Recent Posts Widget

Mbak Iin, Kakak Iparku

http://cerita-porno.blogspot.com/2012/06/mbak-iin-kakak-iparku.html

Sudah lama aku mengagumi Mbak Iin (biasa dipanggil Mbak In), kakak dari Nana istriku,
orangnya tidak terlalu tinggi sekitar 160 cm tingginya, dengan wajah cantik alami, kuning
langsat dan yang membuatku terpesona adalah buah dadanya yang begitu padat (belakangan baru
aku ketahui kalau ternyata ukurannya 38C), ditambah dengan body-nya yang sintal menambah
kesan seksi.

Dibandingkan dengan istriku Nana, dia lebih seksi dan dewasa, karena profesi dia sebagai
agen *** (edited) yang mengharuskan dia ramah dan mudah bergaul dengan lainnya. Usianya
hanya satu tahun lebih tua dari usiaku yang 27 tahun. Selama ini Mbak In sudah kuanggap
sebagai kakak sendiri, karena dia memang selalu menjaga jarak dan bersikap anggun, sehingga
aku semakin menghormatinya, meskipun di dalam hati ada hasrat liar untuk menikmati kemolekan
tubuhnya. Meskipun sudah menikah dan punya satu anak, tetapi postur tubuhnya masih tidak
berubah, bahkan bertambah padat karena terus dilatih dengan olahraga yang teratur.

Hari Sabtu itu di rumahku suasananya sepi, Nana masuk kerja karena tutup buku di kantornya,
sedangkan aku sendirian di rumah nonton TV, di luar hujan turun dengan derasnya disertai
petir yang menggelegar.
"Ding dong.., Ding dong.." bel rumahku berbunyi.
"Ah, siapa sih hujan-hujan begini ngganggu orang saja..!" pikirku sambil malas mendekati
pintu depan.
Ternyata Mbak In di luar pagar kehujanan dengan blazer-nya yang basah kuyup, segera kubuka
pintu pagar dan mempersilakan dia segera masuk.
"Sorry Hend, aku mampir kesini, abis Mas Roes (suaminya) belum pulang dari menjemput si
Puput (anaknya)." katanya sambil menggigil kedinginan.

Tanpa menunggu jawabanku, Mbak In langsung masuk dan melepas jas luarnya yang basah,
sehingga terlihat baju dalamnya yang tipis dan basah, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang
indah. BH hitam kelihatan membayang di balik baju putihnya, sementara tonjolan di dadanya
seolah menantang, karena baju basah itu begitu menempel di tubuhnya. Sungguh pemandangan
yang sangat indah yang tidak disangka-sangka dapat kusaksikan di hari itu.
"Mbak In mandi aja dulu dengan air hangat, biar tidak masuk angin, nanti kuambilkan bajunya
si Nana.." kataku setelah tersadar dari ketakjuban.

Ketika Mbak In mandi, kucarikan baju Nana yang kira-kira cukup untuk dia dan terutama yang
kelihatan seksi, atau paling tidak dapat menikmati lebih lama keindahan tubuh yang telah
lama kuidamkan, apalagi perkiraanku dia pasti tidak akan memakai celana dalam dan BH-nya
yang basah, sedikit banyak pasti akan segera melihat sebagaian tubuhnya yang indah.
"Hend.., tolong handuk dong..!" teriak Mbak In dari kamar mandi.
"Ah, begonya aku sampai lupa tidak menyiapkan handuk dulu..!" batinku.
Sambil berlari kuambil handuk dari dalam lemari dan kuberikan ke Mbak In yang sudah menunggu
di pintu kamar mandi, tetapi dasar sial (atau keberuntungan), karena terburu-buru aku tidak
melihat lantai licin karena tetesan air hujan dari tubuh Mbak In yang basah, sehingga aku
terpeleset. Akibatnya dengan tanpa dapat dikontrol lagi, tubuhku terhuyung-huyung menerobos
ke pintu kamar mandi dimana Mbak In sudah menunggu dalam keadaan telanjang.

"Brak..!" tubuhku menabrak pintu dan menerobos masuk ke dalam tanpa dapat ditahan lagi oleh
Mbak In, langsung aku terduduk di lantai kamar mandi, sementara Mbak In berdiri telanjang di
depanku tertegun sampai lupa menutup sebagian tubuhnya yang sensual.
Sesaat kami berdua tertegun tanpa berbuat apa-apa, akhirnya aku sadar dan memberikan handuk
itu ke Mbak In.
"Sorry Mbak.." kataku segera menyerahkan handuk yang masih kupegang, terus keluar dari kamar
mandi dengan terpincang-pincang.
"Ah nggak apa-apa kok, kan kecelakaan, nggak sengaja.." katanya memaklumi peristiwa tadi.

Setelah mengganti celana pendekku yang basah, di depan TV aku tidak dapat berkonsentrasi.
Meskipun mataku tertuju ke layar TV, tetapi bayangan indah tubuh Mbak In sungguh sangat
menggoda dan terus membayang di benakku. Kemudian Mbak In keluar dari kamar mandi dengan
berbalut handuk yang tidak mampu menutupi seluruh tonjolan bukit di dadanya.
"Ini Mbak bajunya.." kataku masih gemeteran sambil memberikan daster (lebih tepatnya baju
tidur) milik Nana, sambil langsung ke dapur mengambil air minum untuk menenangkan diri.
Kulihat pintu kamar belakang (kamar kosong untuk keluarga kalau bermain atau menginap) gelap
dan tertutup, "Ah, dia masih ganti baju, atau mungkin langsung tidur.." pikirku.

Aku langsung menuju kamarku yang pintunya setengah terbuka, dan, "Aaahh.." teriak Mbak In.
Ternyata dia berdiri di depan kaca rias tanpa sehelai benang pun melekat di tubuh indahnya,
balutan handuknya sudah dilepas, tetapi masih belum memakai daster yang kuberikan tadi.
Tangannya berusaha menutupi bagian tubuhnya yang sempat ditutup, tetapi itu tidak berhasil
dengan baik, sehingga aku masih dapat melihat tubuh telanjangnya untuk kedua kalinya dengan
jelas, apalagi lampu kamar yang begitu terang, jauh lebih terang dari lampu kamar mandi,
sehingga sangat jelas terlihat kemolekan dan keseksian tubuhnya.

Sebagai laki-laki normal, langsung saja alat kejantananku bereaksi keras melihat pemandangan
indah tersebut.
"Sorry Mbak, aku.. aku.. kira Mbak di kamar belakang.." kataku gugup langsung keluar dan
menutup pintu kamar, masih sempat kulihat dia tersenyum yang tidak dapat kuterjemahkan
artinya, bingung kenapa dia di kamar utama.
"Hend.., tolongin Mbak dong..!" teriaknya dari dalam kamarku.
Perlahan kubuka pintu kamar, takut kalau kejadian tadi terulang lagi, tetapi ternyata dia
duduk di kursi di depan meja rias sambil menyisir rambutnya yang masih basah dan mengenakan
baju tidur yang kubawakan tadi.

"Masuk aja Hend, nggak usah malu-malu.." katanya pelan dan tenang.
Agak ragu aku melangkah masuk ke kamarku sendiri. Mbak In berdiri mendekatiku, dan langsung
memelukku, kurasakan dadanya menekan tubuhku, terasa hangat dan kenyal.
"Hend.., sudah lama aku menginginkan saat-saat ini, aku tahu kamu selalu berusaha mencuri
pandang.." katanya lembut.
Aku tidak tahu harus berbuat apa, karena seolah dia menangkap basah pikiranku. Kupeluk balik
dia dan kuusap punggungnya. Akhirnya aku tidak dapat menahan gejolak lagi ketika tangan Mbak
In mulai mengusap kejantananku yang sudah menegang sejak kehadirannya dirumahku.

Dengan penuh nafsu, kubuka baju tidur yang belum lama dipakainya dan kusibakkan rambutnya
yang basah dan mulai kucium leher jenjangnya, kujilati kulit halusnya, sudah lama aku
mendambakan kesempatan indah ini.
"Aaaghh.., ss.. shh..!" desahnya sambil meremas batang kejantananku.
Tidak kusia-siakan kesempatan ini, tanganku mulai mengelus dan meremas payudaranya yang
besar dan indah yang sudah lama kuimpikan, begitu kenyal dan padat, meskipun sudah memiliki
satu anak. Kuturunkan ciumanku ke pundaknya, terus turun lagi, tetapi tiba-tiba tubuhnya
merosot dan berjongkok di depanku, ditariknya celana pendek sekaligus celana dalamku ke
bawah, sehingga menyembullah kejantananku yang sudah lama menegang. Sejenak dia tertegun
melihat alat vitalku yang 17 cm panjangnya dan melengkung ke bawah.

"Hend, gede banget.., jauh lebih gede dari punya Mas Roes dan lagi bentuknya aneh, pasti
enak deh di dalam.." katanya sambil menengadah menatapku, dan tersenyum simpul.
Sedetik kemudian dijilatinya ujungnya dan dimainkannya lidah mungil itu, menari-nari di
kepala kemaluanku. Terus dijilati dari ujung hingga pangkal, kemudian turun ke kantong
kemaluanku. Kuangkat kaki kananku untuk memberinya jalan supaya lebih mudah menjilati.
Kemudian jilatannya naik lagi ke atas hingga akhirnya dengan agak susah dikulumnya kepala
kejantananku, perlahan tetapi pasti. Akhirnya, tiga perempat batang kejantananku masuk ke
dalam mulut mungilnya. Sambil tangan kirinya mengusap-usap kantong kemaluanku, tangan
kanannya memegang dan mengocok batang kemaluanku, sementara kepala batangku masih di dalam
mulutnya dengan tidak lupa digoyang-goyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, sungguh
sensasi yang luar biasa.

"Aaahh.. oosshh.." erangku sudah hampir tidak tahan.
Kupegang rambutnya dan kudorong-tarik hingga kemaluanku dapat bergerak leluasa keluar masuk
di mulut seksinya. Kuangkat tubuhnya dan kutelentangkan di ranjang, mulai kujilati puting di
dadanya secara bergantian kiri dan kanan, kurasakan badannya menggelinjang-gelinjang
keenakan. Terus jilatanku turun ke perut, lalu sampai ke pusar, dan akhirnya menyentuh
rambut bawahnya sambil tanganku bermain di daerah liang kewanitaannya yang sudah basah.
Lidahku mulai menjelajahi daerah kemaluannya, sengaja aku tidak langsung ke arah klitoris,
tetapi berputar-putar di sekitar kemaluannya, terutama di lipatan pahanya, terus turun
sampai ke lubang anus dan naik lagi, diangkatnya pinggulnya turun naik mengimbangi gerakan
lidahku.

"Hen.. pleasse.. jangan.. goda.. aku.. begini.." desahnya sambil menarik rambutku, tetapi
kata-katanya tidak kupedulikan.
Kuteruskan jilatanku mulai ke arah klitoris sambil kumasukkan tanganku ke lubang
kenikmatannya, satu jari.., dua jari.., dan akhirnya tiga jari dapat masuk juga. Kugerakkan
jariku keluar masuk sambil menjilat klitorisnya.
"Aaagghh.., sshh.., shh.." desahnya sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya semakin liar,
seliar kilatan dan guntur di luar yang mengiri irama permainan kami.

Akhirnya kuposisikan tubuhku di atasnya, kutindih tubuhnya, masih dapat kurasakan tonjolan
di dadanya yang montok itu. Sementara tubuhku di atasnya, sedikit kuangkat pantatku untuk
memberi jalan tangannya supaya dapat memegang kejantananku dan diusap-usapkannya ke liang
senggamanya.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, kudorong pantatku dan, "Bless..!" dan, "Aaauu..!" dia
menjerit kesakitan.
Badannya menegang dan tangannya mencengkeram erat lenganku, kudiamkan sejenak. Kulihat dia
memejamkan matanya, kubiarkan menikmati saat-saat seperti ini. Meskipun sudah mempunyai satu
anak, tetapi liang kemaluannya masih tetap kencang seperti belum pernah melahirkan.

Perlahan ketegangannya mulai mengendur, pelan-pelan kutarik keluar batang kemaluanku, lalu
pelan-pelan pula kumasukkan lagi, begitu seterusnya sehingga dia sudah dapat menyesuaikan
iramanya, semakin lama semakin cepat kocokan batang keperkasaanku di dalam liang
senggamanya, hingga semua masuk ke dalam, terasa menyentuh sesuatu di dalam, tetapi enak.
"Ooosshh.. ss.., yaa.. terus.. terus.. Hend..!" dia mulai mengerang dan menggelinjang
semakin lama semakin tidak beraturan.
Kunaikkan badanku hingga posisi jongkok bertumpu pada lutut. Aku dapat melihat ekspresi
wajahnya dan goyangan buah dadanya saat kukocok keluar masuk. Kakinya mengimbangi gerakanku
dengan dinaikkannya ke pinggulku, lalu terus naik ke pundakku. Sesekali dipegangnya sendiri
kedua bukit di dadanya, sehingga lebih menonjol dan kelihatan lebih seksi dari biasanya.

Sementara hujan di luar semakin deras, sederas keringat dan nafsu kami berdua, sampai
akhirnya, "Ooogghh.., ya.. ya.. ya.. lebih cepat Hend, aku mau keluar.., ya.. terus.. ya..
begitu.. yaa..!"
Mbak In mencengkeram tanganku dengan kuat, kurasakan denyutan di dalam liang kewanitaannya.
Rasanya seperti dipilin-pilin enak, aku tidak menghiraukan itu, masih terus kukocok keluar
masuk meskipun dia sudah orgasme, sudah menjadi kebiasaanku kalau cewek keluar akan semakin
meningkat tensi dan kocokanku.

Kubalikkan badannya hingga posisi dogie style, selanjutnya kumasukkan kejantananku ke liang
senggamanya yang sudah basah itu, masih terasa seperti menyentuh ke dinding rahim, kupegang
pantatnya yang padat, kutarik dan kudorong maju mundur. Aku mulai mengocok Mbak In lagi,
meskipun sudah kelihatan lemas, tetapi masih menggairahkan. Dari belakang kuraih kedua buah
dadanya yang menggelantung dan kugunakan sebagai pegangan untuk menggoyang-goyangkan
badannya sambil sesekali kupilin-pilin putingnya yang kian membesar. Dari pantulan kaca
rias, terlihat wajahnya yang meregang keenakan, tangannya mencengkeram pinggiran ranjang
dengan kuatnya.

"Sss.. terus Hend.., cepaatt.. cepaatt..!" sambil mendorongkan badannya ke arahku untuk
mengimbangi gerakanku yang semakin cepat dan keras, sesekali digoyangnya ke kiri dan ke
kanan menambah sensual gerakannya yang semakin lama semakin liar.
Sesekali kutarik rambutnya ke belakang, semakin kujambak semakin liar gerakannya.
"Ya.., truss.. Hen.. trus.., Mbak.. ke.. ke.. luar.. laagii..!" desahnya sambil menggigit
ujung bantal di depannya.
Kembali terasa dinding kemaluannya berdenyut, tetapi itu tidak kuhiraukan, malah kupercepat
irama permainan kami.

Sebenarnya pada saat yang bersamaan aku hampir orgasme, tetapi kutahan sejenak dan pada saat
itu dia menghentikan goyangannya, sehingga aku ada waktu untuk menurunkan tegangan di ujung
kemaluanku. Perlahan kutarik keluar kemaluanku, dia langsung telungkup, kulihat keringat
membasahi punggung dan sprei, kurebahkan diriku di sampingnya.
"Kamu gila Hen.., Mbak udah dua kali keluar, tapi punyamu masih tegang.." komentarnya sambil
memegang dan mengocok perlahan kemaluanku yang basah oleh cairan kewanitaannya.
Kemudian dia bangkit dan diarahkannya kepalanya ke kemaluanku, dikulum dan dijilatinya
batang kemaluan basah itu.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, kutarik tubuhnya dan kuposisikan dia di atasku.
"Hend.., aku udah nggak kuat, beri aku istirahat sebentar..!" katanya sambil tetap
memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulut seksinya.
Kulirik jam di dinding, sudah pukul 14:30, berarti kami sudah bermain lebih dari setengah
jam, sebentar lagi Nana datang (biasanya dia datang sekitar pukul 15:00 sore kalau hari
Sabtu), jadi tidak ada waktu lagi untuk beristirahat, aku harus menuntaskan permainan,
segera sebelum Nana pulang.

"Mbak.., sebentar lagi Nana datang, kita selesaikan aja sekalian, ntar Mbak bisa istirahat
setelah ini.." kataku.
Tiba-tiba Mbak In berdiri dan keluar kamar, diambilnya wireless phone dan kudengar dia
bicara dengan seseorang.
"Siang.., bisa disambungkan dengan Nana.. Nana, Hendra pesan akan keluar dan kembali jam
lima sore.., ada perlu dengan temannya katanya. Telpon kantormu sibuk terus, dia telpon ke
rumah.. Telpon dulu, barangkali sudah datang. Atau ke rumahku.. tapi.. aku lagi ada janji
sama nasabah. Mas Roes ada kok.. Oke..?" sepotong-sepotong kalimatnya kudengar, tetapi dapat
kutebak maknanya.
Kemudian dia masuk ke kamar lagi, langsung memeluk dan menciumi leherku.
"Kita aman sampai jam lima nanti.." katanya sambil tangannya mulai meremas batang kemaluanku
lagi.
"Mbak nakal deh..!" kataku membalas ciuman bibirnya.

Tidak lama kemudian, Mbak In sudah menempatkan dirinya di atasku, dengan mudahnya kemaluanku
sudah terbenam semuanya ke dalam tubuhnya. Perlahan tetapi pasti, Mbak In sudah mulai
menggoyang pinggulnya, maju mundur, kiri kanan, berputar-putar, sementara tangannya meraba
kantong kemaluanku, terasa geli dan nikmat. Aku masih diam tidak melakukan gerakan kecuali
tanganku yang aktif meraba payudaranya yang kelihatan sempurna. Sesekali kupilin-pilin
seperti mencari gelombang radio. Mbak In merubah gerakannya menjadi turun naik, sehingga
batang kemaluanku keluar masuk liang senggamanya, terasa sekali jepitan otot kemaluannya di
batang kejantananku.
"Sss.., yess.. akh.. sshh..!" desahnya mengiringi gerakan tubuhnya.

Beberapa saat kemudian, kurasakan remasan pada batang kemaluanku, ternyata Mbak In sudah
orgasme untuk ketiga kalinya, langsung tubuhnya dijatuhkannya ke tubuhku.
"Sekarang giliranku.." bisikku.
Kupeluk tubuh montok Mbak In dengan erat, lalu pinggulku mulai turun naik melakukan kocokan
ke lubang nikmatnya, nafasnya terdengar naik turun dekat telingaku. Aku tidak mempedulikan
desahannya, justru menambah rangsangan bagiku, semakin dia mendesah semakin kuat genjotanku
ke tubuhnya. Akhirnya ujung kemaluanku semakin menegang, dan dorongan di dalam tubuh semakin
kuat untuk menyemburkan cairan panas dari kemaluanku.

Beberapa saat kemudian, kubisikkan ke telinganya, "Mbak aku mau keluar.." tanpa menghentikan
gerakanku.
Kurasakan desakan keluar di ujung kemaluanku, dengan cepat kutarik keluar supaya spermaku
tidak tumpah di dalam.
Tetapi, "Jangan ditarik Hen.., keluarin di dalam aja..!" katanya sambil merapatkan
pinggulnya di atas pinggangku, sehingga aku tidak dapat mengeluarkan kejantananku dari
dalam.
Akhirnya aku sudah tidak tahan lagi, dan, "Crot.. crot.. crot.." hingga 12 kali semprotan di
dalam liang rahimnya.
"Aaauughh..!" jeritnya ketika kusemprotkan spermaku ke dalam lubang kenikmatannya.
Terasa bibir kemaluannya menyempit dan menjepit batang kejantananku ketika ujung kemaluanku
itu berdenyut. Kudiamkan sesaat di dalam hingga kurasakan pijatan halus dari dinding
kemaluannya, sungguh nikmat. Lalu kucabut keluar alat kejantananku yang sudah setengah
lemas. Kurebahkan Mbak In di ranjang, lalu kujepitkan kemaluanku yang basah di antara buah
dadanya yang montok sambil perlahan kugerakkan maju mundur. Terasa geli enak karena sudah
berpelumas cairan kami berdua, dan lagi buah dada Mbak In mampu menjepit seluruh lingkaran
kemaluanku, sesekali dijilatinya ujungnya dengan nakal.

Kami berdua terkulai lemas, tubuh Mbak In masih terkulai di atas tubuhku. Kami berdua
sama-sama bersimbah peluh, dinginnya AC dan suasana hujan tidak mampu menahan gejolak diri
kami. Mbak In kemudian meraih dan mengelus-elus kejantananku. Tiba-tiba kepalanya
dicondongkan dan kembali alat kejantananku yang sudah agak lemas dan basah oleh spermaku dan
cairan kewanitaannya dimasukkan ke dalam mulutnya, dikulumnya, dijilatinya seperti lollypop.
Sungguh aku tidak tahan diperlakukan seperti itu. Akhirnya aku menyerah karena kegelian.

Jarum jam sudah menunjukkan 15:15, masih ada waktu beberapa jam sebelum istriku Nana sampai
di rumah. Sambil berpelukan di ranjang, pembicaraan mengarah ke hal-hal pribadi yang selama
ini tidak pernah dibicarakan, hingga akhirnya, "Kamu sungguh hebat Hend.., belum pernah aku
diperlakukan oleh laki-laki seperti itu, apalagi dibandingkan dengan Mas Roes, jauh
sekali.." katanya manis.
"Emang sebelumnya pernah dengan laki lain..?" tanyaku iseng, tetapi jawabannya sungguh
diluar dugaan.
"Iya sih, just for fun aja.." jawabnya ringan tetapi cukup mengejutkanku, dan aku penasaran
seberapa jauh petualang dia dalam melakukan hubungan seks.
Akhirnya dia bercerita tentang petualangan dia sebagai seorang agen eksekutif di sebuah
perusahaan *** (edited).

Kami masih sempat main sekali lagi di bath tub kamar mandi sambil membersihkan diri. Setelah
itu kami berdua duduk berpelukan sambil nonton TV di ruang tengah seperti layaknya dia
istriku sambil melanjutkan cetita petualangannya. Tepat pukul 17:30, Nana istriku datang.
Segera Mbak In masuk kamar belakang untuk berganti pakaian yang lebih sopan, supaya tidak
mengundang kecurigaan Nana.

Setelah Nana mandi dan berganti pakaian, kami bertiga duduk di ruang tengah sambil mengobrol
dan nonton TV, seolah tidak pernah terjadi apa-apa, hingga Mas Roes menjemput Mbak In untuk
pulang pada jam 20:00, setelah menjemput Puput dari rumah kakeknya.

Sejak kejadian itu, kami sering melakukannya, baik di rumahnya ataupun di rumahku. Bahkan
kalau ada dinas keluar kota, tidak lupa kami menyempatkan diri semalam berdua di hotel.
Tanpa bermaksud menyepelekan dan melecehkan para rekan agen *** (edited), tetapi kisah ini
memang sebenarnya terjadi.

TAMAT
Mbak Iin, Kakak Iparku, Pada: Senin, Juni 25, 2012
Copyright © 2015 CERITA DEWASA Design by bokep - All Rights Reserved