebas beronani. Bisa-bisa nanti moodnya berubah.
Akupun memutuskan untuk kembali ke kamarku.
“Dek…” panggil kak Risa sebelum aku keluar dari kamarnya.
“Ya kak?”
“Sekali ini aja gak papa deh”
“Eh, boleh kak?”
`` “Iya… Buruan!”
Ugh, senangnya hatiku, kak Risa ternyata membolehkanku juga untuk onani di kamarnya. Aku berdiri mengocok penisku sambil memandangi kak Risa yang sedang duduk di pinggir tempat tidur. Memang tidak ada onani yang lebih enak selain onani sambil ditonton dirinya. Kakakku benar-benar cantik. Tak butuh waktu lama bagiku untuk klimaks. Spermaku kemudian muncrat lagi dengan nikmatnya, yang mana kali ini mengotori lantai kamar kakakku. Kak Risa lagi-lagi tersenyum melihat apa yang baru diperbuat adeknya sendiri di kamarnya. Lalu menyuruh aku membersihkan lantai.
“Udah sana, puaskan?”
“Iya kak, makasih ya… hehe”
Dia tersenyum manis. Sungguh bikin aku gemas. Ah… semoga selanjutnya aku bisa mendapatkan lebih dari sekedar onani.
====
Sejak kejadian itu hari-hariku terasa lebih indah. Selain hubunganku dengan kak Risa memang masih tetap seperti biasa, suka bercanda, suka berantem, dan dia masih sering nyuruh aku seenaknya, tapi kemesuman kami semakin hari juga semakin cabul. Kadang seharian kami pernah tidak memakai pakaian sama sekali, kami beraktifitas di dalam rumah dengan bertelanjang bulat. Tapi biasanya sih hanya kak Risa yang aku minta tidak usah pakai baju, walau tanpa dimintapun dia sering juga keluyuran di dalam rumah tanpa busana. Kalau sudah begitu akupun akan lanjut onani dengan bebasnya sambil memandang tubuh telanjangnya. Dia sering menemaniku onani. Aku kini sudah dipersilahkan ngecrot dimanapun dan kapanpun yang aku mau, tidak harus di kamar mandi. Bisa di ruang tamu ataupun malah kamar kakakku. Asalkan harus segera dibersihkan. Keberadaannya betul-betul membuatku betah di rumah, hehe.
Namun yang pasti kami melakukan itu jika kami hanya berdua saja di rumah. Kalau orangtua kami pulang, aku dan kak Risa pun bertingkah seperti biasa. Terlebih kak Risa yang menjadi sangat sopan dalam berpakaian bila di hadapan papa mama. Sungguh berbanding terbalik bila hanya ada aku di rumah.
“Ntar deh kakak kirim foto-foto kakak lewat BBM” bisiknya padaku. Ya… terpaksa aku disuruh onani dengan foto-fotonya saja, karena memang tidak mungkin melakukannya seperti biasa karena orang tua kami ada di rumah saat ini. Kalau tetap nekat, bisa-bisa perbuatan kami akan ketahuan.
“Sekalian kakak kirim foto-foto teman kakak kalau kamu mau, hihihi” lanjutnya lagi mengedipkan mata dengan nakal. Ugh… Tentu saja aku mau. Baik kak Risa maupun teman-temannya sama-sama cantik, sama-sama mantab dijadikan bahan coli, hehe :P
Untung saja hanya dua hari Papa Mama pulang, mereka harus segera kembali mengurusi pekerjaan. Akhirnya aku bisa bebas lagi. \:V/
Siang itu setelah kami pulang sekolah aku langsung menanggalkan pakaianku dan menuju kamar kak Risa. Dia geleng-geleng kepala sambil tertawa melihat aku yang begitu tak sabaran.
“Yuk kak.. cepetan dong… pengen nih”
“Cepetan ngapain?” tanyanya senyum-senyum.
“Buka baju kakak, hehe”
“Haha, dasar mesum kamu dek…” ucapnya cekikikan. Aku senang karena ternyata dia menuruti keinginanku untuk melepaskan bajunya. Dengan gerakan pelan dan menggoda, dia lepaskan satu-persatu pakaian yang menempel di tubuhnya. Dari baju, celana, hingga pakaian dalam. Dia seakan memuaskan mataku untuk membuatku nafsu pada dirinya.
Akhirnya tubuh telanjangnya terlihat lagi olehku. Aku langsung mengocok penisku sendiri di depannya. Tak hanya itu, aku yang sudah tahan nekat terjun memeluknya.
“Adeeeek! Gila kamu main peluk aja”
“Habisnya aku kangen kakak” ucapku. Aku sadar aku sungguh nekat memelukya dengan kami sama-sama telanjang bulat seperti ini. Tapi aku memang sudah tidak tahan, aku juga menginginkan hal yang lebih dari hanya sekedar onani.
Aku pikir dia marah, tapi ku dengar dia malah tertawa kecil. Diapun membiarkan aku terus memeluknya, bahkan kami sampai berpelukan di atas tempat tidur. Tanpa sadar kami jadi saling menggerayangi dan berciuman satu sama lain.
“Dek, cukup… Jangan keterusan” ujarnya sambil mendorong tubuhku. Aku sebenarnya merasa nanggung, tapi aku takut dia marah, akupun bangkit dan duduk di depannya.
“Kakak gak mau kalau sampai terjadi.. Ingat lho kita itu saudara kandung”
“Iya kak… maaf”
“Hmm… bagus deh kalau kamu ngerti”
“Tapi kak…”
“Tapi apa?”
“Boleh gak kalau aku gesek-gesekin aja”
“Hah? Gesek-gesek dimana?”
“Di buah dada kakak, hehe”
“Hihihi, gila kamu… Kamu benar-benar mesum!”
“Gak boleh yah kak?”
“Hmm…. Kakak pikir gak apa deh, asal jangan keterusan”
Senangnya mendengarnya. Dengan dada berdebar akupun mengangkangi tubuh kak Risa, memposisikan penisku tepat di antara buah dadanya untuk ku gesek-gesekkan di sana. Saat penisku nyelip di sana, aku langsung memaju mundurkan pinggulku. Rasanya sungguh luar biasa, bagaimana batang penisku bergesekan dengan kulit dadanya yang lembut dan kenyal.
Aku mengocok penisku di sana sambil ditemani tatapan dan senyum manisku. Mana bisa tahan? Tak butuh waktu lama akupun muncrat. Mengotori wajah serta buah dada kak Risa dengan spermaku.
“Makasih kak…”
“Iya… dasar mesum. Awas… jangan sampai papa mama tahu”
“Iya kak” tentu saja.
Jadilah sejak saat itu aku tidak hanya onani biasa saja, tidak lagi hanya menumpahkan spermaku di lantai, tapi juga menggesek-gesekkan penisku hingga aku muncrat di tubuh kakakku ini. Baik perut, buah dada, maupun wajah cantiknya.
bersambung...
======
======
Extra Story : Teman-teman kakakku
Hari itu aku pulang naik motor sendirian dari sekolah, karena kak Risa pulang naik angkot bersama teman-temannya yang ingin ke rumah kami, bahkan katanya mereka juga sampai nginap. Aku sebenarnya merasa terganggu karena tidak bisa mesum-mesuman dengan kakakku, tapi ya sudah lah. Setidaknya teman-temannya cantik-cantik.
Ku perhatikan kedua temannya yang datang itu. Mereka adalah temannya kak Risa yang dikenalkan kepadaku pada waktu acara ulangtahun. Kak Via dan kak Ochi. Lagi-lagi ada perasaan malu dan deg-degan dikelilingi mereka. Saat mereka ngajak ngobrol, aku lebih dulu terpana dengan kecantikan mereka daripada langsung menanggapi obrolan.
“Maaf yah Ndre, kita pinjam kakakmu seharian ini, hihi” ucap kak Via yang juga diikuti tertawaan kak Ochi. Sedangkan kak Risa menyikut kak Via.
“Apaan sih Vi”
Duh, mereka bertiga itu sungguh gemesin. Tawa mereka sama-sama manis. Seandainya kak Via dan kak Ochi juga kakakku. Tapi punya satu kakak kayak kak Risa juga udah cukup sih, hehe.
Mereka lalu masuk ke dalam kamar setelah kami makan siang. Entahlah mereka sedang ngapain. Mungkin sedang nonton film dvd. Hingga akhirnya saat sore menjelang magrib barulah mereka keluar. Mereka tampak membawa handuk.
“Dek, kami mau mandi dulu yah…” ujar kak Risa sambil melewatiku.
“Kalian mau mandi bersama? Udah gede masih mandi bareng, kayak anak kecil aja” balasku.
“Biarin, kan kamar mandinya gede”
“Iya deh, terserah kalian” ucapku berusaha cuek meski curi-curi pandang juga ke arah mereka bertiga.
Merekapun mandi bersama di dalam kamar mandi. Ingin rasanya aku mengintip mereka, tapi kalau kepergok takut juga. Belum tentu kejadinnya selalu berakhir manis. Jadilah aku hanya membayangkan saja sambil mendengar obrolan mereka yang berisik.
“Waaah… punyamu lebih gede yah Ris, kenyal” terdengar suara kak Via.
“Geli ah Vi, punya Ochi tuh yang lebih gede, hihihi” balas kakakku.
“Mana? Coba”
“Eh, kalian ngapain sih pegang-pegang” protes kak Ochi.
“Hihihi… gak ah, gedean punya kamu Ris, tapi kulit Ochi lebih lembut yah… putih lagi”
“Risa, itu ngapain bawa hape segala ke kamar mandi?”
“Hihihihi”
Arrgghhhh… aku ngaceng mendengarnya! Pikiranku melayang kemana-mana membayangkan tubuh bugil mereka bertiga yang asik mandi itu.
Saat mereka keluar, hidungku mau mimisan rasanya melihat mereka bertiga yang hanya memakai handuk. Bahkan kak Ochi yang tadinya mengenakan jilbab, kini juga hanya selembar handuk pendek yang melilit di tubuhnya. Mereka berlalu dengan cueknya di depanku, padahal aku sudah konak berat. Duh… Sepertinya seharian ini jantungku akan terus berdegub kencang.
Ingin rasanya aku beronani saat itu juga menonton mereka, tapi mereka langsung masuk ke kamar.
Mereka kebanyakan menghabiskan waktu di kamar. Hanya sesekali keluar untuk minum ataupun ke kamar mandi. Saat kak Risa keluar aku langsung menariknya ke kamar mandi karena aku sudah tak tahan dan butuh pelampiasan.
“Adeeeek, kamu mau ngapain? Ada teman-teman kakak”
“Aku gak tahan kak… sebentar aja kok.. plis”
“Duh… jangan….”
“Ayo dong kak…”
Setelah ku desak terus, akhirnya dia mau juga. Akupun langsung menurunkan celanaku dan minta dia ngocokin. Dia mau ternyata.
“Dasar kamu…”
“Hehehe”
“Eh, kakak tadi foto-foto juga lho sambil mandi, ada video juga. Kamu mau lihat? Hihihi”
“Mauuuuuu!” tentu saja aku mau!
“Hush… jangan kencang-kencang suaranya. Nih…” ucapnya sambil menyodorkan ponselnya padaku.
Akupun langsung meraih ponselnya. Ku buka galery dan langsung ku temukan apa yang kucari. Foto mereka bertiga sedang mandi telanjang, basah-basahan dan sabun-sabunan! Langsung saja aku gunakan itu sebagai bahan untuk menambah rasa nikmat selagi kak Risa terus mengocok penisku. Aku juga menonton video rekaman mandi itu. Bikin aku tambah pengen cepat muncrat karenanya.
Benar, tak lama kemudian akupun memuncratkan spermaku. Tak tahan karena kocokan kak Risa serta foto dan rekaman video ini.
Namun aku terkejut karena ada yang menonton aksi kami. Di depan pintu kamar mandi ada kak Ochi!
“Eh, Ochi…”
“Risa… kamu ngapain?”
“Eh… ini… anu… itu…” kak Risa panik. Akupun tak kalah panik karena ada yang memergoki aksi kami.
“Duh, aku gak nyangka kalau kamu sampai begituan sama adekmu”
“Ini… Cuma bantuin dia aja kok, gak lebih dari ini.. Please… jangan kasih tahu siapa-siapa” ucap kak Risa memohon.
“Hmmm… sebarin gak yah…”
“Please Chi… jangan kasih tahu siapa-siapa”
“Hihihi, iya deh… tapi kamu harus traktir makan besok”
“Oke deh sip”
“Ya udah balik sana, kamu mau ketahuan sama Via juga, hihihi”
“Gak lha.. udah dek sana balik ke kamarmu” suruh kak Risa padaku.
“Iya kak…” jawabku bangkit segera kembali ke kamarku.
Aku tidak terlalu tahu apa yang terjadi setelah itu. Sepertinya tidak terjadi hal yang gawat. Kak Ochi sepertinya beneran megang janjinya. Untung deh. Tapi kak Ochi itu cantik juga yah, setahuku dia juga punya adek laki-laki. Beruntung juga adeknya punya kakak cantik seperti dia. Tapi aku juga beruntung punya kakak kayak kak Risa, hehe
Part 2
Senangnya tiap hari bisa manja-manjaan dengan kakakku tersayang. Aku sungguh beruntung. Kak Risa sungguh kakak yang sempurna. Udah cantik, seksi, baik hati pula. Hampir tiap hari aku menguras peju karena ulah kakak kandungku ini. Dia sering membuat pejuku muncrat-muncrat gak karuan, tentunya sebagian besar ku tumpahkan ke wajah atau ke tubuhnya.
Aku ingin berduaan terus dengannya, ingin mesum-mesuman terus tiap hari dengan kak Risa, tapi hari ini orangtua kami lagi-lagi datang berkunjung. Sehingga aku jadi tidak bisa ngapa-ngapain, padahal kantong zakarku sudah pengen dikeluarin lagi isinya, tapi gak ada kesempatan.
“Adek! Ayam di piringmu masih ada kok comot punyanya kakak sih?”
“Soalnya aku suka paha kak…”
“Tapi jangan seenaknya juga ambil ayamnya kakak dong!” ujarnya kesal sambil mencomot balik ayam goreng di piringku. Hehe, kadang-kadang memang menyenangkan bikin dia kesal gini. Walaupun marah tapi dia tetap saja terlihat cantik imut menggairahkan. Siapa sih yang gak pengen punya kakak kayak kak Risa?
“Sudah sudah… kalian ini dari dulu berantem terus sih? Tapi kalau lagi akrab, lengket banget kayak lem” ujar mama geleng-geleng melihat tingkah kami.
“Tau tuh Ma, adek tuh ngeselin banget! Udah sering dapat paha juga! Dia bete kayaknya keinginannya gak kesampean,” ujar kak Risa tersirat di hadapan Papa Mama. Tentunya cuma aku yang tahu kalau maksudnya itu adalah pahanya kak Risa, dan benar kalau aku lagi kesal karena tidak bisa menyentuh kakakku ini dari tadi pagi. Aku pengen banget nyelipin penisku di paha putih mulusnya itu. Menggesek-gesekkan penisku di sana sampai aku ngecrot yang banyak. Di dadanya juga boleh. Pasti enak banget gesekin penisku di antara dua buah dadanya yang lembut itu. Papa Mama ini kenapa pulang sih!?
Saat Papa Mama di rumah tentunya kak Risa berpakaian yg dapat dibilang sopan meski tidak tertutup amat. Celananya setidaknya selalu di bawah lutut. Dia juga kelihatannya memakai dalaman. Sungguh berbeda jika hanya berdua denganku yang pakaiannya sungguh sembarangan amat, nyaris telanjang, bahkan kadang beneran telanjang bulat keluyuran di dalam rumah. Ugh, andai Papa Mama tahu kelakuan putri mereka ini. Terutama Papa, papa itu orangnya sangat keras mengenai cara berpakaian. Bisa jantungan mereka kalau melihat putri mereka ini mengumbar auratnya sembarangan. Untung saja cuma aku yang mengetahui kelakuan nakal kak Risa.
Akhirnya selesai juga makan malam yang dipenuhi kebisingan antara aku dan kak Risa itu. Setelah cukup lama ngobrol-ngobrol bersama di ruang tv, orangtua kami lalu masuk ke kamarnya untuk beristirahat, begitupun kak Risa yang katanya ingin bikin tugas. Aku juga kembali ke kamarku. Huh, terpaksa aku hanya beronani sendiri malam ini. Hanya nonton bokep JAV yang baru selesai ku download.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Aku memutuskan untuk tidur saja, namun aku ke dapur dulu untuk minum. Di luar kamar suasana sudah gelap karena lampu-lampu sudah dimatikan. Dari cahaya remang-remang itu aku lalu melihat seseorang di dapur. Kak Risa!
Aku bertemu kak Risa yang sepertinya juga ingin ambil minum di dapur. Tapi yang bikin aku terkejut bukan itu, kakakku itu hanya memakai baju kaos saja! Tanpa celana maupun celana dalam sama sekali! Baju kaos warna merahnya itupun terlihat tidak bisa menutupi vaginanya. Nekat amat!
“Kak…!” panggilku berbisik keras.
“Hmm? Napa dek?”
“Kok cuma pake begituan sih? Ntar Papa lihat!”
“Kan mereka di kamar dek…” jawab kak Risa santai. Duh, kak Risa ini! Bisa-bisanya dia tenang-tenang saja hanya memakai kaos begitu keluyuran di dalam rumah, padahal lampu kamar Papa Mama masih nyala, yang berarti mereka masih belum tidur. Kalau nanti tiba-tiba mereka keluar kamar untuk minum atau ke kamar mandi gimana coba? Entah apa yang akan terjadi kalau mereka melihat anak gadis mereka yang mereka kenal sopan ini malah berpakaian sembrono begitu. Ugh, aku yang malah jadinya berdebar-debar.
“Tapi kan kak…” aku mencoba mengatakan apa yang aku cemaskan, tapi belum selesai aku bicara, kak Risa sudah menempelkan telunjuknya ke bibirnya agar menyuruh aku diam, lalu mengedipkan mata dengan nakal.
Sambil tetap memegang gelas, Kak Risa kemudian berjalan ke arah ruang tengah, lalu berhenti tepat di depan pintu kamar Papa Mama. Oh my God! Aku gemetaran melihat tingkah kakak kandungku yang super nekat itu. Dia seakan-akan menantang kecemasan hatiku barusan.
Aku mencoba memanggil kak Risa tanpa suara dan dengan isyarat tangan, tapi kak Risa lagi-lagi menempelkan telunjuknya di depan bibirnya. Dia lalu minum seteguk kemudian tersenyum manis padaku. Senyum yang berarti dia masih akan menunjukkan sesuatu padaku.
Benar saja! Satu tangannya yang tidak memegang gelas kemudian mengangkat ke atas, gayanya seperti akan mengetuk pintu kamar Papa Mama! Sumpah, aku panas dingin dibuatnya. Tubuhku lemas. Entah apa jadinya kalau kak Risa beneran mengetuk pintu kamar Papa Mama. Please kak… stop…
Untung saja kak Risa tidak benar-benar melakukannya. Dia hanya sekedar menempelkan telapak tangannya saja di pintu itu, bukan mengetuk. Tapi aksi nakalnya masih belum selesai. Dia lalu memutar tubuhnya kemudian minum sambil berdiri bersandar di pintu kamar Papa Mama! Ugh… kak Risa…. Ampuuun. Kakakku ini betul-betul hobi bikin aku jantungan.
Puas melihat aku yang mati kecemasan di sini, kak Risapun kembali ke dapur tempat aku berdiri. Kak Risa sungguh nakal! Aku sungguh gemes punya kakak kayak dia. Ekspresinya yang diimut-imutkan itu bikin aku gak tahan untuk memeluknya.
“Kak Risa…” aku langsung menerkamnya saat dia kembali ke dapur, ku peluk kakak kandungku yang cantik ini erat-erat dari belakang.
“Adek! kamu ini main peluk-peluk aja sih!?” Ucapnya seakan tanpa dosa dengan apa yang sudah dia lakukan barusan.
“Kakak nakal banget sih… kalau ketahuan gimana coba!?”
“Ketahuan apa?”
“Ketahuan kalau kakak bajunya sembarangan begitu sama Papa Mama”
“Hihihi, iya yah… mereka kan taunya kakak selalu sopan dan tertutup yah dek… hihihi”
“Iya… makanya…”
“Iya deh… tapi pelan-pelan dong meluknya” pintanya. Ku renggangkan pelukanku. Senangnya ternyata kak Risa memperbolehkanku untuk terus memeluknya. Aku sangat menyukai saat-saat kakakku ini ada di dalam pelukanku. Rasanya begitu nyaman, tapi juga membuat nafsuku naik, apalagi karena ulahnya barusan itu. Penisku sampai kembali ngaceng maksimal meskipun aku baru saja beronani.
“Dek…”
“Burungmu bangun lagi yah?”
“Iya kak... udah kangen sama kakaknya, dari pagi gak dapet apa-apa, hehe..”
“Hihihi… kasian”
Kak Risa lalu lanjut minum. Dia terlihat lama sekali menghabiskan air yang ada di gelasnya, seakan membiarkan aku untuk berlama-lama memeluknya. Mungkin dia memberiku sedikit kesempatan karena seharian ini aku tidak bisa ngapa-ngapain terhadapnya. Rasanya senang banget. Kakakku ini sungguh pengertian. Akupun terus memeluknya sambil sesekali mengecup pundak dan leher kak Risa. Tapi tentu saja sekedar memeluk saja masih kurang bagiku.
“Kak…”
“Hmm? Apa dek?”
“Aku pengen dong…” pintaku sambil tetap memeluknya dari belakang. Sambil berkata demikian aku juga sedikit menghentakkan pinggulku ke depan berharap dia mengerti maksudku.
“Pengen apaan dek? Minum juga? Nih…” ujar kak Risa sambil menyodorkan gelas yang masih berisi sedikit air padaku. Huh, kak Risa ini. Dia pura-pura gak tahu apa gimana sih? Akupun nurut-nurut saja menghabiskan air putih dari gelas yang disodorkannya karena aku memang haus.
“Udah?” tanyanya sambil meletakkan gelas ke atas lemari es.
“Kurang kak…”
“Dasar… udahan ah, kakak mau bobok” ujarnya sambil mencoba menepis tanganku di pinggangnya, tapi ku tahan. Aku betul-betul pengen bermesraan dengan dia lagi malam ini.
“Kak…”
“Apa sih…?”
“Aku ikut tidur di kamar kakak dong…”
“Huuu… alasan aja pengen tidur bareng, bilang aja pengen bi-kin ko-tor kakakmu lagi. Iya kan?” ucapnya menekankan kata ‘bikin kotor’.
“Hehehe, iya… tahu aja. Aku pengen pejuin kakak lagi, kangen nih…”
“Kangen apaan, belum juga sehari”
“Berarti boleh kan kak?”
“Gak ah…”
“Yah kak… boleh dong… ntar aku panggil Papa lho biar dia liat kalau bajunya kakak pamer-pamer aurat kayak gini, hehe” ancamku sambil menyibak-nyibakkan baju kaosnya yang memang tidak bisa menutupi bagian bawah tubuhnya itu.
“Iihh.. jahat banget sih kamu dek pake ngancam kakak segala. Ntar kakak kasih tau juga lho kalau kamu tiap hari pipisin kakaknya sendiri pake peju, hihihi”
“Biarin…”
“Dasar kamu! Ya udah boleh deh tidur bareng, soalnya besok seharian kamu pasti gak bisa apa-apain kakak lagi, hihihi… Tapi sebelum subuh kamu harus balik ke kamarmu ya dek..”
“Oke kak…” Uhhhh… aku senang banget. Akhirnya bisa juga manja-manjaan sama kak Risa meski ada orangtua kami di rumah. Gak sabaaaaaar.
“Tapi sebelum kita ke kamar…” ujarnya menggantung memotong kalimatnya.
“Ngapain kak sebelum ke kamar?”
“Hmm.. Kamu penasaran gak dek, kalau kita manja-manjaannya di sana dulu” ucapnya sambil menunjuk sofa di ruang tengah, di depan kamar Papa Mama.
“Hah?? Di sana kak?” Apa sih yang dipikirkan kakakku ini. Masa bermanja-manjaan di depan kamar Papa Mama sih? Kak Risa sungguh nakal, suka banget nyerepet-nyerepet bahaya gitu.
“Iya.. pengen coba nggak kamunya?” tanyanya lagi dengan senyum nakal, bikin aku gregetan saja.
“Tapi kan kak… kalau kita ketahuan gimana? Di kamar kakak aja deh… jangan yang aneh-aneh…”
“Yakin? Padahal kalau kamu mau, kakak bakal kasih kamu hadiah lho…”
“Hah? A..apan kak?”
“Hihihi… dengar kakak bakal kasih hadiah langsung semangat kamunya. Nanti dong… jawab dulu, kamu mau nggak nih?” tanyanya lagi. Ugh, apa yang harus aku lakukan? Aku betul-betul penasaran bagaimana rasanya, tapi resikonya terlalu besar kalau kami mesra-mesraan di sana. Melihat ulah kak Risa tadi saja aku sampai panas dingin, ini malah mengajakku bermesra-mesraan di sana.
“Coba dulu yuk…” ajaknya lagi. Aku bingung, tapi nafsu dan rasa penasaranku jauh lebih besar, ketahuan-ketahuan dah. Akupun mengangguk mengiyakan ajakannya.
“Iya deh kak…” jawabku yang disambut senyuman manis nan nakal darinya.
Kak Risa lalu menuntunku ke ruang tengah dengan menarik tanganku. Sambil kami berjalan ke sana, dia terus memandangku dan tersenyum manis, seolah berkata kalau tidak akan apa-apa. Kak Risa memang tidak terlihat santai juga, aku tahu kalau dia sedang berdebar-debar cemas sekarang. Dia juga takut kalau perbuatan kami akan ketahuan. Tapi demi sensasi baru yang akan kami dapatkan, kamipun nekat berbuat begini.
Sesampainya di sana, kak Risa lalu mendudukan aku ke sofa. Dia kemudian duduk di pangkuanku. Vaginanya yang tidak tertutupi itu tepat berada di atas tonjolan penisku yang masih tertutup celana. Dengan tersenyum manis padaku, kak Risa lalu mendekati wajahku untuk menciumku. Dadaku berdebar-debar, kami akan berciuman di depan kamar Papa Mama!
“Cup” Aku dan kakak kandungku ini kemudian berciuman dengan panasnya, ciuman penuh nafsu dan ketegangan karena kami melakukannya di dekat kamar orangtua kami. Benar saja, sensasinya jauh lebih luar biasa dari ciuman yang biasa kami lakukan. Akupun mempererat memeluk kakakku. Tubuh kami menempel. Aku dapat merasakan kalau dadanya juga berdebar kencang saat ini.
“Enak kan dek?” bisiknya pelan di telingaku.
“E..enak kak” jawabku lirih.
“Mau lanjut di kamar atau terus di sini hayo?”
“Di sini aja deh kak, hehe” jawabku. Dia tersenyum sambil menahan tawa, mungkin merasa lucu karena aku tadi menolak ajakannya untuk mesum-mesuman di sini, namun sekarang malah ketagihan. Kak Risa kemudian memagut mesra bibirku lagi. Kamipun kembali berciuman.
Cukup lama kami berciuman. Aku dan kak Risa juga terus saling bertukar air liur. Sebuah perbuatan yang sangat ganjil tentunya jika sampai terlihat oleh orang tua kami. Tapi kami terus melakukannya lagi dan lagi, bahkan semakin liar dengan saling meludahi mulut satu sama lain, berciuman, meludah lagi, berciuman lagi, meludah lagi, begitu terus berkali-kali.
Hawa semakin memanas. Tubuhku dan tubuh kakakku sudah mulai berkeringat. Aku yang horni bahkan menjilati butiran keringat kak Risa yang ada di wajah cantiknya sampai ke lehernya. Aku sungguh menyukai apapun dari tubuh kakak kandungku ini, termasuk keringatnya. Bau tubuhnya yang berkeringat juga membuat aku semakin bernafsu. Kak Risa tersenyum manis sambil menahan geli karena aksi jilat-jilatanku itu. Akhirnya diapun ikut-ikutan menjilati dan membasuh wajahku langsung dengan lidahnya.
Entah berapa lama kami melakukannya, saling menelan air liur dan menjilat keringat begini, namun yang jelas ku lihat lampu kamar orangtua kami sudah mati, mereka sudah pergi tidur. Tapi hal itu malah membuat aku kecewa. Entah kenapa aku malah berharap perbuatan aku dan kak Risa ketahuan oleh Papa Mama. Membayangkan kalau perbuatan kami benar-benar akan ketahuan membuat aku semakin horni. Apakah kak Risa juga berharap demikian? Karena ku lihat sekarang dia sudah mulai melenguh pelan seakan ingin membangunkan Papa Mama. Suara decakan bibir kami yang beradu juga semakin keras. Aku juga mengeluarkan suara menyebut-nyebut kak Risa. Aku sungguh bernafsu pada kakak kandungku ini. Aku ingin sesuatu yang lebih dari ini. Sesuatu yang lebih beresiko dan gila bila sampai ketahuan orangtua kami. Sesuatu perbuatan yang lebih tidak pantas dilakukan oleh saudara sekandung.
Seakan mengetahui isi kepalaku, kak Risa kemudian berbisik memanggilku.
“Dek…”
“Y..ya kak?”
“Mikirin apa sih?” tanyanya manja.
“Eh, itu… katanya kakak mau kasih aku hadiah, hehe”
“Oh… mikirin itu”
“I-iya kak… emang apa sih hadiahnya”
“Hmm… kakak pikir gak apa deh sekali-kali kasih kamu itu”
“Itu? Itu apa kak maksudnya?”
Kak Risa tidak menjawab, dia hanya senyum-senyum manis saja padaku.
“Tapi kamu jangan berisik yah… eh, tapi kalau berisik dikit juga gak apa kok… hihihi” Ugh, kak Risa… Dia berharap aku berisik agar orangtua kami memergoki??
“Apaan sih kak?” tanyaku lagi sungguh penasaran. Tapi dia lagi-lagi hanya tersenyum manis, kali ini disertai kedipan mata kiri sambil memiringkan kepala. Ugh.. imutnya.
Kak Risa lalu turun ke bawah, dia menurunkan celana pendekku beserta celana dalamku. Penisku yang dari tadi tegang itupun langsung bebas berdiri tegak di hadapannya. Jangan-jangan dia akan…
“Slruup” Kak Risa memasukkan penisku ke dalam mulutnya! Dia mengulum penisku! Aah… rasanya sungguh tidak terkatakan. Akhirnya aku dapat merasakan penisku di dalam rongga mulut kakak kandungku yang cantik ini. Jadi inikah hadiah dari kak Risa itu? Tapi kenapa harus di saat sekarang ini? Di waktu Papa Mama di rumah, bahkan di sebelah kamar Papa Mama? Sepertinya yang kak Risa pikirkan sama denganku. Karena keberadaan Papa Mama lah yang membuat kami nekat ingin mencoba sensasi yang lebih gila.
“Kak Risa…” erangku. Aku tidak kuat untuk tidak bersuara memanggil dirinya. Dia sendiri merespon panggilanku dengan menatap mataku dalam-dalam, bahkan berusaha tersenyum meski mulutnya penuh oleh penisku. Kak Risaku yang cantik terlihat semakin cantik dengan wajah berkeringat sambil mengulum penisku itu. Aku semakin berharap-harap cemas orangtua kami membuka pintu kamarnya dan memergoki aksi tidak wajar kami sebagai saudara sekandung ini. Ma.. Pa… lihat… Kak Risa yang kalian kenal sopan dan alim sedang menyepong kontol adek kandungnya sendiri, batinku berteriak.
Aku hanya bisa menikmati perlakuan sayang kak Risa pada penisku. Dia menjilati apapun di bawa sana, mulai dari batang penisku, buah zakar, sampai mengulum rambut kemaluanku hingga basah oleh liurnya.
“Enak dek?” tanyanya kemudian sambil tetap mengocok pelan batang penisku.
“E..enak kak.. makasih yah…”
“Lakukan apapun yang adek mau ke mulut kakak yah… bebas kok…” ujarnya sambil tersenyum lalu kembali melanjutkan mengulum penisku. Lakukan apapun yang aku mau? Maksudnya?
Seakan menjawab pertanyaanku, kak Risa lalu menuntun tanganku untuk diletakkan ke kepalanya, lalu sambil memegang tanganku dia menekan kepalanya sendiri sehingga penisku makin masuk ke mulutnya. Jadi inikah maksudnya memperbolehkan aku untuk memperlakukan mulutnya sesukaku? Boleh menekan kepalanya dalam-dalam ke selangkanganku jika aku memang mau? Tentu saja aku mau.
Akupun lanjut terus melakukannya. Ku tekan kepala kakak kandungku ini lagi sampai mentok ke kerongkongannya. Beberapa saat kemudian ku tarik kembali, lalu ku tekan kembali dalam-dalam, lalu ku tarik kembali, begitu terus selanjutnya. Semakin lama kocokan penisku dengan mulutnya semakin cepat. Suara peraduan penisku dan rongga mulutnya semakin menjadi-jadi. Aku semakin berharap orangtua kami mendengar suara decakan aneh ini sehingga mereka keluar kamar dan melihat aksiku ini. Dadaku semakin berdebar-debar tidak karuan. Sensasinya sungguh luar biasa. Saking bernafsunya, aku sampai menahan kepala kakakku itu sangat lama di selangkanganku.
“Eh, ma..maaf kak” saat aku tersadar kak Risa sudah mangap-mangap di bawah sana. Segera ku lepaskan kepala kak Risa.
“ Ngghh…” Ku lihat ada air mata di pinggir matanya. Wajahnya memerah.
“Ma..maaf kak… terbawa suasana” ucapku lagi, tapi aku melihat dia masih saja tersenyum padaku. Bahkan berusaha memasang wajah imut meski nafasnya masih ngos-ngosan begitu.
“Sssttt! Gak papa, berisik ih adek, ntar kita ketahuan lho…” katanya berbisik pelan masih dengan nafas belum teratur.
“Lagi adekku sayang?”
“Iya kakakku…”
“Genjotin mulut kakak kandungmu ini sesuka hatimu” katanya sambil tersenyum manis. Argh, kak Risa benar-benar gemesin.
“Iya kak Risa… aku bakal genjot mulut kakak tanpa ampun” jawabku mengikuti apa yang dikatakannya. Akupun kembali menggenjot mulut kak Risa. Menghujam kerongkongan kakak kandungku yang cantik ini lebih kasar dari tadi, semakin kasar dan semakin kasar. Kak Risa terlihat sangat kewalahan, sampai ingin muntah. Sebenarnya aku tidak tega, tapi nafsuku yang sangat tinggi membuat aku tidak ingin berhenti menggenjot kerongkongannya, lagian dia sendiri sudah memperbolehkan aku untuk berbuat apapun yang aku mau pada mulutnya.
Kak Risa benar-benar luar biasa, kalau begini terus aku bakalan muncrat. Sensasi mengetahui yang sedang mengulum penisku ini adalah kakak kandungku sendiri betul-betul membuat aku melayang. Pakaiannya yang hanya memakai baju kaos juga membuat aku semakin bernafsu. Tapi aku berharap aku juga dibolehkan ngentotin mulutnya yang di bawah. Kira-kira dia bakalan mau nggak yah? Tapi untuk saat ini yang begini saja sudah lebih dari cukup. Begini saja sudah sangat ganjil kami melakukannya sebagai saudara sekandung, di depan kamar orangtua kami pula.
Akhirnya aku tidak menahan-nahan lagi laju pejuku. Aku ingin menggenjot mulut mungil kakakku ini sampai aku muncrat-muncrat. Kak Risa sendiri tampak rela bila aku memang ingin ngepejuin rongga mulutnya. Setelah beberapa saat kemudian aku merasa tidak kuat lagi. Pa.. Ma.. aku ngepejuin mulut kakak…
Croooootttt… croooooot….
Pejuku muncrat-muncrat di dalam mulut kak Risa. Semua isi kantong zakarku kini berpindah ke dalam mulut kakak kandungku yang cantik ini. Jika Papa kami melihatnya pasti aku sudah dihajar habis-habisan.
Entah berapa kali semprotan, tapi ku tahu itu sangat banyak. Aku dapat melihat leleran peju mengalir di sela-sela bibirnya. Setelah selesai membuang peju ke mulutnya, kak Risa lalu menunjukkanku spermaku yang ada di dalam mulutnya. Dia memanjakan mataku dengan memainkan peju itu dengan lidah, mengunyah-ngunyahnya, serta berkumur. Yang membuatku takjub adalah ternyata akhirnya dia menelan itu semua! Calon keponakannya dia telan semua masuk ke lambungnya!
“Udah kan dek? Puas?”
“Puas kak… makasih… hehe”
“Ini perbuatan kita udah semakin jauh lho dek… malah nekat di depan kamar Papa Mama pula”
“Gara-gara kakak tuh…”
“Tapi seru kan? Kamu suka kan dek?”
“Suka sih… hehe”
“Gak boleh minta lebih yah kamunya… cukup sampai segini aja yah…” ujarnya kemudian. Aku sebenarnya ingin lebih dari ini, sangat menginginkannya. Aku rasa kak Risa sebenarnya dalam hatinya pasti juga penasaran bila perbuatan kami lebih dari ini, tapi sepertinya dia menahan-nahannya karena kita memang saudara kandung.
“Udah yuk dek, kita bobok” ucap kak Risa sambil berdiri. Ku hanya mengangguk sambil membiarkan lagi tanganku dituntun olehnya menuju ke kamarnya.
Sebelum ke kamar, kak Risa mampir dulu ke kamar mandi, pengen pipis katanya. Akupun menemaninya ke kamar mandi. Saat dia masuk, dia tidak menutup pintu, langsung jongkok di lantai kamar mandi dan kencing di sana. Pemandangan yang membuatku berhenti nafas! Aku melihat kakak kandungku yang cantik ini kencing di depanku! Mataku seakan tak mau lepas menyaksikan bagaimana lubang kelaminnya itu mengucurkan cairan kuning dengan derasnya. Kepalaku semakin pusing saat melihatnya malah tersenyum manis padaku.
“Kenapa dek? Kamu pengen pipis juga?”
“Eh… nggak kak…”
“Kalau gitu bantu cebokin kakak dong…”
“Hah?”
“Gak mau?”
Ugh, tawaran yang gila dari kakakku meminta adiknya sendiri untuk bantu cebokin dia. Aku sampai susah berkata-kata dibuatnya. Tapi tentu saja aku tak menolak tawaran itu. Akupun masuk ke kamar mandi, mengambil air dengan gayung, lalu menyeboki kak Risa. Aku juga menyiram lantai kamar mandi hingga bersih kembali. Sempat terbersit hal gila di benakku untuk mencoba bagaimana rasa air seninya. Ah… aku semakin kacau.
Setelah selesai, diapun bangkit dan menarik tanganku lagi dan menuntunku untuk kini menuju ke kamarnya. Untuk berjaga-jaga, pintu kamar kak Risa sudah dikunci.
“Udah dek… bobok gih, masih aja gerepe-gerepe kakak. Emang belum puas apa?” tanyanya heran karena aku masih saja maraba-raba buah dadanya dari balik kaosnya.
“Belum kak, hehe…” Aku emang belum puas menikmati tubuh kakakku ini, dan gak akan pernah puas.
“Dasar… Kakak mau bobok tau! Ya udah… tapi cuma peluk-peluk dan gerepe aja… Gak boleh gesek-gesek, eh, gesek-gesek dikit gak papa sih… hihihi”
“Hehe.. makasih kak Risa” Ugh, kak Risa betul-betul gemesin!
“Mimpi indah yah dek… kakak bobo dulu”
“Iya….”
Akupun malam itu tidur seranjang dengan kak Risa yang masih tetap hanya mengenakan baju kaosnya tanpa bawahan sama sekali. Aku juga masih tidak mengenakan celana. Jadinya penisku bersentuhan langsung dengan belahan pantat dan permukaan vaginanya yang terbuka bebas itu.
Aku tidur dengan kak Risa menjadi gulingku. Guling cantik yang bisa aku peluk dan aku gerepe sepuasnya. Aku lakukan hal mesum itu sampai akupun ikut mengantuk dan tertidur sambil memeluknya. Aku amat senang karena waktu tak sengaja terbangun tengah malam, justru aku yang sedang dipeluk kakakku ini.
Aaahh... Aku ingin terus seperti ini.
Part 3
Aku sedang enak-enaknya tidur, namun tiba-tiba ada yang menyentil keningku. Akupun langsung terbangun sambil mengaduh kesakitan. Ya… siapa lagi pelakunya kalau bukan kak Risa.
“Hahaha, bangun juga kamu”
“Kak… gak ada cara bangunin yah lebih enak apa?” ucapku kesal sambil mengusap keningku. Bangunin pake ciuman di bibir kek gitu biar romantis dikit. Huh!
“Hahaha, sorry deh… Habisnya buru-buru, udah subuh nih, cepetan balik ke kamarmu gih!” suruhnya kemudian. Tentunya aku keberatan, aku masih ingin berlama-lama bersamanya. Apalagi melihat dirinya yang masih hanya mengenakan kaos saja di tubuhnya itu, sungguh menggemaskan.
Subuh-subuh bangun, dengan kakak cantik di atas ranjang, yang pakaiannya sembrono begitu, adek mana sih yang gak bakal ngaceng?? Hehehe.
“Nanti deh kak, bentar lagi…” ujarku sambil berusaha memeluknya, tapi kak Risa menahan tubuhku.
“Adeeek udah! Bentar lagi papa mama bangun tuh… Emang kamu mau kita ketahuan? Kan kamu udah janji bakal balik ke kamarmu sebelum subuh!”
Hmm… Benar sih yang diucapkannya. Aku tidak mau juga perbuatan kami yang tidak pantas dilakukan adik kakak ini ketahuan oleh Papa Mama. Tapi setidaknya aku harus mendapatkan sesuatu dulu sebelum balik ke kamarku.
“Yaaaah… kakaaaak…”
“Kalau gak ada papa mama kakak mau deh nemenin kamu,” ujarnya dengan senyum manis.
“Iya nih, Papa Mama gangguin aja” balasku. Kak Risa tertawa mendengarnya, sebelum akhirnya dia menyuruhku lagi untuk keluar.
“Kasih ciuman dulu dong kak…”
“Aduh kamu ini… ya udah”
“Aku di bawah, kakak cium aku dari atas” pintaku sambil kembali merebahkan badanku.
“Dasar ih”
Dia akhirnya mau-mau juga untuk memberi waktu sedikit untukku. Tentunya aku gunakan waktu ini sebaik dan secabul mungkin. Sambil berciuman dengannya aku juga meraba-raba tubuhnya, terutama pantat bulatnya yang tak tertutup itu. Perut, punggung, pinggul, hingga paha mulusnya juga tak luput dari gerepe-gerepean nakal tanganku.
Kak Risa tidak memprotes. Justru sepertinya membuat dirinya makin horni karena ulahku, nafasnya semakin berat. Ciuman kami bahkan sudah berubah menjadi saling berbagi liur. Lama-kelamaan malah hanya kak Risa yang asik menumpahkan liurnya ke dalam mulutku. Tentunya aku terima dengan senang hati. Tak cuma itu, penisku dan vaginanya juga bergesekan sambil dia terus menyuapi aku dengan ludahnya yang membuat aku semakin kesenangan. Kalau dipikir-pikir kelakuan kami semakin gila saja, tapi aku menyukainya.
Entah sudah berapa kali dia meludah ke mulutku, tapi aku masih saja tidak pernah puas. Ingin lagi dan lagi.
“Hihihi… Kok jadi kakak nyuapin kamu gini sih? Enak? Udah kenyang belom dek?” tanyanya menjawil hidungku sambil bangkit dan duduk di atas pinggangku, tepat menghimpit penisku yang tegang.
“Belum kak…”
“Kok masih belum sih? Mulut kakak udah pegel tau ngumpulin ludah buat kamu… Hmm.. ya sudah… satu menit lagi aja yah…”
“Hehehe… oke deh kak…” yes!
“Dasar!”
Kak Risapun lanjut meludah-ludah lagi ke dalam mulutku. Meskipun dia bilang satu menit, tapi intensitas meludahnya malah semakin cepat. Aku yang jadi kewalahan menerima ludahnya yang bertubi-tubi masuk ke mulutku. Kak Risa malah tertawa-tawa melihat aku yang kelagapan.
“Hihihi… rasain kamu dek… mesum sih… hihihi” Ugh… kak Risa. Aku rasa aku tidak perlu serapan lagi nanti, air ludah kak Risa ini saja rasanya sudah cukup. Tidak ada yang lebih nikmat dari cairan tubuh kakakku ini. Aku benar-benar tergila-gila padanya.
“Udah sana keluar!”
“Iya iya…”
“Eh, ingat dek, kalau di depan papa mama jangan aneh-aneh kamunya” serunya mengingatkanku. Aku hanya membalas membentuk tanda ‘ok’ dengan tangan.
Aku lalu ke kamarku setelah itu. Bersiap menghabiskan hari ini seperti kemarin. Yang mana kami berperilaku sebagai kakak adek yang normal di hadapan orangtua kami. Kak Risa juga kembali berpakaian sopan dan tertutup.
Setelah kami pulang sekolah. Aku ingin bermesraan lagi dengannya. Anehnya justru karena kehadiran orangtua kami di rumah aku malah ingin merasakan sesuatu yang lebih. Aku ingin melakukan hal yang lebih gila lagi bersama kak Risa.
Ketika kami baru masuk rumah, aku langsung memberi kode pada kakakku untuk mencuri-curi kesempatan untuk melakukan hal mesum lagi, tapi dia belagak bego dan tidak mempedulikanku. Malah justru mengerjaiku.
“Ma… Pa.. tadi adek ngebut bawa motornya” teriaknya seenaknya ngomong.
“Gak Ma, kakak bohong tuh…” balasku membela diri.
“Ngebut gitu, hampir nabrak anak kucing” balasnya lagi.
“Mana ada!”
“Sudah sudah… kalian ini memang ribut terus kerjaannya. Kamu Andre, jangan ngebut-ngebut bawa motor. Kan sudah berkali-kali papa bilang…”
“Tapi kan aku gak ngebut Pa… Ma…” Hiks… Sialan kak Risa. Dia asik menahan tawa sambil menuju dapur. Aku telanjangi baru tahu rasa nanti!
“Masak apa Ma?” tanya kak Risa sambil membuka tudung saji. “Wah, rendaaaaaang” teriaknya girang lalu mencolek bumbunya.
“Risa! Kamu ini main colek aja, ganti dulu bajumu sana!” suruh mama pada kak Risa. Hahaha, rasain tuh. Lagian kakakku ini gak pandai masak sih, beruntung mama tiap pulang ke rumah selalu masak masakan yang enak.
“Habisnya kelihatan enak sih…” ujarnya memeletkan lidah bergaya imut.
Kak Risa lalu menuju ke kamarnya. Akupun kemudian juga menyusul kak Risa, papa mama melihat aku masuk ke sana. Aku dari dulu memang sering main ke dalam kamar kak Risa, jadi hal itu biasa saja bagi Papa Mama. Tapi tentunya yang ingin aku lakukan adalah sesuatu yang tidak pernah orangtua kami bayangkan. Bukan sesuatu yang biasa dilakukan kakak adik sekandung.
“Adeeeek… ngapain kamu ikut ke kamar kakak? Ada papa mama lho di luar” bisiknya keras.
“Biarin aja kak.. Pengen nih…” jawabku. Aku sadar ini sangat beresiko kalau aku melakukannya siang bolong begini saat Papa Mama ada di ruang tengah. Tapi aku tak tahaaan.
“Kenapa dek? Gak tahan yah?”
“Iya kak… pengen itu..”
“Pengen apa?” tanyanya senyum-senyum manis.
“Pengen ngentotin mulut kakak lagi… boleh nggak kak? hehe” ujarku berani berkata lancang. Sebuah permintaan yang sangat tidak pantas dipinta oleh seorang adek laki-laki kepada kakak perempuannya.
“Yang keras dong ngomongnya… gak kedengaran nih…” Duh, kak Risa mempermainkanku. Apa dia sengaja biar kedengaran Papa Mama? Nakal banget sih kak Risa!?
Tapi akupun benar-benar mengulangi ucapanku.
“Pengen entotin mulut kakak!” kataku lagi sedikit lebih keras.
“OH… PENGEN ENTOTIN MULUT KAKAK??” Ya ampun kak Risa! Dia berkata begitu dengan suara yang lantang dan lebih keras dari yang aku ucapkan tadi! Dia ternyata benar-benar cari penyakit dengan berkata seperti itu keras-keras! Kalau kedengaran Papa Mama gimana coba!? Jantungku serasa mau copot, tapi sepertinya orangtua kami tidak mendengar. Mungkin karena suara tv yang lumayan keras.
“Kak… apa-apaan sih? Jangan keras-keras dong suaranya…”
“Hihihi… biarin” jawabnya pura-pura santai, meskipun aku tahu kalau dia juga beneran takut ketahuan. Aku yakin dia juga dag-dig-dug karena ulahnya sendiri itu.
“Terus, jadi gak nih kamunya genjotin mulut kakak?” tanyanya lagi masih dengan suara keras.
“Duh… Kak… pelanin dong suaranya”
Ya ampuuuun. Dia sepertinya senang betul melihat aku panik begini, sampai tertawa cekikikan segala.
“Kalau berisik nanti mulutnya aku sumbat nih” lanjutku lagi.
“Hahaha, sumbat pake apa emangnya? Pake burungmu? Nih, coba aja kalau berani…” godanya dengan nada bicara nakal lalu bersimpuh di lantai kamar. Dia menantangku!
Aku langsung membuka celanaku dan menuju ke arah kakakku itu. Tanpa menunggu lagi segera ku masukkan penisku ke dalam mulutnya. Dia seperti berteriak kecil saat mulutnya tersumpal. Justru bikin aku tambah gemas saja. Akupun menggenjotnya sambil kakakku ini masih berpakaian seragam sekolahnya, bahkan dengan jilbab masih menempel di kepalanya.
Kamipun mengulangi perbuatan kami tadi malam, dan lagi-lagi hanya selembar pintu yang membatasi kami dengan orangtua kami. Bedanya kali ini aku dan kak Risalah yang ada di dalam kamar. Di dalam kamar yang tidak terkunci yang bisa dimasuki kapanpun oleh Papa Mama. Memikirkan hal itu lagi-lagi membuat aku semakin horni. Rasanya aku beneran pengen lanjut menelanjanginya saat ini juga, tapi…
“Kaaaak… Adeeeek…. gak makan dulu?” teriak Mama tiba-tiba dari ruang tengah. Aku dan kak Risa saling pandang karena kaget. Kak Risa malah memandangku dengan penisku masih tersumpal di mulutnya. Tapi anehnya rasa takut ketahuan ini makin membuat perasaanku gak karuan. Kak Risa sepertinya juga merasakan demikian karena ternyata dia malah terus mengulum dan mengocok pelan penisku dengan mulutnya, tidak menjawab panggilan Mama.
“Kak.. mama tuh…” ujarku mulai panik karena kak Risa tidak menjawab. Kalau Mama menyusul ke kamar gimana coba. Tapi dianya malah menggelengkan kepala seakan berkata tidak akan melepaskan penisku.
“Kak… Adeeekkk.. Kalian lagi ngapain sih di dalam?” teriak mamaku lagi. Duh! Aku betul-betul dibikin jantungan. Aku dapat merasakan nafas kakakku yang terasa semakin berat pada penisku yang masih di dalam mulutnya. Jelas kalau dia juga merasa deg-degkan karena situasi ini, namun dia masih saja belum melepaskan penisku. Tapi… kalau terus nekat kami beneran akan ketahuan!
“Kak!” seruku lagi. Barulah kak Risa mau melepaskan kulumannya.
“Iya Ma… bentar… adek nih gangguin aja” teriak kak Risa akhirnya menyahut mama.
“Andre, masak baru pulang kamu langsung gangguin kakakmu! Ayo makan dulu” teriak mama memarahiku. Tentu saja mama tidak tahu apa yang sebenarnya aku lakukan pada kakakku di dalam sini.
Aku tentunya tidak menginginkan aksi kami ini ketahuan. Apalagi oleh orangtua kami sendiri. Sepertinya terpaksa perbuatan ini harus segera kami sudahi. Ku pandangi wajah kak Risa di bawah. Aku dapat melihat dari matanya kalau dia juga tidak ingin ini cepat berakhir. Seakan tidak rela kalau aku tidak mendapatkan kepuasan.
“Dek…”
“Ya kak…”
“Kamu genjotin mulut kakak gih… Kamu genjotin sekuat dan secepat mungkin” ucapnya yang membuatku terkejut tapi juga senang bukan main.
“Hah? Boleh kak? Gak apa?”
“Iya… buruan! Kalau kelamaan ntar mama datang”
“I-iya”
Tunggu apa lagi. Aku yang memang menahan horni kembali memasukkan penisku ke mulut kakak kandungku ini. Mendeepthroat kak Risa sedalam mungkin sampai mentok di kerongkongannya, lalu menggoyangkan pinggulku sekencang-kencangnya dengan nafas memburu seakan ingin mengeruk isi perut kakakku. Sebuah pemandangan yang tak lazim tentunya bila dilihat oleh orang lain, terutama orangtua kami. Kak Risa yang sopan, berpakaian rapi dan tertutup seperti saat ini, sedang digenjot mulutnya dengan kasar oleh adek kandungnya sendiri! Ah… gila, yang kami lakukan sekarang sungguh gila!
Tidak sampai satu menit kemudian akupun memuntahkan spermaku di kerongkongan kakak kandungku ini. Tapi berbarengan dengan itu kak Risa juga muntah. Sepertinya dia tidak tahan karena sodokanku yang kencang dan dalam itu. Wajahnya memerah keringatan, nafasnya terputus-putus. Dia tampak bersusah payah mengumpulkan nafasnya sebelum menatapku kembali dan berusaha tersenyum dengan manis. Kakakku benar-benar kakak tercantik, aku beruntung mempunyai kakak perempuan seperti dia.
Setelah kak Risa membersihkan muntahan itu dengan pakaian kotornya, kamipun keluar kamar untuk makan. Tidak ada raut kecurigaan sama sekali dari Papa Mama. Yang ada aku yang dimarahi karena dianggap mengganggu kak Risa di dalam kamar.
“Dek, kalau setelah ini kamu pengen bikin kakak muntah-muntah lagi boleh kok, hihihi” bisiknya pelan yang membuat jantungku berdebar lagi.
********
Entah kenapa semakin lama orangtua kami ada di rumah, malah jadi pemancing aku dan kak Risa untuk semakin nekat mencoba hal yang lebih gila dan liar. Itu karena sensasi sembunyi-sembunyinya, apalagi mereka adalah orangtua kami sendiri. Tentunya mereka tidak akan menyangka hubungan anak-anak mereka segila ini, terutama kak Risa yang bagi mereka adalah anak yang paling penurut dan baik perangainya.
Aku sesering mungkin meminta ingin berbuat mesum pada kak Risa. Semuanya dituruti kak Risa tanpa keberatan. Bahkan lebih banyak dia yang menawarkan padaku. Kami curi-curi kesempatan untuk melakukan berbagai aksi cabul. Mulai dari hanya cium-cium dan gerepe-gerepe, tukaran air liur, sampai genjotin mulut kak Risa hingga dia muntah-muntah. Semuanya kami lakukan diam-diam di belakang Papa Mama, tapi malah berharap seandainya mereka melihat apa yang kami lakukan.
Seperti halnya sekarang ini, saat malam waktu Papa Mama sudah tidur aku lagi-lagi menyusul kak Risa ke kamarnya. Senang banget ketika aku masuk aku langsung disambut senyum manis kakakku yang cantik. Busananya juga sangat menggoda. Dia mengenakan setelan favoritku, kemeja putih lengan panjang dengan beberapa kancing atasnya terbuka, tanpa celana dan celana dalam tentunya yang lagi-lagi membuat vaginanya terekspos bebas.
“Kak Risa memang kakak yang paling cantik” ucapku sambil memperhatikan kakakku dari atas hingga bawah.
“Huuu… sok muji-muji, paling di pikiranmu cuma ada pikiran cabul sekarang, iya kan dek? hihihi”
“Hehe, tapi kakak emang cantik banget kok… Aku beruntung banget punya kakak kayak kak Risa” pujiku tak ada henti-hentinya padanya. Kakakku ini memang pantas dipuja-puji.
“Iya deh makasih. Kan emang khusus buat kamu, adeknya kakak yang paling mesum”
Ugh… kak Risa memang sangat baik. Akupun langsung menyeretnya ke ranjang dan menghimpit tubuhnya, sampai-sampai lupa menutup pintu kamarnya terlebih dahulu. Dia sendiri tampaknya tidak mempermasalahkannya. Bahkan mengatakan sesuatu yang membuat aku terkejut tapi juga sangat excited.
“Dek, pintunya gak usah ditutup aja yah malam ini, dibuka aja terus”
“Hah? Gak ditutup?”
“Iya… terus lampunya juga jangan dimatikan. Pokoknya tetap begini sampai subuh nanti. Okeh?”
“Eh, i..iya kak..”
“Berani gak kamu?”
“Be-berani kok…” Dadaku berdebar membayangkannya. Aku juga dapat merasakan dadanya berdebar seperti halnya diriku. Itu karena sensasi nekat yang kami lakukan. Mesum-mesuman dengan pintu yang akan terus terbuka sepanjang malam! Yang mana kalau orangtua kami keluar kamar, maka habislah sudah. Tapi kami tetap juga nekat melakukannya.
Akupun mencium kak Risa habis-habisan di atas tempat tidurnya. Wajahnya, bibirnya, hingga leher jenjangnya. Namun sesekali aku masih tetap melirik ke arah pintu karena aku masih juga merasa was-was.
“Adek…. Biar aja” ujar kak Risa menolehkan kepalaku lagi ke wajahnya. Kak Risa berusaha tenang dan menyuruhku untuk tidak menghiraukan pintu yang terbuka.
“Nghh…. Kak Risaaa” akupun mencium kak Risa lagi. Aku sungguh gemas dengan kakakku ini. Dia betul-betul menunjukkan sisi nakalnya hanya kepadaku, adek kandungnya. Sesuatu yang tidak pernah diketahui oleh oranglain, apalagi orangtua kami.
Aku berhenti sejenak untuk melepaskan seluruh pakaianku hingga telanjang bulat. Kak Risa senyum-senyum melihat aku yang tampak bersemangat. Aku lalu kembali menindih kak Risa dari atas. Menjamah tubuh seksi kakak kandungku yang masih tetap mengenakan kemejanya. Menciumnya, merabanya, serta menggesek-gesekkan penisku ke pahanya. Aku berusaha menuruti omongannya untuk tidak menghiraukan pintu yang terbuka meskipun tidak semudah itu. Namun memang dengan pintu yang terbuka begitulah aku semakin nekat berbuat cabul. Kakakku memang pintar membangkitkan nafsuku. Aku semakin ingin melakukan sesuatu yang lebih bersama kak Risa. Aku ingin menyetubuhinya. Tapi apakah kak Risa sampai senekat itu membolehkan aku bersetubuh dengannya?? Karena selama ini bila kami mesum-mesuman dia selalu mengingatkanku agar jangan sampai terjadi ML. Dia selalu menjaga jarak penisku dengan vaginanya.
Aku tahu kalau kami berdua sudah sama-sama terbawa nafsu sekarang. Dia ikut menggerakkan pinggulnya maju-mundur seirama gesekan penisku di pangkal pahanya. Tingkah kak Risa seperti mau meski tak mau. Kak Risa juga mengerang-ngerang memanggil namaku. Bahkan menyebut Papa Mama, entah apa maksudnya.
Aku mencoba tetap seperti biasa dengan hanya sekedar menggesek-gesekkan penisku di sela-sela pahanya. Mencoba bertahan meskipun penisku sudah gatal ingin masuk ke liang vagina kakakku itu.
“Kak… aku pengen ngentotin kakak dong…”
“Hmm??” gumamnya memandangku sayu.
“Aku pengen ngentot sama kak Risa” kataku lagi dengan dada berdebar.
“Gak boleh”
“Yah kak please…”
“Kamu ini… segitu pengennya yah kamu ngentotin kakak kandungmu sendiri?”
“Iya kak… pengen…” ujarku sambil mempercepat gesekan penisku di pangkal pahanya. Aku ingin dia tahu kalau aku memang sudah sangat bernafsu kepadanya.
“Gak boleh.. dosa adekku” ujarnya tapi malah mengimbangi gerakan pinggulku.
“Ngmmh… kak Risa… please…”
“Kamu ini, bandel banget sih dibilangin!”
“Gak tahan nih kak… Pengen banget rasain ngentotin kak Risa”
“Kalau Papa Mama ngelihat gimana coba?” tanya kak Risa sok takut ketahuan.
“Itu urusan nanti kak, yang penting kita ngentot dulu yuk” kataku lalu menghentakkan pinggulku berharap penisku masuk, tapi meleset.
“Adeekkk… ih, kamu ini”
“Please kak…”
“Hmm… kamu selipin dikit aja yah… Cuma kepala burungmu aja” ujarnya kemudian. Yah… kok cuma kepala penis aja sih? Aku kan pengen masukin penisku ke vagina kak Risa semuanya. Tapi ya sudah lah dari pada gak sama sekali. Mungkin aja nanti kak Risa berubah pikiran.
“Iya deh kak…” jawabku. Kak Risa membalas dengan senyuman manis sambil mencubit hidungku.
Aku lalu bangkit dan mengambil posisi di depan selangkangannya. Ku buka kaki kak Risa lebar-lebar dan kutekuk. Dengan dada yang sangat berdebar-debar ku arahkan kepala penisku menuju ke vaginanya. Ku lihat wajah kak Risa, dia menatapku dengan wajah sayu berusaha tersenyum padaku. Senyum yang juga sebagai isyarat kalau jangan sampai nyelip masuk.
Perlahan-lahan kutekan kepala penisku hingga masuk ke liang vagina kak Risa. Akhirnya aku dapat merasakan lagi hangatnya vaginanya meskipun hanya kepala penisku saja yang masuk. Rasanya sungguh luar biasa. Dari posisi ini aku bisa melihat semua keindahan ini dengan jelas. Mulai dari wajahnya yang cantik jelita, lalu kemeja asal-asalan yang memperlihatkan belahan dadanya yang indah serta putingnya yang nyemplak, sampai vaginanya yang sedang dimasuki kepala penisku. Kakakku betul-betul sempurna. Kakak tercantik dan terbaik yang pernah ada.
“Kenapa dek? Kok diam? Goyang-goyangin dong… entotin kakak, tapi cuma kepalanya aja yah… hihihi” ujar kak Risa menyadarkanku.
“Eh, i..iya kak…”
“Lamunin apa sih kamu? Udah nyelip masa’ dianggurin sih??”
“Hehehe, kakak cantik banget sih… nafsuin, aku sampai kelupaan”
“Hahaha, dasar” ujarnya tersenyum sambil lagi-lagi mencubitku hidungku. Ugh, kak Risa sungguh bikin aku gemes. Sungguh kakak yang nafsuin.
Seperti yang dia suruh, akupun mulai menggoyangkan pinggulku. Mengocok kepala penisku di dalam liang vaginanya. Rasa nikmat menjalar ke seluruh tubuhku. Belum lagi rasa deg-degan karena pintu kamar kak Risa yang terbuka dan keberadaan orangtua kami di rumah. Sensasinya sungguh luar biasa.
Suasana menjadi panas dan tubuh kami sudah mulai berkeringat. Cukup lama aku aku mengocok penisku di sana sambil menyebut-nyebut nama kak Risa. Kak Risa sendiri juga sepertinya sudah terbawa suasana. Dia merintih-rintih manja sambil menatap mataku, tentunya membuat aku semakin bernafsu. Bikin aku gak tahan untuk betul-betul menghujam penisku seluruhnya ke vaginanya dan muncrat di dalam sana.
“Nghh… kak Risa… kakak kandungku”
“Iya adekku… terus dek… entotin kakak kandungmu ini”
“Kak… pengen masukin semuanya…”
“Jangan dek” Ugh… kak Risa tega. Padahal aku berharap kak Risa akhirnya membolehkan penisku masuk seluruhnya. Mana aku udah mau klimaks pula. Tapi aku belum menyerah. Ku lepaskan penisku sebentar. Aku ingin nyelip-nyelip penisku dari belakang.
“Ngapain sih dek? Mau ganti gaya? Tapi mau gaya apapun tetap gak boleh masukin semuanya ya!” ujarnya lagi yang betul-betul tahu isi pikiranku.
Aku tidak menjawab dan hanya cengengesan, dia juga balas tersenyum. Aku lalu ikut tiduran dan memeluknya dari belakang. Ku masukkan kepala penisku lagi, kali ini dari belakang melewati pahanya. Sehingga dengan demikian kepala penisku masuk ke dalam vagina kak Risa, sedangkan batangku bisa merasakan mulusnya kulit paha kakakku ini. Belum lagi tanganku yang bisa dengan bebasnya bergeriliya menggerayangi buah dada kakakku dari balik kemejanya. Aku betul-betul tidak kuat!
Posisi kami sama-sama menghadap ke arah pintu. Perasaan deg-degan takut ketahuan malah membuat aku semakin terbawa nafsu. Berkali-kali aku terus berusaha agar penisku masuk lebih dalam ke liang vaginanya. Anehnya kak Risa malah merespon positif goyangan pinggulku yang semakin berusaha memasukkan penisku seutuhnya ke vaginanya, padahal tadi dia berkata agar berhati-hati. Duh, kak Risa ini. Apa dia juga merasakan hal yang sama denganku?
Entah kak Risa menyadari atau tidak, sedikit demi sedikit aku semakin berusaha memasuk penisku lebih dalam ke vaginanya. Kalau tadi penisku keluar masuk hanya sebatas kepala. Kini sudah keluar masuk sampai sebatas leher penis. Aku semakin nekat. Sekarang bahkan sudah hampir setengah batang penisku yang keluar masuk. Aku merasakan ada yang mengganjal kepala penisku di ujung sana. Apakah itu selaput daranya? Memikirkannya aku jadi tambah penasaran dan tambah horni. Goyanganku makin cepat.
“Adeeeek! Kamu pengen ngentotin kakak!?” teriaknya pelan tiba-tiba. Tapi aku sudah tidak peduli. Aku sudah betul-betul terbawa nafsu. Aku ingin ngentotin kak Risa.
“Nghh…. Kak Risa… ngentot… ngghhh…” racauku.
“Adeekk! Kita itu saudara kandung. Kamu mau ngentotin kakak sendiri hah? Kamu pengen hamilin kakak!?” protesnya lagi dengan suara semakin kencang. Aku betul-betul tidak peduli dan makin mencoba masuk lebih dalam.
“Pa… Ma… llihat nih adek nakal, masa’ kakaknya sendiri mau dientot… Pa.. Ma… lihat!” ujarnya lagi yang malah membuat perasaanku tak karuan. Dia memprotes tapi malah dengan ucapan seakan mengundang Papa Mama melihat aksi kami. Mana aku mau berhenti coba. Yang ada aku semakin hanyut terbawa nafsu.
“Ugh… kak Risa… aku masukin yah semuanya”
“Kalau kamu emang mau kakak jitak ya masukin aja!” jawabnya sok jutek. Dia hanya mengancamku dengan jitakan. Kalau gitu lebih baik ku entotin saja dia. Dengan sepenuh tenaga akupun menghujam seluruh penisku dalam vaginanya.
“Jlebb” penisku masuk… penisku masuk seluruhnya ke vagina kakak kandungku sendiri. Akhirnya!
“Adeeeekkkk! Sssshhh... sakiiiitt.. Kok beneran kamu masukin sih!” ujarnya kesal sambil mencubit pinggangku. Suaranya cukup keras yang bisa saja membangunkan Papa Mama. Ku lihat mata kak Risa berair. Sepertinya dia merasakan perih. Aku baru saja mengambil keperawanan kakak kandungku sendiri! Tampak ada darah yang mengalir keluar dari sana.
"Kak..." Aku kini jadi takut dia marah. Dia hanya diam selama beberapa saat.
"Awas kamu ntar..." ucapnya lirih sambil memasang wajah kesal, namun kemudian berusaha tersenyum padaku. Seakan meyakinkanku kalau tidak apa-apa dan mempersilahkanku untuk melanjutkan.
Aku senang bukan main. Aku yang memang sudah sangat bernafsu kembali menggenjot kakak kandungku ini. Kali ini dengan penisku yang sudah benar-benar masuk ke vaginanya. Aku lakukan dengan pelan, tapi semakin lama menjadi semakin cepat. Aku betul-betul menggunakan kesempatan ini untuk mereguh kenikmatan yang sudah lama aku dambakan. Tidak peduli walau kemungkinan aksi kami akan dipergoki orangtua kami.
“Pa… lihat, kak Risa yang kalian kenal sopan sedang ngentot dengan adeknya sendiri” kataku ngasal sambil terus menggenjot. Kak Risa yang mendengar ucapanku itu malah tertawa pelan, bahkan dia juga ikut-ikutan. Sepertinya rasa perih yang dia rasakan sudah mulai hilang.
“Lihat Ma… lihat, anak-anak mama sedang berzinah ria sekarang,” ucapnya.
“Pa… Ma… boleh kan aku hamilin kakak sendiri” kataku lagi.
“Adek.. kakak, kalian ngapain!? Masak ngentot-ngentotin gitu sih!” ujar kak Risa meniru gaya bicara mama. Kakakku benar-benar nakal! Kak Risa yang tadinya menolak-nolak mau kini sudah benar-benar tampak dengan senang hati disetubuhi olehku. Kami sama-sama telah terbawa nafsu.
Sambil terus ngentot, kami terus meracau tak jelas. Tertawa cekikikan di tengah suasana nikmat tiada tara. Keringat kami mulai bercucuran karena panasnya hawa persetubuhan ini. Persetubuhan sedarah betul-betul memberikan sensasi yang bikin aku melayang-layang. Apalagi wanita itu secantik kak Risa. Dia tampak semakin cantik dengan posisi disetubuhi dari belakang olehku. Wajahnya mengkilap oleh keringat. Kemeja yang dia kenakan mulai basah oleh keringatnya sendiri. Membuatnya terlihat semakin seksi. Membuatku semakin bernafsu padanya.
Aku ingin muncrat! Aku tidak tahan dengan rangsangan super hebat ini.
“Kak Risa… aku keluarin di dalam yah…” pintaku sambil menggoyankan pinggulku makin cepat, begitupun kak Risa yang juga ikut mengimbanginya seakan membantuku untuk menjemput orgasme kami.
“Bandel banget sih kamu dek… kamu nafsu sama kakak sendiri?”
“Iya kak…”
“Pengen kamu entotin terus?”
“Ngh… iya”
“Pengen hamilin kakak kandung sendiri? Ya udah.. hamilin gih..” ucapanya dengan centil. Membuat aku tidak tahan lagi!
Crooottttt crottttt….
Spermaku muncrat berkali-kali. Rahim Kak Risa ditembaki bertubi-tubi oleh benih adeknya sendiri. Ku keluarkan semuanya sampai tubuhku kelojotan. Ini merupakan orgasmeku yang paling luar biasa, orgasme di dalam vagina kak Risaku yang cantik. Aku langsung terbaring lemas di sampingnya. Nafas kami sama-sama berat dan terputus-putus.
“Adek…” panggilnya tidak lama kemudian.
“Ya kak?”
“Sini deh…” panggilnya sambil tersenyum manis. Akupun mendekat ke arahnya.
JITAAAAAK! Dugh, keningku kena jitak olehnya. Sakit! Ternyata ucapannya tadi memang benar kalau dia bakal menjitakku.
“Rasain! Itu karena udah berani ngentotin kakak!”
“Ugh.. sakit tau kak”
Dia mendekatiku sekali lagi, aku pikir dia akan menjitakku lagi, tapi…
“Cup” Dia mencium keningku.
“Dan itu karena kakak sayang kamu” ujarnya sambil tersenyum manis. Ugh… kak Risa. Aku merasa melayang-layang karenanya. Rasa sakit yang tadi ada kini tak terasa lagi. Langsung ku dekap dirinya jatuh ke atas badanku. Ku peluk erat dirinya. Dia juga balas memelukku. Aku sungguh sayang kakakku.
“Dek…”
“Ya kak?”
“Ngaceng lagi?”
“Hehe… iya nih… boleh satu ronde lagi gak?”
“Hmm… iya deh… dasar” katanya sambil tersenyum.
Kamipun melakukannya sekali lagi sebelum tidur. Kali ini kak Risa membuka kemejanya yang telah basah oleh keringat itu. Kami sama-sama telanjang bulat sekarang. Ngentot-ngentotan sambil pintu kamar terbuka dan lampu menyala. Bersetubuh sambil tukar-tukaran air liur dan saling menjilati keringat yang membanjir. Aku kembali muncrat di dalam vaginanya. Aku betul-betul ingin menghamili kakakku.
*****
Subuhnya aku dibangunkan kak Risa. Ini sebenarnya sudah agak telat, tapi untung Papa Mama masih belum bangun. Rencananya aku ingin langsung kembali ke kamarku, tapi melihat kak Risa yang bugil polos membuat nafsuku bangkit. Kamipun bersetubuh lagi subuh itu. Aku bahkan meminta hal yang cukup gila.
“Pipis di dalam vagina kakak? Gila kamu” tanyanya terkejut mendengar permintaanku. Aku sendiri tak tahu dari mana bisa mendapatkan ide ini. Terlintas begitu saja. Keinginan untuk melakukan hal yang lebih gila dengan kakakku lah yang menjadi pendorongnya.
“Iya kak… kebelet nih..”
“Iya… tapi masa gitu sih?”
“Penasaran aja kak… mau yah kak, sekali ini saja”
“Duh… kamu ini ada-ada aja. Hmm… iya deh… kakak turutin fantasimu! Tapi jangan di atas kasur yah… ntar repot bersihinnya, bisa ketahuan mama ntar”
“Oke deh kak…”
Kamipun turun dari kasur dengan penisku tetap berada di vaginanya. Kami mendekati lemarinya kak Risa, lalu ngentot berdiri sambil melihat bayangan kami yang ada di cermin. Tampak kakakku yang cantik, dengan tubuh indah dan kulit putih mulus sedang disetubuhi olehku.
“Aku pipis yah kak…” ujarku sambil menatapnya melalui cermin. Diapun mengangguk tersenyum manis mengiyakan sambil juga balik menatapku. Ugh… sungguh cantik.
Akupun mengerahkan seluruh tenagaku untuk kencing. Serrrrrrrrrrr….. air seniku mulai keluar di dalam vaginanya.
“Dek…”
“Ya kak?”
“Kita pipis barengan aja deh…”
“Hah?”
Ku lihat kak Risa juga seperti mengejan. Kak Risa juga kencing sewaktu aku kencing di vaginanya.
Sambil aku terus kencing aku juga menggoyang-goyangkan pinggulku menggenjot vaginanya hingga membuat air seni kami menghambur kemana-mana. Sungguh bukan pemandangan yang lazim untuk dilakukan oleh saudara kandung. Apa jadinya kalau Papa Mama terbangun sekarang dan melihat ulah kami.
Sungguh hangat saat air seni kami bercampur di dalam vagina kak Risa. Aku melihat senyum lega kak Risa seperti halnya diriku melalui cermin. Setelah itu kami terus ngentot sampai akupun muncrat lagi di dalam vaginanya. Rahimnya kini bercampur air seni kami dan juga pejuku.
Barulah kemudian aku kembali ke kamarku. Sebenarnya aku mau membantunya mengelap ceceran air kencing kami di lantai, tapi kata kak Risa gak usah. Kak Risa memang baik.
****
Tentunya tidak hanya hari itu saja kami bersetubuh dan melakukan perzinahan sedarah ini. Namun terus-terusan tiap malam setelah Papa Mama tidur, bahkan pernah kami curi-curi kesempatan melakukannya di siang hari waktu mereka tidur siang atau nonton tv. Seandainya orangtua kami melihatnya!
Kami juga melakukan hal yang semakin gila, seperti saling mengencingi satu sama lain. Aku mengencingi tubuh kak Risa, dia juga mengencingi tubuhku. Sensasinya benar-benar luar biasa. Kami melakukkannya di kamar mandi. Tapi pernah juga sekali waktu itu aku mengencingi kakak kandungku ini di kamarnya. Membuat wajahnya, tubuhnya, serta lantai kamarnya jadi pesing oleh air kencingku. Mengencingi kakak sendiri? Gila bukan? :P
Dan kini, orangtua kami akan kembali ke kota XX untuk mengurus kerjaan. Meninggalkan kami berdua di rumah ini.
“Kalian akur-akur yah… jangan ribut terus” ujar Mama.
“Dek, jaga kakakmu, jangan kamu usilin terus, dengerin dia ngomong” nasehat Papa padaku.
“Sip Pa… aku pasti bakal jagain kakakku kok…” ujarku sambil tersenyum pada kak Risa. Tentunya hanya kami berdua yang tahu maksud ucapanku ‘jagain kakakku’ itu.
“Ya sudah… jaga diri kalian baik-baik yah…”
“Iya…. Bye… Pa… Ma..” pamit aku dan kak Risa pada orangtua kami. Merekapun berangkat dengan mobil.
Aku dan kak Risa lalu saling pandang.
“Dek… sekarang kita cuma berdua nih di rumah, bebas… hihihi”
“Iya kak, hehehe…”
“Yuk dek masuk” ujarnya sambil menarik tanganku menuntunku masuk ke dalam rumah. Pintu depanpun tertutup. Kalian tentu tahu bukan apa yang akan terjadi selanjutnya?? Hanya ada aku dan kakakku yang cantik ini di rumah. Kalian pasti tahu bagaimana kami akan menghabiskan hari-hari kami selanjutnya bukan? Hehe… Ya… persetubuhan panas, liar, dan tiada henti, antara aku dan kakakku yang cantik, kak Risa.
“Risa… Andre… buka pintunya, itu kacamata Papa ketinggalan!”
Waduh!
****
Tamat