Nightmare Campus 1: Rise of The Pervert
Imron adalah karyawan penjaga kampus sebuah perguruan tinggi swasta berusia pertengahan limapuluh. Sosoknya sedang dengan body lumayan berisi, wajahnya jauh dari tampan, hitam dan agak bopengan, matanya pun cekung ke dalam berkesan ngantuk. Masa lalunya bisa dibilang kelam, dulunya dia adalah seorang penjahat yang ditakuti dan beberapa kali keluar masuk penjara, bekas luka sepanjang sejengkal di dadanya adalah hasil pertarungan antar geng dulu. Tampangnya yang seram dan tidak bersahabat itu, ditambah masa lalunya yang seram plus sifat penyendirinya membuatnya seringkali dipandang rendah oleh mahasiswa, dosen, maupun sesama rekan karyawan di kampus itu.
Dia tetap menjalankan tugasnya dengan rapi tanpa mempedulikan omongan orang-orang di sekitarnya. Bekerja di lingkungan itu membuatnya sering menelan ludah melihat tingkah polah para mahasiswi cantik dan dosen-dosen muda yang berpakaian seksi memperlihatkan paha mulus, pusar, maupun belahan dada mereka dengan pakaian berleher rendah, juga sesekali dia memergoki beberapa diantaranya berhubungan badan di areal kampus seperti mobil, toilet, ruang kuliah, dan lain-lain. Semua itu dia anggap sebagai hiburan semata sampai suatu ketika naluri jahat dalam dirinya kembali muncul ketika dia menemukan sebuah cameraphone yang yang tertinggal di kelas. Benda itu diambil dan dipelajarinya, sebentar saja dia sudah paham penggunaannya terutama cara pengambilan gambar dan merekam video klip. Dari sinilah terbesit niat jahat untuk membalas segala perlakuan yang selama ini dia terima dan mewujudkan angan-angannya menikmati tubuh para wanita cantik di kampus dengan cara memeras mereka dengan foto-foto memalukan yang bisa dia ambil dengan alat itu.
Chapter I : Ellen’s Tragedy
Hari itu, Imron mulai menyeleksi siapa yang akan dijadikan mangsa pertamanya. Dia bingung menentukan pilihan karena begitu banyak gadis-gadis cantik disana baik dari kalangan mahasiswi maupun dosen, dan kesempatan untuk mengambil gambar pun perlu momen yang tepat. Keberuntungan berpihak padanya ketika sore jam limaan dimana kampus mulai sepi, dia menemukan sepasang muda-mudi yang sedang berasyik-masyuk di ruang senat. Jendela ruangan itu dicat sebagian, tapi jika berjinjit sedikit maka kita akan bisa mengintip ke dalam melalui bagian yang tidak bercat. Di atas sofa nampak Ellen dan Leo (keduanya mahasiswa fakultas ekonomi) sedang beradegan panas saling melepas hasrat birahinya. Pakaian keduanya sudah tersingkap sana-sini, Leo sudah melepaskan celana panjangnya dan menindih tubuh Ellen yang sudah setengah bugil dengan kaos dan bra tersingkap dan tinggal memakai celana dalam saja, celana panjang Ellen sudah tergeletak di lantai.
“Mmhhh…eenngghhh !” desah Ellen sambil meremasi rambut Leo ketika pemuda itu mengisapi payudaranya.
Tangan Leo merayap ke bawah dan menyusup ke balik celana dalamnya sehingga pada celana dalam itu nampak gumpalan yang bergerak-gerak. Dengan gemetaran, Imron mengeluarkan cameraphone itu dari saku celananya dan mulai mengarahkan lensanya ke arah pasangan yang sedang bermesraan itu. Dengan sabar dan hati-hati, direkamnya adegan demi adegan dalam bentuk foto maupun video klip. Sambil mengambil gambar, tangan satunya tidak bisa menahan diri mengocok penisnya yang sudah mengeras dari luar celana. Ketika mereka sudah mau selesai dan hendak keluar dari ruang itu, Imron pun segera pergi dari situ, rencananya dia akan segera menjalankan aksinya setelah itu, tapi sayangnya kedua muda-mudi itu pulang bersama, lagi pula lebih baik sabar menunggu besok agar gadis itu sudah bersih dan segar kembali dari sisa-sisa persetubuhannya, demikian pikirnya.
Malamnya, Imron menikmati gambar-gambar dan video klip yang diambilnya barusan sambil mengocok penisnya, selain itu dia juga memikirkan saat yang tepat untuk mengerjai Ellen besoknya. Keesokan harinya, setelah beberapa saat mencari orang yang ditunggu, Imron akhirnya menemukan gadis itu sedang mengikuti kuliah di sebuah kelas. Tidak mau kehilangan buruannya, dia terus membuntuti diam-diam dan menunggu waktu untuk berbicara dengannya. Ellen nampak begitu cantik hari itu, dia memakai kaos ketat warna merah yang mencetak bentuk tubuhnya dipadu dengan rok jeans selutut, rambutnya yang hitam sedada itu diikat ke belakang memperlihatkan lehernya yang jenjang dan putih mulus. Tahun ini dia memasuki usianya yang ke-21, anak seorang pemilik toko emas ini selalu berdandan modis tapi tidak norak, sehingga termasuk salah satu bunga di kampus ini. Leo, pemuda yang kemarin bercinta dengannya adalah senior satu angkatan diatasnya, belum sampai sebulan Leo menyatakan cintanya dan diterima dengan mulus.
Saat itu adalah jam satu siang di basement parkir, Ellen baru saja melemparkan tas dan diktat kuliahnya ke dalam mobil dan hendak masuk ke kemudi ketika terdengar Imron, si penjaga kampus itu muncul dan menyapanya dari belakang.
“Siang Non !! Sudah mau pulang ya !” sapanya dengan suara pelan
“Haduh…ngagetin aja bapak ini, ada apa sih Pak !” jawabnya agak ketus sambil mengelus dada.
“Hehe…anu non, bapak cuma mau ngasih liat sesuatu buat non yang sepertinya penting” jawabnya dengan terkekeh.
“Apan sih Pak, cepetan deh saya mau pulang nih !”
Imron pun mengeluarkan HP-nya dan memperlihatkan file-file gambar itu kepada Ellen. Betapa kagetnya gadis itu, ekspresi wajahnya seperti melihat setan, pucat dengan mulut ternganga begitu melihat gambar pertama yang ditunjukkan yaitu dirinya sedang mengulum penis Leo kemarin sore, disusul gambar-gambar berikutnya yang semua berisi adegan syur dirinya bersama kekasihnya itu.
“A-a-apa-apaan ini Pak, apa…apa maksudnya semua ini !?” tanyanya terbata-bata dengan ekspresi kebingungan bercampur kaget.
“Hehehe…bagus yah non ? kalo saya cetak fotonya gimana non ?” wajah Imron menyeringai mesum
“Kurang ajar, apa sebenernya mau Bapak ?” Ellen menjadi geram sehingga hampir berteriak, keringat mulai menetes di dahinya.
“Ssttt…ssssttt…jangan keras-keras dong non, nanti yang lain denger gimana” Imron mengacungkan telunjuk di depan hidungnya dengan tetap cengengesan, “nah, gimana kalau kita bicarakan di gudang sana aja deh, biar lebih enak !” katanya lagi dengan pandangan ke arah sebuah pintu di salah satu pojok basement itu. Ellen tidak bisa berkata-kata lagi, jantungnya berdebar kencang dan tubuhnya panas dingin, namun karena tidak ada jalan lain dia terpaksa mengikuti saja Imron yang terlebih dahulu berjalan ke ruang itu.
Ruang itu tidak begitu besar, diterangi lampu neon 10 watt, sebuah tangga lipat tersandar di dinding diantara setumpuk barang bekas, juga terdapat sebuah rak yang berisi kaleng-kaleng cat, tiner, dan macam-macam peralatan. Setelah keduanya masuk, Imron menyalakan lampu dan menggeser slot pintu membuatnya terkunci dari dalam. Ellen begitu terkejut dan tersentak kaget begitu merasakan pantatnya diraba dari belakang, dia langsung berbalik dan menepis tangan Imron.
“Ahhh…kurang ajar, jangan keterlaluan ya Pak !!” bentaknya marah
“Ahahaha…ayolah Non, kemarin juga Non nafsu banget kan ?” seringainya “lagian apa Non punya pilihan lain buat ngejaga rahasia ini” mimiknya mulai serius.
“Ok…ok Pak, gimana kalau Bapak bilang aja mau berapa, pasti saya kasih” Ellen sudah demikian panik sampai-sampai suaranya gemetaran.
“Ooohh…uang, dasar orang kaya, saya selama kerja disini ngerasa cukup-cukup aja kok Non, tanpa anak istri yang perlu dibiayai, yang susah didapat itu ya kesempatan untuk mencicipi cewek seperti Non ini” sambil menatapnya dalam.
Ellen benar-benar kehabisan akal, dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Dia merasa jijik untuk melayani lelaki yang seumuran ayahnya ini yang juga dari status dan ras yang berbeda, tapi nampaknya tidak ada pilihan lain untuk menutupi skandalnya ini, jangankan foto, beritanya yang tersebar saja sudah cukup membuatnya jadi bahan gunjingan sekampus, kedua tangannya terkepal keras menahan emosi.
“Sekarang ya terserah Non aja, bapak ga mau maksa kok, kalo non ga mau silakan pergi, kalau setuju silakan non duduk disini biar kita bisa berunding lagi”kata Imron sambil mengambil kursi lipat yang lapisan kulitnya telah sobek, dibentangkannya kursi itu di dekat Ellen yang masih tertegun.
Akhirnya dengan berat hati, Ellen pun menghempaskan pantatnya ke kursi itu.
“Nah gitu dong baru anak manis, pokoknya asal Non nurut, saya jamin rahasia ini aman”
Kemudian Imron membuka resulting celananya dan menyembullah penis yang sudah mengeras itu di depan wajah Ellen. Matanya melotot melihat penisnya yang hitam berurat dengan ujungnya disunat menyerupai jamur serta jauh lebih besar daripada milik kekasihnya.
“Gede kan Non, pasti punya pacar Non ga segede gini kan !” katanya dengan bangga memamerkan senjatanya itu. “Nah, ayo Non sekarang servisnya mana !”
Dengan tangan gemetar, dia mulai meraih penis itu dan mengocoknya pelan.
“Servis mulutnya mana Non, masa cuma tangan doang sih !” suruhnya tak sabar
Pelan-pelan, Ellen memajukan wajahnya sambil memandangnya jijik, dia melanjutkan kocokannya sambil menyapukan lidahnya pada kepala penis itu dengan ragu-ragu, sehingga Imron jadi gusar.
“Heh, apa-apaan sih, disuruh pake mulut malah cuma pake lidah disentil-sentil gitu !” bentaknya “gini nih yang namanya pake mulut !” seraya menjambak kuncir rambut Ellen dan menjejalkan penisnya ke dalam mulutnya.
“Mmmhhppphh…!!” hanya itu yang keluar dari mulut Ellen yang telah dijejali penis, air mata menetes dari sudut matanya.
Mulut Ellen yang mungil itu membuatnya tidak bisa menampung seluruh batang itu, ditambah lagi bau yang keluar dari benda itu menambah siksaannya.
“Ayo, yang bener nyepongnya, kemaren kan hebat ke pacarnya, kalau gak muasin rahasianya ga Bapak jamin loh !”
Imron mendesah merasakan belaian lidah Ellen pada penisnya serta kehangatan yang diberikan oleh ludah dan mulutnya. Pertama kalinya sejak dipenjara belasan tahun yang lalu dia kembali menikmati kehangatan tubuh wanita. Ellen sendiri walaupun merasa jijik dan kotor, tanpa disadari mulai terangsang dan mulai mengulum benda itu dalam mulutnya.
“Uuhhh…gitu Non, enak…mmmm !” gumamnya sambil memegangi kepala Ellen dan memaju-mundurkan pinggulnya.
Ellen merasakan wajahnya makin tertekan ke selangkangan dan buah pelir Imron yang berbulu lebat itu, penis di dalam mulutnya semakin berdenyut-denyut dan sesekali menyentuh kerongkongannya. Sekitar sepuluh menit lamanya dia harus melakukan hal itu, sampai Imron menekan kepalanya sambil melenguh panjang.
“Ooohh…keluar nih Non, isep…awas kalo dimuntahin, sekalian bersihin kontolnya !” perintahnya dengan nafas memburu.
Cairan putih kental itu menyembur deras di dalam mulutnya dan mau tidak mau, Ellen harus menelannya, rasanya yang asin dan kental itu membuatnya hampir muntah sehingga tersedak. Beberapa saat kemudian barulah semprotannya melemah dan berhenti. Ellen langsung terbatuk-batuk begitu Imron mencabut penis itu dari mulutnya. Nafasnya terengah-engah mencari udara segar, air mata telah mengalir membasahi wajah cantiknya.
“Sudah…cukup ya Pak, saya mohon lepaskan saya !” Ellen memohon.
“Cukup apanya Non, baru juga pemanasannya, pokoknya dijamin puas deh Non !” ujar Imron sambil berjongkok di depannya, tangannya meraih ujung baju Ellen hendak menyingkapnya.
“Jangan…jangan Pak, saya mohon !” ucapnya mengiba sambil menahan tangan Imron yang akan menaikkan bajunya.
Namun tenaganya tentu saja kalah dari pria setengah baya itu yang menepis tangannya dan langung menyingkap kaos sekaligus bra hitam di baliknya. Kini mulut Imron dengan rakus menjilat dan menyedot puting Ellen yang merah dadu itu, setelah beberapa saat tangannya yang menggerayangi payudara yang lain mulai turun ke bawah mengelus paha mulusnya lalu menyusup masuk ke roknya. Di dalam rok, tangan kasar itu menjejahi kemulusan paha dalam Ellen sebelum akhirnya menjamah selangkangannya yang masih tertutup celana dalam.
Ellen hanya bisa pasrah menerima perlakuan itu, dia mendesah dan sesekali terisak saat tangan itu mulai meraba-raba kemaluannya dari luar. Rasa geli membuatnya mengatupkan kedua belah pahanya sehingga tangan Imron terjepit diantara kemulusan kulitnya. Hal ini membuatnya semakin bernafsu, dia mulai menyusupkan jari-jarinya melalui pinggiran celana dalam itu dan menyentuh bibir vaginanya yang telah becek.
“Hehehe…nangis-nangis tapi ikut konak juga !” ejeknya sambil nyengir lebar ketika merasakan daerah kewanitaan Ellen yang basah itu.
Kemudian dengan mengaitkan dua jari, ditariknya lepas celana dalamnya yang juga warna hitam itu, lalu diangkatnya juga roknya sehingga kini angin menerpa tubuh bagian bawah yang telah terbuka itu.
“Buka kakinya Non !” perintahnya pada Ellen yang merapatkan pahanya dengan rasa malu yang mendalam.
“Buka ga…atau fotonya saya sebarin !” katanya lagi dengan lebih keras.
Dengan amat terpaksa, Ellen mulai membuka pahanya perlahan-lahan memperlihatkan kemaluannya yang berbulu cukup lebat kepada Imron yang berjongkok di depannya. Dia menggigit bibir dan memejamkan mata, tak pernah terbayang olehnya akan melakukan hal ini di depan lelaki seperti itu.
“Wah…udah lama sekali Bapak gak ngerasain yang satu ini !” katanya sambil menatapi daerah pribadi itu dan mengelusnya.
Tak lama kemudian Imron pun melumat vaginanya dengan ganas, diserangnya setiap sudut vagina itu mulai dari bibir hingga klitorisnya disertai gigitan-gigitan kecil, tangan kanannya meraih payudaranya dan meremasinya, sedangkan yang kiri menelusuri kemulusan pahanya.
“Uh…uhh…jangan…sudah, ahhh… !” desah Ellen dengan tubuh menggeliat-geliat menahan rasa geli yang bercampur nikmat luar biasa itu, suatu perasaan yang tidak bisa ditahannya lagi.
Tubuh Ellen telah basah oleh keringat, wajahnya memerah dan nafasnya makin memburu. Mendadak dia merasakan bulu kuduknya merinding semua, secara reflek dia merapatkan kedua pahanya mengapit kepala Imron karena sebuah sensasi dahsyat, ternyata Imron membenamkan lidahnya pada bagian yang lebih dalam dari vaginanya, dia merasakan dinding vaginanya menjepit lidah Imron. Selain itu dia juga merasakan putingnya makin mengeras karena terus dipilin dan dipencet-pencet oleh Imron. Puas bermain-main dengan vagina itu, Imron mengangkat tubuh Ellen bangkit berdiri, kini posisi mereka berhadap-hadapan. Tanpa perlawanan berarti Imron melucuti kaos dan bra-nya. Yang tersisa di tubuhnya tinggal rok yang telah tersingkap ke atas dan sepatu haknya, sementara Imron masih memakai kaos dan seragam karyawannya yang kancingnya terbuka sebagian tetapi tanpa celana. Diangkatnya wajah Ellen yang tertunduk, ditatapnya sejenak dan disekanya air mata yang mengalir sebelum dengan tiba-tiba melumat bibir mungil itu dengan ganas.
Mata gadis itu membelakak menerima serangan kilat itu, dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendorong dada Imron, namun sia-sia karena Imron memeluknya begitu kuat dengan tangan satunya memegangi kepalanya. Lidahnya mendorong-dorong dan menjilati bibirnya, ditambah lagi tangannya merabai kulit punggung dan pantatnya menyebabkan Ellen makin terangsang sehingga bibirnya mulai membuka membiarkan lidah Imron masuk menyerbu rongga mulutnya. Beberapa saat kemudian Imron merasakan badan Ellen sudah lebih rileks dan tidak meronta lagi, maka diapun melepaskan pegangannya pada kepala Ellen agar bisa menjamah daerah lainnya. Tanpa sadar. Ellen pun merespon permainan lidah Imron walaupun awalnya bau mulut Imron terasa tak nyaman baginya, sekalipun nuraninya mengatakan tidak, dia tidak bisa menahan gelombang birahi yang menerpanya, terlebih saat itu tangan Imron sedang menggerayangi segenap penjuru tubuhnya.
Kedua telapak tangan kasar itu berhenti di pantatnya dan masing-masing mencaplok satu sisi. Dirasakannya kedua bongkahan daging itu, bentuknya padat berisi dan bulat indah karena memang sebagai anak dari kalangan berada, Ellen merawat benar tubuhnya dengan fitness dan diet. Ciuman Imron makin merambat turun ke leher jenjangnya lalu dia membungkukkan badan agar bisa menciumi payudaranya. Ellen sudah tidak bisa menahan diri lagi, birahi telah membuyarkan akal sehatnya. Lagipula yang pernah menikmati tubuhnya bukan cuma bajingan tua ini dan Leo, kekasihnya, sebelumnya dirinya pernah terlibat one night stand dengan beberapa pria dan juga mantan pacarnya semasa SMA, yang membedakannya dengan pria-pria lain cuma status sosial, ras, dan perbedaan usia yang mencolok. Jadi untuk apa lagi menahan diri dan jaga image, toh sudah telanjur basah, jadi sebaiknya tuntaskan saja agar masalah selesai, demikian yang terlintas di benaknya.
Dari leher mulut Imron turun lagi ke dadanya, dia membungkuk agar bisa menyusu dari payudara berukuran 32B yang montok itu. Dijilatinya dengan liar hingga permukaan payudara itu basah oleh ludahnya, terkadang dia juga menggigiti putingnya memberikan sensasi tersendiri bagi Ellen. Tangan satunya turun meraba-raba kemaluannya dan memainkan jarinya disitu menyebabkan daerah itu makin berlendir.
“Pak…Pak…ga mau…ahh-ah !” desahnya antara menolak dan menerima.
Sambil terus memainkan jarinya Imron mendorong tubuh Ellen hingga punggungnya bersandar di tembok. Sekali lagi dia menyergap bibir Ellen, sambil berciuman tangannya menempelkan kepala penisnya ke bibir vagina Ellen. Gesekan kepala penis dengan bibir vagina itu membuat Ellen merasa geli sehingga tubuhnya menggelinjang. Lalu pelan-pelan Imron menekan penisnya ke liang senggama Ellen.
“Sshhh…sakit, aawhhh…!!” rintih Ellen ketika penis Imron yang besar itu menerobos vaginanya.
Ellen meringis dan merintih menahan rasa sakit pada vaginanya, meskipun sudah tidak perawan tapi kemaluannya masih sempit, lagipula penis para pria yang pernah kencan dengannya tidak ada yang sebesar ini. Sementara Imron terus berusaha memasukkan senjatanya sambil melenguh-lenguh. Setelah beberapa saat menarik dan mendorong akhirnya masuklah seluruh penis itu ke vaginanya, walaupun nafsu sudah di ubun-ubun, Imron masih berhati-hati agar korbannya tidak menjerit dan suaranya terdengar keluar, maka itu dia lebih memilih pelan-pelan daripada memakai sodokan mautnya untuk melakukan penetrasi. Saat itu airmata Ellen meleleh lagi merasakan sakit pada vaginanya.
“Huhh…masuk juga akhirnya, memeknya seret banget Non, Bapak suka yang kaya gini” katanya dekat telinga Ellen.
Sesaat kemudian, Imron sudah menggoyangkan pinggulnya, mula-mula gerakannya perlahan, tapi makin lama kecepatannya makin meningkat. Ellen benar-benar tidak kuasa menahan erangan setiap kali Imron penis Imron menghujam sambil berharap tidak ada orang lewat yang mendengar suara persenggamaan mereka. Saat itu adalah hari Sabtu, jam-jam seperti ini memang kegiatan kuliah sedikit sehingga yang parkir di basement itu pun tak banyak, tapi tidak menutup kemungkinan kalau seseorang lewat situ dan mengetahui yang terjadi di ruang ini. Gesekan demi gesekan yang timbul dari gesekan alat kelamin mereka menimbulkan rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuh Ellen sehingga matanya membeliak-beliak dan mulutnya mengap-mengap mengeluarkan rintihan. Imron lalu mengangkat paha kirinya sepinggang agar bisa mengelusi paha dan pantat Ellen sambil terus menggenjot.
Menit demi menit berlalu, Imron masih bersemangat menggenjot Ellen. Sementara Ellen sendiri sudah mulai kehilangan kendali diri, dia kini sudah tidak terlihat sebagai seseorang yang sedang diperkosa lagi, melainkan nampak hanyut menikmati ulah bajingan tua itu. Kemudian tanpa melepas penisnya, dia mengangkat paha Ellen yang satunya dan digendongnya menuju kursi dimana dia mendaratkan pantatnya. Anehnya, tanpa disuruh, Ellen memacu dan menggoyangkan pinggulnya pada pangkuan Imron karena kini bukan lagi pikiran dan perasaannya yang bekerja melainkan naluri seksnya. Ketika memandang ke depan, dilihatnya wajah tua gelap pria itu sedang menatapnya dengan takjub, segaris senyum terlihat pada bibirnya, senyum kemenangan karena telah berhasil menaklukkan korbannya. Dengan posisi demikian, Imron dapat mengenyot payudara Ellen sambil menikmati goyangan pinggulnya. Kedua tangannya meraih sepasang gunung kembar itu, mulutnya lalu mencium dan mengisap putingnya secara bergantian.
Remasan dan gigitannya yang terkadang kasar menyebabkan Ellen merintih kesakitan. Namun dia merasakan sesuatu yang lain dari persenggamaan ini, lain dari yang dia dapat dengan pria lain yang pernah bercinta dengannya yang umumnya bersikap gentle, gaya bercinta Imron yang barbar justru menciptakan sensasi yang khas baginya yang belum pernah dia dapatkan sebelumnya. Di ambang klimaks, tanpa sadar Ellen memeluki Imron dan dibalas dengan pagutan di mulutnya. Mereka berpagutan sampai Ellen mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkram erat-erat lengan kokoh Imron. Sungguh dahsyat orgasme pertama yang didapatnya, namun ironisnya hal itu bukan dia dapat dari kekasihnya melainkan dari seorang pria mesum yang memanfaatkan situasi tidak menguntungkan ini. Setelah dua menitan tubuhnya kembali melemas dan bersandar dalam pelukan Imron.
Penis Imron yang masih menancap di vaginanya belumlah terpuaskan, maka setelah jeda beberapa menit dia bangkit sehingga penis itu terlepas dari tempatnya menancap. Ellen yang belum pulih sepenuhnya disuruhnya menungging dengan tangan bertumpu pada kepala kursi.
“Oohh…udah dong Pak, saya sudah gak kuat, tolong !” Ellen memelas dengan lirih
Mendengar itu, Imron cuma nyengir saja, dia merenggangkan kedua paha Ellen dan menempelkan penisnya pada bibir kemaluannya.
“Uugghh…oohh !” desah Ellen dengan mencengkram sandaran kursi dengan kuat saat penis itu kembali melesak ke dalam vaginanya.
Tangannya memegang dan meremas pantatnya sambil menyodok-nyodokkan penisnya, cairan yang sudah membanjir dari vagina Ellen menimbulkan bunyi berdecak setiap kali penis itu menghujam. Suara desahan Ellen membuatnya semakin bernafsu sehingga dia meraih payudara Ellen dan meremasnya dengan gemas seolah ingin melumatkan tubuh sintal itu.
Limabelas menit lamanya Imron menyetubuhinya dalam posisi demikian, seluruh bagian tubuh Ellen tidak ada yang lepas dari jamahannya. Sekalipun merasa pedih dan ngilu oleh cara Imron yang barbar, namun Ellen tak bisa menyangkal dia juga merasakan nikmat yang sulit dilukiskan yang tidak dia dapatkan dari pacarnya. Akhirnya, Imron menggeram dan merasakan sesuatu akan meledak dalam dirinya, penisnya dia tekan lebih dalam ke dalam vagina Ellen, serangannya juga makin gencar sehingga Ellen dibuatnya berkelejotan dan merintih. Kemudian dia melepaskan penisnya dan cret…cret…cret, spermanya muncrat membasahi pantat Ellen. Belum cukup sampai situ, disuruhnya Ellen menjilati penisnya hingga bersih, setelahnya barulah dia merasa puas dan memakai kembali celananya. Ellen bersimpuh di lantai dengan menyandarkan kepala dan lengannya pada kursi itu, wajahnya tampak lesu berkeringat dan bekas air mata, dalam hatinya berkecamuk antara kepuasan yang sensasional ini dan rasa benci pada pria yang baru saja memperkosanya.
Imron mendekatinya dan berjongkok, lalu berkata
“Nah sekarang rahasia Non aman, tapi Non juga harus pastikan cuma kita berdua yang tau yang terjadi barusan kalau tidak, foto-foto Non ini akan saya kirim ke sembarang orang atau mungkin akan terpajang di papan penguman, ngerti !”
Setelah Ellen berpakaian kembali, dia menyuruhnya pergi setelah memastikan keadaan sekitar situ aman. Dalam perjalanan pulangnya, Ellen hampir saja menabrak mobil lain karena melamun memikirkan kejadian barusan yang membuat dirinya serasa hina, namun juga merasakan kepuasan yang lain dari biasanya. Sementara itu Imron menanti kesempatan untuk memangsa korban berikutnya. Ikuti terus petualangan Imron, the pervert janitor.
###########################
Nightmare Campus 2: Jesslyn’s Tragedy
Siang itu, sekitar jam sebelas, suasana kampus Universitas ***** tempat Imron bekerja sedang ramai-ramainya. Saat itu, ketika Imron sedang mengepel lantai di dekat kantin, lewatlah serombongan mahasiswi yang terdiri dari empat orang di depannya. Keempatnya memang cantik-cantik, namun ada satu diantaranya yang menarik perhatian Imron, si penjaga kampus itu, bukan karena dia yang tercantik, karena tiga lainnya juga sama cantiknya, melainkan karena Imron merasa pernah melihat gadis ini sebelumnya, tapi entah dimana, dia memutar otak mencoba mengingatnya. Aha…akhirnya dia teringat dimana dia melihat gadis ini, dan ini berarti ada mangsa empuk hari ini tanpa harus susah-susah berusaha, demikian katanya dalam hati dengan seringai licik. Untuk lebih jelasnya marilah kita kembali sejenak ke beberapa hari sebelumnya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
LIMA HARI SEBELUMNYA :
Imron sedang berbaring di biliknya sambil jarinya mengutak-atik tombol-tombol HP hasil temuan itu. Belakangan ini dia memang sedang sibuk mempelajari penggunaan cameraphone itu, setting bahasa yang telah diatur ke dalam Bahasa Indonesia dan otaknya yang pada dasarnya cerdas mempercepatnya mengerti penggunaan teknologi abad-21 ini. Sebuah program aplikasi dalam ponsel itu membuatnya penasaran karena tidak bisa dijalankan, setiap masuk ke program itu pasti akan ditanya password, program itu tidak lain ‘Handy Photosafe’ yang berfungsi menyimpan file gambar yang bersifat pribadi. Tadinya mau dia biarkan atau kalau perlu hapus saja program tidak berguna itu, namun ketika dia melihat-lihat notes pada ponsel itu, mulailah dia berpikir siapa tahu passwordnya ada di sini, karena selain jadwal disitu juga terdapat beberapa catatan aneh. Iseng-iseng dicobanya satu-satu kata-kata dalam notes itu, kalau bisa syukur, tidak pun tak mengapa.
Tanpa diduga, salah satu kata dalam notes itu ternyata memang kata sandi yang diminta sehingga dia dapat mengakses lebih jauh program itu. Di dalamnyalah terdapat sekitar duapuluhan foto-foto perempuan telanjang dan setengah telanjang yang sepertinya hasil jepretan cameraphone itu. Hehehe…asyik rejeki nomplok, katanya dalam hati sambil menikmati gambar-gambar itu. Waktu itu belum terpikir olehnya kalau salah satu gadis di file itu adalah mahasiswi di kampus tempatnya bekerja, dia baru tahu hari ini ketika gadis tersebut lewat di depannya.
Chapter II : Jesslyn’s Tragedy
Masih belum yakin, dia buru-buru masuk ke gudang peralatan di dekat situ dan mengeluarkan cameraphonenya, dilihatnya sekali lagi gadis dalam gambar itu untuk memastikan. Ya, sepertinya tidak salah lagi itu memang dia, nama filenya jesslyncute03.jpg. Hmmm…apakah namanya Jesslyn pikirnya, kalau benar kemungkinan besar nomor HPnya juga ada dalam daftar teleponnya. Buru-buru dia membuka daftar nomor pada cameraphone itu dan benar disitu memang ada nama Jesslyn, tapi apakah itu nomornya. Dihubungilah nomor itu sambil mengamati lewat kaca nako, senyum kemenangan muncul di wajahnya ketika gadis itu mengangkat ponselnya dari tasnya menjawab panggilannya.
“Eh, Ricky udah ketemu yah HP lu !” katanya begitu mengangkat HP-nya
“Hai Jesslyn, foto-fotonya bagus sekali senang loh melihatnya, hehehe…!”
Ekspresi kaget terlihat dari wajahnya begitu mendengar jawaban dengan suara berat itu, dia nampak meminta ijin meninggalkan meja pada teman-temannya dan berjalan ke tempat yang lebih sepi.
“Siapa ini, apa maksudlu !” katanya dengan nada panik
“Hehehe…saya cuma ngomentarin foto Non di HP ini kok, abis cantik, terus bodynya wuiihhhh, jadi saya sekalian mau minta ijin buat dicetak terus dijual…hehehe”
“Heh bangsat, apa sih maulu sebenernya, kalo berani keluar, jangan jadi pengecut !” nadanya mulai marah.
“Huehehe…jangan marah-marah gitu Non, jadi takut ah, padahal kan Non besok bakal jadi selebritis di kampus setelah foto-foto asoy Non dipajang di papan pengumuman”
Perkataan barusan sontak membuat Jesslyn bagai disambar petir, dia sadar dirinya telah terjebak dalam situasi tidak menguntungkan sekaligus menyesali dulu pernah membuat foto-foto seperti itu untuk Ricky, mantan pacarnya yang juga pemilik HP yang tertinggal itu.
“Tolong, jangan, lu mau apa sebenarnya, kita rundingkan dulu gimana ?” katanya gugup
“Hmm…boleh memang itu yang mau saya bicarakan, gini aja Non, kita ketemu jam tiga nanti di mini teater, di gedung sastra lantai lima untuk membicarakannya, dan oo..iya pastikan jangan ada yang tahu apa yang kita bicarakan sekarang kalau tidak mau yang lain tahu” katanya sebelum menutup pembicaraan.
Gadis itu kembali ke mejanya dengan wajah lesu, dia menggeleng dengan senyum dipaksa saja ketika teman-temannya menanyakan hal itu dan menjawab dengan alasan dibuat-buat. Dia tetap bersikap biasa dan pura-pura riang di depan mereka agar tidak ada yang curiga. Selama mengikuti perkuliahan di kelas dia tidak konsen memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti dan apa yang akan diperbuat orang tak dikenal itu terhadapnya, juga merasa kesal dan marah pada orang keterlaluan itu.
Jesslyn, nama gadis itu, baru berumur 19tahun dan memasuki tahun keduanya kuliah di fakultas teknik industri. Parasnya cantik, berkulit putih bersih dengan tinggi 170cm dan berat 49kg, payudaranya berukuran sedang, pas dengan postur tubuhnya, rambutnya yang dicat kemerahan terurai sedada. Orang bilang dia mirip Lee Hyori, personel group penyanyi Fin. K.L. asal Korea. Hari itu dia memakai tanktop pink berdada rendah dengan setelan luar berwarna putih, bawahannya memakai celana panjang putih 3/4 yang menjiplak tungkainya yang ramping dan panjang serta memperlihatkan betisnya yang putih mulus. Foto-foto itu memang pernah dia buat waktu berpacaran dengan Ricky yang baru saja putus baik-baik dua bulan lalu. Sebenarnya ketika mendengar Ricky kehilangan HPnya itu, hatinya sudah was-was kalau saja foto itu ada yang melihat, dia cuma bisa berharap orang yang menemukan HP itu tidak mengetahui passwordnya. Sekarang apa yang ditakutinya itu benar-benar terjadi, orang itu telah menemukan passwordnya gara-gara kecerobohan Ricky sendiri yang memang pelupa sehingga dia menaruh password di notes.
Jam tiga, waktu yang ditentukan pun tiba, kampus sudah mulai sepi, terutama di lantai-lantai atas. Ketika dia memasuki lift pun sudah tidak ada siapa-siapa lagi, jantungnya semakin berdebar-debar seiring dengan angka pada lift yang makin menaik. Ting ! pintu lift membuka, tibalah dia di lantai lima, langkahnya terasa berat menyusuri koridor yang sudah sepi itu hingga akhirnya dia tiba di depan mini teater yang dimaksud, ruangan itu berfungsi sebagai ruang multimedia bagi anak sastra, untuk menonton film ataupun presentasi, untuk itu piranti seperti vcd/dvd player, video tape, dan proyektor lengkap tersedia disana. Jam-jam segini fakultas sastra umumnya sudah tidak ada kuliah lagi, itulah mengapa Imron memilih tempat ini. Setelah lima menit menunggu tanpa melihat seorangpun, diapun menghubungi nomor (bekas) Ricky.
“Aahh…Non Jesslyn, gimana janji kita ?” jawab suara di seberang sana begitu diangkat.
“Ga usah basa-basi lah, lu dimana, gua ini udah di depan mini teater tau” jawabnya ketus
“Oohh…bagus-bagus, akhirnya Non dateng juga, saya kira mau batalin janji, kalau gitu silakan buka aja pintunya Non, ga dikunci kok, saya udah seperempat jam disini, khusus nungguin Non, hehehe !”
Dengan tegang dia membuka pintu itu dan seraut wajah tua tak bersahabat muncul.
“Ooo…Non Jesslyn, mari masuk sudah saya tunggu daritadi” sapa orang itu
“Jadi Bapak orangnya, kurang ajar, berani-beraninya…!” bentak Jesslyn memelototkan matanya.
“Kurang ajar yah, heheheh…udah ah Non, jangan marah-marah gitu lagi, serem ah !” katanya dengan nada mengejek “kita disini kan buat berunding Non, lupa ya ?”
“Tolong Pak, serahkan HPnya ke saya atau paling tidak hapus foto-fotonya !” pintanya
“Yeehh…masa gampang gitu Non, saya susah payah ngundang Non kesini cuma buat itu” katanya mencibir
“Heh…denger yah, Bapak bisa saya laporkan ke polisi tau !” bentaknya bertambah emosi
“Wah…asyik dong, polisinya untung tuh bisa ngeliatin foto-foto ini terus yang lain juga bakal tau juga” timpalnya kalem sambil menunjukkan foto bugil dirinya di HP itu.
Jawaban itu langsung membuatnya terkesiap tanpa sanggup berkata-kata lagi selain menatap Imron yang tersenyum penuh kemenangan, ruangan itu sunyi sejenak.
“Foto-foto ini ga akan Bapak publikasikan dan Bapak juga akan tutup mulut” katanya memecah kesunyian “asal Non…” sambil melanjutkan kata-katanya dia mendekati Jesslyn dan meraih kerah setelan luarnya untuk dilucuti.
“Tidak, jangan macam-macam Pak !” katanya dengan menahan tangannya.
“Hhmmhh…jadi ga setuju nih ? ya udah, ga maksa kok, kalau gitu sekarang Bapak ke tempat cetak digital aja”
Tak berdaya Jesslyn dibuatnya, pikirannya kalut dan panik membayangkan apa yang bakal terjadi kalau foto-foto itu tersebar. Karena tak ada jalan lain lagi, dia menurunkan tangannya membiarkan Imron membuka setelan luarnya, kain itu pun jatuh ke lantai sehingga kini bahu dan lengannya yang putih mulus itu dapat dilihat Imron. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi selain yang satu ini.
“Nah, gitu dong, ternyata Non pinter memilih mana yang lebih baik” kata Imron seraya berjalan ke pintu di belakang Jesslyn lalu menguncinya.
Imron mengitari sejenak tubuhnya mengamat-ngamati kesempurnaan tubuh yang langsing bak biola itu. Tatapan Imron yang jalang itu menyebabkan wajahnya tertunduk malu dan kedua tangannya disilangkan di dada padahal belum juga ditelanjangi. Tak bisa lagi menahan nafsunya, Imron mendekap tubuh Jesslyn dari belakang.
“Pak jangan, aahh…sudah lepaskan !” Jesslyn berusaha berontak ketika tangan itu mulai merambahi payudaranya.
“Udahlah Non, nurut aja biar kita sama-sama enak, kalau Non berontak terus saya bakal main kasar loh, mau ?!”
Kemudian tangannya mencengkram buah dada Jesslyn dari luar dan meremasinya dengan gemas, rambut panjangnya dia sibakkan ke kiri dan menghirup aroma tubuhnya yang harum. Perasaan jijik ditambah putus asa membuatnya meneteskan air mata, dirasakannya ada benda mengganjal pantatnya dari balik celana Imron, dia mulai terangsang ketika lidah Imron menyapu telak lehernya sehingga membuat bulu kuduknya merinding. Imron meneruskan rangsangannya dengan mejilati telinga Jesslyn, lidahnya didorong-dorong ke lubang telinganya menyebabkan Jesslyn menggelinjang dan meronta kecil antara menolak dan terangsang.
“Jangan…jangan, ahhh…ahh !” katanya menghiba
Tangan kanannya kini mulai menyusup lewat bawah baju Jesslyn menyentuh perutnya dan menyusup ke balik bra-nya. Jesslyn menggeliat karena tangan kasar itu terasa geli di payudaranya yang halus, terlebih ketika Imron menggesekkan jarinya pada putingnya. Sambil merasakan kepadatan dan kehalusan payudara Jesslyn, Imron terus mencupangi lehernya yang jenjang meninggalkan bekas merah pada kulit putih itu. Jesslyn hanya bisa menggigit bibir bawah dengan mata terpejam menerima serbuan-serbuan erotis pria setengah baya ini. Sekarang tangan satunya bergerak ke bawah perut melepaskan sabuknya.
“Nggak Pak, jangan disitu !” desisnya dengan terisak
Tanpa mempedulikan ocehan Jesslyn, Imron terus bergerak membuka kancing disusul resleting celananya, dan masuklah tangan kirinya lewat atas celana dalamnya, dirasakannya bulu-bulu halus yang menyelimuti daerah kewanitaannya.
Tangannya mula-mula hanya mengelus-elus permukaanya, lalu sebentar kemudian jarinya mulai merayap masuk ke belahannya mengaduk-aduk bagian dalamnya. Hal ini membuat tubuh Jesslyn bergetar dan nafasnya semakin tidak teratur, rupanya dia sudah tak kuasa menahan diri lagi. Mulutnya menceracau tak jelas dan kakinya terasa lemas, kalau saja tidak didekap Imron mungkin tubuhnya kehilangan topangan. Imron meningkatkan serangannya untuk membuat gadis itu takluk sepenuhnya dengan cara memainkan klitorisnya, daging kecil itu dia gesekkan pada jarinya dan sesekali dipencet-pencet sehingga pemiliknya tersentak dan mengerang, Jesslyn tinggal pasrah saja membiarkan Imron mengocok-ngocok vaginanya dengan jarinya.
“Haha…mulai konak ya Non, liat udah basah gini !” ejeknya dekat telinga Jesslyn
Kalau mau terus terang, memang Jesslyn sudah terangsang berat, namun disisi lain dia juga merasa harga dirinya direndahkan oleh penjaga kampus itu, hal ini jelas-jelas pemerkosaan.
Beberapa saat kemudian, Imron mengeluarkan tangannya dari celana Jesslyn, jari-jarinya basah oleh lendir vagina. Dia lantas mengangkat Jesslyn dengan kedua lengan kokohnya.
“Aaww…mau apa Pak, lepasin, lepasin !” Jesslyn menjerit kecil sambil meronta-ronta
Dibaringkannya tubuh itu diatas sebuah meja dengan kedua kaki terjuntai. Begitu menurunkan tubuh Jesslyn, Imron langsung mencopot tank-top beserta bra dibaliknya lalu dilemparkan ke belakang, rontaan Jesslyn malah membuat Imron semakin bernafsu. Dengan sigap ditangkapnya kedua pergelangan tangan Jesslyn lalu mencondongkan tubuhnya ke depan sampai hampir menindihnya. Jesslyn menggelengkan kepalanya kekiri dan kanan menghindari Imron yang makin mendekatkan wajahnya untuk menciuminya.
“Nggak mau Pak, jangan…minggir…mmmhh !” kata-katanya terhenti saat bibir Imron akhirnya melumat bibir mungilnya.
Jesslyn merapatkan bibirnya kuat-kuat sebagai tanda penolakan, namun lama-lama pertahanannya bobol juga karena Imron terus merangsangnya dengan menjilati bibirnya dan mendesak-desakkan lidahnya. Mulut Jesslyn mulai membuka dan secara refleks menyambut lidah Imron dan beradu dengan panasnya. Merasa korbannya sudah berhasil dijinakkan, Imron melepas pegangannya pada tangannya dan beralih mengelusi payudaranya. Nafas Jesslyn sudah putus-putus ketika Imron melepas ciumannya, dia memalingkan wajahnya ke samping, tapi Imron menatap wajah cantiknya dan mengelus wajahnya.
“Non ini cantik sekali, Bapak emang beruntung hari ini Non mau ngentot sama Bapak !” pujinya.
“Siapa yang mau main sama lu kalo ga dijebak gini, dasar bajingan licik !” umpat Jesslyn dalam hati dengan tatapan penuh kebencian.
Sekarang sasarannya adalah kedua payudara montok Jesslyn, Imron dengan rakus melumat daging kenyal itu dengan mulutnya, dikenyot dan dijilati, sementara tangannya meremasi yang sebelahnya. Jesslyn meringis di tengah desahannya karena payudaranya terasa sakit oleh remasan Imron yang kasar.
“Ooohh…!” desahnya ketika Imron menyentil-nyentilkan lidahnya pada putingnya yang sensitif, kadang disertai gigitan kecil yang membuatnya makin menggelinjang.
Setelah puas menyusu, Imron melepaskan sepatu bertumit tinggi yang dipakai Jesslyn agar bisa meloloskan celananya. Kembali Jesslyn hanya bisa pasrah saja ketika celana berikut celana dalamnya ditarik lepas sehingga kedua paha mulus dan kemaluannya yang berbulu lebat pun terlihat. Hawa dingin dari AC menerpa tubuhnya yang sudah telanjang bulat. Segera setelah menelanjanginya, Imron pun membuka seluruh pakaiannya hingga sama-sama bugil.
Jesslyn terhenyak dengan menyilangkan kedua tangan menutupi dada dan mengatupkan kedua belah pahanya melihat penis Imron yang hitam besar itu sudah mengacung dengan gagahnya.
“Tenang aja Non, sekarang Bapak mau ngelicinin memek Non dulu biar Non ga kesakitan nanti !” katanya seraya mendorong tubuh Jesslyn kembali rebah di meja.
Diambilnya sebuah kursi dan dia duduk tepat di depan kemaluan Jesslyn seperti dokter kandungan sedang memeriksa pasiennya saja. Kedua tungkai Jesslyn yang menjuntai diangkatnya dan diletakkan di bahunya. Matanya menatap tajam kearah kemaluan yang sudah basah itu, hembusan nafasnya makin terasa bersamaan dengan wajahnya yang makin mendekat.
“Aahhh…Pak !” desahan halus keluar dari mulutnya saat Imron menyapukan lidahnya pada bibir kemaluannya.
Lidah Imron semakin liar saja, kini lidah itu memasuki liang vaginanya dan bertemu dengan klitorisnya. Badan Jesslyn bergetar seperti tersengat listrik dengan mata merem-melek Bukan saja menjilati, Imron juga memutar-mutarkan telunjuknya di liang itu, sementara tangan lainnya mengelusi paha dan pantatnya yang mulus.
Permainan mulut Imron pada daerah yang paling pribadinya itu mau tidak mau membawa perubahan pada dirinya. Geliat tubuhnya sekarang tidak lagi menunjukkan perlawanan, dia nampak hanyut menikmati perlakuan Imron, hati kecilnya menginginkan Imron meneruskan aksinya hingga tuntas. Dibawah sana Imron makin meningkatkan serangannya menjilat dan mengisap vaginanya.
“Mmmhh…memeknya asoy banget Non, rajin dirawat yah ?” gumam Imron ditengah aktivitasnya.
Sepuluh menit kemudian, tanpa dapat ditahan lagi cairan pelumas membanjir keluar dari vaginanya diiringi erangan panjang,tubuhnya menggelinjang tak terkendali, ya…dia telah orgasme, orgasme dari orang yang menjebak dan memperkosanya. Imron dengan rakusnya menyeruput cairan yang keluar seperti orang kelaparan, terdengar bunyi sslluurpp….sssrrppp…! dari hisapannya.
Tubuh Jesslyn pun melemas setelah menegang sesaat, matanya terpejam dengan nafas terengah-engah. Tiba-tiba dia membelakakan matanya karena merasakan suatu benda tumpul menyentuh bibir vaginanya.
“Jangan…jangan masukin !” katanya dengan suara lemas
Dia terlalu lemas untuk meronta setelah orgasmenya barusan. Kini Imron telah berdiri diantara kedua pahanya dengan kepala penis sudah menempel di vaginanya, kedua betis Jesslyn dia sangkutkan di bahunya yang lebar.
“Nah, sekarang udah licin Non, ga bakal sakit, tahan yah, uuhh…!!” begitu menyelesaikan kata-katanya ditekannya penis itu masuk.
Jesslyn merintih menahan nyeri saat penis besar itu menyeruak ke dalam kemaluannya yang sempit, demikian juga Imron meringis menahan sakit merasakan penisnya tergesek dinding vaginanya. Dengan beberapa kali gerakan tarik dorong yang keras maupun lembut, penis itu akhirnya terbenam seluruhnya. Mata Jesslyn sudah basah oleh air mata ketika itu, tangisan yang disebabkan rasa frustasi, nyeri, dan ketidakberdayaan.
Penis itu terasa sangat sesak di liang vaginanya, ini memang bukan pertama kalinya bagi Jesslyn, namun penis mantan pacarnya, Ricky tidaklah sebesar milik Imron.
“Oohh…enak banget Non, sempit, legit, padahal udah gak perawan, hehehe…!” katanya sambil menggenjot.
Imron meningkatkan tempo goyangannya, penis yang besar dan berurat itu menggesek dan menekan klitorisnya ke dalam setiap kali menghujam. Kedua payudaranya yang membusung tegak itu ikut berguncang hebat seirama guncangan badannya. Imron meraih yang sebelah kanan dan meremasnya dengan gemas. Gairah Jesslyn mulai bangkit lagi, dia merasakan kenikmatan yang berbeda dari biasanya, yang tidak didapatnya saat bercinta dengan mantan pacarnya itu, ditambah lagi sudah sejak putus dua bulan yang lalu tubuhnya merindukan belaian pria. Tanpa disadari dia juga ikut menggoyangkan pinggulnya seolah merespon gerakan Imron.
“Turun Non, kita ganti gaya !” perintahnya
Mungkin karena saking terangsangnya, Jesslyn menurut saja apa yang dimintanya, Imron mengatur posisinya berdiri dengan pantat agak ditunggingkan, tangannya bertumpu pada meja di depannya. Dan, penis Imron kembali memasuki vaginanya dari belakang. Dalam posisi demikian, Imron memaju-mundurkan pinggulnya sambil berpegangan pada kedua payudara Jesslyn. Mulutnya sibuk menciumi pundak dan lehernya membuat Jesslyn serasa melayang, sekonyong-konyong dia tidak merasa diperkosa karena turut menikmatinya. Ditariknya wajah Jesslyn hingga menengok ke belakang dan begitu wajahnya menoleh bibir tebalnya langsung memagut bibirnya. Karena sudah pasrah, Jesslyn pun ikut membalas ciumannya, lidah mereka saling membelit dan beradu, air liur mereka menetes-netes di pinggir bibir.
Setelah sepuluh menit dalam posisi berdiri itu, Jesslyn merasa genjotanya makin kencang dan disusul cairan hangat memenuhi rahimnya. Imron melenguh panjang, penisnya masih menghujam-hujam namun frekuensi goyangannya menurun, sperma yang ditumpahkannya sebagian meleleh membasahi selangkangan Jesslyn. Untuk yang satu ini Jesslyn merasa agak lega karena saat itu bukan masa suburnya, tapi juga merasa kesal Imron menumpahkan spermanya sembarangan tanpa bertanya terlebih dulu, bagaimana seandainya kalau saat itu sedang subur, tapi…kalaupun ya, apakah Imron mau tahu.
“Ohh…apa yang terjadi padaku, ini pemerkosaan, tapi kenapa…kenapa aku malah menikmati, dengan orang macam ini pula !” Jesslyn mengalami konflik batin sedemikian rupa, tak habis pikir dia bagaimana mungkin dirinya begitu bergairah menikmati persetubuhan barusan, “bagaimana mungkin seorang penjaga kampus rendahan seperti ini bisa berbuat seperti itu terhadapku, seorang mahasiswi terpelajar, anak dari keluarga terhormat, ini gila…gila!” seribu satu konflik berkecamuk dalam pikirannya.
Jesslyn masih terbengong-bengong dengan tatapan mata kosong ketika gairah Imron mulai bangkit lagi. Dia menarik tubuhnya dari meja dan berpindah ke lantai tanpa melepas penisnya yang masih menancap, lalu diaturnya posisi Jesslyn seperti merangkak. Rasa dingin dari lantai marmer putih menjalari tubuh Jesslyn begitu lutut dan tangannya menempel di sana. Kembali Imron menghujam-hujamkan penisnya dengan berbagai variasi, Jesslyn pun mengiringinya dengan desahan. Sensasi nikmat mengaliri tubuh gadis itu, sampai suatu saat dia merasa dinding-dinding kemaluannya makin berdenyut-denyut serta makin menjepit kuat penis yang sedang menghajarnya.
“Aahh…Pak…Pak…!” desisnya saat diambang klimaks
Desahan Jesslyn semakin seru sampai dia merasa ada sesuatu yang meledak-ledak dalam dirinya, tubuhnya mengejang hebat, dan cairan kewanitaannya bercampur dengan sperma yang tadi ditumpahkan Imron meleleh keluar membasahi paha dalamnya.
Ketika gelombang klimaks mulai surut, Imron melepas penisnya dan pindah ke depan, rambut kemerahannya dia jenggut sehingga tubuhnya terangkat ke posisi berlutut.
“Isap Non, cepet !” perintahnya setengah memaksa.
Karena ingin secepatnya menuntaskan penderitaan ini, Jesslyn pun meraih penis yang sudah penuh lendir itu, sambil memejamkan mata dimasukkannya benda itu kemulutnya. Walaupun merasa jijik dengan baunya dan bulu-bulu kasarnya yang sudah basah, dia mau tidak mau mengulumnya, menghisap dan memainkan lidahnya dengan harapan bajingan ini keluar secepatnya dan membebaskannya.
“Mmmm…gitu Non, gitu, ternyata Non nyepongnya jago yah !” komentar Imron sambil merem-melek menikmati emutan Jesslyn.
Lima menitan kemudian, Imron mengerang panjang bersamaan dengan menyemprotnya spermanya di dalam mulut Jesslyn. Jesslyn gelagapan karena keluarnya cukup banyak, sebagian cairan kental itu meluap membasahi bibirnya. Sebelum semprotannya berhenti, Imron sudah menarik penisnya dari mulut Jesslyn sehingga sisanya yang tinggal sedikit mendarat di pipi dan hidung mancungnya.
Tubuh Jesslyn ambruk di lantai yang dingin, nafasnya naik turun mengambil udara segar setelah beberapa saat disumpal penis besar. Badannya terasa pegal-pegal, keringat membasahi sekujur tubuhnya walaupun ruangan itu ber-AC. Imron menyuruhnya tutup mulut tentang kejadian ini, juga tentang ponsel yang ternyata milik mantan pacarnya itu kalau mau rahasianya aman. Begitu sampai di rumahnya, Jesslyn langsung menyiram dirinya di bawah shower, membersihkan tubuhnya dari kenajisan yang baru dialaminya. Tubuhnya terduduk di box shower itu dan mulai menangis menumpahkan segala perasaannya yang campur aduk itu. Di saat yang sama Imron pun sedang mandi, cuma bedanya Imron sambil senyum-senyum, sebuah senyum kepuasan karena telah berhasil menambah satu nama lagi dalam daftar korbannya yang akan terus bertambah.
###########################
Nightmare Campus 3: Fall of the Pride
Sebagai seorang gadis 21 tahun yang sedang mekar-mekarnya, kehidupan Sherin, mahasiswi sastra Inggris semester lima di Universitas ****** dipenuhi keceriaan, hari-harinya dilalui dengan kuliah, dugem, ngerumpi bareng teman-teman, shopping, pacaran, dan kegiatan-kegiatan gadis kuliahan pada umumnya. Anak tunggal seorang pemilik pabrik makanan ringan ternama, dia juga dianugerahi wajah cantik dan tubuh jangkung yang indah serta kulit yang putih, rambutnya coklat sebahu lebih dan ujungnya agak bergelombang. Sherin juga amat menjaga penampilannya dengan fitness, spa, dan ke salon secara rutin, dia memang ingin selalu terlihat cantik di depan Frans, pacarnya sehingga banyak cowok lain sirik dengan Frans ketika sedang jalan bareng.
Terlepas dari itu semua, Sherin juga memiliki perangai buruk, sebagai seorang anak tunggal keluarga kaya yang hidup serba berkecukupan seringkali dia memandang rendah orang yang lebih rendah kedudukannya, salah satunya yang sering kena marah olehnya adalah Nurdin, sopir yang bertugas mengantar-jemputnya. Pernah sekali waktu dia telat menjemput karena jalan macet akibat ada demo, sesampainya disana Sherin menyemprotnya habis-habisan dengan judesnya di lapangan parkir sampai terlihat beberapa orang lewat dan satpam disana. Sungguh pedih hati sopir itu direndahkan di depan umum oleh nona majikannya, dia sudah lama bersabar menghadapi keangkuhan gadis ini, kali ini dia sudah tidak tahan lagi dan berpikir akan mengundurkan diri saja, tapi sebelum mundur sebuah kesempatan emas untuk memberi ‘pelajaran’ pada nona majikannya yang sombong itu menghampirinya lewat obrolan dengan Imron, si penjaga kampus bejat yang hobi memperkosa korbannya lewat foto-foto memalukan yang diambil dengan cameraphone hasil temuannya.
Mimpi buruk Sherin berawal ketika suatu hari setelah bermain basket di bangsal kampus, dia bersama teman-temannya menuju toilet di sana untuk ganti baju. Dia memasuki toilet kedua dari ujung yang ternyata adalah sebuah pilihan fatal, karena di sebelahnya Imron telah lama menanti mangsa yang masuk kesana selama hampir setengah jam. Dengan sabarnya dia menanti dan melihat situasi melalui celah di pintu. Memang yang memasuki toilet sebelahnya bukan cuma Sherin, sebelumnya telah ada beberapa orang masuk ke sana, namun saat itu di depan toilet juga masih banyak orang, sehingga kalau Imron menjulurkan tangannya melalui tembok pembatas yang bagian atasnya terbuka untuk mengarahkan cameraphonenya tentu akan ketahuan oleh orang dari luar. Diapun sempat melihat tubuh-tubuh mulus mereka yang ganti baju di luar toilet, tapi untuk mengambil gambarnya susah, risiko untuk ketahuan terlalu besar dan ketika dia coba memotret dari celah pintu yang sempit itu hasilnya tidak maksimal, maka dia memutuskan menunggu orang memasuki toilet sebelah ketika situasi di luarnya sudah sepi, sambil berharap orang itu cantik.
Kesalahan Sherin adalah dia memasuki toilet saat orang lain banyak yang sudah keluar, karena sebelumnya dia ke kantin dulu membeli minum dan duduk sebentar merenggangkan otot. Ketika dia memasuki toilet, dua temannya yang masih disanapun sudah hampir selesai, Imron tersenyum kegirangan begitu dilihatnya kedua orang itupun akhirnya keluar juga.
“Yuk, Sher…kita duluan yah !” seru salah satunya sambil membuka pintu keluar
“Iya-iya, see you, duluan aja gih !” balasnya dari dalam
Sherin melepaskan bajunya yang berkeringat dan disusul celana olah raganya bersamaan dengan celana dalamnya, hanya dengan memakai bra pink dia duduk di kloset untuk buang air kecil. Dia tidak menyadari diatasnya Imron dengan hati-hati mengintipnya sambil menyutingnya dengan kameraphone. Tiga menit saja, video klip yang terekam cukup jelas memperlihatkan wajah, tubuh, dan adegan buang air kecilnya. Sebelum gadis itu keluar, Imron cepat-cepat turun dari pijakannya lalu keluar dari toilet itu dengan hati-hati.
Hari itu masih sekitar jam dua siang dan masih banyak tugas yang harus diselesaikan Imron, terutama karena sempat tertunda ketika menanti mangsa di toilet itu. Maka niat buruknya lebih baik ditundanya daripada melakukannya dengan diburu-buru pekerjaan, lagipula rekaman tiga menitan itu sudah menjadikan gadis itu sudah dalam genggamannya, selain itu juga dia mengenal sopir yang mengantar jemputnya yang sering ngobrol di waktu senggang. Kebetulan belum lama ini dia mendengar keluhan Nurdin, si sopir itu tentang anak gadis majikannya dan berencana mengundurkan diri mencari kerja lain. Imron sendiri pernah mendapat perlakuan tidak enak dari gadis itu setahun sebelumnya.
Saat itu Sherin sedang terburu-buru menuruni tangga, karena memakai sepatu sol tinggi dan tidak hati-hati dia terpeleset jatuh, jatuhnya tidak tinggi sehingga tidak berbahaya, tapi karena waktu itu dia memakai rok diatas lutut tentu saja paha mulus dan celana dalamnya sempat tersingkap. Imron, yang waktu itu sedang menyapu dekat tangga itu memunguti tasnya dan membantunya bangkit, namun Sherin malah membalasnya dengan makian kasar
“Tua bangka, lepasin tangan lo, mau cari kesempatan yah pegang-pegang !” katanya dengan sengit menepis tangan Imron “Emang saya ga tau apa daritadi mata lu ngeliat kemana aja ? lu pikir siapa lu, dasar kampungan ga tau diri !” bentak Sherin sambil berlalu darinya, tangannya masih memegangi pantatnya yang kesakitan. Imron hanya tertunduk menerima penghinaan itu tanpa sempat memberi penjelasan, walaupun ada rasa marah tapi dia mencoba memendamnya mengingat usahanya merubah diri, namun begitu menemukan cameraphone itu niat jahat dan nafsu balas dendamnya bangkit kembali dan menghantui kampus itu.
Hari itu, Sherin sedang di perpustakaan mencari buku untuk tugas ketika sebuah MMS masuk ke ponselnya. Dibukanya pesan dengan nomor tak dikenal itu. Wajahnya langsung pucat dengan mulut ternganga, jantungnya seakan berhenti berdetak sehingga buku yang dipegangnya jatuh terlepas dari genggamannya begitu melihat rekaman yang memperlihatkan dirinya sedang ganti baju dan buang air kecil di toilet, dibawahnya juga ada pesan :
“kalau tidak mau ini tersebar, saya tunggu di gedung kesenian ruang F-307 jam empat hari ini”
“Sher, kenapa lu ? ga enak badan ?” tanya temannya yang sedang mencari buku tidak jauh darinya.
“Ohh…ngga-ga papah kok, cuma buku jatuh aja ehehhe !” Sherin menutupi kekagetannya dengan tawa dipaksa.
Setelah itu buru-buru dia keluar dari perpustakaan mencari tempat sepi untuk menelepon nomor itu.
“Hehehe, udah diterima pesannya Non ? bagus kan ?” kata suara berat diseberang sana begitu ponsel diangkat.
“Heh, kurang ajar lu yah, siapa lu sebenernya hah !” suaranya meninggi menahan amarah dalam dadanya.
“Udah gak sabar yah Non, tunggu aja nanti sore, kita bakal membicarakan penawaran menarik buat film Non itu !” jawab Imron dengan kalem
“Bajingan, lu emang setan, jangan macem-macem yah sama gua !” Sherin demikian marah dan frustasinya sampai mau nangis.
“Udahlah Non, capek marah-marah gitu, pokoknya saya tunggu nanti di F-307, saya sekarang masih banyak kerjaan, dan satu lagi, pastikan jangan ada orang lain yang tahu kalau ga mau dapat susah !” selesai berkata Imron menutup ponselnya.
Sebenarnya jam tiga kurangpun dia sudah tidak ada kuliah lagi. Setelah menyuruh Nurdin yang telah menjemputnya untuk menunggu dia pergi ke kantin untuk menunggu waktu yang ditentukan. Matanya tertuju ke novel yang dibawanya tetapi pikirannya tidak di sana, yang ada di pikirannya adalah bayangan mengerikan tentang apa yang diinginkan pengintip misterius itu pada dirinya dan bagaimana kalau rekaman itu tersebar. Saking stressnya, tanpa terasa dua batang rokok telah dihabiskannya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, pengintip misterius itu menghubunginya.
“Udah keluar yah Non, kalo gitu sekarang aja ke atas aja supaya lebih cepat beres, saya sudah nunggu di sini juga kok”
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Sherin langsung mematikan ponselnya dan beranjak ke tempat yang ditentukan. Lantai itu memang sudah sepi, ketika naik tangga saja dia cuma berpapasan dengan dua orang pegawai tata usaha fakultas yang baru selesai kerja. Semakin langkahnya mendekati ruang itu, semakin berdebar pula jantungnya.
“Halo Non Sherin, datang juga akhirnya !” sapa Imron begitu Sherin memasuki pintu yang setengah terbuka itu.”Mungkin Non lagi nyari orang yang merekam ini ya ?” tanyanya sambil menunjukkan cameraphonenya.
Sherin melihat dalam layar kecil itu dimana dirinya sedang ganti baju lalu buang air kecil, wajahnya kontan memerah karena marah dan malu.
“Bajingan, serahkan barang itu !” Sherin berteriak sambil merangsek ke depan.
Dia berusaha merebut cameraphone itu, tapi pria setengah baya itu lebih sigap dan tenaganya lebih besar. Dengan mudah didorongnya gadis itu hingga tersungkur di lantai. Sambil menyeringai matanya memandang tajam tubuh Sherin yang terbungkus baju biru bermotif bunga tanpa lengan, rok putihnya yang mini sedikit tersingkap memperlihatkan pahanya yang panjang dan mulus.
“Mau apa kamu bangsat, jangan mendekat, pergi !” Sherin menggeser-geser tubuhnya menjauh dari Imron yang mendekatinya, dalam kepanikannya dia tidak sadar bahwa roknya semakin tersingkap dan celana dalamnya pun sempat terlihat.
“Tenang Non, jangan takut, bapak ga bakal nyakitin Non kok, malah ngasih Non kenikmatan yang luar biasa !” katanya sambil cengengesan.
Baru pernah seumur hidupnya Sherin mendengar perkataan yang sangat merendahkannya itu, omongannya benar-benar rendah dan menjijikkan menyebabkan bulu kuduknya merinding ketakutan. Susah payah akhirnya dia bisa bangkit kembali dan berusaha mencapai pintu, namun ketika sudah dekat pintu itu membuka, Nurdin, sopirnya muncul di depan pintu.
“Bang Nurdin, tolong Bang…ada orang gila !” katanya terbata-bata karena masih gemetar.
Namun kelegaannya cuma sebentar saja, karena Nurdin malah mendorongnya ke arah Imron yang dengan sigap menangkap tubuhnya, ketika dia mau menjerit, tangan kokoh Imron langsung membungkam mulutnya sementara tangan satunya mengunci kedua pergelangannya yang telah ditelikung ke belakang. Nurdin menggeser meja dosen untuk mengganjal pintu, setelahnya dia mulai menghampiri nona majikannya itu.
“Lebih baik Non berhenti ngelawan, inget Non kesini buat apa ? Non pengen rekaman ini diliat orang lain ? dimana nanti mukanya mau ditaruh Non ?” ancam Imron sambil tetap membekap mulut Sherin “Coba aja kabur atau teriak, rekaman ini bakal tersebar, tinggal kirim ke sembarang nomor di HP ini !”
Sherin tidak tahu harus berbuat apa lagi dalam situasi seperti itu. Ketakutan akan dicelakai dan rekamannya tersebar membuat rontaannya berkurang dan pasrah pada nasibnya.
“Binatang lu, tega-teganya berbuat gini ke gua, kacung ga tau diuntung !” maki Sherin pada Nurdin dengan tatapan penuh kebencian.
“Hehehe, udah gini masih bisa galak juga Non !” Nurdin terkekeh sambil mengelus pipi majikannya “denger yah, saya juga udah ga tahan kerja buat cewek sombong kaya Non ini, besok saya juga mau keluar kok, tapi sebelum keluar saya mau ngasih Non kenangan manis dulu dong !”
Wajahnya makin pucat mendengar perkataan itu, dia sadar sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, dia sudah dalam cengkeraman mereka. Keangkuhannya runtuh seketika itu juga, dadanya sesak dipenuhi emosi karena dikhianati, direndahkan dan diancam.
Tatapan mata Nurdin yang penuh nafsu binatang itu membuat nyalinya ciut sehingga memalingkan muka tak berani menatapnya, wajahnya jadi memelas memohon belas kasih. Tiba-tiba dirasakan darahnya berdesir ketika Nurdin menggerayangi pahanya yang jenjang.
“Udah daridulu gua pengen megang nih paha, akhirnya bisa juga sekarang, gile mulusnya!” komentarnya
Tangan Nurdin meraba makin naik hingga menyingkap roknya dan meremasi bongkahan pantatnya, sementara dari belakang Imron meremas payudara kirinya. Air mata Sherin pun mengalir dan memohon-mohon minta dilepaskan.
“Jangan, jangan perkosa saya, ampun !” katanya terisak
“Santai Non, nanti juga enak kok” sahut Imron
Nurdin mulai menciumi pipi Sherin, leher dan telinga juga tak luput darinya, Hembusan nafas dan lidahnya membuatnya bergidik juga merasakan sensasi aneh yang meskipun dia menolaknya tapi ingin terus merasakannya.
Kemudian tangannya meraih kepala Sherin dan mencium bibirnya yang tipis dengan kasar, dia menggeleng-gelengkan kepala berusaha menolak, namun Nurdin pegangan Nurdin pada kepalanya terlampau kuat sehingga terpaksa diterimanya serbuan bibir sopirnya itu.
Eeemmhh…emmphhh !” hanya itu yang terdengar dari mulutnya yang tersumbat bibir Nurdin yang atasnya ditumbuhi kumis tipis seperti tikus.
Tangan Nurdin kini sudah meraba kemaluannya yang masih tertutup celana dalam, jari-jarinya bergerak liar mengosoki belahan kemaluannya. Sementara Imron makin bernafsu meremasi payudara Sherin, perlakuan kasarnya membuatnya ingin menjerit kesakitan tapi mulutnya tersumbat bibir Nurdin sehingga bibirnya yang terkatup malah terbuka dan lidah Nurdin pun menerobos masuk, lidahnya menyapu rongga mulut Sherin dan beradu dengan lidahnya.
Imron mulai mempreteli kancing baju Sherin dan menarik lepas baju itu dari tubuhnya. Kini tubuh atas Sherin cuma tersisa bra pink.
“Bukain kaitnya Pak Imron, daridulu gua penasaran pengen liat toked majikan gua ini !” kata Imron tak sabaran
Imron pun melucuti branya, Sherin menutupi payudaranya dengan tangan dan terus memohon agar mereka tidak meneruskan aksinya. Tanpa mempedulikan ocehannya, Nurdin menyingkirkan tangan yang menghalanginya itu. Terpesonalah keduanya melihat keindahan buah dada Sherin yang putih, kencang dan berputing kemerahan itu.
“Wah majikanlu tokednya bagus banget, putih bulat kaya bakpao !” kata Imron sambil mengusap-usap payudara itu.
“Iya nih, pentilnya juga ngegemesin, imut gini !” timpal Nurdin yang tangannya memencet puting itu dan menarik-nariknya.”Nah, sekarang coba kita liat bawahnya !”
Sherin berusaha menahan roknya dengan tangan ketika Nurdin akan memelorotinya, tapi kemudian Imron kembali menelikung tangannya ke belakang sehingga dengan leluasa
Nurdin membuka sabuk dan resletingnya, rok itu pun meluncur jatuh melalui kakinya, disusul celana dalamnya dipeloroti hingga ke lutut. Kedua orang itupun kini dapat menikmati tubuh polos Sherin, tangan-tangan hitam kasar itu berkeliaran menggerayangi lekuk tubuhnya yang indah. Nurdin yang berjongkok mulai menyentuh kemaluannya yang dilebati bulu-bulu tipis yang tercukur rapi.
“Hhmm…memek yang bagus, masih rapat, jembutnya juga rapih, gua suka yang kaya gini !” celoteh Nurdin
Dari belakang Imron mencaplok kedua payudaranya, jari-jarinya memencet-mencet dan memilin-milin putingnya sehingga Sherin pun terpancing libidonya, nafasnya makin berat. Walaupun sesekali dia memelas minta dilepaskan, namun tubuhnya berkata lain, terlebih ketika lidah panas Imron menyapu telak leher dan belakang telinganya. Saat itu satu tangan Imron turun ke bawah dan meremas pantatnya, jarinya terkadang menyentuh anusnya, belum lagi jari dan lidah Nurdin yang kini sedang bermain di vaginanya. Perbuatan mereka membuat Sherin semakin tak berdaya, tak berdaya karena nikmat dan tak cukup tenaga untuk melawan.
Mereka lalu menurunkan tubuhnya hingga terbaring di lantai, dia merasakan dinginnya lantai menyentuh punggungnya. Nurdin melepas celana dalam yang menyangkut di tungkainya dan dibukanya sepasang paha itu, wajahnya mendekati kemaluannya, lidahnya menjilati paha, pangkal paha, hingga akhirnya menyentuh bibir vaginanya. Di tempat lain Imron dengan rakus mencium dan menghisap payudaranya, lidahnya yang menari-nari liar itu menyebabkan puting itu makin mengeras.
“Toked yang montok, eemmhh…sluurpp…!”
Beberapa menit lamanya Imron mengeksploitasi payudara Sherin sebelum akhirnya jilatannya meluas ke lekuk tubuh lainnya, ketiak, bahu, leher, hingga akhirnya bibir mereka bertemu. Dari matanya yang terpejam air mata terus mengalir, namun birahinya terus naik tak terkendali.
“Hhhmmpphh…!” rintih Sherin tersendat saat lidah sopirnya menyentil-nyentil klitorisnya, tubuhnya menggeliat-geliat menahan siksaan birahi itu.
“Udah mulai kerasa enaknya kan Non,tuh udah banjir gini !” ejek Nurdin sambil terus menjilatinya.
Kalah oleh desakan nafsunya, Sherin pun tak terasa membalas permainan lidah Imron, untuk mengurangi rasa jijik dia membayangkan yang dicium itu adalah Frans. Dia merasakan kemaluannya sudah sangat basah akibat jilatan sopirnya, tak lama kemudian dirasakan badannya menggelinjang. Mereka tertawa-tawa melihat reaksinya.
“Hahaha…akhirnya nikmatin juga kan !” ejek Imron
“Dasar perek, munafik, tadi sok jual mahal, tapi baru digituin dikit aja udah keenakan !” timpal Nurdin
Betapa panasnya telinga Sherin mendengar hinaan seperti itu, apalagi yang mengucapkan adalah sopirnya sendiri, dia tak menyangka sopirnya sampai setega itu padanya, dia mulai menyesali seandainya dulu dia bersikap baik padanya mungkin kejadian hari ini tidak akan menimpanya, tapi segalanya sudah terlambat.
Kini Nurdin menariknya hingga berlutut di depan selangkangannya, lalu dia membuka celananya sendiri. Dan terlihatlah kemaluannya yang membuat Sherin terkesiap karena panjangnya, lebih kaget lagi saat dia melihat milik Imron yang sudah berdiri di sebelahnya karena miliknya walaupun tak sepanjang sopirnya namun lebih kokoh dan berurat. Sambil berkacak pinggang seolah tanda kemenangan, Nurdin memerintahkan anak majikannya mengoral penisnya. Di bawah ancaman, Sherin meraih penis itu dengan tangan gemetar lalu sambil menutup mata menahan rasa jijik dimasukkannya benda itu ke mulutnya.
“Huehehe…baru kali ini gua liat majikan nyepongin sopirnya, hebat, hebat !” ejek Imron melihat adegan itu.
“Sepongannya yahud banget, daripada nyepongin pacar Non yang kontolnya kecil itu mendingan yang saya kan, lebih gede, lebih muasin lagi !” Nurdin menimpali
“Ayo Non, yang saya juga pengen diservis !” Imron meraih tangan Sherin dan meletakkannya pada penisnya.
Sherin mengulum dan mengisap penis sopirnya sambil tangannya sesekali mengocoknya, sementara tangan satunya mengocok punyanya Imron. Sepuluh menit lebih dia mengocok dan mengulum penis kedua jahanam itu secara bergantian. Dia menyadari betapa kotor dirinya saat melakukan hal itu, tapi entah dorongan apa yang membuatnya merasa terangsang dan menikmati perlakuan mereka.
“Sshhh…sshh…mau ngecrot nih Non, ditelen yah…awas kalo dimuntahin !” perintah Imron sambil melenguh nikmat.
Akhirnya dengan satu lenguhan panjang Imron, menekan kepala Sherin ke selangkangannya sehingga batang itu melesak lebih dalam ke tenggorokan gadis itu lalu menumpahkan isinya yang kental disana. Cairan itu langsung memenuhi mulutnya dan tertelan tanpa bisa ditahan. Sherin gelagapan dan meronta ingin melepaskan benda itu tapi Imron menahan kepalanya dan kalah tenaga. Dia langsung terbatuk-batuk dan nafasnya terengah-engah mencari udara segar begitu Imron mencabut penisnya, aroma sperma yang menusuk itu masih terasa di mulutnya.
Sherin sempat beristirahat sekitar dua menitan sebelum Nurdin menarik pergelangan kakinya dan membentangkan kedua pahanya, lalu dia mengambil posisi diantara kedua paha itu.
“Ok, Non sekarang saatnya ngejos hehehe!” seringainya mesum
“Jangan Bang, saya mohon…oohh, maafin saya !” Sherin mengiba dengan berurai air mata.
“Waktu saya minta maaf dulu, Non juga ga maafin, enak aja sekarang minta maaf !” cibir Nurdin tanpa menghentikan aksinya mendorong penisnya memasuki vaginanya.
“Sakit…akh…lepaskan…uuhh !” rintihnya saat penis sopirnya menyeruak masuk menggesek dinding kemaluannya.
“Ooohh…enak tenan memeknya Non biar udah ga perawan tapi masih seret !” komentar Nurdin
“Tuh kan kebukti kontol pacarnya kecil, kalo ngga pasti udah ga seseret sekarang, ya ga Din !” sahut Imron disambut gelak tawa keduanya.
“Siap yah Non, saya bakal ngebuktiin kalo saya lebih bisa muasin Non daripada pacar Non itu, hiihh !” habis mengucapkan kalimat itu Nurdin langsung menyodokkan penisnya diiringi erangan panjang Sherin.
Nurdin terus menghentak-hentakkan pinggulnya membuat tubuh Sherin berkelejotan, mulutnya mengap-mengap mengeluarkan rintihan yang justru membuat kedua orang itu tambah bernafsu.
“Ayo liat sini, asyik nih buat nambah koleksi gua !” sahut Imron mengarahkan cameraphone itu pada mereka.
“Jangan…tolong jangan ahhh…direkam…ahhh !” Sherin mencoba menutupi wajahnya dengan tangan
Namun Nurdin malah merentangkan kedua tangannya itu ke samping sehingga Sherin tidak bisa menutupi wajahnya lagi. Nurdin tertawa-tawa melihat ke arah kamera seolah bangga bisa menikmati tubuh majikannya yang cantik itu. Sekitar tiga menit Imron mengabadikan adegan perkosaan itu sebelum dia sendiri bergabung menikmati tubuh mulus itu.
Imron menggerayangi seluruh tubuh Sherin serta menjilatinya, leher jenjang itu dicupangi sampai memerah. Lidah Imron yang menggelitik tubuhnya membuatnya makin menggelinjang.
“Busyet, baru pernah gua main sama anak juragan sendiri, ternyata asoynya ga ketulungan !” kata Nurdin sambil terus menyetubuhinya tanpa ampun.
Tak lama kemudian, tubuh Sherin mengejang dan menekuk ke atas sampai tulang-tulang rusuknya terjiplak di kulitnya. Dia merasa seperti ada suatu ledakan hebat dari dalam tubuhnya yang tidak bisa ditahan dan menyebabkan tubuhnya menggelepar-gelepar bak ikan keluar dari air. Tidak dapat disangkal bahwa perasaan itu nikmat luar biasa melebihi kenikmatan yang pernah dirasakan bersama pacarnya. Nurdin masih terus menggenjotnya selama beberapa menit ke depan, dan akhirnya dia pun mencabut penisnya lalu buru-buru mendekati wajah Sherin dimana dia menyemprotkan spermanya. Cairan putih kental pun berceceran membasahi wajah dan rambut gadis itu. Sebelum sempat membersihkan cairan berbau tak sedap itu dari wajahnya, Imron sudah mengambil giliran memperkosanya.
Imron membalikkan tubuhnya yang masih lemas itu ke posisi telungkup, kemudian pantatnya dia tarik hingga menungging.
“Aaahhkkk…aahh !” erang Sherin dengan mata terbelakak, kedua tangannya mengepal keras ketika Imron melakukan penetrasi dari belakang.
Setidaknya dia masih bersyukur karena Imron tidak mengincar anusnya, terbayang olehnya betapa sakitnya di anal seks dengan penis sebesar itu sementara anusnya masih perawan. Berkat bantuan cairan kemaluannya, penis Imron lebih mudah menusuk vaginanya, itupun masih terasa nyeri.. Dia mulai mengocok vaginanya, mulanya perlahan tapi lama-lama kecepatannya semakin meningkat. Sherin sebentar mendesah, sebentar menggigit bibir merasakan kenimatan yang diberikan Imron, sepertinya dia sudah begitu mengikuti permainan yang dipimpin oleh dua pemerkosanya itu. Rasa jijik dan marah yang sedaritadi menyelubunginya berubah menjadi gairah kenikmatan, setidaknya untuk saat ini. Semakin kasar perlakuan yang diterimanya semakin nikmat rasanya, pinggulnya pun ikut bergoyang mengimbangi irama genjotan Imron. Desahan yang keluar dari mulutnya makin menunjukkan kenikmatan bukannya desahan korban perkosaan.
Nurdin menaruh kursi di depan Sherin dan duduk di sana, selain kaos berkerahnya, bagian bawahnya sudah telanjang. Tubuh atas Sherin yang bertumpu di lantai itu diangkatnya ke antara dua pahanya.
“Ayo…Non tadi belum dibersihin nih, jilatin sampai bersih yah !” suruhnya
Tanpa harus disuruh kedua kalinya, Sherin yang sudah setengah sadar itu, meraih batang itu lalu menyapukan lidahnya membersihkan cairan yang belepotan di sana, sesekali dimasukkan ke mulut dan diemut sehingga pemiliknya merem-melek dan melenguh keenakan, penis itu pun perlahan-lahan membesar lagi di dalam mulutnya. Sementara dari belakang Imron masih asyik menyodok-nyodok vaginanya sambil kedua tangannya berpegangan pada kedua payudaranya. Butir-butir keringat sudah nampak pada kulit punggungnya seperti embun, wajahnya pun sudah bersimbah peluh bercampur sperma. Suatu saat Imron membenamkan penis itu hingga mentok dan memuntahkan isinya di dalam sana, tubuh pria itu mengejang sambil mengerang dengan suara berat. Nampak cairan putih itu meluber di sela-sela kemaluan Sherin membasahi daerah sekitar selangkangannya.
Mereka berganti posisi lagi, Nurdin berkata bahwa dia ingin mencoba posisi yang pernah dilihatnya di sebuah film porno. Mula-mula diperintahkannya Sherin naik ke pangkuannya berhadapan. Dia sudah memegangi penisnya yang mengacung tegak itu ketika Sherin menurunkan tubuhnya sehingga otomatis penis itupun melesak ke vaginanya diiringi desahan.
“Pegangan yah Non, kalo jatuh jangan salahin saya ntar !” suruhnya
Setelah Sherin berpegangan pada bahunya, Nurdin pelan-pelan bangkit dari bangku, kedua tangannya menopang pantat Sherin sehingga kini posisinya digendong Nurdin dengan kedua tungkai menjepit pinggang Nurdin. Merasa pijakannya telah mantap, Nurdin pun menyentakkan badannya menggenjot vagina majikannya dengan gaya berdiri.
“Wow…boleh juga jurus baru lu Din, sekali-sekali bisa gua coba nih !” kata Imron
“Berguna juga tuh film bokep, dapat pelajaran baru yang emang sip” sahut Nurdin yang makin ganas menggenjot Sherin. Dengan posisi demikian Sherin merasa vaginanya ditusuk dengan lebih keras dan dalam, payudaranya pun turut bergoyang-goyang seirama badannya.
Nurdin dapat bertahan sekitar belasan menit dalam posisi yang cukup menguras tenaga itu, namun selama itu dia berhasil mengirim Sherin mencapai klimaks. Mereka terus menggarapnya tanpa mempedulikan kondisi Sherin yang sudah kepayahan. Sekarang Imron berbaring di lantai dengan memakai pakaiannya sebagai alas kepala, disuruhnya Sherin melakukan gaya woman on top dengan bergoyang di atas penisnya. Dengan pertimbangan mengakhiri perkosaan itu secepatnya, Sherin pun menaiki penis Imron lalu mulai menaik-turunkan tubuhnya. Belum sampai semenit bergoyang, dari belakangnya Nurdin mendorong punggungnya ke depan sehingga pantatnya agak terangkat.
“Ntar Pak Imron, gua belum keluar nih tadi, sekarang mo nyoba ngejos disini nih !” katanya sambil memasukkan dua jari ke anusnya.
“Jangan Bang, jangan disana, saya takut !” mohonnya saat Nurdin mulai meludahi daerah itu agar licin serta mengeluarmasukkan jarinya sejenak.
“Heh, udah diem aja Non, ntar juga enak kok !” Nurdin mulai membuka lubang itu dan tangan satunya mengarahkan senjatanya ke sana.
Imron yang dalam posisi berbaring memegangi kedua lengan Sherin agar tidak berontak.
“Aaahh…aduh…sakit, ampun Bang, tolong hentikan !” rintih Sherin menyayat hati, tubuhnya mengejang, dan wajahnya meringis menahan perih
Tanpa merasa iba, sopir bejat itu terus saja melesakkan penisnya dan menikmati jepitan dubur itu terhadap penisnya, begitu juga Imron di bawahnya, dia malah makin bergairah melihat ekpresi kesakitan Sherin, sesekali dia menyapukan lidahnya pada payudara yang menggelantung dekat wajahnya. Mereka berdua pun mulai menggenjot tubuh Sherin, dua penis menghujam-hujam vagina dan anusnya, sungguh suatu derita birahi yang luar biasa dialami gadis malang itu.
“Gile, masih perawan loh pantatnya, sempit banget sampe berdarah gini !” kata Nurdin sambil meremasi bongkahan pantatnya.
Darah segar memang mulai nampak pada kulit pantatnya yang putih dan tangisan Sherin pun makin menjadi, namun itu tidak mengurangi kebiadaban kedua orang itu.
Beberapa saat kemudian ketiganya mencapai orgasme dalam waktu hampir bersamaan, yang paling awal adalah Nurdin, mungkin karena sempitnya, sperma itu menyemprot di dalam pantatnya dan meluber keluar bercampur cairan darah. Sherin pun menyusul beberapa menit kemudian bersamaan dengan Imron yang menumpahkan spermanya di dalam vagina Sherin. Tubuh Sherin pun akhirnya ambruk menindih Imron dengan penis masih menancap. Nurdin memakai kembali celananya, dia tersenyum puas sambil menyalakan sebatang rokok. Sebentar kemudian Imron pun bangkit dan melihat jam yang sudah menunjukkan jam lima kurang, dia membuka pintu dan memantau keadaan sekitar, sepi tidak ada ada tanda seseorang lewat sini. Sherin masih terbaring di lantai menangis sesegukan, keringat telah membasahi badannya, daerah selangkangannya penuh lelehan sperma dan di pantatnya sperma itu bercampur darah. Imron mengancamnya bahwa bila dia berani buka mulut atau pindah ke kampus lain, foto dan video klip itu akan disebarluarkan bahkan keselamatan pacarnya pun mungkin terancam.
Setiba di rumah, kedua orang tua Sherin masih belum ada di rumah, papanya memang sedang di luar kota sejak kemarin lusa dan mamanya sedang ikut arisan. Kesempatan ini tidak disia-siakan Nurdin untuk menikmati tubuh Sherin sepuas-puasnya. Dia memperkosa nona majikannya itu di kamar gadis itu serta di kamar mandi yang menyatu dengan kamar itu sekaligus mandi bersama. Sherin sendiri sepertinya sudah pasrah saja menikmati dirinya diperkosa seperti itu, pikirnya toh sudah telanjur basah, mandi saja sekalian. Perkosaan itu baru berhenti ketika mamanya pulang sekitar jam sembilan. Di depan nyonya besar itu, baik Nurdin dan Sherin bersikap seperti biasa, yang satu demi menutupi perbuatan bejatnya, yang lain demi menutupi rasa malu dan tidak ingin menyusahkan orang tuanya. Besoknya memang benar Nurdin mengundurkan diri dengan alasan ingin bekerja di kota lain bersama saudaranya, namun derita Sherin belum berakhir karena dia telah menjadi salah satu budak seks Imron, si penjaga kampus bejat itu.
###########################
Nightmare Campus 4: My Beloved Lecturer
“Ok, kalau tidak ada pertanyaan lagi kuliah hari ini sekian dulu, jangan lupa minggu depan kita kuis” demikian Rania mengakhiri mata kuliah Teori Ekonomi Mikro hari itu.
Rania adalah seorang dosen muda di fakultas ekonomi itu, usianya 26 tahun, berparas cantik dengan rambut sebahu direbonding dan bertubuh indah dengan tinggi 170cm, berat 54 kg, juga kulit putih mulus plus payudara 34B. Kadang orang sering sulit membedakan mana yang mahasiswi mana yang dosen kalau dia berada diantara mahasiswanya dengan pakaian modis. Kebagian mata kuliah yang diajarkannya merupakan suatu berkah bagi para mahasiswa, karena selain ngajarnya enak dan orangnya gaul sehingga mudah dekat dengan yang diajar, juga menyegarkan mata dengan melihat wajah cantiknya yang kata mereka mirip Kelly Lin dan tubuh indahnya terutama kalau memakai pakaian ketat atau rok agak pendek.
Setelah kuliah selesai semua mahasiswa keluar dari kelas, kecuali satu mahasiswi, Ellen (baca eps. 1), dia menutup pintu ruang kuliah setelah yang lain keluar dan menghampiri Rania yang sedang membereskan barang-barangnya.
“Eeemm…Ci Nia(beberapa mahasiswa memanggilnya demikian karena umurnya tidak beda jauh dengan mereka) bisa kita bicara sebentar ?” kata Ellen
“Ada apa Len, masalah tugas lagi yah ?” jawab Rania tersenyum ramah
Awalnya memang Ellen menanyakan tentang pelajaran yang tidak dia mengerti, kemudian topik beralih, Ellen mulai curhat mengenai dirinya yang sedang cekcok dengan pacarnya sehingga tidak konsen dalam belajar. Rania yang memang dekat dengan mahasiwa/i nya mendengar dan menghiburnya sehingga mereka malah makin hanyut dalam obrolan wanita sementara jam sudah hampir menunjukkan pukul enam, langit pun mulai gelap, suasana di lantai itu sudah sepi karena itu kuliah terakhir.
Akhirnya Rania pun bangkit dan mengajak Ellen pulang mengingat hari sudah malam
“Yuk kita sambil jalan aja ngobrolnya, udah malem gini, jadi serem nih” ajaknya.
“Ci, bisa bantu saya satu hal lagi ga ?” tanya Ellen lagi, kali ini dia mendekati Rania, digenggamnya kedua lengan dosennya itu sambil menatap matanya.
“Nggg…eh ada apa lagi sih Len ?” Rania jadi gugup karena sikap mahasiswinya itu
Suasana hening beberapa detik, keduanya saling tatap sebelum tiba-tiba Ellen memagut bibir dosennya itu. Rania tersentak kaget, dia melepaskan ciuman itu dan melotot memandangi Ellen.
“Len…kamu…mmmhh!” sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya Ellen sudah kembali menciumnya.
Rania sempat berontak selama beberapa saat namun ciuman dan belain Ellen pada daerah sensitifnya membuat gairahnya naik, baru kali ini dia melakukannya dengan sesama jenis, dirasakannya kenikmatan yang berbeda yang menggodanya untuk meneruskan lebih jauh.
Rangsangan dari dalam dirinya dan menyebabkan Rania pun menyambut ciuman mahasiswinya itu. Lidah mereka bertemu, saling jilat dan saling membelit. Sementara itu tangan Ellen meremas lembut payudara Rania dari luar, Rania sendiri sudah mulai berani mengelus punggung Ellen, tangan satunya mengelus pantatnya yang masih terbungkus celana ketat sedengkul warna hitam. Keduanya terlibat dalam ciuman penuh nafsu selama lima menit, dan ciuman Ellen pun mulai turun ke lehernya.
“Sshhh…kurang ajar juga kamu Len !” desisnya dengan nafas memburu.
Ellen mulai menciumi pundak Rania sambil kedua tangannya memegangi leher kaos lengan panjangnya yang berleher lebar itu dan mulai memelorotinya sehingga bra putih di baliknya terlihat, dia turunkan juga cup bra itu hingga terlihatlah sepasang gunung kembarnya yang membusung kencang. Jari-jari lentik Ellen mengusapinya dengan lembut sehingga Rania pun hanyut dalam kenikmatan.
“Gimana Ci, asyik kan ? Ci Nia jadi tambah cantik kalau lagi horny gitu loh” Ellen tersenyum nakal sambil memilin-milin kedua puting dosennya.
“Mmhh…eengghh…udah dong Len, sshh…ntar ada yang tau !” desahnya merasakan kedua putingnya makin mengeras.
“Tenang Ci, disini aman kok, ini kan tingkat empat, kita have fun bentar yah !”
Kemudian Ellen mencumbui payudara Rania, lidahnya menyapu-nyapu puting kemerahan yang sudah menegang itu. Rania hanya bisa mendongak dan mendesah merasakan nikmatnya. Tangan Ellen sudah mulai menyingkap rok selutut Rania dan merabai pahanya yang putih mulus itu.
“Hhhssshh…eeemmmhh !” Rania mendesis lebih panjang dan tubuhnya menggelinjang ketika tangan Ellen menyentuh kemaluannya dari luar celana dalamnya.
Seperti ada getaran-getaran listrik kecil yang membuat tubuhnya terasa tersengat dan tergelitik saat jari lentik Ellen menyusup lewat pinggir celana dalamnya dan menyentuh bibir vaginanya, daerah itu jadi basah berlendir karena sentuhan-sentuhan erotis itu.
Kenikmatan mereka tiba-tiba dibuyarkan oleh suara pintu dibuka, seseorang muncul dari sana sambil tertawa-tawa.
“Hahaha…bagus-bagus, adegan yang hebat, Bu Rania yang terpelajar itu ternyata begini kelakuannya di luar jam kuliah, hebat sekali !” Imron, si penjaga kampus bejat itu tertawa dan bertepuk tangan
Rania pun refleks melepaskan diri dari pelukan Ellen dan merapikan pakaiannya dengan tergesa-gesa, wajahnya memerah menahan malu.
“Saya pernah baca di tata tertib kampus bahwa kalau ada ketahuan mahasiswa yang berbuat tidak senonoh di kampus akan dipecat, tapi sekarang dosen yang harusnya ngasih teladan malah berbuat gini, wah-wah mau jadi apa nih bangsa ini kalau pendidiknya saja kaya ini !” tambahnya sambil geleng-geleng kepala.
“Eehhmm…maaf Pak kita sedikit khilaf, ini ada sedikit uang rokok buat Bapak, anggap aja yang tadi ga ada yah Pak !” Rania berbicara agak gugup dan mengambil selembar limapuluh ribuan dari tasnya.
“Aahh, simpan saja uang Ibu itu, supaya rahasia Ibu aman saya cuma mau…!” Imron menatapi tubuh Rania dari atas sampai bawah sebagai ganti kata-katanya yang tidak diteruskan. Tatapan matanya sangatlah mesum dan membuat kedua wanita itu merinding.
“Jangan yang engga-engga lah Pak, ini ambil atau nggak sama sekali !” Rania yang mengerti apa kemauan Imron dengan kesal menjatuhkan lembaran uang itu ke bangku di dekatnya. “Lagian siapa sih yang bakal percaya omongan Bapak, paling juga dianggap gosip murahan, jadi jangan mimpi , ayo Len kita pulang !” tambahnya sambil mengambil tasnya bersiap untuk meninggalkan ruangan. Terlihat sekali dia bersikap judes untuk menutupi kegugupannya.
“Tapi kalo disertai bukti ini tentunya bakal jadi gosip mahal kan ?” Imron mengeluarkan cameraphone itu dari sakunya dan menunjukkan beberapa gambar adegan lesbian barusan.
Kontan saat melihat itu semua Rania kaget sekali, dia tertegun sesaat berharap ini hanyalah mimpi.
“Bajingan !” bentaknya, Rania naik darah dan mau merangsek ke depan namun Ellen menahannya.
“Hahaha…marah ya ? kenapa ga marahin juga perek di sebelah Ibu itu, dia kan juga ikutan dalam rencana ini ?” Imron mengejek dengan senyum kemenangan.
“Hah…Ellen, jadi kamu…?” Rania tercekat seakan tidak percaya semuanya.
Jelaslah kini bahwa yang terjadi sejak bubaran kelas tadi sudah diatur dalam rencana jahat Imron, Ellen yang sudah menjadi budak seksnya hanyalah pion untuk menjebak dosennya itu dan diam-diam Imron mensyuting mereka dari lubang angin di atas pintu ketika mereka bermesraan tadi.
“Maafin saya Ci, saya juga dijebak dan dipaksa jadi gak ada pilihan lain” Ellen tertunduk tak berani melihat wajah dosennya dan terisak.
“Nah, sekarang gimana nih keputusannya Bu, saya yakin Ibu juga masih konak gara-gara tadi sempat tanggung, ya ga ?” Imron mulai berjalan mendekatinya.
Tiba-tiba Ellen maju ke depan menghalangi Imron yang hendak memeluk Rania.
“Pak, saya rela Bapak perlakukakan apapun, tapi tolong jangan libatin Ci Nia, dia itu orang baik !” mata Ellen yang berkaca-kaca saling tatap dengan Imron dan memohon padanya.
Imron hanya menyeringai membalas tatapannya, diangkatnya dagu gadis itu, tiba-tiba…’plak !’ sebuah tamparan mendarat di pipinya. Ellen limbung ke belakang dan Rania sempat menjerit kecil sambil mendekap tubuh mahasiswinya itu.
“Masih mau jadi pahlawan, heh ?” kata Imron, dengan santainya dia meraih sebuah bangku dan duduk disana.
“Non Ellen, sini !” perintahnya
Rania menatap mahasiswinya itu seraya menggelengkan kepala seolah mengatakan ‘jangan turuti dia’, namun Ellen malahan melepas genggaman tangan dosennya dan berjalan ke arah pria setengah baya itu.
“Maaf !” cuma itulah yang terucap dari mulutnya.
Kini Ellen telah menjadi salah satu budak seks Imron yang mau tidak mau menuruti apa yang dikehendaki Imron terhadapnya. Sejak diperkosa di basement parkir beberapa bulan yang lalu, beberapa kali Imron kembali melampiaskan nafsu binatangnya padanya baik dalam seks kilat, oral seks, maupun hubungan badan sepenuhnya. Lama-lama dirinya pun mulai menikmati disamping ada perasaan malu dan bersalah juga pada pacarnya. Imron kini membuka lebar pahanya dan disuruhnya gadis itu berlutut di depannya. Kemudian dia memberi syarat dengan menggerakkan bola matanya ke bawah.
“Sekarang?” Ellen yang sudah tau apa yang diinginkan Imron sepertinya ragu melakukannya.
“Iya dong Non, biar dosen kamu tahu enaknya, kita ajarin juga dia caranya !”
Seolah dihipnotis, Ellen pun mulai membuka resleting celana Imron dan menurunkan celana dalam di baliknya sehingga tersembullah penis yang sudah mengacung tegak itu.
“Ellen, hentikan !” Rania berseru mencegah hal lebih lanjut.
“Lho kok Ibu main larang-larangan sih, orang dianya sendiri yang mau kok, tuh liat !” kata Imron “Ayo Non, sekarang mana servisnya, ayo jangan malu-malu, dia juga nanti ikutan kok !”
“Ya Tuhan, Ellen…kenapa…kenapa !?” Rania terperangah sampai membekap mulutnya sendiri melihat mahasiswinya mulai mengoral penis Imron, tangannya yang mungil itu sesekali mengocoknya, yang lebih gila dia juga terlihat begitu menikmatinya, padahal dirinya sudah merinding melihat penis hitam bersunat yang kepalanya agak merah itu.
“Aahh…enaknya, lihat sendiri kan Bu, murid Ibu aja ketagihan sama kontol saya” Imron mengelus rambut Ellen menyuruhnya terus mengulum “Cepetan Bu gimana keputusannya, mungkin Ibu gak takut risiko perbuatan Ibu tadi, tapi apa Ibu gak kasian kalo gambar-gambar syur murid Ibu ini tertempel di papan pengumuman ?”
Ellen terhenyak dan menghentikan kulumannya
“Heh, siapa suruh berhenti, cepet terusin ! jangan ikut campur !” bentak Imron menyuruh Ellen meneruskan kegiatannya.
“Iya-iya, oke, saya menyerah Pak, tapi tolong jangan mempersulit dia lagi !” jawab Rania panik “dan tolong, jangan omong apa-apa tentang semua ini” tambahnya gugup.
“Nah, gitu dong Bu, baru namanya dosen yang baik, ayo dong, sini mendekat kalau memang setuju !” Imron melambaikan tangan menyuruhnya mendekat.
Rania berhenti di sebelah Imron, perasaannya luar biasa galau, marah, jijik, dan takut, namun dia juga mulai terangsang melihat Ellen mengoral Imron di depan matanya. Semua dia lakukan karena tidak ada pilihan lain untuk menutupi aibnya, juga demi muridnya. Darahnya berdesir ketika tangan kasar itu meraih betisnya, tangan itu terus naik mengangkat roknya dan mengelusi pahanya yang mulus.
“Paha yang indah, pasti waktu Ibu ngajar mahasiswanya ngebayangin bisa ngeliat ke dalam sini heheheh !” celoteh Imron
Rania hanya memalingkan wajahnya ke samping dengan perasaan sangat terhina dengan perlakuan seperti itu. Sikap pasrahnya membuat Imron makin menjadi, tangannya makin menjalar ke atas hingga meremas pantatnya.
“Wuih, montok amat sih Bu, betah deh saya lama-lama di kelas kalo jadi murid Ibu” katanya mengagumi keindahan tubuhnya “dibuka aja Bu roknya, biar lebih afdol !”
Imron mengulurkan tangannya yang satu untuk membuka ikat pinggangnya dan disuruhnya Rania membuka resletingnya di belakang. Dengan berat hati Rania pun membuka resletingnya hingga rok itu meluncur jatuh. Setelah rok itu lepas, maka yang nampak adalah sepasang paha jenjang Rania yang mulus dengan celana dalam pink menutupi daerah terlarangnya. Imron lalu merangkul pinggang ramping itu membawa tubuhnya lebih mendekat. Paha mulus itu lalu dia ciumi inci demi inci sementara tangannya mengelusi paha yang lain. Rania merinding merasakan sapuan lidah dan dengusan nafas pria itu pada kulit pahanya, libidonya makin naik apalagi melihat Ellen yang tengah menjilati kepala penis itu sambil memijit zakarnya.
“Ssshhh…!” sebuah desisan keluar dari mulutnya ketika jari Imron menyentuh bagian tengah celana dalamnya.
Secara perlahan Imron menurunkan celana dalam itu hingga ke lutut, matanya nanar memandangi kemaluan Rania yang masih rapat dan berbulu lebat itu.
“Pelan-pelan yah, usahain jangan cepat keluar, ntar dosen Non ga kebagian !” dia berpesan sejenak pada Ellen sebelum kembali memusatkan perhatiannya pada vagina Rania.
Selanjutnya Imron membenamkan wajahnya pada kemaluan Rania, dengan rakus menjilati vaginanya. Tangan kirinya mengelusi paha dan pantatnya, terkadang jarinya iseng menyusup ke pantatnya.
“Aahhh…Pak…aahhh…jangan !” Rania mendesah antara menolak dan menikmati saat lidah Imron menelusuri gundukan bukit kemaluannya
Tanpa disadari kakinya melebar sehingga memberi ruang lebih luas bagi Imron untuk menjilatinya. Tubuh Rania seperti kesetrum ketika lidah Imron yang hangat membelah bibir kemaluannya memasuki liangnya serta menari-nari di dalamnya. Di tempat lain, Ellen juga makin terangsang melihat adegan Imron dengan dosennya, sambil menjilati penis Imron perlahan, dia juga meremasi payudaranya sendiri. Kedua buah pelir Imron sesekali diemutnya bergantian membuat pemiliknya keenakan, apalagi dengan dilayani dua wanita cantik ini. Rania semakin tak kuasa menahan kenikmatan itu, dia bergerak tak karuan akibat jilatan Imron sehingga Imron harus memegangi tubuhnya.
“Pak…ahhh…oohh !” desahnya dengan tubuh bergetar merasakan lidah Imron memainkan klitorisnya.
“Mmmm….enak kan Bu ?” sahut Imron.”udah dulu ah, sekarang giliran Ibu yang mainin punya saya, ayo jongkok sini !” katanya seraya membuka paha lebih lebar.
Terus terang Rania merasa sangat tanggung Imron menghentikan jilatannya, dalam hati kecilnya sebenarnya masih ingin menikmatinya, namun tidak mungkin dia memintanya lagi demi menjaga harga dirinya. Maka ketika disuruh Imron mengoral penisnya diapun tanpa diperintah dua kali berlutut di hadapan pemerkosanya.
“Eit-eit tunggu dulu Bu, bajunya dibuka aja biar enak” Imron melucuti baju Rania yang baru berlutut di depannya, cup branya sudah melorot karena tidak sempat dinaikan waktu kepergok tadi sehingga langsung mempertontonkan payudaranya “Non juga, yang namanya ngentot mana enak pake baju !” katanya lagi pada Ellen
Ellen pun berdiri sejenak, pakaiannya satu-persatu terlepas dari tubuhnya sampai yang terakhir yaitu celana dalamnya. Diam-diam Rania memperhatikan tubuh indah Ellen dan sempat membandingkan dengan dirinya, dia kagum dan iri dengan lingkar pinggang mahasiswinya yang lebih ramping darinya, namun dia juga merasa bangga dengan payudaranya yang lebih bulat dan membusung dibanding Ellen, bagaimanapun secara keseluruhan keduanya memiliki bentuk tubuh ideal.
Imron menarik tubuh Ellen yang telah polos dan didudukkan ke paha kirinya, dia mulai mengelusi payudaranya, putingnya dia pilin-pilin seperti malam mainan, tangan lainnya menyelusuri lekuk tubuh lainnya.
“Tunggu apa lagi Bu, sekarang giliran Ibu ngelayanin burung saya !” sahut Imron pada Rania yang bengong menyaksikan mereka.
Dengan tangan gemetar dia melingkarkan telapak tangannya pada penis itu, basah dan mengkilap karena sisa ludah Ellen. Baru kali ini dia melihat penis secara langsung, bahkan milik tunangannya yang sedang S2 di Australia pun baru pernah dirasakan bergesekan dengannya ketika petting, namun belum pernah mencoba yang lebih jauh.
“Ayoh cepat, mau foto-fotonya dipajang apa ?” ulangnya tidak sabar sambil memencet payudara Ellen sehingga gadis itu merintih kesakitan.
Tidak tega melihat muridnya disiksa, diapun mulai memasukkan kepala penis itu ke mulutnya. Imron mendesah merasakan kehangatan mulut Rania, sentuhan lidahnya memberi sensasi nikmat padanya. Dengan menahan jijik dia menjilati sekujur batang penis itu.
“Eeenngghh…aahh…aahh !” terdengar desahan Ellen yang payudaranya sedang dikenyot-kenyot si penjaga kampus itu, di vaginanya bercokol tangan kasar itu mengelusi serta mengocok liang kemaluannya.
Rania menggerakan mata melihat ke atas, apa yang dia lihat di sana malah membakar nafsunya yang pelampiasannya dia curahkan dalam bentuk oral seks. Penis itu semakin mengeras dan berkedut-kedut di dalam mulut Rania serta menebar rasa asin. Dia sendiri tidak tahu bagaimana dia bisa segila ini, namun situasi saat itu ditambah jilatan Imron yang tanggung tadi membuat gairahnya menggebu-gebu. Penis yang besar mengerikan itu tidak muat seluruhnya ke dalam mulutnya yang mungil, maka sesekali Imron menekan kepalanya agar bisa masuk lebih dalam lagi
“Lagi Bu, kurang masuk, aahhh…yak gitu dong !” demikian katanya.
Sementara itu vagina Ellen makin banyak mengeluarkan cairan akibat kocokan jari Imron, cairan itu membasahi paha Imron tempatnya berpangku. Imron sedang asyik menjilati payudara kanan Ellen sampai basah kuyup oleh ludahnya, sengaja dia tidak menggigit maupun mengenyotnya dengan maksud mempermainkan nafsu gadis itu, dan benar saja Ellen mendesah makin tak karuan karenanya.
Rasa jijik yang tadinya begitu melingkupinya perlahan-lahan sirna, Rania mulai menikmati oral seks pertamanya, dimaju-mundukannya kepalanya seperti yang pernah dia dengar dari obrolan dengan teman-temannya, lidahnya menjilat memutar kepala penisnya, akibatnya Imron keenakan dan mengerang-ngerang.
“Uuaaahh…terus Bu, enak banget, harusnya Ibu ngajar mata kuliah ngentot juga hehehe !” ejek Imron
Kurang ajar sekali kata-kata itu, Rania merasa harga dirinya direndahkan sebagai seorang wanita terhormat, terpelajar, dan berprofesi sebagai pendidik pula, namun dia telah terpelosok ke dalam perangkap birahi ini, kini dia telah menjadi salah satu budak seks Imron. Tak lama kemudian, dengan tangan kiri tetap menggerayangi payudara Ellen, tangan kanannya menjambak rambut Rania serta menekannya ke selangkangannya. Mata Rania membelakak, dia gelagapan karena mulutnya penuh sesak dengan penis, lebih kaget lagi ketika dirasakan cairan kental hangat memenuhi mulutnya, dia meronta hendak melepaskan diri namun kekuatannya tidak cukup untuk itu. Selama beberapa detik cairan itu menyemprot mulutnya, lalu Imron menarik lepas kepalanya dari penis itu, maka semprotannya yang belum habis pun mengenai wajahnya
Rania langsung batuk-batuk begitu benda itu lepas dari mulutnya karena sempat tersedak dan baru pertama kali mengalami seperti itu. Aroma sperma yang menusuk itu membuatnya jijik dan ingin muntah.
“Non, bantuin tuh dosennya bersihin peju !” perintahnya pada Ellen.
Ellen pun berlutut di samping dosennya dan memegangi pundaknya.
“Maaf Ci !” ucapnya diteruskan menjilati sperma Imron yang tumpah di wajahnya.
Dengan lidahnya Ellen membersihkan sperma yang menyiprat di pipi, hidung, dan dagu dosennya hingga akhirnya mulut mereka pun bertemu. Rania mulai berani melingkarkan tangannya ke tubuh Ellen dan meraba punggungnya yang halus. Demikian juga Ellen, dia membuka kait bra Rania yang sudah tersingkap sehingga bra tanpa tali pundak itu pun terjatuh. Perasaan malu, risih, dan lain-lain hilang karena kenikmatan yang terus menerpa tubuh, kedua wanita muda yang telah telanjang bulat itu berciuman dengan panasnya. Imron benar-benar telah menguasai mereka dengan menjadikan mereka menuruti apa saja fantasi dan hasrat gilanya, segaris senyum pun muncul di wajahnya melihat hasil perbuatan jahatnya.
Imron bangkit dan melepaskan seragam karyawannya, terlihatlah tubuhnya yang berisi dan bekas luka memanjang di dadanya yang menambah kesan sangar.
“Ayo-ayo, yang disini juga dibersihin, masih ada sisanya nih !” sambil menyodorkan penisnya yang masih basah pada mereka.
Imron mendesah merasakan sapuan lidah kedua wanita cantik itu pada penisnya, mereka berbagi mengoral penis itu, ada yang memasukkan ke mulut ada menjilati zakarnya. Cuma sebentar saja Imron memberikan penisnya dioral mereka, setelahnya dia mengangkat lengan Rania hingga tubuhnya berdiri. Rania disuruh nungging dengan tangan bertumpu pada meja, dia sudah merasakan benda tumpul menyentuh vaginanya dari belakang yang berarti sudah memasuki detik-detik akhir kehilangan keperawanannya. Kepala penis itu mulai masuk membelah bibir vaginanya perlahan-lahan, erangan Rania mengiringi masuknya benda itu. Hingga suatu saat Imron mendorong keras penisnya hingga mentok.
“Aaahhkkkk….!!” Rania menjerit dengan mata membelakak, sakit sekali rasanya pertama kali sudah ditusuk penis sebesar itu.
Imron juga melenguh panjang karena penisnya terasa terjepit kencang sekali oleh dinding vagina Rania yang masih sempit. Dia mendiamkan dulu penisnya disana selama beberapa saat menikmati himpitan vaginanya sehingga Raniapun memiliki waktu untuk beradaptasi dan menghirup udara segar.
“Ternyata Ibu emang dosen yang baik yah, murid ibu si perek itu aja waktu saya entot udah jebol duluan, tapi Ibu masih perawan, enak banget loh, huehehe…!!” kata-kata Imron membuat telinga Rania dan Ellen panas.
Penis itu rasanya sungguh menyesakkan bagi Rania, tapi terus terang barang itu juga menuntaskan hasratnya yang sempat tertunda tadi. Perlahan Imron mulai menggenjotnya, dengan bantuan cairan kewanitaan dan ludah penisnya keluar masuk lebih lancer. Tanpa dapat disangkal Rania mulai merasakan nikmat yang tak terlukiskan disamping rasa perih tentu saja. Sambil menggenjot, Imron juga meremasi payudara Rania yang menggantung, putingnya dia main-mainkan sehingga nafsu Rania makin meningkat saja.
Di tempat lain, Ellen berdiri dengan tangannya membelai-belai vaginanya sendiri menyaksikan dosennya diperkosa di depan matanya sendiri. Dalam hatinya berkecamuk berbagai perasaan, di satu sisi dia merasa kasihan melihat dosennya yang ramah dan begitu dekat dengan anak didiknya harus mengalami nasib serupa dengan dirinya dan dia tidak berdaya untuk menolongnya malahan turut andil menjebaknya, namun disisi lain dia juga begitu terangsang melihat penis yang sering menusuknya itu keluar masuk di vagina Rania yang masih sempit. Secara naluriah, Ellen naik ke tengah meja menghadap Rania, kemudian kedua pahanya dia buka.
“Ci Nia, tolong yah…saya gak tahan !” pintanya dengan dua jari membuka bibir vaginanya.
Dorongan birahi yang tinggi menyebabkan Rania mendekatkan wajahnya ke selangkangan muridnya itu, lidahnya pun menyentuh bibir vagina yang merah merekah itu sehingga pemiliknya mendesah.
“Sshhh…uuummm….aaahhh !” desah Ellen menikmati jilatan dosennya pada vaginanya “Emmhh…yahh…disitu Ci, terusin…aaahh !” desisnya lagi ketika lidah Rania bertemu klitorisnya.
Rania membuka pahanya lebih lebar seiring dengan sodokan Imron yang semakin ganas agar tidak terlalu perih. Selain itu dia juga mulai menggerakkan pinggulnya mengikuti irama goyangan Imron. Sementara di atas meja, Ellen mendesah makin tak karuan oleh jilatan-jilatan Rania pada vaginanya, tangannya meremasi dan memainkan putingnya sendiri. Tak lama kemudian, diapun orgasme dengan melelehkan cairan bening dari vaginanya membasahi meja, awalnya Rania merasa aneh begitu cairan itu keluar, sebelumnya belum pernah dia merasakan cairan sesama jenisnya, tapi gelombang birahi yang menerpanya menggerakkan dirinya menjilati cairan itu. Nafas Ellen nampak ngos-ngosan sehingga dadanya turun-naik akibat orgasme yang dialaminya. Hal serupa juga mulai dirasakan Rania, otot-otot vaginanya terasa berkontraksi lebih cepat seperti ada yang mau meledak di bawah sana, cairan yang keluar dari sana juga sepertinya semakin banyak. Akhirnya tubuhnya benar-benar mengejang semua bersamaan dengan erangan panjang, cairan kewanitaan meleleh dari vaginanya tanpa terbendung membasahi paha dalamnya, cairan itu kemerahan karena bercampur darah keperawanannya.
Selanjutnya, Imron membaringkan tubuh Rania di lantai yang dingin lalu dia menindihnya. Diciuminya Rania dengan penuh nafsu. Hhmmphh….Rania gelagapan dan mencoba mendorong badannya tapi tidak mampu. Lidah Imron terus menyapu-nyapu bibirnya yang tipis dan akhirnya memasuki mulutnya, liurnya pun tercampur dengan liur Rania. Bau nafasnya yang tidak sedap membuat Rania terganggu, tapi itu tidak lama karena Imron dengan lihainya membangkitkan kembali gairah Rania dengan menggerayangi tubuhnya, ditambah lagi desahan Ellen yang bermasturbasi di atas meja. Naluri seks Rania bereaksi dengan mengimbangi serbuan mulut Imron, digerakkannya lidahnya membalas lidah Imron yang menjelajahi mulutnya. Sesaat kemudian, mulut Imron turun ke dadanya dan langsung menyambar putingnya, tangannya mempermainkan payudaranya yang satunya. Dengan cepatnya nafsu Rania naik lagi, dia mendesah sambil menggigiti jari, sesekali merintih kalau Imron menggigitnya. Sebentar saja wilayah dada Rania sudah basah bukan cuma oleh keringat tapi juga oleh air liur Imron.
Imron membuka kedua belah paha Rania dan menempatkan dirinya diantara kedua pahanya hingga alat vital mereka bersentuhan. Tangannya mengarahkan penisnya yang besar itu ke sasarannya yang telah pasrah. Badan Rania bergetar begitu penis itu kembali menusuknya, tangannya mencengkram erat bahu Imron. Imron merasa sangat puas melihat ekspresi wajah Rania yang meringis dan merintih-rintih, Imron melakukannya dengan kombinasi kasar dan halus yang tepat sehingga Rania menikmati hubungan badan pertamanya ini. Setelah masuk sebagian, Imron menekan pantatnya hingga penisnya pun terdorong masuk ke vagina Rania.
“Aaaa…aaauuhhh !” terdengar jeritan kecil kesakitan yang bercampur nikmat.
Imron pun mulai menaik-turunkan tubuhnya diatas tubuh telanjang Rania. Rania menggigit bibir bawah menahan nikmat, sesekali mulutnya mengeluarkan desahan. Tanpa disadari tangannya memeluk Imron, si pemerkosa itu, kedua kakinya juga melingkari pinggang Imron seolah mengisyaratkan ‘terus Pak, masukin lebih dalam please’. Bibir tebal Imron menelusuri leher jenjangnya, meninggalkan jejak ludah dan cupangan, selain itu lidah itu juga menggelikitik telinganya.
“Aahh…ahhh…memek Ibu enak banget, baru tau enaknya ngentot kan, heh dosen perek uuhh…mmmhh !” kata Imron dekat telinganya.
Rania sudah tidak mempedulikan lagi hinaan yang merendahkan dirinya itu, sebaliknya kata-kata itu seperti mantra yang meningkatkan gairahnya dan membuatnya patuh bagaikan budak, dan itulah kenyataannya, dia telah menjadi budak seks Imron yang harus patuh dan bersedia diapakan saja. Rania sempat menggulirkan bola matanya untuk melihat keadaan Ellen, mahasiswinya, dia menemukan Ellen diatas kursi sedang mengeluar-masukkan ujung bolpen yang tumpul ke kemaluannya, tangan satunya meremasi payudaranya sendiri sambil menyaksikan dirinya digumuli. Wajah Ellen yang putih itu merona merah akibat terangsang berat. Imron semakin cepat menggerakkan pinggangnya naik turun, nafas keduanya memburu dan mendesah tak karuan.
“Aahhh…aahhh !!” akhirnya Rania kembali mencapai klimaksnya, vaginanya semakin banjir saja karenanya.
Gelombang orgasme bagaikan mengangkatnya ke langit ketujuh, matanya merem-melek tidak tahu bagaimana lagi mengekspresikan kenikmatan itu selain dengan desahan panjang.
Sepertinya Imron mengerti keadaan Rania yang sudah kelelahan, dia pun mencabut penisnya yang masih tegak dari vagina Rania. Dipanggilnya Ellen mendekat lalu disuruhnya berposisi doggie, begitu juga Rania yang masih lemas diaturnya hingga menungging bersebelahan dengan Ellen. Kali ini dia menusuk vagina Ellen sedangkan jarinya mengaduk-aduk vagina Rania. Kemaluan Ellen yang sudah basah berlendir menyebabkan penis Imron tambah kencang sodokannya. Erangan kedua wanita itu memenuhi ruang itu bahkan terdengar keluar dalam jarak dua ruang kelas, namun siapa yang mengetahui apa yang terjadi di ruang itu, pada saat itu sudah tidak ada siapapun disana, satpam pun hanya berjaga di pos depan yang jauh dari situ. Tidak sampai sepuluh menit Ellen yang sejak tadi terangsang berat mencapai orgasmenya, tubuhnya mengejang disertai desahan panjang. Imron melepaskan penisnya dan Ellen pun terkulai lemas di lantai, kembali dia beralih ke Rania. Hari itu Imron memperlakukan Ellen sebagai menu sampingan karena dia masih ingin merasakan kenikmatan lebih jauh dengan menu utama atau mainan barunya, Rania.
Kini disuruhnya Rania dalam posisi merangkak di atas tubuh Ellen yang dia telentangkan. Buah dada keduanya bertemu dan saling menghimpit, Imron mulai menghentakkan tubuhnya yang telah menyatu dengan Rania. Aahh…nikmatnya, Rania merem-melek menikmati sodokan Imron yang dengan puas menggarapnya. Dengan Ellen dia berpelukan dan saling memagut bibir, keduanya beradu lidah dengan liarnya. Lagi enak-enaknya menikmati genjotan dan ciuman, Rania merasa rambutnya ditarik, lengan Imron satu melingkari dadanya juga menariknya ke belakang. Imron mendudukkan diri di lantai sehingga kini Rania berada di pangkuannya dengan memunggunginya. Awalnya Imron menyentak pinggulnya agar penisnya menyodok-nyodok vagina Rania, namun setelah dua menitan Imron menghentikannya dan kini malah Ranialah yang dengan sendirinya menaik-turunkan tubuhnya dengan bersemangat. Dia juga membiarkan Imron mencupangi leher dan bahunya, di depannya Ellen juga ikut mengenyot payudaranya sambil menggosok-gosok kemaluannya sendiri. Dengan mata terpejam, Rania menghayati permainan itu, mulutnya terus menceracau tak jelas.
Tak lama kemudian kembali gelombang orgasme melandanya, daerah selangkangannya semakin basah karenanya. Imron terus menekan-nekan tubuh Rania selama beberapa saat ke depan sampai akhirnya dia pun memenggeram dan memeluk erat Rania. Sesuatu yang hangat terasa di dalam kemaluannya, ya, cairan sperma Imron memang sudah mengisi rongga kewanitaannya, sebagian berleleran ke luar bercampur dengan darah dan cairan vagina. Di saat itu juga Ellen juga mencapai kepuasan hasil gesekan dengan jarinya sendiri, jari-jarinya yang lentik telah basah oleh cairan itu. Setelah puas dengan kehangatan tubuh Rania, Imron melepas pelukannya sehingga Rania tergolek lemas. Setelah reda birahinya, Rania baru mulai didera penyesalan telah mengkhianati tunangannya dan terjerumus ke dalam perangkap seks ini, bahkan sempat menikmatinya. Sekalipun dia seorang wanita yang tegar, saat itu air matanya mengalir tanpa bisa ditahan. Ellen mengangkat punggungnya dan menyandarkannya pada tubuhnya dengan maksud menenangkannya, dalam pelukan Ellen lah Rania menangis terisak-isak. Sementara Imron melihat mereka sambil merokok dan menyeringai puas.
Sejak malam itulah kehidupan Rania berubah seperti halnya para korban Imron lainnya. Di satu waktu mereka memang mahasiswi dan dosen yang terpelajar, wanita-wanita muda yang menikmati hari-hari mereka, wanita yang menjadi teman atau pacar yang baik, namun di lain waktu, ketika ponsel mereka berbunyi atau ketika isyarat dari pria setengah baya itu muncul, mereka harus siap menjadi mesin pemuas nafsu binatang yang entah sampai kapan berakhir, karena merekapun telah terjerat dalam hasrat terliar mereka sendiri. Akankah lingkaran setan ini bertambah besar seiring dengan aksi Imron yang makin merajarela ? Akankah muncul seorang pahlawan yang akan membebaskan wanita-wanita malang ini kelak ? Belum ada yang bisa menjawabnya, setidaknya untuk sekarang.
###########################
Nightmare Campus 5: The Illicit Conspiracy
Sore, jam 4:30, di Universitas ******, gedung D, tempat perkuliahan fakultas arsitektur, kuliah terakhir selesai sejam yang lalu, tempat itu sudah 90 persen kosong karena sebagian besar dosen dan mahasiswanya sudah pulang. Imron baru saja selesai menyapu di lantai tiga, dia berjalan membawa sapu dan ceruk hendak turun dan beristirahat di ruangnya. Ketika melewati ruang jurusan dia mendengar suara desahan disertai rintihan kecil, semakin mendekati ruangan itu, semakin jelas pula suara-suara itu terdengar. Seringai mesum muncul di wajah kasarnya, ‘mangsa baru’ demikian yang langsung terlintas dalam pikirannya. Mengendap-endap dia mendekati ruangan itu, namun…’sialan’ katanya dalam hati, jendela itu yang bagian atasnya kaca bening tertutup tirai. Akalnya jalan, buru-buru dia ke menuruni gedung itu menuju gudang, sapu dan ceruk itu ditaruhnya lalu diambilnya sebuah bangku tinggi dan segera kembali ke tempat tadi. Dengan hati-hati dia menaiki bangku itu tanpa menimbulkan suara mencurigakan, melalui lubang angin lah dia dapat melihat sumber suara itu.
Mata Imron yang cekung ke dalam itu melotot menyaksikan apa yang dilihatnya. Di atas sofa, Pak Dahlan, dosen sekaligus ketua jurusan arsitektur sedang mencumbui payudara seorang gadis cantik. Si gadis duduk di pangkuannya dengan kaos dan cup bra tersingkap ke atas, kepalanya menengadah dengan mata terpejam sesekali mendesah. Tangan Pak Dahlan memasuki rok gadis itu mengelusi paha putih mulusnya, sebentar kemudian tangannya keluar dari rok itu, kali ini beserta sebuah kain warna putih, oh rupanya dia menarik lepas celana dalam gadis itu. Si gadis juga menggerakkan kakinya membantu celana dalam itu lolos. Setelah celana dalam itu jatuh ke lantai, Pak Dahlan melumat bibir mungil gadis itu, mereka saling kecup, lidahnya pun saling sedot, tangan Pak Dahlan meremasi payudara montok gadis itu, sedangkan tangan gadis itu melingkari punggung Pak Dahlan. Mereka demikian hanyut dalam birahi sampai tidak tahu sepasang mata sedang menintip mereka bahkan memotret mereka dengan cameraphone. Sungguh kontras perbedaan keduanya, si gadis berparas cantik dan bertubuh putih langsing, sementara Pak Dahlan bertubuh tambun dan berkulit sawo matang, rambutnya agak bergelombang dengan kumis di atas bibir tebalnya. Dari segi usianya, Pak Dahlan adalah duda berumur limapuluhan, sebaya dengan Imron, seusia dengan ayah si gadis itu.
Ternyata benar yang dikatakan kabar burung selama ini bahwa Pak Dahlan, bandot tua itu, memang bisa disogok dengan ‘daging mentah’ untuk mengkatrol nilai, dan hal ini berlaku bagi mahasiswi yang punya modal kecantikan. Akal bulus Imron bekerja, kalau saja dia bisa mendekati bandot tua itu, tentunya dia mempunyai koneksi dari kalangan atas yang bisa melindunginya kalau sampai terjadi apa-apa, dengan kata lain ada backing, selain itu juga dia mungkin dapat ikut menikmati korban si bandot tua ini sekaligus memuluskan aksi gilanya. Sungguh rencana jangka panjang yang cemerlang, pengalaman masa mudanya di dunia hitam membentuk dirinya untuk berpikir cepat dan jitu. Dia pun turun dari bangku dan mengetuk pintu. Imron menunggu beberapa saat sebelum pintu terbuka, pastilah yang di dalam sana sedang kelabakan menutupi kejadiannya. Pak Dahlan nongol dari pintu sambil tersenyum menutupi kegugupannya.
“Eh, Pak Imron, ada apa nih, maaf ya tadi ada kerjaan yang tanggung, jadi nunggu lama nih !” katanya sambil keluar dan menutup pintu.
“Ooo…gapapa kok Pak Dahlan, harusnya kan saya yang maaf karena udah ngeganggu kalian”
Kata terakhir itulah yang membuat raut wajah Pak Dahlan berubah tak bisa lagi menyembunyikan rasa bersalahnya. ‘Kalian’ ini berarti penjaga kampus itu telah mengetahui bukan cuma dia sendiri di dalam kantornya, ditambah dia juga melihat bangku tinggi ketika menoleh ke samping.
“Ahaha…Pak Imron ini, anda…!” katanya masih berusaha berkelit
“Tenang aja Pak Dahlan kita ini kan sama-sama laki-laki, saya ga akan mempersulit atau memeras anda kok, malah saya ada penawaran menarik buat anda !” Imron memotong kata-kata Pak Dahlan dan meletakkan tangannya di pundak pria tambun itu.
“Maksud anda ?” tanyanya lagi.
Imron merangkul pundak Pak Dahlan dan menjelaskan tentang kerjasama yang ditawarkan, dengan kelicikannya dirinya dapat menjebak dan menarik wanita yang dia inginkan untuk menjadi budak seksnya, dan dengan kuasanya Pak Dahlan dapat membacking dirinya seandainya satu hari nanti ada situasi darurat, dan juga memberi bantuan informasi mengenai profil korbannya seperti korban dan nomor yang dihubungi.
Senyum kembali mengembang dari wajah Pak Dahlan, ini namanya simbiosis mutualisme atau hubungan saling menguntungkan namanya, begitu pikir Pak Dahlan, berarti dia dapat mencicipi gadis-gadis lain di luar fakultas arsitektur juga, menyediakan informasi dan melindungi baginya masalah kecil mengingat posisinya cukup terpandang di kampus itu.
“Pak Imron hehehe…tau gini kenapa ga cari saya dari dulu hehehe !”
Mereka tertawa-tawa dan berjabat tangan tanda terjalinnya suatu persekongkolan jahat yang akan menghantui setiap gadis-gadis cantik di kampus itu.
“Pak, sekarang itu cewek di dalam gimana, kasian tuh nunggu lama dia !” kata Imron
“Ok deh, biar saya omong ke dia biar kita nikmati bersama, tapi janji yah, besok kasih saya nyicipin hasil anda !” ujar Pak Dahlan dengan antusias.
“Beres deh Pak, pokoknya saya jamin Bapak juga seneng kok !”
Merekapun masuk ke dalam, Pak Dahlan memanggil gadis itu keluar dari persembunyiannya di bawah meja kerja. Dia sempat kaget melihat ada orang lain yang ikut masuk.
“Maaf ya Fan, mari saya jelaskan sebentar…” Pak Dahlan menjelaskan masalahnya dan meyakinkannya agar tidak perlu kuatir skandal ini terbongkar dengan jaminan jabatannya.
Gadis itu lalu dikenalkannya pada Imron. Dia bernama Fanny, 21 tahun, seorang gadis indo bule dengan tinggi 167 cm, berat 49 kg dan berdada 34C, lekuk tubuhnya indah bak biola ditunjang kaki yang panjang dan mulus, rambutnya berwarna kemerahan sebahu, wajahnya pun cantik apalagi saat itu dia memakai soft lens hijau. Terlepas dari itu semua dia adalah mahasiswi yang dikenal bispak dan tukang gonta-ganti pacar. Karena nilai UTS nya yang jeblok, dia nekad menggadaikan tubuhnya ke bandot tua yang kebetulan mengajar mata kuliah yang itu dengan tujuan memperbaiki nilainya. Fanny awalnya merasa risih harus melayani orang rendahan seperti Imron, ditambah lagi tatapan mata Imron yang penuh aura kemesuman. Dia lalu disuruh duduk di sofa diapit kedua pria itu. Imron menatap kagum bentuk tubuh Fanny yang ideal yang terbungkus kaos kuning ketat dengan bawahan rok putih yang menggantung 5cm diatas lutut, putingnya nampak tercetak karena tidak sempat membetulkan letak bra-nya yang tersingkap waktu Imron datang tadi.
Imron mulai membelai lengan mulus Fanny sehingga membuatnya merinding, di sebelah kanannya Pak Dahlan juga kembali merangkul tubuhnya. Lengannya yang gempal masuk lewat bawah bajunya dan mencaplok payudaranya. Pak Dahlan mencaplok bibir Fanny dan melakukan French kiss yang panas. Fanny sendiri semakin naik gairahnya karena remasan Pak Dahlan pada payudaranya dan di sebelahnya Imron juga sudah memegang putingnya dengan dua jari dari luar kaos ketatnya, lalu dia menunduk mengisap puting itu sehingga liurnya membekas di kaos kuning itu. Fanny dengan pasrah merenggangkan pahanya ketika tangan Imron menjalar ke sana, birahinya yang belum tuntas membuatnya menerima kehadiran tamu tak diundang itu.
“Eemmhh…mmmhh !” terdengar lenguhan nafasnya di sela-sela ciuman ketika Imron menyentuh bagian kemaluannya yang sudah tidak tertutup celana dalam.
Imron mengangkat kaki kiri Fanny ke sofa sehingga pahanya terbuka dan menampakkan kemaluannya yang berbulu jarang. Tidak puas cuma memainkan puting itu dari luar, disingkapnya kaos gadis itu mengeluarkan payudaranya, segera terlihat jempol Pak Dahlan sedang menggosok-gosok puting kanannya. Imron memainkan vagina Fanny dengan dua jari sambil mengenyot payudara kirinya, sementara tangan satunya mengelusi pahanya.
Tanpa melepas ciuman, tangan Fanny meraih selangkangan Pak Dahlan dari luar celananya. Dipijatnya bagian yang sudah menggelembung itu dengan lembut.
“Hehehe…udah gatel yah Fan, bentar yah Bapak buka dulu !” Pak Dahlan melepas ciuman untuk membuka celananya.
Fanny tertegun melihat penis Pak Dahlan yang panjangnya sekitar 17cm, hitam dan mengacung diantara pahanya yang besar dan berbulu. Saat itu Imron juga menarik lepas rok yang dikenakan Fanny disusul melucuti pakaiannya sendiri hingga bugil. Perhatiannya beralih sejenak dari penis Pak Dahlan ke tubuh Imron yang lebih berotot dengan bekas luka di dadanya, kulitnya hitam kasar karena sering mengerjakan pekerjaan keras dan dimakan usia, panjang penisnya tak beda jauh dari Pak Dahlan, namun lebih gagah dan keras, terlihat dari guratan-guratan urat di sekitarnya. Belum ditusuk Fanny sudah merasa dirinya luluh lantak tersugesti oleh apa yang dibayangkannya sendiri.
Fanny disuruh menungging di sofa, tangannya menggenggam penis Pak Dahlan dan mulai menjilati kepala penisnya sesuai permintaan pria itu. Sambil mengoral Fanny merasa ada sesuatu yang basah di bawah sana, ternyata Imron sedang menjilati bongkahan pantatnya yang montok. Tubuh Fanny menggelinjang, apalagi waktu mulut Imron bertemu dengan vaginanya, lidah itu beraksi dengan ganas di daerah itu membuatnya semakin becek.
“Diisep Fan !” perintah Pak Dahlan yang langsung dituruti Fanny dengan memasukkan penis itu ke mulutnya, di dalam mulut dia mainkan lidahnya sehingga memberi sensasi nikmat pada penis itu.
Pak Dahlan melenguh nikmat merasakan sepongan Fanny yang profesional itu, tangannya menjulur ke bawah meraih buah dadanya yang menggantung. Kini titik-titik sensitif tubuhnya diserang habis-habisan. Imron menyedot vaginanya hingga mengeluarkan suara-suara ciuman. Kenikmatan itu diekspresikan Fanny dengan semakin bersemangat mengulum penis Pak Dahlan, desahan halus terdengar di sela-sela oral seksnya.
Sementara wajah Imron makin terbenam diantara bulu kemaluan Fanny, dengan jarinya dibukanya bibir vagina itu memperlihatkan bagian dalamnya yang merah basah. Dia lalu menjilati klitorisnya dengan rakus. Fanny makin menggelinjang dan menggoyangkan pantatnya akibat sensasi yang ditimbulkannya. Imron sangat menikmati vagina itu sambil menggeram-geram penuh birahi
“Yeeaahh…enak, wangi Non, sslluurrpp…sssrrpp !!”
“Oohh…iyahhh…terus Fan, enak banget…emut terus !” Pak Dahlan juga blingsatan karena sepongan Fanny, dia meremasi rambut gadis itu sesekali juga payudaranya.
Tiba-tiba Fanny menghentikan sepongannya dan mengerang tertahan, dia lepaskan sejenak penis Pak Dahlan dari mulutnya. Wajahnya meringis karena di belakang sana Imron mendorong penisnya ke vaginanya.
“Uuhhh…pelan-pelan Pak, oohh…oohh…!!” rintihnya dengan menengok ke belakang melihat penis itu pelan-pelan memasuki vaginanya.
Fanny merasakan vaginanya penuh sesak oleh penis itu, benda itu bahkan menyentuh dinding rahimnya. Melayani orang seusia Imron memang bukan yang pertama kali, karena pernah juga dia 2-3 kali melayani om-om setengah baya dengan bayaran tujuh digit, namun mereka tidak seperkasa yang satu ini, Pak Dahlan yang sedang dia oral pun penisnya tidak sekeras dan sepadat Imron.
Imron mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur, gesekan-gesekan nikmat langsung terasa baik oleh yang si penusuk maupun yang ditusuk. Fanny menggelinjang nikmat, tubuhnya melengkung ke belakang, mulutnya mengeluarkan erangan. Erangan Fanny lalu teredam karena Pak Dahlan menekan kepalanya dan menyuruhnya mengoral penisnya kembali. Fanny pun mencoba kembali berkonsentrasi pada penis Pak Dahlan di tengah sodokan-sodokan Imron yang makin kencang.
“Pelan-pelan aja toh Pak Imron, ntar anu saya kegigit gimana ?” himbau Pak Dahlan melihat Fanny agak kesulitan mengoral penisnya karena tubuhnya berguncang terlalu hebat.
“Huehehe…maaf deh Pak, keenakan sih sampe lupa, ini saya turunin giginya deh !” Imron terkekeh lalu mulai mengurangi sedikit kecepatannya.
Dengan begitu Fanny bisa lebih nyaman melayani penis Pak Dahlan sambil mengimbangi gerakan Imron. Fanny mengkombinasikan hisapan dengan kocokan dan belaian pada batang dan puah pelir Pak Dahlan.
Pria itu merem-melek menikmati pelayanan gadis itu, tak lama kemudian dia merasa sudah mau keluar, penisnya berdenyut-denyut semakin cepat sehingga dia menggeram, dan akhirnya cret…cret…muncratlah spermanya ketika Fanny sedang mengocok sambil menjilatinya. Cairan putih kental itu membasahi wajah dan tangannya, lalu Fanny kembali memasukkan benda itu ke mulutnya sehingga semprotan berikutnya tertelan olehnya, dihisapnya dengan bernafsu sampai batang itu berangsur-angsur berkurang ketegangannya, lidahnya membersihkan benda itu sampai benar-benar bersih. Kemudian Fanny melepaskan sepongannya dan wajahnya terangkat, namun tangannya masih menggenggam batang penis itu, nampak dia menggerakkan lidah menjilati sperma di sekitar bibirnya. Pak Dahlan bersandar lemas pada sofa setelah mencapai klimaksnya, dia membuka bajunya sendiri karena kepanasan sehingga perutnya yang bulat dengan dada yang sedikit berbulu itu terlihat. Tubuh hitam kedua pria itu terlihat kontras dengan tubuh Fanny yang putih mulus. Di tubuh Fanny sendiri kini hanya tersisa bra dan kaosnya yang sudah tersingkap.
Di belakang sana, Imron kembali menaikkan tempo genjotannya, tangannya yang tadi cuma berpegangan pada pinggangnya menjalar ke depan meremasi dua payudaranya.
“Oooohhh…aaahhh….eehhmm…Pak !” suara lirih keluar dari mulut gadis itu setiap kali Imron menyodok-nyodokkan penisnya.
Cairan pelumas dari vagina Fanny makin banyak sehingga penis Imron yang sedang keluar-masuk di sana semakin lancer. Perasaan nikmat menjalari tubuhnya hingga akhirnya membobolkan pertahanannya. Tubuhnya mulai mengejang seiring nafasnya yang makin memburu. Sebuah erangan panjang menandai orgasmenya. Serangan Imron semakin ganas dan dia menyusul ke puncak beberapa menit kemudian. Spermanya yang hangat mengisi liang kemaluannya, dia melenguh melepaskan cairan itu serta mendekap erat tubuh Fanny hingga jatuh telungkup menindihnya. Setelah orgasmenya reda, Imron beringsut dan duduk di posisinya semula. Fanny masih telungkup dengan satu kaki menjuntai ke lantai, keringat membasahi tubuh dan wajahnya, dari selangkangannya cairan itu meleleh membasahi daerah itu juga sofa kulit di bawahnya.
Pak Dahlan mengangkat lengan Fanny dan menyandarkan punggungnya ke sofa, dengan tissue disekanya ceceran sperma di wajah gadis itu. Dengan tenaganya yang mulai pulih, Fanny meraih tas kecil yang dia letakkan di meja dekat situ, diambilnya sesachet tissue basah untuk mengelap wajahnya agar lebih bersih dan mengurangi aroma sperma itu. Pak Dahlan rupanya sudah ingin mencoba vagina Fanny, disuruhnya Fanny tidur telentang di sofa dan langsung dituruti tanpa disuruh kedua kali. Imron menawarkan pahanya pada Fanny untuk bersandar, sehingga dia pun bisa mendekap tubuhnya. Setelah posisinya pas, Pak Dahlan merenggangkan kedua belah paha Fanny dan menempelkan ujung penisnya pada bibir vagina Fanny.
“Ooohh…!” desah Fanny dengan tubuh bergetar ketika penis Pak Dahlan mulai memasukinya.
Tangannya meraih telapak tangan Imron dan meletakkannya di payudaranya seakan-akan meminta diremasi. Perlahan Pak Dahlan mulai memaju-mundurkan pantatnya, di sisi lain Imron mendekap tubuh Fanny sambil menggerayangi payudaranya, putingnya dia cubit pelan, sesekali digosok-gosokkannya jarinya di sana, sesekali mulutnya juga nyosor melumatnya sehingga benda itu makin mengeras.
“Enak yah Non, kapan nih pertama kali ngentot ?” tanya Imron dekat telinganya tanpa melepas tangannya dari payudaranya.
“Dulu di…sma…hhhmmmhh…enam…aah…belas tahun !” jawabnya dengan lirih
“Sekarang udah ada pacar Non ?” tanyanya lagi sambil memelintir putingnya.
“Lagi ngga…aahhh…aahh…iyah Pak…enak !”
Imron mengakhiri pertanyaannya dengan memagut bibir Fanny, dicumbunya gadis itu dengan penuh nafsu, Demikian halnya dengan Fanny yang tengah dilanda birahi, dia tak kalah seru membalas serangan mulut Imron sampai terdengar suara-suara kecupan disamping desahan yang teredam, lidah Imron yang tebal dan kasar menyapu segenap rongga mulut Fanny, air liur nampak menetes dari sudut bibir keduanya. Pak Dahlan terus menggenjoti vagina Fanny sambil menggumam tak jelas, terkadang dia melakukan gerakan memutar sehingga Fanny merasa kemaluannya diaduk-aduk. Setelah puas berciuman, Imron lalu menarik lepas kaos dan bra Fanny yang sudah terangkat hingga tak sehelai kain pun tersisa di tubuhnya.
Imron bergeser sedikit sehingga bisa mengarahkan penisnya yang sudah mengeras lagi ke mulut Fanny.
“Ayo Non, servis mulutnya dong !” pintanya.
Fanny pun mulai menggenggam penis itu dan mendekatkan mulutnya. Gila perkasa banget, keras dan urat-uratnya nonjol gini, demikian kata Fanny dalam hati, diam-diam dia mengagumi keperkasaan penis Imron yang barusan mengocok vaginanya. Batang itu sedikit lengket karena masih berlumur sperma dan cairan kemaluannya yang hampir kering. Fanny membuka mulut selebar mungkin untuk memasukkan benda itu yang tidak muat seluruhnya di mulutnya yang kecil. Kemudian dia mulai mengisapnya sambil mengocok pangkalnya yang tidak masuk mulut dengan tangannya. Kurang dari lima menit Imron menyudahi oral seks itu, kini dia menaiki dada Fanny dan menjepitkan penisnya yang basah diantara kedua gunung kembar itu. Payudara Fanny yang bulat montok itu rupanya menggoda Imron untuk mencoba ‘breast fucking’, digesek-gesekkannya penisnya diantara himpitan payudaranya. Terkadang Fanny mengerang dan meringis menahan sakit karena Imron melakukannya dengan brutal, belum lagi sodokan-sodokan Pak Dahlan pada vaginanya.
Pak Dahlan makin mendekati puncak kenikmatan, genjotannya semakin cepat dan mulutnya makin menceracau. Hal serupa juga dialami Fanny yang syaraf-syaraf pada organ kewanitaannya bereaksi makin dahsyat mengirimkan sensasi nikmat ke seluruh tubuhnya. Keduanya pun mencapai orgasme berbarengan, sekali lagi cairan sperma mengisi vaginanya, sampai meluber sebagian melalui pinggir bibir vaginanya. Imron yang sedang bergumul diatas dadanya bagaikan cowboy yang sedang main rodeo di atas tubuh Fanny yang terlonjak-lonjak diterpa orgasme. Tak lama kemudian spermanya menyemprot ke wajah dan dadanya. Setelah semprotannya reda, Imron menempelkan penisnya ke bibir Fanny. Tahu apa yang harus dilakukan, Fanny pun menjilati penis itu hingga bersih dan membersihkan sisa-sisa spermanya.Kedua hidung belang itu bersandar lemas pada sofa, Fanny juga terbaring melepas lelah sambil mengelap sperma di dadanya dengan jari dan dia jarinya menikmati ceceran sperma itu. Acara hari itu selesai sampai disitu, Pak Dahlan menyuruh Fanny datang lagi keesokan harinya atas permintaan Imron, Imron pun berjanji menawarkan salah satu ‘budak’nya untuk dicicipi dosen bejat itu.
Malam hari itu sekitar jam delapan, sebuah SMS berbunyi ‘besok di lt3 tiga gedung D, jam empat sore’ masuk ke ponsel Sherin, gadis yang pernah diperkosa Imron di sebuah kelas kosong bersama sopirnya (eps. 3). Dia meneguk ludah, pasrah dengan nasibnya karena tidak ada pilihan lain baginya dibawah intimidasi Imron terhadapnya, juga dia khawatir keselamatan pacarnya yang sangat dia sayangi kalau tidak menuruti kemauan bajingan itu. Memang sebuah dilema baginya, namun tak dapat disangkal dirinya juga mulai menikmati diperkosa oleh Imron dengan gayanya yang liar itu. Selanjutnya diapun mengirim SMS pada temannya yang berencana akan ke kafe keesokan harinya untuk berangkat duluan, dia akan menyusul belakangan karena ada urusan keluarga.
Dalam tidurnya dia bermimpi menemukan dirinya dalam sebuah ruangan dengan hanya memakai bra dan celana dalam. Tiba-tiba sepasang lengan kokoh mendekapnya dari belakang, dia tidak bisa melihat wajahnya karena suasana yang remang-remang, yang jelas tangan itu mulai menggerayangi tubuhnya. Kemudian di hadapannya muncul dua sosok lain dari keremangan itu. Wajah mereka mulai terlihat jelas, yang satunya bertubuh kurus dengan kumis tipis, yang lain tubuhnya lebih berisi dengan bekas luka di dada, keduanya cuma bercelana dalam. Dia meronta dan menjerit mengetahui orang itu adalah bekas sopirnya yang memperkosanya habis-habisan sebelum pergi, sedangkan yang satu lagi tak lain si maniak pemerkosa di kampusnya. Keduanya terkekeh-kekeh melepas celana dalam mereka mengeluarkan penis mereka yang sudah tegang. Mata mereka memandang nanar pada tubuh mulus yang hanya terbungkus pakaian dalam itu. Tangan gempal dari belakangnya menyusup ke cup branya dan bersentuhan dengan kulitnya. Kemudian kedua orang di hadapannya menarik robek pakaian dalamnya, tangan-tangan kasar itu berkeliaran di sekujur tubuhnya dan membuatnya menggelinjang hebat. Diapun terbangun dengan tubuh berkeringat dan selangkangannya sedikit basah. Jam telah menunjukkan pukul tiga dinihari, setelah meminum seteguk air, akhirnya dengan susah payah dia tertidur lagi.
Keesokan harinya, setelah selesai main basket Sherin menaruh barang-barangnya di mobil tanpa salin terlebih dahulu. Dengan langkah berat diapun menuju gedung D dengan pakaian timnya berupa kaos putih agak longgar dan celana pendek ketat yang memperlihatkan paha jenjangnya. Rambutnya diikat ke belakang agar tidak terlalu panas setelah berolahraga. Di gedung D tinggal sedikit orang disana, disana tidak ada lift karena tempat itu memang gedung lama dan lantainya memang hanya tiga. Makin berjalan ke atas makin sepi saja rasanya, ketika menaiki tangga lantai dua menuju ke tiga dia dikagetkan oleh sebuah tangan yang menepuk pantatnya.
“Huh…jaga dong sikapnya Pak, ini kan tempat umum !” gerutu Sherin dengan kesal.
“Hehehe…gitu aja marah ah !” katanya santai “yuk kita keatas, udah ditunggu tuh !”
“Hah, apa Bapak bilang ? ditunggu ?” Sherin terkesiap “saya emang salah apa ? kok Bapak malah buka mulut sih !” suaranya meninggi karena marah.
“Lha, Non kan sukanya rame-rame, seperti waktu sama sopir Non itu kan, jangan sewot gitu dong !”
“Tapi kan Bapak janji ga bakal ngebuka rahasia, tapi kok gini sih !” Sherin tambah kesal
“Heh-heh, katanya ini tempat umum kok sendirinya omong keras-keras, mau ketahuan apa?” timpal Imron “hayo mau ke atas ga, tambah seorang aja kok, atau mau yang lain juga ikutan tau” ancamnya
Tanpa ada pilihan lain, akhirnya Sherin pun mengikutinya ke atas. Walaupun kesal, namun sisi lain dirinya juga mulai menyenangi dikeroyok seperti waktu itu, dan sekaranglah dia akan kembali mengalaminya. Imron mengetuk pintu ruang Pak Dahlan dan terdengar suara dari dalam mempersilahkan masuk.
“Nah, ini nih Pak cewek yang saya janjiin kemarin, sip kan !?”
Wajah Sherin merah padam mendengar ocehan Imron, serendah itukah dirinya, seperti seorang pelacur yang sedang dipromosikan oleh germonya saja.
“Ini gila, aku ini anak dari keluarga baik-baik, punya cowok yang baik, bajingan inilah yang menyeretku ke dalam lembah nista ini, tapi kok aku malah bergairah diperlakukan tidak senonoh gini” Sherin bergumul dalam hatinya.
Pak Dahlan menatapinya sejenak dari bawah sampai atas, lalu mempersilakannya duduk. Sherin yang masih canggung menurutinya setelah diberi syarat gerakan mata oleh Imron. Pak Dahlan berbasa-basi dulu dengan menanyakan nama, kuliah di fakultas apa, dan bagaimana studinya. Sherin merasa tidak nyaman dengan tatapan pria itu yang seakan menelanjangainya sehingga selama diajak ngobrol dia agak nervous.
“Habis main basket ya ?” tanyanya lagi yang dijawab dengan anggukan “Minum dulu ya, biar segar !” katanya sambil bangkit ke arah dispenser dekat situ dan mengisi sebuah gelas kecil.
Sherin menerima gelas yang disodorkan Pak Dahlan seraya mengucapkan terima kasih. Diminumnya air itu beberapa teguk. Kemudian tangan Pak Dahlan memegang tenguknya serta memijatnya pelan. Hal itu membuat bulu kuduknya merinding karena tangan itu juga mengelusi lehernya.
“Gimana udah lebih enakan sekarang ?” tanyanya sambil terus memberikan pemanasan melalui pijatannya.
Sherin terdiam tak mampu menjawab apapun, pijatan lembut pada pundak dan lehernya itu membuatnya merasa nyaman sehabis berolahraga barusan sekaligus membangkitkan nafsunya.
“Wah, badannya keringatan gini, dibuka aja bajunya biar ga gerah ya !” ucapnya kalem
Mungkin karena bagusnya foreplay Pak Dahlan, Sherin tak mampu menolaknya, malahan dia mengangkat sendiri tangannya membiarkan kaos timnya dilucuti pria itu sampai terlihat tubuhnya yang indah dengan perut rata dan payudara yang masih tertutup bra krem.
Pak Dahlan memandang kagum akan keindahan tubuh Sherin yang akan dia nikmati sebentar lagi. Dia tak ingin menikmatinya terburu-buru agar lebih terasa enaknya.
“Celananya sekalian yah Sher !” katanya lagi sambil merunduk meraih bagian pinggang celana sport itu.
Seperti sebelumnya, kali ini pun dia pasrah celana itu diloloskan lewat kedua kakinya sehingga kini di tubuhnya hanya tersisa satu stel pakaian dalam warna krem dan kaos kaki dan sepatu basket. Dia menyilangkan lengan ke dada dengan wajah memerah karena malu. Imron sejak masuk tadi masih duduk di sofa memperhatikan gadis itu diwawancarai hingga dikerjai seperti sekarang, wajahnya terlihat nyengir-nyengir memperhatikan adegan itu. Pak Dahlan menarik lepas ikat rambut Sherin hingga rambutnya terurai hingga bahunya.
“Wah…wah, bener-bener kaya bidadari, Pak Imron ini pinter milih ya !” sahutnya mengagumi kecantikan Sherin “coba berdiri Sher, ayo jangan malu-malu”
Dia melihat tubuh gadis itu tanpa berkedip, kemudian mulai mengelus pipinya, tangannya, elusannya terus turun hingga menyusup lewat atas celana dalamnya.
Sherin menggigit bibir sambil memegangi lengan Pak Dahlan yang memasuki celana dalamnya, tapi hanya sekedar memegangi bukannya menahan. Kata-kata penolakan gadis itu yang hanya retorika belaka malah membuat Pak Dahlan semakin gemas dengannya. Tangan itu mulai membelai permukaan vagina yang ditumbuhi bulu-bulu lebat itu, semakin jauh menyentuh bibir kemaluannya.
“Sshhhh…eemmhh !!” akhirnya Sherin pun tak sanggup lagi menahan desahannya
Dengan nafsu sudah diubun-ubun, Pak Dahlan langsung memeluk gadis itu dan menyerbu bibirnya. Lidahnya menyeruak masuk ke mulutnya yang terbuka ketika mendesah. Jari-jari Pak Dahlan mulai terasa memasuki vaginanya dan bergerak liar seperti ular sehingga menyebabkan daerah itu semakin becek. Erangan tertahan terdengar dari antara percumbuan yang panas itu. Puas berciuman, Pak Dahlan kembali mendudukkan Sherin di kursi tadi, lalu di depan gadis itu dia membuka celananya, burungnya yang sudah bangun tadi seakan meloncat dari sangkarnya begitu dia menurunkan celana dalamnya. Sherin terhenyak melihat benda yang mengacung tegak mengarah ke wajahnya itu.
Pak Dahlan meraih kepala Sherin sambil tangan yang satunya menggenggam penisnya dan mendekatkan ke mulutnya.
“Ayo, diemut yah !” pintanya.
Dengan pasrah Sherin mulai menggenggam penis itu dengan tangan bergetar, mulutnya dia buka untuk memasukkan batang itu. Pria tambun itu menggeram nikmat merasakan kuluman Sherin dan permainan lidahnya. Sekitar tiga menitan dia mengoral Pak Dahlan, terdengarlah ketukan di pintu, semua di ruang itu diam dengan mata memandang ke pintu.
“Gapapa…Non Fanny kok !” Imron memberitahu setelah mengintip lewat tirai.
“Siapa Pak !” Sherin nampak bingung dan mengambil pakaiannya yang tercecer untuk menutupi tubuhnya
“Aah…tenang aja Sher, ntar kamu juga kenalan kok, udah ini taro lagi deh !” kata Pak Dahlan seraya mengambil kaos dari tangan gadis itu.
Fanny agak kaget ketika melihat di ruang itu ada gadis lain yang hanya berpakaian dalam dan dosennya dengan celana sudah melorot itu.
“Dia kesini mau ngeramein suasana, tenang aja aman kok !” Imron menjelaskan pada Fanny.
Sementara itu Pak Dahlan kembali mengeluarkan penisnya dan medekatkannya ke mulut Sherin. Karena waktu itu Sherin masih merasa risih, Pak Dahlan menjejalkannya ke mulut dengan setengah paksa.
“Ayoh…gapapa kok, jangan malu-malu gitu !” katanya.
Dari belakang, Imron memeluk pinggang Fanny yang masih terbengong menyaksikan kelakuan dosennya itu. Diciumnya leher jenjang Fanny sehingga bulu kuduknya merinding dan semakin horny. Tangannya dengan lincah melepas sabuk dan membuka resleting gadis itu, maka meluncur jatuhlah celana jeans panjang itu memperlihatkan keindahan sepasang paha mulus dibaliknya serta celana dalam G-string yang seksi. Telapak tangan Imron menyelinap ke balik celana dalam itu dan memegang kemaluannya. Tubuh Fanny bergetar dan matanya terpejam menahan nikmat terlebih ketika jari-jari Imron menggosok bibir kemaluannya.
Hembusan nafas dan ciuman Imron pada telinganya membuat nafsunya makin naik. Kemudian dia mengangkat tangannya dan melingkarkan ke belakang kepalanya. Wajahnya menengok ke samping dan langsung mendapat pagutan panas dari Imron. Sambil berciuman, Imron menggerakkan tangan satunya menyingkap kaos ‘NEXT’ tanpa lengan yang dikenakan Fanny. Tangannya pun mulai menggerayangi tubuh bagian atasnya hingga akhirnya menyusup ke cup bra kanannya.
“Eemmpphhh…mmm !” desah Fanny tertahan setiap kali Imron mengorek liang vaginanya dengan jarinya atau mempermainkan putingnya.
Sementara di hadapan mereka, Pak Dahlan sudah menghentikan oral seks bersama Sherin. Sekarang pria tambun itu sedang duduk memangku Sherin yang tinggal memakai celana dalamnya saja sambil menyusu dari payudaranya. Tangan satunya menopang tubuh Sherin dan tangan lainnya bergerilya menyusuri keindahan tubuhnya. Pipi pria itu sampai kempot menyedot puting Sherin, sepertinya dia sangat gemas dengan payudara Sherin yang putih montok dengan puting kemerahan itu. Sherin sendiri nampak mendesah nikmat dengan kepala menengadah dan mata terpejam.
Imron menggiring Fanny ke sofa tempat kemarin bertarung, dia melepas pakaian karyawannya hingga bugil memperlihatkan penisnya yang sudah mengeras itu. Kemudian dia naik ke sofa menindih tubuh Fanny, kembali dia mencumbunya dengan ganas, keduanya berpelukan erat sambil memainkan lidah masing-masing. Berbeda dengan korban Imron lainnya yang umumnya harus ditaklukkan dengan cara paksa, Fanny nampaknya ok-ok saja melayani si penjaga kampus ini, bahkan cukup antusias. Dengan predikat sebagai gadis nakal semua itu tentu hanya sekedar tambah pengalaman baginya. Dari bibir ciuman Imron merambat turun sambil lidahnya menjilati leher dan pundaknya hingga ke payudaranya yang sudah keluar dari cup branya. Terlebih dulu Imron melepaskan kaosnya yang sudah tersingkap, selanjutnya dia keluarkan payudara yang satunya dari cupnya. Bra itu tetap melingkar di dadanya, hanya saja cupnya sudah dipeloroti. Mulut Imron mengenyoti kedua gunung itu secara bergantian, daerah itu jadi basah oleh ludahnya.
“Aahh…ahhh…mmmhh !” desah Fanny sambil meremasi rambut Imron.
Tangan Imron turun ke bawah memeloroti celana dalam G-string itu perlahan-lahan sambil mengelusi pahanya hingga celana itu pun akhirnya terlepas tapi masih nyangkut di kaki kiri Fanny.
Tidak jauh dari situ, nampak Sherin yang duduk di tepi meja kerja dengan Pak Dahlan masih duduk di kursi tadi dengan kepala terbenam di selangkangan gadis itu. Lidah Pak Dahlan menari-nari menyapu dinding vagina Sherin, terkadang juga menyentuh klitorisnya. Tangan kirinya menjulur ke atas memijati payudara kirinya, sedangkan tangan kanannya mengelusi paha dan pantatnya, sesekali juga ikut memainkan jarinya pada vaginanya. Sebentar saja badan Sherin sudah menegang.
“Oohh…Pak, aaahh !” kedua paha mulusnya makin menghimpit wajah Pak Dahlan.
Pak Dahlan dengan rakus menyedoti cairan cintanya sampai terdengar bunyi menyeruput. Setelah itu dia bangkit berdiri di depan Sherin yang masih duduk di tepi meja, kaki kanannya dia buka lebih lebar dan diarahkannya kepala penisnya ke vagina Sherin. Dia lalu menekan penisnya pada vagina Sherin yang sudah becek itu. Sherin tersentak ketika batang itu menyeruak masuk dengan agak kasar ke dalam vaginanya, terasa sekali benda itu menggesek dinding vaginanya yang penuh lendir.
“Aaww…aagghh !” desahnya dengan badan tertekuk ke atas.
Pria tambun itu menyetubuhinya dengan ganas sehingga payudara Sherin nampak tergoncang-goncang seirama hentakan tubuhnya. Matanya merem-melek merasakan tusukan penis Pak Dahlan yang datang bertubi-tubi. Dia mengarahkan pandangannya ke depan dan dilihatnya wajah lebar berkumis itu sedang menatapnya dengan takjub. Pria itu terus menyetubuhinya sambil berpegangan pada kedua pahanya. Sherin melingkarkan tangan kirinya ke leher Pak Dahlan dan tangan kanannya bertumpu di meja.
“Ah…iyah Pak…aahh-ah-terus !” Sherin menceracau demikian secara refleks.
Sebuah benda basah yang hangat mendadak terasa menggelitik telinganya, rupanya Pak Dahlan sedang menjilati daerah itu. Jilatan dan hembusan nafasnya di sana membuat gairahnya semakin meledak-ledak. Selanjutnya bibir Pak Dahlan bergeser ke pipinya, sapuan kumisnya terasa pada wajahnya yang halus hingga bertemu dengan bibir Sherin yang tipis. Desahannya pun teredam karena mulutnya dilumat oleh Pak Dahlan. Mulut Pak Dahlan yang lebar itu seolah-oleh ingin menelan Sherin, lidahnya yang kasap itu menjelajahi rongga mulutnya membuatnya agak gelagapan.
Di atas sofa, tubuh Fanny terbaring dengan kepala bersandar pada sandaran tangan, satu-satunya pakaian yang tersisa di badannya hanya bra yang cupnya sudah diturunkan, Imron yang menindihnya menaik-turunkan tubuhnya sambil menciumi lehernya. Rasa nikmat itu diungkapkan Fanny lewat desahannya, sesekali dia menggigiti jarinya sendiri, kedua tungkainya melingkari pinggang Imron seolah meminta ditusuk lebih dalam lagi. Imron meningkatkan frekuensi genjotannya sambil melenguh nikmat merasakan seretnya vagina yang menghimpit penisnya. Duapuluh menit berlalu, Imron kini mengubah gayanya. Tubuh Fanny dia baringkan menyamping, paha kirinya dia angkat ke bahu, kemudian penisnya kembali memasuki vaginanya lewat samping. Dengan begini penis itu dapat melakukan penetrasi lebih dalam. Imron melanjutkan genjotannya dan meraih sebuah payudaranya, diremasnya benda itu dengan gemas sehingga pemiliknya merintih. Tubuh Fanny maupun Imron sudah berkeringat, keduanya saling memacu tubuhnya masing-masing. Di ambang klimaks Imron makin ganas menyodoki Fanny yang orgasme tak lama kemudian, dia menggeram panjang lalu mencabut penisnya dan, crot…crot…isi penis itu berceceran di perut Fanny.
Kembali kita menengok Sherin dan Pak Dahlan di meja kerja. Mereka kini sedang dalam gaya berdiri, Sherin berpegangan pada tepi meja, dia tinggal memakai kaos kaki dan sepatu olahraganya saja, sementara Pak Dahlan menyodoki vaginanya dari belakang. Sebelumnya Sherin sudah mencapai orgasme sewaktu posisi duduk di meja, sisa-sisa cairan orgasme itu masih nampak membasahi pinggir meja. Kedua tangan Pak Dahlan mendekap dadanya, telapak tangannya menggerayangi kedua buah dada yang bergoyang-goyang itu. Sherin jadi teringat mimpinya semalam, tangan yang sedang bermain di payudaranya berjari-jari besar, persis dalam mimpinya itu, apakah mimpi itu suatu pertanda, apakah merupakan sebuah peringatan, demikian yang berkecamuk dalam pikirannya. Lamunan itu terhenti ketika ada suatu sensasi dahsyat mengalir dalam tubuhnya, semakin terasa hingga akhirnya tubuhnya mengejang hebat, dan cairan vaginanya sekali lagi membasahi selangkangannya, posisinya yang sedang berdiri membuat cairan itu meleleh ke pahanya. Bersamaan dengan itu juga terasa cairan hangat mengisi vaginanya. Pak Dahlan yang telah orgasme terus memompa Sherin dengan kecepatan makin menurun, sperma itu ikut meleleh bercampur dengan cairan kewanitaannya.
Setelah gelombang orgasme itu reda, Sherin merasa tubuhnya lemas kehilangan topangan, mungkin sudah roboh kalau saja tidak didekap Pak Dahlan. Pak Dahlan menarik pinggan Sherin seraya menjatuhkan diri ke kursi sehingga Sherin pun mendarat di pangkuannya.
“Hebat Sher, makasih ya, kapan-kapan kita main lagi ok !” katanya sambil memeluk dan menciumnya.
“Huh, dasar gendut mesum, yang kaya gini jadi dosen bukannya jadi germo, amit-amit deh !” omel Sherin dalam hati.
Demikian setelah istirahat sebentar mereka bertukar pasangan dan pesta seks di ruang itu berlangsung lagi sampai jam lima lebih ketika langit mulai menguning. Fanny akhirnya berhasil mengkatrol nilainya setelah membayar dengan tubuhnya. Hari-hari berikutnya Pak Dahlan benar-benar puas mencicipi korban-korban Imron yang lain seperti Ellen, Jesslyn, dan Rania. Korban itu akan terus bertambah apalagi setelah kedua penjahat kelamin itu kini telah bersekongkol.
###########################
Nightmare Campus 6: For My Father Only
Waktu itu siang hari sekitar jam satuan ketika Imron jatuh tersandung sebuah anak tangga. Untungnya tidak terpeleset ke bawah karena itu anak tangga terakhir, namun setumpuk hand-out fotokopian yang sedang dibawanya ke sebuah kelas atas pesanan seorang dosen berantakan di lantai. Saat itu di lantai itu tidak begitu banyak orang dan tidak satupun dari mereka yang mempedulikan pria setengah baya itu, beberapa mahasiswa/i yang sedang nongkrong di sana hanya menengok sebentar ketika dia terjatuh lalu terus kembali ke kesibukan masing-masing seperti ngobrol, utak-utik ponsel maupun membaca bahan kuliahannya, bahkan beberapa yang lewat di depannya pun dengan cuek meneruskan langkahnya. Hingga tak lama kemudian seseorang turun dari tangga di samping belakang Imron dan orang itu berjongkok membantunya memunguti fotokopian yang tercecer. Pria setengah baya itu mengangkat wajahnya melihat sosok itu, sesosok tubuh langsing yang berkulit putih mulus, pemilik tubuh itu pun berwajah cantik dengan rambutnya yang hitam legam terurai hampir sedada. Bukan hanya sekedar cantik, senyum dan sinar matanya pun seolah memberi kesan ramah, tenang, dan lembut.
Gadis itu bernama Ivana (21 tahun), mahasiswi sastra Prancis yang sudah memasuki semester lima. Selain itu dia juga adalah anak tunggal dari dekan fakultas sastra, ibunya telah meninggal ketika dia masih SMP dulu. Hidup hanya dengan ayahnya saja membentuk karakternya menjadi keibuan dan mandiri karena otomatis urusan-urusan di rumah jatuh padanya. Di kampus dia disukai bukan karena paras cantiknya saja, tapi juga karena berhati emas, pintar, dan ramah. Dalam penampilan pun dia tidak seperti anak-anak pintar lain yang umumnya tidak fashionable dan hanya tau belajar saja. Pakaiannya cukup modis, malah kadang terbilang seksi namun masih dalam batas wajar.
“Ehehe, makasih ya Non jadi ngerepotin aja” kata Imron seraya menerima seberapa fotokopian yang dipungut gadis itu.
“Ngga apa-apa kok Pak, lain kali hati-hati aja yah !” kata gadis itu dengan senyumnya yang lembut.
Walau cuma sekejap Imron sempat melihat paha mulus Ivana ketika bangkit dari posisinya yang berjongkok karena saat itu dia sedang memakai rok putih yang menggantung sedikit di atas lutut. Hal itu membuatnya menelan ludah, belum lagi kaos tanpa lengan yang dipakainya saat itu juga memperlihatkan lengannya yang putih mulus.
“Sudah ya Pak, saya kebawah dulu !” pamitnya lalu menuruni tangga.
Kejadian itu terjadi 7-8 bulan sebelum Imron menemukan cameraphone yang memicu bangkitnya kembali naluri jahat dalam dirinya. Maka saat itu Imron masih dapat menahan dirinya mengingat dirinya sudah meninggalkan kehidupan kelamnya, sampai sisi jahatnya kembali muncul. Pandangannya terhadap gadis itu dari rasa kagum mulai berubah menjadi nafsu, seperti serigala yang mencari kesempatan memangsa buruannya. Padahal Ivana selama ini selalu ramah bukan saja terhadap dirinya, tapi juga terhadap teman-temannya, dosen, satpam, maupun karyawan lainnya. Yang suka padanya tidak sedikit, beberapa cowok pun telah melakukan pendekatan padanya, namun ditolak dengan halus karena belum ada yang cocok menurutnya. Dari cowok-cowok itu sebenarnya ada seorang yang menggetarkan hatinya, yaitu Martin, dua angkatan diatasnya dan seorang pemuda yang tampan, kaya, pintar, orangnya juga sopan dan lurus. Ivana, sebagai gadis yang penuh pertimbangan belum bersikap benar-benar serius pada pemuda itu sebelum memutuskan jadi pacarnya, namun sinyal-sinyal ke arah sana memang sudah ada. Mereka seringkali makan bersama di kantin dan mengerjakan tugas kelompok, keduanya terlihat serasi. Mungkin keduanya sudah menjadi sepasang kekasih kalau saja hal itu tidak terjadi…
Hari itu sore jam limaan, Imron melewati sebuah koridor dan menemukan ruang dekan fakultas sastra masih menyala. Dia mungkin akan berjalan terus kalau saja suara rintihan kecil tidak terdengar dari ruangan itu. Secara alamiah dia terhenti di depan ruang itu dan menyeringai mesum, dilihatnya keadaan sekitar untuk mencari celah melihat ke dalam. Seperti halnya ruang Pak Dahlan, kajur arsitektur, jendela ruangan itu juga bertirai dan mempunyai lubang angin diatasnya. Dia mengintip dengan cara yang sama ketika menangkap basah Pak Dahlan yaitu dengan bangku tinggi yang buru-buru diambil dari gudang. Dari lubang angin, dia mulai melihat ke dalam, mengkin kalau yang melakukan Pak Dahlan sudah tidak aneh lagi, tapi kali ini yang melakukan adalah Pak Heryawan, si dekan fakultas sastra, padahal dia selama ini reputasinya bersih dan disegani oleh rekan sejawat maupun mahasiswanya. Beliau seorang duda berumur tengah 40an dan wajahnya masih segar menyisakan ketampanan masa mudanya. Yang menjadi lawan mainnya adalah Bu Sinta, seorang dosen fakultas sastra berusia 40an juga, belum menikah hingga kini karena terlalu sibuk dengan karirnya sebagai dosen dan penterjemah profesional. Ternyata Pak Heryawan saat itu sedang jatuh dalam godaan Bu Sinta yang genit itu.
Saat itu posisi Bu Sinta sedang berpegangan pada sisi meja menerima sodokan-sodokan Pak Heryawan dari belakangnya. Kemeja yang dipakainya sudah terbuka seluruh kancingnya dan branya pun tersingkap sehingga memperlihatkan kedua payudaranya yang montok. Bawahnya pun sudah tidak memakai rok dan celana dalamnya lagi. Pak Hermawan juga tinggal memakai kemejanya dan tidak bercelana lagi. Keduanya tidak sadar sepasang mata mengintip dari lubang angin karena hanyut dalam nafsu terlarangnya, mereka juga tidak sadar kegiatan mereka sedang diambil dengan cameraphone. Pak Hermawan tidak menyangka dan berpikir sejauh itu bahwa kenikmatan yang direguknya sore itu hanyalah sesaat, sedangkan dosanya harus ditanggung oleh anak semata wayangnya, Ivana. Ya, itulah yang terlintas di benak Imron ketika itu, memang tidak sulit memeras Pak Hermawan dan menikmati Bu Sinta saat itu juga, seperti yang pernah dia lakukan pada Pak Dahlan. Namun dia berpikir lebih jauh, Pak Hermawan pada dasarnya cukup bersih sehingga tidak mungkin diajak bekerjasama seperti si bandot Pak Dahlan, hari ini dia hanya sedikit khilaf sehingga melakukan hal itu. Sedangkan menikmati Bu Sinta mungkin boleh juga, tapi Imron lebih tertarik dengan gadis-gadis muda daripada wanita setengah baya seperti Bu Sinta.
Imron telah melihat peluang emas untuk memangsa Ivana dibalik skandal ayahnya. Maka setelah mengambil lima gambar dia turun dari bangku tinggi dengan hati-hati dan meninggalkan tempat itu. Besoknya Ivana agak kaget ketika Imron memanggilnya ketika bertemu di depan kelasnya, katanya ada suatu masalah penting yang tidak bisa dibicarakan di sini, untuk itu Imron mengajaknya bertemu lagi di poliklinik di gedung kedokteran sore jam empatan. Ivana walaupun merasa ada yang aneh, tetapi tetap mendatangi tempat itu karena penasaran dan dia tidak pernah menduga pria itu mempunyai niat tidak baik terhadapnya, kalaupun ya ini kan di kampus, tempat umum, sehingga tidak mungkinlah terjadi macam-macam, demikian pikirnya polos.
“Pak Imron, sore Pak, ada apa nih manggil saya kesini, penasaran saya !” sapanya ramah pada Imron yang saat itu sedang memotong rumput di depan poliklinik itu.
Suasana cukup lenggang disana pada waktu itu. Imron mengajak gadis itu ke dekat pintu poliklinik.
“Gini Non, sebenernya Bapak cuma mau ngomongin tentang bapak Non, Pak Heryawan” katanya dengan wajah serius.
“Emang, papa kenapa Pak ? ada masalah apa ?” tanya gadis itu makin penasaran.
“Hhhmm…ini deh, Non liat sendiri aja deh disini…” jawab Imron seraya mengeluarkan cameraphonenya dan menunjukkan hasil jepretannya kemarin.
Mata Ivana terbelakak kaget sambil menutup mulutnya yang melongo dengan tangan ketika menyaksikan gambar itu, rasanya tidak percaya itu ayahnya. Imron menekan tombol melanjutkan ke gambar berikutnya yang lebih jelas. Ya…tak salah lagi memang itu gambar ayahnya, yang selama ini dia kagumi dan hormati, tak disangka ayahnya akan berbuat nista seperti itu, kenyataan yang membuatnya terpukul sekali.
“Pak, apa…apa benar itu papa ? darimana bapak bisa dapet itu semua ?” tanyanya terbata-bata.
“Bener Non, sumpah soalnya saya sendiri yang ngeliat kok…dan yang memotret” jawabnya dengan mengembangkan senyum.
Terhenyak gadis itu mendengar jawaban Imron dan melihat ekspresi wajahnya, secara refleks dia mundur selangkah menjauhi pria itu.
“Apa…Apa maksud Bapak berbuat gitu ?” Ivana diliputi perasaan kaget, panik, dan marah sehingga ngomongnya terbata-bata.
“Hehe…ga ada maksud apa-apa Non, Bapak kan cuma gak sengaja lewat dan ngeliat itu, jadi cuma sebagai saksi saja kok, makannya sengaja Bapak kasih tau Non sekarang ini supaya nggak shock duluan, karena siapa tau orang lainnya bakal tau ntar” Imron menjelaskan dengan santainya.
“Jangan Pak, tolong jangan sampai lainnya tau, tolong hapus file itu, saya mohon !” ucap Ivana memelas.
“Lho, saya kan cuma mau menyuarakan kebenaran aja Non, ini kan jaman reformasi, yang busuk ga boleh ditutup-tutupi lagi dong Non, kecuali…” Imron tidak meneruskan kata-katanya.
“Kecuali apa Pak…tolong katakan !” suaranya meninggi seperti mau nangis.
Imron tidak menjawab, hanya menatapi tubuh gadis itu yang saat itu terbungkus kaos pink berleher lebar dan celana jeans. Tatapannya nanar dan menelanjanginya, membuat gadis itu menyilangkan tangan menutup dadanya dengan muka memerah malu.
“Tidak Pak, pokoknya nggak…jangan keterlaluan !” Ivana menggeleng-geleng kepala mengetahui kemauan pria setengah baya itu.
“Ah, ayolah Non, seperti kata pepatah utang ayah dibayar anak kan, bapak Non melakukan perbuatan mesum di kampus, kenapa Non ga membayar dengan cara yang sama juga, adil kan hehehe…!” Imron menyeringai mesum
“Kurang ajar ! saya salah menilai Bapak, ternyata Bapak ini binatang !” Ivana benar-benar marah dan matanya mulai berkaca-kaca.
“Terserah deh apa kata Non, lagian memang saya seperti itu kok” katanya lagi dengan terkekeh-kekeh “OK lah kalo Non gak mau, ga apa-apa, ga enak kalau terpaksa gitu saya juga, paling dalam waktu dekat ini bakal ada berita heboh, saya permisi deh kalo gitu !” Imron bersiap pergi sambil membawa peralatannya meninggalkan Ivana yang berdiri terpaku dengan pikiran yang kalut. Dia tidak pernah menyangka penjaga kampus ini sampai setega itu padanya. Walaupun dia kecewa dengan skandal yang dilakukan ayahnya, namun ayah tetaplah ayah yang selama ini mendidik dan membesarkannya, tentu sebagai anak berbakti dia tidak tega ayahnya harus menerima cemoohan bila hal ini tersebar. Keringat dingin sampai mengucur di dahinya saking paniknya dan dadanya serasa sesak karena menerima kenyataan ini.
“Tunggu Pak !” cegah Ivana setelah Imron berjalan beberapa langkah meninggalkannya “saya…saya…” dia tak sanggup meneruskan kata-katanya
Imron berbalik dan mendekati gadis itu lagi
“Gimana Non, udah dipikir baik-baik nih ?” tanyanya dengan nada mengejek “Non mau kan jadi anak berbakti, nah sekarang ini waktunya Non ngebales kebaikan orang tua Non, ya kan ?”
“Baik..baik…saya bersedia melakukan apapun, tapi tolong jangan perkosa saya, saya masih perawan” mohonnya mengiba.
“Hmm…bener nih ya, jadi ngapain aja mau kan asal ga diperawanin ?” Imron minta kepastiannya.
Ivana menganggukkan kepalanya dengan berat, dia menggigit bibir bawah sebagai rasa putus asa tidak ada pilihan lain lagi untuk menyelamatkan reputasi papanya.
“Oke deh, kalau emang Non setuju ayo kita masuk ke sana untuk berunding !” Imron mengajak Ivana masuk ke poliklinik itu “Ayo tunggu apa lagi, mau ada yang liat apa !” panggilnya pada Ivana yang masih ragu memasuki ruangan itu.
Gadis itupun terpaksa menuruti perintah Imron. Di dalam ruang itu terdapat sebuah ranjang pasien, lemari berisi obat-obatan, dan beberapa perabotan lainnya. Imron menyuruhnya duduk di tepi ranjang. Jantungnya berdebar-debar karena takut dan malu menjadi korban pelecehan seksual oleh pria tidak bermoral ini.
“Rileks aja Non, kalo dinikmatin lama-lama juga asyik kok hehehe…!” ucapnya sambil memegang pundak Ivana.
“Disini gak ada siapa-siapa lagi, jadi Non ga usah malu-malu gitu” katanya lagi, tangannya mulai menggerayangi kedua buah dadanya dari balik pakaiannya “toked Non montok juga yah, ukurannya berapa nih”
Setetes air mata menetes dari matanya meleleh di hidungnya yang bangir. Itu adalah pertama kalinya dia dilecehkan seperti itu, namun tak dapat dipungkiri saat itu juga pertama kalinya dia terangsang secara seksual
“Liat dalemnya yah Non” katanya seraya memegang bagian bawah kaosnya bersiap untuk menyingkapnya.
“Jangan Pak, tolong sudah, sampai sini saja saya mohon !” katanya terisak sambil menahan tangan Imron yang mau membuka bajunya.
“Mau berubah pikiran nih ? tau akibatnya kan ?” tanya Imron
Dengan sangat terpaksa Ivana pun melonggarkan pertahanannya sehingga Imron melucuti kaosnya. Gadis itu kembali menyilangkan tangan ke dada menutupi daerah yang tinggal tertutup bra warna krem itu. Dengan mudah Imron menyingkirkan tangan Ivana yang menghalanginya, lalu cup bra itu diangkatnya sehingga payudara 34B dengan puting kemerahannya itu terekspos jelas.
“Waw…bagus banget, putih bulet gini, kenceng lagi !”
Ivana mendesis ketika kedua tangan kasar penjaga kampus itu menggerayangi kedua gunung kembarnya bersamaan, jari-jarinya bergerak liar mempermainkan putingnya sehingga benda itu mengeras. Disamping perasaan-perasan tidak enak tadi, Ivana tidak bisa menyangkal sensasi nikmat ketika pertama kalinya buah dadanya diremasi oleh tangan pria.
Kemudian Imron melepaskan sepatu dan branya dan mengangkat kakinya ke ranjang hingga tubuh mulus itu terbaring topless.
“Tiduran aja Non biar enak, biar Bapak yang kerja” katanya “udah jangan nangis terus, pokoknya asal Non nurut semuanya bakal beres” tangannya menyeka air mata yang membasahi pipi Ivana.
Seperti dokter dia masih berdiri di sebelah ranjang itu, lalu dia membungkuk mengarahkan mulutnya ke payudara Ivana. Dilumatnya payudara itu dengan kenyotan dan gigitan-gigitan ringan. Hal itu menyebabkan Ivana menggeliat-geliat dan mengeluarkan desahan, perasaannya terombang-ambing dalam kekecewaan, ketakutan dan kenikmatan yang tak bisa dibendungnya. Hisapan pria itu pada putingnya menaikkan libidonya walaupun itu diluar kehendaknya. Ivana hanya bisa pasrah saja, tangannya meremas-remas rambut Imron karena rasa geli akibat kenyotan Imron pada payudaranya, payudara yang lain juga sedang diremasi tangan Imron, nampak jari-jarinya menggesek-gesek putingnya memanaskan birahi gadis itu. Desahannya bercampur dengan suara tangis sesegukan.
Imron kini membuka bajunya sendiri hingga yang tersisa cuma celana dalamnya saja. Ivana dapat melihat tubuh pria itu yang berisi dengan luka gores di dadanya serta sesuatu yang menggelembung di balik celana dalamnya.
“Jangan, jangan Pak, tadi kan udah janji” Ivana memelas dan merapatkan badan ke kepala ranjang sambil memeluk guling menutupi tubuhnya yang setengah telanjang.
“Oh, tenang Non, tenang saya kan pengen ngerasain hangatnya badan Non aja, bukannya merawanin, kalo ga buka baju mana bisa ya kan ?” bujuknya
Dia lalu naik ke ranjang dan serta merta membujuk Ivana agar tidak panik karena baginya menikmati korban harus terlebih dulu membuatnya takluk, itulah yang menjadi kepuasannya. Dengan kata-kata halus dicampur sedikit ancaman, akhirnya gadis itu merelakan juga celana panjangnya dilucuti Imron. Paha Ivana yang putih mulus yang dulu pernah membuat Imron menelan ludah itupun kini terlihat jelas. Bulu kuduk Ivana merinding merasakan belaian tangan kasar Imron pada kulit pahanya.
“Hmmm…Non emang sempurna banget, punya body montok gini siapa yang ga ngiler” gumam Imron sambil tangannya menjelajahi lekuk-lekuk tubuh Ivana.
Keduanya kini tinggal memakai celana dalamnya saja, bulu kemaluan Ivana yang lebat itu sedikit terlihat melalui celana dalam kremnya yang tipis. Imron kembali menjinakkan Ivana, diambilnya bantal yang dipakai menutupi tubuhnya dan dibaringkannya kembali gadis itu. Lalu Imron menindih tubuhnya, dipeluknya tubuh Ivana dan diresapi kehangatan dan kemulusannya. Ivana dapat merasakan benda keras di balik celana dalam Imron bersentuhan dengan daerah kemaluannya. Ivana memalingkan wajah ketika Imron menyentuh bibirnya, tapi ruang gerak yang terbatas Imron berhasil juga melumat bibirnya.
“Mmhh…uummm !” gumamnya saat menciumi Ivana dan berusaha memasukkan lidahnya ke mulut gadis itu yang masih menutup.
Ivana sendiri dapat merasakan hembusan nafas pria itu pada wajahnya, panas dan bau rokok. Dia merasa tidak enak dengan nafas Imron yang bau rokok itu tapi toh pertahanannya bobol juga karena sulit bernafas dan Imron terus merangsangnya dengan menggerayangi tubuhnya. Lidah Imron pun mulai bermain-main di rongga mulutnya, Ivana tidak sanggup lagi mengelak darinya karena setiap kali lidahnya bergerak yang terjadi adalah saling beradu dengan lidah Imron sehingga diapun membiarkan lidah Imron menari-nari di mulutnya. Matanya terpejam dengan air mata membasahi kelopak matanya. Percumbuan itu membuat nafasnya makin memburu, badannya bertambah panas, perasaan aneh yang baru pernah dialaminya, yang lazim disebut birahi.
Ciuman Imron lalu merambat ke dagu, leher, juga telinganya, hal ini membuat birahi Ivana makin tak terbendung saja, terlihat dari badannya yang sudah mulai rileks menikmati setiap rangsangan yang diberikan.
“Enak kan Non rasanya ?” tanya pria itu waktu menjilat telinga Ivana.
“Eengghh…sudah Pak…jangan…diterusin” Ivana mendesah antara menolak dan tidak.
Tangannya semakin liar menggerayangi tubuh gadis itu, kini sudah mulai memasuki celana dalamnya dan menyentuh permukaannya yang berbulu. Tubuh Ivana tersentak saat jari-jari Imron meraba bibir kemaluannya, seperti ada sengatan listrik yang membuatnya berkelejotan.
“Jangan Pak…jangan disana” Ivana mengiba sekali lagi
“Hushh-hush-hush tenang Non, enjoy aja, cuma pegang-pegang aja kok !” kembali Imron melumat bibir Ivana untuk membungkamnya.
Tubuh Ivana pun bergetar, dari mulutnya yang sedang dicumbu Imron terdengar desahan tertahan. Dia harus mengakui bahwa dirinya terangsang berat sekalipun nuraninya menolak, memang suatu dilema yang membuatnya bingung sehingga perasaan itu cuma bisa dicurahkannya lewat air mata.
Daerah bibir kemaluannya semakin basah seiring dengan gesekan jari-jari Imron yang semakin intens. Lidahnya tanpa sadar membalas lidah Imron yang sejak tadi mengorek-ngorek mulutnya, saling jilat dan saling beradu. Hal itu berlangsung lima menitan lamanya. Kemudian Imron duduk di ranjang dengan bersandar di kepala ranjang, tubuh Ivana yang sudah tinggal bercelana dalam itu didudukkan diantara kedua kakinya, lengan kokohnya mendekap tubuh mulus itu dari belakang. Kembali mereka pun terlibat dalam percumbuan mesra, Imron setengah paksa menengokkan wajah Ivana ke samping, dari belakang mulutnya kembali melumat bibir gadis itu yang tipis dan mungil. Sambil berciuman tangan kanan Imron memasuki celana dalam Ivana dari atas, dari luar nampak gumpalan yang bergerak-gerak pada bagian kemaluan yang masih tertutup celana dalam itu, tangan kirinya dengan liar mempermainkan payudara gadis itu. Sesekali Ivana menggeliat-geliat karena rasa geli pada pangkal pahanya itu, bagaimana tidak, Imron begitu lihai memainkan jarinya menekan, memutar-mutar, dan menggosok bagian sensitif itu, salah satu jurus andalannya dalam menaklukkan mangsanya. Lendir kewanitaannya membasahi jari Imron dan bagian tengah celana dalamnya.
Tiba-tiba terdengar suara gedoran dari jendela di samping mereka yang mengejutkan keduanya. Disana ada Pak Kahar, seorang satpam kampus yang kebetulan lewat, secara tak sengaja dia mendengar suara desahan dari dalam sehingga membuatnya penasaran dan melihat apa yang terjadi di dalam, maka dia mengambil bangku tinggi dan mengintip dari samping poliklinik lewat ventilasi diatas jendela bertirai itu.
“Hei…lagi asyik nih Pak Imron, ikutan dong !” serunya dari sana.
Imron lega ternyata yang menangkap basah itu sama bejat seperti dirinya, tapi tidak halnya dengan Ivana. Gadis itu tentu saja panik lagi, ini berarti dia harus mengalami hal yang lebih memalukan lagi.
“Tenang Non, ini diluar perkiraan kita, dia baru tau skandal Non aja, sekarang Non nurut aja ke saya, kalo Non macem-macem bisa-bisa skandal bapak Non bocor juga !” Imron membujuk Ivana.
Ivana tertegun, dia mempertimbangkan kata-kata Imron untuk melindungi ayahnya, satu-satunya cara adalah mengorbankan dirinya sendiri. Dia termenung sambil menutupi tubuhnya dengan bantal, sementara Imron turun dari ranjang membukakan pintu untuk tamu tak diundang itu.
Imron membuka pintu, tapi yang muncul disana bukan hanya Pak Kahar sendirian tapi juga ada Pak Mamad, karyawan kampus yang biasa mengurus kebun, berusia diatas 60an dan bertubuh kerempeng dengan kepala sudah hampir putih.
“Wah-wah lagi ada rejeki kok ga bagi-bagi sih Pak Imron !” kata Pak Kahar
“Hahaha…tenang aja saya juga baru pemanasan kok, jadi hidangannya masih segar !” disambut gelak tawa mereka.
Imron pun mengajak mereka masuk dan mempertemukan mereka pada korbannya. Mata keduanya memandang nanar pada tubuh mulus Ivana yang sudah setengah telanjang itu, bantal yang didekapnya hanya cukup menutupi tubuh bagian atasnya saja, dan hal ini tentu membangkitkan ketiga pria di ruangan itu. Kedua pria yang baru datang itu membuka pakaian mereka hingga bugil.
“Wah gila ini kan Ivana, anaknya dosen itu, kok bisa kaya gini sih ?” kata Pak Mamad seakan tidak percaya apa yang dilihatnya.
“Udahlah ga usah banyak cingcong, pokoknya dia ridho kok digituin, nikmatin aja deh !” kata Imron.
“Bening banget nih si Non ini, duh saya jadi kesengsem berat” kata Pak Kahar.
Mereka semakin mendekati Ivana sehingga jantungnya makin berdebar-debar, belum lagi melihat kemaluan mereka yang telah mengacung tegak itu. Tubuhnya gemetar dan makin menyudut ke kepala ranjang.
“Jangan Pak…saya mohon !” mohonnya dengan suara bergetar.
“Ayo Non, santai aja, ntar juga keenakan kok !” sahut Imron sambil menarik pergelangan kaki gadis itu
Pak Kahar menarik bantal yang dipakai Ivana melindungi tubuhnya. Mata mereka seperti mau copot saja melihat keindahan tubuh Ivana dengan payudaranya yang montok. Sebentar saja tangan-tangan hitam kasar itu sudah berkeliaran di pelosok tubuh Ivana. Di tengah serbuan itu, Ivana menangis dan memohon agar mereka tidak berbuat lebih jauh. Namun percuma saja, mereka tidak peduli, sebaliknya bertambah nafsu karena rontaannya. Posisinya kini terduduk di tepi ranjang dan dikerubuti tiga pria itu. Tangan keriput Pak Mamad mengelus-elus payudara kirinya, sesekali putingnya dipencet dan dipilin-pilin dengan jarinya. Pak Kahar di sebelah kanannya juga sedang meremas payudara yang satunya sedangkan tangan lainnya membelai punggungnya. Selain itu satpam yang berkumis tipis seperti tikus itu juga mengendusi tubuh Ivana di sekitar leher dan tenguk. Harum tubuhnya yang terawat itu menyebabkan nafsu pria itu terpicu dengan cepat, kemudian lidahnya keluar menjilati telak leher jenjang itu sehingga gadis itu menggelinjang.
Imron sendiri naik ke ranjang dan mendekapnya lagi dari belakang, mulutnya menelusuri sisi lain dari leher dan pundak Ivana.
“Enngghh…ssshh !” desis Ivana merasakan kulit lehernya digigit-gigit kecil dan dihisap-hisap di kedua sisinya oleh Imron dan Pak Kahar.
Saat itu juga Ivana mulai merasa celana dalamnya dipeloroti hingga akhirnya lepas dari tubuhnya. Pak Kahar yang melihat nanar kemaluan Ivana yang tertutup bulu-bulu hitam lebat mengalihkan sasarannya, kini dia mengambil bangku di ruang itu dan duduk di depan gadis itu. Mula-mula dicium-ciumnya paha mulus Ivana disertai sedikit jilatan, kemudian mulutnya terus merambat ke kemaluan gadis itu.
“Oooh…jangan disitu !” desahnya ketika merasakan lidah pertama yang menyentuh vaginanya, tubuhnya seperti tersengat listrik merasakan sensasi itu, rasa malu dan terhina menderanya namun dibarengi juga dengan rasa nikmat.
Pak Kahar membenamkan wajahnya ke selangkangan Ivana, lidahnya dengan rakus menjilati bibir kemaluannya dan menggelikitik klitorisnya, sementara tangannya meremas buah dadanya. Tanpa terasa Ivana malah membuka lebih lebar pahanya sehingga jilatan Pak Kahar semakin terasa. Pria itu menyibak bibir kemaluan itu dengan jarinya sehingga terlihat dalamnya yang merah.
Di tempat lain Pak Mamad, pria tua itu sedang sibuk mengenyoti payudara kirinya sambil tangannya bergerilya mengelusi tubuhnya.
“Cup…cup…ssreepp !” terdengar payudara itu disedot-sedot oleh mulutnya yang sudah ompong.
Dari belakang Imron tidak henti-hentinya melumat bibir gadis itu, sudah cukup lama dia mengorek-ngorek mulut gadis itu dengan lidahnya sampai ludah mereka sudah membasahi daerah sekitar mulut. Ivana tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima saja apa yang diperbuat mereka padanya, dari mulutnya terdengar suara desahan yang tertahan. Setelah sepuluh menit vaginanya dijilati Pak Kahar, dia merasakan adanya suatu dorongan yang aneh, ada sesuatu yang mau keluar yang tidak bisa ditahannya. Untuk pertama kalinya dia mengeluarkan cairan cinta dari kemaluannya, cairan itu diseruput oleh Pak Kahar dengan nikmatnya.
“Emmpphh…ummm…!” erangnya tertahan sambil meremas rambut Pak Kahar.
Tubuhnya lalu melemas seperti kehilangan tenaga tapi bukan lelah, suatu perasaan aneh yang lain dari biasanya bagi pemula seperti Ivana. Pak Mamad akhirnya melepas kenyotannya pada payudara gadis itu meninggalkan sisa-sisa ludah dan bekas cupangan.
“Bagi dong Pak Kahar kayanya enak yang peju si Non ini ?” sahutnya
“Silakan Pak, masih ada kok, nih kalau mau gantian, sedap loh bener, baru nyoba rasanya memek anak kuliahan !” Pak Kahar bangkit berdiri memberi giliran pada temannya.
Pria tua itu duduk di bangku mengambil jatahnya, dijilatinya vagina Ivana yang telah basah oleh lendir akibat orgasme barusan. Belum lama lepas dari ciuman Imron, bibirnya kembali dilumat Pak Kahar, ciumannya lebih kasar dan bernafsu daripada Imron seakan-akan mau menelannya. Kini Imron menyusupkan kepalanya lewat ketiak kanan gadis itu dan mulutnya menangkap payudaranya. Rangsangan demi rangsangan yang diterima tubuhnya membuat gadis itu bagaikan berada dalam perahu hati nurani yang sudah hampir karam dihempas gelombang nafsu birahi. Tak lama kemudian mereka membaringkan tubuh Ivana di ranjang itu, dadanya nampak naik turun karena nafasnya yang sudah tak karuan, matanya sembab karena air mata dan suara isak tangis masih terdengar.
“Ayuh siapa mau duluan nih, ga sabar pengen nyoblos memeknya !” kata Pak Kahar dengan antusias.
“Apa !! Tidak…tadi kan Bapak sudah janji !” sahut Ivana mendengar kata-kata Pak Kahar itu sambil berusaha bangkit.
“Oh…maaf Non, yang janji kan saya, tapi bapak-bapak ini kan ngga, jadi ini diluar kuasa saya loh !” Imron menjawab dengan tenang sambil mengangkat bahu.
Sebenarnya kalaupun kedua orang ini tidak datangpun Imron tidak ada niat untuk memegang janjinya, itu semua hanya pancingan agar Ivana masuk dalam jebakannya dan takluk secara perlahan tapi pasti, bagi bajingan seperti dirinya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan sudah bukan hal yang aneh lagi
“Tidak…tidak…lepaskan saya !” Ivana beringsut hendak menghindari mereka.
Dengan sigap Imron langsung mendekap tubuhnya hingga gadis itu tak berkutik.
“Pegangin tangannya di sana !” perintah Imron pada mereka
Pak Mamad langsung pindah ke sisi ranjang yang lain dan memegangi lengan Ivana yang satunya.
“Jangan ngelawan terus Non, ntar bukan cuma Non yang susah, tapi Bapak Non juga, inget itu !” bisik Imron di telinganya.
Mendengar itu Ivana teringat lagi apa yang menyebabkan dia mau berkorban seperti ini, kini posisinya sudah benar-benar terpojok, dia harus memilih antara dirinya atau ayahnya. Dengan sangat berat hati dia harus menegarkan hati menerima kepahitan ini karena dia memilih yang kedua, demi ayahnya, keluarga satu-satunya yang begitu menyayangi dan membesarkannya.
Dia kini pasrah saja ketika Pak Kahar naik ke ranjang dan berlutut diantara kedua pahanya. Wajah ketiga laki-laki itu sedang menyeringai mesum padanya, sepertinya mulai saat itu bayangan wajah-wajah mesum itu akan terus menghantuinya seumur hidup.
“Nikmatin aja Non, jangan ribut, kalau ada yang dateng lagi saya ga tanggung loh !” kata Imron dekat telinganya.
“Tahan yah Non, agak sakit, tapi nantinya bakal enak deh. Bapak ga bakal kasar kok kalo Non nurut, siap yah..!” sahut Pak Kahar lalu dia mulai menekan kepala penisnya yang sudah menempel di bibir vagina Ivana.
“Aahh…sakit…!! Oohh…tolong hentikan !” rintih Ivana menahan sakit sampai tubuhnya menggeliat dan dadanya terangkat hingga makin membusung, keringat mengucur membasahi tubuhnya.
“Sabar yah Non, sabar !” Pak Mamad menenangkannya sambil membelai rambut gadis itu, dia dapat merasakan genggaman tangan gadis itu yang makin erat karena telapak tangan mereka saling genggam.
“Sempit oi, enak banget !” gumam satpam itu sambil terus mendorong-dorongkan penisnya ke vagina Ivana.
Kepala penis yang seperti jamur itu sudah menancap di vagina Ivana, lalu Pak Kahar mendorong lebih dalam lagi.
“Aakkhh…aaaahhh !” jerit Ivana mengakhiri keperawanannya dengan tubuh makin mengejang.
“Pheeww…masuk juga akhirnya, asoy banget memek perawan nih !” kata Pak Kahar sambil menghembuskan nafas panjang.
Satpam itu membiarkan sebentar penisnya menancap di sana merasakan eratnya himpitan vagina Ivana yang baru sekali ini dimasuki benda itu. Terlihat sedikit darah menetes dari pinggir bibir kemaluannya, darah dari selaput daranya yang dia korbankan untuk menebus dosa ayahnya. Air mata yang meleleh dari matanya semakin banyak, dia merasa dirinya telah begitu kotor, saat itu juga terbayang wajah Martin, pria yang menaruh hati padanya, apakah dirinya yang telah ternoda itu masih pantas bagi pria itu, apa yang harus dijawabnya bila Martin menyatakan perasaanya padanya kelak, itulah yang berkecamuk dalam pikirannya saat itu. Dia juga tak habis pikir kenapa ketiga orang ini tega-teganya berbuat begitu padanya, padahal selama ini dia selalu baik kepada mereka. Sekarang Pak Kahar memulai gerakan memompanya.
“Uuuhh…asyik, dapet barang bagus gini gratisan, untung banget hari ini !” komentar Pak Kahar sambil terus menggenjot Ivana.
Di sebelahnya Pak Mamad kembali mengenyot payudara gadis itu sambil menggerayangi tubuhnya, pipinya sampai kempot saking bernafsunya.
“Nah…ini Non yang namanya ngentot, gimana rasanya? enak kan?” kata Imron.
Imron kemudian menunduk dan melumat payudara Ivana yang lain, gigitan dan hisapannya lebih kasar dari Pak Mamad sehingga gadis itu merasa nyeri pada putingnya. Mulut Pak Mamad mulai menjalar naik ke bahu, leher, hingga bibirnya. Bibir yang sudah berkerut itupun bertemu dengan bibir Ivana yang mungil dan segar sehingga erangannya teredam. Lidah pria itu mengaduk-aduk mulutnya, Ivana pun secara refleks menggerakkan lidahnya sehingga tanpa terasa dia malah hanyut melayani permainan lidah Pak Mamad, ini juga dikarenakan sodokan-sodokan Pak Kahar yang menimbulkan rasa nikmat yang tidak bisa disangkalnya. Satpam itu makin bersemangat menggenjot vagina Ivana sambil menggumam tak jelas.
“Okh-oohh…enak, ohh-uuuuh…udah perawan, cantik lagi uhh..!” ceracaunya sambil menikmati kontraksi dinding vagina Ivana yang memijati penisnya.
Tangan kekar Pak Kahar yang memegangi paha gadis itu membelai-belai menikmati kemulusan pahanya, sesekali juga meremasi bongkahan pantatnya. Kontras sekali pemandangannya saat itu, tubuh mulus seorang gadis jelita ditengah-tengah tubuh hitam kasar dari tiga pria bertampang seram.
Ivana merasa nyeri pada bagian vaginanya yang baru robek selaput daranya, apalagi satpam itu menyetubuhinya dengan ganas. Imron naik ke ranjang setelah Pak Mamad menyudahi ciumannya, lututnya bertumpu di sebelah kanan dan kiri leher gadis itu, maka penisnya mengacung di depan wajahnya. Ivana tertegun menyaksikan batang berurat yang menodong beberapa senti dari wajahnya itu.
“Ayo Non, kenalan dulu dong sama burung Bapak ini, dia bakal nyenengin Non nanti, tapi dia minta dimanja dulu pakai mulut Non supaya lebih seger” kata Imron dengan seringai mesumnya.
Ivana menggeleng berusaha menjauhkan wajahnya dari benda itu, tapi tidak bisa karena kepalanya di pegangi Imron.
“Jangan Pak…jangan !” katanya terengah-engah
Tanpa merasa kasihan Imron menjejali mulut Ivana dengan penisnya secara paksa, hampir muntah Ivana dibuatnya.
“Jilat pake lidah Non, jangan digigit, awas kalo coba-coba !” perintahnya.
Penis itu terasa penuh di mulut Ivana, itupun belum seluruhnya masuk karena penis Imron terlalu besar untuk mulut Ivana. Karena takut, Ivana pun mulai melakukan apa yang diminta, digerakkannya lidahnya menjilati batang penis di mulutnya, rasanya asin dan agak bau tapi dia tidak bisa menolaknya.
“Ehehhee…enak ga disepong sama si Non ini, Ron ?” tanya Pak Mamad terkekeh-kekeh sambil meremas payudaranya.
“Yahud banget, masih kaku sih, tapi gapapa bisa diajarin kok buat nanti-nanti…uuhhh !” jawab Imron yang sedang menikmati pelayanan mulut Ivana “Iyahh…gitu Non, sambil diisep biar lebih asoy !”
Desahan tertahan terdengar dari mulut Ivana yang sedang dipenuhi batang kemaluan Imron. Tiba-tiba mata Ivana membelakak, tubuhnya mengejang tanpa bisa dikendalikan, Pak Kahar yang sedang menggenjotnya pun semakin bernafsu, penisnya ditekan lebih dalam sampai bibir vagina Ivana ikut tertekan. Gadis itu telah orgasme dan disusul beberapa detik kemudian oleh pemerkosanya, Pak Kahar menumpahkan spermanya yang hangat itu di dalam vagina Ivana dan genjotannya masih berlanjut sekitar 1-2 menit ke depan, dari vaginanya nampak menetes cairan putih susu yang telah bercampur darah keperawanannya. Tubuh Ivana kembali melemas dan dia juga sedikit lega karena Imron menarik lepas penisnya dari mulutnya. Namun waktu istirahatnya tidak lama, karena Imron langsung membalikkan tubuhnya dan menyuruhnya nungging dengan bertumpu pada kedua lutut dan sikunya.
“Wah…darahnya banyak banget nih !” kata Imron sambil mengelap selangkangan Ivana dengan tissue.
“Iya tuh, perawan tulen, gua aja keluarnya lebih cepet barusan, pokoknya legit banget !” Pak Kahar menimpali.
“Bapak juga mau disepongin kaya Pak Imron tadi, ayo dong Non !” pinta Pak Mamad yang sekarang naik ke ranjang dan duduk berselonjor dengan bersandar ke kepala ranjang.
Orang tua ini mintanya lebih halus dibanding si satpam dan Imron, dia membimbing jari-jari lentik Ivana menggenggam penisnya yang keriputan dan bulunya sudah beruban itu.
“Dijilat Non, jangan cuma diliatin aja !” katanya pada Ivana yang masih jijik menatap batang di genggamannya itu.
“Heh denger gak tuh, dijilat oi, ke orang tua jangan ngelawan !” kata Imron sambil mencucukkan dua jari ke vagina gadis itu.
“Ahh…iya Pak, tolong jangan sakitin saya lagi !” jeritnya ketika dua jari itu menusuknya secara mendadak.
Ivana mulai menundukkan kepalanya dan menyibak rambut panjangnya, dia memberanikan diri melawan rasa jijik dengan menjilati kepala penis Pak Mamad yang membuat orang tua itu langsung mendesah keenakan.
“Hehehe…enak yah Pak, ati-ati loh jantungan !” canda Pak Kahar yang duduk sambil mengelap keringatnya.
“Ugghh !” Ivana melenguh pelan saat Imron memberikan gigitan ringan di pantatnya, juga dia jilati bongkahan putih padat itu.
Dia meneruskan aktivitasnya mengoral penis Pak Mamad, walau tidak nyaman dengan aromanya, dia terus melakukannya karena khawatir mereka akan semakin kasar padanya, dan yang tak kalah penting adalah skandal ayahnya. Kemudian dia mulai membuka bibirnya yang indah memasukkan penis tua itu ke mulutnya. Sungguh ironis, gadis secantik itu membiarkan penis berkerut milik seorang yang pantas menjadi kakeknya itu ke mulutnya. Kepala Ivana naik-turun mengisapi penis itu, hal ini membuat orang tua itu makin mendesah saja sambil tangannya meremas rambut Ivana.
“Hehehe…liat Ron, si Non ini cepet yah belajarnya sampai Pak Mamad kesetanan gitu !” komentar si satpam.
“Iya tuh, udah mulai ketagihan kali, dasar bakat perek, iya kan Non !” ejek Imron sambil meremas pantatnya.
Panas sekali hati dan telinga Ivana mendengar penghinaan itu, benar-benar merendahkan harga dirinya, tapi demi ayahnya dia tanggung segala hinaan itu. Juga teringat lagi dulu dia pernah menolong orang yang menghinanya itu ketika tersandung di tangga, hatinya serasa disayat-sayat sehingga membuat matanya makin sembab.
Setelah membersihan ceceran darah di selangkangan Ivana, Imron naik ke ranjang mengarahkan penisnya bersiap menyetubuhi gadis itu dalam posisi doggie. Ivana meringis ketika merasakan penis Imron menyeruak masuk ke vaginanya, dia merintih, perih, namun kali ini sudah lebih mendingan berkat cairan kewanitaan yang melicinkan vaginanya.
“Aahh…!” itulah yang keluar dari mulut Ivana saat Imron menyentakkan penisnya hingga amblas seluruhnya.
Imron mulai maju-mundur sambil tangannya berkeliaran menggerayangi pantat, punggung dan payudaranya yang menggelantung.
“Ayo Non, Isepnya terusin tanggung nih !” kata Pak Mamad menekan kepala Ivana sambil tangannya yang satu memegangi penisnya.
Kembali Ivana mengulum penis Pak Mamad sambil menerima sodokan-sodokan dari belakangnya. Pak Mamad melenguh-lenguh dengan suara parau merasakan hisapan Ivana pada penisnya, tangannya meraih payudara gadis itu dan memain-mainkan putingnya. Entah mengapa Ivana merasakan suatu gairah timbul dalam dirinya atas perlakuan ini, sebuah perasaan yang tidak bisa dia tahan, hasrat liar dalam alam bawah sadarnya mulai timbul menggusur akal sehat dan hati nuraninya.
Setelah beberapa saat Pak Mamad makin menggelinjang, orang tua itu menggumam tak jelas dan akhirnya crrt…crrt…Ivana kaget merasakan ada cairan beraroma tajam yang tiba-tiba memenuhi mulutnya, dia langsung melepas penis itu sehingga sisa cairan itu menyemprot ke wajahnya, juga membasahi tangannya.
“Ohhh…!” jeritnya kecil ketika sperma itu nyiprat ke wajahnya.
“Hehehe…itu namanya peju Non, ntar lama-lama juga doyan kok !” sahut Pak Kahar yang sudah berdiri di sebelahnya.
Jijik sekali Ivana dengan cairan kental yang baunya aneh itu sehingga dia menyeka wajahnya dengan jari-jarinya. Saat itu Pak Mamad sudah ngos-ngosan dalam kepuasannya.
“Eit…jangan dibuang gitu aja dong, mubazir !” kata Pak Kahar sambil menangkap pergelangan tangan Ivana “Nih…diminum dong, sehat kok bergizi !” dia mengelap sperma pada hidung Ivana dengan jarinya lalu menyodorkannya ke mulutnya.
Ivana menggeleng dengan mulut tertutup, tiba-tiba sebuah sodokan keras menghujamnya dari belakang.
“Ayo…diminum ! supaya biasa nantinya !” perintah Imron dari belakang.
Dengan ragu-ragu Ivana mulai menjilati sperma di jari Pak Kahar dan langsung ditelan dengan menahan jijik. Pak Kahar juga menyuruh membersihkan sisanya pada penis Pak Mamad yang sudah mengendor.
“Nah, asyik kan Pak Mamad, dah lama pasti ga nyoba yang seger-seger gini !” kata Pak Kahar pada rekannya itu.
Pak Mamad hanya terkekeh-kekeh mengiyakan semua itu. Tiba-tiba semua terdiam karena terdengar sebuah musik berasal dari tas Ivana yang tak lain adalah ponselnya. Pak Kahar mengeluarkan benda itu dari tasnya, yang menghubungi adalah ayahnya, Pak Heryawan.
“Terima Non, tau kan apa yang harus Non omongin !” kata Imron
Ivana menerima ponselnya dari Pak Kahar dan menerima panggilan itu, dia berusaha keras mengendalikan nada bicaranya agar wajar, dia harus berbohong sedang mengerjakan tugas kelompok di kost teman dekat sini, selama empat menit berbicara itu penis Imron tetap menancap di vaginanya, dan mereka terus menggerayangi tubuhnya.
Setelah telepon ditutup Imron kembali menggenjot tubuh Ivana, kali ini lebih ganas dari sebelumnya sampai ranjangnya ikut goyang, mungkin karena rasa tanggungnya tadi. Desahan Ivana bercampur bunyi tepukan pada pantatnya yang bertumbukan dengan selangkangan Imron. Pak Kahar yang nafsunya mulai bangkit lagi meremas payudara kanannya dengan gemas.
“Sakit…!” rintih gadis itu yang malah membuat mereka semakin nafsu.
Sepuluh menit lamanya dia digumuli dalam posisi itu, sodokan-sodokan Imron ditambah tangan-tangan yang menggerayanginya mendatangkan kembali perasaan aneh yang tadi dirasakannya, kembali tubuh Ivana mengejang disertai erangan panjang. Dirinya serasa terbang selama 1-2 menit, dan dia harus mengakui kenikmatannya. Gelombang orgasme yang menerpa Ivana dirasakan juga nikmatnya oleh Imron karena otot-otot vaginanya semakin menghimpit penisnya serta menghangatkannya dengan cairan yang dihasilkan. Hal ini tentu memicu Imron menggenjotnya lebih cepat lagi hingga diapun keluar tak lama kemudian, penisnya menyemprotkan sperma dengan derasnya ke rahim Ivana. Setelah mengeluarkan isinya, Imron menarik lepas penisnya, ketika dikeluarkan terlihat cairan kental belepotan di batangnya yang lalu dilapkan pada belahan pantat gadis itu.
Pak Mamad kini menggeser tubuhnya ke depan hingga berbaring telentang di bawah tubuh Ivana. Penisnya sudah mulai mengeras lagi karena sambil istirahat tadi dia memegangi tangan gadis itu agar terus mengocok penisnya.
“Yuk, Non sekarang giliran Bapak yah” katanya mengelus pipi gadis itu.
“Gini Non, saya ajarin gaya lain !” sahut Imron mendekap tubuhnya dari belakang dan mengangkatnya hingga duduk berlutut di atas selangkangan Pak Mamad “Pegang tuh kontol, arahin ke memek Non !” suruhnya.
Ivana sudah pasrah dan terlalu lelah untuk melawan sehingga dia mengikuti saja apa yang diinstruksikan mereka. Dia menggenggam penis tua dibawahnya itu mengarah ke vaginanya.
“Turunin badannya Non sampe nancap !” suruh Pak Kahar.
Pak Mamad sendiri tidak banyak tingkah seperti dua orang itu, dia cuma memegangi payudara Ivana saja sambil sesekali memberi pengarahan. Ivana mulai menurunkan tubuhnya dan penis itu melesak masuk ke dalam diiringi desahan keduanya.
“Sekarang gerakin badannya naik turun Non, pasti enak !” Pak Mamad menginstruksikannya.
“Uuuhh…eennggg !” lenguh orang tua itu merasakan gesekan penisnya dengan dinding vagina Ivana yang masih seret.
Tubuh Ivana mulai bergerak naik-turun diatas penis Pak Mamad, mula-mula dibantu Imron yang menekan-nekan tubuhnya dari belakang, tapi lama-lama tanpa disadari Ivana pun mulai bergoyang dengan sendirinya. Pak Kahar memegang buah dada kanan Ivana dan mulutnya langsung melumatnya, tangannya yang satu mengocok-ngocok penisnya sendiri. Imron yang mendekapnya dari belakang menciumi leher dan pundaknya sehingga gadis itu semakin hanyut dalam birahinya.
“Oooh…terus Non, enak banget…uuuhh…terus !” orang tua itu mendesah tak karuan
“Asyik kan Non, tuh buktinya goyangnya lebih hebat dari Inul !” kata Pak Imron dekat telinganya.
Ivana terus menaik-turunkan tubuh tanpa peduli omongan-omongan mereka yang bernada melecehkan itu, birahinya menuntut pemuasan sekalipun hatinya menolak. Pak tua itu tidak tahan lama dengan goyangan-goyangan Ivana, diapun menyemprotkan spermanya dan terengah-engah kepuasan, nafsunya memang besar tapi tenaganya sudah termakan usia.
Setelah itu, Imron mengajaknya turun dari ranjang, lalu dia duduk di sebuah kursi dan menyuruhnya duduk di atas pangkuannya dengan posisi memunggungi. Kembali Ivana memicu tubuhnya naik-turun di atas pangkuan Imron. Selain itu dia masih harus melayani penis Pak Kahar dan Pak Mamad yang berdiri di depannya. Dikulum dan dikocokinya penis itu bergantian. Dari belakangnya Imron menekan-nekan tubuhnya agar penisnya menancap lebih dalam, tangannya mendekap tubuhnya dan menggerayangi payudaranya. Ivana klimaks lagi dalam posisi demikian dan disusul Imron tak lama kemudian. Nampak sperma berlelehan di selangkangan keduanya yang masih menyatu. Pak Kahar yang masih keluar mengambil alih kendali, dia mengangkat tubuh Ivana yang masih lemas dan menelentangkannya di meja dengan kaki menjuntai. Dinaikkannya kaki Ivana ke pundaknya dan menancapkan penisnya. Selama lima belas menit Ivana disetubuhi oleh satpam itu hingga akhirnya dia mengeluarkan penisnya, isinya muncrat membasahi perut hingga permukaan kemaluannya. Untung itu tugas terakhir baginya, kalau tidak mungkin dia sudah pingsan kehabisan tenaga.
Ivana pulang dengan langkah gontai, rasa nyeri masih terasa pada selangkangannya. Sampai di rumah dia sekuat tenaga bersikap wajar seolah tidak terjadi apa-apa, karena tidak ingin merepotkan ayahnya. Ketika ayahnya menanyakan cara jalannya yang agak tertatih-tatih dia berbohong dengan mengatakan tadi terpeleset di tangga, tapi tidak parah. Yang paling berat baginya adalah tiga hari setelah peristiwa itu, yaitu ketika Martin menyatakan cintanya sewaktu mengantarnya pulang nonton. Dia merasa dirinya yang sudah kotor itu tidak pantas lagi baginya, Martin terlalu baik baginya sehingga dia tidak sanggup menerima cintanya. Martin beberapa kali membujuknya tapi tidak ada hasil, akhirnya dengan hati hancur, setelah kelulusannya tak lama kemudian, pemuda itu pergi ke luar negeri meneruskan studinya sekaligus untuk melupakan kenangan-kenangan manis yang pernah dia lalui bersama Ivana.
“Maafkan aku Martin, karena aku cinta makannya aku menolak, aku cuma bisa berdoa semoga di kemudian hari ada gadis yang lebih pantas bagimu daripada aku yang telah ternoda ini” demikian kata Ivana di sela tangisnya di dalam kamar setelah menolak cinta pemuda itu.
Ivana memulai hidup barunya sebagai budak seks Imron. Sesekali Pak Kahar dan Pak Dahlan, si dosen bejat juga mendapat kesempatan mencicipi tubuhnya. Pak Mamad berhenti kerja seminggu setelah peristiwa itu, dia merasa berdosa telah ikut memperkosa bahkan menjerumuskan gadis berhati emas itu ke lembah nista. Dua hari sebelumnya dia sempat bertemu Ivana dan meminta maaf padanya.
“Maafin Bapak yan Non, waktu itu ga tau setan apa yang nguasain Bapak sampai nyusahin Non seperti ini. Sekarang Bapak jadi dikejar-kejar dosa, makannya Bapak mau pulang kampung aja” kata orang tua itu tidak berani menatap wajah Ivana.
“Sudahlah Pak, semua sudah terjadi, Bapak cuma khilaf, ini bukan sepenuhnya salah Bapak kok, saya sudah pasrah sama nasib saya” Ivana menjawabnya dengan suara lemas.
Di mata para dosen dan teman-temannya memang Ivana masih tetap seorang mahasiswi favorit, namun di luar jam kuliah dia bak pelacur yang siap melayani nafsu si penjaga kampus bejat itu.
###########################
Nightmare Campus 7: Fatal Attraction
Jam tujuh kurang, Imron sedang berjalan menyusuri koridor lantai empat, gedung fakultas ekonomi. Tangannya memegang sapu dan ceruk yang akan dia gunakan untuk menyapu ruang C-411 yang baru selesai dipakai untuk kuliah malam. Langkahnya makin mendekati ruang yang lampunya masih menyala itu. Terhenyak dirinya begitu membuka pintu dan menemukan di dalam kelas itu masih tertinggal seorang gadis. Gadis itu tersenyum manis padanya lalu meneruskan mencatat sesuatu di buku catatannya.
“Eehhmm…malam Non, kok belum pulang ?” sapanya
“Sebentar lagi Pak, nanggung lagi nyalin catatan temen, enngg…kelasnya mau dikunci yah Pak ?”
“Iya toh Non, kan udah malem !” jawab Imron dengan mata mencuri-curi pandang ke arah lekuk tubuh gadis itu.
Penampilan si gadis yang memakai kemeja kuning lengan pendek berbahan tipis yang kancing atasnya terbuka hingga memperlihatkan belahan dadanya serta rok mininya yang membuat pahanya yang putih mulus itu terekspos bebas tentu saja membuat Imron menelan ludah melihatnya.
“Hhmm…kalo gitu Bapak beresin kelas aja dulu, ntar kalau udah selesai kita sama-sama keluar, soalnya ini catatan mau saya kembaliin ke yang punya hari ini juga, gapapa kan Pak, saya gak ganggu kan ?” katanya dengan senyum manis.
Maka Imron pun membiarkan gadis itu meneruskan mencatat sementara dia mulai membersihkan kelas itu. Tentu ini saja Imron tidak terganggu malah sebaliknya merasa senang karena sudah kerja seharian penuh ada objek untuk refreshing sejenak. Sambil menyapu matanya hampir tidak pernah lepas dari gadis itu, diperhatikannya bentuk tubuhnya yang ideal dan membayangkan dibalik pakaiannya itu, wajahnya cantik dengan rambut rambut hitam pendek sebahu ala Maiko Yuki, artis JAV era 90′an. Mudah saja bagi Imron untuk memperkosanya saat itu juga, tapi dia paling tidak suka kalau korbannya belum takluk sepenuhnya yang biasa dia intimidasi dengan skandal-skandalnya, lagipula menyerang secara frontal begitu risikonya tinggi, bisa-bisa si korban histeris atau melaporkannya. Dalam hal ini Imron sangat berhati-hati agar jangan sampai menimbulkan kesulitan baginya kelak. Gadis itu pun sepertinya cuek saja dengan kehadiran Imron di situ, dia terus menulis tanpa menghiraukan tatapan menelanjangi Imron. Bahkan ketika Imron sedang menyapu di depannya, entah sengaja atau tidak, dia menyilangkan kakinya sehingga mata Imron makin nanar melihat pahanya yang mulus lagi jenjang itu.
“Enngg…Pak diluar sana emang udah ga ada siapa-siapa lagi yah ?” gadis itu tiba-tiba bertanya demikian.
“Iya Non, udah pulang semua, tinggal Non sendirian, ga takut apa Non ?” jawab Imron dengan terus menyapu.
“Nggalah, takut apa, sekarang kan ga sendirian, lagi ada Bapak” jawabnya tersenyum “Pak bisa tolong tutup pintunya anginnya ga enak panas, bikin gerah nih !” pintanya karena kebetulan duduk dekat pintu, dan memang cuaca hari itu tidak nyaman, panas dan berangin. Kipas angin yang menggantung di langit-langit kelas itulah yang membuat cuaca di situ lebih enak.
Imron menutup pintu itu, dia heran melihat gadis itu kok bersikap ramah bahkan cenderung menggoda padanya, tidak seperti warga kampus yang umumnya bersikap acuh tak acuh, tidak tahukah dia bahwa yang bersama dengannya di ruang itu adalah maniak pemerkosa yang sedang menghantui kampus ini. Ketika dia menyapu ke sisi lain sekitar gadis itu terlihat sedikit celana dalam yang dipakainya, warnanya hitam seperti warna branya yang terlihat melalui kemejanya yang tipis. Imron benar-benar ngiler melihat pemandangan itu, ingin rasanya dia membelai paha mulus itu, lalu meraba hingga ke pangkalnya. Saat dia menyapu lebih dekat lagi, tiba-tiba dompet gadis itu terjatuh dari meja pada bangku kuliah itu. Secara spontan Imron pun membungkuk untuk memungutinya, gerakan Imron ketika mau berdiri dan mengembalikan benda itu mendadak terhenti karena tertegun paha mulus itu telah berada dua jengkal dari pandangannya sehingga celana dalam yang tadi terlihat sekilas itu makin terlihat jelas.
“Ngeliat apa Pak ?” tanyanya dengan cuek “pegang aja daripada bengong gitu Pak !” sebelum Imron sempat menjawab karena sedang terpukau, gadis itu sudah lebih dulu meraih tangan Imron yang memegang dompet, tangan satunya mengambil dompetnya dan menaruhnya kembali di meja, lalu dia letakkan tangan Imron itu di pahanya.
Sungguh Imron tidak menyangka gadis itu memang sengaja menggodanya sehingga begitu gadis itu memberi lampu hijau padanya birahi yang sejak tadi ditahannya tercurah deras bagai bendungan bobol. Imron segera mengelusi sepanjang kaki putih mulus itu dengan gemasnya, dari betis lalu ke paha yang tertutup roknya. Gadis itu menggeliat saat tangan Imron menyentuh bagian selangkangannya yang masih tertutup celana dalam.
“Hehehe…Non emang sengaja godain Bapak yah !” katanya menyeringai
“Eemmhh..iya Pak, puasin saya yah, saya tau kok Bapak dari tadi mau ngentotin saya, ya kan ?” desisnya dengan senyum menggoda.
Kata-kata itu membuat Imron makin terangsang, dia semakin berani menggerayangi tubuhnya. Tangannya yang tadi masih meraba-raba dari luar celana dalam mulai menyusupkan jarinya lewat pinggiran celana dalam itu, dirasakannya bulu-bulu dibaliknya dan juga ada basah-basah pada bibir vaginanya, gadis itu pun rupanya sudah horny sejak tadi.
Imron kemudian menarik celana dalam itu dari bagian tengahnya, gadis itu juga meluruskan kakinya membiarkan celana dalam itu melolosinya. Kemudian dia memasukkan jari tengan dan telunjuknya ke tengah vagina gadis itu, jari-jari itu mulai mengorek-ngorek vaginanya sehingga gadis itu mendesah dan menggeliat dibuatnya, kedua pahanya terkatup mengapit tangan Imron menahan rasa geli, dengan begitu Imron dapat merasakan kehalusan dan kelembutan kulit paha itu. Tangan Imron yang satunya merambat ke atas melepaskan satu-persatu kancing bajunya hingga terbuka semua memperlihatkan bra hitam berukuran 34Bnya. Gadis itu berinisiatif melepaskan kait branya yang terletak di dada antara dua cupnya dan menyembullah payudara montok berputing merah dadu itu. Diusap-usapnya gumpalan daging kenyal itu dengan tangan kanannya, jarinya memilin-milin putingnya sehingga makin menegang, sementara tangan kirinya makin intens mengocok-ngocok vagina gadis itu. Desahan nikmat terdengar dari mulut si gadis, matanya merem-melek dan nafasnya makin memburu.
“Non suka kan diginiin hehehe !” kata Imron yang merasa berhasil mempermainkan birahi gadis itu.
“Iyah…terus Pak, terushh…!” desah gadis itu menggenggam tangan Imron yang memegang payudaranya seolah minta tangan itu menggerayanginya lebih.
Gadis itu lalu merasakan kakinya dibuka dan basah pada vaginanya. Ternyata Imron sudah membenamkan wajahnya disana. Lidahnya yang panas menjilat-jilat vaginanya disertai gerakan menyedot.
“Uuuhh…hebat banget main oralnya !” kata gadis itu dalam hati merasakan kedahyatan permainan lidah Imron.
Gadis yang sudah terangsang berat itu mengelus-elus kepala Imron seraya membuka pahanya lebih lebar, kepalanya menengadah menatap langit-langit. Namun ketika mendaki puncak gairahnya itu Imron malah menghentikan jilatannya sehingga gadis itu merasa tanggung. Ya, memang itu sengaja dilakukan Imron dengan maksud mempermainkan birahi si gadis agar secara utuh menikmati ronde berikutnya. Kini Imron berdiri di depan gadis itu memelorotkan celananya dan mengeluarkan penisnya yang sudah mengacung tegak. Sejenak si gadis terpana melihat keperkasaan penis Imron yang hitam berurat itu, lalu dia menggerakkan tangan menggenggam penis itu, rasanya hangat dan berdenyut karena yang punyanya sedang terangsang, lalu tangannya mulai mengocok batang itu.
“Ohhh…Non, enak banget !” desahnya sambil membelai rambut gadis itu.
Gadis itu dengan bernafsu menjilati seluruh batang penis Imron, terkadang buah pelirnya pun diemut. Kemudian dia menyibak rambutnya yang sudah agak kusut dan membuka mulut mengarahkan penis itu ke mulutnya. Imron mengerang nikmat, gadis ini berbeda dari korban Imron lainnya yang umumnya pasif atau melakukannya rata-rata karena terpaksa sehingga tentu beda sensasinya. Teknik oral seks gadis ini sungguh profesional, batang penis itu dikulum-kulum dalam mulutnya dan juga diputar-putar dengan lidahnya, tangannya pun memijati buah zakarnya dengan lembut. Saking enaknya, pertahanan Imron langsung jebol dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Wajahnya menegang dan cengkeramannya pada pundak gadis itu makin mengeras. Si gadis yang menyadari lawan mainnya akan segera keluar mempergencar serangannya, kepalanya maju mundur makin cepat dan cret…cret…sperma Imron menyemprot dalam mulutnya. Dengan lihainya gadis itu menelan dan menyedot cairan kental itu tanpa ada yang menetes dari mulutnya. Sungguh kenikmatan oral terdahsyat yang dialami Imron sehingga membuatnya melenguh tak karuan.
“Uoohh…sedot terus Non, enak…enak…!”
Gadis itu juga melakukan cleaning servicenya dengan sempurna, seluruh batang itu dia bersihkan dari sisa-sisa sperma .Setelah mulutnya lepas tak terlihat sedikitpun cairan putih itu menetes dari mulutnya. Sungguh teknik yang sempurnya, demikian pikir Imron.
Setelah puas menikmati pelayanan mulut gadis itu, Imron menarik lengannya agar bangkit dari kursi itu dan lalu disandarkannya ke tembok terdekat. Baju dan branya telah terbuka dan rok mininya tergulung ke atas memperlihatkan organ-organ kewanitaanya.
“Non, kok Non mau berani amat berbuat gini di kampus, Non dari tadi emang udah rencana gini kan ?”
“Bapak juga dah kepengen kan daritadi ngeliatin saya terus, makannya Bapak sekarang harus muasin saya !” katanya dengan horny, tatapan mata dan nada bicaranya memperlihatkan dirinya telah dilanda birahi.
Imron menjawabnya dengan memasukkan jari ke dalam vagina gadis itu yang membuat si gadis tersentak dan mendesah. Kemudian mulutnya juga nyosor melumat payudara kanan si gadis. Dengan rakus mulutnya menyedoti payudara montok itu sesekali giginya menggigit ringan putingnya yang menggemaskan. Si gadis memejamkan mata menikmati serangan si penjaga kampus itu sambil mendesah dan meremasi rambut Imron. Imron juga mengusap-usapkan jarinya pada klitorisnya sehingga gadis itu makin diamuk birahi, membuat tubuhnya bergetar.
Tak lama kemudian si gadis merasakan jari yang mengorek kemaluannya dikeluarkan lalu berganti sebuah benda tumpul lain yang menekan-nekan belahan bibir kemaluannya. Imron mengangkat kaki kanan gadis itu hingga sepinggang, lalu pelan-pelan dia tekan masuk penisnya ke vagina yang telah becek itu.
“Uuhh…!” si gadis merintih sambil memeluk Imron lebih erat merasakan setengah dari batang itu melesak masuk ke vaginanya yang sudah tidak perawan itu “Gila keras amat, kaya dimasukin pentungan aja” katanya dalam hati.
“Enak Non ?” tanya Imron berhenti sejenak memperhatikan ekspresi wajah si gadis yang meringis menahan nyeri.
Si gadis mengangguk dan setelah ekspresi wajahnya kembali normal, Imron mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vagina si gadis. Tubuhnya tersentak-sentak karena Imron dengan penuh nafsu menghujam-hujamkan batang kemaluannya dalam jepitan vagiananya, tangannya meremas bongkahan pantatnya dengan gemas. Imron lalu mendekatkan wajah hendak mencium bibir tipis si gadis. Kalau korban-korban Imron umumnya menunjukkan penolakan bila hendak dilumat bibirnya, gadis ini justru menyambut pagutan bibir Imron dengan penuh gairah. Permainan lidahnya bahkan lebih dahsyat dari Imron, mereka terlibat adu lidah yang panas sampai air liurnya menetes-netes dari bibir masing-masing. Erangan-erangan tertahan terdengar di tengah percumbuan itu.
Imron terus menggenjot gadis itu sambil terlibat dalam ciuman yang panas dan cukup lama, hampir lima menit. Begitu mereka melepas bibir, nafas mereka sudah demikian menderu-deru dan berusaha mengambil udara segar. Imron lalu mengangkat kaki si gadis yang satunya sehingga tubuhnya tidak berpijak di tanah lagi. Si gadis juga memeluknya lebih erat dan melingkarkan kakinya di pinggang Imron sementara kedua pahanya disangga si penjaga kampus itu. Hujaman penis itu makin terasa dalam dalam posisi ini.
“Ohhh…terushh…terus…Pak !” gadis itu menceracau karena merasakan sudah mau mencapai puncak.
Vagina gadis itu makin basah saja sehingga penis Imron bergerak makin lancar karena cairan itu melicinkan dinding kemaluannya. Tubuh keduanya bergoyang kian liar, beradunya kedua jenis kelamin itu menimbulkan bunyi seperti suara tepukan bercampur suara kecipak akibat pengaruh cairan kewanitaan yang membasahi daerah itu. Bercak keringat nampak membasahi baju keduanya. Setelah bergumul sekitar limabelas menit, akhirnya Imron mengirimkan hentakan yang cukup keras disertai lenguhan panjang. Demikian pula halnya si gadis yang mencapai klimaks secara bersamaan, matanya membeliak dan tubuhnya berkelejotan.
Gadis itu merasakan semprotan hangat di rahimnya, sementara di selangkangannya cairan vagina itu bercampur dengan sperma Imron yang meleleh keluar. Hujaman Imron makin lemah, terlebih dulu dia turunkan pelan-pelan kaki kanan si gadis lalu yang kirinya, terakhir dia menarik lepas penisnya. Tubuh si gadis yang telah lemas melorot hingga terduduk di lantai, dia menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lagi. Wajahnya menunjukkan kepuasan akan pemenuhan hasrat liarnya.
“Hebat…goyangan Non bener-bener top, bikin Bapak ketagihan deh !” komentar Imron “Omong-omong Non namanya siapa kalau boleh tau, apa Non emang sengaja disini buat ginian ?”
Si gadis memperkenalkan diri sebagai Joane (20 tahun), sejak awal memang dia mempunyai niat menggoda siapapun yang masuk ke kelas itu. Seorang gadis yang termasuk hyperseks, dia telah menikmati macam-macam petualangan seks, menjual diri ke om-om, menjadi selingkuhan, menggoda dosen untuk mendongkrak nilai, semua pernah dia lakoni. Hampir semua teman-teman cowoknya pernah merasakan kehangatan tubuhnya. Malam itu, kebetulan dia ingin mencoba pengalaman baru yaitu sex with stranger dengan siapapun masuk ke ruang itu dan itu terlaksana. Semuanya dia lakukan semata-mata hanya untuk memenuhi kesenangan saja, bukan seperti pelacur yang melakukannya demi desakan ekonomi, dia berasal dari keluarga berada sehingga tidak ada motif ekonomi dibaliknya. Kurangnya perhatian orangtua yang selalu sibuk dan pergaulannya yang bebas menjerumuskannya menjadi gadis yang hedonis seperti itu.
“Setelah ini kita tidak ada hubungan apa-apa lagi, kalau ketemu anggap aja kita ga saling kenal, ok !” kata Joane datar sambil mengancingkan kembali bajunya.
Setelah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dan menyisir rambutnya, dia pamit dan memberikan ciuman perpisahan di pipi Imron lalu berjalan keluar pintu.
“Nggak salah saya ketemu Bapak malam ini, makasih yah, good bye !” demikian salam perpisahannya setelah mengecup pipi pria itu.
Imron benar-benar puas malam itu, baru pernah dia ketemu yang seagresif ini, mungkin di antara budaknya yang bisa dibandingkan dengan gadis itu cuma Fanny (eps. 5), si ayam kampus, yang bersedia melakukannya juga dengan sukarela dan juga bersikap proaktif. Setelah menghabiskan rokoknya, Imronpun meneruskan tugasnya membersihkan kelas itu dan pulang dengan puas. Keesokan harinya, seperti yang telah dikatakan kemarin, Joane bersikap cuek ketika berpapasan dengan Imron. Hari ketiga, Imron bertemu lagi dengannya dekat toilet.
“Non, kita gituan lagi yuk, asyik banget yah waktu itu !” katanya terkekeh.
Joane hanya melotot padanya lalu berlalu dengan memasang sikap judes, sikapnya sekarang sungguh berbeda dari malam itu.
Hari keempat, kembali Joane berpapasan dengan Imron, kali ini di lift pada jam duabelasan yaitu saat-saat sibuk. Saat itu, Joane sedang berada di dalam lift yang juga dipenuhi mahasiswa/i lain. Di tingkat dua lift berhenti dan Imron masuk ke dalam, di tangannya memegang sapu panjang. Wajah Joane menegang melihat penjaga kampus itu memasuki lift, dia tidak sempat lagi keluar karena lift cukup ramai sementara posisinya di dekat sudut belakang. Terlebih Imron masuk dan mengambil posisi di sebelahnya. Jantung Joane semakin berdegub dan berharap lift cepat membuka jadi dia bisa segera menjauh dari pria ini karena merasa tidak nyaman terus dibayangi olehnya. Pintu lift menutup dan meneruskan perjalanannya ke atas. Tiba-tiba Joane merasa sesosok tangan kasar merabai pahanya belakangnya yang saat itu memakai rok mini dari bahan jeans longgar. Dia terkejut tapi tidak mungkin berteriak karena malah akan membuatnya malu, apalagi kalau pria ini omong macam-macam di depan orang. Ditepisnya tangan itu, namun tangan itu kembali lagi dengan serangan yang lebih berani. Dengan wajah kesal Joane menoleh ke sebelahnya, Imron pasang wajah biasa saja tapi tangan jahilnya terus beraksi, ingin rasanya Joane menamparnya tapi situasinya sangat tidak memungkinkan. Suasana di lift yang cukup padat itu riuh dengan obrolan para penumpangnya sehingga tidak ada yang memperhatikan di sudut itu sedang terjadi pelecehan seksual.
Susah payah akhirnya Joane berhasil merubah posisi badannya, dia memutar posisi badannya hingga kini menghadap Imron yang masih berdiri menyamping darinya sehingga terlepas dari tangan Imron yang merabai pahanya. Dia berpikir dengan posisi begitu Imron tidak mungkin grepe-grepe lagi, tapi dia salah, Imron malah bergeser sedikit ke samping makin memepetnya, lalu tangannya kini mendarat di paha depannya.
“Bangsat…tau gini tadi pake celana panjang !” omelnya dalam hati
Melihat korbannya yang tidak bisa berbuat banyak, tangan Imron semakin berani masuk ke dalam mengelus paha dalamnya hingga menyentuh daerah sensitif Joane yang tertutup celana dalam. Joane menggigit bibir menahan desahan ketika jari Imron mengelus bagian tengah kewanitaannya. Marah sekaligus terangsang dirasakannya saat itu, marah karena pria ini dengan tidak tahu malu meminta jatah lagi, terangsang karena sensasi aktivitas seksual di tempat umum secara sembunyi-sembunyi seperti ini yang sebelumnya hanya pernah dia lihat di film. Matanya menatap tajam pada Imron seolah menyuruhnya berhenti, tapi Imron tetap berlagak bego seolah tak terjadi apa-apa.
“Sialan kenapa malah terus !” omelnya dalam hati lagi ketika lift ternyata tidak berhenti di lantai berikutnya, perjalanan ini terasa panjang baginya karena harus menahan siksa birahi, wajahnya melihat sekeliling dengan hati was-was berharap tidak ada yang melihat.
Jari-jari itu menyusup lewat pinggir celana dalamnya dan mengusap bibir vaginanya sehingga tentu saja dia makin tersiksa, matanya sampai terpejam-pejam sambil susah payah bertahan agar tidak mengeluarkan suara aneh. Syukurlah di lantai empat/ lantai terakhir gedung itu, lift membuka, semua keluar termasuk Joane dan Imron. Joane seharusnya masuk ke kelas, namun dia mengikuti Imron yang menuju ke sebuah kelas kosong yang mau dibersihkannya, dia mau menegur pria itu atas tindakannya yang kelewatan itu. Imron bukannya tidak tahu gadis itu mengikutinya dan dia memang berharap begitu, karenanya dia terus saja berjalan santai ke tempat tujuannya.
“Kenapa Non, kok ngikutin saya terus, masih kurang emang !” sahut Imron cengengesan sambil menggulung kabel OHP.
“Heh, Pak saya kan udah bilang yah kalau hubungan kita tuh cuma malem itu aja, kalau ketemu jaga dong sikap Bapak, ngerti ga sih !” Joane dengan marah menuding padanya.
“Lho, kan Non katanya puas banget sama Bapak waktu itu, Bapak kan cuma mau muasin Non lagi, gitu aja kok” Imron dengan santainya meneruskan pekerjaannya “Ayo dong, Non, Bapak juga seneng banget pelayanan Non jadi pengen lagi nih, boleh kan ?”
“Pak, saya peringatin yah, jangan udah dikasih hati minta jantung, atau saya laporin Bapak supaya dipecat !” gertak Joane yang darahnya sudah mendidih.
“Tapi Non seneng kan !” ledeknya “nih buktinya lendir siapa yah ini ?” sambil menunjukkan dua jarinya yang masih basah bekas mengelus-elus bibir kemaluan barusan.
“Emmmhhh…enaknya, manis kaya orangnya !” dengan gaya menjijikkan Imron menjilati menjilati jarinya yang berlumur cairan Joane itu.
Joane memandang jijik tingkah pria itu, lalu membalikkan badan dan keluar dari ruang itu dengan marah, tadinya dia sudah mau membanting pintu ruang itu, tapi karena di sekitar situ masih ada orang lain dia mengurungkan niatnya, tangannya terkepal keras menahan emosi sambil berjalan ke kelasnya. Dia tidak terlalu konsen mengikuti kuliah hari itu karena masih kesal memikirkan hal yang barusan, namun tak dapat disangkal kejadian di lift tadi sempat dia nikmati juga sehingga pikirannya kini agak melayang. Kuliahnya selesai jam setengah dua. Ketika berjalan di koridor hendak menuju ke lift, sekali lagi dia bertemu Imron yang berjalan dari arah berlawanan.
“Uh…maaf Non, maaf !” Imron pura-pura meminta maaf saat setelah dengan sengaja menyerempet Joane.
Selain menyerempet, ternyata Imron juga dengan cekatan menyelipkan kertas kecil yang berisi catatan ke tangan Joane.
‘Saya tunggu di toilet pria di ujung lantai ini, ada yang perlu kita bicarakan, sesudah ini saya nggak akan mengganggu Non lagi’ demikian tulisnya.
Joane mendengus kesal dan meremas-remas kertas itu lalu membuangnya. Dia memutuskan lebih baik menemuinya saja supaya bisa pria itu puas dan tidak mengganggunya lagi, paling-paling toh yang dimintanya hubungan badan lagi, berikan saja lah sekali lagi dengan syarat ini yang terakhir kalinya, pikirnya. Maka dia tidak jadi ke lift turun dan berbalik menuju toilet yang dimaksud. Letaknya di sudut lantai ini sehingga agak terasing dan jam-jam segini sudah tidak banyak yang lewat situ. Di depan pintunya sudah terpasang plang ‘MAAF SEDANG DIBERSIHKAN’ yang telah dipasang Imron. Dengan jantung berdebar-debar Joane membuka pintu itu, di dalamnya Imron telah menunggu sambil bersandar dari tembok.
“Aahh, Non dateng juga akhirnya yah !” dia menghampiri Joane yang langsung membuang muka darinya.
“Cepat Pak, saya mau pulang, ini yang terakhir kalinya yah, kalau sampai Bapak ganggu saya lagi, awas !” hardik Joane sambil menundingkan jari pada Imron “Asal tau aja, malam itu tuh Bapak cuma saya anggap mainan tau” katanya dengan pedas.
“Hehe, ini kan salah Non juga yang bikin Bapak ketagihan sama servisnya, pokoknya sekarang kalau Bapak minta Non harus siap yah !” kata Imron sambil cengegesan.
“Jangan ngelunjak yah, Pak, emang Bapak ini siapa hah, dasar gak tau diri !” Joane makin marah mendengar kata-kata Imron itu, didorongnya tubuh Imron yang baru mendekapnya.
“Saya punya ini Non, kalau Non ga nurut Bapak bakal orbitkan Non jadi bintang bokep di kampus ini !” kata Imron sambil mengeluarkan ponselnya, lalu dia menyetel video klip yang ternyata berisi rekaman selama tigapuluh detik yang menampilkan adegan Joane sedang mengemut penisnya.
Kaget bukan main gadis itu melihat dirinya ada dalam rekaman itu, dia tidak menyadari bahwa dirinya direkam dengan kameraphone ketika sedang oral seks malam itu tanpa diketahuinya. Dalam rekaman itu jelas sekali wajahnya yang horny sedang mengulum sebatang penis hitam, kalau saja adegan itu tersebar terbayang olehnya apa yang terjadi. Walau bukan gadis suci tapi ini menyangkut reputasi dan privacy, tentu ini sangat merisaukannya.
“Kurang ajar !!! kesiniiin !” Joane menjerit dan berusaha merebut benda itu dari tangan Imron.
Imron dengan gesit berkelit dan menepis tangan gadis itu, bahkan…plak ! plak ! dua kali tamparan dia daratkan di pipi gadis itu.
“Awww !!” jeritnya memegang pipinya yang nyeri kena tamparan.
Belum sempat mengangkat kepala, Imron sudah mencengkram lehernya dan memepetnya ke tembok.
“Heh, awas ya kalo teriak, habis lu !” ancamnya “mau rekaman ini nyebar yah !”
“Jangan…tolong, Bapak mau apa sebenernya ?” katanya gemetar.
“Dasar cewek nakal, pelacur kampus, sok jual mahal banget sih padahal udah kotor juga hah !” kata Imron dekat wajah gadis itu.
“Ampun Pak, saya-saya…” wajahnya mulai memelas karena takut
“Apa hah, saya-saya…heh tau gak yang jadi mainan itu bukan saya, tapi Non tau, mulai sekarang Non itu udah jadi budak seks saya ngerti !” sambil meremas keras payudara kanan gadis itu.
“Aduhhh…sakit…iya…iya…lepasin Pak, tolong !” rintihnya kesakitan.
“Baik sekarang denger, kalo Bapak lagi pengen ngentot Non harus apa ?” tanyanya dengan memelankan nada bicaranya dekat telinga Joane.
“Harus…harus…ngasih” jawabnya gemetar, matanya mulai berkaca-kaca.
“Nah, bagus kalo nggak gimana ?” tanyanya lagi
Joane menggeleng tidak tahu harus menjawab bagaimana, sebutir air mata menetes di wajahnya yang cantik.
“Hei…kalo ditanya jawab yah !” Imron mengeraskan lagi cengkeramannya pada payudara gadis malang itu.
“Ahhh…aduhh-duh…ga tau terserah Bapak aja !” rintihnya
“Hehehe…gitu dong baru anak baik, eh bukan, perek baik !” tawa Imron mengejek
Dilepaskannya cengkeraman pada leher Joane, tangannya merayap ke bawah menyelinap ke balik rok mininya lalu masuk lagi ke celana dalamnya.
“Gini enak kan Non ?” kata Imron meraba-raba kemaluan Joane.
“Enak ga !? Kok malah nangis sih !” Imron mulai kesal dengan sikap Joane yang tidak bergairah seperti malam itu.
Dengan kasar didorongnya tubuh gadis itu ke dekat wastafel hingga dia menjerit kecil. Imron meraih tubuhnya dan menarik pinggang rampingnya hingga menungging, tangan gadis itu bertumpu pada meja wastafel yang di depannya ada cermin besar itu. Tangan Imron bergerak cepat menyingkap rok itu dan memeloroti celana dalam pink yang dipakainya hingga selutut. Kini pantat Joane yang membulat padat itu terpampang jelas di hadapan Imron.
“Pantat yang bagus, bentuknya juga sempurna !” komentar Imron sambil menepuk-nepuk salah satu pantatnya.
Joane dapat melihat dengan jelas wajah menjijikan pria itu sedang mengagumi pantatnya melalu pantulan cermin di hadapannya, juga terlihat Imron dengan terburu-buru membuka celananya sendiri, mengeluarkan senjatanya yang siap ditembakkan
“Plak…” sebuah tamparan keras pada pantatnya membuatnya kaget dan menjerit.
Disusul sebuah benda tumpul memasuki vaginanya dari belakang, benda itu masuk dengan agak kasar lalu dihentakkan sehingga membuatnya tak bisa tak mengerang. Rasa nikmat sekonyong-konyong mulai menjalari tubuhnya. Tubuh Joane terguncang-guncang karena Imron begitu ganas menggenjotnya dari belakang. Joane sendiri terus terang juga merasakan nikmatnya, lebih dari malam itu, karena kali ini lebih kasar dan bernafsu. Tangan Imron menyusuk lewat bawah kaos hitamnya dan menyingkap sebuah cup branya, disana jari-jari kasar itu memilin-milin puting susunya. Dengus nafas Joane makin memburu, nampak dari wajahnya dia akan segera mencapai puncak. Tak lama kemudian, Joane merasa tubuhnya mengejang tanpa bisa ditahan lagi, cairan kewanitaannya meleleh membasahi daerah selangkangannya.
Pluk…Imron menarik lepas penisnya dari vagina Joane, lalu dijenggutnya rambut gadis itu sehingga membuatnya merintih. Joane disuruh berlutut dan mengulum penisnya yang sudah belepotan cairan vaginanya.
“Ayo Non, servis mulutnya, yang enak yah kaya waktu itu !” perintahnya
Joane yang berpikir biar cepat selesai mulai menjilati penis itu dengan sapuan lidahnya yang profesional. Kemudian setelah melakukan cleaning service, digenggamnya batang itu dan diarahkan ke mulutnya. Imron mengerang nikmat merasakan hisapan-hisapan Joane pada penisnya, gadis ini memang sungguh ahli menyenangkan pria, gelitikan lidahnya pada kepala penisnya yang bersunat membuatnya menceracau minta terus dan lebih. Sekitar tiga menitan saja Imron sudah mengeluarkan maninya di dalam mulut Joane.
“Sedot…iyah gitu…ohhh !” lenguhnya sambil meremas rambut gadis itu.
Seperti malam itu, Joane kembali mempertunjukkan keahliannya mengisap penis yang klimaks, nampak dia berkonsentrasi menelan setiap tetes sperma yang keluar agar tidak tersedak atau meluber keluar mulut. Imron memejamkan mata meresapi klimaksnya, hisapan Joane serasa mengirimnya ke sorga. Joane pun akhirnya mengeluarkan batang itu dari mulutnya setelah tidak ada lagi cairan yang keluar. Dia sedikit terbatuk begitu melepas benda itu dari mulutnya.
Setelah gelombang orgasme reda, Imron menaikkan lagi celana panjangnya. Menyangka telah selesai, Joane juga ikut berdiri dan menaikkan kembali celana dalamnya yang nyangkut di lutut.
“Hei-hei, siapa yang suruh beres-beres !” sahut Imron
“Lho, udah dong Pak hari ini, kan udah keluar !” protes Joane dengan wajah cemberut.
‘Plak !’ kembali telapak tangan Imron mendarat di pipinya “Masih berani protes ?!”
“Saya mau keluar dulu sebentar, Non tunggu disini aja, awas ya kabur !” ancamnya “Aahh…saya tau supaya mastiin Non ga kabur !” seringai licik terkembang di wajahnya sambil berjalan mendekati Joane yang memegangi pipinya yang terasa panas.
Dengan setengah paksa Imron mempreteli pakaian Joane satu-persatu hingga di badannya hanya tersisa sepatu hak, arloji, dan gelang kakinya saja. Kemudian Imron meninggalkannya di ruang itu dengan membawa serta pakaian dan tas gadis itu.
“Tunggu yah, kecuali kalau emang Non berani keluar dengan kondisi gitu hehehe !” pesan Imron sebelum keluar.
Tidak ada jalan keluar, Joane menjatuhkan dirinya terduduk di lantai di ujung toilet itu, kedua telapak tangannya menutupi wajah dan menangis terisak-isak. Tidak pernah disangkanya kalau keisengannya malam itu menjerumuskannya sedalam ini, dulu waktu di masih SMA memang dia pernah melakukan hal serupa dengan satpam sekolahnya, tapi si satpam itu tidak punya cameraphone yang bisa digunakan untuk memerasnya. Dia lalu mengangkat wajah melihat sekeliling, toilet itu memang bersih, lantai dan dindingnya berlapis marmer dan klosetnya juga masih bagus karena memang ruang ini baru saja direnovasi dua bulan yang lalu. Dia berdiri dan melihat ke cermin bayangan dirinya tanpa busana. Diperhatikannya payudara kanannya nampak agak merah, masih terasa sakit dan nyut-nyutan akibat remasan brutal Imron tadi. Dibukanya kran air untuk mengambil air membersihkan vaginanya yang lengket sisa persetubuhan juga untuk berkumur menghilangkan aroma sperma yang masih terasa di mulutnya. Kemudian dia duduk meringkuk di tempat tadi memeluk dirinya sendiri menahan dinginnya angin dari ventilasi menerpa tubuh polosnya. Benar-benar bingung memikirkan apa yang harus dilakukan saat itu, di ruang itu tidak ada satupun benda yang bisa dipakai menutupi tubuhnya, tidak mungkin dia bisa kabur dengan keadaan polos begitu, dia hanya berharap Imron secepatnya kembali dan melepaskannya.
Tiba-tiba pintu terbuka dan Imron masuk sambil senyum-senyum.
“Mana barang-barang saya Pak, kapan saya boleh pulang ?” tanya Joane melihat Imron tidak membawa baju yang tadi disitanya.
“Tenang, sabar aja Non, ntar juga Bapak kembaliin kok” kata Imron sambil menyingkirkan tangan Joane yang menyilang menutupi dadanya “maaf yah nunggu lama, Non pasti kedinginan yah”
Imron mendekap tubuh Joane dari belakangnya, tangannya memijat-mijat payudaranya dan tangannya yang lain turun ke bawah mengelusi kemaluannya. Joane merasa pelukan Imron ditambah sentuhan-sentuhan erotisnya menghangatkan tubuhnya dan membuatnya lebih nyaman, Imron juga menjulurkan lidahnya menjilat daun telinganya sehingga nafsu gadis itu mulai naik lagi
“Udah hangat kan Non, enak ?” tanya Imron dekat telinganya yang dijawab gadis itu dengan mengangguk “Kalau mau lebih hangat Bapak juga udah siapin kok Non, Oiii…masuk !!”
Seruan itu membuat Joane yang sudah terbuai hingga matanya terpejam terkejut dan membelalakan matanya karena pintu terbuka lagi dan masuklah beberapa orang pria, yang satu berpakaian satpam dan empat lainnya berpakaian lusuh dan salah satunya bertopi pet.
Yang berpakaian satpam itu tidak lain adalah si satpam kampus yang pernah ikut memperkosa Ivana bersama Imron (eps. 6), sedangkan empat lainnya adalah tukang-tukang becak yang biasa mangkal di sekitar kampus. Rupanya barusan Imron keluar untuk mengajak si satpam berbagi kenikmatan, dan kebetulan saat itu dia sedang main catur dan ngobrol-ngobrol dengan tukang becak yang sedang mangkal, maka sekalian juga dia ajak mereka sekalian memberi hukuman pada Joane karena lancang mengatakannya hanya sekedar mainan, ajakan itu langsung disambut antusias oleh mereka. Mata mereka semua seperti mau copot melihat keindahan tubuh Joane.
“Wah-wah Ron lu emang pinter milih barang, gua bisa awet muda kalau lu kasih ginian terus” kata Pak Kahar.
“Uhuy, mimpi apa gua semalem bisa dapet yang bagus gini !”
“Gile tuh cewek, cakep banget, mana bodynya seksi gitu, liat tuh jembutnya lebat gitu !”
“Akhirnya gua bisa juga dapet kesempatan ngentot anak kuliahan nih !”
Mereka begitu kegirangan dan berkomentar macam-macam mendapat kesempatan langka seperti itu. Joane jadi panik dan tegang membayangkan dirinya akan segera menjadi bulan-bulanan orang-orang kasar seperti mereka, dia meronta berusaha melepaskan diri tapi dekapan Imron terlalu kuat mengunci dirinya.
“Pak, apa-apaan ini, lepaskan saya, tolong !” ucapnya panik sambil meronta.
“Hehehe, soalnya saya kasian Non tadi kedinginan, makannya saya bawain mereka buat ngehangatin Non, sekalian supaya Non tau kalau lain kali berani macem-macem gini hukumannya !” kata Imron dekat telinganya.
“Jangan…jangan, lepasin saya Pak !” suara Joane makin bergetar melihat kelima pria itu makin mendekati dan mengerubunginya, beberapa diantaranya mulai melepas bajunya.
Imron mengangkat kedua tangan Joane ke atas dan memegangi kedua pergelangan tangannya, dengan begitu dadanya kelihatan makin membusung.
“Toked yang montok, gua suka yang gini, udah padat empuk lagi !” sahut Pak Kahar sambil meremas payudaranya.
Salah seorang tukang becak yang giginya tonggos meraih payudara sebelahnya dan menghisapinya, si tonggos itu dengan gemas menyentil-nyentilkan lidahnya pada puting Joane sambil sesekali digigit dengan giginya yang nongol itu. Enam pasang tangan-tangan kasar itu mulai menggerayangi tubuh mulus gadis itu, belaian dan remasan dirasakan terutama di dada, paha, dan pantatnya, ada yang memasukkan jari dan mengorek-ngorek vaginanya, ada yang berjongkok sedang menjilati pahanya, Imron sendiri dari belakangnya sedang mengerjai daerah leher dan telinga, rambutnya yang pendek memudahkan Imron menjilati dan mencupang leher jenjangnya, sapuan lidah Imron pada telinganya sungguh menggoda libidonya.
Joane memang sempat ketakutan, namun kini dia mulai terangsang karena daerah-daerah sensitifnya tidak ada yang luput dari jamahan mereka. Bibirnya mulai terbuka dan membalas lumatan bibir Pak Kahar, lidahnya beradu saling beradu dengan panas dengan si satpam itu. Imron sudah melepaskan pergelangan tangannya setelah yakin gadis ini sudah takluk dan tidak berontak lagi. Tangan gadis itu kini sedang memijati penis salah satu tukang becak yang bertubuh gempal. Selesai berciuman dengan Pak Kahar, tukang becak tonggos di sebelahnya menarik wajahnya dan langsung melumat bibirnya sebelum dia sempat mengambil udara segar. Tiba-tiba dia merasakan ada basah dan geli di vaginanya, rupanya di bawah sana ada seorang tukang becak sedang berjongkok dan menjilati vaginanya. Dia menaikkan pahanya ke pundak tukang becak berumur 40-an itu sehingga pria itu lebih leluasa menyedot vaginanya.
“Oohhh…!” desahan menggoda terdengar dari mulutnya, matanya terpejam menikmati setiap jamahan yang mempermainkan hasratnya.
Gangbang, memang bukan pertama kalinya bagi Joane karena dia pernah merasakannya di pesta-pesta pribadi dengan temannya, namun baru kali ini dia melakukannya dengan orang-orang kasar dan kelas bawah seperti mereka. Tidak seperti teman-temannya yang biasa bermain lembut, gaya para tukang becak ini sangat primitif, mereka seperti binatang lapar yang baru mendapat makanan lezat sehingga mainnya lumayan kasar, ,misalnya seorang tukang becak yang mengenyot kuat-kuat dan menggigit putingnya sehingga membuatnya meringis dan meninggalkan bekas gigitan di kulit putih itu.
Pak Kahar menarik pinggang Joane dari belakang hingga menungging lalu mulai menjejali penisnya ke vaginanya. Disaat yang sama, tukang becak yang bertubuh gempal itu menyuruhnya mengoral penisnya. Kini posisi Joane sedang disodok dari belakang sambil menunduk sembilan puluh derajat dan mengulum penis si tukang becak gempal di depannya, dia memakai tangannya melingkari pinggang lebar pria itu untuk menyangga tubuhnya.
“Wah, liat nih susu gantung oi, pengen minum dari susu gantung ah !” sahut seorang tukang becak kerempeng berkumis tipis seraya meraih buah dada Joane yang bergelayutan lalu mengisapnya dengan gemas, persis seperti anak sapi menyusu dari induknya.
Setelah sekitar sepuluh menit menyetubuhi Joane, Pak Kahar merasa sudah mau keluar. Dia makin ganas menyodok-nyodokkan penisnya hingga tubuh Joane makin terguncang, badannya lalu menegang dan sambil mengerang nikmat, dia berejakulasi di rahim Joane.
“Uuhh…asli uenak, jaminan mutu !” kata Pak Kahar terengah-engah “ayo, siapa nih sekarang !” dia mencabut penisnya dan memberi giliran pada teman-temannya.
Sebelum didului yang lain, tukang becak gemuk yang dioral Joane segera melepaskan penisnya dari mulut gadis itu lalu mengangkat dan mendudukkannya di meja wastafel marmer itu.
“Aahh…!” erang Joane saat si gemuk itu menanamkan penisnya yang tidak terlalu besar namun diameternya lebar.
Si tukang becak itu mulai mengocok vagina Joane sambil berdiri. Gadis itu merem-melek merasakan tusukan-tusukan keras pada vaginanya serta tangan-tangan yang menggerayangi tubuhnya. Akhirnya dia tidak tahan lagi, tubuhnya mengejang menandakan klimaks sambil mengeluarkan desahan panjang. Si tukang becak gemuk juga menyusul tak lama kemudian, pria itu menggeram dan menekan penisnya lebih dalam ke vagina Joane, spermanya menyembur di dalam sampai meluap keluar membasahi tepi meja wastafel yang diduduki gadis itu. Ketika sedang menikmati orgasmenya, tiba-tiba seseorang maju mengambil giliran berikutnya, orang itu adalah si tukang becak tonggos, dia sudah nafsu sekali karena mendengar desahan gadis itu dan menonton goyangannya.
“Turunin aja ke lantai Mat, biar bisa bareng-bareng makenya !” sahut salah seorang dari mereka.
Si tonggos yang mereka panggil Mat itu pun lalu selonjoran di lantai, diaturnya tubuh Joane yang masih agak lemas menduduki penisnya. Dia memegang batang penisnya agar terarah ke liang vagina Joane dan dia bimbing gadis itu menurunkan tubuhnya hingga penisnya amblas dalam vaginanya.
“Ah, enak Non, hangat dan seret biar udah ga perawan” katanya menikmati penisnya tertelan vagina Joane.
Si tonggos itu memulai dulu dengan menyentakkan pinggulnya ke atas sehingga Joane tidak tidak bisa tak mendesah.
“Ayo Non, ngebornya dong !” perintahnya.
Joane mulai menaik-turunkan tubuhnya di atas penis si tonggos, sesekali dia melakukan gerakan memutar sehingga batangan itu mengaduk vaginanya, payudaranya juga ikut bergoyang-goyang seirama goyangannya. Pria lainnya juga berdiri mengelilingi dirinya, ukuran penis mereka yang besar-besar dan hitam itu sempat membuatnya terpana. Penis-penis itu mengacung padanya menanti dikocok, dielus dan dioral. Walaupun situasinya tidak menguntungkan tapi terus terang dia juga merasakan sensasi yang lain dari biasanya, disini dia bisa mengekspresikan hasrat terliar dalam dirinya. Tanpa malu-malu lagi, dia menggenggam penis salah seorang tukang becak berumur tigapuluhan yang cukup panjang, dijilatinya penis itu pada kepalanya sehingga pemiliknya blingsatan, tangan satunya juga meraih penis lain dan mengocoknya perlahan
“Wahh…gila jilatannya kaya surga !” komentar pria yang sedang dijilati kepala penisnya itu.
“Kocokannya juga sip, jari-jarinya halus gini, hoki banget bisa main sama anak kuliahan nih” timpal yang satunya yang kerempeng dan berusia setengah baya itu.
Selama lima menitan dia melayani penis-penis yang ditodongkan padanya secara bergantian dengan mulut dan tangannya, dua orang diantaranya memuntahkan isi senjatanya karena sudah tidak tahan, yang satu muncrat di dalam mulutnya namun meluber keluar karena sempat tersedak, orang yang lainnya menyemprot dalam kocokan tangannya sehingga cairan itu membasahi pipi kanan dan lehernya.
“Oi-oi gua bosen ngerasain tangannya aja, tuh kan lubang satunya masih nganggur, permisi dong !” sahut si tukang becak yang bertopi pet.
Kemudian dia meminta Joane berhenti sejenak dan dinaikkannya sedikit pantatnya agar bisa menyerang secara anal.
“Pelan-pelan Pak, saya takut !” kata Joane yang agak tegang waktu pria itu akan menganalnya.
“Sabar Non, tahan dikit, ntar kesananya enak kok !” kata pria itu sambil menekan penisnya ke anus Joane.
Rintihan terdengar dari mulutnya saat proses penetrasi, akhirnya masuk juga berkat bantuan cairan kewanitaan dan ludahnya. Kedua pria itu mulai menggenjotnya lagi, desahan Joane makin menjadi karena dua lubangnya digarap dalam waktu bersamaan. Dari bawahnya si tonggos juga mempermainkan payudaranya sambil menikmati enaknya pijatan vaginanya.
Tiba-tiba seseorang menjambak rambutnya dan dengan setengah paksa menjejali mulutnya dengan penis, Joane menggerakkan bola matanya ke atas dan melihat orang itu adalah Imron.
“Hehehe…asyik kan Non main keroyokan kaya gini !” ejeknya sambil menggerakkan pinggulnya menyetubuhi mulut gadis itu.
Tubuh Joane makin basah bukan hanya karena keringatnya sendiri tapi juga keringat para pria yang menggumulinya ditambah ludah dan sperma.
“Eemmhh…mmm…nggg !” suara erangan Joane tertahan oleh penis Imron sementara tubuhnya menggeliat-geliat merasakan sodokan-sodokan kedua penis pada dua lubang bawahnya.
Si tonggos makin ganas meremasi payudaranya karena sudah diambang klimaks.
“Uhh…uuhh…!” desahnya merasakan penisnya makin berdenyut-denyut di antara jepitan vagina Joane “Uaahh…asiikk !” desahnya lebih panjang sambil menyentakkan pinggulnya ke atas dan menyemburkan spermanya dalam rahim gadis itu.
Si tonggos mencabut penisnya dan menyusup keluar lewat bawah. Di selangkangan Joane nampak berlelehan cairan putih susu yang sudah memenuhi vaginanya. Sementara si tukang becak bertopi juga menyusul tiga menit kemudian, sempitnya dubur Joane yang jarang dipakai anal mempercepat klimaksnya. Pria itu mencabut penisnya dan menyemprotkan isinya membasahi pantat gadis itu.
Demikian selanjutnya keenam pria itu bergiliran menggarap Joane selama lebih dari sejam. Mereka berpesta-pora dengan tubuh mulus gadis itu yang mereka anggap ‘berkah’ yang tidak mudah didapat, sehingga harus dinikmati sepuas-puasnya. Joane sendiri dengan pasrah melayani nafsu bejat mereka, bahkan bisa dibilang menikmatinya, berkali-kali pula gelombang orgasme melandanya. Ketika dia sudah hampir pingsan kelelahan, Imron mengambil ember berisi air dari salah satu toilet disitu dan menyiramkan padanya. Air dingin itulah yang memberinya sedikit kesegaran dan mengembalikan kesadarannya sekaligus membersihkan tubuhnya yang sudah lengket-lengket. Mereka kembali menggarapnya selama beberapa saat ke depan lagi, setelah semuanya kenyang dengan santapan birahi, satu-persatu dari mereka mulai meninggalkannya terbaring bugil dengan tubuh basah kuyup di lantai marmer. Imron kembali tak lama kemudian membawa pakaian dan barang-barangnya. Dia lemparkan selembar handuk lusuh padanya.
“Nih, lap badan sana, pulang istirahat, lain kali kalo diajak nurut yah kalau ga mau dikerjain rame-rame kaya tadi hehehe !” kata Imron sambil tertawa sinis “Jangan lupa matiin lampu yah kalau mau pergi, Bapak pergi dulu mau beresin kerjaan di bawah !” ingatnya sebelum keluar dari ruang itu.
Setelah mengumpulkan cukup tenaga, Joane berusaha bangkit walau rasa perih dan pegal masih mendera tubuhnya. Dia lalu membersihkan noda-noda sperma yang menyiprat di tubuhnya dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk yang diberikan Imron.
Setelah membenahi diri dan mengenakan kembali pakaiannya, diapun bergegas keluar dari tempat itu. Hari sudah sore saat itu dan jam sudah menunjukkan jam lima kurang duapuluh menit. Dengan langkah tertatih-tatih dia berjalan menyusuri koridor yang sudah sepi itu menuju ke lift. ‘Ting !’ lift tiba dan membuka pintunya, ternyata di dalamnya sudah ada dua orang, satu berpakaian satpam dan satunya berpakaian tidak terlalu rapi dengan handuk kecil tergantung di lehernya.
“Ah, kita belum terlambat ternyata, ini kan orangnya Cep ?” tanya pria yang lehernya berhanduk itu pada satpam bernama Encep itu.
“Iya, iya pasti ga salah lagi kata si Kahar juga rambut pendek, ga terlalu tinggi” jawabnya pada temannya.
Sebelum menyadarinya, tiba-tiba mereka menarik paksa gadis itu ke dalam lift, setelah pintu lift menutup si satpam memencet tombol stop hingga lift itu berhenti. Di dalam lift, Joane kembali ditelanjangi dan dipaksa melayani nafsu bejat kedua orang yang adalah satpam yang menggantikan Pak Kahar berjaga selama mengerjainya tadi, sedangkan satunya adalah tukang becak yang disuruh menjaga becak rekan-rekannya yang baru selesai berpesta. Joane sudah terlalu lelah untuk melawan, dia terpaksa pasrah saja melayani mereka dan memberikan pelayanannya yang terbaik agar mereka cepat puas dan dirinya segera bebas.
Hari itu Joane diperkosa total oleh delapan orang, satu pengalaman tergila sepanjang kehidupan seksnya. Sampai di rumah dia langsung merendam tubuhnya di bathtub, kepenatan tubuhnya berangsur-angsur reda, air hangat memberi kenyamanan baginya setelah seharian penuh digilir oleh delapan pria secara brutal. Sebutir air mata menetes dari pinggir matanya yang indah sebagai ekspresi dari perasaan campur aduk yang dialaminya. Siang tadi barulah awal petualangannya menjadi budak seks Imron, si penjaga kampus bejat yang masih akan berlanjut, nampaknya dia harus membiasakan diri menikmati kehidupan barunya itu.
###########################
Nightmare Campus 8: Twin Effect
Sepasang kembar Selly dan Selvy (19 tahun) adalah satu bunga di fakultas arsitektur di universitas *******. Dari segi fisik keduanya sama cantiknya, mempunyai tubuh ideal dengan tinggi 165cm, berat 49 kg, dan buah dada 36A, rambut keduanya sepundak dengan wajah imut, kalau jeli mereka bisa dibedakan dari tahi lalat kecil di leher sampingnya, kalau ada berarti itu Selvy, kalau tidak ya sebaliknya, selain itu bentuk wajah Selly juga sedikit lebih panjang dari kembarannya. Dilihat dari sifat, Selvy cenderung lebih terbuka dan periang daripada Selly yang harus dipancing dulu baru bisa akrab, Selly orangnya mandiri, serius dan keibuan, sementara Selvy lebih manja dan gaul. Kalau ke kampus seringkali mereka memakai baju yang sama, sehingga terkadang memancing perhatian orang, apalagi kalau baju mereka seksi, orang yang melihat akan kagum bagaikan melihat malaikat kembar turun ke bumi. Dari laki-laki yang mengejar mereka yang beruntung mendapatkan Selly adalah Fredy, seorang eksekutif muda yang bekerja di bank, sedangkan Selvy juga baru jadian belum lama ini dengan Hendra, teman sekampusnya dari fakultas teknik industri. Fredy dan Hendra memang beruntung, namun ada yang jauh lebih beruntung dari mereka.
Kejadiannya bermula ketika masa UTS, saat itu si kembar mengikuti ujian terpisah karena jadwal ujian mereka yang kebetulan sama bentrok dengan salah satu ujian lainnya. Mereka harus datang pagi-pagi lebih awal sebelum ujian yang bersangkutan berlangsung dan mereka ditempatkan Bu Yeni dari bagian TU di sebuah kelas.
“Baiklah, ibu percaya kalian jujur kalau ibu tinggalkan, kalau sudah selesai nanti kalian ke TU dulu untuk isi daftar hadir, mengerti ?” tanya Bu Yeni setelah membagikan soal ujian dan lembar jawab.
Ketika itu Imron sedang lewat dekat kelas itu sehingga Bu Yeni memanggilnya dan menanyakan apakah sedang tidak ada kerjaan sehingga bisa membantu mengawasi. Imron mengiyakan karena memang dia lagi nganggur, malah merasa senang dia bisa mengawasi si kembar yang termasuk salah satu targetnya. Imron bersandar di pinggir pintu mengawasi kedua gadis itu, dia juga mengamat-amati tubuh keduanya dengan kagum, matanya menatap kagum ke betis keduanya yang tertutup rok hitam selutut dan atasnya memakai kemeja putih lengan pendek, pakaian yang biasa dipakai dimasa-masa ujian. Imron memang sudah lama ingin menikmati tubuh si kembar itu, tapi belum ada kesempatan yang baik sampai saat itu terlintas sebuah akal bulus di benaknya.
Setengah jam kemudian Imron berkata pada mereka:
“Aduh, Bapak kebelet nih mau ke belakang sebentar aja, disini sepi banget lagi ga ada yang bisa gantiin, Non berdua harus jujur yah, kalian bisa pegang kepercayaan kan ?”
Keduanya hanya mengangguk dan Imron pun buru-buru keluar meninggalkan si kembar di ruang itu.
“Ci-ci…susah banget, bisa ngga ?” panggil Selvy dari belakang dengan setengah berbisik.
Selly menggeleng dengan wajah bingung karena memang mata kuliah itu termasuk rumit dan ditakuti.
“Nomer tiga lu udah belum. Liat dong dikit, gua lupa rumus nih !” Selly balik bertanya.
Setelah tengok kiri-kanan dan merasa aman Selvy buru-buru menyerahkan lembar jawabnya pada kembarannya itu dan menyuruhnya bergerak-cepat. Dengan hati berdebar-debar dan terburu-buru Selly menyalin bagian-bagian penting dari jawaban yang diberikan saudaranya. Namun tepat ketika dia hendak mengembalikan lembar jawab pada Selvy, keduanya dikejutkan oleh kehadiran Imron yang mendadak di ambang pintu.
“Astaghfirullah, Non…saya benar-benar nggak nyangka Non berdua bisa melakukan ini !” Imron pura-pura kaget.
Si kembar langsung terdiam, matanya memancarkan perasaan bersalah dengan wajah tertunduk lesu.
“Ma-maaf Pak, saya yang salah, saya…saya yang pertama minta contekan !” Selly mengaku salah sambil membela saudaranya.
“Tapi kenapa Non…siapa nih ?” Imron melihat nama di lembar jawaban Selvy “Non Selvy juga ngasih liat jawabannya, kan harusnya ga boleh ya kan !” Imron berkata pelan tapi tegas sehingga membuat wajah keduanya makin pucat.
“Maaf Non, demi tata tertib, saya terpaksa harus melaporkan Non berdua” sambungnya.
“Jangan…jangan Pak !” sergah keduanya bersamaan dengan wajah memelas, mata Selvy bahkan sudah lembab berkaca-kaca.
Mata kuliah itu termasuk penting dan termasuk prasyarat untuk mata kuliah berikutnya sehingga berat bagi mereka untuk tidak lulus apalagi dengan cara seperti itu.
“Wah-wah…ada masalah apa disini Pak Imron kok sepertinya serius nih !” tiba-tiba terdengar suara dari pintu.
“Ini nih, Pak saya juga bingung, cantik-cantik gini kok nyontek loh” kata Imron geleng-geleng kepala “Duh anak jaman sekarang emang susah yah !”
Selly menjelaskan permasalahannya dan mengaku salah, tapi dia tetap minta keringanan, setidaknya jangan sampai saudaranya ikut kena hukuman. Pak Dahlan, kepala jurusan arsitektur yang tak bermoral itu mengangguk-angguk mendengar penjelasan Selly.
“Hmmm…kalau begitu baiklah, kalian habis ini masih ada ujian lagi ?” tanya pria itu yang dijawab mereka dengan anggukan “Nah, sekarang kalian kerjakan saja dulu ujian ini, tapi nanti sebelum pulang temui saya di kantor saya untuk membicarakannya, ok ?”
Untuk sementara si kembar bisa berlega hati, namun mereka sudah tidak konsentrasi lagi mengerjakan ujian itu juga ujian berikutnya karena dalam hati mereka berkecamuk seribu satu pikiran apa yang bakal terjadi nanti dan sanksi apa yang bakal menunggu mereka. Ujian terakhir hari itu pun akhirnya selesai jam dua siang, kini saatnya si kembar menemui kepala jurusan itu di kantornya untuk membicarakan masalah tadi. Selly mengetuk pintu…dua menit…tapi tidak ada jawaban, tirai ruang itu tertutup.
“Ga ada orang kali yah ?” kata Selvy.
“Tau deh…kita tunggu aja…”
Baru saja Selly berkata begitu, tiba-tiba pintu dibuka oleh seorang gadis yang juga mengenakan setelan hitam-putih untuk ujian tapi dengan model yang lebih seksi, roknya lebih pendek daripada rok si kembar sehingga memamerkan sepasang paha jenjangnya, atasannya pun lebih ketat dan mencetak bentuk tubuhnya yang indah, belum lagi branya warna hitam sehingga menerawang jelas. Gadis itu menatap sekilas pada si kembar sambil keluar dari ruangan itu, senyuman misterius muncul di wajah indonya, entah mengartikan apa. Kalau dilihat lebih teliti di daerah antara bibir dan dagu gadis itu nampak sedikit noda cairan putih mirip susu kental yang tidak sempat terlihat oleh si kembar maupun dirinya sendiri. Si kembar hanya tahu gadis ini sebagai mahasiswi angkatan atas mereka yang bernama Fanny.
Di ruang itu telah menunggu Pak Dahlan di balik meja kerjanya, wajah pria itu agak sayu seperti orang habis orgasme dan Imron, si penjaga kampus itu juga telah duduk di sofa sambil mengelap jarinya yang basah entah oleh cairan apa dengan tissue.
“Ya, kalian berdua, ayo masuk, maaf menunggu, tadi ada yang bimbingan dulu, mari duduk disini !” Pak Dahlan keluar dari meja kerjanya dan menyuruh kedua gadis itu duduk di sofa.
Pria itu menjelaskan kondisi mereka, bahwa perbuatan menyontek tadi hukumannya sudah jelas tidak diluluskan mata kuliah tersebut, padahal mata kuliah ini sangat penting
“Saya bisa bantu kalian menutupi rahasia ini, malah kalau perlu saya bisa bantu mengkatrol nilai kalian melalui rekomendasi ke dosen yang bersangkutan, tapi…”
“Tapi apa Pak ?” Selvy buru-buru menyela.
“Hhmm…asal kalian banyak nurut ke Bapak, seperti…” Pak Dahlan meneruskan ucapannya dengan meletakkan tangan di paha Selvy yang duduk di dekatnya dan menggeser roknya.
“Apa !” pekik Selvy terkejut sambil menepis tangan Pak Dahlan dari pahanya
“Pak, ini pelecehan yah namanya, Bapak pikir kita ini perempuan apaan ?” Selly protes dengan suara tercekat karena tidak menyangka kepala jurusannya sebejat itu, hatinya tambah panas dan malu melihat si penjaga kampus itu cengengesan.
“Hahaha…ayolah, kalian butuh nilai kan, ini dan itu tentu ada harganya dong, Bapak nggak memaksa, pilihannya terserah kalian aja” Pak Dahlan berkata dengan tenang.
“Nggak Pak, kita lebih baik tidak lulus daripada dengan cara serendah itu, ayo Ci, kita pergi !” kata Selvy dengan kesal sambil meraih lengan saudaranya.
“Oooh, sebentar-sebentar, sabar dulu dong” Pak Dahlan berusaha menahan mereka “sebenarnya apa yang kalian takutkan ? takut nggak perawan kan ? begini saja, Bapak nggak akan mengajak kalian berbuat itu deh, cukup kalian telanjang saja disini, bapak cuma mau liat tubuh kalian, ya setidaknya pegang-pegang dikit toh tidak ada pengaruhnya dengan keperawanan kan, lalu setelah itu Bapak jamin kalian pasti lulus, gimana, sama-sama untung kan ?”
Si kembar tertegun mendengar tawaran itu, kalau hanya telanjang saja mungkin masih bersedia walaupun dengan amat terpaksa, dengan begitu skandal menyontek tadi dapat ditutupi tanpa harus mengorbankan keperawanan, dan seterusnya mereka kapok tidak akan menyontek lagi sehingga terjebak dalam posisi sulit seperti ini. Mereka saling tatap dengan penuh pertimbangan.
“Baiklah Pak, tapi tolong saudara saya jangan, biar saya sendiri saja yang buka baju gimana ?” ucap Selly lirih.
“Jangan saya saja !” Selvy menyela.
“Diam ! ini salah gua tau, gua yang minta lembar jawab dari lu dan gua yang harus tanggung jawab !” Selly membentak adiknya sambil mengguncang bahunya.
Mereka berdebat, masing-masing ingin berkorban demi melindungi saudaranya sampai Pak Dahlan menghentikan mereka.
“Ok, ok sudah diam, mau kedengeran di luar apa ?” katanya agak keras “ya sudah satu dari kalian juga boleh, ya Selly kamu saja sebagai kakak yang maju !” perintahnya.
“Jangan, jangan Ci, sudah kita relakan saja nggak lulus !” Selvy menahan lengan Selly dengan mata menitikkan air mata.
Selly menyentak tangannya lalu memeluk adiknya serta mengelusi punggungnya.
“Sudahlah, semua akan baik-baik saja, tenang-tenang” hiburnya.
“Ayo udah dong main sinetronnya, kalau saya dah hilang minat tawarannya batal nih !” Pak Dahlan sepertinya sudah tidak sabar lagi.
“Baik Pak, jadi Bapak jamin setelah puas melihat tubuh saya kita pasti lulus dan Bapak ga akan minta lebih ?” Selly memastikan dan bangkit berdiri.
“Iya, Bapak jamin kalian akan lulus kalau perlu dengan nilai A sekalian dan kalau Bapak lepas kontrol kamu tinggal teriak aja, di bawah sana masih banyak orang yang bakal mendengar jeritan kamu kan ?” tegas pria tambun itu.
“Eerr…disini Pak ? sekarang ?” tanyanya risih sambil melirikkan mata ke arah Imron.
“Lha iya toh Sel, ga apa-apa kan Pak Imron disini, dia kan sebagai saksi tadi, jadi berhak menikmati juga kan, ayolah lagian kan hanya liat body kamu aja kan ?”
Dengan berat hati, Selly pun akhirnya mulai melepaskan satu-satu kancing kemejanya, branya warna putih dengan aksen garis-garis pink pun terlihat. Selvy menunduk lesu menutup wajahnya sambil menangis, dia tidak sanggup menyaksikan saudaranya dipecundangi seperti itu.Rok hitamnya meluncur jatuh begitu dia melepaskan sabuk dan resletingnya.
“Ayo belum selesai, terusin dong !” kata Pak Dahlan melihat Selly yang ragu-ragu melepas pakaian dalamnya.
Tangan Selly gemetaran melepaskan kait branya serta menanggalkannya, mata kedua pria bejat itu melotot seperti mau copot melihat keindahan payudara Selly yang membusung tegak dengan puting kemerahan yang menggemaskan. Tentu saja Selly merasa risih dengan tatapan mata mereka sehingga tangannya otomatis menutupi kedua payudaranya.
“Satu lagi, ayo Non, jangan tanggung-tanggung mau lulus ga ?” kata Imron dengan wajah mesum yang menjijikkan seolah dia hendak menelannya.
Akhirnya Selly pun berhasil membuka penutup tubuh terakhirnya itu, celana dalam itu dia turunkan hingga lutut, lalu buru-buru berdiri tegak dan menggunakan tangan menutupi bagian-bagian terlarangnya.
“Ck-ck-ck…benar-benar body yang sempurna, putih mulus tanpa cacat” Pak Dahlan bangkit berdiri dan menghampiri gadis itu “turunin tangannya dong, jangan malu-malu gitu yah” katanya sambil menyingkirkan tangan Selly yang melindungi bagian terlarangnya.
Semakin pria itu mendekat semakin kencang pula jantung Selly berdebar, wajahnya memerah menahan malu sambil menggigit bibir bawah.
“Bapak pegang dikit yah” pintanya sambil menaruh tangannya di payudaranya
“Sshhh..” desisnya merasakan perasaan aneh karena belaian pada payudaranya, jari-jari gemuk pria itu juga memencet putingnya sehingga seperti bulu kuduknya berdiri semua.
“Eengghh..!” desisnya lebih keras karena tangan Imron mendarat di pantatnya lalu merabanya.
Tangan Pak Dahlan meraba semakin ke bawah hingga akhirnya menyentuh kemaluannya yang rapat dan dilapisi bulu-bulu tipis. Wajah pria itu juga makin mendekati wajahnya, baru saja bibirnya bersentuhan sedikit dengan bibir Selly, gadis itu memalingkan wajah dan menepis tangan kedua pria itu.
“Sudah cukup ! saya tidak akan memberi lebih, sekarang bagaimana janji Bapak !” kata Selly sengit.
Dia buru-buru menaikkan kembali celana dalamnya lalu roknya, secepat kilat bra yang di meja itu dia sambar dan kenakan kembali disusul kemeja putihnya. Pakaiannya masih tampak acak-acakan karena dia memakainya dengan terburu-buru, branya saja belum sempat dia kaitkan kembali. Kemudian dia menghampiri dan mendekap kembarannya yang meringuk di sofa dan menangis itu.
“Tenang Vy, sudah beres, sudah beres !” katanya sambil mengelap air mata Selvy.
“Selly, Selly” Pak Dahlan menepuk pundaknya sehingga membuatnya menoleh dengan tatapan kesal “kalian lulus, bapak janji itu hehehe”
“Terima kasih Pak !” kata Selly dengan ketus.
“Ga apa-apa, Bapak yang harusnya terima kasih karena sudah diberi kesempatan emas bersama kamu, dan juga…mengabadikannya !” ucapnya dengan nada datar.
Kata terakhir itulah yang membuat si kembar yang sudah merasa lega terkejut bagai disambar petir.
“Apa ?? diabadikan ? maksud Bapak…” suara Selly bergetar seperti melihat hantu.
“Iya betul, kamu lihat deh webcam diatas komputer Bapak ini emang sudah sengaja diarahkan ke tempat kamu berdiri tadi dan komputer sudah merekam sejak kalian masuk” Pak Dahlan menjelaskan sambil berjalan ke balik meja kerjanya menyalakan tombol monitornya.
Dia menyalakan ulang rekaman barusan dan memutar monitornya agar si kembar bisa melihat. Jantung mereka seakan berhenti berdetak, terutama Selly ketika melihat dirinya membuka bajunya hingga bugil lalu dipegang-pegang kedua pria tak bermoral itu, dia benar-benar tidak pernah berpikir akan jadi begini.
“Bapak ngejebak kita, dasar biadab !” jerit Selly sangat marah padanya.
“Gimana Sel, lihat tuh kamu berdiri di tempat yang tepat, wah-wah kalau ini tersebar gimana nih ?”
“Hehehe, dijamin Non berdua bakal jadi selebritis deh !” timpal Imron yang daritadi cuma diam dan cengar-cengir.
“Kalian-kalian mau apa sebenarnya bajingan !” Selvy memekik dengan wajah berurai air mata.
“Simple saja, Bapak nggak minta banyak untuk menutupi skandal ini” kata Pak Dahlan tenang.
“Dan Non ga usah nawarin duit deh, karena bukan itu yang kita mau” Imron menimpali.
“Baiklah, biar saya saja…” Selly bangkit menawarkan diri.
“Wah, maaf untuk yang satu ini saya khawatir bayarannya tidak cukup hanya kamu seorang Sel, sepertinya saudara kamu juga harus ikut” kata dosen bejat itu.
“Tega-teganya Bapak begitu, Bapak memang bukan manusia !” maki Selvy yang hanya ditanggapi kedua pria itu dengan tertawa sinis.
“Yah terima kasih atas ‘pujian’nya, sekarang pilihannya tergantung kalian berdua” pria itu menghampiri mereka setelah mematikan dulu komputernya.
“Kalau kalian mau, ayo ke rumah saya sekarang, kebetulan saya sudah selesai kerja, kalau tidak mungkin kelulusan kalian saya akan pertimbangkan kembali dan yang paling penting rekaman tadi itu loh” kata Pak Dahlan sambil meletakkan tangannya di pundak Selly.
Sungguh si kembar bagaikan makan buah simalakama hingga mereka tidak berdaya ketika digiring kedua hidung belang itu ke mobil Pak Dahlan yang diparkir di bawah gedung itu.
“Ting !” lift yang membawa si kembar pun sampai di basement.
Dengan langkah berat dan jantung berdebar mereka menuju ke Honda Civic hitam yang mengedipkan lampu dimnya. Mereka sengaja datang terpisah agar tidak menimbulkan kecurigaan berhubung hari masih siang. Pak Dahlan menyuruh Selly duduk di jok depan bersamanya, sedangkan Selvy di belakang bersama Imron. Selly membanting pantatnya ke jok dan menutup pintunya dengan keras, wajahnya tidak bisa menyembunyikan ekspresi marah, takut dan penyesalan yang bercampur baur.
“Wah-wah, jangan galak-galak gitu dong Sel, kita kan mau senang-senang nih” kata Pak Dahlan menggerakkan tangan hendak membelai pipinya.
“Eiit…jadi ga jadi nih ?” katanya ketika Selly menahan tangan itu.
Akhirnya Selly pun pasrah membiarkan pria itu membelai pipi mulusnya. Dia hanya bisa mengumpat dalam hati dan menatap jijik pria tambun yang makin kelihatan perutnya yang besar itu dalam balutan seatbelt.
“Ternyata kalian masih bisa menentukan pilihan yang bijak yah, kita kirain kalian bakal kabur hehehe” celoteh Imron.
Setelah mobil keluar dari areal kampus, Imron menggeser posisi duduknya sehingga lebih merapat dengan Selvy, tangan kirinya merangkul pundak gadis itu, tangan satunya mulai mengelusi lengannya. Selvy terdiam dan gemetar namun tak bisa berbuat apa-apa selain menangis.
“Jangan nangis terus dong Non, Bapak janji bakal muasin Non, malah mungkin Non yang ntar ketagihan” katanya setengah berbisik, hembusan nafasnya terasa di telinganya.
Imron menyeka air mata yang membasahi pipi Selvy lalu mengalihkan wajah cantik itu berhadapan dengan wajah buruknya, dilumatnya bibirnya yang mungil itu dengan kasar, sementara tangan kanannya meremas-remas payudaranya. Selvy memejamkan mata dan meronta berusaha melepaskan diri, namun tenaganya tentu kalah dengan Imron, malah rontaan itu membuat Imron makin bernafsu mengerjainya. Ketika tangan Imron mulai merogoh masuk ke dalam roknya dan menyentuh bagian kewanitaannya, dia tersentak dan mulutnya sedikit membuka, saat itulah lidah Imron menerobos masuk ke mulutnya dan melumatnya habis-habisan, lidah Imron menyapu telak rongga mulutnya. Selvy merapatkan pahanya untuk mencegah tangan Imron masuk lebih jauh, namun dengan begitu Imron malah senang bisa sekalian membelai paha mulusnya sambil tangannya makin menuju ke selangkangan. Sekali lagi tubuhnya tersentak seperti kesetrum karena jari Imron telah berhasil mengelus belahan vaginanya dari luar celana dalamnya. Desahan tertahan terdengar dari mulutnya, hembusan AC mobil mulai terasa membelai pahanya karena roknya sudah terangkat. Kini tangan Imron menyusup lewat bagian atas celana dalamnya dan menyentuh permukaan kemaluan Selvy yang ditumbuhi bulu-bulu halus.
Sungguh tidak berdaya Selvy saat itu, ancaman akan tidak lulus ditambah lagi terjatuhnya kakaknya ke dalam jebakan membuatnya terpaksa pasrah. Dia berusaha tidak menangis terlalu keras dan memilukan karena dia tahu itu akan membuat beban pikiran kakak kembarnya semakin berat. Rontaan Selvy semakin lemah selain karena sudah pasrah, juga karena sentuhan-sentuhan erotis Imron pada kemaluannya dan percumbuannya. Nafas gadis itu semakin memburu dan wajahnya yang putih merona merah karena rangsangan-rangsangan gencar itu. Nasib Selly, kembarannya, di depan sana juga tidak beda jauh, sejak keluar dari kampus dan mobil berhenti di lampu merah pertama Pak Dahlan langsung menaruh tangannya di pahanya, perlahan-lahan tangannya naik menyingkap roknya, paha mulus itu dielus dan dipijatnya, tangan itu merambat terus hingga menyentuh pangkal pahanya. Selly menggigit bibir dan menarik nafas panjang merasakan jari-jari Pak Dahlan dari luar celana dalamnya.
“Jangan cemberut gitu dong Sel, nikmatin aja, kan ga enak kalo sambil marah-marah” kata pria tambun itu karena Selly menatapnya dengan tajam.
“Saya benar-benar ga nyangka yang seperti Bapak ini bisa jadi ketua jurusan, dunia memang sudah gila !” ucap Selly ketus.
“Hehehe…ya itu sih hak kamu berkata begitu Sel, kan demokrasi namanya, tapi yang pasti mahasiswi lain yang pernah ‘bimbingan’ sama saya enjoy aja kok dan saya yakin kamu juga akan merasakan yang sama kok” jawab Pak Dahlan kalem, dia menyetir sambil tangan satunya tetap mengelus paha gadis itu, sesekali merayap ke atas memencet payudaranya.
Terhenyak juga Selly mendengar kata-kata pria itu, berarti selain dia dan kembarannya pria ini juga pernah memangsa entah berapa banyak gadis-gadis lainnya.
Selly bukannya tidak mendengar desahan tertahan di belakang sana, namun dia tidak sanggup menoleh ke belakang menyaksikan kembarannya sendiri dipecundangi, setiap desahan itu bagaikan irisan demi irisan yang melukai hatinya, namun dia tidak sanggup berbuat apapun untuk saudaranya itu, bahkan untuk dirinya sendiripun tidak bisa. Sebutir air mata tanpa sadar menetes di pipinya, padahal dia termasuk gadis yang tegar dan berhati baja.
“Maafin gua Vy, gua ga bisa nolong lu kali ini” katanya dalam hati dengan hati terluka.
Di lain pihak, elusan-elusan Pak Dahlan pun mau tidak mau mulai merangsangnya, jari yang bergerak nakal di bagian tengah celana dalamnya itu membuatnya basah di bawah sana tanpa bisa ditahannya, bagian tengah celana dalam itu sudah memperlihatkan noda basah karena sentuhan-sentuhan erotis si dosen bejat itu. Tubuhnya menggeliat menahan rasa geli di bawah sana, sesekali dia mengeluarkan suara mendesis tertahan.
“Oohh…udah dong Pak, ntar keliatan orang !” katanya ketika mobil mereka tepat di sebuah bis kota ketika menunggu lampu merah.
“Ga apa-apa kan kaca mobilnya ga bisa liat ke dalam” kata Pak Dahlan menyingkap kembali rok yang sempat diturunkan Selly.
“Serigala tua bajingan !” maki Selly dalam hati, dia tetap merasa gelisah karena memang walaupun kedua sisi kaca mobil itu berlapis gelap, namun kaca depannya tidak sehingga masih mungkin orang dari bis itu melihat ke dalamnya.
Benar saja, di bis itu ada seorang pria kebetulan melihat ke arahnya, pria itu berbicara pada temannya sehingga orang itu juga ikut melihatnya, pahanya mulusnya yang tersingkap dan sedang dielusi itu pun sempat menjadi tontonan gratis di tengah kemacetan. Untunglah lampu segera hijau sehingga mobil mereka pun melaju lagi, namun hal itu tentu membuatnya kesal dan malu, dia menatap tajam pada Pak Dahlan yang menyetir sambil senyum-senyum mesum. Tiba-tiba sebuah tangan menjulur dari belakang meraba dadanya.
“Wah, masih belum puas sama jatahlu Ron, masih pegang-pegang yang punya gua nih ?” kata Pak Dahlan.
“Hehehe…dikit aja Pak, cuma mau nyamain toket anak kembar, ternyata montoknya sama toh” jawab Imron yang kini sedang merasakan penisnya diemut Selvy, tangan kirinya meremasi payudara Selvy yang sudah terbuka.
Tangan kanan Imron mulai membuka satu-persatu kancing kemeja Selly lalu menyusup ke dalamnya serta memegang payudaranya.
“Shhh…!” desis Selly merasakan putingnya mengeras akibat dipilin-pilin Imron dan bawahnya makin basah karena dirogoh-rogoh Pak Dahlan.
Betapapun kerasnya hati Selly, kali ini dia tidak sanggup berbuat apa-apa untuk melawan mereka dibawah ancaman nilai dan rekaman bugilnya.
“Gimana Ron ? tokednya bagusan yang siapa ?” tanya Pak Dahlan.
“Sama Pak, sama cantiknya sama montoknya, tapi ga tau gimana servisnya ntar” sahut Imron dari belakang “kalo yang sama saya ini nyepongnya masih amatiran, tapi ga apa-apa kalo diajar juga bisa, kayanya dia ketagihan nih malah, ayo Non yang bener isepnya, ati-ati jangan digigit yah”
Di bawah paksaan, Selvy terpaksa mengoral penis hitam panjangnya Imron, itu adalah pertama kali baginya melakukan hal itu sehingga dia hanya bisa mengikuti instruksi Imron ditambah dari pengetahuan yang pernah dia lihat di film bokep. Dia berusaha tidak mencium bau keringat pada penis itu, saat dia sentuhkan lidah pada kepala penis itu, benda itu seperti bergetar dan makin membengkak, selanjutnya dia mengulum dan menjilati benda itu. Selly di depan juga semakin menggelinjang karena bagian-bagian sensitifnya digerayangi dua penjahat kelamin ini. Sekarang mobil sudah memasuki sebuah kompleks perumahan yang terletak agak jauh dari pusat kota, sehingga pemandangan disini masih relatif alami, masih hijau dan banyak pohonnya, rumah-rumahnya termasuk kelas menengah ke atas.
“Nah kita sudah sampai nih !” kata Pak Dahlan ketika mobil berhenti di sebuah rumah bertingkat dua dengan pintu gerbang tinggi.
Pak Dahlan membunyikan klakson dan pintu kemudian dibuka oleh seorang pria tua berumur 60an. Punggung pria itu bongkok seperti punuk onta mirip Quasimodo dalam kisah hunchback from Notredame, wajahnya pun tidak bersahabat dengan mata sipit sebelah yang memberi kesan licik. Selly yang risih dengan kemunculan si bongkok itu buru-buru menepis tangan-tangan yang menggerayanginya dan membereskan pakaiannya yang tersingkap sana-sini. Selvy juga buru-buru melepas emutannya begitu tahu ada orang lain yang membukakan pintu. Akhirnya dia bisa mengambil udara segar lagi sambil mengancingkan lagi bajunya yang sudah terbuka.
“Itu Thalib, tukang kebun dan penjaga disini, ntar kalian juga kenalan sama dia kok” kata Pak Dahlan.
Dari halaman depan mobil terus melaju memasuki garasi. Pak Dahlan menggandeng tangan Selly ke kamarnya, sepertinya pria tambun itu sudah tidak sabaran lagi menikmati kehangatan tubuhnya. Imron mengikutinya dari belakang sambil memapah Selvy. Mata si bongkok Thalib nampak nanar memandangi dua dara kembar itu apalagi tangan jahil Imron mengelusi pantat Selvy. Rumah Pak Dahlan walaupun tidak terlalu besar namun cukup menarik, beberapa lukisan tergantung di dindingnya sehingga terkesan elegan. Di tempat ini Pak Dahlan tinggal sendiri hanya dengan Thalib yang bertugas menjaga rumahnya, si bongkok itu juga masih famili jauhnya dari kampung. Pak Dahlan sudah lama bercerai dengan istrinya yang membawa serta seorang anaknya, sedangkan seorang lain yang ikut dengannya sudah bekerja di kota lain.
Mereka pun akhirnya memasuki kamar Pak Dahlan di lantai dua yang didominasi warna krem dari wallpapernya dan perabotan bergaya klasik.
“Kita mandi dulu yah Ron, anggap aja rumah sendiri !” kata Pak Dahlan sambil membawa masuk Selly ke kamar mandi yang menyatu dengan kamarnya.
Imron menghempaskan tubuh Selvy di ranjang empuk itu oleh Imron dan tanpa buang waktu lagi diterkamnya gadis itu.
“Aahh…jangan Pak, tolong hentikan, saya mohon ahh !” rintihnya ketika Imron menggumulinya dengan kasar dan bernafsu.
Rok hitam Selvy sudah terangkat sampai pinggang sehingga paha mulus dan celana dalamnya yang berwarna biru muda itu terlihat kemana-mana. Imron mengunci kedua pergelangan tangan Selvy diatas kepala gadis itu dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya mengelus pahanya dan selangkangannya yang masih tertutup celana dalam. Wajah mereka sangat berdekatan, Selvy tegang sekali melihat pandangan mata Imron yang penuh nafsu binatang apalagi ditambah wajahnya yang jelek itu, dia hanya bisa memelas lewat tatapan matanya yang sembab oleh airmata.
“Seumur-umur akhirnya bisa juga saya main sama cewek kembar cantik kaya gini hehehe” ujarnya sambil tertawa mesum “Non sebaiknya nurut aja yah supaya kita sama-sama enak dan ga perlu kuatir lagi tentang nilai atau rekaman bugil Non Selly tadi”
Selvy benar-benar tidak tahu harus berbuat apa dalam situasi paling sulit dalam hidupnya itu, dilema yang luar biasa yang baru pernah dialaminya. Tiba-tiba wajah Imron maju menciumi bibir mungilnya dengan kasar, sia-sia dia menghindar dengan ruang gerak sekecil itu hingga akhirnya Imron kembali melumat bibirnya. Tangan kanannya menarik celana dalamnya ke bawah hingga betis kemudian jari-jarinya mulai bermain-main di vaginanya. Lidah Selvy yang berusaha menolak lidahnya justru semakin membuatnya bernafsu mencumbunya. Beberapa saat lamanya Imron terus menciumi bibirnya dan menggosok-gosok bibir vaginanya. Nafas Selvy semakin berat dan terpaksa pasrah saja, jari-jari Imron yang ditusuk-tusukkan ke vaginanya sadar atau tidak telah membangkitkan libidonya. Menyadari perlawanan korbannya melemah, Imron menyerang daerah lainnya, kancing kemeja gadis itu dia buka semuanya, bra dengan pengait di depan itu sudah lepas sejak di mobil tadi dan belum dikaitkan kembali sehingga payudaranya langsung terekspos begitu bajunya dibuka. Selvy menutupi buah dadanya dengan menyilangkan tangan, namun Imron mencengkram kedua pergelangan tangannya dan melebarkannya ke samping badan. Dia memejamkan mata dan menangis, Hendra, pacarnya saja belum pernah menyentuhnya, tapi seorang penjaga kampus bertampang buruk dan seusia ayahnya malah sudah meremas, menjilati dan mengenyotnya.
“Sssrrreepp…ssluurp !” demikian bunyi suara hisapan Imron pada kedua payudara Selvy secara bergantian.
Gadis itu menggeliat-geliat dengan suara-suara memelas minta dilepaskan yang hanya ibarat menambah minyak dalam api birahi pemerkosanya. Cukup lama Imron menyedoti payudara Selvy sehingga meninggalkan bekas cupangan memerah pada kulit putihnya dan jejak basah karena ludah. Jilatannya menurun ke perutnya yang rata sambil tangannya membuka resleting roknya serta memelorotinya hingga lepas.
‘Tidak…jangan Pak, jangan !” ucap Selvy memelas sambil merapatkan kedua belah paha ketika Imron mau menjilati vaginanya.
Imron hanya menyeringai dan membuka paha Selvy dengan setengah paksa lalu membenamkan wajahnya pada vagina gadis itu. Tubuh Selvy menggelinjang begitu lidah Imron yang panas dan kasar itu menyapu bibir kemaluannya, bagi Selvy lidah itu adalah lidah pertama yang pernah menyentuh daerah itu, tubuhnya menggelinjang dan darahnya berdesir merasakan sensasinya. Imron berlutut di ranjang dan menaikkan kedua paha Selvy ke bahu kanan dan kirinya sehingga badan gadis itu setengah terangkat dari ranjang, dengan begitu dia melumat vaginanya seperti sedang makan semangka.
“Sudahhh Pak…ahh…aahh !” desah Selvy memelas saat lidah Imron masuk mengaduk-aduk bagian dalam vaginanya.
Sekalipun hatinya menolak, tubuhnya tidak bisa menolak rangsangan yang datangnya bertubi-tubi itu. Harga diri dan perasaan bersalah pada pacarnya bercampur baur dengan birahi dan naluri seks.
Sekitar seperempat jam Imron memperlakukan Selvy demikian, dengan lihainya dia menyedot dan menjilati klitoris gadis itu menghanyutkannya dalam permainan liar ini.
“Eenngghh…aaahh !” Selvy pun akhirnya mendesah panjang dengan tubuh mengejang.
Imron melahap cairan orgasme Selvy dengan rakus sampai terdengar suara menghirupnya, dia menyedoti bibir vagina Selvy sehingga tubuhnya makin menggelinjang. Orgasme pertama begitu dahsyat baginya sehingga membuatnya takluk pada pria itu.
“Enak kan Non, hehehe !” seringai Imron dengan mulut belepotan lendir.
Imron mengangkat kepala Selvy dan kembali melumat bibirnya sehingga Selvy dapat merasakan cairan kemaluannya sendiri. Sesaat kemudian dia buru-buru membuka pakaiannya sendiri dan mulai ambil posisi di antara kedua belah paha Selvy dan menggesekkan kepala penisnya ke bibir vagina Selvy.
“Jangan Pak, saya gak mau” kata Selvy menghiba.
“Sstt !” Imron menempelkan jari di bibirnya “jangan ribut terus, Bapak minta kamu ridho yah demi nilai dan saudara kamu !”
Imron mulai menekan penisnya memasuki vagina Selvy. Air mata gadis itu meleleh karena sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mempertahankan kehormatannya. Dari kamar mandi dekat situ sesekali terdengar suara erangan bercampur suara gemericik shower, pastilah saudara kembarnya itu mengalami nasib yang sama dengannya.
“Sakit…aahh…hentikan Pak, tolong aahh !” rintihnya terengah-engah ketika Imron memaksakan penisnya memasuki vaginanya yang masih sempit.
Kepala penisnya yang disunat itu sudah terbenam, ditekannya lebih dalam dan paha Selvy dibentangkannya lebih lebar. Imron menekan-nekankan penisnya sambil melenguh karena kemaluan gadis itu masih sangat sempit.
“Aaahh…perih !” rintihnya sambil meronta.
Imron sudah benar-benar kesetanan, dia tidak peduli dengan Selvy yang kesakitan malah ekspresi wajah Selvy membuatnya makin bernafsu.
“Aakhhh !” jerit gadis itu begitu Imron menghentakkan pinggulnya agak kuat sehingga penisnya masuk lebih dalam dan mengoyak selaput daranya.
Rasa perih melanda kemaluannya sampai tangannya meremas kuat-kuat sprei di bawahnya, tubuhnya mengejang dengan mata membelakak. Dia tidah pernah membayangkan kegadisannya direnggut paksa oleh penjaga kampus amoral itu.
“Hmm…saya paling suka ngebobol memek perawan seperti Non ini, sempit dan enak !” celoteh Imron sambil memulai gerakan memompanya.
Selvy memejamkan matanya yang berair dan menggigit bibir, dia merasakan sesak sekali di bawah sana, batang keras berurat itu terasa sekali menggesek dinding vaginanya.
Setelah belasan pompaan diselingi sodokan keras, rasa sakit yang dialami Selvy sekonyong-konyong berubah menjadi sensasi erotis yang membuatnya melayang. Rintihan kesakitannya makin terdengar seperti erangan nikmat. Libido kini semakin menguasai hati dan pikiran Selvy, dia memang merasa bersalah sekali dan berkali-kali dalam hatinya meminta maaf pada Hendra, pacarnya dan Selly, kakak kembarnya karena tidak sanggup lagi menahan diri terhanyut. Genjotan Imron yang makin kasar membuat tubuhnya berguncang-guncang, payudaranya pun ikut bergetar. Kini Imron menindih tubuhnya, memeluknya dan mencumbu mulut Selvy yang terbuka dan mengeluarkan desahan. Selvy kini pasrah menerima lidah Imron yang bermain-main di mulutnya bahkan lidahnya juga turut saling menjilat dengan lidah kasar penjaga kampus itu. Percumbuan itu membuat nafasnya makin naik turun dan wajahnya makin memerah. Mau tidak mau birahi Selvy pun naik apalagi sambil menggenjot Imron terus menggerayangi tubuh mulusnya terutama payudara, paha dan bongkahan pantatnya.
“Uhh-uhh…bener-bener masih seret, ini uenaknya memek perawan !” puji Imron ditengah genjotannya.
Batang kemaluan Imron keluar masuk dengan cepat menggesek dinding vaginanya. Tanpa disadari kedua lengan Selvy memeluk tubuh Imron yang menindihnya, perkosaan ini telah menghanyutkannya tanpa dapat ditolak.
Tak lama kemudian Selvy merasa pandangan matanya berkunang-kunang, dari dalam tubuhnya serasa ada suatu gelombang dahsyat yang tidak bisa ditahannya sehingga membuat tubuhnya menegang, perasaan ini jauh lebih dahsyat daripada sebelumnya tadi, dia tidak bisa tidak mengerang. Tangannya yang saling genggam dengan Imron mencengkram semakin erat dan dari mulutnya terdengarlah desahan panjang orgasme. Melihat korbannya orgasme, Imron makin bergairah menggenjotnya, dia berusaha menyusulnya, kemaluan mereka yang bertumbukan menghasilkan bunyi kecipak akibat cairan orgasme yang dikeluarkan Selvy ketika klimaks. Cairan yang membasahi selangkangan itu bercampur dengan darah keperawanan Selvy sehingga terlihat agak merah.
“Aahh…ahh…keluar Non, Bapak keluar juga, uuggghh !” lenguh Imron ketika menyemburkan spermanya yang hangat dan kental di dalam rahim Selvy.
Semprotan cairan itu makin lemah seiring dengan pompaan Imron yang mulai turun kecepatannya. Selvy terkapar lemas di ranjang, keringat telah membasahi tubuhnya beserta kemeja putih yang masih melekat di tubuhnya itu. Nafasnya terputus-putus membuat kedua gunung kembarnya ikut turun naik. Imron masih menindih tubuhnya menikmati sisa-sisa klimaksnya. Kamar yang tadinya berisik karena suara bercinta itu sementara hening dan hanya terdengar suara nafas terengah-engah.
Kita tinggalkan dulu Selvy dan Imron sejenak untuk melihat keadaan kembarannya, Selly dan Pak Dahlan di kamar mandi. Tempat berlantai marmer coklat itu tidak besar, ada sebuah toilet duduk bersebelahan dengan bak air, di seberang kloset terdapat wastafel yang di sebelahnya ada sebuah tempat shower bertirai plastik. Begitu pintu kamar mandi ditutup, pria tambun itu langsung memeluk Selly dari belakang, tangannya langsung menyingkap roknya dan membelai naik pahanya menuju ke selangkangan.
“Ayo Selly sayang, Bapak ga mau ngeliat kamu menikmati dengan terpaksa gitu, Bapak pingin kamu sepenuh hati, ntar kesana-kesana nilainya pasti Bapak bantuin” katanya dekat telinga Selly.
“Ihh…lepas…lepasin !” gadis itu meronta dan menyentakkan tubuh hingga terlepas dari dekapan Pak Dahlan “denger yah Pak, jangan sembarangan panggil saya sayang dan ga usah peluk-peluk gitu, saya juga bisa buka baju sendiri !”
Pak Dahlan cengengesan saja mendengar omelan Selly
“Ok, fine, kalau gitu silakan lakukan sendiri, saya tunggu nih !” katanya sambil duduk di tutup kloset.
“Jadi anda menikmati memancing di air keruh, memanfaatkan gadis-gadis tidak berdosa untuk nafsu setan anda ini !” ucap Selly ketus sambil dengan berat membuka satu-persatu pakaiannya.
“Yah, bisa dibilang gitu, sebagian dari mereka ada yang datang sendiri menyerahkan diri, ada juga yang terpaksa, tapi akhirnya sih sama aja, soalnya mereka juga menikmati kok hehehe” pria itu tertawa mesum menyaksikan tubuh Selly yang semakin telanjang.
“Nggak tau malu !” Selly dengan geram melemparkan celana dalamnya yang baru lepas ke wajah Pak Dahlan.
Pak Dahlan hanya cengengesan mengambil celana dalam itu dan mengendusinya, celana dalam itu bahkan dia masukkan ke kepalanya seperti kupluk.
“Eemm…wangi, saya suka wanita galak seperti kamu, bikin saya tertantang untuk menjinakkan” ujarnya seraya menggerakkan telunjuk memanggilnya mendekat.
Dengan jantung berdebar-debar, Selly menuruti saja permintaannya karena tidak ada pilihan lain. Dia kini berdiri telanjang di depan Pak Dahlan dengan tangan menutupi auratnya. Bulu kuduknnya merinding merasakan tangan kasar pria itu mengelusi pinggir tubuhnya dari pinggang, paha, lalu mengarah ke selangkangan. Pria itu menyingkirkan telapak tangan yang menutupi kemaluannya, matanya menatap nanar kemaluan yang berbulu jarang dan halus. Selly sendiri merasa tegang, walau sebelumnya dia pernah telanjang di depan Fredy sehingga terlibat oral seks dan petting.
“Sini, duduk sini !” perintah Pak Dahlan sambil menepuk pahanya sendiri “jangan nyamping gitu dong, ga enak, hadap-hadapan ayo!” katanya lagi menyuruh Selly mengubah posisi duduknya yang menyamping.
Selly terpaksa harus membuka pahanya agar bisa duduk di pangkuan pria itu sesuai yang dimintanya.
Tangan pria menaruh kedua tangannya pada kedua pahanya, lalu dielusi keatas hingga tangannya mencaplok kedua payudaranya. Selly mendesis saat tangan itu meremasi kedua gunung kembarnya. Jari-jari gemuk itu memilin-milin dan memencet putingnya sehingga benda itu semakin mengeras saja. Kemudian mulutnya mendekati payudara yang kiri dan menciuminya, kumis kasar pria itu menggelitik payudaranya belum lagi mulutnya menghisap-hisap seperti sedang menyusu. Tangan kanannya merambat turun ke arah vaginanya. Selly tersentak seperti kesetrum ketika jari Pak Dahlan mengelusi bibir vaginanya, kakinya mau merapat menahan geli, tapi tidak bisa karena terhalang paha gemuk pria itu. Mulut Pak Dahlan berpindah-pindah melumat payudara kanan dan kiri gadis itu sambil tangan kanannya mengelus-elus kemaluannya yang makin berlendir. Sekalipun berusaha untuk tidak menikmati, toh pertahanan Selly bobol juga karena serangan erotis yang gencar dari Pak Dahlan.
“Sudah Pak, hentikan…ahhh…emmhh !” gadis itu tidak bisa menahan desahan sambil memegangi kepala Pak Dahlan yang sedang menyusu.
Tubuh Selly makin berkelejotan terutama setelah Pak Dahlan memasukkan jari-jari gemuknya ke vaginanya dan meliuk-liuk di dalam seperti cacing. Ciuman Pak Dahlan pun semakin merambat naik ke pundak, leher, telinga, mengarah ke mulutnya. Selly memalingkan wajah menolak dicium namun pria itu menahan kepalanya sehingga ciumannya tak bisa dihindari lagi, tubuhnya meronta sebagai penolakan dicium pria itu, tapi tetap tidak mampu karena pria tambun itu memeluknya dengan erat. Lidah Pak Dahlan terus menjilati bibir tipisnya memaksa masuk ke mulutnya, ketika telah berhasil masuk lidah itu langsung menjilati rongga mulutnya, secara refleks lidah Selly pun ikut meronta. Dengan permainan lidah seperti itu ditambah lagi dengan jari-jari yang bergerak liar pada vaginanya, Selly pun bangkit nafsunya, bahkan kini dia memberanikan diri memeluk pria itu. Erangan tertahan terdengar dari mulutnya saat Pak Dahlan mengerakkan jarinya keluar masuk liang vaginanya. Ciuman Pak Dahlan merambat turun lagi ke lehernya yang jenjang, kulitnya yang putih mulus itu dihisapnya hingga menggelinjang, namun Selly bersyukur juga bisa mengambil udara segar setelah percumbuan yang cukup lama dan panas itu. Pak Dahlan juga menarik keluar dua jari yang memasuki vaginanya, cairan yang belepotan di jari itu dia oleskan pada puncak payudara kanannya untuk selanjutnya diemut-emut. Puting Selly sudah benar-benar mengeras akibat dirangsang terus daritadi.
“Kita mandi dulu yuk, biar segar !” ucap Pak Dahlan seraya menurunkan tubuh Selly dari pangkuannya dan menuntunnya ke arah shower.
Pria itu menyalakan air hangat yang mengguyur tubuh telanjang Selly, kemudian dia membuka bajunya sendiri, kecuali celana dalam Selly yang dia pakai sebagai kupluk di kepalanya. Terlihatlah perutnya yang bulat dan penisnya yang berukuran 17cm dan berdiameter tebal, benda itu sempat membuat Selly tertegun membayangkan benda itu akan segera mengaduk-aduk vaginanya. Setelah membuka baju, pria itu pun ikut masuk ke daerah shower.
“Kamu cantik sekali Sel !” ucapnya dengan mengangkat wajahnya yang tertunduk dan mengusap rambut basahnya ke belakang, dipandangnya wajah cantik yang sudah basah itu dalam-dalam.
Selly diam saja walau pandangan matanya masih tajam menyisakan kemarahan dan kebencian, dia merasa mandi dengan seekor babi hutan, tangannya terkepal keras, ingin rasanya dia meninju atau menampar bajingan berkedok dosen ini, atau bahkan membunuhnya kalau saja dia tidak mengingat adik kembarnya dan rekaman bugilnya. Karenanya dia hanya pasrah ketika Pak Dahlan mendekapnya dari belakang., pria itu memberikan ciuman di pundak dan lehernya sementara tangannya menggerayangi tubuhnya dengan gemas. Selly dapat merasakan penis yang sudah mengeras itu bersentuhan dengan pantatnya.
Tangan Pak Dahlan meraih botol sabun cair, membuka tutupnya dan menumpahkan isinya pada tubuh Selly. Setelah dirasa cukup, dia taruh botol itu pada tempatnya dan mulai menggosok tubuh gadis itu dengan telapak tangannya. Mula-mula dia menggosok leher, bahu, pundak lalu berlanjut ke depan ke perutnya lalu naik ke buah dadanya, dengan lembut tangan kasarnya menggosok dan memijat sambil lidahnya menggelitik telinganya sehingga sadar atau tidak Selly makin terbuai dan terangsang berat, matanya sampai merem-melek dan mulutnya mendesah-desah. Dia harus mengakui bahwa pria yang telah menjebak dan dibencinya ini sanggup membuatnya mabuk birahi dibanding pacarnya sendiri.
“Enngghh…!” desahnya lebih panjang ketika tangan gempal itu menyentuh vaginanya.
Pak Dahlan menggosokkan tangannya pada daerah itu sehingga makin berbusa.
“Memeknya Bapak cuciin yah, biar bersih dan ngentotnya enak” katanya dekat telinga Selly yang tidak menyangka kata-kata senajis itu bisa keluar dari mulut dosen yang bahkan menjabat kepala jurusan.
Pak Dahlan memeluk makin erat tubuh Selly yang kini telah licin dan berlumuran busa sabun. Dia menggesek-gesekkan tubuh tambunnya dengan tubuh mulus Selly yang licin bersabun. Mata Selly sedikit terpejam ketika Pak Dahlan melakukan hal itu, dia tak bisa menahan sensasi nikmat dari sentuhan dan belaian erotis itu.
Tidak ingin korbannya pasif, Pak Dahlan menarik wajah Selly agar bisa melumat bibirnya. Kali ini mendobrak pertahanan mulut Selly tidak sesulit tadi, karena mulutnya sudah setengah terbuka karena mendesah terangsang. Untuk mengurangi rasa jijiknya Selly membayangkan berciuman dengan Fredy, dengan begitu kecanggungannya membalas French kiss Pak Dahlan juga berkurang, bahkan kini dia lebih berani menggerakkan tangan memeluk kepala Pak Dahlan di belakangnya. Dibawah guyuran air hangat mereka berciuman dengan panas dalam posisi 99, sungguh menggairahkan. Setelah puas berciuman, Pak Dahlan menyuruhnya menunggingkan tubuhnya dengan kedua telapak tangan bertumpu di tembok. Kemudian dia lebarkan sedikit paha gadis itu dan mulai memasukkan batang kemaluannya dari belakang. Sadar akan segera kehilangan keperawanannya, Selly menyesal dalam hatinya kenapa tidak dari waktu itu dia serahkan keperawanan itu pada Fredy ketika terlibat petting dulu, sekarang sesuatu yang dijaganya itu sebentar lagi direnggut oleh dosen bejat yang dibencinya ini.
“Aaahhh !” Selly menjerit nyaring saat penis Pak Dahlan tertekan masuk mengoyak vaginanya..
“Pertama kali masuk emang sakit Sel, tapi Bapak jamin kamu ntar keenakan kok !” sahut Pak Dahlan membiarkan penisnya menancap di vagina Selly agar gadis itu beradaptasi dan dia bisa meresapi nikmatnya himpitan bibir kemaluan perawan yang masih sempit.
Sambil memegangi pantat Selly, Pak Dahlan mulai memaju-mundurkan pinggulnya dengan frekuensi genjotan makin naik. Setiap pria itu menyentakkan pinggulnya, Selly mendesah keras sampai suaranya terdengar keluar, dia merasa perih dan ngilu, namun juga ada rasa nikmat bercampur di dalamnya, penis yang menyesaki liang kemaluan itu menggesek-gesek klitorisnya yang tentu saja merangsang gairahnya. Tangannya dengan liar menggerayangi tubuhnya yang licin. Pak Dahlan melenguh-lenguh seperti kerbau gila menikmati penisnya menggesek-gesek dinding vagina Selly yang bergerinjal-gerinjal. Suara mereka menyatu dengan suara siraman dan kecipak air di kamar mandi. Pinggul Selly kini malah ikut bergoyang mengimbangi sentakan-sentakan Pak Dahlan. Lama-lama Selly pun tidak tahan lagi, tubuhnya menggelinjang karena klimaks, desahan panjang terdengar dari mulutnya, dia merasakan mengeluarkan cairan dari vaginanya, tapi bukan kencing, cairan hangat itu bercampur dengan darahnya meleleh keluar selangkangannya. Selama klimaksnya, Pak Dahlan tidak sedikitpun berhenti maupun memperlambat genjotannya, sebaliknya dia semakin bersemangat melihat korbannya telah takluk. Pasca klimaks, Selly merasa tubuhnya lemas dan tenaganya tercerai berai, sebagai pria berpengalaman Pak Dahlan telah mengetahuinya, maka tangan kokohnya melingkari perutnya untuk menopang tubuh gadis itu dan dibawanya kembali dalam dekapannya pada posisi 99 sebelumnya.
Dia mundur selangkah sehingga air shower menyiram tepat di tubuh Selly membasuh sabun di tubuhnya.
“Kamu puas kan Sel ?” tanyanya
Selly tidak menjawab, dia tetap membenci pria ini walau tidak bisa dipungkiri pria ini juga yang barusan memberinya orgasme dahsyat. Pak Dahlan lalu melepaskan pelukannya dan membiarkan tubuh Selly yang masih lemas itu jatuh bersimpuh di depannya. Setelah membersihkan penisnya yang berlumuran darah keperawanan dan mematikan shower, dia perintahkan gadis itu berlutut menghadapnya dan mengoral benda itu. Selly terpana memandangi penis hitam yang mengacung tepat di depan mukanya, benda yang baru saja menodainya dan juga sejumlah gadis lainnya. Suasana hening sejenak, yang terdengar hanya sisa tetesan air shower, udara di dalam masih hangat sehingga cermin wastafel berembun.
“Ayo pegang dan masukin mulut dong, tunggu apa lagi ?” Pak Dahlan sepertinya tidak sabaran.
Dengan gemetaran dia menggerakkan tangannya menggenggam batang itu dan memijatnya perlahan.
“Ayo, diemut dong, Bapak kan pengen ngerasain disepong sama kamu Sel !” ulangnya dengan mendekatkan wajah Selly ke penisnya.
Selly melirik ke atas memandang pria itu dengan marah, tapi dia tetap memasukkan penis itu ke mulutnya karena terpaksa. Itu adalah penis kedua yang pernah masuk ke mulutnya setelah Fredy.
Selly pun mulai mengulum penis Pak Dahlan sambil mengocoknya, dia mengeluarkan seluruh kemampuan oral seksnya termasuk menjilat dan mengisap sehingga pria itu bergetar dan mengerang karena nikmatnya. Kepala Selly maju mundur selama beberapa menit ke depan, mulutnya sampai pegal karena penis yang berdiameter lebar itu menyesakkan mulutnya. Selly merasakan kepala penis yang disunat itu makin berdenyut-denyut dan pemiliknya juga makin mendesah.
“Telan pejunya Sel, Bapak keluar nih…yah…iyah….uuhh !” desah pria itu bersamaan dengan muncratnya spermanya di mulut gadis itu.
Cairan itu sangat kental dan aromanya sengit, Selly sudah mau memuntahkannya namun kepalanya ditahan pria itu, sehingga dia tidak bisa menghindari sperma itu memenuhi mulutnya, cairan putih susu itupun akhirnya tertelan olehnya. Dia tidak bisa berbuat apapun selain cepat-cepat menelan cairan itu agar tidak terasa di mulutnya. Dia merasa geli dan jijik, sperma pacarnya saja waktu itu tidak ditelannya, tapi sperma pemerkosanya ini kini harus dia telan. Setelah semprotannya selesaipun, Pak Dahlan memerintahkannya menjilati bersih batang kemaluannya baru dilepaskan. Terpaksa dia menjilati sisa-sisa sperma pada batang itu dan kepalanya yang seperti jamur, pasca ejakulasi, ukuran benda itu berangsur-angsur menyusut dalam mulutnya.
Setelah ejakulasi, Pak Dahlan membantunya bangkit berdiri.
“Hebat Sel, pelayanan kamu bener-bener mantap, Bapak janji bakal bantu nilai kamu dan setiap kamu mendapat mata kuliah yang saya ajarkan Bapak jamin nilai kamu A !” kata Pak Dahlan penuh kepuasan dengan meletakkan kedua tangan di pundak Selly.
“Terima kasih” balas Selly dengan dingin “bagaimana dengan saudara saya ?”
“Oo…tentu-tentu, kalian akan saya bantu, asal banyak bersikap manis ke saya” jawabnya sambil tersenyum lebar dan kembali mendekap gadis itu.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu dan suara pria di pintu memanggil si dosen bejat itu. Pak Dahlan berjalan ke pintu sambil mengelap tubuhnya dan melilitkan handuk itu ke pinggang. Selly bersembunyi dibalik tirai plastik kala melihat Thalib muncul di pintu, dia memberitahu bahwa ada telepon mencari majikannya itu di ruang tengah sana. Tanpa meninggalkan pesan apapun Pak Dahlan meninggalkannya sendirian di kamar mandi itu. Selly baru sadar sperma tadi sempat menetes di dagu dan lehernya, diapun kembali menyalakan shower untuk membersihkan tubuhnya, dengan air shower itu juga dia berkumur-kumur mengurangi aroma sperma dan penis yang masih terasa di mulutnya. Setelah selesai, diambilnya sebuah handuk putih di dekat situ untuk mengeringkan tubuhnya. Saat itu dia teringat lagi pada kembarannya, Selvy, buru-buru dia lilitkan handuk pada tubuhnya dan keluar kamar mandi memanggil nama kembarannya, namun di kamar sudah tidak ada seorangpun selain baju-baju yang berceceran dan ranjang yang spreinya sudah kusut.
Gantungan kunci penerima sinyal yang berkedip-kedip pada tasnya di meja memancing perhatiannya. Ada yang menelepon ke HP nya yang hanya diaktifkan getarannya, dia melihat sudah tiga miscall dan dua SMS masuk ke HP itu. Yang menelepon kali ini adalah pacarnya, Fredy.
“Hoi, Sel, ngapain aja kok daritadi gua telepon ga ada yang angkat sih, gua telepon si Selvy punya juga gitu ?” sahut Fredy di telepon.
“Oohh…iya iya hehehe, sory abis ringtonenya lupa dinyalain lagi, tadi kan ujian nih, sory banget yah !” jawab Selly dengan nada meyakinkan.
“Terus lu orang sekarang dimana nih ? gimana ujian tadi ?”
“Lancar-lancar aja kok Dy, sekarang lagi di kost temen sama-sama ngerjain take home test nih”
“Ooo, ya udah, ntar malam gua juga lembur nih Sel, ntar kalau ujiannya beres kita have fun yah, stress nih gua juga”
“Ok deh, sekarang jia you yah kerjanya biar si bos seneng ke lu hehehe !”
“Lu juga yah Sel, semangat belajarnya, I luv u !”
“Iya, sama gua juga, see you, bye”
Telepon pun berakhir setelah Fredy membalas salam perpisahan Selly, wajah Selly yang sempat tersenyum sebentar kembali muram setelah sandiwara itu selesai. Dia merasa bersalah karena baru saja membohonginya bahkan berselingkuh darinya. Ingin rasanya dia meringkuk di pojok dan menangis sepuasnya kalau saja tidak teringat tujuannya semula, mencari kembarannya.
Selly bergegas keluar dari kamar itu sambil memanggil nama saudaranya. Di koridor dia mendengar suara kasak-kusuk dan desahan tertahan dari bawah. Dia langsung berjalan ke arah tangga, baru sampai di tengah tangga dia sudah terperangah dan menjerit kecil menyaksikan apa yang terjadi di ruang tengah, bulu kuduknya merinding menyaksikan adegan di sebuah sofa dimana Selvy sedang duduk menaik-turunkan tubuhnya di pangkuan Pak Dahlan dengan penis pria itu tertancap di vaginanya. Sementara Imron berdiri di depannya menikmati penisnya diemut olehnya. Di sisi lainnya, Thalib, si monster Quasimodo itu sedang asyik menciumi dan menggerayangi buah dada Selvy. Imron dan Thalib menengokkan wajah sambil menyeringai mesum melihat kedatangan Selly, sedangkan Selvy hanya bisa menatap sayu ke arahnya karena sedang disibukkan dengan penis di mulutnya. Selvy melalui tatapan matanya seolah mengatakan ‘jangan kesini, pergi sana atau mereka juga akan memangsamu!’ Sebagai saudara, Selly tentu saja tidak akan melakukan hal itu, melihat kembarannya dikerjai seperti itu diapun merasakan seperti ada kontak batin yang membuatnya bisa merasakan apa yang dirasakan Selvy.
“Lepaskan dia Pak, kasian dia dikeroyok gitu, tolong Pak saya mohon !” seru Selvy menarik-narik lengan Imron yang sedang menikmati penisnya dioral.
Imron yang merasa terganggu akhirnya melepaskan penisnya dari Selvy dan berjalan mendekati Selly dengan wajah mesum memandangi tubuhnya yang hanya dililit handuk. Selly sendiri sampai mundur-mundur karena ngeri melihat ekpresi pria itu seperti binatang buas yang hendak menerkamnya, penisnya yang basah masih tegak mengacung masih perlu dikenyangkan.
Selly terdesak sampai ke lemari TV hingga tak bisa mundur lagi, Imron memepetnya dan menyenderkan telapak tangan kirinya ke lemari tepat sebelah kepala Selly.
“Non udah ngenganggu acara saya sama Non Selvy, sekarang Non mau ngasih saya apa nih buat kompensasinya heh ?” katanya dekat wajahnya hingga hembusan nafas itu terasa.
“Eengg…saya aja Pak, garap aja saya sepuas Bapak, saya cuma kasian sama saudara saya !” jawabnya bergetar.
“Hehehe…bener-bener kasih persaudaraan yang membuat saya terharu, emang Non yakin bakal lebih bisa muasin saya dari Non Selvy ?” tanya Imron memeloroti martabat Selly.
Saat itu perasaan Selly sungguh galau dan bimbang, pandangan matanya berpindah-pindah antara kembarannya yang sedang dikerjai dua pria di sofa sana dan Imron di depannya. Secara jujur tentu dia tidak rela disetubuhi oleh penjaga kampus mesum di depannya ini, namun demi mengurangi penderitaan saudaranya, apa boleh buat walaupun dirinya juga harus menahan malu berbuat seperti itu di depan saudaranya sendiri. Setelah mengambil nafas panjang, diapun meraih ujung handuk yang diselipkan sehingga handuk itu jatuh dan terlihatlah tubuh telanjangnya yang mempesona. Lalu dia raih juga tangan Imron dan meletakkannya di payudaranya.
“Ini yang anda mau kan Pak !” kata Selly dengan geram.
Imron menyeringai menatap wajah Selly sambil tangannya meremas payudara itu.
Mengetahui Imron sudah tergoda olehnya, Selly melanjutkan serangannya dengan melingkarkan tangannya di leher Imron dan berinisiatif mencium bibir tebalnya. Meskipun jijik, Selly memaksakan diri melakukannya, dia mengeluarkan segenap teknik berciumannya pada Imron membuat Imron takjub akan perubahan reaksi gadis ini 180 derajat. Gairah si penjaga kampus bejat itu pun ikut naik, payudara Selly yang kenyal dan berkulit lembut itu dia remasi dengan gemasnya, tangan satunya turun ke bawah membelai punggung turun ke pantatnya yang juga diremas dan ditepuk pelan. Selly membiarkan lidah Imron menjilati lidahnya, bahkan dia sendiri ikut menggerakkan lidahnya hingga saling berpagutan dengan Imron, payudaranya sengaja dia gesekkan ke dada Imron untuk memancingnya. Sedang panas-panasnya terlibat percumbuan dengan Imron tiba-tiba Selly merasa ada tangan lain yang mengelusi pantat dan pahanya juga seperti ada yang menjilat pahanya, dia membuka matanya yang terpejam dan dilihatnya si bongkok, Thalib sedang berjongkok mengelusi tubuh bawahnya, sepertinya dia sangat kagum dengan pahanya yang jenjang lagi putih mulus sehingga tak tahan menjulurkan lidah menjilati kulit pahanya. Selly merasa senang karena dengan begini dia membantu meringankan beban kembarannya, kini Selvy tinggal melayani Pak Dahlan seorang masih naik turun di atas pangkuan pria itu, namun dia juga merasa bergidik membayangkan akan digumuli dua monster ini, terutama Thalib yang mirip Quasimodo dari Notredame itu.
Selly berusaha memberikan pelayanan terbaiknya agar kedua monster ini betah bersamanya dan tidak mengeroyok saudaranya. Sekarang dia berlutut diantara keduanya, tangan kanannya menggenggam penis Imron dan yang kiri penis Thalib. Dia membiarkan dirinya terhanyut dalam gelombang birahi dan membuang segala rasa jijiknya demi kembarannya. Kedua penis dalam genggamannya dihisap dan dijilat secara bergantian.
“Huehehe…yang kakaknya ini lebih liar yah !” komentar Thalib ketika Selly mengemut penisnya sambil tangan satunya mengocok penis Imron.
“Iya, bener-bener kakak yang baik ya, demi saudaranya dia sampai mau jadi perek buat kita berdua gini hehehe !” timpal Imron.
“Bajingan kalian !” Selly cuma bisa berteriak dalam hatinya mendengar omongan yang begitu merendahkannya.
Dia memilih untuk memasrahkan diri untuk diapakan saja oleh dua orang itu, yang penting mereka lebih mengarah dirinya. Lama-lama, diapun mulai terbiasa dengan dua batang penis hitam itu dan makin bersemangat mengoralnya.
“Wuih…sepongannya enak tenan loh !” ceracau Thalib yang penisnya sedang dihisap-hisap dengan disertai sapuan lidah Selly.
Sebentar kemudian dia berpindah melayani penis Imron dengan cara yang tidak jauh beda, dua orang itu telah dibuat gregetan oleh pelayanannya.
Ketika Selly sibuk mengemuti penis Thalib, Imron berjalan ke belakangnya dan memegangi pinggangnya, dia bersiap menusukkan penisnya dari belakang. Selly yang merasakan kepala penis itu sudah menyentuh bibir vaginanya melebarkan pahanya seolah menyambut. Menyeruak masuklah batang itu ke vaginanya dan mulai menggenjotnya dalam posisi doggie. Tangannya meremasi payudaranya dari belakang sehingga makin memanaskan nafsunya. Kembali rasa nyeri mendera vaginanya, apalagi penis Imron jauh lebih keras dan panjang dibanding Pak Dahlan, erangan tertahan terdengar dari mulutnya yang masih sibuk mengulum penis Thalib. Selly agak kewalahan karena ini baru pertama kalinya melayani dua pria sekaligus dan keduanya mengerjainya dengan brutal, setiap Imron menyodokkan penisnya, penis Thalib yang sedang dikulumnya makin tertekan ke dalam mulutnya. Tak lama kemudian, keluarlah sperma Thalib di mulut Selly dan sekali lagi mulut Selly belepotan sperma karena genjotan Imron membuatnya tidak konsentrasi menghisapnya sehingga cairan itu berleleran di pinggir-pinggir mulutnya. Walaupun jijik, dia tetap menelan habis cairan itu dan menjilati lelehan di pinggir bibirnya, selain itu dia melakukan cleaning service yang mantap pada penis Thalib sampai si bongkok itu blingsatan tidak karuan. Selly sendiri mulai merasakan kembali sensasi yang tadi dirasakan di kamar mandi bersama Pak Dahlan.
“Aaahhh !” erangnya ketika mencapai klimaks, lendir vaginanya semakin banyak sampai terdengar bunyi berdecak dari tumbukan dua alat kelamin mereka.
Selvy yang kini sedang ditindih tubuh gemuk Pak Dahlan dapat melihat jelas di depan matanya saudara kembarnya yang rela beradegan panas seperti seorang wanita haus seks demi meringankan bebannya. Air mata Selvy makin mengalir menyaksikan pengorbanan itu, sementara dia sendiri sedang menerima sodokan-sodokan penis Pak Dahlan. Sambil tetap menggenjot, Pak Dahlan mendekatkan wajahnya ke Selvy dan menciumi bibir mungilnya dengan ganas. Mau tidak mau Selvy harus melayani permainan lidah Pak Dahlan yang liar.
“Eemmhh….eengghh !” desahnya tertahan ditengah gempuran-gempuran Pak Dahlan.
Tangan gempal pria itu membelai paha dan pantatnya, kadang diselingi remasan dan cubitan gemas yang mempermainkan nafsunya. Selvy sudah sangat lelah karena sejak tadi disetubuhi sampai dia pasrah mau diapakan saja, keringatnya sudah membanjir membuat tubuhnya basah mengkilap, vaginanya pun terasa panas karena terus bergesekan dengan penis pria-pria yang menyetubuhinya. Setelah sepuluh menitan dalam posisi demikian, Pak Dahlan bangkit sambil mengangkat tubuh Selvy tanpa melepas penisnya, dia membaringkan diri telentang sehingga perutnya terlihat makin bulat, otomatis Selvy sekarang terduduk di atas penisnya.
“Ayo, sekarang kamu dong yang goyang, Bapak cape nih goyang terus !” perintahnya sambil tangannya meraih satu payudara gadis itu.
Selvy pun mulai menggerakkan tubuhnya naik turun sehingga Pak Dahlan nampak sangat keenakan. Sambil menikmati goyangan Selvy, tangannya menjelajahi lekuk-lekuk tubuhnya yang indah, yang paling sering diremas adalah kedua payudaranya itu karena sangat menggemaskan ketika terguncang-guncang seirama gerak naik-turun pemiliknya. Selvy mendesah tak karuan merasakan penis itu menusuk-nusuk vaginanya yang masih sempit. Matanya melihat tidak jauh dari situ, Selly sedang disetubuhi si bongkok, Thalib di atas lantai beralas karpet itu, tubuhnya bersandar pada Imron yang mendekapnya dari belakang sambil menggerayangi payudaranya dan menciumi lehernya. Tangan Selly nampak sedang memijati penis Imron. Thalib bersemangat sekali menggenjot Selly, beberapa kali dia menyodok dengan keras sehingga tubuh Selly tersentak dan mulutnya menjerit. Selvy tidak tahan melihat adegan itu lama-lama, insting sebagai saudara kembar membuatnya bisa merasakan apa yang dirasakan saudaranya yang malah menambah deritanya. Untuk mengalihkan itu dia memilih lebih berkonsentrasi pada pria di bawahnya itu. Dia makin gencar menggoyang-goyangkan pinggulnya hingga tubuhnya mulai mengejang lagi.
“Yah…terus goyangnya, Bapak juga dah mau !” desah Pak Dahlan dengan mempererat cengkramannya pada payudara Selvy.
Mereka pun akhirnya orgasme bareng, suara desahan mereka terdengar memenuhi ruang tengah. Sperma Pak Dahlan berlelehan diantara bibir vagina Selvy dan penis Pak Dahlan yang masih terbenam disana.
“Hehe…liat tuh adik Non hebat juga ngentotnya, Non juga jangan mau kalah hayo !” ejek Imron.
“Iya ayo, cewek kembar sama cantiknya, ngentotnya juga harus sama jagonya !” si bongkok itu menimpali.
Kata-kata itu membuat hati dan telinganya panas, ingin rasanya dia menghabisi ketiga bajingan itu kalau saja punya kemampuan untuk itu. Tapi di lain pihak dirinya sendiri juga terbuai oleh rangsangan-rangsangan dari mereka. Tak lama kemudian Thalib mengerang panjang, ia telah orgasme dengan meremasi payudara kanan Selly dengan brutal sehingga Selly pun merintih kesakitan. Penis Thalib menyemprotkan sperma banyak sekali ke rahimnya. Frekuensi genjotannya berangsur-angsur turun dan dengan nafas tersenggal-senggal dia pun akhirnya memisahkan diri dari gadis itu.
“Whui…puas aku ngentotin cewek cakep gini, sekarang nyoba adiknya ah !” ujar Thalib sambil menyeka keringar di dahinya lalu menghampiri Selvy yang masih terkulai diatas tubuh tambun Pak Dahlan.
“Ja-jangan…jangan !” sahut Selly dengan tangan terjulur hendak mencegah.
“Udah, ga apa-apa Non sekarang sama saya aja !” Imron makin mendekap Selly yang meronta.
Untuk sementara Selly boleh lega karena Pak Dahlan ternyata masih lelah sehingga dia tidak ikut menggarap Selvy. Tubuh Selvy sekarang telah telentang dengan kaki terjuntai diatas meja ruang tengah dari kayu dan sedang digerayangi Thalib yang berlutut di sampingnya. Si bongkok itu tengah menjilati puting Selvy dan tangan satunya mengelus-elus vaginanya untuk membangkitkan kembali libido gadis itu. Ini bukannya pertama kali bagi Thalib, sebelumnya dia memang sering kebagian ‘jatah sisa’ dari wanita-wanita yang digauli majikannya yang dibawa ke rumah ini. Seperti sebuah makanan tersaji di meja, Thalib menjilat serta menciumi sekujur tubuh mulus itu dengan rakus. Tubuh Selvy menggeliat-geliat karenanya. Ciuman Thalib berakhir diujung kaki gadis itu, setelah puas mengemut sejenak jari kaki Selvy, si bongkok itu menyuruh Selvy membalikkan badan dan menunggingkan pantat. Dengan lemas Selvy mengikuti saja apa maunya, dia menungging dengan tubuh atas masih bersandar pada meja sehingga payudaranya sedikit tertekan di meja. Thalib mulai memasuki penisnya ke vagina Selvy, kali ini rasa sakitnya sudah tidak seberapa lagi karena daerah kewanitaannya sudah licin dan terbiasa. Sebentar kemudian tubuh mereka sudah menyatu dan bergoyang mencari kenikmatannya.
Imron dan Selly sekarang telah berada disofa, tepatnya di belakang meja tempat Selvy sedang disodok dari belakang oleh Thalib. Ditengah sodokan-sodokan Thalib dari belakang Selvy dapat melihat di depannya Pak Dahlan sedang merokok dan wajahnya senyum-senyum menyaksikan sepasang kembar itu dikerjai habis-habisan sementara di sebelahnya kembarannya sedang menaik-turunkan badan di pangkuan Imron, nampak penis Imron basah mengkilap karena lendir dari vagina Selly. Kepala Selly menengadah ke atas dan mengeluarkan desahan, tangannya meremas rambut Imron yang sedang mengenyoti payudaranya, pipi pria itu sampai kempot saking kuatnya mengenyot.
“Oohh…aahh…Pak !” erangan erotis Selly mewarnai setiap hentakan-hentakan tubuhnya membuat Imron makin bersemangat dan turut menghentakkan pinggulnya sehingga penisnya menusuk lebih dalam.
Gerakan Selly makin liar saat di ambang klimaks, dia memutar-mutar pinggulnya sehingga rongga kemaluannya teraduk-aduk oleh penis Imron. Akhirnya, Selly mengerang keras dengan tubuh menggelinjang. Selama beberapa saat tubuhnya menggelinjang hingga akhirnya melemas kembali. Namun, rupanya Imron belum orgasme, maka dia menelentangkan tubuh Selly dengan menyandarkan kepalanya di bantal kursi dan meneruskan genjotannya. Lendir yang keluar dari vagina Selly sangat banyak sampai menetes sebagian ke kursi. Baru lima menit kemudian Imron menyusul ke puncak dan menumpahkan spermanya di perut dan buah dada Selly.
Sementara di meja pun situasi semakin panas, genjotan Thalib yang semakin ganas menyebabkan desahan Selvy semakin keras pula. Si bongkok itu juga meremas-remas pantat sintal Selvy dan sesekali menepuknya. Tiba-tiba tubuh Thalib mengejang dan dari mulutnya mengeluarkan erangan, saat itulah spermanya menyemprot di dalam vagina Selvy, sekali lagi monster Quasimodo itu menghentakkan pinggulnya sehingga sebagian sperma yang sudah bercampur lendir kewanitaan itu meluap keluar membasahi daerah selangkangannya. Selvy merasa pandangannya makin kabur dan kesadarannya mulai hilang karena terlalu lelah digilir sejak tadi, diapun akhirnya ambruk dengan tubuh tengkurap di meja dan tubuh bawah terjuntai ditopang lutut. Dia baru bangun saat merasakan air hangat menerpa tubuhnya, berangsur-angsur dia sadar dan menemukan dirinya di kamar mandi sedang diguyur shower bersama Thalib dan Imron, sekali lagi mereka menggumulinya sambil memandikannya. Baru sekitar jam sembilan malam, Pak Dahlan mengantarkan mereka pulang ke kostnya dekat kampus. Selly sempat diperkosa sekali lagi oleh Imron di jok belakang dalam perjalanan dan Sevy yang kini duduk di depan menjadi korban tangan jahil Pak Dahlan yang menggerayanginya hingga tiba di kost.
Si kembar pulang dengan rasa sakit di seluruh tubuh dan kenangan pahit yang membuat mereka kehilangan kegadisannya. Hal itu juga menjadi awal mereka menjadi budak seks Imron dan Pak Dahlan. Belakangan dari Pak Dahlan mereka tahu bahwa Imronlah yang mengatur kejadian di ruang kepala jurusan itu termasuk ide menyalakan webcam untuk mengabadikan tubuh telanjang Selly yang menjadi bagian dari rencana jahatnya. Kini mereka harus siap memberi jatah jika diminta penjaga kampus bejat itu kapanpun dan dimanapun. Sepasang bidadari kembar ini telah menambah panjang daftar korban Imron yang akan terus bertambah.
###########################
Nightmare Campus 9: My Beloved Lecturer
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul enam kurang seperempat, di luar sana langit sudah hampir gelap dan hujan masih turun cukup lebat. Diana (28 tahun) sedang mengoreksi hasil penelitian mahasiswa-mahasiswanya sendirian di laboratorium teknik industri. Wajahnya tersenyum manis saat membaca sebuah SMS yang masuk ke ponselnya yang bertuliskan, “Baru sampai di Bangkok nih say, jaga diri di rumah yah, I luv u”. Pesan itu dari suaminya yang sedang dalam perjalanan bisnis ke luar negeri, diapun lalu membalasnya dengan kata-kata mesra pula lalu melanjutkan koreksiannya yang tinggal sedikit lagi. Ya, Diana adalah seorang dosen muda di Universitas ****** baru setahun mengajar sepulang dari Jerman menyelesaikan S2nya. Seorang wanita yang cantik, mandiri, dan pintar. Delapan bulan yang lalu dia baru saja mengakhiri masa lajangnya dengan seorang teman kuliahnya dulu, eksekutif muda tampan berusia 30 tahun bernama Alex, mereka saling mencintai tapi belum berencana mempunyai anak dulu karena kesibukan masing-masing. Kecantikannya dengan rambut ikal kecoklatan sebahu dan tubuh ideal berpayudara 32B serta kulitnya yang putih mulus menarik perhatian para mahasiswa, mereka mengagumi kecantikan dan kepintarannya, mereka bilang wajahnya mirip Olga Lidya, artis lokal berwajah oriental itu, beberapa bahkan sering menjadikannya objek fantasi seks mereka dan membayangkan lekuk-lekuk tubuhnya saat memberi kuliah, terutama kalau sedang memakai baju yang ketat sehingga menonjolkan bentuk tubuhnya yang indah itu.
Ketika sedang larut dalam koreksiannya tiba-tiba terdengar pintu diketuk, sehingga dia terpaksa meninggalkan sejenak pekerjaannya untuk membukakan pintu. Ternyata yang datang Imron, si karyawan kampus buruk rupa itu.
“Malam Bu, masih belum pulang yah, boleh saya mau nyapu dulu ?” sapanya.
“Ooo…silakan Pak, saya juga sebentar lagi selesai, cuma lagi ngoreksi aja kok” katanya sambil mempersilakan pria itu masuk.
Diana kembali ke mejanya dan Imron mulai menyapu, sambil bekerja matanya sesekali memandangi wanita itu, diperhatikannya wajah ayu itu yang sedang memakai kacamata yang menambah keanggunannya, rambutnya saat itu sedang diikat ke belakang sehingga memperlihatkan lehernya yang jenjang. Tatapan mata Imron seolah menembus tubuh Diana yang terbungkus kemeja kuning dan rok hitam selutut. Tak lama kemudian terdengar pintu diketuk lagi. Saat Diana mau bangkit berdiri, Imron yang menyapu dekat situ sudah terlebih dulu membukakan pintu itu.
“Sore Bu !” Jesslyn (eps. 2) memberi salam.
“Sore, ada apa ?”
“Nngg…saya mau konsultasi sebentar, boleh ga ?”
“Tentang masalah apa ?”
“Sebenarnya sih bukan masalah kuliah, mmm…coba Ibu nyalain bluetooth Ibu bentar, soalnya saya punya sesuatu yang penting buat Ibu” kata Jesslyn sambil menarik sebuah kursi dan duduk di depan Diana.
“Kalau bukan masalah kuliah apa ga sebaiknya dibicarakan nanti saja, saya lagi sibuk sekarang !”
“Tapi Bu, ini penting loh jadi ga bisa dilewatin gitu aja, ayolah Bu sebentar aja !” Jesslyn terus memohon.
Dengan agak kesal, Diana menyalakan juga bluetooth pada ponselnya karena dia juga penasaran dengan apa yang dibilang penting oleh mahasiswinya itu.
“Kenapa ga kamu kasih liat langsung aja sih, biar cepet !” kata Diana.
“Eehh…tenang dong Bu, kan biar Ibu bisa liat di HP punya sendiri juga !” jawab Jesslyn sambil menunggu file itu ditransfer.
‘Bip’ terdengar suara dari ponsel Diana setelah file selesai ditransfer. Buru-buru dia membuka file itu ingin tahu apa isinya. Betapa kagetnya dia ketika melihat video klip yang menampilkan gambar dirinya sedang mandi, wajahnya juga jelas tersyuting. Dia ingat betul adegan itu pasti disyuting dua hari lalu ketika mandi di kamar mandi setelah selesai berenang di kolam renang tidak jauh dari sini yang masih milik kampus. Waktu itu selain dia di kamar mandi terbuka itu juga ada beberapa gadis lain yang juga mahasiswi kampus ***** termasuk Jesslyn. Teringat lagi, saat itu Jesslyn sedang bersandar di dekat pintu kamar mandi sambil berbicara dengan ponselnya, barulah dia sadar ternyata Jesslyn saat itu hanya pura-pura bicara sambil mengarahkan lensa cameraphonenya yang bisa digerakkan ke arahnya dan mengabadikannya dalam bentuk video clip. Wajah Diana memerah karena marah dan malu, namun dia tetap berusaha menahan emosinya agar tidak sampai menggebrak meja atau bahkan menampar Jesslyn karena di situ masih ada Imron.
“Apa maksudnya ini !” katanya dengan geram.
“Ga ada maksud apa-apa kok, yah supaya cowok-cowok yang ngefans sama Ibu juga bisa lebih ngenal Ibu luar dalam hihihi !” jawab Jesslyn asalan sambil senyum-senyum.
“Ayo ikut saya, kita bicara di luar aja !” Diana bangkit berdiri lalu menarik lengan Jesslyn hendak menyeretnya keluar.
“Lepasin !” Jesslyn menyentak lengannya “Kalau mau bicara kenapa harus jauh-jauh Bu, disini aja napa? Malu kalau Pak Imron tau yah ?!” katanya dengan nada menantang.
“Jesslyn..!!” bentak Diana marah melihat tingkah mahasiswinya yang makin kurang ajar ini, apalagi membuka masalah ini di depan penjaga kampus.
“Oh iya, omong-omong Pak Imron udah ngeliat kok, ya kan Pak !”
“Ooo rekaman itu yah, bagus loh bodynya Bu Diana, jadi pengen liat aslinya juga !” sahut Imron dari belakang Diana.
“A-apa-apaan ini !” wajah Diana nampak bingung pandangannya berpindah-pindah antara Jesslyn di hadapannya dan Imron yang tidak jauh di belakangnya.
Belum hilang rasa kagetnya tiba-tiba Imron mendekap tubuhnya dari belakang.
“Hentikan ! kalian mau apa !” jerit Diana sambil meronta-ronta “Jess, kamu jangan keterlaluan yah !”
Jesslyn tersenyum mendekati dosennya itu dan ‘plak’ dia mendaratkan sebuah tamparan pada pipi kiri Diana sampai kacamatanya terlempar.
“Ini untuk minggu lalu mempermalukan saya di kelas !” kata Jesslyn.
Jesslyn sakit hati karena waktu itu ketika mengikuti kuliah Diana, dia sedang ngobrol dan cekikikan dengan temannya di belakang. Diana yang merasa terganggu menegurnya dan menyuruh keluar ruang kuliah. Jesslyn protes dengan nada bicara tidak sopan sehingga membuat Diana naik darah dan menamparnya di hadapan mahasiswa sekelas. Dengan rasa marah dan malu, Jesslyn keluar dari kelas sambil memegangi pipinya. Di luar, dia bertemu Imron yang memberinya isyarat mengajak berhubungan badan. Merekapun melakukannya secara quicky di sebuah gudang. Dengan hanya membuka pakaian seperlunya, Imron menggenjoti Jesslyn, satu tanganya memegangi paha kanannya yang terangkat dan mulutnya melumat bibir gadis itu. Tidak sampai sepuluh menit Imron sudah menyemprotkan spermanya di vagina Jesslyn. Saat itulah terbesit di pikiran Jesslyn sebuah cara untuk membalas perlakuan dosennya barusan. Diapun mengutarakan ide ini pada Imron. Sebagai seorang yang sudah berpengalaman dalam hal-hal seperti ini, Imron memberi masukan pada Jesslyn tentang apa saja yang harus dilakukan untuk menjalankan rencana balas dendam itu. Seringai licik mengembang di wajah Jesslyn mendengar masukan dari Imron.
“Bapak emang hebat, kalau berhasil Bapak bakal saya kasih bonus !” katanya.
“Hehehe, ga apa-apa asal Non dan dosen Non itu mau ngelayanin Bapak aja itu udah lebih dari bonus kok” kata Imron sambil meremas payudaranya.
Setelah membereskan pakaiannya, mereka pun keluar dari tempat itu secara terpisah. Jesslyn mengintai gerak-gerik Diana selama beberapa hari sambil mencari-cari kesempatan bagus untuk mengambil gambarnya dalam pose memalukan. Penantian Jesslyn pun tidak sia-sia, kesempatan itu datang ketika Diana berenang di kolam renang milik kampus. Di kamar mandi kolam renang itu, Jesslyn merekam adegan Diana yang sedang diguyur shower sambil pura-pura bicara dengan cameraphonenya.
“Dikirain enak apa ditampar kaya gitu di depan kelas, sekarang saatnya saya buat perhitungan sama Ibu, o yah…by the way saya juga sebel tuh punya dosen yang sok cantik yang suka berlagak jadi idola semua mahasiswa !” kata Jesslyn sambil menjambak rambut Diana yang dikuncir.
“Kurang ajar kamu Jess, kamu tau apa yang kamu lakukan !” Diana menatap tajam mahasiswinya ini.
“Non Jesslyn itu temen saya Bu, jadi kalau Ibu nampar Non Jesslyn berarti juga berurusan sama saya !” kata Imron dekat telinganya.
“Calm down Bu, saya ga sejahat itu kok, rekaman Ibu ini baru saya sama Pak Imron aja yang tau, tapi kalau Ibu ngelawan, saya kuatir satu kampus bakal tau semua, atau mungkin saya masukin internet biar semua bisa liat body Bu Diana yang seksi ini !” kata Jesslyn.
Ketakutan mulai melanda Diana yang posisinya makin tidak menguntungkan.
“Jangan lakukan itu…kamu mau apa dari saya ?!”
“Saya cuma mau ngebagi kecantikan Ibu dengan Pak Imron, saya jamin Ibu bakal lebih puas daripada ML sama suami Ibu” jawab Jesslyn dengan tangan meraba payudara dosennya itu.
“Jangan, ini gila, lepasin saya tolong….To...mmmhhh !” dengan sigap Imron membekap mulut Diana begitu dia mau berteriak.
“Teriak…teriak aja Bu ayo ! buka mulutnya Pak, supaya orang lain datang dan melihat rekaman ini, kebayang ga sih jadinya apa ?” tantang Jesslyn.
“Jangan…jangan...saya mohon jangan sebarkan itu Jess !” Diana mulai mengiba dan matanya mulai berkaca-kaca.
Tangan Jesslyn mulai bergerak membuka kancing kemeja Diana sehingga branya yang berwarna krem mulai terlihat. Imron langsung menyusupkan tangannya ke dalam cup bra itu menyentuh payudaranya.
“Hehehe…montok banget yah toked ibu, udah ada susunya belum nih, Ibu udah beranak belum ?” kata Imron.
“Belum lah Pak, Bu Diana kan belum lama nikah, atau mungkin suami ibu ga bisa ngasih anak atau ga bisa muasin ibu ?” ejek Jesslyn dengan wajah puas karena berhasil membalaskan dendamnya.
Diana tertunduk lemas, air mata mengalir membasahi wajahnya tanpa dapat dibendung.
“Jangan…saya mohon…hentikan !” ucapnya sambil terisak ketika tangan Imron mulai mengangkat roknya.
Desiran angin malam terasa menerpa pahanya yang tersingkap, rasa dingin itu lalu berubah menjadi hangat seiring bulu-bulunya yang merinding ketika tangan kasar itu mengelusi paha itu terus makin ke atas hingga menyentuh bagian kemaluannya yang masih tertutup celana dalam.
“Silakan dinikmati sepuasnya Pak, saya jadi penonton aja dulu” sahut Jesslyn sambil mundur lalu mendudukkan pantatnya di meja terdekat untuk menikmati balas dendamnya.
Tangan Imron mempreteli sisa kancing bajunya sehingga baju itu terbuka sudah memperlihatkan payudaranya yang masih tertutup bra dan perutnya yang rata. Sedangkan tangannya yang satu lagi mulai menyusup lewat atas celana dalamnya. Diana memang sempat menahan tangan pria itu namun tenaganya tidak cukup kuat, permintaannya agar Imron tidak meneruskan perbuatannya tidak dihiraukan olehnya.
“Nnngghh…!” desahnya begitu tangan itu akhirnya masuk ke balik celana dalamnya dan menyentuh permukaan kemaluannya yang ditumbuhi bulu.
Diana merasa jijik dan terus meronta berusaha menghalangi Imron menggerayangi bagian-bagian terlarangnya. Namun semua itu sia-sia saja menghadapi maniak seks yang sedang kalap ini, apalagi ditambah intimidasi rekaman bugilnya akan disebarluaskan kalau tidak menuruti kemauan pria ini. Lelah meronta dan mulai terangsang karena permainan jari Imron di balik celana dalamnya, Dianapun pasrah. Mengetahui mangsanya telah takluk, Imron membaringkan tubuh Diana pada meja panjang yang biasa dipakai untuk praktikum. Imron mengambil posisi diantara kedua kaki Diana yang terjuntai dari lutut ke bawah, kemudian dengan kasar dia melucuti celana dalamnya.
“Weleh-weleh seksi banget, sudah lama saya pengen liat ke dalam sini” sahut Imron sambil memandangi daerah kemaluan Diana yang ditumbuhi bulu yang dicukur rapi membentuk segitiga.
Bibir kemaluan Diana masih nampak rapat dan kencang. Wajah Imron kini makin mendekati daerah itu, aroma kemaluannya semakin terasa dan membuatnya makin bergairah. Sementara mata Diana terpejam dan masih mengeluarkan air mata, tapi mendadak matanya melebar disertai desahan dari mulutnya ketika lidah kasar pria itu menyapu bibir kemaluannya. Tangisan Diana makin menjadi dan memohon minta dilepaskan, namun disaat yang sama dia pun tidak bisa menyembunyikan gairahnya yang mulai naik.
Tubuh Diana mengejang dan berkelejotan ketika lidah Imron menyentuh klitorisnya.
“Ooohh…!” tak terasa dia mendesah demikian karena merasakan jilatan panjang pada klitorisnya yang membuatnya serasa melayang.
Diana merasakan ada suatu sensasi aneh dalam dirinya, walaupun jijik dan tidak rela dia menginginkan pria ini terus melakukannya. Matanya membeliak-beliak dan vaginanya semakin berlendir tanpa bisa ditahannya. Tangan Imron juga turut bekerja merabai paha dan pantatnya yang putih mulus itu.
“Ya Tuhan, kenapa begini, kenapa aku menikmati…ini perkosaan, tapi kenapa…?” Diana bergumul hebat dalam batinnya, tidak rela tapi mau.
Sudah hampir seminggu dia tidak mendapat kehangatan dari suaminya karena terlampau sibuk, bahkan semalam sebelum pergi ke luar negri, mereka hanya sempat mandi bersama tanpa melanjutkan lebih jauh karena Alex harus berangkat pagi-pagi sehingga harus cukup istirahat. Sejujurnya Diana merasa tanggung sekali karena kemarin Alex hanya melakukan pemanasan dengan ‘menyusu’ dan raba-rabaan saja tanpa lanjutan, namun sebagai seorang istri yang pengertian dia pun tidak mau memaksa. Kini ulah Imron itu seolah mengisi kekosongannya kemarin, namun di lain pihak dia juga merasa berdosa dan kotor, sungguh dirinya serasa terombang-ambing.
Setelah puas menjilati vagina Diana, Imron membuka celana sekaligus celana dalamnya sehingga terlihatlah penisnya yang sudah menegang, hitam dan panjang. Digenggamnya batang itu untuk diarahkan ke vagina Diana. Hangat dirasakan Diana saat kepala penis itu menyentuh bibir vaginanya disusul rasa geli yang ditimbulkan dari gesekan-gesekan penis itu pada kemaluannya, hal ini menyebabkan birahi Diana bangkit walau tak dikehendakinya. Tanpa memberikan kesempatan untuk akal sehat Diana bekerja lagi, Imron menekan ujung penisnya ke liang senggamanya. Dengan satu sentakan kasar batang kemaluannya melesak ke dalam vagina Diana, spontan wanita itu pun terbelakak matanya dan menjerit kesakitan, tubuhnya menegang hingga melengkung ke atas menampakkan guratan tulang rusuknya. Suara hujan deras di luar sana seolah menambah dramatis suasana, sebuah senyuman puas nampak pada wajah Jesslyn karena berhasil membalaskan sakit hatinya. Imron memompa penisnya dengan brutal tanpa mengenal kasihan pada Diana yang baru kali ini menerima penis yang sebesar itu.
“Hahaha…terus Pak, lebih hot lagi dong, jangan dikasih ampun, buktiin dong Bapak lebih perkasa dari suaminya !” Jesslyn menyoraki memanas-manasi situasi.
Tubuh Diana tergoncang-goncang di atas meja itu, mulutnya tak bisa menahan desahan yang keluar, buah dadanya kini terekspos sudah setelah Imron menyibakkan cup branya ke atas, sambil menggenjot kedua tangannya meremasi sepasang payudara itu.
Imron menyodok-nyodok vagina Diana hingga menyentuh g-spot Diana. Batang itu makin lancar keluar-masuk karena vagina Diana juga makin licin oleh lendirnya. Perlahan diapun mulai terbiasa dan perihnya berkurang. Imron lalu mengangkat tubuh Diana lewat punggung hingga dia terduduk di tepi meja kemudian dipagutnya bibir wanita itu.
“Tidak…ini tidak mungkin !” pikirnya setengah sadar “kenapa aku menikmati perkosaan ini, tapi…tapi ini memang…enak…ahh…maaf-maafkan aku Lex, maafkan aku”
Lidahnya terus saling belit dengan lidah pria itu sementara batinnya mengalami konflik, ekspresi itu diungkapkannya dalam butiran air mata yang masih menetes di wajahnya. Darah dalam tubuhnya mengalir makin cepat, akal sehatnya mulai tertutup oleh naluri seks yang liar karena keperkasaan penis penjaga kampus ini serta kelihaiannya mempermainkan nafsu wanita. Walaupun udara di luar makin dingin disertai angin kencang dan guntur, suasana di ruangan itu makin panas, Jesslyn yang menonton juga mulai terangsang oleh adegan tersebut, nampak dia menggesek-gesekkan pahanya dan kemaluannya terasa basah. Imron merubah lagi posisi mereka, kali ini Diana diturunkan dari meja dengan posisi menungging dan tubuh bagian atasnya tiduran di meja, sementara Imron menyodokinya dari belakang.
Jesslyn bangkit dari kursi dan mendekati Imron yang sedang asyik menghujam-hujamkan penisnya ke vagina Diana. Dia membisikkan sesuatu pada pria itu, entah apa pembicaraannya, Imron hanya mengangguk dan Jesslyn menyeringai jahat lalu keluar dari ruangan itu. Sementara itu Imron terus menggenjot Diana, tusukan-tusukannya makin keras sehingga tubuh Diana tersentak-sentak dan jeritan-jeritan tertahan keluar dari mulutnya. Tanpa sadar Diana juga menggoyangkan pinggulnya mengikuti irama genjotan Imron, dia merasakan kenikmatan yang berbeda yang dari yang biasanya. Diana pasrah tubuhnya diapakan saja oleh penjaga kampus itu.
“Ooooohhhh….aaahhh !!” Diana mendesah panjang dan tubuhnya bergetar hebat, dia merasakan cairan vaginanya seperti tumpah semua.
Imron masih terus melancarkan serangannya, cairan yang meleleh dari vagina Diana makin melicinkan gerakan penisnya sehingga otomatis sodokannya pun makin cepat, terdengar bunyi decak cairan setiap penis itu menyodoknya. Berangsur-angsur tubuh Diana melemas kembali setelah klimaks panjang yang luar biasa itu, dengan Alex pun dia belum pernah klimaks seperti ini. Imron menurunkan tempo permainannya, dia tidak ingin buru-buru keluar.
“Ibu emang enak banget dientot !” komentarnya kemudian mulutnya nyosor ke depan dan memagut bibir Diana.
Diana yang masih lemas tidak kuasa menolak ciuman itu, malah dia membalas sapuan lidah Imron dengan bergairah.
Imron mencumbui Diana sambil terus menggerayangi tubuhnya. Tiba-tiba pintu dibuka sehingga membuat Diana terkejut dan refleks melepas ciumannya.
“Wah, wah, asyik bener lagi ujan-ujan gini ada yang bisa angetin badan, sama bu dosen toh kali ini Ron !” ujar Pak Kahar, si satpam kampus di ambang pintu, di belakangnya nampak satpam lainnya yang bernama Encep dan Jesslyn, rupanya dia tadi keluar untuk memanggil mereka agar ikut mengerjai dosennya itu.
Diana sangat malu dipergoki dalam keadaan seperti itu, dia mencoba melepaskan diri atau setidaknya menutupi daerah terlarangnya, akan tetapi kedua tangannya ditelikung ke belakang oleh Imron sehingga tubuhnya yang sudah terbuka sana-sini itu terlihat oleh kedua pria yang baru datang itu.
“Asyik nih, gua udah lama naksir sama bu dosen ini, akhirnya ada juga kesempatan ngewein dia hehehe !” sahut Encep.
Kedua satpam itu menatapi tubuh Diana dari atas sampai bawah dengan pandangan bernafsu. Diana sangat takut dan jijik melihat reaksi mereka memandangi dirinya.
“Jess kamu…kamu mau apa lagi ?” tanya Diana dengan suara bergetar.
“Hehe, Ibu ga usah kuatir gitu, saya kan tadi ngeliat Ibu enjoy banget digituin sama Pak Imron, saya kira Ibu suka main sama orang-orang seperti bapak-bapak ini makannya saya panggil mereka supaya Ibu lebih puas, apa saya masih kurang baik ?” kata Jesslyn dengan nada mengejek.
“Jangan…tega-teganya kamu, ini kelewatan…saya nggak mau !” Diana menggelengkan kepala dengan wajah berlinang air mata, wajahnya sangat memelas.
“Mendingan Ibu nurut aja deh, Ibu gak mau kan rekaman ini ketauan suami Ibu atau anak-anak sekampus ?” ancam Jesslyn dengan menjambak kuncir rambut dosennya.
Dianapun menyerah, dia memilih lebih baik tubuhnya dinikmati ketiga pria bejat ini daripada rekaman dirinya tersebar, terlebih ketika dikerjai Imron tadi Jesslyn sempat memotretnya beberapa kali dengan cameraphonenya. Kalau semua itu tersebar entah harus bagaimana dia menghadapi semua orang termasuk suaminya, akibatnya akan lebih tragis daripada bunuh diri. Mereka menelanjanginya dan berdecak kagum memperhatikan tubuh polosnya yang hanya menyisakan sepatu hak, kalung dan cincin kawinnya.
“Wuih…mulus banget, bini gua ga ada apa-apanya deh kalo dibanding satu ini !” sahut Pak Kahar sambil membelai payudara Diana.
“Asyik yah punya dosen kaya gini, saya juga pengen diajar sama Ibu” timpal Encep meremasi pantatnya yang padat berisi.
Kemudian Diana disuruh duduk di bangku dengan dikelilingi ketiga pria itu, mereka telah membuka celananya sehingga senjatanya yang sudah menegang itu mengacung tegak seakan menodong ke arahnya. Diana terhenyak melihat kemaluan mereka yang hitam besar, ngeri sekaligus terangsang.
“Ayo Bu, silakan dipilih mana yang mau Ibu sepong duluan !” perintah Imron dengan berkacak pinggang.
Diana menggeleng dan menghiba “Nggak…saya ga mau, tolong jangan paksa saya !”
“Ayo emut !” Pak Kahar sepertinya sudah tidak sabar, dia memegangi kepala Diana dan menempelkan penisnya ke wajah dan bibir wanita itu.
“Buka mulutnya Bu, kalau nggak besok satu kampus bakal ngeliat foto Ibu, mau ?” kata Imron dengan kalem namun bernada ancaman.
Diana tidak ada pilihan lagi, dengan terpaksa dia mulai membuka mulutnya dan Pak Kahar menekan penis itu ke dalam mulut mungilnya.
“Eit..eit…sabar dong Har, jangan main paksa gitu ke perempuan, biar bu dosen ini yang milih kontol mana yang dia mau !” Imron menghentikan temannya bersikap sok gentle.
“Jangan bengong aja dong Bu, mereka udah gak sabar tuh !” sahut Jesslyn yang duduk di meja dekat situ.
Dengan tangan gemetar Diana menggenggam penis milik Encep yang menurutnya lebih mudah masuk ke mulut karena walaupun panjangnya mirip, diameternya lebih ramping diantara ketiganya. Dia memejamkan mata dan menahan nafas ketika memasukkan penis dengan kepala bersunat itu ke mulutnya.
“Huehehe…Ibu seneng sama saya yah, tuh buktinya kontol saya diservis duluan !” celoteh Encep.
Diana tidak mempedulikan lagi ejekan itu, dia hanya ingin segera lepas dari mereka. Maka setelah penis itu masuk ke mulutnya, dia mulai mengulum dan menjilatinya sambil menahan rasa jijik.
“Oohh…yah…enak, sepongan Bu Diana emang emoy, oohh !” Encep mendesah, tubuhnya blingsatan menahan gejolak nafsunya.
Sementara itu Imron meraih tangan kiri Diana dan meletakkannya pada penisnya, Pak Kahar juga melakukan hal yang sama dengan tangan kanan wanita itu. Ketika menggenggam penis Imron batang itu masih agak basah oleh sisa lendir orgasme barusan.
“Saya juga dong Bu, jangan dia terus !” Pak Kahar yang sudah kebelet menarik kepala Diana dan menjejalkan penisnya ke dalam mulutnya.
Diana semakin terhanyut oleh arus birahi, dia mengocok dan mengoral ketiga penis itu secara bergantian. Tiba-tiba Diana merasakan kakinya direnggangkan lalu disusul sebuah sapuan lidah pada bibir vaginanya sehingga otomatis tubuhnya bergetar. Rupanya di bawah sana Encep sedang berjongkok dan mengoral vaginanya. Imron yang penisnya sedang dikulum juga sedang meremas-remas payudaranya. Hal ini membuat Diana semakin terangsang dan makin bersemangat mengulum penis dua pria lainnya. Tak lama kemudian Imron menekan kepala Diana sambil mendesah panjang, nampak dari pinggir bibir Diana meleleh cairan seperti susu kental. Ya, Imron telah mencapai orgasme di mulut Diana. Diana sendiri sebenarnya hendak melepaskan diri tapi tenaganya tidak cukup kuat sehingga dia terpaksa menelan sperma Imron yang kental dan beraroma menusuk. Baru kali ini dia menelan cairan itu, sperma milik Alex pun tidak pernah dia telan dengan alasan jijik.
Setelah klimaksnya reda, Imron baru melepaskan pegangannya dari kepala Diana yang segera melepaskan emutannya dan terbatuk-batuk. Reaksinya menunjukkan betapa jijiknya menelan cairan itu, namun ini malah membuat ketiga pria itu tertawa-tawa.
“Hehehe…Ibu baru pernah negak peju yah ? gimana rasanya enak kan ?” ejek Pak Kahar.
“Santai aja Bu, nelan peju gak bakal hamil kok” Imron menimpali disusul gelak tawa mereka.
“Sudah Pak, tolong lepaskan saya sekarang” pinta Diana.
“Yee…masa saya belum dipuasin mau udahan !” kata Pak Kahar.
“Iya yang saya juga belum loh, pokoknya hari ini saya harus bisa ngentot sama Ibu” timpal Encep.
“Betul Bu, Ibu kan udah bikin bapak-bapak ini kesengsem sama Ibu, tanggung jawab dong sekarang, sapa suruh jadi dosen idola !” sahut Jesslyn “Bapak-bapak jangan ragu, Bu Diana udah ikhlas kok kalian apain juga hihihi”
Diana hanya bisa pasrah tubuhnya ditelentangkan di meja praktikum oleh mereka.
“Sekarang giliran saya Bu, udah siap kan ?” Pak Kahar mengambil posisi di pinggir meja sambil membentangkan kedua paha wanita itu.
Walaupun sudah basah dan licin, Diana tetap merasa kesakitan ketika penis Pak Kahar yang sebesar lengan bayi itu melesak ke vaginanya karena dia baru pernah merasakan yang sebesar itu. Diana merasakan batang itu sangat menyesakkan, tonjolan-tonjolan uratnya terasa menggesek dinding vaginanya yang menjepit benda itu dengan keras. Tubuh Diana menggelinjang dan mulutnya mendesah menerima sodokan-sodokan si satpam itu.
Sementara Imron di sebelah kirinya sibuk mengenyoti payudaranya dan payudara yang kanan juga diremas-remas oleh Encep yang melakukannya sambil melumat bibirnya. Karena akal sehatnya telah kalah oleh birahi, tanpa sadar Diana melayani permainan lidah Encep. Tak pernah terlintas di pikirannya dirinya akan terlibat seks liar dengan cara gangbang seperti ini, dulu waktu kuliah di Jerman dia memang sering mendengar seks seperti ini bahkan pernah seorang teman bulenya mengajak ke undangan untuk pesta underground yang ujungnya tidak jauh-jauh dari pesta orgy, namun dia selalu dengan halus menolaknya karena merasa tidak pantas dan tidak sesuai dengan adat timur. Kini dia harus mengalaminya dengan pria-pria kasar seperti mereka. Tangan-tangan kasar itu berkeliaran menggerayangi bagian-bagian sensitif tubuhnya. Kedua putingnya terus menerus dipelintir, ditarik-tarik, dan dicupangi. Lekuk-lekuk tubuhnya yang indah dielusi tanpa ada yang terlewat. Diana terus memejamkan matanya tidak ingin melihat bagaimana ketiga pria kasar ini memperkosanya. Walau sebenarnya dia mulai menikmati perlakuan mereka dia belum berani menunjukkannya terang-terangan karena malu. Duapuluh menit kemudian, Pak Kahar mengalami ejakulasi, dia mengakhirnya dengan hujaman keras pada kemaluan Diana. Sambil melenguh dia menembakkan spermanya di dalam vagina Diana. Pada saat hampir bersamaan, Diana juga mengalami hal yang sama, tubuhnya menggelinjang tak terkendali, erangan panjang sekali lagi keluar dari mulutnya. Dia tidak bisa lagi menyembunyikan perasaan nikmat itu dan harus diakui walaupun ini termasuk perkosaan kenikmatannya jauh lebih dahsyat dibanding ketika bercinta dengan suaminya.
“Hhhh…ngghh…uenak… !” desah Pak Kahar seraya mencabut penisnya dari vagina Diana, batang itu nampak basah oleh cairan hasil persetubuhan mereka.
Encep menggantikan rekannya menyetubuhi Diana yang masih terkulai lemas. Dia menggenjotnya tidak kalah brutal dari Pak Kahar apalagi staminanya masih full. Melihat buah dada Diana yang ikut berguncang itu dia sangat gemas sehingga meremasinya dengan keras, hal ini menyebabkan desah kenikmatan Diana bercampur dengan rintihan kesakitan. Pak Kahar menggeser kepala Diana hingga menggantung dipinggir meja. Diana melihat dengan jelas penis hitam pria itu mendekati wajahnya.
“Dibersihin Bu sekalian diemut sampe bangun lagi !” perintah Pak Kahar.
Diana pun patuh membuka mulutnya untuk dimasuki penis satpam itu. Pak Kahar merasa keenakan sekali saat penisnya menyentuh lidah dan gigi Diana lalu dihangatkan oleh ludahnya. Naluri seksnya membimbingnya menjilati dan mengisap penis itu tanpa menghiraukan rasa jijik, lidahnya bergerak memutari kepala penis yang seperti cendawan itu. Buah zakar itu sesekali menumbuk hidungnya karena pria itu memaju-mundurkan pinggulnya perlahan seperti gerakan bersetubuh. Saat itu Imron sedang menjilati tubuh mulusnya sambil merasakan penisnya dikocok oleh wanita itu. Sungguh ketiga pria itu seperti gerombolan serigala lapar yang sedang menyantap makanan lezat.
“Dasar cewek, dimana-mana sama aja…gak perek gak dosen kalau udah konak mah kaya gini nih !” ujar Pak Kahar yang sedang menikmati penisnya dikulum Diana.
“Dosen kan juga manusia oi, kalau digituin konak dong, ya toh Bu hehehe…!” timpal Imron sambil memelintir putingnya.
Diana tidak mempedulikan lagi ejekan-ejekan yang merendahkan dirinya itu, dia terlampau hanyut dalam nafsunya dan sibuk mengoral penis satpam itu. Semakin dikulum penis itu semakin mengeras dan bangkit kembali sehingga mulutnya terasa makin sesak apalagi ketika pemiliknya menekan hingga menyentuh tenggorokannya. Setelah sepuluh menit baru Pak Kahar melepaskan penisnya. Diana langsung mengambil udara segar sebanyak-banyaknya dan terbatuk-batuk.
“Sakit Pak…aahh…ahh…jangan keras-keras !” rintih Diana meminta Encep mengurangi kebrutalannya menyodok vaginanya dan remasannya yang kasar pada payudaranya.
Tubuhnya telah basah oleh keringat dan ludah para pria itu, di payudara dan lehernya terlihat bekas-bekas cupangan yang memerah. Bosan dengan posisi demikian, Encep kemudian melepas sejenak penisnya dari vagina Diana kemudian dia duduk di sebuah kursi dan memerintahkan Diana naik ke pangkuannya.
“Eh duduknya ngehadap sini dong biar saya juga kebagian !” Imron menyuruhnya merubah posisi duduknya yang tadinya berhadapan dengan Encep jadi memunggungi.
“Kenapa Ron, gua jadi susah dong ngisepin teteknya” protes si Encep.
“Ntar aja kalo gua udah puas lu boleh deh ngapain aja, gua sekarang mau disepongin dulu, kecuali lu mau kontol gua deket muka lu”
Encep pun akhirnya nurut saja karena Imron lebih berkuasa dan dialah yang mendapatkan wanita ini, sedangkan dirinya sendiri hanya nimbrung saja.
“Sekarang Ibu goyang yah ayo !” kata Encep.
Diana melakukannya tanpa harus diperintah kedua kali karena dia sudah terbawa kenikmatan ini dan merasa tanggung sebelum mencapai klimaks. Pantatnya bergerak naik-turun disertai gerakan memutar sehingga pria itu merasa penisnya seperti diperas.
“Uihh…asyik, ga kalah dari goyang ngebornya Inul deh, Bu Diana emang emoy…oohh…terus dong dosen ngentot !” lenguh Encep kenikmatan.
Encep menikmati goyangan Diana sambil mendekap tubuhnya, tangannya meremasi payudaranya dari belakang. Leher Diana yang jenjang itu dijilati dan digigit-gigit kecil hingga meninggalkan bekas merah. Imron berdiri di hadapan mereka dengan tangan kiri menggenggam penisnya dan tangan kanannya meraih dagu Diana, kemudian dia menempelkan kepala penisnya ke bibir wanita itu. Tanpa sadar Diana menggerakkan tangan meraih penis besar berurat itu, tubuhnya bekerja secara otomatis mengikuti naluri seksnya.
Diana menjulurkan lidah menjilati lubang kencing Imron disertai gerakan mengocok perlahan.
“Enak Bu….oohh sepong terus dosen lonte !” Imron mengerang sambil memegangi kepala Diana.
Ketika sedang mengoral penis Imron, dia baru sadar bahwa orang yang mengerjainya tinggal dua orang. Dia menggerakkan bola matanya dan melihat ke samping dimana sayup-sayup terdengar desahan tertahan. Jantungnya makin berdegub melihat di sana Pak Kahar yang tinggal memakai kemeja satpamnya sedang berpelukan dengan Jesslyn, keduanya berciuman dengan penuh nafsu. Rok Jesslyn sudah tersingkap dan nampak tangan kasar pria itu sedang meremasi kedua bongkahan pantatnya yang padat itu sementara Jesslyn menggenggam batang penisnya. Jesslyn yang daritadi sudah terangsang oleh adegan langsung di depannya itu menyambut baik ketika si satpam itu mengajaknya melakukan hal itu. Jari-jari Pak Kahar menarik turun celana dalamnya lalu dengan gerakan tiba-tiba diangkatnya tubuh gadis itu dan didudukkan di tepi meja, sesudahnya dia melanjutkan memeloroti celana dalamnya hingga lepas dan dilempar ke belakang. Pria itu menarik sebuah bangku dan duduk disana tepat menghadap kemaluan Jesslyn yang ditumbuhi bulu-bulu hitam lebat.
“Sshhh…!” desis Jesslyn begitu pria itu membenamkan wajahnya di pangkal pahanya.
Jesslyn merasakan lidah kasar satpam itu menari-nari di dalam vaginanya memberikannya sensasi geli yang nikmat sehingga dia tak dapat menahan desahannya sambil menjepit kepala Pak Kahar dengan sepasang paha mulusnya.
Jesslyn
Pak Kahar menjulurkan tangannya menyingkap kaos Jesslyn beserta cup branya ke atas. Dengan demikian dia dapat mempermainkan payudara gadis itu sambil terus menjilati vaginanya. Di tempat lain, Diana sedang sibuk menaik-turunkan tubuhnya di pangkuan Encep. Pria itu sepertinya sudah mau mencapai puncak, terlihat dari erangannya dan remasannya yang semakin gemas terhadap payudara Diana, dia juga terkadang menekan-nekan tubuh Diana seolah menginginkan penisnya menusuk lebih dalam.
“Ohh…saya mau ngecrot Bu, di dalam yah !” ujarnya.
Diana sebenarnya tidak rela sperma-sperma itu tertumpah di rahimnya terlebih kalau sampai hamil gara-gara perkosaan ini, satu hal yang dia syukuri adalah saat itu dia sedang tidak dalam masa subur. Tak lama kemudian dia merasakan cairan hangat memenuhi bagian dalam kewanitaannya, desahan dan deru nafas satpam itu juga terasa dekat wajahnya. Dia terus menaik-turunkan tubuh hingga penis itu terasa makin menyusut ke bentuk aslinya namun dia sendiri masih belum mencapai puncak sehingga merasa ada yang kurang.
“Ayo, sama saya sekarang Bu !” Imron seolah bisa membaca pikirannya, dia membantunya berdiri dan mendudukkannya di pinggir meja.
Imron menusukkan penisnya ke vagina Diana, kali ini sudah tidak sesulit waktu pertama tadi karena daerah itu sudah sangat licin dan becek oleh cairan orgasme dan sperma kedua satpam yang barusan menggumulinya.
Imron mulai menggenjot penisnya dengan cepat keluar masuk vagina Diana.
“Aahh…oohhh…ahhh !” desah Diana dengan tubuh menggelinjang, kedua pahanya melingkari pinggang Imron dan tangannya memeluk erat tubuh pria itu.
Tiba-tiba dia merasa tubuhnya terangkat dari meja, ternyata Imron memang telah menjauhkannya dari meja, hanya pahanya saja ditopang oleh kedua tangan kokoh Imron. Secara refleks Diana makin mempererat pelukannya kepada Imron dan kini tusukan-tusukan penis Imron makin terasa olehnya, bahkan secara naluriah dia pun turut menggoyangkan pinggulnya. Imron sangat gemas melihat payudara Diana yang terguncang-guncang dan wajahnya yang makin bersemu merah karena terangsang berat sehingga tempo genjotannya makin bertambah. Sambil mengarungi lautan kenikmatan, Diana juga menyaksikan Jesslyn yang kaos dan roknya telah tersingkap sedang mengoral penis Encep yang duduk di bangku sementara dari belakangnya Pak Kahar menggenjotinya dengan ganas.
“Enak kan Bu ? Hehehe…sama suami Ibu belum pernah seasyik gini kan ?” ejek Imron.
“Iyah Pak…enak…ahhh…enak banget !” kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Diana yang tengah dilanda birahi tingkat tinggi.
Hampir duapuluh menit lamanya Imron menggenjot Diana dalam posisi demikian. Diana takjub akan keperkasaannya, dengan suaminya dia pernah mencoba posisi ini namun tidak bertahan lama karena gaya ini memang memakan banyak tenaga untuk menggenjot dan menopang berat badan sang wanita. Vagina Diana makin becek sehingga terdengar bunyi berdecak setiap selangkangan mereka bertumbukan.
Sementara itu, tidak jauh dari situ Jesslyn sedang menikmati sodokan Pak Kahar yang ganas. Sodokan itu cukup bertenaga sehingga tubuh Jesslyn ikut bergetar, terkadang penis Encep yang sedang diemutnya melesak lebih dalam dalam mulutnya. Pak Kahar juga menggerayangi payudaranya yang tergantung itu. Encep merem-melek menikmati belaian lidah Jesslyn pada penisnya.
“Gitu Non, enak…asoy, kaya surga !” gumamnya sambil membelai rambut Jesslyn.
Sejak diperkosa Imron tiga bulan lalu Jesslyn memang telah tidak malu-malu melakukannya dengan orang-orang semacam mereka. Hasrat liar dalam dirinya telah mengalir bagaikan curahan air dari bendungan yang bobol. Imron telah berhasil memunculkan sisi liar dalam diri gadis itu. Selain dengan kedua satpam ini Jesslyn juga pernah terlibat hubungan seks dengan si dosen bejat Pak Dahlan, gerombolan tukang becak di dekat kampus, sekelompok anak STM, dan lain-lain. Keliaran Jesslyn ini akan kita simak dalam nightmare sidestory di lain waktu.
“Oohh…ohhh…saya nggak tahan lagi Pak, mau keluar !” desah Jesslyn ketika merasa sudah diambang klimaks.
Mendengar itu Pak Kahar semakin bersemangat menggenjotnya hingga akhirnya tubuh Jesslyn mengejang tak lama kemudian. Cairan orgasmenya keluar deras sekali membasahi dan menghangati penis Pak Kahar.
“Hihihi…asyik banget yah Non entotannya ?” sahut Encep melihat reaksinya yang liar ketika orgasme.
Disaat yang sama Diana juga mencapai klimaks bersama Imron. Tubuhnya mengejang dan mulutnya mengeluarkan erangan panjang. Imron menyandarkan punggung wanita itu di tembok dan menurunkan kaki kanannya karena saat itu Imron juga sudah mau keluar. Dia menyusul sekitar setengah detik orgasme Diana, penisnya dia tekan lebih dalam sambil melenguh panjang melepaskan spermanya di dalam rahim wanita itu. Entah sudah berapa banyak cairan putih kental itu yang tertumpah disana sehingga meluber keluar dan meleleh di daerah paha sekitar selangkangannya. Setelah mereguk sisa-sisa orgasme sambil berpelukan Imron memapah tubuh Diana yang masih lemas dan membaringkannya di atas meja.
“Puas banget saya main sama Ibu, sekarang Ibu istirahat dulu, saya mau muasin Non Jesslyn” katanya seraya memberikan ciuman pada bibir wanita itu.
Akal sehat Diana berangsur-angsur pulih kembali, dia menyadari betapa kotor dan berdosanya dirinya karena telah menikmati persetubuhan laknat barusan. Perasaan bersalah pada suaminya kembali melingkupi dirinya sehingga air matanya menetes. Setelah merasa tenaganya cukup kembali Diana menjajakkan kakinya ke tanah dan melangkah gontai ke sudut ruangan untuk memungut kacamatanya yang terlempar. Untunglah benda itu tidak pecah, hanya gagangnya sedikit bengkok. Diana tersentak ketika bangkit berdiri dan membalikkan badan melihat Pak Kahar berdiri di belakangnya sambil cengengesan, penisnya dalam keadaan ereksi.
“Hehehe…pake kacamata gitu Ibu juga tetap cantik, saya jadi gemes deh !” kata Pak Kahar sambil meraih lengan Diana.
“Ehh…nggak Pak, sudah…cukup !” Diana melepaskan diri dari satpam itu yang mencoba mendekapnya.
“Ayo dong, Ibu ini malu-malu aja padahal tadi keenakan gitu, iya kan ngaku aja hehehe !” ejek Pak Kahar dengan terus melangkah mendekati Diana yang berjalan mundur menghindarinya sambil menutupi tubuh telanjangnya dengan tangan.
Pak Kahar akhirnya berhasil mendekap Diana di dekat jendela, tubuh Diana yang menghadap kaca jendela dipepetnya hingga kedua payudaranya yang montok itu menempel disana. Kalau saja hari masih siang dan tidak hujan pemandangan itu sudah menjadi tontonan gratis bagi orang-orang yang lalu lalang di taman belakang kampus itu. Diana meronta dan meminta agar dilepaskan, namun Pak Kahar malah meremasi pantatnya.
“Bagus Bu, pantat yang bagus, udah lama saya pengen pegang akhirnya kesampaian juga, dapet ininya lagi !” kata Pak Kahar seraya menggerakkan tangan satunya mengorek-ngorek vagina Diana.
Diana tak mampu berbuat banyak untuk melawannya terlebih tubuhnya masih letih setelah digarap mereka tadi, dia bahkan mulai terangsang lagi karena jari-jari si satpam yang mengais vaginanya, klitorisnya yang dia temukan dia main-mainkan sedemikian rupa, digesek dengan jarinya dan dipencet-pencet sehingga tubuh Diana bergetar seperti tersengat listrik.
Pada saat yang sama Jesslyn sedang melakukan gaya woman on top kepada Encep yang berbaring di lantai, pakaiannya yang sudah tersingkap itu masih menempel di tubuhnya. Sambil menaik-turunkan tubuhnya dia memberikan perlayanan mulut kepada penis Imron. Penis hitam Imron dia jilati dari kepala sampai buah zakarnya. Reaksinya sekarang sangat beda sekali dengan ketika pertama kali diperkosa Imron dulu, kini dia memang sudah menjadi budak seks Imron yang harus bersedia menuruti nafsu bejat si penjaga kampus itu. Tak lama kemudian, Imron merasa cukup dengan oral seks itu, kemudian dia menyuruh Jesslyn mencondongkan badan ke depan sehingga pantatnya terangkat. Imron lalu mengarahkan penisnya ke dubur gadis itu.
“Aakhh…pelan-pelan Pak…ngghh !” erangnya menahan rasa nyeri karena jarang melakukannya secara anal.
Setelah Imron memasukkan penisnya ke pantat Jesslyn, ketiganya mulai bergoyang lagi. Erangan kesakitan Jesslyn sekonyong-konyong berubah menjadi erangan nikmat merasakan double-penetration itu. Si Encep yang dibawahnya daritadi terus memain-mainkan payudara Jesslyn yang menggiurkan. Tubuhnya tersentak-sentak dan mulutnya mengap-mengap mengeluarkan desahan.
“Terus Pak…terus…ahh-ahh !” Jesslyn menceracau tak karuan.
“Oohh…abang mau keluar, enak banget Non uuhh !” Encep tiba-tiba mengerang lebih panjang dan matanya merem-melek karena sudah mau mencapai orgasme.
Jesslyn merasakan semprotan sperma Encep yang hangat di vaginanya, tubuhnya terus naik-turun karena dia belum mencapai puncak. Hal ini membuat Encep blingsatan karena penisnya terus diremasi dinding vagina Jesslyn yang makin berkontraksi, mulutnya yang agak monyong semakin monyong karena mengerang.
Jesslyn baru menyusul ke puncak sekitar lima menit kemudian, dia mengeluarkan banyak sekali cairan kewanitaan sampai meleleh membasahi selangkangannya dan selangkangan Encep. Imron pun saat itu juga sudah mau keluar, dia mencabut penisnya dari dubur gadis itu kemudian berdiri di depannya dengan tangan satu memegangi kepala Jesslyn dan tangan lainnya mengocok penisnya. Lima detik saja penis itu sudah menyemprotkan isinya membasahi wajah gadis itu. Imron menjatuhkan pantatnya di bangku terdekat dan Jesslyn ambruk di atas tubuh Encep dengan penis pria itu masih menancap di vaginanya. Sementara di jendela sana, situasinya tidak kalah seru. Diana yang merasa sudah makin mendekati puncak menggoyang-goyangkan pinggulnya menyambut genjotan Pak Kahar. Tubuh Diana makin terdorong ke depan, kedua lengan dan payudaranya makin menempel di kaca, dari luar itu akan menciptakan pemandangan yang menggairahkan. Jilatan si satpam pada daun telinga dan lehernya makin membuat darahnya bergolak. Akhirnya Diana merasakan dari dalam tubuhnya seperti mau meledak tanpa bisa ditahan lagi. Erangannya terdengar nyaring seiring dengan tubuhnya yang menegang. Pak Kahar semakin bernafsu menggenjoti Diana hingga tubuh wanita itu mulai melemas kembali.
“Sekarang saya mau keluar di mulut Ibu, Ibu harus telen peju saya yah, jangan sampe dimuntahin, awas !” katanya sebelum mencabut penisnya.
Diana disuruh berlutut dan mulutnya dijejali penisnya yang basah itu. Di dalam mulut dirasakannya kepala penis itu berdenyut-denyut hingga sebentar kemudian mengeluarkan cairannya yang kental dan hangat. Dengan terpaksa Diana menelan cairan itu karena tubuhnya masih terlalu letih untuk menolak. Sebagian sperma itu meluber di pinggir bibirnya dan meleleh ke leher membasahi kalung pemberian suaminya ketika masih pacaran dulu. Diana memejamkan mata erat-erat menahan rasa jijik namun disamping itu ada sensasi aneh mengalir dalam dirinya. Dia baru pernah merasakan kenikmatan total dalam berhubungan seks yang belum pernah dia dapatkan dari suaminya. Orgasme Pak Kahar pun makin surut, dia akhirnya melepaskan kepala Diana. Diana sendiri tersandar lemas di tembok tepat di bawah jendela, lelehan sperma masih nampak pada pinggir bibir, dagu dan lehernya, matanya menatap hampa ke depan.
“Nah gimana Bu, baru tau kan enaknya digangbang bapak-bapak ini !” ejek Jesslyn yang sudah membereskan pakaiannya “dan Ibu tau kan akibatnya kalau kejadian sekarang bocor, Ibu gak mau kan suami Ibu sedih”
Di rumah Diana menangis sejadi-jadinya sambil merendam tubuh di bathtub, dia merasa dirinya tidak beda dari pelacur, dia telah menjadi budak seks Imron yang harus bersedia melayaninya kapan saja dan dimana saja. Sejak itu pula dia selalu merasa persetubuhan dengan suaminya ada yang kurang, kenikmatan yang didapat tidak sedahsyat dengan si penjaga kampus dan kawan-kawannya itu. Sekalipun tetap mencintai Alex dengan sepenuh hati, namun dia tidak bisa menolak ajakan seks dari Imron yang dirasanya lebih nikmat, bahkan diam-diam hati kecilnya menginginkannya.
------------------------------
####################################
Nightmare Campus 10: The Pool
Universitas ****** sedang dalam masa liburan akhir semester genap. Kebanyakan mahasiswa yang ngekost di daerah sekitar kampus kembali ke daerah asalnya. Saat itu adalah jam enam lebih di kolam renang milik kampus terletak di seberang gedung itu. Semakin waktu berjalan semakin sedikit orang yang berenang di sana hingga akhirnya hanya tersisa dua orang gadis yang adalah mahasiswi universitas itu. Mereka pun sepertinya sudah hendak pulang juga karena disana sudah tidak ada siapapun lagi selain mereka.
“Jo, kita udahan aja yuk, tinggal duaan nih !” kata gadis yang berambut panjang dikuncir ekor kuda itu pada temannya yang sedang duduk di tepi kolam sambil menepuk-nepuk kakinya ke air. Dia juga lalu naik ke atas dan duduk di sebelah temannya itu.
“Iya bentar yah Vi, gua bales ini dulu” balas temannya.
“Serem juga yah udah gelap gini di sini” kata Devi sambil melihat sekeliling yang telah sepi, melalui kubah kaca di atas terlihat langit sudah gelap dan lampu-lampu dipinggiran kolam mulai dinyalakan.
“Eh tunggu bentar dong !” Joane memegangi lengan temannya itu ketika hendak berdiri dan membereskan barangnya.
“Aaahh…tenang aja gua baru mau beresin barang dulu kok, lu selesaiin aja SMSnya sana !” kata Devi.
“Iya, iya gua udah beres kok Vi, gua cuma mau ngajak lu main game dikit kok” kata Joane lagi, “gini nih Vi, mumpung sekarang udah sepi gimana kalau kita adu nyali berenang ke seberang sana terus balik sini lagi, tapi ga pake apa-apa” senyum nakal mengembang di wajah cantiknya.
“Ai gila lu Jo, emang ini vila si Cindy apa ? kalau ada yang ngeliatin gimana” Devi agak kaget dengan tantangan temannya itu.
“Tenang gua jagain, pintu masuk orang luar kan cuma dari sana, ntar kalo ada yang masuk gua alihin dulu perhatiannya biar lu sempat make baju renanglu dulu”
“Ngga ah-ngga ah…kalau ada yang liat mau taro dimana nih muka !” kata Devi malu-malu.
“Yah lu, kok jadi kaya anak mami gitu, ga seru ah !” ujar Joane menyikut lengan Devi “Gini aja, kan gua yang kasih tantangan, jadi gua mulai dulu yah, ntar kalau lu ngga mau berarti lu penakut gimana ?” tantangnya.
Akhirnya Joane dengan cuek menurunkan baju renang one piecenya mulai dari bahu dipelorotinya hingga bugil.
“Jo…edan lu yah, nekad amat” kata Devi dengan wajah cemas dan celingak-celinguk memastikan tidak ada siapa-siapa.
“Nih, titip dulu yah !” Joane menyerahkan baju renangnya pada Devi.
‘Byur !’ Joane langsung menceburkan diri ke air setelah menitipkan pakaian renangnya. Suara kecipak air terdengar jelas sekali di ruang yang sudah sepi itu. Dia berenang dengan gaya bebas ke seberang sana dan kembali dengan gaya punggung, di tengah dia berganti menjadi gaya dada hingga akhirnya tiba ke tempat semula. Joane mengusap rambut basahnya ke belakang lalu naik ke tepi kolam. Penampilannya saat itu dengan tubuh mulus yang basah itu sungguh menggiurkan, setiap pria normal yang melihatnya akan menelan ludah dan ereksi.
“Oke deh, your turn now !” ujarnya santai seraya mengambil baju renangnya dan memakainya lagi “ayo dong Vi, lu kan dah sering pose seksi di depan kamera, masa yang ginian sebentar aja takut sih ?”
Merasa tertantang dan gengsi, Devi pun melepaskan pakaian renang backless yang memamerkan punggungnya itu hingga tubuhnya polos. Tubuh dengan tinggi/berat 165cm/46kg itu tidak kalah menawan dari Joane walaupun payudaranya lebih kecil sedikit (34A), perutnya yang rata dan pantat yang sekal memperindah bentuk tubuhnya yang pernah menghiasi halaman sebuah majalah pria dewasa dalam balutan lingerie seksi. Selain sebagai foto model, Devi juga pernah membintangi beberapa iklan produk kosmetik dan minuman ringan serta mendapat peran kecil dalam sebuah sinetron. Dengan usia yang masih muda (20 tahun) dan modal fisiknya, prospek untuk menapak jenjang karir yang lebih tinggi terbentang luas di depannya, namun karena masih kuliah semester tiga di fakultas ilmu administrasi dia masih harus membagi waktu dengan kegiatan kuliahnya yang sedang dalam masa-masa sibuk sehingga belum bisa berkonsentrasi penuh dalam modeling dan acting. Meskipun namanya masih belum apa-apa dibandingkan model Catherine Wilson dan Davina Veronica, Devi menjadi salah satu selebritis di kampus, banyak mahasiswa dan dosen yang mengenal wajahnya melalui pose-posenya dan iklan yang pernah dibintanginya. Pria yang mencoba merebut hatinya pun tidak sedikit, tapi Devi terlalu pemilih dan agak materialistis, beberapa kali dia berpacaran dengan mahasiswa kaya tapi tidak ada yang bertahan lama, hingga kini dia belum menemukan pria yang cocok lagi.
“Jagain yang bener yah Jo, kalau ada orang masuk kasih tanda lho !” Devi sepertinya masih agak canggung bugil di tempat umum seperti ini.
“Iyah…tenang aja makannya lu cepetan nyebur supaya cepet beresnya dah gitu kita cabut” jawab Joane.
Devi melompat ke dalam air dan buru-buru memacu tubuhnya berenang ke seberang dengan gaya bebas. Begitu sampai dia melihat ke seberang dan sekeliling memastikan situasi masih aman.
“Ayo Vi, jia you…tinggal balik sini !” terdengar Joane berseru dari seberang sana memberinya semangat.
Rasa deg-degan Devi mulai berkurang karena yakin sebentar lagi akan selesai, dia menolakkan kakinya ke tembok kolam dan kembali memakai gaya bebas meluncur ke seberang. Akhirnya sampai juga dia ke garis finish yang ditentukan, namun betapa terkejutnya dia ketika timbul yang ditemukannya di pinggir kolam bukan lagi temannya, Joane melainkan dua orang pria dengan tampang mesum menyeringai melihat tubuh polosnya di air. Kontan Devi pun menjerit sambil menutupi dadanya, dalam kepanikannya dia memanggil-manggil nama Joane dan menyuruh pergi kedua pria itu yang justru semakin tertawa-tawa melihat tingkahnya.
“Udahlah Non mau teriak sampe serak juga ga ada siapa-siapa yang denger lagi disini” kata satu dari mereka yang tak lain adalah Imron, si penjaga kampus bejat.
“Tul itu, lagian pintu juga udah dikunci kok !” timpal pria satunya yang berkepala botak dan bertubuh kurus tinggi itu, usianya sekitar 40-an, wajahnya jauh dari tampan, di pipi kirinya ada tompel sebesar biji lengkeng dengan hidung pesek dan kumis jarang. Orang ini bernama Abdul, salah satu penjaga kolam renang kampus.
“Non nyari ini kan ?” Imron menunjukkan pakaian renang yang dipegangnya “tadi temen Non udah pulang dulu, katanya ada perlu jadi dia nitipin ini ke kita”
“Heh Non, tau gak sih disini tuh dilarang berenang bugil kaya gini, ini kampus loh lingkungan pendidikan, gak boleh sembarangan gitu Non !” kata Abdul dengan memasang tampang galak.
“Apalagi saya denger Non ini juga model kan, calon selebritis, kok ngasih contoh kaya gini sih” Imron geleng-geleng kepala sok menasehati “sepertinya beberapa hari lagi bakal ada berita di infotainment, model Devi Oktaviana ketangkep basah berenang bugil di kampusnya hehehe !” keduanya terkekeh-kekeh.
“Sialan lu Jo !” omelnya dalam hati, tubuhnya mulai gemetar karena takut dan kedinginan, walaupun telah ditutupi tangan dan merendam tubuh hingga sebatas leher tetap saja tubuh mulusnya terlihat oleh mereka.
“Maaf Pak, tadi kita cuma main-main aja kok, tolong dong Pak baju renang saya kembaliin, kita bisa bicarakan baik-baik kan ?” Devi mencoba bernegosiasi.
Mereka saling pandang dan tersenyum, senyum yang jahat, Devi pun merasakan hal itu karena sejak tadi mereka terus menatap tubuh telanjangnya dengan pandangan mesum.
“Ohh…tentu, tentu bisa kita selesaikan ini baik-baik” jawab Imron, “ayo Non naik sini dulu biar kita bicara gak jauh-jauhan gitu, yuk sini !” dia mengulurkan tangan meminta gadis itu naik ke darat.
Di darat sebisa mungkin Devi menutupi tubuh telanjangnya, dengan lengan kanan dia menutupi payudaranya dan telapak tangan kiri menutupi kemaluannya, namun itu semua tidak cukup menutupi tubuhnya, kemolekan tubuhnya tetap terlihat oleh kedua orang yang telah mengerubunginya itu. Devi merasa bulu kuduknya merinding semua karena tatapan mereka, namun di sisi lain dia juga merasa ada kegairahan aneh seperti ketika sesi pemotretan dimana dia merasa tersanjung karena sanggup membuat pria-pria yang memotret dirinya menelan ludah melihat tubuhnya yang dibalut pakaian seksi, tapi kali ini lain, kali ini dia harus bugil di depan dua pria bertampang sangar.
“Udah ga usah ditutup-tutupin gitu, tetap aja keliatan kok sama kita !” Imron menarik lengan kanan Devi sehingga payudaranya yang berputing coklat muda itu terekspos jelas.
“Eehh…jangan kurang ajar yah !” pekiknya seraya menarik lagi lengannya.
Namun dengan cekatan Abdul meraih lengannya disusul lengan satunya yang menutupi kemaluan lalu ditelikung ke belakang sehingga kedua lengan gadis itu terkunci.
“Aduh…sakit, lepasin…lepasin saya !” jeritnya, semakin meronta dia semakin merasa lengannya makin tertekuk dan sakit sehingga sebentar saja dia memilih mengendurkan perlawanannya.
“Hehehe…kurang ajar gimana Non, gini baru kurang ajar nih !” Imron meraih dan meremasi payudara kanan gadis itu.
“Atau gini nih hehe !” sahut Abdul dari belakang sambil menepuk dan meremas pantatnya yang bulat indah.
“Kita cuma minta kerjasama Non buat nutup mulut…Non mending nurut aja daripada kita laporin ke rektorat” ujar Imron sambil mengelus pipi Devi.
Devi terdiam dengan ekspresi bingung, sejujurnya dia merasa enggan harus melayani kedua pria menjijikkan ini, namun bagaimana kalau sampai rahasia ini terbongkar, bukan saja malu yang didapatnya, tapi masa depan karirnya pun pasti suram. Dia pun berpikir daripada mendapat kesulitan seperti itu lebih baik pasrah saja dan menuruti kemauan mereka, toh dirinya juga sudah tidak perawan lagi, pria yang pernah menikmati tubuhnya pun hingga kini sudah tiga orang yaitu bekas pacar-pacarnya, jadi apa salahnya bersama mereka yang beda hanya perbedaan status, penampilan fisik dan rasnya. Sebelumnya dia memang pernah mendengar dari Joane bahwa temannya itu pernah merasakan ML dengan si penjaga kampus di hadapannya ini, Joane menceritakan padanya bagaimana dia menggoda pria itu di kelas hingga akhirnya terlibat persetubuhan (baca eps. 7) namun Joane tidak menceritakan lebih lanjut bahwa dia telah menjadi budak seks pria itu. Ketika itu Devi merasa risih sekaligus agak terangsang membayangkan digerayangi dan disetubuhi orang seperti itu, namun untuk mencobanya terus terang dia tidak seberani temannya itu. Tidak pernah terbayangkan hari ini dia harus mengalami seperti yang diceritakan Joane dulu.
“Iya, iya saya menyerah, tapi tangannya lepasin dong Pak, sakit nih, aduh !” pintanya dengan meringis kesakitan.
Imron menggerakkan kepala menyuruh Abdul melepaskan Devi. Kedua pria itu lalu memeluk tubuh Devi yang sudah pasrah. Abdul mendekapnya dari belakang sambil meremasi payudaranya dan menciumi lehernya. Dari depan Imron meremas payudara satunya sambil melumat bibir gadis itu, dijilatinya bibir tipis gadis itu memaksanya membalas ciumannya. Sentuhan-sentuhan pada bagian sensitif tubuhnya menyebabkan gairah dalam dirinya bangkit dengan cepatnya sehingga mulutnya mulai membuka menyambut ciuman Imron, lidah mereka bertemu dan saling membelit. Sebenarnya Devi merasa tak nyaman dengan nafas Imron yang tidak sedap, namun perasaan itu makin berkurang seiring birahinya yang makin naik.
“Eenggghh !” desahnya tertahan ketika dirasa jari-jari mengelusi bibir vaginanya.
Dia merapatkan paha menahan rasa geli, namun pemilik tangan itu, si Abdul malah semakin gemas dibuatnya, dia makin gencar menggerakkan tangannya diantara jepitan kedua paha mulus itu sambil menggesek-gesekkan penisnya dari balik celana pada pantat Devi. Jarinya kini mulai membelah bibir vaginanya dan menggosok-gosok dinding bagian dalamnya. Devi juga merasakan kedua putingnya makin mengeras karena dimain-mainkan sejak tadi. Darahnya berdesir dan nafasnya makin memburu sehingga percumbuannya dengan Imron semakin panas saja, suara decak ludah mereka terdengar disertai desahan tertahan gadis itu.
Devi semakin terbawa arus, kedua lengannya memeluk tubuh Imron seakan memintanya melakukan lebih dan lebih. Himpitan kedua pria ini memberi kehangatan bagi tubuhnya yang tadi sempat kedinginan. Tangan Imron merambat ke bawah ke vaginanya dimana tangan Abdul juga sedang bercokol. Vagina Devi kini diobok-obok dua tangan kasar, jari-jari mereka dengan liar mengelus atau keluar masuk liang vaginanya. Daerah itu makin becek dibuatnya. Imron tidak menyangka dapat menaklukkan gadis model ini demikian mudah, bahkan lebih mudah daripada korban-korbannya yang cewek bispak seperti Joane dan Fanny. Jawabannya adalah karena dari dalam hati kecilnya memang Devi menginginkan diperlakukan seperti ini, waktu dulu Joane bercerita pernah ML dengan Imron pun dia terangsang sehingga vaginanya becek. Namun demikian, statusnya sebagai calon public figure menyebabkannya harus menjaga image dan tidak bisa sebebas Joane yang memang dikenal sebagai mahasiswi bispak. Kini, walaupun awalnya dia terpaksa tapi keinginan terpendamnya itu terpenuhi dan gairahnya pun menyala-nyala. Kini pertama kalinya dia melakukan threesome juga pertama kalinya melakukan dengan orang-orang kasar kelas bawah seperti mereka, seolah-olah ada sensasi berbeda dari yang pernah dia rasakan bersama mantan pacar-pacarnya dulu. Ledakan dari keinginan terpendamnya itu membawanya pada penyerahan diri total tanpa memikirkan lagi status yang disandangnya, tidak ada lagi perbedaan antara kelas atas maupun bawah, top model maupun orang-orang pekerja kasar, cantik dan jelek, yang ada hanyalah dua jenis manusia yang terlibat dalam aktivitas seks.
Puas dengan Frech kiss, ciuman Imron mulai merambat turun, lehernya dia cium dan jilati dengan gerakan menurun hingga ke payudaranya. Imron membungkuk sedikit agar bisa melumat payudara gadis itu. Mulutnya menyedot dengan keras payudara itu, putingnya digigit-gigit serta dimain-mainkan dengan lidahnya.
“Aahhh…aahh…!” desah Devi dengan tubuh menggelinjang.
“Wow, ini memek cepet banget beceknya, udah keenakan yah Non ?” sahut Abdul.
“Berlutut Non !” perintah Imron padanya.
Devi berlutut di depan mereka tanpa banyak cingcong seolah pasrah mau diapakan saja oleh mereka. Imron di sebelah kanannya sedangkan Abdul di sebelah kiri, mereka mulai membuka celana masing-masing. Sebentar saja kedua penis mereka telah mengacung terarah ke wajahnya. Mata Devi terbelakak menyaksikan batang penis yang begitu besar, hitam dan berurat, milik kedua mantan pacaranya dulu tidak ada apa-apanya di banding dua ini, apalagi milik Imron yang perkasa itu. Dengan tangan bergetar tangan kanannya meraih penis Imron dan tangan kirinya penis Abdul.
“Ayo Non, disepong yang enak, saya mau ngerasain servisnya foto model nih hehehe !” kata Abdul sudah tak sabar.
Entah setan apa yang sedang merasuki Devi sehingga dia begitu pasrahnya menuruti mereka. Selama ini dia merasa semua orang menyanjungnya dan menganggapnya gadis yang sulit disentuh karena statusnya sebagai calon bintang, namun baru kali ini dia merasakan diperbudak dan direndahkan sehingga seperti ada sensasi yang lain dari biasanya yang secara tak sadar mulai dinikmatinya.
Mula-mula dia mulai dengan menyapukan lidahnya pada permukaan batang penis Abdul hingga ke kepala penisnya, lalu berpindah ke Imron dengan teknik yang sama. Kedua pria itu mendesah karena nikmatnya. Dia mengoral dan mengocok penis itu secara bergantian, sementara penis yang satu dioral, yang lain dikocok demikian bergantian.
“Eeenngghh…sebentar Non terusin dulu yang saya !” sahut Imron sambil menahan kepala Devi ketika hendak pindah mengulum penis Abdul.
Imron masih merasa keenakan dengan kuluman dan jilatan gadis itu sehingga ingin merasakannya lebih lama. Abdul nampaknya mengalah saja karena dia hanya ikutan kalau bukan tanpa Imron belum tentu dia mendapat kesempatan ini. Devi mengulum penis itu dalam mulutnya, lidahnya bergerak liar menyapu batang dan kepala penisnya yang mirip jamur, dia mulai terbiasa dengan penis Imron yang agak bau itu.
“Uuhh…enak…asyik Non terus !” desah Imron sambil menggoyang pinggulnya seolah sedang menyetubuhi mulutnya.
Sepuluh menit kemudian ketika spermanya mau muncrat barulah Imron melepaskan penisnya karena tidak ingin buru-buru orgasme. Ini bukan berarti tugas Devi selesai, penis Abdul sudah menunggu pelayanannya. Abdul yang dari tadi penisnya cuma merasakan pijatan dan kocokan tangan gadis itu langsung menjejali mulut Devi dengan penisnya.
Beberapa detik pertama Devi membenamkan penis itu dalam mulutnya, di dalamnya lidahnya bergerak mengitari penis itu dan ujungnya, diameter penis Abdul tidak sebesar Imron jadi kali ini tugasnya agak ringan. Abdul sendiri mengerang-ngerang merasakan sensasi pada penisnya. Kepala Devi kini mulai maju-mundur sambil menyedoti penis itu, terasa asin dan aromanya tidak sedap, tapi Devi sudah tidak peduli lagi. Ketika sedang larut melayani penis Abdul, dia merasakan ada sepasang tangan mendekapnya dari belakang. Sebuah telapak tangannya meraih payudara kirinya, dan telapak tangan lain menggerayangi kemaluannya.
“Eemmm…mmm…!” demikian suara yang keluar dari mulut Devi yang sedang mengulum penis Abdul.
Dia nampak menikmati sekali mengoral penis si penjaga kolam itu sambil tubuhnya digerayangi serta dijilati si penjaga kampus. Devi merasa vaginanya makin berair karena terus dikorek-korek Imron sehingga otomatis dia semakin bergairah mengulum penis Abdul. Abdul sendiri juga sangat menikmati penisnya dikulum gadis secantik ini.
“Enak yah Non, tuh buktinya basah gini, ngedesah terus lagi” ujar Imron dekat telinga Devi.
“Iya nih Ron, kayanya si Non ini udah keenakan, sepongannya nih asoy banget, sepongan foto model hehehe !” kata Abdul disambul tawa mereka terkekeh-kekeh.
Sakit sekali hati Devi mendengar komentar tak senonoh terhadap dirinya itu, tapi dia tidak bisa menyangkal bahwa dirinya juga terangsang oleh perlakuan mereka. Jari-jari Imron bergerak nakal mempermainkan payudara Devi berpindah-pindah antara kiri dan kanan menyebabkan kedua putingnya mengeras.
“Kocok terus memeknya Ron, tuh dia udah mau keluar keliatannya !” ujar Abdul yang melihat Devi semakin mendesah dan menggeliat.
Devi semakin dekat ke puncak, wajahnya merah padam. Jari-jari Imron yang menggesek dinding vagina dan memainkan klitorisnya membuatnya tidak tahan dan akhirnya menyerah. Dia mengejang dahsyat dan hendak mendesah panjang, namun kepalanya ditahan oleh Abdul yang terus saja menyodok-nyodokkan penisnya ke mulutnya. Mereka bahkan menyeringai senang melihat Devi bereaksi yang justru menambah nafsu mereka. Cairan orgasme Devi mengalir di daerah selangkangannya membasahi jari-jari Imron. Baru setelah tubuh Devi melemas kedua pria bejat itu melepaskannya sementara. Dia hanya bisa berlutut di lantai sambil terbatuk-batuk dan mengambil nafas dengan terengah-engah, kakinya terasa lemas setelah terpaan gelombang orgasme sehingga belum sanggup untuk berdiri.
“Liat nih Dul, pejunya banyak gini, peju foto model nih !” sahut Imron menunjukkan jarinya yang belepotan cairan orgasme gadis itu pada temannya.
“Huehehe…pasti enak tuh, ntar juga gua mau nyoba ah !” kata Abdul “Sip kan Non ? gimana rasanya kontol-kontol wong cilik kaya kita hehehe !” ejek Abdul.
“Biar kita wong cilik, tapi kan kontol kita gede dan bisa muasin Non” Imron menimpali dan mereka berdua kembali tertawa-tawa.
Kemudian Imron mendekati Devi dan meraih lengannya hendak mengangkatnya berdiri.
“Ntar Pak, saya istirahat dulu !” gadis itu menggeleng dengan wajah memelas.
“Alla…baru pemanasan aja masak lemes, ya udah kalau gitu kita masuk air aja biar seger !” Imron menggiring tubuh telanjang Devi ke kolam tanpa mempedulikan protesnya.
“Aduh…sabar dong, jangan…aaww !” Devi menjerit ketika punggungnya didorong pria itu hingga tercebur ke air, “Jbuurr !”
Kedua pria bejat itu menyusul masuk ke air setelah membuka pakaian atas mereka hingga telanjang bulat. Mereka berada di daerah kedalaman 1,2 meter yang merendam sebatas dada. Kedua pria bertampang sangar itu kembali mengerubuti tubuh gadis cantik itu dan tangan-tangan mereka bergerilya menjamahi tubuh mulusnya. Devi hanya meronta pelan dan mendesah merespon sentuhan-sentuhan erotis di sekujur tubuhnya.
Abdul langsung mengambil posisi di depan Devi, kedua kaki gadis itu dia naikkan ke bahunya dan wajahnya mendekati vaginanya. Tubuh Devi kini setengah mengambang di permukaan air dengan didekap Imron dari belakang dan kedua kakinya dipegangi Abdul.
“Aaahh !” desah Devi sambil menggeliatkan tubuh begitu lidah Abdul menyapu bibir kemaluannya.
Lidah Abdul yang bergerak liar pada vaginanya membuat gadis itu tak sanggup menahan desahannya, belum lagi serangan dari Imron berupa jilatan dan cupangan pada leher jenjangnya. Rambutnya yang terikat ke belakang memudahkan Imron untuk mengerjai bagian leher, tenguk dan telinga. Abdul makin membenamkan wajahnya pada kemaluan Devi yang bulunya dicukur rapi sehingga berbentuk memanjang dengan lebar sekitar dua centi. Lidah pria botak itu masuk semakin dalam menjelajahi vagina gadis itu. Sementara Imron meremasi payudara kirinya sambil menyedoti yang kiri, tangannya yang kekar itu tetap menopang tubuh gadis itu.
“Ohhh…aakhh…pelan-pelan Pak jangan kasar !” erangnya ketika Imron menggigiti putingnya dengan gemas.
Selain dengan lidah, Abdul juga memain-mainkan jarinya di vagina Devi. Kombinasi antara lidah dan jari itu sungguh membuat gadis itu berkelejotan tak karuan. Baru kali ini dia merasakan hubungan seks yang begitu dahsyat yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Kedua pria ini begitu bernafsu seolah hendak menelan dirinya, lain dengan bekas pacarnya yang memperlakukannya dengan lembut.
Tak lama kemudian Abdul menyudahi aksinya menjilati vagina Devi, kaki Devi diturunkannya dan dia mempersiapkan penisnya hendak menusuk vagina gadis itu.
“Gua dulu yah Dul, udah ga tahan dari tadi nih !” sahut Imron sambil membalikkan tubuh Devi menghadap ke arahnya.
Meskipun agak protes, tapi akhirnya Abdul mengalah juga karena Imron yang menciptakan kesempatan ini hingga dia bisa ikut serta. Imron mendekap tubuh Devi sambil tangan satunya mengarahkan penisnya ke vagina gadis itu.
“Oohh…!!” desah Devi saat kepala penis pria itu mulai melesak ke dalam vaginanya di bawah air sana, “pelan-pelan Pak !”
Imron menghentak pinggulnya pelan sehingga penis itu makin terdorong masuk diiringi erangan gadis itu. Kemudian sekali lagi dihentakkan dengan lebih bertenaga sehingga Devi pun mendesah lebih panjang dengan tubuh mengejang. Penis itu kini telah menancap pada vaginanya. Tubuh keduanya telah bersatu dalam posisi berdiri di air.
“Legit Ron ?” tanya si Abdul penasaran.
“Lumayan, masih enak biar udah jebol” jawab Imron.
Sebentar saja Imron sudah menggenjot tubuh Devi dengan posisi berdiri memegangi kedua kakinya, kalau di darat gaya seperti ini cukup menguras tenaga karena menopang berat badan si wanita, tapi di air tidak begitu melelahkan.
Imron memulainya dengan gerakan lambat agar Devi terbiasa dan menikmatinya. Lama-lama Devi yang lebih aktif menggerakkan tubuhnya, dengan kedua tangan melingkar pada leher Imron, dia menggenjot-genjotkan tubuhnya seolah ingin penis itu menancap lebih dalam. Air di sekitar mereka semakin beriak akibat goyangan tubuhnya yang semakin liar. Abdul mendekati mendekatinya dari samping kiri, pria itu melepaskan lengan kiri Devi dari leher Imron dan meletakkannya di lehernya untuk bertumpu. Tubuh gadis itu dia condongkan sedikit ke arahnya sehingga dapat mengenyoti payudaranya. Lidah penjaga kolam itu menari-nari menggelitik puting Devi yang sudah mengeras sejak tadi. Tangan Abdul di bawah air sana aktif bekerja mengelusi paha dan pantatnya. Devi tidak berdaya menghadapi serbuan kedua pria ini, terlebih ini threesome pertamanya, mulutnya mendesah sejadi-jadinya. Hal ini membuat Imron semakin bernafsu, frekuensi genjotannya makin meningkat beradu dengan goyangan tubuh gadis itu. Ketika hentakan mereka yang berlawanan arah itu bertumbukkan itulah kenikmatan terbesar yang didapat. Devi merasakan vaginanya penuh sesak hingga menyentuh G-spotnya sedangkan Imron merasa penisnya diremas-remas oleh dinding vagina Devi yang bergerinjal-gerinjal.
Devi merasakan gelombang orgasme mulai datang lagi. Rasa nikmat dari bawah menjalar ke seluruh tubuh menyebabkan tubuhnya mengejang. Devi melepaskan perasaan itu dengan erangan panjang. Melihat korbannya telah orgasme, kedua pria itu semakin mempergencar serangannya. Abdul makin gemas mengenyot payudaranya sampai meninggalkan bekas-bekas cupangan pada kulit payudaranya yang putih. Imron semakin cepat menghujam-hujamkan penisnya hingga dia sendiri klimaks.
“Aarrggh…nngghhh…enak tenan !” erang Imron sambil menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan orgasme dalam liang vagina Devi.
Setelah orgasmenya reda, Imron melepaskan tubuh Devi, di bawah sana nampak spermanya yang kental melayang-layang di air. Abdul memeluk tubuh Devi yang lemas, nafasnya naik-turun sehingga buah dadanya juga ikut bergerak seirama nafasnya. Belum lagi tenaganya pulih, Devi sudah merasakan benda tumpul menyentuh bibir vaginanya dari belakang.
“Nanti Pak, saya masih capek…oohh…nanti !” rintih Devi sambil meronta.
Abdul yang nafsunya sudah di ubun-ubun sepertinya tidak peduli kondisi Devi, dia terus memaksa Devi untuk melayaninya saat itu juga.
“Heh…diem, lu harus muasin gua sekarang juga, salah sendiri punya body bahenol jadi bikin saya konak !” bentaknya.
Karena tidak cukup kuat untuk melawan, Devi akhirnya memilih pasrah saja menuruti nafsu setan pria itu.
Abdul berhasil melakukan penetrasi pada vagina Devi, tubuh mereka kini bersatu dalam posisi 99 atau berdiri memunggungi pasangan. Gaya permainan Abdul lebih primitif daripada Imron, baru saja penisnya berhasil masuk dia sudah memompa gadis itu dengan sangat brutal, bisa dimaklumi sebab dia jarang menikmati dara secantik ini, baginya Devi adalah mahasiswi kedua yang dia nikmati setelah tiga hari sebelumnya menikmati Joane yang ditawarkan Imron padanya sebagai imbalan untuk bekerjasama menjebak Devi sekarang ini. Penis Abdul yang sudah ereksi maksimal menghujami vagina gadis itu tanpa ampun sementara kedua tangannya menggerayangi dan meremasi kedua payudaranya. Abdul juga terus mencumbui bagian tubuh Devi yang terjangkau oleh mulutnya.Devi perlahan-lahan mulai membiasakan diri dengan permainannya yang kasar dan menikmatinya. Imron menghampiri mereka dan menghimpit tubuhnya dari depan, penis pria itu sudah berdiri lagi. Dia menjulurkan lidahnya menjilati pipi mulus Devi dengan satu sapuan.
“Gimana rasanya Non ? enak nggak ngentot sama kita-kita ?” tanya Imron sambil memegang payudara kirinya.
“Enakhh…enak…ahh…ahh !” jawab Devi di sela erangan nikmatnya.
“Non punya pacar ?” tanyanya lagi.
“Ngga…aahhh…lagi ngga !”
“Ngga punya pacar kok udah nggak perawan, siapa yang merawanin hah ?”
“Aahh…pacar pertama…ooohh !” jawab Devi sambil menjerit karena saat itu Abdul memberikan sentakan kasarnya.
“Pertama ? emang udah berapa kali pacaran lu ?” Abdul bertanya dari belakang.
“Tiga…tiga…eenggh…kali !”
“Wah-wah, terus tiga-tiganya udah pernah ngentot sama Non ?” tanya Imron
“Iyah, iya ahh…aahh…ughh !”
“Dasar, ternyata artis sama perek ga ada bedanya yah, cuma beda status doang” sahut Abdul mengejeknya.
“Berarti kita ngentot sama Non juga boleh-boleh aja dong, kan Non udah biasa dientot, kalau saya minta lagi besok-besok Non mau kan ?” tanya Imron lagi yang diiyakan Devi sambil terus mendesah.
“Jadi mulai sekarang Non ini budak seks saya, perek saya, ngerti ?” Imron sepertinya tak puas hanya menelanjangi tubuh Devi, ia masih ingin menelanjangi harga diri sang calon bintang itu.
“Iyah Pak…saya…ahh…ahh…perek Bapak !” Devi yang sudah tidak bisa berpikir jernih lagi menerima begitu saja dirinya direndahkan demikian rupa.
Selama duapuluh menitan Abdul menyetubuhi Devi dalam posisi demikian hingga akhirnya mencapai orgasme hampir berbarengan dengan gadis itu. Tubuh keduanya menggelinjang dan mulut mereka mengeluarkan erangan orgasme yang nikmat. Devi merasa seluruh tubuhnya lemas sekali, dia hanya bisa bersandar pada tubuh Abdul yang masih mendekapnya dan penisnya masih tertancap di vaginanya.
“Huihh…asoy banget kan Non ? enak nggak ?” tanya Abdul meresapi sisa-sisa orgasmenya sambil memilin-milin puting susu Devi.
Devi hanya mengangguk lemah, baru pertama kalinya dia merasakan disetubuhi habis-habisan sampai luluh lantak seperti ini, tidak bisa disangkal dia merasakan kepuasan total bersetubuh dengan orang-orang kasar seperti mereka. Merekapun membawa tubuh Devi ke daerah dangkal untuk duduk selonjoran beristirahat disana. Imron naik ke darat dan mengambil botol aqua milik Devi dan meminumnya, lalu dia kembali turun ke air mendekati Devi yang sedang didekap si penjaga kolam itu.
“Nih Non minum dulu, biar seger, udah gitu kita bisa main lagi !” tawarnya menyodorkan botol aqua itu.
Devi langsung meraih botol yang isinya tinggal setengah kurang dan meminumnya sampai habis. Air itu sangat membantu menghilangkan dahaga pada tenggorokannya yang terasa kering karena terus mengerang sejak tadi, air itu juga mengembalikan sedikit kekuatannya.
Di areal kolam renang indoor itu sepi, hanya ada ada cahaya lampu dan sinar bulan keperakan yang memancar dari atas kubah kaca dan jatuh di air kolam itu. Suara desiran air dan dengusan nafas mereka terdengar karena sepinya.
“Hehehe…seumur-umur gua ga pernah ngebayangin bisa ngentot sama artis, akhirnya kesampean juga” kata Abdul dengan senyum puas di wajahnya.
“Non tenang aja, kita kalau di depan umum ga bakal nyolot ke Non, Non boleh kuliah seperti biasa, punya pacar juga boleh, tapi kalau saya panggil Non harus nurut dan jangan pernah ngomong tentang ini ke siapa-siapa, kecuali kalau Non mau nanggung malu seumur hidup !” Imron berkata dengan kalem namun mengancam.
Devi diam saja tidak bersuara apapun, matanya menatap ke arah Imron dengan tajam. Ia tidak tahu apakah harus marah karena dijebak seperti ini ataukah harus berterimakasih karena pria ini telah memenuhi hasrat liarnya. Dia menurut saja ketika mereka mengajaknya bermain penetrasi ganda, dalam hatinya sudah lama ingin merasakan cara ini, namun ragu-ragu untuk mencobanya. Abdul kini duduk selonjoran sambil bersandar di tembok kolam dan Devi menurunkan tubuhnya hingga penis pria itu masuk ke vaginanya.
“Pelan-pelan yah Pak, saya belum pernah main disitu” pesannya ketika Imron hendak memasukkan penisnya ke pantatnya.
“Tahan dikit Non, ntar kesananya dijamin uenak kok” kata Imron.
Centi demi centi penis Imron yang hitam berurat itu memasuki anus Devi. Gadis itu mengerang menahan sakit karena anusnya yang masih perawan itu dijejali penis yang demikian besar. Wajahnya meringis sambil tangannya mencengkram kuat lengan Abdul. Si penjaga kolam yang melihat reaksi wanita itu sedang asyik menyusu dari payudaranya sambil menunggu semuanya siap dan bergoyang. Setelah kedua penis itu menusuk kedua lubangnya, mulailah kedua pria itu menggenjot tubuh Devi secara berbarengan. Penis mereka keluar masuk dengan cepat di vagina dan pantatnya. Devi sendiri tampaknya mulai menikmatinya dan gerakannya semakin liar mengimbangi kedua pejantannya. Suara erangan nikmat dan kecipak air bercampur baur di ruangan itu. Bulan di langit yang mengintip melalui kubah kaca menjadi saksi bisu atas tindakan asusila kedua pria bejat itu terhadap gadis model ini. Tangan-tangan kasar mereka tidak pernah absen menjamah tubuh gadis itu selama menggarapnya. Abdul menyusupkan wajahnya ke ketiak Devi yang mulus tanpa bulu. Dicumi dan dijilatinya ketiak itu dengan penuh nafsu inci demi inci tanpa ada yang terlewat. Devi hanya bisa mengerang-ngerang dengan mata membeliak-beliak, sesekali dia menggigit bibir, matanya sampai berair karena menahan rasa nyeri yang mendera kedua liang senggamanya, rasa nyeri yang bercampur dengan kenikmatan.
Setelah setengah jam berpacu dalam posisi demikian dengan irama cepat dicampur irama lambat, tubuh Devi mengejang, mulutnya membuka lebar dan menjerit kuat-kuat melepaskan rasa nikmat yang sudah memuncak. Setengah menit kemudian Imron menekan dalam-dalam penisnya pada pantat Devi dan melenguh panjang, spermanya menyembur dalam lubang pantatnya. Keduanya mengalami orgasme yang cukup panjang, genjotan Imron mulai berhenti dan akhirnya dia mencabut penisnya dari pantat gadis itu, dirasakan penisnya panas sekali akibat sempitnya liang itu sehingga Imron menciduk air kolam untuk membasuh penisnya agar lebih adem. Abdul yang juga segera akan orgasme melepas genjotannya dan bangkit berdiri.
“Buka mulutnya Non, saya pengen ngecrot di mulutnya Non sih !” perintahnya sambil menjenggut rambut gadis itu.
Devi pasrah saja membiarkan penis itu memasuki mulutnya dan bergerak maju-mundur seolah menyetubuhinya. Hal itu tidak berlangsung lama, tidak sampai tiga menit pria botak itu akhirnya ejakulasi dan menumpahkan isi penisnya di mulut gadis itu. Dengan sisa-sisa tenaganya Devi berusaha menyedot dan menelan sperma itu agar aromanya yang tajam itu tidak terlalu lama menyiksa. Cairan kental itu meleleh sebagian di pinggir bibir tipisnya. Penis pria itu berangsur-angsur menyusut dalam mulut gadis itu dan semprotannya semakin lemah. Abdul pun akhirnya menjatuhkan diri di kolam dangkal itu dengan nafas ngos-ngosan. Puas sekali dia akhirnya bisa menyetubuhi model cantik itu.
Keesokan harinya di kampus Joane dua kali menghindar saat melihat Devi, yang pertama saat menunggu lift dan yang kedua saat di kantin, Joane langung berpamitan pada teman-temannya yang makan bareng dengan alasan ada urusan penting, padahal makannya belum habis. Jam tiga sore setelah kuliah terakhir, dia tidak bisa menghindar lagi. Ketika itu dia baru keluar dari toilet dan bertemu dengan Devi yang memang sudah tahu dia disana dan sengaja menunggunya. Joane terdiam seribu bahasa dan kepalanya menunduk tidak berani menatap wajah temannya itu.
“Tunggu, gua mau bicara” kata Devi memegangi lengan Joane saat gadis itu hendak berlalu darinya, “Kenapa Jo…kenapa lu lakukan itu ?” tanya Devi dengan suara bergetar memegangi kedua lengan Joane.
Joane tetap menunduk, matanya mengucurkan air mata, dia terisak lalu jatuh berlutut di depan temannya itu.
“Maafin gua Vi, gua juga ga bisa apa-apa” isaknya “gua dipaksa”
Joane menceritakan dengan detil bagaimana dia sampai menjadi budak seks si penjaga kampus laknat itu dan bagaimana dilemanya disuruh menjadi alat untuk menjebaknya kemarin.
“Gua siap mau lu apain juga Vi, mau tamper, pukul, atau dibunuh pun gua udah siap, ini emang salah gua” suara Joane makin bergetar dan tersedu-sedu.
Devi juga ikut berlutut di depan temannya, dia tidak bisa berkata-kata selain memeluk Joane, dibelainya rambut temannya itu, diapun ikut meneteskan air mata.
“Jo, lu tau, bagaimanapun kita ini tetap teman, ini bukan salah lu tapi bajingan itu” kata Devi sambil terisak, “kalau kita rusak biarlah kita sama-sama rusak”. Mereka saling berpelukan dan bertangisan. Keduanya tetap bersahabat dan makin dekat karena senasib sepenanggungan sebagai budak seks Imron.
############################################
Nightmare Campus 11: The American Beauty
Suatu pagi jam setengah tujuh di kampus Universitas ******* ketika segala kehidupan di kampus baru mulai menggeliat, Imron sedang berjalan di koridor lantai bawah sebuah gedung kuliah, tangannya memegang gagang pel yang masih dan sebuah ember yang didalamnya berisi botol karbol, ia hendak menuju ke toilet terdekat untuk mengisi ember itu dengan air dan memulai tugasnya hari itu seperti biasa. Ketika itu terdengar suara benda jatuh tidak jauh dari posisinya. Imron celingukan melihat sekeliling mencari asal suara itu. Nampak di atas lapangan rumput itu tergeletak sebuah loose leaf biru, beberapa lembar kertas yang diselipkan di dalamnya berceceran kemana-mana di sekitarnya. Di sekitarnya tidak ada siapa-siapa lagi yang melihat benda itu jatuh karena memang jam sepagi ini memang belum banyak orang yang datang sehingga Imron memutuskan untuk memungut benda itu. Didekatinya loose leaf itu, dia melihat ke atas tapi tidak terlihat siapa-siapa yang melongokkan kepala dari balkon atau mungkin pemiliknya sedang dalam perjalanan ke bawah. Imron membungkuk dan memunguti kertas-kertas yang berceceran. Sebentar kemudian, dilihatnya dari arah tangga muncul seorang gadis bule berlari-lari kecil ke arahnya.
“Oohh… great! Thank God. Terima kasih, Pak, itu milik saya.” Kata gadis bule itu sambil menghampiri Imron dengan nafas terengah engah. Bahasa Indonesia gadis ini terdengar sedikit kaku karena aksen dan gaya bicaranya yang khas logat asing.
Imron merapikan kembali kertas-kertas yang telah dipungutnya itu lalu memasukkannya kembali ke dalam loose leaf tersebut sebelum menyerahkan pada pemiliknya.
“Ma-maaf… sudah merepotkan. Terima kasih sekali, tadi saya sangat eemm… ceroboh sekali.” ucapnya dengan agak terpatah-patah karena masih mengatur nafasnya.
“Nggak apa-apa Non, hati-hati aja lain kali” jawab Imron seraya menyerahkan loose leaf itu.
Gadis bule itu tersenyum ramah padanya sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali sebelum akhirnya membalikkan badan hendak pergi.
“Eehhh…tunggu Non sebentar, apa ini juga punya Non ?” panggil Imron sambil membungkuk memungut sebatang ballpoint rapido yang tidak jauh dari kakinya.
Gadis itu kembali menengokkan kepala dan berbalik menghampirinya. Melihat rapido di tangan Imron, gadis itu dengan spontan melirik ke dalam loose leaf. Matanya berputar dengan jenaka ke atas sementara tangannya menepuk kening. “Ouch… yeah, that’s mine too! Itu juga milik saya! Terima kasih lagi, Pak.” katanya kali ini sambil menjulurkan tangan hendak menjabat tangan Imron. “You really save my day. Anda benar-benar seorang penyelamat.”
Imron terkesan bukan saja oleh keramahan gadis itu, tapi juga oleh pesona kecantikannya. Hatinya deg-degan sekali ketika menjabat tangannya yang halus, pandangan matanya sempat tertumbuk ke belahan dada gadis itu yang memakai kaos merah berlengan pendek dengan potongan leher yang rendah. Bahkan setelah gadis itu meninggalkannya pun ia melongo mengagumi sosoknya dari belakang, sepasang pahanya yang ramping itu nampak begitu indah dibungkus celana panjang jeans juga lekukan pinggulnya begitu mempesona.
Gadis itu bernama Megan Mc Arthur (20 th), mahasiswi asal Amerika Serikat yang sedang studi di kampus itu dengan beasiswa selama dua semester, tepatnya di fakultas seni dan desain. Megan, yang dalam tubuhnya mengalir darah Skotlandia dari ayahnya dan Irlandia-Jerman dari ibu, memiliki kecantikan ala barat yang memukau setiap pria yang memandang. Rambutnya sedada berwarna pirang alami dan sedikit bergelombang, kulitnya putih mulus, namun tidak sampai pucat dan berbintik-bintik, ia juga dikaruniai sepasang mata hijau yang indah dan bibir tipis yang merekah basah sehingga tanpa make up pun ia sudah cantik. Bila dibandingkan dengan para mahasiswi lokal di kampus itu, tubuh Megan termasuk tinggi (175 cm). Buah dadanya yang berukuran 34C juga menjadi salah satu daya tariknya, bentuknya padat dan membusung indah, ukurannya pas dengan tubuhnya, tidak kecil juga tidak kebesaran seperti milik Pamela Anderson atau bintang-bintang Vivid yang kadang membuat orang eneg dengan payudara menyerupai gelambir itu. Megan mengambil kuliah di Indonesia untuk menyiapkan bahan skripsinya tentang seni rupa Asia. Untuk tempat tinggalnya ia menyewa sebuah kamar di apartemen mewah yang lokasinya tidak jauh dari kampus. Kegiatan Megan diluar jam kuliah adalah mengajar part time di sebuah tempat kursus Bahasa Inggris, dia juga rajin fitness dan berenang sehingga tidak heran ia memiliki lekuk tubuh yang indah. Ketika pertama kali bertemu Imron itu dia baru melewati bulan pertamanya tinggal di Indonesia, waktu itu iblis dalam diri Imron masih tertidur sehingga ia tidak pernah berpikiran kotor terhadap gadis itu.
Megan adalah seorang gadis periang yang sangat ramah dan gemar bergaul dengan siapa saja tanpa pandang bulu, dia tidak pernah sombong walaupun memiliki kecantikan bak seorang model, bahkan terhadap penjaga kampus seperti Imron sekalipun. Seperti layaknya seorang gadis muda yang berasal dari Amerika Serikat, Megan sangat easy going dan tidak memandang rendah siapapun juga, dia tidak peduli orang itu tampan atau jelek, miskin atau kaya, Megan berteman dengan mereka semua. Walaupun begitu, meski dia adalah seorang warga negara asing namun Megan amat menyanjung tinggi adat istiadat Indonesia, nilai-nilai budaya timur yang amat kental di negeri ini begitu mempesonanya sehingga Megan ikut menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam cara berpakaian, ia berusaha menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi Indonesia dengan tidak berpakaian terlalu terbuka seperti di negaranya ketika musim panas.
Setiap kali berpapasan dengan Imron, Megan selalu menyapa atau setidaknya tersenyum. Kehangatan sikapnya membuat Imron merasa terhibur di tengah suasana kampus yang penghuninya biasanya cuek atau bahkan beberapa memandang rendah padanya, ternyata masih ada gadis secantik Megan yang mau menyapanya, biasanya yang bersikap ramah pada Imron paling cuma dosen-dosen kolot atau sebagian kecil mahasiswa/i saja. Ketika Imron sudah mulai memangsa gadis-gadis di kampus, ia pun mulai mencari-cari kesempatan untuk dapat menikmati tubuh dara Amerika itu. Sambil menjalankan pekerjaan sehari-harinya dan mengendalikan budak seksnya yang lain, ia diam-diam mengamati kebiasaan dan gerak-gerik Megan seperti yang biasa dilakukannya terhadap para calon korban lainnya. Ia mengetahui bahwa Megan setiap harinya bersepeda dari apartemen ke kampus atau tempat kerjanya. Sepeda itu juga dipakainya untuk bersepeda santai di sekitar kampus pada hari libur atau hari Minggu. Setelah mempelajari segalanya tinggal menunggu kesempatan yang tepat saja untuk memangsanya. Imron juga tahu bahwa Megan terkadang pulang agak sore melewati jalan kecil yang agak sepi. Ia lalu memutar otak untuk menjebak gadis itu dengan situasi dan kondisi yang ada.
###
Suatu sore setelah selesai kuliah terakhir, Megan menuju tempat parkir tempat ia menaruh sepedanya.
“Oh, crap! This is just perfect!” keluhnya dalam hati melihat ban belakang sepedanya kempes, dilihat dari kondisinya sepertinya terkena benda tajam. Megan geleng-geleng kepala dan menguncir rambutnya ke belakang dengan ikat kucir kuda. Sepertinya dia harus menuntun sepedanya kembali sampai ke apartemen karena jam segini tukang tambal ban yang dekat dari kampus sudah membereskan peralatannya dan pulang. Satu-satunya solusi adalah membawa sepeda itu pulang dan menambalkannya besok pagi.
“Crap. Look like this is one of those days…” Megan bersungut-sungut. Tapi walaupun sedang kesal dan sedikit emosi, Megan masih tetap bisa tersenyum, dia memang bukan gadis yang manja dan mudah putus asa. “Oh well, hitung-hitung olahraga…”
Jarak antara apartemen Megan dan kampus tidak begitu jauh, paling tidak sekitar sepuluh menit melalui jalan tikus di belakang kampus. Megan bersyukur sepedanya itu tidak bocor di tempat kerja karena jaraknya lebih jauh dari apartemen.
“Sepedanya kenapa Non, kok didorong ?” tanya seorang petugas yang berjaga di gerbang keluar.
“Err… I have a flat tire. Ban sepeda saya bocor. Saya tidak bisa menaikinya jadi harus didorong,” jawabnya dengan logat bule yang kental, “Errr… apa di dekat sini ada bengkel yang bisa memperbaiki atau menjual ban sepeda?”
“Waduh, kalo udah sore gini mah bengkel yang deket udah pada tutup atuh, Non! Ada juga tukang tambal ban yang buka sampai malem, tapi rada jauh.” Kata si penjaga.
Megan manggut-manggut, dia lalu tersenyum, “Ya sudah deh Pak, besok saja saya bawa ke bengkel. Terima kasih.” katanya.
“Iya deh Non, untung Non juga tinggalnya ga jauh, hati-hati di jalan yah !”
Gadis itupun keluar dari kampus dan menyusuri jalan yang biasa dilaluinya menuju apartemen. Bagi seorang gadis muda, sikap Megan yang tenang dan masih tetap ceria walaupun mengalami bocor ban membuat sang penjaga sangat bersimpati. Dia sungguh berbeda dengan gadis biasa.
###
Ketika melintasi bagian jalan yang sepi tiba-tiba ada seseorang memanggilnya dari belakang, secara refleks gadis asing itu pun menoleh ke arah suara.
“Diam manis, jangan teriak kalau mau selamat !” kata orang itu sambil menodongkan pisau lipat ke perutnya, gadis itu pucat pasi, dia dirampok.
“Mau apa kamu ?” Megan tersentak kaget hingga mukanya memutih melihat pisau diarahkan ke perutnya itu.
“Keluarin dompetnya, Neng. Gue pengen sekali-kali ngerasain dapet duit dollar. Tapi kalo adanya rupiah, gue juga gak bakal nolak.”
Megan menggeleng dan menolak tapi orang itu kembali menyudutkannya sehingga Megan ketakutan.
“Gue gak mau kasar, Neng. Tapi daripada usus lo nyebar-nyebar trus dipatok ayam, mendingan lo keluarin dompet lo sekarang! Ini bukan main-main!”
Dengan tangan gemetar gadis itu meraih tas jinjingnya yang ditaruh di keranjang sepeda.
“Udah itu aja semua kasih ke saya !” bentak orang itu merebut tas itu.
Megan hanya pasrah saja merelakan tasnya direbut paksa si perampok. Setelah mengambil tas itu orang itu pelan-pelan mundur sambil mengancam akan membunuhnya kalau teriak, tujuannya adalah gang yang terletak tidak jauh dari belakangnya, nampaknya dari situlah juga dia muncul. Namun baru saja membalikkan badan hendak lari dia dikejutkan oleh munculnya sesosok tubuh dari dalam gang, orang itu langsung melayangkan bogem tepat ke wajahnya membuatnya jatuh tersungkur. Belum sempat perampok itu bangun sosok dari dalam gang itu sudah menarik kerah bajunya dan meninjunya sekali lagi di wajahnya hingga terhuyung-huyung. Orang itu lalu buru-buru ambil langkah seribu meninggalkan barang hasil rampokan beserta topi pet dan pisau lipatnya yang terjatuh.
“Hoi…jangan lari lo maling !” seru sosok dari gang itu sambil mengejarnya, tapi perampok itu terlalu ketakutan sehingga menghilang dengan cepatnya di belokan.
Orang itu pun menghentikan pengejarannya lalu menghampiri Megan yang sedang memunguti tasnya dari tanah. Megan masih shock sehingga kakinya gemetar dan serasa kurang tenaga untuk bangkit berdiri. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya dia mengalami situasi yang menegangkan. Megan bersyukur dia masih diberi keselamatan.
“Non gak apa-apa kan ?” tanya sang penolong.
Megan menengadah merasa mengenali suara sang penolong. Ternyata orang tersebut adalah Imron. Diterimanya uluran tangan Imron yang membantunya berdiri. Dasar nakal, mata Imron masih sempat melirik dan memperhatikan belahan payudara Megan yang aduhai. Imron tidak melepaskan tangan dan melihat gadis bule yang cantik itu tersengal-sengal menarik nafas dan tubuhnya bergetar. Tiba-tiba saja Megan memeluk Imron dan menangis tersedu-sedu.
“Eehhh…eehh…udah Non, ntar diliat orang nggak enak” kata Imron sambil menepuk-nepuk punggung Megan.
Sebenarnya Imron merasa senang juga dipeluk begitu, dia bisa merasakan payudara montok gadis itu bersentuhan dengan dadanya, rasanya empuk sekali sehingga penisnya menggeliat, namun di tempat umum begini dia tentu harus menjaga sikap. Setelah dua menit barulah Megan mulai dapat menenangkan dirinya, dia pun melepaskan pelukannya dari Imron. Dia berterimakasih pada Imron yang telah menyelamatkannya sehingga dia tidak kehilangan sesuatu apapun.
“Lain kali kalau udah gelap gini jangan lewat sini lagi Non, disini kan sepi kalau cewek lewat sendirian ga terlalu aman” kata Imron memperingatkannya.
“Saya memang ceroboh sekali karena tidak memperhatikan keadaan sekitar. Saya biasa melalui jalan ini tapi tidak pernah ada apa-apa. Baru sekarang ini saya dirampok. Saya takut sekali. This is a really-really bad day for me.” Kata Megan lunglai.
“Ya sudah, bagaimana kalau saya anterin Non sampai depan tempat tinggal Non?” kata Imron mencoba menawarkan diri.
Megan tersenyum tulus dan mengangguk. Dia masih trauma sehingga tawaran dari Imron yang sudah menolongnya tidak ingin disia-siakan. Imron juga mengambil alih menuntun sepeda Megan.
“Sepedanya dititip ke saya aja Non, biar saya yang tambal besok, dijamin besok Non ke kampus sepedanya udah beres” tawarnya.
“Oh, tidak usah Pak, saya sudah cukup merepotkan. Biar saya sendiri saja besok”
Karena Imron terus mendesaknya dan dia juga mengatakan kenal seorang tukang tambal ban akhirnya Megan pun tidak bisa menolaknya lagi. Selama perjalanan Imron menjelaskan bahwa tadi dia sedang dalam perjalanan hendak membeli makan malam dan kebetulan ketika melewati gang itu bertemu dengan dirinya yang sedang dalam kesulitan sehingga dia terpanggil untuk turun tangan membantunya.
“Nama saya Megan, Bapak sudah banyak bantu saya selama di sini, saya jadi nggak enak” kata Megan sambil memperkenalkan dirinya.
“Hehehe, nggak apa-apa kok Non, itu udah tugas saya” Imron merendah “Bahasa Indonesia non udah lebih lancar yah, cepet juga belajarnya” katanya lagi membandingkan dengan delapan bulan yang lalu ketika pertama kali ia bertemu gadis itu.
“Nah tunggu sebentar yah Non saya mau beli makan dulu, nggak lama kok !” kata Imron di depan sebuah warung tegal.
“Wah-wah siapa nih Ron, kok udah bawa cewek bule segala nih !” sapa Bu Rus, si pemilik warung melihat Megan mengikuti Imron di belakangnya.
“Ini Bu Rus, mahasiswa dari kampus, kasian ban sepedanya bocor, jadi saya bantuin dorong”
“Sore Bu !” Megan menyapa wanita setengah baya itu sambil tersenyum manis yang dibalasnya dengan ramah.
Megan dan Bu Rus terlibat percakapan basa-basi sejenak, lalu Megan menunjuk beberapa lauk untuk dibungkus dan dibawa pulang, dia juga ingin mencoba masakan di Indonesia ala warteg katanya.
“Udah Pak, nggak usah biar saya saja kali ini !” kata Megan seraya mendahului menyerahkan selembar duapuluh ribuan pada Bu Rus, “semua jadi berapa Bu ?”
“Eehh…jangan Non, jangan gitu, Bapak jadi gak enak” sergah Imron.
“Nggak apa-apa Pak, saya sudah bikin repot Bapak hari ini, anggap aja terima kasih saya” katanya sambil memaksa Bu Rus menerima uangnya.
“Yo…wis Ron, beruntung toh sampeyan, berbuat baik emang ada pahalanya” kata Bu Rus yang akhirnya menerima uang dari Megan.
Imron berkali-kali mengucapkan terima kasih pada gadis itu karena dia begitu baik mau mentraktirnya. Setelah pamitan pada Bu Rus mereka pun meninggalkan warung itu.
“Pak sepedanya biar saya bawa saja, nanti Bapak susah harus dorong sepeda” kata Megan sesampainya di depan gerbang apartemennya.
Namun karena Imron terus bersikeras menawarkan jasanya membawa sepeda itu ke tukang ban, Megan pun menerimanya dan mengucapkan terima kasih sebelum berpisah.
###
Keesokan harinya, sekitar jam sepuluh Imron sengaja datang ke gedung fakultas seni dan desain untuk mencari gadis Amerika itu. Dia melihat di sebuah kelas gadis itu sedang mengikuti kuliah. Imron pun menunggu selama sepuluh menit di depan hingga kelas itu bubar. Setelah memberitahu Megan mengenai sepedanya yang telah diletakkan di tempat parkir dalam kondisi sudah diperbaiki Imron buru pamit karena masih harus meneruskan bekerja, bahkan gadis itu pun belum sempat mengucapkan terima kasih. Jam makan siang ketika berjalan hendak makan, seseorang pria bertubuh gempal mencegatnya.
“Woi, Ron… lo emang anjrit! Serius amat sih mukulnya kemarin? Liat nih bibir gua jadi nyonyor begini! Bini gua sampe kuatir tau?!” kata orang itu, di bibirnya masih nampak bekas luka dan pipinya masih sedikit memar. Orang itu ternyata adalah perampok yang kemarin mencegat Megan.
“Heh! nekad amat sih lu, gua bilang jangan nongkrong disini dulu beberapa hari ini, gimana kalau si bule itu liat lu ?” kata Imron sambil celingak-celinguk sekitarnya.
“Tenang aja Ron, gua hari ini nongkrong di kompleks sana kok, cuma abis narik sekalian lewat sini nyariin lu, gimana nih janjinya, yang cantik yah, gua udah makan bogem gini coba” katanya.
“Gini kita sambil jalan aja ngomongnya, sekalian makan dulu, laper nih gua” katanya sambil mengajak ke sebuah tempat makan murah.
“Naik becak gue aja, Ron?”
“Boleh deh.”
“Sori Man, kemaren kalau mukulnya gak keras bisa ketauan pura-puranya” kata Imron yang telah duduk dalam becak yang dikayuh pria itu, “pokoknya ntar kalau gua berhasil lu gua kasih bonus deh”
Tak lama kemudian becak itu pun tiba di sebuah rumah makan kecil. Imron dan tukang becak bernama Maman itu menikmati makan siangnya disana. Sekedar mengingatkan pembaca, Maman ini tak lain adalah salah satu dari gerombolan tukang becak yang
pernah ikut menggangbang Joane (Eps.7). Sesungguhnya,
Ia menipu Tuhan tanpa sepengetahuan manusia
Ia membuat perangkap di bumi tanpa sepengetahuan setan
###
Sore itu, jam setengah enam, ketika langit telah menguning, nampak seorang gadis melangkah keluar dari lift yang membuka di lantai 5 gedung fakultas ekonomi. Wajahnya yang manis nampak nervous, langkahnya agak tergesa-gesa sehingga rambutnya yang diikat ke belakang nampak melambai-lambai. Gadis itu berjalan menuju sebuah ruang di sudut yang diatas pintunya tertera nomor kode ruangan E-503. Sebelum membuka pintu, ia melihat sekelilingnya dulu untuk memastikan tidak ada yang mengikuti. Matahari senja memasuki ruangan itu melalui jendela berukuran besar yang berseberangan dengan white board. Ia lalu meletakkan map dan tas jinjing yang dibawanya diatas sebuah bangku kuliah. Sepertinya ia datang lebih awal setelah siangnya menerima SMS dari Imron yang menyuruhnya menemuinya di ruang ini. Ia melangkah ke jendela melihat pemandangan senja yang indah, matahari yang hampir tenggelam memancarkan sisa-sisa sinarnya hari itu di atas perumahan penduduk dan kost-kostan mahasiswa di belakang kampus itu, namun di tengah suasana yang tenang itu hati gadis itu tetap galau. Tiba-tiba terdengar bunyi HP dari tasnya yang membuatnya segera menenerima panggilan itu.
“Hai, Non Ellen, sudah dimana sekarang ?” tanya suara yang tak asing baginya.
“Saya sudah di kelas Pak, tolong cepat dong Pak, saya besok banyak kerjaan nih”
“O ya udah, tunggu bentar yah, saya kira-kira lima menitan lagi sampai sana” jawab Imron, “dan…satu lagi, sebaiknya non abis ini buka baju, saya harap begitu saya masuk Non udah telanjang nyambut saya”
“Eerrr…ta-tapi Pak…!” sebelum menyelesaikan protesnya telepon sudah ditutup.
Ellen diam terpaku selama beberapa detik, hidupnya telah berubah drastis sejak setengah tahun lalu saat pertama kali diperkosa penjaga kampus buruk rupa itu di basement (lihat Eps.1), sejak itu dia takluk pada nafsu binatang pria itu yang mengancamnya akan menyebarkan foto-foto memalukannya dan mencelakai pacarnya. Walaupun awalnya ia melakukannya dibawah paksaan, namun tanpa disadari ia juga semakin menikmati tugasnya sebagai budak seks, hasrat liar dalam dirinya semakin bertumbuh seiring dengan hubungan terlarangnya dengan pria itu. Juga ketika pria itu menyerahkannya pada seorang dosen cabul bernama Pak Dahlan, nampaknya ia pasrah saja dirinya diperlakukan seperti pelacur yang sedang dipromosikan. Tiga bulan terakhir ini memang Imron semakin jarang memanggilnya karena perhatiannya terbagi dengan korban-korban lainnya. Walaupun ada rasa lega, namun sesekali Ellen juga merindukan sentuhan erotis pria itu dan keperkasaannya yang mampu membuatnya orgasme berkali-kali, suatu hal yang membuatnya sering terombang-ambing antara hasrat liar dengan kesetiaanya pada Leo, kekasihnya. Ellen pernah berjanji pada dirinya sendiri bahwa Leo adalah tambatan hati terakhirnya setelah beberapa pengalaman cinta sebelumnya. Leo mau menerima dia adanya sekalipun sudah tidak perawan dan Ellen pun berjanji tidak akan pernah terlibat ML atau one night stand dengan siapapun lagi seperti sebelum jadian dengannya, tapi sepertinya sekarang dia sudah tidak bisa memenuhi komitmen itu lagi. Tangannya pun mulai bergerak melepaskan kancing blouse-nya satu demi satu, kemudian disusul celana panjangnya. Pakaian itu dilipatnya dan diletakkan diatas bangku kuliah. Setelah itu dia juga melepas bra dan celana dalamnya lalu diletakkan di tempat yang sama. Dia merasa angin mulai menerpa tubuh bugilnya sehingga dia menyilangkan tangan memeluk dirinya sendiri yang kedinginan.
Sudah lewat lima menit menunggu namun pria itu belum juga datang. Ellen kaget ketika sedang berjalan menuju pintu hendak melihat ke luar tiba-tiba pintu itu terbuka. Yang membuatnya lebih kaget adalah ternyata yang masuk bukan hanya Imron seorang sehingga refleks dia pun menjerit kecil sambil menutupi bagian sensitifnya dengan tangan. Maman yang baru masuk itu langsung terbengong, matanya yang besar seperti mau copot melihat gadis cantik tanpa sehelai benangpun di tubuhnya. Imron terkekeh melihat reaksi keduanya.
“Gimana Man, suka gak sama yang satu ini ?” tanyanya seraya menarik lengan Ellen yang menutupi payudaranya.
“Su…suka…suka banget Ron, hebat yah lu bisa dapet cewek kaya gini !” jawab Maman terbata-bata saking senang dan terangsang.
“Nah, Non hari ini temenin temen Bapak aja yah, ini kenalan dulu dong, namanya Maman, tukang becak dekat sini, ntar Non dikasih naik becak gratis sapa tau hehehe” sahut Imron sambil menarik lengan Ellen agar dia lebih mendekat. “Tuh Man, kenalan dulu dong, biar lebih akrab !”
Maman langsung menangkap tubuh Ellen yang didorong Imron ke arahnya. Pria tambun itu memutar tubuh Ellen lalu mendekapnya dari belakang, tangannya langsung menyusuri tubuh gadis itu.
“Hehehe…kenalin saya Maman, Non namanya siapa ?” tanya pria itu sambil meremasi payudara kiri Ellen dengan gemas.
“Mmhh…Ellen Bang !” jawabnya sambil mendesis.
Ellen mendesah lirih saat jari-jari besar pria itu mulai menyentuh kemaluannya yang tertutup bulu-bulu hitam lebat serta menyentuh bibir vaginanya. Ia memejamkan mata dan sedikit meronta, tentu saja secara jujur ia tidak rela tubuhnya dijamah tukang becak yang tampangnya tidak kalah buruk dari Imron itu, namun sebagian dirinya juga menikmati rabaan pria itu. Imron hanya berdiri melipat tangan sambil cengengesan saja melihat pergumulan mereka.
“Udah ya Man, gua tinggal dulu biar lu lebih asoy, ingat pokoknya jangan sampai dia terluka !” katanya memperingatkan sebelum berjalan menuju pintu.
“Siplah Ron, pokoknya gua mau seneng-seneng dulu sekarang, makasih banget loh !” katanya sambil terus menggerayangi tubuh Ellen.
“Nah baik-baik yah Non, puasin dia kalau Non mau cepet pulang” Imron mengelus pipi mulus Ellen lalu melumat bibirnya beberapa detik.
Imron keluar dari ruangan itu membiarkan mereka yang didalam meneruskan kegiatannya. Senyum jahat mengembang di wajah buruknya, rencana tahap pertama telah sukses, demikian pikirnya. Dia telah berhasil memenangkan simpati gadis Amerika itu sesuai yang dia pelajari dari Fanny, salah satu budaknya (Eps. 5) yang mengatakan bila ingin ML dengan orang bule pertama kali harus membuatnya terkesan. Menggunakan cara-cara paksa seperti yang dilakukan terhadap korban-korban lainnya justru berisiko fatal karena mereka kemungkinan mereka membeberkan pelecehan itu lebih besar.
###
Dua hari kemudian, dari lantai dua, Imron melihat ke tempat parkir Megan baru datang dan memarkirkan sepedanya. Setelah memasang kunci gadis itu berjalan hendak menuju ruang kuliah. Imron yang menduga gadis itu akan lewat di koridor lantai dasar gedung fakultas seni dan desain buru-buru turun ke bawah dan sengaja berjalan di koridor itu dengan harapan berpapasan dengannya.
“Ah! Pagi Pak Imron, oh iya…tentang sepeda saya itu, saya belum sempat terima kasih” sapa Megan ketika berpapasan sesuai yang diharapkannya.
“Oh iya, gapapa kok Non, saya juga senang bisa nolongin orang” jawabnya dengan sopan.
“Maaf Pak, saya lupa ganti uang bapak untuk memperbaiki sepeda saya” katanya sambil mengeluarkan dompet dari saku celananya.
“Ohhh…nggak Non, nggak, saya gak bisa terima, saya cuma nolong orang bukan cari uang” Imron menolak dengan halus ketika Megan menyodorkan selembar 20.000 padanya. “waktu itu Non kan udah bayarin makan saya, jadi nggak usah lagi Non”
Lalu Imron buru-buru mohon diri agar tidak terus didesak gadis itu menerima uangnya. Megan menghembuskan nafas panjang sambil tersenyum melihat Imron pergi.
“What a nice guy, never judge a book from it’s cover” katanya dalam hati.
Gadis pirang itupun meneruskan langkahnya ke ruang kuliah, dalam hatinya mulai timbul rasa kagum pada penjaga kampus itu. Selama kurun waktu sembilan bulan tinggal di Indonesia, pria itu sudah dua kali menolongnya yaitu dulu waktu baru sebulan disini dan terakhir beberapa hari yang lalu, dan pria itu juga tidak pernah mengharapkan bahkan menolak imbalannya. Walau tampangnya seram tapi hatinya baik, demikian pikirnya.
Kau bisa melukis kulit harimau, namun tidak tulangnya
Kau bisa mengenal wajah orang, namun tidak hatinya
###
Imron kembali bertemu Megan tiga hari kemudian, tepatnya dalam bazaar tahunan. Suasana ruang aula utama dan lapangan belakang hiruk-pikuk oleh pengunjung bazaar yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa dan kaum muda. Di balkon lantai tiga fakultas kedokteran nampak Imron sedang menyandarkan kedua telapak tangannya pada sandaran balkon tersebut. Lapangan basket di bawahnya kini disulap menjadi panggung konser berukuran sedang, suasana disana sangat meriah, orang-orang berdesakan karena saat itu di panggung sedang tampil salah satu group band ibukota yang diundang memeriahkan bazaar tersebut. Berbeda dengan suasana di tempat Imron berdiri, disana sangat sepi hanya diterangi oleh beberapa lampu downlite di langit-langitnya. Hampir bisa dipastikan tidak ada orang yang kesana pada jam-jam segini, karena memang suasananya agak angker belum lagi ditambah kisah-kisah seram yang beredar di kampus. Untuk menonton atraksi di panggung dari tempat itupun tidak terlalu nyaman karena letaknya menyamping dengan panggung sehingga tidak terlalu jelas. Imron menonton pertunjukkan di bawah sana, tapi nampaknya ia tidak terlalu konsen, matanya kadang merem-melek, kadang ia mengeluarkan desahan. Kalau diperhatikan dengan lebih jelas ternyata di bawahnya yang tertutup tembok, seorang gadis sedang berlutut melakukan oral seks terhadapnya. Gadis yang memakai tank top dan rok mini itu begitu menikmati mengulum penis Imron, tangannya aktif memijati buah zakarnya. Fanny, nama gadis itu, seorang budak seks Imron yang juga salah seorang bispak di kampus itu, sepertinya dia sangat menikmati kegiatan seks di tempat umum seperti itu. Dia merasakan sensasi yang sama dengan Imron yaitu kenikmatan sex in the public.
Ketika sedang asyik-asyiknya menikmati kuluman Fanny, tiba-tiba pandangannya tertumbuk oleh sesuatu di kerumunan penonton. Megan, ya…hal itulah yang menarik perhatiannya, Imron melihat jelas kepala kuning gadis itu bergerak di kerumunan penonton, sepertinya dia berusaha keluar dari kerumunan yang padat itu, baru tahu dia bahwa gadis bule itu hadir dalam bazaar ini.
“Non…Non…udah dulu yah” sahutnya sambil menarik lepas penisnya dari mulut Fanny, “Bapak ada perlu, kita lanjutin lain kali aja yah !”
“Lho, kok cepet amat Pak, pemanasan aja belum beres !” kata Fanny agak heran.
“Iya Non, ada keperluan mendadak, sori yah” katanya buru-buru membetulkan celananya lalu berlari kecil meninggalkan gadis itu yang masih bengong dalam posisi berlutut.
“Huuhh…dasar buaya kampus” omel Fanny dalam hati.
Sadar dirinya tinggal sendiri di situ, dia pun bangkit dan buru-buru meninggalkan tempat itu. Di bawah, Imron juga susah payah menerobos kumpulan orang, saat itu Megan sudah keluar dari kerumunan dan membelok ke sebuah sudut. Imron terus mengikutinya dengan hati-hati, ditemukannya Megan masuk ke toilet wanita, tapi tak sampai dua menit ia sudah keluar lagi dan terus berjalan entah kemana, Imron terus membuntutinya dengan menjaga jarak. Ternyata ia menuju ke toilet di gedung teknik, letaknya cukup jauh dari pusat keramaian, hanya terlihat sedikit orang disana, sepertinya tadi ia tidak dapat tempat sehingga terpaksa kesini. Tak lama kemudian gadis itu keluar dari toilet, dia berhenti sejenak di luar merogoh sesuatu dari kantongnya. Imron tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dia pun segera berjalan menuju ke sana, pura-pura mau ke toilet pria di sebelahnya dengan tujuan dapat berpapasan dengan gadis itu.
“Wah kebetulan sekali! Selamat malam Non Megan,” sapa Imron, “Ikutan bazaar juga nih?”
“Selamat malam, Pak Imron,” Megan tersenyum manis. “Wah, Bapak datang kesini juga. Mau menonton bazaar?” Gadis bule itu mengeluarkan sekotak rokok dari kantongnya dan ditawarkannya pada Imron. “Smoke?”
“Ohh…nggak Non, makasih” tolaknya halus.
Megan pun mengambilnya sebatang dan menyelipkan di bibirnya yang indah. Sebelum dia sempat menyalakan lighternya sendiri, Imron sudah lebih dulu menyodorkan lighter yang sudah menyala.
“Terima kasih” ucap Megan sambil menyibakkan sedikit untaian rambut yang jatuh di keningnya. Dia terlihat sangat cantik malam itu. Imron makin terpesona olehnya.
“Non kesini sendirian ?” tanya Imron berbasa-basi
“Iya, saya sendirian,” Megan melihat perubahan di wajah Imron. Pria yang sepertinya baik itu nampak khawatir dan takut. Megan menduga-duga dalam hati, pasti Imron mengira dia melalui jalan sepi kemarin, “tapi saya ambil jalan lain, kok Pak, meski memutar agak jauh. Tapi tidak apa-apa, saya masih agak takut melalui jalan yang kemarin. Saya masih trauma.” kata Megan tersenyum sambil mengepulkan asap rokok, “Mmm… Pak Imron tinggal di dekat sini?”
“Iya Non, saya gak terlalu jauh, jalan sebentar juga sampai kok.”
“Udah malam juga sekarang yah, gak kerasa, Non disini sampai jam berapa, udah ampir jam 10 loh” kata Imron melihat arloji murahannya.
“Sebentar lagi saya pulang Pak, saya udah dari jam delapan disini, I’m very tired, saya sudah capek !” katanya, “Well, mungkin saya harus pergi sekarang sebelum terlalu malam, sampai ketemu lagi Pak” pamitnya dengan senyum manis.
“Eehh, tunggu-tunggu, apa Non perlu saya temani lagi lewat jalan yang dulu itu supaya nggak terlalu jauh, sekalian saya juga pulangnya lewat situ kok, gimana ?” Imron menawarkan jasanya, dia juga tidak ingin kesempatan ini lewat begitu saja.
Ia menusuk dari belakang, namun wajahnya pura-pura khawatir;
Yang satu menyembunyikan kemesuman, yang lain tidak mencurigainya.
“Oohh…tidak usah…tidak usah, sungguh, terima kasih. Saya sudah terlalu sering merepotkan Bapak” Megan menolaknya karena merasa sering sekali menerima jasanya.
Akhirnya dengan segala bujuk rayunya akhirnya Megan mau juga ditemani pulang oleh penjaga kampus itu. Dia berpikir lewat jalan tempat dulu dia ditodong itu jauh lebih cepat daripada lewat jalan besar yang ditempuhnya beberapa hari terakhir ini, selain itu karena telah mengenal pria ini cukup baik, ia pun tidak keberatan. Selama di perjalanan hati Imron berdebar-debar, akhirnya kesampaian juga kesempatan untuk berduaan dengan Megan, kali ini gadis itu sudah lebih terbuka diajak bicara. Megan mengatakan bahwa dia sangat kerasan selama tinggal di Indonesia, teman-teman di kampus ramah-ramah dan baik, begitu juga dosen dan orang-orang kampus lainnya, dia berharap dapat mengunjungi Indonesia lagi setelah selesai masa kuliahnya disini. Imron juga bercerita sedikit tentang dirinya, bahwa dia tinggal seorang diri di sebuah kontrakan kecil, keluarga sudah tidak ada. Diceritakan juga bahwa ketika muda pernah mendekam di penjara, namun setelah itu dia insyaf dan keluar hingga mendapat pekerjaan di kampus itu.
“Yah, gitulah Non hidup saya, yang penting sekarang saya bahagia setelah tobat bisa kerja disini juga udah untung, saya senang bisa nolongin orang di kampus biar cuma dikit atau sering dicuekin” katanya sambil menghela nafas.
Imron tidaklah sepenuhnya menceritakan masa lalu nya yang gelap (apalagi masa sekarangnya), yang diceritakan hanyalah yang mengundang simpati pendengarnya sehingga Megan pun mau tidak mau tersentuh olehnya. Dia merasa Imron adalah orang bertobat yang patut dikasihani karena telah berusaha berbuat baik sebisa mungkin untuk memperbaiki diri.
Merekapun sampai di depan gerbang apartemen Megan setelah sekitar sepuluh menit berjalan. Imron menyerahkan sepeda yang dituntunnya pada pemiliknya dan mohon pamit.
“Pak Imron, tunggu” panggil Megan sehingga Imron yang telah membalikkan badan menengokkan kepala. “Apa Bapak gak mau masuk dulu, minum sebentar”
“Wah jangan Non, udah malam ini, nggak enak”
“Ga apa-apa, cuma minum sebentar, saya juga ada makanan kebanyakan mau kasih ke Bapak untuk terima kasih” pintanya lagi.
“Iya deh Non, sebentar aja yah, udah ngambil saya langsung pulang” Imron tertawa lebar dalam hatinya karena inilah yang ditunggu-tunggu.
Setelah mengunci sepedanya di tempat parkir, ia mengikuti Megan dari belakang. Di dalam lift Imron tambah deg-degan, matanya selalu mencuri-curi pandang ke tubuh Megan yang dibungkus blouse biru tanpa lengan dengan leher berbentuk V agak rendah, bawahannya memakai celana jeans sedengkul ketat yang mencetak paha jenjangnya yang indah. Sampailah mereka di kamar Megan yang lantainya didominasi marmer putih, hembusan AC langsung menyegarkan rasa gerah dari cuaca di luar.
“Wah kamarnya bagus sekali Non” kata Imron sambil memandang sekelilingnya.
Di seberang pintu masuk terdapat pintu kaca dan jendela lebar mengarah ke balkon dengan tirai ungu. Sebelumnya terletak dua buah sofa putih, yang panjang membelakangi jendela dan yang lebih pendek menyamping jendela dan menghadap TV di seberangnya. Di sebelah kiri pintu ada dapur kecil dimana terdapat kulkas dan tempat cuci piring. Sedangkan belokan ke kanan depan menuju ke kamar tidur dan kamar mandi. Interior ruangan yang elegan tersebut membuat Imron sempat terkagum-kagum.
Megan mempersilakan Imron duduk di sofa dan menawarkan minuman. Imron memilih teh hangat. Megan membawakan dua cangkir teh seduh dan meletakkan yang satu pada meja kaca di hadapan Imron, lalu dia sendiri duduk di sofa yang satunya sambil meniup tehnya. Mereka ngobrol-ngobrol ringan, dalam kesempatan ini Megan mengajari Imron sedikit Bahasa Inggris sederhana. Ia nampak sangat manis ketika tertawa apabila Imron salah melafalkan kata-kata yang diajarkannya. Imron bertanya mengapa dia baik sekali padanya padahal di kampus banyak yang tidak peduli padanya dan dari tampang dirinya sangat jauh dari tampan.
“Why not ? Saya kan menganggap Bapak sebagai teman, dalam berteman saya rasa nggak ada batasan penampilan, suku bangsa, atau status, selain itu Bapak banyak menolong saya juga” katanya.
Tak terasa waktu sudah hampir menunjukkan pukul sebelas, Imron bangkit dan memohon diri untuk pulang karena sudah malam.
“Oh sebentar Pak, saya punya sesuatu buat Bapak” Megan berdiri lalu menuju ke dapur “ini dikasih teman, terlalu banyak, buat Bapak aja sebagian” sahutnya dari balik meja dapur sambil mengemasi beberapa toples kecil kue-kue kering dan snack.
Sekalian berjalan ke pintu Imron membelok ke arah dapur mini itu. Ketika itu Megan pun baru selesai memasukkan barang yang hendak diberikan ke dalam kantong dan hendak menghampiri Imron untuk menyerahkannya. Megan agak kaget saat mendapati pria itu sudah di sampingnya, keduanya berhadapan sangat dekat sekali dan saling memandang.
Imron memegang lengan Megan dengan lembut, tidak nampak penolakan dari gadis itu.
“Makasih ya Non, saya…saya…!” Imron tidak menyelesaikan ucapannya karena setelah itu mulutnya langsung memagut bibir Megan yang basah menggairahkan itu.
Megan pun segera melingkarkan kedua tangannya ke leher pria itu dan menempelkan tubuhnya erat sekali. Imron dapat merasakan payudara gadis itu menekan dadanya, lebih terasa dibanding waktu dia menangis di pelukannya dulu. Mulut Megan langsung membuka membiarkan lidah Imron masuk dan menyambut lidah pria itu dengan bernafsu. Ciuman mereka makin menggelora dan nafas mereka makin memburu. Megan menaikkan pantatnya ke meja dapur di belakangnya. Tangan Imron yang menggerayangi payudaranya mulai mempreteli kancing bajunya dengan tergesa-gesa. Setelah kancing terakhir terlepas, Megan menggerakkan sendiri tangannya membuat blouse tanpa lengan itu tergeletak di meja dapur, lalu ia menggerakkan tangan ke punggung melepas kait branya. Tanpa melepas ciuman Imron menarik lepas bra coklat itu dari tempatnya. Baru kali ini Imron melihat payudara bule yang sesungguhnya, payudara Megan bentuknya bulat padat, putingnya berwarna merah dengan areola berdiameter sedang. Kedua bukit itu naik turun dengan cepat seirama nafas Megan yang tak teratur. Sambil mengulum bibir Megan tangannya meraba-raba payudaranya. Megan tidak bersikap pasif saja meresponnya, lidah gadis itu juga turut bermain dengan liar, lidah Imron ditangkapnya dan disedot-sedot membuat birahi penjaga kampus itu semakin naik saja. Tangannya melepas seragam karyawan Imron lalu menarik kaosnya ke atas. Imron melepas ciumannya agar bisa meloloskan kaos oblongnya. Megan melemparkan kaos itu ke samping begitu pakaian itu lepas.
“Apa ini Pak ?” tanyanya melihat bekas luka pada dada Imron.
“Bagian dari masa lalu saya Non, bekas berkelahi dibacok orang” jawabnya.
Gadis itu meraba bekas luka memanjang itu, telapak tangannya yang halus itu membelai dada Imron yang bidang.
“Sakit ?” tanyanya lagi.
“Dulunya sih iya, tapi sekarang nggak kok, apalagi kalau dielus tangan Non yang indah ini” katanya sambil menggenggam tangan gadis itu.
“Bawa saya ke kamar” katanya pelan setengah berbisik.
Imron langsung mengangkat tubuh gadis itu sekali rengkuh dalam posisi berhadapan, Megan memeluk tubuh Imron sementara bagian bawah tubuhnya ditopang. Imron berjalan ke kamar sambil menciuminya. Dia menggunakan sikunya untuk membuka gagang pintu lalu memasuki kamar itu. Diturunkannya tubuh Megan ke ranjang lalu memencet saklar di sebelah pintu, lampu di plafon langsung menerangi kamar yang tadinya gelap itu.
“Jangan yang itu Pak, yang ini saja” kata Megan seraya menarik tali saklar menyalakan neon 10 Watt di ujung atas ranjangnya.
Imron membuka pakaiannya yang masih tersisa. Setelah membuka celana dalamnya, nampaklah penisnya yang sudah menegang. Megan terkesima melihat ukuran senjata pria itu dengan urat-uratnya yang menonjol di beberapa sisi dan ujung bersunat.
“Wow…what an Indonesian dick” gumamnya dalam hati tanpa mengalihkan pandangannya dari batang itu.
Sungguh gairah Megan menggebu-gebu malam itu tanpa pernah direncanakannya. Kejadian itu berlangsung secara spontan begitu saja dan memang inilah yang disukai gadis bule itu, spontanitas dalam seks terasa lebih membuatnya horny. Entah mengapa dia bersedia melakukannya dengan pria seperti Imron, gairah nakal itu memang mulai timbul sejak ngobrol-ngobrol di ruang tamu itu, suasana malam dan situasi hanya pria dan wanita saja dalam satu ruangan menimbulkan bayangan erotis di benak gadis itu, selain itu Imron pernah menolongnya beberapa kali sehingga ia tidak keberatan membiarkan tubuhnya dinikmati penjaga kampus itu, hitung-hitung sebagai balas jasa. Jangan lupa, Megan berasal dari negara yang menganut kebebasan seks dan hubungan seks tanpa status dan cinta bukanlah hal baru baginya. Megan telah merasakan hubungan seks sejak usia 16 tahun, dia telah melakukannya dengan tiga orang yaitu dua mantan pacar dan satu teman, semuanya ras kaukakus kecuali pacar terakhirnya yang berdarah Hispanik. Terakhir kali ia berhubungan intim kurang lebih setahun lalu, tak lama sebelum kepergiannya untuk kuliah di Indonesia. Malam itu gairahnya yang cukup lama terpendam karena kesibukan sehari-hari menggeliat, darah dalam tubuhnya bergolak merindukan sebuah permainan cinta. Dengan gerakan erotis, ia membuka celana sedengkul beserta celana dalamnya, lalu melemparkannya ke kursi rias di sebelah ranjang. Kini tampaklah tubuh gadis Amerika itu tanpa sehelai benangpun, benar-benar mulus tanpa cacat.
Hari itu benar-benar saat yang paling dinanti-nantikan oleh Imron, bagaimana tidak, ia telah memakan waktu berbulan-bulan dan minta saran sana-sini untuk memangsa gadis bule itu sebelum akhirnya membuahkan hasil seperti sekarang ini. Diterkamnya tubuh mulus yang telah terbaring di ranjang itu. Megan menjerit manja menyambutnya. Karena sudah dikuasai nafsu, keduanya langsung berpelukan dan berguling-guling, saling remas dan saling tindih, payudara indah Megan bergesekan dan menekan dada Imron, kali ini tanpa penghalang lagi, langsung skin to skin. Megan kini berada di atas Imron, dia begitu agresif dalam berciuman, setiap gerakan lidah Imron disambutnya dengan gemilang. Kemudian mulutnya mulai menuruni leher pria itu dengan kecupan dan jilatan. Gadis itu demikian liar melakukan pemanasan terhadap Imron, terkadang dengan sengaja ia gesekkan payudaranya pada tubuh Imron sehingga memberi sensasi tersendiri baginya. Sambil menjilat puting pria itu, tangannya meraih penis yang sudah tegang itu. Imron dibuat blingsatan karena nikmatnya, dipandangnya mata hijau Megan yang menatap liar padanya, mata itu kini memancarkan hasrat liar yang menggebu-gebu. Ternyata Megan yang bertampang innocent itu di atas ranjang dapat berubah menjadi binal bak artis bokep. Puas melakukan mandi kucing, Megan mulai turun semakin bawah, ditatapnya penis dalam genggamannya itu.
“Oh gosh…it’s so hard !” katanya
Tubuh Imron bergetar dan mulutnya mengeluarkan desahan begitu lidah Megan memberi sentuhan pertama pada kepala penisnya. Sebentar saja penis itu sudah masuk di mulutnya, tidak semuanya muat sih, itu pun mulut gadis itu sudah nampak sesak. Dengan permainan lidahnya yang lihai Megan menyentuh bagian-bagian sensitif benda itu seperti kepalanya dan lubang kencingnya sehingga membuat pria itu berkelejotan dan mendesah-desah keenakan. Imron bergidik merasakan nikmat yang luar biasa, sungguh oral seks yang disuguhkan gadis Amerika ini berbeda dari gadis-gadis lain yang pernah dipakainya, Imron merasa penisnya seperti disedot-sedot oleh vacum cleaner. Bukan itu saja, Megan juga mengkombinasikannya dengan kocokan dan pijatan lembut pada buah zakarnya membuat Imron seperti melayang-layang., dia merasa sebentar lagi penisnya mau meledak, tapi Imron tidak ingin secepat itu, bisa-bisa dirinya yang malah kalah bercinta dengan gadis bule ini. Dengan nafsu meluap-luap dijenggutnya rambut pirang itu lalu ditariknya tubuhnya hingga rebah di kasur.
“Be gentle please !” katanya karena agak kaget dengan kekalapan Imron.
Dengan bernafsu Imron langsung menggerayangi tubuh mulus itu. Lidah dan tangannya menjelajahi setiap titik rangsang di tubuh gadis itu membuatnya tidak bisa apa-apa selain mendesah dan menggelinjang. Imron mengenyoti payudara gadis itu sementara tangannya memilin-milin puting payudara yang lain dan tangan yang satunya sibuk bermain di daerah kemaluannya.
“Oohhh…yess !” erang Megan sambil menggigit bibir bawah.
Imron mengisapi kedua puting Megan secara bergantian, hisapan dan jilatan itu membuat birahi gadis itu semakin membara, tangannya yang dibawah mengusap-usap bibir kemaluannya, sesekali mengelus paha dalamnya. Dengan diserangnya titik-titik sensitif di tubuhnya, Megan semakin tidak terkendali.
“Uuuhh…oohh…mmm !” itulah yang keluar dari mulut Megan sebagai ungkapan kenikmatannya.
Jilatan Imron kini turun ke perutnya yang rata, lidah Imron yang hangat dan basah membuat gadis itu tertawa kecil karena geli sekaligus nikmat. Imron terus turun lagi, wajahnya mendekati vagina Megan yang ditumbuhi bulu yang dicukur trim memanjang mengikuti belahan vaginanya.
“Hehehe…jembutnya rapi banget, gini toh punyanya orang bule !” kata Imron dalam hati sambil mengendusinya, “hhmm…wangi pula, pasti rajin dirawat nih”
Imron lalu mengangkat tubuh bagian bawah gadis itu dengan kedua pahanya masih mengapit kepalanya.
“Ow…what a…aahhh !” dia menjerit kecil merasa tubuhnya setengah terangkat namun wajahnya langsung meringis nikmat sambil mendesah ketika dirasakannya lidah Imron telah menari-nari di liang kenikmatannya.
Dalam posisi berlutut dan kedua lengan kokohnya menyangga paha Megan, Imron menjilati vaginanya, lidahnya bagaikan ular menyeruak masuk serta melakukan gerakan berputar atau juga menyentil-nyentil klitorisnya. Megan benar-benar merasakan sensasi yang luar biasa, tangannya sampai meremasi sprei di bawahnya dan matanya merem-melek keenakan.
Tak lama kemudian Megan merasakan tubuhnya menggelinjang hebat, getaran nikmat itu berasal dari selangkangannya yang sedang dilahap Imron menjalar ke seluruh tubuh. Megan mengerang merasakan orgasme pertamanya akan segera tiba. Melihat reaksi itu, Imron semakin mempergencar jilatan dan hisapannya pada vagina gadis itu.
“Ooohh….yeah…yess…aahh…ahhh !” Megan mendesah tak karuan, permainan lidah Imron telah mengantarnya pada puncak.
Imron terus menjilat dan menghirup vagina Megan yang semakin basah oleh cairan kewanitaannya itu. Cairan itu dilahapnya dengan rakus sampai terdengar bunyi menyeruputnya. Imron menurunkan tubuh bawah gadis itu setelah puas menikmati cairan cintanya. Imron yang berlutut diantara kedua paha Megan mengarahkan penisnya ke vagina gadis itu. Digosok-gosokkannya kepala penisnya yang mirip jamur itu pada bibir vagina Megan, membuatnya menggelinjang kegelian. Gairah Megan dengan cepat naik lagi, dia menggenggam penis Imron dan menuntunnya pada liang senggamanya. Imron yang nafsunya juga sudah tinggi segera melesakkan penis itu, dia merasakan himpitan dinding vagina gadis itu yang licin dan bergerinjal-gerinjal.
“Aahhh !!” Megan menjerit nikmat merasakan batang yang kokoh itu menerobos masuk memberi kenikmatan.
Dia merasakan penis itu begitu besar, keras, dan mengganjal, tidak kalah dari milik pria-pria rasnya. Imron mulai memompa penisnya dengan gerakan halus yang makin meningkat menjadi kasar dan brutal. Tangannya meremas-remas payudara yang bergoyang-goyang itu.
“Oohh…ooh…damn it…fuck me…hard !” desah Megan, ia melingkarkan kakinya pada pinggang Imron seakan tidak rela melepaskannya.
Hujaman-hujaman Imron bervariasi, kadang kasar, kadang lembut, kadang diputar-putar seperti mengaduk adonan, belum lagi sentuhan-sentuhan tangannya yang memberikan belaian-belaian nikmat pada bagian tubuh lainnya. Imron lalu menindih tubuh gadis bule itu sehingga dapat menyetubuhinya sambil menciumi bibir dan lehernya. Dalam waktu sekitar seperempat jam Megan sudah merasa akan klimaks lagi. Tubuhnya mengejang, tangannya memeluk erat tubuh Imron, mulutnya kembali mengeluarkan desahan panjang. Imron terus menusuk-nusukkan penisnya pada vagina Megan yang sudah semakin becek sehingga terdengar suara decak cairan setiap kemalauan mereka bertumbukkan. Imron juga ikut merasakan nikmatnya orgasme gadis ini, penisnya terasa dicengkram kuat dan disedot-sedot oleh vaginanya yang saat itu berkontraksi dengan cepat, untuk menambah kenikmatan dibenamkannya penisnya sampai mentok lalu ia menggerakkan pinggulnya dengan gerakan berputar. Megan mengerang-ngerang nikmat sambil sesekali menciumi pria itu merasakan kewanitaannya seperti diaduk-aduk oleh batang yang keras.
“Yess…sssh…I love it, mmhhhh !” demikian desisnya dengan nafas memburu.
Megan memejamkan mata menghayati orgasmenya hingga gelombang itu berangsur-angsur reda. Ia lalu membuka matanya dan melihat wajah Imron diatasnya. Pria itu tersenyum dan membelai rambut pirangnya lalu menciumnya lembut sekali.
“Pak Imron, you’re great” katanya dengan tersenyum lemas.
“Apa tuh artinya Non ?” tanya Imron “Non lagi muji atau ngeledek nih ?”
“Hebat, Bapak hebat, really !” katanya lagi.
Imron memang makin pandai memperlakukan wanita, dia tidak meneruskan dulu genjotannya untuk menunggu Megan memulihkan tenaga. Dia mengajak ngobrol gadis itu dengan penis masih tertancap di vaginanya.
“Non, enak sekali tadi yah, memek Non nikmat, bener-bener delisius” pujinya sambil mempraktekkan bahasa Inggris yang baru dipelajarinya sedikit.
“Ya anda juga hebat, mmm…kuat I mean” balasnya, “eemm…apa itu tadi…memek ? what’s that ?”
“Oohh…anu, itu vagina Non, biasa kita nyebutnya memek”
“Mmm…I see, so it is some kind of slang term”
“Heh, apa…apa ? Non omong apa tadi ? ga ngerti saya”
“No, never mind, ga apa-apa, kalau yang punya laki-laki disebutnya apa ?” tanyanya lagi.
“Kalo yang punya cowok disebutnya kontol Non hehehe”
“Memek…kontol” Megan mencoba melafalkan kata-kata baru itu.
“Iya bener Non, kalo bahasa Inggrisnya apa tuh ?”
“Well, kalau yang punya perempuan biasa kita sebut pussy, kalau yang penis disebut dick”
“Oo…gitu yah Non, ngerti-ngerti deh, Non suka sama dick saya ga ?” tanya Imron nakal.
“Hihihi…Bapak nakal tanyanya, but yes, I do like it, it is wonderful, so big and so hard” Megan sengaja memakai bahasa Inggris menjawabnya karena agak malu-malu untuk ngomong terang-terangan.
“Yeee…si Non, mentang-mentang saya ga bisa Inggris, omong apa sih tuh ?” tanya Imron menasaran sambil mencubit puting gadis bule itu.
Sebagai jawabannya Megan menarik wajah Imron mendekat lalu mencium bibirnya yang tebal. Ia berguling ke samping sehingga tubuhnya kini berada di atas pria itu. Keduanya terlibat percumbuan yang panas, tangan kasar Imron membelai punggung mulus gadis itu yang mulai berkeringat. Setelah dua-tiga menit berciuman, Megan mengangkat tubuhnya lalu mulai mengoyangkan tubuhnya yang masih menancap di penis Imron. Tubuhnya naik-turun dengan liar di atas tubuh Imron yang telentang itu. Gadis itu juga meraih tangan Imron untuk diletakkan di payudaranya dan diremaskannya tangan kasar itu pada susunya yang montok. Imron tidak mau kalah, dia juga menggerakkan pinggulnya menyentak ke atas hingga penisnya semakin tusukan penisnya semakin dalam dan memberi kenikmatan ekstra bagi keduanya.
“Ooohh…God…ooh…oohh...more…do it more !” mulut Megan menceracau tak karuan dalam bahasa ibunya.
Persetubuhan interasial itu berlangsung dengan liarnya, kedua pihak sama-sama agresif. Imron merasa sebentar lagi orgasmenya akan tiba, maka dia mempercepat hentakan pinggulnya. Penis itu masuk sedalam-dalamnya hingga mengenai g-spot Megan, membuatnya didera nikmat yang luar biasa.
“I’m coming…yes…aahh…aahhh !” jerit Megan dengan tubuh menegang.
Di saat yang sama, Imron pun merasakan hal serupa, spermanya muncrat dengan deras di vagina gadis itu, tubuhnya mengejang hebat sehingga remasannya pada kedua payudara Megan pun mengeras. Sekitar lima menitan keduanya menggelinjang menikmati orgasme bersama, erangan nikmat sahut-menyahut memenuhi kamar itu, kalau saja temboknya tidak cukup tebal pasti sudah terdengar oleh tetangga di sebelahnya.
Megan terkulai lemas di atas tubuh Imron sambil memeluknya, punggungnya nampak basah oleh keringat, rambut emasnya sudah acak-acakan. Dia dapat merasakan penis yang menancap di vaginanya mulai mengecil dan cairan hasil persetubuhan barusan mengalir keluar. Keduanya tidak berkata-kata selama beberapa saat, hanya deru nafas mereka saja yang terdengar. Imron merasa ngilu pada buah zakarnya karena hentakan-hentakan gadis ini begitu ganas dan penuh gairah, sementara Megan sendiri juga merasakan panas pada vaginanya dan payudaranya agak perih akibat remasan kasar Imron ketika orgasme tadi. Imron membelai rambut gadis itu dan mencium dahinya dengan lembut.
“I’d like to have some drink” kata Megan dengan suara lemah.
“Apa…apa Non ? drink…engg…minum yah ?” tanya Imron yang dijawab gadis itu dengan anggukan pelan “tunggu yah saya ambil dulu”
Imron melepaskan pelukan gadis itu dan membaringkan tubuhnya di samping. Cairan cinta menetes-netes begitu Imron mencabut penisnya dari vagina Megan. Dia turun dari ranjang dan keluar menuju dapur. Tak lama kemudian ia kembali dengan membawa sebuah gelas berisi air putih. Ketika itu Megan sedang membersihkan selangkangannya dengan tissue, tak lama kemudian daerah itu pun kembali bersih dan dilemparnya tissue itu ke tong kecil di sudut ruangan. Setelah menerima gelas dari Imron, dengan lahap Megan menghabiskan isi gelas itu, tenggorokannya terasa lebih segar dan tubuhnya lebih rileks.
Imron yang masih kelelahan merebahkan diri di sebelah gadis itu. Diraihnya tubuh gadis itu ke dalam pelukannya dan rambut pirang itu dibelainya lembut.
“Bapak sudah mau pulang ?” tanyanya.
“Iya Non, istirahat sebentar, kalau udah kuat langsung balik”
“Malam ini disini saja Pak, sudah terlalu malam”
Dalam hati Imron merasa senang dengan tawaran itu, tapi dia menolak halus dulu untuk menjaga citra baru mengiyakannya.
“Yah…kalau Non ga keberatan, saya sih ok ok aja”
Selesai berkata demikian Imron menarik selimut menutupi tubuh mereka dan mematikan lampu 10 watt di atas ranjang sehingga kamar menjadi gelap.
“Non mainnya hebat, liar sekali !” puji Imron sambil membelai dadanya.
“Ya, anda juga good, bisa buat saya orgasm beberapa kali, saya suka kontol Bapak, it’s very strong hihi”
“Oh ya, jadi Non suka kontol saya ?” godanya sambil menggesekkan penisnya pada pantat gadis itu.
Obrolan nakal berlangsung selama beberapa menit sebelum akhirnya tidak terdengar lagi jawaban Megan ketika Imron menanyainya mengenai apa fantasi seks terliarnya yang belum terwujud. Gadis itu diam tidak menjawab, Imron menunggu sejenak namun yang terdengar hanya bunyi nafas, rupanya gadis itu tertidur kelelahan. Imron pun menutup matanya dan menyusul ke alam mimpi tak lama kemudian.
Keesokan paginya Imron terbangun, dilihatnya jam weker di sebelah ranjang menunjukkan pukul enam. Nyenyak sekali tidurnya semalam, baru kali ini dia merasakan tidur di tempat senyaman ini dengan ranjang yang empuk dan seorang gadis cantik di sebelahnya. Memang sih ketika dulu waktu masa jayanya di dunia hitam dia sudah sering tidur dengan pelacur, tapi tidak di tempat seelit ini, paling di motel murahan atau di atas ranjang butut. Ditatapnya wajah Megan yang masih tertidur dalam posisi telentang, senyum kemenangan muncul di wajahnya, akhirnya berhasil juga meniduri ‘kuda putih’ini tanpa menggunakan paksaan dalam seni berperang ini bisa dimasukkan dalam kemenangan gemilang yaitu menang tanpa berperang (dalam hal ini paksaan). Ia turun dari ranjang dan menuju ke kamar mandi di seberang kamar itu setelah meraih celananya yang diletakkan di kursi meja rias. Di kamar mandi Imron menyalakan shower dan mandi dengan cepat karena sebelum kuliah pertama jam tujuh ia harus sudah beres-beres, maka tujuh menit saja ia sudah menyelesaikan mandinya. Dengan handuk kecil di gantungan dia mengeringkan badan lalu memakai celananya. Setelah keluar dari kamar mandi dilihatnya ke dalam kamar Megan masih terlelap, agaknya ia masih lelah karena pertempuran semalam. Niat isengnya timbul, sambil menyeringai dirogohnya ponsel dari dalam kantong celananya. Dengan perlahan-lahan dibukanya selimut yang menutupi tubuh Megan, lalu ckrek…ckrek…ckrek…tiga kali diambilnya foto gadis itu dari berbagai sudut dalam keadaan tertidur tanpa busana. Foto itu untuk kenang-kenangan atau siapa tahu akan berguna suatu hari nanti seperti yang pernah dilakukannya pada Joane (baca Eps.7).
Kemudian Imron duduk di pinggir ranjang, ditatapinya kemolekan tubuh Megan yang tak tertutup apapun itu, tangannya bergerak memegang payudara kirinya serta meremasnya lembut.
“Mmmm !” terdengar gumaman gadis itu, matanya bergerak dan membuka perlahan-lahan, “Pak Imron, morning, sudah bangun ?” sapanya.
“Iya Non, saya harus pamit dulu, udah harus kerja lagi nih Non” katanya dengan tangan tetap meremasi payudara gadis itu. “Non sendiri nggak kuliah ?”
“Saya nanti jam sembilan” jawabnya.
“Kalau gitu saya duluan yah Non, lain kali kita main seperti kemarin lagi yah Non, mau kan ?” pertanyaan yang hanya dijawab gadis itu dengan senyuman.
Megan dengan masih terkantuk-kantuk menggerakkan tubuhnya untuk turun dari ranjang dan mengantarkan Imron ke pintu. Di dapur Imron memunguti pakaiannya yang tercecer di sana tadi malam dan memakainya, Megan juga menyerahkan kantong hitam berisi makanan yang hendak diberikan padanya.
“Teng kiu yah Non, Non baik banget, saya ga akan pernah melupakan Non” ucapnya sambil menerima bingkisan dari gadis itu.
“Sama-sama Pak, saya juga senang kenal Bapak, but lain kali jangan lupa…you should use some condom, memakai kondom, supaya aman !” katanya dengan senyum nakal.
Imron terkekeh dan menganggukkan kepala menjawabnya. Lalu ia berjalan di belakang gadis itu yang mengantarnya ke pintu.
Dipandanginya tubuh belakang gadis itu, indah sekali, pantatnya begitu bulat montok membuat tergoda untuk menepuk dan bahkan meremasnya. Sebelum Megan sempat membukakan kunci tiba-tiba pinggangnya sudah didekap dari belakang. Sebentar saja tubuhnya sudah menempel dengan tubuh si penjaga kampus itu yang langsung memciumi tenguknya.
“Hei !” Megan menjerit kecil.
Megan menggeliat dan meronta kecil ketika Imron menciumi leher dan telinganya, namun rontaan yang setengah hati itu justru membuat Imron makin bernafsu. Didesaknya tubuh gadis itu ke depan sehingga terhimpit diantara pintu dan tubuh kekarnya. Megan merasakan penis pria itu yang telah menegang menempel di pantatnya entah sejak kapan dia membuka celananya. Tangan kekar Imron menarik sedikit pinggulnya sehingga agak nungging.
“Oohh…no…not again ssshh !” desahnya ketika penis pria itu menerobos masuk ke liang vaginanya.
Sambil berpegangan pada kedua payudara gadis itu, Imron menyetubuhinya dengan kecepatan tinggi, mulutnya menciumi pundak dan lehernya membuat gadis itu serasa melayang. Pintu tempat Megan bertumpu ikut bergetar seperti ada gempa bumi, untunglah sedang tidak ada orang yang melintas di lorong dan melihatnya. Kurang dari sepuluh menit Imron sudah menyemprotkan spermanya di dalam vagina gadis Amerika itu. Segera setelahnya ia memasukkan kembali penisnya ke dalam celananya.
“You are so naughty…Bapak nakal !” sahut Megan menepuk pelan pipi Imron.
“Hehehe…hitung-hitung olah raga pagi Non” katanya cengengesan “Ok saya pergi dulu yah, gud bai !”
“Ok see you later…ini rahasia kita ya Pak, jangan bilang orang lain” senyumnya nakal.
Imron mengecupnya di bibir sebelum membuka pintu.
“Hei…wait, Bapak lupa ini ya ?” ucap Megan seraya mengambil kantong berisi makanan dari lantai.
“O iya, hehehe sampai lupa, makasih ya Non” Imron mengambil bingkisan itu lalu pamit meninggalkannya.
Megan menutup pintu dan kembali ke kamarnya, dihempaskannya tubuhnya ke atas kasur yang empuk.
“Oh God, what have I done ? how could I do it with a janitor ?” tanyanya pada diri sendiri dalam hati.
Ia masih belum habis pikir bagaimana dirinya bisa terlibat hubungan seks dengan pria itu. Di kampus banyak teman pria yang tampangnya jauh di atas pria itu, namun ia malah memilih seorang penjaga kampus sebagai partner seksnya. Sinyal-sinyal untuk melakukan hubungan seks memang pernah dia dapat dari beberapa teman kuliahnya, tapi tidak pernah diresponnya. Dia paling tidak suka dengan pria-pria sok jaim atau yang hanya menonjolkan sisi gentle dengan tujuan menidurinya, dia sudah belajar dari dua kali pengalamannya dalam berpacaran mengenai hal ini. Beda dengan Imron yang telah melakukan tindakan nyata padanya tanpa pamrih (di matanya) sehingga ia pun bersedia melakukan hal itu padanya, disamping itu keperkasaan Imron di ranjang telah membuatnya terbuai.
###
Hubungan gelap itu kembali terulang pada hari-hari selanjutnya setiap ada kesempatan di toilet kampus, kelas kosong, gudang, apartemen Megan, dll kecuali rumah kontrakan Imron, satu tempat yang tidak pernah dipakainya untuk menggauli korbannya demi menghindari kecurigaan dari warga sekitar. Karena itulah dimata para tetangga dan warga tempatnya tinggal Imron tidak bermasalah. Terkadang Megan tidak segan mengajak pria itu berhubungan seks dengan sinyal berupa jilatan lidah pada bibirnya atau meng-SMS-nya untuk datang ke apartemennya. Bagi Megan hubungan itu tidak lebih hanya sekedar pertemanan dan pemuasan biologis semata. Dalam benak gadis bule itu tidak pernah terbesit sedikitpun cinta ketika melakukan hubungan itu, demikian juga Imron yang memakai Megan hanya sebagai pemuas nafsu.
“Do you love me ?” pernah suatu kali Megan bertanya demikian pada Imron sehabis bercinta di toilet.
“Apa ? cinta ya ? cinta sama Non gitu ?” tanyanya lagi memastikan yang dijawab Megan dengan anggukan kepala. “Ehm…gimana yah, saya gak berpikir sampai kesana Non”
“So, Bapak gak suka saya ?” Megan bertanya lagi dengan ekspresi antusias.
“Ehh…bukan…bukan gitu Non, kan kata Non juga kita ini teman, lagian…lagian kita kan terlalu banyak perbedaan” Imron agak susah menjawabnya.
“Yes, itu yang saya harapkan, saya gak ingin ada ikatan, kita teman, friend, it’s only sex”
Keduanya hening saling tatap di ruangan sempit itu, berciuman sebentar lalu melepaskan diri dan membereskan pakaian masing-masing sebelum keluar dari sana.
###
Sabtu sore, dua minggu setelah malam liar pertama mereka, keduanya menghabiskan waktu dengan berhubungan seks dengan berbagai gaya. Mereka melakukannya di kamar mandi, dapur, ruang tamu, dan di atas sofa ruang tengah. Megan yang saat itu baru menyelesaikan koreksian yang menumpuk dari tempat mengajarnya menganggapnya sebuah refreshing setelah lepas dari kesibukan, eksperesi itu keluar dalam wujud keliarannya pada hari itu dalam bercinta sehingga membuat Imron pun agak kewalahan. Pukul sepuluh malamnya keduanya telah tergeletak lemas diatas ranjang dengan tubuh penuh keringat dan nafas ngos-ngosan. Dalam obrolan pasca orgasme kembali Imron menanyakan lagi pertanyaannya dulu yang belum terjawab, yaitu mengenai fantasi seksnya yang belum terwujud. Megan terdiam sejenak dan berpikir.
“Threesome, main bertiga maksud saya atau main beempat maybe, tapi saya belum pernah melakukannya” jawab Megan “kelihatannya exciting dilayani lebih dari satu laki-laki, yah tapi itu cuma fantasi, saya belum berani hehe”
“Oh, gitu toh Non, ternyata Non noti (naughty) juga mikirnya yah” kata Imron sambil mencubit putingnya.
“Kalau bapak sendiri apa fantasinya ?” Megan bertanya balik.
“Ya gak jauh-jauh deh Non, bisa main sama perempuan cantik aja udah cukup” jawabnya, “lagian kan fantasi saya udah kesampaian sekarang Non” Imron menatap wajah Megan sembil tersenyum, keduanya lalu tertawa-tawa dan berpelukan.
Setelah ngobrol-ngobrol sebentar dan saling belai, mereka pun akhirnya terlelap.
Keesokan paginya Megan bangun terlebih dulu dan menemukan dirinya dalam pelukan penjaga kampus itu. Pelan-pelan ia melepaskan diri dari tangannya agar tidak membangunkannya. Jam weker sudah menunjukkan pukul sembilan lewat duapuluh, lumayan kesiangan juga pikirnya, tapi kan ini hari Minggu makannya wekernya tidak dinyalakan. Setelah turun dari ranjang dia berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi. Kemudian diambilnya kimono sutra berwarna hitam dengan motif bunga-bunga kecil dari gantungan baju dan dikenakan pada tubuhnya. Di dapur menyiapkan sarapan berupa roti panggang dan secangkir kopi lalu menikmatinya sambil duduk selonjoran di sofa panjang dan menonton TV. Baru saja menghabiskan roti pertamanya terdengarlah bunyi bel.
“Ya…siapa ?” tanya Megan setelah mengintip dari lubang pintu melihat seorang pria yang tidak dikenal.
“Tukang ledeng, katanya ledeng disini ada keluhan ya!” kata orang diluar itu.
“Iya benar, kenapa anda baru datang sekarang ?” Megan membukakan pintu.
Dia agak kesal karena keterlambatan ini, masalahnya sejak kemarin pagi kran air di dapur untuk mencuci piring tiba-tiba mengalirnya kecil sehingga ia melaporkan hal ini ke pihak apartemen saat itu juga. Ia juga sempat minta tolong pada Imron kemarin tapi pria itu juga tidak terlalu bisa menolong karena tidak punya peralatannya, Imron hanya memperkirakan bahwa ada penyumbatan pada pipa air sehingga alirannya terhambat.
“Maaf Non, anu…yang kerjanya kebetulan lagi kurang, ada yang lagi pulang kampung, saya kemarin juga lagi sibuk di tempat lain, jadi kepaksa dateng sekarang biar hari Minggu juga” orang itu meminta maaf atas keterlambatannya.
Megan mengajak orang itu ke dapur dan menjelaskan permasalahannya. Bahasanya kadang diselingi bahasa Inggris untuk istilah-istilah yang agak asing baginya. Sambil mendengarkan penjelasan Megan, si tukang ledeng itu, pria berusia 30 an, tidak bisa menahan kekagumannya terhadap kecantikan gadis bule itu, matanya sesekali mencuri-curi pandang ke belahan dadanya. Setelah jelas permasalahannya si tukang ledeng mulai membuka kotak peralatannya dan bekerja, sementara Megan kembali ke sofa menonton TV. Setelah menghabiskan roti dan kopinya, Megan bangkit dari sofa hendak ke kamar sebentar melihat Imron, sekalian memberitahunya agar jangan keluar kamar dulu sampai si tukang ledeng pulang.
“Hai, good morning Pak, enak tidurnya ?” sapa Megan melihat Imron yang sudah membuka mata tapi masih berbaring di ranjang, ia membuka tirai jendela hingga sinar matahari masuk ke kamar.
“Morning juga Non, eh ada siapa tuh diluar kok saya dengar Non lagi bicara sama orang ?” tanyanya.
“Itu…eeemm..yang perbaiki kran ledeng” jawab Megan “and anda sebaiknya jangan keluar dulu yah, tunggu orang itu pulang dulu, ok ?”
“O ya? Kenapa emangnya Non ?” Imron menyeringai mesum sambil menyingkap kimono Megan yang duduk di pinggir ranjang dan membelai pahanya.
“Ohh…please, jangan nakal dulu” Megan mengangkat tangan Imron untuk menyingkirkannya. “nanti dia liat, tidak enak !”
Tiba-tiba Imron menangkap pergelangan tangan gadis itu dan tangan satunya mengangkap pinggangnya lalu menariknya ke pelukannya.
“Ehh…what…aa…apa-apaan ini, let me out !” Megan tersentak, dia meronta dan mendorong Imron yang telah berguling menindih tubuhnya, tapi tentu saja tenaganya kalah dari pria itu, “stop it now! ada orang diluar sana !”
“Nggak apa-apa Non, saya hanya mau bantu fantasi Non jadi nyata” kata Imron sambil mengangkat kedua lengan Megan ke atas dan mengunci kedua pergelangannya dengan telapak tangannya yang lebar. “kan Non bilang mau tau rasanya dikeroyok hehehe !”
“Jangan…saya gak mau…mmmhh !” Imron membungkam protes Megan dengan ciumannya.
Tangan Imron yang satunya merayap ke bawah, menyingkap kimono itu dan menyentuh vaginanya. Birahi Megan pun terpicu di tengah rasa kuatir si tukang ledeng akan datang memergokinya. Jantungnya berdebar dengan kencang seiring nafasnya yang mulai memburu. Imron terus melumat bibir Megan sambil jari-jarinya mengorek-ngorek vaginanya yang makin becek itu. Imron pun melepaskan kunciannya setelah merasakan Megan tidak meronta lagi. Tangan yang tadi mengunci pergelangan itu berpindah ke dada menyusup masuk lewat lehernya dan menyentuh gumpalan kenyal yang tak ber-BH. Sekali tarik terlepaslah simpul tali pinggangnya dan Imron langsung menyingkap kimono itu.
“Eengghh…stop it Pak, orang itu bisa melihat kita !” sergahnya sambil mendorong-dorong kepala Imron yang sedang mengenyoti payudaranya.
Bukannya melepaskan Imron malah mempergencar serangannya, klitoris gadis itu digesek-gesekkannya pada jarinya sehingga desahan pun keluar dari mulutnya tanpa dapat tertahan. Ketika sedang dalam buaian nafsu itu, tiba-tiba Megan mendengar langkah mendekat di luar sana. Megan pun makin panik, dia mendorong Imron agar terlepas tapi pria itu sangat kuat dan bernafsu menggerayanginya, selain itu Megan juga tidak sepenuh hati melawan karena naluri seksnya menginginkan Imron terus merangsangnya. Seperti yang telah diduga, si tukang ledeng itu muncul di depan pintu, dia terbengong melihat adegan panas di atas ranjang itu. Mata Megan terbelakak dan wajahnya bersemu merah melihat kedatangan pria itu. Imron yang juga sadar akan kehadiran orang itu menengokkan wajah ke arah pintu namun dia segera kembali mengenyot payudara gadis itu seolah tidak ada yang mengganggunya. Si tukang ledeng tersenyum dan melangkah masuk perlahan-lahan.
“Wo-wo-wow asyik yah, saya boleh ikutan ga ?” tanyanya cengengesan.
Megan malu setengah mati melihat pria itu berdiri di sebelah ranjangnya, matanya menatap nanar dirinya yang sedang digauli Imron, seorang gadis bule yang masih muda dan cantik dinikmati seorang pria pribumi Indonesia seusia ayahnya yang tampangnya juga jauh dari ganteng. Ia teringat dulu pernah kepergok ayah mantan pacarnya ketika sedang frech kiss, rasanya malu sekali waktu itu sampai agak salah tingkah ketika hendak pamit pulang, apalagi dipergoki dalam keadaan lebih hot seperti sekarang ini. Namun disamping itu dia juga merasakan rasa nikmat membayangkan dua orang akan memuaskan tubuhnya.
Lahir dan besar di negara yang liberal, Megan tidak asing dengan perilaku seks yang tidak konvensional mulai dari yang soft seperti threesome dan swinger hingga yang ekstrim seperti BDSM, gangbang, dan sex party. Namun dia sendiri hanya sekedar tahu saja dan tidak berani mencoba ke arah sana apalagi keluarganya termasuk religius, sehingga selama ini kehidupan seksnya selama ini berlangsung secara konvensional saja. Dalam kondisi sedang high seperti sekarang ini, Megan tidak kuasa untuk menolak, penolakan yang keluar dari bibirnya pun tidak sepenuh hati sehingga malah membuat kedua pria itu makin bernafsu.
“Dari pertama dateng tadi gua udah kesengsem sama si Non ini, ga nyangka bisa dapet kesempatan kaya gini” kata si tukang ledeng sambil memegang payudara Megan dengan tangan bergetar tidak percaya apa yang didapatnya.
Payudara yang hangat, kenyal dan berkulit halus, sungguh ini bukan mimpi, seumur hidupnya dia tidak bermimpi bisa menikmati gadis bule apalagi yang selevel Megan. Tukang ledeng itu menunduk dan melumat payudara gadis Amerika itu dengan mulutnya. Mata Megan terpejam merasakan jilatan dan emutan pada kedua payudaranya dan tangan-tangan kasar yang menggerayangi tubuhnya. Baru kali ini Megan merasakan buaian pada banyak titik sensitif di tubuhnya dalam waktu bersamaan sehingga desahan nikmat pun keluar dari mulutnya dan tubuhnya menggeliat-geliat nikmat. Walau ada perasaan risih, dirinya tak kuasa untuk menolaknya. Tukang ledeng itu melepaskan diri sebentar untuk membuka pakaiannya dengan terburu-buru saking nafsunya. Megan terhenyak melihat penis si tukang ledeng yang telah mengacung tegak, panjangnya kira-kira sama seperti milik Imron, tapi diameternya agak lebih kecil dan urat-uratnya tidak terlalu menonjol seperti Imron.
Kini pria itu ikut naik ke ranjang, tangannya mulai menjamahi setiap lekuk tubuh Megan yang indah. Ia meraih tangan Megan dan meletakkannya pada penisnya, segera dia mendesah nikmat karena penisnya dikocok perlahan oleh jari-jari lentik itu. Tukang ledeng itu menopang punggung Megan dengan satu tangannya sehingga posisi gadis itu terduduk di ranjang dan tangan satunya terus menggerayangi tubuhnya sambil berciuman. Megan mendesah tertahan di sela percumbuannya karena jari-jari Imron makin liar keluar masuk di vaginanya. Pada payudara kanannya ia merasakan hisapan dan jilatan sedangkan yang kiri ia merasakan putingnya dipilin-pilin, kedua bagian sensitif itu pun makin menegang karenanya. Libido yang semakin tinggi menyebabkan gadis itu semakin bergairah bercumbu dengan si tukang ledeng. Lidah mereka saling menjilat dan membelit, ludah mereka belepotan pada daerah bibir masing-masing.
“Psst…hei !” si tukang ledeng melepaskan ciumannya dan menoleh sebentar pada Imron yang memanggilnya. “sini, mau ga jilatin sini ?” Imron menunjuk ke vagina Megan.
Si tukang ledeng mengiyakannya dengan kegirangan, dia membaringkan kembali tubuh Megan dan bertukar tempat dengan Imron.
“Gimana Non, seru kan ?” bisiknya sambil membelai rambut gadis itu.
“It’s crazy, gila, but…feel good…mmhhhh !” jawabnya sambil mendesah karena saat itu lidah si tukang ledeng telah menyapu bibir vaginanya.
Tukang ledeng itu dengan rakus melumat vagina Megan yang bulunya dicukur trim itu, disedot-sedotnya daerah itu, lidahnya masuk ke liang kemaluannya menyapu dinding dalamnya. Tubuh Megan seperti kesetrum ketika lidah itu menyentuh daging kecil merah yang sensitif. Tubuhnya semakin terbakar oleh api birahi.
Imron berlutut di samping kepalanya menginginkan penisnya dioral. Sebelum ia sempat menyodorkan senjatanya, Megan sudah meraih batang itu dan mendekatkan wajahnya serta langsung memasukkannya ke mulut.
“Uuhhh…enak, iyah Non terus gitu !” desah Imron merasakan penisnya diemut dan dihisap oleh gadis itu.
Megan yang semakin terangsang melebarkan kakinya agar si tukang ledeng dapat makin leluasa melumat vaginanya. Tiga menit kemudian, Megan merasakan desakan pada vaginanya. Dia menggerakkan bola matanya untuk melihat ke sana, ternyata si tukang ledeng sudah tidak menjilati vaginanya, dia tengah mendorong-dorongkan penisnya untuk memasuki vagina itu.
“Aahh…slowly, jangan kasar !” pinta Megan padanya karena tukang ledeng itu terlalu bernafsu melakukan penetrasinya.
Pria itu cukup pengertian, dia mengurangi kekasarannya, dengan tarik-dorong beberapa kali akhirnya dia berhasil menancapkan penisnya pada vagina bule itu.Setelah beradaptasi dan merasakan nikmatnya jepitannya mulailah ia memompa gadis itu.
“Aahh…oohh…mmmm…mmm !” Megan kembali memasukkan penis Imron ke dalam mulutnya dan meneruskan hisapan-hisapannya.
Tukang ledeng itu menggenjot Megan dengan kecepatan makin naik, kedua betis gadis itu disangkutkannya pada kedua bahunya. Megan juga ikut menggerakkan pinggulnya mengimbangi permainan pria itu.
Kuluman dan jilatan Megan yang sensasional membuat Imron tidak bisa menahan ejakulasinya.
“Oohhh !” Imron mendesah dan menjambak rambut pirang Megan dengan gemas.
Megan merasakan cairan kental hangat mengisi mulutnya yang langsung ditelannya, dia memperagakan teknik menghisapnya yang profesional sehingga memanjakan pemilik penis tersebut. Ketika penis itu dicabut dari mulutnya, benda itu sudah bersih, demikian juga mulut Megan, tidak ada sedikitpun sperma yang meleleh di pinggir bibirnya, mungkin juga karena sperma yang tercurah tidak begitu banyak karena kemarin sudah bermain habis-habisan. Setelah itu Imron terkapar di sebelah Megan yang masih bergumul dengan si tukang ledeng. Tukang ledeng itu semakin bernafsu menggenjoti Megan setelah melihat pemandangan yang sangat sensual barusan ketika gadis itu sedang menyedoti penis Imron yang sedang orgasme, belum lagi buah dadanya yang berguncang-guncang.
“Yes…yes…aaahhh…uuhh…oh that’s nice !” desah Megan menggelinjang nikmat, tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.
Megan merasakan sudah di ambang orgasme, ia memutar-mutar pinggulnya menambah sensasi nikmat, hingga akhirnya ia tak sanggup lagi menahannya, tubuhnya mengejang dan menekuk ke atas dan mulutnya mengerang panjang. Si tukang ledeng menyusul semenit kemudian dengan menekan dalam-dalam penisnya dan menyemburkan spermanya di dalam sana, wajahnya mengekspresikan kenikmatan yang luar biasa dari orgasme pertamanya bersama sang dara Amerika itu.
Pria berkumis itu ambruk di atas tubuh Megan, sesekali bibirnya menciumi pipi dan bibir gadis itu. Dia ingin merasakan sebanyak mungkin kehangatan tubuh gadis bule ini yang belum tentu bisa dirasakannya kemudian hari. Ketika tubuh itu terkapar lemas setelah mereguk orgasme.
“This is madness, but it felt so great I can’t resist it !” Megan berkata dalam hati, ia tidak akan pernah melupakan seks terliar yang pernah dilakukannya hari itu.
“Asyik banget Non, Non sama bapak ini apa sih hubungannya ?” tanyanya dengan pandangan berpindah-pindah antara Imron dan Megan, tentu dia bingung bagaimana mungkin orang seusia dan tampangnya seperti Imron bisa menikmati gadis secantik yang ditindihnya itu.
“Kita cuma teman” jawab Megan tersenyum “that’s right Pak Imron ?” sambil menoleh ke arah penjaga kampus itu.
“Iyah, temen aja kok” jawab Imron “kenapa mas ? kaget yah ?”
Mereka ngobrol-ngobrol sebentar sambil memulihkan tenaga. Si tukang ledeng itu memperkenalkan diri, dia bernama Parjo, wajahnya panjang seperti kuda dengan kumis tipis di atas bibirnya. Tak henti-hentinya ia memuji Megan sebagai gadis paling cantik yang pernah disetubuhinya sampai membuatnya tersipu-sipu mendengarnya. Tak lama kemudian penis Parjo yang masih menancap di vagina Megan mulai mengeras lagi.
“Lagi yuk Non, udah sange lagi nih saya, abis Non caem banget sih, apa tuh bahasa Inggrisnya…biuti (beauty) hehehe!” katanya sambil mencubit pipi gadis itu dengan gemas.
Kali ini Megan meminta dirinya di atas, mereka pun berguling ke sebelah sehingga Megan kini bisa menegakkan tubuhnya. Dia melepas kimono yang masih menempel di tubuhnya itu hingga telanjang bulat. Bagian punggung kimono sutra itu telah basah kuyup oleh keringat hasil pergumulan barusan.
Baru naik-turun sekitar tiga genjotan, Imron mendekati Megan dan membisikkan sesuatu di telinganya.
“Saya…saya belum pernah” ucap Megan dengan nafas terengah, “sepertinya sakit”
“Nggak juga kok Non, awalnya aja sakit, nanti juga enak apalagi kalo dua kontol sekaligus gini” kata Imron meyakinkannya.
“But please…pelan-pelan” Megan yang birahinya mulai panas itu mengiyakan saja ajakan Imron untuk main belakang.
Imron segera mengambil posisi di belakangnya, pantat gadis itu diangkatnya sedikit, ia meludahi pantatnya, lalu mulailah ia memasuki lubang belakang itu perlahan-lahan.
“Tahan dikit yah Non” kata Imron.
Megan merintih-rintih merasakan perih pada daerah itu karena baru pertama kali melakukannya lewat situ, tangannya mencengkram erat lengan Parjo dan sprei di bawahnya. Si Parjo yang di bawah asyik saja menggerayangi payudara Megan yang menggelantung di dekat wajahnya sambil menunggu proses penetrasi, dia menciumi kedua daging kenyal itu dan mempermainkan putingnya.
“Aaakkhh…it’s hurt, sakit…oohh…pelan-pelan Pak !” Megan merintih sampai air matanya keluar, tubuhnya serasa dikoyak-koyak.
“Dikit lagi nih Non, sabar yah…ahh…ahhhh !” Imron juga mengerang sambil mendorong penis itu lebih dalam lagi, Imron sendiri merasakan penisnya seperti dikuliti karena sempitnya lubang itu.
Imron mendiamkan dulu penisnya di dalam dubur Megan sambil mengurut-urut pantatnya memberi rasa nyaman sekaligus membiarkannya beradaptasi.
Setelah beberapa saat Imron mulai menghujamkan penisnya perlahan, Megan merintih karena sakit yang juga bercampur nikmat.
“Udah siap nih Pak Imron ?” tanya Parjo dari bawah sana.
:Imron tak menjawab, ia terus menggoyangkan pinggulnya sehingga Parjo juga mulai menggoyangkan pinggulnya dari bawah. Genjotan tubuh mereka semakin lancar, Megan mulai merasakan nikmatnya disetubuhi dari belakang terlebih dengan penetrasi ganda seperti ini yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Kenikmatan luar biasa melingkupi tubuh gadis itu, ia memasrahkan tubuhnya diperlakukan semaunya oleh kedua pria itu. Megan nampak seperti sandwitch dalam dekapan mereka, kontras sekali tubuhnya yang putih mulus dengan rambut keemasan itu diantara tubuh-tubuh hitam kasar. Imron tidak bisa bertahan lama dengan lubang belakang Megan yang baru saja diperawaninya itu. Pria itu menggeram nikmat sambil membenamkan penisnya dalam-dalam. Megan merasakan cairan hangat memenuhi lubang belakangnya. Ketika penis Imron tercabut, ia merasa sedikit lega dari kesesakan akibat dua lubangnya dijejali penis, masih terasa sperma pria itu meleleh di pantatnya. Dia atas tubuh Parjo, Megan memacu tubuhnya dengan liar seperti seorang cowgirl di arena rodeo, keduanya mendesah-desah kenikmatan. Tangan Parjo tidak bisa tidak menggerayangi payudara Megan yang bergoyang-goyang naik turun seirama badannya yang menggemaskan itu.
Tiga menit kemudian mereka berganti posisi. Parjo mengangkat tubuhnya sehingga terduduk di ranjang, kemudian barulah melanjutkan genjotannya sambil berpelukan dengan gadis bule itu. Dengan gaya duduk berpelukan begitu Parjo dapat membenamkan wajahnya di dada gadis itu merasakan empuknya payudara montok itu, dengan istrinya yang kerempeng dan berdada seperti kue serabi dia tidak bisa merasakan yang seperti ini. Mulut si tukang ledeng itu berpindah-pindah, kadang mengenyoti payudara gadis itu, kadang melumat bibirnya.
“Ooh…yeahh…aah…I’m coming…I…I…ahhh !!” jerit Megan tak lama kemudian.
Tubuhnya mengejang dengan mata membeliak-beliak, tangan dan kakinya makin erat memeluk tubuh pria itu. Gerak tubuhnya yang naik turun itu pun semakin liar, dada mereka saling bergesekan, nikmat sekali rasanya. Tubuh Megan pun melemas kembali setelah mencapai orgasmenya, namun Parjo masih terus menekan-nekan tubuhnya. Baru setelah dua menit ia mengerang sepertinya sudah mau orgasme juga, dibaringkanya tubuh gadis itu dan mencabut penisnya. Dia bermaksud ejakulasi di mulut gadis itu, namun belum juga sempat memasukkan ke mulutnya spermanya sudah berhamburan membasahi dada, leher, dan wajahnya. Buru-buru Megan meraih penis yang masih memancarkan isinya itu dan memasukkan ke mulutnya, penis itu menyusut dalam mulutnya dan semburan ‘lahar’nya semakin lemah hingga akhirnya berhenti. Parjo terkulai lemas di sebelahnya setelah penisnya dibersihkan. Megan yang meskipun masih lelah menggosok-gosokkan ceceran sperma di dadanya dengan jari, dia menoleh dan tersenyum kecil ke arah Imron yang duduk di atas kursi riasnya sambil merokok.
Mereka akhirnya mandi bersama agak berdesakan di dalam box shower di kamar mandi. Dalam kesempatan itu, Parjo yang nafsunya naik lagi menagih jatah sekali lagi. Megan berdiri bersandar pada tubuh Imron yang mendekapnya dari belakang sementara Parjo menggenjotnya dari depan sambil menopang paha kirinya. Imron yang sudah merasa cukup sejak kemarin hanya pegang-pegangan dan menyabuninya saja. Segar sekali rasanya mandi setelah bercinta setengah hari penuh sejak tengah hari kemarin. Imron dan Parjo pamit pulang setelah menjelaskan masalah kran di dapur yang ternyata ada pipa yang harus diganti. Dia berjanji besok akan datang lagi membawa pipa baru.
“Non mau ngapain nih abis ini ?” tanya Imron sebelum pulang.
“Yah, saya rasa saya mau istirahat panjang hari ini, soalnya capek sekali” jawabnya.
Sejak itu Megan makin hanyut dalam petulangan seks yang liar dengan Imron, bahkan dia pernah mengajak Julia, sepupunya yang sedang berwisata ke Indonesia dan mengunjunginya terlibat threesome. Hubungan itu berlangsung selama kurang lebih dua bulan ke depan menjelang habisnya masa studi Megan di Indonesia. Dia pun kini harus pamitan pada teman-temannya dan tidak lupa dengan Imron ketika hendak pulang ke negeri asalnya. Barang-barang yang tidak dibawa pulang dibagi-bagikannya pada teman-temannya dan kepada Imron, Megan memberikan sepeda yang telah menemaninya selama setahun itu yang juga pernah ditambal oleh Imron yang menjadi awal hubungan gelap mereka.
###
Sehari sebelum pergi Imron memberikan sebuah amplop pada Megan. Itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena Megan berangkat ke bandara besoknya jam sebelas ketika Imron masih bekerja.
“Jangan dibuka dulu yah Non sebelum sampai ke Amerika” pesannya yang dibalas gadis itu dengan anggukan dan senyum.
Di rumahnya di Amerika ketika membongkar barang-barang bawaannya, ia menemukan surat dari Imron yang langsung dibukanya untuk dibaca. Wajahnya masih senyum-senyum ketika membaca beberapa kalimat pertama, namun senyuman itu mulai hilang ketika membacanya lebih jauh surat itu yang berisi,
“Buat Non Megan:
Terima kasih banyak buat sepedanya yah, Non. Bikin saya lebih gampang kalau mau kemana-mana. Lumayan juga, sepeda mahal kayak gini gak bakal bisa kebeli kalau pakai gaji saya yang sekarang. Kalau lihat sepeda ini pasti jadi keinget sama Non Megan yang cantik, toh pertama kali bisa deket sama Non Megan juga gara-gara sepeda ini. Duh, ngapain juga dulu saya tusuk bannya ya? Kalau tahu ini sepeda bakal dikasih ke saya, pasti dulu gak saya tusuk, sayang banget, ha ha ha. Saya mau minta maaf, Non. Dulu sayalah yang nusuk ban sepeda Non Megan sampe bocor, habis, gimana lagi bisa bikin Non Megan lewat jalan sepi itu sendirian? Ntar temen saya gak bisa ngerampok Non Megan kan? Ha ha ha! Iya, Non. Perampok yang dulu menyerang Non Megan itu temen saya juga, namanya Maman, dia kirim salam, katanya sayang sekali dia belum sempat mencicipi memek Non yang harum itu. Kapan lagi sih Non ke Indo? Siapa tau dia bisa saya ajak threesome sama Non, dia belum pernah ngerasain ‘hamburger amrik’ lho, ha ha ha. Dia bilang sayang banget kalau Non Megan ditusuk pake pisau, mending juga ditusuk-tusuk pakai kontol, ha ha ha! Saya setuju banget tuh.
Gimana, Non? Pasti bingung kan? Ha ha ha, dasar bule goblok! Mau-mau aja dikibulin orang lokal. Sejak pertama ketemu Non Megan, yang saya mau cuma memeknya doang. Non pikir saya orang baik yang gemar menolong? Dasar bule bloon, cantik doang otaknya gak dipakai. Saya ini udah pengalaman nidurin mahasiswi kampus, Non, jangan dikira Non doang yang udah pengalaman! Semua jenis cewek udah saya cicipi, tapi baru kali ini saya bisa ngerasain lezatnya anak ayam import kayak Non Megan sama Non Julia, mungkin kayak gini yah yang namanya ayam goreng kentucky itu? Ha ha ha, lumayan juga, bisa nutup impian jadi bintang pilem porno bikinan Vivid, ha ha ha. Ya udah, cuci dulu itu memek sampe bersih ya, Non. Siapa tau besok kalau ada waktu pulang ke Indonesia bisa kencan sama saya lagi. Di balik surat ini ada foto-foto yang saya ambil waktu Non tidur, foto telanjang lah, mudah-mudahan gak keberatan, tapi foto-foto ini bakal saya sebar di kampus, pasti banyak dosen pembimbing Non Megan yang tertarik sama foto bugil ini, ha ha ha. Jangan heran kalau besok pulang ke sini banyak orang yang nawar Non untuk dikerjain semalam.
Gak tau kenapa, tapi kalau lagi naik sepeda, yang keinget malah waktu nunggangin Non Megan, ha ha ha! Dasar cewek bule bloon, gampang banget sih diajak ngeseks! Saran saya yah, Non gak usah nerusin kuliah lagi deh kan buang-buang duit mahal, lebih baik Non ngelamar jadi artis porno aja, saya yakin bakal sukses deh, hahaha. Oh iya, titip salam saya juga buat Non Julia yah, bilang saya kangen banget sama memeknya yang legit dan dadanya yang montok. Ok deh sampe segini dulu surat dari saya, bitch”
Megan tidak percaya menatap isi surat yang jelas-jelas menghinanya itu, tidak saja ia sudah diperdayai oleh penjaga kampus berwajah buruk yang dengan licik telah berhasil merebut perhatian dan menidurinya, tapi si busuk itu juga berniat membagi-bagikan foto telanjangnya ke kampus! Bagaimana nanti kalau sampai teman-temannya mendapatkan foto itu? Atau dosennya? Atau siapapun? Entah mau ditaruh di mana nanti wajah Megan, seluruh reputasinya bisa hancur. Dia sama sekali tidak pernah menduga orang baik yang telah dia percaya untuk menjadi partnernya di ranjang selama di Indonesia ternyata hanyalah seorang lelaki busuk telah menjebaknya dengan licik. Gadis cantik itu ambruk ke lantai dengan lemas, surat dan foto dari Imron disobek-sobeknya dengan gemas, airmatanya meleleh. Selamanya dia tidak akan pernah menginjakkan kaki ke Indonesia lagi.
Wahai, sekuntum bunga yang cantik
Yang dihancurkan oleh lebah perusak
Benar-benar sebuah kesalahan besar
Mengikuti tiupan angin timur.
#################################################
Nightmare Campus 12: My Guilty Pleasure
Gedung kuliah bersama, Universitas ******
“Uuhh-eemmhhh….aaahh!” desah gadis itu saat penis hitam Imron keluar masuk di vaginanya.
Gadis itu berdiri dengan sedikit menunggingkan pantatnya sambil kedua tangannya berpegangan pada meja dosen di ruang kuliah itu. Kaosnya telah terangkat hingga ke atas dada, demikian pula dengan bra-nya, sehingga tangan kasar Imron dengan leluasa menggerayangi kedua payudaranya.yang berukuran sedang dan padat berisi. Sementara bawahannya ia sudah tidak memakai apa-apa lagi, nampak celana sedengkul dari bahan jeans dan celana dalamnya tergeletak di sebuah bangku kuliah. Gadis itu merasakan putingnya semakin mengeras saja karena terus dirangsang oleh Imron dengan menggesek-gesekkan jarinya, memilin-milinnya atau memencetnya sehingga ia makin tak sanggup menahan desahannya. Sodokan-sodokan Imron pun semakin cepat menyebabkan meja tempat gadis itu menumpukan tangannya ikut bergetar. Mulut Imron mendekati wajahnya dari belakang, lalu ia disibakkannya rambut panjang itu ke sebelah. Sebuah jilatan pada telinganya membuat gadis itu bergidik geli, lidah itu terus menggelitik telinganya yang sensitif lalu turun menciumi tenguknya. Imron menghirup leher gadis itu yang tercium aroma harum parfum berkelas. Wajah si gadis semakin bersemu merah pertanda dilanda birahi tinggi.
“Non Sieny…ganti gaya yah !” kata Imron setelah sepuluh menitan menggenjot gadis itu dalam posisi berdiri.
Gadis yang dipanggil Sieny itu mengangguk, Imron menarik lepas penisnya dari vagina gadis itu lalu mendudukannya di tepi meja.
“Bajunya lepas aja Non” katanya seraya melucuti satu-satunya pakaian terakhir yang masih menyangkut di tubuh indah itu.
Sieny mengangkat kedua lengannya membiarkan kaos itu melolosi tubuhnya, kini yang tersisa di tubuhnya tinggal kalung, jam tangan, dan cincin yang melingkar di jari manisnya. Sebuah jeritan kecil meluncur dari mulutnya ketika Imron kembali melesakkan penisnya ke vaginanya. Sambil menggenjot, Imron mendekatkan wajahnya ke wajah Sieny, namun gadis itu memalingkan wajah sepertinya risih dicium si penjaga kampus itu. Sekali lagi Imron mencoba melumat bibir gadis itu, kali ini ia tidak bisa menghindar lagi, si penjaga kampus itu berhasil memagut bibirnya dan memegangi kepalanya. Imron terus menjilati bibir gadis itu yang terkatup seolah terpaksa menerima ciumannya. Rangsangan yang menjalari seluruh tubuh membuat Sieny akhirnya luluh juga, bibirnya mulai membuka dan membiarkan lidah Imron menyapu rongga mulutnya. Dari mulutnya yang berpagutan terdengar desahan-desahan yang tertahan. Tanpa malu-malu gadis itu melingkarkan tangannya memeluk pria seumuran ayahnya itu sehingga tubuh mereka menempel erat. Mereka terlibat percumbuan yang sangat panas, lidah mereka saling beradu dan saling belit sampai air liur menetes-netes di pinggir bibir.
Tak lama kemudian mereka pun saling melepas ciuman karena merasa nafasnya makin berat. Imron mendorong sedikit tubuh Sieny ke belakang sehingga punggungnya dengan meja membentuk sudut 45 derajat. Dengan posisi demikian payudara gadis itu semakin membusung, Imron pun segera mencaplok payudara kanannya dengan mulutnya, bagian kasar lidahnya menggeseki puting kemerahannya sehingga semakin tegang dan menghantarkan lebih banyak rangsangan ke seluruh tubuh, belum lagi hisapan-hisapan Imron pada gumpalan daging kenyal itu.
“Aahhh…Pak…enak !” erang Sieny dengan wajah menatap langit-langit.
Sementara di luar sana matahari semakin tenggelam dan langit mulai gelap, semakin sedikit cahaya yang masuk ke ruang kuliah itu melalui jendela kaca sehingga suasana disana semakin remang-remang. Di tingkat empat gedung kuliah bersama itu hanya tinggal mereka bertiga di ruang kuliah itu. Bertiga?...ya bertiga, ternyata bukan hanya Sieny dan Imron yang di ruang itu, di sebuah bangku kuliah seorang pemuda sedang duduk dan mengisap rokoknya sambil menyaksikan liveshow di hadapannya. Sabuk dan resleting celana panjang pemuda itu telah terbuka, tangannya yang lain masuk ke dalam mengocoki penisnya. Pemuda itu nampak sangat terangsang, ia semakin cepat mengocok penisnya dan mengisap rokoknya semakin terburu-buru. Imron semakin ganas menyetubuhi Sieny yang kini telah terbaring di meja, kedua buah dadanya berguncang-guncang dengan keras seirama goyangan tubuhnya, rambut panjangnya yang coklat terjuntai kebawah. Imron menjulurkan tangannya meremasi payudara yang menggemaskan itu tanpa memperlambat sodokannya.
“Gua udah mau…aaahh-ah…Pak…Wil, gua keluar…aahh!” erang Sieny makin menjadi.
“Sama Non…hhuugh…uuhh…Bapak juga!” Imron menghentakan pinggulnya semakin cepat sampai tumbukan selangkangan mereka menghasilkan bunyi tepukan.
Tubuh Sieny mengejang tak terkendali sambil mengeluarkan erangan panjang dari mulutnya. Cowok yang sedang menontonnya merasa kepala penisnya makin basah, adegan di depan matanya itu sangat melambungkan birahinya.
“Uaahh…dikit lagi Non!” lenguh pria itu mempercepat sentakannya.
“Di luar Pak…please…di luar…aahh!” pinta gadis itu lirih.
Imron semakin tak tahan dengan kontraksi dinding vagina gadis itu yang meremas-remas penisnya disertai siraman cairan kewanitaannya yang hangat. Sambil mendesah panjang Imron mencabut penis itu dari vagina Sieny, spermanya bercipratan membasahi perut dan permukaan kemaluan gadis itu yang ditumbuhi bulu-bulu yang tercukur rapi.
“Ooohh!” erangnya sambil mengocok penisnya sendiri hingga menyusut dan semprotan spermanya berhenti.
Sieny tergolek lemas di meja dengan bercak-bercak sperma di perut, kemaluan dan pahanya. Buah dadanya naik turun seirama nafasnya yang terengah-engah. Pemuda itu yang kelihatannya semakin horny memapah gadis itu turun dari meja dan mendudukannya di bangku tempatnya duduk tadi.
“Selesaiin yang gua Sien!” pintanya seraya menyodorkan penisnya yang telah dia keluarkan dari balik celana dalamnya.
Ia meraih penis itu lalu membuka mulut dan memasukkan penis pemuda itu ke mulutnya, diemutnya sambil menggerakan kepala maju-mundur.
Tidak sampai lima menit, pemuda itu sudah mengerang nikmat, tangannya memegangi kepala gadis itu. ‘Cret…cret…!’ penis itu beberapa kali menyemprotkan sperma di dalam mulut Sieny. Gadis itu berkonsentrasi melakukan hisapannya, dari gayanya sepertinya ia sudah mahir melakukan jurus penutup itu. Tidak setetespun cairan sperma pemuda itu meleleh keluar dari sela-sela bibirnya. Penis itu berangsur-angsur menyusut dan pemiliknya menarik lepas benda itu dari mulut Sieny.
“Aaahh…yess!” dengusnya dengan menghembuskan nafas panjang.
Ia memasukkan kembali penisnya yang telah bersih itu ke balik celana dalamnya lalu menarik kembali celana panjangnya yang melorot.
“Tissu dong!” pinta Sieny pada pemuda itu dengan suara lemas.
Pemuda itu membuka tas jinjing wanita yang diletakkan di sebuah bangku kuliah dan mengeluarkan sesatchet tissu yang lalu ia berikan pada gadis itu.
“Makasih Pak, inget ini rahasia kita yah!” pemuda itu menjabat tangan Imron.
“Iya saya juga terima kasih, nggak nyangka bisa dikasih kesempatan main sama Non Sieny yang cantik ini” timpal Imron membalas jabatan tangannya.
Sieny diam saja, sepertinya ada ganjalan di hatinya. Setelah mengelap keringat dan membersihkan ceceran sperma Imron dengan tissue, ia mulai memunguti pakaiannya dan memakainya.
“Nih Pak buat Bapak!” pemuda itu menyodorkan selembar uang 50.000 pada Imron, “ingat ya Pak, ini cuma antara kita bertiga, en cuma seks, Bapak ngerti kan?”
“Hehe…iya Den beres deh pokoknya, gak usah kuatir” Imron terkekeh dan menolak dengan halus pemberian pemuda itu.
“Ah, udah, ambil-ambil nih!” pemuda itu memaksa menaruh uang itu di tangan Imron, “tadi itu seru banget, anggap aja terima kasih” Imron pun akhirnya menerima uang itu.
Setelah Sieny selesai berpakaian dan merapikan kembali rambutnya, pemuda itu mengajaknya pergi. Mereka pun berpamitan pada Imron dan meninggalkan ruang kuliah itu, Sieny masih nampak canggung ketika permisi pulang. Sebuah seringai mesum dan jahat mengembang di wajah Imron setelah kedua muda-mudi itu meninggalkannya.
“Hehehe…nambah satu lagi, yang namanya rejeki, gak dicari pun kalau udah waktunya bakal datang sendiri” soraknya dalam hati.
Suatu kejadian yang cukup unik menurutnya ketika sore tadi memergoki pasangan itu sedang bermesraan di dalam mobil di basement parkir. Tadinya ia bermaksud memeras mereka dengan tujuan bisa menikmati gadisnya seperti yang biasa ia lakukan. Namun tanpa disangkanya, meskipun mereka awalnya kaget karenat tertangkap basah, si cowok itu malah menawarkan padanya untuk bersetubuh dengan pacarnya dengan ditonton olehnya. Gadis itupun setuju saja meskipun malu-malu dalam melakukannya. Mereka bilang kebetulan ingin mencoba variasi seks dengan melibatkan pihak ketiga. Terbukti perasaan Willy, pemuda itu, campur-aduk antara cemburu, tegang, dan horny, melihat pacarnya sendiri disetubuhi oleh orang lain. Setelah membereskan ruangan itu dan keluar, ia mengunci pintu dan melangkahkan kakinya menyusuri koridor yang telah sepi sehingga suara langkah kakinya terdengar. Imron berjalan pulang dengan hati puas sambil memikirkan cara menikmati gadis itu di kemudian hari dan menjadikannya sebagai budaknya.
“Heh Ron, mau pulang nih?” sapa Encep, si satpam kampus, ketika Imron melintasi pos satpam di dekat gerbang samping kampus.
“Iya duluan yah, sendirian lu nih malem? Si Kahar udah balik ya?” Imron balas menyapa.
“Ada kok, di dalem sana tuh, lagi hanget-hangetan” jawab Encep memelankan suaranya dan nyengir mesum.
“Oh…jadi lu disuruh jaga nih ya?” Imron tersenyum lebar, “sama sapa tuh?”
“Sama anaknya Pak Heryawan yang cantik itu loh, gua lagi nunggu gilliran nih, dah ngaceng nih titit daritadi huehehe”
Imron menempelkan telunjuk di depan bibir tebalnya, lalu berjalan mendekati pos satpam yang tirainya ditutup itu. Ia menekan handle pintu perlahan-lahan dan mendorongnya tanpa menimbulkan suara. Di dalam pos ia mendengar bunyi-bunyi wanita mendesah tertahan dan gumaman pria dari balik tembok tak berpintu tempat ganti baju dan dipan untuk beristirahat. Ia pun melangkahkan kakinya mengendap-endap ke sumber suara. Melalui sebuah cermin berukuran setengah badan yang tergantung di dinding Imron melihat pantulan adegan panas dari seberang cermin itu. Di atas dipan nampak Ivana sedang duduk menyamping di pangkuan Kahar yang asyik melumat payudaranya. Gadis itu hanya tinggal memakai bra biru muda yang telah terangkat ke atas dan rok yang juga tersingkap, sementara si satpam itu hanya tinggal memakai celananya saja. Sambil menyusu, tangan Kahar mendekap tubuh gadis itu dan meremas payudaranya yang sebelah dan tangan satunya sedang menyusup masuk ke balik roknya. Ivana mengapitkan paha menahan geli karena tangan itu menggerayangi selangkangannya.
“Ssshhh…Pak, jangan…nngghh!” erang Ivana, tangannya memegangi tangan si satpam yang merogoh masuk ke dalam roknya, namun tak kuasa menahan gerakannya. Lidah satpam itu menjilati sekujur payudaranya hingga basah kuyup, lalu bergerak lagi menciumi samping tubuhnya, diangkatnya lengan gadis itu agar bisa menjilati ketiaknya yang tak berbulu dan menyebabkan gadis itu merinding geli karena sensasinya.
“Ngentot melulu lo…bukannya jaga!” sahut Imron yang tiba-tiba muncul.
Kontan keduanya pun terkejut bak disambar petir, Ivana sempat menjerit dan refleks menutupi dadanya yang terbuka.
“Ngehe lu Ron! masuk ga bilang-bilang terus nongol kaya setan!” omel Kahar yang wajahnya sempat tegang karena kaget.
“Ehehehe…sori, sori, gua lagi jalan pulang, sekalian mampir sini” kata Imron menenangkan, “udah sana terusin aja, gua ga ikutan kok, capek…eh, Har, bagi rokok dong!”
“Hu-uh, dasar, gua kira sapa…tuh ambil aja di saku gua!” katanya seraya menoleh ke kemeja satpamnya yang tergantung di gantungan baju.
Ivana menatap kesal pada pria yang baru datang itu, tidak akan pernah hilang dari ingatannya bagaimana pria itu memerasnya dengan skandal ayahnya hingga ia terjerumus ke lembah nista seperti sekarang.
“Eehh…jangan Pak…nanti!” pintanya ketika Kahar memeluk kembali tubuhnya.
“Ah Non ini, kita semua kan udah pernah sama-sama ngentot malu apa sih!” kata Kahar menaikan lagi gadis itu ke pangkuannya.
Kahar mengangkat rok gadis itu lalu tangannya merogoh masuk lewat bagian atas celana dalamnya. Wajah Ivana memerah dan matanya berkaca-kaca, ia sangat malu dan terhina diperlakukan seperti pelacur seperti itu. Desahan lirih keluar dari mulutnya ketika jari-jari si satpam menyentuh bibir vaginanya sementara tangannya yang satu meremasi payudaranya. Imron terkekeh melihat adegan mereka sambil menyelipkan sebatang rokok ke bibirnya lalu menyalakannya.
“Non Ivana udah 4 bulan gini kok masih malu-malu yah hehehe!” ejek Imron.
“Makannya gua suka yang gini Ron, namanya malu-malu kucing nih tapi kalau udah naik goyangnya asyik, bikin gua nafsu!” timpal Kahar.
Telinga Ivana sungguh panas mendengar ejekan mereka yang merendahkannya itu, namun bagaimanapun ia tak sanggup berbuat apapun untuk melawan, kadang di saat seperti ini ucapan-ucapan tak senonoh itu diakui atau tidak malah membuatnya terangsang. Sebagai budak seks ia sudah terbiasa dengan semua itu dan dalam hati kecil ia pun menikmatinya walau kadang nuraninya menjerit, si penjaga kampus bejat itu telah menjeratnya dengan erat seperti jaring laba-laba dengan skandal ayahnya dan dirinya sehingga sulit baginya untuk lolos. Ia memalingkan wajah ke samping, tidak kuasa menatap Imron yang memandanginya dalam kondisi demikian.
“Baru mulai Har?” tanyanya dengan menghembuskan asap dari mulut.
“Iya seperempat jam kali, taunya lu datang ngagetin” jawab Kahar sambil terus menggerayangi tubuh gadis itu, “lu sendiri abis main juga? Kok ga ikutan?”
“Hehehe…bisa dibilang gitu, ya cape kerja juga sih, cape beresin lapangan baru dipakai tanding tadi siang”
Kedua pria bejat itu ngobrol-ngobrol santai diiringi desahan Ivana yang semakin dilanda birahi karena jari-jari si satpam yang terus keluar masuk di vaginanya. Barulah setelah rokoknya habis, Imron bangkit berdiri dan pamitan.
“Ok deh, gua pulang dulu deh, mau mandi seger terus istirahat” pamitnya, “Non Ivana saya tinggal dulu yah biar lebih enjoy” katanya seraya mengangkat dagu Ivana hingga wajahnya menengadah ke arahnya.
Imron menunduk dan melumat bibir gadis itu, mata Ivana terpejam menahan jijik, namun lidahnya sedikit beradu ketika lidah pria itu menjilatinya. Air mata menetes dari sudut matanya namun di saat yang sama birahinya bergolak menuntut kepuasan. Imron mencumbunya selama tiga menitan sambil tangannya juga meremas payudaranya hingga akhirnya dia melepas pagutannya lalu berbalik badan.
“Dah cabut dulu yah, moga puas!” katanya sambil melambai.
“Wei sekalian bilang tuh ke si Encep jaganya yang bener, kalau orang lain masuk kan gawat!” sahut Kahar.
Imron tidak menjawabnya dan berjalan keluar dari pos satpam itu. Setelah pamitan pada Encep ia pun meneruskan perjalanannya kembali ke rumah kontrakannya. Malam itu ia tidur dengan puas karena berhasil menambah nama baru dalam daftar korbannya.
#########################
“Sien…jangan diem aja gitu dong, gua kan cuma mau mewujudkan sensasi kita aja” kata Willy di mobil sambil memegang tangan pacarnya, “gua tetap sayang ke lu, gak akan ada yang berubah, tadi itu cuma seks, ya kan?”
Sieny terdiam beberapa saat, lalu menyahut, “Iya gua tau itu…tapi gimana yah kaya ada yang ngeganjel di hati, lu tau kan sebelumnya gua belum pernah ngelakuin sama yang lain selain lu, jadi ya…gimana gitu, gua juga susah omongnya, apalagi ngelakuin sama orang yang kaya gitu”
“Coba lu bedain seks sama perasaan deh, anggap aja dia itu vibrator” kata Willy, “lagian kan lu juga yang awalnya berfantasi pengen gituan yang hot dengan penis gede yang bikin ngegelepar kepuasan”
Sieny mulai tersenyum ditahan mengingat fantasi gilanya yang pernah ia ungkapkan pada pacarnya.
“Tuh…tuh senyum apa, kok ditahan, horny lagi lu yah” goda Willy mengangkat wajah Sieny yang tertunduk malu menyembunyikan senyumnya, “omong-omong lu hot banget tadi loh, bener-bener bikin gua turn on, horny tapi cemburu, ga karuan dah pokoknya rasanya liat lu digituin sama tuh orang”
“Gila yah, liat gua digituin malah horny!” kata Sieny mencubit paha Willy.
Mereka akhirnya tertawa-tawa, saling cubit dan pukul ringan hingga akhirnya Willy menyuruhnya berhenti karena sedang nyetir.
“Lu juga berpikiran sama kan? Lu ga pake perasaan waktu main tadi?” tanya Willy meraih telapak tangan pacarnya.
“Ya nggak lah, gua juga cuma anggap itu seks aja, tapi grogi aja mungkin baru pertama kali gituan sama yang lain sih”
Hanya sepuluh menit dari kampus tak terasa akhirnya mobil yang mereka tumpangi telah tiba di depan apartemen Sieny. Gadis itu pun berpamitan dan bersiap turun.
“Sien” Willy memegang lengannya sebelum ia membuka pintu, mata mereka saling bertatapan, “gua sayang lu”
Mereka pun berciuman mesra sambil berpelukan, tangan Willy meremas lembut buah dada pacarnya dari luar pakaiannya. Tak lama kemudian mereka memisahkan diri karena sadar tempat itu cukup terbuka walaupun tidak banyak orang yang lewat.
“I love you too, Wil” Sieny tersenyum manis sebelum membuka pintu dan keluar dari Honda Jazz biru tua itu.
Setelah melambai pada mobil Willy yang meninggalkannya, Sieny pun berjalan memasuki pekarangan apartemen. Apartemen kelas menengah atas itu memang menjadi tempat tinggal beberapa mahasiswa perantauan dari Universitas ******** yang berduit. Sieny sendiri sudah menempati kamarnya di lantai delapan itu selama empat tahun sejak ia mulai kuliah.
‘Ting!’ lift yang dinaikinya telah tiba di lantai delapan.
Ia mengeluarkan kunci dan memasuki kamar itu, kamar yang termasuk standard room (kelas dua/menengah) itu mempunyai fasilitas yang lumayan, termasuk mini bar, ruang tamu dengan TV-nya, sebuah gudang, dan sebuah kamar beranjang double. Ia memasuki kamar dan menyalakan lampunya. Setelah menaruh tas jinjingnya, Sieny mulai melepaskan pakaiannya satu-persatu hingga bugil, kemudian ia juga melepaskan jam tangan dan cincinnya yang diletakannya di meja rias. Diraihnya kaos longgar dan celana pendek yang tergantung di balik pintu lalu keluar dari kamar menuju kamar mandi. Sebelum masuk ia memasukkan pakaian yang dipakainya tadi ke dalam keranjang cucian di sebelah pintu kamar mandi.
Sieny menyibak tirai bathtub dan masuk ke dalam, ia lalu menyalakan shower dan mengatur suhunya. Siraman air hangat dari gagang shower menerpa tubuhnya memberi rasa segar serta menghilangkan kepenatan dan lengket-lengket pada tubuhnya. Ketika mengambil sabun dari tempatnya tiba-tiba sebuah tangan hitam memegang tangannya dan tangan lainnya yang mendekap tubuhnya dari belakang meraih payudaranya.
“Pak Imron?” katanya saat menoleh ke belakang.
Pria itu tersenyum, tubuhnya yang berisi sudah telanjang bulat, sebuah bekas luka di dadanya memberi kesan macho, penisnya telah menegang maksimal. Ia terhenyak melihat keperkasaan pria itu sehingga pasrah saja ketika dipeluk erat. Desahan halus keluar dari mulutnya saat Imron mulai menyabuni bagian payudaranya. Imron menggosokkan sabun itu memutari gundukan payudara Sieny berujung pada putingnya yang ia gosok perlahan hingga menimbulkan seperti sengatan listrik kecil yang membuat darah gadis itu berdesir. Tangan Imron yang lain turun ke vaginanya dan mulai mengelusi bibir bawahnya. Sieny menggigit bibir bawah dan desahannya makin tak tertahankan. Jari Imron yang mengelus vaginanya melakukan gerakan menusuk secara tiba-tiba.
“Aahhh !!!” Sieny menjerit, ia terbangun dan menemukan dirinya sedang berendam di bathtub.
Buaian air hangat yang menyegarkan tubuh membuatnya setengah tertidur sampai memimpikan pria itu. Merasa sudah cukup berendam, ia pun bangkit dan keluar dari air, diraihnya shower untuk membasuh tubuhnya dari sisa-sisa sabun. Setelah mengeringkan tubuhnya dengan handuk ia memakai kaos gombrong dan celana pendek yang biasa dipakainya tidur itu, kaos itu menggantung sejengkal di atas lututnya menutupi celana pendeknya. Usai menggosok gigi dan mengeringkan rambutnya dengan hair-dryer ia keluar dari kamar mandi. Lampu-lampu ia matikan dan terakhir lampu sepuluh watt di atas ranjangnya, setelahnya ia menarik selimut dan memejamkan matanya.
Waktu menunjukkan pukul 7.50, belum terlalu malam memang, tapi ia sudah ingin tidur karena hari ini cukup melelahkan dari fitness ketika baru memulai hari, dilanjutkan mencari-cari bahan skripsi yang melelahkan lalu menunggu dosen pembimbingnya untuk mengkonsultasikan skripsinya, terakhir persetubuhan liar di ruang kuliah yang menjadi pengalaman baru dan mendebarkan baginya tadi. Sieny (23 tahun) sudah dua tahun lebih berpacaran dengan Willy (25 tahun), mahasiswa dari universitas lain yang juga ternama, ia mengenal pemuda itu melalui seorang temannya di dugem ketika acara campus night. Itu adalah pacaran yang ketiga kali baginya namun pada pemuda itu lah ia menyerahkan keperawanannya. Willy sendiri sudah tidak perjaka ketika itu, ia pernah bercinta dengan pacar sebelumnya dan beberapa wanita teman one night stand, semua itu ia akui pada Sieny. Pada awalnya Sieny ragu menerima cinta pemuda yang kata temannya termasuk playboy itu, namun karena pendekatan Willy begitu gencar, hati Sieny pun akhirnya luluh juga. Dari segi fisik Willy termasuk diatas rata-rata, demikian pula dari segi ekonomi, ia berasal dari keluarga menengah atas, sambil kuliah ia mulai merintis usaha dengan beberapa temannya membuka toko HP. Selama berpacaran mereka sudah melakukan hubungan badan dalam berbagai variasi dan gaya. Dua bulan yang lalu terlintas ide nakal di benak mereka ketika sedang menonton sebuah film hentai yang memperlihatkan adegan seorang wanita digangbang di hadapan suaminya, gadis itu menangis namun juga menikmati perkosaan atas dirinya sementara suaminya juga menontonnya dengan marah namun penisnya menegang. Mereka mengungkapkan fantasi masing-masing mengenai seks yang liar di luar batas imajinasi seperti di film-film dan membandingkan dengan kehidupan seks mereka yang mulai membosankan. Pada akhirnya terjadilah kejadian sore itu tanpa disengaja.
######################
Empat hari kemudian
Perpustakaan Universitas *******, jam 11.25
Siang itu sedang di perpustakaan, Sieny sedang mencari buku referensi untuk skripsinya di sebuah rak buku di sudut perpustakaan. Ia membuka-buka halaman buku tebal yang dipegangnya mencari apakah ada yang bisa dipakai.
“Cari apa Non? Mungkin bisa saya bantu?” sebuah suara pelan dari belakang disertai tepukan di pundaknya mengagetkan gadis itu, hampir saja buku yang dipegangnya terjatuh.
“Haduh Bapak, ngagetin aja” Sieny menghembuskan nafas sambil mengelus dada, “ada apa sih Pak?” ia masih agak malu memandang wajah pria itu mengingat peristiwa empat hari sebelumnya.
“Lagi bersih-bersih, kebetulan lewat sini aja terus ketemu Non” jawab Imron terkekeh, ia memegang kemucing di tangannya, pandangannya menyapu tubuh gadis itu dari ujung rambut hingga kaki membuatnya nervous.
“Masih inget Non yang kemarin itu? asyik yah?” tanya Imron dengan suara pelan.
“Udah ah Pak, jangan ngomong gitu!” sergah Sieny dengan wajah memerah, “saya lagi sibuk nih!” ia mengembalikan buku tebal itu ke tempatnya dan beralih ke rak lain untuk menjauhi pria itu.
“Please dong, pergi, jangan kesini!” doanya dalam hati setelah menjauhinya.
Diambilnya sebuah buku lain dan dibukanya, matanya melihat ke buku kadang melirik ke sampingnya sehingga ia bahkan tidak tahu apa isi buku itu. Jantungnya berdebar semakin cepat melihat Imron mengikutinya dengan berjalan santai sehingga tidak mengundang perhatian orang lain. Betapa ia berharap ada orang lain datang kesini agar pria itu tidak macam-macam lagi, namun saat itu perpustakaan tidak terlalu ramai terutama di deretan rak tempatnya berdiri. Memang tak jauh dari situ ada beberapa orang mahasiswa sedang membaca dan membuat tugas di sebuah meja panjang, namun mereka nampaknya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
“Non kayanya bingung? Atau mungkin Non malu ketemu saya?” tanya Imron di belakangnya sambil pura-pura membersihkan dengan kemucingnya.
“Pak, tolong jaga sikap dong!” kata Sieny dengan setengah suara tanpa menengok ke belakang, matanya terus melihat sekeliling takut kalau ada yang memergoki.
Sieny tercekat, nafasnya serasa berat ketika merasakan sebuah tangan meremas pantatnya. Ia terkejut dan malu namun tidak berani berteriak ataupun melawan.
“Jangan begitu Pak, tolong hentikan, ini tempat umum!” bisiknya pelan, wajahnya makin memerah.
Belum habis rasa kagetnya, Sieny sudah merasakan terpaan AC pada paha belakang dan pantatnya. Ternyata Imron telah menyingkap rok hitam selututnya dari belakang.
“Tenang Non, kita di sudut aman, mending Non awasin orang-orang di meja sana!” kata Imron dekat telinga gadis itu.
Tangan itu semakin berani meraba-raba paha dan bongkahan pantatnya yang membulat sempurna. Sentuhan erotis itu semakin mempermainkan perasaan Sieny antara takut, malu, marah, sekaligus horny, sesungguhnya dalam hati kecilnya pun ia masih ingin mengulangi sensasi persetubuhan empat hari yang lalu.
“Non seneng kan diginiin, saya tau Non pengen lagi” hembusan nafas pria itu terasa betul menerpa telinganya dan membuat bulu kuduknya merinding.
“Hhhmmhh…nggak Pak…jangan gini!” Sieny memohon dan berusaha menahan agar tidak mendesah.
“Nggak apa? Nggak salah maksudnya? Kalau Non ga suka kok diem aja bukannya kabur?”
Wajah Sieny makin merah mendengar ejekan itu, memang sebenarnya ia tinggal pergi saja kalau mau, namun entah mengapa ia tidak bisa…atau mungkin tidak ingin.
Imron menggerayangi semakin jauh, melihat tidak adanya penolakan dari Sieny ia bahkan berani menarik turun celana dalamnya. Ia menunduk dan memeloroti celana dalam putih beraksen pink itu perlahan-lahan sambil mengelusi paha mulus gadis itu. Sieny sendiri walaupun mulutnya terus meminta Imron berhenti, entah mengapa malah mengangkat kakinya membiarkan celana dalamnya dilolosi pria itu. Setelahnya Imron berdiri lagi dan memasukkan benda itu ke saku celananya. Kembali disingkapnya rok selutut itu dari belakang, kini Sieny semakin merasakan dingin pada paha, pantat, dan selangkangannya. Tangan Imron dari pantat mulai merambat ke bawah diantara kedua pada gadis itu.
“Ssshhh…eemm!” Sieny mendesis lirih sambil menggigit bibir bawah begitu jari-jari pria itu menyentuh bibir vaginanya.
Ia terus mengawasi keadaan di seberangnya melalui celah-celah rak walaupun matanya merem-melek dan pandangannya mulai tidak fokus. Sekilas terlintas lagi di memorinya ketika melakukan seks kilat di toilet hotel ketika menghadiri sebuah undangan pernikahan, namun sensasinya masih kalah dibanding yang sekarang ini, di tempat umum yang jauh lebih terbuka. Seumur hidup belum pernah terpikir melakukan aktivitas seksual di tempat seperti ini, penuh risiko dan memicu adrenalin yang mendatangkan kepuasan tersendiri. Imron terus menggosok-gosokkan jarinya pada vagina Sieny sambil pura-pura membereskan buku agar tidak memancing perhatian orang lain. Sieny merasakan semakin becek di bawah sana, apalagi kini jari pria itu mulai menyusup ke vaginanya melakukan gerakan memutar-mutar seperti mengaduk. Semakin tidak tahan saja ingin mendesah sejadi-jadinya kalau saja tidak ada siapa-siapa, kening dan dahinya mulai mengeluarkan keringat walaupun udara disitu ber-AC, wajahnya pun semakin merona menahan nikmat.
“Pak…stop, ada yang kesini!” Sieny memperingatkan dengan setengah suara ketika melihat di kejauhan sana seorang mahasiswa berjalan mendekati tempat mereka.
Imron bereaksi cepat buru-buru mengeluarkan tangannya dari antara paha gadis itu, rok itu pun kembali jatuh menutupi pahanya. Kemudian ia melangkahkan kaki menjauhi gadis itu dengan berlagak merapikan buku seolah tidak terjadi apa-apa, demikian pula Sieny yang berpura-pura membaca buku di tangannya walaupun tidak tahu apa yang dibacanya. Mahasiswa berkacamata itu ternyata memang benar menuju ke daerah itu, ia mencari-cari sesuatu diantara deretan buku-buku, namun ia pergi tak lama kemudian karena tidak menemukan apa yang dicarinya. Sieny sempat nervous ketika pemuda itu memperhatikan dirinya sejenak, ia takut orang itu tahu apa yang barusan terjadi, padahal pemuda itu hanya mengagumi kecantikannya seperti halnya pria-pria lain.
“Pak celana dalam saya kembaliin dong!” pintanya sambil menghampiri Imron dengan bersandiwara seperti sedang mencari buku.
Imron saat itu mengulum dan menjilati jari-jarinya yang belepotan lendir.
“Eeemm…gurih Non!” katanya yang membuat Sieny mengerutkan dahi, “susul aja saya ke atap, kalau saya kembaliin disini keliatan orang kan gawat Non, disana aman”
“Eh…Pak !” protesnya, namun ia tidak berani bersuara lebih keras melihat Imron yang lalu berbalik badan dan meninggalkannya.
Kurang ajar benar pria ini pikirnya dalam hati, tapi tadi itu…sungguh membuatnya seperti melayang. Sieny termenung beberapa saat lalu memutuskan keluar dari perpustakaan untuk menyusul penjaga kampus itu. Hatinya berdebar-debar saat melewati orang-orang yang ditemuinya, ia khawatir bagaimana jika ada yang menyadari bahwa ia tidak memakai celana dalam dan selangkangannya basah.
Sieny masuk ke lift dan menekan tombol 14, lantai teratas gedung itu sebelum atap. Lift itu pun membawanya naik, semakin lift itu bergerak naik, semakin tegang perasaannya. Pintu lift membuka, hanya tinggal dia sendiri di dalamnya, yang lain telah turun di lantai sebelumnya. Lantai ini hampir tidak ada pengunjung pada hari-hari biasa karena hanya terdapat teater, yang biasanya dipakai untuk acara seminar, drama, atau pertunjukkan, Sieny sendiri jarang menginjakan kaki di lantai ini. Tempat itu begitu sepi sampai suara sepatu haknya ketika melangkah pun terdengar jelas. Ia bahkan tidak tahu dimana jalan menuju ke atap namun tetap melangkahkan kakinya ke belakang teater sambil mengira-ngira disanalah tempat yang harus ditujunya. Akhirnya sampailah ia ke belakang panggung dan menemukan sebuah tangga besi yang menuju ke sebuah pintu yang setengah terbuka. Langkahnya terasa semakin berat dan detak jantungnya semakin cepat saat menaiki satu demi satu anak tangga itu. Didorongnya pintu itu perlahan dengan tangan sedikit gemetar. Ia melongokkan kepalanya keluar, tapi tidak ada siapapun di luar sana. Baru pertama kalinya bagi Sieny menjejakkan kakinya di tempat tertinggi di kompleks universitas ini. Gadis itu berjalan keluar, angin disana cukup besar juga sampai rambutnya yang diikat dan roknya melambai-lambai tertiup angin.
“Non Sieny!” sebuah suara memanggilnya dari atas, “saya kira nggak dateng”
Gadis itu menoleh ke arah tangki air melihat Imron menuruni tangganya.
“Hahaha…maaf ngagetin, saya tadi meriksa air sambil nungguin Non!” katanya sambil memegang kedua lengan gadis itu.
“Pak saya kesini cuma mau minta kembali celana dalam saya!” Sieny menepis tangan pria itu dari lengannya.
“Santai Non…santai, Non baru pernah kesini kan? Kenapa gak nikmati dulu pemandangan dari sini?” kata Imron dengan tenangnya, “kita juga bisa mengulang yang kemarin itu disini”
“Jangan macam-macam Pak, ini kelewatan!” Sieny mulai kesal, suaranya mulai meninggi.
“Lho macam-macam gimana Non, kan Non sama pacar Non yang ngajakin juga!”
“Itu cuma seks, tolong Bapak mengerti dikit dong!” tangkisnya
“Nah itu dia, seperti yang Non bilang, cuma seks, kita kan ngelakuinnya hanya berdasarkan nafsu, gak ada cinta-cintaan dan Non nikmatin banget kan?” balas Imron, “kenapa kita gak mengulang lagi kan cuma seks, saya gak suruh Non putus sama pacar Non, Non sama saya juga gak saling cinta ya kan !” Imron mencecarnya sambil mendekati Sieny yang tidak bisa menjawab dan hanya bisa mundur-mundur hingga terdesak ke arah tangga tangki air, “saya tau Non juga pengen nyobain lagi main sama saya, cuma malu, ya kan?”
Betapa merah dan panas wajah gadis itu, ia merasa dirinya ditelanjangi oleh Imron yang mengetahui hasrat liarnya.
“Saya…bukan perempuan kaya gitu!” bantahnya dengan wajah tertunduk malu.
Imron membelai pipi Sieny dan mengangkat dagunya, ditatapnya wajah gadis itu yang bingung. Tiba-tiba Imron dengan cepat menempelkan bibir tebalnya pada bibir gadis itu, mata Sieny terbelakak kaget, ia mendorong dada pria itu namun tangan Imron yang lain sudah keburu memeluknya erat. Imron mengangkat paha kiri Sieny hingga sepinggang menyebabkan gadis itu secara refleks memeluk tubuhnya agar tidak jatuh. Setelah itu barulah dia sadar kenapa malah memeluk pria ini?
Imron terus merangsang gadis itu dengan mengelus-elus pahanya yang terangkat dan menjilati bibirnya. Perlahan-lahan bibirnya pun mulai membuka, lidah Imron langsung masuk dan menyapu langit-langit mulutnya. Sieny yang tadinya meronta mulai pasrah, darahnya berdesir karena permainan lidah dan elusan pada pahanya. Merasa mendapat lampu hijau, Imron meraih kancing kemeja kuning gadis itu dan mepretelinya satu-persatu dengan cepat tanpa melepas ciuman. Nafas mereka semakin mendengus dan menggebu-gebu. Jantung Sieny semakin berdegub ketika merasakan telapak tangan kasar pria itu menyusup ke balik bra-nya dan meremas payudaranya dengan gemas.
“Eemmhh…eemm!” gadis itu melenguh tertahan karena tangan si penjaga kampus itu meremas pantatnya dan menimbulkan sensasi geli.
Ciuman Imron mulai turun ke dagunya, lalu ke leher membuat gadis itu semakin gelisah, terlebih tangan pria itu kini merambah kemaluanya yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi.
“Pak…oohh…jangan Pak!” desah Sieny antara menolak dan tidak.
Jari-jari Imron menyusup ke labia mayoranya dan mulai menggosok-gosok klitorisnya. Sieny merasa kakinya sudah tak bertenaga hingga tubuhnya bersandar sepenuhnya pada tangga besi di belakangnya. Tiba-tiba Imron mengangkat tubuhnya, pantatnya didudukkan di salah satu anak tangga di belakangnya, ia agak terkejut dan buru-buru berpegangan pada besi penyangga sudut untuk menjaga keseimbangan. Kini tubuhnya terduduk agak tinggi dengan dada sejajar wajah pria itu. Imron melepaskan kancing bra-nya yang terletak di depan sehingga tereksposlah sepasang gunung kembar berputing merah itu. Terpaan angin di atas gedung itu semakin terasa pada tubuhnya yang semakin telanjang. Baru pernah ia merasakan bercinta di tempat seperti ini.
Mulut Imron langsung mengarah ke payudara Sieny begitu bra itu terbuka. Lidahnya menjilati dan mengisap gundukan daging kenyal itu secara bergantian. Gadis itu mendesah lirih sambil tangan kanannya menekan kepala Imron ke dadanya. Imron mengigit-gigit kecil puting kemerahan itu sehingga semakin keras dan pemiliknya keenakan. Sementara itu tangannya masuk ke dalam rok diantara kedua paha gadis itu, tangan itu merayap perlahan mengelusi paha mulus itu hingga akhirnya menyentuh vaginanya lagi. Kurang lebih lima menitan Imron menyusu sambil mengais-ngais vagina Sieny lalu ia menurunkannya dari tangga. Sieny menyandarkan punggungnya ke tangga itu dan mengatur nafasnya yang turun-naik, birahinya sedang tinggi-tingginya akibat rangsangan pada sekujur tubuhnya tadi. Imron membuka sabuk dan resletingnya di hadapannya celana panjang itu pun melorot, Sieny menelan ludah melihat tonjolan penis dan zakar dibalik celana dalam pria itu.
“Hehe…liat ini Non!” kata Imron memegang batang penisnya yang baru dikeluarkan dari balik celana dalam, “Non ingat kan pernah ngerasain ini?”
Wajah Sieny menegang terpaku melihat penis hitam besar yang kepalanya kemerahan dan disunat itu.
“Ayo dipegang dong Non!” pintanya sambil nyengir mesum.
Sieny merinding, hatinya berkecamuk seribu satu perasaan, apakah ia harus melanjutkan sejauh ini? Apakah sudah terlalu jauh terjerumus dalam fantasi liarnya sendiri? Ia sungguh bingung sehingga tak bisa berkata apapun. Melihat mangsanya bimbang, Imron mengambil inisiatif, diciumnya pipi Sieny perlahan sambil tangannya meraih tangan gadis itu dan diarahkan ke penisnya. Gadis itu diam, tanpa sadar tangannya sudah menggenggam penis itu.
“Oh God!” jeritnya dalam hati ketika membelai batang itu.
Benda itu begitu panjang dan keras, terasa benar tonjolan urat-uratnya, denyutnya, dan aliran darahnya. Kalau dibanding milik Willy, kekasihnya, ini jauh lebih perkasa. Imron menggerakkan tangan gadis itu mengocoknya.
“Pake mulut Non, disepong, emut seperti permen!”
“Nggak…saya nggak mau!” ini adalah penolakan keduanya, kemarin waktu dikelas itu Sieny juga menolak mengoral penis itu, ia merasa tidak pantas melakukannya pada orang lain selain Willy, apalagi pada penis yang hitam dan kepalanya kemerahan itu, rasanya geli dan jijik.
Namun kali ini seperti ada dorongan dalam dirinya yang tidak dimengertinya, ia seolah menjadi hamba yang bersedia menuruti apapun yang diminta tuannya. Mulutnya memang berkata tidak, tapi ia diam saja ketika pria itu menekan bahunya dan menyuruhnya berlutut. Kini penis itu hanya lima centi di depan wajahnya, lubang kencingnya seperti mulut pistol yang menodong padanya.
“Ayo Non, rasain, jangan malu-malu, kan ini cuma seks kata Non juga!” kata Imron.
Dengan sedikit Sieny menciumi penis dalam genggamannya itu, ada rasa asin dan aroma tidak enak sehingga ia memundurkan kembali kepalanya.
“Jangan ragu, ayo Non harus jilat, emut, rasain enaknya!” perintahnya sambil menahan kepala gadis itu.
Sungguh ia merasa dilecehkan, apa haknya si penjaga kampus itu memerintahnya seperti itu, memangnya dia siapa? Tapi ia tetap melakukannya, ia tidak mengerti mengapa harus seperti itu, apakah hasrat liar telah sedemikian menguasainya hingga melupakan harga diri dan martabatnya sebagai wanita terpelajar dan berstatus menengah atas.
Sieny memulai dengan mengulum buah pelir pria itu yang ditumbuhi bulu-bulu tebal sambil memijati batang penisnya dengan tangan. Gila…setan apa yang telah merasukinya, ia merasa jijik, benci dan muak pada dirinya, namun dorongan untuk meraih kepuasan bersama pria ini begitu besar. Ia melanjutkan servis oralnya dengan menjilati sekujur batang itu yang berurat, bentuknya yang panjang dan keras itu membuat libidonya semakin terpacu, ia membayangkan bagaimana bila penis yang sudah menegang dengan perkasa itu sekali lagi mengoyak-ngoyak dirinya.
“Uuhhh…sedap Non, bener-bener ahli, udah pengalaman ya Non?” desah Imron sambil mengelus rambut indah Sieny.
Jilatannya akhirnya sampai ke ujung penis Imron yang disunat dan mirip jamur itu. Lidahnya menjilati wilayah itu, teknik yang biasa dipraktekannya pada pacarnya yang membuatnya mengerang keenakan, Imron pun tak terkecuali, ia menceracau tak karuan merasakan sensasi geli dan nikmat akibat sapuan lidah gadis itu pada kepala penisnya. Kemudian Sieny membuka mulutnya untuk memasukkan penis itu.
“Hhmmm…mmm!” terdengar gumaman dari mulut Sieny yang sedang mengulum penis si penjaga kampus itu.
Kepalanya bergerak maju-mundur sambil memegang batang itu. Sambil mengisap ia memutarkan lidahnya mengitari kepala penis itu sehingga membuat Imron semakin keenakan. Dipeganginya kepala gadis itu dan sesekali ditekan seakan menyuruhnya memasukkan penis itu lebih dalam lagi ke mulutnya. Ada mungkin seperempat jam Sieny melakukan oral seks terhadap pria itu sampai merasa pegal pada mulutnya, maka ia menggunakan tangan mengocok batang itu dan mengurangi kulumannya. Ia merasakan batang di dalam mulutnya itu semakin berdenyut saja.
Imron yang masih ingin mereguk kenikmatan lebih banyak tidak ingin orgasme secepat itu, maka ia pun menarik lepas penisnya dari mulut Sieny dan meraih lengan gadis itu untuk mengangkat tubuhnya hingga berdiri. Dengan agak kasar dan buru-buru memepetnya ke tangga tangki air. Sieny agak terkejut dengan gerakan yang tiba-tiba itu namun ia pasrah mengikuti permainan yang dipimpin gemilang oleh si penjaga kampus itu. Ia membalas ciuman Imron dengan aktif ketika pria itu melumat bibirnya. Imron menyingkap rok yang menutupi tubuh bagian bawahnya, penisnya kini telah bersentuhan dengan kemaluan gadis itu. Dengan bibir tetap saling berpagutan, ia mendorong pinggulnya hingga penisnya melesak masuk ke dalam vagina gadis itu. Keduanya mengerang merasakan alat kelamin mereka saling beradu. Imron menggenjotnya dengan mengangkat paha kiri gadis itu, sementara Sieny bersandar ke belakang dengan kedua tangan terangkat dan berpegangan pada anak tangga diatasnya.
“Mendesah aja Non…merintih sepuas Non, kita diatas, ga ada siapa-siapa, ekpresiin kenikmatan ini sepuas Non!” kata Imron melihat Sieny yang cenderung menahan-nahan suara desahannya dengan menggigit bibir.
Sieny pun melepaskan dengan liar segala derita birahi yang melandanya, ia mendesah dan merintih histeris, suaranya menyatu dengan hembusan angin di atap gedung. Tubuhnya menggelinjang menjemput kenikmatan, pinggulnya turut bergoyang dalam irama nafsu birahi yang menerjangnya. Sebuah seringai terpancar di wajah Imron melihat mangsanya yang sudah berhasil ditaklukan. Cengkraman erat vagina Sieny pada penis Imron yang besar dan perkasa itu menyuguhkan sensasi luar biasa pada diri mereka masing-masing, terutama Sieny yang merasakan kenikmatan ini jauh lebih dahsyat yang dibanding dengan pacarnya sendiri.
Imron melepaskan pegangan gadis itu pada anak tangga dan diletakkan ke bahunya yang bidang. Lalu tiba-tiba ia mengangkat kaki gadis itu yang satunya lagi, Sieny pun terkejut dan spontan memeluk leher pria itu agar tidak jatuh. Dengan penis masih menancap di vagina, ia menggendong gadis itu dengan menopang pantatnya dan berjalan perlahan-lahan.
“Mau apa Pak?!” tanya Sieny bingung.
“Pindah tempat Non, biar bisa sambil liat pemandangan” jawabnya menyeringai.
Ternyata Imron membawanya hingga ke pinggir atap yang dilindungi oleh tembok setinggi pinggang orang dewasa dan ke atasnya oleh pagar kawat setinggi semeter lebih. Imron memepetkan tubuh gadis itu ke pagar kawat lalu meneruskan genjotannya.
“Oohh…aakkhh…uugh!” desah Sieny makin tak karuan.
Ia menolehkan wajah ke samping dan melihat pemandangan di bawahnya, mobil-mobil yang lalu-lalang di jalan depan kampus nampak kecil seperti mainan, demikian juga orang-orangnya. Sungguh suasana bercinta nan eksotis, baru pertama kali ia mencobanya di tempat terbuka dan ketinggian seperti ini.
“Enak kan Non ngentot di atas gedung?” tanya Imron yang dijawab Sieny dengan anggukan, “pernah main yang seru gini sama pacar Non?” tanyanya lagi.
“Nggak Pak…eenngghhh…uuhhh !” jawab gadis itu di tengah desahannya.
Tubuh Sieny makin menggelinjang, lendir yang keluar dari kewanitaannya semakin banyak dan menyebabkan penis itu semakin lancar menusuk-nusuknya. Hingga pada suatu titik ia merasakan tubuhnya menggigil dan kontraksi otot vaginanya semakin cepat, ketika sudah diambang orgasme itu, Imron melah menurunkan frekuensi genjotannya hingga akhirnya berhenti sama sekali.
Sieny merasa tanggung namun ia sungkan mengatakan isi hatinya. Imron menurunkan tubuh gadis itu hingga kakinya kembali menyentuh tanah, kemudian membalikkan tubuhnya. Kini Sieny dalam posisi menghadap pagar kawat sehingga bisa melihat langsung pemandangan dari ketinggian di depan matanya, ia menyangkutkan jari-jarinya diantara celah-celah kawat pagar, pantatnya agak menungging ke arah Imron.
“Non masih mau kan?” tanya Imron dekat telinganya sambil membuka sabuk dan resleting rok gadis itu, rok itu pun meluncur jatuh dan bawahannya sudah tidak tertutup apapun lagi, “mau kan Non, jawab dong!” tanyanya lagi, kali ini sambil meremas payudaranya.
“Iya…hhhsshh…mau Pak, mau!” tanpa malu-malu karena tak kuat menahan keinginan untuk orgasme, Sieny menjawab terengah-engah.
Kembali Imron menjejali vagina gadis itu dengan penisnya yang masih tegak dan keras. Sambil bepegangan pada pinggang ramping gadis itu Imron terus menyodok-nyodokan penisnya. Sentakan-sentakan kuat itu menyebabkan tubuh Sieny ikut bergoncang-goncang, demikian pula pagar kawat tampatnya bertumpu. Desahan-desahan nikmat keluar dari mulutnya, matanya setengah terpejam sambil melihat ke bawah, ia membayangkan bagaimana kalau saja orang-orang di bawah sana melihat ke arahnya atau mungkin ada yang sedang meneropongnya dari gedung lain. Sungguh rasa penasaran, hasrat dan gairahnya yang terpendam tertumpah semua saat itu. Tangan pria itu merambat ke atas hingga memegang payudara kanannya, meremas, lalu menggesek-gesek putingnya dengan jari-jarinya. Sieny semakin tak sanggup menahan gelombang birahinya, ia semakin melenguh-lenguh dan nafasnya semakin memburu, sebentar lagi puncak kenikmatan itu akan dicapainya. Namun pada momen menentukan itu, sekali lagi Imron menghentikan genjotannya, pria itu memang sedang mempermainkan birahinya.
Sieny terpaksa menggerakkan sendiri pinggulnya agar tetap bergesekan dengan penis pria itu yang kini tersenyum penuh kemenangan.
“Non emang doyan kontol yah, Non suka kan sama kontol saya hehehhe!” ejek Imron yang membuatnya semakin malu.
“Nggak Pak…nggak…aahhh…jangan omong gitu...aahh!” Sieny menggeleng dan membantah ejekan Imron yang sangat melecehkannya itu.
“Habis apa Non…saya tau Non jenuh sama pacar Non…Non juga lebih puas main sama saya betul kan!?’ cecarnya kali ini sambil menjilati daun telinga gadis itu yang beranting.
“Tidak…eengghh…saya bukan…”
“Pelacur” sergah Imron sambil menusukkan penisnya dalam-dalam, “ya Non emang bukan pelacur, Non itu budak seks, budak dari hasrat liar Non sendiri!”
Sieny tidak bisa berkata apa-apa lagi untuk membalasnya karena memang perkataan Imron memang benar dan sejujurnya ia sangat menikmati persetubuhan dengan si penjaga kampus itu sejak kontak pertama mereka tiga hari lalu, pria itu begitu mahir memuaskannya dengan gaya dan variasinya yang khas.
“Dengar ya Non, saya bisa ngeliat Non sebenarnya punya hasrat liar, Non pengen memek Non dimasukin kontol siapa aja, tapi Non cuma malu karena dibatasi status sosial, ras, dan norma-norma umum, apa saya salah Non ? kalau semua itu gak ada atau kita lupakan sejenak Non mau kan ngentot sama siapa aja?”
“Itu nggak benar Pak…tidak…ahhh….ahh!” Sieny meraung-raung sambil tangannya memukul-mukul pagar kawat, baru kali ini ia ditelanjangi habis-habisan luar-dalam yang membuatnya direndahkan serendah-rendahnya namun disaat yang sama juga terangsang hingga titik puncak.
“Jangan pura-pura lagi Non, ini buktinya Non sendiri yang goyang seperti haus kontol gini !” Imron dengan kasar melepaskan kemeja dan bra yang masih menempel di tubuhnya, “lepasin, lepasin dulu Non semua batasan-batasan itu kalau Non mau ngerasain kenikmatan seks yang sempurna”
“Oohh…ayo Pak, puasin saya…saya…saya gak tahan lagi…mmhh!” Sieny akhirnya memohon supaya diantar ke puncak kenikmatan oleh si penjaga kampus itu.
Betapa malunya ia sampai harus memohon seperti itu, tapi memang ia sudah tak sanggup lagi menahan keinginan untuk orgasme.
“Jadi Non seneng kan ngentot sama saya?” Imron terus melecehkannya.
“Iya Pak…iya…aahh…seneng banget, tolong puasin saya!” ceracau Sieny membuang segala perasaan malu dan batasan-batasan itu seperti yang dikatakan Imron tadi.
“Non mau kan saya apain aja? Non mau jadi budak seks?” tanya Imron lagi tanpa menghentikan genjotannya.
“Iya…aahh…terserah Bapak aja!” erang gadis itu semakin tak bisa menahan nikmatnya.
Panas juga wajah dan telinga Sieny karena terus-terusan diejek begitu, terlebih ia tak bisa membantah apapun. Imron tertawa penuh kemenangan dan mempergencar genjotannya. Tubuh gadis itu tersentak-sentak dan makin terdesak ke pagar, payudaranya yang montok itu kini tertekan pada pagar kawat. Tidak seorangpun yang sedang lalu-lalang di bawah gedung atau jalan menyadari sedang terjadi adegan panas di ketinggian itu karena terlalu tinggi dan tidak terlihat, namun bagi kedua insan yang sedang berasyik-masyuk itu, setiap momen menjadi sensasi tersendiri. Desahan gadis itu semakin menjadi ketika gelombang orgasme itu kembali menerpanya, tubuhnya menggelinjang dahsyat seakan melepaskan segala nikmat yang tadi tertunda. Akhirnya ia mendesah panjang dan seluruh otot-otot tubuhnya mengejang, yang datang kali ini adalah multiorgasme sehingga tubuhnya berkelejotan tak terkendali, sungguh luar biasa seperti melayang ke surga saja rasanya, dari pengalaman seks selama dua tahun dengan kekasihnya saja belum pernah mengalami yang seperti ini. Matanya merem-melek dan pandangannya seperti berkunang-kunang selama terhempas gelombang orgasme itu, sensasi itu berlangsung selama 2-3 menit lamanya hingga akhirnya tubuhnya melemas seperti tak bertulang, kalau saja Imron tidak mendekapnya mungkin ia sudah ambruk ke tanah.
Saat itu Imron belum mencapai klimaks, ia melanjutkan hujaman-hujamannya terhadap liang vagina gadis itu. Lima menit kemudian barulah penisnya menumpahkan lahar panas di dalam vagina Sieny.
“Uuggghh…asyiknya!” lenguh Imron sambil menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan sperma.
Penis Imron masih menyodok vaginanya namun kecepatannya kian menurun. Di paha dalam Sieny nampak cairan kewanitaannya yang bercampur dengan sperma pria itu meleleh keluar dari selangkangannya. Setelah genjotan Imron berhenti, ia mendekap tubuh gadis itu dan mundur beberapa langkah lalu menjatuhkan pantatnya pada sebuah tembok pembatas. Dipangkunya tubuh gadis itu dengan penis masih menancap di vaginanya walau sudah mulai kendor karena mulai menyusut. Imron memeluknya sambil memijat pelan payudaranya. Sieny merasakan betapa banyak cairan orgasme yang keluar dan sperma Imron yang tertumpah di dalam sana hingga sebagian meleleh keluar dan terasa basah. Perlahan-lahan penis Imron mulai melembek dan akhirnya ia menurunkan gadis itu dari pangkuannya. Sieny merasa dirinya begitu menjijikan, apa yang dilakukannya barusan benar-benar seperti perempuan murahan yang haus seks, tapi toh segalanya sudah telanjur dan ia menikmatinya, apakah ini yang disebut guilty pleasure? Ia termenung dengan mata menatap langit biru seolah sedang menunggu jawaban dari atas sana.
“Ini Non pakaiannya, jangan bengong aja ntar masuk angin!” Imron yang telah memakai kembali celananya menyodorkan pakaiannya yang telah dia pungut.
Sieny tersadar dari lamunannya dan buru-buru menerima pakaiannya, ia mulai merasakan terpaan angin di itu membuatnya menggigil.
“Eh…Pak? Mana celana dalam saya, BH-nya juga kok hilang?” tanya gadis itu kebingungan karena tidak menemukan pakaian dalamnya.
“Saya pegang dulu ya Non, supaya kita bisa ketemu lagi.” Imron mengeluarkan kedua pakaian dalam itu dari sakunya sambil tersenyum lebar.
“Apa?! Cukup sampai sini Pak! Ini sudah kelewatan!” kata Sieny agak membentak.
“Weiss…weis…jangan marah gitu Non, tapi kalau cantik biar marah juga tambah cantik” Imron memegang dagu gadis itu dan menatapnya, “kita kan sama-sama menikmati Non, termasuk pacar Non juga, ingat yang saya bilang tadi lupakan batasan-batasan norma supaya bisa menikmati sepenuhnya, lepaskan hasrat liar Non sebebas-bebasnya”
Sieny memandang kesal padanya, ia mau tak mau harus menuruti keinginan bejat si penjaga kampus ini, namun diakui atau tidak sebenarnya ia masih ingin diperlakukan seperti budak seks olehnya.
“Gimana kalau besok sore kita bertemu lagi Non? Saya punya sesuatu yang lebih seru untuk Non” tanyanya
“Nggak…ga bisa, besok saya ada urusan”
“Kalau lusa bagaimana?”
“Mmmm…iya, tapi…tolong rahasiakan semua ini Pak, saya mohon” pintanya memelas.
“Saya tunggu Non di ruang multimedia gedung kuliah bersama, jam enaman aja, udah sepi” kata Imron membalik badan dan mengelus pantat gadis itu, “Oke, saya duluan, supaya ga ada yang curiga, kalau turun nanti jangan lupa tutup pintunya yah Non” sambungnya memperingati sambil berjalan menjauh.
Akhirnya tanpa mengenakan dalaman, Sieny memakai kembali kemeja dan roknya serta segera merapikan diri.
Setelah itu berbenah, Sieny beranjak dari tempat itu, ia merasa agak jengah tidak memakai dalaman di keramaian kampus seperti itu, putingnya terasa mencuat tegang di balik kemeja, untungnya tidak terlalu tipis dan warnanya biru langit sehingga tidak terlalu tembus pandang. Hal itu sekaligus menimbulkan perasaan tegang dan gairah yang menggebu-gebu. Ia tidak pernah membayangkan dirinya, seorang mahasiswi yang anggun dan modis, berani tidak mengenakan dalaman di kampus. Jantungnya semakin berdebar-debar ketika melewati serombongan mahasiswa yang sedang menunggu kuliah di sebuah koridor, terlebih ketika berpapasan dengan beberapa orang yang dikenalnya dan terpaksa menyapa. Sebenarnya sebagai salah satu bunga kampus ia sudah biasa diperhatikan dan dikagumi pria, namun karena saat itu sedang dalam keadaan tegang, tatapan pria di sekitarnya serasa menelanjanginya. Ia was-was apakah mereka tahu dirinya tidak memakai dalaman atau dapatkah mereka melihat belahan pantatnya tercetak di rok. Ia pun mempercepat langkahnya dan bersikap sewajar mungkin ketika harus menyapa orang, dalam hati ia berharap segera tiba di apartemennya. Sepuluh menitan jalan kaki dengan hati deg-degan akhirnya tiba juga di apartemennya. Begitu menutup pintu kamar ia langsung menghembuskan nafas panjang, lega sekali, rasanya seperti maling yang harus mengendap-ngendap agar bisa meloloskan diri tanpa diketahui orang saja. Ia menjatuhkan diri ke sofa empuk, matanya melirik ke meja melihat sekotak rokok dan lighter milik Willy yang tertinggal. Sebenarnya ia sangat jarang merokok bahkan berusaha menjauhinya akhir-akhir ini, namun tangannya meraih kedua benda itu. Diselipkannya sebatang rokok pada bibirnya yang tipis, lalu disulutnya dengan lighter. Puufff…mulutnya menghembuskan asap, pikirannya nerawang merenungkan kegilaan yang baru saja dilakukannya.
#############
“What!!....apa lu bilang? Jadi lu gituan lagi sama si penjaga kampus itu?” Willy terkejut ketika mendengar pengakuan pacarnya.
Saat itu mereka sedang di mobil dalam perjalanan menuju ke sebuah hotel untuk menghadiri sebuah undangan pernikahan salah satu teman. Sieny memutuskan untuk mengakui perbuatannya kemarin dengan penjaga kampus itu, namun ia tidak mengatakan bahwa pakaian dalamnya sedang disita oleh pria itu dan besok berjanji akan bertemu lagi, terlebih mengenai kepuasannya yang luar biasa melebihi ketika bercinta dengan kekasihnya, ia masih malu dan tidak enak mengatakan yang satu itu, ia sendiri merasa sudah melangkah terlalu jauh. Sedangkan Willy, entah mengapa, mendengar pengakuan kekasihnya itu ia malah terangsang dan bergairah walau ada rasa marah dan cemburu juga.
“Gimana awalnya Sien? dia apain aja lu?” tanyanya penasaran.
Sieny pun menceritakan dari awal ketika bertemu di perpustakaan hingga diajak naik ke tempat tertinggi di kampus itu. Penis Willy mengeras dan terangsang habis mendengar cerita pacarnya ini. Sambil mendengarkan tangannya menyingkap gaun malam Sieny dan mengelusi pahanya.
“Akhirnya dia kembaliin celana dalamlu Sien?” tanyanya setelah Sieny menceritakan persetubuhan di atap gedung itu.
“Eerrr…iya…akhirnya dia kembaliin!” ia harus berbohong di bagian ini karena tidak ingin Willy mengorek lebih jauh lagi.
“Wow…edan juga, lu bikin gua horny aja Sien” Willy menyusupkan tangannya lebih dalam hingga menyentuh kemaluan kekasihnya yang masih tertutup celana dalam.
“Aahh!” Sieny mendesah dengan tubuh bergetar, “udah ah…nyetir yang bener sana! Udah hijau tuh!” ia mengeluarkan tangan pacarnya.
Willy pun buru-buru menggeser gigi dan menginjak gas karena agak terlambat menyadari lampu telah menyala hijau.
“Duh mau apa lagi sih Wil?” Sieny meronta ketika Willy memeluknya setelah tiba dan memarkirkan mobilnya di sebuah tempat agak sepi di basement.
“Bentar aja Sien, gua horny berat nih!” sahut Willy sambil menyibak lebih tinggi rok kekasihnya dan menggelusi vaginanya dari luar, sedangkan tangan satunya menurunkan gaun itu lewat bahunya, payudara Sieny yang hanya tertutup cup pada gaun malam berdada rendah langsung terbuka.
“Ssshh…aaahhh, jangan dong Wil, tar ada yang liat…mmmhh!” gadis itu mendorong-dorong kepala kekasihnya yang asyik mengenyoti payudaranya, sepasang kaki jenjangnya saling bergesekan menahan geli akibat belaian pemuda itu pada selangkangannya.
Jemari Willy mulai menyusup lewat pinggir celana dalam kekasihnya, di dalam sana sudah lembab dan sedikit becek karena terangsang. Sieny menggeliat merasa seperti tersengat listrik ketika jari-jari itu mengelus bibir vaginanya lalu menyusup masuk ke dalamnya. Desahan seksi terdengar dari mulutnya membuat pemuda itu semakin gemas apalagi mengingat-ingat cerita barusan. Tangannya menarik lepas celana dalam Sieny yang menggerakkan kaki membiarkan celana dalam mini berwarna krem itu terlepas dan jatuh di lantai jok depan.
“Uuhh…jangan, ntar make up gua luntur!” Sieny menahan wajah Willy dan memalingkan wajah ketika pemuda itu hendak memagut bibirnya.
Willy mengerti alasan itu namun ia masih bernafsu, sebagai gantinya ia menurunkan gaun itu yang sebelah lagi. Sieny pun kini topless dan pasrah membiarkan pacarnya menikmati kedua payudaranya. Matanya tetap awas memperhatikan keadaan diluar, ia tidak ingin kepergok lagi seperti di kampus beberapa hari lalu. Ia pun berinisiatif menarik tuas jok dan mendorong sandaran dengan punggungnya agar bisa setengah berbaring.
Puas bermain-main dengan payudara kekasihnya sampai basah kuyup dan meninggalkan bekas cupangan, Willy mengangkat paha kanan kekasihnya itu lalu secepat kilat membenamkan wajah pada selangkangannya. Ia memainkan lidahnya menyentil-nyentil klitoris Sieny membuatnya semakin menggelinjang dan mengerang nikmat. Sieny tak sanggup menahan sensasi geli yang luar biasa di bawah sana, tangannya meremas-remas payudaranya sendiri dan mulutnya memanggil-manggil nama kekasihnya itu. Hingga akhirnya tubuhnya melengkung ke atas ketika orgasme itu datang. Willy melumat kemaluan pacarnya itu seperti mau menelannya, mulutnya menyedoti cairan orgasme yang keluar secara kontinyu. Sieny menahan diri agar tidak menjerit atau bergerak terlalu liar yang menyebabkan mobil ikut bergoyang dan mengundang perhatian.
“Udah Wil, kita terusin nanti aja yah!” Sieny mengangkat kepala cowoknya yang masih asyik melahap sisa-sisa cairan orgasmenya.
Ia cepat-cepat merapikan kembali gaunnya, namun ketika mengambil celana dalam dan hendak memakainya, Willy mencegahnya.
“Sien…jangan…gimana kalau lu ga usah pakai itu, supaya lebih seksi gitu” katanya, “pasti exciting banget kaya cerita lu tadi itu.”
“Hihihi…terserah lu deh, kayanya lu emang seneng ya yang kaya gitu” Sieny tertawa kecil dan tidak jadi memakai celana dalamnya.
Mereka pun keluar dari mobil bergandengan tangan menuju ruang pesta. Ketika tiba di pintu masuk tempat menulis buku tamu, Sieny merasa deg-degan juga dalam hatinya, namun ia dengan cepat membiasakan diri.
“Sien…kalau ada orang tau gimana tuh hehe!” bisik Willy.
“Sssttt…diem ah!” Sieny mencubit lengan pacarnya itu.
Selama pesta Willy begitu menikmati kecantikan kekasihnya dalam balutan gaun malam yang seksi dan tidak memakai dalaman. Ia bangga orang-orang memandang kagum pada pacarnya ini.
Akhirnya setelah makan dan potret bersama, mereka pun bersalaman dengan pengantin untuk pamit pulang. Namun keluar dari ruang pesta Willy bukannya menuju ke basement melainkan ke sebuah toilet di lorong hotel yang sepi.
“Mau kemana nih? Duh jangan cepet-cepet gitu dong, sepatu gua kan hak!” protes Sieny karena Willy berjalan cepat sambil menarik pergelangan tangannya, “oh no, please Wil, jangan…jangan, pesta udah mau bubar!” tolaknya menyadari kekasihnya ingin mengajak bercinta di toilet hotel seperti beberapa bulan lalu.
“Makannya cepet, gua udah kebelet banget!” kata Willy bersemangat.
Willy membuka pintu toilet pria, setelah memastikan di sana tidak ada orang lain lagi, ia menarik kekasihnya masuk ke dalam. Tempat itu seperti toilet-toilet di hotel berbintang pada umumnya, sangat bersih terawat dengan tiga tempat kencing berdiri, sebuah wastafel panjang, dan empat bilik. Willy membawa masuk kekasihnya ke bilik paling ujung. Tanpa buang-buang waktu lagi, setelah mengunci pintu ia segera mencuim bibir Sieny dengan ganas sambil tangannya membuka sabuk dan resletingnya terburu-buru. Pemuda itu pun memelorotkan celananya, lalu ia menyibak rok kekasihnya dan mengangkat paha kirinya. Ciuman Willy mulai turun ke lehernya, tiba-tiba, ‘bless…aaakkh!!’ Sieny menjerit kecil tanpa bisa tertahan saat sebuah benda tumpul menyeruak masuk ke vaginanya.
“Uuhh…Wil, jangan ngagetin dong, tar ada yang denger!”
Pemuda itu tersenyum saja dan mulai menggoyangkan pinggulnya menggenjot kekasihnya. Sieny merintih merasakan nikmat tak terkira, ia berusaha mengendalikan suaranya agar tidak terlalu keras. Genjotan Willy makin lama makin ganas, Sieny tidak tahan lagi sehingga ia melumat bibir pemuda itu agar erangannya teredam dan tidak kelepasan. Percintaan dalam situasi tegang ini sungguh menambah kenikmatan.
“Aah…Wil, gua udah mau!” desah Sieny dengan berbisik.
“Tahan Sien…kita keluar bareng ya” kata Willy mencoba mengatur tempo
Willy menggerakkan pinggulnya semakin cepat, terkadang ia memutar-mutar pinggulnya sehingga penisnya mengaduk-aduk vagina kekasihnya.
“Mmhh…gua ga tahan lagi…aahh…ahhh!” desahnya panjang diikuti dengan orgasmenya.
Tubuh Sieny menegang dan kepalanya menengadah ke atas. ‘cret…cret’ dirasakannya sperma kekasihnya tertumpah di rahimnya. Willy juga telah orgasme, tubuhnya mengejang dan memepet kekasihnya, nafasnya terengah-engah menikmati persetubuhan kilat yang baru saja mereka lalui. Keduanya melakukan French kiss sejenak lalu dengan cepat merapikan pakaian masing-masing.
“Rambut gua dah rapi kan? Muka gua aneh ga?” tanya Sieny setelah membenahi diri.
“Nah…dah beres, rapi lagi deh!” katanya seraya menyibak ke belakang beberapa helai rambut Sieny yang agak kusut.
Willy membuka pintu dan memantau keadaan di luar, setelah yakin masih sepi ia baru memanggil kekasihnya keluar. Mereka pun berjalan bergandengan tangan dengan hati plong karena baru menuntaskan syahwat masing-masing, mereka saling senyum pada pasangan masing-masing. Ketika mengantri keluar parkir mereka membahas permainan kilat barusan.
“Sien…gua jadi tambah nefsong aja tadi sambil ngebayangin lu dientotin orang-orang kelas bawah kaya yang lu ceritain itu” ucapnya.
Gadis itu memalingkan wajahnya ke jendela, ia malu sekali dan teringat lagi persetubuhannya dengan Imron dan janjinya besok.
“Kapan-kapan kita ajak si penjaga kampus lu itu lagi yuk, gua mau ngeliatin lu digituin lagi sama dia” usul Willy sambil meraih tangan kekasihnya, “gimana?”
Tanpa diduga Sieny menyentakkan tangannya hingga terlepas dari genggaman Willy.
“Cukup! Lu kira gua apaan sih!? Pelacur yang harus ngikuti fantasi gila lu!?” hardik Sieny dengan nada tinggi.
“Nggak Sien bukan gitu…tapi lu kan juga…juga…!”
“Gua juga menikmati? Lu mau bilang itu kan!? Lu kira waktu gua ngelakuin itu sama dia gua enak-enak aja gitu?? Tau ga sih kita ini tambah kebablasan!”
“Bukan tapi kan lu juga bilang pengen nyoba hal-hal baru waktu ml?”
“Iya tapi ini sudah kelewatan Wil, gua juga punya perasaan…bukan nafsu doang…lu pikir enak apa harus ML sama penjaga kampus di depan pacar gua?!” kata Sieny penuh emosi.
“Iya iya…sori Sien, gua emang kelewatan” Willy meminta maaf, ia memahami kemarahan pacarnya dari suaranya yang meninggi.
Willy baru sadar mobil di depannya sudah bergerak maju dan ia segera menginjak gas begitu mendengar mobil di belakang mengklaksonnya. Sepanjang perjalanan mereka diam membisu, pandangan Sieny hanya pada pemandangan di jendela mobil. Willy yang sudah hafal dengan sifat Sieny bungkam seribu bahasa sambil menunggu mood kekasihnya itu pulih. Tiba-tiba Willy merasakan ponselnya di saku celananya bergetar, ia segera mengambilnya dan menerima panggilan.
“Oohh gitu…jadi besok siang aja bisanya?” ia melayani pembicaraan di telepon sambil membawa mobil agak ke pinggir agar bisa menyetir lebih pelan.
Setelah beberapa saat berbicara, ia pun menyudahi pembicaraan dan menutup ponselnya.
“Sien, sori yah, gua emang kelewatan” katanya sambil menggenggam tangan kekasihnya, ia diam tidak menepisnya pertanda kemarahannya sudah turun “tapi lu kan masih harus ke kampus, kalau ketemu orang itu lagi harus gimana?”
“Gua coba ngehindar, lagian gua kan tinggal setengah tahun kurang lagi terus lulus, ke kampus cuma buat bimbingan aja,” jawabnya, “tadi kenapa?”
“Itu…kayanya besok siang udah harus ke Surabaya, tiketnya cuma ada jam itu”
“Lu ga lama kan disana?” tanya Sieny, “gua ga tau kenapa ada feeling gak enak aja jadinya”
“Gak kok, Jumat siangnya lamaran, sore gua udah balik” jawabnya mengenai masalah dirinya harus pergi menghadiri lamaran pernikahan salah seorang sepupunya.
Tak lama kemudian mereka pun sampai di depan gerbang apartemen Sieny. Awalnya Willy ingin ikut masuk dan bercinta sebelum besok pergi meninggalkannya, namun Sieny menolak dengan alasan perlu istirahat.
“Hati-hati yah besok!” katanya sambil mencium pipi pemuda itu sebelum membuka pintu dan turun dari mobil.
############################
6: 12, ruang dosen, gedung fakultas teknik
Dalam ruang yang lampunya sudah sebagian dimatikan itu, tubuh Diana terbaring di atas sebuah meja panjang dengan seluruh kancing kemeja terbuka dan cup bra tersingkap ke atas, demikian pula roknya yang sudah terangkat sampai pinggang dan celana dalamnya tergelatak di lantai. Sementara di sebelahnya, Imron sedang membungkuk dan melumat payudaranya dengan penuh nafsu.
“Eemmm….sssllrrppp….sssrrpp!” bunyi suara hisapan dan jilatan itu.
Mulut Imron berpindah mengisap payudara yang satunya, tangannya terus mengobok-obok vagina dosen cantik yang wajahnya mirip Olga Lydia itu, jarinya keluar-masuk dan menggeseki klitorisnya. Diana mendesah tertahan dengan tubuh menggeliat-geliat diterpa kenikmatan.
“Hehehe…gimana Bu, enak kan?” tanya Imron mengangkat kepalanya dari dada Diana dan tersenyum menjijikkan.
Perasaan malu dan kotor menyergap Diana, wajahnya memerah karena tak sanggup berbuat apapun melawan nafsu binatang si penjaga kampus itu. Begitulah nasibnya, seorang wanita baik-baik dan berpendidikan tinggi, juga seorang istri bagi suaminya, kini telah menjadi budak seks yang harus merelakan tubuhnya dipakai sekehendak hati pria itu.
“Sudah Pak Imron, saya suami saya sedang menunggu di rumah!” Diana memohon.
Ironis memang di hari ulang tahun pernikahan mereka ini, ia masih harus melakukan perbuatan terkutuk itu.
“Kan masih jam segini Bu, santai aja” kata Imron kalem, “lagian ibu kan lebih puas main sama saya daripada suami Ibu”
“Pak, jangan omong sem…hhhmmhh!” sebelum Diana menyelesaikan protesnya, Imron sudah melumat bibirnya memotong kalimatnya.
Anehnya, Diana malah membalas ciuman Imron, naluri seksnya telah bekerja mengalahkan akal sehatnya. Mereka berciuman panas sambil berpelukan, jari-jari Imron makin cepat mengorek-ngorek vaginanya.
Di tengah percumbuan itu, Imron merasakan ponselnya bergetar di kantung celananya, berhenti sekali lalu bergetar lagi. Ia menegakkan tubuh wanita itu hingga terduduk di tepi meja, lalu melepaskan ciuman tanpa menghentikan permainan jarinya di vagina wanita itu. Tangannya yang satu mengambil ponsel di saku celananya, sebuah senyum tergurat di wajahnya melihat dua kali misscall nomor tak dikenal di ponselnya.
“Aaakkhh…aahh!” Diana semakin tidak tahan karena jari-jari Imron semakin cepat keluar masuk vaginanya.
Akhirnya dengan sebuah desahan panjang menandai ia mencapai orgasmenya, dipeluknya Imron dengan erat. Cairan kewanitaannya meleleh keluar membasahi meja di bawahnya. Tak lama kemudian tubuh Diana pun melemas lagi, pelukannya terhadap Imron mengendur dan nafasnya ngos-ngosan. Imron menarik jarinya dari vagina dosen cantik itu lalu menjilati cairan yang membasahi jarinya.
“Lihat Bu, basah banget!” ucapnya sambil menunjukkan jari-jarinya yang basah, “Udah hari ini segini aja, Ibu boleh pulang, saya juga ada perlu.”
Diana bengong juga mendengar Imron melepaskannya, ia bersyukur Imron tidak berlama-lama menikmati tubuhnya hari ini karena ia telah berjanji pulang lebih awal untuk merayakan ulang tahun pernikahannya. Ia segera turun dari meja dan buru-buru membenahi diri.
“Hehe…Ibu sepertinya ngejar sesuatu, ada apa Bu?” tanya Imron sambil mengelus dagu dan mengangkat wajah Diana.
“Ini hari pernikahan kami, tolong Pak jangan persulit saya” kata Diana agak bergetar.
“Ooh…jadi gitu, pantesan Ibu pengen cepet-cepet…ya udah sana pulang!” kata Imron, “salam buat suami Ibu dari saya yah!” tangannya meremas pantat wanita itu dengan kurang ajar.
Diana hanya bisa memendam kekesalan melengos pergi meninggalkannya. Setelah itu Imron pun mematikan lampu dan keluar dari ruang itu serta menguncinya.
########################
Sieny duduk di bangku panjang lantai enam gedung kuliah bersama, hanya dirinya seorang diri di tempat itu. Lampu telah menyala menerangi koridor itu karena langit sudah mulai gelap. Ia baru saja pulang dari gym sore itu, tapi ia tidak segera pulang ke apartemennya, entah mengapa kakinya seperti melangkah sendiri membawanya ke kampus dan menunggu di tempat yang dijanjikan penjaga kampus itu kemarin lusa. Memang ada alasan menemui pria itu, yaitu meminta kembali celana dalam dan bra yang disitu itu, tapi benaknya terus terbayang-bayang saat-saat intim bersama pria itu dan terus terang….ia masih ingin merasakannya lagi.
“Lupakan segala batasan dan norma untuk meraih kenikmatan yang sesungguhnya” kata-kata Imron itu terus terngiang-ngiang di memorinya.
“No…no, gua kesini hanya mengambil barang gua yang dia sita!” batinnya sedang bergumul hebat.
“Kau budak seks, perempuan binal, gak punya harga diri, pezinah!!” seolah ia mendengar suara-suara yang berseru seperti itu padanya.
Betapa keresahan melanda hatinya, ia sendiri tidak tahu kenapa ia malah mengikuti ajakan pria itu bertemu. Kedua tangannya memeluk kepalanya sendiri dan menunduk ke bawah seperti orang sakit kepala.
“Tidak…aku bukan perempuan seperti itu…aku bukan pelacur!!” jeritnya dalam hati.
“Itu kan katamu Sien, buktinya ngapain kau menghubungi nomor yang dia berikan untuk memanggilnya, kau masih mau merasakan kontolnya kan Sien?! Kau memang budaknya, budak…budak…!!” suara itu terus mencecarnya sehingga ia tidak tahan menitikkan air mata.
Ia baru bangkit dari bangku dan baru memutuskan untuk pulang saja ketika penjaga kampus bejat itu sudah muncul dan menghampirinya.
“Aha…Non ternyata datang juga ya…saya kira gak bakal datang lagi!” sapanya, matanya menatap dari atas hingga bawah tubuh Sieny yang memakai kaos dan celana panjang ketat dari bahan jeans yang mencetak bentuk paha dan pinggulnya.
“Nggak Pak, sudah cukup, saya kesini buat minta kembali barang saya!” bantah gadis itu kesal.
“Sabar Non, sabar, pasti saya kembaliin kok…omong-omong Non ga enak badan? Saya liat kaya cape gitu sampe nunduk-nunduk” kata Imron dengan kalemnya.
“Cuma ambil itu aja Non? Atau masih pengen ginian lagi?” Imron menunjukkan jempolnya yang diselipkan diantara telunjuk dan jari tengah.
Wajah dan telinga gadis itu memerah karena kekurangajaran pria itu, ingin rasanya menamparnya tapi ia serasa tidak sanggup melakukannya.
“Gini Non, kita masuk aja dulu, bicarain di dalam, kan ga enak kalau kita keliatan orang disini!” Imron berjalan ke pintu dan membuka kuncinya.
Bak dihipnotis, Sieny menurut saja diajak masuk ke dalam, ia baru tersadar setelah mendengar suara pintu ditutup dari belakangnya. Ia menengok dan melihat pria itu tersenyum menyeringai padanya.
“Boleh saya minta barang saya Pak? Sudah cukup ini semua” pintanya dengan suara lemah, dalam hatinya masih bergumul hebat saat itu.
“Nanti pasti saya kembaliin, tapi Non tau gak saya ajak kesini untuk apa?” Imron mengeluarkan sebuah cd dari balik seragam karyawannya, “Saya pengen ajak nonton bareng ini!”
Walau resah melandanya, ia menurut saja ketika Imron menggandeng tangannya dan membawanya ke deretan tempat duduk yang berbentuk setengah lingkaran seperti tribun mini, di seberang deretan kursi tersebut terdapat layar besar untuk menampilkan gambar dari infocus di atas langit-langit. Ia mengambil tempat duduk di deretan agak belakang.
“Tunggu yah Non, saya stel dulu filmnya!” Imron menuju ke audio visual di belakang deretan kursi itu.
Infocus menyala menembakkan gambarnya ke layar. Film dari vcd yang ditunjukkan Imron tadi pun dimulai. Sieny terkesiap melihat adegan di layar yang memperlihatkan seorang wanita cantik duduk di sofa diapit dua orang pria setengah baya, yang satu berperut tambun dan satunya berpeci dan tubuhnya bongkok. Kedua pria itu lalu melucuti satu demi satu pakaian wanita itu yang hanya bisa pasrah tak berdaya. Wanita itu kelihatannya berusaha menutupi wajahnya dari sorotan kamera namun tangannya dipegangi oleh kedua pria yang mengerubunginya dan kamera tetap mengarah padanya. Si pria bongkok itu melumat buah dada wanita itu yang sudah terbuka sementara si pria tambun menggerayangi tubuh mulusnya sambil menciumi leher dan pundaknya.
“Hehehe…gimana? Seru kan Non?” tanya Imron menghampiri dan duduk di sebelahnya, “ini bukan film bokep biasa Non, ini nyata dan pemainnya ada di kampus ini, coba liat perempuan itu kan dosen disini, di ekonomi, namanya Rania.”
Penjelasan Imron membuat Sieny semakin tertegun dan tak sanggup berkata apa-apa. Pantas wanita itu sepertinya familiar, ternyata dosen disini, tapi bagaimana mungkin bisa terlibat film seperti ini? Seribu satu pertanyaan memenuhi benaknya, sudah sedemikian gilakah dunia ini?
“Itu yang bapak-bapak gendut masa Non juga ga tau?” tanya Imron lagi sambil memijat paha Sieny, gadis itu menggeleng, “itu kan Pak Dahlan, ketua jurusan arsitektur, ya dosen disini juga, ini syutingnya di rumah beliau, kalau yang pake peci itu pembantunya”
“Nggak…ini nggak mungkin Pak, gak mungkin dosen disini bikin film kaya gini!” kata Sieny menggeleng-geleng kepala tak percaya semua ini.
“Nggak mungkin gimana Non, ini nyata mereka melakukannya, sama seperti kita” Imron mendekap tubuh gadis itu dan meremas payudaranya.
“EEehh…jangan Pak!” ia meronta tapi hanya setengah hati.
Imron mulai mencium bibir Sieny, gadis itu mengelak tapi ia memegangi kepalanya, bibirnya yang tebal itu mulai menyapu lembut bibir gadis itu yang dikatupkan rapat-rapat.
“Santai Non, kalau tegang gini mana enjoy?” kata Imron sambil terus menciuminya.
“Jangan…mmhhh!” suara Sieny terpotong oleh pagutan pria itu.
Teringat lagi kata-kata Imron waktu itu, “Lupakan segala batasan dan norma untuk meraih kenikmatan yang sesungguhnya.”, ia pun memejamkan mata menikmati percumbuan itu. Imron begitu lihai mengobarkan nafsunya sehingga tanpa sadar gadis itu membalas ciumannya. Sieny merasakan pertahanannya runtuh sedikit demi sedikit, ia sendiri telah berjanji pada kekasihnya untuk menghindar dari Imron dan tidak melakukan perbuatan itu lagi, tapi ledakan birahinya dan kerinduannya akan kenikmatan seperti kemarin tidak bisa dibendung lagi, lagian toh kekasihnya juga yang pertama kali menyuruhnya bercinta dengan penjaga kampus ini.
“Maaf Wil, gua ga bisa nolak…gua ga punya kekuatan untuk itu!”
Imron melucuti pakaian Sieny satu-persatu hingga bugil, dipandanginya tubuh telanjang gadis itu dengan penuh kekaguman. Sementara itu gambar di layar sedang memperlihatkan Rania sedang mengoral penis dan tampak tangannya sedang mengocok penis yang lain. Kamera mensyutingnya secara close up sehingga terlihat jelas penis itu maju mundur seperti menyetubuhi mulutnya. Ketika sedang terpana menonton adegan itu, Sieny merasakan kedua kakinya direnggangkan. Ia melihat ke bawah, ternyata Imron telah berjongkok diantara kedua kakinya.
“Oohhh!!” tanpa buang waktu Imron sudah menjilati vaginanya yang becek sehingga membuatnya mendesah tak tertahankan.
Sieny menggeliat liar di kursi merasakan lidah penjaga kampus itu menyapu bibir vaginanya, menggelitik klitorisnya dan menyedotinya. Sungguh sensasi yang luar biasa apalagi sambil menyaksikan adegan panas di layar.
Sebuah tangan Imron menjulur ke atas dan mencaplok payudara kirinya, tangan itu mulai meremas dan memilin-milin putingnya. Nampak di layar Rania masih sibuk mengoral penis Pak Dahlan, si dosen bejat sementara Thalib asyik mengenyoti payudaranya sambil tangannya menggerayangi tubuh mulus itu.
“Yah Pak…eeenggh enak…aaahh!” desah Sieny tidak malu-malu lagi, ruang ini kedap suara sehingga ia tidak ragu-ragu mengeluarkan suaranya tanpa perlu ditahan-tahan.
Bukan hanya lidah pria itu yang beraksi di vaginanya, jari-jarinya pun turut bermain sehingga semakin membuatnya terbuai akan kenikmatannya. Berkali-kali lidah dan jari pria itu merangsang daging kecil sensitifnya. Hingga akhirnya tubuhnya mengejang dan ia mendesah panjang, Imron mengisap cairan orgasme yang memancar keluar dengan bernafsu. Kedua paha mulus gadis itu mengapit erat kepalanya karena menahan rasa geli dari gelombang orgasme ini.
“Ini baru pemanasan Non, masih banyak yang asyik!” Imron bangkit berdiri, mulutnya belepotan cairan orgasme gadis itu.
Sieny terbaring di kursi dengan nafas tersenggal-senggal, sementara Imron membuka celana di hadapannya. Ia tertegun melihat penis yang telah mengacung tegak itu mengarah padanya, sebelum diminta ia sudah terlebih dulu menggenggam batang itu mengikuti naluri seksnya.
“Bagus gitu manis, sekarang diemut kaya waktu itu yah!” Imron tersenyum sambil membelai rambut gadis itu.
Tanpa diminta lagi, Sieny membuka mulut dan memasukkan penis itu ke mulutnya, diemutnya. Ia menggerakkan lidah menjilati kepala penis itu lalu ke seluruh permukaannya membuat pemiliknya mendesah nikmat. Birahi mengalahkan rasa jijik dan malunya sehingga ia melakukan oral seks itu tanpa canggung lagi.
Sekitar sepuluh menit Sieny melayani penis Imron dengan tangan dan lidahnya, ia melakukan semuanya dengan lihai hingga akhirnya Imron menarik lepas penisnya.
“Sebentar Non”, katanya sambil mengeluarkan ponsel dari saku bajunya yang bergetar.
“O iya…iya Pak udah di depan yah, saya ga denger sori…oke sekarang saya buka ya!”
“Sekarang Non saatnya, dijamin Non ga akan lupa pengalaman ini!” katanya menyeringai sambil menutup ponsel.
“A-apa…apa maksud Bapak?” tanya Sieny.
“Yuk ikut saya Non, saya tunjukin!” Imron menarik lengan gadis itu dan menyeretnya.
Sieny walau bimbang tetap mengikuti kemana pria itu membawanya. ‘Tok-tok-tok!’ suara ketukan di pintu membuatnya terkejut dan takut.
“Siapa itu Pak, kita ketahuan” katanya dengan terbata-bata.
“Tenang Non, tenang, itu emang saya yang manggil kok, ini yang saya bilang kejutan itu” jawabnya santai, “sekarang Non bukain ya pintunya”
“Apa? Ini gila, saya gak mau Pak!” Sieny meronta dan menyentakkan lengannya yang dipegangi Imron namun pria itu terlalu kuat mencengkramnya, “lepaskan saya Pak, sudah cukup semua ini!”
“Eit…eit, kan Non sendiri yang pengen kenapa sekarang malah mau mundur?” Imron mendekap tubuh gadis itu untuk meredam rontaanya.
Tanpa mempedulikan penolakan dan rontaan gadis itu, Imron mendekap dan menyeret gadis itu ke pintu lalu dengan tangan yang satu ia membukakan pintu. Pak Dahlan dan si satpam Kahar yang muncul di depan pintu melotot lebar-lebar melihat Imron menyambut mereka sambil mendekap seorang gadis cantik yang dalam keadaan telanjang bulat.
Keduanya buru-buru masuk dan kembali menutup pintu, mereka melongo menyaksikan keindahan tubuh Sieny yang sengaja dipertontonkan Imron pada mereka dengan menelikung kedua tangannya ke belakang, payudaranya yang montok itu nampak makin membusung indah. Sieny sendiri juga terkejut karena salah satu orang itu tidak lain adalah ‘aktor’ yang filmnya sedang diputar di layar itu.
“Wah…wah…lu emang pinter pilih barang Ron, mantap bener satu ini!” Pak Dahlan berdecak kagum sambil meremas payudara kiri Sieny.
“Ini salah satu kecengan gua, akhirnya kesampaian juga impian gua, lu emang top Ron!” puji Kahar.
Sieny meronta berusaha melepaskan diri dari kerubutan tiga pria berwajah sangar ini, rontaannya baru berhenti ketika tangan-tangan kasar itu menjamahi tubuhnya. Birahi mulai kembali menguasai dirinya, apalagi lidah Imron menggelitik leher dan telinganya dari belakang. Baru kali ini ia melakukannya secara keroyokan, walau merasa harga dirinya benar-benar jatuh ia tak bisa menyangkal kenikmatannya.
“Namanya siapa Dik, kok Bapak jarang liat ya?” tanya Pak Dahlan tanpa menghentikan jamahannya di setiap lekuk tubuh yang indah itu.
“Sieny Pak” jawabnya lirih.
“Kocokin ini dong Non Sieny!” sahut Kahar membawa tangan gadis itu memegang penisnya yang entah kapan dia keluarkan.
Sieny menelan ludah melihat penis besar berurat itu, benda itu juga terasa berdenyut-denyut dalam genggamannya. Mmmm…tiba-tiba bibir Pak Dahlan sudah menempel di bibirnya, tanpa perlawanan, ia membuka bibir membiarkan lidah pria itu masuk dan bermain-main di mulutnya. Ia merasakan benar-benar menjadi budak seks yang dapat diperlakukan sekehendak hati ketiga pria ini, namun anehnya hal itu malah membuat gairahnya semakin naik.
Sieny makin tenggelam dalam permainan mereka, sedikit demi sedikit ia makin menyerahkan dirinya diperbudak oleh mereka. Ia berlutut dikerubungi ketiga pria bejat itu, tanpa diminta ia membukakan sabuk dan resleting celana Pak Dahlan lalu mengeluarkan penisnya dari balik celana dalamnya.
“Nah gitu baru pinter, udah lu didik berapa lama Ron, nurut banget nih cewek!” komentar Pak Dahlan sambil berkacak pinggang.
“Baru kok belum juga dua minggu, emang dasarnya doyan kontol aja, saya cuma ngajarin supaya ga malu-malu” jawab Imron.
Tawa memuakkan memenuhi ruangan ini disertai komentar-komentar yang menjijikkan yang membuat perasaan gadis itu makin campur aduk. Ia menjilati penis si satpam di genggamannya tanpa menghiraukan harga dirinya, penis itu dijilatinya dari ujung hingga pangkalnya sampai benda itu basah oleh liurnya.
“Wuih…nyepongnya jago nih!” sahut Kahar kembali disambut tawa yang lain.
Tak lama kemudian, Pak Dahlan yang hanya dikocok oleh tangan gadis itu meninggalkan mereka sejenak. Ia masuk ke ruang audio-visual lalu kembali dengan membawa sebuah bangku lipat.
“Ayo duduk sini Dik, Bapak mau jilat-jilat dikit dulu!” perintahnya.
Ketiganya membantu gadis itu yang sudah lemas duduk di kursi. Pak Dahlan mengambil posisi diantara kedua pahanya, ia membenamkan wajahnya di selangkangan gadis itu dan mulai melumat vaginanya. Sieny bergetar merasakan kenikmatan dari vaginanya yang dijilati lidah hangat dosen bejat itu. Imron menggerayangi tubuhnya dengan tangannya yang kasar, sesekali mulutnya nyosor menyusu pada payudaranya. Sementara ia juga masih harus melayani penis si satpam dengan mulutnya. Kenikmatan datang bertubi-tubi dari seluruh penjuru tubuhnya, ia baru merasakan nikmatnya digangbang seperti ini.
Sementara di layar nampak adegan Rania sedang menaik-turunkan tubuhnya yang dipangku Pak Dahlan dengan posisi memunggungi, si bongkok, Thalib terus mengenyoti payudaranya bergantian, sesekali ia juga melumat bibir dosen cantik itu. Kemudian kamera meng-close up alat kelamin Rania dan Pak Dahlan yang sedang menyatu, penis gemuk pria itu basah mengkilap akibat cairan persetubuhan mereka. Namun mereka yang di ruang itu lebih fokus pada Sieny daripada adegan di layar. Jilatan-jilatan Pak Dahlan pada klitorisnya membuat Sieny merasa tubuhnya seperti meriang, kedua belah paha mulusnya mengapit erat kepala pria itu karena menahan geli.
“Mmhh…eemmm!” desahan tertahan terdengar dari mulutnya yang sedang mengulum penis si satpam.
Sieny merasakan dorongan untuk memuaskan ketiga pria ini semakin besar. Ia dengan agresif memutar lidahnya mengitari batang penis itu, cukup sulit juga karena benda itu terlalu besar untuk ukuran mulutnya yang mungil. Ia semakin tak sanggup menahan rangsangan dari bawah sana, kewanitaannya semakin berdenyut dan siap mengucurkan cairan orgasme lagi seiring dengan jilatan dan hisapan Pak Dahlan yang makin intens.
“Asyik kan Non, Non suka kan?” bisik Imron di telinganya sambil tangannya mengelusi punggungnya yang mulai berkeringat.
Dengan penis si satpam yang masih di mulutnya, gadis itu mengangguk pelan, hilang sudah segala rasa malunya saat itu. Tak lama kemudian, Pak Dahlan menyudahi oral seksnya padahal saat itu Sieny sudah akan mencapai puncak, sehingga ia merasa tanggung. Pak Dahlan sebenarnya sudah tahu hal ini namun ia sengaja mempermainkan nafsu gadis itu.
“Yuk turun, cukup deh pemanasannya!” kata Pak Dahlan menurunkan tubuh gadis itu hingga terbaring di lantai beralas karpet hijau tipis.
Sieny mendesah lirih saat Pak Dahlan menggesek-gesekkan penisnya pada bibir vaginanya untuk mempermainkan nafsunya.
“Pakk…aahh!” desah Sieny ketika kepala penis itu menyundul-nyundul bibir vaginanya yang merekah dan becek, tangannya meraih batang penis itu seakan sudah tidak sabar ditusuk.
“Udah gatel yah Dik hahaha…udah pengen dimasukin kontol?” goda Pak Dahlan yang terus menggesek-gesek kepala penisnya.
“Iya Pak…ssshh…masukin Pak, saya kepengen!” jawab Sieny mengikuti dorongan birahinya.
“Non ini gatel banget ya, lu emang asli penakluk cewek Ron, salut gua!” puji Kahar.
“Udahlah ga usah banyak omong lagi, kita ngentot aja sampai puas!” kata Imron lalu melumat payudara kanan gadis itu.
Tubuh gadis itu menekuk ke atas dan mulutnya mengeluarkan desahan ketika penis gemuk Pak Dahlan masuk membelah bibir vaginanya, tangannya meremas rambut Imron yang sedang mengenyot payudaranya menahan nikmat.
“Uuhhh…gini nih kesukaan saya, memek yang legit, mantap banget deh!” komentar Pak Dahlan, sebuah komentar tak senonoh yang tidak pernah keluar bila sedang mengajar di kelas.
Sieny juga ikut menceracau tak karuan namun terhenti oleh pagutan Kahar pada bibirnya. Lidah si satpam beraksi sepuasnya di dalam mulut gadis itu. Sieny pun tidak tinggal diam, lidahnya turut beradu dengan lidah pria itu dan masuk ke mulutnya tanpa mempedulikan nafasnya yang tidak sedap karena bau rokok murahan. Sambil berciuman tangan Kahar tidak pernah absen menggerayangi lekuk-lekuk tubuh gadis itu. Ketika sampai di payudara, jari-jarinya mencubit-cubit putingnya hingga makin mengeras.
Pak Dahlan yang sedang menyetubuhi Sieny merasakan bahwa sebentar lagi gadis ini akan mencapai orgasme dari vaginanya yang semakin berkontraksi memijati dan menyedot penisnya. Lendir yang keluar dari kewanitaannya menyebabkan penis itu semakin lancar keluar masuk dan mengeluarkan bunyi kecipak, serta memberi kehangatan dan kenikmatan lebih bagi pemiliknya. Imron dan Kahar menyeringai melihat Sieny mendesah tak karuan di ambang orgasmenya.
“Non nafsu banget, Non ini perek atau mahasiswa sih? Diperkosa kok malah enjoy?” ejek Imron.
“Jawab Non…kita pengen tau jawabannya!” timpal Kahar mencubit putingnya melihat Sieny hanya memalingkan wajahnya yang memerah, sungguh memalukan rasanya, ia telah menjerumuskan dirinya sendiri sampai sehina ini tapi malah menikmati.
“Aahh…yahh…saya-saya…perek…saya cewek murahan!” Sieny menjerit kecil karena cubitan Kahar pada putingnya, jawaban itu pun terlontar begitu saja dari alam bawah sadarnya.
Sieny merasakan tubuhnya semakin mengejang seperti ada yang mau meledak di dalam sana, orgasmenya sebentar lagi akan tiba, ia mengepalkan tangannya dan bersiap mendesah sepuas-puasnya. Namun betapa kecelenya ia karena tiba-tiba Pak Dahlan menghentikan genjotannya sehingga ia tak jadi orgasme. Matanya yang sayu memandang pria itu dengan pandangan memohon agar menuntaskan yang telah ia mulai.
“Uuhh…ayo dong Pak, saya nggak tahan!” mohon Sieny dengan membuang segala rasa malunya karena sudah tak kuat menahan keinginan untuk orgasme.
Ketiga pria itu tertawa-tawa mendengar permohonan Sieny yang sudah takluk.
“Hahaha…jadi Dik Sieny udah ga tahan nih, pengen Bapak entot terus?” tanya Pak Dahlan mengejeknya.
“Iyah Pak tolong puasin saya!” keluh gadis itu sambil tangannya memegangi telapak tangan Imron yang meremas dadanya seolah memintanya terus merangsangnya dengan sentuhan-sentuhan erotis.
Pak Dahlan pun meneruskan genjotannya dengan lebih bertenaga. Sieny akhirnya mengejang saat gelombang orgasme datang menerpanya dengan dahsyat. Vaginanya berkontraksi cepat mengempot dan menghisap penis Pak Dahlan. Tubuhnya menggeliat dalam kerubutan ketiga pria itu. Pak Dahlan semakin mempercepat tempo genjotannya sehingga Sieny pun merasa tubuhnya terbang semakin tinggi. Dosen bejat itu pun akhirnya tak tahan juga, penisnya serasa diremas kuat oleh dinding vagina Sieny yang bergerinjal-gerinjal dan kehangatan cairan orgasmenya. Penisnya memuntahkan sperma hangat ke rahim gadis itu, ia menekan dalam-dalam penis itu selama mengeluarkan isinya hingga akhirnya penisnya menyusut lalu ditariknya lepas. Sieny merasa cairah putih kental itu masih meleleh keluar di sela-sela bibir bawahnya, tubuhnya masih lemas setelah orgasme tadi, ia memejamkan mata dan mencoba mengatur nafasnya yang sudah ngos-ngosan. Dalam waktu relatif singkat gairah Sieny timbul lagi karena cumbuan-cumbuan si satpam dan kenyotan Imron pada payudaranya, serta jamahan-jamahan tangan mereka. Melihat gadis itu sudah bangkit lagi nafsunya, tanpa buang waktu lagi Kahar segera menaikkan tubuh mulus itu ke pangkuannya. Penis itu melesak masuk ke dalam vagina Sieny diiringi desahannya, wajahnya menengadah dan mulutnya ternganga lebar. Penis besar berurat itu terasa sesak dan sedikit perih, namun kenikmatan yang melanda sekujur tubuhnya mengimbangi rasa sakit itu.
“Uufffhh…memeknya seret banget Non, enak!” dengus Kahar merasakan himpitan dinding vagina gadis itu yang ketat.
Erangan Sieny kembali memenuhi ruangan ketika pria itu mulai menyentak-nyentakkan pinggulnya ke atas dengan frekuensi semakin cepat. Kahar lalu membaringkan tubuhnya di lantai memberi tempat bagi Pak Dahlan, si dosen bejat itu, yang meminta Sieny melakukan cleaning service pada penisnya. Tanpa ragu, gadis itu meraih penis yang sudah setengah loyo dan basah itu dan mulai menyapukan lidahnya ke batangnya, lalu dimasukkan ke mulut, dikulum sebentar, demikian seterusnya dengan variasi yang membuat pria tambun itu merem-melek. Perlahan-lahan penis itu pun mulai mengeras lagi. Kini Sienylah yang lebih aktif memicu tubuhnya naik turun di atas penis pria itu mencari kenikmatannya, sementara Kahar tidak perlu lagi menyentakkan pinggul, ia hanya tinggal menerima enaknya sambil tangannya bergerilya menggerayangi payudara dan paha gadis itu. Tak lama kemudian, setelah membersihkan penis dosen bejat itu, Imron mendorong punggung Sieny hingga pantatnya lebih menungging.
“Lubang sininya ini masih nganggur kan Non, saya coblos yah!” katanya sambil menempelkan kepala penisnya ke pantat gadis itu.
“Ya Tuhan, bisa mati gua!” katanya dalam hati melihat penis Imron yang ereksi maksimal itu akan menerobos pantatnya karena seumur-umur belum pernah ia melakukan anak seks, “jangan kasar Pak…uuggghh….aduuhh…aaahh!!” erangnya saat Imron melesakkan penisnya pelan-pelan ke anusnya.
“Uuuhh…masih perawan yah Non? Edan sempitnya hhhssshh!” desis Imron merasakan sempitnya lubang belakang gadis itu.
“Tahan sebentar Non, nanti juga enak, Non pasti belum pernah dicoblos dua lubang sekaligus ya?” kata Kahar yang berbaring di bawahnya, telapak tangannya saling genggam dengan tangan gadis itu yang sedang menahan perih.
Pak Dahlan, si dosen bejat itu duduk di kursi sambil cengengesan melihat adegan penetrasi ganda itu, sesekali ia memberi instruksi dan komentar seperti sutradara saja. Akhirnya setelah beberapa kali melakukan tarik dorong, Imron berhasil menancapkan penisnya di anus gadis itu.
“AAhhh…aaaaahh!” desahan Sieny makin keras ketika kedua pria itu mulai menyetubuhinya.
Ia merasakan kedua lubang bawahnya dibuka selebar mungkin, penis-penis besar itu terasa sesak sekali sampai setiap gesekannya sangat terasa. Rasa perih pada selangkangan dan anusnya mulai sirna karena bercampur dengan kenikmatan luar biasa. Kedua penis besar itu mampu menjelajah setiap mili liang kenikmatannya hingga menyentuh G-spotnya. Sensasi itu kian menghanyutkannya ke dalam lautan birahi.
“Ceritain Non gimana rasanya dientot rame-rame? Suka gak?” kata Imron sambil terus menyodok-nyodokkan penisnya.
“Suka Pak…sshhh…lebih kenceng…saya gak tahan enak bangethhh!” desah Sieny, ia tidak peduli lagi harga dirinya, kata-kata itu keluar begitu saja, begitu polos tanpa dibatasi norma-norma dan batasan apapun.
Kahar asyik menggerayangi atau menyedot-nyedot payudara gadis itu yang bergelayut di atas wajahnya. Butir-butir keringat membasahi tubuh dan wajah cantiknya, rambutnya pun sudah agak berantakan menutupi sebagian wajahnya.
“Uuuhh-uhhh…saya mau keluar lagi Non…sempit banget gila...mmmhh!” erang Imron yang semakin tidak tahan penisnya seperti diremas dengan sangat kuat oleh dubur gadis itu yang baru pertama kali dibobol.
Si penjaga kampus bejat itu pun akhirnya orgasme dan menumpahkan spermanya di pantat Sieny. Semprotan sperma yang keras dan hangat itu memberi sensasi nikmat pada gadis itu sehingga merasa dirinya terbang semakin tinggi menembus batas. Hal ini juga semakin mendekatkannya pada orgasme. Setelah Imron mencabut penisnya, Sieny kini tinggal melayani si satpam. Ia menegakkan kembali tubuhnya dan semakin cepat menaik-turunkan tubuhnya diatas penis pria itu.
“Aahhh…mau keluar Pak, sodoknya yang kuat Pak…oohhh…oohhh!” Sieny menceracau tak karuan sambil meremasi payudaranya sendiri karena kenikmatan itu dirasanya semakin memuncak.
Sebuah desahan panjang diiringi tubuhnya yang mengejang menandakan ia telah mencapai puncak kenikmatannya. Ia ambruk di atas tubuh si satpam, namun pria itu masih terus menyentak-nyentakkan pinggulnya ke atas tanpa menunjukkan tanda akan orgasme.
“Ya Tuhan…kuat sekali nih orang, masih keras gini juga!” keluh gadis itu dalam hati.
Kemudian Kahar melepaskan penisnya lalu berpindah ke belakangnya, penis itu masih berdiri tegak dan berlumuran cairan orgasme yang menetes-netes. Kahar mengangkat pinggul gadis itu hingga menungging dan mengarahkan penisnya.
“Oohh!” erang Sieny dengan mata membelakak dan mengepalkan tangan ketika penis pria itu kembali mempenetrasi vaginanya.
Kahar menyodok-nyodokkan penisnya dengan brutal sampai tubuh gadis itu terdorong-dorong ke depan dan desahannya makin tak karuan.
“Plok…plok…plok!” demikian bunyi yang timbul dari tumbukan pantat Sieny dengan selangkangan pria itu.
“Mau ngecrot Non…saya mau ngecrothhh!” erang satpam itu mempercepat sodokannya, tangannya meremasi payudara gadis itu makin liar sehingga menimbulkan rasa perih.
Sieny yang mulai bergairah lagi juga turut menggoyangkan pinggulnya membuat tusukan penis itu semakin terasa. Akhirnya dengan satu lenguhan panjang, pria itu menancapkan penis itu sedalam-dalamnya dan menyemburkan isinya mengisi rahim gadis itu. Mata Sieny merem-melek merasakan cairan kental hangat itu membanjiri bagian dalamnya.
Segera setelah Kahar mencabut penisnya dan memisahkan diri dari Sieny, si dosen bejat, Pak Dahlan menggantikannya. Gadis itu pasrah saja ketika lelaki tambun itu menaikkan tubuhnya ke pangkuannya berhadapan.
“Ayo…sekarang goyang yah!” perintah Pak Dahlan setelah penisnya terbenam dalam vagina gadis itu.
Sieny mulai menaik-turunkan tubuhnya sehingga penis Pak Dahlan mengocok-ngocok vaginanya. Pak Dahlan mengelus punggung Sieny yang sudah berkeringat, dadanya bergesekan dengan buah dada yang montok itu. Sieny semakin mendaki naik ke puncak birahinya, gerak-naik turun tubuhnya pun makin cepat. Selang beberapa menit kemudian tubuhnya berkelejotan, sebuah erangan panjang menandai orgasmenya yang kesekian kali. Beberapa detik kemudian ia terkulai lemas di pelukan si dosen bejat itu.
“Gimana rasanya Dik? Enak?” tanya Pak Dahlan memandang dekat-dekat wajah cantiknya sampai hidung mereka bersentuhan.
“Enak sekali Pak…saya suka” jawabnya lemas.
Selanjutnya pria itu menurunkan tubuh Sieny, ia berlutut di lantai dikerubuti ketiga pria itu. Ia terhenyak melihat penis-penis mereka yang tegang dan terarah padanya.
“Ayo Non, silakan dipilih mana yang mau dinikmati duluan!” kata Imron.
Rupanya dikerubungi laki-laki telanjang seperti ini menimbulkan sensasi tersendiri bagi Sieny, ia merasakan hasrat liar yang terpendam dalam dirinya menjadi kenyataan walaupun dalam situasi yang sebenarnya tidak ia inginkan. Ia meraih penis Imron dan mulai menjilatinya, sementara tangannya meraih kedua penis lain dan dikocok. Ia melakukannya dengan berpindah-pindah dari penis satu ke penis lain hingga akhirnya satu persatu menyemprotkan spermanya. Yang pertama keluar adalah Pak Dahlan, ia orgasme dalam kocokan tangan gadis itu, spermanya muncrat membasahi pipi kiri dan rambutnya. Tak lama kemudian yang lain pun menyusul sehingga Sieny sedang dimandikan oleh sperma.
“Minum Non pejunya…oohh!” erang Kahar lalu menjejali mulut Sieny dengan penisnya.
Walau agak kelabakan Sieny berusaha menghisap penis Kahar yang masih mengeluarkan isinya sampai benda itu perlahan-lahan menyusut dalam mulutnya, baru setelahnya ia mengeluarkan penisnya.
“Wuuiihh…Non ini demen minum peju yah ternyata!” kata Imron yang penisnya terus dikocok oleh Sieny seakan ingin mengeluarkan semua isinya.
Setelah tak mengeluarkan sperma lagi, Sieny membuka mulutnya dan mengulum penis Imron, membersihkannya hingga bersih mengkilap. Cairan putih kental itu tidak saja membasahi wajahnya, tapi juga menetes-netes ke leher dan dadanya. Rasa malu mulai timbul lagi di hatinya, dia teringat bagaimana dia bertingkah seperti pelacur barusan membiarkan dirinya menjadi objek seks ketiga pria tak bermoral ini, juga mulai terbayang lagi wajah kekasihnya, tapi…bagaimanapun tadi itu sungguh suatu pengalaman seks yang luar biasa, kata hatinya, kata-kata Imron dan kekasihnya kembali berkecamuk di pikirannya.
“Anggap aja dia itu vibrator…lupakan dulu batasan-batasan itu…ini kan cuma seks, bukan perasaan…kau pelacur Sien…cewek gila seks!” Sieny makin pusing mendengar semua itu terngiang-ngiang di kepalanya.
Malam itu, Pak Dahlan, si dosen bejat mengantarkannya pulang dengan mobilnya, Imron turut menemani. Sesampainya di depan gerbang, ia turun tanpa berkata apapun pada mereka dengan karena sedang dilanda kebingungan. Hari-hari berikutnya ia kembali terlibat affair dengan penjaga kampus itu di kampus. Harga dirinya yang masih tersisa hanya mendramatisir keadaan. Ia bersikap menolak ketika Imron mengajaknya masuk ke toilet, namun segala ocehannya bungkam ketika pria itu melumat bibirnya. Segalanya langsung luruh begitu pria itu melanjutkan serbuan-serbuan erotisnya. Bahkan pernah Imron berkunjung dan menginap di apartemennya. Ia tidak tahu apakah ia masih harus menyembunyikan semua ini dari kekasihnya karena hubungan seks dengan kekasihnya pun mulai terasa hambar.
######################
Enam hari kemudian.
Apartemen Sieny, jam 10.37
‘Ting-tong!’ bel di kamar itu berbunyi.
“Ya siapa?” tanya Sieny yang menghampiri speaker untuk menanyakan siapa yang datang.
“Gua” jawab suara di seberang sana.
“Ohh…Wil, naik aja!” Sieny menekan tombol pintu depan mempersilakannya masuk.
Tak lama kemudian terdengar pintu diketuk dan gadis itu bergegas membukanya. Sieny memeluk kekasihnya itu dan memberikan ciuman ringan di bibirnya, namun Willy sepertinya cuek dan melepaskan pelukan kekasihnya lalu menjatuhkan diri ke sofa. Dari wajahnya yang agak kusut sepertinya ia sedang ada masalah.
“Kenapa say?” tanya Sieny membelai rambutnya dengan lembut.
“Nggak papa…cuma masalah kerjaan biasa!” jawab pemuda itu singkat.
Sieny memeluknya erat menghiburnya seperti biasa kalau sedang ada masalah, pemuda itu pun balas memeluknya, ia mengelusi punggung gadis itu dan merasakan kekasihnya itu tidak memakai bra. Mereka berpelukan dan tidak bersuara selama beberapa menit sebelum tangan Willy mulai merambah ke depan menggerayangi payudara kekasihnya dari luar kaosnya.
“Aahh…Wil, jangan gini ah!” Sieny meronta dan mendorong pelan tubuh kekasihnya.
Namun Willy terus merangsek dan hendak menciumnya, Sieny menggeleng-gelengkan kepalanya menolak “Wil jangan sekarang please!” tolaknya halus.
Tiba-tiba Willy menjambak rambut Sieny dengan keras sehingga ia merintih kesakitan.
“Emang kenapa? Lu udah ketagihan ngentot sama si penjaga kampus itu kan sampai udah capek sama gua?” tanyanya marah sambil menarik rambut kekasihnya lebih keras lagi.
“Hah…Wil…elu…!?” Sieny gagap karena kaget bercampur takut karena memang sekitar setengah jam sebelumnya Imron baru saja meninggalkan apartemennya setelah melewati malam yang liar bersamanya.
“Jawab Sien, lu selama ini suka diam-diam main sama orang itu kan!?” pemuda itu bertanya lagi di dekat wajahnya.
“I…iya, iya Wil!” jawab Sieny dengan wajah meringis menahan sakit, ia tidak bisa menyembunyikannya lagi.
“Jadi gitu yah, gua gak nyangka lu ternyata cewek gatel gak tau diri.” Ia melepaskan jambakannya dan bangkit berdiri dengan menatap marah pada kekasihnya itu, “lu ingat…ingat apa yang lu bilang pulang dari pesta itu? Tapi ternyata lu juga yang…aahhh…!” Willy meletakkan tangan di dahinya, demikian geram sampai tak bisa meneruskan kata-katanya.
“Gua emang salah Wil…gua gak bisa nolak abis orang itu yang maksa, gua gak tau harus gimana?” katanya mulai meneteskan air mata.
“Kapan terakhir lu main sama dia?” tanyanya lagi.
“Eeemm…kemarin lusa, di kampus”
“O ya? Bukannya kemarin malam sampai dia tidur disini juga? Kan tadi orangnya baru ketemu gua baru keluar dari apartemen ini.”
Sieny hanya bisa terbengong dan tak bisa berkata apa-apa lagi, ia mencoba berbohong sedikit untuk membela diri tapi ternyata kekasihnya mengetahui lebih dari itu.
‘Plak! Aauu!’ Sieny menjerit dan memegangi wajahnya yang terkena tamparan kekasihnya itu.
“Sampai disaat-saat gini aja lu masih berani bohong, apa lagi yang bisa gua pegang dari lu Sien!” dengan geram Willy menundingnya, “Lu emang bener-bener perek, gua kecewa sama lu, gua gak mau denger apa-apa dari lu lagi, gua juga udah gak mau ketemu lu lagi!” habis berkata ia langsung berbalik badan berjalan ke arah pintu.
“Asal tau aja nyari cewek yang lebih baik dari perek kaya lu tuh ga sulit buat gua!” tambahnya sambil membuka pintu, lalu ‘Blam!’ suara pintu dibanting.
Sieny terduduk lemas di lantai, ia terisak-isak dengan membenamkan kepalanya di sofa. Dadanya terasa sesak, sakit di pipi dan kulit kepalanya belum ada apa-apanya dibanding sakit di hatinya. Bagaimana tidak, pria itu lah yang awalnya menjerumuskannya seperti ini dengan menyuruhnya bercinta dengan orang lain dengan ditonton olehnya demi sebuah variasi seks. Pemuda itu yang mengajaknya bermain-main dekat pasir apung birahi, namun ketika dirinya terperosok ke pasir apung itu, pemuda itu bukannya kasihan dan menolongnya, justru malah menyalahkan dan mencercanya. Makian ‘perek’ dan tamparan orang yang pernah dicintainya itu sungguh merupakan pukulan berat baginya, seumur hidup baru pernah ia diperlakukan demikian. Ia juga mempersalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa mengendalikan diri dan takluk oleh gairah liarnya. Ada sebuah sajak mengatakan:
Kenikmatan sementara menghancurkan kehidupannya;
Hubungan yang indah ia serahkan pada orang lain.
Wahai mereka yang tak mampu mengekang nafsu,
Ambillah pelajaran dari kejadian ini!
#####################
Dua minggu kemudian
Rumah Pak Dahlan, jam 20.12
Desah kenikmatan dan suara ranjang berderit memenuhi kamar yang didominasi wallpaper krem dan berhiaskan perabotan bercorak klasik itu. Sesosok tubuh berpunggung bongkok seperti onta sedang naik-turun menindih tubuh mulus di bawahnya.
“Uuhhh…terus Pak, lebih cepet, mmhhh…aahhh!” erang gadis itu, wajahnya yang cantik merona merah karena sedang dilanda birahi.
Gadis itu memeluk pria bongkok yang mirip Quasimodo itu erat-erat sambil sesekali berciuman dengannya. Tubuh mereka terus berpacu hingga akhirnya gadis itu mencapai orgasmenya dan mendesah panjang, kuku tangannya menancap di punggung pria bongkok itu. Tak sampai lima menit kemudian, pria itu juga sepertinya akan orgasme, namun ia mencabut penisnya dan buru-buru naik ke dada si gadis. Dikocoknya penis itu sejenak lalu,
“Ooohh…keluar Non!!” lenguhnya sambil menyemprotkan sperma yang membasahi wajah, leher dan dada gadis itu.
Gadis itu dengan rakus menelan dan menjilati sperma yang menempel di sekitar bibir tipisnya. Kemudian jarinya yang lentik menyeka cairan putih yang tercecer di dadanya dan lalu mengemutnya. Diraihnya penis pria itu ketika pemiliknya mendekatkan benda itu ke mulutnya, tanpa diperintah lagi, ia membuka mulut dan membersihkan penis yang mulai mengecil itu dengan hisapan dan jilatannya. Si bongkok itu langsung terkulai lemas di sebelah gadis itu setelah penisnya dibersihkan.
“Puas banget ngentot sama Non Sieny…apalagi isepannya wuih mantep deh!” puji Thalib, si tukang kebun bongkok itu, “kalau udah ngerasain Non rasanya ga pengen yang lain deh!”
“Gombal, bukannya udah banyak ngembat cewek lain juga!” Sieny tersenyum kecil.
“Iya…maksud Bapak, sama Non itu paling enak, beda ama lainnya hehehe!”
“Non, omong-omong pacar Non tau gak kalau Non suka ginian?” tanya Thalib sambil mengelus lembut payudaranya.
“Pak, tolong yah jangan ungkit-ungkit yang satu ini!” jawab Sieny ketus, wajahnya tiba-tiba menjadi cemberut dan menepis tangan pria itu dari dadanya.
“Eh…Non, kenapa? Maaf Bapak ga sengaja!” kata Thalib terbata-bata, “lho Non, mau kemana nih? Kok jadi sewot gitu sih?” ia meraih tangan Sieny yang turun dari ranjang, namun gadis itu menghentakkan tangannya dan berjalan ke pintu tanpa berkata apapun.
“Non…Non!” panggil Thalib, namun Sieny tidak menghiraukannya ia keluar dan menutup pintu dengan setengah dibanting. Thalib yang masih lemas hanya bisa mendongkol ditinggal sendirian di kamar.
Dengan hati masih panas Sieny melangkahkan kakinya ke arah tangga turun, tubuhnya masih polos tanpa selembar benangpun, ia sangat sebal diingatkan lagi pada kenangan buruk dengan pacarnya yang baru membuat hatinya hancur belum lama ini. Dari tangga, telinganya sudah mendengar suara desahan di lantai bawah, tepatnya berasal dari ruang tengah. Di tempat itu, ia melihat dua pasang pria dan wanita sedang asyik mereguk kenikmatan birahi, televisi yang menyala nampaknya sudah tidak diperhatikan lagi. Di sebuah sofa panjang Pak Dahlan sedang berbaring sambil menikmati Joane, si bispak kampus, yang sedang melakukan woman on top di atasnya, sesekali bibir mereka berpagutan. Sementara di sofa sebelahnya, Imron sedang duduk bersandar, seorang gadis cantik berlutut di antara kedua pahanya yang dibuka dan mengoral penisnya. Gadis itu tidak lain adalah Devi, foto model dan artis pendatang baru, juga teman dekat Joane yang sama-sama telah menjadi budak seks Imron.
“Ooohh…sip Non!” lenguhnya sambil mengelus rambut gadis itu, “Eh…Non Sieny, kok turun? Udahan mainnya?” sapanya begitu melihat Sieny.
“Mo minum!” jawabnya singkat sambil melengos ke dapur.
Dua menit kemudian ia kembali sambil meneguk air dari gelas, ia menghampiri Imron dan duduk di sebelahnya setelah meletakkan gelas di meja.
“Si Thalib mana Non? Kok ditinggal?” tanya Imron.
“Hhhh…nyebelin, payah, mending sama Bapak aja, kita threesome, ok?” sebuah senyum nakal menghiasi wajah cantiknya.
Kemudian ia turun dari sofa dan berlutut di lantai berlapis karpet itu, dan menarik lengan Devi yang sedang mengoral penis Imron.
“Dev, yuk sini!” katanya seraya memutar tubuh gadis itu saling berhadapan dengannya.
Keduanya berpelukan dan bibir mereka makin dekat dan akhirnya berpagutan. Lidah mereka saling bertautan dan payudara mereka saling berhimpit menciptakan pemandangan yang erotis.
“Biar saya bersihin Ci” kata Devi lirih lalu mulutnya mulai turun ke leher Sieny menjilati ceceran sperma yang masih tersisa.
“Mmhh…Dev!” desah Sieny ketika mulut Devi mencapai payudaranya dan mulai menciuminya.
Sieny merebahkan tubuhnya di karpet membiarkan Devi mengenyot payudaranya, tubuhnya menggeliat ketika jari-jari Devi memasuki vaginanya.
“Aaahh!” tiba-tiba Devi medesah dan tubuhnya menggeliat, ia menengok ke belakang.
Ternyata Imron sedang melesakkan penisnya ke vaginanya, kembali ia mulai ribut merintih ketika Imron mulai memacu pinggulnya. Sieny menarik Devi dalam dekapannya dan kembali memagut bibirnya. Demikianlah kelima orang di ruang tengah itu pun hanyut dalam lautan birahi. Kehilangan cinta membuat Sieny hidup mengikuti keinginan nafsunya, ia kini telah menjadi salah satu pelacur bagi Imron dan teman-teman bejatnya. Gairah liar dalam dirinya dari hari ke hari semakin tak terkendali, ia bahkan mulai menjual dirinya pada om-om dengan tarif tinggi. Memang uang bukanlah tujuan utamanya, ia melakukannya sekedar untuk pelarian dari kepahitan hidupnya, ia merasakan ada semacam kepuasan tersendiri bila ada orang bersedia membayar mahal untuk menikmati tubuhnya atau dinikmati gratis oleh mereka yang dari strata sosial di bawahnya. Ada sebuah nasehat bagi dunia yang dapat diambil dari kisah ini:
Hai setiap orang yang memakai api;
Hendaklah menjaga nyalanya dengan baik.
Yang kecil membawa kehangatan dan penerangan;
Namun yang besar membakar dan menghancurkan segalanya.
###########################################
Nightmare Campus 13: The Ungrateful
Sore jam setengah empat, Imron hampir menyelesaikan tugasnya hari itu dan sudah bisa pulang setelah membuang sampah yang sedang diangkutnya dengan troley. Saat itu dia sedang berjalan dengan santainya di parkir hendak menuju ke atas ke tempat pembuangan sampah. Tiba-tiba saja sebuah Karimun biru muncul dari tikungan dengan kecepatan cukup tinggi. ‘Niitt…niitt !!’ klakson itu mengenjutkan Imron, mobil itu mengerem mendadak dan menabrak tong sampah yang sedang didorongnya sehingga jatuh dan isinya sebagian tumpah. Pengemudi mobil itu, seorang pemuda tinggi besar berusia akhir 20an turun dengan membanting pintu.
“Heh…apa-apaan sih ini, jalan kok gak liat-liat !?” bentaknya pada Imron.
“Lho situ kan yang ga hati-hati, masa di tempat parkir ngebut gitu sih ?” jawab Imron santai sambil mengangkat tong sampahnya yang jatuh.
“Sialan, bukannya minta maaf malah belagu!” pemuda itu makin marah mendengar respon Imron yang cuek itu, dia menghampirinya dan mendorongnya di dada, “lu jangan macem-macem yah, baru jadi kacung aja udah ga sopan !”
“Ryan ! udah cukup, jangan ribut disini !” terdengar seruan dari belakangnya, seorang wanita muda berparas cantik turun dari mobil dan berjalan ke arah mereka untuk merelai.
“Udah lu kenapa sih, kan gua udah bilang jangan kenceng-kenceng tadi juga !” wanita itu memegangi lengan si pemuda sebelum terjadi keributan lebih lanjut, “maaf yah Pak, Bapak nggak apa-apa kan ?” wanita itu meminta maaf dan membantu memungut tutup tong sampah itu.
“Iyah ga apa-apa Non saya sih, lain kali hati-hati kalau disini jangan kenceng-kenceng, kan bahaya” Imron memperingati.
“Hee...awas lu yah lain kali berani lagi…” ancam pemuda sambil melotot padanya.
“Ayo ah, udah gua bilang, ayo pergi !” si wanita itu membentaknya dan segera menarik lengannya kembali ke mobil sambil beberapa kali meminta maaf pada Imron.
Si pemuda membanting pintu dan langsung tancap gas meninggalkan Imron.
“Mar ngapain sih lu tadi kok malah ngebentak gua buat belain si tua goblok itu !” kata Ryan penuh emosi dalam perjalanan.
“Gua bukan belain dia, tapi gua ga mau sampai harus ribut gara-gara masalah gini aja” balas Marina, “masa lu ga malu sih kalau sampai berkelahi diliatin orang banyak ntar, lu ga mikirin gua juga apa ?”
“Tapi kan dia yang nongol mendadak gitu, gimana gua ga kaget coba, lagian gaya bicaranya itu loh lu liat ga, nyepelein gua gitu !”
“Kan gua juga udah kasih tau sebelumnya jangan cepet-cepet, ngapain sih lu pake ngebut-ngebutan gitu, akhirnya bener kan !”
“Tapi kan Mar…” Ryan masih kukuh pada pendiriannya sambil meraih tangan Marina tapi langsung disentaknya, gadis itu menyandarkan diri pada pintu di sampingnya.
“Ya udah, ya udah, sori yah say…gua emang emosian tadi, sori yah !” Ryan akhirnya mengalah melihat Marina yang mulai naik darah.
Marina diam, masih tetap memalingkan wajah ke jendela tak mau memandang pacarnya itu. Ryan mengela nafas melihat reaksi pacarnya itu kalau sedang ribut. Keduanya berdiam diri selama beberapa menit perjalanan hingga di sebuah perempatan menunggu lampu merah. Ryan kembali meraih tangan Marina, kali ini gadis itu sudah melemaskan tangannya dan menerima. Ryan menggenggam tangan halus itu, mengetahui Marina sudah mulai mendingin, diraihnya bahu gadis itu dan dibawa ke dekapannya. Dielusnya rambut kekasihnya itu dan dikecupnya keningnya.
“Sori yah, gua tau lu sayang gua makannya ngelakuin seperti tadi” katanya.
Marina tersenyum dan mengecup pipinya, Ryan harus menjalankan kembali mobilnya karena lampu sudah hijau.
Marina (25 tahun) adalah seorang dosen muda di Universitas ******, ia telah mengajar di fakultas sastra Inggris selama dua tahun segera setelah kelulusannya dengan predikat Cum Laude. Selain memiliki otak yang cemerlang dan karakter yang lemah lembut, Marina juga dikaruniai kecantikan fisik yang menawan. Wajahnya yang manis dengan rambut pendek kecoklatan mengingatkan pada Sun Shangxiang, salah satu karakter dalam game Dynasty Warriors. Belum lagi tubuhnya yang langsing dan kulitnya yang putih mulus. Tinggi badannya 166 cm, termasuk sedang untuk standar Asia. Yang sering menjadi perhatian adalah payudaranya yang sedang tapi membusung indah dan lekuk pinggulnya yang indah sehingga bila memakai pakaian ketat mencetak lekuk-lekuk indah itu. Perkuliahan di sastra Inggris yang surplus wanita menjadi lebih semarak dengan adanya dosen cantik seperti dirinya, mahasiswa tidak akan ngantuk bila mengikuti kuliahnya, setidaknya begitulah kata beberapa mahasiswa. Pernah suatu ketika ia mengajar dengan rok yang agak pendek sehingga beberapa mahasiswa malah lebih konsen memperhatikan paha mulusnya daripada pelajaran yang disampaikan.
Sebenarnya penampilan Marina di kampus tempatnya mengajar masih tergolong sopan, tapi pikiran ngeres para mahasiswa yang melihatnya membuat Marina jadi perbincangan di antara mereka. Bahkan tak sedikit mahasiswi yang sirik pada kecantikan Marina, tapi mereka tentu saja tak berani menunjukkan secara terang-terangan. Sedangkan mahasiswanya condong mencari perhatian dari dosen baru yang cantik ini. Tapi Marina menanggapi semua itu dengan biasa saja. Ya, sebagai idola di sekolahnya dulu baik ketika SMA maupun kuliah, memang Marina sudah sering menghadapi lelaki iseng yang mencari perhatiannya, mencuri pandang pada dirinya dan bergenit ria ketika terlibat percakapan dengannya.
************************
Jam 19.13 (hari yang sama), mini teater, gedung fakultas sastra
“Aakkhh…aaww…udah Pak, jangan lagi!” rintih Jesslyn merasakan lecutan-lecutan sabuk Imron di punggung dan pantatnya.
Gadis berambut panjang kemerahan itu tergantung berdiri tanpa busana dengan kedua pergelangan tangan terikat jadi satu ke atas. Bekas-bekas lecutan memerah nampak pada beberapa bagian kulitnya yang putih mulus.
“Hihh…nih, mampus lu bangsat huh!” Imron memecut punggung gadis itu dengan sabuknya sambil memaki-maki melampiaskan kekesalannya tadi sore.
Penjaga kampus bejat itu sangat menikmati setiap jerit kesakitan yang keluar dari mulut mahasiswi cantik itu. Puas memecut Jesslyn hingga gadis itu terengah-engah dan air matanya keluar, ia mencampakkan sabuknya ke lantai lalu menghampiri gadis yang tergantung bugil itu sambil membuka celananya, penisnya yang sudah mengeras langsung mengacung dengan gagahnya begitu ia menarik turun celananya. Tangannya yang satu mendekap tubuh gadis itu dari belakang sementara tangan lainnya menggenggam penisnya untuk menuntunnya memasuki vagina gadis itu.
“Och…hhhaahh!” Jesslyn mendesis menahan nikmat yang timbul dari gesekan alat kelamin mereka.
Imron mulai memaju-mundurkan pinggulnya dengan perlahan. Tubuh Jesslyn bergetar saat batang panjang berurat itu menggesek dinding vaginanya. Tangan pria itu yang tadinya memegang kedua sisi pinggulnya merambat naik dan meremas kedua payudaranya.
“Aauuhh…sakit Pak, jangan kasar gitu dong aaah!” erangnya dengan meringis karena Imron meremasi payudaranya dengan keras.
Sementara itu penisnya terus menghujam vaginanya tanpa ampun dengan frekuensi genjotan makin cepat. Amarah dan nafsu membuat Imron menjadi brutal terhadap budaknya ini.
“Ngentot lu…ngehek…uuuhh…huuhh!” ceracau pria itu sambil menyodok-nyodokkan penisnya dengan keras membuat tubuh gadis itu tersentak-sentak.
Jesslyn tak mampu menahan rintihannya apalagi terkadang tangan pria itu menampar pantatnya, untungnya ruang ini dindingnya berlapis kain sehingga suara di ruangan tempat mereka dapat diredam. Sambil terus menggenjot, Imron menyusupkan kepalanya menjilati ketiak Jesslyn menimbulkan sensasi geli pada gadis itu. Gadis itu merasakan otot-otot vaginanya semakin berdenyut-denyut mencengkram kuat penis Imron. Tak lama kemudian pria itu menggeram dan meremas payudaranya lebih keras. Dengan satu hentakan kuat, penis itu melesak sedalam mungkin hingga mentok. Saat itu lah benda itu memuntahkan lahar putihnya di dalam vagina gadis itu. Imron masih terus menggerakkan pinggulnya hingga akhirnya Jesslyn pun menyusul ke puncak tak lama setelahnya. Sebuah erangan panjang keluar dari mulutnya, tubuhnya mengejang seperti tersengat listrik. Akhirnya keduanya sama-sama terdiam lemas tak berdaya, penis Imron mulai menyusut di dalam vagina gadis itu. Jesslyn merasakan cairan hangat itu meleleh ke paha dalamnya. Beberapa saat kemudian Imron baru melepaskan diri, diangkatnya dagu gadis itu yang kepalanya tertunduk lemas.
“Hehe…makasih Non, udah lega Bapak sekarang!” ucapnya lalu mengecup pelan bibir gadis itu sejenak.
“Tolong lepasin saya Pak!” pinta gadis itu lemas, “tangan saya sakit nih tergantung terus”
Imron pun melepaskan ikatan yang mengikat kedua pergelangan tangan Jesslyn. Gadis itu langsung ambruk ke lantai begitu ikatan dilepaskan. Ia mengelus-elus pergelangannya yang terasa panas.
“Sori Non agak kasar hari ini, tadi sore ada yang bikin saya kesal sih” ujarnya seraya melemparkan pakaian gadis itu pada pemiliknya.
“Whatever lah…lu yang BT kok gua yang jadi pelampiasan sih, dasar gila!” omel Jesslyn dalam hati sambil mulai memakai pakaiannya.
Setelah selesai berpakaian ia segera meninggalkan ruangan itu tanpa berkata apapun lagi pada si penjaga kampus bejat itu. Ia masih merasakan nyeri akibat pecutan Imron tadi. Imron segera mematikan lampu ruangan itu dan menguncinya setelah membereskan perabot. Kemarahan di hatinya akibat insiden kecil sore tadi agak berkurang setelah melampiaskannya pada salah satu budak seksnya.
########################
Seminggu kemudian
Hari itu setelah selesai mengajar, beberapa mahasiswa bertanya soal tugas yang baru saja diberikan oleh Marina, yang menjelaskan tugas itu dengan detail walaupun ia menyadari ini cuma akal akalan dari para mahasiswa ini. Setelah selesai menjelaskan semuanya, Marina segera menuju ke parkiran mobil, dimana kekasihnya sedang menanti dengan wajah cemberut. “Kok sampai jam segini sih baru keluar Mar?”, tanya Ryan dengan kesal. “Sori deh”, jawab Marina. “Tadi waktu baru keluar kelas, banyak mahasiswa yang nanya tentang tugas…”
Belum selesai Marina bicara, Ryan memotong dengan bersungut sungut, “Mereka itu harusnya nanya waktu masih di dalam kelas! Sudah waktunya pulang ya pulang, Lu kan gak perlu ngelayanin mereka?”
“Lu kenapa sih Ryan? Lu tahu kan gua ini dosen? Masa pantas kalo ada mahasiswa yang tanya sama dosen, dan dosennya nggak menjawab malah pergi begitu saja?”, dengan sebal Marina pergi meninggalkan Ryan dan mobilnya.
Ryan langsung mengejar dan memegang pergelangan tangan Marina. Sekali ini Marina yang larut dalam emosinya, menyentakkan tangannya dan meninggalkan Ryan. Tanpa perduli pada Ryan yang masih terus memanggil manggil namanya, Marina menyetop taxi dan masuk meninggalkan Ryan. Marina berusaha menenangkan diri di dalam taxi, dan merenung tentang apa yang baru terjadi. Marina agak sedih akan sikap Ryan yang masih kekanak kanakan itu, dan mencoba untuk tak memikirkannya lagi. Tiba tiba handphonenya berbunyi, dan Marina menjawab handphonenya. “Maaf Marina, aku..”, baru Ryan bicara, Marina sudah memotong, “Sudalah Ryan, hari ini biarkan gua sendiri, capek gua ngadepin lu yang kekanak kanakan gitu. Lu coba pikirkan tadi mengapa gua sampai meninggalkan lu”. Marina memutus pembicaraan. Handphonenya kembali berbunyi, dan setelah Marina melihat nomer penelepon yang terpampang di layar handphonenya, Marina tak memperdulikan dan menerawang ke jendela.
Demikian, kadang Marina dan Ryan bertengkar, tapi Marina selalu memaafkan Ryan, karena Marina merasa Ryan mencintainya. Sungguhpun sebenarnya Marina ingin agar Ryan lebih dewasa. Sayangnya sifat Ryan yang kekanak kanakan itu sepertinya sudah mendarah daging. Bahkan Marina tak pernah bermimpi, Ryan yang sudah terbiasa arogan itu suatu saat akan menyeret Marina ke dalam malapetaka hebat. Suatu hari sepulang dari mengajar, Marina berjalan ke parkiran, dan melihat lagi lagi Ryan bermasalah dengan Imron.
“He bopeng! Lu itu goblok atau tolol? Atau lu sengaja ya menabrakkan bak sampahmu ke pintu mobil gue?” bentak Ryan pada Imron. Kali itu Imron menatap tajam pada Ryan, dan dengan nada tinggi Imron menjawab, “Salahnya siapa situ tadi buka pintu mobil gak lihat lihat? Sudah untung situ nggak saya suruh beresin sampah yang berantakan ini!”. Ryan yang merasa ditantang, makin menjadi, “Loh! Apanya yang beresin sampah itu? Itu sih sudah tugas kacung seperti kamu goblok! Sekarang ini pintu mobil gue yang penyok, urusannya… “. Belum selesai Ryan bicara, Marina yang sudah di situ membentak Ryan, “kamu ini kenapa lagi sih Ryan? Nggak bosen berantem sama orang?”.
Ryan yang masih emosi menjawab dengan nada tinggi “Kacung goblok ini, dorong bak sampah gak liat depan, pintu mobilku diterjang begitu sana…”, dan langsung dipotong Imron, “Situ kalo bicara yang betul ya! Pas saya sudah dekat situ kan yang sengaja buka pintu?”. Marina yang merasa tidak enak, mengeluarkan uang lima puluh ribuan dari dompetnya, dan memberikan pada Imron.”Pak, maaf ya. Ini bukan maksud saya ganti rugi, ini cuma buat pak Imron beli minum”. Imron menolak, “Saya gak perlu uang itu bu Marina. Cuma.. orang ini siapa sih? Tolong ajarin sopan santun bu. Beda sekali tata krama Bu Marina dengan orang brengsek ini ”, kata Imron dingin sambil menunjukkan tangannya ke arah Ryan.
“Kamu!!”, bentak Ryan sambil bersiap melayangkan kepalannya ke arah Imron. Marina langsung membentak Ryan, “Apa apaan kamu Ryan? Hentikan semua ini!”. Imron melenggang pergi setelah Ryan masuk ke mobilnya sambil membanting pintu. “Maafkan sekali lagi pak Imron”, kata Marina. “Nggak apa apa bu Marina”, jawab Imron tanpa menoleh.
Marina jengkel sekali pada Ryan yang tak memberinya muka di kampus. “Lu kalo ke sini kerjanya cuma marah marah sama pak Imron, lebih baik lain kali gak usah jemput gua Ryan!”. Ryan yang tak terima, setengah membentak berkata, ”Lu kok malah belain si bopeng itu sih? Yang jadi pacarmu itu gua atau si bopeng itu??”
‘PLAK!’. Marina menampar Ryan dengan keras. “Cukup! Minggirkan mobil ini! Gue mau turun!”, bentak Marina. Ryan langung surut, dan memohon pada Marina, “Mar, maafin gue.. gue lagi emosi tadi. Biarkan gue anter lu pulang ya..”. Marina tak perduli dan tetap meminta turun, dan sampai sekitar 5 menit Ryan memohon mohon baru akhirnya Marina luluh juga. Ryan tahu itu ketika Marina tak lagi menyentakkan tangannya ketika Ryan mencoba lagi untuk menggenggam telapak tangan Marina. Dengan tersenyum lega Ryan menjalankan mobil menuju ke rumah Marina…
*******************
Beda dengan Ryan yang sudah bisa tersenyum, Imron masih terbakar oleh amarah. Ia amat jengkel dengan kelakuan Ryan tadi. Duduk di depan gudang, mukanya yang masam terlihat oleh Encep. Dengan heran Encep bertanya, “Kenapa bos?”. Imron yang melihat Encep cengar cengir dengan jengkel membentak, “Lagi jengkel sama orang tau! Berani beraninya cari perkara sama gue, dua kali lagi!”. Encep bertanya, “Siapa bos? Sini gua hajar!”. Dengan sinis Imron berkata “Halah sok jago lu Cep!”.
“Bos, kalo ada yang macem macem, kita kasih pelajaran saja bos!”, kata Encep. Imron mulai setuju, dan menjelaskan kejadian tadi yang menyesakkan dadanya itu. “Untung gue masih bisa menahan diri, kalo tidak ..”, gerutu Imron. “Gini saja Cep, gue ada rencana untuk gebukin si brengsek itu”, kata Imron yang kini juga mulai tersenyum, senyum yang bengis. “Nghajar si Ryan saja bos? Gimana dengan bu Marina? Masa kita biarin aja, kan kesempatan nih!”, tanya Encep penuh harap. “Lu ini nafsu ya kalo liat bu Marina? Ya sudah kalo gitu bantuin gue ngurus si Ryan, nanti lu gue kasih hadiah bu Marina. Gimana?” tanya Imron yang tentu saja segera disetujui oleh Encep.
“Kalian lagi ngomongin apa?” tanya satpam kampus lain yang tiba tiba datang dan nimbrung. “Oh kamu Har. Begini…”, Imron menceritakan semuanya, termasuk rencananya menghajar Ryan, dan keinginan Encep tentang Marina. “Oh begitu toh ceritanya. Gue ada akal nih. Kalo kita lakukan itu di dalam kampus, bisa gawat, kita harus bisa bawa si pecundang itu ke tempatnya Gufron, tukang tambal ban yang setengah kilometer dari gerbang kampus ini. Inget? yang ada gubuknya itu?”, tanya Kahar. Imron dan Encep mengiyakan. Mereka segera berunding, menyusun rencana. Sesungguhnya,
Taring di mulut ular dan sengat di ekor kalajengking,
tak cukup berbisa untuk menandingi racun di hati mereka.
******************
Jam 18.45
Hari yang sama
“Jadi semua udah lu atur rapi Har?” tanya Imron pada Kahar melalui ponselnya.
“Beres Ron, tinggal jalanin…pokoknya lu tunggu aja tanggal mainnya!” kata Kahar di seberang sana, “pokoknya dijamin kunyuk itu pasti kena kali ini”
“Yakin nih si Gufron ga bakal ngecewain?” tanyanya lagi, “kalau gagal kita yang mampus soalnya.”
“Tenang aja Ron dah gua instruksiin semuanya ke dia, pasti beres, dijamin!” kata Kahar dengan penuh keyakinan, “lagian dia juga kan pengen icip-icip tuh, pasti hati-hati lah”
“Ya udah deh, gua percaya aja, jadi ga sabar nunggu lusa nih hehehe…oke gitu dulu yah!” Imron menutup pembicaraan dan mematikan ponselnya.
Di wajahnya tersungging sebuah senyum mesum dan licik, ia lalu bangkit dari toilet yang didudukinya. Toilet duduk itu tutupnya sejak tadi memang tertutup, Imron berada di kamar mandi itu memang bukan untuk buang air melainkan hanya untuk membicarakan rencana busuknya dengan si satpam bejat itu. Ia pun membuka pintu dan keluar setelah menyelesaikan pembicaraannya. Terdengar suara acara berita dari TV di ruang tengah apartemen itu dan suara memotong di dapur kecil yang letaknya menyatu dengan ruang tengah dan meja makan. Ketika sampai di ujung lorong ia melihat Megan, si gadis bule itu, sedang memotong-motong kol untuk membuat salad di dapur berbentuk mini bar itu.
“Oh…hai duduk dulu Pak sambil nonton tivi, ini sebentar lagi beres!” gadis itu membalikan kepala menyadari kehadiran Imron yang sudah keluar dari toilet.
Imron menjatuhkan diri di sofa empuk itu, sambil mendengarkan berita di TV ngobrol-ngobrol santai dengan gadis bule itu. Ya, mahasiswi Amerika yang sedang studi di universitas tempat Imron bekerja itu memang telah akrab dan menganggapnya teman, baik teman biasa dan juga partner seks. Hubungan itu telah berlangsung hampir sebulan lamanya sejak percintaan pertama mereka di apartemen ini dan tentu saja secara sembunyi-sembunyi.
Tiba-tiba ponsel Megan yang di atas meja ruang tengah berbunyi. Sebelum diminta, Imron sudah mengambil benda itu dan menyerahkannya pada gadis itu.
“Thank you” katanya lalu menerima panggilan itu.
Ia berbicara dengan bahasa Inggris dengan orang yang di telepon yang adalah rekannya sesama pengajar di tempat kursus Bahasa Inggris. Sementara Megan ngobrol dengan temannya, Imron memandangi tubuhnya yang dibungkus kaos tanpa lengan warna hijau dan celana pendek bercorak kamuflase yang satu stel dengan atasannya motif ‘army look’. Rambut pirangnya yang panjang saat itu diikat ke belakang sehingga memperlihatkan lehernya yang jenjang. Kaosnya yang agak ketat tak mampu menyembunyikan keindahan payudaranya yang membusung padat itu, juga pahanya yang ramping dan mulus itu sungguh menggugah selera. Pemandangan itu memancing Imron mendekatinya. Ia pun memutar memasuki pintu dapur, berjalan pelan-pelan mendekati gadis itu yang membelakanginya.
“Ok, bye Sylvia....see you tommorow!” Megan menutup pembicaraan ketika Imron telah semeter di belakangnya, ia menaruh ponselnya dan meneruskan memotong sayuran.
Sebentar saja Imron telah berada di belakangnya, dekat sekali sehingga ia dapat mencium harum tubuhnya.
“Hei!” Megan menjerit kaget ketika merasakan sebuah tangan meremas pantatnya dan tangan yang lain merangkul pinggangnya yang ramping, “jangan sekarang Pak”
Imron tidak peduli, ia menciumi tenguk gadis itu yang ditumbuhi rambut-rambut pirang halus. Harum tubuh gadis itu membuat Imron makin terangsang, tangannya mulai merambahi payudara montok dara Amerika itu. Seperti yang telah diduga, Megan tidak memakai bra, sehingga jari-jari Imron dapat merasakan putingnya di balik kaos itu. Gadis itu menggeliat dan mencoba menghindar, tapi penolakannya tidaklah sungguh-sungguh sehingga malah membuat Imron semakin gemas. Imron semakin mendesaknya sehingga tubuh gadis itu kini terjepit antara tubuhnya dan meja dapur.
“Saya lagi kerja…lepaskan Pak!” desah Megan sambil menggerak-gerakkan bahunya untuk menghindari ciuman Imron di sekujur lehernya.
Sekilas memang Megan tampak menolaknya, namun dalam hati ia justru berharap pria itu tidak menghentikan aksinya. Nafasnya terasa semakin berat karena pria itu terus merangsangnya dengan memencet-mencet putingnya dari luar kaosnya, juga menciumi leher dan tenguknya secara intens.
“Non Megan, kan tinggal sebulan kurang lagi Non pulang ke Amerika…saya ntar kangen banget lho!” kata Imron di telinga gadis itu sambil menjilat daun telinganya.
“Hhssshh….but Pak, jangan sekarang!” desisnya lirih.
Imron meneruskan aksinya dengan memeloroti celana pendek gadis itu, pemandangan indah langsung terpampang karena ia tak memakai celana dalam. Pantatnya yang bulat padat membuat Imron tidak tahan untuk tidak meremasnya.
“Oooww!” jeritnya pelan ketika Imron dengan gemas menampar pantatnya tidak terlalu keras.
Megan tidak bisa lagi melanjutkan membuat saladnya, ia meletakkan pisaunya dan kedua tangannya berpegangan di pinggir meja dapur. Tubuhnya bergetar ketika tangan Imron mulai menyusuri celah sempit diantara kedua bongkahan pantatnya yang seksi itu. Jari-jari itu semakin ke bawah, lalu ke depan, menyelinap ke bibir vaginanya dari belakang.
“Hehehe…dicukur yah Non, jadi licin gini?” kata Imron merasakan vagina gadis itu bersih tak berbulu karena memang baru dicukur dua hari sebelumnya.
Megan menggelinjang merasakan kenikmatan mulai terbangun dari bawah sana, apalagi jari-jari pria itu mulai menyusup ke vaginanya serta mulai mengorek-ngoreknya Gadis bule itu menggigit bibir bawah dan mendesah lirih meresapi kenikmatan yang semakin menjalar ke sekujur tubuhnya.
Sementara itu tangan Imron yang lain mulai menyusup masuk lewat bawah sehingga kaos hijau itu pun tersingkap. Megan merasakan telapak tangan kasar dan hangat itu merayapi perutnya yang rata, naik ke bagian bawah payudaranya hingga akhirnya hinggap di salah satu puncaknya. Imron merangsangnya sedemikian lihai sampai gadis bule itu menggeliat dan mendesah nikmat. Rambut Megan yang terikat ke belakang mempermudah bibir tebal Imron menjalari lehernya dan mengendusi tenguknya membuatnya itu kegelian.
“Pak Imron….oowwhh!” desahnya pasrah.
Kemudian Imron membalik tubuh Megan,dan dengan cepat mengangkat tubuhnya serta mendudukkannya di tepi meja dapur. Tangannya menarik lepas celana pendek gadis itu yang masih menyangkut di pahanya lalu melemparnya ke belakang. Megan membuka bajunya sendiri hingga telanjang bulat di depan pria itu. Birahinya sudah cukup tinggi sehingga ia mulai agresif dengan menarik pria itu dan mereka terlibat percumbuan yang panas. Terlintas di ingatannya, di tempat yang sama pula mereka memulai affair ini beberapa waktu yang lalu. Di tengah percumbuan itu, Megan merasakan suatu benda tumpul yang keras menekan vaginanya.
“Eemmhh….mmmhhh!” erangnya tertahan ketika benda itu menekan masuk ke vaginanya.
Ia sangat menyukai milik Imron itu, penis Indonesia satu-satunya yang pernah mampir di vaginanya. Setiap gesekan permukaan batangnya yang keras dan berurat itu dengan dinding vaginanya sungguh mendatangkyan sensasi yang luar biasa. Mereka melepas cumbuan ketika Imron mulai menggerak-gerakkan penisnya maju-mundur. Genjotan Imron membuat gadis itu terbuai dalam arus birahi dan menyerahkan diri sepenuhnya tanpa memandang perbedaan apapun di antara keduanya. Wajah Megan nampak lebih menggairahkan pada saat terangsang seperti ini, matanya yang hijau semakin sayu seakan memohon kepuasan, bibir tipisnya yang basah membuka dan mengeluarkan erangan erotis. Sambil menggenjot Imron mengambil seiris tomat dari piring di sebelah lalu meletakkanya di payudara gadis itu. Megan kegelian merasakan potongan tomat yang basah dan dingin itu di permukaan kulitnya. Sensasi itu semakin nikmat ketika Imron mengunyah tomat itu sehingga sesekali putingnya tergigit.
Kemahiran Imron dalam bercinta mengantarkan dara Amerika itu ke puncak kenikmatan dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Tubuh gadis itu mengejang dan mulutnya mengeluarkan desahan panjang menyongsong orgasme pertamanya. Imron mempercepat sodokannya tanpa mempedulikan Megan yang masih didera orgasmenya. Cairan orgasme gadis itu menyebabkan vaginanya makin licin sehingga penis Imron semakin lancar keluar-masuk di lubang itu. Akhirnya tak lama kemudian, Imron pun menyusul ke puncak. Dengan sebuah erangan panjang, ia menuntaskan nafsunya, penisnya menumpahkan banyak sekali lahar putih kental ke vagina gadis itu.
“Ohh…he really knows to satisfy me!” kata Megan dalam hati.
Selama beberapa saat, Imron membiarkan penisnya menancap dalam-dalam di vagina gadis itu hingga benda itupun menyusut di dalam sana. Mereka berpelukan dan berciuman ringan menikmati sisa-sisa orgasme. Makan malam jadi tertunda akibat pergumulan kecil itu. Imron membantu gadis itu membereskan dapur dan menyiapkan makan malam, setelahnya mereka makan bersama sambil ngobrol-ngobrol tentang kegilaan yang mereka lakukan tadi. Empat puluh menit kemudian pergumulan itu berlanjut di kamar dalam waktu yang lebih lama hingga akhirnya Megan tertidur dalam kelelahannya. Malam itu Imron kembali menginap di apartemen gadis itu, di ranjang empuk, kamar ber-AC dan ditemani gadis cantik. Seringai jahat tergurat di bibirnya sambil memeluk gadis bule yang telah tertidur di sebelahnya itu, tak lama kemudian ia pun turut terlelap bersamanya.
**********************************
Dua hari kemudian
Suatu hari, seperti biasanya, Ryan sedang menunggu Marina di tempat parkir. Suasananya lagi sepi seperti biasanya. Selagi menunggu, medadak Ryan mendengar suara gerobak sampah yang biasanya didorong Imron. Ryan dengan angkuh memandang dari spion mobilnya, dan Imron lewat di sebelah mobilnya. Tak ada yang aneh, sampai ketika di depan Imron menggebrak kap mesin mobil Ryan. Dengan marah Ryan turun hendak menghadang Imron, tapi “BUKK!!”, sebuah kayu besar dipukulkan oleh Encep ke kepala Ryan dari belakang, dan Ryan pingsan. Imron segera mengembalikan bak sampah ke gudang, dan ketika kembali ia melihat Kahar sudah datang dengan Gufron yang membonceng di sepeda motornya. Imron merogoh semua kantong baju dan celana Ryan, dan kunci mobil, dompet serta handphonenya disimpan oleh Imron. Kemudian dengan cekatan Gufron yang memang tukang ban itu melepas ban serep mobil Ryan, dan dengan dibantu Encep, Imron menaikkan Ryan yang tentu saja masih belum sadar itu ke sepeda motornya Kahar. Encep naik ke sepeda motor juga di belakang Ryan, dan memegangi Ryan. Kahar segera melajukan sepeda motornya ke gubuk Gufron, tempat yang sudah direncanakan kemarin.
Imron mengunci pintu mobil Ryan, dan bersama Gufron ia pergi ke gubuknya Gufron. Situasi yang sepi memuluskan rencana mereka. Sampai di dalam, Ryan didudukkan di sebuah kursi, dan diikat erat. Lalu bersama Kahar, Encep kembali ke kampus, dan bersandar di belakang mobil Ryan, menunggu Marina datang. Sedangkan pak Kahar duduk di posnya seolah olah tak ada kejadian apa apa. Sementara itu, di gubuk Gufron, Imron bersiap melakukan pembalasannya terhadap Ryan. Gufron menyiramkan air dari tempat yang biasanya digunakan untuk memeriksa titik kebocoran ban dalam ke muka Ryan. Gelagapan Ryan tersadar, dan setelah menyadari keadaannya, dimana ia melihat Imron yang menyeringai dengan sinis ke arahnya, Ryan menjadi ketakutan. “Apa yang lu lakuin? Lepaskan gua!” bentak Ryan dengan tidak yakin. Imron dan Gufron saling pandang, dan tertawa terbahak bahak. Lalu Imron segera memberikan bogem mentahnya pada ulu hati Ryan, yang langsung terbatuk batuk. Dan setelah Gufron memberikan satu dua pukulan pada Ryan, Gufron segera keluar, berjaga di tempatnya seperti biasa, menunggu orang yang membutuhkan jasa pompa ban ataupun tambal ban. Di dalam, Imron terus menghajar Ryan dengan penuh dendam, sehingga keadaan Ryan sudah babak belur. Terdengar beberapa kali Ryan mohon ampun, tapi tentu saja Imron tak mau melepaskan kesempatan ini begitu saja.
“Ini pelajaran untuk orang orang yang biasa sok jago seperti loe!”, bentak Imron sambil terus melayangkan pukulannya. “Mana kesombongan loe hah? Kok sekarang malah nangis minta ampun?”, bentak Imron. Ia memukul, menampar dan menendang Ryan sesuka hatinya.
Selagi Imron melampiaskan dendamnya, Marina yang sudah selesai mengajar, berjalan ke arah parkiran, dan ia agak heran melihat Encep yang bersandar di belakang mobil kekasihnya. Lebih heran lagi, ia tak melihat keberadaan Ryan. “Pak, bapak lihat teman saya yang punya mobil ini?” tanya Marina pada Encep, yang segera menjawab, “Iya bu, tadi pak Rian titip pesan pada ibu, kalo pak Rian menambalkan ban mobil ke tempat tambal ban yang di sebelah timur itu bu..”. Marina bertanya lagi, “Jauh nggak pak dari sini?”. Encep menjawab, “Nggak bu, Cuma setengah kilometer kira kira. Ibu mau ke sana? Perlu saya antar? Kalo tidak saya mau melanjutkan pekerjaan saya bu, saya masih…”. Marina langsung memotong, “Iya pak, tolong antar saya ke sana bentar pak”. Marina melihat jam tangannya, sekarang pukul 2 siang.
“Baik bu, ikuti saya”, kata Encep dan membalikkan badan, berjalan menuju ke gubuk si Gufron tadi. Ketika melewati pos satpam, Kahar sesuai rencana, menyapa Marina, “Bu, itu tadi ban mobil pak Ryan kempes, itu lagi nambal di sana bu”. Kahar menunjuk ke arah gubuk Gufron, dan Marina menganggukan kepalanya dan berkata, “terima kasih pak”.
Maka dengan diantar Encep, Marina yang makin percaya kalo Ryan memang sedang menambal ban, pergi menuju ke tempat itu. Marina sama sekali tak pernah membayangkan apa yang sedang terjadi, dan apa yang akan terjadi terhadap dirinya. Ia tak tahu Encep sedang tersenyum lebar, dan Gufron yang melihat kedatangan mereka berdua dari jauh, segera masuk dan memperingatkan Imron. Imron segera menyumpal mulut Ryan, dan bersembunyi di balik pintu. Dan Gufron kembali keluar, pura pura baru selesai memompa ban serepnya Ryan.
Marina yang tahu itu memang ban mobil Ryan, segera mendekat dan bertanya, “Pak, mana pemiliknya ban ini? Sudah dibayar belum pak?”. Lagi lagi Marina agak heran karena tak melihat Ryan. “Oh, bapak yang punya itu ada di dalam bu, lagi istirahat. Katanya kepalanya agak sakit. Belum dibayar bu, tapi ya orangnya ka nada di dalam”, kata Gufron. Marina lega sekaligus kuatir. Lega karena sudah tahu dimana Ryan, kuatir karena jarang ia mendengar Ryan sakit kepala. “Boleh saya masuk pak?”, tanya Marina. “Oh boleh boleh, mari silakan masuk!”, kata Gufron sambil membuka gubuknya.
Begitu Marina melangkah masuk, Marina merasa pinggangnya ditekan sesuatu, dan terdengar suara Encep, “Bu Marina, jangan berteriak kalo mau selamat!”. Marina terkejut sekali, selain dirinya ditodong, ia melihat kondisi Ryan yang sudah babak belur. Encep mendorong Marina masuk, sedangkan Gufron kembali menjaga tempatnya, sehingga tidak akan ada orang yang curiga. Toh Imron sudah berjanji, ia akan mendapat bagiannya, yaitu tubuh Marina. Gufron amat tergiur melihat cantiknya Marina sehingga ia memandangnya terus sampai wanita itu masuk.
Di dalam, Marina tahu mereka berdua dalam masalah besar setelah Marina mendapati Imron ada di situ juga. “Ryan… lu gimana… makanya Ryaan.. lu kok selalu cari perkara? Minta maaflah Ryan pada pak Imron…”, kata Marina sambil menangis. “Pak Imron.. maafkan Ryan pak.. saya bersedia mengganti kerugian bapak… “, dan langsung dipotong Imron, “Diam! Saya tak butuh uang ibu!”. Marina tercekat, tak tahu harus bagaimana. Tapi sejenak kemudian Marina kembali memohon, “Pak, tolong lepaskan Ryan pak, maafkanlah dia..”, kata Marina, air matanya berderai. “Enak saja bu, Ibu kan tau orang ini berkali kali menghina saya. Tapi.. kalo ibu ingin saya melepaskan orang ini, saya punya tawaran untuk bu Marina..”, kata Imron. Sebuah pepatah mengatakan,
Jangan menciptakan musuh bagi dirimu sendiri,
Karena sekali permusuhan dimulai, tidak akan berakhir.
Mengganggu orang lain mengakibatkan dirimu diganggu juga,
Kau membawa kesusahan bagi dirimu dan orang yang kau cintai.
“Apa itu pak? Bapak boleh minta apa saja pak, asal lepaskan Ryan”, kata Marina penuh harap. “Apa saja bu?”, tanya Imron dengan menyeringai. “I.. Iya pak”, kata Marina dengan tak yakin. Marina mulai merasa tak enak.
“Hahaha…itulah yang saya harapkan!” Imron tertawa penuh kemenangan, ia maju selangkah dan mengelus pipi wanita itu, “Ibu memang cantik dan penuh pengertian”
“Kurang ajar!” Marina menepis tangan pria itu dengan kesal, ia ingin berteriak namun tidak sanggup karena situasi ini, “Bapak…bapak mau apa?!”
“Semua orang di kampus juga tau Ibu ini dosen favorit, cowok mana yang gak pengen ngerasain ngentot sama Ibu, masa Ibu belum tau apa mau kita sih?” Encep menimpali.
“Aa…apa? Tidak…saya nggak mau!” Marina tertegun, wajahnya memucat mendengar ucapan Encep yang tidak senonoh dan sangat merendahkannya itu, ia mengerti apa yang diinginkan mereka sehingga secara refleks ia menyilangkan tangan di dadanya seolah menutupi tubuhnya dari tatapan mata mereka yang menelanjanginya.
“Jadi Ibu lebih memilih kekasih Ibu ini saya hajar lagi lalu saya kebiri dia hah?” ancam Imron seraya menjambak rambut Ryan yang terikat tak berdaya itu.
“Jangan, lepaskan dia!” Marina hendak merangsek ke depan dengan berlinang air mata, namun Encep dengan sigap mendekapnya dari belakang.
“Eeeiitt…awas Bu, jangan sampai teriak kalau mau semua baik-baik aja!” kata satpam itu.
“Jadi gimana Bu? Pilihannya ada di tangan Ibu” Imron mendekati Marina dan mengangkat dagunya.
“Baik…baik, saya mengerti apa yang kalian mau…tolong jangan sakiti dia lagi” ucapnya sambil terisak.
“Oke kalau gitu Bu, sekarang buka bajunya, ayo jangan malu-malu!” perintah Imron.
Marina tertegun dan menelan ludah mendengar perintah itu, ia memang sudah pernah telanjang di depan Ryan walau tidak sampai berhubungan seks. Kali ini ia harus membuka baju di depan dua pria bertampang sangar ini, sungguh suatu hal yang berat baginya, namun tidak ada jalan lain selain menuruti mereka karena ia tidak ingin pria yang ia cintai dipukuli lagi. Perlahan-lahan, ia pun mulai melucuti pakaiannya sendiri, mulai dari setelan luar, lalu satu persatu baju dan roknya berjatuhan ke lantai.
“Bener-bener mantep, ternyata body bu dosen kita ini seksi juga ya!” kata Imron menatapi tubuh Marina yang tinggal mengenakan bra dan celana dalamnya dengan pandangan nanar, “sisanya buka juga Bu!”
Sambil terisak wanita itu pasrah meraih kait bra nya di belakang, dengan ragu-ragu ia meloloskan bra krem itu melalu kedua lengannya, air matanya nampak semakin meleleh.
“Satu lagi Bu!” sahut Encep yang semakin bernafsu melihat kemolekan tubuh Marina, ia terlihat seperti binatang buas yang sudah tak sabar memangsa buruannya.
Marina membungkuk dan tangannya gemetaran melepas lembaran terakhir yang melekat di tubuhnya. Keduanya berdecak kagum dan jakun mereka naik turun melihat tubuh Marina yang sudah polos itu. Lelaki normal mana tak tergiur dengan tubuh semolek itu dengan payudara 34B yang montok, paha yang mulus dan ramping yang keatasnya membentuk lekukan pinggul yang indah dan pinggang yang ramping. Kini ia hanya bisa menggunakan tangannya untuk menutupi payudara dan vaginanya.
“Dibuka dong Bu, gak usah malu-malu gitu!” Encep menarik lengan Marina yang menutupi payudara dan kemaluannya serta menguncinya di belakang.
“Wehehe…bener-bener pas susunya, liat nih Man montok banget, bulat gini!” kata Imron sambil meremasi payudara kirinya.
“Aahh…jangan Pak!” erang Marina sambil meronta, ia sungguh tak kuasa menahan malu dilecehkan seperti ini apalagi di depan kekasihnya sendiri.
Tangan-tangan kasar mereka mulai bergerilya di sekujur tubuh Marina yang sudah polos itu. Darah dosen muda itu berdesir dan tubuhnya bergetar merasakan sensasi aneh yang melanda tubuhnya.
“Kalau gua suka memeknya…gondrong banget, demen gua yang kaya gini!” kata Encep merabai vagina Marina yang ditumbuhi bulu-bulu lebat.
Jari-jari pria itu mengeseki bibir vaginanya sehingga nafasnya semakin memburu dan tak sanggup lagi menahan desahannya. Tiba-tiba Imron memagut bibirnya, mata Marina terbelakak kaget, ia menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha lepas dari cumbuan Imron, namun pria itu memegangi erat kepalanya.
“Ayo Bu, jangan dingin gitu…kalau Ibu gak bersikap manis jangan salahkan saya ya!” ancam Imron dengan suara pelan di dekat wajah Marina, “ayo bersikap manis layani kita!”
Posisi Marina sangat terpojok, ia bingung harus bagaimana. Kekasihnya disandera dan ia sendiri dipaksa kedua bajingan ini untuk menikmati perkosaan atas dirinya. Beberapa saat kemudian, ia pun menghela nafas dan menguatkan tekad.
“Maafin gua, Ryan, gua gak ada pilihan lain!” jeritnya dalam hati seraya memeluk leher Imron dan menarik wajah bajingan itu ke arahnya.
Dengan menahan rasa jijik ia mencium bibir tebal pria itu. Kali ini ia membuka mulutnya membiarkan lidah Imron bermain-main di dalamnya. Ia pasrah saja mengikuti irama tarian lidah Imron sambil memejamkan mata. Tubuh telanjangnya dihimpit dari depan dan belakang, ia dapat merasakan suatu benda keras menonjol di balik celana Encep bergesekan menyentuh pantatnya. Selama beberapa menit Imron memagut bibirnya sambil tangannya meremas-remas payudaranya. Setelah mulut mereka berpisah, Marina merasa mulutnya sangat kotor.
“Gitu Bu, mulai nikmatin ya…asyik kan!” ejek Imron, “dijamin kita pasti muasin Ibu”
Marina merasa hati dan telinganya sangat panas mendengar cemoohan itu, namun ia telah bertekad untuk melayani nafsu bejat mereka demi keselamatan kekasihnya. Ia menurut saja ketika Imron menyuruhnya duduk di dipan.
“Bukain celana saya Bu…terus sepong kontol saya, biar pacar Ibu liat!” perintah Imron.
Ia melakukan apa yang diperintahkan, jari-jari lentiknya bergerak membuka celana Imron. Tangannya merasakan benda keras dibalik celana itu, ia sempat ragu namun kembali melanjutkan aksinya. Mata Marina terbelakak melihat penis Imron mengacung tegak ke arahnya begitu ia menurunkan celana dalam pria itu. Penis itu terlihat begitu kokoh dengan urat-urat di sekujur batangnya dan kepalanya yang memerah. Belum habis rasa kagetnya Encep juga telah membuka celana dan mengeluarkan penisnya sehingga Marina kini seperti ditodong dua batang penis.
“Jangan bengong, pegang Bu, masukin mulut!” Imron meraih tangan wanita itu dan meletakkan di penisnya.
“Nggak Pak…saya mohon, saya nggak pernah melakukan ini!” Marina memohon sambil meneteskan air mata, baginya oral seks sangat menjijikkan bahkan pada kekasihnya pun ia menolak.
“Oke deh kalau gitu, Cep…coba patahin satu-dua gigi si pecundang itu!” kata Imron menoleh pada Ryan yang terikat tak berdaya.
“Jangan…baik…saya bersedia!” Marina secara refleks meraih penis Encep sebelum pria itu hendak mendekati kekasihnya.
Dosen muda itu terpaksa mengeluarkan lidah dan mulai menyapukannya perlahan ke kepala penis Imron sambil tangan yang satunya mengocok penis Encep. Kedua pria tak bermoral itu tertawa-tawa melihat takluknya mangsa mereka.
“Nah gitu dong Bu…kita juga ga mau main kekerasan…uuh sedapnya!” kata Imron sambil sedikit mendesah karena jilatan Marina, “sekarang emut Bu, lidahnya mainin!”
Imron mendorong penisnya hingga masuk ke mulut Marina.
“Eemmmmhh!” desahnya tertahan dengan mata membelakak kaget.
Benda itu terasa sangat menyesakkan di mulutnya, belum lagi aromanya yang tidak sedap itu. Marina menggerakkan lidahnya dan melakukan hisapan-hisapan kecil seperti yang diinstruksikan pria itu.
“Jangan pake gigi Bu…awas kalau kegigit!” kata Imron, “eeemm…ya gitu Bu bener…enak…yah terus gitu!” tangannya memegangi kepala wanita itu dan membelai rambut pendeknya.
“Masih amatiran yah Ron nyepongnya?” tanya Encep melihat Marina yang masih canggung dan tersiksa melakukan oral seks.
“Iya sih…tapi kalau dilatih pasti lama-lama bisa muasin!” jawabnya, “kayanya si goblok itu belum pernah ngapa-ngapain Ibu yah, makannya sekarang kita ajarin Bu hahaha!”
“Heh…goblok, makannya punya pacar cantik gini ajarin dong, jadi aja keduluan kita!” ejek Encep pada Ryan disambut gelak tawa mereka.
Marina sudah sedikit beradaptasi dengan penis Imron yang telah bertengger sekitar lima menitan di mulutnya. Ia mulai mengulum dan menjilati benda itu serta mengesampingkan rasa jijiknya. Matanya melirik sejenak pada kekasihnya yang terikat di pojok sana, namun ia tidak sanggup memandangnya lama-lama karena malu yang teramat sangat harus melakukan seperti itu di depan pacarnya. Mulanya, Imron memaju-mundurkan penisnya di mulut Marina seperti menyetubuhinya, namun kini Marinalah yang malah memaju-mundurkan sendiri kepalanya sambil menghisap penis pria itu.
“Pinter…ibu memang cepat belajarnya yah…hhhhmm!” gumam Imron.
“Emmhh!” desah Marina tertahan ketika merasakan pahanya dibuka dan disusul rasa geli pada vaginanya.
Ternyata Encep yang sudah telanjang bulat tengah berjongkok diantara kedua pahanya. Pria kurus itu membenamkan wajahnya pada selangkangan Marina dan mulai menjilatinya. Dengan rakus Encep menjilati vagina yang masih rapat dan berbulu lebat itu. Kedua jarinya merenggangkan bibir vaginanya sehingga terkuaklah bagian dalamnya yang merah dan berlendir itu. Tubuh Marina makin bergetar merasakan lidah pria itu mengais-ngais vaginanya terlebih ketika lidah itu menyentuh klitorisnya. Encep membuka paha wanita itu lebih lebar sehingga ia makin leluasa menjilat dan menghisap wilayah sensitif itu. Marina semakin larut dalam birahi akibat perlakuan Encep, tanpa disadari ia semakin asyik menikmati tugasnya mengoral penis Imron. Encep bukan saja memainkan lidahnya di liang kenikmatan itu, jari-jarinya pun ikut bermain disana. Ia menyentil-nyentilkan lidahnya pada daging kecil sensitif itu menyebabkan pemiliknya menggelinjang nikmat.
“Hhhmm…wangi...lebat, masih perawan lagi! bener-bener memek yang mantap!” sahut pria itu menghirup aroma vagina Marina yang terawat baik.
Marina merasakan orgasme mulai melandanya, vaginanya makin berdenyut-denyut hingga akhirnya sssrrrr…keluarlah cairan bening yang hangat diiringi menegangnya tubuhnya. Ia ingin mendesah sejadi-jadinya melepaskan perasaan itu, namun mulutnya terganjal penis Imron sehingga hanya mengeluarkan erangan tertahan. Encep menjilati cairan kewanitaan Marina dengan rakusnya.
“Ssslllrrpp…ssrrrpp…heh gurih banget nih memek pacar lu!” pria itu menoleh ke Ryan dan mengejeknya, “pernah nyoba ga lo!”
Ryan yang terikat di sudut sana merasa geram melihat apa yang mereka lakukan pada kekasihnya. Berbagai perasaan bercampur baur di hatinya, mulai dari rasa bersalah karena telah menyeret kekasihnya dalam kesusahan seperti ini, kemarahan pada kedua orang itu, juga terangsang melihat adegan panas di depan matanya itu. Tanpa dapat dicegah penisnya pun mengeras.
“Tidak apa yang gua pikirin, pacar gua diperkosa…masa gua malah terangsang, sori Mar…ini salah gua!” sesalnya dalam hati tanpa dapat berbuat apapun.
Saat Ryan termenung itu, tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah dua orang dari luar sana. Gufron si tukang tambal ban itu, seorang pria setengah baya yang kurus dan agak pendek, tampangnya lusuh tidak terawat dengan kulit hitam terbakar matahari dan jenggot pendek yang kelihatan jarang dicukur. Di belakangnya nampak seorang satpam bertubuh besar dan berkumis yang tak lain adalah Kahar. Gufron meletakkan kotak peralatannya di sebuah rak, ia baru saja membereskan barang-barangnya sambil menunggu kedatangan Kahar. Baru setelah itu ia masuk ke dalam untuk bergabung dengan Imron dan Encep yang sudah mulai sejak tadi.
“Walah…kita keduluan nih, kok pada udah mulai duluan?” kata Kahar.
“Iya lu sih datengnya lama juga, gua daritadi nunggu di luar udah konak, tapi cuma bisa ngintipin” kata si tukang tambal ban itu sambil menyikut pelan Kahar.
Kedatangan mereka membuat Marina terkejut, ia buru-buru melepaskan emutannya pada penis Imron dan menyilangkan tangan menutupi dadanya secara refleks. Ia panik dan air matanya kembali mengalir membasahi wajahnya membayangkan dirinya akan segera diperkosa empat orang bertampang mengerikan itu. Kedua pria yang baru datang itu mendekatinya tanpa menghiraukan permohonan Marina yang mengiba-iba.
“Tolonglah Pak, jangan perkosa saya!” Marina memelas sambil menggeser tubuhnya di dipan menjauhi mereka.
“Hehehe…harusnya Ibu salahin si pecundang itu dong, dia yang duluan cari gara-gara jadi Ibu terseret” kata Imron meraih lengan kiri wanita itu yang menutupi dadanya.
“Lagian kita udah keburu konak ngeliatin body Ibu jadi harus tanggung jawab dong bikin kita puas” timpal Encep.
Mereka menatapi tubuh telanjang Marina seperti orang kerasukan, tawa dan celoteh mereka membuat wanita cantik itu semakin merinding ketakutan. Ia semakin tersudut hingga tidak bisa mundur lagi. Tanpa perlawanan berarti, mereka menarik tangan dan kakinya lalu membentangkan tubuh bugilnya di dipan itu. Sebentar saja, empat pasang tangan kasar itu sudah menggerayangi tubuhnya.
“Aahhh…jangan!” erangnya dengan tubuh menggeliat saat merasakan jari-jari menyusup ke vaginanya dan bergerak keluar masuk.
“Wuii…becek banget!” sahut Gufron, si tukang tambal ban itu sambil memainkan jarinya di vagina Marina, “mmmm…gurih, bener-bener memek yang mantep!” katanya lagi setelah mengemut jarinya yang berlumuran cairan kewanitaan.
Belum cukup rangsangan dari bawah sana, Encep melumat payudaranya yang sebelah kiri. Pria itu mengisapi daging kenyal itu dan lidahnya menyapu permukaannya. Putingnya yang berwarna coklat mengeras dengan cepat, dari sana juga mengalir sensasi nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh ketika pria itu menghujaninya dengan gigitan-gigitan ringan. Si satpam Kahar juga sedang asyik menggerayangi tubuhnya, ia mengecupi dan menjilati paha mulus Marina, kumisnya menyapu kulitnya yang halus sehingga menimbulkan sensasi geli.
“Aahh…jang…mmmhh!” Imron melumat bibir Marina sehingga desahannya terhambat, tangannya meremasi payudaranya yang kanan.
Penjaga kampus itu mencumbunya sambil membelai rambutnya dengan lembut, remasan tangannya pada payudaranya pun demikian erotis dan membangkitkan gairah. Entah bagaimana, pria ini benar-benar membuatnya takluk dan bereaksi di luar kesadarannya. Lidahnya secara refleks saling belit dengan lidah kasap pria itu serta mengesampingkan rasa jijik menelan ludahnya. Selama beberapa menit ia membalas cumbuan pria itu dengan gairah yang tak bisa dikontrolnya. Sementara itu kroni-kroni Imron lainnya terus melancarkan aksinya dalam melampiaskan nafsu binatang mereka. Gufron nampak begitu bernafsu melumat vagina Marina, lidahnya menyusup dalam-dalam ke vaginanya menggelitik seperti ular membuat pemiliknya menggelinjang tak karuan. Imron melepas cumbuannya dari bibir Marina, mata dosen muda itu pun membuka.
“Ayo…ayo misi dulu, waktunya ngejos nih! Kita kasih liat ke kunyuk itu gimana perkasanya kita hahaha!” kata Imron menyuruh Gufron yang sedang menjilati vagina Marina untuk menyingkir dulu.
Imron mengambil posisi di antara kedua belah paha Marina dan menggenggam batang penisnya yang diarahkan ke vagina wanita itu. Marina tahun sebentar lagi keperawanannya akan direngut paksa, namun ia tidak berdaya, selain karena sudah mulai dikuasai birahi, ini adalah keharusan demi menyelamatkan kekasihnya.
“Ya Tuhan, apakah benar pilihan yang harus kuambil !?” jeritnya dalam hati
Ia menggeliat merasakan kepala penis Imron menyentuh bibir vaginanya. Dengan perlahan tapi pasti pria itu menekan penisnya hingga menyeruak masuk membelah bibir vagina wanita itu.
Marina meringis menahan sakit pada vaginanya yang terlalu sempit untuk dijejali penis Imron yang besar dan keras itu. Imron juga merasakan jepitan vagina itu masih sangat ketat seperti melawan penisnya walaupun sudah becek setelah orgasme tadi.
“Aakhh!” erang Marina dengan mata membelakak dan tubuh menggeliat.
Ia merasakan perih pada vaginanya begitu Imron melesakkan penisnya dalam-dalam dan merenggut keperawanannya. Ketika Imron mulai menggerakkan penisnya, ia pun tak kuasa menahan rintihannya. Imron ingin agar wanita ini takluk padanya daripada merintih-rintih kesakitan sehingga ia membiarkan penisnya tertancap dulu selama beberapa saat agar Marina dapat beradaptasi dulu.
“Uuuhh…akhirnya gua perawanin juga nih!” kata Imron penuh kemenangan.
“Sempit toh Ron?” tanya Gufron.
“Lha iya lah…legit banget pasti sip nih…mmmhh!” jawab Imron sambil mulai menggenjotnya pelan.
Tak lama kemudian Imron sudah bergerak maju mundur menggenjot vagina Marina dengan berpegangan pada kedua betis wanita itu. Tiga orang lainnya juga tidak mau ketinggalan menjarah tubuh mulus Marina. Gufron dan Encep masing-masing mengenyot payudaranya sambil tangan mereka menggeyarangi tubuhnya. Marina merasa tangannya ditarik lalu digenggamkan ke sebuah benda keras. Ia menolehkan wajahnya melihat ternyata dirinya telah menggenggam penis si satpam Kahar yang berlutut di sebelah kepalaya.
“Dikocok Bu, tangan Ibu halus sekali nih hehe!” perintahnya.
Tanpa disuruh dua kali, Marina menggerakkan tangannya mengocok penis itu. Jilatan dan rabaan pada sekujur tubuhnya kian membangkitkan libidonya.
Marina mendesah-desah dan menggelinjang liar akibat sentakan-sentakan Imron.
“Aaahhh…aahh…mmhh!” desahannya tersumbat ketika Kahar menjejalkan penisnya ke mulut dosen cantik itu.
Penis Kahar yang besar itu membuat Marina kembali merasakan sesak pada mulutnya, apalagi aromanya yang tidak sedap itu sungguh membuatnya tersiksa. Ia berusaha keras mengeluarkan penis itu dari mulutnya namun satpam itu menahan kepalanya.
“Isep Bu…seperti ke Pak Imron tadi!” perintahnya, “nah gitu…yahhh…pinter Bu!” satpam bejat itu mengerang nikmat merasakan lidah Marina menyapu kepala penisnya.
Pada saat yang sama ia juga merasakan ada yang hangat-hangat basah menyentuh lehernya. Dilihatnya Gufron, si tukang tambal ban itu kini sedang menjilati dan mencupangi lehernya sambil tangannya memilin-milin putingnya.
“Ayo Ron…semangat, dia mau keluar tuh!” Encep menyemangati melihat tubuh Marina yang semakin menggeliat tak terkendali.
Tubuh Marina semakin basah oleh keringat, ia semakin tak sanggup menahan sensasi nikmat yang melanda tubuhnya sedemikian hebat hingga membuat wajahnya memerah. Akhirnya pertahanannya bobol setelah sekitar seperempat jam disetubuhi oleh Imron.
“Mmhhh…eemm….ookkhh!!” erang Marina begitu Kahar menarik lepas penisnya dari mulutnya.
Tubuhnya mengejang dahsyat selama beberapa saat hingga akhirnya terkulai lemas di atas dipan itu. Keempatnya tersenyum senang melihat korban mereka takluk dan mengalami orgasme yang begitu hebat.
“Enak kan Bu?” ejek Imron, “goyangannya liar juga ya kalau lagi ngecrot!”
“Baru pernah ngerasain yang gini ya Bu ya? Hehe!” Gufron menimpali sambil meremas payudara Marina.
“Seperti yang gua bilang Ron…kalau lagi konak semua cewek ya gini, gak perek gak dosen!” sahut Kahar.
Marina hanya bisa terdiam saja memendam kegeraman dalam hatinya, lagipula tubuhnya terasa luluh lantak setelah orgasme pertamanya tadi. Secara jujur, ia pun menikmati orgasme itu, sungguh memalukan, mereguk kenikmatan terlarang dari orang yang memperkosa di depan kekasihnya pula, tapi mengapa…mengapa justru malah muncul semacam dorongan dalam dirinya yang merasa ingin merasakannya lagi, itulah yang berkecamuk di pikirannya.
“Nah sekarang gua Ron, udah kebelet nih!” Kahar menagih jatahnya dan menyuruh Imron menyingkir.
“Weit…sabar Har, nafsu amat, kasih kesempatan ke tuan rumah dulu dong!” kata Imron menoleh ke Gufron.
“Hehehe…akhirnya gua bisa juga ngerasain yang bening gini!” tukang tambal ban itu kegirangan dan segera mengambil tempat di antara kedua paha Marina.
Matanya seperti mau lepas melihat selangkangan Marina yang sudah benar-benar basah. Darah keperawanannya yang baru saja bobol masih nampak meleleh di wilayah tersebut, sebagian menetes ke dipan di bawahnya. Tanpa basa-basi lagi, Gufron yang sudah bernafsu sejak tadi langsung melesakkan penisnya ke vagina wanita itu.
“Eeggh…aahh!” Marina mendesah panjang dan tubuhnya mengejang.
“Uuuhh…ini baru sip…wuihh legitnya!” ceracau si tukang tambal ban itu menikmati jepitan vagina Marina menghimpit penisnya.
Dengan ganas Gufron menggenjot vagina Marina sampai menimbulkan bunyi berdecak. Sementara Imron yang penisnya masih menegang naik ke dada Marina dan menjepitkan penisnya dengan kedua gunung kembar wanita itu. Kemudian mulailah ia memaju-mundurkan penisnya yang licin itu disana. Marina dapat melihat jelas kepala penis yang seperti helm itu maju-mundur seolah hendak menghantam wajahnya.
“Wuehehe…emang kalau toked montok paling enak dipake gitu yah Ron!” kata Encep.
“Iyah…wuih paling seneng gua mainin yang kaya gini, empuk!” kata Imron makin bersemangat.
Tak sampai lima menit, Imron sudah melenguh dan meremas kuat-kuat kedua payudara itu sehingga membuat Marina meringis kesakitan. Cret…cret…beberapa kali kepala penisnya menyemprotkan cairan putih kental mengenai wajah Marina sehingga ia menjerit kecil. Terasa sekali aroma cairan itu yang tajam, ia menutup rapat-rapat bibirnya agar cairan menjijikan itu tidak masuk ke mulut.
“Walah…ngotorin lu Ron, gua belum ngapa-ngapain udah lu semprot peju gitu!” sahut Kahar.
“Wehehe…tenang Har, ntar dibersiin kok” kata Imron, “ayo Bu, ditelan!” ia menyuapkan cipratan spermanya di bibir Marina dengan jari telunjuknya.
Marina menggelengkan kepala dengan wajah memelas, ia sangat jijik dengan cairan kental itu. Namun Imron dan yang lain terus memaksanya membuatnya tak punya pilihan lain, ia pun mengendurkan mulutnya sehingga jari Imron yang berlumuran sperma dapat masuk. Cepat-cepat ditelannya cairan itu agar tak terlalu terasa dimulut.
“Iya gitu Bu…enak ga Bu pejunya?” tanya Encep.
“Aakkhhh…iii…iya, enak!” jawabnya disertai desahan karena Gufron terus menggenjotnya.
“Wahaha…hoi jing…denger ga tuh, pacar lu ternyata suka minum peju!” ejek Imron pada Ryan disusul gelak tawa yang lain.
Pemuda itu yang melihat kondisi pacarnya yang sudah sedemikian kacau semakin tak dapat menahan emosinya. Ia meronta sekuat tenaga namun ikatannya terlalu kuat sehingga ia tetap tak bisa melepaskan diri, malah pergelangan tangannya yang terasa sakit karena terus memberontak. Mulutnya menggumam tak jelas yang agaknya berisi makian. Mereka menyorakinya setiap kali Marina melahap sperma yang disuapkan oleh Imron padanya. Lama-lama ia pun mulai terbiasa dengan rasanya, demi pacarnya ia rela menahan rasa jijik dan penghinaan ini.
“Hiya…telen terus, sehat itu Bu!” kata Kahar.
“Hhhuuhh…oohhh…ngentot…enaknya!!” tiba-tiba terdengar Gufron mengerang semakin tak karuan, nampaknya ia akan segera orgasme, “Uuu….uuhhh…yaahh….keluar Buuu!!” tukang tambal ban setengah baya itu pun menancapkan penisnya dalam-dalam dan menyemprotkan spermanya di dalam sana, matanya membelakak menikmati klimaks yang luar biasa itu.
Giliran ketiga segera diambil oleh Kahar yang sejak tadi memaksa Marina mengocok penisnya. Satpam kekar itu membalikkan tubuh Marina dan mengangkat pinggulnya sehingga dosen cantik itu bertumpu dengan kedua lutut dan sikunya.
“Ayo Bu…emut yang saya!” tiba-tiba sebatang penis yang menegang ditodongkan di depan wajahnya.
Marina mengangkat wajahnya melihat Encep yang menyeringai sambil mengarahkan penis itu ke wajahnya. Dengan pasrah ia menuruti saja perintah satpam itu ketika ia menyuruhnya membuka mulut.
“Eemmhh…yeah…udah pinter ya Ibu nyepongnya uuuhhh…mantep!” Encep mengerang-ngerang menikmati servis oral Marina.
Pada saat yang sama, Kahar sedang melesakkan penisnya ke vagina Marina. Ukuran penisnya yang besar terasa sangat sesak pada vagina Marina yang baru saja diperawani sehingga tidak heran mata wanita itu membeliak-beliak dan mulutnya mengeluarkan erangan-erangan tertahan karena menahan sakit proses penetrasi itu.
“Sedap kan Har?” tanya Imron sambil meremasi payudara kanan Marina yang menggelantung.
“Sama perawan ayu gini emang beda sedapnya…masih sempit banget memeknya!” jawab Kahar.
“Pantatnya juga gua suka...padat gini liat!” sahut Gufron yang sedang beristrirahat sambil mengelusi pantat Marina yang membulat sempurna dan kencang itu.
Kahar semakin cepat memompa vagina Marina dengan penisnya membuat tubuh wanita itu tersentak-sentak keras. Encep yang penisnya sedang dikulum Marina pun terpaksa mengalah karena tidak ingin penisnya tergigit dan ia juga agak kasihan melihat Marina yang nampak kewalahan.
“Aahh…aahh!” Marina menceracau tak terkendali, tangannya mengocoki penis Encep semakin cepat.
Setiap mata melotot dan terangsang hebat melihat bagaimana seorang pria setengah baya bertampang sangar menyetubuhi seorang wanita muda yang sangat cantik dan terpelajar, termasuk juga Ryan yang juga ikut terangsang melihat adegan perkosaan atas kekasihnya itu walau bercampur dengan kemarahan dan kesedihan. Marina merasakan penis besar Kahar memenuhi liang senggamanya serta menjelajahi bagian dalamnya tanpa ada yang terlewat. ‘Plok…plok…plok!’ suara benturan pantat Marina dengan selangkangan Kahar memenuhi gubuk kecil itu. Akhirnya Marina harus takluk pada orgasme yang kembali melandanya. Mulutnya mengeluarkan erangan nikmat tanpa tertahankan ketika mencapai klimaks, tubuhnya yang dikerubuti keempat pria itu berkelejotan melepaskan kenikmatan yang luar biasa. Jamahan tangan-tangan kasar itu juga jilatan mereka pada tubuhnya makin menambah kenikmatan di puncak birahinya.
“Ohh…tidak kenapa aku malah menikmatinya?” keluh Marina dalam hati, “tapi…tapi…nggak bisa!”
Dosen cantik itu semakin tak sanggup mengendalikan diri, ia turut menggoyangkan tubuhnya mencari kenikmatannya. Tanpa perlu disuruh atau diarahkan ia mengocoki penis di genggamannya dan sesekali memasukkannya ke mulut. Tak lama setelahnya, Kahar pun tak tahan dengan himpitan kerasa vagina yang baru diperawani itu. Penisnya menyemburkan banyak cairan sperma ke dalam rahim wanita itu. Marina merasakan rahimnya sudah begitu penuh dengan sperma, yang meleleh di sela-sela vaginanya pun cukup banyak.
“Whhuah…bener-bener yahud memek bu dosen ini, siapa nih mau nyicipin…legit banget coy!” celotehnya mengomentari persetubuhannya barusan.
Setelah si satpam berkumis itu mencabut penisnya, bawahannya, si Encep yang sejak tadi menunggu buru-buru meminta jatahnya. Ia segera menaikkan tubuh Marina yang masih lemas ke pangkuannya dengan posisi memunggungi, dipeluknya dan dirasakan kehangatannya.
“Hehehe…emang sip tuh pacarlu…memeknya bikin gua ketagihan!” ejek Imron sambil menjenggut rambut Ryan.
“Jangan…jangan sakiti dia lagi Pak!” Marina memelas melihat perlakuan Imron itu.
Dosen cantik itu meronta dan melepaskan diri dari dekapan Encep lalu menghambur ke arah Imron. Tanpa menghiraukan rasa malu, ia memeluk Imron dan menciumi bibirnya agar pria itu tidak menyiksa kekasihnya lagi. Kontan adegan itu pun disoraki oleh yang yang lain.
“Wuhui…tuh liat pacarlu yang mau loh, dia emang gatel pengen dientot tapi sayang lu pecundang, ga bisa muasin dia hahaha!” sahut Encep.
Betapa panas hati Ryan melihat kekasihnya bercumbu panas dengan pria lain tepat di depan wajahnya sendiri. Ketika Encep menghampiri dan mendekapnya dari belakang Marina bahkan menengok dan melingkarkan tangannya ke leher pria itu sementara tangan satunya meraih penisnya. Ia melakukan semua ini agar mereka tidak lagi menyiksa kekasihnya, keadaan memaksanya memberanikan diri bertingkah binal agar perhatian mereka lebih kepada dirinya.
“Eemmmhh…Pak!” erangnya merasakan sapuan lidah Encep telak pada leher naik ke telinganya dan elusan tangan pria itu pada vaginanya.
Imron pun tak tinggal diam, tangannya meremasi payudara wanita itu seakan memamerkannya pada Ryan yang terikat tak berdaya. Tak lama kemudian Encep menjatuhkan diri pada sebuah bangku kayu sehingga otomatis Marina yang sedang didekapnya pun naik ke pangkuannya.
“Masukin Bu!” perintahnya dekat kuping Marina.
Tanpa diperintah lagi, Marina segera meraih penis Encep yang telah menegang dan mengarahkan ke vaginanya.
“Aakkhh!” erang Marina karena penis itu mulai menusuk dan membelah liang vaginanya.
Tanpa terasa ia menggeliat keenakan seiring semakin melesaknya penis itu.
“Hhhmm…enak kan Bu?” goda Encep.
“Iyahh…Pak!” jawab Marina yang nafasnya semakin memburu karena gairahnya mulai bangkit kembali.
Marina semakin tak kuasa menahan erangannya ketika Encep menyentakkan tubuh sehingga penisnya mengaduk-aduk dinding vaginanya. Tubuhnya terlonjak-lonjak mengikuti irama sentakan pria itu. Imron mendekati Marina yang sedang naik turun di pangkuan Encep dan menempelkan kepala penisnya di mulut wanita itu yang pasrah membiarkan mulutnya dijejali benda itu. Gufron dan Kahar yang baru memulihkan tenaga pun turut mendekatinya. Kini Marina kembali dikerubuti pria-pria bejat yang bernafsu melahapnya. Tubuhnya mulai bergetar karena rangsangan bertubi-tubi pada sekujur tubuhnya. Cret…cret…penis Gufron yang sedang dikocok dengan tangannya, memuntahkan sperma yang membasahi wajahnya, agaknya tukang tambal ban setengah baya itu memang tidak sanggup bertahan lama dalam seks. Selama beberapa saat lamanya Encep menyetubuhinya dengan gaya berpangkuan hingga akhirnya klimaks. Imron dan Kahar membawa tubuh Marina kembali ke dipan. Sebelumnya si satpam berwajah sangar itu berbaring di atasnya baru menaikkan tubuh wanita itu ke atas badannya.
“Sekarang kita coba dua lubang Bu!” kata Imron dari belakang.
“Jangan Pak…jangan lewat situ….ahhhkk…aahhh…sakit!” erang Marina merasakan penis Imron melesak ke duburnya.
Sementara di bawahnya penis Kahar juga membelah bibir vaginanya dan menerobos masuk ke dalamnya. Air matanya meleleh menahan sakit pada kedua lubangnya. Setelah memberi waktu sejenak untuk beradaptasi keduanya mulai menggenjotnya. Kedua penis itu keluar masuk vagina dan duburnya seperti mesin pompa. Rasa sakit bercampur nikmat membuatnya mendesah tak karuan. Arus kenikmatan ini kembali menyeretnya sehingga Marina pun mulai menikmatinya.
Keempat pria tak bermoral itu terus menggarapnya selama beberapa waktu ke depan, ludah mereka belepotan di sekujur tubuhnya yang mulus, sperma mereka terciprat baik di dalam maupun di tubuhnya. Imron merekam beberapa adegan perkosaan itu dengan ponselnya, mereka bersorak seperti menonton pertandingan setiap kali temannya menggarap hingga mencapai klimaks. Setelah puas melampiaskan nafsu binatangnya mereka meninggalkan tubuh telanjangnya yang awut-awutan di atas dipan. Keringat bercucuran di sekujur tubuhnya, rambutnya sudah berantakan dan nampak sperma meleleh dari vagina dan anusnya. Keempat pria bejat itu mulai berpakaian, ada juga yang minum dan mengisap rokok. Dari mulut mereka mengalir komentar-komentar tentang persetubuhan tadi yang mungkin lebih tepat disebut perkosaan.
“Oke, sekarang seperti yang sudah kita janjikan, kalian boleh pulang, tapi awas jangan macam-macam, ingat gua udah ngerekam yang tadi itu disini” ancam Imron menunjukan ponsel berkameranya lalu melepaskan penutup mulut pemuda itu.
“Bangsat!!” maki Ryan begitu mulutnya terlepas.
“Ryan…Ryan udah…sudahlah…yang penting kita selamat!” Marina tanpa mempedulikan kondisinya yang masih lemas dan belum berpakaian menghampiri kekasihnya dan mendekapnya seolah melindunginya kalau-kalau mereka menghajarnya lagi.
Ia terisak-isak memeluk pemuda itu dan memohon pada mereka agar melepaskannya.
“Baik…Ibu boleh pulang sekarang dan bawa pecundang itu, mending Ibu cepat berpakaian sebelum kita nafsuan lagi hehehe!” kata Imron
“Rekaman itu Pak…tolong…!” Marina memelas dengan suara lirih.
“Minggu depan saya hapus di depan Ibu, soalnya seminggu ini saya masih pengen nyicipin Ibu” jawab Imron santai.
“Apa…hhhrrhh!” Ryan sangat geram mendengarnya namun segera dicegah Marina agar tidak bertindak gegabah.
Marina pun sebenarnya amat marah dengan permintaan yang keterlaluan itu, ia mengepalkan tangan kuat-kuat dan matanya memandangi keempat pemerkosanya itu dengan penuh kebencian. Namun, demi kekasihnya, ia dapat segera menguasai diri dan menyanggupinya dengan berat hati. Setelah berpakaian, Marina membebaskan Ryan dari ikatannya.
“Ryan…kamu…kamu gak apa-apa kan?” tanyanya gugup karena ia masih ingat bagaimana ia telah bersikap binal bak pelacur di hadapan pemuda itu.
Ryan hanya menggelengkan kepala menjawabnya. Dengan langkah tertatih-tatih mereka pun angkat kaki dari gubuk si tukang tambal ban diiringi ejekan para bajingan itu. Saat itu langit sudah gelap, mereka naik ke mobil yang telah diperbaiki dan segera tancap gas. Sepanjang perjalanan keduanya membisu dan tidak berani melihat wajah masing-masing, Marina masih terisak meratapi dirinya.
“Gua tau…gua udah gak pantes lagi buat lu, gua udah terlalu kotor!” ucap Marina dengan suara bergetar, “kalau lu mutusin gua, gua juga udah pasrah”
Ryan tidak menjawab selama beberapa detik, lalu tangannya menggenggam tangan kekasihnya.
“Mar…jangan omong gitu, ini semua emang salah gua sampai lu harus berkorban kaya gini…gua…gua masih pengen sama lu!” jawab pemuda itu, ia juga tak bisa menahan air matanya menetes.
Ryan lalu menepikan mobil yang dikemudikannya dan langsung memeluk Marina. Keduanya berpelukan erat sambil menangis.
“Gua masih harus jadi budak seks…apa lu masih mau nerima gua Ryan?” tanya Marina dalam pelukan pemuda itu.
“Gua terima Mar…gua gak akan ninggalin lu sampai kapanpun” jawab Ryan mengelus rambut Marina.
Ucapan pemuda itu sungguh bagaikan seteguk air di tengah gurun pasir yang memberinya kesejukan dan harapan. Marina lalu mengutarakan rencananya untuk berhenti mengajar di universitas tempatnya bekerja setelah Imron menghapus rekamannya nanti.
Hari-hari ke depan, Marina masih harus melayani Imron dimanapun dan kapanpun diminta. Tak jarang Kahar dan Encep si satpam kampus pun meminta jatah. Perbuatan terkutuk itu biasa terjadi di toilet kampus, gudang, kelas kosong dan lain-lain. Bahkan pernah ketika Ryan menelepon Marina melalui ponselnya diterima oleh Imron yang saat itu sedang menyetubuhinya di toilet.
“Hahaha…halo, nyari pacarlu yah…sori bentar ya, lagi gua pake nih!” ejek Imron dengan penuh kemenangan.
“Lu emang bangsat…hati-hati lu nanti!” balas Ryan lalu memutus hubungan dengan marah.
Tanpa terasa seminggu telah berlalu namun Imron masih belum menghapus rekaman itu dan melepaskan Marina seperti janjinya dulu. Ia masih menunda-nunda dan tetap memakai Marina sebagai pemuas nafsunya. Sementara itu Ryan mulai bersikap dingin dan sulit dihubungi oleh Marina. Beberapa kali ia menghubungi Ryan, namun seringkali telepon tak diangkat atau SMS tak dibalas, kalaupun dibalas hanya berisi jawaban singkat alakadarnya saja. Hingga akhirnya 12 hari setelah perkosaan yang menimpanya, ketika Marina sedang berbelanja di mall sendirian, ia melihat sebuah pemandangan yang membuat hatinya serasa diiris-iris, ia tidak ingin percaya pada pandangannya, namun itu semua nyata. Dilihatnya di sebuah meja food court, Ryan sedang berduaan dengan seorang gadis lain. Mereka terlihat sedang makan dan ngobrol mesra, sesekali Ryan menyuapi makanannya pada gadis itu dan memegang tangannya. Dengan hati hancur ia menghampiri keduanya.
Ryan begitu gugup dan salah tingkah melihat Marina berdiri di samping mejanya, wajahnya menunjukkan kekecewaan dan kesedihan yang amat dalam.
“Lu…lu bener-bener keterlaluan…kenapa lu ga putusin gua dari waktu itu aja?” katanya dengan suara bergetar.
“Ehh…Mar…gua…gua bisa jelasin ini” kata Ryan terbata-bata.
“Cukup…gua ga butuh penjelasan!” Marina begitu emosi sampai tak tahan untuk tak menjerit sehingga mengundang perhatian orang sekitarnya.
Sebelum Ryan berkata lebih lanjut ia langsung membalikan badan dan pergi dari tempat itu dengan menyentakkan kaki. Para pengunjung berkasak-kusuk melihat kejadian itu sehingga Ryan merasa tidak nyaman di tempat itu. Tanpa menghabiskan makannya ia segera beranjak bersama gadis itu. Marina pulang dengan hati hancur, pemuda yang dicintainya hingga demi dirinya ia rela berkorban sedemikian besar itu ternyata hanya bisa memberi harapan palsu padanya. Kalau saja hari itu Ryan memutuskannya lukanya tidak akan sedalam sekarang. Kini ia merasa dunia sepertinya sudah hancur, direnggut paksa keperawanannya lalu dikhianati oleh orang yang dicintainya. Pengorbanannya sungguh merupakan kesia-siaan terbesar dalam hidupnya. Sebuah puisi klasik memberi sindiran pada orang-orang seperti Ryan,
Melihat kematian tuannya,
kuda Raja Chu* melompat ke Sungai Wu.
Tak rela melayani musuh,
Si Rambut Merah** memilih mati kelaparan.
Kalau binatang saja memiliki kesetiaan,
betapa rendah mereka yang tak tahu balas budi
Sejak itu Ryan tidak pernah menghubunginya lagi, bahkan SMS atau telepon permintaan maaf pun tidak pernah ada. Tanpa sadar ia kini mulai menikmati tugasnya sebagai budak seks. Sakit hati dan frustasinya mendapat tempat pelarian melalui kepuasan terlarang bersama Imron dan kroni-kroninya. Ia semakin tidak ragu-ragu atau terpaksa lagi melayani nafsu setan mereka, ia tidak pernah lagi mengungkit-ungkit janji Imron menghilangkan rekaman perkosaannya. Wanita cantik dan terpelajar itu kini telah menjadi budak seks Imron cs. walaupun dalam kesehariannya ia terlihat tanpa cela.
Keterangan:
* Raja Chu adalah gelar Xiang Yu (232-202 SM), seorang panglima perang pemberontak pada akhir Dinasti Qin. Setelah kalah dalam pertempuran terakhirnya ia terdesak hingga ke pinggir sungai. Seorang tukang perahu menawarkan jasa untuk melarikan diri dengan menyeberangi sungai. Namun ia bertekad untuk bertempur hingga akhir daripada kembali ke kampung halaman sebagai pecundang. Ia hanya menyerahkan kudanya yang telah menemaninya berperang selama bertahun-tahun pada si tukang perahu dan meminta agar merawatnya dengan baik. Musuh-musuh Xiang menyusulnya ke tepi sungai itu dan mengepungnya, di tengah keterpojokannya, ia menggorok lehernya dengan pedangnya sendiri. Saat itu perahu yang membawa kudanya telah di tengah sungai dan kuda itu melompat ke air dan mati tenggelam menyusul tuannya.
** Si Rambut Merah adalah nama kuda kesayangan Guan Yu, jenderal legendaris Zaman Tiga Negara. Setelah Guan Yu kalah dalam sebuah pertempuran dan dihukum mati Sun Quan, raja Wu Timur, ia diserahkan pada Ma Zhong, salah seorang jenderal Wu, sebagai hadiah. Namun, di tempatnya yang baru kuda itu tidak mau makan maupun minum hingga akhirnya mati kelaparan tak lama kemudian.
=================================================================
Imron adalah karyawan penjaga kampus sebuah perguruan tinggi swasta berusia pertengahan limapuluh. Sosoknya sedang dengan body lumayan berisi, wajahnya jauh dari tampan, hitam dan agak bopengan, matanya pun cekung ke dalam berkesan ngantuk. Masa lalunya bisa dibilang kelam, dulunya dia adalah seorang penjahat yang ditakuti dan beberapa kali keluar masuk penjara, bekas luka sepanjang sejengkal di dadanya adalah hasil pertarungan antar geng dulu. Tampangnya yang seram dan tidak bersahabat itu, ditambah masa lalunya yang seram plus sifat penyendirinya membuatnya seringkali dipandang rendah oleh mahasiswa, dosen, maupun sesama rekan karyawan di kampus itu.
Dia tetap menjalankan tugasnya dengan rapi tanpa mempedulikan omongan orang-orang di sekitarnya. Bekerja di lingkungan itu membuatnya sering menelan ludah melihat tingkah polah para mahasiswi cantik dan dosen-dosen muda yang berpakaian seksi memperlihatkan paha mulus, pusar, maupun belahan dada mereka dengan pakaian berleher rendah, juga sesekali dia memergoki beberapa diantaranya berhubungan badan di areal kampus seperti mobil, toilet, ruang kuliah, dan lain-lain. Semua itu dia anggap sebagai hiburan semata sampai suatu ketika naluri jahat dalam dirinya kembali muncul ketika dia menemukan sebuah cameraphone yang yang tertinggal di kelas. Benda itu diambil dan dipelajarinya, sebentar saja dia sudah paham penggunaannya terutama cara pengambilan gambar dan merekam video klip. Dari sinilah terbesit niat jahat untuk membalas segala perlakuan yang selama ini dia terima dan mewujudkan angan-angannya menikmati tubuh para wanita cantik di kampus dengan cara memeras mereka dengan foto-foto memalukan yang bisa dia ambil dengan alat itu.
Chapter I : Ellen’s Tragedy
Hari itu, Imron mulai menyeleksi siapa yang akan dijadikan mangsa pertamanya. Dia bingung menentukan pilihan karena begitu banyak gadis-gadis cantik disana baik dari kalangan mahasiswi maupun dosen, dan kesempatan untuk mengambil gambar pun perlu momen yang tepat. Keberuntungan berpihak padanya ketika sore jam limaan dimana kampus mulai sepi, dia menemukan sepasang muda-mudi yang sedang berasyik-masyuk di ruang senat. Jendela ruangan itu dicat sebagian, tapi jika berjinjit sedikit maka kita akan bisa mengintip ke dalam melalui bagian yang tidak bercat. Di atas sofa nampak Ellen dan Leo (keduanya mahasiswa fakultas ekonomi) sedang beradegan panas saling melepas hasrat birahinya. Pakaian keduanya sudah tersingkap sana-sini, Leo sudah melepaskan celana panjangnya dan menindih tubuh Ellen yang sudah setengah bugil dengan kaos dan bra tersingkap dan tinggal memakai celana dalam saja, celana panjang Ellen sudah tergeletak di lantai.
“Mmhhh…eenngghhh !” desah Ellen sambil meremasi rambut Leo ketika pemuda itu mengisapi payudaranya.
Tangan Leo merayap ke bawah dan menyusup ke balik celana dalamnya sehingga pada celana dalam itu nampak gumpalan yang bergerak-gerak. Dengan gemetaran, Imron mengeluarkan cameraphone itu dari saku celananya dan mulai mengarahkan lensanya ke arah pasangan yang sedang bermesraan itu. Dengan sabar dan hati-hati, direkamnya adegan demi adegan dalam bentuk foto maupun video klip. Sambil mengambil gambar, tangan satunya tidak bisa menahan diri mengocok penisnya yang sudah mengeras dari luar celana. Ketika mereka sudah mau selesai dan hendak keluar dari ruang itu, Imron pun segera pergi dari situ, rencananya dia akan segera menjalankan aksinya setelah itu, tapi sayangnya kedua muda-mudi itu pulang bersama, lagi pula lebih baik sabar menunggu besok agar gadis itu sudah bersih dan segar kembali dari sisa-sisa persetubuhannya, demikian pikirnya.
Malamnya, Imron menikmati gambar-gambar dan video klip yang diambilnya barusan sambil mengocok penisnya, selain itu dia juga memikirkan saat yang tepat untuk mengerjai Ellen besoknya. Keesokan harinya, setelah beberapa saat mencari orang yang ditunggu, Imron akhirnya menemukan gadis itu sedang mengikuti kuliah di sebuah kelas. Tidak mau kehilangan buruannya, dia terus membuntuti diam-diam dan menunggu waktu untuk berbicara dengannya. Ellen nampak begitu cantik hari itu, dia memakai kaos ketat warna merah yang mencetak bentuk tubuhnya dipadu dengan rok jeans selutut, rambutnya yang hitam sedada itu diikat ke belakang memperlihatkan lehernya yang jenjang dan putih mulus. Tahun ini dia memasuki usianya yang ke-21, anak seorang pemilik toko emas ini selalu berdandan modis tapi tidak norak, sehingga termasuk salah satu bunga di kampus ini. Leo, pemuda yang kemarin bercinta dengannya adalah senior satu angkatan diatasnya, belum sampai sebulan Leo menyatakan cintanya dan diterima dengan mulus.
Saat itu adalah jam satu siang di basement parkir, Ellen baru saja melemparkan tas dan diktat kuliahnya ke dalam mobil dan hendak masuk ke kemudi ketika terdengar Imron, si penjaga kampus itu muncul dan menyapanya dari belakang.
“Siang Non !! Sudah mau pulang ya !” sapanya dengan suara pelan
“Haduh…ngagetin aja bapak ini, ada apa sih Pak !” jawabnya agak ketus sambil mengelus dada.
“Hehe…anu non, bapak cuma mau ngasih liat sesuatu buat non yang sepertinya penting” jawabnya dengan terkekeh.
“Apan sih Pak, cepetan deh saya mau pulang nih !”
Imron pun mengeluarkan HP-nya dan memperlihatkan file-file gambar itu kepada Ellen. Betapa kagetnya gadis itu, ekspresi wajahnya seperti melihat setan, pucat dengan mulut ternganga begitu melihat gambar pertama yang ditunjukkan yaitu dirinya sedang mengulum penis Leo kemarin sore, disusul gambar-gambar berikutnya yang semua berisi adegan syur dirinya bersama kekasihnya itu.
“A-a-apa-apaan ini Pak, apa…apa maksudnya semua ini !?” tanyanya terbata-bata dengan ekspresi kebingungan bercampur kaget.
“Hehehe…bagus yah non ? kalo saya cetak fotonya gimana non ?” wajah Imron menyeringai mesum
“Kurang ajar, apa sebenernya mau Bapak ?” Ellen menjadi geram sehingga hampir berteriak, keringat mulai menetes di dahinya.
“Ssttt…ssssttt…jangan keras-keras dong non, nanti yang lain denger gimana” Imron mengacungkan telunjuk di depan hidungnya dengan tetap cengengesan, “nah, gimana kalau kita bicarakan di gudang sana aja deh, biar lebih enak !” katanya lagi dengan pandangan ke arah sebuah pintu di salah satu pojok basement itu. Ellen tidak bisa berkata-kata lagi, jantungnya berdebar kencang dan tubuhnya panas dingin, namun karena tidak ada jalan lain dia terpaksa mengikuti saja Imron yang terlebih dahulu berjalan ke ruang itu.
Ruang itu tidak begitu besar, diterangi lampu neon 10 watt, sebuah tangga lipat tersandar di dinding diantara setumpuk barang bekas, juga terdapat sebuah rak yang berisi kaleng-kaleng cat, tiner, dan macam-macam peralatan. Setelah keduanya masuk, Imron menyalakan lampu dan menggeser slot pintu membuatnya terkunci dari dalam. Ellen begitu terkejut dan tersentak kaget begitu merasakan pantatnya diraba dari belakang, dia langsung berbalik dan menepis tangan Imron.
“Ahhh…kurang ajar, jangan keterlaluan ya Pak !!” bentaknya marah
“Ahahaha…ayolah Non, kemarin juga Non nafsu banget kan ?” seringainya “lagian apa Non punya pilihan lain buat ngejaga rahasia ini” mimiknya mulai serius.
“Ok…ok Pak, gimana kalau Bapak bilang aja mau berapa, pasti saya kasih” Ellen sudah demikian panik sampai-sampai suaranya gemetaran.
“Ooohh…uang, dasar orang kaya, saya selama kerja disini ngerasa cukup-cukup aja kok Non, tanpa anak istri yang perlu dibiayai, yang susah didapat itu ya kesempatan untuk mencicipi cewek seperti Non ini” sambil menatapnya dalam.
Ellen benar-benar kehabisan akal, dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Dia merasa jijik untuk melayani lelaki yang seumuran ayahnya ini yang juga dari status dan ras yang berbeda, tapi nampaknya tidak ada pilihan lain untuk menutupi skandalnya ini, jangankan foto, beritanya yang tersebar saja sudah cukup membuatnya jadi bahan gunjingan sekampus, kedua tangannya terkepal keras menahan emosi.
“Sekarang ya terserah Non aja, bapak ga mau maksa kok, kalo non ga mau silakan pergi, kalau setuju silakan non duduk disini biar kita bisa berunding lagi”kata Imron sambil mengambil kursi lipat yang lapisan kulitnya telah sobek, dibentangkannya kursi itu di dekat Ellen yang masih tertegun.
Akhirnya dengan berat hati, Ellen pun menghempaskan pantatnya ke kursi itu.
“Nah gitu dong baru anak manis, pokoknya asal Non nurut, saya jamin rahasia ini aman”
Kemudian Imron membuka resulting celananya dan menyembullah penis yang sudah mengeras itu di depan wajah Ellen. Matanya melotot melihat penisnya yang hitam berurat dengan ujungnya disunat menyerupai jamur serta jauh lebih besar daripada milik kekasihnya.
“Gede kan Non, pasti punya pacar Non ga segede gini kan !” katanya dengan bangga memamerkan senjatanya itu. “Nah, ayo Non sekarang servisnya mana !”
Dengan tangan gemetar, dia mulai meraih penis itu dan mengocoknya pelan.
“Servis mulutnya mana Non, masa cuma tangan doang sih !” suruhnya tak sabar
Pelan-pelan, Ellen memajukan wajahnya sambil memandangnya jijik, dia melanjutkan kocokannya sambil menyapukan lidahnya pada kepala penis itu dengan ragu-ragu, sehingga Imron jadi gusar.
“Heh, apa-apaan sih, disuruh pake mulut malah cuma pake lidah disentil-sentil gitu !” bentaknya “gini nih yang namanya pake mulut !” seraya menjambak kuncir rambut Ellen dan menjejalkan penisnya ke dalam mulutnya.
“Mmmhhppphh…!!” hanya itu yang keluar dari mulut Ellen yang telah dijejali penis, air mata menetes dari sudut matanya.
Mulut Ellen yang mungil itu membuatnya tidak bisa menampung seluruh batang itu, ditambah lagi bau yang keluar dari benda itu menambah siksaannya.
“Ayo, yang bener nyepongnya, kemaren kan hebat ke pacarnya, kalau gak muasin rahasianya ga Bapak jamin loh !”
Imron mendesah merasakan belaian lidah Ellen pada penisnya serta kehangatan yang diberikan oleh ludah dan mulutnya. Pertama kalinya sejak dipenjara belasan tahun yang lalu dia kembali menikmati kehangatan tubuh wanita. Ellen sendiri walaupun merasa jijik dan kotor, tanpa disadari mulai terangsang dan mulai mengulum benda itu dalam mulutnya.
“Uuhhh…gitu Non, enak…mmmm !” gumamnya sambil memegangi kepala Ellen dan memaju-mundurkan pinggulnya.
Ellen merasakan wajahnya makin tertekan ke selangkangan dan buah pelir Imron yang berbulu lebat itu, penis di dalam mulutnya semakin berdenyut-denyut dan sesekali menyentuh kerongkongannya. Sekitar sepuluh menit lamanya dia harus melakukan hal itu, sampai Imron menekan kepalanya sambil melenguh panjang.
“Ooohh…keluar nih Non, isep…awas kalo dimuntahin, sekalian bersihin kontolnya !” perintahnya dengan nafas memburu.
Cairan putih kental itu menyembur deras di dalam mulutnya dan mau tidak mau, Ellen harus menelannya, rasanya yang asin dan kental itu membuatnya hampir muntah sehingga tersedak. Beberapa saat kemudian barulah semprotannya melemah dan berhenti. Ellen langsung terbatuk-batuk begitu Imron mencabut penis itu dari mulutnya. Nafasnya terengah-engah mencari udara segar, air mata telah mengalir membasahi wajah cantiknya.
“Sudah…cukup ya Pak, saya mohon lepaskan saya !” Ellen memohon.
“Cukup apanya Non, baru juga pemanasannya, pokoknya dijamin puas deh Non !” ujar Imron sambil berjongkok di depannya, tangannya meraih ujung baju Ellen hendak menyingkapnya.
“Jangan…jangan Pak, saya mohon !” ucapnya mengiba sambil menahan tangan Imron yang akan menaikkan bajunya.
Namun tenaganya tentu saja kalah dari pria setengah baya itu yang menepis tangannya dan langung menyingkap kaos sekaligus bra hitam di baliknya. Kini mulut Imron dengan rakus menjilat dan menyedot puting Ellen yang merah dadu itu, setelah beberapa saat tangannya yang menggerayangi payudara yang lain mulai turun ke bawah mengelus paha mulusnya lalu menyusup masuk ke roknya. Di dalam rok, tangan kasar itu menjejahi kemulusan paha dalam Ellen sebelum akhirnya menjamah selangkangannya yang masih tertutup celana dalam.
Ellen hanya bisa pasrah menerima perlakuan itu, dia mendesah dan sesekali terisak saat tangan itu mulai meraba-raba kemaluannya dari luar. Rasa geli membuatnya mengatupkan kedua belah pahanya sehingga tangan Imron terjepit diantara kemulusan kulitnya. Hal ini membuatnya semakin bernafsu, dia mulai menyusupkan jari-jarinya melalui pinggiran celana dalam itu dan menyentuh bibir vaginanya yang telah becek.
“Hehehe…nangis-nangis tapi ikut konak juga !” ejeknya sambil nyengir lebar ketika merasakan daerah kewanitaan Ellen yang basah itu.
Kemudian dengan mengaitkan dua jari, ditariknya lepas celana dalamnya yang juga warna hitam itu, lalu diangkatnya juga roknya sehingga kini angin menerpa tubuh bagian bawah yang telah terbuka itu.
“Buka kakinya Non !” perintahnya pada Ellen yang merapatkan pahanya dengan rasa malu yang mendalam.
“Buka ga…atau fotonya saya sebarin !” katanya lagi dengan lebih keras.
Dengan amat terpaksa, Ellen mulai membuka pahanya perlahan-lahan memperlihatkan kemaluannya yang berbulu cukup lebat kepada Imron yang berjongkok di depannya. Dia menggigit bibir dan memejamkan mata, tak pernah terbayang olehnya akan melakukan hal ini di depan lelaki seperti itu.
“Wah…udah lama sekali Bapak gak ngerasain yang satu ini !” katanya sambil menatapi daerah pribadi itu dan mengelusnya.
Tak lama kemudian Imron pun melumat vaginanya dengan ganas, diserangnya setiap sudut vagina itu mulai dari bibir hingga klitorisnya disertai gigitan-gigitan kecil, tangan kanannya meraih payudaranya dan meremasinya, sedangkan yang kiri menelusuri kemulusan pahanya.
“Uh…uhh…jangan…sudah, ahhh… !” desah Ellen dengan tubuh menggeliat-geliat menahan rasa geli yang bercampur nikmat luar biasa itu, suatu perasaan yang tidak bisa ditahannya lagi.
Tubuh Ellen telah basah oleh keringat, wajahnya memerah dan nafasnya makin memburu. Mendadak dia merasakan bulu kuduknya merinding semua, secara reflek dia merapatkan kedua pahanya mengapit kepala Imron karena sebuah sensasi dahsyat, ternyata Imron membenamkan lidahnya pada bagian yang lebih dalam dari vaginanya, dia merasakan dinding vaginanya menjepit lidah Imron. Selain itu dia juga merasakan putingnya makin mengeras karena terus dipilin dan dipencet-pencet oleh Imron. Puas bermain-main dengan vagina itu, Imron mengangkat tubuh Ellen bangkit berdiri, kini posisi mereka berhadap-hadapan. Tanpa perlawanan berarti Imron melucuti kaos dan bra-nya. Yang tersisa di tubuhnya tinggal rok yang telah tersingkap ke atas dan sepatu haknya, sementara Imron masih memakai kaos dan seragam karyawannya yang kancingnya terbuka sebagian tetapi tanpa celana. Diangkatnya wajah Ellen yang tertunduk, ditatapnya sejenak dan disekanya air mata yang mengalir sebelum dengan tiba-tiba melumat bibir mungil itu dengan ganas.
Mata gadis itu membelakak menerima serangan kilat itu, dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendorong dada Imron, namun sia-sia karena Imron memeluknya begitu kuat dengan tangan satunya memegangi kepalanya. Lidahnya mendorong-dorong dan menjilati bibirnya, ditambah lagi tangannya merabai kulit punggung dan pantatnya menyebabkan Ellen makin terangsang sehingga bibirnya mulai membuka membiarkan lidah Imron masuk menyerbu rongga mulutnya. Beberapa saat kemudian Imron merasakan badan Ellen sudah lebih rileks dan tidak meronta lagi, maka diapun melepaskan pegangannya pada kepala Ellen agar bisa menjamah daerah lainnya. Tanpa sadar. Ellen pun merespon permainan lidah Imron walaupun awalnya bau mulut Imron terasa tak nyaman baginya, sekalipun nuraninya mengatakan tidak, dia tidak bisa menahan gelombang birahi yang menerpanya, terlebih saat itu tangan Imron sedang menggerayangi segenap penjuru tubuhnya.
Kedua telapak tangan kasar itu berhenti di pantatnya dan masing-masing mencaplok satu sisi. Dirasakannya kedua bongkahan daging itu, bentuknya padat berisi dan bulat indah karena memang sebagai anak dari kalangan berada, Ellen merawat benar tubuhnya dengan fitness dan diet. Ciuman Imron makin merambat turun ke leher jenjangnya lalu dia membungkukkan badan agar bisa menciumi payudaranya. Ellen sudah tidak bisa menahan diri lagi, birahi telah membuyarkan akal sehatnya. Lagipula yang pernah menikmati tubuhnya bukan cuma bajingan tua ini dan Leo, kekasihnya, sebelumnya dirinya pernah terlibat one night stand dengan beberapa pria dan juga mantan pacarnya semasa SMA, yang membedakannya dengan pria-pria lain cuma status sosial, ras, dan perbedaan usia yang mencolok. Jadi untuk apa lagi menahan diri dan jaga image, toh sudah telanjur basah, jadi sebaiknya tuntaskan saja agar masalah selesai, demikian yang terlintas di benaknya.
Dari leher mulut Imron turun lagi ke dadanya, dia membungkuk agar bisa menyusu dari payudara berukuran 32B yang montok itu. Dijilatinya dengan liar hingga permukaan payudara itu basah oleh ludahnya, terkadang dia juga menggigiti putingnya memberikan sensasi tersendiri bagi Ellen. Tangan satunya turun meraba-raba kemaluannya dan memainkan jarinya disitu menyebabkan daerah itu makin berlendir.
“Pak…Pak…ga mau…ahh-ah !” desahnya antara menolak dan menerima.
Sambil terus memainkan jarinya Imron mendorong tubuh Ellen hingga punggungnya bersandar di tembok. Sekali lagi dia menyergap bibir Ellen, sambil berciuman tangannya menempelkan kepala penisnya ke bibir vagina Ellen. Gesekan kepala penis dengan bibir vagina itu membuat Ellen merasa geli sehingga tubuhnya menggelinjang. Lalu pelan-pelan Imron menekan penisnya ke liang senggama Ellen.
“Sshhh…sakit, aawhhh…!!” rintih Ellen ketika penis Imron yang besar itu menerobos vaginanya.
Ellen meringis dan merintih menahan rasa sakit pada vaginanya, meskipun sudah tidak perawan tapi kemaluannya masih sempit, lagipula penis para pria yang pernah kencan dengannya tidak ada yang sebesar ini. Sementara Imron terus berusaha memasukkan senjatanya sambil melenguh-lenguh. Setelah beberapa saat menarik dan mendorong akhirnya masuklah seluruh penis itu ke vaginanya, walaupun nafsu sudah di ubun-ubun, Imron masih berhati-hati agar korbannya tidak menjerit dan suaranya terdengar keluar, maka itu dia lebih memilih pelan-pelan daripada memakai sodokan mautnya untuk melakukan penetrasi. Saat itu airmata Ellen meleleh lagi merasakan sakit pada vaginanya.
“Huhh…masuk juga akhirnya, memeknya seret banget Non, Bapak suka yang kaya gini” katanya dekat telinga Ellen.
Sesaat kemudian, Imron sudah menggoyangkan pinggulnya, mula-mula gerakannya perlahan, tapi makin lama kecepatannya makin meningkat. Ellen benar-benar tidak kuasa menahan erangan setiap kali Imron penis Imron menghujam sambil berharap tidak ada orang lewat yang mendengar suara persenggamaan mereka. Saat itu adalah hari Sabtu, jam-jam seperti ini memang kegiatan kuliah sedikit sehingga yang parkir di basement itu pun tak banyak, tapi tidak menutup kemungkinan kalau seseorang lewat situ dan mengetahui yang terjadi di ruang ini. Gesekan demi gesekan yang timbul dari gesekan alat kelamin mereka menimbulkan rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuh Ellen sehingga matanya membeliak-beliak dan mulutnya mengap-mengap mengeluarkan rintihan. Imron lalu mengangkat paha kirinya sepinggang agar bisa mengelusi paha dan pantat Ellen sambil terus menggenjot.
Menit demi menit berlalu, Imron masih bersemangat menggenjot Ellen. Sementara Ellen sendiri sudah mulai kehilangan kendali diri, dia kini sudah tidak terlihat sebagai seseorang yang sedang diperkosa lagi, melainkan nampak hanyut menikmati ulah bajingan tua itu. Kemudian tanpa melepas penisnya, dia mengangkat paha Ellen yang satunya dan digendongnya menuju kursi dimana dia mendaratkan pantatnya. Anehnya, tanpa disuruh, Ellen memacu dan menggoyangkan pinggulnya pada pangkuan Imron karena kini bukan lagi pikiran dan perasaannya yang bekerja melainkan naluri seksnya. Ketika memandang ke depan, dilihatnya wajah tua gelap pria itu sedang menatapnya dengan takjub, segaris senyum terlihat pada bibirnya, senyum kemenangan karena telah berhasil menaklukkan korbannya. Dengan posisi demikian, Imron dapat mengenyot payudara Ellen sambil menikmati goyangan pinggulnya. Kedua tangannya meraih sepasang gunung kembar itu, mulutnya lalu mencium dan mengisap putingnya secara bergantian.
Remasan dan gigitannya yang terkadang kasar menyebabkan Ellen merintih kesakitan. Namun dia merasakan sesuatu yang lain dari persenggamaan ini, lain dari yang dia dapat dengan pria lain yang pernah bercinta dengannya yang umumnya bersikap gentle, gaya bercinta Imron yang barbar justru menciptakan sensasi yang khas baginya yang belum pernah dia dapatkan sebelumnya. Di ambang klimaks, tanpa sadar Ellen memeluki Imron dan dibalas dengan pagutan di mulutnya. Mereka berpagutan sampai Ellen mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkram erat-erat lengan kokoh Imron. Sungguh dahsyat orgasme pertama yang didapatnya, namun ironisnya hal itu bukan dia dapat dari kekasihnya melainkan dari seorang pria mesum yang memanfaatkan situasi tidak menguntungkan ini. Setelah dua menitan tubuhnya kembali melemas dan bersandar dalam pelukan Imron.
Penis Imron yang masih menancap di vaginanya belumlah terpuaskan, maka setelah jeda beberapa menit dia bangkit sehingga penis itu terlepas dari tempatnya menancap. Ellen yang belum pulih sepenuhnya disuruhnya menungging dengan tangan bertumpu pada kepala kursi.
“Oohh…udah dong Pak, saya sudah gak kuat, tolong !” Ellen memelas dengan lirih
Mendengar itu, Imron cuma nyengir saja, dia merenggangkan kedua paha Ellen dan menempelkan penisnya pada bibir kemaluannya.
“Uugghh…oohh !” desah Ellen dengan mencengkram sandaran kursi dengan kuat saat penis itu kembali melesak ke dalam vaginanya.
Tangannya memegang dan meremas pantatnya sambil menyodok-nyodokkan penisnya, cairan yang sudah membanjir dari vagina Ellen menimbulkan bunyi berdecak setiap kali penis itu menghujam. Suara desahan Ellen membuatnya semakin bernafsu sehingga dia meraih payudara Ellen dan meremasnya dengan gemas seolah ingin melumatkan tubuh sintal itu.
Limabelas menit lamanya Imron menyetubuhinya dalam posisi demikian, seluruh bagian tubuh Ellen tidak ada yang lepas dari jamahannya. Sekalipun merasa pedih dan ngilu oleh cara Imron yang barbar, namun Ellen tak bisa menyangkal dia juga merasakan nikmat yang sulit dilukiskan yang tidak dia dapatkan dari pacarnya. Akhirnya, Imron menggeram dan merasakan sesuatu akan meledak dalam dirinya, penisnya dia tekan lebih dalam ke dalam vagina Ellen, serangannya juga makin gencar sehingga Ellen dibuatnya berkelejotan dan merintih. Kemudian dia melepaskan penisnya dan cret…cret…cret, spermanya muncrat membasahi pantat Ellen. Belum cukup sampai situ, disuruhnya Ellen menjilati penisnya hingga bersih, setelahnya barulah dia merasa puas dan memakai kembali celananya. Ellen bersimpuh di lantai dengan menyandarkan kepala dan lengannya pada kursi itu, wajahnya tampak lesu berkeringat dan bekas air mata, dalam hatinya berkecamuk antara kepuasan yang sensasional ini dan rasa benci pada pria yang baru saja memperkosanya.
Imron mendekatinya dan berjongkok, lalu berkata
“Nah sekarang rahasia Non aman, tapi Non juga harus pastikan cuma kita berdua yang tau yang terjadi barusan kalau tidak, foto-foto Non ini akan saya kirim ke sembarang orang atau mungkin akan terpajang di papan penguman, ngerti !”
Setelah Ellen berpakaian kembali, dia menyuruhnya pergi setelah memastikan keadaan sekitar situ aman. Dalam perjalanan pulangnya, Ellen hampir saja menabrak mobil lain karena melamun memikirkan kejadian barusan yang membuat dirinya serasa hina, namun juga merasakan kepuasan yang lain dari biasanya. Sementara itu Imron menanti kesempatan untuk memangsa korban berikutnya. Ikuti terus petualangan Imron, the pervert janitor.
###########################
Nightmare Campus 2: Jesslyn’s Tragedy
Siang itu, sekitar jam sebelas, suasana kampus Universitas ***** tempat Imron bekerja sedang ramai-ramainya. Saat itu, ketika Imron sedang mengepel lantai di dekat kantin, lewatlah serombongan mahasiswi yang terdiri dari empat orang di depannya. Keempatnya memang cantik-cantik, namun ada satu diantaranya yang menarik perhatian Imron, si penjaga kampus itu, bukan karena dia yang tercantik, karena tiga lainnya juga sama cantiknya, melainkan karena Imron merasa pernah melihat gadis ini sebelumnya, tapi entah dimana, dia memutar otak mencoba mengingatnya. Aha…akhirnya dia teringat dimana dia melihat gadis ini, dan ini berarti ada mangsa empuk hari ini tanpa harus susah-susah berusaha, demikian katanya dalam hati dengan seringai licik. Untuk lebih jelasnya marilah kita kembali sejenak ke beberapa hari sebelumnya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
LIMA HARI SEBELUMNYA :
Imron sedang berbaring di biliknya sambil jarinya mengutak-atik tombol-tombol HP hasil temuan itu. Belakangan ini dia memang sedang sibuk mempelajari penggunaan cameraphone itu, setting bahasa yang telah diatur ke dalam Bahasa Indonesia dan otaknya yang pada dasarnya cerdas mempercepatnya mengerti penggunaan teknologi abad-21 ini. Sebuah program aplikasi dalam ponsel itu membuatnya penasaran karena tidak bisa dijalankan, setiap masuk ke program itu pasti akan ditanya password, program itu tidak lain ‘Handy Photosafe’ yang berfungsi menyimpan file gambar yang bersifat pribadi. Tadinya mau dia biarkan atau kalau perlu hapus saja program tidak berguna itu, namun ketika dia melihat-lihat notes pada ponsel itu, mulailah dia berpikir siapa tahu passwordnya ada di sini, karena selain jadwal disitu juga terdapat beberapa catatan aneh. Iseng-iseng dicobanya satu-satu kata-kata dalam notes itu, kalau bisa syukur, tidak pun tak mengapa.
Tanpa diduga, salah satu kata dalam notes itu ternyata memang kata sandi yang diminta sehingga dia dapat mengakses lebih jauh program itu. Di dalamnyalah terdapat sekitar duapuluhan foto-foto perempuan telanjang dan setengah telanjang yang sepertinya hasil jepretan cameraphone itu. Hehehe…asyik rejeki nomplok, katanya dalam hati sambil menikmati gambar-gambar itu. Waktu itu belum terpikir olehnya kalau salah satu gadis di file itu adalah mahasiswi di kampus tempatnya bekerja, dia baru tahu hari ini ketika gadis tersebut lewat di depannya.
Chapter II : Jesslyn’s Tragedy
Masih belum yakin, dia buru-buru masuk ke gudang peralatan di dekat situ dan mengeluarkan cameraphonenya, dilihatnya sekali lagi gadis dalam gambar itu untuk memastikan. Ya, sepertinya tidak salah lagi itu memang dia, nama filenya jesslyncute03.jpg. Hmmm…apakah namanya Jesslyn pikirnya, kalau benar kemungkinan besar nomor HPnya juga ada dalam daftar teleponnya. Buru-buru dia membuka daftar nomor pada cameraphone itu dan benar disitu memang ada nama Jesslyn, tapi apakah itu nomornya. Dihubungilah nomor itu sambil mengamati lewat kaca nako, senyum kemenangan muncul di wajahnya ketika gadis itu mengangkat ponselnya dari tasnya menjawab panggilannya.
“Eh, Ricky udah ketemu yah HP lu !” katanya begitu mengangkat HP-nya
“Hai Jesslyn, foto-fotonya bagus sekali senang loh melihatnya, hehehe…!”
Ekspresi kaget terlihat dari wajahnya begitu mendengar jawaban dengan suara berat itu, dia nampak meminta ijin meninggalkan meja pada teman-temannya dan berjalan ke tempat yang lebih sepi.
“Siapa ini, apa maksudlu !” katanya dengan nada panik
“Hehehe…saya cuma ngomentarin foto Non di HP ini kok, abis cantik, terus bodynya wuiihhhh, jadi saya sekalian mau minta ijin buat dicetak terus dijual…hehehe”
“Heh bangsat, apa sih maulu sebenernya, kalo berani keluar, jangan jadi pengecut !” nadanya mulai marah.
“Huehehe…jangan marah-marah gitu Non, jadi takut ah, padahal kan Non besok bakal jadi selebritis di kampus setelah foto-foto asoy Non dipajang di papan pengumuman”
Perkataan barusan sontak membuat Jesslyn bagai disambar petir, dia sadar dirinya telah terjebak dalam situasi tidak menguntungkan sekaligus menyesali dulu pernah membuat foto-foto seperti itu untuk Ricky, mantan pacarnya yang juga pemilik HP yang tertinggal itu.
“Tolong, jangan, lu mau apa sebenarnya, kita rundingkan dulu gimana ?” katanya gugup
“Hmm…boleh memang itu yang mau saya bicarakan, gini aja Non, kita ketemu jam tiga nanti di mini teater, di gedung sastra lantai lima untuk membicarakannya, dan oo..iya pastikan jangan ada yang tahu apa yang kita bicarakan sekarang kalau tidak mau yang lain tahu” katanya sebelum menutup pembicaraan.
Gadis itu kembali ke mejanya dengan wajah lesu, dia menggeleng dengan senyum dipaksa saja ketika teman-temannya menanyakan hal itu dan menjawab dengan alasan dibuat-buat. Dia tetap bersikap biasa dan pura-pura riang di depan mereka agar tidak ada yang curiga. Selama mengikuti perkuliahan di kelas dia tidak konsen memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti dan apa yang akan diperbuat orang tak dikenal itu terhadapnya, juga merasa kesal dan marah pada orang keterlaluan itu.
Jesslyn, nama gadis itu, baru berumur 19tahun dan memasuki tahun keduanya kuliah di fakultas teknik industri. Parasnya cantik, berkulit putih bersih dengan tinggi 170cm dan berat 49kg, payudaranya berukuran sedang, pas dengan postur tubuhnya, rambutnya yang dicat kemerahan terurai sedada. Orang bilang dia mirip Lee Hyori, personel group penyanyi Fin. K.L. asal Korea. Hari itu dia memakai tanktop pink berdada rendah dengan setelan luar berwarna putih, bawahannya memakai celana panjang putih 3/4 yang menjiplak tungkainya yang ramping dan panjang serta memperlihatkan betisnya yang putih mulus. Foto-foto itu memang pernah dia buat waktu berpacaran dengan Ricky yang baru saja putus baik-baik dua bulan lalu. Sebenarnya ketika mendengar Ricky kehilangan HPnya itu, hatinya sudah was-was kalau saja foto itu ada yang melihat, dia cuma bisa berharap orang yang menemukan HP itu tidak mengetahui passwordnya. Sekarang apa yang ditakutinya itu benar-benar terjadi, orang itu telah menemukan passwordnya gara-gara kecerobohan Ricky sendiri yang memang pelupa sehingga dia menaruh password di notes.
Jam tiga, waktu yang ditentukan pun tiba, kampus sudah mulai sepi, terutama di lantai-lantai atas. Ketika dia memasuki lift pun sudah tidak ada siapa-siapa lagi, jantungnya semakin berdebar-debar seiring dengan angka pada lift yang makin menaik. Ting ! pintu lift membuka, tibalah dia di lantai lima, langkahnya terasa berat menyusuri koridor yang sudah sepi itu hingga akhirnya dia tiba di depan mini teater yang dimaksud, ruangan itu berfungsi sebagai ruang multimedia bagi anak sastra, untuk menonton film ataupun presentasi, untuk itu piranti seperti vcd/dvd player, video tape, dan proyektor lengkap tersedia disana. Jam-jam segini fakultas sastra umumnya sudah tidak ada kuliah lagi, itulah mengapa Imron memilih tempat ini. Setelah lima menit menunggu tanpa melihat seorangpun, diapun menghubungi nomor (bekas) Ricky.
“Aahh…Non Jesslyn, gimana janji kita ?” jawab suara di seberang sana begitu diangkat.
“Ga usah basa-basi lah, lu dimana, gua ini udah di depan mini teater tau” jawabnya ketus
“Oohh…bagus-bagus, akhirnya Non dateng juga, saya kira mau batalin janji, kalau gitu silakan buka aja pintunya Non, ga dikunci kok, saya udah seperempat jam disini, khusus nungguin Non, hehehe !”
Dengan tegang dia membuka pintu itu dan seraut wajah tua tak bersahabat muncul.
“Ooo…Non Jesslyn, mari masuk sudah saya tunggu daritadi” sapa orang itu
“Jadi Bapak orangnya, kurang ajar, berani-beraninya…!” bentak Jesslyn memelototkan matanya.
“Kurang ajar yah, heheheh…udah ah Non, jangan marah-marah gitu lagi, serem ah !” katanya dengan nada mengejek “kita disini kan buat berunding Non, lupa ya ?”
“Tolong Pak, serahkan HPnya ke saya atau paling tidak hapus foto-fotonya !” pintanya
“Yeehh…masa gampang gitu Non, saya susah payah ngundang Non kesini cuma buat itu” katanya mencibir
“Heh…denger yah, Bapak bisa saya laporkan ke polisi tau !” bentaknya bertambah emosi
“Wah…asyik dong, polisinya untung tuh bisa ngeliatin foto-foto ini terus yang lain juga bakal tau juga” timpalnya kalem sambil menunjukkan foto bugil dirinya di HP itu.
Jawaban itu langsung membuatnya terkesiap tanpa sanggup berkata-kata lagi selain menatap Imron yang tersenyum penuh kemenangan, ruangan itu sunyi sejenak.
“Foto-foto ini ga akan Bapak publikasikan dan Bapak juga akan tutup mulut” katanya memecah kesunyian “asal Non…” sambil melanjutkan kata-katanya dia mendekati Jesslyn dan meraih kerah setelan luarnya untuk dilucuti.
“Tidak, jangan macam-macam Pak !” katanya dengan menahan tangannya.
“Hhmmhh…jadi ga setuju nih ? ya udah, ga maksa kok, kalau gitu sekarang Bapak ke tempat cetak digital aja”
Tak berdaya Jesslyn dibuatnya, pikirannya kalut dan panik membayangkan apa yang bakal terjadi kalau foto-foto itu tersebar. Karena tak ada jalan lain lagi, dia menurunkan tangannya membiarkan Imron membuka setelan luarnya, kain itu pun jatuh ke lantai sehingga kini bahu dan lengannya yang putih mulus itu dapat dilihat Imron. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi selain yang satu ini.
“Nah, gitu dong, ternyata Non pinter memilih mana yang lebih baik” kata Imron seraya berjalan ke pintu di belakang Jesslyn lalu menguncinya.
Imron mengitari sejenak tubuhnya mengamat-ngamati kesempurnaan tubuh yang langsing bak biola itu. Tatapan Imron yang jalang itu menyebabkan wajahnya tertunduk malu dan kedua tangannya disilangkan di dada padahal belum juga ditelanjangi. Tak bisa lagi menahan nafsunya, Imron mendekap tubuh Jesslyn dari belakang.
“Pak jangan, aahh…sudah lepaskan !” Jesslyn berusaha berontak ketika tangan itu mulai merambahi payudaranya.
“Udahlah Non, nurut aja biar kita sama-sama enak, kalau Non berontak terus saya bakal main kasar loh, mau ?!”
Kemudian tangannya mencengkram buah dada Jesslyn dari luar dan meremasinya dengan gemas, rambut panjangnya dia sibakkan ke kiri dan menghirup aroma tubuhnya yang harum. Perasaan jijik ditambah putus asa membuatnya meneteskan air mata, dirasakannya ada benda mengganjal pantatnya dari balik celana Imron, dia mulai terangsang ketika lidah Imron menyapu telak lehernya sehingga membuat bulu kuduknya merinding. Imron meneruskan rangsangannya dengan mejilati telinga Jesslyn, lidahnya didorong-dorong ke lubang telinganya menyebabkan Jesslyn menggelinjang dan meronta kecil antara menolak dan terangsang.
“Jangan…jangan, ahhh…ahh !” katanya menghiba
Tangan kanannya kini mulai menyusup lewat bawah baju Jesslyn menyentuh perutnya dan menyusup ke balik bra-nya. Jesslyn menggeliat karena tangan kasar itu terasa geli di payudaranya yang halus, terlebih ketika Imron menggesekkan jarinya pada putingnya. Sambil merasakan kepadatan dan kehalusan payudara Jesslyn, Imron terus mencupangi lehernya yang jenjang meninggalkan bekas merah pada kulit putih itu. Jesslyn hanya bisa menggigit bibir bawah dengan mata terpejam menerima serbuan-serbuan erotis pria setengah baya ini. Sekarang tangan satunya bergerak ke bawah perut melepaskan sabuknya.
“Nggak Pak, jangan disitu !” desisnya dengan terisak
Tanpa mempedulikan ocehan Jesslyn, Imron terus bergerak membuka kancing disusul resleting celananya, dan masuklah tangan kirinya lewat atas celana dalamnya, dirasakannya bulu-bulu halus yang menyelimuti daerah kewanitaannya.
Tangannya mula-mula hanya mengelus-elus permukaanya, lalu sebentar kemudian jarinya mulai merayap masuk ke belahannya mengaduk-aduk bagian dalamnya. Hal ini membuat tubuh Jesslyn bergetar dan nafasnya semakin tidak teratur, rupanya dia sudah tak kuasa menahan diri lagi. Mulutnya menceracau tak jelas dan kakinya terasa lemas, kalau saja tidak didekap Imron mungkin tubuhnya kehilangan topangan. Imron meningkatkan serangannya untuk membuat gadis itu takluk sepenuhnya dengan cara memainkan klitorisnya, daging kecil itu dia gesekkan pada jarinya dan sesekali dipencet-pencet sehingga pemiliknya tersentak dan mengerang, Jesslyn tinggal pasrah saja membiarkan Imron mengocok-ngocok vaginanya dengan jarinya.
“Haha…mulai konak ya Non, liat udah basah gini !” ejeknya dekat telinga Jesslyn
Kalau mau terus terang, memang Jesslyn sudah terangsang berat, namun disisi lain dia juga merasa harga dirinya direndahkan oleh penjaga kampus itu, hal ini jelas-jelas pemerkosaan.
Beberapa saat kemudian, Imron mengeluarkan tangannya dari celana Jesslyn, jari-jarinya basah oleh lendir vagina. Dia lantas mengangkat Jesslyn dengan kedua lengan kokohnya.
“Aaww…mau apa Pak, lepasin, lepasin !” Jesslyn menjerit kecil sambil meronta-ronta
Dibaringkannya tubuh itu diatas sebuah meja dengan kedua kaki terjuntai. Begitu menurunkan tubuh Jesslyn, Imron langsung mencopot tank-top beserta bra dibaliknya lalu dilemparkan ke belakang, rontaan Jesslyn malah membuat Imron semakin bernafsu. Dengan sigap ditangkapnya kedua pergelangan tangan Jesslyn lalu mencondongkan tubuhnya ke depan sampai hampir menindihnya. Jesslyn menggelengkan kepalanya kekiri dan kanan menghindari Imron yang makin mendekatkan wajahnya untuk menciuminya.
“Nggak mau Pak, jangan…minggir…mmmhh !” kata-katanya terhenti saat bibir Imron akhirnya melumat bibir mungilnya.
Jesslyn merapatkan bibirnya kuat-kuat sebagai tanda penolakan, namun lama-lama pertahanannya bobol juga karena Imron terus merangsangnya dengan menjilati bibirnya dan mendesak-desakkan lidahnya. Mulut Jesslyn mulai membuka dan secara refleks menyambut lidah Imron dan beradu dengan panasnya. Merasa korbannya sudah berhasil dijinakkan, Imron melepas pegangannya pada tangannya dan beralih mengelusi payudaranya. Nafas Jesslyn sudah putus-putus ketika Imron melepas ciumannya, dia memalingkan wajahnya ke samping, tapi Imron menatap wajah cantiknya dan mengelus wajahnya.
“Non ini cantik sekali, Bapak emang beruntung hari ini Non mau ngentot sama Bapak !” pujinya.
“Siapa yang mau main sama lu kalo ga dijebak gini, dasar bajingan licik !” umpat Jesslyn dalam hati dengan tatapan penuh kebencian.
Sekarang sasarannya adalah kedua payudara montok Jesslyn, Imron dengan rakus melumat daging kenyal itu dengan mulutnya, dikenyot dan dijilati, sementara tangannya meremasi yang sebelahnya. Jesslyn meringis di tengah desahannya karena payudaranya terasa sakit oleh remasan Imron yang kasar.
“Ooohh…!” desahnya ketika Imron menyentil-nyentilkan lidahnya pada putingnya yang sensitif, kadang disertai gigitan kecil yang membuatnya makin menggelinjang.
Setelah puas menyusu, Imron melepaskan sepatu bertumit tinggi yang dipakai Jesslyn agar bisa meloloskan celananya. Kembali Jesslyn hanya bisa pasrah saja ketika celana berikut celana dalamnya ditarik lepas sehingga kedua paha mulus dan kemaluannya yang berbulu lebat pun terlihat. Hawa dingin dari AC menerpa tubuhnya yang sudah telanjang bulat. Segera setelah menelanjanginya, Imron pun membuka seluruh pakaiannya hingga sama-sama bugil.
Jesslyn terhenyak dengan menyilangkan kedua tangan menutupi dada dan mengatupkan kedua belah pahanya melihat penis Imron yang hitam besar itu sudah mengacung dengan gagahnya.
“Tenang aja Non, sekarang Bapak mau ngelicinin memek Non dulu biar Non ga kesakitan nanti !” katanya seraya mendorong tubuh Jesslyn kembali rebah di meja.
Diambilnya sebuah kursi dan dia duduk tepat di depan kemaluan Jesslyn seperti dokter kandungan sedang memeriksa pasiennya saja. Kedua tungkai Jesslyn yang menjuntai diangkatnya dan diletakkan di bahunya. Matanya menatap tajam kearah kemaluan yang sudah basah itu, hembusan nafasnya makin terasa bersamaan dengan wajahnya yang makin mendekat.
“Aahhh…Pak !” desahan halus keluar dari mulutnya saat Imron menyapukan lidahnya pada bibir kemaluannya.
Lidah Imron semakin liar saja, kini lidah itu memasuki liang vaginanya dan bertemu dengan klitorisnya. Badan Jesslyn bergetar seperti tersengat listrik dengan mata merem-melek Bukan saja menjilati, Imron juga memutar-mutarkan telunjuknya di liang itu, sementara tangan lainnya mengelusi paha dan pantatnya yang mulus.
Permainan mulut Imron pada daerah yang paling pribadinya itu mau tidak mau membawa perubahan pada dirinya. Geliat tubuhnya sekarang tidak lagi menunjukkan perlawanan, dia nampak hanyut menikmati perlakuan Imron, hati kecilnya menginginkan Imron meneruskan aksinya hingga tuntas. Dibawah sana Imron makin meningkatkan serangannya menjilat dan mengisap vaginanya.
“Mmmhh…memeknya asoy banget Non, rajin dirawat yah ?” gumam Imron ditengah aktivitasnya.
Sepuluh menit kemudian, tanpa dapat ditahan lagi cairan pelumas membanjir keluar dari vaginanya diiringi erangan panjang,tubuhnya menggelinjang tak terkendali, ya…dia telah orgasme, orgasme dari orang yang menjebak dan memperkosanya. Imron dengan rakusnya menyeruput cairan yang keluar seperti orang kelaparan, terdengar bunyi sslluurpp….sssrrppp…! dari hisapannya.
Tubuh Jesslyn pun melemas setelah menegang sesaat, matanya terpejam dengan nafas terengah-engah. Tiba-tiba dia membelakakan matanya karena merasakan suatu benda tumpul menyentuh bibir vaginanya.
“Jangan…jangan masukin !” katanya dengan suara lemas
Dia terlalu lemas untuk meronta setelah orgasmenya barusan. Kini Imron telah berdiri diantara kedua pahanya dengan kepala penis sudah menempel di vaginanya, kedua betis Jesslyn dia sangkutkan di bahunya yang lebar.
“Nah, sekarang udah licin Non, ga bakal sakit, tahan yah, uuhh…!!” begitu menyelesaikan kata-katanya ditekannya penis itu masuk.
Jesslyn merintih menahan nyeri saat penis besar itu menyeruak ke dalam kemaluannya yang sempit, demikian juga Imron meringis menahan sakit merasakan penisnya tergesek dinding vaginanya. Dengan beberapa kali gerakan tarik dorong yang keras maupun lembut, penis itu akhirnya terbenam seluruhnya. Mata Jesslyn sudah basah oleh air mata ketika itu, tangisan yang disebabkan rasa frustasi, nyeri, dan ketidakberdayaan.
Penis itu terasa sangat sesak di liang vaginanya, ini memang bukan pertama kalinya bagi Jesslyn, namun penis mantan pacarnya, Ricky tidaklah sebesar milik Imron.
“Oohh…enak banget Non, sempit, legit, padahal udah gak perawan, hehehe…!” katanya sambil menggenjot.
Imron meningkatkan tempo goyangannya, penis yang besar dan berurat itu menggesek dan menekan klitorisnya ke dalam setiap kali menghujam. Kedua payudaranya yang membusung tegak itu ikut berguncang hebat seirama guncangan badannya. Imron meraih yang sebelah kanan dan meremasnya dengan gemas. Gairah Jesslyn mulai bangkit lagi, dia merasakan kenikmatan yang berbeda dari biasanya, yang tidak didapatnya saat bercinta dengan mantan pacarnya itu, ditambah lagi sudah sejak putus dua bulan yang lalu tubuhnya merindukan belaian pria. Tanpa disadari dia juga ikut menggoyangkan pinggulnya seolah merespon gerakan Imron.
“Turun Non, kita ganti gaya !” perintahnya
Mungkin karena saking terangsangnya, Jesslyn menurut saja apa yang dimintanya, Imron mengatur posisinya berdiri dengan pantat agak ditunggingkan, tangannya bertumpu pada meja di depannya. Dan, penis Imron kembali memasuki vaginanya dari belakang. Dalam posisi demikian, Imron memaju-mundurkan pinggulnya sambil berpegangan pada kedua payudara Jesslyn. Mulutnya sibuk menciumi pundak dan lehernya membuat Jesslyn serasa melayang, sekonyong-konyong dia tidak merasa diperkosa karena turut menikmatinya. Ditariknya wajah Jesslyn hingga menengok ke belakang dan begitu wajahnya menoleh bibir tebalnya langsung memagut bibirnya. Karena sudah pasrah, Jesslyn pun ikut membalas ciumannya, lidah mereka saling membelit dan beradu, air liur mereka menetes-netes di pinggir bibir.
Setelah sepuluh menit dalam posisi berdiri itu, Jesslyn merasa genjotanya makin kencang dan disusul cairan hangat memenuhi rahimnya. Imron melenguh panjang, penisnya masih menghujam-hujam namun frekuensi goyangannya menurun, sperma yang ditumpahkannya sebagian meleleh membasahi selangkangan Jesslyn. Untuk yang satu ini Jesslyn merasa agak lega karena saat itu bukan masa suburnya, tapi juga merasa kesal Imron menumpahkan spermanya sembarangan tanpa bertanya terlebih dulu, bagaimana seandainya kalau saat itu sedang subur, tapi…kalaupun ya, apakah Imron mau tahu.
“Ohh…apa yang terjadi padaku, ini pemerkosaan, tapi kenapa…kenapa aku malah menikmati, dengan orang macam ini pula !” Jesslyn mengalami konflik batin sedemikian rupa, tak habis pikir dia bagaimana mungkin dirinya begitu bergairah menikmati persetubuhan barusan, “bagaimana mungkin seorang penjaga kampus rendahan seperti ini bisa berbuat seperti itu terhadapku, seorang mahasiswi terpelajar, anak dari keluarga terhormat, ini gila…gila!” seribu satu konflik berkecamuk dalam pikirannya.
Jesslyn masih terbengong-bengong dengan tatapan mata kosong ketika gairah Imron mulai bangkit lagi. Dia menarik tubuhnya dari meja dan berpindah ke lantai tanpa melepas penisnya yang masih menancap, lalu diaturnya posisi Jesslyn seperti merangkak. Rasa dingin dari lantai marmer putih menjalari tubuh Jesslyn begitu lutut dan tangannya menempel di sana. Kembali Imron menghujam-hujamkan penisnya dengan berbagai variasi, Jesslyn pun mengiringinya dengan desahan. Sensasi nikmat mengaliri tubuh gadis itu, sampai suatu saat dia merasa dinding-dinding kemaluannya makin berdenyut-denyut serta makin menjepit kuat penis yang sedang menghajarnya.
“Aahh…Pak…Pak…!” desisnya saat diambang klimaks
Desahan Jesslyn semakin seru sampai dia merasa ada sesuatu yang meledak-ledak dalam dirinya, tubuhnya mengejang hebat, dan cairan kewanitaannya bercampur dengan sperma yang tadi ditumpahkan Imron meleleh keluar membasahi paha dalamnya.
Ketika gelombang klimaks mulai surut, Imron melepas penisnya dan pindah ke depan, rambut kemerahannya dia jenggut sehingga tubuhnya terangkat ke posisi berlutut.
“Isap Non, cepet !” perintahnya setengah memaksa.
Karena ingin secepatnya menuntaskan penderitaan ini, Jesslyn pun meraih penis yang sudah penuh lendir itu, sambil memejamkan mata dimasukkannya benda itu kemulutnya. Walaupun merasa jijik dengan baunya dan bulu-bulu kasarnya yang sudah basah, dia mau tidak mau mengulumnya, menghisap dan memainkan lidahnya dengan harapan bajingan ini keluar secepatnya dan membebaskannya.
“Mmmm…gitu Non, gitu, ternyata Non nyepongnya jago yah !” komentar Imron sambil merem-melek menikmati emutan Jesslyn.
Lima menitan kemudian, Imron mengerang panjang bersamaan dengan menyemprotnya spermanya di dalam mulut Jesslyn. Jesslyn gelagapan karena keluarnya cukup banyak, sebagian cairan kental itu meluap membasahi bibirnya. Sebelum semprotannya berhenti, Imron sudah menarik penisnya dari mulut Jesslyn sehingga sisanya yang tinggal sedikit mendarat di pipi dan hidung mancungnya.
Tubuh Jesslyn ambruk di lantai yang dingin, nafasnya naik turun mengambil udara segar setelah beberapa saat disumpal penis besar. Badannya terasa pegal-pegal, keringat membasahi sekujur tubuhnya walaupun ruangan itu ber-AC. Imron menyuruhnya tutup mulut tentang kejadian ini, juga tentang ponsel yang ternyata milik mantan pacarnya itu kalau mau rahasianya aman. Begitu sampai di rumahnya, Jesslyn langsung menyiram dirinya di bawah shower, membersihkan tubuhnya dari kenajisan yang baru dialaminya. Tubuhnya terduduk di box shower itu dan mulai menangis menumpahkan segala perasaannya yang campur aduk itu. Di saat yang sama Imron pun sedang mandi, cuma bedanya Imron sambil senyum-senyum, sebuah senyum kepuasan karena telah berhasil menambah satu nama lagi dalam daftar korbannya yang akan terus bertambah.
###########################
Nightmare Campus 3: Fall of the Pride
Sebagai seorang gadis 21 tahun yang sedang mekar-mekarnya, kehidupan Sherin, mahasiswi sastra Inggris semester lima di Universitas ****** dipenuhi keceriaan, hari-harinya dilalui dengan kuliah, dugem, ngerumpi bareng teman-teman, shopping, pacaran, dan kegiatan-kegiatan gadis kuliahan pada umumnya. Anak tunggal seorang pemilik pabrik makanan ringan ternama, dia juga dianugerahi wajah cantik dan tubuh jangkung yang indah serta kulit yang putih, rambutnya coklat sebahu lebih dan ujungnya agak bergelombang. Sherin juga amat menjaga penampilannya dengan fitness, spa, dan ke salon secara rutin, dia memang ingin selalu terlihat cantik di depan Frans, pacarnya sehingga banyak cowok lain sirik dengan Frans ketika sedang jalan bareng.
Terlepas dari itu semua, Sherin juga memiliki perangai buruk, sebagai seorang anak tunggal keluarga kaya yang hidup serba berkecukupan seringkali dia memandang rendah orang yang lebih rendah kedudukannya, salah satunya yang sering kena marah olehnya adalah Nurdin, sopir yang bertugas mengantar-jemputnya. Pernah sekali waktu dia telat menjemput karena jalan macet akibat ada demo, sesampainya disana Sherin menyemprotnya habis-habisan dengan judesnya di lapangan parkir sampai terlihat beberapa orang lewat dan satpam disana. Sungguh pedih hati sopir itu direndahkan di depan umum oleh nona majikannya, dia sudah lama bersabar menghadapi keangkuhan gadis ini, kali ini dia sudah tidak tahan lagi dan berpikir akan mengundurkan diri saja, tapi sebelum mundur sebuah kesempatan emas untuk memberi ‘pelajaran’ pada nona majikannya yang sombong itu menghampirinya lewat obrolan dengan Imron, si penjaga kampus bejat yang hobi memperkosa korbannya lewat foto-foto memalukan yang diambil dengan cameraphone hasil temuannya.
Mimpi buruk Sherin berawal ketika suatu hari setelah bermain basket di bangsal kampus, dia bersama teman-temannya menuju toilet di sana untuk ganti baju. Dia memasuki toilet kedua dari ujung yang ternyata adalah sebuah pilihan fatal, karena di sebelahnya Imron telah lama menanti mangsa yang masuk kesana selama hampir setengah jam. Dengan sabarnya dia menanti dan melihat situasi melalui celah di pintu. Memang yang memasuki toilet sebelahnya bukan cuma Sherin, sebelumnya telah ada beberapa orang masuk ke sana, namun saat itu di depan toilet juga masih banyak orang, sehingga kalau Imron menjulurkan tangannya melalui tembok pembatas yang bagian atasnya terbuka untuk mengarahkan cameraphonenya tentu akan ketahuan oleh orang dari luar. Diapun sempat melihat tubuh-tubuh mulus mereka yang ganti baju di luar toilet, tapi untuk mengambil gambarnya susah, risiko untuk ketahuan terlalu besar dan ketika dia coba memotret dari celah pintu yang sempit itu hasilnya tidak maksimal, maka dia memutuskan menunggu orang memasuki toilet sebelah ketika situasi di luarnya sudah sepi, sambil berharap orang itu cantik.
Kesalahan Sherin adalah dia memasuki toilet saat orang lain banyak yang sudah keluar, karena sebelumnya dia ke kantin dulu membeli minum dan duduk sebentar merenggangkan otot. Ketika dia memasuki toilet, dua temannya yang masih disanapun sudah hampir selesai, Imron tersenyum kegirangan begitu dilihatnya kedua orang itupun akhirnya keluar juga.
“Yuk, Sher…kita duluan yah !” seru salah satunya sambil membuka pintu keluar
“Iya-iya, see you, duluan aja gih !” balasnya dari dalam
Sherin melepaskan bajunya yang berkeringat dan disusul celana olah raganya bersamaan dengan celana dalamnya, hanya dengan memakai bra pink dia duduk di kloset untuk buang air kecil. Dia tidak menyadari diatasnya Imron dengan hati-hati mengintipnya sambil menyutingnya dengan kameraphone. Tiga menit saja, video klip yang terekam cukup jelas memperlihatkan wajah, tubuh, dan adegan buang air kecilnya. Sebelum gadis itu keluar, Imron cepat-cepat turun dari pijakannya lalu keluar dari toilet itu dengan hati-hati.
Hari itu masih sekitar jam dua siang dan masih banyak tugas yang harus diselesaikan Imron, terutama karena sempat tertunda ketika menanti mangsa di toilet itu. Maka niat buruknya lebih baik ditundanya daripada melakukannya dengan diburu-buru pekerjaan, lagipula rekaman tiga menitan itu sudah menjadikan gadis itu sudah dalam genggamannya, selain itu juga dia mengenal sopir yang mengantar jemputnya yang sering ngobrol di waktu senggang. Kebetulan belum lama ini dia mendengar keluhan Nurdin, si sopir itu tentang anak gadis majikannya dan berencana mengundurkan diri mencari kerja lain. Imron sendiri pernah mendapat perlakuan tidak enak dari gadis itu setahun sebelumnya.
Saat itu Sherin sedang terburu-buru menuruni tangga, karena memakai sepatu sol tinggi dan tidak hati-hati dia terpeleset jatuh, jatuhnya tidak tinggi sehingga tidak berbahaya, tapi karena waktu itu dia memakai rok diatas lutut tentu saja paha mulus dan celana dalamnya sempat tersingkap. Imron, yang waktu itu sedang menyapu dekat tangga itu memunguti tasnya dan membantunya bangkit, namun Sherin malah membalasnya dengan makian kasar
“Tua bangka, lepasin tangan lo, mau cari kesempatan yah pegang-pegang !” katanya dengan sengit menepis tangan Imron “Emang saya ga tau apa daritadi mata lu ngeliat kemana aja ? lu pikir siapa lu, dasar kampungan ga tau diri !” bentak Sherin sambil berlalu darinya, tangannya masih memegangi pantatnya yang kesakitan. Imron hanya tertunduk menerima penghinaan itu tanpa sempat memberi penjelasan, walaupun ada rasa marah tapi dia mencoba memendamnya mengingat usahanya merubah diri, namun begitu menemukan cameraphone itu niat jahat dan nafsu balas dendamnya bangkit kembali dan menghantui kampus itu.
Hari itu, Sherin sedang di perpustakaan mencari buku untuk tugas ketika sebuah MMS masuk ke ponselnya. Dibukanya pesan dengan nomor tak dikenal itu. Wajahnya langsung pucat dengan mulut ternganga, jantungnya seakan berhenti berdetak sehingga buku yang dipegangnya jatuh terlepas dari genggamannya begitu melihat rekaman yang memperlihatkan dirinya sedang ganti baju dan buang air kecil di toilet, dibawahnya juga ada pesan :
“kalau tidak mau ini tersebar, saya tunggu di gedung kesenian ruang F-307 jam empat hari ini”
“Sher, kenapa lu ? ga enak badan ?” tanya temannya yang sedang mencari buku tidak jauh darinya.
“Ohh…ngga-ga papah kok, cuma buku jatuh aja ehehhe !” Sherin menutupi kekagetannya dengan tawa dipaksa.
Setelah itu buru-buru dia keluar dari perpustakaan mencari tempat sepi untuk menelepon nomor itu.
“Hehehe, udah diterima pesannya Non ? bagus kan ?” kata suara berat diseberang sana begitu ponsel diangkat.
“Heh, kurang ajar lu yah, siapa lu sebenernya hah !” suaranya meninggi menahan amarah dalam dadanya.
“Udah gak sabar yah Non, tunggu aja nanti sore, kita bakal membicarakan penawaran menarik buat film Non itu !” jawab Imron dengan kalem
“Bajingan, lu emang setan, jangan macem-macem yah sama gua !” Sherin demikian marah dan frustasinya sampai mau nangis.
“Udahlah Non, capek marah-marah gitu, pokoknya saya tunggu nanti di F-307, saya sekarang masih banyak kerjaan, dan satu lagi, pastikan jangan ada orang lain yang tahu kalau ga mau dapat susah !” selesai berkata Imron menutup ponselnya.
Sebenarnya jam tiga kurangpun dia sudah tidak ada kuliah lagi. Setelah menyuruh Nurdin yang telah menjemputnya untuk menunggu dia pergi ke kantin untuk menunggu waktu yang ditentukan. Matanya tertuju ke novel yang dibawanya tetapi pikirannya tidak di sana, yang ada di pikirannya adalah bayangan mengerikan tentang apa yang diinginkan pengintip misterius itu pada dirinya dan bagaimana kalau rekaman itu tersebar. Saking stressnya, tanpa terasa dua batang rokok telah dihabiskannya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, pengintip misterius itu menghubunginya.
“Udah keluar yah Non, kalo gitu sekarang aja ke atas aja supaya lebih cepat beres, saya sudah nunggu di sini juga kok”
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Sherin langsung mematikan ponselnya dan beranjak ke tempat yang ditentukan. Lantai itu memang sudah sepi, ketika naik tangga saja dia cuma berpapasan dengan dua orang pegawai tata usaha fakultas yang baru selesai kerja. Semakin langkahnya mendekati ruang itu, semakin berdebar pula jantungnya.
“Halo Non Sherin, datang juga akhirnya !” sapa Imron begitu Sherin memasuki pintu yang setengah terbuka itu.”Mungkin Non lagi nyari orang yang merekam ini ya ?” tanyanya sambil menunjukkan cameraphonenya.
Sherin melihat dalam layar kecil itu dimana dirinya sedang ganti baju lalu buang air kecil, wajahnya kontan memerah karena marah dan malu.
“Bajingan, serahkan barang itu !” Sherin berteriak sambil merangsek ke depan.
Dia berusaha merebut cameraphone itu, tapi pria setengah baya itu lebih sigap dan tenaganya lebih besar. Dengan mudah didorongnya gadis itu hingga tersungkur di lantai. Sambil menyeringai matanya memandang tajam tubuh Sherin yang terbungkus baju biru bermotif bunga tanpa lengan, rok putihnya yang mini sedikit tersingkap memperlihatkan pahanya yang panjang dan mulus.
“Mau apa kamu bangsat, jangan mendekat, pergi !” Sherin menggeser-geser tubuhnya menjauh dari Imron yang mendekatinya, dalam kepanikannya dia tidak sadar bahwa roknya semakin tersingkap dan celana dalamnya pun sempat terlihat.
“Tenang Non, jangan takut, bapak ga bakal nyakitin Non kok, malah ngasih Non kenikmatan yang luar biasa !” katanya sambil cengengesan.
Baru pernah seumur hidupnya Sherin mendengar perkataan yang sangat merendahkannya itu, omongannya benar-benar rendah dan menjijikkan menyebabkan bulu kuduknya merinding ketakutan. Susah payah akhirnya dia bisa bangkit kembali dan berusaha mencapai pintu, namun ketika sudah dekat pintu itu membuka, Nurdin, sopirnya muncul di depan pintu.
“Bang Nurdin, tolong Bang…ada orang gila !” katanya terbata-bata karena masih gemetar.
Namun kelegaannya cuma sebentar saja, karena Nurdin malah mendorongnya ke arah Imron yang dengan sigap menangkap tubuhnya, ketika dia mau menjerit, tangan kokoh Imron langsung membungkam mulutnya sementara tangan satunya mengunci kedua pergelangannya yang telah ditelikung ke belakang. Nurdin menggeser meja dosen untuk mengganjal pintu, setelahnya dia mulai menghampiri nona majikannya itu.
“Lebih baik Non berhenti ngelawan, inget Non kesini buat apa ? Non pengen rekaman ini diliat orang lain ? dimana nanti mukanya mau ditaruh Non ?” ancam Imron sambil tetap membekap mulut Sherin “Coba aja kabur atau teriak, rekaman ini bakal tersebar, tinggal kirim ke sembarang nomor di HP ini !”
Sherin tidak tahu harus berbuat apa lagi dalam situasi seperti itu. Ketakutan akan dicelakai dan rekamannya tersebar membuat rontaannya berkurang dan pasrah pada nasibnya.
“Binatang lu, tega-teganya berbuat gini ke gua, kacung ga tau diuntung !” maki Sherin pada Nurdin dengan tatapan penuh kebencian.
“Hehehe, udah gini masih bisa galak juga Non !” Nurdin terkekeh sambil mengelus pipi majikannya “denger yah, saya juga udah ga tahan kerja buat cewek sombong kaya Non ini, besok saya juga mau keluar kok, tapi sebelum keluar saya mau ngasih Non kenangan manis dulu dong !”
Wajahnya makin pucat mendengar perkataan itu, dia sadar sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, dia sudah dalam cengkeraman mereka. Keangkuhannya runtuh seketika itu juga, dadanya sesak dipenuhi emosi karena dikhianati, direndahkan dan diancam.
Tatapan mata Nurdin yang penuh nafsu binatang itu membuat nyalinya ciut sehingga memalingkan muka tak berani menatapnya, wajahnya jadi memelas memohon belas kasih. Tiba-tiba dirasakan darahnya berdesir ketika Nurdin menggerayangi pahanya yang jenjang.
“Udah daridulu gua pengen megang nih paha, akhirnya bisa juga sekarang, gile mulusnya!” komentarnya
Tangan Nurdin meraba makin naik hingga menyingkap roknya dan meremasi bongkahan pantatnya, sementara dari belakang Imron meremas payudara kirinya. Air mata Sherin pun mengalir dan memohon-mohon minta dilepaskan.
“Jangan, jangan perkosa saya, ampun !” katanya terisak
“Santai Non, nanti juga enak kok” sahut Imron
Nurdin mulai menciumi pipi Sherin, leher dan telinga juga tak luput darinya, Hembusan nafas dan lidahnya membuatnya bergidik juga merasakan sensasi aneh yang meskipun dia menolaknya tapi ingin terus merasakannya.
Kemudian tangannya meraih kepala Sherin dan mencium bibirnya yang tipis dengan kasar, dia menggeleng-gelengkan kepala berusaha menolak, namun Nurdin pegangan Nurdin pada kepalanya terlampau kuat sehingga terpaksa diterimanya serbuan bibir sopirnya itu.
Eeemmhh…emmphhh !” hanya itu yang terdengar dari mulutnya yang tersumbat bibir Nurdin yang atasnya ditumbuhi kumis tipis seperti tikus.
Tangan Nurdin kini sudah meraba kemaluannya yang masih tertutup celana dalam, jari-jarinya bergerak liar mengosoki belahan kemaluannya. Sementara Imron makin bernafsu meremasi payudara Sherin, perlakuan kasarnya membuatnya ingin menjerit kesakitan tapi mulutnya tersumbat bibir Nurdin sehingga bibirnya yang terkatup malah terbuka dan lidah Nurdin pun menerobos masuk, lidahnya menyapu rongga mulut Sherin dan beradu dengan lidahnya.
Imron mulai mempreteli kancing baju Sherin dan menarik lepas baju itu dari tubuhnya. Kini tubuh atas Sherin cuma tersisa bra pink.
“Bukain kaitnya Pak Imron, daridulu gua penasaran pengen liat toked majikan gua ini !” kata Imron tak sabaran
Imron pun melucuti branya, Sherin menutupi payudaranya dengan tangan dan terus memohon agar mereka tidak meneruskan aksinya. Tanpa mempedulikan ocehannya, Nurdin menyingkirkan tangan yang menghalanginya itu. Terpesonalah keduanya melihat keindahan buah dada Sherin yang putih, kencang dan berputing kemerahan itu.
“Wah majikanlu tokednya bagus banget, putih bulat kaya bakpao !” kata Imron sambil mengusap-usap payudara itu.
“Iya nih, pentilnya juga ngegemesin, imut gini !” timpal Nurdin yang tangannya memencet puting itu dan menarik-nariknya.”Nah, sekarang coba kita liat bawahnya !”
Sherin berusaha menahan roknya dengan tangan ketika Nurdin akan memelorotinya, tapi kemudian Imron kembali menelikung tangannya ke belakang sehingga dengan leluasa
Nurdin membuka sabuk dan resletingnya, rok itu pun meluncur jatuh melalui kakinya, disusul celana dalamnya dipeloroti hingga ke lutut. Kedua orang itupun kini dapat menikmati tubuh polos Sherin, tangan-tangan hitam kasar itu berkeliaran menggerayangi lekuk tubuhnya yang indah. Nurdin yang berjongkok mulai menyentuh kemaluannya yang dilebati bulu-bulu tipis yang tercukur rapi.
“Hhmm…memek yang bagus, masih rapat, jembutnya juga rapih, gua suka yang kaya gini !” celoteh Nurdin
Dari belakang Imron mencaplok kedua payudaranya, jari-jarinya memencet-mencet dan memilin-milin putingnya sehingga Sherin pun terpancing libidonya, nafasnya makin berat. Walaupun sesekali dia memelas minta dilepaskan, namun tubuhnya berkata lain, terlebih ketika lidah panas Imron menyapu telak leher dan belakang telinganya. Saat itu satu tangan Imron turun ke bawah dan meremas pantatnya, jarinya terkadang menyentuh anusnya, belum lagi jari dan lidah Nurdin yang kini sedang bermain di vaginanya. Perbuatan mereka membuat Sherin semakin tak berdaya, tak berdaya karena nikmat dan tak cukup tenaga untuk melawan.
Mereka lalu menurunkan tubuhnya hingga terbaring di lantai, dia merasakan dinginnya lantai menyentuh punggungnya. Nurdin melepas celana dalam yang menyangkut di tungkainya dan dibukanya sepasang paha itu, wajahnya mendekati kemaluannya, lidahnya menjilati paha, pangkal paha, hingga akhirnya menyentuh bibir vaginanya. Di tempat lain Imron dengan rakus mencium dan menghisap payudaranya, lidahnya yang menari-nari liar itu menyebabkan puting itu makin mengeras.
“Toked yang montok, eemmhh…sluurpp…!”
Beberapa menit lamanya Imron mengeksploitasi payudara Sherin sebelum akhirnya jilatannya meluas ke lekuk tubuh lainnya, ketiak, bahu, leher, hingga akhirnya bibir mereka bertemu. Dari matanya yang terpejam air mata terus mengalir, namun birahinya terus naik tak terkendali.
“Hhhmmpphh…!” rintih Sherin tersendat saat lidah sopirnya menyentil-nyentil klitorisnya, tubuhnya menggeliat-geliat menahan siksaan birahi itu.
“Udah mulai kerasa enaknya kan Non,tuh udah banjir gini !” ejek Nurdin sambil terus menjilatinya.
Kalah oleh desakan nafsunya, Sherin pun tak terasa membalas permainan lidah Imron, untuk mengurangi rasa jijik dia membayangkan yang dicium itu adalah Frans. Dia merasakan kemaluannya sudah sangat basah akibat jilatan sopirnya, tak lama kemudian dirasakan badannya menggelinjang. Mereka tertawa-tawa melihat reaksinya.
“Hahaha…akhirnya nikmatin juga kan !” ejek Imron
“Dasar perek, munafik, tadi sok jual mahal, tapi baru digituin dikit aja udah keenakan !” timpal Nurdin
Betapa panasnya telinga Sherin mendengar hinaan seperti itu, apalagi yang mengucapkan adalah sopirnya sendiri, dia tak menyangka sopirnya sampai setega itu padanya, dia mulai menyesali seandainya dulu dia bersikap baik padanya mungkin kejadian hari ini tidak akan menimpanya, tapi segalanya sudah terlambat.
Kini Nurdin menariknya hingga berlutut di depan selangkangannya, lalu dia membuka celananya sendiri. Dan terlihatlah kemaluannya yang membuat Sherin terkesiap karena panjangnya, lebih kaget lagi saat dia melihat milik Imron yang sudah berdiri di sebelahnya karena miliknya walaupun tak sepanjang sopirnya namun lebih kokoh dan berurat. Sambil berkacak pinggang seolah tanda kemenangan, Nurdin memerintahkan anak majikannya mengoral penisnya. Di bawah ancaman, Sherin meraih penis itu dengan tangan gemetar lalu sambil menutup mata menahan rasa jijik dimasukkannya benda itu ke mulutnya.
“Huehehe…baru kali ini gua liat majikan nyepongin sopirnya, hebat, hebat !” ejek Imron melihat adegan itu.
“Sepongannya yahud banget, daripada nyepongin pacar Non yang kontolnya kecil itu mendingan yang saya kan, lebih gede, lebih muasin lagi !” Nurdin menimpali
“Ayo Non, yang saya juga pengen diservis !” Imron meraih tangan Sherin dan meletakkannya pada penisnya.
Sherin mengulum dan mengisap penis sopirnya sambil tangannya sesekali mengocoknya, sementara tangan satunya mengocok punyanya Imron. Sepuluh menit lebih dia mengocok dan mengulum penis kedua jahanam itu secara bergantian. Dia menyadari betapa kotor dirinya saat melakukan hal itu, tapi entah dorongan apa yang membuatnya merasa terangsang dan menikmati perlakuan mereka.
“Sshhh…sshh…mau ngecrot nih Non, ditelen yah…awas kalo dimuntahin !” perintah Imron sambil melenguh nikmat.
Akhirnya dengan satu lenguhan panjang Imron, menekan kepala Sherin ke selangkangannya sehingga batang itu melesak lebih dalam ke tenggorokan gadis itu lalu menumpahkan isinya yang kental disana. Cairan itu langsung memenuhi mulutnya dan tertelan tanpa bisa ditahan. Sherin gelagapan dan meronta ingin melepaskan benda itu tapi Imron menahan kepalanya dan kalah tenaga. Dia langsung terbatuk-batuk dan nafasnya terengah-engah mencari udara segar begitu Imron mencabut penisnya, aroma sperma yang menusuk itu masih terasa di mulutnya.
Sherin sempat beristirahat sekitar dua menitan sebelum Nurdin menarik pergelangan kakinya dan membentangkan kedua pahanya, lalu dia mengambil posisi diantara kedua paha itu.
“Ok, Non sekarang saatnya ngejos hehehe!” seringainya mesum
“Jangan Bang, saya mohon…oohh, maafin saya !” Sherin mengiba dengan berurai air mata.
“Waktu saya minta maaf dulu, Non juga ga maafin, enak aja sekarang minta maaf !” cibir Nurdin tanpa menghentikan aksinya mendorong penisnya memasuki vaginanya.
“Sakit…akh…lepaskan…uuhh !” rintihnya saat penis sopirnya menyeruak masuk menggesek dinding kemaluannya.
“Ooohh…enak tenan memeknya Non biar udah ga perawan tapi masih seret !” komentar Nurdin
“Tuh kan kebukti kontol pacarnya kecil, kalo ngga pasti udah ga seseret sekarang, ya ga Din !” sahut Imron disambut gelak tawa keduanya.
“Siap yah Non, saya bakal ngebuktiin kalo saya lebih bisa muasin Non daripada pacar Non itu, hiihh !” habis mengucapkan kalimat itu Nurdin langsung menyodokkan penisnya diiringi erangan panjang Sherin.
Nurdin terus menghentak-hentakkan pinggulnya membuat tubuh Sherin berkelejotan, mulutnya mengap-mengap mengeluarkan rintihan yang justru membuat kedua orang itu tambah bernafsu.
“Ayo liat sini, asyik nih buat nambah koleksi gua !” sahut Imron mengarahkan cameraphone itu pada mereka.
“Jangan…tolong jangan ahhh…direkam…ahhh !” Sherin mencoba menutupi wajahnya dengan tangan
Namun Nurdin malah merentangkan kedua tangannya itu ke samping sehingga Sherin tidak bisa menutupi wajahnya lagi. Nurdin tertawa-tawa melihat ke arah kamera seolah bangga bisa menikmati tubuh majikannya yang cantik itu. Sekitar tiga menit Imron mengabadikan adegan perkosaan itu sebelum dia sendiri bergabung menikmati tubuh mulus itu.
Imron menggerayangi seluruh tubuh Sherin serta menjilatinya, leher jenjang itu dicupangi sampai memerah. Lidah Imron yang menggelitik tubuhnya membuatnya makin menggelinjang.
“Busyet, baru pernah gua main sama anak juragan sendiri, ternyata asoynya ga ketulungan !” kata Nurdin sambil terus menyetubuhinya tanpa ampun.
Tak lama kemudian, tubuh Sherin mengejang dan menekuk ke atas sampai tulang-tulang rusuknya terjiplak di kulitnya. Dia merasa seperti ada suatu ledakan hebat dari dalam tubuhnya yang tidak bisa ditahan dan menyebabkan tubuhnya menggelepar-gelepar bak ikan keluar dari air. Tidak dapat disangkal bahwa perasaan itu nikmat luar biasa melebihi kenikmatan yang pernah dirasakan bersama pacarnya. Nurdin masih terus menggenjotnya selama beberapa menit ke depan, dan akhirnya dia pun mencabut penisnya lalu buru-buru mendekati wajah Sherin dimana dia menyemprotkan spermanya. Cairan putih kental pun berceceran membasahi wajah dan rambut gadis itu. Sebelum sempat membersihkan cairan berbau tak sedap itu dari wajahnya, Imron sudah mengambil giliran memperkosanya.
Imron membalikkan tubuhnya yang masih lemas itu ke posisi telungkup, kemudian pantatnya dia tarik hingga menungging.
“Aaahhkkk…aahh !” erang Sherin dengan mata terbelakak, kedua tangannya mengepal keras ketika Imron melakukan penetrasi dari belakang.
Setidaknya dia masih bersyukur karena Imron tidak mengincar anusnya, terbayang olehnya betapa sakitnya di anal seks dengan penis sebesar itu sementara anusnya masih perawan. Berkat bantuan cairan kemaluannya, penis Imron lebih mudah menusuk vaginanya, itupun masih terasa nyeri.. Dia mulai mengocok vaginanya, mulanya perlahan tapi lama-lama kecepatannya semakin meningkat. Sherin sebentar mendesah, sebentar menggigit bibir merasakan kenimatan yang diberikan Imron, sepertinya dia sudah begitu mengikuti permainan yang dipimpin oleh dua pemerkosanya itu. Rasa jijik dan marah yang sedaritadi menyelubunginya berubah menjadi gairah kenikmatan, setidaknya untuk saat ini. Semakin kasar perlakuan yang diterimanya semakin nikmat rasanya, pinggulnya pun ikut bergoyang mengimbangi irama genjotan Imron. Desahan yang keluar dari mulutnya makin menunjukkan kenikmatan bukannya desahan korban perkosaan.
Nurdin menaruh kursi di depan Sherin dan duduk di sana, selain kaos berkerahnya, bagian bawahnya sudah telanjang. Tubuh atas Sherin yang bertumpu di lantai itu diangkatnya ke antara dua pahanya.
“Ayo…Non tadi belum dibersihin nih, jilatin sampai bersih yah !” suruhnya
Tanpa harus disuruh kedua kalinya, Sherin yang sudah setengah sadar itu, meraih batang itu lalu menyapukan lidahnya membersihkan cairan yang belepotan di sana, sesekali dimasukkan ke mulut dan diemut sehingga pemiliknya merem-melek dan melenguh keenakan, penis itu pun perlahan-lahan membesar lagi di dalam mulutnya. Sementara dari belakang Imron masih asyik menyodok-nyodok vaginanya sambil kedua tangannya berpegangan pada kedua payudaranya. Butir-butir keringat sudah nampak pada kulit punggungnya seperti embun, wajahnya pun sudah bersimbah peluh bercampur sperma. Suatu saat Imron membenamkan penis itu hingga mentok dan memuntahkan isinya di dalam sana, tubuh pria itu mengejang sambil mengerang dengan suara berat. Nampak cairan putih itu meluber di sela-sela kemaluan Sherin membasahi daerah sekitar selangkangannya.
Mereka berganti posisi lagi, Nurdin berkata bahwa dia ingin mencoba posisi yang pernah dilihatnya di sebuah film porno. Mula-mula diperintahkannya Sherin naik ke pangkuannya berhadapan. Dia sudah memegangi penisnya yang mengacung tegak itu ketika Sherin menurunkan tubuhnya sehingga otomatis penis itupun melesak ke vaginanya diiringi desahan.
“Pegangan yah Non, kalo jatuh jangan salahin saya ntar !” suruhnya
Setelah Sherin berpegangan pada bahunya, Nurdin pelan-pelan bangkit dari bangku, kedua tangannya menopang pantat Sherin sehingga kini posisinya digendong Nurdin dengan kedua tungkai menjepit pinggang Nurdin. Merasa pijakannya telah mantap, Nurdin pun menyentakkan badannya menggenjot vagina majikannya dengan gaya berdiri.
“Wow…boleh juga jurus baru lu Din, sekali-sekali bisa gua coba nih !” kata Imron
“Berguna juga tuh film bokep, dapat pelajaran baru yang emang sip” sahut Nurdin yang makin ganas menggenjot Sherin. Dengan posisi demikian Sherin merasa vaginanya ditusuk dengan lebih keras dan dalam, payudaranya pun turut bergoyang-goyang seirama badannya.
Nurdin dapat bertahan sekitar belasan menit dalam posisi yang cukup menguras tenaga itu, namun selama itu dia berhasil mengirim Sherin mencapai klimaks. Mereka terus menggarapnya tanpa mempedulikan kondisi Sherin yang sudah kepayahan. Sekarang Imron berbaring di lantai dengan memakai pakaiannya sebagai alas kepala, disuruhnya Sherin melakukan gaya woman on top dengan bergoyang di atas penisnya. Dengan pertimbangan mengakhiri perkosaan itu secepatnya, Sherin pun menaiki penis Imron lalu mulai menaik-turunkan tubuhnya. Belum sampai semenit bergoyang, dari belakangnya Nurdin mendorong punggungnya ke depan sehingga pantatnya agak terangkat.
“Ntar Pak Imron, gua belum keluar nih tadi, sekarang mo nyoba ngejos disini nih !” katanya sambil memasukkan dua jari ke anusnya.
“Jangan Bang, jangan disana, saya takut !” mohonnya saat Nurdin mulai meludahi daerah itu agar licin serta mengeluarmasukkan jarinya sejenak.
“Heh, udah diem aja Non, ntar juga enak kok !” Nurdin mulai membuka lubang itu dan tangan satunya mengarahkan senjatanya ke sana.
Imron yang dalam posisi berbaring memegangi kedua lengan Sherin agar tidak berontak.
“Aaahh…aduh…sakit, ampun Bang, tolong hentikan !” rintih Sherin menyayat hati, tubuhnya mengejang, dan wajahnya meringis menahan perih
Tanpa merasa iba, sopir bejat itu terus saja melesakkan penisnya dan menikmati jepitan dubur itu terhadap penisnya, begitu juga Imron di bawahnya, dia malah makin bergairah melihat ekpresi kesakitan Sherin, sesekali dia menyapukan lidahnya pada payudara yang menggelantung dekat wajahnya. Mereka berdua pun mulai menggenjot tubuh Sherin, dua penis menghujam-hujam vagina dan anusnya, sungguh suatu derita birahi yang luar biasa dialami gadis malang itu.
“Gile, masih perawan loh pantatnya, sempit banget sampe berdarah gini !” kata Nurdin sambil meremasi bongkahan pantatnya.
Darah segar memang mulai nampak pada kulit pantatnya yang putih dan tangisan Sherin pun makin menjadi, namun itu tidak mengurangi kebiadaban kedua orang itu.
Beberapa saat kemudian ketiganya mencapai orgasme dalam waktu hampir bersamaan, yang paling awal adalah Nurdin, mungkin karena sempitnya, sperma itu menyemprot di dalam pantatnya dan meluber keluar bercampur cairan darah. Sherin pun menyusul beberapa menit kemudian bersamaan dengan Imron yang menumpahkan spermanya di dalam vagina Sherin. Tubuh Sherin pun akhirnya ambruk menindih Imron dengan penis masih menancap. Nurdin memakai kembali celananya, dia tersenyum puas sambil menyalakan sebatang rokok. Sebentar kemudian Imron pun bangkit dan melihat jam yang sudah menunjukkan jam lima kurang, dia membuka pintu dan memantau keadaan sekitar, sepi tidak ada ada tanda seseorang lewat sini. Sherin masih terbaring di lantai menangis sesegukan, keringat telah membasahi badannya, daerah selangkangannya penuh lelehan sperma dan di pantatnya sperma itu bercampur darah. Imron mengancamnya bahwa bila dia berani buka mulut atau pindah ke kampus lain, foto dan video klip itu akan disebarluarkan bahkan keselamatan pacarnya pun mungkin terancam.
Setiba di rumah, kedua orang tua Sherin masih belum ada di rumah, papanya memang sedang di luar kota sejak kemarin lusa dan mamanya sedang ikut arisan. Kesempatan ini tidak disia-siakan Nurdin untuk menikmati tubuh Sherin sepuas-puasnya. Dia memperkosa nona majikannya itu di kamar gadis itu serta di kamar mandi yang menyatu dengan kamar itu sekaligus mandi bersama. Sherin sendiri sepertinya sudah pasrah saja menikmati dirinya diperkosa seperti itu, pikirnya toh sudah telanjur basah, mandi saja sekalian. Perkosaan itu baru berhenti ketika mamanya pulang sekitar jam sembilan. Di depan nyonya besar itu, baik Nurdin dan Sherin bersikap seperti biasa, yang satu demi menutupi perbuatan bejatnya, yang lain demi menutupi rasa malu dan tidak ingin menyusahkan orang tuanya. Besoknya memang benar Nurdin mengundurkan diri dengan alasan ingin bekerja di kota lain bersama saudaranya, namun derita Sherin belum berakhir karena dia telah menjadi salah satu budak seks Imron, si penjaga kampus bejat itu.
###########################
Nightmare Campus 4: My Beloved Lecturer
“Ok, kalau tidak ada pertanyaan lagi kuliah hari ini sekian dulu, jangan lupa minggu depan kita kuis” demikian Rania mengakhiri mata kuliah Teori Ekonomi Mikro hari itu.
Rania adalah seorang dosen muda di fakultas ekonomi itu, usianya 26 tahun, berparas cantik dengan rambut sebahu direbonding dan bertubuh indah dengan tinggi 170cm, berat 54 kg, juga kulit putih mulus plus payudara 34B. Kadang orang sering sulit membedakan mana yang mahasiswi mana yang dosen kalau dia berada diantara mahasiswanya dengan pakaian modis. Kebagian mata kuliah yang diajarkannya merupakan suatu berkah bagi para mahasiswa, karena selain ngajarnya enak dan orangnya gaul sehingga mudah dekat dengan yang diajar, juga menyegarkan mata dengan melihat wajah cantiknya yang kata mereka mirip Kelly Lin dan tubuh indahnya terutama kalau memakai pakaian ketat atau rok agak pendek.
Setelah kuliah selesai semua mahasiswa keluar dari kelas, kecuali satu mahasiswi, Ellen (baca eps. 1), dia menutup pintu ruang kuliah setelah yang lain keluar dan menghampiri Rania yang sedang membereskan barang-barangnya.
“Eeemm…Ci Nia(beberapa mahasiswa memanggilnya demikian karena umurnya tidak beda jauh dengan mereka) bisa kita bicara sebentar ?” kata Ellen
“Ada apa Len, masalah tugas lagi yah ?” jawab Rania tersenyum ramah
Awalnya memang Ellen menanyakan tentang pelajaran yang tidak dia mengerti, kemudian topik beralih, Ellen mulai curhat mengenai dirinya yang sedang cekcok dengan pacarnya sehingga tidak konsen dalam belajar. Rania yang memang dekat dengan mahasiwa/i nya mendengar dan menghiburnya sehingga mereka malah makin hanyut dalam obrolan wanita sementara jam sudah hampir menunjukkan pukul enam, langit pun mulai gelap, suasana di lantai itu sudah sepi karena itu kuliah terakhir.
Akhirnya Rania pun bangkit dan mengajak Ellen pulang mengingat hari sudah malam
“Yuk kita sambil jalan aja ngobrolnya, udah malem gini, jadi serem nih” ajaknya.
“Ci, bisa bantu saya satu hal lagi ga ?” tanya Ellen lagi, kali ini dia mendekati Rania, digenggamnya kedua lengan dosennya itu sambil menatap matanya.
“Nggg…eh ada apa lagi sih Len ?” Rania jadi gugup karena sikap mahasiswinya itu
Suasana hening beberapa detik, keduanya saling tatap sebelum tiba-tiba Ellen memagut bibir dosennya itu. Rania tersentak kaget, dia melepaskan ciuman itu dan melotot memandangi Ellen.
“Len…kamu…mmmhh!” sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya Ellen sudah kembali menciumnya.
Rania sempat berontak selama beberapa saat namun ciuman dan belain Ellen pada daerah sensitifnya membuat gairahnya naik, baru kali ini dia melakukannya dengan sesama jenis, dirasakannya kenikmatan yang berbeda yang menggodanya untuk meneruskan lebih jauh.
Rangsangan dari dalam dirinya dan menyebabkan Rania pun menyambut ciuman mahasiswinya itu. Lidah mereka bertemu, saling jilat dan saling membelit. Sementara itu tangan Ellen meremas lembut payudara Rania dari luar, Rania sendiri sudah mulai berani mengelus punggung Ellen, tangan satunya mengelus pantatnya yang masih terbungkus celana ketat sedengkul warna hitam. Keduanya terlibat dalam ciuman penuh nafsu selama lima menit, dan ciuman Ellen pun mulai turun ke lehernya.
“Sshhh…kurang ajar juga kamu Len !” desisnya dengan nafas memburu.
Ellen mulai menciumi pundak Rania sambil kedua tangannya memegangi leher kaos lengan panjangnya yang berleher lebar itu dan mulai memelorotinya sehingga bra putih di baliknya terlihat, dia turunkan juga cup bra itu hingga terlihatlah sepasang gunung kembarnya yang membusung kencang. Jari-jari lentik Ellen mengusapinya dengan lembut sehingga Rania pun hanyut dalam kenikmatan.
“Gimana Ci, asyik kan ? Ci Nia jadi tambah cantik kalau lagi horny gitu loh” Ellen tersenyum nakal sambil memilin-milin kedua puting dosennya.
“Mmhh…eengghh…udah dong Len, sshh…ntar ada yang tau !” desahnya merasakan kedua putingnya makin mengeras.
“Tenang Ci, disini aman kok, ini kan tingkat empat, kita have fun bentar yah !”
Kemudian Ellen mencumbui payudara Rania, lidahnya menyapu-nyapu puting kemerahan yang sudah menegang itu. Rania hanya bisa mendongak dan mendesah merasakan nikmatnya. Tangan Ellen sudah mulai menyingkap rok selutut Rania dan merabai pahanya yang putih mulus itu.
“Hhhssshh…eeemmmhh !” Rania mendesis lebih panjang dan tubuhnya menggelinjang ketika tangan Ellen menyentuh kemaluannya dari luar celana dalamnya.
Seperti ada getaran-getaran listrik kecil yang membuat tubuhnya terasa tersengat dan tergelitik saat jari lentik Ellen menyusup lewat pinggir celana dalamnya dan menyentuh bibir vaginanya, daerah itu jadi basah berlendir karena sentuhan-sentuhan erotis itu.
Kenikmatan mereka tiba-tiba dibuyarkan oleh suara pintu dibuka, seseorang muncul dari sana sambil tertawa-tawa.
“Hahaha…bagus-bagus, adegan yang hebat, Bu Rania yang terpelajar itu ternyata begini kelakuannya di luar jam kuliah, hebat sekali !” Imron, si penjaga kampus bejat itu tertawa dan bertepuk tangan
Rania pun refleks melepaskan diri dari pelukan Ellen dan merapikan pakaiannya dengan tergesa-gesa, wajahnya memerah menahan malu.
“Saya pernah baca di tata tertib kampus bahwa kalau ada ketahuan mahasiswa yang berbuat tidak senonoh di kampus akan dipecat, tapi sekarang dosen yang harusnya ngasih teladan malah berbuat gini, wah-wah mau jadi apa nih bangsa ini kalau pendidiknya saja kaya ini !” tambahnya sambil geleng-geleng kepala.
“Eehhmm…maaf Pak kita sedikit khilaf, ini ada sedikit uang rokok buat Bapak, anggap aja yang tadi ga ada yah Pak !” Rania berbicara agak gugup dan mengambil selembar limapuluh ribuan dari tasnya.
“Aahh, simpan saja uang Ibu itu, supaya rahasia Ibu aman saya cuma mau…!” Imron menatapi tubuh Rania dari atas sampai bawah sebagai ganti kata-katanya yang tidak diteruskan. Tatapan matanya sangatlah mesum dan membuat kedua wanita itu merinding.
“Jangan yang engga-engga lah Pak, ini ambil atau nggak sama sekali !” Rania yang mengerti apa kemauan Imron dengan kesal menjatuhkan lembaran uang itu ke bangku di dekatnya. “Lagian siapa sih yang bakal percaya omongan Bapak, paling juga dianggap gosip murahan, jadi jangan mimpi , ayo Len kita pulang !” tambahnya sambil mengambil tasnya bersiap untuk meninggalkan ruangan. Terlihat sekali dia bersikap judes untuk menutupi kegugupannya.
“Tapi kalo disertai bukti ini tentunya bakal jadi gosip mahal kan ?” Imron mengeluarkan cameraphone itu dari sakunya dan menunjukkan beberapa gambar adegan lesbian barusan.
Kontan saat melihat itu semua Rania kaget sekali, dia tertegun sesaat berharap ini hanyalah mimpi.
“Bajingan !” bentaknya, Rania naik darah dan mau merangsek ke depan namun Ellen menahannya.
“Hahaha…marah ya ? kenapa ga marahin juga perek di sebelah Ibu itu, dia kan juga ikutan dalam rencana ini ?” Imron mengejek dengan senyum kemenangan.
“Hah…Ellen, jadi kamu…?” Rania tercekat seakan tidak percaya semuanya.
Jelaslah kini bahwa yang terjadi sejak bubaran kelas tadi sudah diatur dalam rencana jahat Imron, Ellen yang sudah menjadi budak seksnya hanyalah pion untuk menjebak dosennya itu dan diam-diam Imron mensyuting mereka dari lubang angin di atas pintu ketika mereka bermesraan tadi.
“Maafin saya Ci, saya juga dijebak dan dipaksa jadi gak ada pilihan lain” Ellen tertunduk tak berani melihat wajah dosennya dan terisak.
“Nah, sekarang gimana nih keputusannya Bu, saya yakin Ibu juga masih konak gara-gara tadi sempat tanggung, ya ga ?” Imron mulai berjalan mendekatinya.
Tiba-tiba Ellen maju ke depan menghalangi Imron yang hendak memeluk Rania.
“Pak, saya rela Bapak perlakukakan apapun, tapi tolong jangan libatin Ci Nia, dia itu orang baik !” mata Ellen yang berkaca-kaca saling tatap dengan Imron dan memohon padanya.
Imron hanya menyeringai membalas tatapannya, diangkatnya dagu gadis itu, tiba-tiba…’plak !’ sebuah tamparan mendarat di pipinya. Ellen limbung ke belakang dan Rania sempat menjerit kecil sambil mendekap tubuh mahasiswinya itu.
“Masih mau jadi pahlawan, heh ?” kata Imron, dengan santainya dia meraih sebuah bangku dan duduk disana.
“Non Ellen, sini !” perintahnya
Rania menatap mahasiswinya itu seraya menggelengkan kepala seolah mengatakan ‘jangan turuti dia’, namun Ellen malahan melepas genggaman tangan dosennya dan berjalan ke arah pria setengah baya itu.
“Maaf !” cuma itulah yang terucap dari mulutnya.
Kini Ellen telah menjadi salah satu budak seks Imron yang mau tidak mau menuruti apa yang dikehendaki Imron terhadapnya. Sejak diperkosa di basement parkir beberapa bulan yang lalu, beberapa kali Imron kembali melampiaskan nafsu binatangnya padanya baik dalam seks kilat, oral seks, maupun hubungan badan sepenuhnya. Lama-lama dirinya pun mulai menikmati disamping ada perasaan malu dan bersalah juga pada pacarnya. Imron kini membuka lebar pahanya dan disuruhnya gadis itu berlutut di depannya. Kemudian dia memberi syarat dengan menggerakkan bola matanya ke bawah.
“Sekarang?” Ellen yang sudah tau apa yang diinginkan Imron sepertinya ragu melakukannya.
“Iya dong Non, biar dosen kamu tahu enaknya, kita ajarin juga dia caranya !”
Seolah dihipnotis, Ellen pun mulai membuka resleting celana Imron dan menurunkan celana dalam di baliknya sehingga tersembullah penis yang sudah mengacung tegak itu.
“Ellen, hentikan !” Rania berseru mencegah hal lebih lanjut.
“Lho kok Ibu main larang-larangan sih, orang dianya sendiri yang mau kok, tuh liat !” kata Imron “Ayo Non, sekarang mana servisnya, ayo jangan malu-malu, dia juga nanti ikutan kok !”
“Ya Tuhan, Ellen…kenapa…kenapa !?” Rania terperangah sampai membekap mulutnya sendiri melihat mahasiswinya mulai mengoral penis Imron, tangannya yang mungil itu sesekali mengocoknya, yang lebih gila dia juga terlihat begitu menikmatinya, padahal dirinya sudah merinding melihat penis hitam bersunat yang kepalanya agak merah itu.
“Aahh…enaknya, lihat sendiri kan Bu, murid Ibu aja ketagihan sama kontol saya” Imron mengelus rambut Ellen menyuruhnya terus mengulum “Cepetan Bu gimana keputusannya, mungkin Ibu gak takut risiko perbuatan Ibu tadi, tapi apa Ibu gak kasian kalo gambar-gambar syur murid Ibu ini tertempel di papan pengumuman ?”
Ellen terhenyak dan menghentikan kulumannya
“Heh, siapa suruh berhenti, cepet terusin ! jangan ikut campur !” bentak Imron menyuruh Ellen meneruskan kegiatannya.
“Iya-iya, oke, saya menyerah Pak, tapi tolong jangan mempersulit dia lagi !” jawab Rania panik “dan tolong, jangan omong apa-apa tentang semua ini” tambahnya gugup.
“Nah, gitu dong Bu, baru namanya dosen yang baik, ayo dong, sini mendekat kalau memang setuju !” Imron melambaikan tangan menyuruhnya mendekat.
Rania berhenti di sebelah Imron, perasaannya luar biasa galau, marah, jijik, dan takut, namun dia juga mulai terangsang melihat Ellen mengoral Imron di depan matanya. Semua dia lakukan karena tidak ada pilihan lain untuk menutupi aibnya, juga demi muridnya. Darahnya berdesir ketika tangan kasar itu meraih betisnya, tangan itu terus naik mengangkat roknya dan mengelusi pahanya yang mulus.
“Paha yang indah, pasti waktu Ibu ngajar mahasiswanya ngebayangin bisa ngeliat ke dalam sini heheheh !” celoteh Imron
Rania hanya memalingkan wajahnya ke samping dengan perasaan sangat terhina dengan perlakuan seperti itu. Sikap pasrahnya membuat Imron makin menjadi, tangannya makin menjalar ke atas hingga meremas pantatnya.
“Wuih, montok amat sih Bu, betah deh saya lama-lama di kelas kalo jadi murid Ibu” katanya mengagumi keindahan tubuhnya “dibuka aja Bu roknya, biar lebih afdol !”
Imron mengulurkan tangannya yang satu untuk membuka ikat pinggangnya dan disuruhnya Rania membuka resletingnya di belakang. Dengan berat hati Rania pun membuka resletingnya hingga rok itu meluncur jatuh. Setelah rok itu lepas, maka yang nampak adalah sepasang paha jenjang Rania yang mulus dengan celana dalam pink menutupi daerah terlarangnya. Imron lalu merangkul pinggang ramping itu membawa tubuhnya lebih mendekat. Paha mulus itu lalu dia ciumi inci demi inci sementara tangannya mengelusi paha yang lain. Rania merinding merasakan sapuan lidah dan dengusan nafas pria itu pada kulit pahanya, libidonya makin naik apalagi melihat Ellen yang tengah menjilati kepala penis itu sambil memijit zakarnya.
“Ssshhh…!” sebuah desisan keluar dari mulutnya ketika jari Imron menyentuh bagian tengah celana dalamnya.
Secara perlahan Imron menurunkan celana dalam itu hingga ke lutut, matanya nanar memandangi kemaluan Rania yang masih rapat dan berbulu lebat itu.
“Pelan-pelan yah, usahain jangan cepat keluar, ntar dosen Non ga kebagian !” dia berpesan sejenak pada Ellen sebelum kembali memusatkan perhatiannya pada vagina Rania.
Selanjutnya Imron membenamkan wajahnya pada kemaluan Rania, dengan rakus menjilati vaginanya. Tangan kirinya mengelusi paha dan pantatnya, terkadang jarinya iseng menyusup ke pantatnya.
“Aahhh…Pak…aahhh…jangan !” Rania mendesah antara menolak dan menikmati saat lidah Imron menelusuri gundukan bukit kemaluannya
Tanpa disadari kakinya melebar sehingga memberi ruang lebih luas bagi Imron untuk menjilatinya. Tubuh Rania seperti kesetrum ketika lidah Imron yang hangat membelah bibir kemaluannya memasuki liangnya serta menari-nari di dalamnya. Di tempat lain, Ellen juga makin terangsang melihat adegan Imron dengan dosennya, sambil menjilati penis Imron perlahan, dia juga meremasi payudaranya sendiri. Kedua buah pelir Imron sesekali diemutnya bergantian membuat pemiliknya keenakan, apalagi dengan dilayani dua wanita cantik ini. Rania semakin tak kuasa menahan kenikmatan itu, dia bergerak tak karuan akibat jilatan Imron sehingga Imron harus memegangi tubuhnya.
“Pak…ahhh…oohh !” desahnya dengan tubuh bergetar merasakan lidah Imron memainkan klitorisnya.
“Mmmm….enak kan Bu ?” sahut Imron.”udah dulu ah, sekarang giliran Ibu yang mainin punya saya, ayo jongkok sini !” katanya seraya membuka paha lebih lebar.
Terus terang Rania merasa sangat tanggung Imron menghentikan jilatannya, dalam hati kecilnya sebenarnya masih ingin menikmatinya, namun tidak mungkin dia memintanya lagi demi menjaga harga dirinya. Maka ketika disuruh Imron mengoral penisnya diapun tanpa diperintah dua kali berlutut di hadapan pemerkosanya.
“Eit-eit tunggu dulu Bu, bajunya dibuka aja biar enak” Imron melucuti baju Rania yang baru berlutut di depannya, cup branya sudah melorot karena tidak sempat dinaikan waktu kepergok tadi sehingga langsung mempertontonkan payudaranya “Non juga, yang namanya ngentot mana enak pake baju !” katanya lagi pada Ellen
Ellen pun berdiri sejenak, pakaiannya satu-persatu terlepas dari tubuhnya sampai yang terakhir yaitu celana dalamnya. Diam-diam Rania memperhatikan tubuh indah Ellen dan sempat membandingkan dengan dirinya, dia kagum dan iri dengan lingkar pinggang mahasiswinya yang lebih ramping darinya, namun dia juga merasa bangga dengan payudaranya yang lebih bulat dan membusung dibanding Ellen, bagaimanapun secara keseluruhan keduanya memiliki bentuk tubuh ideal.
Imron menarik tubuh Ellen yang telah polos dan didudukkan ke paha kirinya, dia mulai mengelusi payudaranya, putingnya dia pilin-pilin seperti malam mainan, tangan lainnya menyelusuri lekuk tubuh lainnya.
“Tunggu apa lagi Bu, sekarang giliran Ibu ngelayanin burung saya !” sahut Imron pada Rania yang bengong menyaksikan mereka.
Dengan tangan gemetar dia melingkarkan telapak tangannya pada penis itu, basah dan mengkilap karena sisa ludah Ellen. Baru kali ini dia melihat penis secara langsung, bahkan milik tunangannya yang sedang S2 di Australia pun baru pernah dirasakan bergesekan dengannya ketika petting, namun belum pernah mencoba yang lebih jauh.
“Ayoh cepat, mau foto-fotonya dipajang apa ?” ulangnya tidak sabar sambil memencet payudara Ellen sehingga gadis itu merintih kesakitan.
Tidak tega melihat muridnya disiksa, diapun mulai memasukkan kepala penis itu ke mulutnya. Imron mendesah merasakan kehangatan mulut Rania, sentuhan lidahnya memberi sensasi nikmat padanya. Dengan menahan jijik dia menjilati sekujur batang penis itu.
“Eeenngghh…aahh…aahh !” terdengar desahan Ellen yang payudaranya sedang dikenyot-kenyot si penjaga kampus itu, di vaginanya bercokol tangan kasar itu mengelusi serta mengocok liang kemaluannya.
Rania menggerakan mata melihat ke atas, apa yang dia lihat di sana malah membakar nafsunya yang pelampiasannya dia curahkan dalam bentuk oral seks. Penis itu semakin mengeras dan berkedut-kedut di dalam mulut Rania serta menebar rasa asin. Dia sendiri tidak tahu bagaimana dia bisa segila ini, namun situasi saat itu ditambah jilatan Imron yang tanggung tadi membuat gairahnya menggebu-gebu. Penis yang besar mengerikan itu tidak muat seluruhnya ke dalam mulutnya yang mungil, maka sesekali Imron menekan kepalanya agar bisa masuk lebih dalam lagi
“Lagi Bu, kurang masuk, aahhh…yak gitu dong !” demikian katanya.
Sementara itu vagina Ellen makin banyak mengeluarkan cairan akibat kocokan jari Imron, cairan itu membasahi paha Imron tempatnya berpangku. Imron sedang asyik menjilati payudara kanan Ellen sampai basah kuyup oleh ludahnya, sengaja dia tidak menggigit maupun mengenyotnya dengan maksud mempermainkan nafsu gadis itu, dan benar saja Ellen mendesah makin tak karuan karenanya.
Rasa jijik yang tadinya begitu melingkupinya perlahan-lahan sirna, Rania mulai menikmati oral seks pertamanya, dimaju-mundukannya kepalanya seperti yang pernah dia dengar dari obrolan dengan teman-temannya, lidahnya menjilat memutar kepala penisnya, akibatnya Imron keenakan dan mengerang-ngerang.
“Uuaaahh…terus Bu, enak banget, harusnya Ibu ngajar mata kuliah ngentot juga hehehe !” ejek Imron
Kurang ajar sekali kata-kata itu, Rania merasa harga dirinya direndahkan sebagai seorang wanita terhormat, terpelajar, dan berprofesi sebagai pendidik pula, namun dia telah terpelosok ke dalam perangkap birahi ini, kini dia telah menjadi salah satu budak seks Imron. Tak lama kemudian, dengan tangan kiri tetap menggerayangi payudara Ellen, tangan kanannya menjambak rambut Rania serta menekannya ke selangkangannya. Mata Rania membelakak, dia gelagapan karena mulutnya penuh sesak dengan penis, lebih kaget lagi ketika dirasakan cairan kental hangat memenuhi mulutnya, dia meronta hendak melepaskan diri namun kekuatannya tidak cukup untuk itu. Selama beberapa detik cairan itu menyemprot mulutnya, lalu Imron menarik lepas kepalanya dari penis itu, maka semprotannya yang belum habis pun mengenai wajahnya
Rania langsung batuk-batuk begitu benda itu lepas dari mulutnya karena sempat tersedak dan baru pertama kali mengalami seperti itu. Aroma sperma yang menusuk itu membuatnya jijik dan ingin muntah.
“Non, bantuin tuh dosennya bersihin peju !” perintahnya pada Ellen.
Ellen pun berlutut di samping dosennya dan memegangi pundaknya.
“Maaf Ci !” ucapnya diteruskan menjilati sperma Imron yang tumpah di wajahnya.
Dengan lidahnya Ellen membersihkan sperma yang menyiprat di pipi, hidung, dan dagu dosennya hingga akhirnya mulut mereka pun bertemu. Rania mulai berani melingkarkan tangannya ke tubuh Ellen dan meraba punggungnya yang halus. Demikian juga Ellen, dia membuka kait bra Rania yang sudah tersingkap sehingga bra tanpa tali pundak itu pun terjatuh. Perasaan malu, risih, dan lain-lain hilang karena kenikmatan yang terus menerpa tubuh, kedua wanita muda yang telah telanjang bulat itu berciuman dengan panasnya. Imron benar-benar telah menguasai mereka dengan menjadikan mereka menuruti apa saja fantasi dan hasrat gilanya, segaris senyum pun muncul di wajahnya melihat hasil perbuatan jahatnya.
Imron bangkit dan melepaskan seragam karyawannya, terlihatlah tubuhnya yang berisi dan bekas luka memanjang di dadanya yang menambah kesan sangar.
“Ayo-ayo, yang disini juga dibersihin, masih ada sisanya nih !” sambil menyodorkan penisnya yang masih basah pada mereka.
Imron mendesah merasakan sapuan lidah kedua wanita cantik itu pada penisnya, mereka berbagi mengoral penis itu, ada yang memasukkan ke mulut ada menjilati zakarnya. Cuma sebentar saja Imron memberikan penisnya dioral mereka, setelahnya dia mengangkat lengan Rania hingga tubuhnya berdiri. Rania disuruh nungging dengan tangan bertumpu pada meja, dia sudah merasakan benda tumpul menyentuh vaginanya dari belakang yang berarti sudah memasuki detik-detik akhir kehilangan keperawanannya. Kepala penis itu mulai masuk membelah bibir vaginanya perlahan-lahan, erangan Rania mengiringi masuknya benda itu. Hingga suatu saat Imron mendorong keras penisnya hingga mentok.
“Aaahhkkkk….!!” Rania menjerit dengan mata membelakak, sakit sekali rasanya pertama kali sudah ditusuk penis sebesar itu.
Imron juga melenguh panjang karena penisnya terasa terjepit kencang sekali oleh dinding vagina Rania yang masih sempit. Dia mendiamkan dulu penisnya disana selama beberapa saat menikmati himpitan vaginanya sehingga Raniapun memiliki waktu untuk beradaptasi dan menghirup udara segar.
“Ternyata Ibu emang dosen yang baik yah, murid ibu si perek itu aja waktu saya entot udah jebol duluan, tapi Ibu masih perawan, enak banget loh, huehehe…!!” kata-kata Imron membuat telinga Rania dan Ellen panas.
Penis itu rasanya sungguh menyesakkan bagi Rania, tapi terus terang barang itu juga menuntaskan hasratnya yang sempat tertunda tadi. Perlahan Imron mulai menggenjotnya, dengan bantuan cairan kewanitaan dan ludah penisnya keluar masuk lebih lancer. Tanpa dapat disangkal Rania mulai merasakan nikmat yang tak terlukiskan disamping rasa perih tentu saja. Sambil menggenjot, Imron juga meremasi payudara Rania yang menggantung, putingnya dia main-mainkan sehingga nafsu Rania makin meningkat saja.
Di tempat lain, Ellen berdiri dengan tangannya membelai-belai vaginanya sendiri menyaksikan dosennya diperkosa di depan matanya sendiri. Dalam hatinya berkecamuk berbagai perasaan, di satu sisi dia merasa kasihan melihat dosennya yang ramah dan begitu dekat dengan anak didiknya harus mengalami nasib serupa dengan dirinya dan dia tidak berdaya untuk menolongnya malahan turut andil menjebaknya, namun disisi lain dia juga begitu terangsang melihat penis yang sering menusuknya itu keluar masuk di vagina Rania yang masih sempit. Secara naluriah, Ellen naik ke tengah meja menghadap Rania, kemudian kedua pahanya dia buka.
“Ci Nia, tolong yah…saya gak tahan !” pintanya dengan dua jari membuka bibir vaginanya.
Dorongan birahi yang tinggi menyebabkan Rania mendekatkan wajahnya ke selangkangan muridnya itu, lidahnya pun menyentuh bibir vagina yang merah merekah itu sehingga pemiliknya mendesah.
“Sshhh…uuummm….aaahhh !” desah Ellen menikmati jilatan dosennya pada vaginanya “Emmhh…yahh…disitu Ci, terusin…aaahh !” desisnya lagi ketika lidah Rania bertemu klitorisnya.
Rania membuka pahanya lebih lebar seiring dengan sodokan Imron yang semakin ganas agar tidak terlalu perih. Selain itu dia juga mulai menggerakkan pinggulnya mengikuti irama goyangan Imron. Sementara di atas meja, Ellen mendesah makin tak karuan oleh jilatan-jilatan Rania pada vaginanya, tangannya meremasi dan memainkan putingnya sendiri. Tak lama kemudian, diapun orgasme dengan melelehkan cairan bening dari vaginanya membasahi meja, awalnya Rania merasa aneh begitu cairan itu keluar, sebelumnya belum pernah dia merasakan cairan sesama jenisnya, tapi gelombang birahi yang menerpanya menggerakkan dirinya menjilati cairan itu. Nafas Ellen nampak ngos-ngosan sehingga dadanya turun-naik akibat orgasme yang dialaminya. Hal serupa juga mulai dirasakan Rania, otot-otot vaginanya terasa berkontraksi lebih cepat seperti ada yang mau meledak di bawah sana, cairan yang keluar dari sana juga sepertinya semakin banyak. Akhirnya tubuhnya benar-benar mengejang semua bersamaan dengan erangan panjang, cairan kewanitaan meleleh dari vaginanya tanpa terbendung membasahi paha dalamnya, cairan itu kemerahan karena bercampur darah keperawanannya.
Selanjutnya, Imron membaringkan tubuh Rania di lantai yang dingin lalu dia menindihnya. Diciuminya Rania dengan penuh nafsu. Hhmmphh….Rania gelagapan dan mencoba mendorong badannya tapi tidak mampu. Lidah Imron terus menyapu-nyapu bibirnya yang tipis dan akhirnya memasuki mulutnya, liurnya pun tercampur dengan liur Rania. Bau nafasnya yang tidak sedap membuat Rania terganggu, tapi itu tidak lama karena Imron dengan lihainya membangkitkan kembali gairah Rania dengan menggerayangi tubuhnya, ditambah lagi desahan Ellen yang bermasturbasi di atas meja. Naluri seks Rania bereaksi dengan mengimbangi serbuan mulut Imron, digerakkannya lidahnya membalas lidah Imron yang menjelajahi mulutnya. Sesaat kemudian, mulut Imron turun ke dadanya dan langsung menyambar putingnya, tangannya mempermainkan payudaranya yang satunya. Dengan cepatnya nafsu Rania naik lagi, dia mendesah sambil menggigiti jari, sesekali merintih kalau Imron menggigitnya. Sebentar saja wilayah dada Rania sudah basah bukan cuma oleh keringat tapi juga oleh air liur Imron.
Imron membuka kedua belah paha Rania dan menempatkan dirinya diantara kedua pahanya hingga alat vital mereka bersentuhan. Tangannya mengarahkan penisnya yang besar itu ke sasarannya yang telah pasrah. Badan Rania bergetar begitu penis itu kembali menusuknya, tangannya mencengkram erat bahu Imron. Imron merasa sangat puas melihat ekspresi wajah Rania yang meringis dan merintih-rintih, Imron melakukannya dengan kombinasi kasar dan halus yang tepat sehingga Rania menikmati hubungan badan pertamanya ini. Setelah masuk sebagian, Imron menekan pantatnya hingga penisnya pun terdorong masuk ke vagina Rania.
“Aaaa…aaauuhhh !” terdengar jeritan kecil kesakitan yang bercampur nikmat.
Imron pun mulai menaik-turunkan tubuhnya diatas tubuh telanjang Rania. Rania menggigit bibir bawah menahan nikmat, sesekali mulutnya mengeluarkan desahan. Tanpa disadari tangannya memeluk Imron, si pemerkosa itu, kedua kakinya juga melingkari pinggang Imron seolah mengisyaratkan ‘terus Pak, masukin lebih dalam please’. Bibir tebal Imron menelusuri leher jenjangnya, meninggalkan jejak ludah dan cupangan, selain itu lidah itu juga menggelikitik telinganya.
“Aahh…ahhh…memek Ibu enak banget, baru tau enaknya ngentot kan, heh dosen perek uuhh…mmmhh !” kata Imron dekat telinganya.
Rania sudah tidak mempedulikan lagi hinaan yang merendahkan dirinya itu, sebaliknya kata-kata itu seperti mantra yang meningkatkan gairahnya dan membuatnya patuh bagaikan budak, dan itulah kenyataannya, dia telah menjadi budak seks Imron yang harus patuh dan bersedia diapakan saja. Rania sempat menggulirkan bola matanya untuk melihat keadaan Ellen, mahasiswinya, dia menemukan Ellen diatas kursi sedang mengeluar-masukkan ujung bolpen yang tumpul ke kemaluannya, tangan satunya meremasi payudaranya sendiri sambil menyaksikan dirinya digumuli. Wajah Ellen yang putih itu merona merah akibat terangsang berat. Imron semakin cepat menggerakkan pinggangnya naik turun, nafas keduanya memburu dan mendesah tak karuan.
“Aahhh…aahhh !!” akhirnya Rania kembali mencapai klimaksnya, vaginanya semakin banjir saja karenanya.
Gelombang orgasme bagaikan mengangkatnya ke langit ketujuh, matanya merem-melek tidak tahu bagaimana lagi mengekspresikan kenikmatan itu selain dengan desahan panjang.
Sepertinya Imron mengerti keadaan Rania yang sudah kelelahan, dia pun mencabut penisnya yang masih tegak dari vagina Rania. Dipanggilnya Ellen mendekat lalu disuruhnya berposisi doggie, begitu juga Rania yang masih lemas diaturnya hingga menungging bersebelahan dengan Ellen. Kali ini dia menusuk vagina Ellen sedangkan jarinya mengaduk-aduk vagina Rania. Kemaluan Ellen yang sudah basah berlendir menyebabkan penis Imron tambah kencang sodokannya. Erangan kedua wanita itu memenuhi ruang itu bahkan terdengar keluar dalam jarak dua ruang kelas, namun siapa yang mengetahui apa yang terjadi di ruang itu, pada saat itu sudah tidak ada siapapun disana, satpam pun hanya berjaga di pos depan yang jauh dari situ. Tidak sampai sepuluh menit Ellen yang sejak tadi terangsang berat mencapai orgasmenya, tubuhnya mengejang disertai desahan panjang. Imron melepaskan penisnya dan Ellen pun terkulai lemas di lantai, kembali dia beralih ke Rania. Hari itu Imron memperlakukan Ellen sebagai menu sampingan karena dia masih ingin merasakan kenikmatan lebih jauh dengan menu utama atau mainan barunya, Rania.
Kini disuruhnya Rania dalam posisi merangkak di atas tubuh Ellen yang dia telentangkan. Buah dada keduanya bertemu dan saling menghimpit, Imron mulai menghentakkan tubuhnya yang telah menyatu dengan Rania. Aahh…nikmatnya, Rania merem-melek menikmati sodokan Imron yang dengan puas menggarapnya. Dengan Ellen dia berpelukan dan saling memagut bibir, keduanya beradu lidah dengan liarnya. Lagi enak-enaknya menikmati genjotan dan ciuman, Rania merasa rambutnya ditarik, lengan Imron satu melingkari dadanya juga menariknya ke belakang. Imron mendudukkan diri di lantai sehingga kini Rania berada di pangkuannya dengan memunggunginya. Awalnya Imron menyentak pinggulnya agar penisnya menyodok-nyodok vagina Rania, namun setelah dua menitan Imron menghentikannya dan kini malah Ranialah yang dengan sendirinya menaik-turunkan tubuhnya dengan bersemangat. Dia juga membiarkan Imron mencupangi leher dan bahunya, di depannya Ellen juga ikut mengenyot payudaranya sambil menggosok-gosok kemaluannya sendiri. Dengan mata terpejam, Rania menghayati permainan itu, mulutnya terus menceracau tak jelas.
Tak lama kemudian kembali gelombang orgasme melandanya, daerah selangkangannya semakin basah karenanya. Imron terus menekan-nekan tubuh Rania selama beberapa saat ke depan sampai akhirnya dia pun memenggeram dan memeluk erat Rania. Sesuatu yang hangat terasa di dalam kemaluannya, ya, cairan sperma Imron memang sudah mengisi rongga kewanitaannya, sebagian berleleran ke luar bercampur dengan darah dan cairan vagina. Di saat itu juga Ellen juga mencapai kepuasan hasil gesekan dengan jarinya sendiri, jari-jarinya yang lentik telah basah oleh cairan itu. Setelah puas dengan kehangatan tubuh Rania, Imron melepas pelukannya sehingga Rania tergolek lemas. Setelah reda birahinya, Rania baru mulai didera penyesalan telah mengkhianati tunangannya dan terjerumus ke dalam perangkap seks ini, bahkan sempat menikmatinya. Sekalipun dia seorang wanita yang tegar, saat itu air matanya mengalir tanpa bisa ditahan. Ellen mengangkat punggungnya dan menyandarkannya pada tubuhnya dengan maksud menenangkannya, dalam pelukan Ellen lah Rania menangis terisak-isak. Sementara Imron melihat mereka sambil merokok dan menyeringai puas.
Sejak malam itulah kehidupan Rania berubah seperti halnya para korban Imron lainnya. Di satu waktu mereka memang mahasiswi dan dosen yang terpelajar, wanita-wanita muda yang menikmati hari-hari mereka, wanita yang menjadi teman atau pacar yang baik, namun di lain waktu, ketika ponsel mereka berbunyi atau ketika isyarat dari pria setengah baya itu muncul, mereka harus siap menjadi mesin pemuas nafsu binatang yang entah sampai kapan berakhir, karena merekapun telah terjerat dalam hasrat terliar mereka sendiri. Akankah lingkaran setan ini bertambah besar seiring dengan aksi Imron yang makin merajarela ? Akankah muncul seorang pahlawan yang akan membebaskan wanita-wanita malang ini kelak ? Belum ada yang bisa menjawabnya, setidaknya untuk sekarang.
###########################
Nightmare Campus 5: The Illicit Conspiracy
Sore, jam 4:30, di Universitas ******, gedung D, tempat perkuliahan fakultas arsitektur, kuliah terakhir selesai sejam yang lalu, tempat itu sudah 90 persen kosong karena sebagian besar dosen dan mahasiswanya sudah pulang. Imron baru saja selesai menyapu di lantai tiga, dia berjalan membawa sapu dan ceruk hendak turun dan beristirahat di ruangnya. Ketika melewati ruang jurusan dia mendengar suara desahan disertai rintihan kecil, semakin mendekati ruangan itu, semakin jelas pula suara-suara itu terdengar. Seringai mesum muncul di wajah kasarnya, ‘mangsa baru’ demikian yang langsung terlintas dalam pikirannya. Mengendap-endap dia mendekati ruangan itu, namun…’sialan’ katanya dalam hati, jendela itu yang bagian atasnya kaca bening tertutup tirai. Akalnya jalan, buru-buru dia ke menuruni gedung itu menuju gudang, sapu dan ceruk itu ditaruhnya lalu diambilnya sebuah bangku tinggi dan segera kembali ke tempat tadi. Dengan hati-hati dia menaiki bangku itu tanpa menimbulkan suara mencurigakan, melalui lubang angin lah dia dapat melihat sumber suara itu.
Mata Imron yang cekung ke dalam itu melotot menyaksikan apa yang dilihatnya. Di atas sofa, Pak Dahlan, dosen sekaligus ketua jurusan arsitektur sedang mencumbui payudara seorang gadis cantik. Si gadis duduk di pangkuannya dengan kaos dan cup bra tersingkap ke atas, kepalanya menengadah dengan mata terpejam sesekali mendesah. Tangan Pak Dahlan memasuki rok gadis itu mengelusi paha putih mulusnya, sebentar kemudian tangannya keluar dari rok itu, kali ini beserta sebuah kain warna putih, oh rupanya dia menarik lepas celana dalam gadis itu. Si gadis juga menggerakkan kakinya membantu celana dalam itu lolos. Setelah celana dalam itu jatuh ke lantai, Pak Dahlan melumat bibir mungil gadis itu, mereka saling kecup, lidahnya pun saling sedot, tangan Pak Dahlan meremasi payudara montok gadis itu, sedangkan tangan gadis itu melingkari punggung Pak Dahlan. Mereka demikian hanyut dalam birahi sampai tidak tahu sepasang mata sedang menintip mereka bahkan memotret mereka dengan cameraphone. Sungguh kontras perbedaan keduanya, si gadis berparas cantik dan bertubuh putih langsing, sementara Pak Dahlan bertubuh tambun dan berkulit sawo matang, rambutnya agak bergelombang dengan kumis di atas bibir tebalnya. Dari segi usianya, Pak Dahlan adalah duda berumur limapuluhan, sebaya dengan Imron, seusia dengan ayah si gadis itu.
Ternyata benar yang dikatakan kabar burung selama ini bahwa Pak Dahlan, bandot tua itu, memang bisa disogok dengan ‘daging mentah’ untuk mengkatrol nilai, dan hal ini berlaku bagi mahasiswi yang punya modal kecantikan. Akal bulus Imron bekerja, kalau saja dia bisa mendekati bandot tua itu, tentunya dia mempunyai koneksi dari kalangan atas yang bisa melindunginya kalau sampai terjadi apa-apa, dengan kata lain ada backing, selain itu juga dia mungkin dapat ikut menikmati korban si bandot tua ini sekaligus memuluskan aksi gilanya. Sungguh rencana jangka panjang yang cemerlang, pengalaman masa mudanya di dunia hitam membentuk dirinya untuk berpikir cepat dan jitu. Dia pun turun dari bangku dan mengetuk pintu. Imron menunggu beberapa saat sebelum pintu terbuka, pastilah yang di dalam sana sedang kelabakan menutupi kejadiannya. Pak Dahlan nongol dari pintu sambil tersenyum menutupi kegugupannya.
“Eh, Pak Imron, ada apa nih, maaf ya tadi ada kerjaan yang tanggung, jadi nunggu lama nih !” katanya sambil keluar dan menutup pintu.
“Ooo…gapapa kok Pak Dahlan, harusnya kan saya yang maaf karena udah ngeganggu kalian”
Kata terakhir itulah yang membuat raut wajah Pak Dahlan berubah tak bisa lagi menyembunyikan rasa bersalahnya. ‘Kalian’ ini berarti penjaga kampus itu telah mengetahui bukan cuma dia sendiri di dalam kantornya, ditambah dia juga melihat bangku tinggi ketika menoleh ke samping.
“Ahaha…Pak Imron ini, anda…!” katanya masih berusaha berkelit
“Tenang aja Pak Dahlan kita ini kan sama-sama laki-laki, saya ga akan mempersulit atau memeras anda kok, malah saya ada penawaran menarik buat anda !” Imron memotong kata-kata Pak Dahlan dan meletakkan tangannya di pundak pria tambun itu.
“Maksud anda ?” tanyanya lagi.
Imron merangkul pundak Pak Dahlan dan menjelaskan tentang kerjasama yang ditawarkan, dengan kelicikannya dirinya dapat menjebak dan menarik wanita yang dia inginkan untuk menjadi budak seksnya, dan dengan kuasanya Pak Dahlan dapat membacking dirinya seandainya satu hari nanti ada situasi darurat, dan juga memberi bantuan informasi mengenai profil korbannya seperti korban dan nomor yang dihubungi.
Senyum kembali mengembang dari wajah Pak Dahlan, ini namanya simbiosis mutualisme atau hubungan saling menguntungkan namanya, begitu pikir Pak Dahlan, berarti dia dapat mencicipi gadis-gadis lain di luar fakultas arsitektur juga, menyediakan informasi dan melindungi baginya masalah kecil mengingat posisinya cukup terpandang di kampus itu.
“Pak Imron hehehe…tau gini kenapa ga cari saya dari dulu hehehe !”
Mereka tertawa-tawa dan berjabat tangan tanda terjalinnya suatu persekongkolan jahat yang akan menghantui setiap gadis-gadis cantik di kampus itu.
“Pak, sekarang itu cewek di dalam gimana, kasian tuh nunggu lama dia !” kata Imron
“Ok deh, biar saya omong ke dia biar kita nikmati bersama, tapi janji yah, besok kasih saya nyicipin hasil anda !” ujar Pak Dahlan dengan antusias.
“Beres deh Pak, pokoknya saya jamin Bapak juga seneng kok !”
Merekapun masuk ke dalam, Pak Dahlan memanggil gadis itu keluar dari persembunyiannya di bawah meja kerja. Dia sempat kaget melihat ada orang lain yang ikut masuk.
“Maaf ya Fan, mari saya jelaskan sebentar…” Pak Dahlan menjelaskan masalahnya dan meyakinkannya agar tidak perlu kuatir skandal ini terbongkar dengan jaminan jabatannya.
Gadis itu lalu dikenalkannya pada Imron. Dia bernama Fanny, 21 tahun, seorang gadis indo bule dengan tinggi 167 cm, berat 49 kg dan berdada 34C, lekuk tubuhnya indah bak biola ditunjang kaki yang panjang dan mulus, rambutnya berwarna kemerahan sebahu, wajahnya pun cantik apalagi saat itu dia memakai soft lens hijau. Terlepas dari itu semua dia adalah mahasiswi yang dikenal bispak dan tukang gonta-ganti pacar. Karena nilai UTS nya yang jeblok, dia nekad menggadaikan tubuhnya ke bandot tua yang kebetulan mengajar mata kuliah yang itu dengan tujuan memperbaiki nilainya. Fanny awalnya merasa risih harus melayani orang rendahan seperti Imron, ditambah lagi tatapan mata Imron yang penuh aura kemesuman. Dia lalu disuruh duduk di sofa diapit kedua pria itu. Imron menatap kagum bentuk tubuh Fanny yang ideal yang terbungkus kaos kuning ketat dengan bawahan rok putih yang menggantung 5cm diatas lutut, putingnya nampak tercetak karena tidak sempat membetulkan letak bra-nya yang tersingkap waktu Imron datang tadi.
Imron mulai membelai lengan mulus Fanny sehingga membuatnya merinding, di sebelah kanannya Pak Dahlan juga kembali merangkul tubuhnya. Lengannya yang gempal masuk lewat bawah bajunya dan mencaplok payudaranya. Pak Dahlan mencaplok bibir Fanny dan melakukan French kiss yang panas. Fanny sendiri semakin naik gairahnya karena remasan Pak Dahlan pada payudaranya dan di sebelahnya Imron juga sudah memegang putingnya dengan dua jari dari luar kaos ketatnya, lalu dia menunduk mengisap puting itu sehingga liurnya membekas di kaos kuning itu. Fanny dengan pasrah merenggangkan pahanya ketika tangan Imron menjalar ke sana, birahinya yang belum tuntas membuatnya menerima kehadiran tamu tak diundang itu.
“Eemmhh…mmmhh !” terdengar lenguhan nafasnya di sela-sela ciuman ketika Imron menyentuh bagian kemaluannya yang sudah tidak tertutup celana dalam.
Imron mengangkat kaki kiri Fanny ke sofa sehingga pahanya terbuka dan menampakkan kemaluannya yang berbulu jarang. Tidak puas cuma memainkan puting itu dari luar, disingkapnya kaos gadis itu mengeluarkan payudaranya, segera terlihat jempol Pak Dahlan sedang menggosok-gosok puting kanannya. Imron memainkan vagina Fanny dengan dua jari sambil mengenyot payudara kirinya, sementara tangan satunya mengelusi pahanya.
Tanpa melepas ciuman, tangan Fanny meraih selangkangan Pak Dahlan dari luar celananya. Dipijatnya bagian yang sudah menggelembung itu dengan lembut.
“Hehehe…udah gatel yah Fan, bentar yah Bapak buka dulu !” Pak Dahlan melepas ciuman untuk membuka celananya.
Fanny tertegun melihat penis Pak Dahlan yang panjangnya sekitar 17cm, hitam dan mengacung diantara pahanya yang besar dan berbulu. Saat itu Imron juga menarik lepas rok yang dikenakan Fanny disusul melucuti pakaiannya sendiri hingga bugil. Perhatiannya beralih sejenak dari penis Pak Dahlan ke tubuh Imron yang lebih berotot dengan bekas luka di dadanya, kulitnya hitam kasar karena sering mengerjakan pekerjaan keras dan dimakan usia, panjang penisnya tak beda jauh dari Pak Dahlan, namun lebih gagah dan keras, terlihat dari guratan-guratan urat di sekitarnya. Belum ditusuk Fanny sudah merasa dirinya luluh lantak tersugesti oleh apa yang dibayangkannya sendiri.
Fanny disuruh menungging di sofa, tangannya menggenggam penis Pak Dahlan dan mulai menjilati kepala penisnya sesuai permintaan pria itu. Sambil mengoral Fanny merasa ada sesuatu yang basah di bawah sana, ternyata Imron sedang menjilati bongkahan pantatnya yang montok. Tubuh Fanny menggelinjang, apalagi waktu mulut Imron bertemu dengan vaginanya, lidah itu beraksi dengan ganas di daerah itu membuatnya semakin becek.
“Diisep Fan !” perintah Pak Dahlan yang langsung dituruti Fanny dengan memasukkan penis itu ke mulutnya, di dalam mulut dia mainkan lidahnya sehingga memberi sensasi nikmat pada penis itu.
Pak Dahlan melenguh nikmat merasakan sepongan Fanny yang profesional itu, tangannya menjulur ke bawah meraih buah dadanya yang menggantung. Kini titik-titik sensitif tubuhnya diserang habis-habisan. Imron menyedot vaginanya hingga mengeluarkan suara-suara ciuman. Kenikmatan itu diekspresikan Fanny dengan semakin bersemangat mengulum penis Pak Dahlan, desahan halus terdengar di sela-sela oral seksnya.
Sementara wajah Imron makin terbenam diantara bulu kemaluan Fanny, dengan jarinya dibukanya bibir vagina itu memperlihatkan bagian dalamnya yang merah basah. Dia lalu menjilati klitorisnya dengan rakus. Fanny makin menggelinjang dan menggoyangkan pantatnya akibat sensasi yang ditimbulkannya. Imron sangat menikmati vagina itu sambil menggeram-geram penuh birahi
“Yeeaahh…enak, wangi Non, sslluurrpp…sssrrpp !!”
“Oohh…iyahhh…terus Fan, enak banget…emut terus !” Pak Dahlan juga blingsatan karena sepongan Fanny, dia meremasi rambut gadis itu sesekali juga payudaranya.
Tiba-tiba Fanny menghentikan sepongannya dan mengerang tertahan, dia lepaskan sejenak penis Pak Dahlan dari mulutnya. Wajahnya meringis karena di belakang sana Imron mendorong penisnya ke vaginanya.
“Uuhhh…pelan-pelan Pak, oohh…oohh…!!” rintihnya dengan menengok ke belakang melihat penis itu pelan-pelan memasuki vaginanya.
Fanny merasakan vaginanya penuh sesak oleh penis itu, benda itu bahkan menyentuh dinding rahimnya. Melayani orang seusia Imron memang bukan yang pertama kali, karena pernah juga dia 2-3 kali melayani om-om setengah baya dengan bayaran tujuh digit, namun mereka tidak seperkasa yang satu ini, Pak Dahlan yang sedang dia oral pun penisnya tidak sekeras dan sepadat Imron.
Imron mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur, gesekan-gesekan nikmat langsung terasa baik oleh yang si penusuk maupun yang ditusuk. Fanny menggelinjang nikmat, tubuhnya melengkung ke belakang, mulutnya mengeluarkan erangan. Erangan Fanny lalu teredam karena Pak Dahlan menekan kepalanya dan menyuruhnya mengoral penisnya kembali. Fanny pun mencoba kembali berkonsentrasi pada penis Pak Dahlan di tengah sodokan-sodokan Imron yang makin kencang.
“Pelan-pelan aja toh Pak Imron, ntar anu saya kegigit gimana ?” himbau Pak Dahlan melihat Fanny agak kesulitan mengoral penisnya karena tubuhnya berguncang terlalu hebat.
“Huehehe…maaf deh Pak, keenakan sih sampe lupa, ini saya turunin giginya deh !” Imron terkekeh lalu mulai mengurangi sedikit kecepatannya.
Dengan begitu Fanny bisa lebih nyaman melayani penis Pak Dahlan sambil mengimbangi gerakan Imron. Fanny mengkombinasikan hisapan dengan kocokan dan belaian pada batang dan puah pelir Pak Dahlan.
Pria itu merem-melek menikmati pelayanan gadis itu, tak lama kemudian dia merasa sudah mau keluar, penisnya berdenyut-denyut semakin cepat sehingga dia menggeram, dan akhirnya cret…cret…muncratlah spermanya ketika Fanny sedang mengocok sambil menjilatinya. Cairan putih kental itu membasahi wajah dan tangannya, lalu Fanny kembali memasukkan benda itu ke mulutnya sehingga semprotan berikutnya tertelan olehnya, dihisapnya dengan bernafsu sampai batang itu berangsur-angsur berkurang ketegangannya, lidahnya membersihkan benda itu sampai benar-benar bersih. Kemudian Fanny melepaskan sepongannya dan wajahnya terangkat, namun tangannya masih menggenggam batang penis itu, nampak dia menggerakkan lidah menjilati sperma di sekitar bibirnya. Pak Dahlan bersandar lemas pada sofa setelah mencapai klimaksnya, dia membuka bajunya sendiri karena kepanasan sehingga perutnya yang bulat dengan dada yang sedikit berbulu itu terlihat. Tubuh hitam kedua pria itu terlihat kontras dengan tubuh Fanny yang putih mulus. Di tubuh Fanny sendiri kini hanya tersisa bra dan kaosnya yang sudah tersingkap.
Di belakang sana, Imron kembali menaikkan tempo genjotannya, tangannya yang tadi cuma berpegangan pada pinggangnya menjalar ke depan meremasi dua payudaranya.
“Oooohhh…aaahhh….eehhmm…Pak !” suara lirih keluar dari mulut gadis itu setiap kali Imron menyodok-nyodokkan penisnya.
Cairan pelumas dari vagina Fanny makin banyak sehingga penis Imron yang sedang keluar-masuk di sana semakin lancer. Perasaan nikmat menjalari tubuhnya hingga akhirnya membobolkan pertahanannya. Tubuhnya mulai mengejang seiring nafasnya yang makin memburu. Sebuah erangan panjang menandai orgasmenya. Serangan Imron semakin ganas dan dia menyusul ke puncak beberapa menit kemudian. Spermanya yang hangat mengisi liang kemaluannya, dia melenguh melepaskan cairan itu serta mendekap erat tubuh Fanny hingga jatuh telungkup menindihnya. Setelah orgasmenya reda, Imron beringsut dan duduk di posisinya semula. Fanny masih telungkup dengan satu kaki menjuntai ke lantai, keringat membasahi tubuh dan wajahnya, dari selangkangannya cairan itu meleleh membasahi daerah itu juga sofa kulit di bawahnya.
Pak Dahlan mengangkat lengan Fanny dan menyandarkan punggungnya ke sofa, dengan tissue disekanya ceceran sperma di wajah gadis itu. Dengan tenaganya yang mulai pulih, Fanny meraih tas kecil yang dia letakkan di meja dekat situ, diambilnya sesachet tissue basah untuk mengelap wajahnya agar lebih bersih dan mengurangi aroma sperma itu. Pak Dahlan rupanya sudah ingin mencoba vagina Fanny, disuruhnya Fanny tidur telentang di sofa dan langsung dituruti tanpa disuruh kedua kali. Imron menawarkan pahanya pada Fanny untuk bersandar, sehingga dia pun bisa mendekap tubuhnya. Setelah posisinya pas, Pak Dahlan merenggangkan kedua belah paha Fanny dan menempelkan ujung penisnya pada bibir vagina Fanny.
“Ooohh…!” desah Fanny dengan tubuh bergetar ketika penis Pak Dahlan mulai memasukinya.
Tangannya meraih telapak tangan Imron dan meletakkannya di payudaranya seakan-akan meminta diremasi. Perlahan Pak Dahlan mulai memaju-mundurkan pantatnya, di sisi lain Imron mendekap tubuh Fanny sambil menggerayangi payudaranya, putingnya dia cubit pelan, sesekali digosok-gosokkannya jarinya di sana, sesekali mulutnya juga nyosor melumatnya sehingga benda itu makin mengeras.
“Enak yah Non, kapan nih pertama kali ngentot ?” tanya Imron dekat telinganya tanpa melepas tangannya dari payudaranya.
“Dulu di…sma…hhhmmmhh…enam…aah…belas tahun !” jawabnya dengan lirih
“Sekarang udah ada pacar Non ?” tanyanya lagi sambil memelintir putingnya.
“Lagi ngga…aahhh…aahh…iyah Pak…enak !”
Imron mengakhiri pertanyaannya dengan memagut bibir Fanny, dicumbunya gadis itu dengan penuh nafsu, Demikian halnya dengan Fanny yang tengah dilanda birahi, dia tak kalah seru membalas serangan mulut Imron sampai terdengar suara-suara kecupan disamping desahan yang teredam, lidah Imron yang tebal dan kasar menyapu segenap rongga mulut Fanny, air liur nampak menetes dari sudut bibir keduanya. Pak Dahlan terus menggenjoti vagina Fanny sambil menggumam tak jelas, terkadang dia melakukan gerakan memutar sehingga Fanny merasa kemaluannya diaduk-aduk. Setelah puas berciuman, Imron lalu menarik lepas kaos dan bra Fanny yang sudah terangkat hingga tak sehelai kain pun tersisa di tubuhnya.
Imron bergeser sedikit sehingga bisa mengarahkan penisnya yang sudah mengeras lagi ke mulut Fanny.
“Ayo Non, servis mulutnya dong !” pintanya.
Fanny pun mulai menggenggam penis itu dan mendekatkan mulutnya. Gila perkasa banget, keras dan urat-uratnya nonjol gini, demikian kata Fanny dalam hati, diam-diam dia mengagumi keperkasaan penis Imron yang barusan mengocok vaginanya. Batang itu sedikit lengket karena masih berlumur sperma dan cairan kemaluannya yang hampir kering. Fanny membuka mulut selebar mungkin untuk memasukkan benda itu yang tidak muat seluruhnya di mulutnya yang kecil. Kemudian dia mulai mengisapnya sambil mengocok pangkalnya yang tidak masuk mulut dengan tangannya. Kurang dari lima menit Imron menyudahi oral seks itu, kini dia menaiki dada Fanny dan menjepitkan penisnya yang basah diantara kedua gunung kembar itu. Payudara Fanny yang bulat montok itu rupanya menggoda Imron untuk mencoba ‘breast fucking’, digesek-gesekkannya penisnya diantara himpitan payudaranya. Terkadang Fanny mengerang dan meringis menahan sakit karena Imron melakukannya dengan brutal, belum lagi sodokan-sodokan Pak Dahlan pada vaginanya.
Pak Dahlan makin mendekati puncak kenikmatan, genjotannya semakin cepat dan mulutnya makin menceracau. Hal serupa juga dialami Fanny yang syaraf-syaraf pada organ kewanitaannya bereaksi makin dahsyat mengirimkan sensasi nikmat ke seluruh tubuhnya. Keduanya pun mencapai orgasme berbarengan, sekali lagi cairan sperma mengisi vaginanya, sampai meluber sebagian melalui pinggir bibir vaginanya. Imron yang sedang bergumul diatas dadanya bagaikan cowboy yang sedang main rodeo di atas tubuh Fanny yang terlonjak-lonjak diterpa orgasme. Tak lama kemudian spermanya menyemprot ke wajah dan dadanya. Setelah semprotannya reda, Imron menempelkan penisnya ke bibir Fanny. Tahu apa yang harus dilakukan, Fanny pun menjilati penis itu hingga bersih dan membersihkan sisa-sisa spermanya.Kedua hidung belang itu bersandar lemas pada sofa, Fanny juga terbaring melepas lelah sambil mengelap sperma di dadanya dengan jari dan dia jarinya menikmati ceceran sperma itu. Acara hari itu selesai sampai disitu, Pak Dahlan menyuruh Fanny datang lagi keesokan harinya atas permintaan Imron, Imron pun berjanji menawarkan salah satu ‘budak’nya untuk dicicipi dosen bejat itu.
Malam hari itu sekitar jam delapan, sebuah SMS berbunyi ‘besok di lt3 tiga gedung D, jam empat sore’ masuk ke ponsel Sherin, gadis yang pernah diperkosa Imron di sebuah kelas kosong bersama sopirnya (eps. 3). Dia meneguk ludah, pasrah dengan nasibnya karena tidak ada pilihan lain baginya dibawah intimidasi Imron terhadapnya, juga dia khawatir keselamatan pacarnya yang sangat dia sayangi kalau tidak menuruti kemauan bajingan itu. Memang sebuah dilema baginya, namun tak dapat disangkal dirinya juga mulai menikmati diperkosa oleh Imron dengan gayanya yang liar itu. Selanjutnya diapun mengirim SMS pada temannya yang berencana akan ke kafe keesokan harinya untuk berangkat duluan, dia akan menyusul belakangan karena ada urusan keluarga.
Dalam tidurnya dia bermimpi menemukan dirinya dalam sebuah ruangan dengan hanya memakai bra dan celana dalam. Tiba-tiba sepasang lengan kokoh mendekapnya dari belakang, dia tidak bisa melihat wajahnya karena suasana yang remang-remang, yang jelas tangan itu mulai menggerayangi tubuhnya. Kemudian di hadapannya muncul dua sosok lain dari keremangan itu. Wajah mereka mulai terlihat jelas, yang satunya bertubuh kurus dengan kumis tipis, yang lain tubuhnya lebih berisi dengan bekas luka di dada, keduanya cuma bercelana dalam. Dia meronta dan menjerit mengetahui orang itu adalah bekas sopirnya yang memperkosanya habis-habisan sebelum pergi, sedangkan yang satu lagi tak lain si maniak pemerkosa di kampusnya. Keduanya terkekeh-kekeh melepas celana dalam mereka mengeluarkan penis mereka yang sudah tegang. Mata mereka memandang nanar pada tubuh mulus yang hanya terbungkus pakaian dalam itu. Tangan gempal dari belakangnya menyusup ke cup branya dan bersentuhan dengan kulitnya. Kemudian kedua orang di hadapannya menarik robek pakaian dalamnya, tangan-tangan kasar itu berkeliaran di sekujur tubuhnya dan membuatnya menggelinjang hebat. Diapun terbangun dengan tubuh berkeringat dan selangkangannya sedikit basah. Jam telah menunjukkan pukul tiga dinihari, setelah meminum seteguk air, akhirnya dengan susah payah dia tertidur lagi.
Keesokan harinya, setelah selesai main basket Sherin menaruh barang-barangnya di mobil tanpa salin terlebih dahulu. Dengan langkah berat diapun menuju gedung D dengan pakaian timnya berupa kaos putih agak longgar dan celana pendek ketat yang memperlihatkan paha jenjangnya. Rambutnya diikat ke belakang agar tidak terlalu panas setelah berolahraga. Di gedung D tinggal sedikit orang disana, disana tidak ada lift karena tempat itu memang gedung lama dan lantainya memang hanya tiga. Makin berjalan ke atas makin sepi saja rasanya, ketika menaiki tangga lantai dua menuju ke tiga dia dikagetkan oleh sebuah tangan yang menepuk pantatnya.
“Huh…jaga dong sikapnya Pak, ini kan tempat umum !” gerutu Sherin dengan kesal.
“Hehehe…gitu aja marah ah !” katanya santai “yuk kita keatas, udah ditunggu tuh !”
“Hah, apa Bapak bilang ? ditunggu ?” Sherin terkesiap “saya emang salah apa ? kok Bapak malah buka mulut sih !” suaranya meninggi karena marah.
“Lha, Non kan sukanya rame-rame, seperti waktu sama sopir Non itu kan, jangan sewot gitu dong !”
“Tapi kan Bapak janji ga bakal ngebuka rahasia, tapi kok gini sih !” Sherin tambah kesal
“Heh-heh, katanya ini tempat umum kok sendirinya omong keras-keras, mau ketahuan apa?” timpal Imron “hayo mau ke atas ga, tambah seorang aja kok, atau mau yang lain juga ikutan tau” ancamnya
Tanpa ada pilihan lain, akhirnya Sherin pun mengikutinya ke atas. Walaupun kesal, namun sisi lain dirinya juga mulai menyenangi dikeroyok seperti waktu itu, dan sekaranglah dia akan kembali mengalaminya. Imron mengetuk pintu ruang Pak Dahlan dan terdengar suara dari dalam mempersilahkan masuk.
“Nah, ini nih Pak cewek yang saya janjiin kemarin, sip kan !?”
Wajah Sherin merah padam mendengar ocehan Imron, serendah itukah dirinya, seperti seorang pelacur yang sedang dipromosikan oleh germonya saja.
“Ini gila, aku ini anak dari keluarga baik-baik, punya cowok yang baik, bajingan inilah yang menyeretku ke dalam lembah nista ini, tapi kok aku malah bergairah diperlakukan tidak senonoh gini” Sherin bergumul dalam hatinya.
Pak Dahlan menatapinya sejenak dari bawah sampai atas, lalu mempersilakannya duduk. Sherin yang masih canggung menurutinya setelah diberi syarat gerakan mata oleh Imron. Pak Dahlan berbasa-basi dulu dengan menanyakan nama, kuliah di fakultas apa, dan bagaimana studinya. Sherin merasa tidak nyaman dengan tatapan pria itu yang seakan menelanjangainya sehingga selama diajak ngobrol dia agak nervous.
“Habis main basket ya ?” tanyanya lagi yang dijawab dengan anggukan “Minum dulu ya, biar segar !” katanya sambil bangkit ke arah dispenser dekat situ dan mengisi sebuah gelas kecil.
Sherin menerima gelas yang disodorkan Pak Dahlan seraya mengucapkan terima kasih. Diminumnya air itu beberapa teguk. Kemudian tangan Pak Dahlan memegang tenguknya serta memijatnya pelan. Hal itu membuat bulu kuduknya merinding karena tangan itu juga mengelusi lehernya.
“Gimana udah lebih enakan sekarang ?” tanyanya sambil terus memberikan pemanasan melalui pijatannya.
Sherin terdiam tak mampu menjawab apapun, pijatan lembut pada pundak dan lehernya itu membuatnya merasa nyaman sehabis berolahraga barusan sekaligus membangkitkan nafsunya.
“Wah, badannya keringatan gini, dibuka aja bajunya biar ga gerah ya !” ucapnya kalem
Mungkin karena bagusnya foreplay Pak Dahlan, Sherin tak mampu menolaknya, malahan dia mengangkat sendiri tangannya membiarkan kaos timnya dilucuti pria itu sampai terlihat tubuhnya yang indah dengan perut rata dan payudara yang masih tertutup bra krem.
Pak Dahlan memandang kagum akan keindahan tubuh Sherin yang akan dia nikmati sebentar lagi. Dia tak ingin menikmatinya terburu-buru agar lebih terasa enaknya.
“Celananya sekalian yah Sher !” katanya lagi sambil merunduk meraih bagian pinggang celana sport itu.
Seperti sebelumnya, kali ini pun dia pasrah celana itu diloloskan lewat kedua kakinya sehingga kini di tubuhnya hanya tersisa satu stel pakaian dalam warna krem dan kaos kaki dan sepatu basket. Dia menyilangkan lengan ke dada dengan wajah memerah karena malu. Imron sejak masuk tadi masih duduk di sofa memperhatikan gadis itu diwawancarai hingga dikerjai seperti sekarang, wajahnya terlihat nyengir-nyengir memperhatikan adegan itu. Pak Dahlan menarik lepas ikat rambut Sherin hingga rambutnya terurai hingga bahunya.
“Wah…wah, bener-bener kaya bidadari, Pak Imron ini pinter milih ya !” sahutnya mengagumi kecantikan Sherin “coba berdiri Sher, ayo jangan malu-malu”
Dia melihat tubuh gadis itu tanpa berkedip, kemudian mulai mengelus pipinya, tangannya, elusannya terus turun hingga menyusup lewat atas celana dalamnya.
Sherin menggigit bibir sambil memegangi lengan Pak Dahlan yang memasuki celana dalamnya, tapi hanya sekedar memegangi bukannya menahan. Kata-kata penolakan gadis itu yang hanya retorika belaka malah membuat Pak Dahlan semakin gemas dengannya. Tangan itu mulai membelai permukaan vagina yang ditumbuhi bulu-bulu lebat itu, semakin jauh menyentuh bibir kemaluannya.
“Sshhhh…eemmhh !!” akhirnya Sherin pun tak sanggup lagi menahan desahannya
Dengan nafsu sudah diubun-ubun, Pak Dahlan langsung memeluk gadis itu dan menyerbu bibirnya. Lidahnya menyeruak masuk ke mulutnya yang terbuka ketika mendesah. Jari-jari Pak Dahlan mulai terasa memasuki vaginanya dan bergerak liar seperti ular sehingga menyebabkan daerah itu semakin becek. Erangan tertahan terdengar dari antara percumbuan yang panas itu. Puas berciuman, Pak Dahlan kembali mendudukkan Sherin di kursi tadi, lalu di depan gadis itu dia membuka celananya, burungnya yang sudah bangun tadi seakan meloncat dari sangkarnya begitu dia menurunkan celana dalamnya. Sherin terhenyak melihat benda yang mengacung tegak mengarah ke wajahnya itu.
Pak Dahlan meraih kepala Sherin sambil tangan yang satunya menggenggam penisnya dan mendekatkan ke mulutnya.
“Ayo, diemut yah !” pintanya.
Dengan pasrah Sherin mulai menggenggam penis itu dengan tangan bergetar, mulutnya dia buka untuk memasukkan batang itu. Pria tambun itu menggeram nikmat merasakan kuluman Sherin dan permainan lidahnya. Sekitar tiga menitan dia mengoral Pak Dahlan, terdengarlah ketukan di pintu, semua di ruang itu diam dengan mata memandang ke pintu.
“Gapapa…Non Fanny kok !” Imron memberitahu setelah mengintip lewat tirai.
“Siapa Pak !” Sherin nampak bingung dan mengambil pakaiannya yang tercecer untuk menutupi tubuhnya
“Aah…tenang aja Sher, ntar kamu juga kenalan kok, udah ini taro lagi deh !” kata Pak Dahlan seraya mengambil kaos dari tangan gadis itu.
Fanny agak kaget ketika melihat di ruang itu ada gadis lain yang hanya berpakaian dalam dan dosennya dengan celana sudah melorot itu.
“Dia kesini mau ngeramein suasana, tenang aja aman kok !” Imron menjelaskan pada Fanny.
Sementara itu Pak Dahlan kembali mengeluarkan penisnya dan medekatkannya ke mulut Sherin. Karena waktu itu Sherin masih merasa risih, Pak Dahlan menjejalkannya ke mulut dengan setengah paksa.
“Ayoh…gapapa kok, jangan malu-malu gitu !” katanya.
Dari belakang, Imron memeluk pinggang Fanny yang masih terbengong menyaksikan kelakuan dosennya itu. Diciumnya leher jenjang Fanny sehingga bulu kuduknya merinding dan semakin horny. Tangannya dengan lincah melepas sabuk dan membuka resleting gadis itu, maka meluncur jatuhlah celana jeans panjang itu memperlihatkan keindahan sepasang paha mulus dibaliknya serta celana dalam G-string yang seksi. Telapak tangan Imron menyelinap ke balik celana dalam itu dan memegang kemaluannya. Tubuh Fanny bergetar dan matanya terpejam menahan nikmat terlebih ketika jari-jari Imron menggosok bibir kemaluannya.
Hembusan nafas dan ciuman Imron pada telinganya membuat nafsunya makin naik. Kemudian dia mengangkat tangannya dan melingkarkan ke belakang kepalanya. Wajahnya menengok ke samping dan langsung mendapat pagutan panas dari Imron. Sambil berciuman, Imron menggerakkan tangan satunya menyingkap kaos ‘NEXT’ tanpa lengan yang dikenakan Fanny. Tangannya pun mulai menggerayangi tubuh bagian atasnya hingga akhirnya menyusup ke cup bra kanannya.
“Eemmpphhh…mmm !” desah Fanny tertahan setiap kali Imron mengorek liang vaginanya dengan jarinya atau mempermainkan putingnya.
Sementara di hadapan mereka, Pak Dahlan sudah menghentikan oral seks bersama Sherin. Sekarang pria tambun itu sedang duduk memangku Sherin yang tinggal memakai celana dalamnya saja sambil menyusu dari payudaranya. Tangan satunya menopang tubuh Sherin dan tangan lainnya bergerilya menyusuri keindahan tubuhnya. Pipi pria itu sampai kempot menyedot puting Sherin, sepertinya dia sangat gemas dengan payudara Sherin yang putih montok dengan puting kemerahan itu. Sherin sendiri nampak mendesah nikmat dengan kepala menengadah dan mata terpejam.
Imron menggiring Fanny ke sofa tempat kemarin bertarung, dia melepas pakaian karyawannya hingga bugil memperlihatkan penisnya yang sudah mengeras itu. Kemudian dia naik ke sofa menindih tubuh Fanny, kembali dia mencumbunya dengan ganas, keduanya berpelukan erat sambil memainkan lidah masing-masing. Berbeda dengan korban Imron lainnya yang umumnya harus ditaklukkan dengan cara paksa, Fanny nampaknya ok-ok saja melayani si penjaga kampus ini, bahkan cukup antusias. Dengan predikat sebagai gadis nakal semua itu tentu hanya sekedar tambah pengalaman baginya. Dari bibir ciuman Imron merambat turun sambil lidahnya menjilati leher dan pundaknya hingga ke payudaranya yang sudah keluar dari cup branya. Terlebih dulu Imron melepaskan kaosnya yang sudah tersingkap, selanjutnya dia keluarkan payudara yang satunya dari cupnya. Bra itu tetap melingkar di dadanya, hanya saja cupnya sudah dipeloroti. Mulut Imron mengenyoti kedua gunung itu secara bergantian, daerah itu jadi basah oleh ludahnya.
“Aahh…ahhh…mmmhh !” desah Fanny sambil meremasi rambut Imron.
Tangan Imron turun ke bawah memeloroti celana dalam G-string itu perlahan-lahan sambil mengelusi pahanya hingga celana itu pun akhirnya terlepas tapi masih nyangkut di kaki kiri Fanny.
Tidak jauh dari situ, nampak Sherin yang duduk di tepi meja kerja dengan Pak Dahlan masih duduk di kursi tadi dengan kepala terbenam di selangkangan gadis itu. Lidah Pak Dahlan menari-nari menyapu dinding vagina Sherin, terkadang juga menyentuh klitorisnya. Tangan kirinya menjulur ke atas memijati payudara kirinya, sedangkan tangan kanannya mengelusi paha dan pantatnya, sesekali juga ikut memainkan jarinya pada vaginanya. Sebentar saja badan Sherin sudah menegang.
“Oohh…Pak, aaahh !” kedua paha mulusnya makin menghimpit wajah Pak Dahlan.
Pak Dahlan dengan rakus menyedoti cairan cintanya sampai terdengar bunyi menyeruput. Setelah itu dia bangkit berdiri di depan Sherin yang masih duduk di tepi meja, kaki kanannya dia buka lebih lebar dan diarahkannya kepala penisnya ke vagina Sherin. Dia lalu menekan penisnya pada vagina Sherin yang sudah becek itu. Sherin tersentak ketika batang itu menyeruak masuk dengan agak kasar ke dalam vaginanya, terasa sekali benda itu menggesek dinding vaginanya yang penuh lendir.
“Aaww…aagghh !” desahnya dengan badan tertekuk ke atas.
Pria tambun itu menyetubuhinya dengan ganas sehingga payudara Sherin nampak tergoncang-goncang seirama hentakan tubuhnya. Matanya merem-melek merasakan tusukan penis Pak Dahlan yang datang bertubi-tubi. Dia mengarahkan pandangannya ke depan dan dilihatnya wajah lebar berkumis itu sedang menatapnya dengan takjub. Pria itu terus menyetubuhinya sambil berpegangan pada kedua pahanya. Sherin melingkarkan tangan kirinya ke leher Pak Dahlan dan tangan kanannya bertumpu di meja.
“Ah…iyah Pak…aahh-ah-terus !” Sherin menceracau demikian secara refleks.
Sebuah benda basah yang hangat mendadak terasa menggelitik telinganya, rupanya Pak Dahlan sedang menjilati daerah itu. Jilatan dan hembusan nafasnya di sana membuat gairahnya semakin meledak-ledak. Selanjutnya bibir Pak Dahlan bergeser ke pipinya, sapuan kumisnya terasa pada wajahnya yang halus hingga bertemu dengan bibir Sherin yang tipis. Desahannya pun teredam karena mulutnya dilumat oleh Pak Dahlan. Mulut Pak Dahlan yang lebar itu seolah-oleh ingin menelan Sherin, lidahnya yang kasap itu menjelajahi rongga mulutnya membuatnya agak gelagapan.
Di atas sofa, tubuh Fanny terbaring dengan kepala bersandar pada sandaran tangan, satu-satunya pakaian yang tersisa di badannya hanya bra yang cupnya sudah diturunkan, Imron yang menindihnya menaik-turunkan tubuhnya sambil menciumi lehernya. Rasa nikmat itu diungkapkan Fanny lewat desahannya, sesekali dia menggigiti jarinya sendiri, kedua tungkainya melingkari pinggang Imron seolah meminta ditusuk lebih dalam lagi. Imron meningkatkan frekuensi genjotannya sambil melenguh nikmat merasakan seretnya vagina yang menghimpit penisnya. Duapuluh menit berlalu, Imron kini mengubah gayanya. Tubuh Fanny dia baringkan menyamping, paha kirinya dia angkat ke bahu, kemudian penisnya kembali memasuki vaginanya lewat samping. Dengan begini penis itu dapat melakukan penetrasi lebih dalam. Imron melanjutkan genjotannya dan meraih sebuah payudaranya, diremasnya benda itu dengan gemas sehingga pemiliknya merintih. Tubuh Fanny maupun Imron sudah berkeringat, keduanya saling memacu tubuhnya masing-masing. Di ambang klimaks Imron makin ganas menyodoki Fanny yang orgasme tak lama kemudian, dia menggeram panjang lalu mencabut penisnya dan, crot…crot…isi penis itu berceceran di perut Fanny.
Kembali kita menengok Sherin dan Pak Dahlan di meja kerja. Mereka kini sedang dalam gaya berdiri, Sherin berpegangan pada tepi meja, dia tinggal memakai kaos kaki dan sepatu olahraganya saja, sementara Pak Dahlan menyodoki vaginanya dari belakang. Sebelumnya Sherin sudah mencapai orgasme sewaktu posisi duduk di meja, sisa-sisa cairan orgasme itu masih nampak membasahi pinggir meja. Kedua tangan Pak Dahlan mendekap dadanya, telapak tangannya menggerayangi kedua buah dada yang bergoyang-goyang itu. Sherin jadi teringat mimpinya semalam, tangan yang sedang bermain di payudaranya berjari-jari besar, persis dalam mimpinya itu, apakah mimpi itu suatu pertanda, apakah merupakan sebuah peringatan, demikian yang berkecamuk dalam pikirannya. Lamunan itu terhenti ketika ada suatu sensasi dahsyat mengalir dalam tubuhnya, semakin terasa hingga akhirnya tubuhnya mengejang hebat, dan cairan vaginanya sekali lagi membasahi selangkangannya, posisinya yang sedang berdiri membuat cairan itu meleleh ke pahanya. Bersamaan dengan itu juga terasa cairan hangat mengisi vaginanya. Pak Dahlan yang telah orgasme terus memompa Sherin dengan kecepatan makin menurun, sperma itu ikut meleleh bercampur dengan cairan kewanitaannya.
Setelah gelombang orgasme itu reda, Sherin merasa tubuhnya lemas kehilangan topangan, mungkin sudah roboh kalau saja tidak didekap Pak Dahlan. Pak Dahlan menarik pinggan Sherin seraya menjatuhkan diri ke kursi sehingga Sherin pun mendarat di pangkuannya.
“Hebat Sher, makasih ya, kapan-kapan kita main lagi ok !” katanya sambil memeluk dan menciumnya.
“Huh, dasar gendut mesum, yang kaya gini jadi dosen bukannya jadi germo, amit-amit deh !” omel Sherin dalam hati.
Demikian setelah istirahat sebentar mereka bertukar pasangan dan pesta seks di ruang itu berlangsung lagi sampai jam lima lebih ketika langit mulai menguning. Fanny akhirnya berhasil mengkatrol nilainya setelah membayar dengan tubuhnya. Hari-hari berikutnya Pak Dahlan benar-benar puas mencicipi korban-korban Imron yang lain seperti Ellen, Jesslyn, dan Rania. Korban itu akan terus bertambah apalagi setelah kedua penjahat kelamin itu kini telah bersekongkol.
###########################
Nightmare Campus 6: For My Father Only
Waktu itu siang hari sekitar jam satuan ketika Imron jatuh tersandung sebuah anak tangga. Untungnya tidak terpeleset ke bawah karena itu anak tangga terakhir, namun setumpuk hand-out fotokopian yang sedang dibawanya ke sebuah kelas atas pesanan seorang dosen berantakan di lantai. Saat itu di lantai itu tidak begitu banyak orang dan tidak satupun dari mereka yang mempedulikan pria setengah baya itu, beberapa mahasiswa/i yang sedang nongkrong di sana hanya menengok sebentar ketika dia terjatuh lalu terus kembali ke kesibukan masing-masing seperti ngobrol, utak-utik ponsel maupun membaca bahan kuliahannya, bahkan beberapa yang lewat di depannya pun dengan cuek meneruskan langkahnya. Hingga tak lama kemudian seseorang turun dari tangga di samping belakang Imron dan orang itu berjongkok membantunya memunguti fotokopian yang tercecer. Pria setengah baya itu mengangkat wajahnya melihat sosok itu, sesosok tubuh langsing yang berkulit putih mulus, pemilik tubuh itu pun berwajah cantik dengan rambutnya yang hitam legam terurai hampir sedada. Bukan hanya sekedar cantik, senyum dan sinar matanya pun seolah memberi kesan ramah, tenang, dan lembut.
Gadis itu bernama Ivana (21 tahun), mahasiswi sastra Prancis yang sudah memasuki semester lima. Selain itu dia juga adalah anak tunggal dari dekan fakultas sastra, ibunya telah meninggal ketika dia masih SMP dulu. Hidup hanya dengan ayahnya saja membentuk karakternya menjadi keibuan dan mandiri karena otomatis urusan-urusan di rumah jatuh padanya. Di kampus dia disukai bukan karena paras cantiknya saja, tapi juga karena berhati emas, pintar, dan ramah. Dalam penampilan pun dia tidak seperti anak-anak pintar lain yang umumnya tidak fashionable dan hanya tau belajar saja. Pakaiannya cukup modis, malah kadang terbilang seksi namun masih dalam batas wajar.
“Ehehe, makasih ya Non jadi ngerepotin aja” kata Imron seraya menerima seberapa fotokopian yang dipungut gadis itu.
“Ngga apa-apa kok Pak, lain kali hati-hati aja yah !” kata gadis itu dengan senyumnya yang lembut.
Walau cuma sekejap Imron sempat melihat paha mulus Ivana ketika bangkit dari posisinya yang berjongkok karena saat itu dia sedang memakai rok putih yang menggantung sedikit di atas lutut. Hal itu membuatnya menelan ludah, belum lagi kaos tanpa lengan yang dipakainya saat itu juga memperlihatkan lengannya yang putih mulus.
“Sudah ya Pak, saya kebawah dulu !” pamitnya lalu menuruni tangga.
Kejadian itu terjadi 7-8 bulan sebelum Imron menemukan cameraphone yang memicu bangkitnya kembali naluri jahat dalam dirinya. Maka saat itu Imron masih dapat menahan dirinya mengingat dirinya sudah meninggalkan kehidupan kelamnya, sampai sisi jahatnya kembali muncul. Pandangannya terhadap gadis itu dari rasa kagum mulai berubah menjadi nafsu, seperti serigala yang mencari kesempatan memangsa buruannya. Padahal Ivana selama ini selalu ramah bukan saja terhadap dirinya, tapi juga terhadap teman-temannya, dosen, satpam, maupun karyawan lainnya. Yang suka padanya tidak sedikit, beberapa cowok pun telah melakukan pendekatan padanya, namun ditolak dengan halus karena belum ada yang cocok menurutnya. Dari cowok-cowok itu sebenarnya ada seorang yang menggetarkan hatinya, yaitu Martin, dua angkatan diatasnya dan seorang pemuda yang tampan, kaya, pintar, orangnya juga sopan dan lurus. Ivana, sebagai gadis yang penuh pertimbangan belum bersikap benar-benar serius pada pemuda itu sebelum memutuskan jadi pacarnya, namun sinyal-sinyal ke arah sana memang sudah ada. Mereka seringkali makan bersama di kantin dan mengerjakan tugas kelompok, keduanya terlihat serasi. Mungkin keduanya sudah menjadi sepasang kekasih kalau saja hal itu tidak terjadi…
Hari itu sore jam limaan, Imron melewati sebuah koridor dan menemukan ruang dekan fakultas sastra masih menyala. Dia mungkin akan berjalan terus kalau saja suara rintihan kecil tidak terdengar dari ruangan itu. Secara alamiah dia terhenti di depan ruang itu dan menyeringai mesum, dilihatnya keadaan sekitar untuk mencari celah melihat ke dalam. Seperti halnya ruang Pak Dahlan, kajur arsitektur, jendela ruangan itu juga bertirai dan mempunyai lubang angin diatasnya. Dia mengintip dengan cara yang sama ketika menangkap basah Pak Dahlan yaitu dengan bangku tinggi yang buru-buru diambil dari gudang. Dari lubang angin, dia mulai melihat ke dalam, mengkin kalau yang melakukan Pak Dahlan sudah tidak aneh lagi, tapi kali ini yang melakukan adalah Pak Heryawan, si dekan fakultas sastra, padahal dia selama ini reputasinya bersih dan disegani oleh rekan sejawat maupun mahasiswanya. Beliau seorang duda berumur tengah 40an dan wajahnya masih segar menyisakan ketampanan masa mudanya. Yang menjadi lawan mainnya adalah Bu Sinta, seorang dosen fakultas sastra berusia 40an juga, belum menikah hingga kini karena terlalu sibuk dengan karirnya sebagai dosen dan penterjemah profesional. Ternyata Pak Heryawan saat itu sedang jatuh dalam godaan Bu Sinta yang genit itu.
Saat itu posisi Bu Sinta sedang berpegangan pada sisi meja menerima sodokan-sodokan Pak Heryawan dari belakangnya. Kemeja yang dipakainya sudah terbuka seluruh kancingnya dan branya pun tersingkap sehingga memperlihatkan kedua payudaranya yang montok. Bawahnya pun sudah tidak memakai rok dan celana dalamnya lagi. Pak Hermawan juga tinggal memakai kemejanya dan tidak bercelana lagi. Keduanya tidak sadar sepasang mata mengintip dari lubang angin karena hanyut dalam nafsu terlarangnya, mereka juga tidak sadar kegiatan mereka sedang diambil dengan cameraphone. Pak Hermawan tidak menyangka dan berpikir sejauh itu bahwa kenikmatan yang direguknya sore itu hanyalah sesaat, sedangkan dosanya harus ditanggung oleh anak semata wayangnya, Ivana. Ya, itulah yang terlintas di benak Imron ketika itu, memang tidak sulit memeras Pak Hermawan dan menikmati Bu Sinta saat itu juga, seperti yang pernah dia lakukan pada Pak Dahlan. Namun dia berpikir lebih jauh, Pak Hermawan pada dasarnya cukup bersih sehingga tidak mungkin diajak bekerjasama seperti si bandot Pak Dahlan, hari ini dia hanya sedikit khilaf sehingga melakukan hal itu. Sedangkan menikmati Bu Sinta mungkin boleh juga, tapi Imron lebih tertarik dengan gadis-gadis muda daripada wanita setengah baya seperti Bu Sinta.
Imron telah melihat peluang emas untuk memangsa Ivana dibalik skandal ayahnya. Maka setelah mengambil lima gambar dia turun dari bangku tinggi dengan hati-hati dan meninggalkan tempat itu. Besoknya Ivana agak kaget ketika Imron memanggilnya ketika bertemu di depan kelasnya, katanya ada suatu masalah penting yang tidak bisa dibicarakan di sini, untuk itu Imron mengajaknya bertemu lagi di poliklinik di gedung kedokteran sore jam empatan. Ivana walaupun merasa ada yang aneh, tetapi tetap mendatangi tempat itu karena penasaran dan dia tidak pernah menduga pria itu mempunyai niat tidak baik terhadapnya, kalaupun ya ini kan di kampus, tempat umum, sehingga tidak mungkinlah terjadi macam-macam, demikian pikirnya polos.
“Pak Imron, sore Pak, ada apa nih manggil saya kesini, penasaran saya !” sapanya ramah pada Imron yang saat itu sedang memotong rumput di depan poliklinik itu.
Suasana cukup lenggang disana pada waktu itu. Imron mengajak gadis itu ke dekat pintu poliklinik.
“Gini Non, sebenernya Bapak cuma mau ngomongin tentang bapak Non, Pak Heryawan” katanya dengan wajah serius.
“Emang, papa kenapa Pak ? ada masalah apa ?” tanya gadis itu makin penasaran.
“Hhhmm…ini deh, Non liat sendiri aja deh disini…” jawab Imron seraya mengeluarkan cameraphonenya dan menunjukkan hasil jepretannya kemarin.
Mata Ivana terbelakak kaget sambil menutup mulutnya yang melongo dengan tangan ketika menyaksikan gambar itu, rasanya tidak percaya itu ayahnya. Imron menekan tombol melanjutkan ke gambar berikutnya yang lebih jelas. Ya…tak salah lagi memang itu gambar ayahnya, yang selama ini dia kagumi dan hormati, tak disangka ayahnya akan berbuat nista seperti itu, kenyataan yang membuatnya terpukul sekali.
“Pak, apa…apa benar itu papa ? darimana bapak bisa dapet itu semua ?” tanyanya terbata-bata.
“Bener Non, sumpah soalnya saya sendiri yang ngeliat kok…dan yang memotret” jawabnya dengan mengembangkan senyum.
Terhenyak gadis itu mendengar jawaban Imron dan melihat ekspresi wajahnya, secara refleks dia mundur selangkah menjauhi pria itu.
“Apa…Apa maksud Bapak berbuat gitu ?” Ivana diliputi perasaan kaget, panik, dan marah sehingga ngomongnya terbata-bata.
“Hehe…ga ada maksud apa-apa Non, Bapak kan cuma gak sengaja lewat dan ngeliat itu, jadi cuma sebagai saksi saja kok, makannya sengaja Bapak kasih tau Non sekarang ini supaya nggak shock duluan, karena siapa tau orang lainnya bakal tau ntar” Imron menjelaskan dengan santainya.
“Jangan Pak, tolong jangan sampai lainnya tau, tolong hapus file itu, saya mohon !” ucap Ivana memelas.
“Lho, saya kan cuma mau menyuarakan kebenaran aja Non, ini kan jaman reformasi, yang busuk ga boleh ditutup-tutupi lagi dong Non, kecuali…” Imron tidak meneruskan kata-katanya.
“Kecuali apa Pak…tolong katakan !” suaranya meninggi seperti mau nangis.
Imron tidak menjawab, hanya menatapi tubuh gadis itu yang saat itu terbungkus kaos pink berleher lebar dan celana jeans. Tatapannya nanar dan menelanjanginya, membuat gadis itu menyilangkan tangan menutup dadanya dengan muka memerah malu.
“Tidak Pak, pokoknya nggak…jangan keterlaluan !” Ivana menggeleng-geleng kepala mengetahui kemauan pria setengah baya itu.
“Ah, ayolah Non, seperti kata pepatah utang ayah dibayar anak kan, bapak Non melakukan perbuatan mesum di kampus, kenapa Non ga membayar dengan cara yang sama juga, adil kan hehehe…!” Imron menyeringai mesum
“Kurang ajar ! saya salah menilai Bapak, ternyata Bapak ini binatang !” Ivana benar-benar marah dan matanya mulai berkaca-kaca.
“Terserah deh apa kata Non, lagian memang saya seperti itu kok” katanya lagi dengan terkekeh-kekeh “OK lah kalo Non gak mau, ga apa-apa, ga enak kalau terpaksa gitu saya juga, paling dalam waktu dekat ini bakal ada berita heboh, saya permisi deh kalo gitu !” Imron bersiap pergi sambil membawa peralatannya meninggalkan Ivana yang berdiri terpaku dengan pikiran yang kalut. Dia tidak pernah menyangka penjaga kampus ini sampai setega itu padanya. Walaupun dia kecewa dengan skandal yang dilakukan ayahnya, namun ayah tetaplah ayah yang selama ini mendidik dan membesarkannya, tentu sebagai anak berbakti dia tidak tega ayahnya harus menerima cemoohan bila hal ini tersebar. Keringat dingin sampai mengucur di dahinya saking paniknya dan dadanya serasa sesak karena menerima kenyataan ini.
“Tunggu Pak !” cegah Ivana setelah Imron berjalan beberapa langkah meninggalkannya “saya…saya…” dia tak sanggup meneruskan kata-katanya
Imron berbalik dan mendekati gadis itu lagi
“Gimana Non, udah dipikir baik-baik nih ?” tanyanya dengan nada mengejek “Non mau kan jadi anak berbakti, nah sekarang ini waktunya Non ngebales kebaikan orang tua Non, ya kan ?”
“Baik..baik…saya bersedia melakukan apapun, tapi tolong jangan perkosa saya, saya masih perawan” mohonnya mengiba.
“Hmm…bener nih ya, jadi ngapain aja mau kan asal ga diperawanin ?” Imron minta kepastiannya.
Ivana menganggukkan kepalanya dengan berat, dia menggigit bibir bawah sebagai rasa putus asa tidak ada pilihan lain lagi untuk menyelamatkan reputasi papanya.
“Oke deh, kalau emang Non setuju ayo kita masuk ke sana untuk berunding !” Imron mengajak Ivana masuk ke poliklinik itu “Ayo tunggu apa lagi, mau ada yang liat apa !” panggilnya pada Ivana yang masih ragu memasuki ruangan itu.
Gadis itupun terpaksa menuruti perintah Imron. Di dalam ruang itu terdapat sebuah ranjang pasien, lemari berisi obat-obatan, dan beberapa perabotan lainnya. Imron menyuruhnya duduk di tepi ranjang. Jantungnya berdebar-debar karena takut dan malu menjadi korban pelecehan seksual oleh pria tidak bermoral ini.
“Rileks aja Non, kalo dinikmatin lama-lama juga asyik kok hehehe…!” ucapnya sambil memegang pundak Ivana.
“Disini gak ada siapa-siapa lagi, jadi Non ga usah malu-malu gitu” katanya lagi, tangannya mulai menggerayangi kedua buah dadanya dari balik pakaiannya “toked Non montok juga yah, ukurannya berapa nih”
Setetes air mata menetes dari matanya meleleh di hidungnya yang bangir. Itu adalah pertama kalinya dia dilecehkan seperti itu, namun tak dapat dipungkiri saat itu juga pertama kalinya dia terangsang secara seksual
“Liat dalemnya yah Non” katanya seraya memegang bagian bawah kaosnya bersiap untuk menyingkapnya.
“Jangan Pak, tolong sudah, sampai sini saja saya mohon !” katanya terisak sambil menahan tangan Imron yang mau membuka bajunya.
“Mau berubah pikiran nih ? tau akibatnya kan ?” tanya Imron
Dengan sangat terpaksa Ivana pun melonggarkan pertahanannya sehingga Imron melucuti kaosnya. Gadis itu kembali menyilangkan tangan ke dada menutupi daerah yang tinggal tertutup bra warna krem itu. Dengan mudah Imron menyingkirkan tangan Ivana yang menghalanginya, lalu cup bra itu diangkatnya sehingga payudara 34B dengan puting kemerahannya itu terekspos jelas.
“Waw…bagus banget, putih bulet gini, kenceng lagi !”
Ivana mendesis ketika kedua tangan kasar penjaga kampus itu menggerayangi kedua gunung kembarnya bersamaan, jari-jarinya bergerak liar mempermainkan putingnya sehingga benda itu mengeras. Disamping perasaan-perasan tidak enak tadi, Ivana tidak bisa menyangkal sensasi nikmat ketika pertama kalinya buah dadanya diremasi oleh tangan pria.
Kemudian Imron melepaskan sepatu dan branya dan mengangkat kakinya ke ranjang hingga tubuh mulus itu terbaring topless.
“Tiduran aja Non biar enak, biar Bapak yang kerja” katanya “udah jangan nangis terus, pokoknya asal Non nurut semuanya bakal beres” tangannya menyeka air mata yang membasahi pipi Ivana.
Seperti dokter dia masih berdiri di sebelah ranjang itu, lalu dia membungkuk mengarahkan mulutnya ke payudara Ivana. Dilumatnya payudara itu dengan kenyotan dan gigitan-gigitan ringan. Hal itu menyebabkan Ivana menggeliat-geliat dan mengeluarkan desahan, perasaannya terombang-ambing dalam kekecewaan, ketakutan dan kenikmatan yang tak bisa dibendungnya. Hisapan pria itu pada putingnya menaikkan libidonya walaupun itu diluar kehendaknya. Ivana hanya bisa pasrah saja, tangannya meremas-remas rambut Imron karena rasa geli akibat kenyotan Imron pada payudaranya, payudara yang lain juga sedang diremasi tangan Imron, nampak jari-jarinya menggesek-gesek putingnya memanaskan birahi gadis itu. Desahannya bercampur dengan suara tangis sesegukan.
Imron kini membuka bajunya sendiri hingga yang tersisa cuma celana dalamnya saja. Ivana dapat melihat tubuh pria itu yang berisi dengan luka gores di dadanya serta sesuatu yang menggelembung di balik celana dalamnya.
“Jangan, jangan Pak, tadi kan udah janji” Ivana memelas dan merapatkan badan ke kepala ranjang sambil memeluk guling menutupi tubuhnya yang setengah telanjang.
“Oh, tenang Non, tenang saya kan pengen ngerasain hangatnya badan Non aja, bukannya merawanin, kalo ga buka baju mana bisa ya kan ?” bujuknya
Dia lalu naik ke ranjang dan serta merta membujuk Ivana agar tidak panik karena baginya menikmati korban harus terlebih dulu membuatnya takluk, itulah yang menjadi kepuasannya. Dengan kata-kata halus dicampur sedikit ancaman, akhirnya gadis itu merelakan juga celana panjangnya dilucuti Imron. Paha Ivana yang putih mulus yang dulu pernah membuat Imron menelan ludah itupun kini terlihat jelas. Bulu kuduk Ivana merinding merasakan belaian tangan kasar Imron pada kulit pahanya.
“Hmmm…Non emang sempurna banget, punya body montok gini siapa yang ga ngiler” gumam Imron sambil tangannya menjelajahi lekuk-lekuk tubuh Ivana.
Keduanya kini tinggal memakai celana dalamnya saja, bulu kemaluan Ivana yang lebat itu sedikit terlihat melalui celana dalam kremnya yang tipis. Imron kembali menjinakkan Ivana, diambilnya bantal yang dipakai menutupi tubuhnya dan dibaringkannya kembali gadis itu. Lalu Imron menindih tubuhnya, dipeluknya tubuh Ivana dan diresapi kehangatan dan kemulusannya. Ivana dapat merasakan benda keras di balik celana dalam Imron bersentuhan dengan daerah kemaluannya. Ivana memalingkan wajah ketika Imron menyentuh bibirnya, tapi ruang gerak yang terbatas Imron berhasil juga melumat bibirnya.
“Mmhh…uummm !” gumamnya saat menciumi Ivana dan berusaha memasukkan lidahnya ke mulut gadis itu yang masih menutup.
Ivana sendiri dapat merasakan hembusan nafas pria itu pada wajahnya, panas dan bau rokok. Dia merasa tidak enak dengan nafas Imron yang bau rokok itu tapi toh pertahanannya bobol juga karena sulit bernafas dan Imron terus merangsangnya dengan menggerayangi tubuhnya. Lidah Imron pun mulai bermain-main di rongga mulutnya, Ivana tidak sanggup lagi mengelak darinya karena setiap kali lidahnya bergerak yang terjadi adalah saling beradu dengan lidah Imron sehingga diapun membiarkan lidah Imron menari-nari di mulutnya. Matanya terpejam dengan air mata membasahi kelopak matanya. Percumbuan itu membuat nafasnya makin memburu, badannya bertambah panas, perasaan aneh yang baru pernah dialaminya, yang lazim disebut birahi.
Ciuman Imron lalu merambat ke dagu, leher, juga telinganya, hal ini membuat birahi Ivana makin tak terbendung saja, terlihat dari badannya yang sudah mulai rileks menikmati setiap rangsangan yang diberikan.
“Enak kan Non rasanya ?” tanya pria itu waktu menjilat telinga Ivana.
“Eengghh…sudah Pak…jangan…diterusin” Ivana mendesah antara menolak dan tidak.
Tangannya semakin liar menggerayangi tubuh gadis itu, kini sudah mulai memasuki celana dalamnya dan menyentuh permukaannya yang berbulu. Tubuh Ivana tersentak saat jari-jari Imron meraba bibir kemaluannya, seperti ada sengatan listrik yang membuatnya berkelejotan.
“Jangan Pak…jangan disana” Ivana mengiba sekali lagi
“Hushh-hush-hush tenang Non, enjoy aja, cuma pegang-pegang aja kok !” kembali Imron melumat bibir Ivana untuk membungkamnya.
Tubuh Ivana pun bergetar, dari mulutnya yang sedang dicumbu Imron terdengar desahan tertahan. Dia harus mengakui bahwa dirinya terangsang berat sekalipun nuraninya menolak, memang suatu dilema yang membuatnya bingung sehingga perasaan itu cuma bisa dicurahkannya lewat air mata.
Daerah bibir kemaluannya semakin basah seiring dengan gesekan jari-jari Imron yang semakin intens. Lidahnya tanpa sadar membalas lidah Imron yang sejak tadi mengorek-ngorek mulutnya, saling jilat dan saling beradu. Hal itu berlangsung lima menitan lamanya. Kemudian Imron duduk di ranjang dengan bersandar di kepala ranjang, tubuh Ivana yang sudah tinggal bercelana dalam itu didudukkan diantara kedua kakinya, lengan kokohnya mendekap tubuh mulus itu dari belakang. Kembali mereka pun terlibat dalam percumbuan mesra, Imron setengah paksa menengokkan wajah Ivana ke samping, dari belakang mulutnya kembali melumat bibir gadis itu yang tipis dan mungil. Sambil berciuman tangan kanan Imron memasuki celana dalam Ivana dari atas, dari luar nampak gumpalan yang bergerak-gerak pada bagian kemaluan yang masih tertutup celana dalam itu, tangan kirinya dengan liar mempermainkan payudara gadis itu. Sesekali Ivana menggeliat-geliat karena rasa geli pada pangkal pahanya itu, bagaimana tidak, Imron begitu lihai memainkan jarinya menekan, memutar-mutar, dan menggosok bagian sensitif itu, salah satu jurus andalannya dalam menaklukkan mangsanya. Lendir kewanitaannya membasahi jari Imron dan bagian tengah celana dalamnya.
Tiba-tiba terdengar suara gedoran dari jendela di samping mereka yang mengejutkan keduanya. Disana ada Pak Kahar, seorang satpam kampus yang kebetulan lewat, secara tak sengaja dia mendengar suara desahan dari dalam sehingga membuatnya penasaran dan melihat apa yang terjadi di dalam, maka dia mengambil bangku tinggi dan mengintip dari samping poliklinik lewat ventilasi diatas jendela bertirai itu.
“Hei…lagi asyik nih Pak Imron, ikutan dong !” serunya dari sana.
Imron lega ternyata yang menangkap basah itu sama bejat seperti dirinya, tapi tidak halnya dengan Ivana. Gadis itu tentu saja panik lagi, ini berarti dia harus mengalami hal yang lebih memalukan lagi.
“Tenang Non, ini diluar perkiraan kita, dia baru tau skandal Non aja, sekarang Non nurut aja ke saya, kalo Non macem-macem bisa-bisa skandal bapak Non bocor juga !” Imron membujuk Ivana.
Ivana tertegun, dia mempertimbangkan kata-kata Imron untuk melindungi ayahnya, satu-satunya cara adalah mengorbankan dirinya sendiri. Dia termenung sambil menutupi tubuhnya dengan bantal, sementara Imron turun dari ranjang membukakan pintu untuk tamu tak diundang itu.
Imron membuka pintu, tapi yang muncul disana bukan hanya Pak Kahar sendirian tapi juga ada Pak Mamad, karyawan kampus yang biasa mengurus kebun, berusia diatas 60an dan bertubuh kerempeng dengan kepala sudah hampir putih.
“Wah-wah lagi ada rejeki kok ga bagi-bagi sih Pak Imron !” kata Pak Kahar
“Hahaha…tenang aja saya juga baru pemanasan kok, jadi hidangannya masih segar !” disambut gelak tawa mereka.
Imron pun mengajak mereka masuk dan mempertemukan mereka pada korbannya. Mata keduanya memandang nanar pada tubuh mulus Ivana yang sudah setengah telanjang itu, bantal yang didekapnya hanya cukup menutupi tubuh bagian atasnya saja, dan hal ini tentu membangkitkan ketiga pria di ruangan itu. Kedua pria yang baru datang itu membuka pakaian mereka hingga bugil.
“Wah gila ini kan Ivana, anaknya dosen itu, kok bisa kaya gini sih ?” kata Pak Mamad seakan tidak percaya apa yang dilihatnya.
“Udahlah ga usah banyak cingcong, pokoknya dia ridho kok digituin, nikmatin aja deh !” kata Imron.
“Bening banget nih si Non ini, duh saya jadi kesengsem berat” kata Pak Kahar.
Mereka semakin mendekati Ivana sehingga jantungnya makin berdebar-debar, belum lagi melihat kemaluan mereka yang telah mengacung tegak itu. Tubuhnya gemetar dan makin menyudut ke kepala ranjang.
“Jangan Pak…saya mohon !” mohonnya dengan suara bergetar.
“Ayo Non, santai aja, ntar juga keenakan kok !” sahut Imron sambil menarik pergelangan kaki gadis itu
Pak Kahar menarik bantal yang dipakai Ivana melindungi tubuhnya. Mata mereka seperti mau copot saja melihat keindahan tubuh Ivana dengan payudaranya yang montok. Sebentar saja tangan-tangan hitam kasar itu sudah berkeliaran di pelosok tubuh Ivana. Di tengah serbuan itu, Ivana menangis dan memohon agar mereka tidak berbuat lebih jauh. Namun percuma saja, mereka tidak peduli, sebaliknya bertambah nafsu karena rontaannya. Posisinya kini terduduk di tepi ranjang dan dikerubuti tiga pria itu. Tangan keriput Pak Mamad mengelus-elus payudara kirinya, sesekali putingnya dipencet dan dipilin-pilin dengan jarinya. Pak Kahar di sebelah kanannya juga sedang meremas payudara yang satunya sedangkan tangan lainnya membelai punggungnya. Selain itu satpam yang berkumis tipis seperti tikus itu juga mengendusi tubuh Ivana di sekitar leher dan tenguk. Harum tubuhnya yang terawat itu menyebabkan nafsu pria itu terpicu dengan cepat, kemudian lidahnya keluar menjilati telak leher jenjang itu sehingga gadis itu menggelinjang.
Imron sendiri naik ke ranjang dan mendekapnya lagi dari belakang, mulutnya menelusuri sisi lain dari leher dan pundak Ivana.
“Enngghh…ssshh !” desis Ivana merasakan kulit lehernya digigit-gigit kecil dan dihisap-hisap di kedua sisinya oleh Imron dan Pak Kahar.
Saat itu juga Ivana mulai merasa celana dalamnya dipeloroti hingga akhirnya lepas dari tubuhnya. Pak Kahar yang melihat nanar kemaluan Ivana yang tertutup bulu-bulu hitam lebat mengalihkan sasarannya, kini dia mengambil bangku di ruang itu dan duduk di depan gadis itu. Mula-mula dicium-ciumnya paha mulus Ivana disertai sedikit jilatan, kemudian mulutnya terus merambat ke kemaluan gadis itu.
“Oooh…jangan disitu !” desahnya ketika merasakan lidah pertama yang menyentuh vaginanya, tubuhnya seperti tersengat listrik merasakan sensasi itu, rasa malu dan terhina menderanya namun dibarengi juga dengan rasa nikmat.
Pak Kahar membenamkan wajahnya ke selangkangan Ivana, lidahnya dengan rakus menjilati bibir kemaluannya dan menggelikitik klitorisnya, sementara tangannya meremas buah dadanya. Tanpa terasa Ivana malah membuka lebih lebar pahanya sehingga jilatan Pak Kahar semakin terasa. Pria itu menyibak bibir kemaluan itu dengan jarinya sehingga terlihat dalamnya yang merah.
Di tempat lain Pak Mamad, pria tua itu sedang sibuk mengenyoti payudara kirinya sambil tangannya bergerilya mengelusi tubuhnya.
“Cup…cup…ssreepp !” terdengar payudara itu disedot-sedot oleh mulutnya yang sudah ompong.
Dari belakang Imron tidak henti-hentinya melumat bibir gadis itu, sudah cukup lama dia mengorek-ngorek mulut gadis itu dengan lidahnya sampai ludah mereka sudah membasahi daerah sekitar mulut. Ivana tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima saja apa yang diperbuat mereka padanya, dari mulutnya terdengar suara desahan yang tertahan. Setelah sepuluh menit vaginanya dijilati Pak Kahar, dia merasakan adanya suatu dorongan yang aneh, ada sesuatu yang mau keluar yang tidak bisa ditahannya. Untuk pertama kalinya dia mengeluarkan cairan cinta dari kemaluannya, cairan itu diseruput oleh Pak Kahar dengan nikmatnya.
“Emmpphh…ummm…!” erangnya tertahan sambil meremas rambut Pak Kahar.
Tubuhnya lalu melemas seperti kehilangan tenaga tapi bukan lelah, suatu perasaan aneh yang lain dari biasanya bagi pemula seperti Ivana. Pak Mamad akhirnya melepas kenyotannya pada payudara gadis itu meninggalkan sisa-sisa ludah dan bekas cupangan.
“Bagi dong Pak Kahar kayanya enak yang peju si Non ini ?” sahutnya
“Silakan Pak, masih ada kok, nih kalau mau gantian, sedap loh bener, baru nyoba rasanya memek anak kuliahan !” Pak Kahar bangkit berdiri memberi giliran pada temannya.
Pria tua itu duduk di bangku mengambil jatahnya, dijilatinya vagina Ivana yang telah basah oleh lendir akibat orgasme barusan. Belum lama lepas dari ciuman Imron, bibirnya kembali dilumat Pak Kahar, ciumannya lebih kasar dan bernafsu daripada Imron seakan-akan mau menelannya. Kini Imron menyusupkan kepalanya lewat ketiak kanan gadis itu dan mulutnya menangkap payudaranya. Rangsangan demi rangsangan yang diterima tubuhnya membuat gadis itu bagaikan berada dalam perahu hati nurani yang sudah hampir karam dihempas gelombang nafsu birahi. Tak lama kemudian mereka membaringkan tubuh Ivana di ranjang itu, dadanya nampak naik turun karena nafasnya yang sudah tak karuan, matanya sembab karena air mata dan suara isak tangis masih terdengar.
“Ayuh siapa mau duluan nih, ga sabar pengen nyoblos memeknya !” kata Pak Kahar dengan antusias.
“Apa !! Tidak…tadi kan Bapak sudah janji !” sahut Ivana mendengar kata-kata Pak Kahar itu sambil berusaha bangkit.
“Oh…maaf Non, yang janji kan saya, tapi bapak-bapak ini kan ngga, jadi ini diluar kuasa saya loh !” Imron menjawab dengan tenang sambil mengangkat bahu.
Sebenarnya kalaupun kedua orang ini tidak datangpun Imron tidak ada niat untuk memegang janjinya, itu semua hanya pancingan agar Ivana masuk dalam jebakannya dan takluk secara perlahan tapi pasti, bagi bajingan seperti dirinya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan sudah bukan hal yang aneh lagi
“Tidak…tidak…lepaskan saya !” Ivana beringsut hendak menghindari mereka.
Dengan sigap Imron langsung mendekap tubuhnya hingga gadis itu tak berkutik.
“Pegangin tangannya di sana !” perintah Imron pada mereka
Pak Mamad langsung pindah ke sisi ranjang yang lain dan memegangi lengan Ivana yang satunya.
“Jangan ngelawan terus Non, ntar bukan cuma Non yang susah, tapi Bapak Non juga, inget itu !” bisik Imron di telinganya.
Mendengar itu Ivana teringat lagi apa yang menyebabkan dia mau berkorban seperti ini, kini posisinya sudah benar-benar terpojok, dia harus memilih antara dirinya atau ayahnya. Dengan sangat berat hati dia harus menegarkan hati menerima kepahitan ini karena dia memilih yang kedua, demi ayahnya, keluarga satu-satunya yang begitu menyayangi dan membesarkannya.
Dia kini pasrah saja ketika Pak Kahar naik ke ranjang dan berlutut diantara kedua pahanya. Wajah ketiga laki-laki itu sedang menyeringai mesum padanya, sepertinya mulai saat itu bayangan wajah-wajah mesum itu akan terus menghantuinya seumur hidup.
“Nikmatin aja Non, jangan ribut, kalau ada yang dateng lagi saya ga tanggung loh !” kata Imron dekat telinganya.
“Tahan yah Non, agak sakit, tapi nantinya bakal enak deh. Bapak ga bakal kasar kok kalo Non nurut, siap yah..!” sahut Pak Kahar lalu dia mulai menekan kepala penisnya yang sudah menempel di bibir vagina Ivana.
“Aahh…sakit…!! Oohh…tolong hentikan !” rintih Ivana menahan sakit sampai tubuhnya menggeliat dan dadanya terangkat hingga makin membusung, keringat mengucur membasahi tubuhnya.
“Sabar yah Non, sabar !” Pak Mamad menenangkannya sambil membelai rambut gadis itu, dia dapat merasakan genggaman tangan gadis itu yang makin erat karena telapak tangan mereka saling genggam.
“Sempit oi, enak banget !” gumam satpam itu sambil terus mendorong-dorongkan penisnya ke vagina Ivana.
Kepala penis yang seperti jamur itu sudah menancap di vagina Ivana, lalu Pak Kahar mendorong lebih dalam lagi.
“Aakkhh…aaaahhh !” jerit Ivana mengakhiri keperawanannya dengan tubuh makin mengejang.
“Pheeww…masuk juga akhirnya, asoy banget memek perawan nih !” kata Pak Kahar sambil menghembuskan nafas panjang.
Satpam itu membiarkan sebentar penisnya menancap di sana merasakan eratnya himpitan vagina Ivana yang baru sekali ini dimasuki benda itu. Terlihat sedikit darah menetes dari pinggir bibir kemaluannya, darah dari selaput daranya yang dia korbankan untuk menebus dosa ayahnya. Air mata yang meleleh dari matanya semakin banyak, dia merasa dirinya telah begitu kotor, saat itu juga terbayang wajah Martin, pria yang menaruh hati padanya, apakah dirinya yang telah ternoda itu masih pantas bagi pria itu, apa yang harus dijawabnya bila Martin menyatakan perasaanya padanya kelak, itulah yang berkecamuk dalam pikirannya saat itu. Dia juga tak habis pikir kenapa ketiga orang ini tega-teganya berbuat begitu padanya, padahal selama ini dia selalu baik kepada mereka. Sekarang Pak Kahar memulai gerakan memompanya.
“Uuuhh…asyik, dapet barang bagus gini gratisan, untung banget hari ini !” komentar Pak Kahar sambil terus menggenjot Ivana.
Di sebelahnya Pak Mamad kembali mengenyot payudara gadis itu sambil menggerayangi tubuhnya, pipinya sampai kempot saking bernafsunya.
“Nah…ini Non yang namanya ngentot, gimana rasanya? enak kan?” kata Imron.
Imron kemudian menunduk dan melumat payudara Ivana yang lain, gigitan dan hisapannya lebih kasar dari Pak Mamad sehingga gadis itu merasa nyeri pada putingnya. Mulut Pak Mamad mulai menjalar naik ke bahu, leher, hingga bibirnya. Bibir yang sudah berkerut itupun bertemu dengan bibir Ivana yang mungil dan segar sehingga erangannya teredam. Lidah pria itu mengaduk-aduk mulutnya, Ivana pun secara refleks menggerakkan lidahnya sehingga tanpa terasa dia malah hanyut melayani permainan lidah Pak Mamad, ini juga dikarenakan sodokan-sodokan Pak Kahar yang menimbulkan rasa nikmat yang tidak bisa disangkalnya. Satpam itu makin bersemangat menggenjot vagina Ivana sambil menggumam tak jelas.
“Okh-oohh…enak, ohh-uuuuh…udah perawan, cantik lagi uhh..!” ceracaunya sambil menikmati kontraksi dinding vagina Ivana yang memijati penisnya.
Tangan kekar Pak Kahar yang memegangi paha gadis itu membelai-belai menikmati kemulusan pahanya, sesekali juga meremasi bongkahan pantatnya. Kontras sekali pemandangannya saat itu, tubuh mulus seorang gadis jelita ditengah-tengah tubuh hitam kasar dari tiga pria bertampang seram.
Ivana merasa nyeri pada bagian vaginanya yang baru robek selaput daranya, apalagi satpam itu menyetubuhinya dengan ganas. Imron naik ke ranjang setelah Pak Mamad menyudahi ciumannya, lututnya bertumpu di sebelah kanan dan kiri leher gadis itu, maka penisnya mengacung di depan wajahnya. Ivana tertegun menyaksikan batang berurat yang menodong beberapa senti dari wajahnya itu.
“Ayo Non, kenalan dulu dong sama burung Bapak ini, dia bakal nyenengin Non nanti, tapi dia minta dimanja dulu pakai mulut Non supaya lebih seger” kata Imron dengan seringai mesumnya.
Ivana menggeleng berusaha menjauhkan wajahnya dari benda itu, tapi tidak bisa karena kepalanya di pegangi Imron.
“Jangan Pak…jangan !” katanya terengah-engah
Tanpa merasa kasihan Imron menjejali mulut Ivana dengan penisnya secara paksa, hampir muntah Ivana dibuatnya.
“Jilat pake lidah Non, jangan digigit, awas kalo coba-coba !” perintahnya.
Penis itu terasa penuh di mulut Ivana, itupun belum seluruhnya masuk karena penis Imron terlalu besar untuk mulut Ivana. Karena takut, Ivana pun mulai melakukan apa yang diminta, digerakkannya lidahnya menjilati batang penis di mulutnya, rasanya asin dan agak bau tapi dia tidak bisa menolaknya.
“Ehehhee…enak ga disepong sama si Non ini, Ron ?” tanya Pak Mamad terkekeh-kekeh sambil meremas payudaranya.
“Yahud banget, masih kaku sih, tapi gapapa bisa diajarin kok buat nanti-nanti…uuhhh !” jawab Imron yang sedang menikmati pelayanan mulut Ivana “Iyahh…gitu Non, sambil diisep biar lebih asoy !”
Desahan tertahan terdengar dari mulut Ivana yang sedang dipenuhi batang kemaluan Imron. Tiba-tiba mata Ivana membelakak, tubuhnya mengejang tanpa bisa dikendalikan, Pak Kahar yang sedang menggenjotnya pun semakin bernafsu, penisnya ditekan lebih dalam sampai bibir vagina Ivana ikut tertekan. Gadis itu telah orgasme dan disusul beberapa detik kemudian oleh pemerkosanya, Pak Kahar menumpahkan spermanya yang hangat itu di dalam vagina Ivana dan genjotannya masih berlanjut sekitar 1-2 menit ke depan, dari vaginanya nampak menetes cairan putih susu yang telah bercampur darah keperawanannya. Tubuh Ivana kembali melemas dan dia juga sedikit lega karena Imron menarik lepas penisnya dari mulutnya. Namun waktu istirahatnya tidak lama, karena Imron langsung membalikkan tubuhnya dan menyuruhnya nungging dengan bertumpu pada kedua lutut dan sikunya.
“Wah…darahnya banyak banget nih !” kata Imron sambil mengelap selangkangan Ivana dengan tissue.
“Iya tuh, perawan tulen, gua aja keluarnya lebih cepet barusan, pokoknya legit banget !” Pak Kahar menimpali.
“Bapak juga mau disepongin kaya Pak Imron tadi, ayo dong Non !” pinta Pak Mamad yang sekarang naik ke ranjang dan duduk berselonjor dengan bersandar ke kepala ranjang.
Orang tua ini mintanya lebih halus dibanding si satpam dan Imron, dia membimbing jari-jari lentik Ivana menggenggam penisnya yang keriputan dan bulunya sudah beruban itu.
“Dijilat Non, jangan cuma diliatin aja !” katanya pada Ivana yang masih jijik menatap batang di genggamannya itu.
“Heh denger gak tuh, dijilat oi, ke orang tua jangan ngelawan !” kata Imron sambil mencucukkan dua jari ke vagina gadis itu.
“Ahh…iya Pak, tolong jangan sakitin saya lagi !” jeritnya ketika dua jari itu menusuknya secara mendadak.
Ivana mulai menundukkan kepalanya dan menyibak rambut panjangnya, dia memberanikan diri melawan rasa jijik dengan menjilati kepala penis Pak Mamad yang membuat orang tua itu langsung mendesah keenakan.
“Hehehe…enak yah Pak, ati-ati loh jantungan !” canda Pak Kahar yang duduk sambil mengelap keringatnya.
“Ugghh !” Ivana melenguh pelan saat Imron memberikan gigitan ringan di pantatnya, juga dia jilati bongkahan putih padat itu.
Dia meneruskan aktivitasnya mengoral penis Pak Mamad, walau tidak nyaman dengan aromanya, dia terus melakukannya karena khawatir mereka akan semakin kasar padanya, dan yang tak kalah penting adalah skandal ayahnya. Kemudian dia mulai membuka bibirnya yang indah memasukkan penis tua itu ke mulutnya. Sungguh ironis, gadis secantik itu membiarkan penis berkerut milik seorang yang pantas menjadi kakeknya itu ke mulutnya. Kepala Ivana naik-turun mengisapi penis itu, hal ini membuat orang tua itu makin mendesah saja sambil tangannya meremas rambut Ivana.
“Hehehe…liat Ron, si Non ini cepet yah belajarnya sampai Pak Mamad kesetanan gitu !” komentar si satpam.
“Iya tuh, udah mulai ketagihan kali, dasar bakat perek, iya kan Non !” ejek Imron sambil meremas pantatnya.
Panas sekali hati dan telinga Ivana mendengar penghinaan itu, benar-benar merendahkan harga dirinya, tapi demi ayahnya dia tanggung segala hinaan itu. Juga teringat lagi dulu dia pernah menolong orang yang menghinanya itu ketika tersandung di tangga, hatinya serasa disayat-sayat sehingga membuat matanya makin sembab.
Setelah membersihan ceceran darah di selangkangan Ivana, Imron naik ke ranjang mengarahkan penisnya bersiap menyetubuhi gadis itu dalam posisi doggie. Ivana meringis ketika merasakan penis Imron menyeruak masuk ke vaginanya, dia merintih, perih, namun kali ini sudah lebih mendingan berkat cairan kewanitaan yang melicinkan vaginanya.
“Aahh…!” itulah yang keluar dari mulut Ivana saat Imron menyentakkan penisnya hingga amblas seluruhnya.
Imron mulai maju-mundur sambil tangannya berkeliaran menggerayangi pantat, punggung dan payudaranya yang menggelantung.
“Ayo Non, Isepnya terusin tanggung nih !” kata Pak Mamad menekan kepala Ivana sambil tangannya yang satu memegangi penisnya.
Kembali Ivana mengulum penis Pak Mamad sambil menerima sodokan-sodokan dari belakangnya. Pak Mamad melenguh-lenguh dengan suara parau merasakan hisapan Ivana pada penisnya, tangannya meraih payudara gadis itu dan memain-mainkan putingnya. Entah mengapa Ivana merasakan suatu gairah timbul dalam dirinya atas perlakuan ini, sebuah perasaan yang tidak bisa dia tahan, hasrat liar dalam alam bawah sadarnya mulai timbul menggusur akal sehat dan hati nuraninya.
Setelah beberapa saat Pak Mamad makin menggelinjang, orang tua itu menggumam tak jelas dan akhirnya crrt…crrt…Ivana kaget merasakan ada cairan beraroma tajam yang tiba-tiba memenuhi mulutnya, dia langsung melepas penis itu sehingga sisa cairan itu menyemprot ke wajahnya, juga membasahi tangannya.
“Ohhh…!” jeritnya kecil ketika sperma itu nyiprat ke wajahnya.
“Hehehe…itu namanya peju Non, ntar lama-lama juga doyan kok !” sahut Pak Kahar yang sudah berdiri di sebelahnya.
Jijik sekali Ivana dengan cairan kental yang baunya aneh itu sehingga dia menyeka wajahnya dengan jari-jarinya. Saat itu Pak Mamad sudah ngos-ngosan dalam kepuasannya.
“Eit…jangan dibuang gitu aja dong, mubazir !” kata Pak Kahar sambil menangkap pergelangan tangan Ivana “Nih…diminum dong, sehat kok bergizi !” dia mengelap sperma pada hidung Ivana dengan jarinya lalu menyodorkannya ke mulutnya.
Ivana menggeleng dengan mulut tertutup, tiba-tiba sebuah sodokan keras menghujamnya dari belakang.
“Ayo…diminum ! supaya biasa nantinya !” perintah Imron dari belakang.
Dengan ragu-ragu Ivana mulai menjilati sperma di jari Pak Kahar dan langsung ditelan dengan menahan jijik. Pak Kahar juga menyuruh membersihkan sisanya pada penis Pak Mamad yang sudah mengendor.
“Nah, asyik kan Pak Mamad, dah lama pasti ga nyoba yang seger-seger gini !” kata Pak Kahar pada rekannya itu.
Pak Mamad hanya terkekeh-kekeh mengiyakan semua itu. Tiba-tiba semua terdiam karena terdengar sebuah musik berasal dari tas Ivana yang tak lain adalah ponselnya. Pak Kahar mengeluarkan benda itu dari tasnya, yang menghubungi adalah ayahnya, Pak Heryawan.
“Terima Non, tau kan apa yang harus Non omongin !” kata Imron
Ivana menerima ponselnya dari Pak Kahar dan menerima panggilan itu, dia berusaha keras mengendalikan nada bicaranya agar wajar, dia harus berbohong sedang mengerjakan tugas kelompok di kost teman dekat sini, selama empat menit berbicara itu penis Imron tetap menancap di vaginanya, dan mereka terus menggerayangi tubuhnya.
Setelah telepon ditutup Imron kembali menggenjot tubuh Ivana, kali ini lebih ganas dari sebelumnya sampai ranjangnya ikut goyang, mungkin karena rasa tanggungnya tadi. Desahan Ivana bercampur bunyi tepukan pada pantatnya yang bertumbukan dengan selangkangan Imron. Pak Kahar yang nafsunya mulai bangkit lagi meremas payudara kanannya dengan gemas.
“Sakit…!” rintih gadis itu yang malah membuat mereka semakin nafsu.
Sepuluh menit lamanya dia digumuli dalam posisi itu, sodokan-sodokan Imron ditambah tangan-tangan yang menggerayanginya mendatangkan kembali perasaan aneh yang tadi dirasakannya, kembali tubuh Ivana mengejang disertai erangan panjang. Dirinya serasa terbang selama 1-2 menit, dan dia harus mengakui kenikmatannya. Gelombang orgasme yang menerpa Ivana dirasakan juga nikmatnya oleh Imron karena otot-otot vaginanya semakin menghimpit penisnya serta menghangatkannya dengan cairan yang dihasilkan. Hal ini tentu memicu Imron menggenjotnya lebih cepat lagi hingga diapun keluar tak lama kemudian, penisnya menyemprotkan sperma dengan derasnya ke rahim Ivana. Setelah mengeluarkan isinya, Imron menarik lepas penisnya, ketika dikeluarkan terlihat cairan kental belepotan di batangnya yang lalu dilapkan pada belahan pantat gadis itu.
Pak Mamad kini menggeser tubuhnya ke depan hingga berbaring telentang di bawah tubuh Ivana. Penisnya sudah mulai mengeras lagi karena sambil istirahat tadi dia memegangi tangan gadis itu agar terus mengocok penisnya.
“Yuk, Non sekarang giliran Bapak yah” katanya mengelus pipi gadis itu.
“Gini Non, saya ajarin gaya lain !” sahut Imron mendekap tubuhnya dari belakang dan mengangkatnya hingga duduk berlutut di atas selangkangan Pak Mamad “Pegang tuh kontol, arahin ke memek Non !” suruhnya.
Ivana sudah pasrah dan terlalu lelah untuk melawan sehingga dia mengikuti saja apa yang diinstruksikan mereka. Dia menggenggam penis tua dibawahnya itu mengarah ke vaginanya.
“Turunin badannya Non sampe nancap !” suruh Pak Kahar.
Pak Mamad sendiri tidak banyak tingkah seperti dua orang itu, dia cuma memegangi payudara Ivana saja sambil sesekali memberi pengarahan. Ivana mulai menurunkan tubuhnya dan penis itu melesak masuk ke dalam diiringi desahan keduanya.
“Sekarang gerakin badannya naik turun Non, pasti enak !” Pak Mamad menginstruksikannya.
“Uuuhh…eennggg !” lenguh orang tua itu merasakan gesekan penisnya dengan dinding vagina Ivana yang masih seret.
Tubuh Ivana mulai bergerak naik-turun diatas penis Pak Mamad, mula-mula dibantu Imron yang menekan-nekan tubuhnya dari belakang, tapi lama-lama tanpa disadari Ivana pun mulai bergoyang dengan sendirinya. Pak Kahar memegang buah dada kanan Ivana dan mulutnya langsung melumatnya, tangannya yang satu mengocok-ngocok penisnya sendiri. Imron yang mendekapnya dari belakang menciumi leher dan pundaknya sehingga gadis itu semakin hanyut dalam birahinya.
“Oooh…terus Non, enak banget…uuuhh…terus !” orang tua itu mendesah tak karuan
“Asyik kan Non, tuh buktinya goyangnya lebih hebat dari Inul !” kata Pak Imron dekat telinganya.
Ivana terus menaik-turunkan tubuh tanpa peduli omongan-omongan mereka yang bernada melecehkan itu, birahinya menuntut pemuasan sekalipun hatinya menolak. Pak tua itu tidak tahan lama dengan goyangan-goyangan Ivana, diapun menyemprotkan spermanya dan terengah-engah kepuasan, nafsunya memang besar tapi tenaganya sudah termakan usia.
Setelah itu, Imron mengajaknya turun dari ranjang, lalu dia duduk di sebuah kursi dan menyuruhnya duduk di atas pangkuannya dengan posisi memunggungi. Kembali Ivana memicu tubuhnya naik-turun di atas pangkuan Imron. Selain itu dia masih harus melayani penis Pak Kahar dan Pak Mamad yang berdiri di depannya. Dikulum dan dikocokinya penis itu bergantian. Dari belakangnya Imron menekan-nekan tubuhnya agar penisnya menancap lebih dalam, tangannya mendekap tubuhnya dan menggerayangi payudaranya. Ivana klimaks lagi dalam posisi demikian dan disusul Imron tak lama kemudian. Nampak sperma berlelehan di selangkangan keduanya yang masih menyatu. Pak Kahar yang masih keluar mengambil alih kendali, dia mengangkat tubuh Ivana yang masih lemas dan menelentangkannya di meja dengan kaki menjuntai. Dinaikkannya kaki Ivana ke pundaknya dan menancapkan penisnya. Selama lima belas menit Ivana disetubuhi oleh satpam itu hingga akhirnya dia mengeluarkan penisnya, isinya muncrat membasahi perut hingga permukaan kemaluannya. Untung itu tugas terakhir baginya, kalau tidak mungkin dia sudah pingsan kehabisan tenaga.
Ivana pulang dengan langkah gontai, rasa nyeri masih terasa pada selangkangannya. Sampai di rumah dia sekuat tenaga bersikap wajar seolah tidak terjadi apa-apa, karena tidak ingin merepotkan ayahnya. Ketika ayahnya menanyakan cara jalannya yang agak tertatih-tatih dia berbohong dengan mengatakan tadi terpeleset di tangga, tapi tidak parah. Yang paling berat baginya adalah tiga hari setelah peristiwa itu, yaitu ketika Martin menyatakan cintanya sewaktu mengantarnya pulang nonton. Dia merasa dirinya yang sudah kotor itu tidak pantas lagi baginya, Martin terlalu baik baginya sehingga dia tidak sanggup menerima cintanya. Martin beberapa kali membujuknya tapi tidak ada hasil, akhirnya dengan hati hancur, setelah kelulusannya tak lama kemudian, pemuda itu pergi ke luar negeri meneruskan studinya sekaligus untuk melupakan kenangan-kenangan manis yang pernah dia lalui bersama Ivana.
“Maafkan aku Martin, karena aku cinta makannya aku menolak, aku cuma bisa berdoa semoga di kemudian hari ada gadis yang lebih pantas bagimu daripada aku yang telah ternoda ini” demikian kata Ivana di sela tangisnya di dalam kamar setelah menolak cinta pemuda itu.
Ivana memulai hidup barunya sebagai budak seks Imron. Sesekali Pak Kahar dan Pak Dahlan, si dosen bejat juga mendapat kesempatan mencicipi tubuhnya. Pak Mamad berhenti kerja seminggu setelah peristiwa itu, dia merasa berdosa telah ikut memperkosa bahkan menjerumuskan gadis berhati emas itu ke lembah nista. Dua hari sebelumnya dia sempat bertemu Ivana dan meminta maaf padanya.
“Maafin Bapak yan Non, waktu itu ga tau setan apa yang nguasain Bapak sampai nyusahin Non seperti ini. Sekarang Bapak jadi dikejar-kejar dosa, makannya Bapak mau pulang kampung aja” kata orang tua itu tidak berani menatap wajah Ivana.
“Sudahlah Pak, semua sudah terjadi, Bapak cuma khilaf, ini bukan sepenuhnya salah Bapak kok, saya sudah pasrah sama nasib saya” Ivana menjawabnya dengan suara lemas.
Di mata para dosen dan teman-temannya memang Ivana masih tetap seorang mahasiswi favorit, namun di luar jam kuliah dia bak pelacur yang siap melayani nafsu si penjaga kampus bejat itu.
###########################
Nightmare Campus 7: Fatal Attraction
Jam tujuh kurang, Imron sedang berjalan menyusuri koridor lantai empat, gedung fakultas ekonomi. Tangannya memegang sapu dan ceruk yang akan dia gunakan untuk menyapu ruang C-411 yang baru selesai dipakai untuk kuliah malam. Langkahnya makin mendekati ruang yang lampunya masih menyala itu. Terhenyak dirinya begitu membuka pintu dan menemukan di dalam kelas itu masih tertinggal seorang gadis. Gadis itu tersenyum manis padanya lalu meneruskan mencatat sesuatu di buku catatannya.
“Eehhmm…malam Non, kok belum pulang ?” sapanya
“Sebentar lagi Pak, nanggung lagi nyalin catatan temen, enngg…kelasnya mau dikunci yah Pak ?”
“Iya toh Non, kan udah malem !” jawab Imron dengan mata mencuri-curi pandang ke arah lekuk tubuh gadis itu.
Penampilan si gadis yang memakai kemeja kuning lengan pendek berbahan tipis yang kancing atasnya terbuka hingga memperlihatkan belahan dadanya serta rok mininya yang membuat pahanya yang putih mulus itu terekspos bebas tentu saja membuat Imron menelan ludah melihatnya.
“Hhmm…kalo gitu Bapak beresin kelas aja dulu, ntar kalau udah selesai kita sama-sama keluar, soalnya ini catatan mau saya kembaliin ke yang punya hari ini juga, gapapa kan Pak, saya gak ganggu kan ?” katanya dengan senyum manis.
Maka Imron pun membiarkan gadis itu meneruskan mencatat sementara dia mulai membersihkan kelas itu. Tentu ini saja Imron tidak terganggu malah sebaliknya merasa senang karena sudah kerja seharian penuh ada objek untuk refreshing sejenak. Sambil menyapu matanya hampir tidak pernah lepas dari gadis itu, diperhatikannya bentuk tubuhnya yang ideal dan membayangkan dibalik pakaiannya itu, wajahnya cantik dengan rambut rambut hitam pendek sebahu ala Maiko Yuki, artis JAV era 90′an. Mudah saja bagi Imron untuk memperkosanya saat itu juga, tapi dia paling tidak suka kalau korbannya belum takluk sepenuhnya yang biasa dia intimidasi dengan skandal-skandalnya, lagipula menyerang secara frontal begitu risikonya tinggi, bisa-bisa si korban histeris atau melaporkannya. Dalam hal ini Imron sangat berhati-hati agar jangan sampai menimbulkan kesulitan baginya kelak. Gadis itu pun sepertinya cuek saja dengan kehadiran Imron di situ, dia terus menulis tanpa menghiraukan tatapan menelanjangi Imron. Bahkan ketika Imron sedang menyapu di depannya, entah sengaja atau tidak, dia menyilangkan kakinya sehingga mata Imron makin nanar melihat pahanya yang mulus lagi jenjang itu.
“Enngg…Pak diluar sana emang udah ga ada siapa-siapa lagi yah ?” gadis itu tiba-tiba bertanya demikian.
“Iya Non, udah pulang semua, tinggal Non sendirian, ga takut apa Non ?” jawab Imron dengan terus menyapu.
“Nggalah, takut apa, sekarang kan ga sendirian, lagi ada Bapak” jawabnya tersenyum “Pak bisa tolong tutup pintunya anginnya ga enak panas, bikin gerah nih !” pintanya karena kebetulan duduk dekat pintu, dan memang cuaca hari itu tidak nyaman, panas dan berangin. Kipas angin yang menggantung di langit-langit kelas itulah yang membuat cuaca di situ lebih enak.
Imron menutup pintu itu, dia heran melihat gadis itu kok bersikap ramah bahkan cenderung menggoda padanya, tidak seperti warga kampus yang umumnya bersikap acuh tak acuh, tidak tahukah dia bahwa yang bersama dengannya di ruang itu adalah maniak pemerkosa yang sedang menghantui kampus ini. Ketika dia menyapu ke sisi lain sekitar gadis itu terlihat sedikit celana dalam yang dipakainya, warnanya hitam seperti warna branya yang terlihat melalui kemejanya yang tipis. Imron benar-benar ngiler melihat pemandangan itu, ingin rasanya dia membelai paha mulus itu, lalu meraba hingga ke pangkalnya. Saat dia menyapu lebih dekat lagi, tiba-tiba dompet gadis itu terjatuh dari meja pada bangku kuliah itu. Secara spontan Imron pun membungkuk untuk memungutinya, gerakan Imron ketika mau berdiri dan mengembalikan benda itu mendadak terhenti karena tertegun paha mulus itu telah berada dua jengkal dari pandangannya sehingga celana dalam yang tadi terlihat sekilas itu makin terlihat jelas.
“Ngeliat apa Pak ?” tanyanya dengan cuek “pegang aja daripada bengong gitu Pak !” sebelum Imron sempat menjawab karena sedang terpukau, gadis itu sudah lebih dulu meraih tangan Imron yang memegang dompet, tangan satunya mengambil dompetnya dan menaruhnya kembali di meja, lalu dia letakkan tangan Imron itu di pahanya.
Sungguh Imron tidak menyangka gadis itu memang sengaja menggodanya sehingga begitu gadis itu memberi lampu hijau padanya birahi yang sejak tadi ditahannya tercurah deras bagai bendungan bobol. Imron segera mengelusi sepanjang kaki putih mulus itu dengan gemasnya, dari betis lalu ke paha yang tertutup roknya. Gadis itu menggeliat saat tangan Imron menyentuh bagian selangkangannya yang masih tertutup celana dalam.
“Hehehe…Non emang sengaja godain Bapak yah !” katanya menyeringai
“Eemmhh..iya Pak, puasin saya yah, saya tau kok Bapak dari tadi mau ngentotin saya, ya kan ?” desisnya dengan senyum menggoda.
Kata-kata itu membuat Imron makin terangsang, dia semakin berani menggerayangi tubuhnya. Tangannya yang tadi masih meraba-raba dari luar celana dalam mulai menyusupkan jarinya lewat pinggiran celana dalam itu, dirasakannya bulu-bulu dibaliknya dan juga ada basah-basah pada bibir vaginanya, gadis itu pun rupanya sudah horny sejak tadi.
Imron kemudian menarik celana dalam itu dari bagian tengahnya, gadis itu juga meluruskan kakinya membiarkan celana dalam itu melolosinya. Kemudian dia memasukkan jari tengan dan telunjuknya ke tengah vagina gadis itu, jari-jari itu mulai mengorek-ngorek vaginanya sehingga gadis itu mendesah dan menggeliat dibuatnya, kedua pahanya terkatup mengapit tangan Imron menahan rasa geli, dengan begitu Imron dapat merasakan kehalusan dan kelembutan kulit paha itu. Tangan Imron yang satunya merambat ke atas melepaskan satu-persatu kancing bajunya hingga terbuka semua memperlihatkan bra hitam berukuran 34Bnya. Gadis itu berinisiatif melepaskan kait branya yang terletak di dada antara dua cupnya dan menyembullah payudara montok berputing merah dadu itu. Diusap-usapnya gumpalan daging kenyal itu dengan tangan kanannya, jarinya memilin-milin putingnya sehingga makin menegang, sementara tangan kirinya makin intens mengocok-ngocok vagina gadis itu. Desahan nikmat terdengar dari mulut si gadis, matanya merem-melek dan nafasnya makin memburu.
“Non suka kan diginiin hehehe !” kata Imron yang merasa berhasil mempermainkan birahi gadis itu.
“Iyah…terus Pak, terushh…!” desah gadis itu menggenggam tangan Imron yang memegang payudaranya seolah minta tangan itu menggerayanginya lebih.
Gadis itu lalu merasakan kakinya dibuka dan basah pada vaginanya. Ternyata Imron sudah membenamkan wajahnya disana. Lidahnya yang panas menjilat-jilat vaginanya disertai gerakan menyedot.
“Uuuhh…hebat banget main oralnya !” kata gadis itu dalam hati merasakan kedahyatan permainan lidah Imron.
Gadis yang sudah terangsang berat itu mengelus-elus kepala Imron seraya membuka pahanya lebih lebar, kepalanya menengadah menatap langit-langit. Namun ketika mendaki puncak gairahnya itu Imron malah menghentikan jilatannya sehingga gadis itu merasa tanggung. Ya, memang itu sengaja dilakukan Imron dengan maksud mempermainkan birahi si gadis agar secara utuh menikmati ronde berikutnya. Kini Imron berdiri di depan gadis itu memelorotkan celananya dan mengeluarkan penisnya yang sudah mengacung tegak. Sejenak si gadis terpana melihat keperkasaan penis Imron yang hitam berurat itu, lalu dia menggerakkan tangan menggenggam penis itu, rasanya hangat dan berdenyut karena yang punyanya sedang terangsang, lalu tangannya mulai mengocok batang itu.
“Ohhh…Non, enak banget !” desahnya sambil membelai rambut gadis itu.
Gadis itu dengan bernafsu menjilati seluruh batang penis Imron, terkadang buah pelirnya pun diemut. Kemudian dia menyibak rambutnya yang sudah agak kusut dan membuka mulut mengarahkan penis itu ke mulutnya. Imron mengerang nikmat, gadis ini berbeda dari korban Imron lainnya yang umumnya pasif atau melakukannya rata-rata karena terpaksa sehingga tentu beda sensasinya. Teknik oral seks gadis ini sungguh profesional, batang penis itu dikulum-kulum dalam mulutnya dan juga diputar-putar dengan lidahnya, tangannya pun memijati buah zakarnya dengan lembut. Saking enaknya, pertahanan Imron langsung jebol dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Wajahnya menegang dan cengkeramannya pada pundak gadis itu makin mengeras. Si gadis yang menyadari lawan mainnya akan segera keluar mempergencar serangannya, kepalanya maju mundur makin cepat dan cret…cret…sperma Imron menyemprot dalam mulutnya. Dengan lihainya gadis itu menelan dan menyedot cairan kental itu tanpa ada yang menetes dari mulutnya. Sungguh kenikmatan oral terdahsyat yang dialami Imron sehingga membuatnya melenguh tak karuan.
“Uoohh…sedot terus Non, enak…enak…!”
Gadis itu juga melakukan cleaning servicenya dengan sempurna, seluruh batang itu dia bersihkan dari sisa-sisa sperma .Setelah mulutnya lepas tak terlihat sedikitpun cairan putih itu menetes dari mulutnya. Sungguh teknik yang sempurnya, demikian pikir Imron.
Setelah puas menikmati pelayanan mulut gadis itu, Imron menarik lengannya agar bangkit dari kursi itu dan lalu disandarkannya ke tembok terdekat. Baju dan branya telah terbuka dan rok mininya tergulung ke atas memperlihatkan organ-organ kewanitaanya.
“Non, kok Non mau berani amat berbuat gini di kampus, Non dari tadi emang udah rencana gini kan ?”
“Bapak juga dah kepengen kan daritadi ngeliatin saya terus, makannya Bapak sekarang harus muasin saya !” katanya dengan horny, tatapan mata dan nada bicaranya memperlihatkan dirinya telah dilanda birahi.
Imron menjawabnya dengan memasukkan jari ke dalam vagina gadis itu yang membuat si gadis tersentak dan mendesah. Kemudian mulutnya juga nyosor melumat payudara kanan si gadis. Dengan rakus mulutnya menyedoti payudara montok itu sesekali giginya menggigit ringan putingnya yang menggemaskan. Si gadis memejamkan mata menikmati serangan si penjaga kampus itu sambil mendesah dan meremasi rambut Imron. Imron juga mengusap-usapkan jarinya pada klitorisnya sehingga gadis itu makin diamuk birahi, membuat tubuhnya bergetar.
Tak lama kemudian si gadis merasakan jari yang mengorek kemaluannya dikeluarkan lalu berganti sebuah benda tumpul lain yang menekan-nekan belahan bibir kemaluannya. Imron mengangkat kaki kanan gadis itu hingga sepinggang, lalu pelan-pelan dia tekan masuk penisnya ke vagina yang telah becek itu.
“Uuhh…!” si gadis merintih sambil memeluk Imron lebih erat merasakan setengah dari batang itu melesak masuk ke vaginanya yang sudah tidak perawan itu “Gila keras amat, kaya dimasukin pentungan aja” katanya dalam hati.
“Enak Non ?” tanya Imron berhenti sejenak memperhatikan ekspresi wajah si gadis yang meringis menahan nyeri.
Si gadis mengangguk dan setelah ekspresi wajahnya kembali normal, Imron mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vagina si gadis. Tubuhnya tersentak-sentak karena Imron dengan penuh nafsu menghujam-hujamkan batang kemaluannya dalam jepitan vagiananya, tangannya meremas bongkahan pantatnya dengan gemas. Imron lalu mendekatkan wajah hendak mencium bibir tipis si gadis. Kalau korban-korban Imron umumnya menunjukkan penolakan bila hendak dilumat bibirnya, gadis ini justru menyambut pagutan bibir Imron dengan penuh gairah. Permainan lidahnya bahkan lebih dahsyat dari Imron, mereka terlibat adu lidah yang panas sampai air liurnya menetes-netes dari bibir masing-masing. Erangan-erangan tertahan terdengar di tengah percumbuan itu.
Imron terus menggenjot gadis itu sambil terlibat dalam ciuman yang panas dan cukup lama, hampir lima menit. Begitu mereka melepas bibir, nafas mereka sudah demikian menderu-deru dan berusaha mengambil udara segar. Imron lalu mengangkat kaki si gadis yang satunya sehingga tubuhnya tidak berpijak di tanah lagi. Si gadis juga memeluknya lebih erat dan melingkarkan kakinya di pinggang Imron sementara kedua pahanya disangga si penjaga kampus itu. Hujaman penis itu makin terasa dalam dalam posisi ini.
“Ohhh…terushh…terus…Pak !” gadis itu menceracau karena merasakan sudah mau mencapai puncak.
Vagina gadis itu makin basah saja sehingga penis Imron bergerak makin lancar karena cairan itu melicinkan dinding kemaluannya. Tubuh keduanya bergoyang kian liar, beradunya kedua jenis kelamin itu menimbulkan bunyi seperti suara tepukan bercampur suara kecipak akibat pengaruh cairan kewanitaan yang membasahi daerah itu. Bercak keringat nampak membasahi baju keduanya. Setelah bergumul sekitar limabelas menit, akhirnya Imron mengirimkan hentakan yang cukup keras disertai lenguhan panjang. Demikian pula halnya si gadis yang mencapai klimaks secara bersamaan, matanya membeliak dan tubuhnya berkelejotan.
Gadis itu merasakan semprotan hangat di rahimnya, sementara di selangkangannya cairan vagina itu bercampur dengan sperma Imron yang meleleh keluar. Hujaman Imron makin lemah, terlebih dulu dia turunkan pelan-pelan kaki kanan si gadis lalu yang kirinya, terakhir dia menarik lepas penisnya. Tubuh si gadis yang telah lemas melorot hingga terduduk di lantai, dia menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lagi. Wajahnya menunjukkan kepuasan akan pemenuhan hasrat liarnya.
“Hebat…goyangan Non bener-bener top, bikin Bapak ketagihan deh !” komentar Imron “Omong-omong Non namanya siapa kalau boleh tau, apa Non emang sengaja disini buat ginian ?”
Si gadis memperkenalkan diri sebagai Joane (20 tahun), sejak awal memang dia mempunyai niat menggoda siapapun yang masuk ke kelas itu. Seorang gadis yang termasuk hyperseks, dia telah menikmati macam-macam petualangan seks, menjual diri ke om-om, menjadi selingkuhan, menggoda dosen untuk mendongkrak nilai, semua pernah dia lakoni. Hampir semua teman-teman cowoknya pernah merasakan kehangatan tubuhnya. Malam itu, kebetulan dia ingin mencoba pengalaman baru yaitu sex with stranger dengan siapapun masuk ke ruang itu dan itu terlaksana. Semuanya dia lakukan semata-mata hanya untuk memenuhi kesenangan saja, bukan seperti pelacur yang melakukannya demi desakan ekonomi, dia berasal dari keluarga berada sehingga tidak ada motif ekonomi dibaliknya. Kurangnya perhatian orangtua yang selalu sibuk dan pergaulannya yang bebas menjerumuskannya menjadi gadis yang hedonis seperti itu.
“Setelah ini kita tidak ada hubungan apa-apa lagi, kalau ketemu anggap aja kita ga saling kenal, ok !” kata Joane datar sambil mengancingkan kembali bajunya.
Setelah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dan menyisir rambutnya, dia pamit dan memberikan ciuman perpisahan di pipi Imron lalu berjalan keluar pintu.
“Nggak salah saya ketemu Bapak malam ini, makasih yah, good bye !” demikian salam perpisahannya setelah mengecup pipi pria itu.
Imron benar-benar puas malam itu, baru pernah dia ketemu yang seagresif ini, mungkin di antara budaknya yang bisa dibandingkan dengan gadis itu cuma Fanny (eps. 5), si ayam kampus, yang bersedia melakukannya juga dengan sukarela dan juga bersikap proaktif. Setelah menghabiskan rokoknya, Imronpun meneruskan tugasnya membersihkan kelas itu dan pulang dengan puas. Keesokan harinya, seperti yang telah dikatakan kemarin, Joane bersikap cuek ketika berpapasan dengan Imron. Hari ketiga, Imron bertemu lagi dengannya dekat toilet.
“Non, kita gituan lagi yuk, asyik banget yah waktu itu !” katanya terkekeh.
Joane hanya melotot padanya lalu berlalu dengan memasang sikap judes, sikapnya sekarang sungguh berbeda dari malam itu.
Hari keempat, kembali Joane berpapasan dengan Imron, kali ini di lift pada jam duabelasan yaitu saat-saat sibuk. Saat itu, Joane sedang berada di dalam lift yang juga dipenuhi mahasiswa/i lain. Di tingkat dua lift berhenti dan Imron masuk ke dalam, di tangannya memegang sapu panjang. Wajah Joane menegang melihat penjaga kampus itu memasuki lift, dia tidak sempat lagi keluar karena lift cukup ramai sementara posisinya di dekat sudut belakang. Terlebih Imron masuk dan mengambil posisi di sebelahnya. Jantung Joane semakin berdegub dan berharap lift cepat membuka jadi dia bisa segera menjauh dari pria ini karena merasa tidak nyaman terus dibayangi olehnya. Pintu lift menutup dan meneruskan perjalanannya ke atas. Tiba-tiba Joane merasa sesosok tangan kasar merabai pahanya belakangnya yang saat itu memakai rok mini dari bahan jeans longgar. Dia terkejut tapi tidak mungkin berteriak karena malah akan membuatnya malu, apalagi kalau pria ini omong macam-macam di depan orang. Ditepisnya tangan itu, namun tangan itu kembali lagi dengan serangan yang lebih berani. Dengan wajah kesal Joane menoleh ke sebelahnya, Imron pasang wajah biasa saja tapi tangan jahilnya terus beraksi, ingin rasanya Joane menamparnya tapi situasinya sangat tidak memungkinkan. Suasana di lift yang cukup padat itu riuh dengan obrolan para penumpangnya sehingga tidak ada yang memperhatikan di sudut itu sedang terjadi pelecehan seksual.
Susah payah akhirnya Joane berhasil merubah posisi badannya, dia memutar posisi badannya hingga kini menghadap Imron yang masih berdiri menyamping darinya sehingga terlepas dari tangan Imron yang merabai pahanya. Dia berpikir dengan posisi begitu Imron tidak mungkin grepe-grepe lagi, tapi dia salah, Imron malah bergeser sedikit ke samping makin memepetnya, lalu tangannya kini mendarat di paha depannya.
“Bangsat…tau gini tadi pake celana panjang !” omelnya dalam hati
Melihat korbannya yang tidak bisa berbuat banyak, tangan Imron semakin berani masuk ke dalam mengelus paha dalamnya hingga menyentuh daerah sensitif Joane yang tertutup celana dalam. Joane menggigit bibir menahan desahan ketika jari Imron mengelus bagian tengah kewanitaannya. Marah sekaligus terangsang dirasakannya saat itu, marah karena pria ini dengan tidak tahu malu meminta jatah lagi, terangsang karena sensasi aktivitas seksual di tempat umum secara sembunyi-sembunyi seperti ini yang sebelumnya hanya pernah dia lihat di film. Matanya menatap tajam pada Imron seolah menyuruhnya berhenti, tapi Imron tetap berlagak bego seolah tak terjadi apa-apa.
“Sialan kenapa malah terus !” omelnya dalam hati lagi ketika lift ternyata tidak berhenti di lantai berikutnya, perjalanan ini terasa panjang baginya karena harus menahan siksa birahi, wajahnya melihat sekeliling dengan hati was-was berharap tidak ada yang melihat.
Jari-jari itu menyusup lewat pinggir celana dalamnya dan mengusap bibir vaginanya sehingga tentu saja dia makin tersiksa, matanya sampai terpejam-pejam sambil susah payah bertahan agar tidak mengeluarkan suara aneh. Syukurlah di lantai empat/ lantai terakhir gedung itu, lift membuka, semua keluar termasuk Joane dan Imron. Joane seharusnya masuk ke kelas, namun dia mengikuti Imron yang menuju ke sebuah kelas kosong yang mau dibersihkannya, dia mau menegur pria itu atas tindakannya yang kelewatan itu. Imron bukannya tidak tahu gadis itu mengikutinya dan dia memang berharap begitu, karenanya dia terus saja berjalan santai ke tempat tujuannya.
“Kenapa Non, kok ngikutin saya terus, masih kurang emang !” sahut Imron cengengesan sambil menggulung kabel OHP.
“Heh, Pak saya kan udah bilang yah kalau hubungan kita tuh cuma malem itu aja, kalau ketemu jaga dong sikap Bapak, ngerti ga sih !” Joane dengan marah menuding padanya.
“Lho, kan Non katanya puas banget sama Bapak waktu itu, Bapak kan cuma mau muasin Non lagi, gitu aja kok” Imron dengan santainya meneruskan pekerjaannya “Ayo dong, Non, Bapak juga seneng banget pelayanan Non jadi pengen lagi nih, boleh kan ?”
“Pak, saya peringatin yah, jangan udah dikasih hati minta jantung, atau saya laporin Bapak supaya dipecat !” gertak Joane yang darahnya sudah mendidih.
“Tapi Non seneng kan !” ledeknya “nih buktinya lendir siapa yah ini ?” sambil menunjukkan dua jarinya yang masih basah bekas mengelus-elus bibir kemaluan barusan.
“Emmmhhh…enaknya, manis kaya orangnya !” dengan gaya menjijikkan Imron menjilati menjilati jarinya yang berlumur cairan Joane itu.
Joane memandang jijik tingkah pria itu, lalu membalikkan badan dan keluar dari ruang itu dengan marah, tadinya dia sudah mau membanting pintu ruang itu, tapi karena di sekitar situ masih ada orang lain dia mengurungkan niatnya, tangannya terkepal keras menahan emosi sambil berjalan ke kelasnya. Dia tidak terlalu konsen mengikuti kuliah hari itu karena masih kesal memikirkan hal yang barusan, namun tak dapat disangkal kejadian di lift tadi sempat dia nikmati juga sehingga pikirannya kini agak melayang. Kuliahnya selesai jam setengah dua. Ketika berjalan di koridor hendak menuju ke lift, sekali lagi dia bertemu Imron yang berjalan dari arah berlawanan.
“Uh…maaf Non, maaf !” Imron pura-pura meminta maaf saat setelah dengan sengaja menyerempet Joane.
Selain menyerempet, ternyata Imron juga dengan cekatan menyelipkan kertas kecil yang berisi catatan ke tangan Joane.
‘Saya tunggu di toilet pria di ujung lantai ini, ada yang perlu kita bicarakan, sesudah ini saya nggak akan mengganggu Non lagi’ demikian tulisnya.
Joane mendengus kesal dan meremas-remas kertas itu lalu membuangnya. Dia memutuskan lebih baik menemuinya saja supaya bisa pria itu puas dan tidak mengganggunya lagi, paling-paling toh yang dimintanya hubungan badan lagi, berikan saja lah sekali lagi dengan syarat ini yang terakhir kalinya, pikirnya. Maka dia tidak jadi ke lift turun dan berbalik menuju toilet yang dimaksud. Letaknya di sudut lantai ini sehingga agak terasing dan jam-jam segini sudah tidak banyak yang lewat situ. Di depan pintunya sudah terpasang plang ‘MAAF SEDANG DIBERSIHKAN’ yang telah dipasang Imron. Dengan jantung berdebar-debar Joane membuka pintu itu, di dalamnya Imron telah menunggu sambil bersandar dari tembok.
“Aahh, Non dateng juga akhirnya yah !” dia menghampiri Joane yang langsung membuang muka darinya.
“Cepat Pak, saya mau pulang, ini yang terakhir kalinya yah, kalau sampai Bapak ganggu saya lagi, awas !” hardik Joane sambil menundingkan jari pada Imron “Asal tau aja, malam itu tuh Bapak cuma saya anggap mainan tau” katanya dengan pedas.
“Hehe, ini kan salah Non juga yang bikin Bapak ketagihan sama servisnya, pokoknya sekarang kalau Bapak minta Non harus siap yah !” kata Imron sambil cengegesan.
“Jangan ngelunjak yah, Pak, emang Bapak ini siapa hah, dasar gak tau diri !” Joane makin marah mendengar kata-kata Imron itu, didorongnya tubuh Imron yang baru mendekapnya.
“Saya punya ini Non, kalau Non ga nurut Bapak bakal orbitkan Non jadi bintang bokep di kampus ini !” kata Imron sambil mengeluarkan ponselnya, lalu dia menyetel video klip yang ternyata berisi rekaman selama tigapuluh detik yang menampilkan adegan Joane sedang mengemut penisnya.
Kaget bukan main gadis itu melihat dirinya ada dalam rekaman itu, dia tidak menyadari bahwa dirinya direkam dengan kameraphone ketika sedang oral seks malam itu tanpa diketahuinya. Dalam rekaman itu jelas sekali wajahnya yang horny sedang mengulum sebatang penis hitam, kalau saja adegan itu tersebar terbayang olehnya apa yang terjadi. Walau bukan gadis suci tapi ini menyangkut reputasi dan privacy, tentu ini sangat merisaukannya.
“Kurang ajar !!! kesiniiin !” Joane menjerit dan berusaha merebut benda itu dari tangan Imron.
Imron dengan gesit berkelit dan menepis tangan gadis itu, bahkan…plak ! plak ! dua kali tamparan dia daratkan di pipi gadis itu.
“Awww !!” jeritnya memegang pipinya yang nyeri kena tamparan.
Belum sempat mengangkat kepala, Imron sudah mencengkram lehernya dan memepetnya ke tembok.
“Heh, awas ya kalo teriak, habis lu !” ancamnya “mau rekaman ini nyebar yah !”
“Jangan…tolong, Bapak mau apa sebenernya ?” katanya gemetar.
“Dasar cewek nakal, pelacur kampus, sok jual mahal banget sih padahal udah kotor juga hah !” kata Imron dekat wajah gadis itu.
“Ampun Pak, saya-saya…” wajahnya mulai memelas karena takut
“Apa hah, saya-saya…heh tau gak yang jadi mainan itu bukan saya, tapi Non tau, mulai sekarang Non itu udah jadi budak seks saya ngerti !” sambil meremas keras payudara kanan gadis itu.
“Aduhhh…sakit…iya…iya…lepasin Pak, tolong !” rintihnya kesakitan.
“Baik sekarang denger, kalo Bapak lagi pengen ngentot Non harus apa ?” tanyanya dengan memelankan nada bicaranya dekat telinga Joane.
“Harus…harus…ngasih” jawabnya gemetar, matanya mulai berkaca-kaca.
“Nah, bagus kalo nggak gimana ?” tanyanya lagi
Joane menggeleng tidak tahu harus menjawab bagaimana, sebutir air mata menetes di wajahnya yang cantik.
“Hei…kalo ditanya jawab yah !” Imron mengeraskan lagi cengkeramannya pada payudara gadis malang itu.
“Ahhh…aduhh-duh…ga tau terserah Bapak aja !” rintihnya
“Hehehe…gitu dong baru anak baik, eh bukan, perek baik !” tawa Imron mengejek
Dilepaskannya cengkeraman pada leher Joane, tangannya merayap ke bawah menyelinap ke balik rok mininya lalu masuk lagi ke celana dalamnya.
“Gini enak kan Non ?” kata Imron meraba-raba kemaluan Joane.
“Enak ga !? Kok malah nangis sih !” Imron mulai kesal dengan sikap Joane yang tidak bergairah seperti malam itu.
Dengan kasar didorongnya tubuh gadis itu ke dekat wastafel hingga dia menjerit kecil. Imron meraih tubuhnya dan menarik pinggang rampingnya hingga menungging, tangan gadis itu bertumpu pada meja wastafel yang di depannya ada cermin besar itu. Tangan Imron bergerak cepat menyingkap rok itu dan memeloroti celana dalam pink yang dipakainya hingga selutut. Kini pantat Joane yang membulat padat itu terpampang jelas di hadapan Imron.
“Pantat yang bagus, bentuknya juga sempurna !” komentar Imron sambil menepuk-nepuk salah satu pantatnya.
Joane dapat melihat dengan jelas wajah menjijikan pria itu sedang mengagumi pantatnya melalu pantulan cermin di hadapannya, juga terlihat Imron dengan terburu-buru membuka celananya sendiri, mengeluarkan senjatanya yang siap ditembakkan
“Plak…” sebuah tamparan keras pada pantatnya membuatnya kaget dan menjerit.
Disusul sebuah benda tumpul memasuki vaginanya dari belakang, benda itu masuk dengan agak kasar lalu dihentakkan sehingga membuatnya tak bisa tak mengerang. Rasa nikmat sekonyong-konyong mulai menjalari tubuhnya. Tubuh Joane terguncang-guncang karena Imron begitu ganas menggenjotnya dari belakang. Joane sendiri terus terang juga merasakan nikmatnya, lebih dari malam itu, karena kali ini lebih kasar dan bernafsu. Tangan Imron menyusuk lewat bawah kaos hitamnya dan menyingkap sebuah cup branya, disana jari-jari kasar itu memilin-milin puting susunya. Dengus nafas Joane makin memburu, nampak dari wajahnya dia akan segera mencapai puncak. Tak lama kemudian, Joane merasa tubuhnya mengejang tanpa bisa ditahan lagi, cairan kewanitaannya meleleh membasahi daerah selangkangannya.
Pluk…Imron menarik lepas penisnya dari vagina Joane, lalu dijenggutnya rambut gadis itu sehingga membuatnya merintih. Joane disuruh berlutut dan mengulum penisnya yang sudah belepotan cairan vaginanya.
“Ayo Non, servis mulutnya, yang enak yah kaya waktu itu !” perintahnya
Joane yang berpikir biar cepat selesai mulai menjilati penis itu dengan sapuan lidahnya yang profesional. Kemudian setelah melakukan cleaning service, digenggamnya batang itu dan diarahkan ke mulutnya. Imron mengerang nikmat merasakan hisapan-hisapan Joane pada penisnya, gadis ini memang sungguh ahli menyenangkan pria, gelitikan lidahnya pada kepala penisnya yang bersunat membuatnya menceracau minta terus dan lebih. Sekitar tiga menitan saja Imron sudah mengeluarkan maninya di dalam mulut Joane.
“Sedot…iyah gitu…ohhh !” lenguhnya sambil meremas rambut gadis itu.
Seperti malam itu, Joane kembali mempertunjukkan keahliannya mengisap penis yang klimaks, nampak dia berkonsentrasi menelan setiap tetes sperma yang keluar agar tidak tersedak atau meluber keluar mulut. Imron memejamkan mata meresapi klimaksnya, hisapan Joane serasa mengirimnya ke sorga. Joane pun akhirnya mengeluarkan batang itu dari mulutnya setelah tidak ada lagi cairan yang keluar. Dia sedikit terbatuk begitu melepas benda itu dari mulutnya.
Setelah gelombang orgasme reda, Imron menaikkan lagi celana panjangnya. Menyangka telah selesai, Joane juga ikut berdiri dan menaikkan kembali celana dalamnya yang nyangkut di lutut.
“Hei-hei, siapa yang suruh beres-beres !” sahut Imron
“Lho, udah dong Pak hari ini, kan udah keluar !” protes Joane dengan wajah cemberut.
‘Plak !’ kembali telapak tangan Imron mendarat di pipinya “Masih berani protes ?!”
“Saya mau keluar dulu sebentar, Non tunggu disini aja, awas ya kabur !” ancamnya “Aahh…saya tau supaya mastiin Non ga kabur !” seringai licik terkembang di wajahnya sambil berjalan mendekati Joane yang memegangi pipinya yang terasa panas.
Dengan setengah paksa Imron mempreteli pakaian Joane satu-persatu hingga di badannya hanya tersisa sepatu hak, arloji, dan gelang kakinya saja. Kemudian Imron meninggalkannya di ruang itu dengan membawa serta pakaian dan tas gadis itu.
“Tunggu yah, kecuali kalau emang Non berani keluar dengan kondisi gitu hehehe !” pesan Imron sebelum keluar.
Tidak ada jalan keluar, Joane menjatuhkan dirinya terduduk di lantai di ujung toilet itu, kedua telapak tangannya menutupi wajah dan menangis terisak-isak. Tidak pernah disangkanya kalau keisengannya malam itu menjerumuskannya sedalam ini, dulu waktu di masih SMA memang dia pernah melakukan hal serupa dengan satpam sekolahnya, tapi si satpam itu tidak punya cameraphone yang bisa digunakan untuk memerasnya. Dia lalu mengangkat wajah melihat sekeliling, toilet itu memang bersih, lantai dan dindingnya berlapis marmer dan klosetnya juga masih bagus karena memang ruang ini baru saja direnovasi dua bulan yang lalu. Dia berdiri dan melihat ke cermin bayangan dirinya tanpa busana. Diperhatikannya payudara kanannya nampak agak merah, masih terasa sakit dan nyut-nyutan akibat remasan brutal Imron tadi. Dibukanya kran air untuk mengambil air membersihkan vaginanya yang lengket sisa persetubuhan juga untuk berkumur menghilangkan aroma sperma yang masih terasa di mulutnya. Kemudian dia duduk meringkuk di tempat tadi memeluk dirinya sendiri menahan dinginnya angin dari ventilasi menerpa tubuh polosnya. Benar-benar bingung memikirkan apa yang harus dilakukan saat itu, di ruang itu tidak ada satupun benda yang bisa dipakai menutupi tubuhnya, tidak mungkin dia bisa kabur dengan keadaan polos begitu, dia hanya berharap Imron secepatnya kembali dan melepaskannya.
Tiba-tiba pintu terbuka dan Imron masuk sambil senyum-senyum.
“Mana barang-barang saya Pak, kapan saya boleh pulang ?” tanya Joane melihat Imron tidak membawa baju yang tadi disitanya.
“Tenang, sabar aja Non, ntar juga Bapak kembaliin kok” kata Imron sambil menyingkirkan tangan Joane yang menyilang menutupi dadanya “maaf yah nunggu lama, Non pasti kedinginan yah”
Imron mendekap tubuh Joane dari belakangnya, tangannya memijat-mijat payudaranya dan tangannya yang lain turun ke bawah mengelusi kemaluannya. Joane merasa pelukan Imron ditambah sentuhan-sentuhan erotisnya menghangatkan tubuhnya dan membuatnya lebih nyaman, Imron juga menjulurkan lidahnya menjilat daun telinganya sehingga nafsu gadis itu mulai naik lagi
“Udah hangat kan Non, enak ?” tanya Imron dekat telinganya yang dijawab gadis itu dengan mengangguk “Kalau mau lebih hangat Bapak juga udah siapin kok Non, Oiii…masuk !!”
Seruan itu membuat Joane yang sudah terbuai hingga matanya terpejam terkejut dan membelalakan matanya karena pintu terbuka lagi dan masuklah beberapa orang pria, yang satu berpakaian satpam dan empat lainnya berpakaian lusuh dan salah satunya bertopi pet.
Yang berpakaian satpam itu tidak lain adalah si satpam kampus yang pernah ikut memperkosa Ivana bersama Imron (eps. 6), sedangkan empat lainnya adalah tukang-tukang becak yang biasa mangkal di sekitar kampus. Rupanya barusan Imron keluar untuk mengajak si satpam berbagi kenikmatan, dan kebetulan saat itu dia sedang main catur dan ngobrol-ngobrol dengan tukang becak yang sedang mangkal, maka sekalian juga dia ajak mereka sekalian memberi hukuman pada Joane karena lancang mengatakannya hanya sekedar mainan, ajakan itu langsung disambut antusias oleh mereka. Mata mereka semua seperti mau copot melihat keindahan tubuh Joane.
“Wah-wah Ron lu emang pinter milih barang, gua bisa awet muda kalau lu kasih ginian terus” kata Pak Kahar.
“Uhuy, mimpi apa gua semalem bisa dapet yang bagus gini !”
“Gile tuh cewek, cakep banget, mana bodynya seksi gitu, liat tuh jembutnya lebat gitu !”
“Akhirnya gua bisa juga dapet kesempatan ngentot anak kuliahan nih !”
Mereka begitu kegirangan dan berkomentar macam-macam mendapat kesempatan langka seperti itu. Joane jadi panik dan tegang membayangkan dirinya akan segera menjadi bulan-bulanan orang-orang kasar seperti mereka, dia meronta berusaha melepaskan diri tapi dekapan Imron terlalu kuat mengunci dirinya.
“Pak, apa-apaan ini, lepaskan saya, tolong !” ucapnya panik sambil meronta.
“Hehehe, soalnya saya kasian Non tadi kedinginan, makannya saya bawain mereka buat ngehangatin Non, sekalian supaya Non tau kalau lain kali berani macem-macem gini hukumannya !” kata Imron dekat telinganya.
“Jangan…jangan, lepasin saya Pak !” suara Joane makin bergetar melihat kelima pria itu makin mendekati dan mengerubunginya, beberapa diantaranya mulai melepas bajunya.
Imron mengangkat kedua tangan Joane ke atas dan memegangi kedua pergelangan tangannya, dengan begitu dadanya kelihatan makin membusung.
“Toked yang montok, gua suka yang gini, udah padat empuk lagi !” sahut Pak Kahar sambil meremas payudaranya.
Salah seorang tukang becak yang giginya tonggos meraih payudara sebelahnya dan menghisapinya, si tonggos itu dengan gemas menyentil-nyentilkan lidahnya pada puting Joane sambil sesekali digigit dengan giginya yang nongol itu. Enam pasang tangan-tangan kasar itu mulai menggerayangi tubuh mulus gadis itu, belaian dan remasan dirasakan terutama di dada, paha, dan pantatnya, ada yang memasukkan jari dan mengorek-ngorek vaginanya, ada yang berjongkok sedang menjilati pahanya, Imron sendiri dari belakangnya sedang mengerjai daerah leher dan telinga, rambutnya yang pendek memudahkan Imron menjilati dan mencupang leher jenjangnya, sapuan lidah Imron pada telinganya sungguh menggoda libidonya.
Joane memang sempat ketakutan, namun kini dia mulai terangsang karena daerah-daerah sensitifnya tidak ada yang luput dari jamahan mereka. Bibirnya mulai terbuka dan membalas lumatan bibir Pak Kahar, lidahnya beradu saling beradu dengan panas dengan si satpam itu. Imron sudah melepaskan pergelangan tangannya setelah yakin gadis ini sudah takluk dan tidak berontak lagi. Tangan gadis itu kini sedang memijati penis salah satu tukang becak yang bertubuh gempal. Selesai berciuman dengan Pak Kahar, tukang becak tonggos di sebelahnya menarik wajahnya dan langsung melumat bibirnya sebelum dia sempat mengambil udara segar. Tiba-tiba dia merasakan ada basah dan geli di vaginanya, rupanya di bawah sana ada seorang tukang becak sedang berjongkok dan menjilati vaginanya. Dia menaikkan pahanya ke pundak tukang becak berumur 40-an itu sehingga pria itu lebih leluasa menyedot vaginanya.
“Oohhh…!” desahan menggoda terdengar dari mulutnya, matanya terpejam menikmati setiap jamahan yang mempermainkan hasratnya.
Gangbang, memang bukan pertama kalinya bagi Joane karena dia pernah merasakannya di pesta-pesta pribadi dengan temannya, namun baru kali ini dia melakukannya dengan orang-orang kasar dan kelas bawah seperti mereka. Tidak seperti teman-temannya yang biasa bermain lembut, gaya para tukang becak ini sangat primitif, mereka seperti binatang lapar yang baru mendapat makanan lezat sehingga mainnya lumayan kasar, ,misalnya seorang tukang becak yang mengenyot kuat-kuat dan menggigit putingnya sehingga membuatnya meringis dan meninggalkan bekas gigitan di kulit putih itu.
Pak Kahar menarik pinggang Joane dari belakang hingga menungging lalu mulai menjejali penisnya ke vaginanya. Disaat yang sama, tukang becak yang bertubuh gempal itu menyuruhnya mengoral penisnya. Kini posisi Joane sedang disodok dari belakang sambil menunduk sembilan puluh derajat dan mengulum penis si tukang becak gempal di depannya, dia memakai tangannya melingkari pinggang lebar pria itu untuk menyangga tubuhnya.
“Wah, liat nih susu gantung oi, pengen minum dari susu gantung ah !” sahut seorang tukang becak kerempeng berkumis tipis seraya meraih buah dada Joane yang bergelayutan lalu mengisapnya dengan gemas, persis seperti anak sapi menyusu dari induknya.
Setelah sekitar sepuluh menit menyetubuhi Joane, Pak Kahar merasa sudah mau keluar. Dia makin ganas menyodok-nyodokkan penisnya hingga tubuh Joane makin terguncang, badannya lalu menegang dan sambil mengerang nikmat, dia berejakulasi di rahim Joane.
“Uuhh…asli uenak, jaminan mutu !” kata Pak Kahar terengah-engah “ayo, siapa nih sekarang !” dia mencabut penisnya dan memberi giliran pada teman-temannya.
Sebelum didului yang lain, tukang becak gemuk yang dioral Joane segera melepaskan penisnya dari mulut gadis itu lalu mengangkat dan mendudukkannya di meja wastafel marmer itu.
“Aahh…!” erang Joane saat si gemuk itu menanamkan penisnya yang tidak terlalu besar namun diameternya lebar.
Si tukang becak itu mulai mengocok vagina Joane sambil berdiri. Gadis itu merem-melek merasakan tusukan-tusukan keras pada vaginanya serta tangan-tangan yang menggerayangi tubuhnya. Akhirnya dia tidak tahan lagi, tubuhnya mengejang menandakan klimaks sambil mengeluarkan desahan panjang. Si tukang becak gemuk juga menyusul tak lama kemudian, pria itu menggeram dan menekan penisnya lebih dalam ke vagina Joane, spermanya menyembur di dalam sampai meluap keluar membasahi tepi meja wastafel yang diduduki gadis itu. Ketika sedang menikmati orgasmenya, tiba-tiba seseorang maju mengambil giliran berikutnya, orang itu adalah si tukang becak tonggos, dia sudah nafsu sekali karena mendengar desahan gadis itu dan menonton goyangannya.
“Turunin aja ke lantai Mat, biar bisa bareng-bareng makenya !” sahut salah seorang dari mereka.
Si tonggos yang mereka panggil Mat itu pun lalu selonjoran di lantai, diaturnya tubuh Joane yang masih agak lemas menduduki penisnya. Dia memegang batang penisnya agar terarah ke liang vagina Joane dan dia bimbing gadis itu menurunkan tubuhnya hingga penisnya amblas dalam vaginanya.
“Ah, enak Non, hangat dan seret biar udah ga perawan” katanya menikmati penisnya tertelan vagina Joane.
Si tonggos itu memulai dulu dengan menyentakkan pinggulnya ke atas sehingga Joane tidak tidak bisa tak mendesah.
“Ayo Non, ngebornya dong !” perintahnya.
Joane mulai menaik-turunkan tubuhnya di atas penis si tonggos, sesekali dia melakukan gerakan memutar sehingga batangan itu mengaduk vaginanya, payudaranya juga ikut bergoyang-goyang seirama goyangannya. Pria lainnya juga berdiri mengelilingi dirinya, ukuran penis mereka yang besar-besar dan hitam itu sempat membuatnya terpana. Penis-penis itu mengacung padanya menanti dikocok, dielus dan dioral. Walaupun situasinya tidak menguntungkan tapi terus terang dia juga merasakan sensasi yang lain dari biasanya, disini dia bisa mengekspresikan hasrat terliar dalam dirinya. Tanpa malu-malu lagi, dia menggenggam penis salah seorang tukang becak berumur tigapuluhan yang cukup panjang, dijilatinya penis itu pada kepalanya sehingga pemiliknya blingsatan, tangan satunya juga meraih penis lain dan mengocoknya perlahan
“Wahh…gila jilatannya kaya surga !” komentar pria yang sedang dijilati kepala penisnya itu.
“Kocokannya juga sip, jari-jarinya halus gini, hoki banget bisa main sama anak kuliahan nih” timpal yang satunya yang kerempeng dan berusia setengah baya itu.
Selama lima menitan dia melayani penis-penis yang ditodongkan padanya secara bergantian dengan mulut dan tangannya, dua orang diantaranya memuntahkan isi senjatanya karena sudah tidak tahan, yang satu muncrat di dalam mulutnya namun meluber keluar karena sempat tersedak, orang yang lainnya menyemprot dalam kocokan tangannya sehingga cairan itu membasahi pipi kanan dan lehernya.
“Oi-oi gua bosen ngerasain tangannya aja, tuh kan lubang satunya masih nganggur, permisi dong !” sahut si tukang becak yang bertopi pet.
Kemudian dia meminta Joane berhenti sejenak dan dinaikkannya sedikit pantatnya agar bisa menyerang secara anal.
“Pelan-pelan Pak, saya takut !” kata Joane yang agak tegang waktu pria itu akan menganalnya.
“Sabar Non, tahan dikit, ntar kesananya enak kok !” kata pria itu sambil menekan penisnya ke anus Joane.
Rintihan terdengar dari mulutnya saat proses penetrasi, akhirnya masuk juga berkat bantuan cairan kewanitaan dan ludahnya. Kedua pria itu mulai menggenjotnya lagi, desahan Joane makin menjadi karena dua lubangnya digarap dalam waktu bersamaan. Dari bawahnya si tonggos juga mempermainkan payudaranya sambil menikmati enaknya pijatan vaginanya.
Tiba-tiba seseorang menjambak rambutnya dan dengan setengah paksa menjejali mulutnya dengan penis, Joane menggerakkan bola matanya ke atas dan melihat orang itu adalah Imron.
“Hehehe…asyik kan Non main keroyokan kaya gini !” ejeknya sambil menggerakkan pinggulnya menyetubuhi mulut gadis itu.
Tubuh Joane makin basah bukan hanya karena keringatnya sendiri tapi juga keringat para pria yang menggumulinya ditambah ludah dan sperma.
“Eemmhh…mmm…nggg !” suara erangan Joane tertahan oleh penis Imron sementara tubuhnya menggeliat-geliat merasakan sodokan-sodokan kedua penis pada dua lubang bawahnya.
Si tonggos makin ganas meremasi payudaranya karena sudah diambang klimaks.
“Uhh…uuhh…!” desahnya merasakan penisnya makin berdenyut-denyut di antara jepitan vagina Joane “Uaahh…asiikk !” desahnya lebih panjang sambil menyentakkan pinggulnya ke atas dan menyemburkan spermanya dalam rahim gadis itu.
Si tonggos mencabut penisnya dan menyusup keluar lewat bawah. Di selangkangan Joane nampak berlelehan cairan putih susu yang sudah memenuhi vaginanya. Sementara si tukang becak bertopi juga menyusul tiga menit kemudian, sempitnya dubur Joane yang jarang dipakai anal mempercepat klimaksnya. Pria itu mencabut penisnya dan menyemprotkan isinya membasahi pantat gadis itu.
Demikian selanjutnya keenam pria itu bergiliran menggarap Joane selama lebih dari sejam. Mereka berpesta-pora dengan tubuh mulus gadis itu yang mereka anggap ‘berkah’ yang tidak mudah didapat, sehingga harus dinikmati sepuas-puasnya. Joane sendiri dengan pasrah melayani nafsu bejat mereka, bahkan bisa dibilang menikmatinya, berkali-kali pula gelombang orgasme melandanya. Ketika dia sudah hampir pingsan kelelahan, Imron mengambil ember berisi air dari salah satu toilet disitu dan menyiramkan padanya. Air dingin itulah yang memberinya sedikit kesegaran dan mengembalikan kesadarannya sekaligus membersihkan tubuhnya yang sudah lengket-lengket. Mereka kembali menggarapnya selama beberapa saat ke depan lagi, setelah semuanya kenyang dengan santapan birahi, satu-persatu dari mereka mulai meninggalkannya terbaring bugil dengan tubuh basah kuyup di lantai marmer. Imron kembali tak lama kemudian membawa pakaian dan barang-barangnya. Dia lemparkan selembar handuk lusuh padanya.
“Nih, lap badan sana, pulang istirahat, lain kali kalo diajak nurut yah kalau ga mau dikerjain rame-rame kaya tadi hehehe !” kata Imron sambil tertawa sinis “Jangan lupa matiin lampu yah kalau mau pergi, Bapak pergi dulu mau beresin kerjaan di bawah !” ingatnya sebelum keluar dari ruang itu.
Setelah mengumpulkan cukup tenaga, Joane berusaha bangkit walau rasa perih dan pegal masih mendera tubuhnya. Dia lalu membersihkan noda-noda sperma yang menyiprat di tubuhnya dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk yang diberikan Imron.
Setelah membenahi diri dan mengenakan kembali pakaiannya, diapun bergegas keluar dari tempat itu. Hari sudah sore saat itu dan jam sudah menunjukkan jam lima kurang duapuluh menit. Dengan langkah tertatih-tatih dia berjalan menyusuri koridor yang sudah sepi itu menuju ke lift. ‘Ting !’ lift tiba dan membuka pintunya, ternyata di dalamnya sudah ada dua orang, satu berpakaian satpam dan satunya berpakaian tidak terlalu rapi dengan handuk kecil tergantung di lehernya.
“Ah, kita belum terlambat ternyata, ini kan orangnya Cep ?” tanya pria yang lehernya berhanduk itu pada satpam bernama Encep itu.
“Iya, iya pasti ga salah lagi kata si Kahar juga rambut pendek, ga terlalu tinggi” jawabnya pada temannya.
Sebelum menyadarinya, tiba-tiba mereka menarik paksa gadis itu ke dalam lift, setelah pintu lift menutup si satpam memencet tombol stop hingga lift itu berhenti. Di dalam lift, Joane kembali ditelanjangi dan dipaksa melayani nafsu bejat kedua orang yang adalah satpam yang menggantikan Pak Kahar berjaga selama mengerjainya tadi, sedangkan satunya adalah tukang becak yang disuruh menjaga becak rekan-rekannya yang baru selesai berpesta. Joane sudah terlalu lelah untuk melawan, dia terpaksa pasrah saja melayani mereka dan memberikan pelayanannya yang terbaik agar mereka cepat puas dan dirinya segera bebas.
Hari itu Joane diperkosa total oleh delapan orang, satu pengalaman tergila sepanjang kehidupan seksnya. Sampai di rumah dia langsung merendam tubuhnya di bathtub, kepenatan tubuhnya berangsur-angsur reda, air hangat memberi kenyamanan baginya setelah seharian penuh digilir oleh delapan pria secara brutal. Sebutir air mata menetes dari pinggir matanya yang indah sebagai ekspresi dari perasaan campur aduk yang dialaminya. Siang tadi barulah awal petualangannya menjadi budak seks Imron, si penjaga kampus bejat yang masih akan berlanjut, nampaknya dia harus membiasakan diri menikmati kehidupan barunya itu.
###########################
Nightmare Campus 8: Twin Effect
Sepasang kembar Selly dan Selvy (19 tahun) adalah satu bunga di fakultas arsitektur di universitas *******. Dari segi fisik keduanya sama cantiknya, mempunyai tubuh ideal dengan tinggi 165cm, berat 49 kg, dan buah dada 36A, rambut keduanya sepundak dengan wajah imut, kalau jeli mereka bisa dibedakan dari tahi lalat kecil di leher sampingnya, kalau ada berarti itu Selvy, kalau tidak ya sebaliknya, selain itu bentuk wajah Selly juga sedikit lebih panjang dari kembarannya. Dilihat dari sifat, Selvy cenderung lebih terbuka dan periang daripada Selly yang harus dipancing dulu baru bisa akrab, Selly orangnya mandiri, serius dan keibuan, sementara Selvy lebih manja dan gaul. Kalau ke kampus seringkali mereka memakai baju yang sama, sehingga terkadang memancing perhatian orang, apalagi kalau baju mereka seksi, orang yang melihat akan kagum bagaikan melihat malaikat kembar turun ke bumi. Dari laki-laki yang mengejar mereka yang beruntung mendapatkan Selly adalah Fredy, seorang eksekutif muda yang bekerja di bank, sedangkan Selvy juga baru jadian belum lama ini dengan Hendra, teman sekampusnya dari fakultas teknik industri. Fredy dan Hendra memang beruntung, namun ada yang jauh lebih beruntung dari mereka.
Kejadiannya bermula ketika masa UTS, saat itu si kembar mengikuti ujian terpisah karena jadwal ujian mereka yang kebetulan sama bentrok dengan salah satu ujian lainnya. Mereka harus datang pagi-pagi lebih awal sebelum ujian yang bersangkutan berlangsung dan mereka ditempatkan Bu Yeni dari bagian TU di sebuah kelas.
“Baiklah, ibu percaya kalian jujur kalau ibu tinggalkan, kalau sudah selesai nanti kalian ke TU dulu untuk isi daftar hadir, mengerti ?” tanya Bu Yeni setelah membagikan soal ujian dan lembar jawab.
Ketika itu Imron sedang lewat dekat kelas itu sehingga Bu Yeni memanggilnya dan menanyakan apakah sedang tidak ada kerjaan sehingga bisa membantu mengawasi. Imron mengiyakan karena memang dia lagi nganggur, malah merasa senang dia bisa mengawasi si kembar yang termasuk salah satu targetnya. Imron bersandar di pinggir pintu mengawasi kedua gadis itu, dia juga mengamat-amati tubuh keduanya dengan kagum, matanya menatap kagum ke betis keduanya yang tertutup rok hitam selutut dan atasnya memakai kemeja putih lengan pendek, pakaian yang biasa dipakai dimasa-masa ujian. Imron memang sudah lama ingin menikmati tubuh si kembar itu, tapi belum ada kesempatan yang baik sampai saat itu terlintas sebuah akal bulus di benaknya.
Setengah jam kemudian Imron berkata pada mereka:
“Aduh, Bapak kebelet nih mau ke belakang sebentar aja, disini sepi banget lagi ga ada yang bisa gantiin, Non berdua harus jujur yah, kalian bisa pegang kepercayaan kan ?”
Keduanya hanya mengangguk dan Imron pun buru-buru keluar meninggalkan si kembar di ruang itu.
“Ci-ci…susah banget, bisa ngga ?” panggil Selvy dari belakang dengan setengah berbisik.
Selly menggeleng dengan wajah bingung karena memang mata kuliah itu termasuk rumit dan ditakuti.
“Nomer tiga lu udah belum. Liat dong dikit, gua lupa rumus nih !” Selly balik bertanya.
Setelah tengok kiri-kanan dan merasa aman Selvy buru-buru menyerahkan lembar jawabnya pada kembarannya itu dan menyuruhnya bergerak-cepat. Dengan hati berdebar-debar dan terburu-buru Selly menyalin bagian-bagian penting dari jawaban yang diberikan saudaranya. Namun tepat ketika dia hendak mengembalikan lembar jawab pada Selvy, keduanya dikejutkan oleh kehadiran Imron yang mendadak di ambang pintu.
“Astaghfirullah, Non…saya benar-benar nggak nyangka Non berdua bisa melakukan ini !” Imron pura-pura kaget.
Si kembar langsung terdiam, matanya memancarkan perasaan bersalah dengan wajah tertunduk lesu.
“Ma-maaf Pak, saya yang salah, saya…saya yang pertama minta contekan !” Selly mengaku salah sambil membela saudaranya.
“Tapi kenapa Non…siapa nih ?” Imron melihat nama di lembar jawaban Selvy “Non Selvy juga ngasih liat jawabannya, kan harusnya ga boleh ya kan !” Imron berkata pelan tapi tegas sehingga membuat wajah keduanya makin pucat.
“Maaf Non, demi tata tertib, saya terpaksa harus melaporkan Non berdua” sambungnya.
“Jangan…jangan Pak !” sergah keduanya bersamaan dengan wajah memelas, mata Selvy bahkan sudah lembab berkaca-kaca.
Mata kuliah itu termasuk penting dan termasuk prasyarat untuk mata kuliah berikutnya sehingga berat bagi mereka untuk tidak lulus apalagi dengan cara seperti itu.
“Wah-wah…ada masalah apa disini Pak Imron kok sepertinya serius nih !” tiba-tiba terdengar suara dari pintu.
“Ini nih, Pak saya juga bingung, cantik-cantik gini kok nyontek loh” kata Imron geleng-geleng kepala “Duh anak jaman sekarang emang susah yah !”
Selly menjelaskan permasalahannya dan mengaku salah, tapi dia tetap minta keringanan, setidaknya jangan sampai saudaranya ikut kena hukuman. Pak Dahlan, kepala jurusan arsitektur yang tak bermoral itu mengangguk-angguk mendengar penjelasan Selly.
“Hmmm…kalau begitu baiklah, kalian habis ini masih ada ujian lagi ?” tanya pria itu yang dijawab mereka dengan anggukan “Nah, sekarang kalian kerjakan saja dulu ujian ini, tapi nanti sebelum pulang temui saya di kantor saya untuk membicarakannya, ok ?”
Untuk sementara si kembar bisa berlega hati, namun mereka sudah tidak konsentrasi lagi mengerjakan ujian itu juga ujian berikutnya karena dalam hati mereka berkecamuk seribu satu pikiran apa yang bakal terjadi nanti dan sanksi apa yang bakal menunggu mereka. Ujian terakhir hari itu pun akhirnya selesai jam dua siang, kini saatnya si kembar menemui kepala jurusan itu di kantornya untuk membicarakan masalah tadi. Selly mengetuk pintu…dua menit…tapi tidak ada jawaban, tirai ruang itu tertutup.
“Ga ada orang kali yah ?” kata Selvy.
“Tau deh…kita tunggu aja…”
Baru saja Selly berkata begitu, tiba-tiba pintu dibuka oleh seorang gadis yang juga mengenakan setelan hitam-putih untuk ujian tapi dengan model yang lebih seksi, roknya lebih pendek daripada rok si kembar sehingga memamerkan sepasang paha jenjangnya, atasannya pun lebih ketat dan mencetak bentuk tubuhnya yang indah, belum lagi branya warna hitam sehingga menerawang jelas. Gadis itu menatap sekilas pada si kembar sambil keluar dari ruangan itu, senyuman misterius muncul di wajah indonya, entah mengartikan apa. Kalau dilihat lebih teliti di daerah antara bibir dan dagu gadis itu nampak sedikit noda cairan putih mirip susu kental yang tidak sempat terlihat oleh si kembar maupun dirinya sendiri. Si kembar hanya tahu gadis ini sebagai mahasiswi angkatan atas mereka yang bernama Fanny.
Di ruang itu telah menunggu Pak Dahlan di balik meja kerjanya, wajah pria itu agak sayu seperti orang habis orgasme dan Imron, si penjaga kampus itu juga telah duduk di sofa sambil mengelap jarinya yang basah entah oleh cairan apa dengan tissue.
“Ya, kalian berdua, ayo masuk, maaf menunggu, tadi ada yang bimbingan dulu, mari duduk disini !” Pak Dahlan keluar dari meja kerjanya dan menyuruh kedua gadis itu duduk di sofa.
Pria itu menjelaskan kondisi mereka, bahwa perbuatan menyontek tadi hukumannya sudah jelas tidak diluluskan mata kuliah tersebut, padahal mata kuliah ini sangat penting
“Saya bisa bantu kalian menutupi rahasia ini, malah kalau perlu saya bisa bantu mengkatrol nilai kalian melalui rekomendasi ke dosen yang bersangkutan, tapi…”
“Tapi apa Pak ?” Selvy buru-buru menyela.
“Hhmm…asal kalian banyak nurut ke Bapak, seperti…” Pak Dahlan meneruskan ucapannya dengan meletakkan tangan di paha Selvy yang duduk di dekatnya dan menggeser roknya.
“Apa !” pekik Selvy terkejut sambil menepis tangan Pak Dahlan dari pahanya
“Pak, ini pelecehan yah namanya, Bapak pikir kita ini perempuan apaan ?” Selly protes dengan suara tercekat karena tidak menyangka kepala jurusannya sebejat itu, hatinya tambah panas dan malu melihat si penjaga kampus itu cengengesan.
“Hahaha…ayolah, kalian butuh nilai kan, ini dan itu tentu ada harganya dong, Bapak nggak memaksa, pilihannya terserah kalian aja” Pak Dahlan berkata dengan tenang.
“Nggak Pak, kita lebih baik tidak lulus daripada dengan cara serendah itu, ayo Ci, kita pergi !” kata Selvy dengan kesal sambil meraih lengan saudaranya.
“Oooh, sebentar-sebentar, sabar dulu dong” Pak Dahlan berusaha menahan mereka “sebenarnya apa yang kalian takutkan ? takut nggak perawan kan ? begini saja, Bapak nggak akan mengajak kalian berbuat itu deh, cukup kalian telanjang saja disini, bapak cuma mau liat tubuh kalian, ya setidaknya pegang-pegang dikit toh tidak ada pengaruhnya dengan keperawanan kan, lalu setelah itu Bapak jamin kalian pasti lulus, gimana, sama-sama untung kan ?”
Si kembar tertegun mendengar tawaran itu, kalau hanya telanjang saja mungkin masih bersedia walaupun dengan amat terpaksa, dengan begitu skandal menyontek tadi dapat ditutupi tanpa harus mengorbankan keperawanan, dan seterusnya mereka kapok tidak akan menyontek lagi sehingga terjebak dalam posisi sulit seperti ini. Mereka saling tatap dengan penuh pertimbangan.
“Baiklah Pak, tapi tolong saudara saya jangan, biar saya sendiri saja yang buka baju gimana ?” ucap Selly lirih.
“Jangan saya saja !” Selvy menyela.
“Diam ! ini salah gua tau, gua yang minta lembar jawab dari lu dan gua yang harus tanggung jawab !” Selly membentak adiknya sambil mengguncang bahunya.
Mereka berdebat, masing-masing ingin berkorban demi melindungi saudaranya sampai Pak Dahlan menghentikan mereka.
“Ok, ok sudah diam, mau kedengeran di luar apa ?” katanya agak keras “ya sudah satu dari kalian juga boleh, ya Selly kamu saja sebagai kakak yang maju !” perintahnya.
“Jangan, jangan Ci, sudah kita relakan saja nggak lulus !” Selvy menahan lengan Selly dengan mata menitikkan air mata.
Selly menyentak tangannya lalu memeluk adiknya serta mengelusi punggungnya.
“Sudahlah, semua akan baik-baik saja, tenang-tenang” hiburnya.
“Ayo udah dong main sinetronnya, kalau saya dah hilang minat tawarannya batal nih !” Pak Dahlan sepertinya sudah tidak sabar lagi.
“Baik Pak, jadi Bapak jamin setelah puas melihat tubuh saya kita pasti lulus dan Bapak ga akan minta lebih ?” Selly memastikan dan bangkit berdiri.
“Iya, Bapak jamin kalian akan lulus kalau perlu dengan nilai A sekalian dan kalau Bapak lepas kontrol kamu tinggal teriak aja, di bawah sana masih banyak orang yang bakal mendengar jeritan kamu kan ?” tegas pria tambun itu.
“Eerr…disini Pak ? sekarang ?” tanyanya risih sambil melirikkan mata ke arah Imron.
“Lha iya toh Sel, ga apa-apa kan Pak Imron disini, dia kan sebagai saksi tadi, jadi berhak menikmati juga kan, ayolah lagian kan hanya liat body kamu aja kan ?”
Dengan berat hati, Selly pun akhirnya mulai melepaskan satu-satu kancing kemejanya, branya warna putih dengan aksen garis-garis pink pun terlihat. Selvy menunduk lesu menutup wajahnya sambil menangis, dia tidak sanggup menyaksikan saudaranya dipecundangi seperti itu.Rok hitamnya meluncur jatuh begitu dia melepaskan sabuk dan resletingnya.
“Ayo belum selesai, terusin dong !” kata Pak Dahlan melihat Selly yang ragu-ragu melepas pakaian dalamnya.
Tangan Selly gemetaran melepaskan kait branya serta menanggalkannya, mata kedua pria bejat itu melotot seperti mau copot melihat keindahan payudara Selly yang membusung tegak dengan puting kemerahan yang menggemaskan. Tentu saja Selly merasa risih dengan tatapan mata mereka sehingga tangannya otomatis menutupi kedua payudaranya.
“Satu lagi, ayo Non, jangan tanggung-tanggung mau lulus ga ?” kata Imron dengan wajah mesum yang menjijikkan seolah dia hendak menelannya.
Akhirnya Selly pun berhasil membuka penutup tubuh terakhirnya itu, celana dalam itu dia turunkan hingga lutut, lalu buru-buru berdiri tegak dan menggunakan tangan menutupi bagian-bagian terlarangnya.
“Ck-ck-ck…benar-benar body yang sempurna, putih mulus tanpa cacat” Pak Dahlan bangkit berdiri dan menghampiri gadis itu “turunin tangannya dong, jangan malu-malu gitu yah” katanya sambil menyingkirkan tangan Selly yang melindungi bagian terlarangnya.
Semakin pria itu mendekat semakin kencang pula jantung Selly berdebar, wajahnya memerah menahan malu sambil menggigit bibir bawah.
“Bapak pegang dikit yah” pintanya sambil menaruh tangannya di payudaranya
“Sshhh..” desisnya merasakan perasaan aneh karena belaian pada payudaranya, jari-jari gemuk pria itu juga memencet putingnya sehingga seperti bulu kuduknya berdiri semua.
“Eengghh..!” desisnya lebih keras karena tangan Imron mendarat di pantatnya lalu merabanya.
Tangan Pak Dahlan meraba semakin ke bawah hingga akhirnya menyentuh kemaluannya yang rapat dan dilapisi bulu-bulu tipis. Wajah pria itu juga makin mendekati wajahnya, baru saja bibirnya bersentuhan sedikit dengan bibir Selly, gadis itu memalingkan wajah dan menepis tangan kedua pria itu.
“Sudah cukup ! saya tidak akan memberi lebih, sekarang bagaimana janji Bapak !” kata Selly sengit.
Dia buru-buru menaikkan kembali celana dalamnya lalu roknya, secepat kilat bra yang di meja itu dia sambar dan kenakan kembali disusul kemeja putihnya. Pakaiannya masih tampak acak-acakan karena dia memakainya dengan terburu-buru, branya saja belum sempat dia kaitkan kembali. Kemudian dia menghampiri dan mendekap kembarannya yang meringuk di sofa dan menangis itu.
“Tenang Vy, sudah beres, sudah beres !” katanya sambil mengelap air mata Selvy.
“Selly, Selly” Pak Dahlan menepuk pundaknya sehingga membuatnya menoleh dengan tatapan kesal “kalian lulus, bapak janji itu hehehe”
“Terima kasih Pak !” kata Selly dengan ketus.
“Ga apa-apa, Bapak yang harusnya terima kasih karena sudah diberi kesempatan emas bersama kamu, dan juga…mengabadikannya !” ucapnya dengan nada datar.
Kata terakhir itulah yang membuat si kembar yang sudah merasa lega terkejut bagai disambar petir.
“Apa ?? diabadikan ? maksud Bapak…” suara Selly bergetar seperti melihat hantu.
“Iya betul, kamu lihat deh webcam diatas komputer Bapak ini emang sudah sengaja diarahkan ke tempat kamu berdiri tadi dan komputer sudah merekam sejak kalian masuk” Pak Dahlan menjelaskan sambil berjalan ke balik meja kerjanya menyalakan tombol monitornya.
Dia menyalakan ulang rekaman barusan dan memutar monitornya agar si kembar bisa melihat. Jantung mereka seakan berhenti berdetak, terutama Selly ketika melihat dirinya membuka bajunya hingga bugil lalu dipegang-pegang kedua pria tak bermoral itu, dia benar-benar tidak pernah berpikir akan jadi begini.
“Bapak ngejebak kita, dasar biadab !” jerit Selly sangat marah padanya.
“Gimana Sel, lihat tuh kamu berdiri di tempat yang tepat, wah-wah kalau ini tersebar gimana nih ?”
“Hehehe, dijamin Non berdua bakal jadi selebritis deh !” timpal Imron yang daritadi cuma diam dan cengar-cengir.
“Kalian-kalian mau apa sebenarnya bajingan !” Selvy memekik dengan wajah berurai air mata.
“Simple saja, Bapak nggak minta banyak untuk menutupi skandal ini” kata Pak Dahlan tenang.
“Dan Non ga usah nawarin duit deh, karena bukan itu yang kita mau” Imron menimpali.
“Baiklah, biar saya saja…” Selly bangkit menawarkan diri.
“Wah, maaf untuk yang satu ini saya khawatir bayarannya tidak cukup hanya kamu seorang Sel, sepertinya saudara kamu juga harus ikut” kata dosen bejat itu.
“Tega-teganya Bapak begitu, Bapak memang bukan manusia !” maki Selvy yang hanya ditanggapi kedua pria itu dengan tertawa sinis.
“Yah terima kasih atas ‘pujian’nya, sekarang pilihannya tergantung kalian berdua” pria itu menghampiri mereka setelah mematikan dulu komputernya.
“Kalau kalian mau, ayo ke rumah saya sekarang, kebetulan saya sudah selesai kerja, kalau tidak mungkin kelulusan kalian saya akan pertimbangkan kembali dan yang paling penting rekaman tadi itu loh” kata Pak Dahlan sambil meletakkan tangannya di pundak Selly.
Sungguh si kembar bagaikan makan buah simalakama hingga mereka tidak berdaya ketika digiring kedua hidung belang itu ke mobil Pak Dahlan yang diparkir di bawah gedung itu.
“Ting !” lift yang membawa si kembar pun sampai di basement.
Dengan langkah berat dan jantung berdebar mereka menuju ke Honda Civic hitam yang mengedipkan lampu dimnya. Mereka sengaja datang terpisah agar tidak menimbulkan kecurigaan berhubung hari masih siang. Pak Dahlan menyuruh Selly duduk di jok depan bersamanya, sedangkan Selvy di belakang bersama Imron. Selly membanting pantatnya ke jok dan menutup pintunya dengan keras, wajahnya tidak bisa menyembunyikan ekspresi marah, takut dan penyesalan yang bercampur baur.
“Wah-wah, jangan galak-galak gitu dong Sel, kita kan mau senang-senang nih” kata Pak Dahlan menggerakkan tangan hendak membelai pipinya.
“Eiit…jadi ga jadi nih ?” katanya ketika Selly menahan tangan itu.
Akhirnya Selly pun pasrah membiarkan pria itu membelai pipi mulusnya. Dia hanya bisa mengumpat dalam hati dan menatap jijik pria tambun yang makin kelihatan perutnya yang besar itu dalam balutan seatbelt.
“Ternyata kalian masih bisa menentukan pilihan yang bijak yah, kita kirain kalian bakal kabur hehehe” celoteh Imron.
Setelah mobil keluar dari areal kampus, Imron menggeser posisi duduknya sehingga lebih merapat dengan Selvy, tangan kirinya merangkul pundak gadis itu, tangan satunya mulai mengelusi lengannya. Selvy terdiam dan gemetar namun tak bisa berbuat apa-apa selain menangis.
“Jangan nangis terus dong Non, Bapak janji bakal muasin Non, malah mungkin Non yang ntar ketagihan” katanya setengah berbisik, hembusan nafasnya terasa di telinganya.
Imron menyeka air mata yang membasahi pipi Selvy lalu mengalihkan wajah cantik itu berhadapan dengan wajah buruknya, dilumatnya bibirnya yang mungil itu dengan kasar, sementara tangan kanannya meremas-remas payudaranya. Selvy memejamkan mata dan meronta berusaha melepaskan diri, namun tenaganya tentu kalah dengan Imron, malah rontaan itu membuat Imron makin bernafsu mengerjainya. Ketika tangan Imron mulai merogoh masuk ke dalam roknya dan menyentuh bagian kewanitaannya, dia tersentak dan mulutnya sedikit membuka, saat itulah lidah Imron menerobos masuk ke mulutnya dan melumatnya habis-habisan, lidah Imron menyapu telak rongga mulutnya. Selvy merapatkan pahanya untuk mencegah tangan Imron masuk lebih jauh, namun dengan begitu Imron malah senang bisa sekalian membelai paha mulusnya sambil tangannya makin menuju ke selangkangan. Sekali lagi tubuhnya tersentak seperti kesetrum karena jari Imron telah berhasil mengelus belahan vaginanya dari luar celana dalamnya. Desahan tertahan terdengar dari mulutnya, hembusan AC mobil mulai terasa membelai pahanya karena roknya sudah terangkat. Kini tangan Imron menyusup lewat bagian atas celana dalamnya dan menyentuh permukaan kemaluan Selvy yang ditumbuhi bulu-bulu halus.
Sungguh tidak berdaya Selvy saat itu, ancaman akan tidak lulus ditambah lagi terjatuhnya kakaknya ke dalam jebakan membuatnya terpaksa pasrah. Dia berusaha tidak menangis terlalu keras dan memilukan karena dia tahu itu akan membuat beban pikiran kakak kembarnya semakin berat. Rontaan Selvy semakin lemah selain karena sudah pasrah, juga karena sentuhan-sentuhan erotis Imron pada kemaluannya dan percumbuannya. Nafas gadis itu semakin memburu dan wajahnya yang putih merona merah karena rangsangan-rangsangan gencar itu. Nasib Selly, kembarannya, di depan sana juga tidak beda jauh, sejak keluar dari kampus dan mobil berhenti di lampu merah pertama Pak Dahlan langsung menaruh tangannya di pahanya, perlahan-lahan tangannya naik menyingkap roknya, paha mulus itu dielus dan dipijatnya, tangan itu merambat terus hingga menyentuh pangkal pahanya. Selly menggigit bibir dan menarik nafas panjang merasakan jari-jari Pak Dahlan dari luar celana dalamnya.
“Jangan cemberut gitu dong Sel, nikmatin aja, kan ga enak kalo sambil marah-marah” kata pria tambun itu karena Selly menatapnya dengan tajam.
“Saya benar-benar ga nyangka yang seperti Bapak ini bisa jadi ketua jurusan, dunia memang sudah gila !” ucap Selly ketus.
“Hehehe…ya itu sih hak kamu berkata begitu Sel, kan demokrasi namanya, tapi yang pasti mahasiswi lain yang pernah ‘bimbingan’ sama saya enjoy aja kok dan saya yakin kamu juga akan merasakan yang sama kok” jawab Pak Dahlan kalem, dia menyetir sambil tangan satunya tetap mengelus paha gadis itu, sesekali merayap ke atas memencet payudaranya.
Terhenyak juga Selly mendengar kata-kata pria itu, berarti selain dia dan kembarannya pria ini juga pernah memangsa entah berapa banyak gadis-gadis lainnya.
Selly bukannya tidak mendengar desahan tertahan di belakang sana, namun dia tidak sanggup menoleh ke belakang menyaksikan kembarannya sendiri dipecundangi, setiap desahan itu bagaikan irisan demi irisan yang melukai hatinya, namun dia tidak sanggup berbuat apapun untuk saudaranya itu, bahkan untuk dirinya sendiripun tidak bisa. Sebutir air mata tanpa sadar menetes di pipinya, padahal dia termasuk gadis yang tegar dan berhati baja.
“Maafin gua Vy, gua ga bisa nolong lu kali ini” katanya dalam hati dengan hati terluka.
Di lain pihak, elusan-elusan Pak Dahlan pun mau tidak mau mulai merangsangnya, jari yang bergerak nakal di bagian tengah celana dalamnya itu membuatnya basah di bawah sana tanpa bisa ditahannya, bagian tengah celana dalam itu sudah memperlihatkan noda basah karena sentuhan-sentuhan erotis si dosen bejat itu. Tubuhnya menggeliat menahan rasa geli di bawah sana, sesekali dia mengeluarkan suara mendesis tertahan.
“Oohh…udah dong Pak, ntar keliatan orang !” katanya ketika mobil mereka tepat di sebuah bis kota ketika menunggu lampu merah.
“Ga apa-apa kan kaca mobilnya ga bisa liat ke dalam” kata Pak Dahlan menyingkap kembali rok yang sempat diturunkan Selly.
“Serigala tua bajingan !” maki Selly dalam hati, dia tetap merasa gelisah karena memang walaupun kedua sisi kaca mobil itu berlapis gelap, namun kaca depannya tidak sehingga masih mungkin orang dari bis itu melihat ke dalamnya.
Benar saja, di bis itu ada seorang pria kebetulan melihat ke arahnya, pria itu berbicara pada temannya sehingga orang itu juga ikut melihatnya, pahanya mulusnya yang tersingkap dan sedang dielusi itu pun sempat menjadi tontonan gratis di tengah kemacetan. Untunglah lampu segera hijau sehingga mobil mereka pun melaju lagi, namun hal itu tentu membuatnya kesal dan malu, dia menatap tajam pada Pak Dahlan yang menyetir sambil senyum-senyum mesum. Tiba-tiba sebuah tangan menjulur dari belakang meraba dadanya.
“Wah, masih belum puas sama jatahlu Ron, masih pegang-pegang yang punya gua nih ?” kata Pak Dahlan.
“Hehehe…dikit aja Pak, cuma mau nyamain toket anak kembar, ternyata montoknya sama toh” jawab Imron yang kini sedang merasakan penisnya diemut Selvy, tangan kirinya meremasi payudara Selvy yang sudah terbuka.
Tangan kanan Imron mulai membuka satu-persatu kancing kemeja Selly lalu menyusup ke dalamnya serta memegang payudaranya.
“Shhh…!” desis Selly merasakan putingnya mengeras akibat dipilin-pilin Imron dan bawahnya makin basah karena dirogoh-rogoh Pak Dahlan.
Betapapun kerasnya hati Selly, kali ini dia tidak sanggup berbuat apa-apa untuk melawan mereka dibawah ancaman nilai dan rekaman bugilnya.
“Gimana Ron ? tokednya bagusan yang siapa ?” tanya Pak Dahlan.
“Sama Pak, sama cantiknya sama montoknya, tapi ga tau gimana servisnya ntar” sahut Imron dari belakang “kalo yang sama saya ini nyepongnya masih amatiran, tapi ga apa-apa kalo diajar juga bisa, kayanya dia ketagihan nih malah, ayo Non yang bener isepnya, ati-ati jangan digigit yah”
Di bawah paksaan, Selvy terpaksa mengoral penis hitam panjangnya Imron, itu adalah pertama kali baginya melakukan hal itu sehingga dia hanya bisa mengikuti instruksi Imron ditambah dari pengetahuan yang pernah dia lihat di film bokep. Dia berusaha tidak mencium bau keringat pada penis itu, saat dia sentuhkan lidah pada kepala penis itu, benda itu seperti bergetar dan makin membengkak, selanjutnya dia mengulum dan menjilati benda itu. Selly di depan juga semakin menggelinjang karena bagian-bagian sensitifnya digerayangi dua penjahat kelamin ini. Sekarang mobil sudah memasuki sebuah kompleks perumahan yang terletak agak jauh dari pusat kota, sehingga pemandangan disini masih relatif alami, masih hijau dan banyak pohonnya, rumah-rumahnya termasuk kelas menengah ke atas.
“Nah kita sudah sampai nih !” kata Pak Dahlan ketika mobil berhenti di sebuah rumah bertingkat dua dengan pintu gerbang tinggi.
Pak Dahlan membunyikan klakson dan pintu kemudian dibuka oleh seorang pria tua berumur 60an. Punggung pria itu bongkok seperti punuk onta mirip Quasimodo dalam kisah hunchback from Notredame, wajahnya pun tidak bersahabat dengan mata sipit sebelah yang memberi kesan licik. Selly yang risih dengan kemunculan si bongkok itu buru-buru menepis tangan-tangan yang menggerayanginya dan membereskan pakaiannya yang tersingkap sana-sini. Selvy juga buru-buru melepas emutannya begitu tahu ada orang lain yang membukakan pintu. Akhirnya dia bisa mengambil udara segar lagi sambil mengancingkan lagi bajunya yang sudah terbuka.
“Itu Thalib, tukang kebun dan penjaga disini, ntar kalian juga kenalan sama dia kok” kata Pak Dahlan.
Dari halaman depan mobil terus melaju memasuki garasi. Pak Dahlan menggandeng tangan Selly ke kamarnya, sepertinya pria tambun itu sudah tidak sabaran lagi menikmati kehangatan tubuhnya. Imron mengikutinya dari belakang sambil memapah Selvy. Mata si bongkok Thalib nampak nanar memandangi dua dara kembar itu apalagi tangan jahil Imron mengelusi pantat Selvy. Rumah Pak Dahlan walaupun tidak terlalu besar namun cukup menarik, beberapa lukisan tergantung di dindingnya sehingga terkesan elegan. Di tempat ini Pak Dahlan tinggal sendiri hanya dengan Thalib yang bertugas menjaga rumahnya, si bongkok itu juga masih famili jauhnya dari kampung. Pak Dahlan sudah lama bercerai dengan istrinya yang membawa serta seorang anaknya, sedangkan seorang lain yang ikut dengannya sudah bekerja di kota lain.
Mereka pun akhirnya memasuki kamar Pak Dahlan di lantai dua yang didominasi warna krem dari wallpapernya dan perabotan bergaya klasik.
“Kita mandi dulu yah Ron, anggap aja rumah sendiri !” kata Pak Dahlan sambil membawa masuk Selly ke kamar mandi yang menyatu dengan kamarnya.
Imron menghempaskan tubuh Selvy di ranjang empuk itu oleh Imron dan tanpa buang waktu lagi diterkamnya gadis itu.
“Aahh…jangan Pak, tolong hentikan, saya mohon ahh !” rintihnya ketika Imron menggumulinya dengan kasar dan bernafsu.
Rok hitam Selvy sudah terangkat sampai pinggang sehingga paha mulus dan celana dalamnya yang berwarna biru muda itu terlihat kemana-mana. Imron mengunci kedua pergelangan tangan Selvy diatas kepala gadis itu dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya mengelus pahanya dan selangkangannya yang masih tertutup celana dalam. Wajah mereka sangat berdekatan, Selvy tegang sekali melihat pandangan mata Imron yang penuh nafsu binatang apalagi ditambah wajahnya yang jelek itu, dia hanya bisa memelas lewat tatapan matanya yang sembab oleh airmata.
“Seumur-umur akhirnya bisa juga saya main sama cewek kembar cantik kaya gini hehehe” ujarnya sambil tertawa mesum “Non sebaiknya nurut aja yah supaya kita sama-sama enak dan ga perlu kuatir lagi tentang nilai atau rekaman bugil Non Selly tadi”
Selvy benar-benar tidak tahu harus berbuat apa dalam situasi paling sulit dalam hidupnya itu, dilema yang luar biasa yang baru pernah dialaminya. Tiba-tiba wajah Imron maju menciumi bibir mungilnya dengan kasar, sia-sia dia menghindar dengan ruang gerak sekecil itu hingga akhirnya Imron kembali melumat bibirnya. Tangan kanannya menarik celana dalamnya ke bawah hingga betis kemudian jari-jarinya mulai bermain-main di vaginanya. Lidah Selvy yang berusaha menolak lidahnya justru semakin membuatnya bernafsu mencumbunya. Beberapa saat lamanya Imron terus menciumi bibirnya dan menggosok-gosok bibir vaginanya. Nafas Selvy semakin berat dan terpaksa pasrah saja, jari-jari Imron yang ditusuk-tusukkan ke vaginanya sadar atau tidak telah membangkitkan libidonya. Menyadari perlawanan korbannya melemah, Imron menyerang daerah lainnya, kancing kemeja gadis itu dia buka semuanya, bra dengan pengait di depan itu sudah lepas sejak di mobil tadi dan belum dikaitkan kembali sehingga payudaranya langsung terekspos begitu bajunya dibuka. Selvy menutupi buah dadanya dengan menyilangkan tangan, namun Imron mencengkram kedua pergelangan tangannya dan melebarkannya ke samping badan. Dia memejamkan mata dan menangis, Hendra, pacarnya saja belum pernah menyentuhnya, tapi seorang penjaga kampus bertampang buruk dan seusia ayahnya malah sudah meremas, menjilati dan mengenyotnya.
“Sssrrreepp…ssluurp !” demikian bunyi suara hisapan Imron pada kedua payudara Selvy secara bergantian.
Gadis itu menggeliat-geliat dengan suara-suara memelas minta dilepaskan yang hanya ibarat menambah minyak dalam api birahi pemerkosanya. Cukup lama Imron menyedoti payudara Selvy sehingga meninggalkan bekas cupangan memerah pada kulit putihnya dan jejak basah karena ludah. Jilatannya menurun ke perutnya yang rata sambil tangannya membuka resleting roknya serta memelorotinya hingga lepas.
‘Tidak…jangan Pak, jangan !” ucap Selvy memelas sambil merapatkan kedua belah paha ketika Imron mau menjilati vaginanya.
Imron hanya menyeringai dan membuka paha Selvy dengan setengah paksa lalu membenamkan wajahnya pada vagina gadis itu. Tubuh Selvy menggelinjang begitu lidah Imron yang panas dan kasar itu menyapu bibir kemaluannya, bagi Selvy lidah itu adalah lidah pertama yang pernah menyentuh daerah itu, tubuhnya menggelinjang dan darahnya berdesir merasakan sensasinya. Imron berlutut di ranjang dan menaikkan kedua paha Selvy ke bahu kanan dan kirinya sehingga badan gadis itu setengah terangkat dari ranjang, dengan begitu dia melumat vaginanya seperti sedang makan semangka.
“Sudahhh Pak…ahh…aahh !” desah Selvy memelas saat lidah Imron masuk mengaduk-aduk bagian dalam vaginanya.
Sekalipun hatinya menolak, tubuhnya tidak bisa menolak rangsangan yang datangnya bertubi-tubi itu. Harga diri dan perasaan bersalah pada pacarnya bercampur baur dengan birahi dan naluri seks.
Sekitar seperempat jam Imron memperlakukan Selvy demikian, dengan lihainya dia menyedot dan menjilati klitoris gadis itu menghanyutkannya dalam permainan liar ini.
“Eenngghh…aaahh !” Selvy pun akhirnya mendesah panjang dengan tubuh mengejang.
Imron melahap cairan orgasme Selvy dengan rakus sampai terdengar suara menghirupnya, dia menyedoti bibir vagina Selvy sehingga tubuhnya makin menggelinjang. Orgasme pertama begitu dahsyat baginya sehingga membuatnya takluk pada pria itu.
“Enak kan Non, hehehe !” seringai Imron dengan mulut belepotan lendir.
Imron mengangkat kepala Selvy dan kembali melumat bibirnya sehingga Selvy dapat merasakan cairan kemaluannya sendiri. Sesaat kemudian dia buru-buru membuka pakaiannya sendiri dan mulai ambil posisi di antara kedua belah paha Selvy dan menggesekkan kepala penisnya ke bibir vagina Selvy.
“Jangan Pak, saya gak mau” kata Selvy menghiba.
“Sstt !” Imron menempelkan jari di bibirnya “jangan ribut terus, Bapak minta kamu ridho yah demi nilai dan saudara kamu !”
Imron mulai menekan penisnya memasuki vagina Selvy. Air mata gadis itu meleleh karena sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mempertahankan kehormatannya. Dari kamar mandi dekat situ sesekali terdengar suara erangan bercampur suara gemericik shower, pastilah saudara kembarnya itu mengalami nasib yang sama dengannya.
“Sakit…aahh…hentikan Pak, tolong aahh !” rintihnya terengah-engah ketika Imron memaksakan penisnya memasuki vaginanya yang masih sempit.
Kepala penisnya yang disunat itu sudah terbenam, ditekannya lebih dalam dan paha Selvy dibentangkannya lebih lebar. Imron menekan-nekankan penisnya sambil melenguh karena kemaluan gadis itu masih sangat sempit.
“Aaahh…perih !” rintihnya sambil meronta.
Imron sudah benar-benar kesetanan, dia tidak peduli dengan Selvy yang kesakitan malah ekspresi wajah Selvy membuatnya makin bernafsu.
“Aakhhh !” jerit gadis itu begitu Imron menghentakkan pinggulnya agak kuat sehingga penisnya masuk lebih dalam dan mengoyak selaput daranya.
Rasa perih melanda kemaluannya sampai tangannya meremas kuat-kuat sprei di bawahnya, tubuhnya mengejang dengan mata membelakak. Dia tidah pernah membayangkan kegadisannya direnggut paksa oleh penjaga kampus amoral itu.
“Hmm…saya paling suka ngebobol memek perawan seperti Non ini, sempit dan enak !” celoteh Imron sambil memulai gerakan memompanya.
Selvy memejamkan matanya yang berair dan menggigit bibir, dia merasakan sesak sekali di bawah sana, batang keras berurat itu terasa sekali menggesek dinding vaginanya.
Setelah belasan pompaan diselingi sodokan keras, rasa sakit yang dialami Selvy sekonyong-konyong berubah menjadi sensasi erotis yang membuatnya melayang. Rintihan kesakitannya makin terdengar seperti erangan nikmat. Libido kini semakin menguasai hati dan pikiran Selvy, dia memang merasa bersalah sekali dan berkali-kali dalam hatinya meminta maaf pada Hendra, pacarnya dan Selly, kakak kembarnya karena tidak sanggup lagi menahan diri terhanyut. Genjotan Imron yang makin kasar membuat tubuhnya berguncang-guncang, payudaranya pun ikut bergetar. Kini Imron menindih tubuhnya, memeluknya dan mencumbu mulut Selvy yang terbuka dan mengeluarkan desahan. Selvy kini pasrah menerima lidah Imron yang bermain-main di mulutnya bahkan lidahnya juga turut saling menjilat dengan lidah kasar penjaga kampus itu. Percumbuan itu membuat nafasnya makin naik turun dan wajahnya makin memerah. Mau tidak mau birahi Selvy pun naik apalagi sambil menggenjot Imron terus menggerayangi tubuh mulusnya terutama payudara, paha dan bongkahan pantatnya.
“Uhh-uhh…bener-bener masih seret, ini uenaknya memek perawan !” puji Imron ditengah genjotannya.
Batang kemaluan Imron keluar masuk dengan cepat menggesek dinding vaginanya. Tanpa disadari kedua lengan Selvy memeluk tubuh Imron yang menindihnya, perkosaan ini telah menghanyutkannya tanpa dapat ditolak.
Tak lama kemudian Selvy merasa pandangan matanya berkunang-kunang, dari dalam tubuhnya serasa ada suatu gelombang dahsyat yang tidak bisa ditahannya sehingga membuat tubuhnya menegang, perasaan ini jauh lebih dahsyat daripada sebelumnya tadi, dia tidak bisa tidak mengerang. Tangannya yang saling genggam dengan Imron mencengkram semakin erat dan dari mulutnya terdengarlah desahan panjang orgasme. Melihat korbannya orgasme, Imron makin bergairah menggenjotnya, dia berusaha menyusulnya, kemaluan mereka yang bertumbukan menghasilkan bunyi kecipak akibat cairan orgasme yang dikeluarkan Selvy ketika klimaks. Cairan yang membasahi selangkangan itu bercampur dengan darah keperawanan Selvy sehingga terlihat agak merah.
“Aahh…ahh…keluar Non, Bapak keluar juga, uuggghh !” lenguh Imron ketika menyemburkan spermanya yang hangat dan kental di dalam rahim Selvy.
Semprotan cairan itu makin lemah seiring dengan pompaan Imron yang mulai turun kecepatannya. Selvy terkapar lemas di ranjang, keringat telah membasahi tubuhnya beserta kemeja putih yang masih melekat di tubuhnya itu. Nafasnya terputus-putus membuat kedua gunung kembarnya ikut turun naik. Imron masih menindih tubuhnya menikmati sisa-sisa klimaksnya. Kamar yang tadinya berisik karena suara bercinta itu sementara hening dan hanya terdengar suara nafas terengah-engah.
Kita tinggalkan dulu Selvy dan Imron sejenak untuk melihat keadaan kembarannya, Selly dan Pak Dahlan di kamar mandi. Tempat berlantai marmer coklat itu tidak besar, ada sebuah toilet duduk bersebelahan dengan bak air, di seberang kloset terdapat wastafel yang di sebelahnya ada sebuah tempat shower bertirai plastik. Begitu pintu kamar mandi ditutup, pria tambun itu langsung memeluk Selly dari belakang, tangannya langsung menyingkap roknya dan membelai naik pahanya menuju ke selangkangan.
“Ayo Selly sayang, Bapak ga mau ngeliat kamu menikmati dengan terpaksa gitu, Bapak pingin kamu sepenuh hati, ntar kesana-kesana nilainya pasti Bapak bantuin” katanya dekat telinga Selly.
“Ihh…lepas…lepasin !” gadis itu meronta dan menyentakkan tubuh hingga terlepas dari dekapan Pak Dahlan “denger yah Pak, jangan sembarangan panggil saya sayang dan ga usah peluk-peluk gitu, saya juga bisa buka baju sendiri !”
Pak Dahlan cengengesan saja mendengar omelan Selly
“Ok, fine, kalau gitu silakan lakukan sendiri, saya tunggu nih !” katanya sambil duduk di tutup kloset.
“Jadi anda menikmati memancing di air keruh, memanfaatkan gadis-gadis tidak berdosa untuk nafsu setan anda ini !” ucap Selly ketus sambil dengan berat membuka satu-persatu pakaiannya.
“Yah, bisa dibilang gitu, sebagian dari mereka ada yang datang sendiri menyerahkan diri, ada juga yang terpaksa, tapi akhirnya sih sama aja, soalnya mereka juga menikmati kok hehehe” pria itu tertawa mesum menyaksikan tubuh Selly yang semakin telanjang.
“Nggak tau malu !” Selly dengan geram melemparkan celana dalamnya yang baru lepas ke wajah Pak Dahlan.
Pak Dahlan hanya cengengesan mengambil celana dalam itu dan mengendusinya, celana dalam itu bahkan dia masukkan ke kepalanya seperti kupluk.
“Eemm…wangi, saya suka wanita galak seperti kamu, bikin saya tertantang untuk menjinakkan” ujarnya seraya menggerakkan telunjuk memanggilnya mendekat.
Dengan jantung berdebar-debar, Selly menuruti saja permintaannya karena tidak ada pilihan lain. Dia kini berdiri telanjang di depan Pak Dahlan dengan tangan menutupi auratnya. Bulu kuduknnya merinding merasakan tangan kasar pria itu mengelusi pinggir tubuhnya dari pinggang, paha, lalu mengarah ke selangkangan. Pria itu menyingkirkan telapak tangan yang menutupi kemaluannya, matanya menatap nanar kemaluan yang berbulu jarang dan halus. Selly sendiri merasa tegang, walau sebelumnya dia pernah telanjang di depan Fredy sehingga terlibat oral seks dan petting.
“Sini, duduk sini !” perintah Pak Dahlan sambil menepuk pahanya sendiri “jangan nyamping gitu dong, ga enak, hadap-hadapan ayo!” katanya lagi menyuruh Selly mengubah posisi duduknya yang menyamping.
Selly terpaksa harus membuka pahanya agar bisa duduk di pangkuan pria itu sesuai yang dimintanya.
Tangan pria menaruh kedua tangannya pada kedua pahanya, lalu dielusi keatas hingga tangannya mencaplok kedua payudaranya. Selly mendesis saat tangan itu meremasi kedua gunung kembarnya. Jari-jari gemuk itu memilin-milin dan memencet putingnya sehingga benda itu semakin mengeras saja. Kemudian mulutnya mendekati payudara yang kiri dan menciuminya, kumis kasar pria itu menggelitik payudaranya belum lagi mulutnya menghisap-hisap seperti sedang menyusu. Tangan kanannya merambat turun ke arah vaginanya. Selly tersentak seperti kesetrum ketika jari Pak Dahlan mengelusi bibir vaginanya, kakinya mau merapat menahan geli, tapi tidak bisa karena terhalang paha gemuk pria itu. Mulut Pak Dahlan berpindah-pindah melumat payudara kanan dan kiri gadis itu sambil tangan kanannya mengelus-elus kemaluannya yang makin berlendir. Sekalipun berusaha untuk tidak menikmati, toh pertahanan Selly bobol juga karena serangan erotis yang gencar dari Pak Dahlan.
“Sudah Pak, hentikan…ahhh…emmhh !” gadis itu tidak bisa menahan desahan sambil memegangi kepala Pak Dahlan yang sedang menyusu.
Tubuh Selly makin berkelejotan terutama setelah Pak Dahlan memasukkan jari-jari gemuknya ke vaginanya dan meliuk-liuk di dalam seperti cacing. Ciuman Pak Dahlan pun semakin merambat naik ke pundak, leher, telinga, mengarah ke mulutnya. Selly memalingkan wajah menolak dicium namun pria itu menahan kepalanya sehingga ciumannya tak bisa dihindari lagi, tubuhnya meronta sebagai penolakan dicium pria itu, tapi tetap tidak mampu karena pria tambun itu memeluknya dengan erat. Lidah Pak Dahlan terus menjilati bibir tipisnya memaksa masuk ke mulutnya, ketika telah berhasil masuk lidah itu langsung menjilati rongga mulutnya, secara refleks lidah Selly pun ikut meronta. Dengan permainan lidah seperti itu ditambah lagi dengan jari-jari yang bergerak liar pada vaginanya, Selly pun bangkit nafsunya, bahkan kini dia memberanikan diri memeluk pria itu. Erangan tertahan terdengar dari mulutnya saat Pak Dahlan mengerakkan jarinya keluar masuk liang vaginanya. Ciuman Pak Dahlan merambat turun lagi ke lehernya yang jenjang, kulitnya yang putih mulus itu dihisapnya hingga menggelinjang, namun Selly bersyukur juga bisa mengambil udara segar setelah percumbuan yang cukup lama dan panas itu. Pak Dahlan juga menarik keluar dua jari yang memasuki vaginanya, cairan yang belepotan di jari itu dia oleskan pada puncak payudara kanannya untuk selanjutnya diemut-emut. Puting Selly sudah benar-benar mengeras akibat dirangsang terus daritadi.
“Kita mandi dulu yuk, biar segar !” ucap Pak Dahlan seraya menurunkan tubuh Selly dari pangkuannya dan menuntunnya ke arah shower.
Pria itu menyalakan air hangat yang mengguyur tubuh telanjang Selly, kemudian dia membuka bajunya sendiri, kecuali celana dalam Selly yang dia pakai sebagai kupluk di kepalanya. Terlihatlah perutnya yang bulat dan penisnya yang berukuran 17cm dan berdiameter tebal, benda itu sempat membuat Selly tertegun membayangkan benda itu akan segera mengaduk-aduk vaginanya. Setelah membuka baju, pria itu pun ikut masuk ke daerah shower.
“Kamu cantik sekali Sel !” ucapnya dengan mengangkat wajahnya yang tertunduk dan mengusap rambut basahnya ke belakang, dipandangnya wajah cantik yang sudah basah itu dalam-dalam.
Selly diam saja walau pandangan matanya masih tajam menyisakan kemarahan dan kebencian, dia merasa mandi dengan seekor babi hutan, tangannya terkepal keras, ingin rasanya dia meninju atau menampar bajingan berkedok dosen ini, atau bahkan membunuhnya kalau saja dia tidak mengingat adik kembarnya dan rekaman bugilnya. Karenanya dia hanya pasrah ketika Pak Dahlan mendekapnya dari belakang., pria itu memberikan ciuman di pundak dan lehernya sementara tangannya menggerayangi tubuhnya dengan gemas. Selly dapat merasakan penis yang sudah mengeras itu bersentuhan dengan pantatnya.
Tangan Pak Dahlan meraih botol sabun cair, membuka tutupnya dan menumpahkan isinya pada tubuh Selly. Setelah dirasa cukup, dia taruh botol itu pada tempatnya dan mulai menggosok tubuh gadis itu dengan telapak tangannya. Mula-mula dia menggosok leher, bahu, pundak lalu berlanjut ke depan ke perutnya lalu naik ke buah dadanya, dengan lembut tangan kasarnya menggosok dan memijat sambil lidahnya menggelitik telinganya sehingga sadar atau tidak Selly makin terbuai dan terangsang berat, matanya sampai merem-melek dan mulutnya mendesah-desah. Dia harus mengakui bahwa pria yang telah menjebak dan dibencinya ini sanggup membuatnya mabuk birahi dibanding pacarnya sendiri.
“Enngghh…!” desahnya lebih panjang ketika tangan gempal itu menyentuh vaginanya.
Pak Dahlan menggosokkan tangannya pada daerah itu sehingga makin berbusa.
“Memeknya Bapak cuciin yah, biar bersih dan ngentotnya enak” katanya dekat telinga Selly yang tidak menyangka kata-kata senajis itu bisa keluar dari mulut dosen yang bahkan menjabat kepala jurusan.
Pak Dahlan memeluk makin erat tubuh Selly yang kini telah licin dan berlumuran busa sabun. Dia menggesek-gesekkan tubuh tambunnya dengan tubuh mulus Selly yang licin bersabun. Mata Selly sedikit terpejam ketika Pak Dahlan melakukan hal itu, dia tak bisa menahan sensasi nikmat dari sentuhan dan belaian erotis itu.
Tidak ingin korbannya pasif, Pak Dahlan menarik wajah Selly agar bisa melumat bibirnya. Kali ini mendobrak pertahanan mulut Selly tidak sesulit tadi, karena mulutnya sudah setengah terbuka karena mendesah terangsang. Untuk mengurangi rasa jijiknya Selly membayangkan berciuman dengan Fredy, dengan begitu kecanggungannya membalas French kiss Pak Dahlan juga berkurang, bahkan kini dia lebih berani menggerakkan tangan memeluk kepala Pak Dahlan di belakangnya. Dibawah guyuran air hangat mereka berciuman dengan panas dalam posisi 99, sungguh menggairahkan. Setelah puas berciuman, Pak Dahlan menyuruhnya menunggingkan tubuhnya dengan kedua telapak tangan bertumpu di tembok. Kemudian dia lebarkan sedikit paha gadis itu dan mulai memasukkan batang kemaluannya dari belakang. Sadar akan segera kehilangan keperawanannya, Selly menyesal dalam hatinya kenapa tidak dari waktu itu dia serahkan keperawanan itu pada Fredy ketika terlibat petting dulu, sekarang sesuatu yang dijaganya itu sebentar lagi direnggut oleh dosen bejat yang dibencinya ini.
“Aaahhh !” Selly menjerit nyaring saat penis Pak Dahlan tertekan masuk mengoyak vaginanya..
“Pertama kali masuk emang sakit Sel, tapi Bapak jamin kamu ntar keenakan kok !” sahut Pak Dahlan membiarkan penisnya menancap di vagina Selly agar gadis itu beradaptasi dan dia bisa meresapi nikmatnya himpitan bibir kemaluan perawan yang masih sempit.
Sambil memegangi pantat Selly, Pak Dahlan mulai memaju-mundurkan pinggulnya dengan frekuensi genjotan makin naik. Setiap pria itu menyentakkan pinggulnya, Selly mendesah keras sampai suaranya terdengar keluar, dia merasa perih dan ngilu, namun juga ada rasa nikmat bercampur di dalamnya, penis yang menyesaki liang kemaluan itu menggesek-gesek klitorisnya yang tentu saja merangsang gairahnya. Tangannya dengan liar menggerayangi tubuhnya yang licin. Pak Dahlan melenguh-lenguh seperti kerbau gila menikmati penisnya menggesek-gesek dinding vagina Selly yang bergerinjal-gerinjal. Suara mereka menyatu dengan suara siraman dan kecipak air di kamar mandi. Pinggul Selly kini malah ikut bergoyang mengimbangi sentakan-sentakan Pak Dahlan. Lama-lama Selly pun tidak tahan lagi, tubuhnya menggelinjang karena klimaks, desahan panjang terdengar dari mulutnya, dia merasakan mengeluarkan cairan dari vaginanya, tapi bukan kencing, cairan hangat itu bercampur dengan darahnya meleleh keluar selangkangannya. Selama klimaksnya, Pak Dahlan tidak sedikitpun berhenti maupun memperlambat genjotannya, sebaliknya dia semakin bersemangat melihat korbannya telah takluk. Pasca klimaks, Selly merasa tubuhnya lemas dan tenaganya tercerai berai, sebagai pria berpengalaman Pak Dahlan telah mengetahuinya, maka tangan kokohnya melingkari perutnya untuk menopang tubuh gadis itu dan dibawanya kembali dalam dekapannya pada posisi 99 sebelumnya.
Dia mundur selangkah sehingga air shower menyiram tepat di tubuh Selly membasuh sabun di tubuhnya.
“Kamu puas kan Sel ?” tanyanya
Selly tidak menjawab, dia tetap membenci pria ini walau tidak bisa dipungkiri pria ini juga yang barusan memberinya orgasme dahsyat. Pak Dahlan lalu melepaskan pelukannya dan membiarkan tubuh Selly yang masih lemas itu jatuh bersimpuh di depannya. Setelah membersihkan penisnya yang berlumuran darah keperawanan dan mematikan shower, dia perintahkan gadis itu berlutut menghadapnya dan mengoral benda itu. Selly terpana memandangi penis hitam yang mengacung tepat di depan mukanya, benda yang baru saja menodainya dan juga sejumlah gadis lainnya. Suasana hening sejenak, yang terdengar hanya sisa tetesan air shower, udara di dalam masih hangat sehingga cermin wastafel berembun.
“Ayo pegang dan masukin mulut dong, tunggu apa lagi ?” Pak Dahlan sepertinya tidak sabaran.
Dengan gemetaran dia menggerakkan tangannya menggenggam batang itu dan memijatnya perlahan.
“Ayo, diemut dong, Bapak kan pengen ngerasain disepong sama kamu Sel !” ulangnya dengan mendekatkan wajah Selly ke penisnya.
Selly melirik ke atas memandang pria itu dengan marah, tapi dia tetap memasukkan penis itu ke mulutnya karena terpaksa. Itu adalah penis kedua yang pernah masuk ke mulutnya setelah Fredy.
Selly pun mulai mengulum penis Pak Dahlan sambil mengocoknya, dia mengeluarkan seluruh kemampuan oral seksnya termasuk menjilat dan mengisap sehingga pria itu bergetar dan mengerang karena nikmatnya. Kepala Selly maju mundur selama beberapa menit ke depan, mulutnya sampai pegal karena penis yang berdiameter lebar itu menyesakkan mulutnya. Selly merasakan kepala penis yang disunat itu makin berdenyut-denyut dan pemiliknya juga makin mendesah.
“Telan pejunya Sel, Bapak keluar nih…yah…iyah….uuhh !” desah pria itu bersamaan dengan muncratnya spermanya di mulut gadis itu.
Cairan itu sangat kental dan aromanya sengit, Selly sudah mau memuntahkannya namun kepalanya ditahan pria itu, sehingga dia tidak bisa menghindari sperma itu memenuhi mulutnya, cairan putih susu itupun akhirnya tertelan olehnya. Dia tidak bisa berbuat apapun selain cepat-cepat menelan cairan itu agar tidak terasa di mulutnya. Dia merasa geli dan jijik, sperma pacarnya saja waktu itu tidak ditelannya, tapi sperma pemerkosanya ini kini harus dia telan. Setelah semprotannya selesaipun, Pak Dahlan memerintahkannya menjilati bersih batang kemaluannya baru dilepaskan. Terpaksa dia menjilati sisa-sisa sperma pada batang itu dan kepalanya yang seperti jamur, pasca ejakulasi, ukuran benda itu berangsur-angsur menyusut dalam mulutnya.
Setelah ejakulasi, Pak Dahlan membantunya bangkit berdiri.
“Hebat Sel, pelayanan kamu bener-bener mantap, Bapak janji bakal bantu nilai kamu dan setiap kamu mendapat mata kuliah yang saya ajarkan Bapak jamin nilai kamu A !” kata Pak Dahlan penuh kepuasan dengan meletakkan kedua tangan di pundak Selly.
“Terima kasih” balas Selly dengan dingin “bagaimana dengan saudara saya ?”
“Oo…tentu-tentu, kalian akan saya bantu, asal banyak bersikap manis ke saya” jawabnya sambil tersenyum lebar dan kembali mendekap gadis itu.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu dan suara pria di pintu memanggil si dosen bejat itu. Pak Dahlan berjalan ke pintu sambil mengelap tubuhnya dan melilitkan handuk itu ke pinggang. Selly bersembunyi dibalik tirai plastik kala melihat Thalib muncul di pintu, dia memberitahu bahwa ada telepon mencari majikannya itu di ruang tengah sana. Tanpa meninggalkan pesan apapun Pak Dahlan meninggalkannya sendirian di kamar mandi itu. Selly baru sadar sperma tadi sempat menetes di dagu dan lehernya, diapun kembali menyalakan shower untuk membersihkan tubuhnya, dengan air shower itu juga dia berkumur-kumur mengurangi aroma sperma dan penis yang masih terasa di mulutnya. Setelah selesai, diambilnya sebuah handuk putih di dekat situ untuk mengeringkan tubuhnya. Saat itu dia teringat lagi pada kembarannya, Selvy, buru-buru dia lilitkan handuk pada tubuhnya dan keluar kamar mandi memanggil nama kembarannya, namun di kamar sudah tidak ada seorangpun selain baju-baju yang berceceran dan ranjang yang spreinya sudah kusut.
Gantungan kunci penerima sinyal yang berkedip-kedip pada tasnya di meja memancing perhatiannya. Ada yang menelepon ke HP nya yang hanya diaktifkan getarannya, dia melihat sudah tiga miscall dan dua SMS masuk ke HP itu. Yang menelepon kali ini adalah pacarnya, Fredy.
“Hoi, Sel, ngapain aja kok daritadi gua telepon ga ada yang angkat sih, gua telepon si Selvy punya juga gitu ?” sahut Fredy di telepon.
“Oohh…iya iya hehehe, sory abis ringtonenya lupa dinyalain lagi, tadi kan ujian nih, sory banget yah !” jawab Selly dengan nada meyakinkan.
“Terus lu orang sekarang dimana nih ? gimana ujian tadi ?”
“Lancar-lancar aja kok Dy, sekarang lagi di kost temen sama-sama ngerjain take home test nih”
“Ooo, ya udah, ntar malam gua juga lembur nih Sel, ntar kalau ujiannya beres kita have fun yah, stress nih gua juga”
“Ok deh, sekarang jia you yah kerjanya biar si bos seneng ke lu hehehe !”
“Lu juga yah Sel, semangat belajarnya, I luv u !”
“Iya, sama gua juga, see you, bye”
Telepon pun berakhir setelah Fredy membalas salam perpisahan Selly, wajah Selly yang sempat tersenyum sebentar kembali muram setelah sandiwara itu selesai. Dia merasa bersalah karena baru saja membohonginya bahkan berselingkuh darinya. Ingin rasanya dia meringkuk di pojok dan menangis sepuasnya kalau saja tidak teringat tujuannya semula, mencari kembarannya.
Selly bergegas keluar dari kamar itu sambil memanggil nama saudaranya. Di koridor dia mendengar suara kasak-kusuk dan desahan tertahan dari bawah. Dia langsung berjalan ke arah tangga, baru sampai di tengah tangga dia sudah terperangah dan menjerit kecil menyaksikan apa yang terjadi di ruang tengah, bulu kuduknya merinding menyaksikan adegan di sebuah sofa dimana Selvy sedang duduk menaik-turunkan tubuhnya di pangkuan Pak Dahlan dengan penis pria itu tertancap di vaginanya. Sementara Imron berdiri di depannya menikmati penisnya diemut olehnya. Di sisi lainnya, Thalib, si monster Quasimodo itu sedang asyik menciumi dan menggerayangi buah dada Selvy. Imron dan Thalib menengokkan wajah sambil menyeringai mesum melihat kedatangan Selly, sedangkan Selvy hanya bisa menatap sayu ke arahnya karena sedang disibukkan dengan penis di mulutnya. Selvy melalui tatapan matanya seolah mengatakan ‘jangan kesini, pergi sana atau mereka juga akan memangsamu!’ Sebagai saudara, Selly tentu saja tidak akan melakukan hal itu, melihat kembarannya dikerjai seperti itu diapun merasakan seperti ada kontak batin yang membuatnya bisa merasakan apa yang dirasakan Selvy.
“Lepaskan dia Pak, kasian dia dikeroyok gitu, tolong Pak saya mohon !” seru Selvy menarik-narik lengan Imron yang sedang menikmati penisnya dioral.
Imron yang merasa terganggu akhirnya melepaskan penisnya dari Selvy dan berjalan mendekati Selly dengan wajah mesum memandangi tubuhnya yang hanya dililit handuk. Selly sendiri sampai mundur-mundur karena ngeri melihat ekpresi pria itu seperti binatang buas yang hendak menerkamnya, penisnya yang basah masih tegak mengacung masih perlu dikenyangkan.
Selly terdesak sampai ke lemari TV hingga tak bisa mundur lagi, Imron memepetnya dan menyenderkan telapak tangan kirinya ke lemari tepat sebelah kepala Selly.
“Non udah ngenganggu acara saya sama Non Selvy, sekarang Non mau ngasih saya apa nih buat kompensasinya heh ?” katanya dekat wajahnya hingga hembusan nafas itu terasa.
“Eengg…saya aja Pak, garap aja saya sepuas Bapak, saya cuma kasian sama saudara saya !” jawabnya bergetar.
“Hehehe…bener-bener kasih persaudaraan yang membuat saya terharu, emang Non yakin bakal lebih bisa muasin saya dari Non Selvy ?” tanya Imron memeloroti martabat Selly.
Saat itu perasaan Selly sungguh galau dan bimbang, pandangan matanya berpindah-pindah antara kembarannya yang sedang dikerjai dua pria di sofa sana dan Imron di depannya. Secara jujur tentu dia tidak rela disetubuhi oleh penjaga kampus mesum di depannya ini, namun demi mengurangi penderitaan saudaranya, apa boleh buat walaupun dirinya juga harus menahan malu berbuat seperti itu di depan saudaranya sendiri. Setelah mengambil nafas panjang, diapun meraih ujung handuk yang diselipkan sehingga handuk itu jatuh dan terlihatlah tubuh telanjangnya yang mempesona. Lalu dia raih juga tangan Imron dan meletakkannya di payudaranya.
“Ini yang anda mau kan Pak !” kata Selly dengan geram.
Imron menyeringai menatap wajah Selly sambil tangannya meremas payudara itu.
Mengetahui Imron sudah tergoda olehnya, Selly melanjutkan serangannya dengan melingkarkan tangannya di leher Imron dan berinisiatif mencium bibir tebalnya. Meskipun jijik, Selly memaksakan diri melakukannya, dia mengeluarkan segenap teknik berciumannya pada Imron membuat Imron takjub akan perubahan reaksi gadis ini 180 derajat. Gairah si penjaga kampus bejat itu pun ikut naik, payudara Selly yang kenyal dan berkulit lembut itu dia remasi dengan gemasnya, tangan satunya turun ke bawah membelai punggung turun ke pantatnya yang juga diremas dan ditepuk pelan. Selly membiarkan lidah Imron menjilati lidahnya, bahkan dia sendiri ikut menggerakkan lidahnya hingga saling berpagutan dengan Imron, payudaranya sengaja dia gesekkan ke dada Imron untuk memancingnya. Sedang panas-panasnya terlibat percumbuan dengan Imron tiba-tiba Selly merasa ada tangan lain yang mengelusi pantat dan pahanya juga seperti ada yang menjilat pahanya, dia membuka matanya yang terpejam dan dilihatnya si bongkok, Thalib sedang berjongkok mengelusi tubuh bawahnya, sepertinya dia sangat kagum dengan pahanya yang jenjang lagi putih mulus sehingga tak tahan menjulurkan lidah menjilati kulit pahanya. Selly merasa senang karena dengan begini dia membantu meringankan beban kembarannya, kini Selvy tinggal melayani Pak Dahlan seorang masih naik turun di atas pangkuan pria itu, namun dia juga merasa bergidik membayangkan akan digumuli dua monster ini, terutama Thalib yang mirip Quasimodo dari Notredame itu.
Selly berusaha memberikan pelayanan terbaiknya agar kedua monster ini betah bersamanya dan tidak mengeroyok saudaranya. Sekarang dia berlutut diantara keduanya, tangan kanannya menggenggam penis Imron dan yang kiri penis Thalib. Dia membiarkan dirinya terhanyut dalam gelombang birahi dan membuang segala rasa jijiknya demi kembarannya. Kedua penis dalam genggamannya dihisap dan dijilat secara bergantian.
“Huehehe…yang kakaknya ini lebih liar yah !” komentar Thalib ketika Selly mengemut penisnya sambil tangan satunya mengocok penis Imron.
“Iya, bener-bener kakak yang baik ya, demi saudaranya dia sampai mau jadi perek buat kita berdua gini hehehe !” timpal Imron.
“Bajingan kalian !” Selly cuma bisa berteriak dalam hatinya mendengar omongan yang begitu merendahkannya.
Dia memilih untuk memasrahkan diri untuk diapakan saja oleh dua orang itu, yang penting mereka lebih mengarah dirinya. Lama-lama, diapun mulai terbiasa dengan dua batang penis hitam itu dan makin bersemangat mengoralnya.
“Wuih…sepongannya enak tenan loh !” ceracau Thalib yang penisnya sedang dihisap-hisap dengan disertai sapuan lidah Selly.
Sebentar kemudian dia berpindah melayani penis Imron dengan cara yang tidak jauh beda, dua orang itu telah dibuat gregetan oleh pelayanannya.
Ketika Selly sibuk mengemuti penis Thalib, Imron berjalan ke belakangnya dan memegangi pinggangnya, dia bersiap menusukkan penisnya dari belakang. Selly yang merasakan kepala penis itu sudah menyentuh bibir vaginanya melebarkan pahanya seolah menyambut. Menyeruak masuklah batang itu ke vaginanya dan mulai menggenjotnya dalam posisi doggie. Tangannya meremasi payudaranya dari belakang sehingga makin memanaskan nafsunya. Kembali rasa nyeri mendera vaginanya, apalagi penis Imron jauh lebih keras dan panjang dibanding Pak Dahlan, erangan tertahan terdengar dari mulutnya yang masih sibuk mengulum penis Thalib. Selly agak kewalahan karena ini baru pertama kalinya melayani dua pria sekaligus dan keduanya mengerjainya dengan brutal, setiap Imron menyodokkan penisnya, penis Thalib yang sedang dikulumnya makin tertekan ke dalam mulutnya. Tak lama kemudian, keluarlah sperma Thalib di mulut Selly dan sekali lagi mulut Selly belepotan sperma karena genjotan Imron membuatnya tidak konsentrasi menghisapnya sehingga cairan itu berleleran di pinggir-pinggir mulutnya. Walaupun jijik, dia tetap menelan habis cairan itu dan menjilati lelehan di pinggir bibirnya, selain itu dia melakukan cleaning service yang mantap pada penis Thalib sampai si bongkok itu blingsatan tidak karuan. Selly sendiri mulai merasakan kembali sensasi yang tadi dirasakan di kamar mandi bersama Pak Dahlan.
“Aaahhh !” erangnya ketika mencapai klimaks, lendir vaginanya semakin banyak sampai terdengar bunyi berdecak dari tumbukan dua alat kelamin mereka.
Selvy yang kini sedang ditindih tubuh gemuk Pak Dahlan dapat melihat jelas di depan matanya saudara kembarnya yang rela beradegan panas seperti seorang wanita haus seks demi meringankan bebannya. Air mata Selvy makin mengalir menyaksikan pengorbanan itu, sementara dia sendiri sedang menerima sodokan-sodokan penis Pak Dahlan. Sambil tetap menggenjot, Pak Dahlan mendekatkan wajahnya ke Selvy dan menciumi bibir mungilnya dengan ganas. Mau tidak mau Selvy harus melayani permainan lidah Pak Dahlan yang liar.
“Eemmhh….eengghh !” desahnya tertahan ditengah gempuran-gempuran Pak Dahlan.
Tangan gempal pria itu membelai paha dan pantatnya, kadang diselingi remasan dan cubitan gemas yang mempermainkan nafsunya. Selvy sudah sangat lelah karena sejak tadi disetubuhi sampai dia pasrah mau diapakan saja, keringatnya sudah membanjir membuat tubuhnya basah mengkilap, vaginanya pun terasa panas karena terus bergesekan dengan penis pria-pria yang menyetubuhinya. Setelah sepuluh menitan dalam posisi demikian, Pak Dahlan bangkit sambil mengangkat tubuh Selvy tanpa melepas penisnya, dia membaringkan diri telentang sehingga perutnya terlihat makin bulat, otomatis Selvy sekarang terduduk di atas penisnya.
“Ayo, sekarang kamu dong yang goyang, Bapak cape nih goyang terus !” perintahnya sambil tangannya meraih satu payudara gadis itu.
Selvy pun mulai menggerakkan tubuhnya naik turun sehingga Pak Dahlan nampak sangat keenakan. Sambil menikmati goyangan Selvy, tangannya menjelajahi lekuk-lekuk tubuhnya yang indah, yang paling sering diremas adalah kedua payudaranya itu karena sangat menggemaskan ketika terguncang-guncang seirama gerak naik-turun pemiliknya. Selvy mendesah tak karuan merasakan penis itu menusuk-nusuk vaginanya yang masih sempit. Matanya melihat tidak jauh dari situ, Selly sedang disetubuhi si bongkok, Thalib di atas lantai beralas karpet itu, tubuhnya bersandar pada Imron yang mendekapnya dari belakang sambil menggerayangi payudaranya dan menciumi lehernya. Tangan Selly nampak sedang memijati penis Imron. Thalib bersemangat sekali menggenjot Selly, beberapa kali dia menyodok dengan keras sehingga tubuh Selly tersentak dan mulutnya menjerit. Selvy tidak tahan melihat adegan itu lama-lama, insting sebagai saudara kembar membuatnya bisa merasakan apa yang dirasakan saudaranya yang malah menambah deritanya. Untuk mengalihkan itu dia memilih lebih berkonsentrasi pada pria di bawahnya itu. Dia makin gencar menggoyang-goyangkan pinggulnya hingga tubuhnya mulai mengejang lagi.
“Yah…terus goyangnya, Bapak juga dah mau !” desah Pak Dahlan dengan mempererat cengkramannya pada payudara Selvy.
Mereka pun akhirnya orgasme bareng, suara desahan mereka terdengar memenuhi ruang tengah. Sperma Pak Dahlan berlelehan diantara bibir vagina Selvy dan penis Pak Dahlan yang masih terbenam disana.
“Hehe…liat tuh adik Non hebat juga ngentotnya, Non juga jangan mau kalah hayo !” ejek Imron.
“Iya ayo, cewek kembar sama cantiknya, ngentotnya juga harus sama jagonya !” si bongkok itu menimpali.
Kata-kata itu membuat hati dan telinganya panas, ingin rasanya dia menghabisi ketiga bajingan itu kalau saja punya kemampuan untuk itu. Tapi di lain pihak dirinya sendiri juga terbuai oleh rangsangan-rangsangan dari mereka. Tak lama kemudian Thalib mengerang panjang, ia telah orgasme dengan meremasi payudara kanan Selly dengan brutal sehingga Selly pun merintih kesakitan. Penis Thalib menyemprotkan sperma banyak sekali ke rahimnya. Frekuensi genjotannya berangsur-angsur turun dan dengan nafas tersenggal-senggal dia pun akhirnya memisahkan diri dari gadis itu.
“Whui…puas aku ngentotin cewek cakep gini, sekarang nyoba adiknya ah !” ujar Thalib sambil menyeka keringar di dahinya lalu menghampiri Selvy yang masih terkulai diatas tubuh tambun Pak Dahlan.
“Ja-jangan…jangan !” sahut Selly dengan tangan terjulur hendak mencegah.
“Udah, ga apa-apa Non sekarang sama saya aja !” Imron makin mendekap Selly yang meronta.
Untuk sementara Selly boleh lega karena Pak Dahlan ternyata masih lelah sehingga dia tidak ikut menggarap Selvy. Tubuh Selvy sekarang telah telentang dengan kaki terjuntai diatas meja ruang tengah dari kayu dan sedang digerayangi Thalib yang berlutut di sampingnya. Si bongkok itu tengah menjilati puting Selvy dan tangan satunya mengelus-elus vaginanya untuk membangkitkan kembali libido gadis itu. Ini bukannya pertama kali bagi Thalib, sebelumnya dia memang sering kebagian ‘jatah sisa’ dari wanita-wanita yang digauli majikannya yang dibawa ke rumah ini. Seperti sebuah makanan tersaji di meja, Thalib menjilat serta menciumi sekujur tubuh mulus itu dengan rakus. Tubuh Selvy menggeliat-geliat karenanya. Ciuman Thalib berakhir diujung kaki gadis itu, setelah puas mengemut sejenak jari kaki Selvy, si bongkok itu menyuruh Selvy membalikkan badan dan menunggingkan pantat. Dengan lemas Selvy mengikuti saja apa maunya, dia menungging dengan tubuh atas masih bersandar pada meja sehingga payudaranya sedikit tertekan di meja. Thalib mulai memasuki penisnya ke vagina Selvy, kali ini rasa sakitnya sudah tidak seberapa lagi karena daerah kewanitaannya sudah licin dan terbiasa. Sebentar kemudian tubuh mereka sudah menyatu dan bergoyang mencari kenikmatannya.
Imron dan Selly sekarang telah berada disofa, tepatnya di belakang meja tempat Selvy sedang disodok dari belakang oleh Thalib. Ditengah sodokan-sodokan Thalib dari belakang Selvy dapat melihat di depannya Pak Dahlan sedang merokok dan wajahnya senyum-senyum menyaksikan sepasang kembar itu dikerjai habis-habisan sementara di sebelahnya kembarannya sedang menaik-turunkan badan di pangkuan Imron, nampak penis Imron basah mengkilap karena lendir dari vagina Selly. Kepala Selly menengadah ke atas dan mengeluarkan desahan, tangannya meremas rambut Imron yang sedang mengenyoti payudaranya, pipi pria itu sampai kempot saking kuatnya mengenyot.
“Oohh…aahh…Pak !” erangan erotis Selly mewarnai setiap hentakan-hentakan tubuhnya membuat Imron makin bersemangat dan turut menghentakkan pinggulnya sehingga penisnya menusuk lebih dalam.
Gerakan Selly makin liar saat di ambang klimaks, dia memutar-mutar pinggulnya sehingga rongga kemaluannya teraduk-aduk oleh penis Imron. Akhirnya, Selly mengerang keras dengan tubuh menggelinjang. Selama beberapa saat tubuhnya menggelinjang hingga akhirnya melemas kembali. Namun, rupanya Imron belum orgasme, maka dia menelentangkan tubuh Selly dengan menyandarkan kepalanya di bantal kursi dan meneruskan genjotannya. Lendir yang keluar dari vagina Selly sangat banyak sampai menetes sebagian ke kursi. Baru lima menit kemudian Imron menyusul ke puncak dan menumpahkan spermanya di perut dan buah dada Selly.
Sementara di meja pun situasi semakin panas, genjotan Thalib yang semakin ganas menyebabkan desahan Selvy semakin keras pula. Si bongkok itu juga meremas-remas pantat sintal Selvy dan sesekali menepuknya. Tiba-tiba tubuh Thalib mengejang dan dari mulutnya mengeluarkan erangan, saat itulah spermanya menyemprot di dalam vagina Selvy, sekali lagi monster Quasimodo itu menghentakkan pinggulnya sehingga sebagian sperma yang sudah bercampur lendir kewanitaan itu meluap keluar membasahi daerah selangkangannya. Selvy merasa pandangannya makin kabur dan kesadarannya mulai hilang karena terlalu lelah digilir sejak tadi, diapun akhirnya ambruk dengan tubuh tengkurap di meja dan tubuh bawah terjuntai ditopang lutut. Dia baru bangun saat merasakan air hangat menerpa tubuhnya, berangsur-angsur dia sadar dan menemukan dirinya di kamar mandi sedang diguyur shower bersama Thalib dan Imron, sekali lagi mereka menggumulinya sambil memandikannya. Baru sekitar jam sembilan malam, Pak Dahlan mengantarkan mereka pulang ke kostnya dekat kampus. Selly sempat diperkosa sekali lagi oleh Imron di jok belakang dalam perjalanan dan Sevy yang kini duduk di depan menjadi korban tangan jahil Pak Dahlan yang menggerayanginya hingga tiba di kost.
Si kembar pulang dengan rasa sakit di seluruh tubuh dan kenangan pahit yang membuat mereka kehilangan kegadisannya. Hal itu juga menjadi awal mereka menjadi budak seks Imron dan Pak Dahlan. Belakangan dari Pak Dahlan mereka tahu bahwa Imronlah yang mengatur kejadian di ruang kepala jurusan itu termasuk ide menyalakan webcam untuk mengabadikan tubuh telanjang Selly yang menjadi bagian dari rencana jahatnya. Kini mereka harus siap memberi jatah jika diminta penjaga kampus bejat itu kapanpun dan dimanapun. Sepasang bidadari kembar ini telah menambah panjang daftar korban Imron yang akan terus bertambah.
###########################
Nightmare Campus 9: My Beloved Lecturer
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul enam kurang seperempat, di luar sana langit sudah hampir gelap dan hujan masih turun cukup lebat. Diana (28 tahun) sedang mengoreksi hasil penelitian mahasiswa-mahasiswanya sendirian di laboratorium teknik industri. Wajahnya tersenyum manis saat membaca sebuah SMS yang masuk ke ponselnya yang bertuliskan, “Baru sampai di Bangkok nih say, jaga diri di rumah yah, I luv u”. Pesan itu dari suaminya yang sedang dalam perjalanan bisnis ke luar negeri, diapun lalu membalasnya dengan kata-kata mesra pula lalu melanjutkan koreksiannya yang tinggal sedikit lagi. Ya, Diana adalah seorang dosen muda di Universitas ****** baru setahun mengajar sepulang dari Jerman menyelesaikan S2nya. Seorang wanita yang cantik, mandiri, dan pintar. Delapan bulan yang lalu dia baru saja mengakhiri masa lajangnya dengan seorang teman kuliahnya dulu, eksekutif muda tampan berusia 30 tahun bernama Alex, mereka saling mencintai tapi belum berencana mempunyai anak dulu karena kesibukan masing-masing. Kecantikannya dengan rambut ikal kecoklatan sebahu dan tubuh ideal berpayudara 32B serta kulitnya yang putih mulus menarik perhatian para mahasiswa, mereka mengagumi kecantikan dan kepintarannya, mereka bilang wajahnya mirip Olga Lidya, artis lokal berwajah oriental itu, beberapa bahkan sering menjadikannya objek fantasi seks mereka dan membayangkan lekuk-lekuk tubuhnya saat memberi kuliah, terutama kalau sedang memakai baju yang ketat sehingga menonjolkan bentuk tubuhnya yang indah itu.
Ketika sedang larut dalam koreksiannya tiba-tiba terdengar pintu diketuk, sehingga dia terpaksa meninggalkan sejenak pekerjaannya untuk membukakan pintu. Ternyata yang datang Imron, si karyawan kampus buruk rupa itu.
“Malam Bu, masih belum pulang yah, boleh saya mau nyapu dulu ?” sapanya.
“Ooo…silakan Pak, saya juga sebentar lagi selesai, cuma lagi ngoreksi aja kok” katanya sambil mempersilakan pria itu masuk.
Diana kembali ke mejanya dan Imron mulai menyapu, sambil bekerja matanya sesekali memandangi wanita itu, diperhatikannya wajah ayu itu yang sedang memakai kacamata yang menambah keanggunannya, rambutnya saat itu sedang diikat ke belakang sehingga memperlihatkan lehernya yang jenjang. Tatapan mata Imron seolah menembus tubuh Diana yang terbungkus kemeja kuning dan rok hitam selutut. Tak lama kemudian terdengar pintu diketuk lagi. Saat Diana mau bangkit berdiri, Imron yang menyapu dekat situ sudah terlebih dulu membukakan pintu itu.
“Sore Bu !” Jesslyn (eps. 2) memberi salam.
“Sore, ada apa ?”
“Nngg…saya mau konsultasi sebentar, boleh ga ?”
“Tentang masalah apa ?”
“Sebenarnya sih bukan masalah kuliah, mmm…coba Ibu nyalain bluetooth Ibu bentar, soalnya saya punya sesuatu yang penting buat Ibu” kata Jesslyn sambil menarik sebuah kursi dan duduk di depan Diana.
“Kalau bukan masalah kuliah apa ga sebaiknya dibicarakan nanti saja, saya lagi sibuk sekarang !”
“Tapi Bu, ini penting loh jadi ga bisa dilewatin gitu aja, ayolah Bu sebentar aja !” Jesslyn terus memohon.
Dengan agak kesal, Diana menyalakan juga bluetooth pada ponselnya karena dia juga penasaran dengan apa yang dibilang penting oleh mahasiswinya itu.
“Kenapa ga kamu kasih liat langsung aja sih, biar cepet !” kata Diana.
“Eehh…tenang dong Bu, kan biar Ibu bisa liat di HP punya sendiri juga !” jawab Jesslyn sambil menunggu file itu ditransfer.
‘Bip’ terdengar suara dari ponsel Diana setelah file selesai ditransfer. Buru-buru dia membuka file itu ingin tahu apa isinya. Betapa kagetnya dia ketika melihat video klip yang menampilkan gambar dirinya sedang mandi, wajahnya juga jelas tersyuting. Dia ingat betul adegan itu pasti disyuting dua hari lalu ketika mandi di kamar mandi setelah selesai berenang di kolam renang tidak jauh dari sini yang masih milik kampus. Waktu itu selain dia di kamar mandi terbuka itu juga ada beberapa gadis lain yang juga mahasiswi kampus ***** termasuk Jesslyn. Teringat lagi, saat itu Jesslyn sedang bersandar di dekat pintu kamar mandi sambil berbicara dengan ponselnya, barulah dia sadar ternyata Jesslyn saat itu hanya pura-pura bicara sambil mengarahkan lensa cameraphonenya yang bisa digerakkan ke arahnya dan mengabadikannya dalam bentuk video clip. Wajah Diana memerah karena marah dan malu, namun dia tetap berusaha menahan emosinya agar tidak sampai menggebrak meja atau bahkan menampar Jesslyn karena di situ masih ada Imron.
“Apa maksudnya ini !” katanya dengan geram.
“Ga ada maksud apa-apa kok, yah supaya cowok-cowok yang ngefans sama Ibu juga bisa lebih ngenal Ibu luar dalam hihihi !” jawab Jesslyn asalan sambil senyum-senyum.
“Ayo ikut saya, kita bicara di luar aja !” Diana bangkit berdiri lalu menarik lengan Jesslyn hendak menyeretnya keluar.
“Lepasin !” Jesslyn menyentak lengannya “Kalau mau bicara kenapa harus jauh-jauh Bu, disini aja napa? Malu kalau Pak Imron tau yah ?!” katanya dengan nada menantang.
“Jesslyn..!!” bentak Diana marah melihat tingkah mahasiswinya yang makin kurang ajar ini, apalagi membuka masalah ini di depan penjaga kampus.
“Oh iya, omong-omong Pak Imron udah ngeliat kok, ya kan Pak !”
“Ooo rekaman itu yah, bagus loh bodynya Bu Diana, jadi pengen liat aslinya juga !” sahut Imron dari belakang Diana.
“A-apa-apaan ini !” wajah Diana nampak bingung pandangannya berpindah-pindah antara Jesslyn di hadapannya dan Imron yang tidak jauh di belakangnya.
Belum hilang rasa kagetnya tiba-tiba Imron mendekap tubuhnya dari belakang.
“Hentikan ! kalian mau apa !” jerit Diana sambil meronta-ronta “Jess, kamu jangan keterlaluan yah !”
Jesslyn tersenyum mendekati dosennya itu dan ‘plak’ dia mendaratkan sebuah tamparan pada pipi kiri Diana sampai kacamatanya terlempar.
“Ini untuk minggu lalu mempermalukan saya di kelas !” kata Jesslyn.
Jesslyn sakit hati karena waktu itu ketika mengikuti kuliah Diana, dia sedang ngobrol dan cekikikan dengan temannya di belakang. Diana yang merasa terganggu menegurnya dan menyuruh keluar ruang kuliah. Jesslyn protes dengan nada bicara tidak sopan sehingga membuat Diana naik darah dan menamparnya di hadapan mahasiswa sekelas. Dengan rasa marah dan malu, Jesslyn keluar dari kelas sambil memegangi pipinya. Di luar, dia bertemu Imron yang memberinya isyarat mengajak berhubungan badan. Merekapun melakukannya secara quicky di sebuah gudang. Dengan hanya membuka pakaian seperlunya, Imron menggenjoti Jesslyn, satu tanganya memegangi paha kanannya yang terangkat dan mulutnya melumat bibir gadis itu. Tidak sampai sepuluh menit Imron sudah menyemprotkan spermanya di vagina Jesslyn. Saat itulah terbesit di pikiran Jesslyn sebuah cara untuk membalas perlakuan dosennya barusan. Diapun mengutarakan ide ini pada Imron. Sebagai seorang yang sudah berpengalaman dalam hal-hal seperti ini, Imron memberi masukan pada Jesslyn tentang apa saja yang harus dilakukan untuk menjalankan rencana balas dendam itu. Seringai licik mengembang di wajah Jesslyn mendengar masukan dari Imron.
“Bapak emang hebat, kalau berhasil Bapak bakal saya kasih bonus !” katanya.
“Hehehe, ga apa-apa asal Non dan dosen Non itu mau ngelayanin Bapak aja itu udah lebih dari bonus kok” kata Imron sambil meremas payudaranya.
Setelah membereskan pakaiannya, mereka pun keluar dari tempat itu secara terpisah. Jesslyn mengintai gerak-gerik Diana selama beberapa hari sambil mencari-cari kesempatan bagus untuk mengambil gambarnya dalam pose memalukan. Penantian Jesslyn pun tidak sia-sia, kesempatan itu datang ketika Diana berenang di kolam renang milik kampus. Di kamar mandi kolam renang itu, Jesslyn merekam adegan Diana yang sedang diguyur shower sambil pura-pura bicara dengan cameraphonenya.
“Dikirain enak apa ditampar kaya gitu di depan kelas, sekarang saatnya saya buat perhitungan sama Ibu, o yah…by the way saya juga sebel tuh punya dosen yang sok cantik yang suka berlagak jadi idola semua mahasiswa !” kata Jesslyn sambil menjambak rambut Diana yang dikuncir.
“Kurang ajar kamu Jess, kamu tau apa yang kamu lakukan !” Diana menatap tajam mahasiswinya ini.
“Non Jesslyn itu temen saya Bu, jadi kalau Ibu nampar Non Jesslyn berarti juga berurusan sama saya !” kata Imron dekat telinganya.
“Calm down Bu, saya ga sejahat itu kok, rekaman Ibu ini baru saya sama Pak Imron aja yang tau, tapi kalau Ibu ngelawan, saya kuatir satu kampus bakal tau semua, atau mungkin saya masukin internet biar semua bisa liat body Bu Diana yang seksi ini !” kata Jesslyn.
Ketakutan mulai melanda Diana yang posisinya makin tidak menguntungkan.
“Jangan lakukan itu…kamu mau apa dari saya ?!”
“Saya cuma mau ngebagi kecantikan Ibu dengan Pak Imron, saya jamin Ibu bakal lebih puas daripada ML sama suami Ibu” jawab Jesslyn dengan tangan meraba payudara dosennya itu.
“Jangan, ini gila, lepasin saya tolong….To...mmmhhh !” dengan sigap Imron membekap mulut Diana begitu dia mau berteriak.
“Teriak…teriak aja Bu ayo ! buka mulutnya Pak, supaya orang lain datang dan melihat rekaman ini, kebayang ga sih jadinya apa ?” tantang Jesslyn.
“Jangan…jangan...saya mohon jangan sebarkan itu Jess !” Diana mulai mengiba dan matanya mulai berkaca-kaca.
Tangan Jesslyn mulai bergerak membuka kancing kemeja Diana sehingga branya yang berwarna krem mulai terlihat. Imron langsung menyusupkan tangannya ke dalam cup bra itu menyentuh payudaranya.
“Hehehe…montok banget yah toked ibu, udah ada susunya belum nih, Ibu udah beranak belum ?” kata Imron.
“Belum lah Pak, Bu Diana kan belum lama nikah, atau mungkin suami ibu ga bisa ngasih anak atau ga bisa muasin ibu ?” ejek Jesslyn dengan wajah puas karena berhasil membalaskan dendamnya.
Diana tertunduk lemas, air mata mengalir membasahi wajahnya tanpa dapat dibendung.
“Jangan…saya mohon…hentikan !” ucapnya sambil terisak ketika tangan Imron mulai mengangkat roknya.
Desiran angin malam terasa menerpa pahanya yang tersingkap, rasa dingin itu lalu berubah menjadi hangat seiring bulu-bulunya yang merinding ketika tangan kasar itu mengelusi paha itu terus makin ke atas hingga menyentuh bagian kemaluannya yang masih tertutup celana dalam.
“Silakan dinikmati sepuasnya Pak, saya jadi penonton aja dulu” sahut Jesslyn sambil mundur lalu mendudukkan pantatnya di meja terdekat untuk menikmati balas dendamnya.
Tangan Imron mempreteli sisa kancing bajunya sehingga baju itu terbuka sudah memperlihatkan payudaranya yang masih tertutup bra dan perutnya yang rata. Sedangkan tangannya yang satu lagi mulai menyusup lewat atas celana dalamnya. Diana memang sempat menahan tangan pria itu namun tenaganya tidak cukup kuat, permintaannya agar Imron tidak meneruskan perbuatannya tidak dihiraukan olehnya.
“Nnngghh…!” desahnya begitu tangan itu akhirnya masuk ke balik celana dalamnya dan menyentuh permukaan kemaluannya yang ditumbuhi bulu.
Diana merasa jijik dan terus meronta berusaha menghalangi Imron menggerayangi bagian-bagian terlarangnya. Namun semua itu sia-sia saja menghadapi maniak seks yang sedang kalap ini, apalagi ditambah intimidasi rekaman bugilnya akan disebarluaskan kalau tidak menuruti kemauan pria ini. Lelah meronta dan mulai terangsang karena permainan jari Imron di balik celana dalamnya, Dianapun pasrah. Mengetahui mangsanya telah takluk, Imron membaringkan tubuh Diana pada meja panjang yang biasa dipakai untuk praktikum. Imron mengambil posisi diantara kedua kaki Diana yang terjuntai dari lutut ke bawah, kemudian dengan kasar dia melucuti celana dalamnya.
“Weleh-weleh seksi banget, sudah lama saya pengen liat ke dalam sini” sahut Imron sambil memandangi daerah kemaluan Diana yang ditumbuhi bulu yang dicukur rapi membentuk segitiga.
Bibir kemaluan Diana masih nampak rapat dan kencang. Wajah Imron kini makin mendekati daerah itu, aroma kemaluannya semakin terasa dan membuatnya makin bergairah. Sementara mata Diana terpejam dan masih mengeluarkan air mata, tapi mendadak matanya melebar disertai desahan dari mulutnya ketika lidah kasar pria itu menyapu bibir kemaluannya. Tangisan Diana makin menjadi dan memohon minta dilepaskan, namun disaat yang sama dia pun tidak bisa menyembunyikan gairahnya yang mulai naik.
Tubuh Diana mengejang dan berkelejotan ketika lidah Imron menyentuh klitorisnya.
“Ooohh…!” tak terasa dia mendesah demikian karena merasakan jilatan panjang pada klitorisnya yang membuatnya serasa melayang.
Diana merasakan ada suatu sensasi aneh dalam dirinya, walaupun jijik dan tidak rela dia menginginkan pria ini terus melakukannya. Matanya membeliak-beliak dan vaginanya semakin berlendir tanpa bisa ditahannya. Tangan Imron juga turut bekerja merabai paha dan pantatnya yang putih mulus itu.
“Ya Tuhan, kenapa begini, kenapa aku menikmati…ini perkosaan, tapi kenapa…?” Diana bergumul hebat dalam batinnya, tidak rela tapi mau.
Sudah hampir seminggu dia tidak mendapat kehangatan dari suaminya karena terlampau sibuk, bahkan semalam sebelum pergi ke luar negri, mereka hanya sempat mandi bersama tanpa melanjutkan lebih jauh karena Alex harus berangkat pagi-pagi sehingga harus cukup istirahat. Sejujurnya Diana merasa tanggung sekali karena kemarin Alex hanya melakukan pemanasan dengan ‘menyusu’ dan raba-rabaan saja tanpa lanjutan, namun sebagai seorang istri yang pengertian dia pun tidak mau memaksa. Kini ulah Imron itu seolah mengisi kekosongannya kemarin, namun di lain pihak dia juga merasa berdosa dan kotor, sungguh dirinya serasa terombang-ambing.
Setelah puas menjilati vagina Diana, Imron membuka celana sekaligus celana dalamnya sehingga terlihatlah penisnya yang sudah menegang, hitam dan panjang. Digenggamnya batang itu untuk diarahkan ke vagina Diana. Hangat dirasakan Diana saat kepala penis itu menyentuh bibir vaginanya disusul rasa geli yang ditimbulkan dari gesekan-gesekan penis itu pada kemaluannya, hal ini menyebabkan birahi Diana bangkit walau tak dikehendakinya. Tanpa memberikan kesempatan untuk akal sehat Diana bekerja lagi, Imron menekan ujung penisnya ke liang senggamanya. Dengan satu sentakan kasar batang kemaluannya melesak ke dalam vagina Diana, spontan wanita itu pun terbelakak matanya dan menjerit kesakitan, tubuhnya menegang hingga melengkung ke atas menampakkan guratan tulang rusuknya. Suara hujan deras di luar sana seolah menambah dramatis suasana, sebuah senyuman puas nampak pada wajah Jesslyn karena berhasil membalaskan sakit hatinya. Imron memompa penisnya dengan brutal tanpa mengenal kasihan pada Diana yang baru kali ini menerima penis yang sebesar itu.
“Hahaha…terus Pak, lebih hot lagi dong, jangan dikasih ampun, buktiin dong Bapak lebih perkasa dari suaminya !” Jesslyn menyoraki memanas-manasi situasi.
Tubuh Diana tergoncang-goncang di atas meja itu, mulutnya tak bisa menahan desahan yang keluar, buah dadanya kini terekspos sudah setelah Imron menyibakkan cup branya ke atas, sambil menggenjot kedua tangannya meremasi sepasang payudara itu.
Imron menyodok-nyodok vagina Diana hingga menyentuh g-spot Diana. Batang itu makin lancar keluar-masuk karena vagina Diana juga makin licin oleh lendirnya. Perlahan diapun mulai terbiasa dan perihnya berkurang. Imron lalu mengangkat tubuh Diana lewat punggung hingga dia terduduk di tepi meja kemudian dipagutnya bibir wanita itu.
“Tidak…ini tidak mungkin !” pikirnya setengah sadar “kenapa aku menikmati perkosaan ini, tapi…tapi ini memang…enak…ahh…maaf-maafkan aku Lex, maafkan aku”
Lidahnya terus saling belit dengan lidah pria itu sementara batinnya mengalami konflik, ekspresi itu diungkapkannya dalam butiran air mata yang masih menetes di wajahnya. Darah dalam tubuhnya mengalir makin cepat, akal sehatnya mulai tertutup oleh naluri seks yang liar karena keperkasaan penis penjaga kampus ini serta kelihaiannya mempermainkan nafsu wanita. Walaupun udara di luar makin dingin disertai angin kencang dan guntur, suasana di ruangan itu makin panas, Jesslyn yang menonton juga mulai terangsang oleh adegan tersebut, nampak dia menggesek-gesekkan pahanya dan kemaluannya terasa basah. Imron merubah lagi posisi mereka, kali ini Diana diturunkan dari meja dengan posisi menungging dan tubuh bagian atasnya tiduran di meja, sementara Imron menyodokinya dari belakang.
Jesslyn bangkit dari kursi dan mendekati Imron yang sedang asyik menghujam-hujamkan penisnya ke vagina Diana. Dia membisikkan sesuatu pada pria itu, entah apa pembicaraannya, Imron hanya mengangguk dan Jesslyn menyeringai jahat lalu keluar dari ruangan itu. Sementara itu Imron terus menggenjot Diana, tusukan-tusukannya makin keras sehingga tubuh Diana tersentak-sentak dan jeritan-jeritan tertahan keluar dari mulutnya. Tanpa sadar Diana juga menggoyangkan pinggulnya mengikuti irama genjotan Imron, dia merasakan kenikmatan yang berbeda yang dari yang biasanya. Diana pasrah tubuhnya diapakan saja oleh penjaga kampus itu.
“Ooooohhhh….aaahhh !!” Diana mendesah panjang dan tubuhnya bergetar hebat, dia merasakan cairan vaginanya seperti tumpah semua.
Imron masih terus melancarkan serangannya, cairan yang meleleh dari vagina Diana makin melicinkan gerakan penisnya sehingga otomatis sodokannya pun makin cepat, terdengar bunyi decak cairan setiap penis itu menyodoknya. Berangsur-angsur tubuh Diana melemas kembali setelah klimaks panjang yang luar biasa itu, dengan Alex pun dia belum pernah klimaks seperti ini. Imron menurunkan tempo permainannya, dia tidak ingin buru-buru keluar.
“Ibu emang enak banget dientot !” komentarnya kemudian mulutnya nyosor ke depan dan memagut bibir Diana.
Diana yang masih lemas tidak kuasa menolak ciuman itu, malah dia membalas sapuan lidah Imron dengan bergairah.
Imron mencumbui Diana sambil terus menggerayangi tubuhnya. Tiba-tiba pintu dibuka sehingga membuat Diana terkejut dan refleks melepas ciumannya.
“Wah, wah, asyik bener lagi ujan-ujan gini ada yang bisa angetin badan, sama bu dosen toh kali ini Ron !” ujar Pak Kahar, si satpam kampus di ambang pintu, di belakangnya nampak satpam lainnya yang bernama Encep dan Jesslyn, rupanya dia tadi keluar untuk memanggil mereka agar ikut mengerjai dosennya itu.
Diana sangat malu dipergoki dalam keadaan seperti itu, dia mencoba melepaskan diri atau setidaknya menutupi daerah terlarangnya, akan tetapi kedua tangannya ditelikung ke belakang oleh Imron sehingga tubuhnya yang sudah terbuka sana-sini itu terlihat oleh kedua pria yang baru datang itu.
“Asyik nih, gua udah lama naksir sama bu dosen ini, akhirnya ada juga kesempatan ngewein dia hehehe !” sahut Encep.
Kedua satpam itu menatapi tubuh Diana dari atas sampai bawah dengan pandangan bernafsu. Diana sangat takut dan jijik melihat reaksi mereka memandangi dirinya.
“Jess kamu…kamu mau apa lagi ?” tanya Diana dengan suara bergetar.
“Hehe, Ibu ga usah kuatir gitu, saya kan tadi ngeliat Ibu enjoy banget digituin sama Pak Imron, saya kira Ibu suka main sama orang-orang seperti bapak-bapak ini makannya saya panggil mereka supaya Ibu lebih puas, apa saya masih kurang baik ?” kata Jesslyn dengan nada mengejek.
“Jangan…tega-teganya kamu, ini kelewatan…saya nggak mau !” Diana menggelengkan kepala dengan wajah berlinang air mata, wajahnya sangat memelas.
“Mendingan Ibu nurut aja deh, Ibu gak mau kan rekaman ini ketauan suami Ibu atau anak-anak sekampus ?” ancam Jesslyn dengan menjambak kuncir rambut dosennya.
Dianapun menyerah, dia memilih lebih baik tubuhnya dinikmati ketiga pria bejat ini daripada rekaman dirinya tersebar, terlebih ketika dikerjai Imron tadi Jesslyn sempat memotretnya beberapa kali dengan cameraphonenya. Kalau semua itu tersebar entah harus bagaimana dia menghadapi semua orang termasuk suaminya, akibatnya akan lebih tragis daripada bunuh diri. Mereka menelanjanginya dan berdecak kagum memperhatikan tubuh polosnya yang hanya menyisakan sepatu hak, kalung dan cincin kawinnya.
“Wuih…mulus banget, bini gua ga ada apa-apanya deh kalo dibanding satu ini !” sahut Pak Kahar sambil membelai payudara Diana.
“Asyik yah punya dosen kaya gini, saya juga pengen diajar sama Ibu” timpal Encep meremasi pantatnya yang padat berisi.
Kemudian Diana disuruh duduk di bangku dengan dikelilingi ketiga pria itu, mereka telah membuka celananya sehingga senjatanya yang sudah menegang itu mengacung tegak seakan menodong ke arahnya. Diana terhenyak melihat kemaluan mereka yang hitam besar, ngeri sekaligus terangsang.
“Ayo Bu, silakan dipilih mana yang mau Ibu sepong duluan !” perintah Imron dengan berkacak pinggang.
Diana menggeleng dan menghiba “Nggak…saya ga mau, tolong jangan paksa saya !”
“Ayo emut !” Pak Kahar sepertinya sudah tidak sabar, dia memegangi kepala Diana dan menempelkan penisnya ke wajah dan bibir wanita itu.
“Buka mulutnya Bu, kalau nggak besok satu kampus bakal ngeliat foto Ibu, mau ?” kata Imron dengan kalem namun bernada ancaman.
Diana tidak ada pilihan lagi, dengan terpaksa dia mulai membuka mulutnya dan Pak Kahar menekan penis itu ke dalam mulut mungilnya.
“Eit..eit…sabar dong Har, jangan main paksa gitu ke perempuan, biar bu dosen ini yang milih kontol mana yang dia mau !” Imron menghentikan temannya bersikap sok gentle.
“Jangan bengong aja dong Bu, mereka udah gak sabar tuh !” sahut Jesslyn yang duduk di meja dekat situ.
Dengan tangan gemetar Diana menggenggam penis milik Encep yang menurutnya lebih mudah masuk ke mulut karena walaupun panjangnya mirip, diameternya lebih ramping diantara ketiganya. Dia memejamkan mata dan menahan nafas ketika memasukkan penis dengan kepala bersunat itu ke mulutnya.
“Huehehe…Ibu seneng sama saya yah, tuh buktinya kontol saya diservis duluan !” celoteh Encep.
Diana tidak mempedulikan lagi ejekan itu, dia hanya ingin segera lepas dari mereka. Maka setelah penis itu masuk ke mulutnya, dia mulai mengulum dan menjilatinya sambil menahan rasa jijik.
“Oohh…yah…enak, sepongan Bu Diana emang emoy, oohh !” Encep mendesah, tubuhnya blingsatan menahan gejolak nafsunya.
Sementara itu Imron meraih tangan kiri Diana dan meletakkannya pada penisnya, Pak Kahar juga melakukan hal yang sama dengan tangan kanan wanita itu. Ketika menggenggam penis Imron batang itu masih agak basah oleh sisa lendir orgasme barusan.
“Saya juga dong Bu, jangan dia terus !” Pak Kahar yang sudah kebelet menarik kepala Diana dan menjejalkan penisnya ke dalam mulutnya.
Diana semakin terhanyut oleh arus birahi, dia mengocok dan mengoral ketiga penis itu secara bergantian. Tiba-tiba Diana merasakan kakinya direnggangkan lalu disusul sebuah sapuan lidah pada bibir vaginanya sehingga otomatis tubuhnya bergetar. Rupanya di bawah sana Encep sedang berjongkok dan mengoral vaginanya. Imron yang penisnya sedang dikulum juga sedang meremas-remas payudaranya. Hal ini membuat Diana semakin terangsang dan makin bersemangat mengulum penis dua pria lainnya. Tak lama kemudian Imron menekan kepala Diana sambil mendesah panjang, nampak dari pinggir bibir Diana meleleh cairan seperti susu kental. Ya, Imron telah mencapai orgasme di mulut Diana. Diana sendiri sebenarnya hendak melepaskan diri tapi tenaganya tidak cukup kuat sehingga dia terpaksa menelan sperma Imron yang kental dan beraroma menusuk. Baru kali ini dia menelan cairan itu, sperma milik Alex pun tidak pernah dia telan dengan alasan jijik.
Setelah klimaksnya reda, Imron baru melepaskan pegangannya dari kepala Diana yang segera melepaskan emutannya dan terbatuk-batuk. Reaksinya menunjukkan betapa jijiknya menelan cairan itu, namun ini malah membuat ketiga pria itu tertawa-tawa.
“Hehehe…Ibu baru pernah negak peju yah ? gimana rasanya enak kan ?” ejek Pak Kahar.
“Santai aja Bu, nelan peju gak bakal hamil kok” Imron menimpali disusul gelak tawa mereka.
“Sudah Pak, tolong lepaskan saya sekarang” pinta Diana.
“Yee…masa saya belum dipuasin mau udahan !” kata Pak Kahar.
“Iya yang saya juga belum loh, pokoknya hari ini saya harus bisa ngentot sama Ibu” timpal Encep.
“Betul Bu, Ibu kan udah bikin bapak-bapak ini kesengsem sama Ibu, tanggung jawab dong sekarang, sapa suruh jadi dosen idola !” sahut Jesslyn “Bapak-bapak jangan ragu, Bu Diana udah ikhlas kok kalian apain juga hihihi”
Diana hanya bisa pasrah tubuhnya ditelentangkan di meja praktikum oleh mereka.
“Sekarang giliran saya Bu, udah siap kan ?” Pak Kahar mengambil posisi di pinggir meja sambil membentangkan kedua paha wanita itu.
Walaupun sudah basah dan licin, Diana tetap merasa kesakitan ketika penis Pak Kahar yang sebesar lengan bayi itu melesak ke vaginanya karena dia baru pernah merasakan yang sebesar itu. Diana merasakan batang itu sangat menyesakkan, tonjolan-tonjolan uratnya terasa menggesek dinding vaginanya yang menjepit benda itu dengan keras. Tubuh Diana menggelinjang dan mulutnya mendesah menerima sodokan-sodokan si satpam itu.
Sementara Imron di sebelah kirinya sibuk mengenyoti payudaranya dan payudara yang kanan juga diremas-remas oleh Encep yang melakukannya sambil melumat bibirnya. Karena akal sehatnya telah kalah oleh birahi, tanpa sadar Diana melayani permainan lidah Encep. Tak pernah terlintas di pikirannya dirinya akan terlibat seks liar dengan cara gangbang seperti ini, dulu waktu kuliah di Jerman dia memang sering mendengar seks seperti ini bahkan pernah seorang teman bulenya mengajak ke undangan untuk pesta underground yang ujungnya tidak jauh-jauh dari pesta orgy, namun dia selalu dengan halus menolaknya karena merasa tidak pantas dan tidak sesuai dengan adat timur. Kini dia harus mengalaminya dengan pria-pria kasar seperti mereka. Tangan-tangan kasar itu berkeliaran menggerayangi bagian-bagian sensitif tubuhnya. Kedua putingnya terus menerus dipelintir, ditarik-tarik, dan dicupangi. Lekuk-lekuk tubuhnya yang indah dielusi tanpa ada yang terlewat. Diana terus memejamkan matanya tidak ingin melihat bagaimana ketiga pria kasar ini memperkosanya. Walau sebenarnya dia mulai menikmati perlakuan mereka dia belum berani menunjukkannya terang-terangan karena malu. Duapuluh menit kemudian, Pak Kahar mengalami ejakulasi, dia mengakhirnya dengan hujaman keras pada kemaluan Diana. Sambil melenguh dia menembakkan spermanya di dalam vagina Diana. Pada saat hampir bersamaan, Diana juga mengalami hal yang sama, tubuhnya menggelinjang tak terkendali, erangan panjang sekali lagi keluar dari mulutnya. Dia tidak bisa lagi menyembunyikan perasaan nikmat itu dan harus diakui walaupun ini termasuk perkosaan kenikmatannya jauh lebih dahsyat dibanding ketika bercinta dengan suaminya.
“Hhhh…ngghh…uenak… !” desah Pak Kahar seraya mencabut penisnya dari vagina Diana, batang itu nampak basah oleh cairan hasil persetubuhan mereka.
Encep menggantikan rekannya menyetubuhi Diana yang masih terkulai lemas. Dia menggenjotnya tidak kalah brutal dari Pak Kahar apalagi staminanya masih full. Melihat buah dada Diana yang ikut berguncang itu dia sangat gemas sehingga meremasinya dengan keras, hal ini menyebabkan desah kenikmatan Diana bercampur dengan rintihan kesakitan. Pak Kahar menggeser kepala Diana hingga menggantung dipinggir meja. Diana melihat dengan jelas penis hitam pria itu mendekati wajahnya.
“Dibersihin Bu sekalian diemut sampe bangun lagi !” perintah Pak Kahar.
Diana pun patuh membuka mulutnya untuk dimasuki penis satpam itu. Pak Kahar merasa keenakan sekali saat penisnya menyentuh lidah dan gigi Diana lalu dihangatkan oleh ludahnya. Naluri seksnya membimbingnya menjilati dan mengisap penis itu tanpa menghiraukan rasa jijik, lidahnya bergerak memutari kepala penis yang seperti cendawan itu. Buah zakar itu sesekali menumbuk hidungnya karena pria itu memaju-mundurkan pinggulnya perlahan seperti gerakan bersetubuh. Saat itu Imron sedang menjilati tubuh mulusnya sambil merasakan penisnya dikocok oleh wanita itu. Sungguh ketiga pria itu seperti gerombolan serigala lapar yang sedang menyantap makanan lezat.
“Dasar cewek, dimana-mana sama aja…gak perek gak dosen kalau udah konak mah kaya gini nih !” ujar Pak Kahar yang sedang menikmati penisnya dikulum Diana.
“Dosen kan juga manusia oi, kalau digituin konak dong, ya toh Bu hehehe…!” timpal Imron sambil memelintir putingnya.
Diana tidak mempedulikan lagi ejekan-ejekan yang merendahkan dirinya itu, dia terlampau hanyut dalam nafsunya dan sibuk mengoral penis satpam itu. Semakin dikulum penis itu semakin mengeras dan bangkit kembali sehingga mulutnya terasa makin sesak apalagi ketika pemiliknya menekan hingga menyentuh tenggorokannya. Setelah sepuluh menit baru Pak Kahar melepaskan penisnya. Diana langsung mengambil udara segar sebanyak-banyaknya dan terbatuk-batuk.
“Sakit Pak…aahh…ahh…jangan keras-keras !” rintih Diana meminta Encep mengurangi kebrutalannya menyodok vaginanya dan remasannya yang kasar pada payudaranya.
Tubuhnya telah basah oleh keringat dan ludah para pria itu, di payudara dan lehernya terlihat bekas-bekas cupangan yang memerah. Bosan dengan posisi demikian, Encep kemudian melepas sejenak penisnya dari vagina Diana kemudian dia duduk di sebuah kursi dan memerintahkan Diana naik ke pangkuannya.
“Eh duduknya ngehadap sini dong biar saya juga kebagian !” Imron menyuruhnya merubah posisi duduknya yang tadinya berhadapan dengan Encep jadi memunggungi.
“Kenapa Ron, gua jadi susah dong ngisepin teteknya” protes si Encep.
“Ntar aja kalo gua udah puas lu boleh deh ngapain aja, gua sekarang mau disepongin dulu, kecuali lu mau kontol gua deket muka lu”
Encep pun akhirnya nurut saja karena Imron lebih berkuasa dan dialah yang mendapatkan wanita ini, sedangkan dirinya sendiri hanya nimbrung saja.
“Sekarang Ibu goyang yah ayo !” kata Encep.
Diana melakukannya tanpa harus diperintah kedua kali karena dia sudah terbawa kenikmatan ini dan merasa tanggung sebelum mencapai klimaks. Pantatnya bergerak naik-turun disertai gerakan memutar sehingga pria itu merasa penisnya seperti diperas.
“Uihh…asyik, ga kalah dari goyang ngebornya Inul deh, Bu Diana emang emoy…oohh…terus dong dosen ngentot !” lenguh Encep kenikmatan.
Encep menikmati goyangan Diana sambil mendekap tubuhnya, tangannya meremasi payudaranya dari belakang. Leher Diana yang jenjang itu dijilati dan digigit-gigit kecil hingga meninggalkan bekas merah. Imron berdiri di hadapan mereka dengan tangan kiri menggenggam penisnya dan tangan kanannya meraih dagu Diana, kemudian dia menempelkan kepala penisnya ke bibir wanita itu. Tanpa sadar Diana menggerakkan tangan meraih penis besar berurat itu, tubuhnya bekerja secara otomatis mengikuti naluri seksnya.
Diana menjulurkan lidah menjilati lubang kencing Imron disertai gerakan mengocok perlahan.
“Enak Bu….oohh sepong terus dosen lonte !” Imron mengerang sambil memegangi kepala Diana.
Ketika sedang mengoral penis Imron, dia baru sadar bahwa orang yang mengerjainya tinggal dua orang. Dia menggerakkan bola matanya dan melihat ke samping dimana sayup-sayup terdengar desahan tertahan. Jantungnya makin berdegub melihat di sana Pak Kahar yang tinggal memakai kemeja satpamnya sedang berpelukan dengan Jesslyn, keduanya berciuman dengan penuh nafsu. Rok Jesslyn sudah tersingkap dan nampak tangan kasar pria itu sedang meremasi kedua bongkahan pantatnya yang padat itu sementara Jesslyn menggenggam batang penisnya. Jesslyn yang daritadi sudah terangsang oleh adegan langsung di depannya itu menyambut baik ketika si satpam itu mengajaknya melakukan hal itu. Jari-jari Pak Kahar menarik turun celana dalamnya lalu dengan gerakan tiba-tiba diangkatnya tubuh gadis itu dan didudukkan di tepi meja, sesudahnya dia melanjutkan memeloroti celana dalamnya hingga lepas dan dilempar ke belakang. Pria itu menarik sebuah bangku dan duduk disana tepat menghadap kemaluan Jesslyn yang ditumbuhi bulu-bulu hitam lebat.
“Sshhh…!” desis Jesslyn begitu pria itu membenamkan wajahnya di pangkal pahanya.
Jesslyn merasakan lidah kasar satpam itu menari-nari di dalam vaginanya memberikannya sensasi geli yang nikmat sehingga dia tak dapat menahan desahannya sambil menjepit kepala Pak Kahar dengan sepasang paha mulusnya.
Jesslyn
Pak Kahar menjulurkan tangannya menyingkap kaos Jesslyn beserta cup branya ke atas. Dengan demikian dia dapat mempermainkan payudara gadis itu sambil terus menjilati vaginanya. Di tempat lain, Diana sedang sibuk menaik-turunkan tubuhnya di pangkuan Encep. Pria itu sepertinya sudah mau mencapai puncak, terlihat dari erangannya dan remasannya yang semakin gemas terhadap payudara Diana, dia juga terkadang menekan-nekan tubuh Diana seolah menginginkan penisnya menusuk lebih dalam.
“Ohh…saya mau ngecrot Bu, di dalam yah !” ujarnya.
Diana sebenarnya tidak rela sperma-sperma itu tertumpah di rahimnya terlebih kalau sampai hamil gara-gara perkosaan ini, satu hal yang dia syukuri adalah saat itu dia sedang tidak dalam masa subur. Tak lama kemudian dia merasakan cairan hangat memenuhi bagian dalam kewanitaannya, desahan dan deru nafas satpam itu juga terasa dekat wajahnya. Dia terus menaik-turunkan tubuh hingga penis itu terasa makin menyusut ke bentuk aslinya namun dia sendiri masih belum mencapai puncak sehingga merasa ada yang kurang.
“Ayo, sama saya sekarang Bu !” Imron seolah bisa membaca pikirannya, dia membantunya berdiri dan mendudukkannya di pinggir meja.
Imron menusukkan penisnya ke vagina Diana, kali ini sudah tidak sesulit waktu pertama tadi karena daerah itu sudah sangat licin dan becek oleh cairan orgasme dan sperma kedua satpam yang barusan menggumulinya.
Imron mulai menggenjot penisnya dengan cepat keluar masuk vagina Diana.
“Aahh…oohhh…ahhh !” desah Diana dengan tubuh menggelinjang, kedua pahanya melingkari pinggang Imron dan tangannya memeluk erat tubuh pria itu.
Tiba-tiba dia merasa tubuhnya terangkat dari meja, ternyata Imron memang telah menjauhkannya dari meja, hanya pahanya saja ditopang oleh kedua tangan kokoh Imron. Secara refleks Diana makin mempererat pelukannya kepada Imron dan kini tusukan-tusukan penis Imron makin terasa olehnya, bahkan secara naluriah dia pun turut menggoyangkan pinggulnya. Imron sangat gemas melihat payudara Diana yang terguncang-guncang dan wajahnya yang makin bersemu merah karena terangsang berat sehingga tempo genjotannya makin bertambah. Sambil mengarungi lautan kenikmatan, Diana juga menyaksikan Jesslyn yang kaos dan roknya telah tersingkap sedang mengoral penis Encep yang duduk di bangku sementara dari belakangnya Pak Kahar menggenjotinya dengan ganas.
“Enak kan Bu ? Hehehe…sama suami Ibu belum pernah seasyik gini kan ?” ejek Imron.
“Iyah Pak…enak…ahhh…enak banget !” kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Diana yang tengah dilanda birahi tingkat tinggi.
Hampir duapuluh menit lamanya Imron menggenjot Diana dalam posisi demikian. Diana takjub akan keperkasaannya, dengan suaminya dia pernah mencoba posisi ini namun tidak bertahan lama karena gaya ini memang memakan banyak tenaga untuk menggenjot dan menopang berat badan sang wanita. Vagina Diana makin becek sehingga terdengar bunyi berdecak setiap selangkangan mereka bertumbukan.
Sementara itu, tidak jauh dari situ Jesslyn sedang menikmati sodokan Pak Kahar yang ganas. Sodokan itu cukup bertenaga sehingga tubuh Jesslyn ikut bergetar, terkadang penis Encep yang sedang diemutnya melesak lebih dalam dalam mulutnya. Pak Kahar juga menggerayangi payudaranya yang tergantung itu. Encep merem-melek menikmati belaian lidah Jesslyn pada penisnya.
“Gitu Non, enak…asoy, kaya surga !” gumamnya sambil membelai rambut Jesslyn.
Sejak diperkosa Imron tiga bulan lalu Jesslyn memang telah tidak malu-malu melakukannya dengan orang-orang semacam mereka. Hasrat liar dalam dirinya telah mengalir bagaikan curahan air dari bendungan yang bobol. Imron telah berhasil memunculkan sisi liar dalam diri gadis itu. Selain dengan kedua satpam ini Jesslyn juga pernah terlibat hubungan seks dengan si dosen bejat Pak Dahlan, gerombolan tukang becak di dekat kampus, sekelompok anak STM, dan lain-lain. Keliaran Jesslyn ini akan kita simak dalam nightmare sidestory di lain waktu.
“Oohh…ohhh…saya nggak tahan lagi Pak, mau keluar !” desah Jesslyn ketika merasa sudah diambang klimaks.
Mendengar itu Pak Kahar semakin bersemangat menggenjotnya hingga akhirnya tubuh Jesslyn mengejang tak lama kemudian. Cairan orgasmenya keluar deras sekali membasahi dan menghangati penis Pak Kahar.
“Hihihi…asyik banget yah Non entotannya ?” sahut Encep melihat reaksinya yang liar ketika orgasme.
Disaat yang sama Diana juga mencapai klimaks bersama Imron. Tubuhnya mengejang dan mulutnya mengeluarkan erangan panjang. Imron menyandarkan punggung wanita itu di tembok dan menurunkan kaki kanannya karena saat itu Imron juga sudah mau keluar. Dia menyusul sekitar setengah detik orgasme Diana, penisnya dia tekan lebih dalam sambil melenguh panjang melepaskan spermanya di dalam rahim wanita itu. Entah sudah berapa banyak cairan putih kental itu yang tertumpah disana sehingga meluber keluar dan meleleh di daerah paha sekitar selangkangannya. Setelah mereguk sisa-sisa orgasme sambil berpelukan Imron memapah tubuh Diana yang masih lemas dan membaringkannya di atas meja.
“Puas banget saya main sama Ibu, sekarang Ibu istirahat dulu, saya mau muasin Non Jesslyn” katanya seraya memberikan ciuman pada bibir wanita itu.
Akal sehat Diana berangsur-angsur pulih kembali, dia menyadari betapa kotor dan berdosanya dirinya karena telah menikmati persetubuhan laknat barusan. Perasaan bersalah pada suaminya kembali melingkupi dirinya sehingga air matanya menetes. Setelah merasa tenaganya cukup kembali Diana menjajakkan kakinya ke tanah dan melangkah gontai ke sudut ruangan untuk memungut kacamatanya yang terlempar. Untunglah benda itu tidak pecah, hanya gagangnya sedikit bengkok. Diana tersentak ketika bangkit berdiri dan membalikkan badan melihat Pak Kahar berdiri di belakangnya sambil cengengesan, penisnya dalam keadaan ereksi.
“Hehehe…pake kacamata gitu Ibu juga tetap cantik, saya jadi gemes deh !” kata Pak Kahar sambil meraih lengan Diana.
“Ehh…nggak Pak, sudah…cukup !” Diana melepaskan diri dari satpam itu yang mencoba mendekapnya.
“Ayo dong, Ibu ini malu-malu aja padahal tadi keenakan gitu, iya kan ngaku aja hehehe !” ejek Pak Kahar dengan terus melangkah mendekati Diana yang berjalan mundur menghindarinya sambil menutupi tubuh telanjangnya dengan tangan.
Pak Kahar akhirnya berhasil mendekap Diana di dekat jendela, tubuh Diana yang menghadap kaca jendela dipepetnya hingga kedua payudaranya yang montok itu menempel disana. Kalau saja hari masih siang dan tidak hujan pemandangan itu sudah menjadi tontonan gratis bagi orang-orang yang lalu lalang di taman belakang kampus itu. Diana meronta dan meminta agar dilepaskan, namun Pak Kahar malah meremasi pantatnya.
“Bagus Bu, pantat yang bagus, udah lama saya pengen pegang akhirnya kesampaian juga, dapet ininya lagi !” kata Pak Kahar seraya menggerakkan tangan satunya mengorek-ngorek vagina Diana.
Diana tak mampu berbuat banyak untuk melawannya terlebih tubuhnya masih letih setelah digarap mereka tadi, dia bahkan mulai terangsang lagi karena jari-jari si satpam yang mengais vaginanya, klitorisnya yang dia temukan dia main-mainkan sedemikian rupa, digesek dengan jarinya dan dipencet-pencet sehingga tubuh Diana bergetar seperti tersengat listrik.
Pada saat yang sama Jesslyn sedang melakukan gaya woman on top kepada Encep yang berbaring di lantai, pakaiannya yang sudah tersingkap itu masih menempel di tubuhnya. Sambil menaik-turunkan tubuhnya dia memberikan perlayanan mulut kepada penis Imron. Penis hitam Imron dia jilati dari kepala sampai buah zakarnya. Reaksinya sekarang sangat beda sekali dengan ketika pertama kali diperkosa Imron dulu, kini dia memang sudah menjadi budak seks Imron yang harus bersedia menuruti nafsu bejat si penjaga kampus itu. Tak lama kemudian, Imron merasa cukup dengan oral seks itu, kemudian dia menyuruh Jesslyn mencondongkan badan ke depan sehingga pantatnya terangkat. Imron lalu mengarahkan penisnya ke dubur gadis itu.
“Aakhh…pelan-pelan Pak…ngghh !” erangnya menahan rasa nyeri karena jarang melakukannya secara anal.
Setelah Imron memasukkan penisnya ke pantat Jesslyn, ketiganya mulai bergoyang lagi. Erangan kesakitan Jesslyn sekonyong-konyong berubah menjadi erangan nikmat merasakan double-penetration itu. Si Encep yang dibawahnya daritadi terus memain-mainkan payudara Jesslyn yang menggiurkan. Tubuhnya tersentak-sentak dan mulutnya mengap-mengap mengeluarkan desahan.
“Terus Pak…terus…ahh-ahh !” Jesslyn menceracau tak karuan.
“Oohh…abang mau keluar, enak banget Non uuhh !” Encep tiba-tiba mengerang lebih panjang dan matanya merem-melek karena sudah mau mencapai orgasme.
Jesslyn merasakan semprotan sperma Encep yang hangat di vaginanya, tubuhnya terus naik-turun karena dia belum mencapai puncak. Hal ini membuat Encep blingsatan karena penisnya terus diremasi dinding vagina Jesslyn yang makin berkontraksi, mulutnya yang agak monyong semakin monyong karena mengerang.
Jesslyn baru menyusul ke puncak sekitar lima menit kemudian, dia mengeluarkan banyak sekali cairan kewanitaan sampai meleleh membasahi selangkangannya dan selangkangan Encep. Imron pun saat itu juga sudah mau keluar, dia mencabut penisnya dari dubur gadis itu kemudian berdiri di depannya dengan tangan satu memegangi kepala Jesslyn dan tangan lainnya mengocok penisnya. Lima detik saja penis itu sudah menyemprotkan isinya membasahi wajah gadis itu. Imron menjatuhkan pantatnya di bangku terdekat dan Jesslyn ambruk di atas tubuh Encep dengan penis pria itu masih menancap di vaginanya. Sementara di jendela sana, situasinya tidak kalah seru. Diana yang merasa sudah makin mendekati puncak menggoyang-goyangkan pinggulnya menyambut genjotan Pak Kahar. Tubuh Diana makin terdorong ke depan, kedua lengan dan payudaranya makin menempel di kaca, dari luar itu akan menciptakan pemandangan yang menggairahkan. Jilatan si satpam pada daun telinga dan lehernya makin membuat darahnya bergolak. Akhirnya Diana merasakan dari dalam tubuhnya seperti mau meledak tanpa bisa ditahan lagi. Erangannya terdengar nyaring seiring dengan tubuhnya yang menegang. Pak Kahar semakin bernafsu menggenjoti Diana hingga tubuh wanita itu mulai melemas kembali.
“Sekarang saya mau keluar di mulut Ibu, Ibu harus telen peju saya yah, jangan sampe dimuntahin, awas !” katanya sebelum mencabut penisnya.
Diana disuruh berlutut dan mulutnya dijejali penisnya yang basah itu. Di dalam mulut dirasakannya kepala penis itu berdenyut-denyut hingga sebentar kemudian mengeluarkan cairannya yang kental dan hangat. Dengan terpaksa Diana menelan cairan itu karena tubuhnya masih terlalu letih untuk menolak. Sebagian sperma itu meluber di pinggir bibirnya dan meleleh ke leher membasahi kalung pemberian suaminya ketika masih pacaran dulu. Diana memejamkan mata erat-erat menahan rasa jijik namun disamping itu ada sensasi aneh mengalir dalam dirinya. Dia baru pernah merasakan kenikmatan total dalam berhubungan seks yang belum pernah dia dapatkan dari suaminya. Orgasme Pak Kahar pun makin surut, dia akhirnya melepaskan kepala Diana. Diana sendiri tersandar lemas di tembok tepat di bawah jendela, lelehan sperma masih nampak pada pinggir bibir, dagu dan lehernya, matanya menatap hampa ke depan.
“Nah gimana Bu, baru tau kan enaknya digangbang bapak-bapak ini !” ejek Jesslyn yang sudah membereskan pakaiannya “dan Ibu tau kan akibatnya kalau kejadian sekarang bocor, Ibu gak mau kan suami Ibu sedih”
Di rumah Diana menangis sejadi-jadinya sambil merendam tubuh di bathtub, dia merasa dirinya tidak beda dari pelacur, dia telah menjadi budak seks Imron yang harus bersedia melayaninya kapan saja dan dimana saja. Sejak itu pula dia selalu merasa persetubuhan dengan suaminya ada yang kurang, kenikmatan yang didapat tidak sedahsyat dengan si penjaga kampus dan kawan-kawannya itu. Sekalipun tetap mencintai Alex dengan sepenuh hati, namun dia tidak bisa menolak ajakan seks dari Imron yang dirasanya lebih nikmat, bahkan diam-diam hati kecilnya menginginkannya.
------------------------------
####################################
Nightmare Campus 10: The Pool
Universitas ****** sedang dalam masa liburan akhir semester genap. Kebanyakan mahasiswa yang ngekost di daerah sekitar kampus kembali ke daerah asalnya. Saat itu adalah jam enam lebih di kolam renang milik kampus terletak di seberang gedung itu. Semakin waktu berjalan semakin sedikit orang yang berenang di sana hingga akhirnya hanya tersisa dua orang gadis yang adalah mahasiswi universitas itu. Mereka pun sepertinya sudah hendak pulang juga karena disana sudah tidak ada siapapun lagi selain mereka.
“Jo, kita udahan aja yuk, tinggal duaan nih !” kata gadis yang berambut panjang dikuncir ekor kuda itu pada temannya yang sedang duduk di tepi kolam sambil menepuk-nepuk kakinya ke air. Dia juga lalu naik ke atas dan duduk di sebelah temannya itu.
“Iya bentar yah Vi, gua bales ini dulu” balas temannya.
“Serem juga yah udah gelap gini di sini” kata Devi sambil melihat sekeliling yang telah sepi, melalui kubah kaca di atas terlihat langit sudah gelap dan lampu-lampu dipinggiran kolam mulai dinyalakan.
“Eh tunggu bentar dong !” Joane memegangi lengan temannya itu ketika hendak berdiri dan membereskan barangnya.
“Aaahh…tenang aja gua baru mau beresin barang dulu kok, lu selesaiin aja SMSnya sana !” kata Devi.
“Iya, iya gua udah beres kok Vi, gua cuma mau ngajak lu main game dikit kok” kata Joane lagi, “gini nih Vi, mumpung sekarang udah sepi gimana kalau kita adu nyali berenang ke seberang sana terus balik sini lagi, tapi ga pake apa-apa” senyum nakal mengembang di wajah cantiknya.
“Ai gila lu Jo, emang ini vila si Cindy apa ? kalau ada yang ngeliatin gimana” Devi agak kaget dengan tantangan temannya itu.
“Tenang gua jagain, pintu masuk orang luar kan cuma dari sana, ntar kalo ada yang masuk gua alihin dulu perhatiannya biar lu sempat make baju renanglu dulu”
“Ngga ah-ngga ah…kalau ada yang liat mau taro dimana nih muka !” kata Devi malu-malu.
“Yah lu, kok jadi kaya anak mami gitu, ga seru ah !” ujar Joane menyikut lengan Devi “Gini aja, kan gua yang kasih tantangan, jadi gua mulai dulu yah, ntar kalau lu ngga mau berarti lu penakut gimana ?” tantangnya.
Akhirnya Joane dengan cuek menurunkan baju renang one piecenya mulai dari bahu dipelorotinya hingga bugil.
“Jo…edan lu yah, nekad amat” kata Devi dengan wajah cemas dan celingak-celinguk memastikan tidak ada siapa-siapa.
“Nih, titip dulu yah !” Joane menyerahkan baju renangnya pada Devi.
‘Byur !’ Joane langsung menceburkan diri ke air setelah menitipkan pakaian renangnya. Suara kecipak air terdengar jelas sekali di ruang yang sudah sepi itu. Dia berenang dengan gaya bebas ke seberang sana dan kembali dengan gaya punggung, di tengah dia berganti menjadi gaya dada hingga akhirnya tiba ke tempat semula. Joane mengusap rambut basahnya ke belakang lalu naik ke tepi kolam. Penampilannya saat itu dengan tubuh mulus yang basah itu sungguh menggiurkan, setiap pria normal yang melihatnya akan menelan ludah dan ereksi.
“Oke deh, your turn now !” ujarnya santai seraya mengambil baju renangnya dan memakainya lagi “ayo dong Vi, lu kan dah sering pose seksi di depan kamera, masa yang ginian sebentar aja takut sih ?”
Merasa tertantang dan gengsi, Devi pun melepaskan pakaian renang backless yang memamerkan punggungnya itu hingga tubuhnya polos. Tubuh dengan tinggi/berat 165cm/46kg itu tidak kalah menawan dari Joane walaupun payudaranya lebih kecil sedikit (34A), perutnya yang rata dan pantat yang sekal memperindah bentuk tubuhnya yang pernah menghiasi halaman sebuah majalah pria dewasa dalam balutan lingerie seksi. Selain sebagai foto model, Devi juga pernah membintangi beberapa iklan produk kosmetik dan minuman ringan serta mendapat peran kecil dalam sebuah sinetron. Dengan usia yang masih muda (20 tahun) dan modal fisiknya, prospek untuk menapak jenjang karir yang lebih tinggi terbentang luas di depannya, namun karena masih kuliah semester tiga di fakultas ilmu administrasi dia masih harus membagi waktu dengan kegiatan kuliahnya yang sedang dalam masa-masa sibuk sehingga belum bisa berkonsentrasi penuh dalam modeling dan acting. Meskipun namanya masih belum apa-apa dibandingkan model Catherine Wilson dan Davina Veronica, Devi menjadi salah satu selebritis di kampus, banyak mahasiswa dan dosen yang mengenal wajahnya melalui pose-posenya dan iklan yang pernah dibintanginya. Pria yang mencoba merebut hatinya pun tidak sedikit, tapi Devi terlalu pemilih dan agak materialistis, beberapa kali dia berpacaran dengan mahasiswa kaya tapi tidak ada yang bertahan lama, hingga kini dia belum menemukan pria yang cocok lagi.
“Jagain yang bener yah Jo, kalau ada orang masuk kasih tanda lho !” Devi sepertinya masih agak canggung bugil di tempat umum seperti ini.
“Iyah…tenang aja makannya lu cepetan nyebur supaya cepet beresnya dah gitu kita cabut” jawab Joane.
Devi melompat ke dalam air dan buru-buru memacu tubuhnya berenang ke seberang dengan gaya bebas. Begitu sampai dia melihat ke seberang dan sekeliling memastikan situasi masih aman.
“Ayo Vi, jia you…tinggal balik sini !” terdengar Joane berseru dari seberang sana memberinya semangat.
Rasa deg-degan Devi mulai berkurang karena yakin sebentar lagi akan selesai, dia menolakkan kakinya ke tembok kolam dan kembali memakai gaya bebas meluncur ke seberang. Akhirnya sampai juga dia ke garis finish yang ditentukan, namun betapa terkejutnya dia ketika timbul yang ditemukannya di pinggir kolam bukan lagi temannya, Joane melainkan dua orang pria dengan tampang mesum menyeringai melihat tubuh polosnya di air. Kontan Devi pun menjerit sambil menutupi dadanya, dalam kepanikannya dia memanggil-manggil nama Joane dan menyuruh pergi kedua pria itu yang justru semakin tertawa-tawa melihat tingkahnya.
“Udahlah Non mau teriak sampe serak juga ga ada siapa-siapa yang denger lagi disini” kata satu dari mereka yang tak lain adalah Imron, si penjaga kampus bejat.
“Tul itu, lagian pintu juga udah dikunci kok !” timpal pria satunya yang berkepala botak dan bertubuh kurus tinggi itu, usianya sekitar 40-an, wajahnya jauh dari tampan, di pipi kirinya ada tompel sebesar biji lengkeng dengan hidung pesek dan kumis jarang. Orang ini bernama Abdul, salah satu penjaga kolam renang kampus.
“Non nyari ini kan ?” Imron menunjukkan pakaian renang yang dipegangnya “tadi temen Non udah pulang dulu, katanya ada perlu jadi dia nitipin ini ke kita”
“Heh Non, tau gak sih disini tuh dilarang berenang bugil kaya gini, ini kampus loh lingkungan pendidikan, gak boleh sembarangan gitu Non !” kata Abdul dengan memasang tampang galak.
“Apalagi saya denger Non ini juga model kan, calon selebritis, kok ngasih contoh kaya gini sih” Imron geleng-geleng kepala sok menasehati “sepertinya beberapa hari lagi bakal ada berita di infotainment, model Devi Oktaviana ketangkep basah berenang bugil di kampusnya hehehe !” keduanya terkekeh-kekeh.
“Sialan lu Jo !” omelnya dalam hati, tubuhnya mulai gemetar karena takut dan kedinginan, walaupun telah ditutupi tangan dan merendam tubuh hingga sebatas leher tetap saja tubuh mulusnya terlihat oleh mereka.
“Maaf Pak, tadi kita cuma main-main aja kok, tolong dong Pak baju renang saya kembaliin, kita bisa bicarakan baik-baik kan ?” Devi mencoba bernegosiasi.
Mereka saling pandang dan tersenyum, senyum yang jahat, Devi pun merasakan hal itu karena sejak tadi mereka terus menatap tubuh telanjangnya dengan pandangan mesum.
“Ohh…tentu, tentu bisa kita selesaikan ini baik-baik” jawab Imron, “ayo Non naik sini dulu biar kita bicara gak jauh-jauhan gitu, yuk sini !” dia mengulurkan tangan meminta gadis itu naik ke darat.
Di darat sebisa mungkin Devi menutupi tubuh telanjangnya, dengan lengan kanan dia menutupi payudaranya dan telapak tangan kiri menutupi kemaluannya, namun itu semua tidak cukup menutupi tubuhnya, kemolekan tubuhnya tetap terlihat oleh kedua orang yang telah mengerubunginya itu. Devi merasa bulu kuduknya merinding semua karena tatapan mereka, namun di sisi lain dia juga merasa ada kegairahan aneh seperti ketika sesi pemotretan dimana dia merasa tersanjung karena sanggup membuat pria-pria yang memotret dirinya menelan ludah melihat tubuhnya yang dibalut pakaian seksi, tapi kali ini lain, kali ini dia harus bugil di depan dua pria bertampang sangar.
“Udah ga usah ditutup-tutupin gitu, tetap aja keliatan kok sama kita !” Imron menarik lengan kanan Devi sehingga payudaranya yang berputing coklat muda itu terekspos jelas.
“Eehh…jangan kurang ajar yah !” pekiknya seraya menarik lagi lengannya.
Namun dengan cekatan Abdul meraih lengannya disusul lengan satunya yang menutupi kemaluan lalu ditelikung ke belakang sehingga kedua lengan gadis itu terkunci.
“Aduh…sakit, lepasin…lepasin saya !” jeritnya, semakin meronta dia semakin merasa lengannya makin tertekuk dan sakit sehingga sebentar saja dia memilih mengendurkan perlawanannya.
“Hehehe…kurang ajar gimana Non, gini baru kurang ajar nih !” Imron meraih dan meremasi payudara kanan gadis itu.
“Atau gini nih hehe !” sahut Abdul dari belakang sambil menepuk dan meremas pantatnya yang bulat indah.
“Kita cuma minta kerjasama Non buat nutup mulut…Non mending nurut aja daripada kita laporin ke rektorat” ujar Imron sambil mengelus pipi Devi.
Devi terdiam dengan ekspresi bingung, sejujurnya dia merasa enggan harus melayani kedua pria menjijikkan ini, namun bagaimana kalau sampai rahasia ini terbongkar, bukan saja malu yang didapatnya, tapi masa depan karirnya pun pasti suram. Dia pun berpikir daripada mendapat kesulitan seperti itu lebih baik pasrah saja dan menuruti kemauan mereka, toh dirinya juga sudah tidak perawan lagi, pria yang pernah menikmati tubuhnya pun hingga kini sudah tiga orang yaitu bekas pacar-pacarnya, jadi apa salahnya bersama mereka yang beda hanya perbedaan status, penampilan fisik dan rasnya. Sebelumnya dia memang pernah mendengar dari Joane bahwa temannya itu pernah merasakan ML dengan si penjaga kampus di hadapannya ini, Joane menceritakan padanya bagaimana dia menggoda pria itu di kelas hingga akhirnya terlibat persetubuhan (baca eps. 7) namun Joane tidak menceritakan lebih lanjut bahwa dia telah menjadi budak seks pria itu. Ketika itu Devi merasa risih sekaligus agak terangsang membayangkan digerayangi dan disetubuhi orang seperti itu, namun untuk mencobanya terus terang dia tidak seberani temannya itu. Tidak pernah terbayangkan hari ini dia harus mengalami seperti yang diceritakan Joane dulu.
“Iya, iya saya menyerah, tapi tangannya lepasin dong Pak, sakit nih, aduh !” pintanya dengan meringis kesakitan.
Imron menggerakkan kepala menyuruh Abdul melepaskan Devi. Kedua pria itu lalu memeluk tubuh Devi yang sudah pasrah. Abdul mendekapnya dari belakang sambil meremasi payudaranya dan menciumi lehernya. Dari depan Imron meremas payudara satunya sambil melumat bibir gadis itu, dijilatinya bibir tipis gadis itu memaksanya membalas ciumannya. Sentuhan-sentuhan pada bagian sensitif tubuhnya menyebabkan gairah dalam dirinya bangkit dengan cepatnya sehingga mulutnya mulai membuka menyambut ciuman Imron, lidah mereka bertemu dan saling membelit. Sebenarnya Devi merasa tak nyaman dengan nafas Imron yang tidak sedap, namun perasaan itu makin berkurang seiring birahinya yang makin naik.
“Eenggghh !” desahnya tertahan ketika dirasa jari-jari mengelusi bibir vaginanya.
Dia merapatkan paha menahan rasa geli, namun pemilik tangan itu, si Abdul malah semakin gemas dibuatnya, dia makin gencar menggerakkan tangannya diantara jepitan kedua paha mulus itu sambil menggesek-gesekkan penisnya dari balik celana pada pantat Devi. Jarinya kini mulai membelah bibir vaginanya dan menggosok-gosok dinding bagian dalamnya. Devi juga merasakan kedua putingnya makin mengeras karena dimain-mainkan sejak tadi. Darahnya berdesir dan nafasnya makin memburu sehingga percumbuannya dengan Imron semakin panas saja, suara decak ludah mereka terdengar disertai desahan tertahan gadis itu.
Devi semakin terbawa arus, kedua lengannya memeluk tubuh Imron seakan memintanya melakukan lebih dan lebih. Himpitan kedua pria ini memberi kehangatan bagi tubuhnya yang tadi sempat kedinginan. Tangan Imron merambat ke bawah ke vaginanya dimana tangan Abdul juga sedang bercokol. Vagina Devi kini diobok-obok dua tangan kasar, jari-jari mereka dengan liar mengelus atau keluar masuk liang vaginanya. Daerah itu makin becek dibuatnya. Imron tidak menyangka dapat menaklukkan gadis model ini demikian mudah, bahkan lebih mudah daripada korban-korbannya yang cewek bispak seperti Joane dan Fanny. Jawabannya adalah karena dari dalam hati kecilnya memang Devi menginginkan diperlakukan seperti ini, waktu dulu Joane bercerita pernah ML dengan Imron pun dia terangsang sehingga vaginanya becek. Namun demikian, statusnya sebagai calon public figure menyebabkannya harus menjaga image dan tidak bisa sebebas Joane yang memang dikenal sebagai mahasiswi bispak. Kini, walaupun awalnya dia terpaksa tapi keinginan terpendamnya itu terpenuhi dan gairahnya pun menyala-nyala. Kini pertama kalinya dia melakukan threesome juga pertama kalinya melakukan dengan orang-orang kasar kelas bawah seperti mereka, seolah-olah ada sensasi berbeda dari yang pernah dia rasakan bersama mantan pacar-pacarnya dulu. Ledakan dari keinginan terpendamnya itu membawanya pada penyerahan diri total tanpa memikirkan lagi status yang disandangnya, tidak ada lagi perbedaan antara kelas atas maupun bawah, top model maupun orang-orang pekerja kasar, cantik dan jelek, yang ada hanyalah dua jenis manusia yang terlibat dalam aktivitas seks.
Puas dengan Frech kiss, ciuman Imron mulai merambat turun, lehernya dia cium dan jilati dengan gerakan menurun hingga ke payudaranya. Imron membungkuk sedikit agar bisa melumat payudara gadis itu. Mulutnya menyedot dengan keras payudara itu, putingnya digigit-gigit serta dimain-mainkan dengan lidahnya.
“Aahhh…aahh…!” desah Devi dengan tubuh menggelinjang.
“Wow, ini memek cepet banget beceknya, udah keenakan yah Non ?” sahut Abdul.
“Berlutut Non !” perintah Imron padanya.
Devi berlutut di depan mereka tanpa banyak cingcong seolah pasrah mau diapakan saja oleh mereka. Imron di sebelah kanannya sedangkan Abdul di sebelah kiri, mereka mulai membuka celana masing-masing. Sebentar saja kedua penis mereka telah mengacung terarah ke wajahnya. Mata Devi terbelakak menyaksikan batang penis yang begitu besar, hitam dan berurat, milik kedua mantan pacaranya dulu tidak ada apa-apanya di banding dua ini, apalagi milik Imron yang perkasa itu. Dengan tangan bergetar tangan kanannya meraih penis Imron dan tangan kirinya penis Abdul.
“Ayo Non, disepong yang enak, saya mau ngerasain servisnya foto model nih hehehe !” kata Abdul sudah tak sabar.
Entah setan apa yang sedang merasuki Devi sehingga dia begitu pasrahnya menuruti mereka. Selama ini dia merasa semua orang menyanjungnya dan menganggapnya gadis yang sulit disentuh karena statusnya sebagai calon bintang, namun baru kali ini dia merasakan diperbudak dan direndahkan sehingga seperti ada sensasi yang lain dari biasanya yang secara tak sadar mulai dinikmatinya.
Mula-mula dia mulai dengan menyapukan lidahnya pada permukaan batang penis Abdul hingga ke kepala penisnya, lalu berpindah ke Imron dengan teknik yang sama. Kedua pria itu mendesah karena nikmatnya. Dia mengoral dan mengocok penis itu secara bergantian, sementara penis yang satu dioral, yang lain dikocok demikian bergantian.
“Eeenngghh…sebentar Non terusin dulu yang saya !” sahut Imron sambil menahan kepala Devi ketika hendak pindah mengulum penis Abdul.
Imron masih merasa keenakan dengan kuluman dan jilatan gadis itu sehingga ingin merasakannya lebih lama. Abdul nampaknya mengalah saja karena dia hanya ikutan kalau bukan tanpa Imron belum tentu dia mendapat kesempatan ini. Devi mengulum penis itu dalam mulutnya, lidahnya bergerak liar menyapu batang dan kepala penisnya yang mirip jamur, dia mulai terbiasa dengan penis Imron yang agak bau itu.
“Uuhh…enak…asyik Non terus !” desah Imron sambil menggoyang pinggulnya seolah sedang menyetubuhi mulutnya.
Sepuluh menit kemudian ketika spermanya mau muncrat barulah Imron melepaskan penisnya karena tidak ingin buru-buru orgasme. Ini bukan berarti tugas Devi selesai, penis Abdul sudah menunggu pelayanannya. Abdul yang dari tadi penisnya cuma merasakan pijatan dan kocokan tangan gadis itu langsung menjejali mulut Devi dengan penisnya.
Beberapa detik pertama Devi membenamkan penis itu dalam mulutnya, di dalamnya lidahnya bergerak mengitari penis itu dan ujungnya, diameter penis Abdul tidak sebesar Imron jadi kali ini tugasnya agak ringan. Abdul sendiri mengerang-ngerang merasakan sensasi pada penisnya. Kepala Devi kini mulai maju-mundur sambil menyedoti penis itu, terasa asin dan aromanya tidak sedap, tapi Devi sudah tidak peduli lagi. Ketika sedang larut melayani penis Abdul, dia merasakan ada sepasang tangan mendekapnya dari belakang. Sebuah telapak tangannya meraih payudara kirinya, dan telapak tangan lain menggerayangi kemaluannya.
“Eemmm…mmm…!” demikian suara yang keluar dari mulut Devi yang sedang mengulum penis Abdul.
Dia nampak menikmati sekali mengoral penis si penjaga kolam itu sambil tubuhnya digerayangi serta dijilati si penjaga kampus. Devi merasa vaginanya makin berair karena terus dikorek-korek Imron sehingga otomatis dia semakin bergairah mengulum penis Abdul. Abdul sendiri juga sangat menikmati penisnya dikulum gadis secantik ini.
“Enak yah Non, tuh buktinya basah gini, ngedesah terus lagi” ujar Imron dekat telinga Devi.
“Iya nih Ron, kayanya si Non ini udah keenakan, sepongannya nih asoy banget, sepongan foto model hehehe !” kata Abdul disambul tawa mereka terkekeh-kekeh.
Sakit sekali hati Devi mendengar komentar tak senonoh terhadap dirinya itu, tapi dia tidak bisa menyangkal bahwa dirinya juga terangsang oleh perlakuan mereka. Jari-jari Imron bergerak nakal mempermainkan payudara Devi berpindah-pindah antara kiri dan kanan menyebabkan kedua putingnya mengeras.
“Kocok terus memeknya Ron, tuh dia udah mau keluar keliatannya !” ujar Abdul yang melihat Devi semakin mendesah dan menggeliat.
Devi semakin dekat ke puncak, wajahnya merah padam. Jari-jari Imron yang menggesek dinding vagina dan memainkan klitorisnya membuatnya tidak tahan dan akhirnya menyerah. Dia mengejang dahsyat dan hendak mendesah panjang, namun kepalanya ditahan oleh Abdul yang terus saja menyodok-nyodokkan penisnya ke mulutnya. Mereka bahkan menyeringai senang melihat Devi bereaksi yang justru menambah nafsu mereka. Cairan orgasme Devi mengalir di daerah selangkangannya membasahi jari-jari Imron. Baru setelah tubuh Devi melemas kedua pria bejat itu melepaskannya sementara. Dia hanya bisa berlutut di lantai sambil terbatuk-batuk dan mengambil nafas dengan terengah-engah, kakinya terasa lemas setelah terpaan gelombang orgasme sehingga belum sanggup untuk berdiri.
“Liat nih Dul, pejunya banyak gini, peju foto model nih !” sahut Imron menunjukkan jarinya yang belepotan cairan orgasme gadis itu pada temannya.
“Huehehe…pasti enak tuh, ntar juga gua mau nyoba ah !” kata Abdul “Sip kan Non ? gimana rasanya kontol-kontol wong cilik kaya kita hehehe !” ejek Abdul.
“Biar kita wong cilik, tapi kan kontol kita gede dan bisa muasin Non” Imron menimpali dan mereka berdua kembali tertawa-tawa.
Kemudian Imron mendekati Devi dan meraih lengannya hendak mengangkatnya berdiri.
“Ntar Pak, saya istirahat dulu !” gadis itu menggeleng dengan wajah memelas.
“Alla…baru pemanasan aja masak lemes, ya udah kalau gitu kita masuk air aja biar seger !” Imron menggiring tubuh telanjang Devi ke kolam tanpa mempedulikan protesnya.
“Aduh…sabar dong, jangan…aaww !” Devi menjerit ketika punggungnya didorong pria itu hingga tercebur ke air, “Jbuurr !”
Kedua pria bejat itu menyusul masuk ke air setelah membuka pakaian atas mereka hingga telanjang bulat. Mereka berada di daerah kedalaman 1,2 meter yang merendam sebatas dada. Kedua pria bertampang sangar itu kembali mengerubuti tubuh gadis cantik itu dan tangan-tangan mereka bergerilya menjamahi tubuh mulusnya. Devi hanya meronta pelan dan mendesah merespon sentuhan-sentuhan erotis di sekujur tubuhnya.
Abdul langsung mengambil posisi di depan Devi, kedua kaki gadis itu dia naikkan ke bahunya dan wajahnya mendekati vaginanya. Tubuh Devi kini setengah mengambang di permukaan air dengan didekap Imron dari belakang dan kedua kakinya dipegangi Abdul.
“Aaahh !” desah Devi sambil menggeliatkan tubuh begitu lidah Abdul menyapu bibir kemaluannya.
Lidah Abdul yang bergerak liar pada vaginanya membuat gadis itu tak sanggup menahan desahannya, belum lagi serangan dari Imron berupa jilatan dan cupangan pada leher jenjangnya. Rambutnya yang terikat ke belakang memudahkan Imron untuk mengerjai bagian leher, tenguk dan telinga. Abdul makin membenamkan wajahnya pada kemaluan Devi yang bulunya dicukur rapi sehingga berbentuk memanjang dengan lebar sekitar dua centi. Lidah pria botak itu masuk semakin dalam menjelajahi vagina gadis itu. Sementara Imron meremasi payudara kirinya sambil menyedoti yang kiri, tangannya yang kekar itu tetap menopang tubuh gadis itu.
“Ohhh…aakhh…pelan-pelan Pak jangan kasar !” erangnya ketika Imron menggigiti putingnya dengan gemas.
Selain dengan lidah, Abdul juga memain-mainkan jarinya di vagina Devi. Kombinasi antara lidah dan jari itu sungguh membuat gadis itu berkelejotan tak karuan. Baru kali ini dia merasakan hubungan seks yang begitu dahsyat yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Kedua pria ini begitu bernafsu seolah hendak menelan dirinya, lain dengan bekas pacarnya yang memperlakukannya dengan lembut.
Tak lama kemudian Abdul menyudahi aksinya menjilati vagina Devi, kaki Devi diturunkannya dan dia mempersiapkan penisnya hendak menusuk vagina gadis itu.
“Gua dulu yah Dul, udah ga tahan dari tadi nih !” sahut Imron sambil membalikkan tubuh Devi menghadap ke arahnya.
Meskipun agak protes, tapi akhirnya Abdul mengalah juga karena Imron yang menciptakan kesempatan ini hingga dia bisa ikut serta. Imron mendekap tubuh Devi sambil tangan satunya mengarahkan penisnya ke vagina gadis itu.
“Oohh…!!” desah Devi saat kepala penis pria itu mulai melesak ke dalam vaginanya di bawah air sana, “pelan-pelan Pak !”
Imron menghentak pinggulnya pelan sehingga penis itu makin terdorong masuk diiringi erangan gadis itu. Kemudian sekali lagi dihentakkan dengan lebih bertenaga sehingga Devi pun mendesah lebih panjang dengan tubuh mengejang. Penis itu kini telah menancap pada vaginanya. Tubuh keduanya telah bersatu dalam posisi berdiri di air.
“Legit Ron ?” tanya si Abdul penasaran.
“Lumayan, masih enak biar udah jebol” jawab Imron.
Sebentar saja Imron sudah menggenjot tubuh Devi dengan posisi berdiri memegangi kedua kakinya, kalau di darat gaya seperti ini cukup menguras tenaga karena menopang berat badan si wanita, tapi di air tidak begitu melelahkan.
Imron memulainya dengan gerakan lambat agar Devi terbiasa dan menikmatinya. Lama-lama Devi yang lebih aktif menggerakkan tubuhnya, dengan kedua tangan melingkar pada leher Imron, dia menggenjot-genjotkan tubuhnya seolah ingin penis itu menancap lebih dalam. Air di sekitar mereka semakin beriak akibat goyangan tubuhnya yang semakin liar. Abdul mendekati mendekatinya dari samping kiri, pria itu melepaskan lengan kiri Devi dari leher Imron dan meletakkannya di lehernya untuk bertumpu. Tubuh gadis itu dia condongkan sedikit ke arahnya sehingga dapat mengenyoti payudaranya. Lidah penjaga kolam itu menari-nari menggelitik puting Devi yang sudah mengeras sejak tadi. Tangan Abdul di bawah air sana aktif bekerja mengelusi paha dan pantatnya. Devi tidak berdaya menghadapi serbuan kedua pria ini, terlebih ini threesome pertamanya, mulutnya mendesah sejadi-jadinya. Hal ini membuat Imron semakin bernafsu, frekuensi genjotannya makin meningkat beradu dengan goyangan tubuh gadis itu. Ketika hentakan mereka yang berlawanan arah itu bertumbukkan itulah kenikmatan terbesar yang didapat. Devi merasakan vaginanya penuh sesak hingga menyentuh G-spotnya sedangkan Imron merasa penisnya diremas-remas oleh dinding vagina Devi yang bergerinjal-gerinjal.
Devi merasakan gelombang orgasme mulai datang lagi. Rasa nikmat dari bawah menjalar ke seluruh tubuh menyebabkan tubuhnya mengejang. Devi melepaskan perasaan itu dengan erangan panjang. Melihat korbannya telah orgasme, kedua pria itu semakin mempergencar serangannya. Abdul makin gemas mengenyot payudaranya sampai meninggalkan bekas-bekas cupangan pada kulit payudaranya yang putih. Imron semakin cepat menghujam-hujamkan penisnya hingga dia sendiri klimaks.
“Aarrggh…nngghhh…enak tenan !” erang Imron sambil menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan orgasme dalam liang vagina Devi.
Setelah orgasmenya reda, Imron melepaskan tubuh Devi, di bawah sana nampak spermanya yang kental melayang-layang di air. Abdul memeluk tubuh Devi yang lemas, nafasnya naik-turun sehingga buah dadanya juga ikut bergerak seirama nafasnya. Belum lagi tenaganya pulih, Devi sudah merasakan benda tumpul menyentuh bibir vaginanya dari belakang.
“Nanti Pak, saya masih capek…oohh…nanti !” rintih Devi sambil meronta.
Abdul yang nafsunya sudah di ubun-ubun sepertinya tidak peduli kondisi Devi, dia terus memaksa Devi untuk melayaninya saat itu juga.
“Heh…diem, lu harus muasin gua sekarang juga, salah sendiri punya body bahenol jadi bikin saya konak !” bentaknya.
Karena tidak cukup kuat untuk melawan, Devi akhirnya memilih pasrah saja menuruti nafsu setan pria itu.
Abdul berhasil melakukan penetrasi pada vagina Devi, tubuh mereka kini bersatu dalam posisi 99 atau berdiri memunggungi pasangan. Gaya permainan Abdul lebih primitif daripada Imron, baru saja penisnya berhasil masuk dia sudah memompa gadis itu dengan sangat brutal, bisa dimaklumi sebab dia jarang menikmati dara secantik ini, baginya Devi adalah mahasiswi kedua yang dia nikmati setelah tiga hari sebelumnya menikmati Joane yang ditawarkan Imron padanya sebagai imbalan untuk bekerjasama menjebak Devi sekarang ini. Penis Abdul yang sudah ereksi maksimal menghujami vagina gadis itu tanpa ampun sementara kedua tangannya menggerayangi dan meremasi kedua payudaranya. Abdul juga terus mencumbui bagian tubuh Devi yang terjangkau oleh mulutnya.Devi perlahan-lahan mulai membiasakan diri dengan permainannya yang kasar dan menikmatinya. Imron menghampiri mereka dan menghimpit tubuhnya dari depan, penis pria itu sudah berdiri lagi. Dia menjulurkan lidahnya menjilati pipi mulus Devi dengan satu sapuan.
“Gimana rasanya Non ? enak nggak ngentot sama kita-kita ?” tanya Imron sambil memegang payudara kirinya.
“Enakhh…enak…ahh…ahh !” jawab Devi di sela erangan nikmatnya.
“Non punya pacar ?” tanyanya lagi.
“Ngga…aahhh…lagi ngga !”
“Ngga punya pacar kok udah nggak perawan, siapa yang merawanin hah ?”
“Aahh…pacar pertama…ooohh !” jawab Devi sambil menjerit karena saat itu Abdul memberikan sentakan kasarnya.
“Pertama ? emang udah berapa kali pacaran lu ?” Abdul bertanya dari belakang.
“Tiga…tiga…eenggh…kali !”
“Wah-wah, terus tiga-tiganya udah pernah ngentot sama Non ?” tanya Imron
“Iyah, iya ahh…aahh…ughh !”
“Dasar, ternyata artis sama perek ga ada bedanya yah, cuma beda status doang” sahut Abdul mengejeknya.
“Berarti kita ngentot sama Non juga boleh-boleh aja dong, kan Non udah biasa dientot, kalau saya minta lagi besok-besok Non mau kan ?” tanya Imron lagi yang diiyakan Devi sambil terus mendesah.
“Jadi mulai sekarang Non ini budak seks saya, perek saya, ngerti ?” Imron sepertinya tak puas hanya menelanjangi tubuh Devi, ia masih ingin menelanjangi harga diri sang calon bintang itu.
“Iyah Pak…saya…ahh…ahh…perek Bapak !” Devi yang sudah tidak bisa berpikir jernih lagi menerima begitu saja dirinya direndahkan demikian rupa.
Selama duapuluh menitan Abdul menyetubuhi Devi dalam posisi demikian hingga akhirnya mencapai orgasme hampir berbarengan dengan gadis itu. Tubuh keduanya menggelinjang dan mulut mereka mengeluarkan erangan orgasme yang nikmat. Devi merasa seluruh tubuhnya lemas sekali, dia hanya bisa bersandar pada tubuh Abdul yang masih mendekapnya dan penisnya masih tertancap di vaginanya.
“Huihh…asoy banget kan Non ? enak nggak ?” tanya Abdul meresapi sisa-sisa orgasmenya sambil memilin-milin puting susu Devi.
Devi hanya mengangguk lemah, baru pertama kalinya dia merasakan disetubuhi habis-habisan sampai luluh lantak seperti ini, tidak bisa disangkal dia merasakan kepuasan total bersetubuh dengan orang-orang kasar seperti mereka. Merekapun membawa tubuh Devi ke daerah dangkal untuk duduk selonjoran beristirahat disana. Imron naik ke darat dan mengambil botol aqua milik Devi dan meminumnya, lalu dia kembali turun ke air mendekati Devi yang sedang didekap si penjaga kolam itu.
“Nih Non minum dulu, biar seger, udah gitu kita bisa main lagi !” tawarnya menyodorkan botol aqua itu.
Devi langsung meraih botol yang isinya tinggal setengah kurang dan meminumnya sampai habis. Air itu sangat membantu menghilangkan dahaga pada tenggorokannya yang terasa kering karena terus mengerang sejak tadi, air itu juga mengembalikan sedikit kekuatannya.
Di areal kolam renang indoor itu sepi, hanya ada ada cahaya lampu dan sinar bulan keperakan yang memancar dari atas kubah kaca dan jatuh di air kolam itu. Suara desiran air dan dengusan nafas mereka terdengar karena sepinya.
“Hehehe…seumur-umur gua ga pernah ngebayangin bisa ngentot sama artis, akhirnya kesampean juga” kata Abdul dengan senyum puas di wajahnya.
“Non tenang aja, kita kalau di depan umum ga bakal nyolot ke Non, Non boleh kuliah seperti biasa, punya pacar juga boleh, tapi kalau saya panggil Non harus nurut dan jangan pernah ngomong tentang ini ke siapa-siapa, kecuali kalau Non mau nanggung malu seumur hidup !” Imron berkata dengan kalem namun mengancam.
Devi diam saja tidak bersuara apapun, matanya menatap ke arah Imron dengan tajam. Ia tidak tahu apakah harus marah karena dijebak seperti ini ataukah harus berterimakasih karena pria ini telah memenuhi hasrat liarnya. Dia menurut saja ketika mereka mengajaknya bermain penetrasi ganda, dalam hatinya sudah lama ingin merasakan cara ini, namun ragu-ragu untuk mencobanya. Abdul kini duduk selonjoran sambil bersandar di tembok kolam dan Devi menurunkan tubuhnya hingga penis pria itu masuk ke vaginanya.
“Pelan-pelan yah Pak, saya belum pernah main disitu” pesannya ketika Imron hendak memasukkan penisnya ke pantatnya.
“Tahan dikit Non, ntar kesananya dijamin uenak kok” kata Imron.
Centi demi centi penis Imron yang hitam berurat itu memasuki anus Devi. Gadis itu mengerang menahan sakit karena anusnya yang masih perawan itu dijejali penis yang demikian besar. Wajahnya meringis sambil tangannya mencengkram kuat lengan Abdul. Si penjaga kolam yang melihat reaksi wanita itu sedang asyik menyusu dari payudaranya sambil menunggu semuanya siap dan bergoyang. Setelah kedua penis itu menusuk kedua lubangnya, mulailah kedua pria itu menggenjot tubuh Devi secara berbarengan. Penis mereka keluar masuk dengan cepat di vagina dan pantatnya. Devi sendiri tampaknya mulai menikmatinya dan gerakannya semakin liar mengimbangi kedua pejantannya. Suara erangan nikmat dan kecipak air bercampur baur di ruangan itu. Bulan di langit yang mengintip melalui kubah kaca menjadi saksi bisu atas tindakan asusila kedua pria bejat itu terhadap gadis model ini. Tangan-tangan kasar mereka tidak pernah absen menjamah tubuh gadis itu selama menggarapnya. Abdul menyusupkan wajahnya ke ketiak Devi yang mulus tanpa bulu. Dicumi dan dijilatinya ketiak itu dengan penuh nafsu inci demi inci tanpa ada yang terlewat. Devi hanya bisa mengerang-ngerang dengan mata membeliak-beliak, sesekali dia menggigit bibir, matanya sampai berair karena menahan rasa nyeri yang mendera kedua liang senggamanya, rasa nyeri yang bercampur dengan kenikmatan.
Setelah setengah jam berpacu dalam posisi demikian dengan irama cepat dicampur irama lambat, tubuh Devi mengejang, mulutnya membuka lebar dan menjerit kuat-kuat melepaskan rasa nikmat yang sudah memuncak. Setengah menit kemudian Imron menekan dalam-dalam penisnya pada pantat Devi dan melenguh panjang, spermanya menyembur dalam lubang pantatnya. Keduanya mengalami orgasme yang cukup panjang, genjotan Imron mulai berhenti dan akhirnya dia mencabut penisnya dari pantat gadis itu, dirasakan penisnya panas sekali akibat sempitnya liang itu sehingga Imron menciduk air kolam untuk membasuh penisnya agar lebih adem. Abdul yang juga segera akan orgasme melepas genjotannya dan bangkit berdiri.
“Buka mulutnya Non, saya pengen ngecrot di mulutnya Non sih !” perintahnya sambil menjenggut rambut gadis itu.
Devi pasrah saja membiarkan penis itu memasuki mulutnya dan bergerak maju-mundur seolah menyetubuhinya. Hal itu tidak berlangsung lama, tidak sampai tiga menit pria botak itu akhirnya ejakulasi dan menumpahkan isi penisnya di mulut gadis itu. Dengan sisa-sisa tenaganya Devi berusaha menyedot dan menelan sperma itu agar aromanya yang tajam itu tidak terlalu lama menyiksa. Cairan kental itu meleleh sebagian di pinggir bibir tipisnya. Penis pria itu berangsur-angsur menyusut dalam mulut gadis itu dan semprotannya semakin lemah. Abdul pun akhirnya menjatuhkan diri di kolam dangkal itu dengan nafas ngos-ngosan. Puas sekali dia akhirnya bisa menyetubuhi model cantik itu.
Keesokan harinya di kampus Joane dua kali menghindar saat melihat Devi, yang pertama saat menunggu lift dan yang kedua saat di kantin, Joane langung berpamitan pada teman-temannya yang makan bareng dengan alasan ada urusan penting, padahal makannya belum habis. Jam tiga sore setelah kuliah terakhir, dia tidak bisa menghindar lagi. Ketika itu dia baru keluar dari toilet dan bertemu dengan Devi yang memang sudah tahu dia disana dan sengaja menunggunya. Joane terdiam seribu bahasa dan kepalanya menunduk tidak berani menatap wajah temannya itu.
“Tunggu, gua mau bicara” kata Devi memegangi lengan Joane saat gadis itu hendak berlalu darinya, “Kenapa Jo…kenapa lu lakukan itu ?” tanya Devi dengan suara bergetar memegangi kedua lengan Joane.
Joane tetap menunduk, matanya mengucurkan air mata, dia terisak lalu jatuh berlutut di depan temannya itu.
“Maafin gua Vi, gua juga ga bisa apa-apa” isaknya “gua dipaksa”
Joane menceritakan dengan detil bagaimana dia sampai menjadi budak seks si penjaga kampus laknat itu dan bagaimana dilemanya disuruh menjadi alat untuk menjebaknya kemarin.
“Gua siap mau lu apain juga Vi, mau tamper, pukul, atau dibunuh pun gua udah siap, ini emang salah gua” suara Joane makin bergetar dan tersedu-sedu.
Devi juga ikut berlutut di depan temannya, dia tidak bisa berkata-kata selain memeluk Joane, dibelainya rambut temannya itu, diapun ikut meneteskan air mata.
“Jo, lu tau, bagaimanapun kita ini tetap teman, ini bukan salah lu tapi bajingan itu” kata Devi sambil terisak, “kalau kita rusak biarlah kita sama-sama rusak”. Mereka saling berpelukan dan bertangisan. Keduanya tetap bersahabat dan makin dekat karena senasib sepenanggungan sebagai budak seks Imron.
############################################
Nightmare Campus 11: The American Beauty
Suatu pagi jam setengah tujuh di kampus Universitas ******* ketika segala kehidupan di kampus baru mulai menggeliat, Imron sedang berjalan di koridor lantai bawah sebuah gedung kuliah, tangannya memegang gagang pel yang masih dan sebuah ember yang didalamnya berisi botol karbol, ia hendak menuju ke toilet terdekat untuk mengisi ember itu dengan air dan memulai tugasnya hari itu seperti biasa. Ketika itu terdengar suara benda jatuh tidak jauh dari posisinya. Imron celingukan melihat sekeliling mencari asal suara itu. Nampak di atas lapangan rumput itu tergeletak sebuah loose leaf biru, beberapa lembar kertas yang diselipkan di dalamnya berceceran kemana-mana di sekitarnya. Di sekitarnya tidak ada siapa-siapa lagi yang melihat benda itu jatuh karena memang jam sepagi ini memang belum banyak orang yang datang sehingga Imron memutuskan untuk memungut benda itu. Didekatinya loose leaf itu, dia melihat ke atas tapi tidak terlihat siapa-siapa yang melongokkan kepala dari balkon atau mungkin pemiliknya sedang dalam perjalanan ke bawah. Imron membungkuk dan memunguti kertas-kertas yang berceceran. Sebentar kemudian, dilihatnya dari arah tangga muncul seorang gadis bule berlari-lari kecil ke arahnya.
“Oohh… great! Thank God. Terima kasih, Pak, itu milik saya.” Kata gadis bule itu sambil menghampiri Imron dengan nafas terengah engah. Bahasa Indonesia gadis ini terdengar sedikit kaku karena aksen dan gaya bicaranya yang khas logat asing.
Imron merapikan kembali kertas-kertas yang telah dipungutnya itu lalu memasukkannya kembali ke dalam loose leaf tersebut sebelum menyerahkan pada pemiliknya.
“Ma-maaf… sudah merepotkan. Terima kasih sekali, tadi saya sangat eemm… ceroboh sekali.” ucapnya dengan agak terpatah-patah karena masih mengatur nafasnya.
“Nggak apa-apa Non, hati-hati aja lain kali” jawab Imron seraya menyerahkan loose leaf itu.
Gadis bule itu tersenyum ramah padanya sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali sebelum akhirnya membalikkan badan hendak pergi.
“Eehhh…tunggu Non sebentar, apa ini juga punya Non ?” panggil Imron sambil membungkuk memungut sebatang ballpoint rapido yang tidak jauh dari kakinya.
Gadis itu kembali menengokkan kepala dan berbalik menghampirinya. Melihat rapido di tangan Imron, gadis itu dengan spontan melirik ke dalam loose leaf. Matanya berputar dengan jenaka ke atas sementara tangannya menepuk kening. “Ouch… yeah, that’s mine too! Itu juga milik saya! Terima kasih lagi, Pak.” katanya kali ini sambil menjulurkan tangan hendak menjabat tangan Imron. “You really save my day. Anda benar-benar seorang penyelamat.”
Imron terkesan bukan saja oleh keramahan gadis itu, tapi juga oleh pesona kecantikannya. Hatinya deg-degan sekali ketika menjabat tangannya yang halus, pandangan matanya sempat tertumbuk ke belahan dada gadis itu yang memakai kaos merah berlengan pendek dengan potongan leher yang rendah. Bahkan setelah gadis itu meninggalkannya pun ia melongo mengagumi sosoknya dari belakang, sepasang pahanya yang ramping itu nampak begitu indah dibungkus celana panjang jeans juga lekukan pinggulnya begitu mempesona.
Gadis itu bernama Megan Mc Arthur (20 th), mahasiswi asal Amerika Serikat yang sedang studi di kampus itu dengan beasiswa selama dua semester, tepatnya di fakultas seni dan desain. Megan, yang dalam tubuhnya mengalir darah Skotlandia dari ayahnya dan Irlandia-Jerman dari ibu, memiliki kecantikan ala barat yang memukau setiap pria yang memandang. Rambutnya sedada berwarna pirang alami dan sedikit bergelombang, kulitnya putih mulus, namun tidak sampai pucat dan berbintik-bintik, ia juga dikaruniai sepasang mata hijau yang indah dan bibir tipis yang merekah basah sehingga tanpa make up pun ia sudah cantik. Bila dibandingkan dengan para mahasiswi lokal di kampus itu, tubuh Megan termasuk tinggi (175 cm). Buah dadanya yang berukuran 34C juga menjadi salah satu daya tariknya, bentuknya padat dan membusung indah, ukurannya pas dengan tubuhnya, tidak kecil juga tidak kebesaran seperti milik Pamela Anderson atau bintang-bintang Vivid yang kadang membuat orang eneg dengan payudara menyerupai gelambir itu. Megan mengambil kuliah di Indonesia untuk menyiapkan bahan skripsinya tentang seni rupa Asia. Untuk tempat tinggalnya ia menyewa sebuah kamar di apartemen mewah yang lokasinya tidak jauh dari kampus. Kegiatan Megan diluar jam kuliah adalah mengajar part time di sebuah tempat kursus Bahasa Inggris, dia juga rajin fitness dan berenang sehingga tidak heran ia memiliki lekuk tubuh yang indah. Ketika pertama kali bertemu Imron itu dia baru melewati bulan pertamanya tinggal di Indonesia, waktu itu iblis dalam diri Imron masih tertidur sehingga ia tidak pernah berpikiran kotor terhadap gadis itu.
Megan adalah seorang gadis periang yang sangat ramah dan gemar bergaul dengan siapa saja tanpa pandang bulu, dia tidak pernah sombong walaupun memiliki kecantikan bak seorang model, bahkan terhadap penjaga kampus seperti Imron sekalipun. Seperti layaknya seorang gadis muda yang berasal dari Amerika Serikat, Megan sangat easy going dan tidak memandang rendah siapapun juga, dia tidak peduli orang itu tampan atau jelek, miskin atau kaya, Megan berteman dengan mereka semua. Walaupun begitu, meski dia adalah seorang warga negara asing namun Megan amat menyanjung tinggi adat istiadat Indonesia, nilai-nilai budaya timur yang amat kental di negeri ini begitu mempesonanya sehingga Megan ikut menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam cara berpakaian, ia berusaha menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi Indonesia dengan tidak berpakaian terlalu terbuka seperti di negaranya ketika musim panas.
Setiap kali berpapasan dengan Imron, Megan selalu menyapa atau setidaknya tersenyum. Kehangatan sikapnya membuat Imron merasa terhibur di tengah suasana kampus yang penghuninya biasanya cuek atau bahkan beberapa memandang rendah padanya, ternyata masih ada gadis secantik Megan yang mau menyapanya, biasanya yang bersikap ramah pada Imron paling cuma dosen-dosen kolot atau sebagian kecil mahasiswa/i saja. Ketika Imron sudah mulai memangsa gadis-gadis di kampus, ia pun mulai mencari-cari kesempatan untuk dapat menikmati tubuh dara Amerika itu. Sambil menjalankan pekerjaan sehari-harinya dan mengendalikan budak seksnya yang lain, ia diam-diam mengamati kebiasaan dan gerak-gerik Megan seperti yang biasa dilakukannya terhadap para calon korban lainnya. Ia mengetahui bahwa Megan setiap harinya bersepeda dari apartemen ke kampus atau tempat kerjanya. Sepeda itu juga dipakainya untuk bersepeda santai di sekitar kampus pada hari libur atau hari Minggu. Setelah mempelajari segalanya tinggal menunggu kesempatan yang tepat saja untuk memangsanya. Imron juga tahu bahwa Megan terkadang pulang agak sore melewati jalan kecil yang agak sepi. Ia lalu memutar otak untuk menjebak gadis itu dengan situasi dan kondisi yang ada.
###
Suatu sore setelah selesai kuliah terakhir, Megan menuju tempat parkir tempat ia menaruh sepedanya.
“Oh, crap! This is just perfect!” keluhnya dalam hati melihat ban belakang sepedanya kempes, dilihat dari kondisinya sepertinya terkena benda tajam. Megan geleng-geleng kepala dan menguncir rambutnya ke belakang dengan ikat kucir kuda. Sepertinya dia harus menuntun sepedanya kembali sampai ke apartemen karena jam segini tukang tambal ban yang dekat dari kampus sudah membereskan peralatannya dan pulang. Satu-satunya solusi adalah membawa sepeda itu pulang dan menambalkannya besok pagi.
“Crap. Look like this is one of those days…” Megan bersungut-sungut. Tapi walaupun sedang kesal dan sedikit emosi, Megan masih tetap bisa tersenyum, dia memang bukan gadis yang manja dan mudah putus asa. “Oh well, hitung-hitung olahraga…”
Jarak antara apartemen Megan dan kampus tidak begitu jauh, paling tidak sekitar sepuluh menit melalui jalan tikus di belakang kampus. Megan bersyukur sepedanya itu tidak bocor di tempat kerja karena jaraknya lebih jauh dari apartemen.
“Sepedanya kenapa Non, kok didorong ?” tanya seorang petugas yang berjaga di gerbang keluar.
“Err… I have a flat tire. Ban sepeda saya bocor. Saya tidak bisa menaikinya jadi harus didorong,” jawabnya dengan logat bule yang kental, “Errr… apa di dekat sini ada bengkel yang bisa memperbaiki atau menjual ban sepeda?”
“Waduh, kalo udah sore gini mah bengkel yang deket udah pada tutup atuh, Non! Ada juga tukang tambal ban yang buka sampai malem, tapi rada jauh.” Kata si penjaga.
Megan manggut-manggut, dia lalu tersenyum, “Ya sudah deh Pak, besok saja saya bawa ke bengkel. Terima kasih.” katanya.
“Iya deh Non, untung Non juga tinggalnya ga jauh, hati-hati di jalan yah !”
Gadis itupun keluar dari kampus dan menyusuri jalan yang biasa dilaluinya menuju apartemen. Bagi seorang gadis muda, sikap Megan yang tenang dan masih tetap ceria walaupun mengalami bocor ban membuat sang penjaga sangat bersimpati. Dia sungguh berbeda dengan gadis biasa.
###
Ketika melintasi bagian jalan yang sepi tiba-tiba ada seseorang memanggilnya dari belakang, secara refleks gadis asing itu pun menoleh ke arah suara.
“Diam manis, jangan teriak kalau mau selamat !” kata orang itu sambil menodongkan pisau lipat ke perutnya, gadis itu pucat pasi, dia dirampok.
“Mau apa kamu ?” Megan tersentak kaget hingga mukanya memutih melihat pisau diarahkan ke perutnya itu.
“Keluarin dompetnya, Neng. Gue pengen sekali-kali ngerasain dapet duit dollar. Tapi kalo adanya rupiah, gue juga gak bakal nolak.”
Megan menggeleng dan menolak tapi orang itu kembali menyudutkannya sehingga Megan ketakutan.
“Gue gak mau kasar, Neng. Tapi daripada usus lo nyebar-nyebar trus dipatok ayam, mendingan lo keluarin dompet lo sekarang! Ini bukan main-main!”
Dengan tangan gemetar gadis itu meraih tas jinjingnya yang ditaruh di keranjang sepeda.
“Udah itu aja semua kasih ke saya !” bentak orang itu merebut tas itu.
Megan hanya pasrah saja merelakan tasnya direbut paksa si perampok. Setelah mengambil tas itu orang itu pelan-pelan mundur sambil mengancam akan membunuhnya kalau teriak, tujuannya adalah gang yang terletak tidak jauh dari belakangnya, nampaknya dari situlah juga dia muncul. Namun baru saja membalikkan badan hendak lari dia dikejutkan oleh munculnya sesosok tubuh dari dalam gang, orang itu langsung melayangkan bogem tepat ke wajahnya membuatnya jatuh tersungkur. Belum sempat perampok itu bangun sosok dari dalam gang itu sudah menarik kerah bajunya dan meninjunya sekali lagi di wajahnya hingga terhuyung-huyung. Orang itu lalu buru-buru ambil langkah seribu meninggalkan barang hasil rampokan beserta topi pet dan pisau lipatnya yang terjatuh.
“Hoi…jangan lari lo maling !” seru sosok dari gang itu sambil mengejarnya, tapi perampok itu terlalu ketakutan sehingga menghilang dengan cepatnya di belokan.
Orang itu pun menghentikan pengejarannya lalu menghampiri Megan yang sedang memunguti tasnya dari tanah. Megan masih shock sehingga kakinya gemetar dan serasa kurang tenaga untuk bangkit berdiri. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya dia mengalami situasi yang menegangkan. Megan bersyukur dia masih diberi keselamatan.
“Non gak apa-apa kan ?” tanya sang penolong.
Megan menengadah merasa mengenali suara sang penolong. Ternyata orang tersebut adalah Imron. Diterimanya uluran tangan Imron yang membantunya berdiri. Dasar nakal, mata Imron masih sempat melirik dan memperhatikan belahan payudara Megan yang aduhai. Imron tidak melepaskan tangan dan melihat gadis bule yang cantik itu tersengal-sengal menarik nafas dan tubuhnya bergetar. Tiba-tiba saja Megan memeluk Imron dan menangis tersedu-sedu.
“Eehhh…eehh…udah Non, ntar diliat orang nggak enak” kata Imron sambil menepuk-nepuk punggung Megan.
Sebenarnya Imron merasa senang juga dipeluk begitu, dia bisa merasakan payudara montok gadis itu bersentuhan dengan dadanya, rasanya empuk sekali sehingga penisnya menggeliat, namun di tempat umum begini dia tentu harus menjaga sikap. Setelah dua menit barulah Megan mulai dapat menenangkan dirinya, dia pun melepaskan pelukannya dari Imron. Dia berterimakasih pada Imron yang telah menyelamatkannya sehingga dia tidak kehilangan sesuatu apapun.
“Lain kali kalau udah gelap gini jangan lewat sini lagi Non, disini kan sepi kalau cewek lewat sendirian ga terlalu aman” kata Imron memperingatkannya.
“Saya memang ceroboh sekali karena tidak memperhatikan keadaan sekitar. Saya biasa melalui jalan ini tapi tidak pernah ada apa-apa. Baru sekarang ini saya dirampok. Saya takut sekali. This is a really-really bad day for me.” Kata Megan lunglai.
“Ya sudah, bagaimana kalau saya anterin Non sampai depan tempat tinggal Non?” kata Imron mencoba menawarkan diri.
Megan tersenyum tulus dan mengangguk. Dia masih trauma sehingga tawaran dari Imron yang sudah menolongnya tidak ingin disia-siakan. Imron juga mengambil alih menuntun sepeda Megan.
“Sepedanya dititip ke saya aja Non, biar saya yang tambal besok, dijamin besok Non ke kampus sepedanya udah beres” tawarnya.
“Oh, tidak usah Pak, saya sudah cukup merepotkan. Biar saya sendiri saja besok”
Karena Imron terus mendesaknya dan dia juga mengatakan kenal seorang tukang tambal ban akhirnya Megan pun tidak bisa menolaknya lagi. Selama perjalanan Imron menjelaskan bahwa tadi dia sedang dalam perjalanan hendak membeli makan malam dan kebetulan ketika melewati gang itu bertemu dengan dirinya yang sedang dalam kesulitan sehingga dia terpanggil untuk turun tangan membantunya.
“Nama saya Megan, Bapak sudah banyak bantu saya selama di sini, saya jadi nggak enak” kata Megan sambil memperkenalkan dirinya.
“Hehehe, nggak apa-apa kok Non, itu udah tugas saya” Imron merendah “Bahasa Indonesia non udah lebih lancar yah, cepet juga belajarnya” katanya lagi membandingkan dengan delapan bulan yang lalu ketika pertama kali ia bertemu gadis itu.
“Nah tunggu sebentar yah Non saya mau beli makan dulu, nggak lama kok !” kata Imron di depan sebuah warung tegal.
“Wah-wah siapa nih Ron, kok udah bawa cewek bule segala nih !” sapa Bu Rus, si pemilik warung melihat Megan mengikuti Imron di belakangnya.
“Ini Bu Rus, mahasiswa dari kampus, kasian ban sepedanya bocor, jadi saya bantuin dorong”
“Sore Bu !” Megan menyapa wanita setengah baya itu sambil tersenyum manis yang dibalasnya dengan ramah.
Megan dan Bu Rus terlibat percakapan basa-basi sejenak, lalu Megan menunjuk beberapa lauk untuk dibungkus dan dibawa pulang, dia juga ingin mencoba masakan di Indonesia ala warteg katanya.
“Udah Pak, nggak usah biar saya saja kali ini !” kata Megan seraya mendahului menyerahkan selembar duapuluh ribuan pada Bu Rus, “semua jadi berapa Bu ?”
“Eehh…jangan Non, jangan gitu, Bapak jadi gak enak” sergah Imron.
“Nggak apa-apa Pak, saya sudah bikin repot Bapak hari ini, anggap aja terima kasih saya” katanya sambil memaksa Bu Rus menerima uangnya.
“Yo…wis Ron, beruntung toh sampeyan, berbuat baik emang ada pahalanya” kata Bu Rus yang akhirnya menerima uang dari Megan.
Imron berkali-kali mengucapkan terima kasih pada gadis itu karena dia begitu baik mau mentraktirnya. Setelah pamitan pada Bu Rus mereka pun meninggalkan warung itu.
“Pak sepedanya biar saya bawa saja, nanti Bapak susah harus dorong sepeda” kata Megan sesampainya di depan gerbang apartemennya.
Namun karena Imron terus bersikeras menawarkan jasanya membawa sepeda itu ke tukang ban, Megan pun menerimanya dan mengucapkan terima kasih sebelum berpisah.
###
Keesokan harinya, sekitar jam sepuluh Imron sengaja datang ke gedung fakultas seni dan desain untuk mencari gadis Amerika itu. Dia melihat di sebuah kelas gadis itu sedang mengikuti kuliah. Imron pun menunggu selama sepuluh menit di depan hingga kelas itu bubar. Setelah memberitahu Megan mengenai sepedanya yang telah diletakkan di tempat parkir dalam kondisi sudah diperbaiki Imron buru pamit karena masih harus meneruskan bekerja, bahkan gadis itu pun belum sempat mengucapkan terima kasih. Jam makan siang ketika berjalan hendak makan, seseorang pria bertubuh gempal mencegatnya.
“Woi, Ron… lo emang anjrit! Serius amat sih mukulnya kemarin? Liat nih bibir gua jadi nyonyor begini! Bini gua sampe kuatir tau?!” kata orang itu, di bibirnya masih nampak bekas luka dan pipinya masih sedikit memar. Orang itu ternyata adalah perampok yang kemarin mencegat Megan.
“Heh! nekad amat sih lu, gua bilang jangan nongkrong disini dulu beberapa hari ini, gimana kalau si bule itu liat lu ?” kata Imron sambil celingak-celinguk sekitarnya.
“Tenang aja Ron, gua hari ini nongkrong di kompleks sana kok, cuma abis narik sekalian lewat sini nyariin lu, gimana nih janjinya, yang cantik yah, gua udah makan bogem gini coba” katanya.
“Gini kita sambil jalan aja ngomongnya, sekalian makan dulu, laper nih gua” katanya sambil mengajak ke sebuah tempat makan murah.
“Naik becak gue aja, Ron?”
“Boleh deh.”
“Sori Man, kemaren kalau mukulnya gak keras bisa ketauan pura-puranya” kata Imron yang telah duduk dalam becak yang dikayuh pria itu, “pokoknya ntar kalau gua berhasil lu gua kasih bonus deh”
Tak lama kemudian becak itu pun tiba di sebuah rumah makan kecil. Imron dan tukang becak bernama Maman itu menikmati makan siangnya disana. Sekedar mengingatkan pembaca, Maman ini tak lain adalah salah satu dari gerombolan tukang becak yang
pernah ikut menggangbang Joane (Eps.7). Sesungguhnya,
Ia menipu Tuhan tanpa sepengetahuan manusia
Ia membuat perangkap di bumi tanpa sepengetahuan setan
###
Sore itu, jam setengah enam, ketika langit telah menguning, nampak seorang gadis melangkah keluar dari lift yang membuka di lantai 5 gedung fakultas ekonomi. Wajahnya yang manis nampak nervous, langkahnya agak tergesa-gesa sehingga rambutnya yang diikat ke belakang nampak melambai-lambai. Gadis itu berjalan menuju sebuah ruang di sudut yang diatas pintunya tertera nomor kode ruangan E-503. Sebelum membuka pintu, ia melihat sekelilingnya dulu untuk memastikan tidak ada yang mengikuti. Matahari senja memasuki ruangan itu melalui jendela berukuran besar yang berseberangan dengan white board. Ia lalu meletakkan map dan tas jinjing yang dibawanya diatas sebuah bangku kuliah. Sepertinya ia datang lebih awal setelah siangnya menerima SMS dari Imron yang menyuruhnya menemuinya di ruang ini. Ia melangkah ke jendela melihat pemandangan senja yang indah, matahari yang hampir tenggelam memancarkan sisa-sisa sinarnya hari itu di atas perumahan penduduk dan kost-kostan mahasiswa di belakang kampus itu, namun di tengah suasana yang tenang itu hati gadis itu tetap galau. Tiba-tiba terdengar bunyi HP dari tasnya yang membuatnya segera menenerima panggilan itu.
“Hai, Non Ellen, sudah dimana sekarang ?” tanya suara yang tak asing baginya.
“Saya sudah di kelas Pak, tolong cepat dong Pak, saya besok banyak kerjaan nih”
“O ya udah, tunggu bentar yah, saya kira-kira lima menitan lagi sampai sana” jawab Imron, “dan…satu lagi, sebaiknya non abis ini buka baju, saya harap begitu saya masuk Non udah telanjang nyambut saya”
“Eerrr…ta-tapi Pak…!” sebelum menyelesaikan protesnya telepon sudah ditutup.
Ellen diam terpaku selama beberapa detik, hidupnya telah berubah drastis sejak setengah tahun lalu saat pertama kali diperkosa penjaga kampus buruk rupa itu di basement (lihat Eps.1), sejak itu dia takluk pada nafsu binatang pria itu yang mengancamnya akan menyebarkan foto-foto memalukannya dan mencelakai pacarnya. Walaupun awalnya ia melakukannya dibawah paksaan, namun tanpa disadari ia juga semakin menikmati tugasnya sebagai budak seks, hasrat liar dalam dirinya semakin bertumbuh seiring dengan hubungan terlarangnya dengan pria itu. Juga ketika pria itu menyerahkannya pada seorang dosen cabul bernama Pak Dahlan, nampaknya ia pasrah saja dirinya diperlakukan seperti pelacur yang sedang dipromosikan. Tiga bulan terakhir ini memang Imron semakin jarang memanggilnya karena perhatiannya terbagi dengan korban-korban lainnya. Walaupun ada rasa lega, namun sesekali Ellen juga merindukan sentuhan erotis pria itu dan keperkasaannya yang mampu membuatnya orgasme berkali-kali, suatu hal yang membuatnya sering terombang-ambing antara hasrat liar dengan kesetiaanya pada Leo, kekasihnya. Ellen pernah berjanji pada dirinya sendiri bahwa Leo adalah tambatan hati terakhirnya setelah beberapa pengalaman cinta sebelumnya. Leo mau menerima dia adanya sekalipun sudah tidak perawan dan Ellen pun berjanji tidak akan pernah terlibat ML atau one night stand dengan siapapun lagi seperti sebelum jadian dengannya, tapi sepertinya sekarang dia sudah tidak bisa memenuhi komitmen itu lagi. Tangannya pun mulai bergerak melepaskan kancing blouse-nya satu demi satu, kemudian disusul celana panjangnya. Pakaian itu dilipatnya dan diletakkan diatas bangku kuliah. Setelah itu dia juga melepas bra dan celana dalamnya lalu diletakkan di tempat yang sama. Dia merasa angin mulai menerpa tubuh bugilnya sehingga dia menyilangkan tangan memeluk dirinya sendiri yang kedinginan.
Sudah lewat lima menit menunggu namun pria itu belum juga datang. Ellen kaget ketika sedang berjalan menuju pintu hendak melihat ke luar tiba-tiba pintu itu terbuka. Yang membuatnya lebih kaget adalah ternyata yang masuk bukan hanya Imron seorang sehingga refleks dia pun menjerit kecil sambil menutupi bagian sensitifnya dengan tangan. Maman yang baru masuk itu langsung terbengong, matanya yang besar seperti mau copot melihat gadis cantik tanpa sehelai benangpun di tubuhnya. Imron terkekeh melihat reaksi keduanya.
“Gimana Man, suka gak sama yang satu ini ?” tanyanya seraya menarik lengan Ellen yang menutupi payudaranya.
“Su…suka…suka banget Ron, hebat yah lu bisa dapet cewek kaya gini !” jawab Maman terbata-bata saking senang dan terangsang.
“Nah, Non hari ini temenin temen Bapak aja yah, ini kenalan dulu dong, namanya Maman, tukang becak dekat sini, ntar Non dikasih naik becak gratis sapa tau hehehe” sahut Imron sambil menarik lengan Ellen agar dia lebih mendekat. “Tuh Man, kenalan dulu dong, biar lebih akrab !”
Maman langsung menangkap tubuh Ellen yang didorong Imron ke arahnya. Pria tambun itu memutar tubuh Ellen lalu mendekapnya dari belakang, tangannya langsung menyusuri tubuh gadis itu.
“Hehehe…kenalin saya Maman, Non namanya siapa ?” tanya pria itu sambil meremasi payudara kiri Ellen dengan gemas.
“Mmhh…Ellen Bang !” jawabnya sambil mendesis.
Ellen mendesah lirih saat jari-jari besar pria itu mulai menyentuh kemaluannya yang tertutup bulu-bulu hitam lebat serta menyentuh bibir vaginanya. Ia memejamkan mata dan sedikit meronta, tentu saja secara jujur ia tidak rela tubuhnya dijamah tukang becak yang tampangnya tidak kalah buruk dari Imron itu, namun sebagian dirinya juga menikmati rabaan pria itu. Imron hanya berdiri melipat tangan sambil cengengesan saja melihat pergumulan mereka.
“Udah ya Man, gua tinggal dulu biar lu lebih asoy, ingat pokoknya jangan sampai dia terluka !” katanya memperingatkan sebelum berjalan menuju pintu.
“Siplah Ron, pokoknya gua mau seneng-seneng dulu sekarang, makasih banget loh !” katanya sambil terus menggerayangi tubuh Ellen.
“Nah baik-baik yah Non, puasin dia kalau Non mau cepet pulang” Imron mengelus pipi mulus Ellen lalu melumat bibirnya beberapa detik.
Imron keluar dari ruangan itu membiarkan mereka yang didalam meneruskan kegiatannya. Senyum jahat mengembang di wajah buruknya, rencana tahap pertama telah sukses, demikian pikirnya. Dia telah berhasil memenangkan simpati gadis Amerika itu sesuai yang dia pelajari dari Fanny, salah satu budaknya (Eps. 5) yang mengatakan bila ingin ML dengan orang bule pertama kali harus membuatnya terkesan. Menggunakan cara-cara paksa seperti yang dilakukan terhadap korban-korban lainnya justru berisiko fatal karena mereka kemungkinan mereka membeberkan pelecehan itu lebih besar.
###
Dua hari kemudian, dari lantai dua, Imron melihat ke tempat parkir Megan baru datang dan memarkirkan sepedanya. Setelah memasang kunci gadis itu berjalan hendak menuju ruang kuliah. Imron yang menduga gadis itu akan lewat di koridor lantai dasar gedung fakultas seni dan desain buru-buru turun ke bawah dan sengaja berjalan di koridor itu dengan harapan berpapasan dengannya.
“Ah! Pagi Pak Imron, oh iya…tentang sepeda saya itu, saya belum sempat terima kasih” sapa Megan ketika berpapasan sesuai yang diharapkannya.
“Oh iya, gapapa kok Non, saya juga senang bisa nolongin orang” jawabnya dengan sopan.
“Maaf Pak, saya lupa ganti uang bapak untuk memperbaiki sepeda saya” katanya sambil mengeluarkan dompet dari saku celananya.
“Ohhh…nggak Non, nggak, saya gak bisa terima, saya cuma nolong orang bukan cari uang” Imron menolak dengan halus ketika Megan menyodorkan selembar 20.000 padanya. “waktu itu Non kan udah bayarin makan saya, jadi nggak usah lagi Non”
Lalu Imron buru-buru mohon diri agar tidak terus didesak gadis itu menerima uangnya. Megan menghembuskan nafas panjang sambil tersenyum melihat Imron pergi.
“What a nice guy, never judge a book from it’s cover” katanya dalam hati.
Gadis pirang itupun meneruskan langkahnya ke ruang kuliah, dalam hatinya mulai timbul rasa kagum pada penjaga kampus itu. Selama kurun waktu sembilan bulan tinggal di Indonesia, pria itu sudah dua kali menolongnya yaitu dulu waktu baru sebulan disini dan terakhir beberapa hari yang lalu, dan pria itu juga tidak pernah mengharapkan bahkan menolak imbalannya. Walau tampangnya seram tapi hatinya baik, demikian pikirnya.
Kau bisa melukis kulit harimau, namun tidak tulangnya
Kau bisa mengenal wajah orang, namun tidak hatinya
###
Imron kembali bertemu Megan tiga hari kemudian, tepatnya dalam bazaar tahunan. Suasana ruang aula utama dan lapangan belakang hiruk-pikuk oleh pengunjung bazaar yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa dan kaum muda. Di balkon lantai tiga fakultas kedokteran nampak Imron sedang menyandarkan kedua telapak tangannya pada sandaran balkon tersebut. Lapangan basket di bawahnya kini disulap menjadi panggung konser berukuran sedang, suasana disana sangat meriah, orang-orang berdesakan karena saat itu di panggung sedang tampil salah satu group band ibukota yang diundang memeriahkan bazaar tersebut. Berbeda dengan suasana di tempat Imron berdiri, disana sangat sepi hanya diterangi oleh beberapa lampu downlite di langit-langitnya. Hampir bisa dipastikan tidak ada orang yang kesana pada jam-jam segini, karena memang suasananya agak angker belum lagi ditambah kisah-kisah seram yang beredar di kampus. Untuk menonton atraksi di panggung dari tempat itupun tidak terlalu nyaman karena letaknya menyamping dengan panggung sehingga tidak terlalu jelas. Imron menonton pertunjukkan di bawah sana, tapi nampaknya ia tidak terlalu konsen, matanya kadang merem-melek, kadang ia mengeluarkan desahan. Kalau diperhatikan dengan lebih jelas ternyata di bawahnya yang tertutup tembok, seorang gadis sedang berlutut melakukan oral seks terhadapnya. Gadis yang memakai tank top dan rok mini itu begitu menikmati mengulum penis Imron, tangannya aktif memijati buah zakarnya. Fanny, nama gadis itu, seorang budak seks Imron yang juga salah seorang bispak di kampus itu, sepertinya dia sangat menikmati kegiatan seks di tempat umum seperti itu. Dia merasakan sensasi yang sama dengan Imron yaitu kenikmatan sex in the public.
Ketika sedang asyik-asyiknya menikmati kuluman Fanny, tiba-tiba pandangannya tertumbuk oleh sesuatu di kerumunan penonton. Megan, ya…hal itulah yang menarik perhatiannya, Imron melihat jelas kepala kuning gadis itu bergerak di kerumunan penonton, sepertinya dia berusaha keluar dari kerumunan yang padat itu, baru tahu dia bahwa gadis bule itu hadir dalam bazaar ini.
“Non…Non…udah dulu yah” sahutnya sambil menarik lepas penisnya dari mulut Fanny, “Bapak ada perlu, kita lanjutin lain kali aja yah !”
“Lho, kok cepet amat Pak, pemanasan aja belum beres !” kata Fanny agak heran.
“Iya Non, ada keperluan mendadak, sori yah” katanya buru-buru membetulkan celananya lalu berlari kecil meninggalkan gadis itu yang masih bengong dalam posisi berlutut.
“Huuhh…dasar buaya kampus” omel Fanny dalam hati.
Sadar dirinya tinggal sendiri di situ, dia pun bangkit dan buru-buru meninggalkan tempat itu. Di bawah, Imron juga susah payah menerobos kumpulan orang, saat itu Megan sudah keluar dari kerumunan dan membelok ke sebuah sudut. Imron terus mengikutinya dengan hati-hati, ditemukannya Megan masuk ke toilet wanita, tapi tak sampai dua menit ia sudah keluar lagi dan terus berjalan entah kemana, Imron terus membuntutinya dengan menjaga jarak. Ternyata ia menuju ke toilet di gedung teknik, letaknya cukup jauh dari pusat keramaian, hanya terlihat sedikit orang disana, sepertinya tadi ia tidak dapat tempat sehingga terpaksa kesini. Tak lama kemudian gadis itu keluar dari toilet, dia berhenti sejenak di luar merogoh sesuatu dari kantongnya. Imron tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dia pun segera berjalan menuju ke sana, pura-pura mau ke toilet pria di sebelahnya dengan tujuan dapat berpapasan dengan gadis itu.
“Wah kebetulan sekali! Selamat malam Non Megan,” sapa Imron, “Ikutan bazaar juga nih?”
“Selamat malam, Pak Imron,” Megan tersenyum manis. “Wah, Bapak datang kesini juga. Mau menonton bazaar?” Gadis bule itu mengeluarkan sekotak rokok dari kantongnya dan ditawarkannya pada Imron. “Smoke?”
“Ohh…nggak Non, makasih” tolaknya halus.
Megan pun mengambilnya sebatang dan menyelipkan di bibirnya yang indah. Sebelum dia sempat menyalakan lighternya sendiri, Imron sudah lebih dulu menyodorkan lighter yang sudah menyala.
“Terima kasih” ucap Megan sambil menyibakkan sedikit untaian rambut yang jatuh di keningnya. Dia terlihat sangat cantik malam itu. Imron makin terpesona olehnya.
“Non kesini sendirian ?” tanya Imron berbasa-basi
“Iya, saya sendirian,” Megan melihat perubahan di wajah Imron. Pria yang sepertinya baik itu nampak khawatir dan takut. Megan menduga-duga dalam hati, pasti Imron mengira dia melalui jalan sepi kemarin, “tapi saya ambil jalan lain, kok Pak, meski memutar agak jauh. Tapi tidak apa-apa, saya masih agak takut melalui jalan yang kemarin. Saya masih trauma.” kata Megan tersenyum sambil mengepulkan asap rokok, “Mmm… Pak Imron tinggal di dekat sini?”
“Iya Non, saya gak terlalu jauh, jalan sebentar juga sampai kok.”
“Udah malam juga sekarang yah, gak kerasa, Non disini sampai jam berapa, udah ampir jam 10 loh” kata Imron melihat arloji murahannya.
“Sebentar lagi saya pulang Pak, saya udah dari jam delapan disini, I’m very tired, saya sudah capek !” katanya, “Well, mungkin saya harus pergi sekarang sebelum terlalu malam, sampai ketemu lagi Pak” pamitnya dengan senyum manis.
“Eehh, tunggu-tunggu, apa Non perlu saya temani lagi lewat jalan yang dulu itu supaya nggak terlalu jauh, sekalian saya juga pulangnya lewat situ kok, gimana ?” Imron menawarkan jasanya, dia juga tidak ingin kesempatan ini lewat begitu saja.
Ia menusuk dari belakang, namun wajahnya pura-pura khawatir;
Yang satu menyembunyikan kemesuman, yang lain tidak mencurigainya.
“Oohh…tidak usah…tidak usah, sungguh, terima kasih. Saya sudah terlalu sering merepotkan Bapak” Megan menolaknya karena merasa sering sekali menerima jasanya.
Akhirnya dengan segala bujuk rayunya akhirnya Megan mau juga ditemani pulang oleh penjaga kampus itu. Dia berpikir lewat jalan tempat dulu dia ditodong itu jauh lebih cepat daripada lewat jalan besar yang ditempuhnya beberapa hari terakhir ini, selain itu karena telah mengenal pria ini cukup baik, ia pun tidak keberatan. Selama di perjalanan hati Imron berdebar-debar, akhirnya kesampaian juga kesempatan untuk berduaan dengan Megan, kali ini gadis itu sudah lebih terbuka diajak bicara. Megan mengatakan bahwa dia sangat kerasan selama tinggal di Indonesia, teman-teman di kampus ramah-ramah dan baik, begitu juga dosen dan orang-orang kampus lainnya, dia berharap dapat mengunjungi Indonesia lagi setelah selesai masa kuliahnya disini. Imron juga bercerita sedikit tentang dirinya, bahwa dia tinggal seorang diri di sebuah kontrakan kecil, keluarga sudah tidak ada. Diceritakan juga bahwa ketika muda pernah mendekam di penjara, namun setelah itu dia insyaf dan keluar hingga mendapat pekerjaan di kampus itu.
“Yah, gitulah Non hidup saya, yang penting sekarang saya bahagia setelah tobat bisa kerja disini juga udah untung, saya senang bisa nolongin orang di kampus biar cuma dikit atau sering dicuekin” katanya sambil menghela nafas.
Imron tidaklah sepenuhnya menceritakan masa lalu nya yang gelap (apalagi masa sekarangnya), yang diceritakan hanyalah yang mengundang simpati pendengarnya sehingga Megan pun mau tidak mau tersentuh olehnya. Dia merasa Imron adalah orang bertobat yang patut dikasihani karena telah berusaha berbuat baik sebisa mungkin untuk memperbaiki diri.
Merekapun sampai di depan gerbang apartemen Megan setelah sekitar sepuluh menit berjalan. Imron menyerahkan sepeda yang dituntunnya pada pemiliknya dan mohon pamit.
“Pak Imron, tunggu” panggil Megan sehingga Imron yang telah membalikkan badan menengokkan kepala. “Apa Bapak gak mau masuk dulu, minum sebentar”
“Wah jangan Non, udah malam ini, nggak enak”
“Ga apa-apa, cuma minum sebentar, saya juga ada makanan kebanyakan mau kasih ke Bapak untuk terima kasih” pintanya lagi.
“Iya deh Non, sebentar aja yah, udah ngambil saya langsung pulang” Imron tertawa lebar dalam hatinya karena inilah yang ditunggu-tunggu.
Setelah mengunci sepedanya di tempat parkir, ia mengikuti Megan dari belakang. Di dalam lift Imron tambah deg-degan, matanya selalu mencuri-curi pandang ke tubuh Megan yang dibungkus blouse biru tanpa lengan dengan leher berbentuk V agak rendah, bawahannya memakai celana jeans sedengkul ketat yang mencetak paha jenjangnya yang indah. Sampailah mereka di kamar Megan yang lantainya didominasi marmer putih, hembusan AC langsung menyegarkan rasa gerah dari cuaca di luar.
“Wah kamarnya bagus sekali Non” kata Imron sambil memandang sekelilingnya.
Di seberang pintu masuk terdapat pintu kaca dan jendela lebar mengarah ke balkon dengan tirai ungu. Sebelumnya terletak dua buah sofa putih, yang panjang membelakangi jendela dan yang lebih pendek menyamping jendela dan menghadap TV di seberangnya. Di sebelah kiri pintu ada dapur kecil dimana terdapat kulkas dan tempat cuci piring. Sedangkan belokan ke kanan depan menuju ke kamar tidur dan kamar mandi. Interior ruangan yang elegan tersebut membuat Imron sempat terkagum-kagum.
Megan mempersilakan Imron duduk di sofa dan menawarkan minuman. Imron memilih teh hangat. Megan membawakan dua cangkir teh seduh dan meletakkan yang satu pada meja kaca di hadapan Imron, lalu dia sendiri duduk di sofa yang satunya sambil meniup tehnya. Mereka ngobrol-ngobrol ringan, dalam kesempatan ini Megan mengajari Imron sedikit Bahasa Inggris sederhana. Ia nampak sangat manis ketika tertawa apabila Imron salah melafalkan kata-kata yang diajarkannya. Imron bertanya mengapa dia baik sekali padanya padahal di kampus banyak yang tidak peduli padanya dan dari tampang dirinya sangat jauh dari tampan.
“Why not ? Saya kan menganggap Bapak sebagai teman, dalam berteman saya rasa nggak ada batasan penampilan, suku bangsa, atau status, selain itu Bapak banyak menolong saya juga” katanya.
Tak terasa waktu sudah hampir menunjukkan pukul sebelas, Imron bangkit dan memohon diri untuk pulang karena sudah malam.
“Oh sebentar Pak, saya punya sesuatu buat Bapak” Megan berdiri lalu menuju ke dapur “ini dikasih teman, terlalu banyak, buat Bapak aja sebagian” sahutnya dari balik meja dapur sambil mengemasi beberapa toples kecil kue-kue kering dan snack.
Sekalian berjalan ke pintu Imron membelok ke arah dapur mini itu. Ketika itu Megan pun baru selesai memasukkan barang yang hendak diberikan ke dalam kantong dan hendak menghampiri Imron untuk menyerahkannya. Megan agak kaget saat mendapati pria itu sudah di sampingnya, keduanya berhadapan sangat dekat sekali dan saling memandang.
Imron memegang lengan Megan dengan lembut, tidak nampak penolakan dari gadis itu.
“Makasih ya Non, saya…saya…!” Imron tidak menyelesaikan ucapannya karena setelah itu mulutnya langsung memagut bibir Megan yang basah menggairahkan itu.
Megan pun segera melingkarkan kedua tangannya ke leher pria itu dan menempelkan tubuhnya erat sekali. Imron dapat merasakan payudara gadis itu menekan dadanya, lebih terasa dibanding waktu dia menangis di pelukannya dulu. Mulut Megan langsung membuka membiarkan lidah Imron masuk dan menyambut lidah pria itu dengan bernafsu. Ciuman mereka makin menggelora dan nafas mereka makin memburu. Megan menaikkan pantatnya ke meja dapur di belakangnya. Tangan Imron yang menggerayangi payudaranya mulai mempreteli kancing bajunya dengan tergesa-gesa. Setelah kancing terakhir terlepas, Megan menggerakkan sendiri tangannya membuat blouse tanpa lengan itu tergeletak di meja dapur, lalu ia menggerakkan tangan ke punggung melepas kait branya. Tanpa melepas ciuman Imron menarik lepas bra coklat itu dari tempatnya. Baru kali ini Imron melihat payudara bule yang sesungguhnya, payudara Megan bentuknya bulat padat, putingnya berwarna merah dengan areola berdiameter sedang. Kedua bukit itu naik turun dengan cepat seirama nafas Megan yang tak teratur. Sambil mengulum bibir Megan tangannya meraba-raba payudaranya. Megan tidak bersikap pasif saja meresponnya, lidah gadis itu juga turut bermain dengan liar, lidah Imron ditangkapnya dan disedot-sedot membuat birahi penjaga kampus itu semakin naik saja. Tangannya melepas seragam karyawan Imron lalu menarik kaosnya ke atas. Imron melepas ciumannya agar bisa meloloskan kaos oblongnya. Megan melemparkan kaos itu ke samping begitu pakaian itu lepas.
“Apa ini Pak ?” tanyanya melihat bekas luka pada dada Imron.
“Bagian dari masa lalu saya Non, bekas berkelahi dibacok orang” jawabnya.
Gadis itu meraba bekas luka memanjang itu, telapak tangannya yang halus itu membelai dada Imron yang bidang.
“Sakit ?” tanyanya lagi.
“Dulunya sih iya, tapi sekarang nggak kok, apalagi kalau dielus tangan Non yang indah ini” katanya sambil menggenggam tangan gadis itu.
“Bawa saya ke kamar” katanya pelan setengah berbisik.
Imron langsung mengangkat tubuh gadis itu sekali rengkuh dalam posisi berhadapan, Megan memeluk tubuh Imron sementara bagian bawah tubuhnya ditopang. Imron berjalan ke kamar sambil menciuminya. Dia menggunakan sikunya untuk membuka gagang pintu lalu memasuki kamar itu. Diturunkannya tubuh Megan ke ranjang lalu memencet saklar di sebelah pintu, lampu di plafon langsung menerangi kamar yang tadinya gelap itu.
“Jangan yang itu Pak, yang ini saja” kata Megan seraya menarik tali saklar menyalakan neon 10 Watt di ujung atas ranjangnya.
Imron membuka pakaiannya yang masih tersisa. Setelah membuka celana dalamnya, nampaklah penisnya yang sudah menegang. Megan terkesima melihat ukuran senjata pria itu dengan urat-uratnya yang menonjol di beberapa sisi dan ujung bersunat.
“Wow…what an Indonesian dick” gumamnya dalam hati tanpa mengalihkan pandangannya dari batang itu.
Sungguh gairah Megan menggebu-gebu malam itu tanpa pernah direncanakannya. Kejadian itu berlangsung secara spontan begitu saja dan memang inilah yang disukai gadis bule itu, spontanitas dalam seks terasa lebih membuatnya horny. Entah mengapa dia bersedia melakukannya dengan pria seperti Imron, gairah nakal itu memang mulai timbul sejak ngobrol-ngobrol di ruang tamu itu, suasana malam dan situasi hanya pria dan wanita saja dalam satu ruangan menimbulkan bayangan erotis di benak gadis itu, selain itu Imron pernah menolongnya beberapa kali sehingga ia tidak keberatan membiarkan tubuhnya dinikmati penjaga kampus itu, hitung-hitung sebagai balas jasa. Jangan lupa, Megan berasal dari negara yang menganut kebebasan seks dan hubungan seks tanpa status dan cinta bukanlah hal baru baginya. Megan telah merasakan hubungan seks sejak usia 16 tahun, dia telah melakukannya dengan tiga orang yaitu dua mantan pacar dan satu teman, semuanya ras kaukakus kecuali pacar terakhirnya yang berdarah Hispanik. Terakhir kali ia berhubungan intim kurang lebih setahun lalu, tak lama sebelum kepergiannya untuk kuliah di Indonesia. Malam itu gairahnya yang cukup lama terpendam karena kesibukan sehari-hari menggeliat, darah dalam tubuhnya bergolak merindukan sebuah permainan cinta. Dengan gerakan erotis, ia membuka celana sedengkul beserta celana dalamnya, lalu melemparkannya ke kursi rias di sebelah ranjang. Kini tampaklah tubuh gadis Amerika itu tanpa sehelai benangpun, benar-benar mulus tanpa cacat.
Hari itu benar-benar saat yang paling dinanti-nantikan oleh Imron, bagaimana tidak, ia telah memakan waktu berbulan-bulan dan minta saran sana-sini untuk memangsa gadis bule itu sebelum akhirnya membuahkan hasil seperti sekarang ini. Diterkamnya tubuh mulus yang telah terbaring di ranjang itu. Megan menjerit manja menyambutnya. Karena sudah dikuasai nafsu, keduanya langsung berpelukan dan berguling-guling, saling remas dan saling tindih, payudara indah Megan bergesekan dan menekan dada Imron, kali ini tanpa penghalang lagi, langsung skin to skin. Megan kini berada di atas Imron, dia begitu agresif dalam berciuman, setiap gerakan lidah Imron disambutnya dengan gemilang. Kemudian mulutnya mulai menuruni leher pria itu dengan kecupan dan jilatan. Gadis itu demikian liar melakukan pemanasan terhadap Imron, terkadang dengan sengaja ia gesekkan payudaranya pada tubuh Imron sehingga memberi sensasi tersendiri baginya. Sambil menjilat puting pria itu, tangannya meraih penis yang sudah tegang itu. Imron dibuat blingsatan karena nikmatnya, dipandangnya mata hijau Megan yang menatap liar padanya, mata itu kini memancarkan hasrat liar yang menggebu-gebu. Ternyata Megan yang bertampang innocent itu di atas ranjang dapat berubah menjadi binal bak artis bokep. Puas melakukan mandi kucing, Megan mulai turun semakin bawah, ditatapnya penis dalam genggamannya itu.
“Oh gosh…it’s so hard !” katanya
Tubuh Imron bergetar dan mulutnya mengeluarkan desahan begitu lidah Megan memberi sentuhan pertama pada kepala penisnya. Sebentar saja penis itu sudah masuk di mulutnya, tidak semuanya muat sih, itu pun mulut gadis itu sudah nampak sesak. Dengan permainan lidahnya yang lihai Megan menyentuh bagian-bagian sensitif benda itu seperti kepalanya dan lubang kencingnya sehingga membuat pria itu berkelejotan dan mendesah-desah keenakan. Imron bergidik merasakan nikmat yang luar biasa, sungguh oral seks yang disuguhkan gadis Amerika ini berbeda dari gadis-gadis lain yang pernah dipakainya, Imron merasa penisnya seperti disedot-sedot oleh vacum cleaner. Bukan itu saja, Megan juga mengkombinasikannya dengan kocokan dan pijatan lembut pada buah zakarnya membuat Imron seperti melayang-layang., dia merasa sebentar lagi penisnya mau meledak, tapi Imron tidak ingin secepat itu, bisa-bisa dirinya yang malah kalah bercinta dengan gadis bule ini. Dengan nafsu meluap-luap dijenggutnya rambut pirang itu lalu ditariknya tubuhnya hingga rebah di kasur.
“Be gentle please !” katanya karena agak kaget dengan kekalapan Imron.
Dengan bernafsu Imron langsung menggerayangi tubuh mulus itu. Lidah dan tangannya menjelajahi setiap titik rangsang di tubuh gadis itu membuatnya tidak bisa apa-apa selain mendesah dan menggelinjang. Imron mengenyoti payudara gadis itu sementara tangannya memilin-milin puting payudara yang lain dan tangan yang satunya sibuk bermain di daerah kemaluannya.
“Oohhh…yess !” erang Megan sambil menggigit bibir bawah.
Imron mengisapi kedua puting Megan secara bergantian, hisapan dan jilatan itu membuat birahi gadis itu semakin membara, tangannya yang dibawah mengusap-usap bibir kemaluannya, sesekali mengelus paha dalamnya. Dengan diserangnya titik-titik sensitif di tubuhnya, Megan semakin tidak terkendali.
“Uuuhh…oohh…mmm !” itulah yang keluar dari mulut Megan sebagai ungkapan kenikmatannya.
Jilatan Imron kini turun ke perutnya yang rata, lidah Imron yang hangat dan basah membuat gadis itu tertawa kecil karena geli sekaligus nikmat. Imron terus turun lagi, wajahnya mendekati vagina Megan yang ditumbuhi bulu yang dicukur trim memanjang mengikuti belahan vaginanya.
“Hehehe…jembutnya rapi banget, gini toh punyanya orang bule !” kata Imron dalam hati sambil mengendusinya, “hhmm…wangi pula, pasti rajin dirawat nih”
Imron lalu mengangkat tubuh bagian bawah gadis itu dengan kedua pahanya masih mengapit kepalanya.
“Ow…what a…aahhh !” dia menjerit kecil merasa tubuhnya setengah terangkat namun wajahnya langsung meringis nikmat sambil mendesah ketika dirasakannya lidah Imron telah menari-nari di liang kenikmatannya.
Dalam posisi berlutut dan kedua lengan kokohnya menyangga paha Megan, Imron menjilati vaginanya, lidahnya bagaikan ular menyeruak masuk serta melakukan gerakan berputar atau juga menyentil-nyentil klitorisnya. Megan benar-benar merasakan sensasi yang luar biasa, tangannya sampai meremasi sprei di bawahnya dan matanya merem-melek keenakan.
Tak lama kemudian Megan merasakan tubuhnya menggelinjang hebat, getaran nikmat itu berasal dari selangkangannya yang sedang dilahap Imron menjalar ke seluruh tubuh. Megan mengerang merasakan orgasme pertamanya akan segera tiba. Melihat reaksi itu, Imron semakin mempergencar jilatan dan hisapannya pada vagina gadis itu.
“Ooohh….yeah…yess…aahh…ahhh !” Megan mendesah tak karuan, permainan lidah Imron telah mengantarnya pada puncak.
Imron terus menjilat dan menghirup vagina Megan yang semakin basah oleh cairan kewanitaannya itu. Cairan itu dilahapnya dengan rakus sampai terdengar bunyi menyeruputnya. Imron menurunkan tubuh bawah gadis itu setelah puas menikmati cairan cintanya. Imron yang berlutut diantara kedua paha Megan mengarahkan penisnya ke vagina gadis itu. Digosok-gosokkannya kepala penisnya yang mirip jamur itu pada bibir vagina Megan, membuatnya menggelinjang kegelian. Gairah Megan dengan cepat naik lagi, dia menggenggam penis Imron dan menuntunnya pada liang senggamanya. Imron yang nafsunya juga sudah tinggi segera melesakkan penis itu, dia merasakan himpitan dinding vagina gadis itu yang licin dan bergerinjal-gerinjal.
“Aahhh !!” Megan menjerit nikmat merasakan batang yang kokoh itu menerobos masuk memberi kenikmatan.
Dia merasakan penis itu begitu besar, keras, dan mengganjal, tidak kalah dari milik pria-pria rasnya. Imron mulai memompa penisnya dengan gerakan halus yang makin meningkat menjadi kasar dan brutal. Tangannya meremas-remas payudara yang bergoyang-goyang itu.
“Oohh…ooh…damn it…fuck me…hard !” desah Megan, ia melingkarkan kakinya pada pinggang Imron seakan tidak rela melepaskannya.
Hujaman-hujaman Imron bervariasi, kadang kasar, kadang lembut, kadang diputar-putar seperti mengaduk adonan, belum lagi sentuhan-sentuhan tangannya yang memberikan belaian-belaian nikmat pada bagian tubuh lainnya. Imron lalu menindih tubuh gadis bule itu sehingga dapat menyetubuhinya sambil menciumi bibir dan lehernya. Dalam waktu sekitar seperempat jam Megan sudah merasa akan klimaks lagi. Tubuhnya mengejang, tangannya memeluk erat tubuh Imron, mulutnya kembali mengeluarkan desahan panjang. Imron terus menusuk-nusukkan penisnya pada vagina Megan yang sudah semakin becek sehingga terdengar suara decak cairan setiap kemalauan mereka bertumbukkan. Imron juga ikut merasakan nikmatnya orgasme gadis ini, penisnya terasa dicengkram kuat dan disedot-sedot oleh vaginanya yang saat itu berkontraksi dengan cepat, untuk menambah kenikmatan dibenamkannya penisnya sampai mentok lalu ia menggerakkan pinggulnya dengan gerakan berputar. Megan mengerang-ngerang nikmat sambil sesekali menciumi pria itu merasakan kewanitaannya seperti diaduk-aduk oleh batang yang keras.
“Yess…sssh…I love it, mmhhhh !” demikian desisnya dengan nafas memburu.
Megan memejamkan mata menghayati orgasmenya hingga gelombang itu berangsur-angsur reda. Ia lalu membuka matanya dan melihat wajah Imron diatasnya. Pria itu tersenyum dan membelai rambut pirangnya lalu menciumnya lembut sekali.
“Pak Imron, you’re great” katanya dengan tersenyum lemas.
“Apa tuh artinya Non ?” tanya Imron “Non lagi muji atau ngeledek nih ?”
“Hebat, Bapak hebat, really !” katanya lagi.
Imron memang makin pandai memperlakukan wanita, dia tidak meneruskan dulu genjotannya untuk menunggu Megan memulihkan tenaga. Dia mengajak ngobrol gadis itu dengan penis masih tertancap di vaginanya.
“Non, enak sekali tadi yah, memek Non nikmat, bener-bener delisius” pujinya sambil mempraktekkan bahasa Inggris yang baru dipelajarinya sedikit.
“Ya anda juga hebat, mmm…kuat I mean” balasnya, “eemm…apa itu tadi…memek ? what’s that ?”
“Oohh…anu, itu vagina Non, biasa kita nyebutnya memek”
“Mmm…I see, so it is some kind of slang term”
“Heh, apa…apa ? Non omong apa tadi ? ga ngerti saya”
“No, never mind, ga apa-apa, kalau yang punya laki-laki disebutnya apa ?” tanyanya lagi.
“Kalo yang punya cowok disebutnya kontol Non hehehe”
“Memek…kontol” Megan mencoba melafalkan kata-kata baru itu.
“Iya bener Non, kalo bahasa Inggrisnya apa tuh ?”
“Well, kalau yang punya perempuan biasa kita sebut pussy, kalau yang penis disebut dick”
“Oo…gitu yah Non, ngerti-ngerti deh, Non suka sama dick saya ga ?” tanya Imron nakal.
“Hihihi…Bapak nakal tanyanya, but yes, I do like it, it is wonderful, so big and so hard” Megan sengaja memakai bahasa Inggris menjawabnya karena agak malu-malu untuk ngomong terang-terangan.
“Yeee…si Non, mentang-mentang saya ga bisa Inggris, omong apa sih tuh ?” tanya Imron menasaran sambil mencubit puting gadis bule itu.
Sebagai jawabannya Megan menarik wajah Imron mendekat lalu mencium bibirnya yang tebal. Ia berguling ke samping sehingga tubuhnya kini berada di atas pria itu. Keduanya terlibat percumbuan yang panas, tangan kasar Imron membelai punggung mulus gadis itu yang mulai berkeringat. Setelah dua-tiga menit berciuman, Megan mengangkat tubuhnya lalu mulai mengoyangkan tubuhnya yang masih menancap di penis Imron. Tubuhnya naik-turun dengan liar di atas tubuh Imron yang telentang itu. Gadis itu juga meraih tangan Imron untuk diletakkan di payudaranya dan diremaskannya tangan kasar itu pada susunya yang montok. Imron tidak mau kalah, dia juga menggerakkan pinggulnya menyentak ke atas hingga penisnya semakin tusukan penisnya semakin dalam dan memberi kenikmatan ekstra bagi keduanya.
“Ooohh…God…ooh…oohh...more…do it more !” mulut Megan menceracau tak karuan dalam bahasa ibunya.
Persetubuhan interasial itu berlangsung dengan liarnya, kedua pihak sama-sama agresif. Imron merasa sebentar lagi orgasmenya akan tiba, maka dia mempercepat hentakan pinggulnya. Penis itu masuk sedalam-dalamnya hingga mengenai g-spot Megan, membuatnya didera nikmat yang luar biasa.
“I’m coming…yes…aahh…aahhh !” jerit Megan dengan tubuh menegang.
Di saat yang sama, Imron pun merasakan hal serupa, spermanya muncrat dengan deras di vagina gadis itu, tubuhnya mengejang hebat sehingga remasannya pada kedua payudara Megan pun mengeras. Sekitar lima menitan keduanya menggelinjang menikmati orgasme bersama, erangan nikmat sahut-menyahut memenuhi kamar itu, kalau saja temboknya tidak cukup tebal pasti sudah terdengar oleh tetangga di sebelahnya.
Megan terkulai lemas di atas tubuh Imron sambil memeluknya, punggungnya nampak basah oleh keringat, rambut emasnya sudah acak-acakan. Dia dapat merasakan penis yang menancap di vaginanya mulai mengecil dan cairan hasil persetubuhan barusan mengalir keluar. Keduanya tidak berkata-kata selama beberapa saat, hanya deru nafas mereka saja yang terdengar. Imron merasa ngilu pada buah zakarnya karena hentakan-hentakan gadis ini begitu ganas dan penuh gairah, sementara Megan sendiri juga merasakan panas pada vaginanya dan payudaranya agak perih akibat remasan kasar Imron ketika orgasme tadi. Imron membelai rambut gadis itu dan mencium dahinya dengan lembut.
“I’d like to have some drink” kata Megan dengan suara lemah.
“Apa…apa Non ? drink…engg…minum yah ?” tanya Imron yang dijawab gadis itu dengan anggukan pelan “tunggu yah saya ambil dulu”
Imron melepaskan pelukan gadis itu dan membaringkan tubuhnya di samping. Cairan cinta menetes-netes begitu Imron mencabut penisnya dari vagina Megan. Dia turun dari ranjang dan keluar menuju dapur. Tak lama kemudian ia kembali dengan membawa sebuah gelas berisi air putih. Ketika itu Megan sedang membersihkan selangkangannya dengan tissue, tak lama kemudian daerah itu pun kembali bersih dan dilemparnya tissue itu ke tong kecil di sudut ruangan. Setelah menerima gelas dari Imron, dengan lahap Megan menghabiskan isi gelas itu, tenggorokannya terasa lebih segar dan tubuhnya lebih rileks.
Imron yang masih kelelahan merebahkan diri di sebelah gadis itu. Diraihnya tubuh gadis itu ke dalam pelukannya dan rambut pirang itu dibelainya lembut.
“Bapak sudah mau pulang ?” tanyanya.
“Iya Non, istirahat sebentar, kalau udah kuat langsung balik”
“Malam ini disini saja Pak, sudah terlalu malam”
Dalam hati Imron merasa senang dengan tawaran itu, tapi dia menolak halus dulu untuk menjaga citra baru mengiyakannya.
“Yah…kalau Non ga keberatan, saya sih ok ok aja”
Selesai berkata demikian Imron menarik selimut menutupi tubuh mereka dan mematikan lampu 10 watt di atas ranjang sehingga kamar menjadi gelap.
“Non mainnya hebat, liar sekali !” puji Imron sambil membelai dadanya.
“Ya, anda juga good, bisa buat saya orgasm beberapa kali, saya suka kontol Bapak, it’s very strong hihi”
“Oh ya, jadi Non suka kontol saya ?” godanya sambil menggesekkan penisnya pada pantat gadis itu.
Obrolan nakal berlangsung selama beberapa menit sebelum akhirnya tidak terdengar lagi jawaban Megan ketika Imron menanyainya mengenai apa fantasi seks terliarnya yang belum terwujud. Gadis itu diam tidak menjawab, Imron menunggu sejenak namun yang terdengar hanya bunyi nafas, rupanya gadis itu tertidur kelelahan. Imron pun menutup matanya dan menyusul ke alam mimpi tak lama kemudian.
Keesokan paginya Imron terbangun, dilihatnya jam weker di sebelah ranjang menunjukkan pukul enam. Nyenyak sekali tidurnya semalam, baru kali ini dia merasakan tidur di tempat senyaman ini dengan ranjang yang empuk dan seorang gadis cantik di sebelahnya. Memang sih ketika dulu waktu masa jayanya di dunia hitam dia sudah sering tidur dengan pelacur, tapi tidak di tempat seelit ini, paling di motel murahan atau di atas ranjang butut. Ditatapnya wajah Megan yang masih tertidur dalam posisi telentang, senyum kemenangan muncul di wajahnya, akhirnya berhasil juga meniduri ‘kuda putih’ini tanpa menggunakan paksaan dalam seni berperang ini bisa dimasukkan dalam kemenangan gemilang yaitu menang tanpa berperang (dalam hal ini paksaan). Ia turun dari ranjang dan menuju ke kamar mandi di seberang kamar itu setelah meraih celananya yang diletakkan di kursi meja rias. Di kamar mandi Imron menyalakan shower dan mandi dengan cepat karena sebelum kuliah pertama jam tujuh ia harus sudah beres-beres, maka tujuh menit saja ia sudah menyelesaikan mandinya. Dengan handuk kecil di gantungan dia mengeringkan badan lalu memakai celananya. Setelah keluar dari kamar mandi dilihatnya ke dalam kamar Megan masih terlelap, agaknya ia masih lelah karena pertempuran semalam. Niat isengnya timbul, sambil menyeringai dirogohnya ponsel dari dalam kantong celananya. Dengan perlahan-lahan dibukanya selimut yang menutupi tubuh Megan, lalu ckrek…ckrek…ckrek…tiga kali diambilnya foto gadis itu dari berbagai sudut dalam keadaan tertidur tanpa busana. Foto itu untuk kenang-kenangan atau siapa tahu akan berguna suatu hari nanti seperti yang pernah dilakukannya pada Joane (baca Eps.7).
Kemudian Imron duduk di pinggir ranjang, ditatapinya kemolekan tubuh Megan yang tak tertutup apapun itu, tangannya bergerak memegang payudara kirinya serta meremasnya lembut.
“Mmmm !” terdengar gumaman gadis itu, matanya bergerak dan membuka perlahan-lahan, “Pak Imron, morning, sudah bangun ?” sapanya.
“Iya Non, saya harus pamit dulu, udah harus kerja lagi nih Non” katanya dengan tangan tetap meremasi payudara gadis itu. “Non sendiri nggak kuliah ?”
“Saya nanti jam sembilan” jawabnya.
“Kalau gitu saya duluan yah Non, lain kali kita main seperti kemarin lagi yah Non, mau kan ?” pertanyaan yang hanya dijawab gadis itu dengan senyuman.
Megan dengan masih terkantuk-kantuk menggerakkan tubuhnya untuk turun dari ranjang dan mengantarkan Imron ke pintu. Di dapur Imron memunguti pakaiannya yang tercecer di sana tadi malam dan memakainya, Megan juga menyerahkan kantong hitam berisi makanan yang hendak diberikan padanya.
“Teng kiu yah Non, Non baik banget, saya ga akan pernah melupakan Non” ucapnya sambil menerima bingkisan dari gadis itu.
“Sama-sama Pak, saya juga senang kenal Bapak, but lain kali jangan lupa…you should use some condom, memakai kondom, supaya aman !” katanya dengan senyum nakal.
Imron terkekeh dan menganggukkan kepala menjawabnya. Lalu ia berjalan di belakang gadis itu yang mengantarnya ke pintu.
Dipandanginya tubuh belakang gadis itu, indah sekali, pantatnya begitu bulat montok membuat tergoda untuk menepuk dan bahkan meremasnya. Sebelum Megan sempat membukakan kunci tiba-tiba pinggangnya sudah didekap dari belakang. Sebentar saja tubuhnya sudah menempel dengan tubuh si penjaga kampus itu yang langsung memciumi tenguknya.
“Hei !” Megan menjerit kecil.
Megan menggeliat dan meronta kecil ketika Imron menciumi leher dan telinganya, namun rontaan yang setengah hati itu justru membuat Imron makin bernafsu. Didesaknya tubuh gadis itu ke depan sehingga terhimpit diantara pintu dan tubuh kekarnya. Megan merasakan penis pria itu yang telah menegang menempel di pantatnya entah sejak kapan dia membuka celananya. Tangan kekar Imron menarik sedikit pinggulnya sehingga agak nungging.
“Oohh…no…not again ssshh !” desahnya ketika penis pria itu menerobos masuk ke liang vaginanya.
Sambil berpegangan pada kedua payudara gadis itu, Imron menyetubuhinya dengan kecepatan tinggi, mulutnya menciumi pundak dan lehernya membuat gadis itu serasa melayang. Pintu tempat Megan bertumpu ikut bergetar seperti ada gempa bumi, untunglah sedang tidak ada orang yang melintas di lorong dan melihatnya. Kurang dari sepuluh menit Imron sudah menyemprotkan spermanya di dalam vagina gadis Amerika itu. Segera setelahnya ia memasukkan kembali penisnya ke dalam celananya.
“You are so naughty…Bapak nakal !” sahut Megan menepuk pelan pipi Imron.
“Hehehe…hitung-hitung olah raga pagi Non” katanya cengengesan “Ok saya pergi dulu yah, gud bai !”
“Ok see you later…ini rahasia kita ya Pak, jangan bilang orang lain” senyumnya nakal.
Imron mengecupnya di bibir sebelum membuka pintu.
“Hei…wait, Bapak lupa ini ya ?” ucap Megan seraya mengambil kantong berisi makanan dari lantai.
“O iya, hehehe sampai lupa, makasih ya Non” Imron mengambil bingkisan itu lalu pamit meninggalkannya.
Megan menutup pintu dan kembali ke kamarnya, dihempaskannya tubuhnya ke atas kasur yang empuk.
“Oh God, what have I done ? how could I do it with a janitor ?” tanyanya pada diri sendiri dalam hati.
Ia masih belum habis pikir bagaimana dirinya bisa terlibat hubungan seks dengan pria itu. Di kampus banyak teman pria yang tampangnya jauh di atas pria itu, namun ia malah memilih seorang penjaga kampus sebagai partner seksnya. Sinyal-sinyal untuk melakukan hubungan seks memang pernah dia dapat dari beberapa teman kuliahnya, tapi tidak pernah diresponnya. Dia paling tidak suka dengan pria-pria sok jaim atau yang hanya menonjolkan sisi gentle dengan tujuan menidurinya, dia sudah belajar dari dua kali pengalamannya dalam berpacaran mengenai hal ini. Beda dengan Imron yang telah melakukan tindakan nyata padanya tanpa pamrih (di matanya) sehingga ia pun bersedia melakukan hal itu padanya, disamping itu keperkasaan Imron di ranjang telah membuatnya terbuai.
###
Hubungan gelap itu kembali terulang pada hari-hari selanjutnya setiap ada kesempatan di toilet kampus, kelas kosong, gudang, apartemen Megan, dll kecuali rumah kontrakan Imron, satu tempat yang tidak pernah dipakainya untuk menggauli korbannya demi menghindari kecurigaan dari warga sekitar. Karena itulah dimata para tetangga dan warga tempatnya tinggal Imron tidak bermasalah. Terkadang Megan tidak segan mengajak pria itu berhubungan seks dengan sinyal berupa jilatan lidah pada bibirnya atau meng-SMS-nya untuk datang ke apartemennya. Bagi Megan hubungan itu tidak lebih hanya sekedar pertemanan dan pemuasan biologis semata. Dalam benak gadis bule itu tidak pernah terbesit sedikitpun cinta ketika melakukan hubungan itu, demikian juga Imron yang memakai Megan hanya sebagai pemuas nafsu.
“Do you love me ?” pernah suatu kali Megan bertanya demikian pada Imron sehabis bercinta di toilet.
“Apa ? cinta ya ? cinta sama Non gitu ?” tanyanya lagi memastikan yang dijawab Megan dengan anggukan kepala. “Ehm…gimana yah, saya gak berpikir sampai kesana Non”
“So, Bapak gak suka saya ?” Megan bertanya lagi dengan ekspresi antusias.
“Ehh…bukan…bukan gitu Non, kan kata Non juga kita ini teman, lagian…lagian kita kan terlalu banyak perbedaan” Imron agak susah menjawabnya.
“Yes, itu yang saya harapkan, saya gak ingin ada ikatan, kita teman, friend, it’s only sex”
Keduanya hening saling tatap di ruangan sempit itu, berciuman sebentar lalu melepaskan diri dan membereskan pakaian masing-masing sebelum keluar dari sana.
###
Sabtu sore, dua minggu setelah malam liar pertama mereka, keduanya menghabiskan waktu dengan berhubungan seks dengan berbagai gaya. Mereka melakukannya di kamar mandi, dapur, ruang tamu, dan di atas sofa ruang tengah. Megan yang saat itu baru menyelesaikan koreksian yang menumpuk dari tempat mengajarnya menganggapnya sebuah refreshing setelah lepas dari kesibukan, eksperesi itu keluar dalam wujud keliarannya pada hari itu dalam bercinta sehingga membuat Imron pun agak kewalahan. Pukul sepuluh malamnya keduanya telah tergeletak lemas diatas ranjang dengan tubuh penuh keringat dan nafas ngos-ngosan. Dalam obrolan pasca orgasme kembali Imron menanyakan lagi pertanyaannya dulu yang belum terjawab, yaitu mengenai fantasi seksnya yang belum terwujud. Megan terdiam sejenak dan berpikir.
“Threesome, main bertiga maksud saya atau main beempat maybe, tapi saya belum pernah melakukannya” jawab Megan “kelihatannya exciting dilayani lebih dari satu laki-laki, yah tapi itu cuma fantasi, saya belum berani hehe”
“Oh, gitu toh Non, ternyata Non noti (naughty) juga mikirnya yah” kata Imron sambil mencubit putingnya.
“Kalau bapak sendiri apa fantasinya ?” Megan bertanya balik.
“Ya gak jauh-jauh deh Non, bisa main sama perempuan cantik aja udah cukup” jawabnya, “lagian kan fantasi saya udah kesampaian sekarang Non” Imron menatap wajah Megan sembil tersenyum, keduanya lalu tertawa-tawa dan berpelukan.
Setelah ngobrol-ngobrol sebentar dan saling belai, mereka pun akhirnya terlelap.
Keesokan paginya Megan bangun terlebih dulu dan menemukan dirinya dalam pelukan penjaga kampus itu. Pelan-pelan ia melepaskan diri dari tangannya agar tidak membangunkannya. Jam weker sudah menunjukkan pukul sembilan lewat duapuluh, lumayan kesiangan juga pikirnya, tapi kan ini hari Minggu makannya wekernya tidak dinyalakan. Setelah turun dari ranjang dia berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi. Kemudian diambilnya kimono sutra berwarna hitam dengan motif bunga-bunga kecil dari gantungan baju dan dikenakan pada tubuhnya. Di dapur menyiapkan sarapan berupa roti panggang dan secangkir kopi lalu menikmatinya sambil duduk selonjoran di sofa panjang dan menonton TV. Baru saja menghabiskan roti pertamanya terdengarlah bunyi bel.
“Ya…siapa ?” tanya Megan setelah mengintip dari lubang pintu melihat seorang pria yang tidak dikenal.
“Tukang ledeng, katanya ledeng disini ada keluhan ya!” kata orang diluar itu.
“Iya benar, kenapa anda baru datang sekarang ?” Megan membukakan pintu.
Dia agak kesal karena keterlambatan ini, masalahnya sejak kemarin pagi kran air di dapur untuk mencuci piring tiba-tiba mengalirnya kecil sehingga ia melaporkan hal ini ke pihak apartemen saat itu juga. Ia juga sempat minta tolong pada Imron kemarin tapi pria itu juga tidak terlalu bisa menolong karena tidak punya peralatannya, Imron hanya memperkirakan bahwa ada penyumbatan pada pipa air sehingga alirannya terhambat.
“Maaf Non, anu…yang kerjanya kebetulan lagi kurang, ada yang lagi pulang kampung, saya kemarin juga lagi sibuk di tempat lain, jadi kepaksa dateng sekarang biar hari Minggu juga” orang itu meminta maaf atas keterlambatannya.
Megan mengajak orang itu ke dapur dan menjelaskan permasalahannya. Bahasanya kadang diselingi bahasa Inggris untuk istilah-istilah yang agak asing baginya. Sambil mendengarkan penjelasan Megan, si tukang ledeng itu, pria berusia 30 an, tidak bisa menahan kekagumannya terhadap kecantikan gadis bule itu, matanya sesekali mencuri-curi pandang ke belahan dadanya. Setelah jelas permasalahannya si tukang ledeng mulai membuka kotak peralatannya dan bekerja, sementara Megan kembali ke sofa menonton TV. Setelah menghabiskan roti dan kopinya, Megan bangkit dari sofa hendak ke kamar sebentar melihat Imron, sekalian memberitahunya agar jangan keluar kamar dulu sampai si tukang ledeng pulang.
“Hai, good morning Pak, enak tidurnya ?” sapa Megan melihat Imron yang sudah membuka mata tapi masih berbaring di ranjang, ia membuka tirai jendela hingga sinar matahari masuk ke kamar.
“Morning juga Non, eh ada siapa tuh diluar kok saya dengar Non lagi bicara sama orang ?” tanyanya.
“Itu…eeemm..yang perbaiki kran ledeng” jawab Megan “and anda sebaiknya jangan keluar dulu yah, tunggu orang itu pulang dulu, ok ?”
“O ya? Kenapa emangnya Non ?” Imron menyeringai mesum sambil menyingkap kimono Megan yang duduk di pinggir ranjang dan membelai pahanya.
“Ohh…please, jangan nakal dulu” Megan mengangkat tangan Imron untuk menyingkirkannya. “nanti dia liat, tidak enak !”
Tiba-tiba Imron menangkap pergelangan tangan gadis itu dan tangan satunya mengangkap pinggangnya lalu menariknya ke pelukannya.
“Ehh…what…aa…apa-apaan ini, let me out !” Megan tersentak, dia meronta dan mendorong Imron yang telah berguling menindih tubuhnya, tapi tentu saja tenaganya kalah dari pria itu, “stop it now! ada orang diluar sana !”
“Nggak apa-apa Non, saya hanya mau bantu fantasi Non jadi nyata” kata Imron sambil mengangkat kedua lengan Megan ke atas dan mengunci kedua pergelangannya dengan telapak tangannya yang lebar. “kan Non bilang mau tau rasanya dikeroyok hehehe !”
“Jangan…saya gak mau…mmmhh !” Imron membungkam protes Megan dengan ciumannya.
Tangan Imron yang satunya merayap ke bawah, menyingkap kimono itu dan menyentuh vaginanya. Birahi Megan pun terpicu di tengah rasa kuatir si tukang ledeng akan datang memergokinya. Jantungnya berdebar dengan kencang seiring nafasnya yang mulai memburu. Imron terus melumat bibir Megan sambil jari-jarinya mengorek-ngorek vaginanya yang makin becek itu. Imron pun melepaskan kunciannya setelah merasakan Megan tidak meronta lagi. Tangan yang tadi mengunci pergelangan itu berpindah ke dada menyusup masuk lewat lehernya dan menyentuh gumpalan kenyal yang tak ber-BH. Sekali tarik terlepaslah simpul tali pinggangnya dan Imron langsung menyingkap kimono itu.
“Eengghh…stop it Pak, orang itu bisa melihat kita !” sergahnya sambil mendorong-dorong kepala Imron yang sedang mengenyoti payudaranya.
Bukannya melepaskan Imron malah mempergencar serangannya, klitoris gadis itu digesek-gesekkannya pada jarinya sehingga desahan pun keluar dari mulutnya tanpa dapat tertahan. Ketika sedang dalam buaian nafsu itu, tiba-tiba Megan mendengar langkah mendekat di luar sana. Megan pun makin panik, dia mendorong Imron agar terlepas tapi pria itu sangat kuat dan bernafsu menggerayanginya, selain itu Megan juga tidak sepenuh hati melawan karena naluri seksnya menginginkan Imron terus merangsangnya. Seperti yang telah diduga, si tukang ledeng itu muncul di depan pintu, dia terbengong melihat adegan panas di atas ranjang itu. Mata Megan terbelakak dan wajahnya bersemu merah melihat kedatangan pria itu. Imron yang juga sadar akan kehadiran orang itu menengokkan wajah ke arah pintu namun dia segera kembali mengenyot payudara gadis itu seolah tidak ada yang mengganggunya. Si tukang ledeng tersenyum dan melangkah masuk perlahan-lahan.
“Wo-wo-wow asyik yah, saya boleh ikutan ga ?” tanyanya cengengesan.
Megan malu setengah mati melihat pria itu berdiri di sebelah ranjangnya, matanya menatap nanar dirinya yang sedang digauli Imron, seorang gadis bule yang masih muda dan cantik dinikmati seorang pria pribumi Indonesia seusia ayahnya yang tampangnya juga jauh dari ganteng. Ia teringat dulu pernah kepergok ayah mantan pacarnya ketika sedang frech kiss, rasanya malu sekali waktu itu sampai agak salah tingkah ketika hendak pamit pulang, apalagi dipergoki dalam keadaan lebih hot seperti sekarang ini. Namun disamping itu dia juga merasakan rasa nikmat membayangkan dua orang akan memuaskan tubuhnya.
Lahir dan besar di negara yang liberal, Megan tidak asing dengan perilaku seks yang tidak konvensional mulai dari yang soft seperti threesome dan swinger hingga yang ekstrim seperti BDSM, gangbang, dan sex party. Namun dia sendiri hanya sekedar tahu saja dan tidak berani mencoba ke arah sana apalagi keluarganya termasuk religius, sehingga selama ini kehidupan seksnya selama ini berlangsung secara konvensional saja. Dalam kondisi sedang high seperti sekarang ini, Megan tidak kuasa untuk menolak, penolakan yang keluar dari bibirnya pun tidak sepenuh hati sehingga malah membuat kedua pria itu makin bernafsu.
“Dari pertama dateng tadi gua udah kesengsem sama si Non ini, ga nyangka bisa dapet kesempatan kaya gini” kata si tukang ledeng sambil memegang payudara Megan dengan tangan bergetar tidak percaya apa yang didapatnya.
Payudara yang hangat, kenyal dan berkulit halus, sungguh ini bukan mimpi, seumur hidupnya dia tidak bermimpi bisa menikmati gadis bule apalagi yang selevel Megan. Tukang ledeng itu menunduk dan melumat payudara gadis Amerika itu dengan mulutnya. Mata Megan terpejam merasakan jilatan dan emutan pada kedua payudaranya dan tangan-tangan kasar yang menggerayangi tubuhnya. Baru kali ini Megan merasakan buaian pada banyak titik sensitif di tubuhnya dalam waktu bersamaan sehingga desahan nikmat pun keluar dari mulutnya dan tubuhnya menggeliat-geliat nikmat. Walau ada perasaan risih, dirinya tak kuasa untuk menolaknya. Tukang ledeng itu melepaskan diri sebentar untuk membuka pakaiannya dengan terburu-buru saking nafsunya. Megan terhenyak melihat penis si tukang ledeng yang telah mengacung tegak, panjangnya kira-kira sama seperti milik Imron, tapi diameternya agak lebih kecil dan urat-uratnya tidak terlalu menonjol seperti Imron.
Kini pria itu ikut naik ke ranjang, tangannya mulai menjamahi setiap lekuk tubuh Megan yang indah. Ia meraih tangan Megan dan meletakkannya pada penisnya, segera dia mendesah nikmat karena penisnya dikocok perlahan oleh jari-jari lentik itu. Tukang ledeng itu menopang punggung Megan dengan satu tangannya sehingga posisi gadis itu terduduk di ranjang dan tangan satunya terus menggerayangi tubuhnya sambil berciuman. Megan mendesah tertahan di sela percumbuannya karena jari-jari Imron makin liar keluar masuk di vaginanya. Pada payudara kanannya ia merasakan hisapan dan jilatan sedangkan yang kiri ia merasakan putingnya dipilin-pilin, kedua bagian sensitif itu pun makin menegang karenanya. Libido yang semakin tinggi menyebabkan gadis itu semakin bergairah bercumbu dengan si tukang ledeng. Lidah mereka saling menjilat dan membelit, ludah mereka belepotan pada daerah bibir masing-masing.
“Psst…hei !” si tukang ledeng melepaskan ciumannya dan menoleh sebentar pada Imron yang memanggilnya. “sini, mau ga jilatin sini ?” Imron menunjuk ke vagina Megan.
Si tukang ledeng mengiyakannya dengan kegirangan, dia membaringkan kembali tubuh Megan dan bertukar tempat dengan Imron.
“Gimana Non, seru kan ?” bisiknya sambil membelai rambut gadis itu.
“It’s crazy, gila, but…feel good…mmhhhh !” jawabnya sambil mendesah karena saat itu lidah si tukang ledeng telah menyapu bibir vaginanya.
Tukang ledeng itu dengan rakus melumat vagina Megan yang bulunya dicukur trim itu, disedot-sedotnya daerah itu, lidahnya masuk ke liang kemaluannya menyapu dinding dalamnya. Tubuh Megan seperti kesetrum ketika lidah itu menyentuh daging kecil merah yang sensitif. Tubuhnya semakin terbakar oleh api birahi.
Imron berlutut di samping kepalanya menginginkan penisnya dioral. Sebelum ia sempat menyodorkan senjatanya, Megan sudah meraih batang itu dan mendekatkan wajahnya serta langsung memasukkannya ke mulut.
“Uuhhh…enak, iyah Non terus gitu !” desah Imron merasakan penisnya diemut dan dihisap oleh gadis itu.
Megan yang semakin terangsang melebarkan kakinya agar si tukang ledeng dapat makin leluasa melumat vaginanya. Tiga menit kemudian, Megan merasakan desakan pada vaginanya. Dia menggerakkan bola matanya untuk melihat ke sana, ternyata si tukang ledeng sudah tidak menjilati vaginanya, dia tengah mendorong-dorongkan penisnya untuk memasuki vagina itu.
“Aahh…slowly, jangan kasar !” pinta Megan padanya karena tukang ledeng itu terlalu bernafsu melakukan penetrasinya.
Pria itu cukup pengertian, dia mengurangi kekasarannya, dengan tarik-dorong beberapa kali akhirnya dia berhasil menancapkan penisnya pada vagina bule itu.Setelah beradaptasi dan merasakan nikmatnya jepitannya mulailah ia memompa gadis itu.
“Aahh…oohh…mmmm…mmm !” Megan kembali memasukkan penis Imron ke dalam mulutnya dan meneruskan hisapan-hisapannya.
Tukang ledeng itu menggenjot Megan dengan kecepatan makin naik, kedua betis gadis itu disangkutkannya pada kedua bahunya. Megan juga ikut menggerakkan pinggulnya mengimbangi permainan pria itu.
Kuluman dan jilatan Megan yang sensasional membuat Imron tidak bisa menahan ejakulasinya.
“Oohhh !” Imron mendesah dan menjambak rambut pirang Megan dengan gemas.
Megan merasakan cairan kental hangat mengisi mulutnya yang langsung ditelannya, dia memperagakan teknik menghisapnya yang profesional sehingga memanjakan pemilik penis tersebut. Ketika penis itu dicabut dari mulutnya, benda itu sudah bersih, demikian juga mulut Megan, tidak ada sedikitpun sperma yang meleleh di pinggir bibirnya, mungkin juga karena sperma yang tercurah tidak begitu banyak karena kemarin sudah bermain habis-habisan. Setelah itu Imron terkapar di sebelah Megan yang masih bergumul dengan si tukang ledeng. Tukang ledeng itu semakin bernafsu menggenjoti Megan setelah melihat pemandangan yang sangat sensual barusan ketika gadis itu sedang menyedoti penis Imron yang sedang orgasme, belum lagi buah dadanya yang berguncang-guncang.
“Yes…yes…aaahhh…uuhh…oh that’s nice !” desah Megan menggelinjang nikmat, tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.
Megan merasakan sudah di ambang orgasme, ia memutar-mutar pinggulnya menambah sensasi nikmat, hingga akhirnya ia tak sanggup lagi menahannya, tubuhnya mengejang dan menekuk ke atas dan mulutnya mengerang panjang. Si tukang ledeng menyusul semenit kemudian dengan menekan dalam-dalam penisnya dan menyemburkan spermanya di dalam sana, wajahnya mengekspresikan kenikmatan yang luar biasa dari orgasme pertamanya bersama sang dara Amerika itu.
Pria berkumis itu ambruk di atas tubuh Megan, sesekali bibirnya menciumi pipi dan bibir gadis itu. Dia ingin merasakan sebanyak mungkin kehangatan tubuh gadis bule ini yang belum tentu bisa dirasakannya kemudian hari. Ketika tubuh itu terkapar lemas setelah mereguk orgasme.
“This is madness, but it felt so great I can’t resist it !” Megan berkata dalam hati, ia tidak akan pernah melupakan seks terliar yang pernah dilakukannya hari itu.
“Asyik banget Non, Non sama bapak ini apa sih hubungannya ?” tanyanya dengan pandangan berpindah-pindah antara Imron dan Megan, tentu dia bingung bagaimana mungkin orang seusia dan tampangnya seperti Imron bisa menikmati gadis secantik yang ditindihnya itu.
“Kita cuma teman” jawab Megan tersenyum “that’s right Pak Imron ?” sambil menoleh ke arah penjaga kampus itu.
“Iyah, temen aja kok” jawab Imron “kenapa mas ? kaget yah ?”
Mereka ngobrol-ngobrol sebentar sambil memulihkan tenaga. Si tukang ledeng itu memperkenalkan diri, dia bernama Parjo, wajahnya panjang seperti kuda dengan kumis tipis di atas bibirnya. Tak henti-hentinya ia memuji Megan sebagai gadis paling cantik yang pernah disetubuhinya sampai membuatnya tersipu-sipu mendengarnya. Tak lama kemudian penis Parjo yang masih menancap di vagina Megan mulai mengeras lagi.
“Lagi yuk Non, udah sange lagi nih saya, abis Non caem banget sih, apa tuh bahasa Inggrisnya…biuti (beauty) hehehe!” katanya sambil mencubit pipi gadis itu dengan gemas.
Kali ini Megan meminta dirinya di atas, mereka pun berguling ke sebelah sehingga Megan kini bisa menegakkan tubuhnya. Dia melepas kimono yang masih menempel di tubuhnya itu hingga telanjang bulat. Bagian punggung kimono sutra itu telah basah kuyup oleh keringat hasil pergumulan barusan.
Baru naik-turun sekitar tiga genjotan, Imron mendekati Megan dan membisikkan sesuatu di telinganya.
“Saya…saya belum pernah” ucap Megan dengan nafas terengah, “sepertinya sakit”
“Nggak juga kok Non, awalnya aja sakit, nanti juga enak apalagi kalo dua kontol sekaligus gini” kata Imron meyakinkannya.
“But please…pelan-pelan” Megan yang birahinya mulai panas itu mengiyakan saja ajakan Imron untuk main belakang.
Imron segera mengambil posisi di belakangnya, pantat gadis itu diangkatnya sedikit, ia meludahi pantatnya, lalu mulailah ia memasuki lubang belakang itu perlahan-lahan.
“Tahan dikit yah Non” kata Imron.
Megan merintih-rintih merasakan perih pada daerah itu karena baru pertama kali melakukannya lewat situ, tangannya mencengkram erat lengan Parjo dan sprei di bawahnya. Si Parjo yang di bawah asyik saja menggerayangi payudara Megan yang menggelantung di dekat wajahnya sambil menunggu proses penetrasi, dia menciumi kedua daging kenyal itu dan mempermainkan putingnya.
“Aaakkhh…it’s hurt, sakit…oohh…pelan-pelan Pak !” Megan merintih sampai air matanya keluar, tubuhnya serasa dikoyak-koyak.
“Dikit lagi nih Non, sabar yah…ahh…ahhhh !” Imron juga mengerang sambil mendorong penis itu lebih dalam lagi, Imron sendiri merasakan penisnya seperti dikuliti karena sempitnya lubang itu.
Imron mendiamkan dulu penisnya di dalam dubur Megan sambil mengurut-urut pantatnya memberi rasa nyaman sekaligus membiarkannya beradaptasi.
Setelah beberapa saat Imron mulai menghujamkan penisnya perlahan, Megan merintih karena sakit yang juga bercampur nikmat.
“Udah siap nih Pak Imron ?” tanya Parjo dari bawah sana.
:Imron tak menjawab, ia terus menggoyangkan pinggulnya sehingga Parjo juga mulai menggoyangkan pinggulnya dari bawah. Genjotan tubuh mereka semakin lancar, Megan mulai merasakan nikmatnya disetubuhi dari belakang terlebih dengan penetrasi ganda seperti ini yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Kenikmatan luar biasa melingkupi tubuh gadis itu, ia memasrahkan tubuhnya diperlakukan semaunya oleh kedua pria itu. Megan nampak seperti sandwitch dalam dekapan mereka, kontras sekali tubuhnya yang putih mulus dengan rambut keemasan itu diantara tubuh-tubuh hitam kasar. Imron tidak bisa bertahan lama dengan lubang belakang Megan yang baru saja diperawaninya itu. Pria itu menggeram nikmat sambil membenamkan penisnya dalam-dalam. Megan merasakan cairan hangat memenuhi lubang belakangnya. Ketika penis Imron tercabut, ia merasa sedikit lega dari kesesakan akibat dua lubangnya dijejali penis, masih terasa sperma pria itu meleleh di pantatnya. Dia atas tubuh Parjo, Megan memacu tubuhnya dengan liar seperti seorang cowgirl di arena rodeo, keduanya mendesah-desah kenikmatan. Tangan Parjo tidak bisa tidak menggerayangi payudara Megan yang bergoyang-goyang naik turun seirama badannya yang menggemaskan itu.
Tiga menit kemudian mereka berganti posisi. Parjo mengangkat tubuhnya sehingga terduduk di ranjang, kemudian barulah melanjutkan genjotannya sambil berpelukan dengan gadis bule itu. Dengan gaya duduk berpelukan begitu Parjo dapat membenamkan wajahnya di dada gadis itu merasakan empuknya payudara montok itu, dengan istrinya yang kerempeng dan berdada seperti kue serabi dia tidak bisa merasakan yang seperti ini. Mulut si tukang ledeng itu berpindah-pindah, kadang mengenyoti payudara gadis itu, kadang melumat bibirnya.
“Ooh…yeahh…aah…I’m coming…I…I…ahhh !!” jerit Megan tak lama kemudian.
Tubuhnya mengejang dengan mata membeliak-beliak, tangan dan kakinya makin erat memeluk tubuh pria itu. Gerak tubuhnya yang naik turun itu pun semakin liar, dada mereka saling bergesekan, nikmat sekali rasanya. Tubuh Megan pun melemas kembali setelah mencapai orgasmenya, namun Parjo masih terus menekan-nekan tubuhnya. Baru setelah dua menit ia mengerang sepertinya sudah mau orgasme juga, dibaringkanya tubuh gadis itu dan mencabut penisnya. Dia bermaksud ejakulasi di mulut gadis itu, namun belum juga sempat memasukkan ke mulutnya spermanya sudah berhamburan membasahi dada, leher, dan wajahnya. Buru-buru Megan meraih penis yang masih memancarkan isinya itu dan memasukkan ke mulutnya, penis itu menyusut dalam mulutnya dan semburan ‘lahar’nya semakin lemah hingga akhirnya berhenti. Parjo terkulai lemas di sebelahnya setelah penisnya dibersihkan. Megan yang meskipun masih lelah menggosok-gosokkan ceceran sperma di dadanya dengan jari, dia menoleh dan tersenyum kecil ke arah Imron yang duduk di atas kursi riasnya sambil merokok.
Mereka akhirnya mandi bersama agak berdesakan di dalam box shower di kamar mandi. Dalam kesempatan itu, Parjo yang nafsunya naik lagi menagih jatah sekali lagi. Megan berdiri bersandar pada tubuh Imron yang mendekapnya dari belakang sementara Parjo menggenjotnya dari depan sambil menopang paha kirinya. Imron yang sudah merasa cukup sejak kemarin hanya pegang-pegangan dan menyabuninya saja. Segar sekali rasanya mandi setelah bercinta setengah hari penuh sejak tengah hari kemarin. Imron dan Parjo pamit pulang setelah menjelaskan masalah kran di dapur yang ternyata ada pipa yang harus diganti. Dia berjanji besok akan datang lagi membawa pipa baru.
“Non mau ngapain nih abis ini ?” tanya Imron sebelum pulang.
“Yah, saya rasa saya mau istirahat panjang hari ini, soalnya capek sekali” jawabnya.
Sejak itu Megan makin hanyut dalam petulangan seks yang liar dengan Imron, bahkan dia pernah mengajak Julia, sepupunya yang sedang berwisata ke Indonesia dan mengunjunginya terlibat threesome. Hubungan itu berlangsung selama kurang lebih dua bulan ke depan menjelang habisnya masa studi Megan di Indonesia. Dia pun kini harus pamitan pada teman-temannya dan tidak lupa dengan Imron ketika hendak pulang ke negeri asalnya. Barang-barang yang tidak dibawa pulang dibagi-bagikannya pada teman-temannya dan kepada Imron, Megan memberikan sepeda yang telah menemaninya selama setahun itu yang juga pernah ditambal oleh Imron yang menjadi awal hubungan gelap mereka.
###
Sehari sebelum pergi Imron memberikan sebuah amplop pada Megan. Itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena Megan berangkat ke bandara besoknya jam sebelas ketika Imron masih bekerja.
“Jangan dibuka dulu yah Non sebelum sampai ke Amerika” pesannya yang dibalas gadis itu dengan anggukan dan senyum.
Di rumahnya di Amerika ketika membongkar barang-barang bawaannya, ia menemukan surat dari Imron yang langsung dibukanya untuk dibaca. Wajahnya masih senyum-senyum ketika membaca beberapa kalimat pertama, namun senyuman itu mulai hilang ketika membacanya lebih jauh surat itu yang berisi,
“Buat Non Megan:
Terima kasih banyak buat sepedanya yah, Non. Bikin saya lebih gampang kalau mau kemana-mana. Lumayan juga, sepeda mahal kayak gini gak bakal bisa kebeli kalau pakai gaji saya yang sekarang. Kalau lihat sepeda ini pasti jadi keinget sama Non Megan yang cantik, toh pertama kali bisa deket sama Non Megan juga gara-gara sepeda ini. Duh, ngapain juga dulu saya tusuk bannya ya? Kalau tahu ini sepeda bakal dikasih ke saya, pasti dulu gak saya tusuk, sayang banget, ha ha ha. Saya mau minta maaf, Non. Dulu sayalah yang nusuk ban sepeda Non Megan sampe bocor, habis, gimana lagi bisa bikin Non Megan lewat jalan sepi itu sendirian? Ntar temen saya gak bisa ngerampok Non Megan kan? Ha ha ha! Iya, Non. Perampok yang dulu menyerang Non Megan itu temen saya juga, namanya Maman, dia kirim salam, katanya sayang sekali dia belum sempat mencicipi memek Non yang harum itu. Kapan lagi sih Non ke Indo? Siapa tau dia bisa saya ajak threesome sama Non, dia belum pernah ngerasain ‘hamburger amrik’ lho, ha ha ha. Dia bilang sayang banget kalau Non Megan ditusuk pake pisau, mending juga ditusuk-tusuk pakai kontol, ha ha ha! Saya setuju banget tuh.
Gimana, Non? Pasti bingung kan? Ha ha ha, dasar bule goblok! Mau-mau aja dikibulin orang lokal. Sejak pertama ketemu Non Megan, yang saya mau cuma memeknya doang. Non pikir saya orang baik yang gemar menolong? Dasar bule bloon, cantik doang otaknya gak dipakai. Saya ini udah pengalaman nidurin mahasiswi kampus, Non, jangan dikira Non doang yang udah pengalaman! Semua jenis cewek udah saya cicipi, tapi baru kali ini saya bisa ngerasain lezatnya anak ayam import kayak Non Megan sama Non Julia, mungkin kayak gini yah yang namanya ayam goreng kentucky itu? Ha ha ha, lumayan juga, bisa nutup impian jadi bintang pilem porno bikinan Vivid, ha ha ha. Ya udah, cuci dulu itu memek sampe bersih ya, Non. Siapa tau besok kalau ada waktu pulang ke Indonesia bisa kencan sama saya lagi. Di balik surat ini ada foto-foto yang saya ambil waktu Non tidur, foto telanjang lah, mudah-mudahan gak keberatan, tapi foto-foto ini bakal saya sebar di kampus, pasti banyak dosen pembimbing Non Megan yang tertarik sama foto bugil ini, ha ha ha. Jangan heran kalau besok pulang ke sini banyak orang yang nawar Non untuk dikerjain semalam.
Gak tau kenapa, tapi kalau lagi naik sepeda, yang keinget malah waktu nunggangin Non Megan, ha ha ha! Dasar cewek bule bloon, gampang banget sih diajak ngeseks! Saran saya yah, Non gak usah nerusin kuliah lagi deh kan buang-buang duit mahal, lebih baik Non ngelamar jadi artis porno aja, saya yakin bakal sukses deh, hahaha. Oh iya, titip salam saya juga buat Non Julia yah, bilang saya kangen banget sama memeknya yang legit dan dadanya yang montok. Ok deh sampe segini dulu surat dari saya, bitch”
Megan tidak percaya menatap isi surat yang jelas-jelas menghinanya itu, tidak saja ia sudah diperdayai oleh penjaga kampus berwajah buruk yang dengan licik telah berhasil merebut perhatian dan menidurinya, tapi si busuk itu juga berniat membagi-bagikan foto telanjangnya ke kampus! Bagaimana nanti kalau sampai teman-temannya mendapatkan foto itu? Atau dosennya? Atau siapapun? Entah mau ditaruh di mana nanti wajah Megan, seluruh reputasinya bisa hancur. Dia sama sekali tidak pernah menduga orang baik yang telah dia percaya untuk menjadi partnernya di ranjang selama di Indonesia ternyata hanyalah seorang lelaki busuk telah menjebaknya dengan licik. Gadis cantik itu ambruk ke lantai dengan lemas, surat dan foto dari Imron disobek-sobeknya dengan gemas, airmatanya meleleh. Selamanya dia tidak akan pernah menginjakkan kaki ke Indonesia lagi.
Wahai, sekuntum bunga yang cantik
Yang dihancurkan oleh lebah perusak
Benar-benar sebuah kesalahan besar
Mengikuti tiupan angin timur.
#################################################
Nightmare Campus 12: My Guilty Pleasure
Gedung kuliah bersama, Universitas ******
“Uuhh-eemmhhh….aaahh!” desah gadis itu saat penis hitam Imron keluar masuk di vaginanya.
Gadis itu berdiri dengan sedikit menunggingkan pantatnya sambil kedua tangannya berpegangan pada meja dosen di ruang kuliah itu. Kaosnya telah terangkat hingga ke atas dada, demikian pula dengan bra-nya, sehingga tangan kasar Imron dengan leluasa menggerayangi kedua payudaranya.yang berukuran sedang dan padat berisi. Sementara bawahannya ia sudah tidak memakai apa-apa lagi, nampak celana sedengkul dari bahan jeans dan celana dalamnya tergeletak di sebuah bangku kuliah. Gadis itu merasakan putingnya semakin mengeras saja karena terus dirangsang oleh Imron dengan menggesek-gesekkan jarinya, memilin-milinnya atau memencetnya sehingga ia makin tak sanggup menahan desahannya. Sodokan-sodokan Imron pun semakin cepat menyebabkan meja tempat gadis itu menumpukan tangannya ikut bergetar. Mulut Imron mendekati wajahnya dari belakang, lalu ia disibakkannya rambut panjang itu ke sebelah. Sebuah jilatan pada telinganya membuat gadis itu bergidik geli, lidah itu terus menggelitik telinganya yang sensitif lalu turun menciumi tenguknya. Imron menghirup leher gadis itu yang tercium aroma harum parfum berkelas. Wajah si gadis semakin bersemu merah pertanda dilanda birahi tinggi.
“Non Sieny…ganti gaya yah !” kata Imron setelah sepuluh menitan menggenjot gadis itu dalam posisi berdiri.
Gadis yang dipanggil Sieny itu mengangguk, Imron menarik lepas penisnya dari vagina gadis itu lalu mendudukannya di tepi meja.
“Bajunya lepas aja Non” katanya seraya melucuti satu-satunya pakaian terakhir yang masih menyangkut di tubuh indah itu.
Sieny mengangkat kedua lengannya membiarkan kaos itu melolosi tubuhnya, kini yang tersisa di tubuhnya tinggal kalung, jam tangan, dan cincin yang melingkar di jari manisnya. Sebuah jeritan kecil meluncur dari mulutnya ketika Imron kembali melesakkan penisnya ke vaginanya. Sambil menggenjot, Imron mendekatkan wajahnya ke wajah Sieny, namun gadis itu memalingkan wajah sepertinya risih dicium si penjaga kampus itu. Sekali lagi Imron mencoba melumat bibir gadis itu, kali ini ia tidak bisa menghindar lagi, si penjaga kampus itu berhasil memagut bibirnya dan memegangi kepalanya. Imron terus menjilati bibir gadis itu yang terkatup seolah terpaksa menerima ciumannya. Rangsangan yang menjalari seluruh tubuh membuat Sieny akhirnya luluh juga, bibirnya mulai membuka dan membiarkan lidah Imron menyapu rongga mulutnya. Dari mulutnya yang berpagutan terdengar desahan-desahan yang tertahan. Tanpa malu-malu gadis itu melingkarkan tangannya memeluk pria seumuran ayahnya itu sehingga tubuh mereka menempel erat. Mereka terlibat percumbuan yang sangat panas, lidah mereka saling beradu dan saling belit sampai air liur menetes-netes di pinggir bibir.
Tak lama kemudian mereka pun saling melepas ciuman karena merasa nafasnya makin berat. Imron mendorong sedikit tubuh Sieny ke belakang sehingga punggungnya dengan meja membentuk sudut 45 derajat. Dengan posisi demikian payudara gadis itu semakin membusung, Imron pun segera mencaplok payudara kanannya dengan mulutnya, bagian kasar lidahnya menggeseki puting kemerahannya sehingga semakin tegang dan menghantarkan lebih banyak rangsangan ke seluruh tubuh, belum lagi hisapan-hisapan Imron pada gumpalan daging kenyal itu.
“Aahhh…Pak…enak !” erang Sieny dengan wajah menatap langit-langit.
Sementara di luar sana matahari semakin tenggelam dan langit mulai gelap, semakin sedikit cahaya yang masuk ke ruang kuliah itu melalui jendela kaca sehingga suasana disana semakin remang-remang. Di tingkat empat gedung kuliah bersama itu hanya tinggal mereka bertiga di ruang kuliah itu. Bertiga?...ya bertiga, ternyata bukan hanya Sieny dan Imron yang di ruang itu, di sebuah bangku kuliah seorang pemuda sedang duduk dan mengisap rokoknya sambil menyaksikan liveshow di hadapannya. Sabuk dan resleting celana panjang pemuda itu telah terbuka, tangannya yang lain masuk ke dalam mengocoki penisnya. Pemuda itu nampak sangat terangsang, ia semakin cepat mengocok penisnya dan mengisap rokoknya semakin terburu-buru. Imron semakin ganas menyetubuhi Sieny yang kini telah terbaring di meja, kedua buah dadanya berguncang-guncang dengan keras seirama goyangan tubuhnya, rambut panjangnya yang coklat terjuntai kebawah. Imron menjulurkan tangannya meremasi payudara yang menggemaskan itu tanpa memperlambat sodokannya.
“Gua udah mau…aaahh-ah…Pak…Wil, gua keluar…aahh!” erang Sieny makin menjadi.
“Sama Non…hhuugh…uuhh…Bapak juga!” Imron menghentakan pinggulnya semakin cepat sampai tumbukan selangkangan mereka menghasilkan bunyi tepukan.
Tubuh Sieny mengejang tak terkendali sambil mengeluarkan erangan panjang dari mulutnya. Cowok yang sedang menontonnya merasa kepala penisnya makin basah, adegan di depan matanya itu sangat melambungkan birahinya.
“Uaahh…dikit lagi Non!” lenguh pria itu mempercepat sentakannya.
“Di luar Pak…please…di luar…aahh!” pinta gadis itu lirih.
Imron semakin tak tahan dengan kontraksi dinding vagina gadis itu yang meremas-remas penisnya disertai siraman cairan kewanitaannya yang hangat. Sambil mendesah panjang Imron mencabut penis itu dari vagina Sieny, spermanya bercipratan membasahi perut dan permukaan kemaluan gadis itu yang ditumbuhi bulu-bulu yang tercukur rapi.
“Ooohh!” erangnya sambil mengocok penisnya sendiri hingga menyusut dan semprotan spermanya berhenti.
Sieny tergolek lemas di meja dengan bercak-bercak sperma di perut, kemaluan dan pahanya. Buah dadanya naik turun seirama nafasnya yang terengah-engah. Pemuda itu yang kelihatannya semakin horny memapah gadis itu turun dari meja dan mendudukannya di bangku tempatnya duduk tadi.
“Selesaiin yang gua Sien!” pintanya seraya menyodorkan penisnya yang telah dia keluarkan dari balik celana dalamnya.
Ia meraih penis itu lalu membuka mulut dan memasukkan penis pemuda itu ke mulutnya, diemutnya sambil menggerakan kepala maju-mundur.
Tidak sampai lima menit, pemuda itu sudah mengerang nikmat, tangannya memegangi kepala gadis itu. ‘Cret…cret…!’ penis itu beberapa kali menyemprotkan sperma di dalam mulut Sieny. Gadis itu berkonsentrasi melakukan hisapannya, dari gayanya sepertinya ia sudah mahir melakukan jurus penutup itu. Tidak setetespun cairan sperma pemuda itu meleleh keluar dari sela-sela bibirnya. Penis itu berangsur-angsur menyusut dan pemiliknya menarik lepas benda itu dari mulut Sieny.
“Aaahh…yess!” dengusnya dengan menghembuskan nafas panjang.
Ia memasukkan kembali penisnya yang telah bersih itu ke balik celana dalamnya lalu menarik kembali celana panjangnya yang melorot.
“Tissu dong!” pinta Sieny pada pemuda itu dengan suara lemas.
Pemuda itu membuka tas jinjing wanita yang diletakkan di sebuah bangku kuliah dan mengeluarkan sesatchet tissu yang lalu ia berikan pada gadis itu.
“Makasih Pak, inget ini rahasia kita yah!” pemuda itu menjabat tangan Imron.
“Iya saya juga terima kasih, nggak nyangka bisa dikasih kesempatan main sama Non Sieny yang cantik ini” timpal Imron membalas jabatan tangannya.
Sieny diam saja, sepertinya ada ganjalan di hatinya. Setelah mengelap keringat dan membersihkan ceceran sperma Imron dengan tissue, ia mulai memunguti pakaiannya dan memakainya.
“Nih Pak buat Bapak!” pemuda itu menyodorkan selembar uang 50.000 pada Imron, “ingat ya Pak, ini cuma antara kita bertiga, en cuma seks, Bapak ngerti kan?”
“Hehe…iya Den beres deh pokoknya, gak usah kuatir” Imron terkekeh dan menolak dengan halus pemberian pemuda itu.
“Ah, udah, ambil-ambil nih!” pemuda itu memaksa menaruh uang itu di tangan Imron, “tadi itu seru banget, anggap aja terima kasih” Imron pun akhirnya menerima uang itu.
Setelah Sieny selesai berpakaian dan merapikan kembali rambutnya, pemuda itu mengajaknya pergi. Mereka pun berpamitan pada Imron dan meninggalkan ruang kuliah itu, Sieny masih nampak canggung ketika permisi pulang. Sebuah seringai mesum dan jahat mengembang di wajah Imron setelah kedua muda-mudi itu meninggalkannya.
“Hehehe…nambah satu lagi, yang namanya rejeki, gak dicari pun kalau udah waktunya bakal datang sendiri” soraknya dalam hati.
Suatu kejadian yang cukup unik menurutnya ketika sore tadi memergoki pasangan itu sedang bermesraan di dalam mobil di basement parkir. Tadinya ia bermaksud memeras mereka dengan tujuan bisa menikmati gadisnya seperti yang biasa ia lakukan. Namun tanpa disangkanya, meskipun mereka awalnya kaget karenat tertangkap basah, si cowok itu malah menawarkan padanya untuk bersetubuh dengan pacarnya dengan ditonton olehnya. Gadis itupun setuju saja meskipun malu-malu dalam melakukannya. Mereka bilang kebetulan ingin mencoba variasi seks dengan melibatkan pihak ketiga. Terbukti perasaan Willy, pemuda itu, campur-aduk antara cemburu, tegang, dan horny, melihat pacarnya sendiri disetubuhi oleh orang lain. Setelah membereskan ruangan itu dan keluar, ia mengunci pintu dan melangkahkan kakinya menyusuri koridor yang telah sepi sehingga suara langkah kakinya terdengar. Imron berjalan pulang dengan hati puas sambil memikirkan cara menikmati gadis itu di kemudian hari dan menjadikannya sebagai budaknya.
“Heh Ron, mau pulang nih?” sapa Encep, si satpam kampus, ketika Imron melintasi pos satpam di dekat gerbang samping kampus.
“Iya duluan yah, sendirian lu nih malem? Si Kahar udah balik ya?” Imron balas menyapa.
“Ada kok, di dalem sana tuh, lagi hanget-hangetan” jawab Encep memelankan suaranya dan nyengir mesum.
“Oh…jadi lu disuruh jaga nih ya?” Imron tersenyum lebar, “sama sapa tuh?”
“Sama anaknya Pak Heryawan yang cantik itu loh, gua lagi nunggu gilliran nih, dah ngaceng nih titit daritadi huehehe”
Imron menempelkan telunjuk di depan bibir tebalnya, lalu berjalan mendekati pos satpam yang tirainya ditutup itu. Ia menekan handle pintu perlahan-lahan dan mendorongnya tanpa menimbulkan suara. Di dalam pos ia mendengar bunyi-bunyi wanita mendesah tertahan dan gumaman pria dari balik tembok tak berpintu tempat ganti baju dan dipan untuk beristirahat. Ia pun melangkahkan kakinya mengendap-endap ke sumber suara. Melalui sebuah cermin berukuran setengah badan yang tergantung di dinding Imron melihat pantulan adegan panas dari seberang cermin itu. Di atas dipan nampak Ivana sedang duduk menyamping di pangkuan Kahar yang asyik melumat payudaranya. Gadis itu hanya tinggal memakai bra biru muda yang telah terangkat ke atas dan rok yang juga tersingkap, sementara si satpam itu hanya tinggal memakai celananya saja. Sambil menyusu, tangan Kahar mendekap tubuh gadis itu dan meremas payudaranya yang sebelah dan tangan satunya sedang menyusup masuk ke balik roknya. Ivana mengapitkan paha menahan geli karena tangan itu menggerayangi selangkangannya.
“Ssshhh…Pak, jangan…nngghh!” erang Ivana, tangannya memegangi tangan si satpam yang merogoh masuk ke dalam roknya, namun tak kuasa menahan gerakannya. Lidah satpam itu menjilati sekujur payudaranya hingga basah kuyup, lalu bergerak lagi menciumi samping tubuhnya, diangkatnya lengan gadis itu agar bisa menjilati ketiaknya yang tak berbulu dan menyebabkan gadis itu merinding geli karena sensasinya.
“Ngentot melulu lo…bukannya jaga!” sahut Imron yang tiba-tiba muncul.
Kontan keduanya pun terkejut bak disambar petir, Ivana sempat menjerit dan refleks menutupi dadanya yang terbuka.
“Ngehe lu Ron! masuk ga bilang-bilang terus nongol kaya setan!” omel Kahar yang wajahnya sempat tegang karena kaget.
“Ehehehe…sori, sori, gua lagi jalan pulang, sekalian mampir sini” kata Imron menenangkan, “udah sana terusin aja, gua ga ikutan kok, capek…eh, Har, bagi rokok dong!”
“Hu-uh, dasar, gua kira sapa…tuh ambil aja di saku gua!” katanya seraya menoleh ke kemeja satpamnya yang tergantung di gantungan baju.
Ivana menatap kesal pada pria yang baru datang itu, tidak akan pernah hilang dari ingatannya bagaimana pria itu memerasnya dengan skandal ayahnya hingga ia terjerumus ke lembah nista seperti sekarang.
“Eehh…jangan Pak…nanti!” pintanya ketika Kahar memeluk kembali tubuhnya.
“Ah Non ini, kita semua kan udah pernah sama-sama ngentot malu apa sih!” kata Kahar menaikan lagi gadis itu ke pangkuannya.
Kahar mengangkat rok gadis itu lalu tangannya merogoh masuk lewat bagian atas celana dalamnya. Wajah Ivana memerah dan matanya berkaca-kaca, ia sangat malu dan terhina diperlakukan seperti pelacur seperti itu. Desahan lirih keluar dari mulutnya ketika jari-jari si satpam menyentuh bibir vaginanya sementara tangannya yang satu meremasi payudaranya. Imron terkekeh melihat adegan mereka sambil menyelipkan sebatang rokok ke bibirnya lalu menyalakannya.
“Non Ivana udah 4 bulan gini kok masih malu-malu yah hehehe!” ejek Imron.
“Makannya gua suka yang gini Ron, namanya malu-malu kucing nih tapi kalau udah naik goyangnya asyik, bikin gua nafsu!” timpal Kahar.
Telinga Ivana sungguh panas mendengar ejekan mereka yang merendahkannya itu, namun bagaimanapun ia tak sanggup berbuat apapun untuk melawan, kadang di saat seperti ini ucapan-ucapan tak senonoh itu diakui atau tidak malah membuatnya terangsang. Sebagai budak seks ia sudah terbiasa dengan semua itu dan dalam hati kecil ia pun menikmatinya walau kadang nuraninya menjerit, si penjaga kampus bejat itu telah menjeratnya dengan erat seperti jaring laba-laba dengan skandal ayahnya dan dirinya sehingga sulit baginya untuk lolos. Ia memalingkan wajah ke samping, tidak kuasa menatap Imron yang memandanginya dalam kondisi demikian.
“Baru mulai Har?” tanyanya dengan menghembuskan asap dari mulut.
“Iya seperempat jam kali, taunya lu datang ngagetin” jawab Kahar sambil terus menggerayangi tubuh gadis itu, “lu sendiri abis main juga? Kok ga ikutan?”
“Hehehe…bisa dibilang gitu, ya cape kerja juga sih, cape beresin lapangan baru dipakai tanding tadi siang”
Kedua pria bejat itu ngobrol-ngobrol santai diiringi desahan Ivana yang semakin dilanda birahi karena jari-jari si satpam yang terus keluar masuk di vaginanya. Barulah setelah rokoknya habis, Imron bangkit berdiri dan pamitan.
“Ok deh, gua pulang dulu deh, mau mandi seger terus istirahat” pamitnya, “Non Ivana saya tinggal dulu yah biar lebih enjoy” katanya seraya mengangkat dagu Ivana hingga wajahnya menengadah ke arahnya.
Imron menunduk dan melumat bibir gadis itu, mata Ivana terpejam menahan jijik, namun lidahnya sedikit beradu ketika lidah pria itu menjilatinya. Air mata menetes dari sudut matanya namun di saat yang sama birahinya bergolak menuntut kepuasan. Imron mencumbunya selama tiga menitan sambil tangannya juga meremas payudaranya hingga akhirnya dia melepas pagutannya lalu berbalik badan.
“Dah cabut dulu yah, moga puas!” katanya sambil melambai.
“Wei sekalian bilang tuh ke si Encep jaganya yang bener, kalau orang lain masuk kan gawat!” sahut Kahar.
Imron tidak menjawabnya dan berjalan keluar dari pos satpam itu. Setelah pamitan pada Encep ia pun meneruskan perjalanannya kembali ke rumah kontrakannya. Malam itu ia tidur dengan puas karena berhasil menambah nama baru dalam daftar korbannya.
#########################
“Sien…jangan diem aja gitu dong, gua kan cuma mau mewujudkan sensasi kita aja” kata Willy di mobil sambil memegang tangan pacarnya, “gua tetap sayang ke lu, gak akan ada yang berubah, tadi itu cuma seks, ya kan?”
Sieny terdiam beberapa saat, lalu menyahut, “Iya gua tau itu…tapi gimana yah kaya ada yang ngeganjel di hati, lu tau kan sebelumnya gua belum pernah ngelakuin sama yang lain selain lu, jadi ya…gimana gitu, gua juga susah omongnya, apalagi ngelakuin sama orang yang kaya gitu”
“Coba lu bedain seks sama perasaan deh, anggap aja dia itu vibrator” kata Willy, “lagian kan lu juga yang awalnya berfantasi pengen gituan yang hot dengan penis gede yang bikin ngegelepar kepuasan”
Sieny mulai tersenyum ditahan mengingat fantasi gilanya yang pernah ia ungkapkan pada pacarnya.
“Tuh…tuh senyum apa, kok ditahan, horny lagi lu yah” goda Willy mengangkat wajah Sieny yang tertunduk malu menyembunyikan senyumnya, “omong-omong lu hot banget tadi loh, bener-bener bikin gua turn on, horny tapi cemburu, ga karuan dah pokoknya rasanya liat lu digituin sama tuh orang”
“Gila yah, liat gua digituin malah horny!” kata Sieny mencubit paha Willy.
Mereka akhirnya tertawa-tawa, saling cubit dan pukul ringan hingga akhirnya Willy menyuruhnya berhenti karena sedang nyetir.
“Lu juga berpikiran sama kan? Lu ga pake perasaan waktu main tadi?” tanya Willy meraih telapak tangan pacarnya.
“Ya nggak lah, gua juga cuma anggap itu seks aja, tapi grogi aja mungkin baru pertama kali gituan sama yang lain sih”
Hanya sepuluh menit dari kampus tak terasa akhirnya mobil yang mereka tumpangi telah tiba di depan apartemen Sieny. Gadis itu pun berpamitan dan bersiap turun.
“Sien” Willy memegang lengannya sebelum ia membuka pintu, mata mereka saling bertatapan, “gua sayang lu”
Mereka pun berciuman mesra sambil berpelukan, tangan Willy meremas lembut buah dada pacarnya dari luar pakaiannya. Tak lama kemudian mereka memisahkan diri karena sadar tempat itu cukup terbuka walaupun tidak banyak orang yang lewat.
“I love you too, Wil” Sieny tersenyum manis sebelum membuka pintu dan keluar dari Honda Jazz biru tua itu.
Setelah melambai pada mobil Willy yang meninggalkannya, Sieny pun berjalan memasuki pekarangan apartemen. Apartemen kelas menengah atas itu memang menjadi tempat tinggal beberapa mahasiswa perantauan dari Universitas ******** yang berduit. Sieny sendiri sudah menempati kamarnya di lantai delapan itu selama empat tahun sejak ia mulai kuliah.
‘Ting!’ lift yang dinaikinya telah tiba di lantai delapan.
Ia mengeluarkan kunci dan memasuki kamar itu, kamar yang termasuk standard room (kelas dua/menengah) itu mempunyai fasilitas yang lumayan, termasuk mini bar, ruang tamu dengan TV-nya, sebuah gudang, dan sebuah kamar beranjang double. Ia memasuki kamar dan menyalakan lampunya. Setelah menaruh tas jinjingnya, Sieny mulai melepaskan pakaiannya satu-persatu hingga bugil, kemudian ia juga melepaskan jam tangan dan cincinnya yang diletakannya di meja rias. Diraihnya kaos longgar dan celana pendek yang tergantung di balik pintu lalu keluar dari kamar menuju kamar mandi. Sebelum masuk ia memasukkan pakaian yang dipakainya tadi ke dalam keranjang cucian di sebelah pintu kamar mandi.
Sieny menyibak tirai bathtub dan masuk ke dalam, ia lalu menyalakan shower dan mengatur suhunya. Siraman air hangat dari gagang shower menerpa tubuhnya memberi rasa segar serta menghilangkan kepenatan dan lengket-lengket pada tubuhnya. Ketika mengambil sabun dari tempatnya tiba-tiba sebuah tangan hitam memegang tangannya dan tangan lainnya yang mendekap tubuhnya dari belakang meraih payudaranya.
“Pak Imron?” katanya saat menoleh ke belakang.
Pria itu tersenyum, tubuhnya yang berisi sudah telanjang bulat, sebuah bekas luka di dadanya memberi kesan macho, penisnya telah menegang maksimal. Ia terhenyak melihat keperkasaan pria itu sehingga pasrah saja ketika dipeluk erat. Desahan halus keluar dari mulutnya saat Imron mulai menyabuni bagian payudaranya. Imron menggosokkan sabun itu memutari gundukan payudara Sieny berujung pada putingnya yang ia gosok perlahan hingga menimbulkan seperti sengatan listrik kecil yang membuat darah gadis itu berdesir. Tangan Imron yang lain turun ke vaginanya dan mulai mengelusi bibir bawahnya. Sieny menggigit bibir bawah dan desahannya makin tak tertahankan. Jari Imron yang mengelus vaginanya melakukan gerakan menusuk secara tiba-tiba.
“Aahhh !!!” Sieny menjerit, ia terbangun dan menemukan dirinya sedang berendam di bathtub.
Buaian air hangat yang menyegarkan tubuh membuatnya setengah tertidur sampai memimpikan pria itu. Merasa sudah cukup berendam, ia pun bangkit dan keluar dari air, diraihnya shower untuk membasuh tubuhnya dari sisa-sisa sabun. Setelah mengeringkan tubuhnya dengan handuk ia memakai kaos gombrong dan celana pendek yang biasa dipakainya tidur itu, kaos itu menggantung sejengkal di atas lututnya menutupi celana pendeknya. Usai menggosok gigi dan mengeringkan rambutnya dengan hair-dryer ia keluar dari kamar mandi. Lampu-lampu ia matikan dan terakhir lampu sepuluh watt di atas ranjangnya, setelahnya ia menarik selimut dan memejamkan matanya.
Waktu menunjukkan pukul 7.50, belum terlalu malam memang, tapi ia sudah ingin tidur karena hari ini cukup melelahkan dari fitness ketika baru memulai hari, dilanjutkan mencari-cari bahan skripsi yang melelahkan lalu menunggu dosen pembimbingnya untuk mengkonsultasikan skripsinya, terakhir persetubuhan liar di ruang kuliah yang menjadi pengalaman baru dan mendebarkan baginya tadi. Sieny (23 tahun) sudah dua tahun lebih berpacaran dengan Willy (25 tahun), mahasiswa dari universitas lain yang juga ternama, ia mengenal pemuda itu melalui seorang temannya di dugem ketika acara campus night. Itu adalah pacaran yang ketiga kali baginya namun pada pemuda itu lah ia menyerahkan keperawanannya. Willy sendiri sudah tidak perjaka ketika itu, ia pernah bercinta dengan pacar sebelumnya dan beberapa wanita teman one night stand, semua itu ia akui pada Sieny. Pada awalnya Sieny ragu menerima cinta pemuda yang kata temannya termasuk playboy itu, namun karena pendekatan Willy begitu gencar, hati Sieny pun akhirnya luluh juga. Dari segi fisik Willy termasuk diatas rata-rata, demikian pula dari segi ekonomi, ia berasal dari keluarga menengah atas, sambil kuliah ia mulai merintis usaha dengan beberapa temannya membuka toko HP. Selama berpacaran mereka sudah melakukan hubungan badan dalam berbagai variasi dan gaya. Dua bulan yang lalu terlintas ide nakal di benak mereka ketika sedang menonton sebuah film hentai yang memperlihatkan adegan seorang wanita digangbang di hadapan suaminya, gadis itu menangis namun juga menikmati perkosaan atas dirinya sementara suaminya juga menontonnya dengan marah namun penisnya menegang. Mereka mengungkapkan fantasi masing-masing mengenai seks yang liar di luar batas imajinasi seperti di film-film dan membandingkan dengan kehidupan seks mereka yang mulai membosankan. Pada akhirnya terjadilah kejadian sore itu tanpa disengaja.
######################
Empat hari kemudian
Perpustakaan Universitas *******, jam 11.25
Siang itu sedang di perpustakaan, Sieny sedang mencari buku referensi untuk skripsinya di sebuah rak buku di sudut perpustakaan. Ia membuka-buka halaman buku tebal yang dipegangnya mencari apakah ada yang bisa dipakai.
“Cari apa Non? Mungkin bisa saya bantu?” sebuah suara pelan dari belakang disertai tepukan di pundaknya mengagetkan gadis itu, hampir saja buku yang dipegangnya terjatuh.
“Haduh Bapak, ngagetin aja” Sieny menghembuskan nafas sambil mengelus dada, “ada apa sih Pak?” ia masih agak malu memandang wajah pria itu mengingat peristiwa empat hari sebelumnya.
“Lagi bersih-bersih, kebetulan lewat sini aja terus ketemu Non” jawab Imron terkekeh, ia memegang kemucing di tangannya, pandangannya menyapu tubuh gadis itu dari ujung rambut hingga kaki membuatnya nervous.
“Masih inget Non yang kemarin itu? asyik yah?” tanya Imron dengan suara pelan.
“Udah ah Pak, jangan ngomong gitu!” sergah Sieny dengan wajah memerah, “saya lagi sibuk nih!” ia mengembalikan buku tebal itu ke tempatnya dan beralih ke rak lain untuk menjauhi pria itu.
“Please dong, pergi, jangan kesini!” doanya dalam hati setelah menjauhinya.
Diambilnya sebuah buku lain dan dibukanya, matanya melihat ke buku kadang melirik ke sampingnya sehingga ia bahkan tidak tahu apa isi buku itu. Jantungnya berdebar semakin cepat melihat Imron mengikutinya dengan berjalan santai sehingga tidak mengundang perhatian orang lain. Betapa ia berharap ada orang lain datang kesini agar pria itu tidak macam-macam lagi, namun saat itu perpustakaan tidak terlalu ramai terutama di deretan rak tempatnya berdiri. Memang tak jauh dari situ ada beberapa orang mahasiswa sedang membaca dan membuat tugas di sebuah meja panjang, namun mereka nampaknya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
“Non kayanya bingung? Atau mungkin Non malu ketemu saya?” tanya Imron di belakangnya sambil pura-pura membersihkan dengan kemucingnya.
“Pak, tolong jaga sikap dong!” kata Sieny dengan setengah suara tanpa menengok ke belakang, matanya terus melihat sekeliling takut kalau ada yang memergoki.
Sieny tercekat, nafasnya serasa berat ketika merasakan sebuah tangan meremas pantatnya. Ia terkejut dan malu namun tidak berani berteriak ataupun melawan.
“Jangan begitu Pak, tolong hentikan, ini tempat umum!” bisiknya pelan, wajahnya makin memerah.
Belum habis rasa kagetnya, Sieny sudah merasakan terpaan AC pada paha belakang dan pantatnya. Ternyata Imron telah menyingkap rok hitam selututnya dari belakang.
“Tenang Non, kita di sudut aman, mending Non awasin orang-orang di meja sana!” kata Imron dekat telinga gadis itu.
Tangan itu semakin berani meraba-raba paha dan bongkahan pantatnya yang membulat sempurna. Sentuhan erotis itu semakin mempermainkan perasaan Sieny antara takut, malu, marah, sekaligus horny, sesungguhnya dalam hati kecilnya pun ia masih ingin mengulangi sensasi persetubuhan empat hari yang lalu.
“Non seneng kan diginiin, saya tau Non pengen lagi” hembusan nafas pria itu terasa betul menerpa telinganya dan membuat bulu kuduknya merinding.
“Hhhmmhh…nggak Pak…jangan gini!” Sieny memohon dan berusaha menahan agar tidak mendesah.
“Nggak apa? Nggak salah maksudnya? Kalau Non ga suka kok diem aja bukannya kabur?”
Wajah Sieny makin merah mendengar ejekan itu, memang sebenarnya ia tinggal pergi saja kalau mau, namun entah mengapa ia tidak bisa…atau mungkin tidak ingin.
Imron menggerayangi semakin jauh, melihat tidak adanya penolakan dari Sieny ia bahkan berani menarik turun celana dalamnya. Ia menunduk dan memeloroti celana dalam putih beraksen pink itu perlahan-lahan sambil mengelusi paha mulus gadis itu. Sieny sendiri walaupun mulutnya terus meminta Imron berhenti, entah mengapa malah mengangkat kakinya membiarkan celana dalamnya dilolosi pria itu. Setelahnya Imron berdiri lagi dan memasukkan benda itu ke saku celananya. Kembali disingkapnya rok selutut itu dari belakang, kini Sieny semakin merasakan dingin pada paha, pantat, dan selangkangannya. Tangan Imron dari pantat mulai merambat ke bawah diantara kedua pada gadis itu.
“Ssshhh…eemm!” Sieny mendesis lirih sambil menggigit bibir bawah begitu jari-jari pria itu menyentuh bibir vaginanya.
Ia terus mengawasi keadaan di seberangnya melalui celah-celah rak walaupun matanya merem-melek dan pandangannya mulai tidak fokus. Sekilas terlintas lagi di memorinya ketika melakukan seks kilat di toilet hotel ketika menghadiri sebuah undangan pernikahan, namun sensasinya masih kalah dibanding yang sekarang ini, di tempat umum yang jauh lebih terbuka. Seumur hidup belum pernah terpikir melakukan aktivitas seksual di tempat seperti ini, penuh risiko dan memicu adrenalin yang mendatangkan kepuasan tersendiri. Imron terus menggosok-gosokkan jarinya pada vagina Sieny sambil pura-pura membereskan buku agar tidak memancing perhatian orang lain. Sieny merasakan semakin becek di bawah sana, apalagi kini jari pria itu mulai menyusup ke vaginanya melakukan gerakan memutar-mutar seperti mengaduk. Semakin tidak tahan saja ingin mendesah sejadi-jadinya kalau saja tidak ada siapa-siapa, kening dan dahinya mulai mengeluarkan keringat walaupun udara disitu ber-AC, wajahnya pun semakin merona menahan nikmat.
“Pak…stop, ada yang kesini!” Sieny memperingatkan dengan setengah suara ketika melihat di kejauhan sana seorang mahasiswa berjalan mendekati tempat mereka.
Imron bereaksi cepat buru-buru mengeluarkan tangannya dari antara paha gadis itu, rok itu pun kembali jatuh menutupi pahanya. Kemudian ia melangkahkan kaki menjauhi gadis itu dengan berlagak merapikan buku seolah tidak terjadi apa-apa, demikian pula Sieny yang berpura-pura membaca buku di tangannya walaupun tidak tahu apa yang dibacanya. Mahasiswa berkacamata itu ternyata memang benar menuju ke daerah itu, ia mencari-cari sesuatu diantara deretan buku-buku, namun ia pergi tak lama kemudian karena tidak menemukan apa yang dicarinya. Sieny sempat nervous ketika pemuda itu memperhatikan dirinya sejenak, ia takut orang itu tahu apa yang barusan terjadi, padahal pemuda itu hanya mengagumi kecantikannya seperti halnya pria-pria lain.
“Pak celana dalam saya kembaliin dong!” pintanya sambil menghampiri Imron dengan bersandiwara seperti sedang mencari buku.
Imron saat itu mengulum dan menjilati jari-jarinya yang belepotan lendir.
“Eeemm…gurih Non!” katanya yang membuat Sieny mengerutkan dahi, “susul aja saya ke atap, kalau saya kembaliin disini keliatan orang kan gawat Non, disana aman”
“Eh…Pak !” protesnya, namun ia tidak berani bersuara lebih keras melihat Imron yang lalu berbalik badan dan meninggalkannya.
Kurang ajar benar pria ini pikirnya dalam hati, tapi tadi itu…sungguh membuatnya seperti melayang. Sieny termenung beberapa saat lalu memutuskan keluar dari perpustakaan untuk menyusul penjaga kampus itu. Hatinya berdebar-debar saat melewati orang-orang yang ditemuinya, ia khawatir bagaimana jika ada yang menyadari bahwa ia tidak memakai celana dalam dan selangkangannya basah.
Sieny masuk ke lift dan menekan tombol 14, lantai teratas gedung itu sebelum atap. Lift itu pun membawanya naik, semakin lift itu bergerak naik, semakin tegang perasaannya. Pintu lift membuka, hanya tinggal dia sendiri di dalamnya, yang lain telah turun di lantai sebelumnya. Lantai ini hampir tidak ada pengunjung pada hari-hari biasa karena hanya terdapat teater, yang biasanya dipakai untuk acara seminar, drama, atau pertunjukkan, Sieny sendiri jarang menginjakan kaki di lantai ini. Tempat itu begitu sepi sampai suara sepatu haknya ketika melangkah pun terdengar jelas. Ia bahkan tidak tahu dimana jalan menuju ke atap namun tetap melangkahkan kakinya ke belakang teater sambil mengira-ngira disanalah tempat yang harus ditujunya. Akhirnya sampailah ia ke belakang panggung dan menemukan sebuah tangga besi yang menuju ke sebuah pintu yang setengah terbuka. Langkahnya terasa semakin berat dan detak jantungnya semakin cepat saat menaiki satu demi satu anak tangga itu. Didorongnya pintu itu perlahan dengan tangan sedikit gemetar. Ia melongokkan kepalanya keluar, tapi tidak ada siapapun di luar sana. Baru pertama kalinya bagi Sieny menjejakkan kakinya di tempat tertinggi di kompleks universitas ini. Gadis itu berjalan keluar, angin disana cukup besar juga sampai rambutnya yang diikat dan roknya melambai-lambai tertiup angin.
“Non Sieny!” sebuah suara memanggilnya dari atas, “saya kira nggak dateng”
Gadis itu menoleh ke arah tangki air melihat Imron menuruni tangganya.
“Hahaha…maaf ngagetin, saya tadi meriksa air sambil nungguin Non!” katanya sambil memegang kedua lengan gadis itu.
“Pak saya kesini cuma mau minta kembali celana dalam saya!” Sieny menepis tangan pria itu dari lengannya.
“Santai Non…santai, Non baru pernah kesini kan? Kenapa gak nikmati dulu pemandangan dari sini?” kata Imron dengan tenangnya, “kita juga bisa mengulang yang kemarin itu disini”
“Jangan macam-macam Pak, ini kelewatan!” Sieny mulai kesal, suaranya mulai meninggi.
“Lho macam-macam gimana Non, kan Non sama pacar Non yang ngajakin juga!”
“Itu cuma seks, tolong Bapak mengerti dikit dong!” tangkisnya
“Nah itu dia, seperti yang Non bilang, cuma seks, kita kan ngelakuinnya hanya berdasarkan nafsu, gak ada cinta-cintaan dan Non nikmatin banget kan?” balas Imron, “kenapa kita gak mengulang lagi kan cuma seks, saya gak suruh Non putus sama pacar Non, Non sama saya juga gak saling cinta ya kan !” Imron mencecarnya sambil mendekati Sieny yang tidak bisa menjawab dan hanya bisa mundur-mundur hingga terdesak ke arah tangga tangki air, “saya tau Non juga pengen nyobain lagi main sama saya, cuma malu, ya kan?”
Betapa merah dan panas wajah gadis itu, ia merasa dirinya ditelanjangi oleh Imron yang mengetahui hasrat liarnya.
“Saya…bukan perempuan kaya gitu!” bantahnya dengan wajah tertunduk malu.
Imron membelai pipi Sieny dan mengangkat dagunya, ditatapnya wajah gadis itu yang bingung. Tiba-tiba Imron dengan cepat menempelkan bibir tebalnya pada bibir gadis itu, mata Sieny terbelakak kaget, ia mendorong dada pria itu namun tangan Imron yang lain sudah keburu memeluknya erat. Imron mengangkat paha kiri Sieny hingga sepinggang menyebabkan gadis itu secara refleks memeluk tubuhnya agar tidak jatuh. Setelah itu barulah dia sadar kenapa malah memeluk pria ini?
Imron terus merangsang gadis itu dengan mengelus-elus pahanya yang terangkat dan menjilati bibirnya. Perlahan-lahan bibirnya pun mulai membuka, lidah Imron langsung masuk dan menyapu langit-langit mulutnya. Sieny yang tadinya meronta mulai pasrah, darahnya berdesir karena permainan lidah dan elusan pada pahanya. Merasa mendapat lampu hijau, Imron meraih kancing kemeja kuning gadis itu dan mepretelinya satu-persatu dengan cepat tanpa melepas ciuman. Nafas mereka semakin mendengus dan menggebu-gebu. Jantung Sieny semakin berdegub ketika merasakan telapak tangan kasar pria itu menyusup ke balik bra-nya dan meremas payudaranya dengan gemas.
“Eemmhh…eemm!” gadis itu melenguh tertahan karena tangan si penjaga kampus itu meremas pantatnya dan menimbulkan sensasi geli.
Ciuman Imron mulai turun ke dagunya, lalu ke leher membuat gadis itu semakin gelisah, terlebih tangan pria itu kini merambah kemaluanya yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi.
“Pak…oohh…jangan Pak!” desah Sieny antara menolak dan tidak.
Jari-jari Imron menyusup ke labia mayoranya dan mulai menggosok-gosok klitorisnya. Sieny merasa kakinya sudah tak bertenaga hingga tubuhnya bersandar sepenuhnya pada tangga besi di belakangnya. Tiba-tiba Imron mengangkat tubuhnya, pantatnya didudukkan di salah satu anak tangga di belakangnya, ia agak terkejut dan buru-buru berpegangan pada besi penyangga sudut untuk menjaga keseimbangan. Kini tubuhnya terduduk agak tinggi dengan dada sejajar wajah pria itu. Imron melepaskan kancing bra-nya yang terletak di depan sehingga tereksposlah sepasang gunung kembar berputing merah itu. Terpaan angin di atas gedung itu semakin terasa pada tubuhnya yang semakin telanjang. Baru pernah ia merasakan bercinta di tempat seperti ini.
Mulut Imron langsung mengarah ke payudara Sieny begitu bra itu terbuka. Lidahnya menjilati dan mengisap gundukan daging kenyal itu secara bergantian. Gadis itu mendesah lirih sambil tangan kanannya menekan kepala Imron ke dadanya. Imron mengigit-gigit kecil puting kemerahan itu sehingga semakin keras dan pemiliknya keenakan. Sementara itu tangannya masuk ke dalam rok diantara kedua paha gadis itu, tangan itu merayap perlahan mengelusi paha mulus itu hingga akhirnya menyentuh vaginanya lagi. Kurang lebih lima menitan Imron menyusu sambil mengais-ngais vagina Sieny lalu ia menurunkannya dari tangga. Sieny menyandarkan punggungnya ke tangga itu dan mengatur nafasnya yang turun-naik, birahinya sedang tinggi-tingginya akibat rangsangan pada sekujur tubuhnya tadi. Imron membuka sabuk dan resletingnya di hadapannya celana panjang itu pun melorot, Sieny menelan ludah melihat tonjolan penis dan zakar dibalik celana dalam pria itu.
“Hehe…liat ini Non!” kata Imron memegang batang penisnya yang baru dikeluarkan dari balik celana dalam, “Non ingat kan pernah ngerasain ini?”
Wajah Sieny menegang terpaku melihat penis hitam besar yang kepalanya kemerahan dan disunat itu.
“Ayo dipegang dong Non!” pintanya sambil nyengir mesum.
Sieny merinding, hatinya berkecamuk seribu satu perasaan, apakah ia harus melanjutkan sejauh ini? Apakah sudah terlalu jauh terjerumus dalam fantasi liarnya sendiri? Ia sungguh bingung sehingga tak bisa berkata apapun. Melihat mangsanya bimbang, Imron mengambil inisiatif, diciumnya pipi Sieny perlahan sambil tangannya meraih tangan gadis itu dan diarahkan ke penisnya. Gadis itu diam, tanpa sadar tangannya sudah menggenggam penis itu.
“Oh God!” jeritnya dalam hati ketika membelai batang itu.
Benda itu begitu panjang dan keras, terasa benar tonjolan urat-uratnya, denyutnya, dan aliran darahnya. Kalau dibanding milik Willy, kekasihnya, ini jauh lebih perkasa. Imron menggerakkan tangan gadis itu mengocoknya.
“Pake mulut Non, disepong, emut seperti permen!”
“Nggak…saya nggak mau!” ini adalah penolakan keduanya, kemarin waktu dikelas itu Sieny juga menolak mengoral penis itu, ia merasa tidak pantas melakukannya pada orang lain selain Willy, apalagi pada penis yang hitam dan kepalanya kemerahan itu, rasanya geli dan jijik.
Namun kali ini seperti ada dorongan dalam dirinya yang tidak dimengertinya, ia seolah menjadi hamba yang bersedia menuruti apapun yang diminta tuannya. Mulutnya memang berkata tidak, tapi ia diam saja ketika pria itu menekan bahunya dan menyuruhnya berlutut. Kini penis itu hanya lima centi di depan wajahnya, lubang kencingnya seperti mulut pistol yang menodong padanya.
“Ayo Non, rasain, jangan malu-malu, kan ini cuma seks kata Non juga!” kata Imron.
Dengan sedikit Sieny menciumi penis dalam genggamannya itu, ada rasa asin dan aroma tidak enak sehingga ia memundurkan kembali kepalanya.
“Jangan ragu, ayo Non harus jilat, emut, rasain enaknya!” perintahnya sambil menahan kepala gadis itu.
Sungguh ia merasa dilecehkan, apa haknya si penjaga kampus itu memerintahnya seperti itu, memangnya dia siapa? Tapi ia tetap melakukannya, ia tidak mengerti mengapa harus seperti itu, apakah hasrat liar telah sedemikian menguasainya hingga melupakan harga diri dan martabatnya sebagai wanita terpelajar dan berstatus menengah atas.
Sieny memulai dengan mengulum buah pelir pria itu yang ditumbuhi bulu-bulu tebal sambil memijati batang penisnya dengan tangan. Gila…setan apa yang telah merasukinya, ia merasa jijik, benci dan muak pada dirinya, namun dorongan untuk meraih kepuasan bersama pria ini begitu besar. Ia melanjutkan servis oralnya dengan menjilati sekujur batang itu yang berurat, bentuknya yang panjang dan keras itu membuat libidonya semakin terpacu, ia membayangkan bagaimana bila penis yang sudah menegang dengan perkasa itu sekali lagi mengoyak-ngoyak dirinya.
“Uuhhh…sedap Non, bener-bener ahli, udah pengalaman ya Non?” desah Imron sambil mengelus rambut indah Sieny.
Jilatannya akhirnya sampai ke ujung penis Imron yang disunat dan mirip jamur itu. Lidahnya menjilati wilayah itu, teknik yang biasa dipraktekannya pada pacarnya yang membuatnya mengerang keenakan, Imron pun tak terkecuali, ia menceracau tak karuan merasakan sensasi geli dan nikmat akibat sapuan lidah gadis itu pada kepala penisnya. Kemudian Sieny membuka mulutnya untuk memasukkan penis itu.
“Hhmmm…mmm!” terdengar gumaman dari mulut Sieny yang sedang mengulum penis si penjaga kampus itu.
Kepalanya bergerak maju-mundur sambil memegang batang itu. Sambil mengisap ia memutarkan lidahnya mengitari kepala penis itu sehingga membuat Imron semakin keenakan. Dipeganginya kepala gadis itu dan sesekali ditekan seakan menyuruhnya memasukkan penis itu lebih dalam lagi ke mulutnya. Ada mungkin seperempat jam Sieny melakukan oral seks terhadap pria itu sampai merasa pegal pada mulutnya, maka ia menggunakan tangan mengocok batang itu dan mengurangi kulumannya. Ia merasakan batang di dalam mulutnya itu semakin berdenyut saja.
Imron yang masih ingin mereguk kenikmatan lebih banyak tidak ingin orgasme secepat itu, maka ia pun menarik lepas penisnya dari mulut Sieny dan meraih lengan gadis itu untuk mengangkat tubuhnya hingga berdiri. Dengan agak kasar dan buru-buru memepetnya ke tangga tangki air. Sieny agak terkejut dengan gerakan yang tiba-tiba itu namun ia pasrah mengikuti permainan yang dipimpin gemilang oleh si penjaga kampus itu. Ia membalas ciuman Imron dengan aktif ketika pria itu melumat bibirnya. Imron menyingkap rok yang menutupi tubuh bagian bawahnya, penisnya kini telah bersentuhan dengan kemaluan gadis itu. Dengan bibir tetap saling berpagutan, ia mendorong pinggulnya hingga penisnya melesak masuk ke dalam vagina gadis itu. Keduanya mengerang merasakan alat kelamin mereka saling beradu. Imron menggenjotnya dengan mengangkat paha kiri gadis itu, sementara Sieny bersandar ke belakang dengan kedua tangan terangkat dan berpegangan pada anak tangga diatasnya.
“Mendesah aja Non…merintih sepuas Non, kita diatas, ga ada siapa-siapa, ekpresiin kenikmatan ini sepuas Non!” kata Imron melihat Sieny yang cenderung menahan-nahan suara desahannya dengan menggigit bibir.
Sieny pun melepaskan dengan liar segala derita birahi yang melandanya, ia mendesah dan merintih histeris, suaranya menyatu dengan hembusan angin di atap gedung. Tubuhnya menggelinjang menjemput kenikmatan, pinggulnya turut bergoyang dalam irama nafsu birahi yang menerjangnya. Sebuah seringai terpancar di wajah Imron melihat mangsanya yang sudah berhasil ditaklukan. Cengkraman erat vagina Sieny pada penis Imron yang besar dan perkasa itu menyuguhkan sensasi luar biasa pada diri mereka masing-masing, terutama Sieny yang merasakan kenikmatan ini jauh lebih dahsyat yang dibanding dengan pacarnya sendiri.
Imron melepaskan pegangan gadis itu pada anak tangga dan diletakkan ke bahunya yang bidang. Lalu tiba-tiba ia mengangkat kaki gadis itu yang satunya lagi, Sieny pun terkejut dan spontan memeluk leher pria itu agar tidak jatuh. Dengan penis masih menancap di vagina, ia menggendong gadis itu dengan menopang pantatnya dan berjalan perlahan-lahan.
“Mau apa Pak?!” tanya Sieny bingung.
“Pindah tempat Non, biar bisa sambil liat pemandangan” jawabnya menyeringai.
Ternyata Imron membawanya hingga ke pinggir atap yang dilindungi oleh tembok setinggi pinggang orang dewasa dan ke atasnya oleh pagar kawat setinggi semeter lebih. Imron memepetkan tubuh gadis itu ke pagar kawat lalu meneruskan genjotannya.
“Oohh…aakkhh…uugh!” desah Sieny makin tak karuan.
Ia menolehkan wajah ke samping dan melihat pemandangan di bawahnya, mobil-mobil yang lalu-lalang di jalan depan kampus nampak kecil seperti mainan, demikian juga orang-orangnya. Sungguh suasana bercinta nan eksotis, baru pertama kali ia mencobanya di tempat terbuka dan ketinggian seperti ini.
“Enak kan Non ngentot di atas gedung?” tanya Imron yang dijawab Sieny dengan anggukan, “pernah main yang seru gini sama pacar Non?” tanyanya lagi.
“Nggak Pak…eenngghhh…uuhhh !” jawab gadis itu di tengah desahannya.
Tubuh Sieny makin menggelinjang, lendir yang keluar dari kewanitaannya semakin banyak dan menyebabkan penis itu semakin lancar menusuk-nusuknya. Hingga pada suatu titik ia merasakan tubuhnya menggigil dan kontraksi otot vaginanya semakin cepat, ketika sudah diambang orgasme itu, Imron melah menurunkan frekuensi genjotannya hingga akhirnya berhenti sama sekali.
Sieny merasa tanggung namun ia sungkan mengatakan isi hatinya. Imron menurunkan tubuh gadis itu hingga kakinya kembali menyentuh tanah, kemudian membalikkan tubuhnya. Kini Sieny dalam posisi menghadap pagar kawat sehingga bisa melihat langsung pemandangan dari ketinggian di depan matanya, ia menyangkutkan jari-jarinya diantara celah-celah kawat pagar, pantatnya agak menungging ke arah Imron.
“Non masih mau kan?” tanya Imron dekat telinganya sambil membuka sabuk dan resleting rok gadis itu, rok itu pun meluncur jatuh dan bawahannya sudah tidak tertutup apapun lagi, “mau kan Non, jawab dong!” tanyanya lagi, kali ini sambil meremas payudaranya.
“Iya…hhhsshh…mau Pak, mau!” tanpa malu-malu karena tak kuat menahan keinginan untuk orgasme, Sieny menjawab terengah-engah.
Kembali Imron menjejali vagina gadis itu dengan penisnya yang masih tegak dan keras. Sambil bepegangan pada pinggang ramping gadis itu Imron terus menyodok-nyodokan penisnya. Sentakan-sentakan kuat itu menyebabkan tubuh Sieny ikut bergoncang-goncang, demikian pula pagar kawat tampatnya bertumpu. Desahan-desahan nikmat keluar dari mulutnya, matanya setengah terpejam sambil melihat ke bawah, ia membayangkan bagaimana kalau saja orang-orang di bawah sana melihat ke arahnya atau mungkin ada yang sedang meneropongnya dari gedung lain. Sungguh rasa penasaran, hasrat dan gairahnya yang terpendam tertumpah semua saat itu. Tangan pria itu merambat ke atas hingga memegang payudara kanannya, meremas, lalu menggesek-gesek putingnya dengan jari-jarinya. Sieny semakin tak sanggup menahan gelombang birahinya, ia semakin melenguh-lenguh dan nafasnya semakin memburu, sebentar lagi puncak kenikmatan itu akan dicapainya. Namun pada momen menentukan itu, sekali lagi Imron menghentikan genjotannya, pria itu memang sedang mempermainkan birahinya.
Sieny terpaksa menggerakkan sendiri pinggulnya agar tetap bergesekan dengan penis pria itu yang kini tersenyum penuh kemenangan.
“Non emang doyan kontol yah, Non suka kan sama kontol saya hehehhe!” ejek Imron yang membuatnya semakin malu.
“Nggak Pak…nggak…aahhh…jangan omong gitu...aahh!” Sieny menggeleng dan membantah ejekan Imron yang sangat melecehkannya itu.
“Habis apa Non…saya tau Non jenuh sama pacar Non…Non juga lebih puas main sama saya betul kan!?’ cecarnya kali ini sambil menjilati daun telinga gadis itu yang beranting.
“Tidak…eengghh…saya bukan…”
“Pelacur” sergah Imron sambil menusukkan penisnya dalam-dalam, “ya Non emang bukan pelacur, Non itu budak seks, budak dari hasrat liar Non sendiri!”
Sieny tidak bisa berkata apa-apa lagi untuk membalasnya karena memang perkataan Imron memang benar dan sejujurnya ia sangat menikmati persetubuhan dengan si penjaga kampus itu sejak kontak pertama mereka tiga hari lalu, pria itu begitu mahir memuaskannya dengan gaya dan variasinya yang khas.
“Dengar ya Non, saya bisa ngeliat Non sebenarnya punya hasrat liar, Non pengen memek Non dimasukin kontol siapa aja, tapi Non cuma malu karena dibatasi status sosial, ras, dan norma-norma umum, apa saya salah Non ? kalau semua itu gak ada atau kita lupakan sejenak Non mau kan ngentot sama siapa aja?”
“Itu nggak benar Pak…tidak…ahhh….ahh!” Sieny meraung-raung sambil tangannya memukul-mukul pagar kawat, baru kali ini ia ditelanjangi habis-habisan luar-dalam yang membuatnya direndahkan serendah-rendahnya namun disaat yang sama juga terangsang hingga titik puncak.
“Jangan pura-pura lagi Non, ini buktinya Non sendiri yang goyang seperti haus kontol gini !” Imron dengan kasar melepaskan kemeja dan bra yang masih menempel di tubuhnya, “lepasin, lepasin dulu Non semua batasan-batasan itu kalau Non mau ngerasain kenikmatan seks yang sempurna”
“Oohh…ayo Pak, puasin saya…saya…saya gak tahan lagi…mmhh!” Sieny akhirnya memohon supaya diantar ke puncak kenikmatan oleh si penjaga kampus itu.
Betapa malunya ia sampai harus memohon seperti itu, tapi memang ia sudah tak sanggup lagi menahan keinginan untuk orgasme.
“Jadi Non seneng kan ngentot sama saya?” Imron terus melecehkannya.
“Iya Pak…iya…aahh…seneng banget, tolong puasin saya!” ceracau Sieny membuang segala perasaan malu dan batasan-batasan itu seperti yang dikatakan Imron tadi.
“Non mau kan saya apain aja? Non mau jadi budak seks?” tanya Imron lagi tanpa menghentikan genjotannya.
“Iya…aahh…terserah Bapak aja!” erang gadis itu semakin tak bisa menahan nikmatnya.
Panas juga wajah dan telinga Sieny karena terus-terusan diejek begitu, terlebih ia tak bisa membantah apapun. Imron tertawa penuh kemenangan dan mempergencar genjotannya. Tubuh gadis itu tersentak-sentak dan makin terdesak ke pagar, payudaranya yang montok itu kini tertekan pada pagar kawat. Tidak seorangpun yang sedang lalu-lalang di bawah gedung atau jalan menyadari sedang terjadi adegan panas di ketinggian itu karena terlalu tinggi dan tidak terlihat, namun bagi kedua insan yang sedang berasyik-masyuk itu, setiap momen menjadi sensasi tersendiri. Desahan gadis itu semakin menjadi ketika gelombang orgasme itu kembali menerpanya, tubuhnya menggelinjang dahsyat seakan melepaskan segala nikmat yang tadi tertunda. Akhirnya ia mendesah panjang dan seluruh otot-otot tubuhnya mengejang, yang datang kali ini adalah multiorgasme sehingga tubuhnya berkelejotan tak terkendali, sungguh luar biasa seperti melayang ke surga saja rasanya, dari pengalaman seks selama dua tahun dengan kekasihnya saja belum pernah mengalami yang seperti ini. Matanya merem-melek dan pandangannya seperti berkunang-kunang selama terhempas gelombang orgasme itu, sensasi itu berlangsung selama 2-3 menit lamanya hingga akhirnya tubuhnya melemas seperti tak bertulang, kalau saja Imron tidak mendekapnya mungkin ia sudah ambruk ke tanah.
Saat itu Imron belum mencapai klimaks, ia melanjutkan hujaman-hujamannya terhadap liang vagina gadis itu. Lima menit kemudian barulah penisnya menumpahkan lahar panas di dalam vagina Sieny.
“Uuggghh…asyiknya!” lenguh Imron sambil menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan sperma.
Penis Imron masih menyodok vaginanya namun kecepatannya kian menurun. Di paha dalam Sieny nampak cairan kewanitaannya yang bercampur dengan sperma pria itu meleleh keluar dari selangkangannya. Setelah genjotan Imron berhenti, ia mendekap tubuh gadis itu dan mundur beberapa langkah lalu menjatuhkan pantatnya pada sebuah tembok pembatas. Dipangkunya tubuh gadis itu dengan penis masih menancap di vaginanya walau sudah mulai kendor karena mulai menyusut. Imron memeluknya sambil memijat pelan payudaranya. Sieny merasakan betapa banyak cairan orgasme yang keluar dan sperma Imron yang tertumpah di dalam sana hingga sebagian meleleh keluar dan terasa basah. Perlahan-lahan penis Imron mulai melembek dan akhirnya ia menurunkan gadis itu dari pangkuannya. Sieny merasa dirinya begitu menjijikan, apa yang dilakukannya barusan benar-benar seperti perempuan murahan yang haus seks, tapi toh segalanya sudah telanjur dan ia menikmatinya, apakah ini yang disebut guilty pleasure? Ia termenung dengan mata menatap langit biru seolah sedang menunggu jawaban dari atas sana.
“Ini Non pakaiannya, jangan bengong aja ntar masuk angin!” Imron yang telah memakai kembali celananya menyodorkan pakaiannya yang telah dia pungut.
Sieny tersadar dari lamunannya dan buru-buru menerima pakaiannya, ia mulai merasakan terpaan angin di itu membuatnya menggigil.
“Eh…Pak? Mana celana dalam saya, BH-nya juga kok hilang?” tanya gadis itu kebingungan karena tidak menemukan pakaian dalamnya.
“Saya pegang dulu ya Non, supaya kita bisa ketemu lagi.” Imron mengeluarkan kedua pakaian dalam itu dari sakunya sambil tersenyum lebar.
“Apa?! Cukup sampai sini Pak! Ini sudah kelewatan!” kata Sieny agak membentak.
“Weiss…weis…jangan marah gitu Non, tapi kalau cantik biar marah juga tambah cantik” Imron memegang dagu gadis itu dan menatapnya, “kita kan sama-sama menikmati Non, termasuk pacar Non juga, ingat yang saya bilang tadi lupakan batasan-batasan norma supaya bisa menikmati sepenuhnya, lepaskan hasrat liar Non sebebas-bebasnya”
Sieny memandang kesal padanya, ia mau tak mau harus menuruti keinginan bejat si penjaga kampus ini, namun diakui atau tidak sebenarnya ia masih ingin diperlakukan seperti budak seks olehnya.
“Gimana kalau besok sore kita bertemu lagi Non? Saya punya sesuatu yang lebih seru untuk Non” tanyanya
“Nggak…ga bisa, besok saya ada urusan”
“Kalau lusa bagaimana?”
“Mmmm…iya, tapi…tolong rahasiakan semua ini Pak, saya mohon” pintanya memelas.
“Saya tunggu Non di ruang multimedia gedung kuliah bersama, jam enaman aja, udah sepi” kata Imron membalik badan dan mengelus pantat gadis itu, “Oke, saya duluan, supaya ga ada yang curiga, kalau turun nanti jangan lupa tutup pintunya yah Non” sambungnya memperingati sambil berjalan menjauh.
Akhirnya tanpa mengenakan dalaman, Sieny memakai kembali kemeja dan roknya serta segera merapikan diri.
Setelah itu berbenah, Sieny beranjak dari tempat itu, ia merasa agak jengah tidak memakai dalaman di keramaian kampus seperti itu, putingnya terasa mencuat tegang di balik kemeja, untungnya tidak terlalu tipis dan warnanya biru langit sehingga tidak terlalu tembus pandang. Hal itu sekaligus menimbulkan perasaan tegang dan gairah yang menggebu-gebu. Ia tidak pernah membayangkan dirinya, seorang mahasiswi yang anggun dan modis, berani tidak mengenakan dalaman di kampus. Jantungnya semakin berdebar-debar ketika melewati serombongan mahasiswa yang sedang menunggu kuliah di sebuah koridor, terlebih ketika berpapasan dengan beberapa orang yang dikenalnya dan terpaksa menyapa. Sebenarnya sebagai salah satu bunga kampus ia sudah biasa diperhatikan dan dikagumi pria, namun karena saat itu sedang dalam keadaan tegang, tatapan pria di sekitarnya serasa menelanjanginya. Ia was-was apakah mereka tahu dirinya tidak memakai dalaman atau dapatkah mereka melihat belahan pantatnya tercetak di rok. Ia pun mempercepat langkahnya dan bersikap sewajar mungkin ketika harus menyapa orang, dalam hati ia berharap segera tiba di apartemennya. Sepuluh menitan jalan kaki dengan hati deg-degan akhirnya tiba juga di apartemennya. Begitu menutup pintu kamar ia langsung menghembuskan nafas panjang, lega sekali, rasanya seperti maling yang harus mengendap-ngendap agar bisa meloloskan diri tanpa diketahui orang saja. Ia menjatuhkan diri ke sofa empuk, matanya melirik ke meja melihat sekotak rokok dan lighter milik Willy yang tertinggal. Sebenarnya ia sangat jarang merokok bahkan berusaha menjauhinya akhir-akhir ini, namun tangannya meraih kedua benda itu. Diselipkannya sebatang rokok pada bibirnya yang tipis, lalu disulutnya dengan lighter. Puufff…mulutnya menghembuskan asap, pikirannya nerawang merenungkan kegilaan yang baru saja dilakukannya.
#############
“What!!....apa lu bilang? Jadi lu gituan lagi sama si penjaga kampus itu?” Willy terkejut ketika mendengar pengakuan pacarnya.
Saat itu mereka sedang di mobil dalam perjalanan menuju ke sebuah hotel untuk menghadiri sebuah undangan pernikahan salah satu teman. Sieny memutuskan untuk mengakui perbuatannya kemarin dengan penjaga kampus itu, namun ia tidak mengatakan bahwa pakaian dalamnya sedang disita oleh pria itu dan besok berjanji akan bertemu lagi, terlebih mengenai kepuasannya yang luar biasa melebihi ketika bercinta dengan kekasihnya, ia masih malu dan tidak enak mengatakan yang satu itu, ia sendiri merasa sudah melangkah terlalu jauh. Sedangkan Willy, entah mengapa, mendengar pengakuan kekasihnya itu ia malah terangsang dan bergairah walau ada rasa marah dan cemburu juga.
“Gimana awalnya Sien? dia apain aja lu?” tanyanya penasaran.
Sieny pun menceritakan dari awal ketika bertemu di perpustakaan hingga diajak naik ke tempat tertinggi di kampus itu. Penis Willy mengeras dan terangsang habis mendengar cerita pacarnya ini. Sambil mendengarkan tangannya menyingkap gaun malam Sieny dan mengelusi pahanya.
“Akhirnya dia kembaliin celana dalamlu Sien?” tanyanya setelah Sieny menceritakan persetubuhan di atap gedung itu.
“Eerrr…iya…akhirnya dia kembaliin!” ia harus berbohong di bagian ini karena tidak ingin Willy mengorek lebih jauh lagi.
“Wow…edan juga, lu bikin gua horny aja Sien” Willy menyusupkan tangannya lebih dalam hingga menyentuh kemaluan kekasihnya yang masih tertutup celana dalam.
“Aahh!” Sieny mendesah dengan tubuh bergetar, “udah ah…nyetir yang bener sana! Udah hijau tuh!” ia mengeluarkan tangan pacarnya.
Willy pun buru-buru menggeser gigi dan menginjak gas karena agak terlambat menyadari lampu telah menyala hijau.
“Duh mau apa lagi sih Wil?” Sieny meronta ketika Willy memeluknya setelah tiba dan memarkirkan mobilnya di sebuah tempat agak sepi di basement.
“Bentar aja Sien, gua horny berat nih!” sahut Willy sambil menyibak lebih tinggi rok kekasihnya dan menggelusi vaginanya dari luar, sedangkan tangan satunya menurunkan gaun itu lewat bahunya, payudara Sieny yang hanya tertutup cup pada gaun malam berdada rendah langsung terbuka.
“Ssshh…aaahhh, jangan dong Wil, tar ada yang liat…mmmhh!” gadis itu mendorong-dorong kepala kekasihnya yang asyik mengenyoti payudaranya, sepasang kaki jenjangnya saling bergesekan menahan geli akibat belaian pemuda itu pada selangkangannya.
Jemari Willy mulai menyusup lewat pinggir celana dalam kekasihnya, di dalam sana sudah lembab dan sedikit becek karena terangsang. Sieny menggeliat merasa seperti tersengat listrik ketika jari-jari itu mengelus bibir vaginanya lalu menyusup masuk ke dalamnya. Desahan seksi terdengar dari mulutnya membuat pemuda itu semakin gemas apalagi mengingat-ingat cerita barusan. Tangannya menarik lepas celana dalam Sieny yang menggerakkan kaki membiarkan celana dalam mini berwarna krem itu terlepas dan jatuh di lantai jok depan.
“Uuhh…jangan, ntar make up gua luntur!” Sieny menahan wajah Willy dan memalingkan wajah ketika pemuda itu hendak memagut bibirnya.
Willy mengerti alasan itu namun ia masih bernafsu, sebagai gantinya ia menurunkan gaun itu yang sebelah lagi. Sieny pun kini topless dan pasrah membiarkan pacarnya menikmati kedua payudaranya. Matanya tetap awas memperhatikan keadaan diluar, ia tidak ingin kepergok lagi seperti di kampus beberapa hari lalu. Ia pun berinisiatif menarik tuas jok dan mendorong sandaran dengan punggungnya agar bisa setengah berbaring.
Puas bermain-main dengan payudara kekasihnya sampai basah kuyup dan meninggalkan bekas cupangan, Willy mengangkat paha kanan kekasihnya itu lalu secepat kilat membenamkan wajah pada selangkangannya. Ia memainkan lidahnya menyentil-nyentil klitoris Sieny membuatnya semakin menggelinjang dan mengerang nikmat. Sieny tak sanggup menahan sensasi geli yang luar biasa di bawah sana, tangannya meremas-remas payudaranya sendiri dan mulutnya memanggil-manggil nama kekasihnya itu. Hingga akhirnya tubuhnya melengkung ke atas ketika orgasme itu datang. Willy melumat kemaluan pacarnya itu seperti mau menelannya, mulutnya menyedoti cairan orgasme yang keluar secara kontinyu. Sieny menahan diri agar tidak menjerit atau bergerak terlalu liar yang menyebabkan mobil ikut bergoyang dan mengundang perhatian.
“Udah Wil, kita terusin nanti aja yah!” Sieny mengangkat kepala cowoknya yang masih asyik melahap sisa-sisa cairan orgasmenya.
Ia cepat-cepat merapikan kembali gaunnya, namun ketika mengambil celana dalam dan hendak memakainya, Willy mencegahnya.
“Sien…jangan…gimana kalau lu ga usah pakai itu, supaya lebih seksi gitu” katanya, “pasti exciting banget kaya cerita lu tadi itu.”
“Hihihi…terserah lu deh, kayanya lu emang seneng ya yang kaya gitu” Sieny tertawa kecil dan tidak jadi memakai celana dalamnya.
Mereka pun keluar dari mobil bergandengan tangan menuju ruang pesta. Ketika tiba di pintu masuk tempat menulis buku tamu, Sieny merasa deg-degan juga dalam hatinya, namun ia dengan cepat membiasakan diri.
“Sien…kalau ada orang tau gimana tuh hehe!” bisik Willy.
“Sssttt…diem ah!” Sieny mencubit lengan pacarnya itu.
Selama pesta Willy begitu menikmati kecantikan kekasihnya dalam balutan gaun malam yang seksi dan tidak memakai dalaman. Ia bangga orang-orang memandang kagum pada pacarnya ini.
Akhirnya setelah makan dan potret bersama, mereka pun bersalaman dengan pengantin untuk pamit pulang. Namun keluar dari ruang pesta Willy bukannya menuju ke basement melainkan ke sebuah toilet di lorong hotel yang sepi.
“Mau kemana nih? Duh jangan cepet-cepet gitu dong, sepatu gua kan hak!” protes Sieny karena Willy berjalan cepat sambil menarik pergelangan tangannya, “oh no, please Wil, jangan…jangan, pesta udah mau bubar!” tolaknya menyadari kekasihnya ingin mengajak bercinta di toilet hotel seperti beberapa bulan lalu.
“Makannya cepet, gua udah kebelet banget!” kata Willy bersemangat.
Willy membuka pintu toilet pria, setelah memastikan di sana tidak ada orang lain lagi, ia menarik kekasihnya masuk ke dalam. Tempat itu seperti toilet-toilet di hotel berbintang pada umumnya, sangat bersih terawat dengan tiga tempat kencing berdiri, sebuah wastafel panjang, dan empat bilik. Willy membawa masuk kekasihnya ke bilik paling ujung. Tanpa buang-buang waktu lagi, setelah mengunci pintu ia segera mencuim bibir Sieny dengan ganas sambil tangannya membuka sabuk dan resletingnya terburu-buru. Pemuda itu pun memelorotkan celananya, lalu ia menyibak rok kekasihnya dan mengangkat paha kirinya. Ciuman Willy mulai turun ke lehernya, tiba-tiba, ‘bless…aaakkh!!’ Sieny menjerit kecil tanpa bisa tertahan saat sebuah benda tumpul menyeruak masuk ke vaginanya.
“Uuhh…Wil, jangan ngagetin dong, tar ada yang denger!”
Pemuda itu tersenyum saja dan mulai menggoyangkan pinggulnya menggenjot kekasihnya. Sieny merintih merasakan nikmat tak terkira, ia berusaha mengendalikan suaranya agar tidak terlalu keras. Genjotan Willy makin lama makin ganas, Sieny tidak tahan lagi sehingga ia melumat bibir pemuda itu agar erangannya teredam dan tidak kelepasan. Percintaan dalam situasi tegang ini sungguh menambah kenikmatan.
“Aah…Wil, gua udah mau!” desah Sieny dengan berbisik.
“Tahan Sien…kita keluar bareng ya” kata Willy mencoba mengatur tempo
Willy menggerakkan pinggulnya semakin cepat, terkadang ia memutar-mutar pinggulnya sehingga penisnya mengaduk-aduk vagina kekasihnya.
“Mmhh…gua ga tahan lagi…aahh…ahhh!” desahnya panjang diikuti dengan orgasmenya.
Tubuh Sieny menegang dan kepalanya menengadah ke atas. ‘cret…cret’ dirasakannya sperma kekasihnya tertumpah di rahimnya. Willy juga telah orgasme, tubuhnya mengejang dan memepet kekasihnya, nafasnya terengah-engah menikmati persetubuhan kilat yang baru saja mereka lalui. Keduanya melakukan French kiss sejenak lalu dengan cepat merapikan pakaian masing-masing.
“Rambut gua dah rapi kan? Muka gua aneh ga?” tanya Sieny setelah membenahi diri.
“Nah…dah beres, rapi lagi deh!” katanya seraya menyibak ke belakang beberapa helai rambut Sieny yang agak kusut.
Willy membuka pintu dan memantau keadaan di luar, setelah yakin masih sepi ia baru memanggil kekasihnya keluar. Mereka pun berjalan bergandengan tangan dengan hati plong karena baru menuntaskan syahwat masing-masing, mereka saling senyum pada pasangan masing-masing. Ketika mengantri keluar parkir mereka membahas permainan kilat barusan.
“Sien…gua jadi tambah nefsong aja tadi sambil ngebayangin lu dientotin orang-orang kelas bawah kaya yang lu ceritain itu” ucapnya.
Gadis itu memalingkan wajahnya ke jendela, ia malu sekali dan teringat lagi persetubuhannya dengan Imron dan janjinya besok.
“Kapan-kapan kita ajak si penjaga kampus lu itu lagi yuk, gua mau ngeliatin lu digituin lagi sama dia” usul Willy sambil meraih tangan kekasihnya, “gimana?”
Tanpa diduga Sieny menyentakkan tangannya hingga terlepas dari genggaman Willy.
“Cukup! Lu kira gua apaan sih!? Pelacur yang harus ngikuti fantasi gila lu!?” hardik Sieny dengan nada tinggi.
“Nggak Sien bukan gitu…tapi lu kan juga…juga…!”
“Gua juga menikmati? Lu mau bilang itu kan!? Lu kira waktu gua ngelakuin itu sama dia gua enak-enak aja gitu?? Tau ga sih kita ini tambah kebablasan!”
“Bukan tapi kan lu juga bilang pengen nyoba hal-hal baru waktu ml?”
“Iya tapi ini sudah kelewatan Wil, gua juga punya perasaan…bukan nafsu doang…lu pikir enak apa harus ML sama penjaga kampus di depan pacar gua?!” kata Sieny penuh emosi.
“Iya iya…sori Sien, gua emang kelewatan” Willy meminta maaf, ia memahami kemarahan pacarnya dari suaranya yang meninggi.
Willy baru sadar mobil di depannya sudah bergerak maju dan ia segera menginjak gas begitu mendengar mobil di belakang mengklaksonnya. Sepanjang perjalanan mereka diam membisu, pandangan Sieny hanya pada pemandangan di jendela mobil. Willy yang sudah hafal dengan sifat Sieny bungkam seribu bahasa sambil menunggu mood kekasihnya itu pulih. Tiba-tiba Willy merasakan ponselnya di saku celananya bergetar, ia segera mengambilnya dan menerima panggilan.
“Oohh gitu…jadi besok siang aja bisanya?” ia melayani pembicaraan di telepon sambil membawa mobil agak ke pinggir agar bisa menyetir lebih pelan.
Setelah beberapa saat berbicara, ia pun menyudahi pembicaraan dan menutup ponselnya.
“Sien, sori yah, gua emang kelewatan” katanya sambil menggenggam tangan kekasihnya, ia diam tidak menepisnya pertanda kemarahannya sudah turun “tapi lu kan masih harus ke kampus, kalau ketemu orang itu lagi harus gimana?”
“Gua coba ngehindar, lagian gua kan tinggal setengah tahun kurang lagi terus lulus, ke kampus cuma buat bimbingan aja,” jawabnya, “tadi kenapa?”
“Itu…kayanya besok siang udah harus ke Surabaya, tiketnya cuma ada jam itu”
“Lu ga lama kan disana?” tanya Sieny, “gua ga tau kenapa ada feeling gak enak aja jadinya”
“Gak kok, Jumat siangnya lamaran, sore gua udah balik” jawabnya mengenai masalah dirinya harus pergi menghadiri lamaran pernikahan salah seorang sepupunya.
Tak lama kemudian mereka pun sampai di depan gerbang apartemen Sieny. Awalnya Willy ingin ikut masuk dan bercinta sebelum besok pergi meninggalkannya, namun Sieny menolak dengan alasan perlu istirahat.
“Hati-hati yah besok!” katanya sambil mencium pipi pemuda itu sebelum membuka pintu dan turun dari mobil.
############################
6: 12, ruang dosen, gedung fakultas teknik
Dalam ruang yang lampunya sudah sebagian dimatikan itu, tubuh Diana terbaring di atas sebuah meja panjang dengan seluruh kancing kemeja terbuka dan cup bra tersingkap ke atas, demikian pula roknya yang sudah terangkat sampai pinggang dan celana dalamnya tergelatak di lantai. Sementara di sebelahnya, Imron sedang membungkuk dan melumat payudaranya dengan penuh nafsu.
“Eemmm….sssllrrppp….sssrrpp!” bunyi suara hisapan dan jilatan itu.
Mulut Imron berpindah mengisap payudara yang satunya, tangannya terus mengobok-obok vagina dosen cantik yang wajahnya mirip Olga Lydia itu, jarinya keluar-masuk dan menggeseki klitorisnya. Diana mendesah tertahan dengan tubuh menggeliat-geliat diterpa kenikmatan.
“Hehehe…gimana Bu, enak kan?” tanya Imron mengangkat kepalanya dari dada Diana dan tersenyum menjijikkan.
Perasaan malu dan kotor menyergap Diana, wajahnya memerah karena tak sanggup berbuat apapun melawan nafsu binatang si penjaga kampus itu. Begitulah nasibnya, seorang wanita baik-baik dan berpendidikan tinggi, juga seorang istri bagi suaminya, kini telah menjadi budak seks yang harus merelakan tubuhnya dipakai sekehendak hati pria itu.
“Sudah Pak Imron, saya suami saya sedang menunggu di rumah!” Diana memohon.
Ironis memang di hari ulang tahun pernikahan mereka ini, ia masih harus melakukan perbuatan terkutuk itu.
“Kan masih jam segini Bu, santai aja” kata Imron kalem, “lagian ibu kan lebih puas main sama saya daripada suami Ibu”
“Pak, jangan omong sem…hhhmmhh!” sebelum Diana menyelesaikan protesnya, Imron sudah melumat bibirnya memotong kalimatnya.
Anehnya, Diana malah membalas ciuman Imron, naluri seksnya telah bekerja mengalahkan akal sehatnya. Mereka berciuman panas sambil berpelukan, jari-jari Imron makin cepat mengorek-ngorek vaginanya.
Di tengah percumbuan itu, Imron merasakan ponselnya bergetar di kantung celananya, berhenti sekali lalu bergetar lagi. Ia menegakkan tubuh wanita itu hingga terduduk di tepi meja, lalu melepaskan ciuman tanpa menghentikan permainan jarinya di vagina wanita itu. Tangannya yang satu mengambil ponsel di saku celananya, sebuah senyum tergurat di wajahnya melihat dua kali misscall nomor tak dikenal di ponselnya.
“Aaakkhh…aahh!” Diana semakin tidak tahan karena jari-jari Imron semakin cepat keluar masuk vaginanya.
Akhirnya dengan sebuah desahan panjang menandai ia mencapai orgasmenya, dipeluknya Imron dengan erat. Cairan kewanitaannya meleleh keluar membasahi meja di bawahnya. Tak lama kemudian tubuh Diana pun melemas lagi, pelukannya terhadap Imron mengendur dan nafasnya ngos-ngosan. Imron menarik jarinya dari vagina dosen cantik itu lalu menjilati cairan yang membasahi jarinya.
“Lihat Bu, basah banget!” ucapnya sambil menunjukkan jari-jarinya yang basah, “Udah hari ini segini aja, Ibu boleh pulang, saya juga ada perlu.”
Diana bengong juga mendengar Imron melepaskannya, ia bersyukur Imron tidak berlama-lama menikmati tubuhnya hari ini karena ia telah berjanji pulang lebih awal untuk merayakan ulang tahun pernikahannya. Ia segera turun dari meja dan buru-buru membenahi diri.
“Hehe…Ibu sepertinya ngejar sesuatu, ada apa Bu?” tanya Imron sambil mengelus dagu dan mengangkat wajah Diana.
“Ini hari pernikahan kami, tolong Pak jangan persulit saya” kata Diana agak bergetar.
“Ooh…jadi gitu, pantesan Ibu pengen cepet-cepet…ya udah sana pulang!” kata Imron, “salam buat suami Ibu dari saya yah!” tangannya meremas pantat wanita itu dengan kurang ajar.
Diana hanya bisa memendam kekesalan melengos pergi meninggalkannya. Setelah itu Imron pun mematikan lampu dan keluar dari ruang itu serta menguncinya.
########################
Sieny duduk di bangku panjang lantai enam gedung kuliah bersama, hanya dirinya seorang diri di tempat itu. Lampu telah menyala menerangi koridor itu karena langit sudah mulai gelap. Ia baru saja pulang dari gym sore itu, tapi ia tidak segera pulang ke apartemennya, entah mengapa kakinya seperti melangkah sendiri membawanya ke kampus dan menunggu di tempat yang dijanjikan penjaga kampus itu kemarin lusa. Memang ada alasan menemui pria itu, yaitu meminta kembali celana dalam dan bra yang disitu itu, tapi benaknya terus terbayang-bayang saat-saat intim bersama pria itu dan terus terang….ia masih ingin merasakannya lagi.
“Lupakan segala batasan dan norma untuk meraih kenikmatan yang sesungguhnya” kata-kata Imron itu terus terngiang-ngiang di memorinya.
“No…no, gua kesini hanya mengambil barang gua yang dia sita!” batinnya sedang bergumul hebat.
“Kau budak seks, perempuan binal, gak punya harga diri, pezinah!!” seolah ia mendengar suara-suara yang berseru seperti itu padanya.
Betapa keresahan melanda hatinya, ia sendiri tidak tahu kenapa ia malah mengikuti ajakan pria itu bertemu. Kedua tangannya memeluk kepalanya sendiri dan menunduk ke bawah seperti orang sakit kepala.
“Tidak…aku bukan perempuan seperti itu…aku bukan pelacur!!” jeritnya dalam hati.
“Itu kan katamu Sien, buktinya ngapain kau menghubungi nomor yang dia berikan untuk memanggilnya, kau masih mau merasakan kontolnya kan Sien?! Kau memang budaknya, budak…budak…!!” suara itu terus mencecarnya sehingga ia tidak tahan menitikkan air mata.
Ia baru bangkit dari bangku dan baru memutuskan untuk pulang saja ketika penjaga kampus bejat itu sudah muncul dan menghampirinya.
“Aha…Non ternyata datang juga ya…saya kira gak bakal datang lagi!” sapanya, matanya menatap dari atas hingga bawah tubuh Sieny yang memakai kaos dan celana panjang ketat dari bahan jeans yang mencetak bentuk paha dan pinggulnya.
“Nggak Pak, sudah cukup, saya kesini buat minta kembali barang saya!” bantah gadis itu kesal.
“Sabar Non, sabar, pasti saya kembaliin kok…omong-omong Non ga enak badan? Saya liat kaya cape gitu sampe nunduk-nunduk” kata Imron dengan kalemnya.
“Cuma ambil itu aja Non? Atau masih pengen ginian lagi?” Imron menunjukkan jempolnya yang diselipkan diantara telunjuk dan jari tengah.
Wajah dan telinga gadis itu memerah karena kekurangajaran pria itu, ingin rasanya menamparnya tapi ia serasa tidak sanggup melakukannya.
“Gini Non, kita masuk aja dulu, bicarain di dalam, kan ga enak kalau kita keliatan orang disini!” Imron berjalan ke pintu dan membuka kuncinya.
Bak dihipnotis, Sieny menurut saja diajak masuk ke dalam, ia baru tersadar setelah mendengar suara pintu ditutup dari belakangnya. Ia menengok dan melihat pria itu tersenyum menyeringai padanya.
“Boleh saya minta barang saya Pak? Sudah cukup ini semua” pintanya dengan suara lemah, dalam hatinya masih bergumul hebat saat itu.
“Nanti pasti saya kembaliin, tapi Non tau gak saya ajak kesini untuk apa?” Imron mengeluarkan sebuah cd dari balik seragam karyawannya, “Saya pengen ajak nonton bareng ini!”
Walau resah melandanya, ia menurut saja ketika Imron menggandeng tangannya dan membawanya ke deretan tempat duduk yang berbentuk setengah lingkaran seperti tribun mini, di seberang deretan kursi tersebut terdapat layar besar untuk menampilkan gambar dari infocus di atas langit-langit. Ia mengambil tempat duduk di deretan agak belakang.
“Tunggu yah Non, saya stel dulu filmnya!” Imron menuju ke audio visual di belakang deretan kursi itu.
Infocus menyala menembakkan gambarnya ke layar. Film dari vcd yang ditunjukkan Imron tadi pun dimulai. Sieny terkesiap melihat adegan di layar yang memperlihatkan seorang wanita cantik duduk di sofa diapit dua orang pria setengah baya, yang satu berperut tambun dan satunya berpeci dan tubuhnya bongkok. Kedua pria itu lalu melucuti satu demi satu pakaian wanita itu yang hanya bisa pasrah tak berdaya. Wanita itu kelihatannya berusaha menutupi wajahnya dari sorotan kamera namun tangannya dipegangi oleh kedua pria yang mengerubunginya dan kamera tetap mengarah padanya. Si pria bongkok itu melumat buah dada wanita itu yang sudah terbuka sementara si pria tambun menggerayangi tubuh mulusnya sambil menciumi leher dan pundaknya.
“Hehehe…gimana? Seru kan Non?” tanya Imron menghampiri dan duduk di sebelahnya, “ini bukan film bokep biasa Non, ini nyata dan pemainnya ada di kampus ini, coba liat perempuan itu kan dosen disini, di ekonomi, namanya Rania.”
Penjelasan Imron membuat Sieny semakin tertegun dan tak sanggup berkata apa-apa. Pantas wanita itu sepertinya familiar, ternyata dosen disini, tapi bagaimana mungkin bisa terlibat film seperti ini? Seribu satu pertanyaan memenuhi benaknya, sudah sedemikian gilakah dunia ini?
“Itu yang bapak-bapak gendut masa Non juga ga tau?” tanya Imron lagi sambil memijat paha Sieny, gadis itu menggeleng, “itu kan Pak Dahlan, ketua jurusan arsitektur, ya dosen disini juga, ini syutingnya di rumah beliau, kalau yang pake peci itu pembantunya”
“Nggak…ini nggak mungkin Pak, gak mungkin dosen disini bikin film kaya gini!” kata Sieny menggeleng-geleng kepala tak percaya semua ini.
“Nggak mungkin gimana Non, ini nyata mereka melakukannya, sama seperti kita” Imron mendekap tubuh gadis itu dan meremas payudaranya.
“EEehh…jangan Pak!” ia meronta tapi hanya setengah hati.
Imron mulai mencium bibir Sieny, gadis itu mengelak tapi ia memegangi kepalanya, bibirnya yang tebal itu mulai menyapu lembut bibir gadis itu yang dikatupkan rapat-rapat.
“Santai Non, kalau tegang gini mana enjoy?” kata Imron sambil terus menciuminya.
“Jangan…mmhhh!” suara Sieny terpotong oleh pagutan pria itu.
Teringat lagi kata-kata Imron waktu itu, “Lupakan segala batasan dan norma untuk meraih kenikmatan yang sesungguhnya.”, ia pun memejamkan mata menikmati percumbuan itu. Imron begitu lihai mengobarkan nafsunya sehingga tanpa sadar gadis itu membalas ciumannya. Sieny merasakan pertahanannya runtuh sedikit demi sedikit, ia sendiri telah berjanji pada kekasihnya untuk menghindar dari Imron dan tidak melakukan perbuatan itu lagi, tapi ledakan birahinya dan kerinduannya akan kenikmatan seperti kemarin tidak bisa dibendung lagi, lagian toh kekasihnya juga yang pertama kali menyuruhnya bercinta dengan penjaga kampus ini.
“Maaf Wil, gua ga bisa nolak…gua ga punya kekuatan untuk itu!”
Imron melucuti pakaian Sieny satu-persatu hingga bugil, dipandanginya tubuh telanjang gadis itu dengan penuh kekaguman. Sementara itu gambar di layar sedang memperlihatkan Rania sedang mengoral penis dan tampak tangannya sedang mengocok penis yang lain. Kamera mensyutingnya secara close up sehingga terlihat jelas penis itu maju mundur seperti menyetubuhi mulutnya. Ketika sedang terpana menonton adegan itu, Sieny merasakan kedua kakinya direnggangkan. Ia melihat ke bawah, ternyata Imron telah berjongkok diantara kedua kakinya.
“Oohhh!!” tanpa buang waktu Imron sudah menjilati vaginanya yang becek sehingga membuatnya mendesah tak tertahankan.
Sieny menggeliat liar di kursi merasakan lidah penjaga kampus itu menyapu bibir vaginanya, menggelitik klitorisnya dan menyedotinya. Sungguh sensasi yang luar biasa apalagi sambil menyaksikan adegan panas di layar.
Sebuah tangan Imron menjulur ke atas dan mencaplok payudara kirinya, tangan itu mulai meremas dan memilin-milin putingnya. Nampak di layar Rania masih sibuk mengoral penis Pak Dahlan, si dosen bejat sementara Thalib asyik mengenyoti payudaranya sambil tangannya menggerayangi tubuh mulus itu.
“Yah Pak…eeenggh enak…aaahh!” desah Sieny tidak malu-malu lagi, ruang ini kedap suara sehingga ia tidak ragu-ragu mengeluarkan suaranya tanpa perlu ditahan-tahan.
Bukan hanya lidah pria itu yang beraksi di vaginanya, jari-jarinya pun turut bermain sehingga semakin membuatnya terbuai akan kenikmatannya. Berkali-kali lidah dan jari pria itu merangsang daging kecil sensitifnya. Hingga akhirnya tubuhnya mengejang dan ia mendesah panjang, Imron mengisap cairan orgasme yang memancar keluar dengan bernafsu. Kedua paha mulus gadis itu mengapit erat kepalanya karena menahan rasa geli dari gelombang orgasme ini.
“Ini baru pemanasan Non, masih banyak yang asyik!” Imron bangkit berdiri, mulutnya belepotan cairan orgasme gadis itu.
Sieny terbaring di kursi dengan nafas tersenggal-senggal, sementara Imron membuka celana di hadapannya. Ia tertegun melihat penis yang telah mengacung tegak itu mengarah padanya, sebelum diminta ia sudah terlebih dulu menggenggam batang itu mengikuti naluri seksnya.
“Bagus gitu manis, sekarang diemut kaya waktu itu yah!” Imron tersenyum sambil membelai rambut gadis itu.
Tanpa diminta lagi, Sieny membuka mulut dan memasukkan penis itu ke mulutnya, diemutnya. Ia menggerakkan lidah menjilati kepala penis itu lalu ke seluruh permukaannya membuat pemiliknya mendesah nikmat. Birahi mengalahkan rasa jijik dan malunya sehingga ia melakukan oral seks itu tanpa canggung lagi.
Sekitar sepuluh menit Sieny melayani penis Imron dengan tangan dan lidahnya, ia melakukan semuanya dengan lihai hingga akhirnya Imron menarik lepas penisnya.
“Sebentar Non”, katanya sambil mengeluarkan ponsel dari saku bajunya yang bergetar.
“O iya…iya Pak udah di depan yah, saya ga denger sori…oke sekarang saya buka ya!”
“Sekarang Non saatnya, dijamin Non ga akan lupa pengalaman ini!” katanya menyeringai sambil menutup ponsel.
“A-apa…apa maksud Bapak?” tanya Sieny.
“Yuk ikut saya Non, saya tunjukin!” Imron menarik lengan gadis itu dan menyeretnya.
Sieny walau bimbang tetap mengikuti kemana pria itu membawanya. ‘Tok-tok-tok!’ suara ketukan di pintu membuatnya terkejut dan takut.
“Siapa itu Pak, kita ketahuan” katanya dengan terbata-bata.
“Tenang Non, tenang, itu emang saya yang manggil kok, ini yang saya bilang kejutan itu” jawabnya santai, “sekarang Non bukain ya pintunya”
“Apa? Ini gila, saya gak mau Pak!” Sieny meronta dan menyentakkan lengannya yang dipegangi Imron namun pria itu terlalu kuat mencengkramnya, “lepaskan saya Pak, sudah cukup semua ini!”
“Eit…eit, kan Non sendiri yang pengen kenapa sekarang malah mau mundur?” Imron mendekap tubuh gadis itu untuk meredam rontaanya.
Tanpa mempedulikan penolakan dan rontaan gadis itu, Imron mendekap dan menyeret gadis itu ke pintu lalu dengan tangan yang satu ia membukakan pintu. Pak Dahlan dan si satpam Kahar yang muncul di depan pintu melotot lebar-lebar melihat Imron menyambut mereka sambil mendekap seorang gadis cantik yang dalam keadaan telanjang bulat.
Keduanya buru-buru masuk dan kembali menutup pintu, mereka melongo menyaksikan keindahan tubuh Sieny yang sengaja dipertontonkan Imron pada mereka dengan menelikung kedua tangannya ke belakang, payudaranya yang montok itu nampak makin membusung indah. Sieny sendiri juga terkejut karena salah satu orang itu tidak lain adalah ‘aktor’ yang filmnya sedang diputar di layar itu.
“Wah…wah…lu emang pinter pilih barang Ron, mantap bener satu ini!” Pak Dahlan berdecak kagum sambil meremas payudara kiri Sieny.
“Ini salah satu kecengan gua, akhirnya kesampaian juga impian gua, lu emang top Ron!” puji Kahar.
Sieny meronta berusaha melepaskan diri dari kerubutan tiga pria berwajah sangar ini, rontaannya baru berhenti ketika tangan-tangan kasar itu menjamahi tubuhnya. Birahi mulai kembali menguasai dirinya, apalagi lidah Imron menggelitik leher dan telinganya dari belakang. Baru kali ini ia melakukannya secara keroyokan, walau merasa harga dirinya benar-benar jatuh ia tak bisa menyangkal kenikmatannya.
“Namanya siapa Dik, kok Bapak jarang liat ya?” tanya Pak Dahlan tanpa menghentikan jamahannya di setiap lekuk tubuh yang indah itu.
“Sieny Pak” jawabnya lirih.
“Kocokin ini dong Non Sieny!” sahut Kahar membawa tangan gadis itu memegang penisnya yang entah kapan dia keluarkan.
Sieny menelan ludah melihat penis besar berurat itu, benda itu juga terasa berdenyut-denyut dalam genggamannya. Mmmm…tiba-tiba bibir Pak Dahlan sudah menempel di bibirnya, tanpa perlawanan, ia membuka bibir membiarkan lidah pria itu masuk dan bermain-main di mulutnya. Ia merasakan benar-benar menjadi budak seks yang dapat diperlakukan sekehendak hati ketiga pria ini, namun anehnya hal itu malah membuat gairahnya semakin naik.
Sieny makin tenggelam dalam permainan mereka, sedikit demi sedikit ia makin menyerahkan dirinya diperbudak oleh mereka. Ia berlutut dikerubungi ketiga pria bejat itu, tanpa diminta ia membukakan sabuk dan resleting celana Pak Dahlan lalu mengeluarkan penisnya dari balik celana dalamnya.
“Nah gitu baru pinter, udah lu didik berapa lama Ron, nurut banget nih cewek!” komentar Pak Dahlan sambil berkacak pinggang.
“Baru kok belum juga dua minggu, emang dasarnya doyan kontol aja, saya cuma ngajarin supaya ga malu-malu” jawab Imron.
Tawa memuakkan memenuhi ruangan ini disertai komentar-komentar yang menjijikkan yang membuat perasaan gadis itu makin campur aduk. Ia menjilati penis si satpam di genggamannya tanpa menghiraukan harga dirinya, penis itu dijilatinya dari ujung hingga pangkalnya sampai benda itu basah oleh liurnya.
“Wuih…nyepongnya jago nih!” sahut Kahar kembali disambut tawa yang lain.
Tak lama kemudian, Pak Dahlan yang hanya dikocok oleh tangan gadis itu meninggalkan mereka sejenak. Ia masuk ke ruang audio-visual lalu kembali dengan membawa sebuah bangku lipat.
“Ayo duduk sini Dik, Bapak mau jilat-jilat dikit dulu!” perintahnya.
Ketiganya membantu gadis itu yang sudah lemas duduk di kursi. Pak Dahlan mengambil posisi diantara kedua pahanya, ia membenamkan wajahnya di selangkangan gadis itu dan mulai melumat vaginanya. Sieny bergetar merasakan kenikmatan dari vaginanya yang dijilati lidah hangat dosen bejat itu. Imron menggerayangi tubuhnya dengan tangannya yang kasar, sesekali mulutnya nyosor menyusu pada payudaranya. Sementara ia juga masih harus melayani penis si satpam dengan mulutnya. Kenikmatan datang bertubi-tubi dari seluruh penjuru tubuhnya, ia baru merasakan nikmatnya digangbang seperti ini.
Sementara di layar nampak adegan Rania sedang menaik-turunkan tubuhnya yang dipangku Pak Dahlan dengan posisi memunggungi, si bongkok, Thalib terus mengenyoti payudaranya bergantian, sesekali ia juga melumat bibir dosen cantik itu. Kemudian kamera meng-close up alat kelamin Rania dan Pak Dahlan yang sedang menyatu, penis gemuk pria itu basah mengkilap akibat cairan persetubuhan mereka. Namun mereka yang di ruang itu lebih fokus pada Sieny daripada adegan di layar. Jilatan-jilatan Pak Dahlan pada klitorisnya membuat Sieny merasa tubuhnya seperti meriang, kedua belah paha mulusnya mengapit erat kepala pria itu karena menahan geli.
“Mmhh…eemmm!” desahan tertahan terdengar dari mulutnya yang sedang mengulum penis si satpam.
Sieny merasakan dorongan untuk memuaskan ketiga pria ini semakin besar. Ia dengan agresif memutar lidahnya mengitari batang penis itu, cukup sulit juga karena benda itu terlalu besar untuk ukuran mulutnya yang mungil. Ia semakin tak sanggup menahan rangsangan dari bawah sana, kewanitaannya semakin berdenyut dan siap mengucurkan cairan orgasme lagi seiring dengan jilatan dan hisapan Pak Dahlan yang makin intens.
“Asyik kan Non, Non suka kan?” bisik Imron di telinganya sambil tangannya mengelusi punggungnya yang mulai berkeringat.
Dengan penis si satpam yang masih di mulutnya, gadis itu mengangguk pelan, hilang sudah segala rasa malunya saat itu. Tak lama kemudian, Pak Dahlan menyudahi oral seksnya padahal saat itu Sieny sudah akan mencapai puncak, sehingga ia merasa tanggung. Pak Dahlan sebenarnya sudah tahu hal ini namun ia sengaja mempermainkan nafsu gadis itu.
“Yuk turun, cukup deh pemanasannya!” kata Pak Dahlan menurunkan tubuh gadis itu hingga terbaring di lantai beralas karpet hijau tipis.
Sieny mendesah lirih saat Pak Dahlan menggesek-gesekkan penisnya pada bibir vaginanya untuk mempermainkan nafsunya.
“Pakk…aahh!” desah Sieny ketika kepala penis itu menyundul-nyundul bibir vaginanya yang merekah dan becek, tangannya meraih batang penis itu seakan sudah tidak sabar ditusuk.
“Udah gatel yah Dik hahaha…udah pengen dimasukin kontol?” goda Pak Dahlan yang terus menggesek-gesek kepala penisnya.
“Iya Pak…ssshh…masukin Pak, saya kepengen!” jawab Sieny mengikuti dorongan birahinya.
“Non ini gatel banget ya, lu emang asli penakluk cewek Ron, salut gua!” puji Kahar.
“Udahlah ga usah banyak omong lagi, kita ngentot aja sampai puas!” kata Imron lalu melumat payudara kanan gadis itu.
Tubuh gadis itu menekuk ke atas dan mulutnya mengeluarkan desahan ketika penis gemuk Pak Dahlan masuk membelah bibir vaginanya, tangannya meremas rambut Imron yang sedang mengenyot payudaranya menahan nikmat.
“Uuhhh…gini nih kesukaan saya, memek yang legit, mantap banget deh!” komentar Pak Dahlan, sebuah komentar tak senonoh yang tidak pernah keluar bila sedang mengajar di kelas.
Sieny juga ikut menceracau tak karuan namun terhenti oleh pagutan Kahar pada bibirnya. Lidah si satpam beraksi sepuasnya di dalam mulut gadis itu. Sieny pun tidak tinggal diam, lidahnya turut beradu dengan lidah pria itu dan masuk ke mulutnya tanpa mempedulikan nafasnya yang tidak sedap karena bau rokok murahan. Sambil berciuman tangan Kahar tidak pernah absen menggerayangi lekuk-lekuk tubuh gadis itu. Ketika sampai di payudara, jari-jarinya mencubit-cubit putingnya hingga makin mengeras.
Pak Dahlan yang sedang menyetubuhi Sieny merasakan bahwa sebentar lagi gadis ini akan mencapai orgasme dari vaginanya yang semakin berkontraksi memijati dan menyedot penisnya. Lendir yang keluar dari kewanitaannya menyebabkan penis itu semakin lancar keluar masuk dan mengeluarkan bunyi kecipak, serta memberi kehangatan dan kenikmatan lebih bagi pemiliknya. Imron dan Kahar menyeringai melihat Sieny mendesah tak karuan di ambang orgasmenya.
“Non nafsu banget, Non ini perek atau mahasiswa sih? Diperkosa kok malah enjoy?” ejek Imron.
“Jawab Non…kita pengen tau jawabannya!” timpal Kahar mencubit putingnya melihat Sieny hanya memalingkan wajahnya yang memerah, sungguh memalukan rasanya, ia telah menjerumuskan dirinya sendiri sampai sehina ini tapi malah menikmati.
“Aahh…yahh…saya-saya…perek…saya cewek murahan!” Sieny menjerit kecil karena cubitan Kahar pada putingnya, jawaban itu pun terlontar begitu saja dari alam bawah sadarnya.
Sieny merasakan tubuhnya semakin mengejang seperti ada yang mau meledak di dalam sana, orgasmenya sebentar lagi akan tiba, ia mengepalkan tangannya dan bersiap mendesah sepuas-puasnya. Namun betapa kecelenya ia karena tiba-tiba Pak Dahlan menghentikan genjotannya sehingga ia tak jadi orgasme. Matanya yang sayu memandang pria itu dengan pandangan memohon agar menuntaskan yang telah ia mulai.
“Uuhh…ayo dong Pak, saya nggak tahan!” mohon Sieny dengan membuang segala rasa malunya karena sudah tak kuat menahan keinginan untuk orgasme.
Ketiga pria itu tertawa-tawa mendengar permohonan Sieny yang sudah takluk.
“Hahaha…jadi Dik Sieny udah ga tahan nih, pengen Bapak entot terus?” tanya Pak Dahlan mengejeknya.
“Iyah Pak tolong puasin saya!” keluh gadis itu sambil tangannya memegangi telapak tangan Imron yang meremas dadanya seolah memintanya terus merangsangnya dengan sentuhan-sentuhan erotis.
Pak Dahlan pun meneruskan genjotannya dengan lebih bertenaga. Sieny akhirnya mengejang saat gelombang orgasme datang menerpanya dengan dahsyat. Vaginanya berkontraksi cepat mengempot dan menghisap penis Pak Dahlan. Tubuhnya menggeliat dalam kerubutan ketiga pria itu. Pak Dahlan semakin mempercepat tempo genjotannya sehingga Sieny pun merasa tubuhnya terbang semakin tinggi. Dosen bejat itu pun akhirnya tak tahan juga, penisnya serasa diremas kuat oleh dinding vagina Sieny yang bergerinjal-gerinjal dan kehangatan cairan orgasmenya. Penisnya memuntahkan sperma hangat ke rahim gadis itu, ia menekan dalam-dalam penis itu selama mengeluarkan isinya hingga akhirnya penisnya menyusut lalu ditariknya lepas. Sieny merasa cairah putih kental itu masih meleleh keluar di sela-sela bibir bawahnya, tubuhnya masih lemas setelah orgasme tadi, ia memejamkan mata dan mencoba mengatur nafasnya yang sudah ngos-ngosan. Dalam waktu relatif singkat gairah Sieny timbul lagi karena cumbuan-cumbuan si satpam dan kenyotan Imron pada payudaranya, serta jamahan-jamahan tangan mereka. Melihat gadis itu sudah bangkit lagi nafsunya, tanpa buang waktu lagi Kahar segera menaikkan tubuh mulus itu ke pangkuannya. Penis itu melesak masuk ke dalam vagina Sieny diiringi desahannya, wajahnya menengadah dan mulutnya ternganga lebar. Penis besar berurat itu terasa sesak dan sedikit perih, namun kenikmatan yang melanda sekujur tubuhnya mengimbangi rasa sakit itu.
“Uufffhh…memeknya seret banget Non, enak!” dengus Kahar merasakan himpitan dinding vagina gadis itu yang ketat.
Erangan Sieny kembali memenuhi ruangan ketika pria itu mulai menyentak-nyentakkan pinggulnya ke atas dengan frekuensi semakin cepat. Kahar lalu membaringkan tubuhnya di lantai memberi tempat bagi Pak Dahlan, si dosen bejat itu, yang meminta Sieny melakukan cleaning service pada penisnya. Tanpa ragu, gadis itu meraih penis yang sudah setengah loyo dan basah itu dan mulai menyapukan lidahnya ke batangnya, lalu dimasukkan ke mulut, dikulum sebentar, demikian seterusnya dengan variasi yang membuat pria tambun itu merem-melek. Perlahan-lahan penis itu pun mulai mengeras lagi. Kini Sienylah yang lebih aktif memicu tubuhnya naik turun di atas penis pria itu mencari kenikmatannya, sementara Kahar tidak perlu lagi menyentakkan pinggul, ia hanya tinggal menerima enaknya sambil tangannya bergerilya menggerayangi payudara dan paha gadis itu. Tak lama kemudian, setelah membersihkan penis dosen bejat itu, Imron mendorong punggung Sieny hingga pantatnya lebih menungging.
“Lubang sininya ini masih nganggur kan Non, saya coblos yah!” katanya sambil menempelkan kepala penisnya ke pantat gadis itu.
“Ya Tuhan, bisa mati gua!” katanya dalam hati melihat penis Imron yang ereksi maksimal itu akan menerobos pantatnya karena seumur-umur belum pernah ia melakukan anak seks, “jangan kasar Pak…uuggghh….aduuhh…aaahh!!” erangnya saat Imron melesakkan penisnya pelan-pelan ke anusnya.
“Uuuhh…masih perawan yah Non? Edan sempitnya hhhssshh!” desis Imron merasakan sempitnya lubang belakang gadis itu.
“Tahan sebentar Non, nanti juga enak, Non pasti belum pernah dicoblos dua lubang sekaligus ya?” kata Kahar yang berbaring di bawahnya, telapak tangannya saling genggam dengan tangan gadis itu yang sedang menahan perih.
Pak Dahlan, si dosen bejat itu duduk di kursi sambil cengengesan melihat adegan penetrasi ganda itu, sesekali ia memberi instruksi dan komentar seperti sutradara saja. Akhirnya setelah beberapa kali melakukan tarik dorong, Imron berhasil menancapkan penisnya di anus gadis itu.
“AAhhh…aaaaahh!” desahan Sieny makin keras ketika kedua pria itu mulai menyetubuhinya.
Ia merasakan kedua lubang bawahnya dibuka selebar mungkin, penis-penis besar itu terasa sesak sekali sampai setiap gesekannya sangat terasa. Rasa perih pada selangkangan dan anusnya mulai sirna karena bercampur dengan kenikmatan luar biasa. Kedua penis besar itu mampu menjelajah setiap mili liang kenikmatannya hingga menyentuh G-spotnya. Sensasi itu kian menghanyutkannya ke dalam lautan birahi.
“Ceritain Non gimana rasanya dientot rame-rame? Suka gak?” kata Imron sambil terus menyodok-nyodokkan penisnya.
“Suka Pak…sshhh…lebih kenceng…saya gak tahan enak bangethhh!” desah Sieny, ia tidak peduli lagi harga dirinya, kata-kata itu keluar begitu saja, begitu polos tanpa dibatasi norma-norma dan batasan apapun.
Kahar asyik menggerayangi atau menyedot-nyedot payudara gadis itu yang bergelayut di atas wajahnya. Butir-butir keringat membasahi tubuh dan wajah cantiknya, rambutnya pun sudah agak berantakan menutupi sebagian wajahnya.
“Uuuhh-uhhh…saya mau keluar lagi Non…sempit banget gila...mmmhh!” erang Imron yang semakin tidak tahan penisnya seperti diremas dengan sangat kuat oleh dubur gadis itu yang baru pertama kali dibobol.
Si penjaga kampus bejat itu pun akhirnya orgasme dan menumpahkan spermanya di pantat Sieny. Semprotan sperma yang keras dan hangat itu memberi sensasi nikmat pada gadis itu sehingga merasa dirinya terbang semakin tinggi menembus batas. Hal ini juga semakin mendekatkannya pada orgasme. Setelah Imron mencabut penisnya, Sieny kini tinggal melayani si satpam. Ia menegakkan kembali tubuhnya dan semakin cepat menaik-turunkan tubuhnya diatas penis pria itu.
“Aahhh…mau keluar Pak, sodoknya yang kuat Pak…oohhh…oohhh!” Sieny menceracau tak karuan sambil meremasi payudaranya sendiri karena kenikmatan itu dirasanya semakin memuncak.
Sebuah desahan panjang diiringi tubuhnya yang mengejang menandakan ia telah mencapai puncak kenikmatannya. Ia ambruk di atas tubuh si satpam, namun pria itu masih terus menyentak-nyentakkan pinggulnya ke atas tanpa menunjukkan tanda akan orgasme.
“Ya Tuhan…kuat sekali nih orang, masih keras gini juga!” keluh gadis itu dalam hati.
Kemudian Kahar melepaskan penisnya lalu berpindah ke belakangnya, penis itu masih berdiri tegak dan berlumuran cairan orgasme yang menetes-netes. Kahar mengangkat pinggul gadis itu hingga menungging dan mengarahkan penisnya.
“Oohh!” erang Sieny dengan mata membelakak dan mengepalkan tangan ketika penis pria itu kembali mempenetrasi vaginanya.
Kahar menyodok-nyodokkan penisnya dengan brutal sampai tubuh gadis itu terdorong-dorong ke depan dan desahannya makin tak karuan.
“Plok…plok…plok!” demikian bunyi yang timbul dari tumbukan pantat Sieny dengan selangkangan pria itu.
“Mau ngecrot Non…saya mau ngecrothhh!” erang satpam itu mempercepat sodokannya, tangannya meremasi payudara gadis itu makin liar sehingga menimbulkan rasa perih.
Sieny yang mulai bergairah lagi juga turut menggoyangkan pinggulnya membuat tusukan penis itu semakin terasa. Akhirnya dengan satu lenguhan panjang, pria itu menancapkan penis itu sedalam-dalamnya dan menyemburkan isinya mengisi rahim gadis itu. Mata Sieny merem-melek merasakan cairan kental hangat itu membanjiri bagian dalamnya.
Segera setelah Kahar mencabut penisnya dan memisahkan diri dari Sieny, si dosen bejat, Pak Dahlan menggantikannya. Gadis itu pasrah saja ketika lelaki tambun itu menaikkan tubuhnya ke pangkuannya berhadapan.
“Ayo…sekarang goyang yah!” perintah Pak Dahlan setelah penisnya terbenam dalam vagina gadis itu.
Sieny mulai menaik-turunkan tubuhnya sehingga penis Pak Dahlan mengocok-ngocok vaginanya. Pak Dahlan mengelus punggung Sieny yang sudah berkeringat, dadanya bergesekan dengan buah dada yang montok itu. Sieny semakin mendaki naik ke puncak birahinya, gerak-naik turun tubuhnya pun makin cepat. Selang beberapa menit kemudian tubuhnya berkelejotan, sebuah erangan panjang menandai orgasmenya yang kesekian kali. Beberapa detik kemudian ia terkulai lemas di pelukan si dosen bejat itu.
“Gimana rasanya Dik? Enak?” tanya Pak Dahlan memandang dekat-dekat wajah cantiknya sampai hidung mereka bersentuhan.
“Enak sekali Pak…saya suka” jawabnya lemas.
Selanjutnya pria itu menurunkan tubuh Sieny, ia berlutut di lantai dikerubuti ketiga pria itu. Ia terhenyak melihat penis-penis mereka yang tegang dan terarah padanya.
“Ayo Non, silakan dipilih mana yang mau dinikmati duluan!” kata Imron.
Rupanya dikerubungi laki-laki telanjang seperti ini menimbulkan sensasi tersendiri bagi Sieny, ia merasakan hasrat liar yang terpendam dalam dirinya menjadi kenyataan walaupun dalam situasi yang sebenarnya tidak ia inginkan. Ia meraih penis Imron dan mulai menjilatinya, sementara tangannya meraih kedua penis lain dan dikocok. Ia melakukannya dengan berpindah-pindah dari penis satu ke penis lain hingga akhirnya satu persatu menyemprotkan spermanya. Yang pertama keluar adalah Pak Dahlan, ia orgasme dalam kocokan tangan gadis itu, spermanya muncrat membasahi pipi kiri dan rambutnya. Tak lama kemudian yang lain pun menyusul sehingga Sieny sedang dimandikan oleh sperma.
“Minum Non pejunya…oohh!” erang Kahar lalu menjejali mulut Sieny dengan penisnya.
Walau agak kelabakan Sieny berusaha menghisap penis Kahar yang masih mengeluarkan isinya sampai benda itu perlahan-lahan menyusut dalam mulutnya, baru setelahnya ia mengeluarkan penisnya.
“Wuuiihh…Non ini demen minum peju yah ternyata!” kata Imron yang penisnya terus dikocok oleh Sieny seakan ingin mengeluarkan semua isinya.
Setelah tak mengeluarkan sperma lagi, Sieny membuka mulutnya dan mengulum penis Imron, membersihkannya hingga bersih mengkilap. Cairan putih kental itu tidak saja membasahi wajahnya, tapi juga menetes-netes ke leher dan dadanya. Rasa malu mulai timbul lagi di hatinya, dia teringat bagaimana dia bertingkah seperti pelacur barusan membiarkan dirinya menjadi objek seks ketiga pria tak bermoral ini, juga mulai terbayang lagi wajah kekasihnya, tapi…bagaimanapun tadi itu sungguh suatu pengalaman seks yang luar biasa, kata hatinya, kata-kata Imron dan kekasihnya kembali berkecamuk di pikirannya.
“Anggap aja dia itu vibrator…lupakan dulu batasan-batasan itu…ini kan cuma seks, bukan perasaan…kau pelacur Sien…cewek gila seks!” Sieny makin pusing mendengar semua itu terngiang-ngiang di kepalanya.
Malam itu, Pak Dahlan, si dosen bejat mengantarkannya pulang dengan mobilnya, Imron turut menemani. Sesampainya di depan gerbang, ia turun tanpa berkata apapun pada mereka dengan karena sedang dilanda kebingungan. Hari-hari berikutnya ia kembali terlibat affair dengan penjaga kampus itu di kampus. Harga dirinya yang masih tersisa hanya mendramatisir keadaan. Ia bersikap menolak ketika Imron mengajaknya masuk ke toilet, namun segala ocehannya bungkam ketika pria itu melumat bibirnya. Segalanya langsung luruh begitu pria itu melanjutkan serbuan-serbuan erotisnya. Bahkan pernah Imron berkunjung dan menginap di apartemennya. Ia tidak tahu apakah ia masih harus menyembunyikan semua ini dari kekasihnya karena hubungan seks dengan kekasihnya pun mulai terasa hambar.
######################
Enam hari kemudian.
Apartemen Sieny, jam 10.37
‘Ting-tong!’ bel di kamar itu berbunyi.
“Ya siapa?” tanya Sieny yang menghampiri speaker untuk menanyakan siapa yang datang.
“Gua” jawab suara di seberang sana.
“Ohh…Wil, naik aja!” Sieny menekan tombol pintu depan mempersilakannya masuk.
Tak lama kemudian terdengar pintu diketuk dan gadis itu bergegas membukanya. Sieny memeluk kekasihnya itu dan memberikan ciuman ringan di bibirnya, namun Willy sepertinya cuek dan melepaskan pelukan kekasihnya lalu menjatuhkan diri ke sofa. Dari wajahnya yang agak kusut sepertinya ia sedang ada masalah.
“Kenapa say?” tanya Sieny membelai rambutnya dengan lembut.
“Nggak papa…cuma masalah kerjaan biasa!” jawab pemuda itu singkat.
Sieny memeluknya erat menghiburnya seperti biasa kalau sedang ada masalah, pemuda itu pun balas memeluknya, ia mengelusi punggung gadis itu dan merasakan kekasihnya itu tidak memakai bra. Mereka berpelukan dan tidak bersuara selama beberapa menit sebelum tangan Willy mulai merambah ke depan menggerayangi payudara kekasihnya dari luar kaosnya.
“Aahh…Wil, jangan gini ah!” Sieny meronta dan mendorong pelan tubuh kekasihnya.
Namun Willy terus merangsek dan hendak menciumnya, Sieny menggeleng-gelengkan kepalanya menolak “Wil jangan sekarang please!” tolaknya halus.
Tiba-tiba Willy menjambak rambut Sieny dengan keras sehingga ia merintih kesakitan.
“Emang kenapa? Lu udah ketagihan ngentot sama si penjaga kampus itu kan sampai udah capek sama gua?” tanyanya marah sambil menarik rambut kekasihnya lebih keras lagi.
“Hah…Wil…elu…!?” Sieny gagap karena kaget bercampur takut karena memang sekitar setengah jam sebelumnya Imron baru saja meninggalkan apartemennya setelah melewati malam yang liar bersamanya.
“Jawab Sien, lu selama ini suka diam-diam main sama orang itu kan!?” pemuda itu bertanya lagi di dekat wajahnya.
“I…iya, iya Wil!” jawab Sieny dengan wajah meringis menahan sakit, ia tidak bisa menyembunyikannya lagi.
“Jadi gitu yah, gua gak nyangka lu ternyata cewek gatel gak tau diri.” Ia melepaskan jambakannya dan bangkit berdiri dengan menatap marah pada kekasihnya itu, “lu ingat…ingat apa yang lu bilang pulang dari pesta itu? Tapi ternyata lu juga yang…aahhh…!” Willy meletakkan tangan di dahinya, demikian geram sampai tak bisa meneruskan kata-katanya.
“Gua emang salah Wil…gua gak bisa nolak abis orang itu yang maksa, gua gak tau harus gimana?” katanya mulai meneteskan air mata.
“Kapan terakhir lu main sama dia?” tanyanya lagi.
“Eeemm…kemarin lusa, di kampus”
“O ya? Bukannya kemarin malam sampai dia tidur disini juga? Kan tadi orangnya baru ketemu gua baru keluar dari apartemen ini.”
Sieny hanya bisa terbengong dan tak bisa berkata apa-apa lagi, ia mencoba berbohong sedikit untuk membela diri tapi ternyata kekasihnya mengetahui lebih dari itu.
‘Plak! Aauu!’ Sieny menjerit dan memegangi wajahnya yang terkena tamparan kekasihnya itu.
“Sampai disaat-saat gini aja lu masih berani bohong, apa lagi yang bisa gua pegang dari lu Sien!” dengan geram Willy menundingnya, “Lu emang bener-bener perek, gua kecewa sama lu, gua gak mau denger apa-apa dari lu lagi, gua juga udah gak mau ketemu lu lagi!” habis berkata ia langsung berbalik badan berjalan ke arah pintu.
“Asal tau aja nyari cewek yang lebih baik dari perek kaya lu tuh ga sulit buat gua!” tambahnya sambil membuka pintu, lalu ‘Blam!’ suara pintu dibanting.
Sieny terduduk lemas di lantai, ia terisak-isak dengan membenamkan kepalanya di sofa. Dadanya terasa sesak, sakit di pipi dan kulit kepalanya belum ada apa-apanya dibanding sakit di hatinya. Bagaimana tidak, pria itu lah yang awalnya menjerumuskannya seperti ini dengan menyuruhnya bercinta dengan orang lain dengan ditonton olehnya demi sebuah variasi seks. Pemuda itu yang mengajaknya bermain-main dekat pasir apung birahi, namun ketika dirinya terperosok ke pasir apung itu, pemuda itu bukannya kasihan dan menolongnya, justru malah menyalahkan dan mencercanya. Makian ‘perek’ dan tamparan orang yang pernah dicintainya itu sungguh merupakan pukulan berat baginya, seumur hidup baru pernah ia diperlakukan demikian. Ia juga mempersalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa mengendalikan diri dan takluk oleh gairah liarnya. Ada sebuah sajak mengatakan:
Kenikmatan sementara menghancurkan kehidupannya;
Hubungan yang indah ia serahkan pada orang lain.
Wahai mereka yang tak mampu mengekang nafsu,
Ambillah pelajaran dari kejadian ini!
#####################
Dua minggu kemudian
Rumah Pak Dahlan, jam 20.12
Desah kenikmatan dan suara ranjang berderit memenuhi kamar yang didominasi wallpaper krem dan berhiaskan perabotan bercorak klasik itu. Sesosok tubuh berpunggung bongkok seperti onta sedang naik-turun menindih tubuh mulus di bawahnya.
“Uuhhh…terus Pak, lebih cepet, mmhhh…aahhh!” erang gadis itu, wajahnya yang cantik merona merah karena sedang dilanda birahi.
Gadis itu memeluk pria bongkok yang mirip Quasimodo itu erat-erat sambil sesekali berciuman dengannya. Tubuh mereka terus berpacu hingga akhirnya gadis itu mencapai orgasmenya dan mendesah panjang, kuku tangannya menancap di punggung pria bongkok itu. Tak sampai lima menit kemudian, pria itu juga sepertinya akan orgasme, namun ia mencabut penisnya dan buru-buru naik ke dada si gadis. Dikocoknya penis itu sejenak lalu,
“Ooohh…keluar Non!!” lenguhnya sambil menyemprotkan sperma yang membasahi wajah, leher dan dada gadis itu.
Gadis itu dengan rakus menelan dan menjilati sperma yang menempel di sekitar bibir tipisnya. Kemudian jarinya yang lentik menyeka cairan putih yang tercecer di dadanya dan lalu mengemutnya. Diraihnya penis pria itu ketika pemiliknya mendekatkan benda itu ke mulutnya, tanpa diperintah lagi, ia membuka mulut dan membersihkan penis yang mulai mengecil itu dengan hisapan dan jilatannya. Si bongkok itu langsung terkulai lemas di sebelah gadis itu setelah penisnya dibersihkan.
“Puas banget ngentot sama Non Sieny…apalagi isepannya wuih mantep deh!” puji Thalib, si tukang kebun bongkok itu, “kalau udah ngerasain Non rasanya ga pengen yang lain deh!”
“Gombal, bukannya udah banyak ngembat cewek lain juga!” Sieny tersenyum kecil.
“Iya…maksud Bapak, sama Non itu paling enak, beda ama lainnya hehehe!”
“Non, omong-omong pacar Non tau gak kalau Non suka ginian?” tanya Thalib sambil mengelus lembut payudaranya.
“Pak, tolong yah jangan ungkit-ungkit yang satu ini!” jawab Sieny ketus, wajahnya tiba-tiba menjadi cemberut dan menepis tangan pria itu dari dadanya.
“Eh…Non, kenapa? Maaf Bapak ga sengaja!” kata Thalib terbata-bata, “lho Non, mau kemana nih? Kok jadi sewot gitu sih?” ia meraih tangan Sieny yang turun dari ranjang, namun gadis itu menghentakkan tangannya dan berjalan ke pintu tanpa berkata apapun.
“Non…Non!” panggil Thalib, namun Sieny tidak menghiraukannya ia keluar dan menutup pintu dengan setengah dibanting. Thalib yang masih lemas hanya bisa mendongkol ditinggal sendirian di kamar.
Dengan hati masih panas Sieny melangkahkan kakinya ke arah tangga turun, tubuhnya masih polos tanpa selembar benangpun, ia sangat sebal diingatkan lagi pada kenangan buruk dengan pacarnya yang baru membuat hatinya hancur belum lama ini. Dari tangga, telinganya sudah mendengar suara desahan di lantai bawah, tepatnya berasal dari ruang tengah. Di tempat itu, ia melihat dua pasang pria dan wanita sedang asyik mereguk kenikmatan birahi, televisi yang menyala nampaknya sudah tidak diperhatikan lagi. Di sebuah sofa panjang Pak Dahlan sedang berbaring sambil menikmati Joane, si bispak kampus, yang sedang melakukan woman on top di atasnya, sesekali bibir mereka berpagutan. Sementara di sofa sebelahnya, Imron sedang duduk bersandar, seorang gadis cantik berlutut di antara kedua pahanya yang dibuka dan mengoral penisnya. Gadis itu tidak lain adalah Devi, foto model dan artis pendatang baru, juga teman dekat Joane yang sama-sama telah menjadi budak seks Imron.
“Ooohh…sip Non!” lenguhnya sambil mengelus rambut gadis itu, “Eh…Non Sieny, kok turun? Udahan mainnya?” sapanya begitu melihat Sieny.
“Mo minum!” jawabnya singkat sambil melengos ke dapur.
Dua menit kemudian ia kembali sambil meneguk air dari gelas, ia menghampiri Imron dan duduk di sebelahnya setelah meletakkan gelas di meja.
“Si Thalib mana Non? Kok ditinggal?” tanya Imron.
“Hhhh…nyebelin, payah, mending sama Bapak aja, kita threesome, ok?” sebuah senyum nakal menghiasi wajah cantiknya.
Kemudian ia turun dari sofa dan berlutut di lantai berlapis karpet itu, dan menarik lengan Devi yang sedang mengoral penis Imron.
“Dev, yuk sini!” katanya seraya memutar tubuh gadis itu saling berhadapan dengannya.
Keduanya berpelukan dan bibir mereka makin dekat dan akhirnya berpagutan. Lidah mereka saling bertautan dan payudara mereka saling berhimpit menciptakan pemandangan yang erotis.
“Biar saya bersihin Ci” kata Devi lirih lalu mulutnya mulai turun ke leher Sieny menjilati ceceran sperma yang masih tersisa.
“Mmhh…Dev!” desah Sieny ketika mulut Devi mencapai payudaranya dan mulai menciuminya.
Sieny merebahkan tubuhnya di karpet membiarkan Devi mengenyot payudaranya, tubuhnya menggeliat ketika jari-jari Devi memasuki vaginanya.
“Aaahh!” tiba-tiba Devi medesah dan tubuhnya menggeliat, ia menengok ke belakang.
Ternyata Imron sedang melesakkan penisnya ke vaginanya, kembali ia mulai ribut merintih ketika Imron mulai memacu pinggulnya. Sieny menarik Devi dalam dekapannya dan kembali memagut bibirnya. Demikianlah kelima orang di ruang tengah itu pun hanyut dalam lautan birahi. Kehilangan cinta membuat Sieny hidup mengikuti keinginan nafsunya, ia kini telah menjadi salah satu pelacur bagi Imron dan teman-teman bejatnya. Gairah liar dalam dirinya dari hari ke hari semakin tak terkendali, ia bahkan mulai menjual dirinya pada om-om dengan tarif tinggi. Memang uang bukanlah tujuan utamanya, ia melakukannya sekedar untuk pelarian dari kepahitan hidupnya, ia merasakan ada semacam kepuasan tersendiri bila ada orang bersedia membayar mahal untuk menikmati tubuhnya atau dinikmati gratis oleh mereka yang dari strata sosial di bawahnya. Ada sebuah nasehat bagi dunia yang dapat diambil dari kisah ini:
Hai setiap orang yang memakai api;
Hendaklah menjaga nyalanya dengan baik.
Yang kecil membawa kehangatan dan penerangan;
Namun yang besar membakar dan menghancurkan segalanya.
###########################################
Nightmare Campus 13: The Ungrateful
Sore jam setengah empat, Imron hampir menyelesaikan tugasnya hari itu dan sudah bisa pulang setelah membuang sampah yang sedang diangkutnya dengan troley. Saat itu dia sedang berjalan dengan santainya di parkir hendak menuju ke atas ke tempat pembuangan sampah. Tiba-tiba saja sebuah Karimun biru muncul dari tikungan dengan kecepatan cukup tinggi. ‘Niitt…niitt !!’ klakson itu mengenjutkan Imron, mobil itu mengerem mendadak dan menabrak tong sampah yang sedang didorongnya sehingga jatuh dan isinya sebagian tumpah. Pengemudi mobil itu, seorang pemuda tinggi besar berusia akhir 20an turun dengan membanting pintu.
“Heh…apa-apaan sih ini, jalan kok gak liat-liat !?” bentaknya pada Imron.
“Lho situ kan yang ga hati-hati, masa di tempat parkir ngebut gitu sih ?” jawab Imron santai sambil mengangkat tong sampahnya yang jatuh.
“Sialan, bukannya minta maaf malah belagu!” pemuda itu makin marah mendengar respon Imron yang cuek itu, dia menghampirinya dan mendorongnya di dada, “lu jangan macem-macem yah, baru jadi kacung aja udah ga sopan !”
“Ryan ! udah cukup, jangan ribut disini !” terdengar seruan dari belakangnya, seorang wanita muda berparas cantik turun dari mobil dan berjalan ke arah mereka untuk merelai.
“Udah lu kenapa sih, kan gua udah bilang jangan kenceng-kenceng tadi juga !” wanita itu memegangi lengan si pemuda sebelum terjadi keributan lebih lanjut, “maaf yah Pak, Bapak nggak apa-apa kan ?” wanita itu meminta maaf dan membantu memungut tutup tong sampah itu.
“Iyah ga apa-apa Non saya sih, lain kali hati-hati kalau disini jangan kenceng-kenceng, kan bahaya” Imron memperingati.
“Hee...awas lu yah lain kali berani lagi…” ancam pemuda sambil melotot padanya.
“Ayo ah, udah gua bilang, ayo pergi !” si wanita itu membentaknya dan segera menarik lengannya kembali ke mobil sambil beberapa kali meminta maaf pada Imron.
Si pemuda membanting pintu dan langsung tancap gas meninggalkan Imron.
“Mar ngapain sih lu tadi kok malah ngebentak gua buat belain si tua goblok itu !” kata Ryan penuh emosi dalam perjalanan.
“Gua bukan belain dia, tapi gua ga mau sampai harus ribut gara-gara masalah gini aja” balas Marina, “masa lu ga malu sih kalau sampai berkelahi diliatin orang banyak ntar, lu ga mikirin gua juga apa ?”
“Tapi kan dia yang nongol mendadak gitu, gimana gua ga kaget coba, lagian gaya bicaranya itu loh lu liat ga, nyepelein gua gitu !”
“Kan gua juga udah kasih tau sebelumnya jangan cepet-cepet, ngapain sih lu pake ngebut-ngebutan gitu, akhirnya bener kan !”
“Tapi kan Mar…” Ryan masih kukuh pada pendiriannya sambil meraih tangan Marina tapi langsung disentaknya, gadis itu menyandarkan diri pada pintu di sampingnya.
“Ya udah, ya udah, sori yah say…gua emang emosian tadi, sori yah !” Ryan akhirnya mengalah melihat Marina yang mulai naik darah.
Marina diam, masih tetap memalingkan wajah ke jendela tak mau memandang pacarnya itu. Ryan mengela nafas melihat reaksi pacarnya itu kalau sedang ribut. Keduanya berdiam diri selama beberapa menit perjalanan hingga di sebuah perempatan menunggu lampu merah. Ryan kembali meraih tangan Marina, kali ini gadis itu sudah melemaskan tangannya dan menerima. Ryan menggenggam tangan halus itu, mengetahui Marina sudah mulai mendingin, diraihnya bahu gadis itu dan dibawa ke dekapannya. Dielusnya rambut kekasihnya itu dan dikecupnya keningnya.
“Sori yah, gua tau lu sayang gua makannya ngelakuin seperti tadi” katanya.
Marina tersenyum dan mengecup pipinya, Ryan harus menjalankan kembali mobilnya karena lampu sudah hijau.
Marina (25 tahun) adalah seorang dosen muda di Universitas ******, ia telah mengajar di fakultas sastra Inggris selama dua tahun segera setelah kelulusannya dengan predikat Cum Laude. Selain memiliki otak yang cemerlang dan karakter yang lemah lembut, Marina juga dikaruniai kecantikan fisik yang menawan. Wajahnya yang manis dengan rambut pendek kecoklatan mengingatkan pada Sun Shangxiang, salah satu karakter dalam game Dynasty Warriors. Belum lagi tubuhnya yang langsing dan kulitnya yang putih mulus. Tinggi badannya 166 cm, termasuk sedang untuk standar Asia. Yang sering menjadi perhatian adalah payudaranya yang sedang tapi membusung indah dan lekuk pinggulnya yang indah sehingga bila memakai pakaian ketat mencetak lekuk-lekuk indah itu. Perkuliahan di sastra Inggris yang surplus wanita menjadi lebih semarak dengan adanya dosen cantik seperti dirinya, mahasiswa tidak akan ngantuk bila mengikuti kuliahnya, setidaknya begitulah kata beberapa mahasiswa. Pernah suatu ketika ia mengajar dengan rok yang agak pendek sehingga beberapa mahasiswa malah lebih konsen memperhatikan paha mulusnya daripada pelajaran yang disampaikan.
Sebenarnya penampilan Marina di kampus tempatnya mengajar masih tergolong sopan, tapi pikiran ngeres para mahasiswa yang melihatnya membuat Marina jadi perbincangan di antara mereka. Bahkan tak sedikit mahasiswi yang sirik pada kecantikan Marina, tapi mereka tentu saja tak berani menunjukkan secara terang-terangan. Sedangkan mahasiswanya condong mencari perhatian dari dosen baru yang cantik ini. Tapi Marina menanggapi semua itu dengan biasa saja. Ya, sebagai idola di sekolahnya dulu baik ketika SMA maupun kuliah, memang Marina sudah sering menghadapi lelaki iseng yang mencari perhatiannya, mencuri pandang pada dirinya dan bergenit ria ketika terlibat percakapan dengannya.
************************
Jam 19.13 (hari yang sama), mini teater, gedung fakultas sastra
“Aakkhh…aaww…udah Pak, jangan lagi!” rintih Jesslyn merasakan lecutan-lecutan sabuk Imron di punggung dan pantatnya.
Gadis berambut panjang kemerahan itu tergantung berdiri tanpa busana dengan kedua pergelangan tangan terikat jadi satu ke atas. Bekas-bekas lecutan memerah nampak pada beberapa bagian kulitnya yang putih mulus.
“Hihh…nih, mampus lu bangsat huh!” Imron memecut punggung gadis itu dengan sabuknya sambil memaki-maki melampiaskan kekesalannya tadi sore.
Penjaga kampus bejat itu sangat menikmati setiap jerit kesakitan yang keluar dari mulut mahasiswi cantik itu. Puas memecut Jesslyn hingga gadis itu terengah-engah dan air matanya keluar, ia mencampakkan sabuknya ke lantai lalu menghampiri gadis yang tergantung bugil itu sambil membuka celananya, penisnya yang sudah mengeras langsung mengacung dengan gagahnya begitu ia menarik turun celananya. Tangannya yang satu mendekap tubuh gadis itu dari belakang sementara tangan lainnya menggenggam penisnya untuk menuntunnya memasuki vagina gadis itu.
“Och…hhhaahh!” Jesslyn mendesis menahan nikmat yang timbul dari gesekan alat kelamin mereka.
Imron mulai memaju-mundurkan pinggulnya dengan perlahan. Tubuh Jesslyn bergetar saat batang panjang berurat itu menggesek dinding vaginanya. Tangan pria itu yang tadinya memegang kedua sisi pinggulnya merambat naik dan meremas kedua payudaranya.
“Aauuhh…sakit Pak, jangan kasar gitu dong aaah!” erangnya dengan meringis karena Imron meremasi payudaranya dengan keras.
Sementara itu penisnya terus menghujam vaginanya tanpa ampun dengan frekuensi genjotan makin cepat. Amarah dan nafsu membuat Imron menjadi brutal terhadap budaknya ini.
“Ngentot lu…ngehek…uuuhh…huuhh!” ceracau pria itu sambil menyodok-nyodokkan penisnya dengan keras membuat tubuh gadis itu tersentak-sentak.
Jesslyn tak mampu menahan rintihannya apalagi terkadang tangan pria itu menampar pantatnya, untungnya ruang ini dindingnya berlapis kain sehingga suara di ruangan tempat mereka dapat diredam. Sambil terus menggenjot, Imron menyusupkan kepalanya menjilati ketiak Jesslyn menimbulkan sensasi geli pada gadis itu. Gadis itu merasakan otot-otot vaginanya semakin berdenyut-denyut mencengkram kuat penis Imron. Tak lama kemudian pria itu menggeram dan meremas payudaranya lebih keras. Dengan satu hentakan kuat, penis itu melesak sedalam mungkin hingga mentok. Saat itu lah benda itu memuntahkan lahar putihnya di dalam vagina gadis itu. Imron masih terus menggerakkan pinggulnya hingga akhirnya Jesslyn pun menyusul ke puncak tak lama setelahnya. Sebuah erangan panjang keluar dari mulutnya, tubuhnya mengejang seperti tersengat listrik. Akhirnya keduanya sama-sama terdiam lemas tak berdaya, penis Imron mulai menyusut di dalam vagina gadis itu. Jesslyn merasakan cairan hangat itu meleleh ke paha dalamnya. Beberapa saat kemudian Imron baru melepaskan diri, diangkatnya dagu gadis itu yang kepalanya tertunduk lemas.
“Hehe…makasih Non, udah lega Bapak sekarang!” ucapnya lalu mengecup pelan bibir gadis itu sejenak.
“Tolong lepasin saya Pak!” pinta gadis itu lemas, “tangan saya sakit nih tergantung terus”
Imron pun melepaskan ikatan yang mengikat kedua pergelangan tangan Jesslyn. Gadis itu langsung ambruk ke lantai begitu ikatan dilepaskan. Ia mengelus-elus pergelangannya yang terasa panas.
“Sori Non agak kasar hari ini, tadi sore ada yang bikin saya kesal sih” ujarnya seraya melemparkan pakaian gadis itu pada pemiliknya.
“Whatever lah…lu yang BT kok gua yang jadi pelampiasan sih, dasar gila!” omel Jesslyn dalam hati sambil mulai memakai pakaiannya.
Setelah selesai berpakaian ia segera meninggalkan ruangan itu tanpa berkata apapun lagi pada si penjaga kampus bejat itu. Ia masih merasakan nyeri akibat pecutan Imron tadi. Imron segera mematikan lampu ruangan itu dan menguncinya setelah membereskan perabot. Kemarahan di hatinya akibat insiden kecil sore tadi agak berkurang setelah melampiaskannya pada salah satu budak seksnya.
########################
Seminggu kemudian
Hari itu setelah selesai mengajar, beberapa mahasiswa bertanya soal tugas yang baru saja diberikan oleh Marina, yang menjelaskan tugas itu dengan detail walaupun ia menyadari ini cuma akal akalan dari para mahasiswa ini. Setelah selesai menjelaskan semuanya, Marina segera menuju ke parkiran mobil, dimana kekasihnya sedang menanti dengan wajah cemberut. “Kok sampai jam segini sih baru keluar Mar?”, tanya Ryan dengan kesal. “Sori deh”, jawab Marina. “Tadi waktu baru keluar kelas, banyak mahasiswa yang nanya tentang tugas…”
Belum selesai Marina bicara, Ryan memotong dengan bersungut sungut, “Mereka itu harusnya nanya waktu masih di dalam kelas! Sudah waktunya pulang ya pulang, Lu kan gak perlu ngelayanin mereka?”
“Lu kenapa sih Ryan? Lu tahu kan gua ini dosen? Masa pantas kalo ada mahasiswa yang tanya sama dosen, dan dosennya nggak menjawab malah pergi begitu saja?”, dengan sebal Marina pergi meninggalkan Ryan dan mobilnya.
Ryan langsung mengejar dan memegang pergelangan tangan Marina. Sekali ini Marina yang larut dalam emosinya, menyentakkan tangannya dan meninggalkan Ryan. Tanpa perduli pada Ryan yang masih terus memanggil manggil namanya, Marina menyetop taxi dan masuk meninggalkan Ryan. Marina berusaha menenangkan diri di dalam taxi, dan merenung tentang apa yang baru terjadi. Marina agak sedih akan sikap Ryan yang masih kekanak kanakan itu, dan mencoba untuk tak memikirkannya lagi. Tiba tiba handphonenya berbunyi, dan Marina menjawab handphonenya. “Maaf Marina, aku..”, baru Ryan bicara, Marina sudah memotong, “Sudalah Ryan, hari ini biarkan gua sendiri, capek gua ngadepin lu yang kekanak kanakan gitu. Lu coba pikirkan tadi mengapa gua sampai meninggalkan lu”. Marina memutus pembicaraan. Handphonenya kembali berbunyi, dan setelah Marina melihat nomer penelepon yang terpampang di layar handphonenya, Marina tak memperdulikan dan menerawang ke jendela.
Demikian, kadang Marina dan Ryan bertengkar, tapi Marina selalu memaafkan Ryan, karena Marina merasa Ryan mencintainya. Sungguhpun sebenarnya Marina ingin agar Ryan lebih dewasa. Sayangnya sifat Ryan yang kekanak kanakan itu sepertinya sudah mendarah daging. Bahkan Marina tak pernah bermimpi, Ryan yang sudah terbiasa arogan itu suatu saat akan menyeret Marina ke dalam malapetaka hebat. Suatu hari sepulang dari mengajar, Marina berjalan ke parkiran, dan melihat lagi lagi Ryan bermasalah dengan Imron.
“He bopeng! Lu itu goblok atau tolol? Atau lu sengaja ya menabrakkan bak sampahmu ke pintu mobil gue?” bentak Ryan pada Imron. Kali itu Imron menatap tajam pada Ryan, dan dengan nada tinggi Imron menjawab, “Salahnya siapa situ tadi buka pintu mobil gak lihat lihat? Sudah untung situ nggak saya suruh beresin sampah yang berantakan ini!”. Ryan yang merasa ditantang, makin menjadi, “Loh! Apanya yang beresin sampah itu? Itu sih sudah tugas kacung seperti kamu goblok! Sekarang ini pintu mobil gue yang penyok, urusannya… “. Belum selesai Ryan bicara, Marina yang sudah di situ membentak Ryan, “kamu ini kenapa lagi sih Ryan? Nggak bosen berantem sama orang?”.
Ryan yang masih emosi menjawab dengan nada tinggi “Kacung goblok ini, dorong bak sampah gak liat depan, pintu mobilku diterjang begitu sana…”, dan langsung dipotong Imron, “Situ kalo bicara yang betul ya! Pas saya sudah dekat situ kan yang sengaja buka pintu?”. Marina yang merasa tidak enak, mengeluarkan uang lima puluh ribuan dari dompetnya, dan memberikan pada Imron.”Pak, maaf ya. Ini bukan maksud saya ganti rugi, ini cuma buat pak Imron beli minum”. Imron menolak, “Saya gak perlu uang itu bu Marina. Cuma.. orang ini siapa sih? Tolong ajarin sopan santun bu. Beda sekali tata krama Bu Marina dengan orang brengsek ini ”, kata Imron dingin sambil menunjukkan tangannya ke arah Ryan.
“Kamu!!”, bentak Ryan sambil bersiap melayangkan kepalannya ke arah Imron. Marina langsung membentak Ryan, “Apa apaan kamu Ryan? Hentikan semua ini!”. Imron melenggang pergi setelah Ryan masuk ke mobilnya sambil membanting pintu. “Maafkan sekali lagi pak Imron”, kata Marina. “Nggak apa apa bu Marina”, jawab Imron tanpa menoleh.
Marina jengkel sekali pada Ryan yang tak memberinya muka di kampus. “Lu kalo ke sini kerjanya cuma marah marah sama pak Imron, lebih baik lain kali gak usah jemput gua Ryan!”. Ryan yang tak terima, setengah membentak berkata, ”Lu kok malah belain si bopeng itu sih? Yang jadi pacarmu itu gua atau si bopeng itu??”
‘PLAK!’. Marina menampar Ryan dengan keras. “Cukup! Minggirkan mobil ini! Gue mau turun!”, bentak Marina. Ryan langung surut, dan memohon pada Marina, “Mar, maafin gue.. gue lagi emosi tadi. Biarkan gue anter lu pulang ya..”. Marina tak perduli dan tetap meminta turun, dan sampai sekitar 5 menit Ryan memohon mohon baru akhirnya Marina luluh juga. Ryan tahu itu ketika Marina tak lagi menyentakkan tangannya ketika Ryan mencoba lagi untuk menggenggam telapak tangan Marina. Dengan tersenyum lega Ryan menjalankan mobil menuju ke rumah Marina…
*******************
Beda dengan Ryan yang sudah bisa tersenyum, Imron masih terbakar oleh amarah. Ia amat jengkel dengan kelakuan Ryan tadi. Duduk di depan gudang, mukanya yang masam terlihat oleh Encep. Dengan heran Encep bertanya, “Kenapa bos?”. Imron yang melihat Encep cengar cengir dengan jengkel membentak, “Lagi jengkel sama orang tau! Berani beraninya cari perkara sama gue, dua kali lagi!”. Encep bertanya, “Siapa bos? Sini gua hajar!”. Dengan sinis Imron berkata “Halah sok jago lu Cep!”.
“Bos, kalo ada yang macem macem, kita kasih pelajaran saja bos!”, kata Encep. Imron mulai setuju, dan menjelaskan kejadian tadi yang menyesakkan dadanya itu. “Untung gue masih bisa menahan diri, kalo tidak ..”, gerutu Imron. “Gini saja Cep, gue ada rencana untuk gebukin si brengsek itu”, kata Imron yang kini juga mulai tersenyum, senyum yang bengis. “Nghajar si Ryan saja bos? Gimana dengan bu Marina? Masa kita biarin aja, kan kesempatan nih!”, tanya Encep penuh harap. “Lu ini nafsu ya kalo liat bu Marina? Ya sudah kalo gitu bantuin gue ngurus si Ryan, nanti lu gue kasih hadiah bu Marina. Gimana?” tanya Imron yang tentu saja segera disetujui oleh Encep.
“Kalian lagi ngomongin apa?” tanya satpam kampus lain yang tiba tiba datang dan nimbrung. “Oh kamu Har. Begini…”, Imron menceritakan semuanya, termasuk rencananya menghajar Ryan, dan keinginan Encep tentang Marina. “Oh begitu toh ceritanya. Gue ada akal nih. Kalo kita lakukan itu di dalam kampus, bisa gawat, kita harus bisa bawa si pecundang itu ke tempatnya Gufron, tukang tambal ban yang setengah kilometer dari gerbang kampus ini. Inget? yang ada gubuknya itu?”, tanya Kahar. Imron dan Encep mengiyakan. Mereka segera berunding, menyusun rencana. Sesungguhnya,
Taring di mulut ular dan sengat di ekor kalajengking,
tak cukup berbisa untuk menandingi racun di hati mereka.
******************
Jam 18.45
Hari yang sama
“Jadi semua udah lu atur rapi Har?” tanya Imron pada Kahar melalui ponselnya.
“Beres Ron, tinggal jalanin…pokoknya lu tunggu aja tanggal mainnya!” kata Kahar di seberang sana, “pokoknya dijamin kunyuk itu pasti kena kali ini”
“Yakin nih si Gufron ga bakal ngecewain?” tanyanya lagi, “kalau gagal kita yang mampus soalnya.”
“Tenang aja Ron dah gua instruksiin semuanya ke dia, pasti beres, dijamin!” kata Kahar dengan penuh keyakinan, “lagian dia juga kan pengen icip-icip tuh, pasti hati-hati lah”
“Ya udah deh, gua percaya aja, jadi ga sabar nunggu lusa nih hehehe…oke gitu dulu yah!” Imron menutup pembicaraan dan mematikan ponselnya.
Di wajahnya tersungging sebuah senyum mesum dan licik, ia lalu bangkit dari toilet yang didudukinya. Toilet duduk itu tutupnya sejak tadi memang tertutup, Imron berada di kamar mandi itu memang bukan untuk buang air melainkan hanya untuk membicarakan rencana busuknya dengan si satpam bejat itu. Ia pun membuka pintu dan keluar setelah menyelesaikan pembicaraannya. Terdengar suara acara berita dari TV di ruang tengah apartemen itu dan suara memotong di dapur kecil yang letaknya menyatu dengan ruang tengah dan meja makan. Ketika sampai di ujung lorong ia melihat Megan, si gadis bule itu, sedang memotong-motong kol untuk membuat salad di dapur berbentuk mini bar itu.
“Oh…hai duduk dulu Pak sambil nonton tivi, ini sebentar lagi beres!” gadis itu membalikan kepala menyadari kehadiran Imron yang sudah keluar dari toilet.
Imron menjatuhkan diri di sofa empuk itu, sambil mendengarkan berita di TV ngobrol-ngobrol santai dengan gadis bule itu. Ya, mahasiswi Amerika yang sedang studi di universitas tempat Imron bekerja itu memang telah akrab dan menganggapnya teman, baik teman biasa dan juga partner seks. Hubungan itu telah berlangsung hampir sebulan lamanya sejak percintaan pertama mereka di apartemen ini dan tentu saja secara sembunyi-sembunyi.
Tiba-tiba ponsel Megan yang di atas meja ruang tengah berbunyi. Sebelum diminta, Imron sudah mengambil benda itu dan menyerahkannya pada gadis itu.
“Thank you” katanya lalu menerima panggilan itu.
Ia berbicara dengan bahasa Inggris dengan orang yang di telepon yang adalah rekannya sesama pengajar di tempat kursus Bahasa Inggris. Sementara Megan ngobrol dengan temannya, Imron memandangi tubuhnya yang dibungkus kaos tanpa lengan warna hijau dan celana pendek bercorak kamuflase yang satu stel dengan atasannya motif ‘army look’. Rambut pirangnya yang panjang saat itu diikat ke belakang sehingga memperlihatkan lehernya yang jenjang. Kaosnya yang agak ketat tak mampu menyembunyikan keindahan payudaranya yang membusung padat itu, juga pahanya yang ramping dan mulus itu sungguh menggugah selera. Pemandangan itu memancing Imron mendekatinya. Ia pun memutar memasuki pintu dapur, berjalan pelan-pelan mendekati gadis itu yang membelakanginya.
“Ok, bye Sylvia....see you tommorow!” Megan menutup pembicaraan ketika Imron telah semeter di belakangnya, ia menaruh ponselnya dan meneruskan memotong sayuran.
Sebentar saja Imron telah berada di belakangnya, dekat sekali sehingga ia dapat mencium harum tubuhnya.
“Hei!” Megan menjerit kaget ketika merasakan sebuah tangan meremas pantatnya dan tangan yang lain merangkul pinggangnya yang ramping, “jangan sekarang Pak”
Imron tidak peduli, ia menciumi tenguk gadis itu yang ditumbuhi rambut-rambut pirang halus. Harum tubuh gadis itu membuat Imron makin terangsang, tangannya mulai merambahi payudara montok dara Amerika itu. Seperti yang telah diduga, Megan tidak memakai bra, sehingga jari-jari Imron dapat merasakan putingnya di balik kaos itu. Gadis itu menggeliat dan mencoba menghindar, tapi penolakannya tidaklah sungguh-sungguh sehingga malah membuat Imron semakin gemas. Imron semakin mendesaknya sehingga tubuh gadis itu kini terjepit antara tubuhnya dan meja dapur.
“Saya lagi kerja…lepaskan Pak!” desah Megan sambil menggerak-gerakkan bahunya untuk menghindari ciuman Imron di sekujur lehernya.
Sekilas memang Megan tampak menolaknya, namun dalam hati ia justru berharap pria itu tidak menghentikan aksinya. Nafasnya terasa semakin berat karena pria itu terus merangsangnya dengan memencet-mencet putingnya dari luar kaosnya, juga menciumi leher dan tenguknya secara intens.
“Non Megan, kan tinggal sebulan kurang lagi Non pulang ke Amerika…saya ntar kangen banget lho!” kata Imron di telinga gadis itu sambil menjilat daun telinganya.
“Hhssshh….but Pak, jangan sekarang!” desisnya lirih.
Imron meneruskan aksinya dengan memeloroti celana pendek gadis itu, pemandangan indah langsung terpampang karena ia tak memakai celana dalam. Pantatnya yang bulat padat membuat Imron tidak tahan untuk tidak meremasnya.
“Oooww!” jeritnya pelan ketika Imron dengan gemas menampar pantatnya tidak terlalu keras.
Megan tidak bisa lagi melanjutkan membuat saladnya, ia meletakkan pisaunya dan kedua tangannya berpegangan di pinggir meja dapur. Tubuhnya bergetar ketika tangan Imron mulai menyusuri celah sempit diantara kedua bongkahan pantatnya yang seksi itu. Jari-jari itu semakin ke bawah, lalu ke depan, menyelinap ke bibir vaginanya dari belakang.
“Hehehe…dicukur yah Non, jadi licin gini?” kata Imron merasakan vagina gadis itu bersih tak berbulu karena memang baru dicukur dua hari sebelumnya.
Megan menggelinjang merasakan kenikmatan mulai terbangun dari bawah sana, apalagi jari-jari pria itu mulai menyusup ke vaginanya serta mulai mengorek-ngoreknya Gadis bule itu menggigit bibir bawah dan mendesah lirih meresapi kenikmatan yang semakin menjalar ke sekujur tubuhnya.
Sementara itu tangan Imron yang lain mulai menyusup masuk lewat bawah sehingga kaos hijau itu pun tersingkap. Megan merasakan telapak tangan kasar dan hangat itu merayapi perutnya yang rata, naik ke bagian bawah payudaranya hingga akhirnya hinggap di salah satu puncaknya. Imron merangsangnya sedemikian lihai sampai gadis bule itu menggeliat dan mendesah nikmat. Rambut Megan yang terikat ke belakang mempermudah bibir tebal Imron menjalari lehernya dan mengendusi tenguknya membuatnya itu kegelian.
“Pak Imron….oowwhh!” desahnya pasrah.
Kemudian Imron membalik tubuh Megan,dan dengan cepat mengangkat tubuhnya serta mendudukkannya di tepi meja dapur. Tangannya menarik lepas celana pendek gadis itu yang masih menyangkut di pahanya lalu melemparnya ke belakang. Megan membuka bajunya sendiri hingga telanjang bulat di depan pria itu. Birahinya sudah cukup tinggi sehingga ia mulai agresif dengan menarik pria itu dan mereka terlibat percumbuan yang panas. Terlintas di ingatannya, di tempat yang sama pula mereka memulai affair ini beberapa waktu yang lalu. Di tengah percumbuan itu, Megan merasakan suatu benda tumpul yang keras menekan vaginanya.
“Eemmhh….mmmhhh!” erangnya tertahan ketika benda itu menekan masuk ke vaginanya.
Ia sangat menyukai milik Imron itu, penis Indonesia satu-satunya yang pernah mampir di vaginanya. Setiap gesekan permukaan batangnya yang keras dan berurat itu dengan dinding vaginanya sungguh mendatangkyan sensasi yang luar biasa. Mereka melepas cumbuan ketika Imron mulai menggerak-gerakkan penisnya maju-mundur. Genjotan Imron membuat gadis itu terbuai dalam arus birahi dan menyerahkan diri sepenuhnya tanpa memandang perbedaan apapun di antara keduanya. Wajah Megan nampak lebih menggairahkan pada saat terangsang seperti ini, matanya yang hijau semakin sayu seakan memohon kepuasan, bibir tipisnya yang basah membuka dan mengeluarkan erangan erotis. Sambil menggenjot Imron mengambil seiris tomat dari piring di sebelah lalu meletakkanya di payudara gadis itu. Megan kegelian merasakan potongan tomat yang basah dan dingin itu di permukaan kulitnya. Sensasi itu semakin nikmat ketika Imron mengunyah tomat itu sehingga sesekali putingnya tergigit.
Kemahiran Imron dalam bercinta mengantarkan dara Amerika itu ke puncak kenikmatan dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Tubuh gadis itu mengejang dan mulutnya mengeluarkan desahan panjang menyongsong orgasme pertamanya. Imron mempercepat sodokannya tanpa mempedulikan Megan yang masih didera orgasmenya. Cairan orgasme gadis itu menyebabkan vaginanya makin licin sehingga penis Imron semakin lancar keluar-masuk di lubang itu. Akhirnya tak lama kemudian, Imron pun menyusul ke puncak. Dengan sebuah erangan panjang, ia menuntaskan nafsunya, penisnya menumpahkan banyak sekali lahar putih kental ke vagina gadis itu.
“Ohh…he really knows to satisfy me!” kata Megan dalam hati.
Selama beberapa saat, Imron membiarkan penisnya menancap dalam-dalam di vagina gadis itu hingga benda itupun menyusut di dalam sana. Mereka berpelukan dan berciuman ringan menikmati sisa-sisa orgasme. Makan malam jadi tertunda akibat pergumulan kecil itu. Imron membantu gadis itu membereskan dapur dan menyiapkan makan malam, setelahnya mereka makan bersama sambil ngobrol-ngobrol tentang kegilaan yang mereka lakukan tadi. Empat puluh menit kemudian pergumulan itu berlanjut di kamar dalam waktu yang lebih lama hingga akhirnya Megan tertidur dalam kelelahannya. Malam itu Imron kembali menginap di apartemen gadis itu, di ranjang empuk, kamar ber-AC dan ditemani gadis cantik. Seringai jahat tergurat di bibirnya sambil memeluk gadis bule yang telah tertidur di sebelahnya itu, tak lama kemudian ia pun turut terlelap bersamanya.
**********************************
Dua hari kemudian
Suatu hari, seperti biasanya, Ryan sedang menunggu Marina di tempat parkir. Suasananya lagi sepi seperti biasanya. Selagi menunggu, medadak Ryan mendengar suara gerobak sampah yang biasanya didorong Imron. Ryan dengan angkuh memandang dari spion mobilnya, dan Imron lewat di sebelah mobilnya. Tak ada yang aneh, sampai ketika di depan Imron menggebrak kap mesin mobil Ryan. Dengan marah Ryan turun hendak menghadang Imron, tapi “BUKK!!”, sebuah kayu besar dipukulkan oleh Encep ke kepala Ryan dari belakang, dan Ryan pingsan. Imron segera mengembalikan bak sampah ke gudang, dan ketika kembali ia melihat Kahar sudah datang dengan Gufron yang membonceng di sepeda motornya. Imron merogoh semua kantong baju dan celana Ryan, dan kunci mobil, dompet serta handphonenya disimpan oleh Imron. Kemudian dengan cekatan Gufron yang memang tukang ban itu melepas ban serep mobil Ryan, dan dengan dibantu Encep, Imron menaikkan Ryan yang tentu saja masih belum sadar itu ke sepeda motornya Kahar. Encep naik ke sepeda motor juga di belakang Ryan, dan memegangi Ryan. Kahar segera melajukan sepeda motornya ke gubuk Gufron, tempat yang sudah direncanakan kemarin.
Imron mengunci pintu mobil Ryan, dan bersama Gufron ia pergi ke gubuknya Gufron. Situasi yang sepi memuluskan rencana mereka. Sampai di dalam, Ryan didudukkan di sebuah kursi, dan diikat erat. Lalu bersama Kahar, Encep kembali ke kampus, dan bersandar di belakang mobil Ryan, menunggu Marina datang. Sedangkan pak Kahar duduk di posnya seolah olah tak ada kejadian apa apa. Sementara itu, di gubuk Gufron, Imron bersiap melakukan pembalasannya terhadap Ryan. Gufron menyiramkan air dari tempat yang biasanya digunakan untuk memeriksa titik kebocoran ban dalam ke muka Ryan. Gelagapan Ryan tersadar, dan setelah menyadari keadaannya, dimana ia melihat Imron yang menyeringai dengan sinis ke arahnya, Ryan menjadi ketakutan. “Apa yang lu lakuin? Lepaskan gua!” bentak Ryan dengan tidak yakin. Imron dan Gufron saling pandang, dan tertawa terbahak bahak. Lalu Imron segera memberikan bogem mentahnya pada ulu hati Ryan, yang langsung terbatuk batuk. Dan setelah Gufron memberikan satu dua pukulan pada Ryan, Gufron segera keluar, berjaga di tempatnya seperti biasa, menunggu orang yang membutuhkan jasa pompa ban ataupun tambal ban. Di dalam, Imron terus menghajar Ryan dengan penuh dendam, sehingga keadaan Ryan sudah babak belur. Terdengar beberapa kali Ryan mohon ampun, tapi tentu saja Imron tak mau melepaskan kesempatan ini begitu saja.
“Ini pelajaran untuk orang orang yang biasa sok jago seperti loe!”, bentak Imron sambil terus melayangkan pukulannya. “Mana kesombongan loe hah? Kok sekarang malah nangis minta ampun?”, bentak Imron. Ia memukul, menampar dan menendang Ryan sesuka hatinya.
Selagi Imron melampiaskan dendamnya, Marina yang sudah selesai mengajar, berjalan ke arah parkiran, dan ia agak heran melihat Encep yang bersandar di belakang mobil kekasihnya. Lebih heran lagi, ia tak melihat keberadaan Ryan. “Pak, bapak lihat teman saya yang punya mobil ini?” tanya Marina pada Encep, yang segera menjawab, “Iya bu, tadi pak Rian titip pesan pada ibu, kalo pak Rian menambalkan ban mobil ke tempat tambal ban yang di sebelah timur itu bu..”. Marina bertanya lagi, “Jauh nggak pak dari sini?”. Encep menjawab, “Nggak bu, Cuma setengah kilometer kira kira. Ibu mau ke sana? Perlu saya antar? Kalo tidak saya mau melanjutkan pekerjaan saya bu, saya masih…”. Marina langsung memotong, “Iya pak, tolong antar saya ke sana bentar pak”. Marina melihat jam tangannya, sekarang pukul 2 siang.
“Baik bu, ikuti saya”, kata Encep dan membalikkan badan, berjalan menuju ke gubuk si Gufron tadi. Ketika melewati pos satpam, Kahar sesuai rencana, menyapa Marina, “Bu, itu tadi ban mobil pak Ryan kempes, itu lagi nambal di sana bu”. Kahar menunjuk ke arah gubuk Gufron, dan Marina menganggukan kepalanya dan berkata, “terima kasih pak”.
Maka dengan diantar Encep, Marina yang makin percaya kalo Ryan memang sedang menambal ban, pergi menuju ke tempat itu. Marina sama sekali tak pernah membayangkan apa yang sedang terjadi, dan apa yang akan terjadi terhadap dirinya. Ia tak tahu Encep sedang tersenyum lebar, dan Gufron yang melihat kedatangan mereka berdua dari jauh, segera masuk dan memperingatkan Imron. Imron segera menyumpal mulut Ryan, dan bersembunyi di balik pintu. Dan Gufron kembali keluar, pura pura baru selesai memompa ban serepnya Ryan.
Marina yang tahu itu memang ban mobil Ryan, segera mendekat dan bertanya, “Pak, mana pemiliknya ban ini? Sudah dibayar belum pak?”. Lagi lagi Marina agak heran karena tak melihat Ryan. “Oh, bapak yang punya itu ada di dalam bu, lagi istirahat. Katanya kepalanya agak sakit. Belum dibayar bu, tapi ya orangnya ka nada di dalam”, kata Gufron. Marina lega sekaligus kuatir. Lega karena sudah tahu dimana Ryan, kuatir karena jarang ia mendengar Ryan sakit kepala. “Boleh saya masuk pak?”, tanya Marina. “Oh boleh boleh, mari silakan masuk!”, kata Gufron sambil membuka gubuknya.
Begitu Marina melangkah masuk, Marina merasa pinggangnya ditekan sesuatu, dan terdengar suara Encep, “Bu Marina, jangan berteriak kalo mau selamat!”. Marina terkejut sekali, selain dirinya ditodong, ia melihat kondisi Ryan yang sudah babak belur. Encep mendorong Marina masuk, sedangkan Gufron kembali menjaga tempatnya, sehingga tidak akan ada orang yang curiga. Toh Imron sudah berjanji, ia akan mendapat bagiannya, yaitu tubuh Marina. Gufron amat tergiur melihat cantiknya Marina sehingga ia memandangnya terus sampai wanita itu masuk.
Di dalam, Marina tahu mereka berdua dalam masalah besar setelah Marina mendapati Imron ada di situ juga. “Ryan… lu gimana… makanya Ryaan.. lu kok selalu cari perkara? Minta maaflah Ryan pada pak Imron…”, kata Marina sambil menangis. “Pak Imron.. maafkan Ryan pak.. saya bersedia mengganti kerugian bapak… “, dan langsung dipotong Imron, “Diam! Saya tak butuh uang ibu!”. Marina tercekat, tak tahu harus bagaimana. Tapi sejenak kemudian Marina kembali memohon, “Pak, tolong lepaskan Ryan pak, maafkanlah dia..”, kata Marina, air matanya berderai. “Enak saja bu, Ibu kan tau orang ini berkali kali menghina saya. Tapi.. kalo ibu ingin saya melepaskan orang ini, saya punya tawaran untuk bu Marina..”, kata Imron. Sebuah pepatah mengatakan,
Jangan menciptakan musuh bagi dirimu sendiri,
Karena sekali permusuhan dimulai, tidak akan berakhir.
Mengganggu orang lain mengakibatkan dirimu diganggu juga,
Kau membawa kesusahan bagi dirimu dan orang yang kau cintai.
“Apa itu pak? Bapak boleh minta apa saja pak, asal lepaskan Ryan”, kata Marina penuh harap. “Apa saja bu?”, tanya Imron dengan menyeringai. “I.. Iya pak”, kata Marina dengan tak yakin. Marina mulai merasa tak enak.
“Hahaha…itulah yang saya harapkan!” Imron tertawa penuh kemenangan, ia maju selangkah dan mengelus pipi wanita itu, “Ibu memang cantik dan penuh pengertian”
“Kurang ajar!” Marina menepis tangan pria itu dengan kesal, ia ingin berteriak namun tidak sanggup karena situasi ini, “Bapak…bapak mau apa?!”
“Semua orang di kampus juga tau Ibu ini dosen favorit, cowok mana yang gak pengen ngerasain ngentot sama Ibu, masa Ibu belum tau apa mau kita sih?” Encep menimpali.
“Aa…apa? Tidak…saya nggak mau!” Marina tertegun, wajahnya memucat mendengar ucapan Encep yang tidak senonoh dan sangat merendahkannya itu, ia mengerti apa yang diinginkan mereka sehingga secara refleks ia menyilangkan tangan di dadanya seolah menutupi tubuhnya dari tatapan mata mereka yang menelanjanginya.
“Jadi Ibu lebih memilih kekasih Ibu ini saya hajar lagi lalu saya kebiri dia hah?” ancam Imron seraya menjambak rambut Ryan yang terikat tak berdaya itu.
“Jangan, lepaskan dia!” Marina hendak merangsek ke depan dengan berlinang air mata, namun Encep dengan sigap mendekapnya dari belakang.
“Eeeiitt…awas Bu, jangan sampai teriak kalau mau semua baik-baik aja!” kata satpam itu.
“Jadi gimana Bu? Pilihannya ada di tangan Ibu” Imron mendekati Marina dan mengangkat dagunya.
“Baik…baik, saya mengerti apa yang kalian mau…tolong jangan sakiti dia lagi” ucapnya sambil terisak.
“Oke kalau gitu Bu, sekarang buka bajunya, ayo jangan malu-malu!” perintah Imron.
Marina tertegun dan menelan ludah mendengar perintah itu, ia memang sudah pernah telanjang di depan Ryan walau tidak sampai berhubungan seks. Kali ini ia harus membuka baju di depan dua pria bertampang sangar ini, sungguh suatu hal yang berat baginya, namun tidak ada jalan lain selain menuruti mereka karena ia tidak ingin pria yang ia cintai dipukuli lagi. Perlahan-lahan, ia pun mulai melucuti pakaiannya sendiri, mulai dari setelan luar, lalu satu persatu baju dan roknya berjatuhan ke lantai.
“Bener-bener mantep, ternyata body bu dosen kita ini seksi juga ya!” kata Imron menatapi tubuh Marina yang tinggal mengenakan bra dan celana dalamnya dengan pandangan nanar, “sisanya buka juga Bu!”
Sambil terisak wanita itu pasrah meraih kait bra nya di belakang, dengan ragu-ragu ia meloloskan bra krem itu melalu kedua lengannya, air matanya nampak semakin meleleh.
“Satu lagi Bu!” sahut Encep yang semakin bernafsu melihat kemolekan tubuh Marina, ia terlihat seperti binatang buas yang sudah tak sabar memangsa buruannya.
Marina membungkuk dan tangannya gemetaran melepas lembaran terakhir yang melekat di tubuhnya. Keduanya berdecak kagum dan jakun mereka naik turun melihat tubuh Marina yang sudah polos itu. Lelaki normal mana tak tergiur dengan tubuh semolek itu dengan payudara 34B yang montok, paha yang mulus dan ramping yang keatasnya membentuk lekukan pinggul yang indah dan pinggang yang ramping. Kini ia hanya bisa menggunakan tangannya untuk menutupi payudara dan vaginanya.
“Dibuka dong Bu, gak usah malu-malu gitu!” Encep menarik lengan Marina yang menutupi payudara dan kemaluannya serta menguncinya di belakang.
“Wehehe…bener-bener pas susunya, liat nih Man montok banget, bulat gini!” kata Imron sambil meremasi payudara kirinya.
“Aahh…jangan Pak!” erang Marina sambil meronta, ia sungguh tak kuasa menahan malu dilecehkan seperti ini apalagi di depan kekasihnya sendiri.
Tangan-tangan kasar mereka mulai bergerilya di sekujur tubuh Marina yang sudah polos itu. Darah dosen muda itu berdesir dan tubuhnya bergetar merasakan sensasi aneh yang melanda tubuhnya.
“Kalau gua suka memeknya…gondrong banget, demen gua yang kaya gini!” kata Encep merabai vagina Marina yang ditumbuhi bulu-bulu lebat.
Jari-jari pria itu mengeseki bibir vaginanya sehingga nafasnya semakin memburu dan tak sanggup lagi menahan desahannya. Tiba-tiba Imron memagut bibirnya, mata Marina terbelakak kaget, ia menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha lepas dari cumbuan Imron, namun pria itu memegangi erat kepalanya.
“Ayo Bu, jangan dingin gitu…kalau Ibu gak bersikap manis jangan salahkan saya ya!” ancam Imron dengan suara pelan di dekat wajah Marina, “ayo bersikap manis layani kita!”
Posisi Marina sangat terpojok, ia bingung harus bagaimana. Kekasihnya disandera dan ia sendiri dipaksa kedua bajingan ini untuk menikmati perkosaan atas dirinya. Beberapa saat kemudian, ia pun menghela nafas dan menguatkan tekad.
“Maafin gua, Ryan, gua gak ada pilihan lain!” jeritnya dalam hati seraya memeluk leher Imron dan menarik wajah bajingan itu ke arahnya.
Dengan menahan rasa jijik ia mencium bibir tebal pria itu. Kali ini ia membuka mulutnya membiarkan lidah Imron bermain-main di dalamnya. Ia pasrah saja mengikuti irama tarian lidah Imron sambil memejamkan mata. Tubuh telanjangnya dihimpit dari depan dan belakang, ia dapat merasakan suatu benda keras menonjol di balik celana Encep bergesekan menyentuh pantatnya. Selama beberapa menit Imron memagut bibirnya sambil tangannya meremas-remas payudaranya. Setelah mulut mereka berpisah, Marina merasa mulutnya sangat kotor.
“Gitu Bu, mulai nikmatin ya…asyik kan!” ejek Imron, “dijamin kita pasti muasin Ibu”
Marina merasa hati dan telinganya sangat panas mendengar cemoohan itu, namun ia telah bertekad untuk melayani nafsu bejat mereka demi keselamatan kekasihnya. Ia menurut saja ketika Imron menyuruhnya duduk di dipan.
“Bukain celana saya Bu…terus sepong kontol saya, biar pacar Ibu liat!” perintah Imron.
Ia melakukan apa yang diperintahkan, jari-jari lentiknya bergerak membuka celana Imron. Tangannya merasakan benda keras dibalik celana itu, ia sempat ragu namun kembali melanjutkan aksinya. Mata Marina terbelakak melihat penis Imron mengacung tegak ke arahnya begitu ia menurunkan celana dalam pria itu. Penis itu terlihat begitu kokoh dengan urat-urat di sekujur batangnya dan kepalanya yang memerah. Belum habis rasa kagetnya Encep juga telah membuka celana dan mengeluarkan penisnya sehingga Marina kini seperti ditodong dua batang penis.
“Jangan bengong, pegang Bu, masukin mulut!” Imron meraih tangan wanita itu dan meletakkan di penisnya.
“Nggak Pak…saya mohon, saya nggak pernah melakukan ini!” Marina memohon sambil meneteskan air mata, baginya oral seks sangat menjijikkan bahkan pada kekasihnya pun ia menolak.
“Oke deh kalau gitu, Cep…coba patahin satu-dua gigi si pecundang itu!” kata Imron menoleh pada Ryan yang terikat tak berdaya.
“Jangan…baik…saya bersedia!” Marina secara refleks meraih penis Encep sebelum pria itu hendak mendekati kekasihnya.
Dosen muda itu terpaksa mengeluarkan lidah dan mulai menyapukannya perlahan ke kepala penis Imron sambil tangan yang satunya mengocok penis Encep. Kedua pria tak bermoral itu tertawa-tawa melihat takluknya mangsa mereka.
“Nah gitu dong Bu…kita juga ga mau main kekerasan…uuh sedapnya!” kata Imron sambil sedikit mendesah karena jilatan Marina, “sekarang emut Bu, lidahnya mainin!”
Imron mendorong penisnya hingga masuk ke mulut Marina.
“Eemmmmhh!” desahnya tertahan dengan mata membelakak kaget.
Benda itu terasa sangat menyesakkan di mulutnya, belum lagi aromanya yang tidak sedap itu. Marina menggerakkan lidahnya dan melakukan hisapan-hisapan kecil seperti yang diinstruksikan pria itu.
“Jangan pake gigi Bu…awas kalau kegigit!” kata Imron, “eeemm…ya gitu Bu bener…enak…yah terus gitu!” tangannya memegangi kepala wanita itu dan membelai rambut pendeknya.
“Masih amatiran yah Ron nyepongnya?” tanya Encep melihat Marina yang masih canggung dan tersiksa melakukan oral seks.
“Iya sih…tapi kalau dilatih pasti lama-lama bisa muasin!” jawabnya, “kayanya si goblok itu belum pernah ngapa-ngapain Ibu yah, makannya sekarang kita ajarin Bu hahaha!”
“Heh…goblok, makannya punya pacar cantik gini ajarin dong, jadi aja keduluan kita!” ejek Encep pada Ryan disambut gelak tawa mereka.
Marina sudah sedikit beradaptasi dengan penis Imron yang telah bertengger sekitar lima menitan di mulutnya. Ia mulai mengulum dan menjilati benda itu serta mengesampingkan rasa jijiknya. Matanya melirik sejenak pada kekasihnya yang terikat di pojok sana, namun ia tidak sanggup memandangnya lama-lama karena malu yang teramat sangat harus melakukan seperti itu di depan pacarnya. Mulanya, Imron memaju-mundurkan penisnya di mulut Marina seperti menyetubuhinya, namun kini Marinalah yang malah memaju-mundurkan sendiri kepalanya sambil menghisap penis pria itu.
“Pinter…ibu memang cepat belajarnya yah…hhhhmm!” gumam Imron.
“Emmhh!” desah Marina tertahan ketika merasakan pahanya dibuka dan disusul rasa geli pada vaginanya.
Ternyata Encep yang sudah telanjang bulat tengah berjongkok diantara kedua pahanya. Pria kurus itu membenamkan wajahnya pada selangkangan Marina dan mulai menjilatinya. Dengan rakus Encep menjilati vagina yang masih rapat dan berbulu lebat itu. Kedua jarinya merenggangkan bibir vaginanya sehingga terkuaklah bagian dalamnya yang merah dan berlendir itu. Tubuh Marina makin bergetar merasakan lidah pria itu mengais-ngais vaginanya terlebih ketika lidah itu menyentuh klitorisnya. Encep membuka paha wanita itu lebih lebar sehingga ia makin leluasa menjilat dan menghisap wilayah sensitif itu. Marina semakin larut dalam birahi akibat perlakuan Encep, tanpa disadari ia semakin asyik menikmati tugasnya mengoral penis Imron. Encep bukan saja memainkan lidahnya di liang kenikmatan itu, jari-jarinya pun ikut bermain disana. Ia menyentil-nyentilkan lidahnya pada daging kecil sensitif itu menyebabkan pemiliknya menggelinjang nikmat.
“Hhhmm…wangi...lebat, masih perawan lagi! bener-bener memek yang mantap!” sahut pria itu menghirup aroma vagina Marina yang terawat baik.
Marina merasakan orgasme mulai melandanya, vaginanya makin berdenyut-denyut hingga akhirnya sssrrrr…keluarlah cairan bening yang hangat diiringi menegangnya tubuhnya. Ia ingin mendesah sejadi-jadinya melepaskan perasaan itu, namun mulutnya terganjal penis Imron sehingga hanya mengeluarkan erangan tertahan. Encep menjilati cairan kewanitaan Marina dengan rakusnya.
“Ssslllrrpp…ssrrrpp…heh gurih banget nih memek pacar lu!” pria itu menoleh ke Ryan dan mengejeknya, “pernah nyoba ga lo!”
Ryan yang terikat di sudut sana merasa geram melihat apa yang mereka lakukan pada kekasihnya. Berbagai perasaan bercampur baur di hatinya, mulai dari rasa bersalah karena telah menyeret kekasihnya dalam kesusahan seperti ini, kemarahan pada kedua orang itu, juga terangsang melihat adegan panas di depan matanya itu. Tanpa dapat dicegah penisnya pun mengeras.
“Tidak apa yang gua pikirin, pacar gua diperkosa…masa gua malah terangsang, sori Mar…ini salah gua!” sesalnya dalam hati tanpa dapat berbuat apapun.
Saat Ryan termenung itu, tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah dua orang dari luar sana. Gufron si tukang tambal ban itu, seorang pria setengah baya yang kurus dan agak pendek, tampangnya lusuh tidak terawat dengan kulit hitam terbakar matahari dan jenggot pendek yang kelihatan jarang dicukur. Di belakangnya nampak seorang satpam bertubuh besar dan berkumis yang tak lain adalah Kahar. Gufron meletakkan kotak peralatannya di sebuah rak, ia baru saja membereskan barang-barangnya sambil menunggu kedatangan Kahar. Baru setelah itu ia masuk ke dalam untuk bergabung dengan Imron dan Encep yang sudah mulai sejak tadi.
“Walah…kita keduluan nih, kok pada udah mulai duluan?” kata Kahar.
“Iya lu sih datengnya lama juga, gua daritadi nunggu di luar udah konak, tapi cuma bisa ngintipin” kata si tukang tambal ban itu sambil menyikut pelan Kahar.
Kedatangan mereka membuat Marina terkejut, ia buru-buru melepaskan emutannya pada penis Imron dan menyilangkan tangan menutupi dadanya secara refleks. Ia panik dan air matanya kembali mengalir membasahi wajahnya membayangkan dirinya akan segera diperkosa empat orang bertampang mengerikan itu. Kedua pria yang baru datang itu mendekatinya tanpa menghiraukan permohonan Marina yang mengiba-iba.
“Tolonglah Pak, jangan perkosa saya!” Marina memelas sambil menggeser tubuhnya di dipan menjauhi mereka.
“Hehehe…harusnya Ibu salahin si pecundang itu dong, dia yang duluan cari gara-gara jadi Ibu terseret” kata Imron meraih lengan kiri wanita itu yang menutupi dadanya.
“Lagian kita udah keburu konak ngeliatin body Ibu jadi harus tanggung jawab dong bikin kita puas” timpal Encep.
Mereka menatapi tubuh telanjang Marina seperti orang kerasukan, tawa dan celoteh mereka membuat wanita cantik itu semakin merinding ketakutan. Ia semakin tersudut hingga tidak bisa mundur lagi. Tanpa perlawanan berarti, mereka menarik tangan dan kakinya lalu membentangkan tubuh bugilnya di dipan itu. Sebentar saja, empat pasang tangan kasar itu sudah menggerayangi tubuhnya.
“Aahhh…jangan!” erangnya dengan tubuh menggeliat saat merasakan jari-jari menyusup ke vaginanya dan bergerak keluar masuk.
“Wuii…becek banget!” sahut Gufron, si tukang tambal ban itu sambil memainkan jarinya di vagina Marina, “mmmm…gurih, bener-bener memek yang mantep!” katanya lagi setelah mengemut jarinya yang berlumuran cairan kewanitaan.
Belum cukup rangsangan dari bawah sana, Encep melumat payudaranya yang sebelah kiri. Pria itu mengisapi daging kenyal itu dan lidahnya menyapu permukaannya. Putingnya yang berwarna coklat mengeras dengan cepat, dari sana juga mengalir sensasi nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh ketika pria itu menghujaninya dengan gigitan-gigitan ringan. Si satpam Kahar juga sedang asyik menggerayangi tubuhnya, ia mengecupi dan menjilati paha mulus Marina, kumisnya menyapu kulitnya yang halus sehingga menimbulkan sensasi geli.
“Aahh…jang…mmmhh!” Imron melumat bibir Marina sehingga desahannya terhambat, tangannya meremasi payudaranya yang kanan.
Penjaga kampus itu mencumbunya sambil membelai rambutnya dengan lembut, remasan tangannya pada payudaranya pun demikian erotis dan membangkitkan gairah. Entah bagaimana, pria ini benar-benar membuatnya takluk dan bereaksi di luar kesadarannya. Lidahnya secara refleks saling belit dengan lidah kasap pria itu serta mengesampingkan rasa jijik menelan ludahnya. Selama beberapa menit ia membalas cumbuan pria itu dengan gairah yang tak bisa dikontrolnya. Sementara itu kroni-kroni Imron lainnya terus melancarkan aksinya dalam melampiaskan nafsu binatang mereka. Gufron nampak begitu bernafsu melumat vagina Marina, lidahnya menyusup dalam-dalam ke vaginanya menggelitik seperti ular membuat pemiliknya menggelinjang tak karuan. Imron melepas cumbuannya dari bibir Marina, mata dosen muda itu pun membuka.
“Ayo…ayo misi dulu, waktunya ngejos nih! Kita kasih liat ke kunyuk itu gimana perkasanya kita hahaha!” kata Imron menyuruh Gufron yang sedang menjilati vagina Marina untuk menyingkir dulu.
Imron mengambil posisi di antara kedua belah paha Marina dan menggenggam batang penisnya yang diarahkan ke vagina wanita itu. Marina tahun sebentar lagi keperawanannya akan direngut paksa, namun ia tidak berdaya, selain karena sudah mulai dikuasai birahi, ini adalah keharusan demi menyelamatkan kekasihnya.
“Ya Tuhan, apakah benar pilihan yang harus kuambil !?” jeritnya dalam hati
Ia menggeliat merasakan kepala penis Imron menyentuh bibir vaginanya. Dengan perlahan tapi pasti pria itu menekan penisnya hingga menyeruak masuk membelah bibir vagina wanita itu.
Marina meringis menahan sakit pada vaginanya yang terlalu sempit untuk dijejali penis Imron yang besar dan keras itu. Imron juga merasakan jepitan vagina itu masih sangat ketat seperti melawan penisnya walaupun sudah becek setelah orgasme tadi.
“Aakhh!” erang Marina dengan mata membelakak dan tubuh menggeliat.
Ia merasakan perih pada vaginanya begitu Imron melesakkan penisnya dalam-dalam dan merenggut keperawanannya. Ketika Imron mulai menggerakkan penisnya, ia pun tak kuasa menahan rintihannya. Imron ingin agar wanita ini takluk padanya daripada merintih-rintih kesakitan sehingga ia membiarkan penisnya tertancap dulu selama beberapa saat agar Marina dapat beradaptasi dulu.
“Uuuhh…akhirnya gua perawanin juga nih!” kata Imron penuh kemenangan.
“Sempit toh Ron?” tanya Gufron.
“Lha iya lah…legit banget pasti sip nih…mmmhh!” jawab Imron sambil mulai menggenjotnya pelan.
Tak lama kemudian Imron sudah bergerak maju mundur menggenjot vagina Marina dengan berpegangan pada kedua betis wanita itu. Tiga orang lainnya juga tidak mau ketinggalan menjarah tubuh mulus Marina. Gufron dan Encep masing-masing mengenyot payudaranya sambil tangan mereka menggeyarangi tubuhnya. Marina merasa tangannya ditarik lalu digenggamkan ke sebuah benda keras. Ia menolehkan wajahnya melihat ternyata dirinya telah menggenggam penis si satpam Kahar yang berlutut di sebelah kepalaya.
“Dikocok Bu, tangan Ibu halus sekali nih hehe!” perintahnya.
Tanpa disuruh dua kali, Marina menggerakkan tangannya mengocok penis itu. Jilatan dan rabaan pada sekujur tubuhnya kian membangkitkan libidonya.
Marina mendesah-desah dan menggelinjang liar akibat sentakan-sentakan Imron.
“Aaahhh…aahh…mmhh!” desahannya tersumbat ketika Kahar menjejalkan penisnya ke mulut dosen cantik itu.
Penis Kahar yang besar itu membuat Marina kembali merasakan sesak pada mulutnya, apalagi aromanya yang tidak sedap itu sungguh membuatnya tersiksa. Ia berusaha keras mengeluarkan penis itu dari mulutnya namun satpam itu menahan kepalanya.
“Isep Bu…seperti ke Pak Imron tadi!” perintahnya, “nah gitu…yahhh…pinter Bu!” satpam bejat itu mengerang nikmat merasakan lidah Marina menyapu kepala penisnya.
Pada saat yang sama ia juga merasakan ada yang hangat-hangat basah menyentuh lehernya. Dilihatnya Gufron, si tukang tambal ban itu kini sedang menjilati dan mencupangi lehernya sambil tangannya memilin-milin putingnya.
“Ayo Ron…semangat, dia mau keluar tuh!” Encep menyemangati melihat tubuh Marina yang semakin menggeliat tak terkendali.
Tubuh Marina semakin basah oleh keringat, ia semakin tak sanggup menahan sensasi nikmat yang melanda tubuhnya sedemikian hebat hingga membuat wajahnya memerah. Akhirnya pertahanannya bobol setelah sekitar seperempat jam disetubuhi oleh Imron.
“Mmhhh…eemm….ookkhh!!” erang Marina begitu Kahar menarik lepas penisnya dari mulutnya.
Tubuhnya mengejang dahsyat selama beberapa saat hingga akhirnya terkulai lemas di atas dipan itu. Keempatnya tersenyum senang melihat korban mereka takluk dan mengalami orgasme yang begitu hebat.
“Enak kan Bu?” ejek Imron, “goyangannya liar juga ya kalau lagi ngecrot!”
“Baru pernah ngerasain yang gini ya Bu ya? Hehe!” Gufron menimpali sambil meremas payudara Marina.
“Seperti yang gua bilang Ron…kalau lagi konak semua cewek ya gini, gak perek gak dosen!” sahut Kahar.
Marina hanya bisa terdiam saja memendam kegeraman dalam hatinya, lagipula tubuhnya terasa luluh lantak setelah orgasme pertamanya tadi. Secara jujur, ia pun menikmati orgasme itu, sungguh memalukan, mereguk kenikmatan terlarang dari orang yang memperkosa di depan kekasihnya pula, tapi mengapa…mengapa justru malah muncul semacam dorongan dalam dirinya yang merasa ingin merasakannya lagi, itulah yang berkecamuk di pikirannya.
“Nah sekarang gua Ron, udah kebelet nih!” Kahar menagih jatahnya dan menyuruh Imron menyingkir.
“Weit…sabar Har, nafsu amat, kasih kesempatan ke tuan rumah dulu dong!” kata Imron menoleh ke Gufron.
“Hehehe…akhirnya gua bisa juga ngerasain yang bening gini!” tukang tambal ban itu kegirangan dan segera mengambil tempat di antara kedua paha Marina.
Matanya seperti mau lepas melihat selangkangan Marina yang sudah benar-benar basah. Darah keperawanannya yang baru saja bobol masih nampak meleleh di wilayah tersebut, sebagian menetes ke dipan di bawahnya. Tanpa basa-basi lagi, Gufron yang sudah bernafsu sejak tadi langsung melesakkan penisnya ke vagina wanita itu.
“Eeggh…aahh!” Marina mendesah panjang dan tubuhnya mengejang.
“Uuuhh…ini baru sip…wuihh legitnya!” ceracau si tukang tambal ban itu menikmati jepitan vagina Marina menghimpit penisnya.
Dengan ganas Gufron menggenjot vagina Marina sampai menimbulkan bunyi berdecak. Sementara Imron yang penisnya masih menegang naik ke dada Marina dan menjepitkan penisnya dengan kedua gunung kembar wanita itu. Kemudian mulailah ia memaju-mundurkan penisnya yang licin itu disana. Marina dapat melihat jelas kepala penis yang seperti helm itu maju-mundur seolah hendak menghantam wajahnya.
“Wuehehe…emang kalau toked montok paling enak dipake gitu yah Ron!” kata Encep.
“Iyah…wuih paling seneng gua mainin yang kaya gini, empuk!” kata Imron makin bersemangat.
Tak sampai lima menit, Imron sudah melenguh dan meremas kuat-kuat kedua payudara itu sehingga membuat Marina meringis kesakitan. Cret…cret…beberapa kali kepala penisnya menyemprotkan cairan putih kental mengenai wajah Marina sehingga ia menjerit kecil. Terasa sekali aroma cairan itu yang tajam, ia menutup rapat-rapat bibirnya agar cairan menjijikan itu tidak masuk ke mulut.
“Walah…ngotorin lu Ron, gua belum ngapa-ngapain udah lu semprot peju gitu!” sahut Kahar.
“Wehehe…tenang Har, ntar dibersiin kok” kata Imron, “ayo Bu, ditelan!” ia menyuapkan cipratan spermanya di bibir Marina dengan jari telunjuknya.
Marina menggelengkan kepala dengan wajah memelas, ia sangat jijik dengan cairan kental itu. Namun Imron dan yang lain terus memaksanya membuatnya tak punya pilihan lain, ia pun mengendurkan mulutnya sehingga jari Imron yang berlumuran sperma dapat masuk. Cepat-cepat ditelannya cairan itu agar tak terlalu terasa dimulut.
“Iya gitu Bu…enak ga Bu pejunya?” tanya Encep.
“Aakkhhh…iii…iya, enak!” jawabnya disertai desahan karena Gufron terus menggenjotnya.
“Wahaha…hoi jing…denger ga tuh, pacar lu ternyata suka minum peju!” ejek Imron pada Ryan disusul gelak tawa yang lain.
Pemuda itu yang melihat kondisi pacarnya yang sudah sedemikian kacau semakin tak dapat menahan emosinya. Ia meronta sekuat tenaga namun ikatannya terlalu kuat sehingga ia tetap tak bisa melepaskan diri, malah pergelangan tangannya yang terasa sakit karena terus memberontak. Mulutnya menggumam tak jelas yang agaknya berisi makian. Mereka menyorakinya setiap kali Marina melahap sperma yang disuapkan oleh Imron padanya. Lama-lama ia pun mulai terbiasa dengan rasanya, demi pacarnya ia rela menahan rasa jijik dan penghinaan ini.
“Hiya…telen terus, sehat itu Bu!” kata Kahar.
“Hhhuuhh…oohhh…ngentot…enaknya!!” tiba-tiba terdengar Gufron mengerang semakin tak karuan, nampaknya ia akan segera orgasme, “Uuu….uuhhh…yaahh….keluar Buuu!!” tukang tambal ban setengah baya itu pun menancapkan penisnya dalam-dalam dan menyemprotkan spermanya di dalam sana, matanya membelakak menikmati klimaks yang luar biasa itu.
Giliran ketiga segera diambil oleh Kahar yang sejak tadi memaksa Marina mengocok penisnya. Satpam kekar itu membalikkan tubuh Marina dan mengangkat pinggulnya sehingga dosen cantik itu bertumpu dengan kedua lutut dan sikunya.
“Ayo Bu…emut yang saya!” tiba-tiba sebatang penis yang menegang ditodongkan di depan wajahnya.
Marina mengangkat wajahnya melihat Encep yang menyeringai sambil mengarahkan penis itu ke wajahnya. Dengan pasrah ia menuruti saja perintah satpam itu ketika ia menyuruhnya membuka mulut.
“Eemmhh…yeah…udah pinter ya Ibu nyepongnya uuuhhh…mantep!” Encep mengerang-ngerang menikmati servis oral Marina.
Pada saat yang sama, Kahar sedang melesakkan penisnya ke vagina Marina. Ukuran penisnya yang besar terasa sangat sesak pada vagina Marina yang baru saja diperawani sehingga tidak heran mata wanita itu membeliak-beliak dan mulutnya mengeluarkan erangan-erangan tertahan karena menahan sakit proses penetrasi itu.
“Sedap kan Har?” tanya Imron sambil meremasi payudara kanan Marina yang menggelantung.
“Sama perawan ayu gini emang beda sedapnya…masih sempit banget memeknya!” jawab Kahar.
“Pantatnya juga gua suka...padat gini liat!” sahut Gufron yang sedang beristrirahat sambil mengelusi pantat Marina yang membulat sempurna dan kencang itu.
Kahar semakin cepat memompa vagina Marina dengan penisnya membuat tubuh wanita itu tersentak-sentak keras. Encep yang penisnya sedang dikulum Marina pun terpaksa mengalah karena tidak ingin penisnya tergigit dan ia juga agak kasihan melihat Marina yang nampak kewalahan.
“Aahh…aahh!” Marina menceracau tak terkendali, tangannya mengocoki penis Encep semakin cepat.
Setiap mata melotot dan terangsang hebat melihat bagaimana seorang pria setengah baya bertampang sangar menyetubuhi seorang wanita muda yang sangat cantik dan terpelajar, termasuk juga Ryan yang juga ikut terangsang melihat adegan perkosaan atas kekasihnya itu walau bercampur dengan kemarahan dan kesedihan. Marina merasakan penis besar Kahar memenuhi liang senggamanya serta menjelajahi bagian dalamnya tanpa ada yang terlewat. ‘Plok…plok…plok!’ suara benturan pantat Marina dengan selangkangan Kahar memenuhi gubuk kecil itu. Akhirnya Marina harus takluk pada orgasme yang kembali melandanya. Mulutnya mengeluarkan erangan nikmat tanpa tertahankan ketika mencapai klimaks, tubuhnya yang dikerubuti keempat pria itu berkelejotan melepaskan kenikmatan yang luar biasa. Jamahan tangan-tangan kasar itu juga jilatan mereka pada tubuhnya makin menambah kenikmatan di puncak birahinya.
“Ohh…tidak kenapa aku malah menikmatinya?” keluh Marina dalam hati, “tapi…tapi…nggak bisa!”
Dosen cantik itu semakin tak sanggup mengendalikan diri, ia turut menggoyangkan tubuhnya mencari kenikmatannya. Tanpa perlu disuruh atau diarahkan ia mengocoki penis di genggamannya dan sesekali memasukkannya ke mulut. Tak lama setelahnya, Kahar pun tak tahan dengan himpitan kerasa vagina yang baru diperawani itu. Penisnya menyemburkan banyak cairan sperma ke dalam rahim wanita itu. Marina merasakan rahimnya sudah begitu penuh dengan sperma, yang meleleh di sela-sela vaginanya pun cukup banyak.
“Whhuah…bener-bener yahud memek bu dosen ini, siapa nih mau nyicipin…legit banget coy!” celotehnya mengomentari persetubuhannya barusan.
Setelah si satpam berkumis itu mencabut penisnya, bawahannya, si Encep yang sejak tadi menunggu buru-buru meminta jatahnya. Ia segera menaikkan tubuh Marina yang masih lemas ke pangkuannya dengan posisi memunggungi, dipeluknya dan dirasakan kehangatannya.
“Hehehe…emang sip tuh pacarlu…memeknya bikin gua ketagihan!” ejek Imron sambil menjenggut rambut Ryan.
“Jangan…jangan sakiti dia lagi Pak!” Marina memelas melihat perlakuan Imron itu.
Dosen cantik itu meronta dan melepaskan diri dari dekapan Encep lalu menghambur ke arah Imron. Tanpa menghiraukan rasa malu, ia memeluk Imron dan menciumi bibirnya agar pria itu tidak menyiksa kekasihnya lagi. Kontan adegan itu pun disoraki oleh yang yang lain.
“Wuhui…tuh liat pacarlu yang mau loh, dia emang gatel pengen dientot tapi sayang lu pecundang, ga bisa muasin dia hahaha!” sahut Encep.
Betapa panas hati Ryan melihat kekasihnya bercumbu panas dengan pria lain tepat di depan wajahnya sendiri. Ketika Encep menghampiri dan mendekapnya dari belakang Marina bahkan menengok dan melingkarkan tangannya ke leher pria itu sementara tangan satunya meraih penisnya. Ia melakukan semua ini agar mereka tidak lagi menyiksa kekasihnya, keadaan memaksanya memberanikan diri bertingkah binal agar perhatian mereka lebih kepada dirinya.
“Eemmmhh…Pak!” erangnya merasakan sapuan lidah Encep telak pada leher naik ke telinganya dan elusan tangan pria itu pada vaginanya.
Imron pun tak tinggal diam, tangannya meremasi payudara wanita itu seakan memamerkannya pada Ryan yang terikat tak berdaya. Tak lama kemudian Encep menjatuhkan diri pada sebuah bangku kayu sehingga otomatis Marina yang sedang didekapnya pun naik ke pangkuannya.
“Masukin Bu!” perintahnya dekat kuping Marina.
Tanpa diperintah lagi, Marina segera meraih penis Encep yang telah menegang dan mengarahkan ke vaginanya.
“Aakkhh!” erang Marina karena penis itu mulai menusuk dan membelah liang vaginanya.
Tanpa terasa ia menggeliat keenakan seiring semakin melesaknya penis itu.
“Hhhmm…enak kan Bu?” goda Encep.
“Iyahh…Pak!” jawab Marina yang nafasnya semakin memburu karena gairahnya mulai bangkit kembali.
Marina semakin tak kuasa menahan erangannya ketika Encep menyentakkan tubuh sehingga penisnya mengaduk-aduk dinding vaginanya. Tubuhnya terlonjak-lonjak mengikuti irama sentakan pria itu. Imron mendekati Marina yang sedang naik turun di pangkuan Encep dan menempelkan kepala penisnya di mulut wanita itu yang pasrah membiarkan mulutnya dijejali benda itu. Gufron dan Kahar yang baru memulihkan tenaga pun turut mendekatinya. Kini Marina kembali dikerubuti pria-pria bejat yang bernafsu melahapnya. Tubuhnya mulai bergetar karena rangsangan bertubi-tubi pada sekujur tubuhnya. Cret…cret…penis Gufron yang sedang dikocok dengan tangannya, memuntahkan sperma yang membasahi wajahnya, agaknya tukang tambal ban setengah baya itu memang tidak sanggup bertahan lama dalam seks. Selama beberapa saat lamanya Encep menyetubuhinya dengan gaya berpangkuan hingga akhirnya klimaks. Imron dan Kahar membawa tubuh Marina kembali ke dipan. Sebelumnya si satpam berwajah sangar itu berbaring di atasnya baru menaikkan tubuh wanita itu ke atas badannya.
“Sekarang kita coba dua lubang Bu!” kata Imron dari belakang.
“Jangan Pak…jangan lewat situ….ahhhkk…aahhh…sakit!” erang Marina merasakan penis Imron melesak ke duburnya.
Sementara di bawahnya penis Kahar juga membelah bibir vaginanya dan menerobos masuk ke dalamnya. Air matanya meleleh menahan sakit pada kedua lubangnya. Setelah memberi waktu sejenak untuk beradaptasi keduanya mulai menggenjotnya. Kedua penis itu keluar masuk vagina dan duburnya seperti mesin pompa. Rasa sakit bercampur nikmat membuatnya mendesah tak karuan. Arus kenikmatan ini kembali menyeretnya sehingga Marina pun mulai menikmatinya.
Keempat pria tak bermoral itu terus menggarapnya selama beberapa waktu ke depan, ludah mereka belepotan di sekujur tubuhnya yang mulus, sperma mereka terciprat baik di dalam maupun di tubuhnya. Imron merekam beberapa adegan perkosaan itu dengan ponselnya, mereka bersorak seperti menonton pertandingan setiap kali temannya menggarap hingga mencapai klimaks. Setelah puas melampiaskan nafsu binatangnya mereka meninggalkan tubuh telanjangnya yang awut-awutan di atas dipan. Keringat bercucuran di sekujur tubuhnya, rambutnya sudah berantakan dan nampak sperma meleleh dari vagina dan anusnya. Keempat pria bejat itu mulai berpakaian, ada juga yang minum dan mengisap rokok. Dari mulut mereka mengalir komentar-komentar tentang persetubuhan tadi yang mungkin lebih tepat disebut perkosaan.
“Oke, sekarang seperti yang sudah kita janjikan, kalian boleh pulang, tapi awas jangan macam-macam, ingat gua udah ngerekam yang tadi itu disini” ancam Imron menunjukan ponsel berkameranya lalu melepaskan penutup mulut pemuda itu.
“Bangsat!!” maki Ryan begitu mulutnya terlepas.
“Ryan…Ryan udah…sudahlah…yang penting kita selamat!” Marina tanpa mempedulikan kondisinya yang masih lemas dan belum berpakaian menghampiri kekasihnya dan mendekapnya seolah melindunginya kalau-kalau mereka menghajarnya lagi.
Ia terisak-isak memeluk pemuda itu dan memohon pada mereka agar melepaskannya.
“Baik…Ibu boleh pulang sekarang dan bawa pecundang itu, mending Ibu cepat berpakaian sebelum kita nafsuan lagi hehehe!” kata Imron
“Rekaman itu Pak…tolong…!” Marina memelas dengan suara lirih.
“Minggu depan saya hapus di depan Ibu, soalnya seminggu ini saya masih pengen nyicipin Ibu” jawab Imron santai.
“Apa…hhhrrhh!” Ryan sangat geram mendengarnya namun segera dicegah Marina agar tidak bertindak gegabah.
Marina pun sebenarnya amat marah dengan permintaan yang keterlaluan itu, ia mengepalkan tangan kuat-kuat dan matanya memandangi keempat pemerkosanya itu dengan penuh kebencian. Namun, demi kekasihnya, ia dapat segera menguasai diri dan menyanggupinya dengan berat hati. Setelah berpakaian, Marina membebaskan Ryan dari ikatannya.
“Ryan…kamu…kamu gak apa-apa kan?” tanyanya gugup karena ia masih ingat bagaimana ia telah bersikap binal bak pelacur di hadapan pemuda itu.
Ryan hanya menggelengkan kepala menjawabnya. Dengan langkah tertatih-tatih mereka pun angkat kaki dari gubuk si tukang tambal ban diiringi ejekan para bajingan itu. Saat itu langit sudah gelap, mereka naik ke mobil yang telah diperbaiki dan segera tancap gas. Sepanjang perjalanan keduanya membisu dan tidak berani melihat wajah masing-masing, Marina masih terisak meratapi dirinya.
“Gua tau…gua udah gak pantes lagi buat lu, gua udah terlalu kotor!” ucap Marina dengan suara bergetar, “kalau lu mutusin gua, gua juga udah pasrah”
Ryan tidak menjawab selama beberapa detik, lalu tangannya menggenggam tangan kekasihnya.
“Mar…jangan omong gitu, ini semua emang salah gua sampai lu harus berkorban kaya gini…gua…gua masih pengen sama lu!” jawab pemuda itu, ia juga tak bisa menahan air matanya menetes.
Ryan lalu menepikan mobil yang dikemudikannya dan langsung memeluk Marina. Keduanya berpelukan erat sambil menangis.
“Gua masih harus jadi budak seks…apa lu masih mau nerima gua Ryan?” tanya Marina dalam pelukan pemuda itu.
“Gua terima Mar…gua gak akan ninggalin lu sampai kapanpun” jawab Ryan mengelus rambut Marina.
Ucapan pemuda itu sungguh bagaikan seteguk air di tengah gurun pasir yang memberinya kesejukan dan harapan. Marina lalu mengutarakan rencananya untuk berhenti mengajar di universitas tempatnya bekerja setelah Imron menghapus rekamannya nanti.
Hari-hari ke depan, Marina masih harus melayani Imron dimanapun dan kapanpun diminta. Tak jarang Kahar dan Encep si satpam kampus pun meminta jatah. Perbuatan terkutuk itu biasa terjadi di toilet kampus, gudang, kelas kosong dan lain-lain. Bahkan pernah ketika Ryan menelepon Marina melalui ponselnya diterima oleh Imron yang saat itu sedang menyetubuhinya di toilet.
“Hahaha…halo, nyari pacarlu yah…sori bentar ya, lagi gua pake nih!” ejek Imron dengan penuh kemenangan.
“Lu emang bangsat…hati-hati lu nanti!” balas Ryan lalu memutus hubungan dengan marah.
Tanpa terasa seminggu telah berlalu namun Imron masih belum menghapus rekaman itu dan melepaskan Marina seperti janjinya dulu. Ia masih menunda-nunda dan tetap memakai Marina sebagai pemuas nafsunya. Sementara itu Ryan mulai bersikap dingin dan sulit dihubungi oleh Marina. Beberapa kali ia menghubungi Ryan, namun seringkali telepon tak diangkat atau SMS tak dibalas, kalaupun dibalas hanya berisi jawaban singkat alakadarnya saja. Hingga akhirnya 12 hari setelah perkosaan yang menimpanya, ketika Marina sedang berbelanja di mall sendirian, ia melihat sebuah pemandangan yang membuat hatinya serasa diiris-iris, ia tidak ingin percaya pada pandangannya, namun itu semua nyata. Dilihatnya di sebuah meja food court, Ryan sedang berduaan dengan seorang gadis lain. Mereka terlihat sedang makan dan ngobrol mesra, sesekali Ryan menyuapi makanannya pada gadis itu dan memegang tangannya. Dengan hati hancur ia menghampiri keduanya.
Ryan begitu gugup dan salah tingkah melihat Marina berdiri di samping mejanya, wajahnya menunjukkan kekecewaan dan kesedihan yang amat dalam.
“Lu…lu bener-bener keterlaluan…kenapa lu ga putusin gua dari waktu itu aja?” katanya dengan suara bergetar.
“Ehh…Mar…gua…gua bisa jelasin ini” kata Ryan terbata-bata.
“Cukup…gua ga butuh penjelasan!” Marina begitu emosi sampai tak tahan untuk tak menjerit sehingga mengundang perhatian orang sekitarnya.
Sebelum Ryan berkata lebih lanjut ia langsung membalikan badan dan pergi dari tempat itu dengan menyentakkan kaki. Para pengunjung berkasak-kusuk melihat kejadian itu sehingga Ryan merasa tidak nyaman di tempat itu. Tanpa menghabiskan makannya ia segera beranjak bersama gadis itu. Marina pulang dengan hati hancur, pemuda yang dicintainya hingga demi dirinya ia rela berkorban sedemikian besar itu ternyata hanya bisa memberi harapan palsu padanya. Kalau saja hari itu Ryan memutuskannya lukanya tidak akan sedalam sekarang. Kini ia merasa dunia sepertinya sudah hancur, direnggut paksa keperawanannya lalu dikhianati oleh orang yang dicintainya. Pengorbanannya sungguh merupakan kesia-siaan terbesar dalam hidupnya. Sebuah puisi klasik memberi sindiran pada orang-orang seperti Ryan,
Melihat kematian tuannya,
kuda Raja Chu* melompat ke Sungai Wu.
Tak rela melayani musuh,
Si Rambut Merah** memilih mati kelaparan.
Kalau binatang saja memiliki kesetiaan,
betapa rendah mereka yang tak tahu balas budi
Sejak itu Ryan tidak pernah menghubunginya lagi, bahkan SMS atau telepon permintaan maaf pun tidak pernah ada. Tanpa sadar ia kini mulai menikmati tugasnya sebagai budak seks. Sakit hati dan frustasinya mendapat tempat pelarian melalui kepuasan terlarang bersama Imron dan kroni-kroninya. Ia semakin tidak ragu-ragu atau terpaksa lagi melayani nafsu setan mereka, ia tidak pernah lagi mengungkit-ungkit janji Imron menghilangkan rekaman perkosaannya. Wanita cantik dan terpelajar itu kini telah menjadi budak seks Imron cs. walaupun dalam kesehariannya ia terlihat tanpa cela.
Keterangan:
* Raja Chu adalah gelar Xiang Yu (232-202 SM), seorang panglima perang pemberontak pada akhir Dinasti Qin. Setelah kalah dalam pertempuran terakhirnya ia terdesak hingga ke pinggir sungai. Seorang tukang perahu menawarkan jasa untuk melarikan diri dengan menyeberangi sungai. Namun ia bertekad untuk bertempur hingga akhir daripada kembali ke kampung halaman sebagai pecundang. Ia hanya menyerahkan kudanya yang telah menemaninya berperang selama bertahun-tahun pada si tukang perahu dan meminta agar merawatnya dengan baik. Musuh-musuh Xiang menyusulnya ke tepi sungai itu dan mengepungnya, di tengah keterpojokannya, ia menggorok lehernya dengan pedangnya sendiri. Saat itu perahu yang membawa kudanya telah di tengah sungai dan kuda itu melompat ke air dan mati tenggelam menyusul tuannya.
** Si Rambut Merah adalah nama kuda kesayangan Guan Yu, jenderal legendaris Zaman Tiga Negara. Setelah Guan Yu kalah dalam sebuah pertempuran dan dihukum mati Sun Quan, raja Wu Timur, ia diserahkan pada Ma Zhong, salah seorang jenderal Wu, sebagai hadiah. Namun, di tempatnya yang baru kuda itu tidak mau makan maupun minum hingga akhirnya mati kelaparan tak lama kemudian.
=================================================================