BAB I . PEMBUKAAN
“ Bos loe bawa bir bintangnya??”, seorang anak ABG tanggung bertanya pada temannya.
“ Bawa Dan!! lengkap nih sama fanta, kratingdaeng, moccachino sama sprite”, temannya datang membawa satu keresek besar berisi minuman. Baru saja dia membelinya di swalayan.
Kumpulan anak tanggung sedang bersenang-senang di sebuah rumah kosong tak bertuan dengan suasana begitu sepi. Keheningan malam menambah kenikmatan mereka dalam mengeksplore masa muda. Bukankah masa muda harus dinikmati dengan begitu bergelora? Seorang pujangga pernah berkata ; “ Nikmati masa mudamu!! Karena tak akan terulang kembali.”
“ Mana si Bejo??”, pemuda pembawa minuman bertanya.
“ Di kamar bos! Lagi “ indehoy” sama Diana, ”, temannya menjawab sambil menghampiri pria dengan barang belanjaan.
“ Sini gue racik semua bawaan bos, biar kita semua bisa fly!”.
“ Loe harus bisa bikin kita semua melayang tinggi ya Dan!!”.
“ Beres, Serahin ke gue Bos!!”.
Anak muda yang dipanggil bos sebenarnya bernama Joko, sedangkan temannya tadi bernama Hidan. Mereka belum lulus SMA, masih kelas dua belas. Walaupun masih muda namun jam terbang mereka tak usah dipertanyakan. Segala macam bentuk kenakalan remaja telah mereka gauli sampai katam.
Joko melangkah perlahan menghampiri kamar yang berada tak jauh dari ruang utama. Sedangkan temannya Hidan mengambil sejumlah gelas kecil dan besar, mulai meracik minuman.
Ckreeek..bunyi pintu dibuka.
Dari balik pintu Joko melihat temannya Bejo sedang bersenggama secara liar bersama teman wanita satu sekolahnya.
“ Oooohh..Aaaaahhhh..Ahhhhhhhh”, Diana tak sanggup menghentikan desakan alamiah tubuhnya yang menginginkan pelepasan syahwat. Sebagai anak ABG libidonya selalu berada diubun-ubun, siap meledak kapan saja. Teman-temannya menyebutnya hyper sex. Sebagai wanita dia haus akan sesuatu berbau seksualitas yang mampu membawanya terbang ke awang-awang.
Sekarang dia sedang asyik dalam posisi tengkurap, menungging, membelakangi pacarnya yang tengah menyetubuhinya dengan posisi doggy style. Gaya favoritnya. Dalam posisi bersetubuh doggy, rasanya gesekan penis maupun peler cowonya selalu telak menghantam klitorisnya sehingga mempermudahnya meraih orgasme berulang-ulang.
“ Ooooohhh..Joooo..gueee nyammmpe laagiiiii”, cengkraman Diana pada ranjang tempat tidur menguat bersamaan dengan datangnya klimaks dari dasar rahimnya.
Cuuuussss..deras, cairan cintanya berangsur-angsur meledak kemudian meleleh keluar dari dalam vaginanya.
Bagi Diana, bersetubuh sambil dilihat orang lain bukanlah masalah. Dia sudah terbiasa ditonton orang saat bersetubuh. Beberapa wanita mungkin jijik melakukannya. Tapi buat Diana, kedatangan Joko yang antusias melihatnya bersetubuh, telah mempercepat proses orgasmenya.
“ AAAAAAAAAHHHH”, dengan sebuah teriakan panjang, Diana menumpahkan semua gelora masa mudanya.
***
Dua orang pria berdiri tegang di depan rumah sepi yang terasa hidup dalam kesunyian malam. Salah seorang diantara mereka berusia tua dengan busana compang-camping mirip pemulung atau orang gila pinggir jalan. Satunya lagi anak muda mengenakan jas putih putih necis bagai eksekutif muda. Kontrasnya penampilan mereka membuat sepasang burung hantu memandang keduanya dengan penuh curiga.
“ Ngapain kamu kesini??”, si tua bertanya.
“ Tugas!”, jawab singkat anak muda sambil matanya fokus melihat rumah.
“ Di rumah tua begini??”, penasaran orang tua kembali bertanya.
Anak muda mengangguk tanpa melepaskan pandangannya dari rumah.
“ Mereka masih muda. Masih panjang masa depan terbentang.” Orang tua menyadari anak muda tak mendengarkannya.
Terpaksa, dia genggam keras tangan si anak necis agar mendengarkan kata-kata yang hendak disampaikannya, “ MEREKA MASIH MUDA!!”, tekanan katanya membuat anak muda necis akhirnya memberikan perhatian.
“ Tidak masalah bagiku!!”, jawaban si necis singkat. Matanya kembali menatap rumah.
“ Adakah pilihan??”, orang tua bertanya lagi.
Anak muda mengalihkan pandangannya sambil tersenyum kepada orang tua, “ kamu mau memberi mereka pilihan??”.
“ Pastinya”, jawab pak tua.
“ He he”, pria necis tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala, “ Kamu boleh coba!!”, dia masih tersenyum, “ Tapi hanya boleh MEMPERINGATKAN tidak lebih!”
Pria tua mengangguk memahami pilihan yang telah diambilnya.
***
“ Tambah cantik aja kamu Diana.” Joko masuk kamar kemudian maju sampai depan ranjang. Diana masih tengkurap setelah keletihan dihantam orgasme namun terus mendapat penetrasi dari lawan mainnya.
Bejo, laki-laki bersatus pacarnya seakan tidak peduli dengan kehadiran Joko, terus saja menghujamkan penisnya dalam-dalam ke vaginanya.
“ Hah…hahh…hahh dari mana Bos??”, Diana berusaha mengendalikan nafasnya.
“ Beli minuman Di!! Supaya loe bisa ngelayanin gue abis ini!!!!”, dijambaknya rambut Diana. “ Loe mau kan ngelayanin gue??”
“ …..mmmaaauu aaaaaaaahhhhhhh”, jawaban diiringi desahan hebat keluar dari mulut Diana karena vaginanya disodok keras dari belakang.
“ AAAAHHHHH FFUUUCCKKK GUUUEEE NYYEMMPROOOTTTT!!”, Bejo mengikuti berteriak, spermanya tak mampu lagi tertahan.
Crrooott…crrooottt….crrooottt, cairan putih kental menyembur deras ke pantat montok Diana.
Joko hanya tersenyum melihat sahabat karibnya telah klimaks dengan wajah merah padam dihadapannya. “ Cape loe Jo??”, tanyanya.
“ Hah…hahhh iya Bos!!”, Bejo mengelus pantat kekasihnya yang sekel.
“ Ha ha ha giliran gue habis loe Jo! Dapet sisa deh gue…”, tangan Joko menggengam dagu Diana yang tengah terbaring sembari mengagumi kecantikannya.
“ ……… hah hah “, Diana masih terengah-engah.
TOKK…TOOKK…TTOKKKKKKK, suara pintu digedor membuat mereka bertiga langsung terkejut. Diana yang semula masih tak berdaya saja tiba-tiba berdiri dengan ketakutan akibat gedoran pintu.
“ Polisikah??”, Diana bertanya ngeri.
“ Gak mungkin!!”, kedua pria didepannya menjawab kompak bersamaan.
“ Coba cek pintu gihhh!!! takut gue malem-malem ada yang gedor-gedor!!”, Diana berkata penuh kecemasan.
“ Iya-iya gue cek!!”, Bos Joko melangkah ke pintu. Sebagai orang yang dituakan di rumah dia harus berani. Meski masih SMA, Joko disegani sehingga dipanggil Bos oleh teman-teman sepantarannya. Diana dan Bejo mengikuti dibelakangnya sambil cepat-cepat mengenakan pakaian mereka yang berserakan di lantai.
***
Pak tua, masih dengan busana compang-campingnya, kini berdiri tegak di depan pintu rumah. Dia sengaja menggedor pintu keras-keras agar penghuni di dalam segera membuka pintu. Tugas di depan matanya sekarang sangatlah penting.
Ckleeekk..,bunyi pintu dibuka perlahan. Pemuda di dalam terlihat takut-takut saat membuka pintu.
“ Anak muda APAPUN YANG KAMU HENDAK MAKAN DI DALAM JANGAN DIMAKAN!!!”, orang tua berteriak lantang.
“ Ternyata orang gila!!”, jawaban kelegaan keluar dari diri si pembuka pintu.
“ HEI GUYS AMAN!! HANYA ORANG EDAN HA HA HA KETIPU KITA SEMUA”, dia tertawa terbahak-bahak. Dari belakangnya tiga orang lain keluar dari balik pintu dan menatap setengah jijik ke bapak tua.
Seorang wanita berbalut pakaian seadanya tampak dari balik pintu.
“ JANGAN MAKAN…….!!”.
JJJJDAAAAGGGG!!!!, teriakan orang tua terhenti, sebuah tendangan menerjang tubuhnya yang ceking. Ditendang begitu kencang dia terguling-guling hingga pekarangan.
“ HEI ORANG GILA! KAMI GAK MAU MAKAN APA-APA MALAM INI!!! PULANG SANA!!”, penuh emosi anak muda penendang memaki-maki, “ CUUUHHHH”, diludahinya Pak tua dengan penuh kesombongan.
“ JOKO HENTIKAN!!!”, si wanita menarik lengan anak muda penganiaya agar tidak meneruskan aksinya. “ Kasian!!”, wanita manis berkata.
“ ORANG EDAN BEGINI KOK MAU DIKASIHANI SIH???”, teriak anak muda penganiaya.
“ Tenanglah Joko!!!”, wanita muda terus berusaha menenangkan temannya. “ Apa yang bapak maksud dengan makanan??” , sebuah pertanyaan keluar dari bibirnya kepada bapak tua.
“ Neng!! teman bapak uhukk uhhuukk….”, orang tua mengarahkan tangannya ke belakang tempat sahabatnya pria necis berdiri, “…dia bilang kalian jangan ada yang makan apapun yang kalian hendak makan didalam!!!”, meski perutnya habis ditendang, pak tua berusaha keras merangkai kata demi menyampaikan peringatan.
“ Bapak, kami tidak punya makanan apa-apa di dalam, dan….”, wanita manis tampak masih bingung saat bapak tadi menunjuk ke belakang, “ …di belakang bapak gak ada siapa-siapa”, dengan berat hati wanita cantik tersebut harus mengamini apa yang dinyatakan temannya ; ORANG TUA DI HADAPANNYA BENAR_BENAR SUDAH GILA.
“ TUH KAN DIANA!!, APA GUE BILANG ORANG GILA LOE LADENIN!!!”, Pemuda berteriak di telinga wanita cantik.
“ Joko sudahlah!!”, wanita berusaha menahan teman prianya.
“ AWAS MINGGIR LOE JANGAN HALANGIN GUE!!, JO LOE BAWA CEWE LONTE LOE MASUK KE DALEM!!!! CEPAT!!!”, dengan kasar lengan Diana ditarik kemudian dilempar ke belakang.
“ MAMPUS LOE ORANG GILA!!! HIAAAAATTTT..”, pemuda melompat dengan sekuat tenaga menerjang pria tua ceking.
BUG BUUG BUUGGG.. Tanpa belas kasihan pemuda bernama Joko menendang orang tua berkali-kali hingga dia muntah darah.
“ JOKO HENTIKANNNN ….HHEEEMMMMM”, mulut Diana dibungkam oleh pacarnya kemudian dia ditarik masuk ke rumah.
CCUUUHHH..Joko meludah lagi, “ PULANG LOE ORANG GILA!!!! SEKALI LAGI LOE BERANI KETUK PINTU RUMAH GUE…. MAMPUS BENERAN LOE!!!”, Peringatan keras diberikan kepada orang tua kurus sambil meninggalkannya bagai bangkai binatang tak bernilai di pekarangan.
Penuh kecongkakan pemuda tanggung tadi memasuki rumahnya dengan membanting pintu.
Sepeninggal para ABG tengik, Pak tua baru merasakan sekujur badannya remuk.
“ Uhuuk…uhhuuukk..uhhhuukk”, batuk dengan darah keluar dari mulutnya. Tubuh ceking ringkihnya tak sanggup meladeni tendangan bertubi-tubi dari seorang anak muda.
TEP..Sebuah tepukan menyejukkan menyentuh punggungnya memberi ketentraman hati.
“ Apa kubilang???”, pria necis menyapa, “ Manusia gak bakal mau mendengarkan sebuah peringatan!!!”
“ Uhuuukk…uhhuuukk..uhhhuukk”, pria tua tak sanggup membantah lagi.
Diperiksa batuknya, tidak lagi mengeluarkan darah.
*** “ Minuman udah siap my man!!!”, Hidan menyuguhkan minuman berbau alcohol pekat yang baru saja diraciknya. Kehadiran orang gila tadi sudah dilupakan. Buatnya apa pun yang dibicarakan orang tua tadi sangatlah tidak penting. Jaman begini ngasih nasihat ke anak muda?? Enggak lah yau.
“ APA-APAAN SIH TADI JOKO, JANGAN BEGIITUU……!” Diana masih tak terima dengan kejadian di luar, berusaha mendebat Joko dengan menghampirinya.
“ PLAAAAAKKKKK”, sebuah tamparan telak menyambut Diana. Wanita manis berusia 17 tahun itu, ditampar telak didepan Hidan dan Bejo. Begitu keras tamparan tersebut hingga langsung menyungkurkan Diana ke lantai.
“ LOE JANGAN BERANI-BERANI BANTAH GUE YA LONTE!!! AWAS LOE”, Joko menindihnya kemudian memberikan tamparan bertubi-tubi kepada wanita malang yang telah terlentang tak berdaya.
“ PLAAAAKK…..PLAAAAKKK….PLAAAAKKKKK…PLAAAAKK…PLAAAAK KK”, tamparan bertubi-tubi Joko membuat Diana langsung pingsan.
“ Jok, jangan gitulah!!! diakan pacarnya Bejo!!”, Hidan berusaha melerai sahabatnya yang merupakan pimpinan gang mereka. Bejo hanya bisa diam. Ketakutannya yang sangat besar pada figure Joko membuatnya tak sanggup berkata apa-apa. Bahkan ketika pacarnya sendiri ditampar hingga pingsan.
Puas melampiaskan kekesalannya. Joko kemudian duduk di sofa langsung menenggak minuman racikan Hidan.
“ KALIAN TEMENIN GUE MINUM CEPET!!! JANGAN SAMPE MOOD GUE ANCUR LAGI GARA-GARA KELAKUAN LOE PADA!!!” Joko menunjuk kedua temannya dengan gaya seorang bos besar.
Ketakutan. Hidan maupun Bejo segera duduk disampingnya dan sama-sama menengak minuman oplosan hasil buatan Hidan. Dimulai dari satu gelas, dua gelas, gelas berikutnya lagi dan lagi.
Joko menemukan emosinya berangsur reda setelah menenggak gelas pertama. Gelas kedua kemudian menghadirkan sensasi melayang yang diharapkannya.
Hidan sangat jago mengoplos minuman hingga menghasilkan cita rasa minuman keras yang mewah. Gelas-gelas berikutnya membuat Joko dan kedua rekannya serasa terbang tinggi melayang-layang dalam selimut ILUSI.
Aliran darah ketiga pemuda tadi mulai melambat, sedangkan mereka tengah terombang-ambing dalam indahnya halusinasi. Tak lama alcohol oplosan menghentikan aliran darah mereka seketika. Joko yang pertama memegangi lehernya karena merasa tak mampu bernafas. Kedua rekannya menyusul menggelepar-gelepar ke lantai bagai ikan yang ngap-ngapan karena keluar dari air.
Dalam keadaan nafas sulit dihirup itulah Joko melihat datangnya tamu tak diundang dengan pakaian putih necis begitu tampan dan klimis. Tamu aneh itu tanpa basa-basi langsung saja duduk di atas dadanya dengan aura wajah paling dingin yang Joko pernah lihat seumur hidupnya.
“ KEMBALIKAN KEPADAKU MANUSIA TAK TAU DIRI!!….KEMBALIKAN PADAKU !!”, sang tamu berteriak menanyakan sebuah pertanyaan pada Joko yang masih memegang nafasnya yang begitu tercekat. Joko tak tau jawaban apa yang harus diberikan.
BBUUUUGGGGG..tanpa basa-basi pria necis menghantamnya di dada. Bagai tertimpa besi puluhan ton pukulan ke dada Joko, membuat seluruh tulang dadanya rontok menjadi puing-puing. Pukulan itu membuat kulit dada Joko terkelupas dan organ dalamannya berhamburan keluar.
Tak pernah sebelumnya Joko merasakan penderitaan separah ini. Tulang dadanya rontok, organ tubuhnya meloncat keluar, tapi dia masih hidup.
“ KEMBALIKAN PADAKU….KEMBALIKAN PADAKU!!!”, sang Tamu bertanya lagi.
BBUUGGG…BBUUGGG..dua hantaman lagi menghantam perut dan kepala Joko, serta-merta membuat isi kepala dan pencernaannya semburat keluar memenuhi lantai.
“ KEMBALIKAAANNN!!!!”, pria necis tetap berteriak maski organ tubuh Joko sudah meloncat kesana kemari.
Dengan tidak sabar kemudian pria necis tersebut mengambil sebuah pedang dari balik jas necisnya kemudian menempelkannya ke lengan kanan Joko yang masih utuh.
“ HHHAAAAAHHHHH SAAAAKKKIIIITTTTTTT”, Joko menjerit ketika lengannya serasa digergaji oleh pedang itu. Rasa tangan yang dengan paksa berusaha dilepas oleh pedang itu membuat joko menjerit-jerit. Bagaimana dia masih bisa hidup ketika tubuhnya sudah hancur berantakan seperti sekarang??.
“SAAAAAAKIIITTTTT AAAAHHHHHHHHHHHH”, mulut Joko berteriak perih.
“ KAMU GAK TAKUT MATI KAN??? SEKARANG KEMATIAN ADA DI MATAMU, MANA KEBERANIANMU??? MANA????”, pria necis berteriak lantang di kuping pada kepala yang sudah lagi tidak memiliki organ otak untuk membuatnya berfikir.
“ AMMMMPPUUUN….AMMPPUUUNNNNN”, lengan kanan Joko akhirnya putus.
Pria necis mengambil ember dari balik jasnya kemudian mewadahi lengan Joko kedalamnya.
“ HAAAAAHHHHHHHHHH”, joko terus berteriak perih ketika satu per satu organ tubuhnya dimutilasi oleh pria necis kemudian diwadahi di ember. Pria necis hanya bertanya satu kata yang dia tidak sanggup jawab ; “ KEMBALIKAN PADAKU!!!”.
Ketika seluruh organ Joko sudah dipreteli. Tusukan terakhir pedang dengan cita rasa gergaji menyentuh hati yang masih terletak di dalam tubuh, kemudian menggergaji organ kecil tersembunyi itu. Rasa pedang yang memilukan membawa Joko kepada keperihan terakhir nan menyedihkan.
“ AAAAAMMMMMMMPPPUUNNNNNNNNNNNNNN AAAAHHHHHHHHHHHHH”, sebuah teriakan kesakitan terakhir akhirnya mengantarkan hati itu tercerai-berai dan Joko pun lenyap.
Kondisi penuh darah tadi tiba-tiba hilang, yang tertinggal hanyalah tubuh utuh Joko yang telah kehilangan roh kehidupan.
Pria necis kemudian melangkah ke tubuh Hidan dan Bejo melakukan siksaan mengerikan yang sama. Pertanyaan “ kembalikannya “ tak ada yang sanggup menjawab, kemudian mereka harus menjalani mutilasi yang menjijikkan.
Semua pemandangan sadis tadi disaksikan oleh pak tua. Sudah perjanjiannya dengan sahabatnya, bahwa dia boleh menemani pria necis bertugas sepanjang dia menuruti satu hal ; bagaimana pun anehnya metode yang diambil, dia harus membuka mata ketika sahabatnya itu melaksanakan tugas.
Saat ruh ketiga orang laki-laki muda tadi telah menghilang dari dunia. Pria tua melangkah menuju wanita yang tergolek pingsan di lantai. Dielusnya wajahnya dengan penuh kasih sayang seperti dia memeluk dan menyayangi buah hatinya sendiri.
“ Wanita ini tidak kan??”, tanyanya pada pria necis.
“ …..”, pria necis menggeleng. “ Dia menuruti nasihatmu Pak Tua!! tidak ada urusanku dengannya”.
“ Syukurlah”, pria tua menghela nafas panjang bersyukur atas apa yang barusan didengar.
“ Tidurlah dulu ya nak!! Kasian kamu”, ujarnya sebelum meninggalkan tubuh wanita muda kemudian melangkah mengejar sahabatnya yang telah ngeloyor ke luar.
“ Apakah harus sesadis itu??”, tanyanya.
“ Apanya??”.
“ Cara mengambil mereka??”.
“ Kamu yang punya hati! Aku tidak”.
“ Maksudmu apa??”.
“ Selama hidupmu, Pak Tua, gunakanlah hatimu!! Apabila tidak, jangan salahkan aku bila memotong-motong hati itu secara menyakitkan. Lebih menyakitkan dari matinya hati yang digunakan hanya untuk menyakiti orang lain!!!”.
“…….”, pria tua terbisu sahabatnya yang tampan hampir selalu benar.
“ Hei kamu mau kemana??”, tanya Pak Tua ketika menyadari pria necis hendak berlalu.
“ Ke tahanan”.
“ Mau ngapain kamu kesana??”.
“ Tugas berikutnya!!”.
BAB II. BARA API
Tantri melihat jam tangannya sudah pukul 23.00. Malam ini dia ditugaskan oleh Polres tempatnya bertugas mengantarkan tahanan bernama Jamal menuju tempat eksekusi hukuman mati. Tugas yang sangat tidak disukainya, tapi apakah dia punya pilihan untuk menolak?.
Dalam lingkungan kerjanya hanya ada satu kata ; ”SIAP“. Bagaimana pun anehnya sebuah perintah hanya boleh dijawab dengan satu kata sakti yang dikuasai dengan sangat baik oleh semua Polisi. "Huuhhh kadang aku merasa lelah dengan pekerjaanku", batin Tantri. Dia berusaha membuang kantuk dan lelahnya dengan memandang keheningan malam dari balik jeruji besi.
“ Bu Tantri tahanan Jamal ingin bertemu dengan Ibu”, seorang sipir penjara mengajukan permohonan padanya, “ Apakah Ibu bersedia??”.
“ Tahanan ingin bertemu dengan saya??”, Tantri heran mendengar permintaan barusan, “ enggak salah dengar Pak??”, tanyanya berusaha meyakinkan kembali apa yang barusan didengar.
“ Betul Bu, memang terdengar janggal, tapi napi Jamal sendiri memang selalu berperilaku tidak biasa sejak menghuni LP”.
“ Hanya tinggal satu jam lagi lho Pak sebelum dia dieksekusi! Kok sempat-sempatnya mau ketemu saya??”.
“ Kami para sipir juga kurang mengerti Bu. Kata Pak Jamal, hanya 5 menit saja kok Bu”.
“ Hmm”, Tantri berfikir keras. Dia berupaya mempertimbangkan segala situasinya. Napi yang akan dihukum mati sebentar lagi bukanlah napi sembarangan. Dia adalah pembunuh sekaligus pemerkosa. Sudah lebih dari 15 tahun Jamal mendekam di tahanan, perintah hukuman matinya baru turun kemarin untuk dieksekusi sekarang.
Negeri Tantri memang punya tradisi aneh dengan hukuman mati. Pelaksanaan eksekusi bisa begitu molor. Kadang molor berhari-hari, bisa juga molor berbulan-bulan, bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun lamanya. Karena waktu molornya yang tidak masuk akal inilah banyak para tahanan hukuman mati yang tewas duluan sebelum waktunya.
Tapi beda dengan napi bernama Jamal. Dia sanggup bertahan. Bagaimana Jamal bisa bertahan?? tidak ada seorang pun yang dapat menemukan jawabannya. Bukankah napi pembunuh ditambah pemerkosa selalu “dibully” jatah lebih dalam tahanan. Para napi lainnya akan dengan senang hati memberi mereka pelajaran setiap malam selama mereka ditahan. Pelajaran yang pastinya berujung penderitaan. Bukankah sudah sering terdengar adanya napi yang bunuh diri akibat tak sanggup menanggung siksaan terus-menerus dari napi lainnya??.
Tantri dengan segudang kecerdasannya paham, seorang napi pembunuh, pemerkosa dapat bertahan sekian lama dalam tahanan dalam keadaan hidup, pasti bukan napi sembarangan. Siapa sebenarnya dia? Tantri belum sempat membaca kasusnya. Masalahnya sekarang sang napi yang luar biasa hendak bertemu dengannya. Beranikah dia??
Ayolah Tantri masa kamu takut?? Kamu Polwan paling berprestasi di kantor! Kamu pasti berani!! Ayo Tantri. Dalam hati dia berusaha mengumpulkan keberanian.
“ Baiklah!!! Dimana kami akan ketemu??”, Tantri telah menentukan sikap, apa pun yang terjadi dia enggan untuk bertekuk lutut terhadap perasaan takut.
“ Terima kasih Bu, telah memenuhi permintaan beliau. Saya yang akan menjamin keamanan Ibu bersama sipir yang lain. Mari ikut saya Ibu Tantri!! Pak jamal bisa ditemui di ruang persiapan!!”
“ Tunggu sebentar Pak!”, Tantri merasakan ada yang mengganjal, “ Kenapa bapak harus berterima kasih untuknya??”, dia bertanya, “ Bukankah Jamal pembunuh sekaligus pemerkosa??”.
“ Hemm”, sipir tersenyum ringan, “ nanti juga Ibu tau yang sebenarnya.”
***
Jamal menari berputar-putar di sel tahanannya. Usianya sudah hampir enam puluhan. Tapi tubuhnya tetap bugar. Wajahnya penuh keceriaan seakan dia tak pernah mengalami siksaan apa pun dalam tahanan.
“ La la la la la”, Jamal mulai melantunkan sebuah lagu, “ …..Dimataku kau begitu indah….kau membuat diriku akan selalu memujamu…la la la ”, dengan suara merdu dari dalam hati, Jamal bernyanyi.
Jamal terus berputar-putar kegirangan, sambil melantunkan sebuah lagu favoritnya. Sebagai napi terhukum mati selera musiknya tetap romantis.
Trengg….treenngg..Suara jeruji besi diketuk menghentikan nyanyiannya.
“ Napi Jamal agar menuju ruang persiapan!!!”, kata sipir.
Jamal menatap tajam sipir yang menggedor teralisnya, “ Tantri mau bertemu denganku??”, tanyanya penuh harap.
“ Beliau bersedia! Sekarang sedang menunggu Anda di ruang persiapan!!”.
“ Bagus”, senyum Jamal mengembang, “ Kau… memang begitu indah”.
***
Tantri tidak bisa duduk. Dia hanya bisa memasukkan tangannya ke saku celana sambil berdiri tegang. Belum pernah ia alami sebelumnya permintaan seorang napi terhukum mati untuk bertemu dengan secara personal. Ditambah lagi napinya akan mati beberapa jam dari sekarang.
Perasaan akan bertemu dengan seseorang yang sebentar lagi akan menjadi mayat membuat bulu kuduk Tantri berdiri. Ada sebuah kepercayaan, di daerah asalnya, bila bertemu dengan orang hanya beberapa saat sebelum yang bersangkutan wafat, maka pertemuan itu dapat dikatakan bertemu dengan mayat. Yang bersangkutan sudah dalam keadaan menjelang mati dan biasanya hanya ingin berpamitan pada seluruh rekan maupun keluarganya.
Sekarang, Tantri akan bertemu dengan mayat hidup atau orang yang hidup tapi sudah jadi mayat?? Hiiiiiii Tantri jadi merinding sendiri membayangkannya.
Kleeekkk..Pintu dibuka dua orang sipir mengantarkan seorang pria tua dengan tangan terborgol.
Sebagai Polisi, tugas utama Tantri adalah menangkap penjahat. Metode pertama kali untuk melihat kejahatan adalah dengan melihat wajah si pelaku. Disana tergambar jelas kejahatan atau kebaikan yang terdapat dalam diri pelaku.
Dengan metode yang sama Tantri berusaha melihat raut wajah Jamal. Sekilas Tantri menangkap ketenangan dalam diri Jamal. Tidak tergambar sedikit pun ketakutan di wajahnya, bahkan Tantri dapat menangkap kegembiraan sekaligus kebaikan. Lalu dimana aura kejahatannya berada??
"Ahh kamu pasti salah lihat Tantri. Masak kamu sama sekali gak mampu menangkap aura kejahatan dari pria tua dihadapanmu?? Dia ini pembunuh lho, pemerkosa lagi." Batin Tantri mendesaknya untuk merubah penilaiannya.
Tantri melamun berusaha menilai sebisanya dari wajah si bapak tua. Gambaran ketenangan, kebahagiaan dan kebaikan begitu terasa kuat.
“ Ibu Tantri mau kami temani selama pertemuan dengan napi??”, sipir bertanya membuyarkan lamunan Tantri.
“ Mmmm tidak! Biarkan kami berdua saja Pak”, aura kebaikan Jamal yang memancar kuat membuat Tantri berani menerimanya seorang diri.
Kedua sipir beranjak meninggalkan napi dan Tantri berdua dalam ruangan.
Cklek...,bunyi pintu ditutup.
Tantri masih berusaha menganalisa karakter calon mayat dihadapannya.
"Hmm orang ini sebentar lagi mati. Siapa sih yang tidak takut mati?? Kok bisa Tantri, bapak tua di depanmu berlagak seolah tidak takut menghadapi mati?Kamu kan wanita pintar dengan segudang prestasi. Coba ingat-ingat apa kata bukumu tentang figure sepertinya." Pikiran Tantri terus berkecamuk
“ Berhenti menganalisa wajahku Brigadir Tantri Wulandari!!”, napi tua berkata lembut.
“ Eeeeee”, sadar pikirannya terbaca Tantri jadi gugup, “ Mmmm saya tidak menganalisa apa-apa kok” dia berbohong.
“ He”, napi Jamal tersenyum meledek.
“ Darimana Bapak tau nama saya??” Tantri berusaha menghilangkan kegugupannya.
“ Kamu yang kasih tau”, jawabnya singkat.
“ Apa?? kapan saya kasih taunya??”.
“ He”, Jamal kembali tersenyum, ”Ttak penting darimana bapak tau namamu!! Yang terpenting, Janganlah wanita secantik dirimu menatap bapak dengan penuh curiga! Hidupmu masih sangat panjang untuk dihabiskan mencari kesalahan orang Tri”.
“ Tttau ddarri manaa Bapaak nama panggilan saya??”, Tantri bukan wanita gagap. Tapi kenapa sekarang dia jadi gagap? Orang tua ini bukan hanya tau nama lengkapnya tapi juga tau panggilannya sehari-hari.
“ Nanti bapak kasih tau! Namun Sebelumnya bolehkah bapak duduk?? Bapak lelah dari tadi berdiri terus”, tanya Jamal sopan.
“ Mmmmm Silakan Pak!!”, Tantri masih sangat rikuh. Dia sangat tidak nyaman dengan semua kejutan yang ditampilkan Jamal. Kakinya bahkan ikut-ikutan tegang. Permintaan Jamal untuk ngobrol sambil duduk membuatnya dapat melonggarkan urat-urat syarafnya yang tegang. Jangan-jangan bapak didepanku juga tau kalo aku sebentar lagi kram sehingga memintaku duduk?? pikirnya.
Sekarang mereka berdua duduk berhadap-hadapan di sebuah meja kecil.
“ Hmmmmm”, Pak jamal menghirup nafas panjang.
Ia seperti menghirup hawa ruangan. Tantri hanya bisa duduk diam menyaksikan aksi nyentrik si napi.
“ Kamu wanita yang “ hot “ Tantri!!”, sehabis menghirup udara Jamal mendadak mengucapkan penilaian.
“ Apppa maksssud bapakk?”, Tantri grogi.
“ He! Tadi kamu berusaha menganalisa bapak kan?? Sekarang giliran bapak menilai kamu”, penuh senyum ceria Jamal ketika berbicara, “ Hmmm bapak mencium aroma persetubuhan yang bergairah beberapa jam lalu antara sepasang suami istri he he he”.
“ Deg”, jantung Tantri berhenti sejenak, bagaimana jamal bisa tau kalo sebelum berangkat ke sini dia dan suaminya baru saja bersetubuh?
“ EEee saya gak habis bersetubuhh kokk”, Tantri berusaha mengelak.
“ Jangan bohong Tantri!!”, Jamal menggeleng-gelengkan kepalanya.
“ Ssssaya ggak bohongg kokkk”, Tantri berusaha terus mengelak.
“ Huuuufff”, Jamal meniup udara dari mulutnya. Cukup dengan sebuah tiupan Tantri sekonyong-konyong melihat ruang persiapan tempatnya duduk sekarang berubah menjadi gedung bioskop besar dengan layari i-max yang memenuhi seluruh ruangan.
Dari layar raksaksa, Tantri dapat melihat suaminya mengendap-ngendap memasuki kamar ketika ia tengah mencari sesuatu dari dalam lemari pakaian. Di layar Tantri sudah mengenakan pakaian yang dikenakannya sekarang.
Sambil mengendap-ngendap suaminya akhirnya berhasill merangkulnya dari belakang. Heppppp, mulut Tantri dibungkam dengan tangan, kepalanya didangakkan menatap langit-langit.
“ Mau kemana kamu malam-malam begini sayang?? Mau pergi lagi??”
“……..”, Tantri Nampak mengangguk-ngangguk dalam keadaan mulut tertutup.
“ Lantas kapan donk jatahku??”, Tangan suaminya meraba bagian luar pakaian safari warna hitam merasakan kesexyan tubuh Tantri dalam ketatnya pakaian yang dikenakan.
“ Ckk ckk ckk Sudah hampir setahun kamu jadi istriku Tantri, kok bisa badanmu semakin sexy saja setiap harinya?”, tangan sang suami berusaha meraih retsleting yang terletak di samping celana. Sudah rapih serta wanginya sang istri tidak membuatnya risih untuk menggerayangi, malahan ia paling suka mengerjai istrinya saat sudah berseragam lengkap.
“ Mmmmmmm”, Tantri berusaha melawan kehendak suaminya. Tangannya menggapai-gapai ke bawah menyingkirkan tangan yang berupaya melucuti celananya, bagaimanapun semua dandanannya akan berantakan bila sang suami sudah beraksi.
Plak!!...tangan Tantri yang berusaha berontak di tepuk keras.
" Jangan nakal Tantri!!" ucap suaminya.
“ Mmmmm mmmmm”, Tantri masih berusaha melawan.
“ Nakal ya kamu!! He he harus dikasih pelajaran kalo gitu Huuuppp”, dengan cekatan sang suami merenggut tangan Tantri kemudian menyatukannya menempel ke belakang punggung dan memborgolnya.
“ Masss…..”, Tantri berusaha menghentikan libido suaminya setelah mulutnya bebas dari dekapan.
“ Layani aku dulu sebelum kamu kerja!!!”, didorong tubuh Tantri hingga tengkurap di ranjang. Dalam kondisi tangan terborgol, Tantri menjadi tidak berdaya sehingga sang suami dengan mudah mempreteli celana panjang yang dikenakan dan membuangnya.
“ Mmmm sexy banget kamu Tantri!!!”, tangan suaminya mulai menggerayangi kaki jenjang Tantri yang menggairahkan.
“ Uuuuuhhhh Maassss”, Tantri mulai menggelinjang saat merasakan kakinya dibelai serta diciumi lembut mulai dari tumit hingga naik ke paha. “ AAAaaaahhhhhh aaammppuun Masss, Tantri mau kerjaaaa”, ciuman telah naik hingga bagian dalam paha. Bagian sensitive pahanya ditumbuhi bulu-bulu halus. Ketika paha itu dibelai kemudian diciumi, Tantri segera sampai di langit ketujuh. “ AAAAAAAHHHHHH”, jeritan Tantri membuat suaminya tertawa nakal. "Kamu gak bisa mengelak dari kenikmatan Tantri", batin sang suami.
“ Buka lebar kakimu!!”, selesai dengan serangan pertama, sang suami memaksa membuka lebar selangkangan istrinya. Celana dalam berwarna krem yang malam itu Tantri kenakan tak mampu menyembunyikan cairan kewanitaannya yang barusan meleleh keluar perlahan dari dalam vagina akibat orgasme.
“ He he istriku sekarang suka bo'ong ya!! Lagaknya gak mau tapi ternyata udah banjir begini!!!”, dengan nakal sang suami mengoles vagina Tantri dengan jari telunjuknya dari balik celana dalam, kemudian membawanya ke depan mulut Tantri.
“ Sebagai hukuman buat istriku yang suka bo'ong, sekarang rasain cairan lendirmu sendiri sayang!!”, mungkin karena merasa tak nyaman Tantri berusaha berontak, “ Mmmm mmmm”.
“ Ayo buka mulut!!”, dijambak rambut Tantri oleh suaminya hingga tak mampu mengelak dan terpaksa membuka mulut. Jari berisi lendir kemaluannya sendiri akhirnya dikulumnya.
“ He he he istriku memang binal”, puas berhasil memasukkan satu jari ke mulut istrinya, suaminya dengan tangan satunya berhasil menarik lepas celana dalam krem. Diangkatnya kembali celana dalam itu sekarang langsung menuju hidung tantri.
“ Cium sayang!!! Ciuummm!!!!”.
Tantri berusaha berontak lagi namun tangannya yang terborgol membuatnya tak sanggup bergerak. Dijambak lagi rambut pendeknya agar menurut. Betul-betul dibuat tak berdaya, Tantri terpaksa mulai menghirup sendiri aroma celana dalamnya. Snniiiff…sniiifff sssnniiff...Melaksanakan paksaan suaminya dia hirup dalam-dalam aroma vaginanya sendiri yang terasa wangi karena barusan dia rawat dengan ramuan tradisional leluhur.
“ Bagus!!! Istri yang pintar!! Sekarang buka mulutmu sayang!!!”.
“ MMmmmm”, kembali Tantri berusaha melawan kehendak suaminya. Sebuah perlawanan pura-pura untuk memancing gairah sang suami agar makin terbakar. Tantri merupakan ahli bela diri, semua paksaan suaminya sebenarnya mudah dia patahkan meskipun dalam kondisi terborgol, tapi dia ingin bersandiwara.
“ Haaapp jangan ngelawan”, untuk ketiga kalinya, sang suami memegang kepala Tantri sambil menjambak kemudian menyumpalkan celana dalam krem ke dalam mulutnya.
“ he he he”, senyum kemenangan tergambar dari bibir sang suami. Kondisi istrinya yang telah tak berdaya dan tersumpal celana dalam berhasil membuatnya ereksi sempurna. Cepat dia turunkan celananya sendiri kemudian diarahkan penisnya yang telah tegak sempurna ke vagina Tantri yang masih sangat sempit karena hingga satu tahun pernikahan mereka belum dikaruniai momongan.
“ Satu…dua…tigaaa….siap-siap ya Tantri!!”.
“ Mmm…mmm…MMMMMM”, Tantri menggeleng-geleng seperti tidak menginginkan vaginanya ditembus.
Melihat istrinya berontak, malahan semakin menambah rasa penasaran dalam hati sang suami.
Blesssss..penis menembus vagina.
Sleeep…slleeepp…sleeepp….mmm…mmmm,….mmmm, penetrasi ritmis mulai dilakukan. Tantri meraung-meraung liar dalam keadaan mulut tersumpal.
*** “ Huuuuffff”, Jamal kembali meniup udara dari mulutnya.
“ Ibu Tantri!!!”, napi yang setengah jam lagi akan dieksekusi menghilangkan layar di dalam ruangan kembali dalam sekali tiup.
“ Eeeeeeee”, malu karena lawan bicaranya sanggup membongkar kebohongannya Tantri menunduk malu.
“ Tidak perlu malu!! Apa yang Ibu Tantri lakukan adalah sebuah seni seksualitas tingkat tinggi!”.
“ Seni??”, Tantri bertanya masih malu-malu.
“ Persetubuhan sejati milik sepasang suami istri yang saling mencintai”.
“ ……”, Tantri terdiam.
“ Jangan bohong lagi sama bapak ya anakku!!”, ucapan lembut Jamal mengena di hati Tantri.
“ Mmm mmm”, Tantri mengangguk.
“ Bagus”.
“ Kenapa sih bapak ingin berjumpa dengan saya??”, Tantri berusaha berbicara.
“ Karena kamu adalah orang terakhir yang ingin bapak temui sebelum meninggalkan dunia”.
“ Kenapa harus saya??”.
“ Karena kamu orang baik yang bisa ngebantu bapak”.
“ Ngebantu??”.
“ Ya membantu. Bisa gak Tantri, kamu membantu bapak dalam tiga hal!! Jangan berbohong lagi! Kalo kamu gak sanggup tinggal bilang”.
Sebenarnya Tantri enggan bahkan untuk membantu satu hal saja dari permintaan Jamal. Tapi dari dalam dirinya entah mengapa jadi tak berdaya dan mematuhi “suka- tidak suka” dihadapan kharisma si napi tua.
“ Mmm mmm”, Tantri mengangguk mengiyakan.
“ Kamu gak bohong lagi kan anakku??”.
“ …..”, Tantri menggeleng.
“ Anak baik. Sekarang dengar tiga permintaan bapak ya!!. Pertama ; PERGI KE DESA SUKA WIYASA TEMUI ANAK BAPAK! BAWA DIA KE RUMAH DIMANA TANAM KAYU SAJA HIDUP, LIHAT DI BALIK LEMARI DISANA ADA MATA AIR”, Tantri mendengarkan dengan seksama. “ KEDUA PERGI KE TEMPAT PELACURAN TEMUI ANI, BIARKAN ABDI YANG SUKA DICACI MEMBEBASKANNYA”, sampai permintaan kedua Tantri tak mengerti sedikit pun, “ KETIGA UNTUK MENAKLUKAN YANG TAK BISA DITAKLUKAN GUNAKANLAH SESUATU YANG TIDAK MEMILIKI AWAL DAN AKHIR”, Tantri tambah bingung. “ Berjanjilah kamu akan melaksanakan dalam tiga hari setelah kematian bapak Tantri!! Jangan berbohong”.
“ Iya Pak”, Tantri menurut meski dengan berat hati. “ Tapi saya tidak mengerti satu pun dari permintaan bapak”, protesnya.
“ He he he”, Jamal tersenyum misterius, “ Besok kamu mulai mengerti!”.
“ Tapi…..”, Tantri menuntut penjelasan.
“ PENJAGA!!”, sang napi berteriak.
Cklek..Dua orang penjaga masuk kembali ke dalam ruangan mendengar panggilan.
“ Terima kasih banyak! Saya sudah selesai dengan ibu Tantri!!”
Tantri membisu.
“ Tolong antarkan bapak ke mobil tahanan ya Tantri!!” , Jamal meminta dengan sopan.
“ Iya”, Tantri melangkah sambil meraih tas kerja kecilnya yang tergeletak di pinggir ruangan.
Hingga detik ini, Tantri masih tak mengerti dengan kelakuan napi tua.
Bersama para sipir, mereka melangkah menuju mobil tahanan yang akan mengantarkan keberangkatan ke tempat eksekusi.
Mereka kini telah sampai pintu gerbang tahanan. Cuaca malam ini entah kenapa menjadi demikian dingin. Tantri tau ada yang tidak beres dengan cuaca. Firasatnya mengatakan demikian tapi akalnya tak sanggup mengatakan alasannya.
Bregggg...pintu gerbang dibuka.
Udara dingin rupanya terasa lebih menusuk di halaman LP. Para petugas kepolisian dan penjara yang bertugas di depan sampai harus menyalakan api unggun untuk menghangatkan tubuh.
Jamal berdiri di tengah pengawalan para pria bersenjata dengan wajah penuh senyuman. Hawa dingin tak mempengaruhinya.
Duug..duugg..duugg….Ponsel Tantri berbunyi menperdengarkan nada dari sebuah bedug yang ditabuh.
Tantri lupa merubah modenya dalam keadaan silent karena ponselnya tertinggal di dalam tas. Ring tonenya yang berbunyi kencang memutar panggilan ibadah lima kali sehari serta-merta bergema di keheningan malam. Tantri gugup mencari-cari lokasi hand phonenya yang terselip dia antara belantara tas kerjanya yang berserakan kertas.
“ LEPASSSKANN…LEPASSSKANNNN SAYAAAA!!!!!”, mendadak, sikap jamal yang tenang berubah histertis ketika mendengar bunyi ring tone. Tantri yang semula sibuk mencari ponsel jadi tidak konsentrasi melihat Jamal berusaha memberontak.
“ HAAAAAGGGGGGHHH”, Jamal terus berontak, keberadaan puluhan pria bersenjata tak mampu membendungnya, “ LEPASKAN SAYA!!!!!”.
“ LUMPUHKAN NAPI!!!!!”, suasana tiba-tiba berubah mencekam.
Kepala lapas mengintruksikan jamal segera dilumpuhkan.
“ HAAAAATTTTTT”, Jamal berteriak lantang. Dengan sekali teriakan borgol ditangannya lepas.
Para sipir takut setengah mati melihat borgol di tangan Jamal telah lepas.
Beberapa dari mereka dengan badan besar berusaha meringkus Jamal. “ HAAAAAAHHH”, kembali cukup dengan sekali teriakan semuanya terpental. Serta-merta Tantri menghentikan pencarian ponselnya dan mencabut senjata dari pinggang kemudian mengarahkan tepat ke arah Jamal.
“ HAAAAAAHHHHH”, Jamal histeris berlari menuju api unggun.
Tantri telah bersiap menembak. Tapi terhalang para penjaga yang bergelimpangan di sekitaran Jamal yang berlari menuju perapian untuk menghindari kejaran sipir. Jamal tau para sipir takut dengan panasnya api dan tak akan berani meringkusnya disana.
Ketika jaraknya dengan api unggun tinggal sejengkal, Jamal terpisah dari para penjaga, Tantri sudah bersiap memberikan tembakan pelumpuh, namun dia tak sanggup menembak karena syok dengan apa yang disaksikan di depan matanya sendiri.
Dengan gerak begitu cepat, Jamal telah mencelupkan kepalanya sendiri ke dalam pusara api. Jamal bersujud. Kepala serta dahinya ditenggelamkan semuanya dalam nyala api.
Ceeeesssss...Bunyi kepala Jamal masuk ke dalam api.
“ AWAAASSS NAPII MAU BUNUH DIRRIIII!!!!!”, Tantri berteriak lantang penuh kepanikan ketika kepala dan tubuh Jamal nyungsep ke tengah kobaran api.
Para sipir tak kalah paniknya berusaha secepatnya mencari air atau pemadam api untuk mengeluarkan Jamal dari kobaran api yang mulai menjilat-jilat disekeliling tubuhnya.
Panik, Tantri yang pertama melihat adanya pemadam api di balik mobil tahanan berlari cepat untuk mengambil pemadam api berwarna merah, kemudian mencopot selang dan menyemprotkannya ke arah api.
COOOSSSSSS...Sejuta busa berwarna putih menyembur dan seketika memadamkan api.
Tantri menyadari kemungkinan akan melihat tubuh Jamal yang telah tewas dalam keadaan gosong. Jasad yang bersangkutan masih dalam posisi bersujud tertimbun busa.
Keheningan mencekik semua yang hadir melihat perkembangan situasi. Tidak ada yang bergerak. Semuanya dalam keadaan syok. Dari kejauhan Ring tone pada ponsel Tantri yang menandakan panggilan ibadah telah berakhir.
Srrreeeekk.....
Tak lama dari berakhirnya ring tone, Jamal berdiri begitu saja dari balik timbunan buih berwarna putih, tersenyum lebar, seolah tak pernah terjadi apa-apa.
“ AYO KITA BERANGKAT!!”, katanya dengan penuh keyakinan diiringi senyum lebar.
Brigadir Tantri Wulandari yang belum pernah merasakan ketakutan seumur hidupnya tiba-tiba merasakan takut. Pria tua di depannya menyelupkan dirinya sendiri ke dalam kobaran api dan tidak terbakar sedikit pun.
BAB III. KESALAHAN TERBESAR
Malam yang panjang bagi Tantri. Kejanggalan demi kejanggalan terus mewarnai menjelang detik-detik eksekusi. Ada apakah gerangan dengan bapak tua bernama Jamal yang sekarang telah naik mobil tahanan di depannya?? Bisa-bisanya dia melakukan atraksi bagai pesulap dengan menyeburkan dirinya ke dalam kobaran api. Ekspresi tawa lebarnya saat keluar dari api tak kan dilupakan oleh Tantri. Bukan hanya satu senti dari tubuhnya tidak terbakar, pakaiannya pun tidak ada yang disentuh jilatan api.
Hingga sekarang Tantri masih merenungi peristiwa mengerikan di tengah kobaran api. Dalam mobil terpisah, bersama tiga orang polisi lain, Tantri berpikir keras. Dicobanya untuk menganalisa seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi secara perlahan-lahan. Sebelumnya ia merasa tidak penting untuk mengenal profil dari napi Jamal, akan tetapi segala macam kejanggalan menjelang eksekusinya membuat Tantri meminta pada orang kantor untuk mengirimkan e-mail data lengkap tentang sang napi.
Data di Polres tempatnya bertugas tergolong lengkap. Tak perlu waktu lama bagi Tantri untuk mendapatkan gambaran sekilas profil Jamal sang napi. Nama lengkapnya ; Jamal Fahrudin, seorang pria berusia 58 tahun. Secara keseluruhan ,dia telah menghabiskan waktu 17 tahun di dalam tahanan, sejak pengadilan negeri memberikan vonis hukuman mati terhadapnya.
Kejahatannya adalah pembunuhan berencana terhadap satu keluarga, diikuti pemerkosaan. Ia membunuh lima orang sekaligus dalam satu malam. File yang dibaca Tantri memberikan gambaran rinci bagaimana Jamal melakukan aksinya, dimulai dari membunuh para lelaki dalam rumah itu, lanjut memperkosa anak wanita serta ibunya kemudian menghabisinya juga.
Huuuuufff...Tantri menarik nafas panjang kemudian mengalihkan perhatiannya ke pemandangan jalan di sekelilingnya. Mungkin, bagi orang biasa, membaca berita kriminal seperti yang Tantri baca, bisa membuat mual. Masalahnya ia adalah polisi wanita jempolan yang telah terbiasa menghadapi kasus-kasus pelik. Baginya rangkaian data dalam file e-mailnya masih terlalu prematur.
Beberapa hal bila ditelaah secara kritis akan ditemui kejanggalan, seperti ; Siapa saksi dalam kasus pembunuhan sadis yang melibatkan Jamal?? Kenapa tidak disebutkan apa-apa selain yang bersangkutan sendiri telah mengakui perbuatannya. Mana bukti visum ataupun olah kejadian perkara? Bukankah melalui kedua hal tersebut dapat dilacak keberadaan tersangka pada saat kejadian?
Tantri berusaha berfikir analitis, bagaimana pun peristiwa tragis ini terjadi 17 tahun lalu. Untuk mengurainya memerlukan investigasi mendalam serta terus-menerus. Diperlukan wawancara intens dengan para saksi mata yang masih hidup kemudian di cross dengan data atau laporan petugas pada saat itu.
Apa pun yang terjadi, bapak di mobil depan kamu, Tantri, telah menitipkan amanat untuk kamu laksanakan mulai esok hari. Siapa tau ketiga amanat itu dapat memimpin kamu dalam pemecahan kasus misterius yang menimpanya. Pikiran dan nurani Tantri terus bergemuruh berusaha menganalisa persoalan.
Dalam sehelai kertas, Tantri berupaya mengingat kembali ketiga amanat Jamal. Pertama adalah…., “ hmmm kenapa aku bisa lupa”, Tantri tidak ingat.
Ia mencoba lagi, “ Baiklah amanat kedua dulu, yaitu……” Celaka aku kok jadi lupa sama sekali apa yang disampaikan bapak tadi, apakah pengalaman melihat kobaran api mengaburkan seluruh ingatanku?? Kicau Tantri dalam hati.
Brruuugg....Dia rebahkan punggungnya pada jok mobil untuk membantunya berkonsentrasi. Sayangnya tidak membantu. Tantri tetap tak bisa ingat apa pun.
“ Mbak Tantri sehat???” Seorang polisi berpangkat lebih junior darinya yang ikut dalam mobil manyapa Tantri. Juniornya melihat Tantri pucat serta berkeringat dingin.
“ Hmmm”, Tantri tersenyum pada juniornya tersebut, “ Mbak sehat dik!!”
“ Tapi Mbak keringat dingin, padahal udara malam dingin begini”.
“ Iya kadang Mbak kalo berpikir keras, terus gak ketemu jawabannya suka keringet dingin sendiri dik, gak usah dipikirin ya!”
Setelah menenangkan juniornya yang tampak khawatir dengan kondisinya. Tantri kembali rebah di jok. Berusaha ia pejamkan mata dengan harapan mengembalikan seluruh pikiran warasnya.
Betul kata juniornya tadi, udara malam ini memang begitu dingin. Tapi dia terus mengeluarkan keringat dingin.
***
Pak Tua kembali berjalan dengan sahabatnya pria necis berjas putih. Penampilan mereka begitu kontras. Satunya muda, tampan, klimis, sedangkan temannya tua, berantakan, dan lusuh. Untungnya kegelapan malam menyamarkan kontrasnya penampilan mereka .
Rupanya pengalaman melihat mutilasi di dalam rumah para ABG masih membuat Pak Tua trauma. Kenapa sahabatnya tega melakukan tindakan sekejam itu?? Bayangan isi kepala dibuat tercerai-berai olehnya, membuat Pak Tua merasa mual.
“ Hhhooeeeeekkkk” Pak tua muntah. Padahal Perutnya hanya diisi satu genggam nasi tadi sore, sekarang isinya keluar semua. “ Hoooeeeekkk” Pak tua kembali muntah. Ia terus-terusan merasa mual mengingat kejadian tadi.
Sahabatnya berhenti berjalan menyadari pak tua muntah-muntah.
“ Kamu sakit??” Tanya pria necis sambil menepuk bahu.
“ Huugghh” Pak tua menyeka bekas muntah di mulutnya, “ Aku mual karena kelakuanmu”.
“ Mual??”
“ Iya! Prosesmu menyiksa anak muda tadi, membuatku begini ”.
“ Ooowww” Jawaban singkat meluncur dari pria necis.
“ Kenapa sih harus begitu??”
Pria necis enggan menjawab pertanyaannya. Alih-alih menjawab, pria necis malahan memegang baju pak tua dan membawanya kembali berjalan. Buat pria necis waktu begitu penting dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Kemampuannya menaklukan ruang dan waktu sudah teruji, namun kehadiran seorang sahabat disampingnya sedikit menghambat pergerakannya. Suuuuttt...Dengan sekali tarik pria necis membawa pak tua bergerak dalam ruang tanpa waktu dan tiba di atas jembatan penyeberangan jalan.
“ Ngapain kesini? Katanya mau ke tahanan?” Pak tua bertanya.
“ Kamu mau coba menyelamatkan manusia lagi tidak??” Jawab pria necis.
“ Hah menyelamatkan manusia siapa???” Pak tua menggeleng-gelengkan kepalanya mencari-cari keberaadaan sosok manusia lain disekitar mereka. Terlihat di samping kirinya seorang pria usianya masih tergolong muda telah melompat melewati pembatas jembatan sedang melihat ke jalan di bawahnya.
“ HAI PAK NGAPAIN DISANA???” Refleks pria tua berteriak.
Menyadari ada orang lain, pria muda di tepi jembatan penyeberangan semakin gelisah. Entah karena terkejut atau memang sengaja, dia hampir melepaskan pegangan tangannya dari besi jembatan, namun untungnya berhasil diraihnya kembali.
Melupakan sahabatnya pria necis, pak tua berlari cepat menuju tepi jembatan. Meski usianya sudah tua, keinginannya menyelamatkan sesama manusia membuatnya mampu berlari cepat dan tiba di tepi jembatan.
“ Hussshhh mau ngapain kamu anak muda???”
“ Bapak jangan ganggu saya!!”
“ Kamu mau bunuh diri anak muda??”
“ Bukan urusanmu!!”
“ Ayolah!! Jangan begitu!! Ayo ikut aku!! Kita bisa obrolkan baik-baik dan mencari solusi terbaik terhadap masalah yang menimpamu!” Pak tua berusaha keras membujuk.
“ Hidup ini tak adil!!! Kenapa sih Tuhan harus menciptakanku di dunia ini??”
“ Hush ngomongin apa kamu? Ayo ikut!! Kita obrolkan di bawah saja! Ayo nak!! Ikut aku”.
Jalanan di bawah telah lengang, hanya satu dua mobil yang masih melintas dengan kecepatan tinggi. Udara malam begitu dingin. Pak Tua dengan tubuh ceking sebenarnya tak kuasa menghadapi dinginnya malam, namun rasa sayang pada sesama manusia membuatnya rela menanggung dinginnya malam.
“ Banyak orang jahat di dunia ini Pak Tua!” Pria muda berkata tanpa mempedulikan ajakan dari pak tua yang berusaha membawanya keluar dari tepi jembatan, “ Mereka ingin menghabisi karierku, membullying anak dan istriku setiap hari…” Air mata keluar dari matanya.
“ Kamu udah punya anak istri anak muda?? Bukankah itu merupakan nikmat dan karunia dari Sang Pencipta yang harus kamu syukuri! Ayo turun! Bapak akan antar kamu menuju rumahmu, biar kamu dapat memeluk anak istrimu dan merasakan cinta mereka yang begitu besar padamu.”
“ Kehadiranku hanya buat mereka menderita pak tua. Para lintah darat itu telah menghisap kebahagiaan kami sampai tetes terakhir. Tiap hari mereka mendatangi rumah kami berteriak-teriak mengancam kami….”. Pria muda mulai menangis, “ Mereka merenggut kebahagiaan dari anakku yang masih kecil…bahkan mengancam akan menggauli istriku.”
“ Ada Sang Pencipta anak muda!! Beliau pasti bantu!! Kenapa sih harus kamu tanggung semua masalahmu sendiri?? Kamu tak akan kuat menanggunggnya sendiri. Serahkanlah kepada-Nya dan cobalah merasakan nikmat yang telah diberikan Nya dalam tiap detik kehidupanmu!!” Pak tua terus mencoba meraih pria muda dihadapannya.
“ HIDUP TAK ADIL PAK TUA!!!! TIDAK ADIL!!!!” Dengan air mata berlinang anak muda melepas pegangannya dari jembatan dan terjun bebas ke jalan di bawahnya.
Pak tua gagal meraihnya, “ ANAK MUDAAAAA!!!” Pak tua berteriak keras melihatnya terjun ke jalan.
Pria necis sigap melompat dan meluncur tepat di samping tubuh pria muda yang tengah melayang. Pria necis menyentuh kepalanya. Serta-merta waktu terhenti ketika pria necis menyentuh kepala pria muda yang beberapa saat lagi tubuhnya akan remuk menghantam jalan.
Anak muda tadi sadar kemudian menyaksikan dengan matanya bagaimana senyum istrinya yang begitu indah menunggunya di rumah. Tergambar juga gelak tawa lucu anaknya yang baru memasuki sekolah dasar berlari-lari menunggu kedatangannya.
Tiba-tiba dia merasa menyesal telah memutuskan melompat untuk mengakhiri hidup. Kenapa dia bisa gagal selama ini dalam menangkap kenikmatan sejati yang dapat hadir hanya dengan melihat senyum dan kebahagiaan istri dan anaknya?? Mengapa secuil ketidak-adilan di dunia dapat memalingkannya dari menangkap sejuta kenikmatan yang tiap hari tercurah dan terlimpah khusus untuknya??
“ Berikanlah aku kesempatan kedua!!!” Ujarnya lirih kepada pria berjas putih yang melayang disampingnya.
“ Apa??” Pria necis mendekatkan telinganya ke mulut pria muda berusaha mendengarkan apa yang dikatakannya.
“ Berilah aku kesempatan lagi!!”
“ Buat apa??”
“ Aku ingin melihat senyum indah istri dan anakku.”
“ Kamu sudah dapat kesempatan itu tiap hari kan??? Tapi kamu tidak pernah menghargainya??” Pria necis menyentuh kepala pria muda. Mata pria muda sudah banjir dengan air mata penyesalan.
“ SEKARANG KEMBALIKAN KEPADAKU!!!! KEMBALIKAN!!!!” Berteriak lantang dan menggetarkan hati, pria necis menyentuh kepalanya dan menjalankan waktu kembali. Tangannya yang menekan kepala pria muda membuatnya jatuh ke aspal jalan dengan kepala terlebih dahulu.
Brrrraaaaaggggg...Bunyi keras tubuh manusia yang jatuh dari ketinggian terdengar di tengah malam nan sunyi. Kepala si pria muda pecah bertubrukan dengan jalan. Pria necis masih belum mau mengambilnya. Dia biarkan tubuh manusia yang semula begitu indah dan sehat itu menggelepar-gelepar di aspal, persis seperti kambing yang baru disembelih dan tubuhnya masih menggelepar- gelepar mengeluarkan darah.
Sabar, pria necis membiarkannya menggelepar-gelepar di tengah jalan.
Tak lama kemudian pria necis mendangakkan kepala ke atas untuk menatap wajah sahabatnya, pria tua yang masih berdiri di jembatan. Dari raut mukanya jelas terlihat pak tua memohon pada pria necis segera mengakhiri penderitaan si pria muda.
Melihat rasa kasian dari wajah pak tua, pria necis mengangguk, kemudian mengambil pedang dari balik jasnya, menusukkan pedang itu ke hati pria muda, setelahnya mencabut cepat.
Dicabut hatinya pria muda tidak lagi menggelepar-gelepar. Dia terbaring tenang.
“ TOLONNNG..ADA ORANG BUNUH DIRI!!!!!” Pemulung yang kebetulan lewat berteriak-teriak setelah melihat mayat manusia tergeletak.
Warga yang masih terjaga berhamburan datang sambil berteriak-teriak histeris.
Pria necis menghampiri sahabatnya di jembatan , “ Jangan sedih begitu!!” Berusaha dia menghibur Pak Tua”.
“ Apa yang kamu lakukan tadi justru lebih kejam dari sebelumnya!!” Kata pak tua menyeka air matanya.
“ Maksudmu??”
“ Menampilkan gambaran wajah anak dan istrinya, kemudian menghabisinya?? Itu sangatlah kejam!” Pak tua gemetar.
“ Kan dia sendiri yang memutuskan membunuh dirinya sendiri, kenapa aku yang disalahkan??”
“ Caramu mengambilnya itu yang aku sesalkan.”
“ Dia telah melakukan kesalahan terbesar Pak Tua! Itulah akibatnya. manusia akan mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya.”
“ Apa kesalahan terbesar pria muda itu??”
“ Putus asa dari pertolongan-Nya!! Mereka yang yakin akan pertolongan-Nya pasti akan diselamatkan Pak Tua. Tapi mereka yang putus asa….”
“ Apakah mereka tidak akan ditolong??”
“ Siapa bilang?? Bukankah bahkan kamu sendiri Pak Tua telah mencoba menolongnya??”
“ Lantas mengapa tetap tragis begini akhirnya sahabatku??” Pak tua terus berusaha mendebat.
“ Orang putus asa selalu hanya bisa menyalahkan orang lain Pak Tua. Sibuk mencari-cari kesalahan membuat mereka gagal menangkap datangnya sebuah pertolongan. Demikianlah yang selalu terjadi.”
“ …….” Pak tua terdiam.
“ Ayo jalan!! Jangan bersedih!!” Pria necis menyentuh bahu pak tua dan menghangatkan hatinya.
BAB IV. “ PENEMBAK JITU “
Abidin membersihkan senjata laras panjang di hadapannya. Sebagai seorang anggota brimob dia memiliki kualifikasi “ sniper “ dengan spesialisasi ketepatan menembak yang mumpuni. Kesatuan telah memilihnya bersama sebelas orang lainnya untuk melakukan eksekusi. Mereka bukan hanya datang satu malam kemudian menembak napi begitu saja, akan tetapi Abidin dan kawan-kawan telah menjalani latihan intensif dalam tiga bulan terakhir untuk menyelesaikan tugas dari negara.
Misinya ; mencabut nyawa seorang terpidana mati bernama Jamal Fahrudin. Dari dua belas orang anggota tim, sesuai protokoler, enam orang membawa senjata dengan peluru tajam, sedangkan sisanya menggunakan peluru hampa. Abidin kebagian membawa senjata berpeluru tajam. Berpuluh-puluh peluru telah terhambur dalam rangkaian panjang latihan Abidin, dalam tembak akurasi agar sasaran tembaknya dapat tepat mengarah ke jantung napi. Kenapa harus jantung?? Agar napi tidak merasakan kesakitan terlalu lama sebelum kematiannya.
Ckleeekk....Abidin mengokang senjatanya, kemudian membidik.
Imajinasi Abidin membayangkan napi Jamal telah berdiri dihadapannya, kemudian dia bidik jantungnya. DOR, bleessss, bruuuggg, Jamal roboh tewas. Abidin dan seluruh regunya pulang ke rumah masing-masing. Misi Selesai.
“ NAPI TELAH TIBA!! SEMUA REGU BERSIAP!!” Komandan regu Abidin memberikan intruksi.
Abidin bergerak sigap. Tidak ada rasa gugup dalam hatinya. Ia telah menjadi anggota brimob lebih dari sepuluh tahun. Dalam lingkungan polisi, Abidin tergolong senior. Riwayat penugasannya banyak dihabiskan di daerah konflik dengan eskalasi kekerasan yang mengerikan. Menyaksikan mayat bergelimpangan di jalan merupakan hal biasa bagi Abidin.
***
Dari jarak jauh Tantri memperhatikan Jamal. Pengalaman bersama napi tua di dalam tahanan membuat Tantri berusaha menjaga jarak. Orang tua misterius. Semakin diajak bicara bukannya semakin jelas karakternya, malahan makin membingungkan.
Seorang rohaniawan telah disiapkan untuk membimbing Jamal berdoa. Tantri menyaksikan sendiri bagaimana Jamal menitikkan air mata ketika rohaniawan membimbingnya berdoa kepada Sang Pencipta. Meski pun pria di hadapannya adalah pembunuh berdarah dingin, Tantri merasa kasian kepadanya. Membayangkan teman-temannya dari regu penembak jitu sebentar lagi akan meledakkan senjata dan mencabut nyawanya membuat Tantri ikut bersedih.
Manusia kadang dapat merasakan perasaan sesamanya tanpa harus berkata-kata. Tantri seperti merasakan perasaan Jamal sekarang. Bukan kemisteriusan kata-kata maupun aksi teatrikalnya seperti ketika menceburkan diri ke dalam kobaran api, tapi murni perasaan sederhana manusia yang rindu akan kasih sayang keluarga.
Berpuluh-puluh tahun Jamal sudah mendekam dalam tahanan. Apakah dalam kurun waktu panjang tersebut keluarganya dapat menemui Jamal?? Tantri meragukannya. Bisa ya, bisa juga tidak, tapi yang jelas malam ini dia sendirian. Tidak ada seorang pun anggota keluarga yang mendamping menuju peristirahatan terakhirnya.
“ Amin .“ Rohaniawan menutup doanya.
Jamal menunduk sesaat, tangannya masih diborgol, dia tak bisa mengatupkan tangannya. Ditariknya nafas panjang kemudian dihembuskannya. Air mata masih berlinang di matanya tapi dia tetap bisa menatap Tantri dan tersenyum hangat kepadanya.
Tantri membalas senyumannya.
***
Pak tua dan pria necis telah tiba di sebuah lapangan luas yang terletak di tempat yang tergolong rahasia. Pria necis mambawa pak tua bersembunyi di antara pohon-pohon besar yang masih tumbuh demikian rindang di sekitarnya. Lampu-lampu sorot besar tampak menyorot ke sebuah titik lapangan. Melihat sekilas, pak tua tau, tempat ini merupakan lapangan tembak.
Ada dua belas orang telah bersikap sempurna dengan senjata melintang di dadanya di tengah lapangan. Sedangkan di ujung lapangan, sebuah kayu besar tegak tertancap menjadi objek penanda target tembak. Pak tua mencari-cari apa yang sebenarnya hendak dibidik oleh kedua belas orang dengan wajah sangar.
“ Tempat apa ini??” Tanya pak tua kepada pria necis.
Seperti biasa pria tampan disebelahnya, bersikap dingin dan hanya fokus melihat ke lapangan.
“ Lapangan eksekusi.” Jawabnya tanpa menoleh.
“ Eksekusi kambing??” Pak tua bertanya polos, “ Atau penjagalan ??” Lanjutnya.
“ Eksekusi Manusia. ” Jawab pria necis.
“ HAHHH??? MANUSIA MAU DI JAGAL??” Pria tua terkejut tanpa sadar berteriak.
Pria Necis mengangguk.
“ Kenapa dia mau dijagal???”
“ Hukum manusia. ”
“ Kamu gak jelas kalo ngomong!” Pak tua kebingungan dengan jawaban sahabatnya.
Dari kejauhan pak tua melihat banyak orang mengantarkan satu orang berpakaian tahanan menuju posisi kayu di ujung lapangan. Hampir semua pengantar laki-laki, hanya ada satu wanita berambut pendek berparas cantik turut mendampingi prosesi pengantaran laki-laki tua dengan baju tahanan. Dikelilingi puluhan laki-laki, wanita tinggi semampai tersebut tampak makin bersinar.
“ Siapa orang yang diantar rame-rame itu??” Pak tua bertanya.
“…….” Pria necis menatap dingin.
“ Siapa orang yang mau dijagal itu??” Ulang Pak tua.
“ Jamal Fahrudin. ”
“ Siapa dia??”
“ MANUSIA KERAS KEPALA.”
***
Tantri mengantar Jamal hingga posisi tembak. Dia dampingi Jamal mulai dari tahanan, dituntun berdoa, hingga sekarang bersiap ditutup matanya oleh pembungkus kepala. Sesuai prosedur dalam proses eksekusi mati, napi harus ditutup matanya agar tidak melihat detik-detik penembakannya.
“ Saya mau bicara dulu dengan Ibu Tantri sebelum kepala ditutup!!” Kata Jamal. Mendengar namanya disebut membuat Tantri deg-degan.
“ Tadi kamu kan sudah bicara dengan Ibu Tantri dalam tahanan??” Kata petugas tampak keberatan dengan permintaan Jamal.
“ 1 menit saja!!”
“ Tapi..” Petugas tampak berat hati memberikan ijin.
“ Biarkan beliau Pak!” Tantri maju menghampiri Jamal.
“ Terima kasih ya Tantri.” Sekali lagi Jamal tersenyum padanya.
“ Apa yang mau bapak sampaikan pada saya??”
Jamal memberikan isyarat agar Tantri mendekat kepadanya. Tantri mendekat dan Jamal membisikkan sesuatu kepadanya.
“ Ya sudah!!” Jamal selesai berbisik, “ Silahkan pasangkan penutup kepalanya”, Jamal tersenyum lagi pada Tantri.
Tantri tampak menghela nafas panjang setelah mendengar bisikan Jamal.
“ Apa yang dia bisikkan Mbak??” Juniornya yang turut ke lapangan bertanya penasaran pada Tantri.
“ Hmmm..” Tantri menggeleng, “ bukan apa-apa, Dik!!”
“ Mbak keringat dingin lagi!! Ini tisue Mbak”, Juniornya melihat Tantri kembali mengeluarkan keringat dingin.
“ Srreeggg”, Tantri mengambil sehelai tissue dan mengelap ke dahinya, bersamaan dengan petugas yang memasang penutup kepala pada Jamal.
***
Sikap sempurna masih diperagakan Abidin dan sebelas orang lainnya ketika prosesi pengantaran napi dilaksanakan. Dari matanya, Abidin melihat napi telah ditempatkan di posisi tembak.
Ketika para petugas pengantar yang terdiri dari polisi, petugas lapas, hingga dokter dan tenaga medis diminta meninggalkan lapangan. Barulah Abidin bersiap. Napi di depannya punya nyali. Demikian kesimpulan Abidin. Dari dua opsi pelaksanaan hukuman mati, napi lebih memilih berdiri daripada duduk.
Sudah dipahami Abidin dari pengalamannya, manusia seberani apa pun biasanya memilih duduk sebelum ditembak, karena saat berdiri dan ketakutan datang, napi bisa-bisa tidak mampu mengatasi getaran kakinya karena dihantam rasa takut. Regu tembak sendiri biasanya akan meminta rehat sejenak ketika kaki napi bergetar terus kerena akan memperbesar resiko salah sasaran.
Masalahnya Jamal Fahrudin tetap terlihat berdiri tegar tanpa gemetar sedikitpun. Keberaniannya betul-betul membuat Abidin salut dan angkat topi terhadapnya.
“ ANGKAT SENJATA!!!” Komandan regu memberikan aba-aba.
Abidin membidik senjata laras panjangnya tepat ke jantung Jamal. Matanya telah terlatih untuk menembak. Kesebelas orang temannya pun sama jagonya dan telah diserahi tugas masing-masing untuk membidik begian vital lain dari tubuh Jamal. Mereka akan memastikan jamal tidak akan kesakitan saat menyongsong kematian.
“ BIDIK SASARAN!!!”
***
Pak tua menyadari datangnya banyak tamu tak diundang yang hendak menyaksikan jalannya eksekusi hukuman mati, seorang napi bernama Jamal. Bukan hanya burung-burung mulai menari-nari di udara, tapi juga banyak makhluk gaib keluar dari sarangnya.
Kuntilanak, pocong, serta genduruwo dengan rambut panjangnya tampak bertengger di antara rimbunnya pohon. Tuyul-tuyul kecil ikut nimbrung berlari-lari mengendap-endap di antara batang-batang pohon besar. Jin-jin juga berkumpul dibelakang regu tembak. Bahkan salah satu panglima jin dengan berani mendekati posisi Jamal untuk melihat dari dekat prosesi kematiannya.
“ Rame ya ini malam??” Pak tua bertanya.
“ ……” Pria necis masih berdiri serius, lebih serius dari sebelumnya.
“ Kok mereka pada ngeriung sih?? gak biasanya ada orang mau mati dikerubungin begini.”
“ Semoga malam ini tugasku berjalan lancar Pak Tua.” Harap pria necis.
“ Kamu berdoa?? Tumben.” Kata pak tua tak percaya dengan doa yang didengar diucapkan sahabatnya.
***
“ Mbak Tantri, peredam suara??” Junior Tantri menawarkan sebuah earphone besar untuk mengurangi kerasnya bunyi ledakan yang akan didengar.
“ Enggak Dik, terima kasih.”
Tantri sudah biasa mendengar bunyi ledakan. Baginya bunyi “ dor “ sudah menjadi bunyi merdu di telinga. Masalahnya bukan pada suaranya tapi pada pengalaman mengerikan yang akan dia saksikan sebentar lagi.
Sudah berkali-kali Tantri ingin membalik badannya membelakangi tempat kejadian. Seandainya saja bukan karena bisikan dari Jamal, dia tak akan berani menghadapkan wajahnya.
“ ANGKAT SENJATA!!!”
“ BIDIK SASARAN!!” Rangkaian perintah dari komandan regu terdengar di telinga Tantri.
“ TEMBAK!!!”
“ DORR!!!!!!!” Bunyi sanjata laras panjang menyalak lantang.
“ Selamat jalan Pak Jamal,” bisiknya lirih.
***
Abidin bukan hanya seorang Brimob yang handal. Sudah berpuluh-puluh trophy mejeng di lemari rumahnya memproklamasikan bahwa Abidin adalah seorang juara menembak. Dari kejuaraan tingkat kesatuan hingga level nasional sekelas PON telah berhasil dimenangkannya.
Segudang prestasi itulah yang membuatnya akan promosi setelah eksekusi ini ke tempat yang lebih basah dan nyaman. Bayangan akan kehidupan yang lebih baik untuk anak dan istrinya membuatnya ingin segera menyelesaikan tugas eksekusi yang membuat dirinya juga merinding. Melenyapkan orang lain bukan tugas favoritnya. Sebagai sesama manusia, melenyapkan nyawa manusia lain, tetap menimbulkan trauma psikologis tersendiri.
“ TEMBAK!!!”
“ DOR!!!!”
Abidin melepaskan nafas yang semula dia tahan, pegangan tangannya pada gagang senjata mulai dikendurkan. Tubuhnya mulai relaks.
Tembakan telah dilakukan oleh kedua belas orang terlatih.
“ TAHAN TEMBAKAN!!!” Komandan regu memberi intruksi, “ LEPASKAN MAGAZINE .. KUNCI SENJATA…”
Telinga Abidin tak mendengarkan intruksi dari komandannya. Tatapannya tetap terpaku pada target sasaran. Sudah menjadi kebiasaannya untuk terus menatap ke arah sasaran hingga dia jatuh ke tanah. Seorang penembak sangat menikmati adegan ketika tergetnya berdiri tegak untuk tiga detik kemudian gontai dan ambruk.
Abidin menghitung dalam hati, “ SATU…DUA …TIGA…..”
Malam ini begitu dingin. Semua penembak merasakan dinginnya malam. Sudah terbayang dalam pikiran mereka hangatnya suasana rumah dan sambutan penuh rasa sayang dari keluarga yang menunggu di rumah.
Abidin mengunci senjatanya. Pernah dia menantang teman-teman di kesatuannya bahwa peluru yang ditembakannya bisa meluncur lebih cepat dari pikirannya sendiri. Entah karena tantangannya sendiri yang dia sendiri lupa kapan pernah mengucapkannya, sekonyong-konyong pikirannya mengirim sinyal ke mulutnya untuk membuktikan bahwa pikiran bisa meluncur lebih cepat dari lesatan peluru.
“ NAAAPPII MASSSIH BERDIIRIIIII…….NNAAAPI MASSIIHH BERRDIRII”.
Abidin berteriak histeris.
***
Pak tua tersenyum pertama kalinya malam ini. Kontras dengan hysteria yang terjadi di lapangan, pak tua malahan gembira.
“ Tadi, pedang andalanmu kulihat meluncur bersama peluru menghantam hati napi tua itu, dan…dia tetap hidup.” Pak tua mengucapkannya secara perlahan guna melihat reaksi sahabatnya.
Pria necis mengelap keringat dingin dari pipinya.
“ Keringatan! Kamu bisa berkeringat juga ya he.” Pak tua tambah gembira melihat perubahan dalam diri sahabatnya. “ Kenapa bisa luput begitu pedangmu??” Tanyanya setengah meledek. Bagaimana pun rasa geram akibat menyaksikan rangkaian mutilasi dan penyiksaan sahabatnya yang tidak manusiawi sekarang bisa dia balas akibat adanya seorang manusia yang masih mampu berdiri tegak menerima serangan mematikan.
“ JAMAL FAHRUDIN TELAH MENANTANGKU!!” Ujar pria necis penuh kegeraman.
BAB V PERMINTAAN
Kreseeekk…Kreseeek…Kressseeekk..Bunyi gelombang suara dari Handy Talkie menjadi satu-satunya suara yang terdengar di kesunyian malam. Ada dua belas pria berwajah sangar ditambah satu komandan regu disamping mereka yang sekarang seolah menjadi patung bisu karena sesuatu terjadi di depan matanya.
Manusia jaman sekarang sulit sekali dapat dibuat terkejut, apalagi hingga menjadi diam tak bergerak. Yang terjadi sekarang mungkin benar-benar di luar akal sehat. Lihatlah komandan regu yang raut wajahnya sarat pengalaman.
Untuk memenuhi kualifikasi sebagai komandan regu tembak, tentu banyak tugas-tugas ekstrim yang dijalaninya. Seharusnya dengan pengalaman yang segudang si komandan regu tidak harus bersikap bisu serta dibanjiri keringat dingin seperti sekarang.
Nasi sudah menjadi bubur, kata orang bijak. Sebuah peristiwa unik terjadi dan para pria terlatih rupanya belum siap menghadapinya. Mereka semua diam tak mempercayai sedikit pun apa yang terjadi.
“ KAPTEN MEMANGGIL RAJAWALI SATU!...MASUK RAJAWALI SATU!!” Suara panggilan HT terdengar memecah kebisuan.
Komandan regu penembak, sedang memaksa tangannya yang mati rasa guna menggapai HT di pinggang. Tangannya tak mau diam, terus bergetar-getar bagai dihantam gempa bumi berkekuatan tujuh skala richter.
Hufff…Huuufff…Huuuufff, berusaha menenangkan diri, ditiupnya nafas berkali-kali melalui mulut. HT ditangannya tak bisa dipegang secara benar. Komandan regu harus sedikit memaksakan tubuhnya yang tak mau diatur guna mengarahkan HT ke depan mulut. Padahal berat HT tak sampai satu kilo, tapi dia memperlakukannya seperti membawa beban puluhan kilo.
“ RAJAWALI SATU MONITOR!! MASUK KAPTEN !“ NGIIIIIINGGG ..Suara frekuensi radio yang tidak terlalu bagus mendenging di HT. Akhirnya komandan regu berhasil menjawab panggilan, namun tangannya tak bisa lepas dari tombol kecil di sebelah kanan yang harus ditekan ketika melakukan panggilan sehingga menyebabkan alat komunikasinya mendenging.
“ APA YANG TERJADI RAJAWALI SATU?? GANTI!!” Tanya lawan bicaranya.
“ NAPII uhukkk”, Komandan regu batuk. Dalam kondisi genting begini, bahkan bibir dan paru-parunya ikut-ikutan menjadi berat, “ NAPI MASIH HIDUP KAPTEN! GANTI.” Susah payah komandan regu mengucapkannya.
“ MASIH HIDUP?? MAKSUDNYA TEMBAKAN TIM RAJAWALI MELESET?? GANTI! ”
Tangan komandan regu memukul-mukul angin. Sudah dari tadi tangannya mati rasa sekarang malahan semakin parah, “ NEGATIF KAPTEN!!! TEMBAKAN TEPAT MENGENAI SASARAN. TAPI…NAPI MASIH HIDUP!...GANTI!”
“ PASTIKAN KEADAAN NAPI RAJAWALI SATU!! GANTI!!”
“ NEGATIF…..”
“ APA MAKSUDNYA NEGATIF RAJAWALI SATU?? GANTI!!”
“ NAPI HIDUP KAPTEN! TAPI TIM…”, lidahnya kelu, “ TIM…”
“ KENAPA TIM???”
“ KKKETAKUTAN….TTTIM KETAKUTAN KAPTEN! GANNNNTI!!”
Hening. Tak ada lagi instruksi dari lawan bicaranya. Komandan regu memeriksa tangannya yang terus gemetar. “ ABIDIN!!! KAMU JANGAN GEMETARAN BEGITU!!!!” Bentaknya kepada anggota snipernya yang paling jago. Sebagai komandan dia harus terlihat gagah dan ditakuti anak buah ketika bertugas. Beberapa bagian harga dirinya jatuh bersama ketakutannya, sehingga harus dikumpulkan kembali dengan memaki-maki bawahannya.
Ctekkk….Cteekk…Cteekkk...Dimasukkannya sebatang rokok ke dalam mulut kemudian berusaha dihidupkan dengan korek api. Rokok tak mau hidup, karena dia tak mampu menekan korek dengan benar.
“ Huuuhhh”, kesal, dibuangnya rokok ke tanah.
“ RAJAWALI SATU MEMANGGIL KAPTEN!!! MASUK KAPTEN!!” Tak bisa menghidupkan rokok, komandan regu ganti menggunakan HTnya untuk menghilangkan kecemasan.
“ KAPTEN MONITOR! MASUK RAJAWALI SATU!” Jawaban datang.
“ MOHON BACK UP KAPTEN!!! GANTI!!”
Hening sesaat.
“ DITERIMA!! SATU REGU POLISI MASUK LOKASI RAJAWALI SATU!! GANTI!!”
Komandan regu sedikit tenang ketika melihat di belakangnya beberapa polisi bersenjata lengkap telah berdiri dalam posisi siap tembak. Dia sangat takut dengan kemungkinan terburuk ; napi lepas dan membunuh semua petugas. Semoga tidak terjadi, ujarnya dalam hati. Anak-anak kemarin sore dibelakangku bisa jadi tidak memiliki kemampuan menembak yang mumpuni, tapi kehadiran mereka sudah cukup membuat si napi gila ini berpikir dua kali bila ingin membalas kami. Semoga tidak terjadi serangan balasan, batinnya.
“ BACK UP SUDAH MASUK KAPTEN TERIMA KASIH, GANTI!!”
Hening lagi tidak ada jawaban dari lawan bicara.
“ MOHON PETUNJUK LANGKAH SELANJUTNYA KAPTEN!! GANTI!!”.
Diam lagi. Lawan bicara tampaknya tengah mengalami kebingungan yang sama dengannya.
“ LAKUKAN TEMBAKAN KEDUA RAJAWALI SATU!! GANTI!!” Setelah hening lama instruksi keluar.
“ KAPTEN, TIM MASIH DALAM KEDAAN …. SYOKKK…GANTI!!”
“ CEPAT LAKUKAN TEMBAKAN KEDUA RAJAWALI SATU!!! PASANGKAN PELURU TAJAM PADA KEDUA BELAS ANGGOTA!! LAKUKAN EKSEKUSI SEGERA!!! GANTI!!“
“ TAPI KAPTEN TIM MASIH…..”
“ KALO KALIAN TIDAK MAU MENEMBAK, BACK UP DIBELAKANG KALIAN YANG AKAN MENGAMBIL ALIH DAN KALIAN SEMUA DI SKORS!!!!” Perintah di dari HT terdengar emosional.
“ SIAP KAPTEN KAMI LAKSANAKAN, GANTI!!”
Komandan regu menelan ludah, kemudian menundukkan kepala sejenak, lalu menggeleng-geleng beberapa kali, “ PASUKAN, ISI SENJATA KALIAN!! PAKE PELURU TAJAM!! CEPAT!!!” Perintahnya lantang terdengar.
ABIDIN KALO KAMU GAK BERHENTI GEMETARAN , KU TENDANG KEPALAMU!!!” Teriaknya penuh tekanan. Harga dirinya sebagai seorang Komandan berusaha dipulihkan.
***
Dari balik rindangnya pohon, pria necis melangkah keluar menuju posisi tembak. Tidak dihiraukannya sama sekali pandangan para makhluk halus yang mengiringi langkahnya.
“ Mau kemana kamu??” Tanya pak tua.
“ Jangan ikut!!!” Jawab pria necis singkat sambil mengangkat tangannya dan memberi isyarat tak mau diikuti, lalu melangkah demikian cepat menuju Jamal.
Mau kemana dia, batin pak tua, padahal kondisi di lapangan masih menegangkan. Tak ada angin yang bertiup sedikitpun, sehingga udara terasa pengap, dan lebih terasa pengap lagi karena setiap orang di area eksekusi menahan napasnya karena tegang. Di tengah medan eksekusi, kedua belas orang berkerumun kebingungan membongkar senjatanya untuk memasukkan ataupun mengganti peluru.
Pria necis bersikap masa bodoh dengan keadaan para penembak. Dia melangkah terus. Raja jin yang sedari tadi berdiri disamping Jamal, akhirnya melihat posisi pria necis tengah berjalan mendekatinya. Raja jin dengan tubuh dihiasi barisan tengkorak tanpa kulit, dibatasi dengan daging yang tak melekat sempurna berbalut urat-urat syaraf yang menonjol berwarna kehitaman di sekitar tubuhnya memandang pria necis dengan tajam.
Pandangannya seolah ingin mencabik dan menghancurkan pria bersetelan putih dihadapannya. Ada dendam yang terus berkecamuk dalam hatinya selama puluhan juta tahun, yang kemudian meledak saat melihat kehadirannya. Jari-jari tangan raja jin dengan kuku-kukunya yang sangat tajam bergerak-gerak penuh rasa geram.
“Wuuuusssss...Raja jin menjejak kakinya kemudian melompat terbang bagai rudal torpedo bergulung-gulung menuju sasaran. Wuuuuffff..Wwwwuuufff….Wwwuuuuffff...Tubuh raja jin melesat menubruk pria necis.....BBBBBUUUUMMMM....
Pria necis menahan serangan raja jin hanya dengan kelingking jarinya. Wwuuufff…..wuuuf..wuf....Torpedo yang semula berputar demikian kencang, berhasil dijinakkan.
Brruuuggg....Lesatannya berhasil diredam, raja jin terjatuh ke tanah.
BRAAAAGGGG....Pria necis menginjak dadanya keras.
“ AAAAAAAAAGGGGHH AMMPPUUUNNNN!” Teriakan pilu raja jin terdengar.
“ Jangan ikut campur urusanku!! Atau kamu ingin kukembalikan ke tempat semula??”
Pria necis berucap sambil meninggalkan begitu saja raja jin yang merintih-rintih di tanah, namun memandangnya dengan penuh rasa dendam dan benci teramat sangat akibat kekalahannya. Dia terus melangkah hingga tepat berada di depan Jamal.
“ Akhirnya kamu datang juga!!” Jamal-lah yang membuka pembicaraan setelah menyadari kedatangan tamu tak diundang.
“ Kenapa kamu tidak mengalah saja Jamal???” Meskipun kepala napi tua masih diselubungi kain hitam, pria necis berkomunikasi dengannya seperti yang bersangkutan sanggup melihatnya. Duel singkat dengan raja jin barusan rupanya sama sekali tidak berpengaruh apa pun terhadapnya.
“ HA HA HA HA”, jamal tertawa lantang, “ HA HA HA HA”, Jamal terus tertawa manantang tawaran barusan.
Dari sisi lapangan yang berbeda, mendengar tawa napi mungkin diartikan sebagai sebuah isyarat maupun tantangan. Ancaman akan diskors dari atasan membuat sang komandan kalap. Ia memerintahkan anak buahnya yang sebenarnya belum siap benar untuk mengarahkan seluruh senjatanya ke arah napi.
“ ANGKAT SENJATA!!!” Teriaknya. Mendengar perintah itu, Jamal tertawa makin kencang , “ HA HA HA HA.”
“ BIDIK SASARAN!!!” Sang komandan dengan gagah berani maju satu langkah ke samping regunya untuk memberikan contoh arti keberanian. Kali ini dia akan ikut menembak. Pistolnya sudah siap. Daripada berakhir dengan di skors, lebih baik dia sendiri ikut menembak si napi tua.
“ TEMBAK!!!!” Komandan menekan picunya paling awal.
Dorrr....
DORRRRR DOORR DOORR DOORRR!!!! Melihat komandannya memberi contoh, seluruh anggota regu rajawali satu serempak membuang tembakan.
Mendengar bunyi ledakan, pria necis mencabut pedang saktinya dan mengarahkannya tepat ke hati Jamal. Sang pemuda berbalut jas putih berusaha menusuk Jamal sebelum peluru menyentuh tubuhnya.
Sleeeeppp...Pedang menyentuh tubuh Jamal.
Bleeesss…Bleesss…Bleeesss…Bleeeesss...Tak lama, tiga belas peluru tajam bersamaan mencoba menghantam tubuh Jamal.
Sudah menjadi hukum manusia sebuah peluru bila telah ditembakkan akan melesat dengan kecepatan tinggi, kemudian menembus tubuh sasarannya dan membuatnya mati seketika. Masalahnya Jamal senang bermain-main dengan hukum manusia. Ketiga belas peluru memang betul melesat dan terlihat menghantam tubuhnya, tapi semua peluru itu membeku.. BERHENTI MENDADAK…Tak bergerak lagi dalam jarak lima centi meter dari tubuh jamal. Bahkan debu dari peluru itu tak dapat menyentuh tubuhnya.
“ Trang…Tranggg…Tranngg…Traaanngg.” Bunyi selongsong metal peluru yang menyentuh tanah seakan menangis karena gagal menunaikan tugas. Mereka gugur dengan sia-sia.
“ TRAAAANGGGGG.” Bunyi metal lain yang menyentuh tanah terdengar lebih keras.
Pedang pria necis telah terlempar ke lantai ditiup hembusan nafas Jamal. Dia telah berhasil membabat tiga pemuda tanggung yang tengah asyik pesta miras, kemudian dia hantarkan orang putus asa ke mimpi buruk bunuh diri nan abadi. Terakhir, raja jin ditekuknya hanya dengan kelingking. Selama ini dia hanya mengenal kata keberhasilan. Belum pernah sekali pun pria necis gagal. Akan tetapi Jamal fahrudin?? Dia memang bukan orang sembarangan. Pria necis sampai harus memegangi tangan kanannya yang semula memegang pedang akibat bergetar kesakitan.
Percobaan kali kedua pria necis guna menembus tubuh Jamal Fahrudin kembali menemui kegagalan. Sebelumnya dia lakukan dari jauh, sekarang dari jarak dekat, semuanya gagal.
“ Apa maumu jamal??” Tanya pria necis. Masih dengan tangan bergetar.
“ Mauku??”
“ Ya!! Apa maumu sebenarnya??”
“ Biar kuberi tau kamu apa mauku!!!” Jamal menghirup nafas panjang kemudian melepaskannya dalam sebuah teriakan , “ HAAAAAAAHHHHHH.” Borgol seketika hancur berantakan mendengar teriakan Jamal.
Tangan sang napi tua kini bebas. Dengan sekali tarik penutup wajah yang semula menghalangi penglihatannya dilepas. Penutup wajah yang telah lepas, membuat Jamal mampu melihat keberadaan pria necis. Dia menatap wajah pria tampan dihadapannya lekat-lekat tanpa perasaan gentar sedikit pun.
Tep....pertama kali yang dilakukan Jamal adalah menempelkan jari telunjuknya di dada pria tampan yang masih berbalut tuxedo putih elegan.
“ Aku tak sudi diambil olehmu!!!” Ujarnya.
“ Apa??” Pria necis tak percaya apa yang didengar.
“ AKU TAK SUDI DIAMBIL OLEHMU!!!” Jamal berteriak.
Para kuntilanak, pocong sampai tuyul yang menyaksikan proses eksekusi harus menyembunyikan dirinya ke balik pepohonan karena terlalu takut mendengar teriakan Jamal. Hanya raja jin yang tersenyum.
“ Sudah menjadi tugasku untuk mengambilmu!” Pria necis belum mau menyerah.
“ Aku tak mau!” Jamal menggeleng-gelengkan kepala sambil berkecak pinggang.
“ Bila bukan olehku, lantas kamu ingin diambil oleh siapa??”
“ Tantri Wulandari!”
“ Apa???” Pria necis menggeleng-geleng heran. “ Kamu betul-betul sudah gila rupanya Jamal”.
“ Kamu dengar baik-baik!!!” Jamal menuding kepala pria necis. “ Aku hanya ingin diambil oleh TANTRI WULANDARI!!!”
***
Seluruh rangkaian tugas yang penuh kejanggalan ini sudah tak tertahankan lagi bagi Tantri. Rasanya baru semenit lalu, untuk pertama kali seumur hidupnya, dia melihat seorang manusia kebal api. Sekarang napi yang sama berdiri di tengah lapangan mendeklarasikan dirinya bukan hanya kebal api tapi juga peluru.
Apa penjelasan logis semua fenomena aneh di hadapan matanya?? Tantri merapatkan kedua tangannya bersedekap di dada mencoba berfikir. Inilah keunggulannya sebagai Polisi. Tantri sangat tenang ketika menghadapi situasi seperti apa pun. Dia tidak tergesa-gesa apalagi lari ketakutan ketika diterpa persoalan.
Berusaha tenang, coba dia buka keran otaknya guna mengingat kembali adakah penjelasan keanehan ini dari buku pelajaran yang dipelajarinya dengan sempurna di sekolah kepolisian. Kakinya diketuk-ketukkan ke lantai ruangan guna membantunya berfikir. Manusia kebal api?? Rasanya tak mungkin. Tak mempan ditembus peluru?? Apalagi ini, mana ada penjelasan ilmiahnya.
“ Huuuuuhhh..” Tantri memegang kepalanya serta mengebaskan rambut pendeknya sedikit putus asa karena tidak mampu menemukan sebuah jawaban.
Tantri tak menyerah. Tanpa melepaskan pandangannya dari napi di lapangan, pikirannya terus berpikir. Pasti ada penjelasannya Tantri!! Pasti ada ayo berpikir!!, batinnya. Ketukan kakinya di lantai makin kencang. Si cantik tengah berfikir keras.
Ketika ia tengah asyik berfikir, sang napi tiba-tiba berteriak histeris dan membongkar borgol dengan kedua tangannya. Sama persis dengan yang dilakukannya di depan lapas sebelum berangkat kesini.
Tantri tak terlalu terkejut ketika borgol berhasil dipatahkan buat kedua kali, ia hanya heran saat napi yang sama kemudian membuka penutup kepalanya dan terlihat berbicara sendiri. Sang napi tua terlihat menuding-nuding angin sambil menggumamkan sesuatu. Tantri diajarkan di pendidikan kepolisian kemampuan membaca bibir. Meski jauh jaraknya, mata Tantri masih sangat awas untuk melihat pergerakan bibir si napi. Dengan fokus begitu baik, Tantri membaca gerak bibir napi ; “ Aku tak sudi diambil olehmu!”
Oleh siapa?? Batin tantri. Apakah oleh angin??? Siapa yang Jamal maksud?? Tantri penasaran. Dibaca terlebih dahulu ekspresi jamal yang dari gesturenya mengobarkan sebuah tantangan kepada sesuatu.
Tantri kembali fokus membaca bibir Jamal yang tampak mengatakan hal yang sama namun sambil berteriak. Gesture wajahnya makin menantang. Sibuk memperhatikan gesture membuat Tantri terlambat membaca pergerakan bibir jamal sehingga luput membaca yang dikatakan napi, tapi dia berhasil melihat napi menggeleng-gelengkan kepala.
Luput sekali membaca pergerakan bibir, membuat Tantri tambah fokus melihat ke arah jamal. Kali ini dia mengernyit. Rasanya dia melihat Jamal barusan melafalkan namanya. Dia gunakan jempol dan jari telunjuknya untuk mengusap matanya untuk memastikan dia tadi tidak salah lihat, lalu diarahkan lagi pandangannya dengan lebih serius.
Terlihat Jamal dengan wajahnya yang keras melafalkan kata ; “ Kamu dengar baik-baik !.. Aku hanya ingin diambil oleh…” Polwan cantik jelita itu menyondongkan tubuh ke kaca transparan guna memperjelas pandangan, “ TANTRI WULANDARI!!!” Teriak Jamal.
Mendengar namanya terucap lantang, langsung membuat Tantri melangkah mundur dengan gontai. Kakinya mendadak kehilangan rasa.
Dalam keadaan terjepit, kecerdasan tidak meninggalkan Polwan cantik, dia masih memiliki harapan terakhir. Coba diusap telinganya untuk mendengar pantulan bunyi. Bukankah lapangan luas terbentang dihadapannya telah berulang kali memantulkan bunyi suara yang nyaring. Matanya boleh jadi salah, tapi telinganya pasti bisa menangkap gema pantulan bunyi suara Jamal.
“ TANTRI WULANDARI…TANTRI WULANDARI…TANTRI WULANDARI….” Suara yang berisi namanya memantul ke seluruh sudut lapangan, tembus hingga terdengar di dalam ruangannya.
Mata Tantri tidak salah membaca gerak bibir, apalagi telinganya salah mendengar, Jamal memang memintanya untuk membunuh.
BAB VI TERBALIK
“ Dik Tantri harap tenang menunggu dulu di sini!! kami bersama rohaniawan akan menghampiri napi!!”, Kapten sebagai orang yang dituakan sekaligus tuan rumah acara eksekusi berusaha menenangkan Tantri. Keputusan sudah diambil, sebagai orang yang dituakan, apa pun resikonya Ia harus menghampiri Jamal dan memberinya pengertian. Rasa takut harus disingkirkan jauh-jauh.
Situasi dalam ruang tunggu sendiri memang berubah riuh saat Jamal menyebut nama Tantri. Tiada seorang pun penghuni ruangan yang tidak menolehkan wajahnya ke arah Tantri dalam momen ini. Sebagian dari mereka tentu saja kebingungan, beberapa orang lagi kasian melihatnya, yang terakhir bersyukur bukan nama mereka yang disebut oleh Jamal.
Si Polwan cantik sendiri tetap berdiri bersedakep, kebingungan harus melakukan apa. Semula posisinya dekat dengan kaca agar bisa melihat proses penembakan. Sekarang dia memilih menyandarkan punggung ke dinding takut-takut akan jatuh pingsan karena begitu berat beban masalah yang ditimpakan ke pundaknya. Apabila terjadi satu saja kejutan aneh lagi, si Polwan yakin dirinya akan segera pingsan.
Tantri sudah mencoba melakukan pendekatan teoritis guna mendekati keanehan Jamal namun gagal. Hubungan personal juga sudah coba dibangun akan tetapi yang bersangkutan terlalu misterius dengan kepribadian berselubung misteri. Sekarang sang napi tua menghendaki dialah yang menembaknya. bagaimana cara dia meresponnya?? apakah dengan jalan asal tembak ataukah secara kemanusiaan?. Bisakah humanisme dipakai dalam hukuman mati???, Tantri terus bertanya dalam hati.
“ Pasti bisa!! segala hal memiliki sisi baik Tantri”, sekonyong konyong sebuah suara milik sahabatnya terdengar di telinga. Memang si empunya suara tidak berada di sini, namun sahabatnya itulah yang sanantiasa memintanya memandang segala sesuatu selalu dari sisi baiknya.
Tantri kembali mengingat sosok sahabat satu rumahnya waktu masih tinggal di rumah dinas. Ia pernah memiliki seorang teman Polisi wanita dengan karakter unik. Berbeda dengan para Polisi Wanita lain yang memiliki ciri khas ; tegas, cerdas, dan trengginas, sahabatnya ini konyol serta lemot dalam berfikir. Senior paling kejam di kesatuan saja tak sanggup mengintimidasi sahabatnya itu saking bodohnya.
Awalnya Tantri hanya menganggap perilaku sahabatnya sebagai kekonyolan biasa tanpa makna. Namun kini si Polwan cantik berusaha berpikir konyol bin bodoh seperti sahabatnya. Selain berfikir konyol, apalagi sih yang dapat membuatnya tetap waras dalam kepanikan berbalut kebingungan seperti ini.
Sekarang alih-alih terjebak dalam depresi, Tantri lebih memilih mengingat tingkah polah sahabat konyolnya.
Pernah suatu saat, sahabatnya bercerita mendapat hadangan dari beberapa orang bandit ketika bertugas. Saat itu dia membawa senjata milik Tantri yang sedang cuti. Kantor sendiri tidak pernah memberi kepercayaan apalagi ijin kepada sahabatnya untuk membawa senjata. Sekali lagi karena ia dianggap terlalu bodoh.
Alih-alih menggunakan senjata miliknya, guna melumpuhkan penjahat, sahabatnya malahan mengajak satu persatu dari penjahat itu berduel tinju.
Dengan tersenyum, pada saat itu, Tantri bertanya, kenapa tidak digunakan saja senjatanya biar cepat selesai urusan. sahabatnya menjawab dia tidak mau menggunakan senjata. karena senjata menyakiti orang dan dia tidak mau menyakiti orang.
Tantri tembah geli mendengar jawabannya, kemudian mengajukan pertanyaan berikutnya, kalo begitu kenapa kamu mengajak mereka berduel?? Bukankah memukul mereka, apalagi menggunakan teknik tinju sama juga dengan menyakiti??. Jawaban yang keluar dari sahabatnya ialah, kalo mukul masih hidup orangnya.
“ Tapi kan sakit??”, Tantri bertanya lagi.
“ Iya sakit sedikit tapi kan tetap hidup. Bukankah tugas manusia menjaga kehidupan sesamanya Tantri??”, kata sahabatnya yang sering dijuluki Polwan terbodoh di kesatuan itu.
“ He”, Tantri tertawa sendiri mengingat secuil perbincangan dengan sahabat konyolnya. Meski terlihat tanpa makna seseungguhnya dialog tersebut mengandung sebuah ilmu yang akan membantunya menuntaskan Jamal.
“ Rupanya…”, Tantri mengepalkan tanganya penuh optimisme, “.. yang akan memecahkan kerumitan masalah ini bukanlah teori-teori rumit, tapi sebuah kesederhanaan berfikir yang disertai tawa dan kepolosan, Persis seperti karakter sahabatku yang amat kurindukan”, katanya penuh keyakinan.
“ Terima kasih sahabat! mengingat kelucuanmu membuatku kuat menghadapi momen mendebarkan ini”, lanjut Tantri.
***
Aldi berjalan bersama Kapten dan Rohaniawan. Dia diminta mengawal mereka berdua ke tempat Jamal. Sebenarnya Aldi enggan meninggalkan seniornya Tantri. Sudah sejak lama Aldi mengagumi serta memuja kecantikan seniornya nan begitu cemerlang.
Sebelumnya, ketika di ruang tunggu, melihat wanita pujaannya sedang dirundung masalah membuat Aldi ingin sekali berada di sampingnya, serta melakukan hal-hal sepele yang mampu meringankan bebannya seperti menyeka keringat dingin yang terus mengucur dari dahi sang senior.
Bagi Aldi segala hal mengenai Tantri pastilah spesial. Di kamar asramanya saja, secara sembunyi-sembunyi, dia mengoleksi berpuluh-puluh foto Tantri dalam berbagai gaya yang berhasil diperolehnya secara diam-diam. Aldi masih Polisi junior, kegiatan fisik dari pagi hingga malam selalu menjadi santapannya setiap hari. Dalam kurun waktu latihan yang berat, keberadaan foto seniornya yang demikian cantik bisa sejenak menghilangkan lelah baik di tubuh mau pun jiwanya.
Secara sembunyi-sembunyi, tanpa pernah ada yang mengetahui, di balik dompet Aldi tersimpan foto Tantri yang tengah tersenyum manis. Apa pun musibah yang ditimpakan para senior atau penjahat kepadanya senyum Tantri selalu sanggup menyapu duka laranya.
“ Senyum itu adalah ibadah”, buat Aldi perkataan itu benar sekali. Karena sebuah senyum tulus dapat menjadi hadiah terindah bagi yang menyaksikannya. Apalagi bila diberikan oleh seorang wanita cantik.
Akan tetapi semanis apapun senyumnya, Polisi Muda ini sadar Tantri telah menikah. Meskipun demikian, bagi jiwa muda seperti dirinya yang masih senang berpetualang, cukup melihat perilaku sang senior yang penuh keramahan dengan senyum demikian cantik, selalu menerbitkan harapan dalam hatinya. Sebuah harapan pada seorang wanita yang telah memiliki suami.
Bayangan kecantikan wajah Tantri yang menyelimuti pikirannya membuatnya tak sadar telah tiba di lokasi. Jamal tetap berdiri tegar, dan Kapten tampak berusaha menyapa ramah serta berkomunikasi dengan napi tua. Rohaniawan juga dilihatnya berusaha memberikan pengertian. Jamal tertawa terus ketika melihat mereka berdua berbicara.
Bahkan di lapangan yang seram ini, pikiran Aldi tak bisa lepas dari sosok Tantri. Sempat tadi dia pegangi bekas tissue yang digunakan menyeka keringat dingin Tantri, kemudian dihirup aromanya. Hmmmm bahkan aroma keringatnya saja wangi. membayangkan aroma tubuh Tantri saja sudah cukup mengusir kantuk dan kepenatan hidup yang menaunginya sebagai seorang junior paling bawah di Kepolisian.
“ ANAK MUDA!!!”, bentak Jamal kepadanya membuat semua lamunannya buyar.
“ Siap”, Aldi menjawab grogi.
“ Usir regu tembak itu!! SEMUANYA!!!”, bentaknya.
“ Ssssiiaaaaappp”, Aldi terkejut berlari mematuhi perintahnya. Saat baru lari dia sadar, siapa dia berani-beraninya memerintahku?. Bukankah hanya Kapten yang boleh memberi perintah?. Tapi kenapa??? Bahkan tubuhnya meski pun enggan, terpaksa patuh dengan kharisma napi tua bernama Jamal.
***
Kapten kembali ke ruangan dengan membawa berita buruk. Dia tidak sanggup membayangkan bagaimana wajah Tantri saat mendengar kabar darinya. Jamal mengajukan permintaan yang tak bisa ditolak. Ada tiga permintaan, pertama ; Jamal tidak mau lagi diborgol apalagi ditutup kepalanya. Khususnya saat akan dieksekusi. Kedua ; dia tidak mau regu penembak ada di lapangan. Terakhir; Hanya Tantri yang boleh menembaknya.
Khusus permintaan ketiga, Jamal mempersilakan Tantri menembak dari sudut mana pun yang dia inginkan. Baik jarak jauh maupun dekat diperbolehkan. Yang penting hanya Tantri seorang yang boleh mengeksekusi.
Rasanya Kapten tak sanggup merangkai kata-kata buat adik Korpsnya bernama Tantri Wulandari. Seorang wanita cantik, masih tergolong pengantin baru, tapi sudah harus diserahi beban tanggung jawab sedemikian berat.
Memasuki ruangan, Kapten enggan meladeni tatapan para hadirin yang mengejarnya. Pandangan matanya diarahkan memandang lantai. Pikirannya sedang merangkai kata-kata terbaik yang akan disampaikan.
“ Dik Tantri”, baru diangkatnya wajahnya ketika siap berbicara.
“ Siap senior”, jawaban Tantri penuh nada ketenangan. Padahal kala ditinggal ke luar ruangan tadi dia gontai. Ada apa gerangan yang bisa menyingkirkan beban di pundaknya dengan demikian cepat??.
“ Jamal hanya ingin kamu yang menembaknya!!”, berat tapi harus diucapkan oleh Kapten.
“ Siap”, Tantri demikian tenang sekarang, “ Senjata apa yang akan saya pakai!!”.
“ ……”, sesaat Kapten bengong dengan keberaniannya, “ ALDI SENAPANMU CEPAT!!!”, tapi segera gembira bukan main, dia berteriak penuh semangat melihat perubahan sikap Tantri yang demikian drastis.
“ O ya Kapten!!”, Tantri berkata perlahan.
“ Ya Tri??”.
“ Kalo boleh saya juga mengajukan permintaan”.
“ Silakan Tri!! apa saja yang kamu perlukan.
Tantri maju dan berbisik di telinga Kapten.
“ HAAAAAHH, YANG BENAR????”, Kapten berteriak lantang mengejutkan hadirin.
“ Saya sungguh-sungguh Kapten”.
“ YAKIN???”.
“ Yakin!!”.
***
Jamal berdiri tegak menantang dinginnya malam. Pria necis yang sempat mencoba ketangguhannya sudah dimintanya minggir. Selain regu tembak, pria necislah makhluk lain yang tidak diinginkannya berada di lapangan.
Tadinya Jamal kira, akan berlangsung lama upaya meyakinkan Tantri. Tapi rupanya dia salah, Tantri telah keluar dari ruangan dan melangkah perlahan. Jamal sedikit kesulitan melihat langkah kaki Tantri karena sorotan lampu telak menyorotnya.
Semakin dekat, Jamal baru mengetahui Tantri tidak sendirian. Ia ditemani oleh Polisi muda yang tadi juga datang mengantarkan Komandan serta Rohaniawan. Ada apa dengan Polisi cantik ini?? bisik Jamal penuh tanda tanya setelah melihat Tantri melangkah begitu perlahan.
Sepertinya dia dituntun dan tak sanggup melangkah sendiri. Apakah Tantri demikian syok sehingga tak sanggup melangkah??.
Padahal Senapan laras panjang sudah dipegangnya kokoh dengan kedua tangan. Tangan kanannya memegang genggaman picu, sedangkan tangan kirinya memegang gagang senjata. Masalahnya ia melangkah tertatih, ada apa dengannya?. Sinar cahaya masih terlalu silau buat Jamal.
Tantri terus mendekat bersama seorang pengiring di belakangnya.
Terus mencoba, Jamal menyaksikan ada apa gerangan sebenarnya yang terjadi dengan calon eksekutornya itu.
Dia terus disiksa dengan perasaan penasaran, sampai akhirnya, Tantri berhenti berdiri tepat di tempat regu penembak sebelumnya berdiri. Rupanya tawaran menembak dari jarak berapa saja tidak digubris oleh wanita cantik yang memilih berprofesi sebagai Polwan tersebut. Ia lebih memilih tetap berada di posisi tembak semula.
Baru sekarang Jamal dapat melihat perbedaan dalam diri Tantri. Tidak ada yang berubah dengannya. Dia tetap cantik, tinggi, bak peragawati dengan kulit eksotis khas wanita negerinya. Yang membedakan hanyalah Tantri menutup matanya dengan kain.
“ He”, Jamal tersenyum menyadari keganjilan tubuh Tantri sedari tadi ternyata berasal dari matanya.
Sang Napi Tua telah berhasil membuat orang terkejut serta berkeringat dingin sejak dalam lapas hingga kini, akan tetapi dia sendiri tak pernah dibuat terkejut seperti saat ia melihat Tantri sekarang.
Alih-alih meringkuk menangis ketakutan, Tantri malahan datang dengan sebuah keberanian sejati. Bukan keberanian abal-abal, tapi keberanian murni berbalut kepercayaan diri tinggi. Wanita cantik ini memilih melakukan eksekusi sambil menutup matanya. Kapten yang tadi kesini pasti terkejut saat mendengar keinginan Tantri ingin menembakku dengan mata tertutup, batin Pria Tua Jamal dengan respek tinggi pada keputusan Tantri.
Biasanya napilah yang ditutup matanya sedang para eksekutor melihat dengan jelas. Sekarang Tantri membalik semuanya.
“ Beri aba-aba kencang ya Dik!! agar Pak Jamal siap!!”, Tantri sengaja berbicara sedikit lantang, agar ucapannya dapat didengar jamal.
Tidak ada basa-basi lagi buat Tantri. Dia hanya ingin melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Dalam pandangannya, Jamal melihat Tantri mengucapkan sesuatu, tampaknya ia ingin pria muda dibelakangnya memastikan apakah sudah berdiri menghadap target dengan tepat atau belum. Ketika pria muda menjawab iya, Tantri terdiam sejenak.
“ AYO TEMBAK AKU TANTRI!!!!”, Jamal berteriak lantang.
Tantri menundukkan wajahnya menghadap tanah seperti berdoa. Pria muda dibelakangnya belum mau memberi aba-aba sebelum ada tanda kesiapan dari tubuh sang senior cantik.
“ ANGKAT SENJATA!!!!”, Polisi juniornya baru memberi aba-aba saat Tantri menengadahkan kepalanya. Balutan penutup mata tidak mengurangi kecantikan Tantri, tapi malahan makin membuatnya tampil mempesona.
“ BIDIK SASARAN!!!”, kepala Tantri miring ke kanan, mengikuti alur gagang senapan. wanita cantik sudah membidik. Matanya masih tertutup.
Jamal menengadahkan kepalanya penuh kegembiraan. Entah apa yang membuatnya riang dalam situasi menjelang kematian. Barangkali ia teringat senyum istri dan anak-anaknya yang telah lama tak ditemuinya lagi sejak dalam tahanan. Hawa dingin malam hari, bahkan membuatnya bersyukur pernah merasakan hidup dalam kehangatan sebuah keluarga yang penuh cinta kasih.
“ Tembak aku Tantri!!”, ujarnya lirih menatap lurus ke arah eksekutornya.
“ DDDOOOORRRR”, Tantri menembak.
“ Kau begitu sempurna…….”, Jamal berujar memuji paras elok wanita di depannya yang tak lama lagi akan mengantarnya pergi.
“ SSSSssssssstttt”, peluru melesat kencang.
“ BEEEEGGG”, Peluru menembus dada Jamal, “ slleeeeepp”.
“ Uhhhuuukk ”, mulut napi tua terbatuk darah, peluru berhasil menembus tubuhnya sampai menghantam kayu di belakangnya hingga hancur, “ KRAAAAKKKK”.
“ Uhhuuukkk”, jamal terbatuk lagi, tawanya tak lagi terdengar.
“ Uhuukk Dimataku….uhuuk kau begitu indah!! uhuuk”, kata Jamal. Setiap ucapannya diiringi darah yang terus mengalir.
Tangannya kini memegang dada yang telah telah berlubang.
“ Uhhuuukkk”, Jamal terbatuk lagi kemudian jatuh terduduk dengan kedua lututnya menumpu tanah.
“ Brruuuggg”, dalam posisinya sekarang, Jamal berusaha terus bernafas meskipun demikian berat dan sulit.
“ Hhheeeeppp”, Ia menarik sebuah nafas panjang, tidak langsung membuangnya tapi menahan sejenak di dadanya. Darah muncrat lagi kali ini dari arah paru-paru kala Ia menahan nafas.
Jamal menahan cukup lama nafasnya dalam posisi terduduk. Kemudian saat seluruh tubuhnya mengirim sinyal tak sanggup lagi bertahan, pelan-pelan dia sujudkan dahinya ke tanah.
Darah mengalir ke titik-titik tertentu tubuh yang biasanya sulit terjangkau oleh aliran darah ketika manusia bersujud. dalam posisi ini Jamal dapat bertahan sekian detik meski darah sudah banjir membasahi sekujur tubuh. Dahinya masih menempel di tanah.
“ Huuuuuuuffffff”, tak tahan lagi, dia hembuskan nafas terakhirnya dengan begitu panjang dalam posisi bersujud, lalu terjatuh.
“ Brruuuggg”, Jamal segera terkapar dalam posisi tengkurap. Nafas dalam tubuhnya menghilang.
Tantri masih enggan melepas penutup matanya. Tapi mendengar tubuh manusia telah tumbang membuatnya mengunci senjatanya kemudian menyerahkan kepada pria muda dibelakangnya. Tantri kemudian membungkukkan badannya ke arah Jamal sebagai wujud penghormatan.
Mengikuti Tantri, raja Jin yang masih merasa kesakitan akibat diinjak Pria Necis juga memaksakan berdiri lalu mengatupkan tangan ke dada dan membungkuk penuh hormat pada sesosok tubuh manusia yang tak lagi bernyawa.
Melihat Tantri dan raja jin memberi hormat, semua kuntilanak, pocong, genduruwo, tuyul yang ikut hadir juga membungkukkan tubuhnya. Manusia lain, selain Tantri, pasti akan meludah ke jasad napi pembunuh sekaligus pemerkosa seperti Jamal. Akan tetapi entah mengapa para penghuni alam gaib justru menaruh repek demikian tinggi terhadapnya.
Dalam posisi menunduk hormat Tantri berbicara sendiri, “ Pak Jamal maafkanlah Tantri!! jujur, Tantri tak ingin menembakmu karena ditembak itu menyakitkan. Tapi engkau sendiri yang menginginkanku melakukannya. Jadi aku menembakmu…..
…..Sahabatku yang konyol selalu melarangku menyakiti orang lain dan memintaku untuk selalu menjaga kehidupan manusia. Sekarang sosokmu akan selalu hidup dalam pikiranku karena aku menutup mataku saat menembak dan tidak pernah melihatmu mati!!. Engkau hidup Pak jamal, serta selalu hidup dalam pikiranku!!, Tantri membungkuk lebih dalam, “ Selamat jalan!!!”.
Dalam posisi membungkuk Tantri mencium sebuah aroma tiba-tiba hadir. Sebagai wanita pembersih, hidung tantri sangat peka mengindera aroma-aroma yang wangi, “ Sniifff…sniiiff”, hidungnya menghirup sebuah aroma, “ darah baru saja tertumpah, tapi aromanya tak pernah bisa seharum ini”, ujarnya penuh hormat.
BAB 7 LAKI-LAKI GONDRONG
“ Akhirnya dia pergi juga.” Pak tua berpenampilan bak pemulung masih setia berdiri dibalik rindangnya pohon.
“ He ..“ Disebelahnya si pria necis tersenyum penuh arti.
“ Kamu pantas gembira! Penantangmu sudah tiada.” Pak tua kembali mengarahkan pandangannya pada sesosok tubuh yang telah teronggok jadi mayat di tengah lapangan tembak.
“ Bukan karena itu aku tersenyum Pak Tua!” Jawab si necis.
Pak tua mengangguk berusaha memahami sesuatu. Masihkah ada hikmah dibalik semua peristiwa yang mampu dipelajarinya dari kehadiran sahabat karibnya? Berulang kali ia diajak touring olehnya. Bukan sembarang touring, tapi perjalanan mencabut nyawa para manusia dari berbagai latar belakang.
Setiap mencabut jiwa, sahabatnya selalu menyimpan hikmah misterius. Tak mudah menangkap maknanya, namun seiring berjalannya waktu, nilai mulia selalu terungkap dengan sendirinya. Memang betul sebagian besar dari touringnya dilalui dengan memuakkan. Lihat saja cara pria necis mencabut tiga pemuda tanggung di rumah kosong. Atau betapa dinginnya sang laki-laki tampan me-rewind ingatan pria malang yang memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri. Namun dibalik kebiadaban ritual pencabutan, terkadang pria necis berubah begitu penyayang saat menunaikan tugas.
Pernah suatu saat, si necis mendekati pasien tua di rumah sakit. Orang tua yang telah menderita sakit akut bertahun-tahun lamanya. Pria necis mendekatinya dengan begitu santun , kemudian berbincang berjam-jam lamanya. Ketika pasien tua tersebut lelah bercerita, tertidurlah dia disamping si necis. Dalam tidurnyalah kemudian pria necis mengambilnya dengan lembut. Sebuah pemandangan terindah bagi sahabat tuanya yang lebih sering melihat kebrutalan aksinya daripada sebuah kelembutan.
Akan tetapi masih adakah hal lain yang belum dapat ditangkapnya sepanjang malam ini?? Kembali diarahkan pandangannya kepada pria tampan disebelahnya yang masih termenung memandang sesosok mayat.
“ Kalo bukan karena kematian penantangmu, lantas apa yang membuatmu tersenyum??” Pak tua menanyakan pertanyaan yang tertunda.
“ Kupikir kamu tak ingin tau!” Jawab pria necis.
“ Mmm mmm aku penasaran, ceritakanlah!” Sahut pak tua.
“ Jamal tau targetku berikutnya!! Hal tersebut baru pertama kali lagi terjadi.” Jawabnya
“ Targetmu berikutnya??” Pak tua menyapu pandangannya ke setiap orang yang masih berada di lapangan.
Pria necis mengangguk.
“ Apakah salah seorang dari regu tembak??” Tanya pak tua. Pria necis menggeleng. “ Kapten?? Tim kesehatan??? Polisi muda??” Penasaran pak tua semakin menjadi.
“ ………” Pria necis kembali menggeleng.
“ Lantas siapa???”
“ Si polisi wanita.” Jawab pria necis.
“ APA?????” Pak tua terperanjat. “ KENAPA??? DIA MASIH MUDA!!” Pak tua berusaha mendebat.
“ Ini sudah tugasku Pak Tua.” Jawaban keluar dengan kalem dari bibir pria necis, kemudian laki-laki tampan berpakaian putih-putih tersebut melangkah perlahan meninggalkan lokasi.
***
Tantri membungkuk hormat selama beberapa waktu kemudian melangkah mundur. Ia belum mau membuka penutup mata sebagai wujud penghormatan pada napi Jamal. Meski baru beberapa jam mengenal Jamal, Tantri telah bersimpati padanya. Bukan karena aksi-aksi pesulapnya, namun lebih karena hatinya mengatakan demikian.
Dalam melaksanakan amanat Jamal, Tantri menggunakan ilmu yang secara tidak sengaja disampaikan Sinta, polwan yang kata orang banyak dijuluki paling bodoh di kantornya. Sahabat polwannya yang konyol itu secara tak langsung mengajarkan Tantri tentang manfaat berfikir simple ; Tembak!! Jangan ragu-ragu!!, tapi tidak perlu hingga membunuh yang bersangkutan. Bagaimana caranya?? Jawabannya pun simple ; Tutup mata, hingga Tantri tak pernah merasa telah membunuhnya.
Sudah ditunaikan sekarang.
Jamal Fahrudin telah tumbang. Laki-laki tua yang mampu membuat sekumpulan regu tembak terbaik menjadi mainannya, kini telah tiada. Sambil melangkah, Tantri mengingat kisah masa lalunya bersama sang ayah tercinta yang mengingatkannya sedikit akan figur Jamal. Dulu, sang ayah senang mengajak Tantri kecil menyaksikan pertunjukan wayang di kampungnya. Salah satu cerita favorit sang ayah adalah Bharata Yudha.
Dalam kisah legendaris Bharata Yudha terdapat sesosok tua namun sakti mandraguna bernama Bisma. Konon dalam perang besar antara Pandawa melawan Kurawa, Bisma sangat perkasa hingga membuat barisan pertahanan Pandawa selalu kocar-kacir. Kesaktian Bisma sampai membuat seorang Khrisna harus berulang kali memperingatkan Arjuna agar serius menghadapi prajurit tua sakti veteran tak terkalahkan tersebut. Masalahnya Bisma bukan hanya sakti tapi juga kebal persis seperti Jamal.
Tantri tersenyum sendiri saat mengambil kesimpulan bahwa kedua jagoan tua sakti yang membuat kaum adam tak berdaya tersebut, lebih memilih wanita sebagai senjata pencabut nyawanya. Bayangkan dari segudang pendekar tangguh dari pihak Pandawa, Bisma menjatuhkan pilihan pada seorang wanita yang juga merupakan istri Arjuna bernama Srikandi, guna mengeksekusinya.
Apa kelebihan Srikandi hingga Bisma memilihnya? Demikian pula apa kelebihan Tantri hingga Jamal lebih mengutamakannya daripada orang lain? Tantri tak tau jawabannya, juga enggan mencari tau. Yang jelas Srikandi maupun dirinya hanyalah melaksanakan tugas. Sebuah tugas suci membantu seorang manusia meninggalkan dunia fana ini.
Sekarang Tantri menyuruh juniornya untuk membantunya segera meninggalkan lokasi mengerikan yang membuat hatinya selalu merasa tak nyaman. Sang polwan cantik enggan menyaksikan pengangkutan jasad Jamal ke mobil jenazah. Dia sudah begitu lelah. Termasuk saat puluhan orang dari regu tembak, kapten, komandan regu dan pengiring eksekusi, berduyun-duyun memberinya ucapan selamat, ia hanya menerima sekedarnya, tanpa merasa berhak menerima selamat dari mereka.
Aku hanya melaksanakan tugas yang diminta sendiri oleh Jamal, tak lebih. Bisik Tantri.
“ Terima kasih banyak Tantri.” Kapten memberinya ucapan selamat.
“ Siap Kapten, Tantri cuma melaksanakan tugas!” Jawabnya.
“ Semua regu tembak yang terlatih gagal, tapi kamu, dengan mata tertutup, berhasil membunuh Jamal.”
“ Keinginan napi telah Tantri laksanakan, Kapten.” Jawab Tantri diplomatis.
Kapten terus menghambur pujian baginya, tapi Tantri selalu membalasnya dengan ramah tanpa nada kesombongan sedikit pun. Sebagai wanita berprofesi polwan, Tantri begitu rendah hati sedari dulu. Tak pernah kecantikan maupun kecerdasan fisiknya membuatnya bersikap arogan. Malam ini tak terkecuali, menerima begitu banyak pujian dia hanya tersenyum kemudian berusaha meninggalkan lokasi secara diam-diam. Semua pujian yang dialamatkan baginya telah membuatnya malu.
Ada orang yang gila pujian. Setiap tindakan berorientasi pada penilaian orang. Namun ada juga mereka yang malu dengan pujian orang lain. Tantri tergolong salah seorang dari mereka. Alih-alih besar kepala dengan segudang pujian yang diterima, ia malahan mengendap-ngendap berusaha menyelinap meninggalkan lokasi tanpa disadari orang lain.
Sinta, Sahabat konyolnya telah mengajarkannya dulu waktu di pendidikan Kepolisian bagaimana cara menyusup tanpa diketahui orang lain. Mengikuti ajaran sesat sahabatnya, Tantri dengan cerdik mohon ijin ke toilet kemudian melipir perlahan, meninggalkan ruang utama dan menembus parkiran mobil.
“ Huuuuuhhhh akhirrnya akuuu bebasss.” Kata Tantri plong. Sang polwan cantik cepat melangkah menuju mobil patroli yang telah menunggu diluar dengan seorang pengemudi dalam keadaan tertidur pulas.
Sepanjang jalan menuju mobil, Tantri menghirup aroma wangi. Tembakannya pada Jamal, telah membawa aroma wangi yang kini terus menemaninya. Bukan ketakutan yang dia rasakan ketika menciumnya, tapi sebuah ketenangan, kenyamanan dan kedamaian. Yang ia pertanyakan hanya satu ; Mengapa hanya dia sendiri yang bisa merasakan aroma yang demikian indah?
“ hmmmm.” Sambil berjalan Tantri memejamkan mata meresapi betul kedamaian yang datang dari harumnya udara.
“ Bu!!!” Sebuah suara mengejutkan menepuk lengannya.
“ Heeeeehh.” Tantri terkejut membuka mata, menggenggam tangan si penyapa dan menguncinya, “ Bapak ngagetin aja!!!” Meski terkejut, Tantri tetap menyapa ramah penyapanya.
Dihadapannya berdiri bapak tua berpenampilan lusuh dengan pakaian compang-camping. Wanita lain, apalagi bila merasa cantik pasti tak ingin berurusan dengan orang tua kumal didepannya, tapi Tantri bersikap hangat seolah tidak terganggu sama sekali dengan tampilan lusuhnya.
“ Ada yang bisa saya bantu bapak??” Sapanya penuh keramahan.
“ Ibu ramah sekali.” Kata bapak tua kumal dengan penuh kegembiraan.
“ Bapak ada perlu apa?? Mau ngapain malam-malam kemari?? ” Meski sudah lelah Tantri masih begitu sabar menerima orang asing dihadapannya.
“ Saya hanya mau mulung sampah Bu. Melihat Ibu saya ingin menyapa. Ibu sangat cantik.”
“ Terima kasih atas pujiannya Pak.” Tantri sedikit tersipu. “ Bapak boleh mulung, tapi berbahaya kalo disini, ditempat lain saja ya!!” Tantri mengarahkan tangannya agar si bapak menjauh dari lokasi.
“ He.” si bapak hanya tersenyum, “ Terima kasih, Ibu benar-benar orang baik.” Pak tua menjabat tangan Tantri kemudian terlihat seperti berkomat-kamit kemudian melepaskannya dan hendak meninggalkan lokasi sesuai arahan Tantri.
“ Hati-hati ya Pak!!” Ujar Tantri melepas kepergian pak tua.
“ He.” Pak tua tersenyum sebelum pergi. “ Malam ini betul-betul wangi ya Bu??” Ujarnya seakan ucapannya khusus ditujukan pada si polwan cantik.
Tantri terdiam.
***
NGGGGUUUIIINGGG NGGGUUIINNGGG NGGGGUUUIIINGGGG...Bunyi sirine mobil polisi menggema di jalan masuk ke sebuah desa. Rotator lampu kelap-kelip turut menyala menandakan mobil sedang menjalankan tugas.
Tantri berada dalam mobil tersebut. Sudah tiga hari berlalu sejak wafatnya Jamal, namun dirinya belum melaksanakan satupun tugas yang diamanatkan. Bukan niat polwan terbaik di polresnya untuk membangkang tapi ia benar-benar lupa perintah almarhum Jamal. Sekarang Tantri duduk di samping pengemudi merenung sendiri sambil berusaha mengingat-ingat kembali apa sebenarnya pesan Jamal tiga hari lalu.
“ Jangan ngelamun Mbak!!” Tegur teman Polwan disampingnya.
“ Hahh apa Yul??” Tantri terkejut.
“ Jangan ngelamun! Nanti Mbak kesambet lho!” Canda temannya.
“ Ahhh kamu!!!” Tantri mengucek-ngucek matanya berusaha kembali kedunia nyata, “ Mau apa kita ke desa ini Yuli??” Tanya Tantri sepenuhnya telah sadar dari lamunan.
“ Kantor menyuruh kita merazia desa suka wiyasa Mbak, karena disinilah lokasi para bajing loncat yang biasa meresahkan warga.” Yuli terus mengarahkan pandangan pada jalan di depannya.
Tantri terdiam sejenak. Nama desa yang barusan disebut Yuli terdengar tak asing baginya. “ Tunggu Yuli!! Coba kamu ulangi apa nama desa ini??”
“ Desa suka wiyasa Mbak.” Yuli menoleh melihat Tantri, “ Ada apa?? Mbak pernah kesini sebelumnya??” Ia ganti bertanya.
“ Mmmm enggak Yul! Mbak belum pernah kemari.” Tantri menggeleng. Jujur memang seumur hidupnya belum pernah menyambanginya. Tapi kenapa nama desa ini menjadi tak asing baginya??
“ Ah ya aku ingat!!” Tantri teringat sesuatu. “ JAMAL!” Ucapnya keras.
“ Jamal Mbak??” Yuli kebingungan dengan ucapan Tantri.
“ Ya Yuli, ada seorang napi bernama Jamal, pernah menyebut desa ini.” Ujarnya. Tantri mengusapkan jemarinya ke dahi berusaha membuka kembali pikirannya.
“ Hmmm aneh tapi nyata. Aku lupa pesan Pak Jamal tentang desa suka wiyasa, tapi desa ini sendiri menghampiriku sekarang. Aku mulai ingat, pesan pertama Jamal terkait sebuah desa, tapi aku masih lupa bunyi pesannya.” Batin Tantri sambil terus berfikir keras.
Meskipun dipaksa pikirannya seolah enggan membuka dirinya. Tantri masih saja lupa keseluruhan bunyi pesan Jamal. Berbagai cara telah dicobanya buat mengulik sedikit saja pesan napi tua tapi belum berhasil.
Huuuuuufffff...Dia buang nafas panjang membuang frustasi. Rasanya perbuatan paling melelahkan di dunia bagi Tantri adalah mencoba mengingat sesuatu yang jelas-jelas telah disampaikan oleh penyampai pesan, namun terhalang kabut dalam pikirannya. Tantri terus mengurut dahinya. Mencoba menjernihkan pikirannya, agar kabut penghalang bisa pergi, sekarang dia amati baik-baik keadaan desa suka wiyasa, siapa tau memberinya inspirasi.
Desa ini asri dan begitu subur. Segala macam jenis tanaman dapat tumbuh disini karena kontur tanahnya begitu baik untuk ditumbuhi tanaman. Selain itu, letak desa yang tergolong jauh dari pusat kota membuat polusi belum merusak kemurnian udaranya. Yang Tantri herankan adalah sikap para penduduk melihat mobil polisi memasuki desanya.
Biasanya para penduduk akan keluar dari rumah kemudian dengan raut wajah penasaran berusaha mencari tau kenapa sebuah mobil polisi memasuki desanya. Tapi di desa suka wiyasa berbeda. Penduduk langsung bersembunyi penuh ketakutan saat mendengar bunyi sirine polisi. Tantri sudah terlatih membaca raut wajah orang. Ekspresi yang dilihatnya bukanlah ketakutan biasa tapi sebuah ketakutan dengan tingkat traumatis tinggi. Kenapa mereka trauma mendengar bunyi sirine polisi?? Tantri bertanya dalam hati.
“ Yuli matikan sirine dan rotator!!!” Tanggap melihat perkembangan situasi, Tantri memberi perintah taktis.
“ Emang kenapa Mbak??” Yuli kebingungan dengan perintah seniornya.
“ Warga sini ketakutan Yul!!”
“ Biasa kali, Mbak, orang desa ketakutan ngeliat kita??” Yuli berusaha membela diri.
“ Bukan ketakutan biasa!! Kamu lihat wajah orang-orang yang ngumpet di rumahnya itu.” Tantri menunjuk ke arah rumah warga.
Yuli melihat rumah yang ditunjuk Tantri, sekarang ia dapat melihat hal yang sama dengan seniornya. Warga begitu traumatis melihat kehadiran mereka. Seorang ibu bahkan pingsan di halaman rumah dan harus digotong ramai-ramai oleh keluarganya ketika mobil mereka melintas.
“ Ada yang tak beres dengan desa ini, Yul.” Bisik Tantri.
“……” Yuli terkesima dengan hawa ketakutan warga hingga tak sanggup menjawab. Dia hanya mampu mematikan sirine sekaligus rotator, kemudian menginjak pedal gas lebih dalam hingga mobil meluncur lebih cepat dan segera tiba di kantor desa suka wiyasa.
Seorang pria tua tampak telah menunggu di depan kantor yang telah terlihat begitu tua. Yuli sedikit gembira karena pria dengan tanda jabatan kepala desa di dadanya ini tidak terlihat ketakutan seperti warganya yang lain.
“ Selamat pagi Ibu Polisi, saya Hamid, Kepala Desa Suka Wiyasa.” Sambutnya.
“ Pagi Pak Kades!! Kami hendak meminta keterangan terkait warga Bapak.” Yuli berinisiatif maju karena melihat seniornya lebih banyak terdiam masih memikirkan ketakutan warga tadi.
“ Mari, silakan masuk Bu!!” Ajak pak kades kepada mereka berdua.
Tantri berjalan masuk disambut para pegawai kantor desa berpakaian cokelat-cokelat dengan penuh hormat. Meski hormat, Tantri tau mereka tak nyaman dengan kehadirannya. Kedua polwan muda dibawa masuk ke dalam ruangan Pak Kades Hamid yang begitu sumpek dan berbau kayu lapuk.
“ Pak Kades, kami datang kemari ingin meminta keterangan mengenai warga Bapak bernama……”, Bripda Yuli telah memulai interogasinya. Si polwan junior sadar seniornya Tantri sedang berusaha mendalami sebab ketakutan warga. Kemampuan seniornya itu sudah tak perlu disangsikan lagi untuk membongkar fenomena kejahatan aneh hingga ke akarnya. Itulah sebabnya Yuli memilih mengesampingkan traumatis warga dan fokus kembali ke masalah bajing loncat.
Tantri terus berputar-putar keluar masuk ruangan kades, lalu mengitari meja para stafnya, kemudian melongok ke peta topografi desa, membongkar beberapa berkas terserak lalu kembali lagi masuk ke dalam ruangan.
Ketika ia masuk lagi ke ruangan, pak kades terlihat mencoba mengelak dari pertanyaan-pertanyaan Yuli yang tajam. Polisi adalah penyidik. Tugas utama adalah mengetahui fakta sebanyak-banyaknya, baik yang diperlihatkan maupun disembunyikan oleh saksi. Tak heran pertanyaan Bripda Yuli terdengar tak menyenangkan bagi pak kades.
“ Jamal Fahrudin!” Tantri tiba-tiba bertanya memotong interogasi. “ Pak Kades mengenalnya??” Tanyanya penasaran.
Wajah pak kades berubah muram ketika mendengar nama itu disebut. “ Dari mana ibu tau nama itu??” Meski terdengar tenang, sesungguhnya ada nada ketakutan dibalik suara pimpinan desa suka wiyasa.
Tantri melirik ke arah Yuli yang telah menatapnya. Dari matanya Tantri memberi sinyal agar juniornya menekan pak kades. Si junior paham keinginan seniornya, cukup dari pandangan mata.
“ Gak usah banyak nanya pak kades!! Jawab saja pertanyaan senior saya!!” Kata Yuli.
“ Jamal……” Pak kades terbata. “ Saya tidak mengenalnya.” Nada dusta terdengar jelas dari bibirnya.
Braaaakkkk..Meja kerja digebrak oleh Yuli. “ BAPAK JANGAN BOHONG!!!!” Yuli menghardik.
Suasana ruangan mendadak tegang. Para staf diluar ruangan berusaha mencari tau apa yang terjadi di dalam. Pak kades terlihat begitu ketakutan mendapat gertakan dari seorang wanita yang sebenarnya seumuran dengan putrinya.
“ Husssh Yuli sudah cukup!!” Tantri berusaha menenangkan situasi, dia sedikit malu karena telah salah menganalisa. Tadinya dia pikir juniornya memiliki emosi stabil, rupanya Yuli masih terlalu meledak-ledak dalam memberikan tekanan pada objek penyidikannya. “ Kembalilah pada interogasimu Yuli! Fokus pada bajing loncat!! Nanti aku sendiri yang akan menanyai pak kades tentang Jamal!”, Tantri menepuk bahu juniornya agar cooling down. Adiknya masih perlu belajar banyak tentang seni interogasi.
Masih penasaran, Tantri keluar dan menanyai satu-persatu staf desa perihal Jamal maupun ketakutan warga. Jawabannya sama ; Mereka mengatakan tidak tau tapi tidak mampu menyembunyikan kebohongan dari nada suaranya. Huhhh Tantri paling tidak senang dengan kebohongan beramai-ramai seperti ini. Ia berjalan keluar mencoba mencari udara segar. Hawa sumpek ditemani kebohongan pekat di dalam ruangan telah membuatnya mual. Untunglah rindangnya pepohonan mampu mendatangkan kesejukan serta menetralkan udara yang terpolusi oleh kebohongan manusia.
*** “ Hik…hhiikkk…hikkk”, suara tangis terdengar setibanya Tantri di halaman. Seorang anak kecil sedang berjongkok seorang diri dekat parkiran motor pegawai kantor desa. Kehadirannya menarik perhatian Tantri karena anak kecil ini terlantar di tengah kantor yang seharusnya melayani kebutuhan setiap warga desa.
“ Adik kamu kenapa?? kok nangis??”, dengan lembut Tantri bertanya.
“ Kakak saya hilang bu hikk…hiikk….hiikkk”, si anak menangis makin kencang.
“ Hilang dimana?”, Tantri menepuk bahu si anak dan memeluknya agar tak lagi bersedih.
“ Disana Bu……”, si anak kecil menunjuk sebuah jalan setapak yang ditumbuhi pohon-pohon rindang di sekitarnya.
“ Ayo Mbak bantu menemukan kakakmu!! jangan menangis!”, ajak Tantri masih dengan nada keibuan yang begitu menentramkan hati.
Mereka berjalan menyusuri jalan setapak berbatu yang masih belum diaspal. Disekeliling mereka masih banyak terdapat pohon-pohon dan rumput-rumput tinggi. Daerah Desa Suka Wiyasa tergolong daerah asri di kabupaten yang masih belum tersentuh pembangunan. Masyarakat sini masih tinggal secara sederhana dan polos. Mata pencaharian penduduknya kebanyakan bercocok tanam kacang maupun bertani di sawah tadah hujan.
Tantri sangat menikmati momen mengantarkan anak ini menuju rumahnya yang terletak masuk di rimbunnya pohon. Sejuknya udara membuat Tantri tenang.
“ KII….LARIIII KIIIII”, seorang wanita muda muncul dari rimbunnya pohon berlari kencang menuju mereka berdua.
“ Kakak ada apa???”, jawab si anak gelisah.
“ Ada apa Mbak!!! tenanglah!!”, Tantri mencoba menenangkan.
“ Ayo lari huh huh huhh”, wanita muda mencoba meraih kembali nafasnya.
“ BAJINGAN ANJING KALIANNNN!!!!!!”, dari balik pepohonan seorang laki-laki muda berambut gondrong keluar menenteng golok berkarat mengarahkannya langsung ke arah mereka bertiga. Tantri terkejut dengan kemunculan tiba-tibanya. Ia berusaha meraih pistol namun terhalang tangan si anak yang telah menggenggamnya agar mengikuti mereka berlari cepat menghindari kejaran laki-laki gondrong.
“ Tunggu….tungguuuu…huuuhhh huuuhhhh”, Tantri berusaha menahan mereka agar tidak takut karena sedang bersama seorang Polisi. Bagaimana pun kemampuan bela diri Tantri sangatlah sanggup melumpuhkan pria gondrong dihadapannya, apalagi dia membawa senjata. Akan tetapi dua orang kakak adik ini tak mau mendengar. Ketakutan mereka begitu besar hingga mendatangkan tenaga berlipat-lipat yang memaksa Tantri mengikuti langkah mereka.
Bak orang dikejar serigala mereka berlari begitu kencang hingga masuk jauh lebih dalam ke sudut terdalam desa. Laki-laki di belakangnya terus mengejar. Meski biasa berolahraga Tantri kesulitan mengimbangi dua manusia panik disebelahnya. Mereka terus berlari sprint hingga tiba di sebuah rumah dengan banyak sekali tanaman tumbuh di sekitarannya.
Rumah ini begitu asri dengan banyak sekali pohon. Masalahnya hanya rumah inilah yang berada disini. tidak ada lagi rumah lain di sekitarnya. Si anak mengajak Tantri masuk lewat pintu depan kemudian mengajaknya bersembunyi di dapur.
“ Hosh hossshh hossshh Adik gak usah lari kayak gini!! Mbak Polisi , bisa nangkep orang jahat itu”, kata Tantri masih dengan nafas yang begitu ngos-ngosan.
“ Ibu gak bakal bisa tangkap dia hosh hoshhh”, si anak menjawab.
“ Hushh Mbak punya pistol nih”, Tantri menunjukkan senjatanya yang melingkar di pinggang, “ kamu gak usah khawatir!!”.
“ Dia kebal Bu!!! KEBALLLL”, kata si anak penuh ketakutan.
Tantri terdiam. Dia menelan ludah. Terjebak di rumah kosong jauh dari keramaian, hanya bertiga dengan anak ini dan kakaknya, menghadapi seorang penjahat kebal. Jamal rasanya sudah cukup baginya, tidak perlu ada tokoh sakti lain.
“ BRAAAAAKKKKK”, pintu digebrak keras. Pria dengan golok meringsek maju.
“ Paman jangan!!!!”, wanita muda dihadapannya berusaha menghadang kemunculan si pria gondrong.
“ KALIAN JANGAN BERANI-BERANI MEMBANTAH PERINTAHKU!!!!”, Pria gondrong maju, “ BRAAAAGGG”, ditamparnya wanita muda itu begitu keras hingga terbang menghantam dinding.
Tantri refleks maju menghadang si pria yang telah mengarahkan goloknya ke tubuh wanita muda malang di depannya.
“ POLISI JANGAN BERGERAK !!!!”, Tantri memberikan peringatan keras.
“ He”, Pria gondrong menatapnya sekilas kemudian mengarahkan perhatiannya ke wanita muda, tak peduli sama sekali dengan peringatan Tantri.
“ Jangan membantah Siti!!!”, pria gondrong menggunakan goloknya mengiris kancing daster wanita muda kemudian berusaha menelanjanginya.
“ Tobatlah Paman!!! jangan perkosa Siti!!!! TOLOOONNGGG”, wanita itu meraung.
“ BAPAK HENTIKAN ATAU KUTEMBAK!!!”, Tantri berteriak lantang.
Pria itu sama sekali tidak mempedulikannya, ia malah hendak menggampar lagi wajah si wanita dengan tangannya yang kekar.
“ DOORR…”, Tantri menembak ke pinggang pria gondrong berusaha menghentikan tamparannya..
“ Bleeeeessss”, peluru mengena. Pria Gondrong hanya menoleh sebentar ke arah Tantri penuh senyum kemudian bangkit membuka bajunya dan menggenggam goloknya menebar ancaman.
“ GAK USAH IKUT CAMPUR DIN!!!”, Ia memanggil Tantri. Tak peduli dengan senjata yang telah terarah, ia terus bergerak maju.
“ DOORRRRRR”, Tantri menembak lagi.
Pria gondrong menerima peluru sambil terkekeh meremehkan. Tantri mengernyit. Kini dia bisa rasakan perasaan para regu tembak yang gemetaran akibat peluru yang dilesatkannya tidak mampu menembus targetnya.
“ HAAAAAATTTTTT”, sadar Tantri goyah, pria gondrong meloncat begitu cepat dengan tangannya berusaha menebas kepala Tantri dengan golok.
“ WWWWUUSSSS”, Golok melayang, Tantri bergerak refleks menghindar cepat tapi kedua kaki pria gondrong telah mengunci kakinya lalu menyapunya cepat.
“ Uuhhhhhh”, tantri terpelanting akibat kakinya disapu, “ Brruuuggg”, ia jatuh, senjatanya terlepas. Pria gondrong menggenggam kerah bajunya dengan wajah dingin, nafasnya menghembuskan bau alcohol pekat.
“ BRAAAG…BRAAAAGGG….BRAAAAAGGGGG”, tiga bogem mentah telak menghajar wajah Tantri di hidung dan kedua pipinya. Begitu kerasnya bogem itu hingga membuat Tantri kehilangan setengah dari kesadarannya.
Dia berusaha melawan tapi kepalanya begitu pusing dengan kuping terus mendenging akibat gendang telinga terkena benturan keras. Melihat Tantri telah KO, pria gondrong bangkit meninggalkannya dan kembali menuju wanita muda. Bagaikan setan datang berwujud manusia, berusaha dia gagahi wanita itu bagai binatang.
“ KAAKKAKKKK”, anak kecil keluar dari persembunyiannya berusaha melindungi kakaknya yang sedang ditelanjangi.
“ Hussshh anak kecil jangan ganggu!!!”, dengan sekali dorong anak itu dihalau oleh pria gondrong. Naluri membela diri si anak begitu kuat, dia bangkit kembali berusaha membela kakaknya meski tenaga jauh kalah besar.
“ Jangan bergerak nak!! atau kamu mati!!”, pria gondrong mengarahkan goloknya menebar ancaman.
“ KAKAKKK”, anak itu tetap maju.
“ He”, Pria gondrong tersenyum sadis, “ BLEEEESSSS”, golok dibenamkan perlahan menembus perut si anak.
“ Aaaaaaaa”, si anak merasakan kesakitan hebat kemudian terjatuh.
“ BRRUUUGGG”, anak kecil terjatuh di lantai bersimbah darah.
Tantri masih berusaha bangkit. Ia mengabaikan semua darah yang telah mengucur deras dari hidungnya akibat hantaman pria gondrong.
“ KIIKIIIII”, wanita muda yang telah telanjang bulat mendapat tenaga tambahan melihat adiknya tertembus golok, dia berusaha melawan pria gondrong.
“ BLESSSSSS”, pria gondrong kesal dengan perlawanan si wanita, seketika menebaskan golok di lehernya. Dalam keadaan telanjang wanita itu mati dengan leher tergorok.
“ BRAAAAAKKK KIKI….SITTIIIII”, dua orang dewasa lagi masuk ke dalam rumah. Mereka segera histeris melihat tumpahan darah berceceran di lantai dan dua orang anak mereka telah tergeletak tak bernyawa.
“ BAJINGAN!!!!!”, pria paruh baya maju dengan kalap.
Pria gondrong tersenyum kemudian sekali hentak menebas juga lehernya. Pria paruh baya jatuh ke lantai.
“ PAAAKKKK”, wanita paruh baya lainnya begitu histeris berusaha meraih tubuh suaminya.
“ HHHHEEEKKKKKK”, dia tercekik Karena pria gondrong menahan lehernya dengan cekikan. “ SETAAAAANNN….SEEEETTTAAAAANNN”, meski berbau putus asa wanita itu berusaha mencakar-cakat tiada henti menyerang pria gondrong.
“ TENANG!!!”, pria gondrong menahannya dengan satu tangan sedang tangan lainnya bersiap menghujamkan golok ke arah perut si wanita, “ Matilah dengan tenang!!!!”, katanya.
“ HHHHHAAAAATTT”, Tantri meloncat dengan tendangan karatenya, kakinya berhasil mengenai tangan pria gondrong membuat goloknya terlepas. Tantri segera menghujaninya dengan berbagai jurus mematikan yang di arahkan ke titik-titik vital tubuh pria gondrong.
“ BUUGG BUUUGGG BUUUGGGGG”, rentetan pukulan tantri masuk.
Si Gondrong tak bergeming.
“ HE HE HE DIN KAMU GAK PERNAH BELAJAR!!! MAMPUS KAMU!!!” pria itu kebal. Semua pukulan dan tendangan Tantri tak berasa baginya. Alih-alih kesakitan ia ganti melepaskan sebuah tendangan demikian kencang yang melontarkan tubuh Tantri hingga masuk ke dalam kamar kosong.
“ GUSSSSRAAAAKKKKK”, Tantri terpental kencang.
Sekarang Pria gondrong telah melupakan si ibu yang baru masuk, dia sekarang mengincar Tantri.
Berusaha bangkit meski menahan sakit demikian parah, Tantri berhasil kembali berdiri.
“ Tep…teeppp…teeeppp”, Si gondrong melangkah perlahan penuh kesombongan.
Tantri menarik nafas sejenak kemudian mencoba melontarkan serangan berikutnya, “ Haatt…haaatt…haaaattt”, pukulan lurus, tendangan cangkul, berputar, hingga kuncian maut semua dikeluarkan Tantri untuk menyerang pria gondrong, tapi semuanya tak menemui sasaran. Bila pun menemui sasaran, Pria gondrong begitu kebal mampu menerimanya tanpa merasakan sakit sedikit pun.
“ MAMPUUSSS KAMU DINNN!!!”, sebuah tendangan balasan menghantam perut Tantri. Sekali lagi dia terpental kencang hingga menghantam keras lemari pakaian.
Tantri kesakitan sekali. nafas begitu sulit diambilnya akibat ulu hatinya terhantam. Ia berguling-guling maju mundur menahan sakit. “ Brrrruuugggg”, Tantri tertahan sesuatu saat berguling, ia segera menoleh melihat apa gerangan yang menghambatnya. Lemari tua itu rupanya terus berdiri tegak seolah ingin mengingatkannya pada sesuatu.
Melihat lemari tua diatasnya, Tantri tiba-tiba teringat Jamal Fahrudin. Napi tua itu berbisik padanya sebelum meninggalkan lapas. Tantri mulai perlahan-lahan bisa mengingat pesan pertama jamal. Entah bagaimana dia lupa pesan itu, tapi kemudian pesan tersebut menghampirinya kembali secara misterius di saat dia amat memerlukannya.
“ PERGI KE DESA SUKA WIYASA TEMUI ANAK BAPAK!!BAWA DIA KE RUMAH DIMANA TANAM KAYU SAJA HIDUP, LIHAT DI BALIK LEMARI DISANA ADA MATA AIR”, suara Jamal terdengar nyaring sekarang. Sadar pria dihadapannya sudah mengasah goloknya buat menghabisinya Tantri merangkak ke belakang lemari sesuai pesan Jamal. Ia menemukan sebilah golok lainnya demikian mengkilat telah menunggunya dari balik lemari. Dengan cepat ia ambil golok itu kemudian segera berdiri menantang pria gondrong.
“ Jaga nafasmu!!! serang dengan nafasmu!!!”, bisikan Jamal di lapangan beberapa saat sebelum ditembak juga hadir mendampingi Tantri. pada saat itu Tantri sama sekali tak mengerti apa maksud napi tua aneh itu, sekarang ia mulai mengerti.
“ He He mati sekarang kamu Din”, kata napi tua penuh kesombongan.
“ He”, Tantri membalasnya dengan senyuman. Tadi ia tak percaya diri. Sekarang , karena bisikan Jamal, ia kembali menemukan kepercayaan dirinya.
Pria gondrong maju mengharapkan kepanikan dan teriakan dari korbannya. ia sangat menikmati darah. Apalagi saat korbannya menjerit tak berdaya ia makin girang.
“ Cuuuuiiiiihh”, Tantri meludahinya dengan penuh percaya diri.
Melihat ketakutan sirna dari calon korbannya membuat pria gondrong sedikit terkejut.
“ Baik Din!! kalo kamu mau ngetes ilmu kebalku!!! HAAAAATTTTT”, tebasan golok terarah telak ke leher Tantri.
“ TRAAAAAANGGGG”, Tantri menahannya menggunakan goloknya. Dentingan kedua golok memekikkan suara nyaring nan mengundang maut. Pandangan mereka bertemu saat tangan mereka masih mengenggam kedua golok begitu erat. Pandangan senyum meremehkan dari pria gondrong tidak dipedulikan oleh Tantri. Polwan cantik tetap memilih mengatur keluar masuk nafasnya dengan konsentrasi tinggi persis seperti arahan Jamal.
“ Ssseeeeppp”, Pria gondrong menggeser goloknya hingga terlepas kemudian menyapu lagi sekarang ke arah pinggang Tantri.
“ HHAAAAAATTT”, Tantri melakukan perjudian, alih-alih berusaha mengelak, ia malahan maju dengan kuda-kuda, tangan kanannya dihentak masuk menghantam dagu pria gondrong.
“ Braaaaagggggg”, pria gondrong terpukul keras. Genggamannya terlepas dari golok, dia tersodok hingga jatuh tersungkur di lantai kamar.
“ Huuuhh…..”, pria gondrong berusaha bangkit. Dia berhasil meraih goloknya tapi Tantri telah mendahuluinya, “ Saaaaattt”, sabetan golok Tantri menebas tangannya.
“ Splllaaaaaaatttt”, darah muncrat deras.
Ajaib, sudah terkena sabetan demikian telak tangan si gondrong tidak buntung. Dia hanya mengeluarkan darah tapi masih utuh.
“ Uuuhhhhh”, gondrong memegang tangannya tak mempercayai bisa berdarah oleh sabetan Tantri.
“ Hmmmm huuuufffff”, Tantri terus mengatur nafas, dia tau kekebalan lawannya telah luntur ditiup hembusan nafasnya.
“ GAK MUNGKIN DIN!!! GAK MUNGKIN!!!”, gondrong menggeleng-geleng seakan tak mempercayai yang terjadi.
“ Terima saja Fik, setinggi-tingginya tupai melompat pasti akan jatuh juga ke tanah”, Tantri mengucapkan sebuah kata yang dirinya sendiri tidak mengerti.
Gondrong mencoba mengambil kembali senjatanya.
“ TRAAAANGGG”, Tantri tak membiarkannya lagi. Dengan sekuat tenaga ia tebas leher gondrong.
“ BLEEEESSSS SSSLLLEEEEETTT”, golok yang demikian tajam menghantam gondrong, leher gondrong terlepas dari tubuhnya. Kepalanya jatuh tepat di kaki Tantri.
Melihat pemandangan kepala manusia terlepas di kakinya membuat Tantri langsung menutup mulut dan berlari menjauh dari lokasi.
“ HHOOOEEEEEKKKK”, Dia muntah. Pemandangan memuakkan itu membuatnya benar-benar tak tahan.
Semua pemandangan aneh di dalam membuat Tantri harus memejamkan matanya dan berusaha kembali mengatur nafas.
“ Hmmmm hhhuuuufff”, Tantri menghirup nafas kemudian melepasnya perlahan berkali-kali. Ketenangananya kembali meski masih dinaungi rasa mual tiada henti.
“ Mbak Tantri lagi ngapain disini??”, panggilan dari juniornya menyadarkan Tantri, “ kami mencari-cari Mbak sedari tadi gak taunya Mbak ngumpet di rumah tua ini!!”.
“ Aku habis bunuh orang Yul”, kata Tantri lirih.
“ Bunuh siapa Bu Tantri??”, Pak Kades yang turut menemani Yuli bertanya penasaran.
“ Laki-laki Pak”, Tantri pasrah sebagai Polisi dia sadar hukum. Dia tau membunuh orang seperti apapun bentuknya harus dapat dia pertanggungjawabkan.
“ Gak ada siapa-siapa di sini Mbakku”, Yuli juniornya menoleh heran.
“ Kamu gak liat ceceran darah di kamar itu Yul?? apalagi kepala pria gondrong itu…..”,Tantri heran.
“ Siapa yang gondrong Bu???”,tanya Pak Kades penasaran.
“ Pria gondrong di dalam….”, Tantri berusaha menjelaskan.
“ Saya asli orang Suka Wiyasa”, Pak Kades memotong Tantri, “ Tau persis sejarah desa dari awal hingga sekarang, sepengetahuan saya, hanya satu pria gondrong yang pernah memasuki rumah ini”, Pak Kades menjelaskan, “ namanya Fiki dan…”, dia berhenti sejenak, “ Jamal Fahrudin telah menebas kepalanya”.
Tantri gontai. Dia genggam lengan Yuli saking limbungnya. Seandainya saja Yuli kurang sigap Tantri pasti sudah terjatuh.
“ Peristiwa itu terjadi 17 tahun yang lalu Bu Tantri”.
“……………..”.
BAB VIII ( ENDING) KEMATIAN SEMPURNA
“ Warga asli suka wiyasa menganggap angka empat puluh adalah angka keramat.” Pak kades bercerita. Wajahnya tak bisa menyembunyikan keheranan mendengar cerita Tantri. Sang polwan cantik telah dipegangi oleh juniornya Yuli. Dirinya terkejut saat mengetahui peristiwa yang dialaminya adalah kilas balik peristiwa tujuh belas tahun lalu.
“ Desa kami terkenal di seluruh kabupaten memiliki sejarah mistik yang panjang. Orang dari seluruh penjuru berdatangan ingin tau perihal kegaiban yang bersemayam disini. Apalagi saat mereka mendengar legenda dua orang tua, Fiki dan Jamal.”
“ Bagaimana cerita mereka, Pak Kades??” Tantri bertanya berusaha menghilangkan kebingungan.
“ Dulu ada dua orang pria penduduk desa melakukan pengasingan diri selama empat puluh hari. Dalam kurun waktu empat puluh hari mereka menjalani pantangan. Semua perbuatan yang dianggap “ kotor “ mereka jauhi. Mereka tinggal bersama di sebuah gubuk sederhana yang sekarang Ibu-Ibu lihat”, Pak kades menurunkan tangannya memperlihatkan lantai yang telah diselimuti debu. “ Ibu-ibu bisa lihat sendiri, lokasi rumah sangat terasing jauh, dari mana-mana.” Tantri memandang sekeliling mengingat kembali bagaimana anak kecil bersama sang kakak menyeretnya berlari kencang begitu jauh hingga tiba disini.
“ Ketika Bu Yuli bilang Ibu Tantri menghilang, saya segera ajak Ibu kemari. Bukan mau nakut-nakutin ya Bu, tapi biasanya arwah penghuni rumah suka usil sama pendatang.”
“ Arwah penghungi rumah???” Yuli tak percaya, sebagai wanita modern yang rasional topik tentang arwah sangatlah tak masuk akal baginya.
“ Benar Bu Yuli!! Rumah ini berhantu. Makhluk-makhluk rumah tua ini usil senang mengganggu manusia, ccuuuuh..” Pak ades meludah “ Mohon maaf kurang sopan!! Tapi kepercayaan kami mengharuskan harus meludah setiap masuk rumah milik Jamal.” Lanjutnya.
“ Lanjutkan cerita tadi, Pak Kades!! Ceritakan tentang Jamal dan Fiki!!” Tantri yang telah pulih berusaha mendengar secara lengkap legenda lokal tentang Jamal.
Pak Kades terlihat heran dengan ketangguhan fisik Tantri. Sebagai wanita yang baru saja mengalami goncangan spiritual, polwan cantik di depannya sangatlah tangguh. “ Saya belum tau persisnya ya Bu, tapi kata sesepuh sini mereka tersesat dalam pengembaraan mistik. Mereka jadi sesat karena belajar ilmu tanpa bimbingan seorang guru.”
“ Maksudnya dua orang itu belajar sendiri??” Tanya Tantri.
“ Benar Bu!! Belajar sendiri ilmu mistik, menurut kepercayaan kami, sangatlah berbahaya. Hal itulah yang menimpa Jamal. Setelah empat puluh hari melakukan pengasingan sambil bersemedi membaca mantra-mantra, konon kabarnya dia dan Fiki mulai mendapatkan kesaktian. Mereka bisa terbang, berjalan di atas air, kebal, ahli ilmu-ilmu kanuragan hingga mengetahui cara menyantet orang lain. Diantara mereka berdua, Jamal adalah yang paling pesat kemajuannya. Kesaktiannyalah yang merubah Jamal jadi sosok manusia sesat.” Pak kades menggerak-gerakan tangannya terlihat resah sendiri.
“ Bapak kenapa??” Yuli bertanya menangkap keanehan pak kades yang sejak dari kantor desa terus dia bentak-bentak. “ Enggak..enggak apa-apa Bu.” Jawab pak ades. “ Bapak terlihat resah??”
“ ……..” Pak kades menunduk penuh rasa cemas.
“ Pak Kades??” Yuli bertanya curiga, “ sedari tadi bapak menghindar ketika saya bertanya soal bajing loncat, ADA APA PAK???” Yuli kembali membentak.
“ Eeeeeee.” Pak kades terlihat resah melihat Tantri.
“ Tunggu Yuli!!” Tantri menghentikan juniorya. Sebenarnya sejak pak kades memberi penjelasan, dia menangkap ada yang aneh dengannya tapi perhatiannya masih teralihkan oleh rasa syok peristiwa sebelumnya, “ Coba Pak Kades, apakah tujuh belas tahun lalu kejadiannya begini.” Tantri coba mengalihkan pembicaraan agar kejanggalan perilaku kades didepannya menghilang.
“ Di dalam rumah ini, tujuh belas tahun lalu, warga masuk dan menjumpai empat orang mayat di ruang utama. Satu wanita telanjang yang kemungkinan telah diperkosa. Dua orang lagi merupakan orang tua. Kemudian..bisa tolong ikuti saya!!!” Tantri mengajak kades yang terlihat makin pucat wajahnya untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah.
“ Disini.” Tantri menunjuk lantai ruang utama, “ Ditemukan mayat anak kecil berusia sekitar sembilan tahun dengan luka parah di perut akibat tertembus golok. Bergeser sedikit, kondisi ruang utama begitu berantakan seperti telah terjadi perkelahian. Warga yang tadi masuk kemudian menuju kamar, lalu melihat kepala manusia lepas dari tubuhnya, berada tepat di kaki Jamal Fahrudin yang masih berdiri dengan golok ditangannya.” Tantri telah berada di dalam kamar menunjuk-nunjuk secara rinci sudut-sudut kamar yang telah terselimuti debu tebal.
“ Apakah benar begitu ceritanya??” Tantri menoleh kepada pak kades.
“ Kokk…..” Pak kades gusar. “ Kok Ibu bisa tau??”
Tantri terdiam sejenak, “ Warga lalu menangkap Jamal, atau lebih tepatnya, Jamal yang menyerahkan diri, kemudian polisi mendatangi rumah dan menutupnya dengan pita kuning tanda telah terjadi pembunuhan.”
“ Kok Ibu bisa tau ???? Uhhuuuukkkkk.” Pak kades memegangi mulutnya. “ UHHHUUKKK UHHHUUUKKK.” Dia terus terbatuk-batuk.
“ Pak Kades?? Anda baik-baik saja??” Tantri kaget melihat dia batuk-batuk tiada henti.
“ Uuhhhhuuukkkk."
Ccrrrroooottt..Pak kades muntah darah.
“ PAKK.” Staf desa yang ikut mulai berlarian berusaha memegangi pak ades. Laki-laki itu terus batuk berdarah.
“ YULI CEPAT TELPON AMBULANCE!!!”
“ UHUUUKKK UHHHUUKKK.” Pak kades terus terbatuk, darah telah menggenangi baju cokelat kerjanya. Wajahnya kini membiru akibat batuk tak henti. Terus mengeluarkan darah, dia segera kehilangan kesadaran.
“ UUUuh……."
BRRRRAAAAGGGG...Kades roboh ke tanah.
“ PAK KADESSSSSS.” Staf desa berlarian panik.
“ HALO RSUD!!” Yuli berhasil menelpon rumah sakit. “ DISINI BRIGADIR YULI!! SEGERA KIRIM AMBULANCE KE DESA SUKA WIYASA!!!”
***
Seorang perwira polisi duduk di kantornya, mambaca laporan intelijen yang meresahkan. Telah diindikasikan, sesuai bunyi laporan, terjadi perdagangan wanita di daerah mereka. Para wanita yang masih polos diperdaya oleh mucikari kemudian dipaksa melayani para pria hidung belang di tempat rahasia yang tersembunyi.
Prostitusi tetaplah ilegal di wilayah polres mereka. Akan tetapi transaksi seksual tetap bisa dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Modus di polresnya bekerja rupanya tergolong parah ; Para wanita dijual secara terang-terangan. Laporan intelijen mencurigai sebuah komplek ruko merupakan sarang bisnis perdagangan wanita.
Hendri nama perwira polisi yang tengah duduk, sadar harus segera membongkar praktek kotor para mucikari sebelum jatuh lebih banyak korban wanita lugu tak berdosa. Ia mengambil telepon genggamnya guna menghubungi polwan andalan yang andai saja bersedia menerima pinangan putranya akan menjadi bagian dari keluarga besarnya.
Tuuuuttt….tuuuuttt….Bunyi panggilan telpon.
“ Siap Komandan…” Telepon diangkat.
“ Tri lagi dimana kamu??”
“ Siap di desa suka wiyasa, Komandan.”
“ Dimana itu ,Tri???”
“ Masih di kabupaten kita juga, Komandan, tapi cukup terpencil.”
“ Ngapain kamu disana?? Kenapa ada bunyi ambulan dibelakangmu??”
“ Kepala desa suka wiyasa tiba-tiba ambruk Komandan. Tantri bersama Yuli sedang berusaha membawanya ke rumah sakit. Ijin Komandan, ada yang bisa Tantri bantu??”
“ Bapak sangat memerlukan bantuanmu Tri! Tapi kamu sepertinya sibuk.”
“ Siap, tidak apa Komandan, sehabis mengantar ke rumah sakit Tantri akan segera……”
“ Kamu gak usah ke rumah sakit, Bapak akan kirim anak buah ngeberesin urusanmu di suka makmur.”
“ Suka wiyasa, Komandan”.
“ Apapun itu, Tri, cepatlah bergerak!! Situasi genting.”
“ Ijin ada apa Komandan??”
“ Terjadi perdangan wanita Tri”
“ Dimana Komandan??”
“ Di tempat kita.”
“ Siap, arahan Komandan??”
“ Kamu sudah menikah ,Tri. Bapak harus minta persetujuan kamu terlebih dahulu karena…..”
“ Siap jangan ragu-ragu Komandan!! Suami Tantri sangat mendukung setiap tugas yang diberikan."
“ Terima kasih Tri. Bapak perlu kamu melakukan penyamaran masuk ke dalam jaringan mereka”
“ Siap laksanakan Komandan. Apakah Tantri sendiri saja?…..”
“ Tidak. Bapak akan tugaskan tiga orang, termasuk kamu dengan Yuli untuk menyamar sebagai wanita polos yang membutuhkan uang. Intel kita telah berhasil masuk mengontak germo mereka.”
“ Siap Komandan kapan misi akan dimulai?”
“ Malam ini juga Tri!! Info intelijen ada ratusan wanita akan dijual nanti malam. Kamu siap??”
“ Siap Komandan.”
“ Bagus!! Segera datangi Didi sekarang!! Dia telah bapak tugaskan untuk siapkan penyamaranmu!!"
“ Siaaap.” Sebenarnya Tantri enggan mengikuti misi penyamaran penuh resiko, masalahnya pesan kedua Jamal berhubungan dengan pelacuran. Tak ada tempat pelacuran resmi di kabupaten Tantri. Tapi perdagangan wanita bukankah terkait dengan bisnis prostitusi?? Kenapa meski aku lupa pesan Jamal, tapi perjalanan hidupku menuntunku ke arah pesan itu kembali.
***
Sampai siang tadi Tantri masih memikirkan bagaimana ruang dan waktu dapat berjalan secara ganjil dalam dirinya. Memang betul tuntutan pekerjaan tidak pernah mengijinkannya terlalu dalam masuk ke sebuah kasus. Dengar saja barusan, komandannya telah memerintahkannya kembali bertugas nanti malam dalam sebuah misi berbalut penyamaran. Bukan tugas mudah tapi harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Kasus demi kasus yang telah Tantri tangani sepanjang penugasannya sebagai polisi, tak pernah menyeretnya begitu dalam seperti sekarang. Belum selesai misteri napi Jamal, Tantri diseret secara misterius melakoni langsung peristiwa pembantaian tujuh belas tahun silam. Rasanya pengalaman syok tersebut baru berlalu sekian detik, tiba-tiba pak kades dihadapan matanya muntah darah kemudian koma tak sadarkan diri. Ada apa ini Tantri???
Sppplllllaaaaaaaattttt...Gambaran darah muncrat dari kepala yang dia tebas serta mulut pak kades membuat Tantri enek. Sebagai wanita, Tantri sebenarnya sangat takut melihat darah. Si polwan cantik menggeleng-geleng sendiri mengingat darah dan jeritan ketakutan manusia di desa suka wiyasa.
Jamal?? Bagaimana pula dia??Dari pengalamannya melompat ke masa lalu, Tantri dapat menyimpulkan bahwa banyak manusia begitu senang menimpakan siksaan maupun penderitaan kepada manusia lain. Para manusia binatang tersebut malah makin girang menyaksikan korbannya menjerit-jerit tak berdaya.
Fiki yang dia penggal dengan tangannya sendiri rupanya bukan hanya pembunuh biasa, tapi pencabut nyawa berdarah dingin. Penuh kebrutalan, dia menancapkan golok ke dalam perut seorang anak kecil, lalu membabat empat orang dewasa.
Rasa simpati Tantri pada Jamal semakin dalam karena mengetahui napi tua sebenarnya tak bersalah. Pertanyaannya adalah, bukankah Pak Jamal bisa saja langsung pergi meninggalkan lokasi saat berhasil memenggal kepala Fiki?? Kenapa Jamal memilih tinggal di tkp sampai warga datang?? Mengapa Jamal masih berdiri memegang golok penuh darah yang akan membuatnya dituduh sebagai tersangka??? Pertanyaan terakhir; Mengapa tanpa perlawanan sedikitpun sang napi tua bersedia menyerahkan diri begitu saja pada Polisi??
Tantri belum dapat menjawab semua pertanyaan tadi. Dia terus berfikir dan melamun tiada henti berupaya mengenali karakter manusia misterius yang telah berpuluh-puluh tahun menghabiskan waktu hidupnya di dalam penjara.
“ Kita udah sampai kantor Pak Didi, Mbak.” Juniornya berkata membuyarkan lamunan Tantri.
“ Iya Yul. Emmm Mbak mau nanya, kamu yakin siap mengikuti misi nanti malam??” Tantri bertanya. “ Ini berbahaya lho Yul!”
“ Yuli siap Mbak.” Juniornya menjawab penuh keyakinan. “ Apalagi bertugas bareng Mbak Tantri, polwan terbaik di kantor, apa yang Yuli takutkan?”
“ ……” Tantri terketuk hatinya menyaksikan keyakinan si junior pada dirinya. “ Tapi ini misi berbahaya Yul! Kita masuk ke sarang mafia.”
“ Yuli yakin sama Mbak!!”
“ Baiklah kamu tunggu disini!!!” Tantri menggeleng melihat keyakinan dalam diri si junior tak akan mampu digoyahkannya.
Keyakinan memang selalu membuat rasionalitas tak berdaya. Bahkan polwan rasional seperti Yuli, ketika memiliki keyakinan, akan melakukan hal non-rasional yang berlawanan dengan kecenderungannya sendiri. Sanggupkah keyakinan melawan kejahatan terorganisir nanti malam?? Pertanyaan inipun Tantri tak sanggup menjawab. Dia memilih mengesampingkan pikirannya kemudian turun dari mobil, bergerak masuk ke pintu kantor yang dari luar terlihat biasa-biasa saja.
Intelijen sangatlah memperhatikan detail. Mereka kaum perfeksionis. Bahkan sampai bentuk kantor maupun penampilan fisik. Dengan mata kepala sendiri, Tantri menyaksikan banyak sekali wartawan, mahasiswa, pedagang pasar, hingga tukang ojek berseliweran disekitarnya. Semuanya begitu sempurna memainkan peran. Seandainya saja Tantri tidak mengetahui mereka adalah aparat, tentu ia akan mengira orang yang ditemuinya adalah wartawan, mahasiswa ataupun tukang ojeg.
Pak Didi yang hendak ditemuinya merupakan pejabat bertipikal nyentrik. Dia hobi menyamar dalam berbagai profesi. Dia pernah menjadi kuli bangunan yang bekerja di komplek perumahan guna mengendus transaksi narkoba. Berubah bekerja sebagai kameramen untuk membongkar sebuah kasus korupsi. Bahkan menyamar sebagai bencong guna menemukan tersangka kasus pembunuhan.
Tookk...Tooookk...Tantri mengetuk pintu.
“ Masuk!!”
“ Ijin masuk, Komandan”
“ Ya polwan cantik, masuk!!”
“ Mohon ijin…..”
“ Sssstt.” Tangannya meminta Tantri diam. “ Kamu Tantri kan??”
“ Siap Komandan.”
“ Pak Hendri sudah menelponku meminta menyiapkan penyamaran terbaik buatmu. Ayo ikut!! Kamu sendirian kan??”
“ Siap, Tantri bersama Yuli Komandan dia……”
“ Ajak dia!!! Kita nyalon!!!”
“ Nyalon Komandan???” Tantri bingung.
Pak Didi tak banyak bicara. Sebagai intel piawai, semakin banyak omong bisa membongkar penyamarannya. Dia mengajak Tantri berjalan cepat meninggalkan gedung kantor. Mereka terlebih dahulu menjemput Yuli diparkiran, kemudian Pak Didi mengajak mereka berdua naik mobilnya menuju sebuah salon kecantikan terbaik.
Sekarang waktu sudah menjelang sore mereka harus bergerak cepat. Bagi kaum pria berdandan merupakan hal simpel. Seorang laki-laki normal ketika bersiap menghadiri sebuah acara resmi hanya menghabiskan waktu sebentar. Kondisi berbeda dialami oleh para wanita. Waktu yang mereka butuhkan untuk berdandan bisa berjam-jam dan begitu melelahkan. Apalagi bila niatnya mempercantik diri, bisa menghabiskan waktu setengah sampai satu hari sendiri.
Sebagai ahli menyamar, Pak Didi tau benar lokasi salon yang dapat memberikan service maksimal. Orang jelek saja berubah cantik ditangan mereka, apalagi yang mempunyai dasar cantik seperti Tantri dan Yuli. Komandan Hendri memberinya perintah memoles wajah tiga orang polwan secantik mungkin.
Hal ini penting, karena misi yang akan dijalani ialah menyusup ke dalam sarang perdagangan manusia. Para polwan cantik harus berusaha menggunakan daya pikat tubuh mereka untuk menarik perhatian para bos besar. Guna memuluskan misi, maka salon mawar adalah yang terbaik. Salon mawar menawarkan perawatan tubuh maksimal mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Berbagai perawatan kecantikan seperti lulur, totok wajah, hair extention, manicure, pedicure, hingga waxing tersedia dengan para pegawai salon yang terampil.
“ Halo Cin, gimana kabar you?? Bawa barang baru nih?? Cantik-cantik amiitt.” Sapa pemilik salon dengan nada imut.
“ Iya Salju!!” Didi menyapa pemilik salon “ Tolong service mereka berdua ya!! Perawatan seluruh tubuh!!!”
“ Iiiiihhhh eke seneng deh kalo dapet pelanggan kayak you!! Maunya to the point aja gak pake lelet!!!” Pria yang dipanggil Salju berjalan mengitari tubuh Tantri dan Yuli, “ Hei Ciinnn jangan pada bengong!!! Senyum napa!!!” Dicubitnya dagu mereka berdua dengan gemas. “ Kebanyakan begaul sama bosmu noh ya?? Jadi biasa muka bata...Iiihhh capeeek deeeehhhh.” Tangan Salju diarahkan gemulai ke dagunya sendiri kemudian bergerak dengan gemulai.
Betul yang dikatakan mami salon, dalam keseharian kedua polwan memang dituntut selalu bersikap tomboy dan maskulin. Inilah yang membuat Tantri dan Yuli selalu kerepotan ketika diminta memainkan peran sebagai wanita normal.
“ Berat tugas eke ngerubah you berdua!!” Salju berkata. “ Tapi jangan sebut nama eke Salju kalo gak bisa ngerubah loe pada!!” Salju mengalihkan pandangan kepada Didi. “ You tunggu disini!” Perintahnya tegas pada atasan Tantri. “ Ada banyak anak buah eke yang bisa you pilih buat senang-senang. Eke mau ngerubah tampilan dua cewe muka bata ini dulu.”
“ Tunggu!.” Didi menyela.
“ Apa lagi siihh Ciiinnnn???”
“ Jangan buat mereka jadi menor kayak wanita nakal!!”
“ Terus mau dibikin gimana???”
“ … Poles Tantri sama Yuli seperti wanita polos yang didandanin!!”
“ Uuuuuu wanita polos yang didandanin….mmm eke suka ide loe ciinnnn.” Salju mengelus dagu Didi “ Tambah ganteng aja sih Loe!!” Ahli nyamar sangat tak nyaman dengan pegangan Salju, langsung menyapunya sekuat tenaga dengan tepukan.
“ IIIIiiiihhh galak amat siiihh, sebel eke.” Salju menggaet tangan kedua polwan dan mengajaknya masuk ke sebuah bilik bertirai kain gorden.
“ Emang gak boleh ya?? dikit aja he he.” Seringai Didi nakal.
“ Eiiitt no no no!! Gak boleh ada yang boleh ngelanggar aturan disini!! Paham you???”
“ Iya…iyaaa siap Sis Salju.”
*****
Bilik tempat perawatan sangatlah luas dan nyaman. Udara sejuk AC begitu terasa di sekeliling ruangan. Beberapa wanita ahli make up sudah siap mendandani kedua polwan jelita. Peralatan rias mereka begitu lengkap. Tantri dan Yuli akan didandani bak putri oleh para kru salon mawar.
Begitu professional palayanan mereka, mulai dari perawatan rambut hingga kulit beserta kuku. Rambut merupakan kerjaan pertama. Potongan rambut pendek milik kedua polwan ditambah sikap tubuh tegap mereka jelas memancing rasa curiga pada diri tiap laki-laki yang melihatnya. Salju mensiasati rambut pendek khas polwan dengan menggunakan metode hair extention, yaitu menempel rambut menggunakan sejenis ring penyambung yang tak mudah lepas. Rambut pendek Tantri maupun Yuli kemudian disambung oleh rambut sintesis dengan warna yang sepadan.
Berbeda dengan wig yang mudah lepas, hair extention menyambung rambut menggunakan penyambung sehingga menimbulkan efek lekat yang lebih kuat. Salju meperhitungkan perilaku pria hidung belang yang hobi menjambak rambut para wanita pelayannya ketika bermain. Kedua polwan harus menjalankan perannya dengan optimal. Seandainya saja nanti mereka tetap akan mendapat jembakan, pemilik salon mawar tak menginginkan rambut yang telah disambungkannya lepas dengan mudah.
Proses hair extention memakan waktu lebih dari satu setengah jam. Begitu selesai, Salju mengarahkan para polwan agar mendapat perawatan kulit berupa lulur dengan di masagge.
“ Kulitmu kasar banget sih Cin, keseringan main becek-becekan ya???”
“ Mmmm kebanyakan di jemur, Mas.” Yuli menjawab lugu.
“ IIIIIHHHH.” dicubit keras pipi Yuli oleh Salju. “ Jangan panggil eke mas cantik!! Panggil saja eke SIS.. lengkapnya SISSS SALJU.”
“ IIiiiya ssiaap Siss Salju." Yuli menurut sambil menahan tawa.
“ Gemes deh kalo urusan sama kalian bisanya siaaap siaaap aja.”
Sis Salju memerintahkan kedua polwan menanggalkan pakaian mereka. Awalnya kedua wanita jelita ini malu, namun karena semua pekerjanya adalah wanita, mereka terpaksa menurut menanganggalkan semua pakaian sesuai perintah salju.
Perawatan tubuh yang diberikan salju sangatlah mewah, kedua polwan seperti mendapat kemewahan karena mendapat perawatan tubuh bak selebritis. Badan mereka dipijat persis seperti di spa-spa mahal. Tiap senti tubuh mereka dilulur begitu telaten sehingga kulit mereka menjadi lembut, cerah dan halus. Wajah mereka yang sering terpapar sinar ultra violet dan berkomedo dibersihkan melalui totok wajah.
Masker wajah menghiasi wajah Tantri dan Yuli setelah para perias melakukan totok wajah. Salju membiarkan para pekerjanya bekerja dengan tenang. Dia sendiri duduk di antara mereka berdua memberikan masukan mengenai bagaimana cara bersikap sebagai wanita normal. Buat Salju tak masuk akal bila dia diminta merubah kedua wanita dengan basic watak keras dalam waktu setengah hari. Maka dia lebih memilih mengingatkan kedua polwan tentang perilaku normal seorang wanita. Bukankah hal itu yang Tantri dan Yuli tinggalkan selama dinasnya sebagai Polisi Wanita??
Totok wajah sendiri kembali mengabiskan waktu lebih dari satu jam. Sehabis itu barulah mereka menjalani perawatan terakhir yaitu v spa . Perawatan ini menyemprot serta membersihkan area intim kewanitaan dengan cairan higienis. Metode ini membuat organ intim Tantri dan Yuli menjadi bersih dan wangi seperti akan menghadapi malam pertama. Salju sangat paham selera para laki-laki apalagi penggemar dunia malam sehingga mengharuskan para polwan melakukan v spa. Selain bersih v spa membuat area intim wanita menjadi lebih legit dan menggigit. Laki-laki mana yang tidak menyukai vagina yang sempit dan mampu melakukan empotan-empotan menghimpit penis??.
“ Katanya tiga orang kenapa hanya you berdua yang kesini???” Salju bertanya di tengah perawatan.
“ Kami juga gak tau sis siapa Polwan yang ketiga. Sampe sekarang juga gak tau. Kantor biasa nunjuk orang tapi ujungnya hanya kami aja yang turun. Bener gak Mbak??” Yuli meminta dukungan Tantri.
“ Iya bener kata Yuli Sis. Palingan cuma kami berdua aja."
“ Kasian banget sih kalian!! Kalo eke jadi kalian udah minta berhenti dari jaman belanda.”
Tantri dan Yuli tertawa lepas. Sejenak ketegangan mereka sirna. Keluwesan salju dalam berkomunikasi memang membuat hubungan mereka segera terjalin begitu akrab.
“ Nah perawatan selesai!!! Sekarang tinggal fitting gaun. Tuhh gaunnya udah eke siapin!!” Salju menunjuk pada letak lemari pakaian, “ Inge..Janji sama eke jembut dirapihin!! Gaunnya musti pake g string. Gak lucu kalo jembut kalian jalan-jalan dibalik tali nanti ya!!”
“ Eeee jadi harus potong gundul donk Sis??” Yuli bertanya.
“ Harus donk cinta!!!”
“………” Kedua polwan terdiam. Sepulang dari salon mereka punya kerjaan tambahan ; Memotong rambut kemaluan beserta ketiak mereka hingga bersih mulus tak menyisakan satu helai rambut pun
***
“ Nih Cin anak buah you udah eke permak, liat nih!!” Ujar salju membangungkan Didi yang telah tertidur pulas saking lamanya menunggu.
Tantri dan Yuli keluar dari ruangan rias dengan baju gaun sexy yang panjangnya sampai sedikit dibawah lutut. Gaun pilihan Salju begitu sexy menonjolkan lekuk tubuh mereka yang biasanya tidak terlihat dibalut machonya seragam polisi. Sepatu hak tinggi yang juga mereka kenakan semakin menegaskan jati diri mereka sebagai wanita cantik. Sepatu mereka sengaja dipilihkan senada dengan warna gaun.
Salju tak sembarangan memilih gaun. Dia mengenali benar potensi para modelnya. Tantri yang dianggapnya memiliki sensualitas tinggi cocok mengenakan warna merah yang menyimbolkan keberanian serta hasrat seksual meletup-letup. Ketika ia keluar pertama kalinya dari bilik, Didi harus mengucek matanya berkali-kali karena rasanya ia sedang melihat bidadari. Tubuh Tantri yang tinggi semampai dengan kaki jenjang bak peragawati makin menguatkan image bidadari yang centik jelita. Apalagi gaun ketat warna merah yang dipilihkan membuat sensualitas tubuh sang polwan makin menonjol.
Yuli sebaliknya memiliki karakter yang lapar dan garang. Usianya yang masih belia, sangat diwarnai oleh kerasnya pendidikan kepolisian dengan pakem disiplin dan loyalitas. Kerasnya disiplin oleh Salju dipadukan dengan riasan dominan hijau guna memberi kesan adem. Salju tak ingin para lelaki kabur karena melihat rengutan Yuli. Salju boleh saja tak bisa merubah karakter Yuli tapi dia bisa membuat kesan pertama yang baik. Melihat Yuli bergaun hijau, para lelaki pasti akan jatuh hati.
Apalagi wajah Yuli memang memiliki sensualitas unik. Kecantikan wajahnya, dibalut gaun hijau dengan belahan kaki tinggi hingga ke paha, membuat polwan junior ini kehilangan identitas awalnya sebagai polwan garang digantikan oleh penampilan cantik kalem. Yuli memiliki aset yang lebih dari Tantri dalam hal ukuran payudara. Dadanya begitu montok. Salju sadar potensi ini dan memilihkan gaun yang mengeksplore keindahan payudara.
Tak sia-sia penantian Didi selama beberapa jam ini karena melihat kedua orang anak buahnya telah berubah bak bidadari yang turun dari langit.
“ Wanita polos yang didandanin. Gimana menurut you Cin??”
“ Mmm …..Eke gak bisa ngomong apa-apa lagi. Kerjaan you memang top binggiitt Ciinn.” Didi menggoda Salju dengan meniru gayanya. Salju merengut memasang tampak ngambek, persis yang biasa dilakukan anak-anak kecil.
“ Komandan rencana baru jam 23.00 kita akan bertemu orang di lokasi. sekarang baru jam 18.30.”
“ Terus??”
“ Kami berdua, bila diperkenankan ingin pulang dulu ada hal yang harus kami lakukan.”
“ Apa itu???”.
“ Mmmm masalah kewanitaan Komandan.” mata mereka melirik Salju yang masih memasang tampang pura-pura ngambek. Masalah cukur-mencukur memang belum dilakukan dan harus dilaksanakan di rumah.”
“ Baik tepat jam 22.30 kita ketemu di area kumpul.”
***
Brrrrrmmmm....Bunyi sepeda motor masuk ke dalam rumah kemudian diparkir cepat.
Penumpangnya tampak tak bisa menyembunyikan kelelahan setelah bekerja seharian penuh. Bagaimana pun tuntutan kerja jaman sekarang memang begitu berat. Semua kerjaan penuh tuntutan, terutama waktu yang terus diburu-buru. Manusia seolah takut kehilangan waktunya demi memburu uang.
Sebenarnya laki laki muda penggemar fitness yang baru saja memarkir motornya, enggan meninggalkan kerjaannya, tapi bunyi pesan BBM di ponsel diiringi gambar foto yang dikirim oleh istri tercinta membuatnya segera berubah pikiran.
“ PA PULANG YAHHH MAMA KANGENNN BANGET SAMA PAPA!!!” Bbm pertama dari istrinya.
“ PAPA LAGI KERJA MA. MASIH NUMPUK NIH.” Balasnya.
Lama tak ada jawaban.
“ KALO NGELIAT INI PAPA MAU PULANG GAK???”
Bbm kedua....IMAGE..IMAGE.. Gambar foto diterima.
Pria muda memperhatikan ponsel baik-baik. Dua gambar menampilkan istri tercinta dengan rambut panjang tergerai bergelombang sexy sedang mengangkat kedua tangannya dengan balutan gaun merah. Terbengong-bengong laki-laki ganteng memperhatikan gambar tersebut.
Beberapa saat dia merasa jangan-jangan sedang bermimpi. Sudah lama dia memimpikan sang istri, yang selalu berambut pendek, mendapatkan iji memanjangkan rambutnya. Sang suami tau pasti istrinya yang memang sangat cantik akan makin menawan bila saja boleh berambut panjang. Masalahnya tuntutan profesi tidak mengijinkan.
Tiba-tiba sang istri mengirim gambarnya dengan rambut panjang. Betapa beruntungnya ia sebagai suami. Sang istri mengejutkannya di rumah dengan sebuah hadiah tak terduga. Hadiah yang akan membawa birahinya membumbung tinggi.
“ PAPA PULANG SEKARANG!!!!” Tanpa pikir dua kali ia membalas bbm istrinya.
“ KATANYA BANYAK KERJAAN???”
“ PERSETAN SAMA KERJAAN!! PAPA PULANG!!!”
^^^ Berangkatlah ia pulang dari kantor dengan gairah birahi meluap-luap. Gas motor menjadi saksi bisu betapa libido seorang laki-laki dapat memacu motor tiba di rumah lebih cepat dari biasanya.
Ckleeeekkk........Suara pintu dibuka.
"Ma papa pulang!!” Ujarnya tak sabar sambil melepas sepatu berikut kaos kakinya begitu berhasil membuka pintu.
“ Halo ganteng!!!” Sang istri telah menyambutnya di depan pintu kamar sambil bersandar di gagang pintu dengan satu tangan terangkat tinggi. Sang istri, Tantri, yang baru saja selesai bercukur, tengah menyambutnya tanpa busana sehelai pun. Hanya sepatu hak tinggi yang menemaninya guna membangkitkan birahi sang suami. Dalam hati, Tantri berbisik, “ Kasian suamiku lelah di kantor, semoga tampilan sexyku dapat membuatnya kembali bergairah dan bersedia melayaniku malam ini.”
Cteeekk....Mata Tantri mengedip genit ke arah suaminya.
Alex nama sang suami yang beruntung tersebut seketika kehilangan akal sehatnya menyaksikan penampilan sang istri yang sedemikian vulgar. Apalagi rambut panjangnya yang sengaja dikibas-kibaskan betul-betul membuat Alex tak mampu lagi menahan desakan yang muncul secara alamiah dari bawah.
Cepat dia lucuti dasi beserta kemeja kerjanya. Kedua mata Alex tak berkedip, terus menatap tubuh sang istri yang terlihat semakin mengkillat di bawah cahaya lampu. Tubuh Tantri, istrinya, terlihat lebih mulus, tanpa bulu-bulu sedikit pun, bahkan daerah kewanitaan yang sengaja dipamerkannya telah gundul meninggalkan sebaris rambut yang dibiarkan tumbuh dengan membentuk garis lurus.
Laki-laki mana yang tak gila melihat vagina semenggoda milik Tantri? Alex tak tahan lagi, cepat dia telanjangi dirinya sendiri. CD yang merupakan pertahanan terakhir di lemparnya jauh-jauh. Alex tak segan memperlihatkan kejantanannya kepada sang istri. Penis kebanggaannya telah mengacung tegak akibat rangsangan visual Tantri yang dengan nakal menggodanya.
Alex segera berlari cepat menuju sang istri dengan gairah membara. Naluri kebinatangannya bangkit. Dia siap bersetubuh dengan buas bagai singa kelaparan.
“ Mmmmmmmmm Paaapaaaahhh.” Bibir Tantri yang telah dilapis lipstik warna merah dicumbunya begitu rakus. Tantri sendiri sebagai betina merupakan contoh paradox sempurna. Satu sisi dirinya tak akan mengijinkan laki-laki lain menyentuh apalagi memberikan gangguan kepada dirinya secara fisik. Sisi lainnya ; Dia tak takut berekspresi khusus untuk sang suami. Berhubungan seksual adalah sebuah sarana mereguk kenikmatan. Tantri tak malu-malu mengutarakan keinginannya pada suami tercinta tentang bagaimana dia ingin dipuaskan.
Kedua kutub penuh gairah kini telah bertemu. Usia muda mereka membuat pertemuan selalu dibumbui hawa panas yang memencar kuat dari seluruh bagian tubuh. Mereka berdua sekarang berpelukan begitu erat. Gairah kedua suami istri yang saling mencintai ini bersatu kemudian siap disalurkan demi mewujudkan semua fantasi liar yang hadir di kepala.
“ Untunglah aku penggemar olahraga.” Batin Alex sang suami mensyukuri kebiasaan baik yang biasa dilakukan. Jika tidak bagaimana dia bisa mengimbangi Tantri yang demikian binal. Istrinya sejak mereka pacaran tak pernah takut mendesah bila sedang dalam ambang batas kenikmatan. Laki-laki mana yang tak merasa menjadi raja kala istrinya telah tunduk mendesah-desah?? Tantri adalah dewi seksual. Alex sangat mensyukuri kenyataan yang diimpikan oleh setiap lelaki ; Memiliki istri yang panas saat berhubungan di atas ranjang.
Dengan sepasang otot bisep yang kuat dia kini gendong Tantri yang hanya mengenakan sepatu hak tinggi. Ketelanjangannya tak membuat sang istri rikuh. Tantri tau dirinya sexy. Alangkah indahnya saat seorang wanita menyadari dirinya makhluk yang sexy. Perasaan yakin tersebutlah yang akan mempermudahnya menjemput pengalaman orgasme tak terlukiskan. Penis tegak Alex terus berdenyut-denyut walau si empunya tengah mengerahkan seluruh tenaga ototnya mengendong sang istri. Ereksi sang suami menunjukkan jelas keberhasilan Tantri menunjukkan betapa sexynya ia.
“ Uuuuuuhhhhh.” Tiba di ranjang, Alex melempar sang istri dengan lembut, kemudian menindihnya dengan penuh kejantanan. Seorang betina akan sampai pada orgasme sejati bila memiliki sikap ketundukan sempurna. Inilah seni bersetubuh ; Ketika seorang wanita rela tubuhnya dibolak-balik oleh pejantannya, kemudian melepaskan dirinya dalam sebuah ledakan orgame.
“ Nakal mama ya!!” Tangan Alex mencekik pelan leher sang istri. Cekikan adalah salah satu symbol kekuasaan. Alex mengawali pertempuran dengan mempertegas statusnya sebagai seorang penguasa dalam rumah tangga. Tantri memandang suaminya dengan pandangan nanar penuh birahi. Nafasnya begitu sulit dikendalikan. Pegangan sang suami pada lehernya telah membuatnya siap memulai sebuah petualangan seksual.
Jari telunjuk Alexlah yang memulai pengarungan kenikmatan. Jari itu dengan begitu nakal menjamah seluruh tubuh Tantri mulai dari leher, bahu, turun ke payudara kencangnya berhenti sejenak, kemudian mengeksplorasi sekitar wilayah puting dan kulit disekelilingnya dengan tujuan membuat bongkahan susu Tantri ikut ereksi mengacung tegak. Bulu kuduk Tantri berdiri menerima rangsangan di payudara.
“ Papa suka sama rambut mama! bikin Mama makin cantik.” Dengan kasar Alex mencengkram payudara Tantri, sontak membuatnya tersontak, “ Aaaaaaaahhhhhh.” Tantri mendesah keras.
“ Mmmm Papa akan nikmati seluruh tubuh mama dari sekarang sampai subuh nanti!!!i”
“ HHAAAAAHHH.” Tantri menjerit dengan rangsangan verbal Alex yang begitu lihai mempermainkan sisi fantasi dalam dirinya. Jari telunjuk yang sebelumnya berada di payudara diangkatnya menuju ke rambut.
“ Mama suka teteknya papa remes???” Bisik Alex dengan nada nakal.
“ Sukaaa…..sukaaa bangett..AaaaaaAAAAHHH.”
Alex begitu gembira sekaligus konak. Mulut sang istri terbuka lebar melontarkan desahan. Disambutnya bibir itu dengan sebuah ciuman pereda yang membungkam desahan syahwat sang istri. Alex memberi sebuah ciuman dibarengi hisapan dalam pada bibir merah sang istri. Bibir merah merona tersebut dikulum sambil menghisap sari-sari mudanya. Sambil mencumbu, dielus perlahan rambut Tantri sebagai penghormatan pada perjuangan Tantri membahagiakannya. Tantri masih mendesah perlahan. Alex mencumbunya pelan melepas bibir, memberi lagi cumbuan-cumbuan pendek yang meredakan ketegangan Tantri.
“ Mama sexy banget.” Alex menatap mata sang istri.
“ Mmmmassaa siihh Paah??”
“ Papa paling suka jembutnya bikin mama jadi kayak cewe nakal!!” Dicubit jembut Tantri yang nongol sedikit.
“ AAAaaaaauuuuu.” Tantri mengernyit “ Kataaanya ppaapa maau mmaama jadi cewe nakal??” Godanya.
“ Mmm mmmm.” Alex mengangguk “ Tapi…Nakalnya hanya buat papa.” dicumbu lagi bibir sang istri yang malam ini sangatlah sensual.
Puas mencumbu bibir, dia jentik dagu sang istri agar tertengadah menyajikan leher jenjangnya yang begitu menggoda. Alex menghirup aroma leher nan begitu wangi. Aroma wangi bunga hadir membawa khayalannya terbang. Dilumatnya leher jenjang Tantri. Pengaruh aroma bunga membuat Alex bagaikan menjadi lebah yang hinggap di kelopak bunga. Wangi semerbak di kelopak bunga membuat lebah bisa menghabiskan waktunya berjam-jam menghisap madu. Demikian pula Alex, wangi tubuh sang istri membuatnya betah. Dia nikmati benar setiap detik waktunya mempermainkan leher jenjang Tantri mulai dari bagian depan sampai sisi kanan kiri leher yang ditumbuhi bulu-bulu halus.
“ OOOOOhhhhhh maaaasssss”, masih dalam posisi terdangak tangan Tantri mencari jemari tangan sang suami. Sikap telaten Alex mempermainkan lehernya membuat Tantri tak tahan. Sebagai betina ia memerlukan pejantan sebagai pelindung. Termasuk dalam momen orgasme. Ambang kenikmatan merupakan sebuah hal asing bagi wanita. Disana wanita harus rela kehilangan kecantikannya diganti dengan wajah histeris yang penuh aliran darah berwarna merah disekeliling wajah.
Keberhasilan orgasme ditentukan kehadiran seorang pejantan yang menerima si betina apa adanya. Seorang suami perkasa yang bisa mengantarkannya ke langit ketujuh dan menikmati benar segala keanehan dan kehilangan kontrol yang akan diperagakan Tantri ketika tiba disana.
Dalam kenyataannya, banyak wanita takut menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada sang suami. Mereka takut sang suami menyaksikan raut wajah mereka yang dianggap jelek saat dihantam orgasme dahsyat. Para wanita itu takut kehilangan kecantikan. Tantri berbeda. Ia senang memperlihatkan pada sang suami betapa jeleknya ia ketika orgasme. dia rela menjadi jelek, tapi bukankah yang membuatnya lepas kendai adalah Alex sendiri?? Jadi apa lagi yang dia khawatirkan. Bukankah laki-laki akan bertambah senang saat melihat wajah merah istrinya yang lepas kontrol dalam dekapan otot otot kekar mereka??
Tantri ingin sang suami menyaksikan ekspresi mabuknya ketika dilanda orgasme.
“ Tetek Mama sexy!!!”
“ AAAAAAAAHHHHHHH.” Ia mulai memasuki tahap nikmat tingkat pertama, saat bibir suaminya mulai turun dari leher beranjak mengenyot puting susu yang sedari tadi telah dipersiapkannya untuk dikenyot.
Ukuran payudara Tantri tergolong biasa namun sangat montok sekaligus kencang. Tubuhnya yang indah membuat payudaranya tampil begitu proporsional. Saat terangsang, payudara Tantri selalu ngaceng maksimal mambuat Alex terus bersemangat menghisapnya tanpa ampun.
Nyyyyooot nyyyoootttt.... Alex mengenyot dengan rakus.
“ Paaaapppaaa saaayyyaaannggg aaaahhhhhh”, Tantri mulai lupa diri. Pegangan tangannya pada punggung kokoh Alex dipererat.
Suaminya adalah master seksual bagi Tantri. Alex begitu lihai mempermainkan seluruh bagian tubuhnya. Lihatlah sekarang, bibir Alex boleh hinggap di payudara, sedang satu tangannya erat menggenggam tangan Tantri. Akan tetapi tangannya yang lain diam-diam bergeriliya ke bawah mendatangi vagina Tantri yang telah basah. Tangan itu menjadi media sempurna pencapaian klimaks.
Dimulai dari ekspresi perasaannya pada jembut tegak Tantri, tangan itu mulai mengelus dan mencubit-cubit rambut kemaluan sexy sang istri. Dari sana tangan mulai menyentuh ujung vagina, mendekat ke klitoris lalu menekannya berkali-kali.
“ AAAAAAAHHH AAAAAHHHH PAAAPPAAAHHH”, Tantri meraung.
Alex tersenyum mendengar teriakan syahwat. Ini merupakan tanda, kenyotannya di payudara harus diperdalam dibarengi jari telunjuk yang harus mulai masuk ke dalam vagina. Tantri siap mencapai klimaks, vaginanya adalah tombolnya.
Clluuukk..cllluukkk....Bunyi telunjuk Alex mengusap-usap vagina yang telah basah karena cairan pelumas alami telah terproduksi melimpah dari dalam rahim.
Masih mengenyot, Alex melirik wajah sang istri. Wajahnya telah merem melek tak karuan. Tantri bolak balik membanting wajahnya kiri kanan di kasur. Sang istri telah naik ke tangga kedua menjelang orgasme.
Alex tau persis apa yang harus dilakukannya guna membawa Tantri naik lagi ke tangga berikutnya hingga berujung klimaks. Tangan Tantri yang dari tadi terus menggenggam tangannya diangkat tinggi agar berada di samping kepala. Dalam posisi ini, ketiak sensual sang istri mulai terlihat.
Sang suami menjadi saksi hidup, bagaimana totalnya perawatan tubuh yang dilakukan Tantri. Lihatlah ketiaknya kini, begitu harum, mulus dan begitu bersih.
“ Ketiak mama selalu favorite Papa”, ujar Alex saat melepaskan kenyotannya dari payudara.
“ Papa….papaaa”, Tantri menggeleng-geleng aneh...Slleeeeppp Slelleeeepp Sleeeeeppp....rupanya telunjuk Alex bermain makin lincah dalam liang vaginanya. Hal itu membuat Tantri makin gila. Matanya sekarang lebih banyak terpejam. Tantri mulai sulit sadar. Begitu matanya terbuka kadang hanya terlihat putihnya saja, menandakan ia telah begitu terangsang.
Slllrrggg Slllrrrgg Sllrrrrgggg,,Lidah Alex tanpa ampun mulai menjilati ketiak tanpa bulu istrinya. Tangan sang istri tak sanggup melawan karena Alex terus menggenggamnya dengan erat.
“ AAAAHHHH AMMMPUN PAAPPAAHH AMMPUUUNNN”, wajah Tantri mendangak, “ AAHHHH AHHHHH”, Tantri menjerit-jerit.
Klimaks hampir dicapai, Alex mendadak secara sengaja menghentikan semua aksinya pada tubuh sang istri. Dilepasnya jari telunjuk dari lubang vagina bersamaan dihentikannya jilatan membabi buta di ketiak sexy Tantri.
“ …. Paaa???? kenapa berhenti Pa????”, Tantri berhasil dibikin penasaran, “ Massss kenaaapa berhentii? lanjut lagii massss”.
Alex memiliki rencana. Ia pasti akan membawa Tantri menjemput orgasme tapi tidak dengan jari. Alex menginginkan penisnyalah yang membawa istrinya terbang. Persetubuhan adalah masuknya alat kelamin pria ke dalam lubang kelamin wanita. Melalui persatuan kedua alat kelamin terjadi transfer kenikmatan. Maka kenapa Alex harus melewatkan momen spesial tersebut???.
Cllluupp...Sangat berpengalaman Alex mengarahkan penis masuk kedalam vagina. Penis yang telah tegak akibat godaan Tantri, masuk mudah ke dalam lubang sempit vagina.
Sleeeeppp....Alex mengangkat kepalanya menahan nikmat. Vagina Tantri begitu sempit. Sudah lebih satu tahun lamanya Alex hampir tiap hari menyetubuhi sang istri, tapi vagina Tantri terus terjaga kekuatannya dan begitu rapat. Otot vagina yang hampir tiap hari dipakai malahan makin kuat dengan cengkraman yang menjepit. Seandainya saja penisnya tidak ereksi maksimal, sangat tidak mungkin vagina sesempit ini dapat tertembus dengan mudah. Perawatan v spa Salju berhasil.
Pllooop...Sekarang penis Alex telah tertanam seluruhnya. Tantri mengeluarkan desahan panjang penuh kelegaan saat penis masuk. Kehausan seksualnya dipenuhi Alex dengan masuknya tombak tegak itu dalam celah selangkangan. Tantri meremas sprei tempat tidur saat lubang sempitnya mulai merasakan begitu kokoh penis sang suami.
Alex adalah master seksual. Dia selalu melakukan aksi yang memusakan Tantri. Berlawanan dengan ajaran seks film porno yang mengajar kamu lelaki agar melakukan penetrasi bertempo cepat, Alex hanya memasukkan penis tegak miliknya dalam-dalam, lalu mendiamkan penis itu berjumpa dengan sang kekasih.
“ Aaahhhh Paaaahhh”, Tantri kembali mendesah.
Alex mengabaikan erangan Tantri. Dia harus bisa berkonsentrasi pada rasa. Vagina Tantri begitu menjepit berkat v spa yang tadi dia lakukan. Lengah sedikit penisnya akan menyembur terlalu cepat. Alex terus menceburkan penis sedalam-dalamnya, kemudian bertahap memutar-mutar pinggul agar vagina sempit itu teraduk-aduk penis. Semua dinding vagina jadi tersentuh oleh aksi goyang Alex. Tantri makin menggila, “ Aaaaahhh….aaaaaaahhh….aaaaahhhh”, desahannya makin intens.
Tidak ada bunyi plok plok khas orang menepuk dalam persenggamaan Tantri. Yang ada hanya bunyi raungan tunggal kenikmatan sang Polwan cantik.
“ Hmmmmm ”, Alex mencelupkan jempol ke mulut sang istri. Erangannya dibungkam. Tantri menghisap-hisap jempol Alex bagai anak kecil menghisap permen.
“ Enak Mama??”, Alex bertanya mesum.
“ MMmm mmmm”, Tantri menjawab hanya dengan anggukan masih dengan mata terpejam. Wajahnya telah bersemu merah.
“ Mau yang lebih enak??”.
“ Mmmm mmm iyaaahh Paaappahh”, Tantri melepas jempol dari mulutnya kembali mencengkram sprei tempat tidur. Penis tegak Alex telah membuatnya merasa nikmat.
“ Siap-siap ya!!!”, jempol Alex telah basah akibat hisapan sang istri. Jempol basah diletakkan di depan ujung vagina Tantri. Satu tangannya dengan menggunakan jari telunjuk dan tengah berusaha merenggangkan celah sempit vagina. Direnggangkan begitu rupa letak klitoris menjadi lebih mudah terlihat. Alex bersiap menekan tombol picu yang akan meluncurkan rudal orgasme.
Tantri telah mengawang-ngawang saat vaginanya dibuka. Dia sebenarnya sudah tak sadar. Dalam keadaan istri yang telah tiba diambang pelepasan kendali, Alex mengucek jempolnya cepat ke dinding klitoris yang telah terbuka.
Licinnya jempol membuat Alex mudah mengucek-ngucek organ intim Tantri. Sebelumnya si polwan cantik terpejam namun datangnya sensasi lain dari arah klitoris membuatnya membuka mata lalu mendelik. Ia tak tahan lagi.
“ HAAAHHH………..”, Tantri sampai.
Dia hilang kendali. Tubuhnya tegang. Bibirnya hanya sanggup mengucapkan kata yang tak terdengar. Matanya mendelik nanar kehilangan fokus. Genggamannya di sprei makin erat. Sedangkan cairan hangat mulai menyembur sedikit demi sedikit dari lubang uretra.
Alex merasakan benar penisnya dicengkram semakin kuat. Penis terplintir-plintir digiling sempitnya vagina. “ HAAAAAAAAAHHHHH”, Alex mengerang berusaha menahan ejakulasi.
Tantri telah melepas orgasme dia tak boleh terlalu cepat menyusul . Dengan gigi yang dikatupkan, Alex menikmati benar tiap detik momen orgasme istrinya yang cantik. Dia ingin wajah mabuk istrinya yang tak terfokus bertahan selama mungkin, maka tak dilepaskannya jempol dari klitoris mekar Tantri.
“ AAAA……..UUUUHHHHH…..AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHH……..” , Tantri tegang sejenak, rebah di ranjang , tegang lagi, berulang-ulang kali.
Cukup dengan gerak konsisten menanam penis dalam-dalam, dibarengi pijatan jempol di klitoris, Alex telah berhasil mengantar Tantri meraih orgasme beruntun yang ke dua, tiga, empat, dan lima secara berturut-turut.
Tantri terus berada dalam kondisi mabuk orgasame lebih dari lima menit. Vaginanya terus diobok-obok oleh jari dan penis Alex.
Cccrriitt..crrriiitt…crriiitttt....Uretra Tantri memuntahkan cairan cairan bening.
Saat memuntahkan cairan, vagina otomatis mengempot begitu sempit. Sensasi di penis Alex makin manjadi-jadi. Dia tak tahan lagi. Kepala Alex semula berkali-kali harus mendangak menahan ejakulasi, kini dia akan muntahkan semua. Tangannya yang semula membuka lebar vagina Tantri, dialihkan memegangi tangan sang istri kemudian membawanya naik tinggi ke samping kepala bersamaan tubuhnya menindih tubuh Tantri.
Dalam posisi sekarang mulailah dia menggenjot vagina istrinya yang cantik dengan kecepatan tinggi.
PLOOOK..PLOOOKK…PLOOOKKK,,Suara keras tumbukan penis dengan vagina terdengar lantang.
“ AAAAAHH MASSSS MASSSS MASSSS AAHHHHH”, Tantri ikut menggila digenjot sedemikian kencang. Alex hapal benar wilayah sensitive istrinya. Khusus orgame ke enam akan dijadikannya momen tak terlupakan. Tangan kanan Alex memegangi kedua tangan Tantri yang telah terangkat agar tak dapat bergerak kemana-mana.
Tangan kirinya melakukan tugas lain dengan memompa payudara Tantri secara bergantian seirama dengan pompaan penis dalam vagina. Mulutnya sekarang juga ikut bergerak bersamaan. Lidahnya menjulur mulai menjilat-jilat ketiak mulus sang istri yang telah terangkat.
“ AAAAAHHH AAAAHHH MAAAMAAA."........PLOOOKK PLOOOKK PLLLOOOKK.
“ HEEEHH HEEEEH HEEEHH AAAAAHHH”, dalam keadaan tangan terangkat dan dijilati buas, penis Alex menghujam makin cepat. Payudara Tantri juga terus dipompa dengan kencang.
Akhirnya mendapat jepitan vagina yang demikian kencang, Alex tak tahan lagi. Tantri pun demikian. Bertepatan dengan ledakan ke enam yang akan segera meledak dalam diri Tantri, Alex pun tiba di ujung ejakulasi.
“ AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA MAAAAMAAAAAAAA”, jeritan keras keluar dari bibirnya mendorong semburan sperma yang masuk telak ke dalam rahim sang istri.
“ HHHEEEEEGG……..”, Tantri orgasme hebat dengan tusukan di vagina, jilatan di ketiak dan pompaan di payudara.
Crrrrrooottt satu kali...mata Alex terpejam jilatan terus diberikan. Crrrrrooottt dua kali..mata Alex terbuka dia masih menjilat, “ AAAAAAHHHHH".. Crootttt kali ketiga, ia terdangak merasakan penisnya dikocok-kocok agar menumpahkan seluruh isinya jilatannya lepas. “ UUUGGGHH, " crot empat kali , ia tertunduk lagi menghadap istrinya dengan semburan-semburan akhir yang makin melemah, Alex kembali menjilati ketiak, “ AAAAAAAAHHHHHHHHHHH. " CRROOOOTTT semburan kelima, semburan terakhirnya keluar dengan kencang bertepatan dengan rentetan cairan Tantri yang keluar deras dari lubang kencingnya.
Persetubuhan sempurna berakhir. Deru nafas yang bergemuruh menjadi akhir duel sempurna antara seorang suami istri.
“ Hooosssshh hossssshhh hossssshhh”, Alex dan Tantri saling peluk berusaha meredakan badai nikmat yang masih terus susul-menyusul datang. Tidak ada yang bergerak. Alex masih menindih tubuh Tantri. Penisnya terus tertanam hingga mengeluarkan tetes terakhir sperma. Nafas mereka masih berkejar-kejaran.
Aroma tubuh Tantri yang begitu harum menjadi penenang kehisterisan Alex. Menciumi tubuh istrinya pasca pelepasan hormon ejakulasi membuat Alex memejamkan mata. Dia begitu tenang sekarang. Pikirannya ringan, semua beban kerja lenyap disapu kenikmatan. Pelan namun pasti Alex jatuh tertidur dalam pelukan istrinya yang begitu cantik.
***
Dengan berat hati Tantri menyampingkan tubuh sang suami. Alex telah tertidur pulas. Sebenarnya Tantri hendak ijin meninggalkan suaminya demi sebuah tugas, akan tetapi dia enggan mengganggu sang suami yang terlihat begitu lelah selepas bekerja.
Tantri beranjak dari tempat tidur, kemudian masuk kamar mandi. Dia mandi sekaligus membersihkan ceceran sperma sang suami yang begitu penuh tertumpah dalam vaginanya. Setelah mandi dia poles sejenak tubuhnya kemudian mengenakan gaun merah yang sayangnya belum sempat disaksikan Alex.
Dari cermin dia pantaskan dirinya yang telah kembali cantik. Sedikit Tantri melenggak-lenggok mengagumi sendiri keindahan tubuhnya.
Teepp..teeepp..Tantri melangkah perlahan menuju ranjang sang suami. Menyelimuti tubuh telanjangnya dengan selimut kemudian mencium tangannya.
“ Maafin Tantri ya Mas!! pergi tanpa ijin !! Tantri takut kalo Mas denger tugas Tantri, mas akan melarang Tantri pergi. tugas ini penting Mas karena menyangkut nasib ratusan wanita tak berdosa!! Maafin ya Mas, Tantri mohon doa restu”, Tantri menatap wajah suaminya sejenak kemudian beranjak pergi.
***
Pak tua sedang berada di depan komplek ruko. Pria necis tak berada disampingnya. Entah kemana sahabatnya , tapi pak tua sejak dari pagi memang sedang ingin sendiri. Dari tadi pak Tua, melihat dua orang berpakaian hitam-hitam berdiri sigap di samping sebuah mobil. Sepengetahuan pak tua dua orang wanita cantik tengah berada di dalam mobil. Sayang dari tadi ditunggu mereka berdua tak ada yang mau turun. Pak tua harus mendekat. Dia sangat ingin bertemu dengan salah seorang diantara mereka.
“ HAI PEMULUNG JANGAN MULUNG DISINI KAMU!!!”, pria berjaket hitam berteriak hendak mengusir pria tua yang sekarang sudah mendekati mobil.
“ MAU NGAPAIN KAMU??? PERGII!!!!!”, tidak cukup hanya menghardik, pria berjaket juga mendorong pria tua hingga terjatuh.
“ Jangan Mas!!”, suara merdu wanita cantik menghentikan aksi emosional si laki-laki berjaket. Wanita berbaju merah telah turun dari mobil.
“ Tri, pemulung malam-malam begini bisa bikin kita ketauan”.
“ Gak apa Mas!! Tantri yang tanggung jawab!!”.
Wanita cantik berbaju merah berhasil meyakinkan pria berjaket hitam. Pak tua tidak lagi diganggu.
“ Bapak yang mulung waktu itu kan???”, sapa si cantik.
“ Ibu masih ingat sama saya???”, kata pak tua.
“ Saya gak bisa lupa sama Bapak ”, kata si cantik ramah meski ia tampak tak bisa menyembunyikan perasaan tegang dalam dirinya.
“ Ibu waktu saya sebentar”, pak tua menampilkan wajah serius, “ saya cuma mau minta pada Ibu agar jangan ikut operasi!!!”, pak tua memperingatkan.
“ Operasi, siapa bilang saya mau operasi????”, si cantik terheran-heran.
“ Ibu gak usah bohong sama saya!!”.
Si Cantik menatap mata pak tua dia enggan berbohong melihat kharismanya,
“ Ada manusia mau diperdagangkan Pak saya cuma mau menolong”, katanya.
“ Jangan ikut!! nanti nyawa Ibu yang akan…..”, pak tua kelepasan bicara. Sudah kesepakatannya dengan pria necis hanya boleh memperingatkan tidak boleh memberitahu diluar itu. Untunglah sahabatnya tak ikut.
“ Kenapa nyawa saya pak??”.
“ ……….”, pak tua terdiam. Dia kelepasan bicara.
“ Kalo pun nyawa saya harus melayang maka biarlah melayang Pak . Yang terpenting Tantri hanya berusaha menolong”, si cantik terlihat pasrah.
“ Ibu jangan ikut operasi!!”.
“ Saya ikut Pak! terima kasih atas perhatian Bapak! saya hanya mau menolong!!”, si cantik hendak meninggalkan pak tua.
“ Tunggu Bu!!!”, pak tua mencegah si cantik pergi.
“ Hmmm??”.
“ Bila ibu tak mau mendengarkan nasihat saya, bersediakah Ibu mengenakan gelang saya ini??”.
“ Apa itu Pak???, jimat?? saya tidak membutuhkan……”.
“ Bukan jimat Bu, anggaplah ini sebuah doa keselamatan dari orang tua hina seperti saya yang hanya mengharapkan keselamatan bagi orang sebaik Ibu”.
Si cantik terlihat ragu.
“ Bila ragu, pakailah malam ini aja Bu!!. besok ibu boleh membuangnya”.
“ Baiklah Pak!!” si cantik terlihat tak ingin melukai hati pak tua, dia maju mengambil gelang yang ditawarkan kemudian mengenakannya di tangan kiri.
“ Terima kasih banyak sudah mau mengenakan gelang saya Bu”, pak tua berujar.
“ Sampai jumpa ya Pak!!”, si cantik tersenyum manis.
“ Apakah kita akan berjumpa lagi Bu??”, tanya pak tua dengan nada pesimis.
“……..”, si cantik kembali tersenyum manis.
***
Kawasan ruko di tengah malam begitu sepi. Wilayah tempat Didi bertugas bukanlah seperti kota besar lain dimana laju ekonomi berjalan cepat. Disini ketika malam datang kawasan ruko menjadi demikian sepi dengan pencahayaan remang-remang. Tak heran kawasan yang tengah dituju Didi bersama dua polwan cantiknya sekarang selalu digunakan sebagai tempat mesum oleh para penikmat lendir.
Namun dibalik itu semua kesunyian ruko dan belum majunya sektor ekonomi justru dimanfaatkan orang tak bertanggung jawab. Para Bos germo memperdagangkan wanita di kawasan ruko. Informasi ini berhasil diperoleh Didi berkat kepiawaiannya bersama tim intelijen menyamar masuk dalam ke dalam sarang para mucikari.
Dari kaca spion, Didi yang duduk di depan tak henti mengagumi kecantikan para anak buahnya. Tantri telah mengenakan gaun merah. Sedangkan Yuli sudah berbalut gaun hijau. Mmm membayangkan ada apa di balik gaun yang dikenakan oleh mereka membuat barang Didi berdiri sendiri di tengah keheningan malam.
Mereka semua masih menunggu di dalam mobil. Tidak ada tanda-tanda kendaraan apa pun yang melintas hingga waktu kesepakatan terlewat. Semua aparat dalam mobil resah, jangan-jangan mereka telah melakukan kekeliruan. Didi sebagai Kmandan tentu memikul tanggung jawab. Dialah yang paling resah tapi selalu dialihkannya dengan memandangi payudara Yuli yang terceplak jelas dari balik gaun.
Klliiiikk…kllliiikkk…kllliiikkk...nyala senter kelap-kelip sengaja diarahkan ke mobil mereka oleh seseorang dari balik kegelapan ruko mengalihkan segera perhatian Didi dari kaca spion.
Didi sadar inilah waktunya. Sesuai kesepakatan ia harus melangkah berjalan kaki bersama dua orang wanita yang dia “ jual” . Dibawanya Tantri bersama Yuli menghampiri penyenter. Mereka melangkah dengan gugup. Hanya Didi yang terlihat tenang.
“ Tantri namamu sekarang Tania!! Yuli namamu Juli!! Ingat baik-baik jangan lupa!!”, pesannya sambil berbisik kepada dua orang anak buahnya yang telah berubah demikian cantik.
“ Siap Komandan”.
Didi menghampiri penyenter sendirian. Dia memeragakan keterampilan berkomunikasinya yang begitu luwes. Penyenter menanyakan padanya barang yang dia jual. Didi memperlihatkan kedua orang wanitanya yang telah didandani cantik. Penyenter sampai harus menelan ludah berkali-kali karena melihat barang kiriman Didi.
Keterampilan komunikasi Didi dapat membuatnya berhasil masuk mengantar para Polwan hingga masuk ke dalam. Para penjaga di pintu utama sebenarnya menginginkan menggeledah mereka tapi Didi berhasil membujuk agar hal tersebut urung dilakukan.
“ Berhenti disini!!! Cewe-cewe pisah!! Loe ikuti Amir!!”, kata penjaga yang bertampang sangar.
“ Kan udah kesepakatan kalo gue boleh nganter cewe-cewe gue ampe dalem??”.
“ Kesepakatan berubah!!! Loe ikuti Amir sana!!!”
Didi dengan berat hati harus meninggalkan para anak buahnya yang mulai digiring ke sebuah ruangan terpisah darinya. Kawasan ruko ini luas banyak koridor-koridor panjang yang saling terhubung satu sama lain. Didi sangat mengkhawatirkan nasib Tantri dan Yuli.
***
Yuli melangkah di belakang Tantri. Dua orang pria berpostur besar mengapit dirinya dan seniornya. Berkali-kali salah seorang dari mereka menowel pantat maupun payudara Yuli. Mereka begitu kagum dengan bentuk tubuh Yuli. Andai saja seniornya Tantri tidak berulang kali menoleh padanya mengingatkan agar menjaga tempramen dia pasti sudah menghajar mereka.
Yuli salut dengan Tantri. Meski berkali-kali juga memperoleh pelecehan, seniornya tetap mampu berakting sempurna sebagai wanita polos. Yuli ingat alasannya mengikuti misi adalah keyakinannya pada sosok sang senior. Apabila Tantri bisa berperilaku santun maka dia pun harus bisa.
“ Oke berhenti!! Kesini tangan kalian berdua!!”, kata pria besar disampingnya.
“ Kkkkaammi mauu diapain Bang?? kata Bang Jali kami cuma disuruh nemeniin tamu ajaa???” Yuli berakting ketakutan. Tantri menoleh kepadanya memberi isyarat bahwa Yuli telah melakukan tindakan yang benar.
“ Gak usah banyak tanya!!!”, dengan kasar pria besar menarik tangan Yuli lalu memborgolnya. Tantri menyusul setelahnya juga diborgol dengan kasar.
“ Angkat tangan kalian berdua!!”, perintah pria besar setelah kedua polwan terborgol.
“ Bang kami mmmaaau diapaainn???….”, Yuli coba berkata lagi.
“ ANGKAT TANGAN!!!!”.
Mereka berdua menurut. Dengan busana sexy sedemikian mereka harus mengangkat tangan memamerkan kesintalan tubuh. Saat tangan mereka berdua terangkat, para pria memandang mesum tubuh keduanya. Pria-pria tukang pukul ini berusaha mencuri-curi kesempatan sebelum Tantri dan Yuli diserahkan pada bosnya.
Yuli melihat salah seorang dari para pengawal yang paling besar mendatangi Tantri. Tubuh jangkung seniornya tampaknya membuat si pengawal penasaran. Tubuh Tantri memang masih kalah tinggi darinya tapi keindahan tubuh Tantri jelas-jelas telah menyihirnya. Dengan paksa dia tutup mata Tantri dengan kain penutup mata. Sang senior berusaha melawan tapi segera dibungkam dengan sebuah tamparan yang membuatnya terhuyung dan jatuh ke tanah.
“ TANNNN……”, Yuli berusaha menolong. Untunglah intel sengaja memilihkan nama yang tak jauh dari nama asli mereka. Yuli wajib mengingat, pesan pak Didi”, bahwa nama Tantri sekarang adalah Tania. Beruntungnya Yuli karena baru meneriakkan nama Tan.., TANNNIIAAAAA”, Yuli berteriak lagi berusaha mendekati seniornya.
Pengawal yang berdiri disampingnya langsung menahannya dengan satu tangan. Yuli telah terborgol dia tak bebas bergerak. Pengawal yang menahannya memiliki otot kuat. Dia menghempaskan Yuli merapat ke tembok, dalam kondisi terhimpit tembok, pengawal badan besar langsung menggerayanginya. Belahan gaunnya yang penjang hingga menyentuh paha digunakan oleh si pengawal untuk menikmati mulusnya paha Yuli.
“ Bos-bos di dalam pasti sangat suka sama kamu!!”, Pria itu berbisik di telinga Yuli, tangannya telah hampir berhasil mengangkat gaun hingga ke pantat, “ Badanmu kayak artis papan atas”, disibak gaun Yuli kemudian pantatnya diremas-remas.
“ ………”, Yuli berusaha keras menahan dirinya agar terus bersikap bagai wanita ketakutan.
Selesai menggerayangi pantat Yuli, si pengawal juga menutup matanya dengan kain hitam, kemudian membawanya kembali berjalan. Yuli sudah tak mampu melihat Tantri. Tapi dia rasakan seniornya tetap berjalan didepannya. Dalam keadaan mata tertutup para laki-laki disebelahnya semakin sering mengerjai Yuli sepanjang perjalanan. Dadanya yang besar berkali-kali ditowel-towel. Seseorang bahkan berhasil memelintir puting payudara Yuli hingga membuatnya menjerit.
Mereka berdua terus dilecehkan sepanjang jalan. Yuli menghitung jarak mereka cukup jauh ketika berjalan dari depan ruko. Rasanya mereka bahkan telah diajak menuruni tangga. Sebagai polisi, Yuli sadar mereka telah di bawa ke ruang basemen. Disinilah tempat transaksinya. Makanya intel gagal mengendus, karena transaksi tak pernah menggunakan ruko-ruko tapi berada di bawahnya.
Ckleeekkk...Yuli mendengar bunyi pintu dibuka. Pelecehan terhadap mereka berhenti, berarti mereka telah tiba di lokasi.
Yuli masih dengan mata tertutup merasa telah dibawa masuk ke dalam ruangan yang sangat terang dengan sorotan lampu. Bahkan dengan mata tertutup polwan junior ini masih dapat melihat cahaya dari sorotan lampu.
Hawa ruangan dicium Yuli berbau harum penuh aroma rangsangan yang memancing birahi. Selama beberapa waktu, mereka dibiarkan berdiri tanpa mendapat gangguan apa pun. Dinginnya AC membuat Yuli menggigil. Gaun tipis hijau yang dikenakan tak mampu melindungi tubuhnya dari udara dingin.
“ Buka mata mereka!!”, suara bernada perintah membebaskan pandangan mata Yuli, “ Rombongan cewe-cewe sebelah kiri bawa ke gudang!!”, suara perintah kembali terdengar.
Silau sekali ketika Yuli membuka mata untuk pertama kalinya, namun naluri polisinya menuntut beradaptasi cepat. Mata lentiknya dikedip-kedipkan gesit, kemudian menyapu pandang ke sekeliling ruangan.
Tepat dihadapan mereka cermin besar memantulkan kesexyan tubuh Yuli dan Tantri. Bukan cermin biasa. Yuli tau dibalik cermin ada orang yang melihat ke arah mereka namun tak bisa dilihat balik.
Disebelah Kiri kanan Yuli berderet wanita-wanita cantik sexy dengan pakaian minim sama seperti mereka. Mereka semua cantik-cantik dengan tubuh mentok semok menggoda. Pandangan Yuli yang bergerak lincah dapat memperhatikan ada puluhan wanita lain sedang digiring ke luar pintu yang tak jauh berada dari tempatnya berdiri. Pria- pria berbadan besar menggiring mereka seperti binatang.
Informasi intelijen tepat, batin Yuli. Lokasi inilah tempat berlangsungnya perdagangan wanita.
Sang polisi cantik berfikir keras cara meloloskan diri dalam situasi terjepit seperti sekarang.
“ WANITA BAJU MERAH MAJU TIGA LANGKAH”.
Yuli menyadari yang dipanggil adalah Tantri. Menuruti panggilan tersebut, Yuli melihat seniornya Tantri berakting begitu sempurna. Dia maju ke depan dengan tubuh gemetaran penuh ketakutan. Tak ada seorang pun dari laki-laki ini yang menyadari bahwa sesungguhnya kamu adalah polisi Mbakku. Mbak Tantri memang benar-benar polisi jempolan, Yuli memuji Tantri dalam hati.
“ WANITA BAJU HIJAU MAJU!!!”, panggilan kembali datang. Sekarang gilirannyalah yang harus maju.
^^^ Pria paruh baya berpenampilan perlente berdiri di cermin besar sedari tadi. Ialah pemilik bisnis menggiurkan beromset milyaran rupiah. Sejak jaman babilonia pelacuran adalah aset yang bila dikelola secara professional akan mendatangkan keuntungan bagi para mucikari seperti dirinya.
Modus operasinya bukanlah menjual wanita-wanita murahan berperilaku buruk. Pria yang telah menggeluti bisnis mesum sejak masa mudanya tau benar selera para lelaki. Mereka menginginkan ketundukan dari wanita pelayannya. Laki-laki haus akan kekuasaan. Mereka ingin mendominasi seluruh bidang kehidupan termasuk wanita. Mereka yang dapat menyediakan para wanita muda segar serta memiliki karakter rela tunduk pada setiap keinginan laki-laki pemesannya akan memperoleh keuntungan besar.
Maka direkrut olehnya para pemantau bakat khusus mencari wanita-wanita desa butuh uang yang rela menjual dirinya demi uang. Para pemantau bakat biasa disebut pria pemikat. Modus para pria pemikat biasanya tak akan menyebutkan terang-terangan profesi sebenarnya yang akan wanita-wanita malang itu kerjakan. Dengan mulut manis, pria pemikat biasa menjanjikan tawaran bekerja sebagai pemandu karaoke, pelayan bar, tukang pijat, hingga pembantu rumah tangga pada para wanita malang.
Pendidikan yang rendah membuat para wanita malang tersebut mudah percaya dan masuk perangkap dengan mudahnya. Pria perlente bernama Rudi kemudian memerintahkan wanita hasil rekrutan agar didandani sebaik-baiknya kemudian dipajang di aquarium yang sekarang sedang dia lihat.
Wanita mana yang tak senang bila didandani, dibelikan baju-baju bagus, kemudian dimanjakan?? Dengan perlakuan begitu baik, para wanita malang tersebut akan dibuat makin terperosok oleh para pemikat, hingga akhirnya diantarkan ke aquarium miliknya. Disinilah mereka baru akan diperlakukan sebagai wanita objek pelampiasan nafsu birahi para lelaki.
“ Hmmmm”, senyum lebar tersungging di bibirnya saat membayangkan sebentar lagi akan meniduri salah seorang wanita fresh yang masih lugu.
Malam ini para pemikat menyuguhkan wanita terbaik yang membuat jakunnya naik turun. Matanya tak bisa lepas melihat seorang wanita bersosok mungil berkulit putih yang berdiri penuh ketakutan dipojok ruangan. Rudi sangat senang melihat wanita ketakutan. Tak ada yang lebih menggoda para lelaki selain wanita yang gemetaran tunduk di kaki mereka memohon dan memelas. Ketika para lelaki berduit itu mengeluarkan amplop penuh uang kemudian diberikannya pada wanita malang yang sepanjang malam memelas belas kasih, disanalah kepuasan tercapai.
Cklekk....Rudi melihat pintu dibuka. Dua sosok wanita lain masuk ke dalam ruangan.
Penampilan mereka berdua membuat seisi ruangan langsung meredup. Salah seorang dari kedua wanita yang baru saja masuk, mengenakan busana gaun merah begitu sexy hingga mampu membuat wanita lain disekitarnya menjadi tak berarti. Si gaun merah begitu bersinar cemerlang sendirian.
Tubuhnya jangkung dengan sepasang kaki jenjang menggoda. Tubuh si gaun merah juga ramping dengan lemak yang jarang. Lemak yang tersisa justru berpadu dengan otot tubuhnya membentuk body yang sekel menggoda. Rudi merasakan penisnya berdenyut-denyut kencang memperhatikan kemolekan tubuhnya.
“ Bos udah punya pilihan?? Banyak barang bagus ini malam!”, kata pria disebelahnya.
“ Gaun merah Gun!! Gue mau cewe gaun merah!!”.
“ Sama donk Bos sama Bos Rusli!!”, pria itu menunjuk pria lain yang berdiri tak jauh dari mereka.
“ Join aja kita Rud!!”, pria yang ditunjuk menyahut.
“ Sama Loe?? Seranjang?? Ogah amat. Eh Rus loe sadar donk!!”, tunjuk Rudi,” gue nih yang punya ini aquarium, loe ngalah lah dikit”.
“ Buat si merah itu ngalah?? Ckk ckk gak lah Rud”, pria itu melangkah mendekati Rudi, “ Loe boleh aja punya nih aquarium tapi sahamnya kan mayoritas gue yang tanam”, paparnya menyajikan kenyataan tak terelakkan.
“ Trus mau loe apa?? Duel kita buat ngerebutin siapa yang paling duluan bisa nidurin si merah??”, Rudi menjawab ketus.
“ Bukan gitulah!! Ngapain juga duel demi seorang cewe doank”, pria itu tampak menguasai pembicaraan, “ Kita sama-sama business man kan??”, tanyanya.
“ Pastinya”, Rudi menjawab singkat.
“ Kita bikin solusi yang sama-sama enak, kita join aja nikmatin tubuh si merah sampe dia pingsan keenakan sama kontol kita dua, gimana??”.
“ ………”, Rudi berpikir sejenak.
“ Gimana Bos Rudi??”, kata pria itu.
“ Oke deh! Gue ikut kemaun loe aja”, meski terpaksa Rudi tau inilah pilihan terbaik. Lagi pula berbagi wanita biasa terjadi di tempat ini kalau menemukan wanita-wanita bintang seperti si gaun merah.
Percekcokan selalu terjadi karena para lelaki berduit tau wanita yang dihadapan mereka sekarang biasanya masih jarang ditiduri laki-laki lain. Itulah yang buat harga mereka mahal sampai puluhan juta hanya untuk satu wanita. Beda dengan wanita yang sudah jatuh ke prostitusi kelas bawah yang dalam satu hari harus melayani puluhan orang, para wanita di aquarium ekslusif dan masih jarang ditiduri.
“ Gun”, Pria yang kini bersalaman dengan Rudi memanggil laki-laki EO acara ini, “ Gaun merah suruh maju!! Bawa dia ke ruangan vvip kami!!”, perintahnya terdengar penuh kuasa.
“ Bos-bos ini tau aja wanita cantik yang mana he he”, pria bernama Gunawan tersenyum lepas, “ WANITA BAJU MERAH MAJU TIGA LANGKAH”
“ Loe siap-siap Rud! Kayaknya tuh cewe tipe kuda binal yang bisa dientot berjam-jam!!”, kata Rusli tertawa lepas kepada Rudi.
***
Rusli berusia seumuran dengan Rudi tapi lebih kaya karena telah memiliki perusahaan besar beromset milyaran rupiah. Sebagai laki-laki normal hiburan apa lagi yang paling dicarinya selain wanita. Dia sangat menikmati meniduri wanita. Saking banyaknya wanita yang telah ditiduri dia sangat fasih dengan anatomi tubuh wanita. Rusli tau persis tombol-tombol mana yang harus dipencet bila ingin menghasilkan orgasme dahsyat dalam diri sang wanita.
Orgasme bagi laki-laki biasa berlangsung hanya sekali dengan rentang waktu pendek. Tapi orgasme wanita merupakan sesuatu spesial. Seandainya saja setiap laki-laki sadar betapa dahsyatnya orgasme wanita mereka akan mengalokasikan banyak waktu guna mengekspolre kenikmatan tiada tara tersebut. Tekan sekali tombolnya, lihat bagaimana para wanita meledak dalam letusan birahi kemudian bersedia menjadi budak laki-laki demi sebuah kenikmatan.
Desahan, raungan, bahkan jeritan yang keluar begitu merdu dari bibir sexy wanita merupakan penanda seorang laki-laki menjadi pria sejati. Rusli sebenarnya ingin menikmati si gaun merah sendirian tapi apa daya, Rudi adalah pemilik aquarium. Rusli hanya bisa berjanji sehabis aksi three some mereka yang akan segera terjadi, dia akan memboking si merah selama seminggu penuh. Tubuh moleknya terus terbayang-bayang sepanjang jalannya menuju kamar yang telah dipersiapkan.
Sekarang dia telah membuka pintu ruang vvip. Rusli sengaja datang duluan mendahului Rudi. Rusli telah memberi tip pada EO agar si gaun merah diantar duluan. Sekarang tipnya yang bernilai jutaan terbayar lunas. Wanita gaun merah telah berada di dalam kamar sedang menunggu dengan mata tertutup. Borgol masih melekat di tangannya. Raut muka si gaun merah begitu ketakutan. Kepalanya menoleh-noleh penuh kebingungan. Menyadari seseorang telah memasuki kamarnya, si gaun merah bangkit berdiri dengan resah, “ Siaappa ya?? siaaappaaa???”, panggilnya penuh penasaran.
Rusli mendekati si gaun merah. Wanita di depannya begitu mempesona. Kecantikannya semakin bertambah saat didekati. Sudah banyak wanita cantik pernah ia lihat lalu tiduri, tapi yang ini berbeda. Wanita ini punya sexual appeal begitu tinggi. Setiap senti tubuhnya begitu mengundang untuk dijamah.
Perlahan Rusli kelilingi si gaun merah yang terus menoleh-noleh kebingungan. Bagian belakang tubuhnya sangatlah indah. Sepasang pantat bohay terceplak jelas dari balik ketatnya gaun. Pria pemikat yang berhasil menipu wanita ini sangatlah tau seleranya, karena Rusli tau dibalik gaun merah, si wanita hanyalah menggenakan g-string model tali yang akan membuat seorang laki-laki jompo akan berdiri kemaluannya ketika melihat si gaun merah mengenakannya.
Dari bagian depan, Rusli melihat si gaun merah tidak menggunakan BH karena model gaunnya tak memungkinkannya. Dari dekat Rusli dapat melihat puting susu si merah teracung begitu tegak menantang birahinya. Semua pesona sensual milik si gaun merah membuat Rusli tak tahan. Dia maju memeluk paksa tubuh si gaun merah dari depan kemudian mencumbu bibirnya yang merah merona.
“ Mmmm…mmmm….mmmm”, si gaun merah berusaha melawan. Rusli melepaskan ciumannya karena tak disambut sesuai harapan. Dijenggutnya dagu lancip si cantik dengan lembut.
“ Jangan takut sayang!!”, sapa Rusli lembut. Nalurinya sebagai playboy jempolan penakluk wanita memang teruji, “ Abang disini”, dia kembali memeluk si cantik penuh kelembutan.
“ Tania takut Bang”, si cantik berucap grogi, “ kkkaaataa banngg Jalli, Ttaania hhanya disuuruhh buatt jaaadii pelayaan ajaa, kennapa sekarang jaddii beginii”, keluhnya.
” Ssstt”, dikatupkan bibir sexy si cantik yang begitu menggairahkan, “ Bener kok kata Jali, Tania memang kesini buat ngelayani Abang”, dielusnya pipi si cantik yang tak dapat menatap wajahnya, “ kamu mau kan ngelayanin Abang cantik??”, tanyanya.
“ Tttaaannia ttakuutt Baaanngg”.
Rusli mengelus kemulusan kulit wanita cantik yang rupanya bernama Tania. Namanya cantik secantik sang pemilik. Bahunya begitu simetris indah semakin membuatnya sempurna.
“ Jangan ngelawan Tania!!”, perintah Rusli sambil jari telunjuknya berusaha membuka mulut si cantik yang masih gemetaran.
“ Aaa…….”, saat bibirnya terbuka bibir Rusli langsung menyosor menciumnya dengan ganas. Si cantik berusaha melawan. Rusli kembali gagal mencumbunya dengan benar.
“ Tania!!”, dia berujar, “ JANGAN KAMU MELAWAN PERINTAH ABANG!!!”, dia berteriak lantang, Plaaaakkkkk...Sebuah tamparan menghantam si cantik hingga ia terjatuh ke tempat tidur. Rusli segera membangunkannya paksa dengan menjambak rambut panjang si cantik. Dalam dunia malam inilah metode mendisiplinkan wanita. Lakukan kekerasan agar mereka kapok dan mau menuruti semua kemauan pelanggan.
“ Abbaaanngg ammpunnn Banngg janggann tampaar lagiii….hhiikkk….hhiiikkk. Jangan jambak Tania Bang”, si cantik mulai mengeluarkan air mata memelas.
Rusli kembali memeluknya, “ Kamu gak perlu nangis kayak gini!!!.....”, tangannya menyeka air mata Tania, “ Kalo tadi kamu nurut sama Abang”, dia kembali memasukkan jarinya ke dalam mulut si cantik, “ Sekarang kamu cium Abang cantik!! kamu gak mau Abang gampar lagi kan???”, perintahnya.
“ Ggggaakk mmauu laggi Bangg”.
“ Cium Abang sekarang!!”.
Si cantik berusaha memajukan kepala dan bibir sensualnya mencari-cari kepala Rusli. Mata si cantik yang ditutup membuat Rusli begitu menikmati upayanya mencari bibirnya.
“ Terus cari bibir Abang!! Kalo gak mau Abang gampar lagi sayang”.
“ Uuuuu”, si gaun merah berusaha mencari dengan segala keterbatasan geraknya.
Setelah wanita targetnya mulai berprilaku seperti budak yang menuruti setiap perintahnya, barulah Rusli menggenggam kepalanya kemudian mengarahkan bibir sensual itu menuju bibirnya.
“ Mmmm”, mereka mulai berciuman dengan panas. Tidak ada lagi perlawanan dalam diri si cantik. Dibawah ancaman akan ditampar dia melayani ciuman Rusli dengan penuh kepasrahan tanpa perlawanan.
Begitu girang Rusli menyadari korbannya telah tunduk. Kini kelihaiannya menjamah tubuh wanita mulai dipraktekkan. Sambil terus berciuman tangan Rusli mulai meraba-raba pantat si cantik. Sedari tadi dia begitu penasaran dengan g-string yang dikenakan. Rusli hafal bentuk g-string hanya menutup di bagian depan vagina, sedangkan sisanya hanyalah sebuah tali lurus yang menjuntai hingga pantat.
Direnggutnya tali g-string yang berhasil ditemukannya di belahan pantat kemudian dengan nakal ditarik-tarik. Vagina jadi tegesek-gesek tali hingga menimbulkan rangsangan tersendiri.
“ Uuuuuuuu”, wajah si cantik Tania berubah ketika belahan vaginanya tergesek tali g-stringnya sendiri.
“ He he enak sayang??”, Rusli bertanya nakal.
“ Eeeee eee eeennaaakk Banggg”, nada ketakutan jelas terdengar dari bibirnya.
“ Mendesah donk kalo enak!!”, perintah Rusli memang diucapkan dengan lembut tapi harus dilakukan sekarang juga oleh si cantik . Bila tidak tamparan keras akan menghiasi wajah Tania.
“ Aaaaahhhh ennaaak baaanggg aaaaahhhhh”, desahan erotis mulai menggema.
Rusli terus menaik turunkan tali g-string Tania dari pantatnya. Mereka masih berpelukan hingga Rusli dapat mendengar jelas desahan si cantik. Ketika Rusli sedang asyik menggarap belahan vagina Tania dengan g-stringnya , Rudi masuk mengendap-ngendap langsung bergerak memposisikan dirinya di belakang tubuh si cantik.
Tania masih berdiri sambil gemetar tak tahan dengan rangsangan yang diterimanya dari Rusli. Saat dia masih terus gemetar itulah Rudi menangkap bagian belakang tubuhnya.
“ HHHHAAAHHH SIIAAPPAA?”, Tania ketakutan menyadari ada dua orang sedang mempermainkan tubuhnya.
“ HEEEPPP”, Rusli membungkam mulut Tania, “ Jangan berisik!! Kamu diem aja!! Kalo kamu diem Abang gak bakal kasar sama kamu, NGERTI!!!”.
“ …………”, Tania mengangguk.
“ Curang Rusli kamu ngobok-ngobok dia duluan”, tangan Rudi langsung memegangi payudara si cantik. Dia ketinggalan dari Rusli, dan harus mengejar menikmati tubuh si cantik.
“ Eeeeeeggghhh eeeeeeeggghhh”, si cantik berusaha berontak tapi tubuhnya tertahan sempurna oleh tenaga Rudi yang menguncinya dari belakang.
“ Aaaappa-apaann siiihh lepasssskaannn Taaannttrr…..Tannnniaaa”, si gaun merah bergetar hebat. Tangannya yang terborgol berusaha berontak menolak pelukan dari belakang.
“ EEeeeeiiittt”, Rusli yang tadinya sedang sibuk memainkan g-string bangkit kembali dan memegangi wajah si cantik dengan kedua tangan, “ TANIA!!!!”, bentaknya.
“ Iiiiiyaaa Bbaaannggg”, perlawanan si cantik berhenti dengan sebuah bentakan.
“ JANGAN NGELAWAN!!”, Rusli kembali membentak.
“ Iiiiiyya……..”.
“ MAU DIGAMPAR LAGI KAMU?”.
“ Ammpppuunn Bang Tania gggaaakk mmaaauu”.
Meski Tania terus melawan Rudi tetap menyerbunya dari belakang.
“ Mmmm kamu wangi sekali Tania…cccuuuuupppp”, kecupan mendarat di leher samping si cantik.
“ Aaaahhhhhhhh”, si gaun merah tak tahan untuk mendesah karena di saat bersamaan tangan Rusli hinggap di payudaranya dan memompa-mompanya. Rusli menyeringai penuh kemenangan melihat si cantik Tania telah mendesah.
“ He he kamu gak tau sayang”, Rusli memegangi kepala si cantik, “ Yang dibelakangmu itu empunya tempat ini!! Kalo kamu bisa muasin dia, kamu bisa aja jadi simpenannya dan gak perlu dijual kayak temenmu yang lain. Kamu mau dijual??”.
“ Mmm mmmm”, Tania menggeleng.
Sementara Rusli terus mendoktrin si cantik, Rudi malahan asyik mencumbui bahu Tania. Tangannya tak mau lepas terus bermain di payudara montoknya.
“ Rudi, panggil dia tuan Rudi, Ngerti!!”.
“ Mmm mmmm”, Tania terus menggeleng.
“ Coba kamu panggil dia!!!”, perintah Rusli.
“ Tttuuaaann Rruuddiii”.
“ Gadis pintar!!!”, kata Rudi.
Rusli paham keinginan Rudi yang ingin mendapatkan kesempatan pertama menikmati si cantik.
“ Tuan Rudi”, Rusli memegang tangan Tania kemudian mendorong si cantik agar rebah di ranjang. Tania kaget dengan dorongan itu, dia terlihat gelagapan. Rusli tak membiarkannya terkejut terlalu lama. Di ranjang nyaman yang disediakan khusus mereka bertiga , Rusli mengunci tubuh Tania , kemudian meloloskan kedua tali gaun merah yang menyangga tubuh atasnya hingga payudara sexynya tersembul. Tangan Tania yang berusaha berontak dikuncinya dengan begitu kuat.
“ Ammppuuunn Bbaaangggg”.
“ Jangan ngelawan cantik!!”, Rusli menatap Rudi, “ Tuan Rudi silakan dinikmati!! Ibu Tania sudah siap”, ujarnya sambil mempererat jepitannya di tangan Tania yang telah terangkat tinggi. Tania terus berusaha berontak, apalagi ketika ia merasakan gaunnya bagian bawah diangkat oleh Rudi.
Birahi Rudi memang sudah diawang-awang. Penampilan sexy si cantik membuatnya lupa diri dan ingin segera membenamkan penisnya ke liang nikmat vagina. Gaun merah yang telah melorot turut disibaknya sehingga selangkangan si cantik terpampang jelas. Dengan sekali betot g-string Tania dicopotnya , kemudian dihirupnya aroma khas vagina yang dibawa oleh G-string itu.
“ Mmmm harruuuummm”, ujar rudi dengan mesum, “ Aembutmu bagus banget Tania!! apalagi lubangmu”, tangan Rudi berusaha mengobok liang senggama si cantik.
“ TIDDAAAAKKK TIDAAAAKKK TIIIDAAAAAKK LEPASSSSKANNN AKUU LEPASSSSKAANNNN!!!”, Tania terus berontak tak rela vaginanya dijamah.
“ TANIAAA DIAMM!!!!!”, Rusli menghardiik keras...PPLLAAAKK..PLAAAAKKKK.. Dua tamparan mendarat di pipi Tania guna mendisiplinkannya, “ JANGAN MELAWAN!!!!!”.
“ TIDAAAKKK AKUU TAKK RELAAAAA…..HMMMMMMMM”, Tania menghirup nafas panjang, “ HAAAAAAAGGGHHHHH." TRAAAANGGG....Borgol yang membelenggunya lepas dengan sekali hentak berikut tangan Rusli yang menahannya ikut terlempar hingga menubruk tubuh Rudi yang terletak didepannya.
Heeeeppp..Penutup mata yang sejak tadi menutup matanya dilepas bersamaan dengan memperbaiki posisi gaun yang telah acak-acakan, kemudian dia lihat lekat-lekat wajah kedua orang laki-laki yang telah berusaha mencabulinya.
“ KURANG AJAR!!!”, Rusli yang pertama kali bangun untuk menyerang balik. Emosi Rusli menghempas kesadarannya tentang kekuatan gadis di hadapannya. Sebuah borgol telah hancur dengan tenaganya.
“ HHHHAA…………..ggggg……”, Rusli maju...JDAAAAAAKKKK...
Pukulan lurus karate si cantik menyambut sekaligus merontokkan dua gigi Rusli sekaligus. KRAAAAAKKK...."Heeeeeggggg..” Tania mengambil nafas sejenak, kemudian mengumpulkan nafasnya untuk melepaskan tangannya terbang bersama kakinya yang telah lurus menusuk leher Rusli.
JDAAAAAKKKK…. "UUuu." BRRUUUGGG..... Rusli ditusuk sebuah tendangan mematikan ke lehernya. Tendangan itu langsung menghentikan aliran darah dan membuatnya tumbang kehilangan kesadaran.
Tania menatap Rudi yang tiba-tiba meringkuk penuh katakutan di lantai kamar. Segera dia tindih dadanya kemudian memberi sebuah pukulan lurus karate tepat menghantam hidungnya. JDAAAAKKKK KRAAAAKKK......" AAAAAAHHHHHH.” Rudi berteriak histeris.
Sebelum dia kehilangan kesadarannya si cantik harus mendapatkan dua buah keterangan penting darinya, “DIMANA KAMU SEMBUNYIKAN WANITA YANG HENDAK DIJUAL???”, bentak Tania.
“ …….”, Rudi tak menjawab dan hanya memegangi hidung.
Si cantik sudah jengkel dengan segala pelecehan yang menimpanya sedari tadi. Dia angkat kembali tangannya hendak menghantam Rudi.
“ Ammppuunnn…….JANGAN PUKUL!!! Ruang nomor lima dari sini belok kanan ammppuunnn”, ujarnya.
“ KEMANA TEMAN SAYA YANG PAKE BAJU HIJAU?" SSYYYUUUTTT JDAAAAKKKK.... Tania sudah begitu kesal ,jotosannya tak ditahan lagi.
“ AAAAAAAHHH AMMMPPUUNNN….BAJU HIJAUU ADA DI KAMAR NOMOR TUJUH AAMMPPUUNNN TANIAA AMPPUUNNN”.
“ Kamu dengar baik-baik Rudi!!!”,si cantik ganti mengggertak, “ namaku TANTRI bukan Tania! dan MALAM INI BISNISMU TAMAT!!!!"
SYYYUUUTTT JDAAAAKKKK.....Tantri menghantam sekali lagi tepat di dagu Rudi seketika membuatnya pingsan. Si cantik ingin cepat menyelamatkan juniornya Yuli yang dimasukkan ruangan nomor tujuh.
Tantri melangkah cepat membuka pintu. Dia mewaspadai adanya para penjaga tapi rupanya di depan kamar sepi. Si cantik melangkah melewati beberapa kamar. Rupanya lantai basemen ini telah dipermak sedemikian rupa hingga menyerupai kamar hotel.
Mengendap-ngendap dia dekati kamar nomor tujuh yang pintunya tak tertutup sempurna. Dia intip sejenak.
“ AAAAHHH AAAHHHH AAAAHHHHHHH”, suara erangan Yuli terdengar keras.
“ AYOO MENDESAH LEBIH KERAS CANTIK!! MENDESAHH!!!”.
Tampak Vagina Yuli sedang diestrum oleh vibrator elektrik yang biasa digunakan di film-film dewasa. Juniornya terlihat dalam keadaan sangat tak berdaya. Yuli tengah dipangku oleh seorang pria yang memaksa tangannya mengangkat tinggi. Satu orang lainnya memaksa kakinya terbuka lebar, dan pria satunya menyetrumkan vibrator ke vagina.
“ AAAHHHHHHH”, Yuli terus-menerus mendesah penuh ketidak-berdayaan.
Tantri masuk mengendap-ngendap ke dalam kamar. Saat dia lihat semua perhatian laki-laki disana terfokus mengerjai Yuli, Tantri segera melesat.
SYYYUUUUTTTTTT BRAAAAGGG BRAAAAAGGGG KRAAAKK KRAAAAKKK...Tantri berlari kemudian melompat dengan kecapatan tinggi, lalu melakukan “ bycycle kick” yang menghantam tengkuk kedua laki-laki yang sedang mengerjai juniornya. Kedua pria dihadapannya ambruk terkena tendangan mematikan Tantri.
Yuli yang sebelumnya terkunci kini mendapat isyarat bisa melawan dengan kedatangan Tantri. Dia benar soal keyakinannya pada sang senior bahwa dia akan datang menyelamatkannya. Tantri, polwan jempolan, dia akan menyelamatkan kamu Yuli. Begitu batinnya saat ditawari misi penyamaran.
Setelah Tantri menghantam dua orang, tangan Yuli memang masih terborgol dan dipegangi, tapi dia telah bebas. Tak ada lagi kepura-puraan harus bersikap sebagai wanita lugu tak berdaya. Sekarang saatnya membalas. Dengan kemampuan bela diri yang dimilikinya, tangan Yuli yang masih dipegangi dipergunakan sebagai senjata. Diawali dari kakinya menumpu ke bawah tempat tidur, Yuli siap menghadirkan daya pukul balik yang berlipat ganda. Kaki itu menumpu, kemudian dengan tenaga bahu, dia banting balik si laki-laki. Mata Yuli masih tertutup tapi dia begitu dendam dengan apa yang menimpanya barusan.
GBRRAAGGG GBBRAAAAGGG GBRAAAAGGGG." MATI!!! MATI!!! MATI!!”, kedua tangan Yuli berkali-kali menghantam si laki-laki hingga berdarah-darah.
Melihat tindakan kesetanan juniornya Tantri segera mengambil alih. Kedua tangan Tantri melingkar mengunci pergelangan tangan Yuli, kemudian membantingnya.
“ YULI HANTIKAN!!!!”, Tantri berteriak keras.
“ MATI!!! MATII!!….MATTIIIII!!……..”, Yuli masih berteriak padahal tangannya telah terkunci.
“ YULI!!!!”, Tantri membuka penutup matanya agar dia bisa melihat.
“ …………..” , melihat laki-laki yang dipukulinya sudah berdarah-darah Yuli mulai tersadar. Emosinya mulai turun.
“ Kita Polisi!! Penegak hukum!! Bukan orang yang main hakim sendiri!!”, Tantri mengingatkan.
“ Tapi mereka hampir memperkosa Yuli Mbak….”.
“ Mbak juga nyaris diperkosa!! Tapi Mbak tidak memukul membabi buta kayak kamu”.
“…….”, Yuli diam.
“ Kamu masih punya keyakinan sama Mbak??”.
“ Yuli gak pernah ragu sama Mbak Tantri”, jawab Yuli yakin.
“ Kalo begitu ikuti Mbak!! Lupakan mereka!! Kita disini ingin menyelamatkan orang lain meski resikonya tubuh kita dinistai”, Tantri berkata, “ Sekarang lupakan!! Pekerjaan kita masih banyak! Ayo sekarang kita ke kamar nomor lima”, Tantri melihat kunci tergeletak di meja kemudian mengambilnya. Rupanya itu adalah kunci borgol. Tantri maju membantu Yuli melepas borgolnya, langsung tanpa membuang waktu, berlari cepat di sepenjang koridor mencari kamar nomor lima. Begitu ditemukan Yuli yang masih meluap emosinya segera meloncat mendobrak pintu.
“ HIAAAAAATTT.".....BRRRRAAAAAGGGGG....
Pintu terbuka. Di dalam ratusan wanita malang langsung terlihat. Mereka semua didandani sedemikian rupa buat dijadikan budak seks. Untunglah kesediaan Tantri dan Yuli mengorbankan diri sendiri dapat mengakhiri mimpi buruk mereka sebentar lagi. Tantri segera mengajak mereka semua meninggalkan ruangan. Salah seorang diantara mereka telah pernah sebelumnya mencoba kabur hingga tau jalan keluar terdekat.
Kamar nomor lima sebenarnya hanya berjarak beberapa meter dari kamar mandi yang memiliki pintu darurat langsung terhubung dengan dunia luar.
“ ANI…SIAPA YANG BERNAMA ANI????.. ANI??....ANI???”, Tantri menanyakan setiap wanita yang keluar siapa yang bernama Ani. Secara tiba-tiba ia kembali teringat pesan kedua Jamal ; “ PERGI KE TEMPAT PELACURAN, TEMUI ANI, BIARKAN ABDI YANG SUKA DICACI MEMBEBASKANNYA”.
Sekarang Tantri berada di sarang pelacuran. Apakah makna pesan kedua Tantri harus mencari Ani dan membebaskannya? Masalahnya di antara mereka semua tak ada yang bernama Ani.
Wanita terakhir berusaha keluar dari ruangan, “ KAMU ANI??”, Tantri bertanya tegas karena dialah harapan terakhir.
“ Bukan Bu, saya Laila”.
“ Ada yang bernama Ani diantara temanmu tadi Laila??”.
“ Gak ada Bu!! Gak ada yang bernama Ani!!”, Laila menggeleng.
Tantri terdiam. Dia pikir pesan kedua berhubungan dengan tempat ini tapi ternyata tidak. Sejak dia membunuh Jamal entah bagaimana napi tua itu seakan hidup dan selalu hadir membantunya secara misterius. Saat dia hendak diperkosa oleh dua orang tengik tadi misalnya, suara jamal terdengar berbisik kepadanya agar meniru caranya membongkar borgol yang pernah dia lihat baik di lapangan eksekusi maupun di lapas.
Tantri hapal betul cara Jamal karena dia berada di dekat napi tua ketika di lapas maupun di tempat eksekusi. Bukan hanya hapal caranya bernafas, tapi Tantri juga hapal pekikan ketika Jamal menyalurkan energi. Kemampuan nafas itulah yang berhasil membuatnya membongkar borgol dengan tenaga dalam persis dengan ilmu misterius Jamal.
“ AYOOOO CEPAAATT LARII!!!”, Yuli berteriak agar para wanita mempercepat langkahnya. Beberapa diantara mereka telah berhasil melewati pintu keluar. Tantri masih berdiri di belakang mereka.
“ PEENNJJAAGAAA!!!! PARAAAA CEWWWEE KABUURRR!!!!”, Rudi keluar dari kamar tujuh yang tak jauh dari lokasi Tantri. Dia telah terbangun dari pingsannya. Mendengar bos besar berteriak, lusinan pria berhamburan masuk. Beberapa diantara mereka membawa senjata api.
“ MBAK TANTRI AYO LARI!!!”, Yuli berteriak memperingatkan Tantri.
“ YULI KAMU PIMPIN ROMBONGAN!! MBAK HADAPI MEREKA”.
“ MBAK JANGAN GILA!!”.
“ CEPAT YULI!!”.
“ YULI GAK MAU MBAK”.
“ KAMU MASIH YAKIN SAMA MBAK???”.
Yuli tak sanggup lagi bicara, keyakinannya pada kemampuan Tantri tak akan tergoyahkan, “ CEPAT AYYOOO LARII CEPAAAATTT!!”, meski berat dia patuhi nasihat Tantri membawa semua wanita malang keluar dari basement.
Tantri masih dengan gaun merahnya maju berusaha menghentikan lebih dari tiga puluh orang pria yang kini berusaha menghentikan para wanita malang melarikan diri. Seandainya para wanita tadi tertangkap mereka akan dijadikan budak seks. Tantri enggan memikirkan kemungkinan menyedihkan itu.
“ HAAAAAAATTTTTTT”, seorang pria besar datang dengan pentungan di tangannya.
Tantri maju. “ Wuuuuusssss”, tongkat terayun. Tantri menghindar dengan melontarkan punggung ke belakang. Ketika tongkat luput, diangkat kakinya tinggi ke udara, lalu dengan kecepatan tinggi memanfaatkan daya tarik gravitasi, kakinya ditarik ke bawah mengarah tepat ke kepala si pria besar.
JDDAAAAAAKKKKKK....Tendangan cangkul Tantri berhasil mengenai pria besar seketika membuatnya roboh.
WUUUUSSSSS...Pengawal lainnya berusaha menendang perut tantri.
BBEEEGGG....Kaki kanan Tantri mengangkat membentuk pertahanan, tendangan dapat ditangkis. Tantri menghentak kakinya ke tanah sebagai awalan memberi dua pukulan balik keras ke dada penyerangnya, “ HAAAAAAAAT...!" BAAG BAAAAG....Pukulan masuk ke dada. Dua orang tertunduk menahan sakit akibat tulang dadanya masuk.
Ada tiga orang lagi maju ke depan Si Cantik. Tantri memasang kuda-kuda sejajar dengan kaki selebar bahu. Saat pukulan pertama dari orang pertama datang dia arahkan tangan kanan menekuk kemudian diangkat ke atas kepala.JDAAAAKK......Pukulan ditangkis. Tangan kiri Tantri maju serang balik menggunakan jari mencolok mata panyerang pertama.CLLLOOOKKK… "AAAAAGGGHHH MATAKKKUUUU”.
Orang kedua datang bareng orang ketiga, Tantri melompat dengan kaki kiri, kemudian memutar tubuhnya 360 derajat dengan tendangan badai yang mematikan.JDAAAAAKKKKK....Tendangan menghantam kepala penyerang kedua. Tantri mendarat kemudian melenting lagi memberi tendangan putar kedua. JDDDAAAAAAKKK....Tendangan kena penyerang ketiga ambruk. Tantri mendarat mulus siap menghadapi serangan berikutnya.
“DDDDOOORRRRR....Sebuah tembakan menghentikan langkah si cantik. Dia kaget setengah mati. Sebuah peluru telah menghantam perutnya.
^^^ Rudi si pemilik aquarium telah membuang tembakan pengecut tepat mengenai perut Tantri.
Tantri mundur tiga langkah, kaget perutnya tertembak. Dipegangi perutnya, berusaha dia atasi sakit yang mulai menjalar. Tantri sangat takut melihat darah, dia intip perutnya.
Aneh, tidak ada pendarahan. Apa yang terjadi?? Tantri berdiri bingung.
DDDOOORRRR...Tembakan pengecut kedua dilepaskan lagi oleh Rudi dan kembali mengantam perut. Tantri merasakan sakit, tapi peluru masih gagal menembusnya.
DOORRRR...Satu tembakan lagi. Tantri masih kebal. Tangannya memegangi perut. Dia intip lagi, tangannya masih tak ada darah. Tapi…gelang yang tadi diberikan pak tua pemulung terlihat sebentar lagi akan terlepas dari pergelangan tangannya. Gelang itu gosong seperti terkena peluru.
DOORRR….DDOOORRRRR..Rudi menembak dua kali dengan rasa penasaran. SLLEEEEPP CRRROOOTTT...Gelang tangan Tantri terlepas, bersamaan dengan laju peluru yang berhasil menembus tubuhnya.
“ Ahhhhhhh.” Tantri terhuyung-huyung. Darah tercecer di lantai.
Nafasnya terhenti seketika saat timah panas memutus sebagian aliran darah.
“ UUuuuuuuuu.” Tantri memegangi perutnya yang telah tertembus peluru.
BLEEEETAAKKK BLEEEETTAAAKKK BLEEETTAAAAKKKKK, disaat bersamaan bunyi perkelahian terdengar lagi di depan Tantri, tapi dia sudah tak punya tenaga untuk memperhatikan.
“ TRRRIIIIIII." BLETAAAKKK BLEEEETAAAAKKK BLEEEETAAAKK...Sebuah suara memanggilnya, tapi Tantri Wulandari sudah kesulitan bernafas.
Kakinya menjadi demikan lemah, tak sanggup menyangganya untuk berdiri dan jatuh dengan kedua lutut menyentuh tanah. Dia tertunduk bersiap menyambut ajal. Rudi yang telah siap memberi tembakan pamungkas, tiba-tiba membalik badannya karena terganggu dengan perkelahian di belakangnya.
“……………..” Suasana menjadi tenang.
“……………” Tak ada suara.
“…………..” Waktupun berhenti.
“ Hhhhhaaaaggg.” Hanya Tantri yang bisa bergerak.
Mulut Tantri menyemburkan darah. Pandangannya mulai kunang-kunang. Tapi Tantri masih mampu melihat puluhan orang di depannya berhenti bergerak.
“ Trrreekk…Treeeekk…Treeeekkk...Sebuah langkah sepatu tiba-tiba terdengar mendekati Tantri. Berusaha dilihatnya dengan mata kunang-kunang, seorang pria berpenampilan begitu necis melangkah dengan sangat tenang mengampirinya.
Pria itu berhenti berjalan, lalu tersenyum padanya, kemudian berujar, “ Kembalikan padaku Tantri!!!”
“ Keemmbaaaliikann appa??” Mulut Tantri belepotan darah.
Pria necis tak menjawab, hanya mencabut sebongkah besi panjang menyerupai pedang dari balik jasnya.
“ Apakah kau hendak mengambil………” Nafas Tantri terhenti, “nnnyawaaakkuuu???”
“ Kembalikan padaku Tantri!!!” Pria necis mengarahkan pedang ke perut Tantri.
“ Apakah ??? Nyawaku?? Uhhhuuukk Uhhhuukk.” Nafas Tantri tersengal.
“ KEMBALIKAN!!!!!” Pria necis menusukkan pedangnya ke perut Tantri.
“ …………………..”
“………………………”
“………………………” Tantri tertunduk tanpa daya.
Akhirnya aku tau rasanya mati.
Kata orang mati mengerikan.
Tapi yang kurasakan sama sekali tidak sakit.
Aku malah merasa lebih ringan sekarang.
Sakit di perut yang sedari tadi kurasakan telah berlalu.
Huuufff rupanya mati begitu sempurna.
Bukankah Jamal berkata kau begitu sempurna??
Maka benar kuakui, mati itu sempurna.
Sedang dimanakah aku??
Apakah di surga??
Atau di neraka???
Dimanapun ini, kenapa aku masih tertunduk di tempatku tertembak??
Apakah aku sekarang telah menjadi mayat penasaran??
“ Kembalikan padaku Tantri.” Sebuah suara membuat Tantri membuka matanya. Pria necis itu masih berdiri di depannya.
“ Tapii…Engkau sudah mencabut nyawaku…Apalagi yang engkau inginkan??” Jawab Tantri.
“ Peluru ditubuhmu Tantri!!” Dengan pedangnya, pria necis mencabut peluru yang telah menyumbat pernafasan Tantri.
Sppplaaaattt...Darah menyembur mengotori jas putih si necis, tapi dia tetap tenang. Dicabutnya lagi satu peluru yang telah membuat sakit luar biasa pada seluruh tubuh si cantik, kemudian dibuangnya ke tanah.
“ UUuuuuhhhhh.” Tantri merasa sakit sejenak tapi kembali dapat bernafas normal.
Pria necis bangkit berdiri hendak meninggalkan lokasi.
“ Tungguu.” Tangan Tantri melambai memanggil si necis, “ Kenapa kamu tidak jadi mengambilku???”
“ He he.” Si necis tersenyum lepas. “ Mengambil nyawa manusia yang berusaha memelihara kehidupan manusia??” Pria necis menggeleng. “ Pencipta kita tak akan mengijinkan.”
Tantri terdiam.
“ Baik-baik ya Tantri ,teruslah berusaha memelihara kehidupan sesama manusia!!”. Pria necis berpesan.
“ Tapi aku akan mati sepeninggalmu nanti, karena mereka telah bersiap menembakku”, tangan Tantri menunjuk ke kumpulan pria beku di depannya.
“ Orang yang senang merusak kehidupan akan dapat menaklukan orang yang hendak memelihara kehidupan???” Kata si necis. “ Kurasa tidak”. Lanjutnya. “ UNTUK MENAKLUKAN SESUATU YANG TAK BISA DITAKLUKAN GUNAKANLAH SESUATU YANG TIDAK MEMILIKI AWAL DAN AKHIR.” Dia berucap penuh senyum, kemudian pergi.
Pesan ketiga Jamal, batin Tantri. Kenapa dia bisa tau?? Apakah artinya?? Hei berhentilah sebentar bantu aku menjawabnya. Jerit Tantri dalam hati memanggi si necis. Sayang dia tak mendengar dan terus melangkah. Bertepatan dengan menghilangnya si necis dari pandangan, waktupun kembali bergulir.
DDAAAAKKK JDAAAAKK..." TRRRIIIII.” Sebuah suara wanita kembali menggema ditengah puluhan laki-laki berbadan besar. Perhatian Rudi telah terpusat kepada suara ini. Rudi telah melupakan Tantri.
“ Uuuuhhh.” Tantri masih terus mengeluarkan darah tapi tidak sesakit sebelumnya. Nafas yang semula begitu berat, kini dapat diambilnya dengan lancar. Tinggal satu kekhawatirannya, bila salah seorang dari mereka menyerang lagi, dia pasti tewas. Tapi kemana mereka semua?? Kenapa tidak ada yang menghampirinya???
JDDAAAAKKK..."UUUUHHHH."......JDDAAAAKKKK
"UUUUHHHHHH "….BRRRAAAAGGGGG….BRAAG...Berulang kali bunyi bogem mentah terdengar jelas di telinga Tantri. Awalnya dia tak bisa melihatnya. Matanya masih kunang-kunang. Tapi perlahan penglihatannya membaik bersamaan dengan mulai lancarnya pernafasan.
Tantri menyaksikan sepasang kaki wanita bergerak lincah diantara keroyokan lelaki yang mengerebuti . Kaki itu begitu luwe. Apa pun gerakannya kuda-kudanya selalu kokoh.
“ JDAAAAKK TEPPP TEEP TEEEP”, Tantri melihat kini si wanita mendorong seorang penyerang lelaki ke tembok dan menghujaninya dengan pukulan bertubi-tubi. Belum sempat lelaki tersebut jatuh si wanita sudah berpindah menundukkan wajahnya dan meninju lima kali beruntun ke buah zakar pria sebelahnya, kemudian berputar bagai penari balet menyikuti tiga orang pria lain di sekitarnya.
DDOOOORRRR….DOOOORRRR..Dalam kondisi anak buahnya tak sanggup meladeni seorang wanita misterius, Rudi kembali menembak secara pengecut. Dua peluru melesat, hampir mengenai si wanita.
Tapi wanita cantik berambut panjang itu begitu gesit, dia pelintir tubuh salah seorang penyerang, kemudian menjadikannya tameng hidup yang menerima tembakan Rudi. “ AAAAAAHHHHH”, pria tameng meraung menerima tembakan. Si wanita tak pikir panjang dengan nekad dia kejar Rudi yang masih mengacungkan senjata.
DDDDOOORRR DDOOORRR DOOORRRR....Rudi membuang tiga tembakan, mengharapkan wanita itu roboh.
Teeepp…Teeeeppp…Teeeeppp”, si wanita terus berlari sprint , tak mempedulikan peluru yang menerjangnya.
“ Hhhhhiiiiiii ceweee saaaakkkttiiii…..” Rudi gemetar melihat kekebalan si wanita.
JDDAAAAAKKK TAAAPP TAAAAPPP TAAAAAPPP TAAAAPPPPP...Si wanita tiba di hadapan Rudi, menghajarnya dengan pukulan pukulan jantan. Sifat kepengecutan Rudi berakhir di bogem mentah si wanita.
Ngggggiiinnggg...Kuping Rudi berdenging dia berputar-putar seperti orang mabuk kemudian, “….. brrruuggggg.” dia roboh mencium tanah.
Tanah bergoyang menerima kejatuhan Rudi, memperanguhi pijakan Tantri yang sudah sangat lemah. Tubuh Tantri oleng ke belakang dia hendak ikut jatuh ke tanah.
“ Hhhhaaaaaaa.” Tantri memejamkan matanya siap terjatuh.
Teeeeepppppp...si wanita berambut panjang loncat menyelamatkan Tantri. Disangganya kepala Tantri dengan tangannya sebelum jatuh menyentuh tanah.
“ POLISI!!! ANGKAT TANGAN KALIAN.” Didi dengan puluhan polisi lain telah berhasil memasuki basement melalui pintu kamar mandi. Mereka segera bergerak cepat meringkus puluhan laki-laki yang telah berjatuhan akibat dihajar oleh Tantri dan sahabatnya.
“ Uuuuuuuuuuuhhhhh.” Tantri tak menghiraukan Didi dan anak buahnya, dia hanya fokus menatap lekat-lekat penolongnya, “ Ttteerrima kasssiihhh.” Ujarnya.
“ Kamu baik Tri??” Wanita rambut panjang itu bertanya.
“ Siapa kamu?? Kenapa kamu tau nnnaamaku???”
“ MMmm mmmmm.” Wanita itu menggeleng mengibas-ngibaskan rambut. “ Horeeee TANTRIIII HIDUUPPP, penyelamatanku berhasiiiiilllll..hhiii..hiiii..hiiiii.” Jerit si wanita kekanak-kanakan.
***
“ Akhirnya berakhir bahagia juga ya??” Pria tua berkata. Mereka berdua berdiri memandangi kawasan ruko dari jauh.
“ Ya akhir yang bahagia.” Pria necis tak lagi memandang dingin ke depan, tapi menatap wajah sahabatnya dengan ramah.
“ Tumben kamu menatapku ramah begini!!”
“ Penghalangku untuk bersikap ramah terhadapmu sudah lenyap.” Pria necis berkata.
“ Penghalang apa maksudmu???” Pak tua heran.
“ Ceritakan terlebih dahulu soal aksimu menghabisi nyawa kepala desa suka wiyasa.” Kata pria necis dengan suara datar.
“ Eeeeeee dari mana kau tauu???”
“ Tak usah bohong kepadaku!! Ceritakan!”
“ Dia berusaha menyantet Tantri, aku hanya menolong si polwan.”
“ Dengan cara mempermainkan waktu yang merupakan keahlianmu, Pak Tua?”
“ Kades itu benar-benar otak intelektual di balik bajing loncat!! Dia menggunakan ilmu gaib guna menyerang manusia lain. Dia pantas mendapatkannya!” Pak tua terlihat geram.
Pria necis mengangguk penuh senyum ketika sahabatnya membuka kebohongannya sendiri.
“ Tapi ada satu hal yang aku tak mengerti.”
“ Mmm???” Pria necis menatapnya.
“ Pesan kedua Jamal ; PERGI KE TEMPAT PELACURAN, TEMUI ANI, BIARKAN ABDI YANG SUKA DICACI MEMBEBASKANNYA. Tak ada yang bernama Ani disana, apa Jamal salah??”
“ Ani memang tak ada Pak Tua, tapi Yani ada.”
Pak tua memandang heran. “ Yani?? itukan namaku??”
“ Benar.”
Pak tua tersadar akan sesuatu. “ Sebentar!! Tiga pesan Jamal semuanya ditujukan kepada Tantri kan??” Tanya pak tua penasaran.
“ Mungkin.” Pria necis mengangkat bahunya. “ Tapi sebagiannya ditujukan untukmu.” Dia tersenyum.
“ Apa???” Pak tua terkejut.
“ Pak Tua, berhentilah membohongiku!!”, Pria Necis menatap sahabatnya. “ 17 tahun lalu, memang benar ada dua orang pria yang bersemedi di desa suka wiyasa, tapi mereka tidak melakukannya tanpa guru. Karena sebenarnya kamulah guru mereka!!”
“………….”, Pak Tua tergagap. “ Ssebenntar…..”
“ Tidak usah berbohong lagi! Kamu, Fiki dan Jamal, semuanya punya satu kesamaan ; Sama-sama susah mati. Kamulah yang mengajarkan mereka ilmu kebal pada saat mereka bersemedi.”
“ Jangan bilang wahai sahabatku.” Pak tua mencoba bicara. “ Bahwa perdebatan antara dirimu dan Jamal di lapangan eksekusi adalah sandiwara buat menjebakku???”
Pria necis tersenyum, “UNTUK MENAKLUKAN SESUATU YANG TAK BISA DITAKLUKAN GUNAKANLAH SESUATU YANG TIDAK MEMILIKI AWAL DAN AKHIR.” katanya.
Pak tua merenungi kalimat itu sebentar kemudian menggeleng.
“ Akhirnya bukan senjata, perang, ataupun ilmu pengetahuan yang dapat menaklukanmu Pak Yani, tapi rasa sayangmu pada seorang wanita yang baru saja kau kenal.” Pria necis berhenti sejenak, “ Sudah lebih dari sepuluh tahun kamu berakting sebagai pria tua lemah yang minta dikasihani guna menyembunyikan kedigdayaan ilmumu. Tapi semuanya berakhir ketika Jamal bertemu dengan Tantri. Jamal melihat kebaikan dalam diri anak itu, sebuah kebaikan sifat yang tak akan sanggup kau tolak.”
“ Pesan pertama Jamal berarti juga memancingku???” Pak tua menggeleng sendiri takjub dengan kejeniusan muridnya Jamal Fahrudin.”
“ Kades suka wiyasa hendak menyantet Tantri dengan ilmu santet level tinggi yang diajarkan Fiki kepada ayahnya dulu. Jamal bisa melihat hal itu dan mengetahui dia tak akan ada di dunia saat kejadian itu terjadi.”
“ Lalu dia menjebakku agar akulah yang datang menyelamatkan Tantri dengan membawanya ke masa lalu??” Pak tua berkata.
“ Ilmu santet Fiki hanya dapat ditangkal olehmu atau Jamal, Pak Tua.”
“ Lalu biarlah abdi yang suka dicaci……membebaskannya.” Pak tua menarik nafas panjang memahami pesan itu.
“ Jamal bukan murid favoritmu Pak Tua, tapi Fiki. Bahkan kamu berjanji tak akan membunuhnya bila dia salah jalan. Fiki akhirnya berubah sesat. Dan dirimu tak berdaya. Golok yang kau sembunyikan di balik lemari yang akhirnya dipergunakan Jamal adalah wujud rasa bersalahmu kepada muridmu yang selalu kamu caci tapi tumbuh menjadi murid yang baik.”
“ Mmmm Jamal...dia cuma agak lambat waktu itu….” Pak tua terbata menjelaskan, “ Dan Fiki, dia cerdas…..”
“ Itulah masa lalu, Pak Tua, tak usah disesali.”
“ Padahal engkau tinggal mencabutku saja dengan ilmumu wahai sahabatku, mengapa harus berkonspirasi dengan Jamal??” Tanya pak tua.
“ Jamal tau aku tak akan tega mencabutmu dengan jimat masih melekat di tanganmu. Itulah penghalang yang membuatku tak pernah bersikap ramah terhadapmu. Siapa yang tak merasakan hawa panas saat berada berdekatan dengan seorang manusia berjimat?? Engkau serahkan jimat itu tadi pada Tantri, tak usah khawatir, Tantri bukan tipe manusia yang mudah percaya pada jimat. Keraguannyalah yang membuat Jimat cepat hancur hanya dalam tiga kali tembak.”
“ Kenapa kau tak akan tega mencabutku saat aku masih mengenakan Jimat??”
“ Orang berjimat akan menerima siksaan yang berat Pak Tua!! aku tak akan tega melakukannya terhadapmu.”
Pak tua sangat kagum dengan kecerdasan muridnya, Jamal, yang kini telah tiada, juga dengan kelembutan hati sahabatnya, pria necis, yang ternyata begitu menjaga perasaannya. “ Berarti semua pesan ditujukan kepadaku??”
“ Tidak semua.” Pria necis menepuk bahu sahabatnya, kemudian mengajaknya melihat dari kejauhan ke arah Tantri yang sedang dipeluk oleh wanita cantik berambut panjang. “ Lihat persahatan Tantri dengan sahabat konyolnya! Aku tak pernah melihat orang seberani mereka dalam menghadapi peluru. Lihatlah! Dengan persahabatan tulus yang didasari rasa kasih sayang, hal apa yang tak dapat mereka taklukkan? Bahkan aku dikirim khusus guna melindungi cinta di dalam hati Tantri dengan mencabut peluru yang telah bersarang ditubuhnya.”
“ Tantri benar-benar luar biasa.” kata pak tua dengan penuh hormat.
“ Hatinya Pak Tua, sangatlah indah. Dia wanita baik.” Pria necis menjawab.
Pak tua mengangguk. Dia sekarang mendapat pelajaran.
“ Baiklah biarkan mereka bahagia! Jadi sekaranglah waktuku wahai sahabat??”
Pria necis tersenyum, “ Benar!! Katakan saja bagaimana engkau ingin diambil, Pak Tua Yani?? Atau lebih pantas kupanggil Pak Jawara Yani??”
“ Heemmm.” Pak tua ganti tersenyum. “ Dengan cara bersalaman saja sahabatku. Bukankah persahabatan yang tulus seperti Tantri dan sahabatnya, selalu abadi??”
Pria necis mengangguk pelan, kemudian menjabat tangan sahabatnya.
“ Kau begitu sempurna….” Ujar pak tua untuk terakhir kali, diiringi senyum lebar sebelum terjatuh mencium tanah meninggalkan dunia.
***
Dalam sebuah rumah di desa suka wiyasa, seorang nenek tua tengah meramu sebuah ramuan. Tak pernah seumur hidupnya dia mengalami kesedihan sekaligus kebahagiaan berlangsung bersamaan dalam satu hari. Baru saja dia berduka karena anak bungsunya kepala desa suka wiyasa meninggal secara misterius, malam ini dia gembira. Sangat gembira.
Tadi pagi firasatnya berkata benar. Saat melihat mobil polisi memasuki desanya dia pingsan dan harus digotong warga. Ibu tua pingsan karena mengetahui di dalam mobil ada seorang polisi wanita yang akan menghabisi nyawa anak bungsunya. Saat dia siuman, dia segera melakukan serangan mistik yang seharusnya tak akan dapat ditahan oleh anak kemarin sore itu. Tapi dia bertahan dengan golok terkutuk milik Yani. Wanita sialan!! Tunggu pembalasanku! Ratapnya dalam hati.
“ Sembah hormat Nyai!! Abdi sudah siap dibaiat sebagai murid.” Seorang pria muda memasuki rumah tuanya, kemudian menyembah hormat.
“ Siapa namamu anak muda??” tanya nenek tua.
“ Nama abdi Aldi, Nyai.”
“ Kerjaanmu apa??”
“ Polisi Nyai.”
“ Kenapa kamu mau jadi muridku??”
“ Abdi……”
“ Tak usah malu.” Kata si nenek.
“ Aldi maaf maksudnya….Abdi naksir seorang polisi wanita, namanya Tantri Nyai, tapi dia sudah punya suami.”
Mendengar nama Tantri seketika membakar emosinya. Hampir saja dia memaki, tapi pengalamannya yang sudah sangat lama di dunia mampu menahannya.
“ Lanjutkan nak!!” Kata si nenek masih menahan emosi.
“ Abdi ingin balajar dari Nyai, ilmu yang bisa buat Abdi menaklukan wanita yang Abdi taksir dan….”
“ Cukup nak!! Nyai akan membantumu mendapatkan dia sekaligus membuat rumah tangga mereka berantakan HAA HAAA HAAAA...” Dengan tawa mengerikan nenek tua itu tertawa.
Calon muridnya yang bernama Aldi disuruh menunggu diluar. nenek tua mengambil ramuan yang telah disiapkannya, kemudian bersiap meniupnya. “ Kamu udah jadi mayat malam ini. Yani!! Tanpa kamu dan Jamal, tak akan ada lagi yang dapat menghalangi pembalasan dendamku pada wanita bernama Tantri yang telah menghabisi nyawa anak kesayanganku, Fiki!!”
“ HAAA HAAA HAAA..” Tawa menakutkan nenek tua bergema ke seluruh penjuru desa suka wiyasa.
TAMAT
“ Bos loe bawa bir bintangnya??”, seorang anak ABG tanggung bertanya pada temannya.
“ Bawa Dan!! lengkap nih sama fanta, kratingdaeng, moccachino sama sprite”, temannya datang membawa satu keresek besar berisi minuman. Baru saja dia membelinya di swalayan.
Kumpulan anak tanggung sedang bersenang-senang di sebuah rumah kosong tak bertuan dengan suasana begitu sepi. Keheningan malam menambah kenikmatan mereka dalam mengeksplore masa muda. Bukankah masa muda harus dinikmati dengan begitu bergelora? Seorang pujangga pernah berkata ; “ Nikmati masa mudamu!! Karena tak akan terulang kembali.”
“ Mana si Bejo??”, pemuda pembawa minuman bertanya.
“ Di kamar bos! Lagi “ indehoy” sama Diana, ”, temannya menjawab sambil menghampiri pria dengan barang belanjaan.
“ Sini gue racik semua bawaan bos, biar kita semua bisa fly!”.
“ Loe harus bisa bikin kita semua melayang tinggi ya Dan!!”.
“ Beres, Serahin ke gue Bos!!”.
Anak muda yang dipanggil bos sebenarnya bernama Joko, sedangkan temannya tadi bernama Hidan. Mereka belum lulus SMA, masih kelas dua belas. Walaupun masih muda namun jam terbang mereka tak usah dipertanyakan. Segala macam bentuk kenakalan remaja telah mereka gauli sampai katam.
Joko melangkah perlahan menghampiri kamar yang berada tak jauh dari ruang utama. Sedangkan temannya Hidan mengambil sejumlah gelas kecil dan besar, mulai meracik minuman.
Ckreeek..bunyi pintu dibuka.
Dari balik pintu Joko melihat temannya Bejo sedang bersenggama secara liar bersama teman wanita satu sekolahnya.
“ Oooohh..Aaaaahhhh..Ahhhhhhhh”, Diana tak sanggup menghentikan desakan alamiah tubuhnya yang menginginkan pelepasan syahwat. Sebagai anak ABG libidonya selalu berada diubun-ubun, siap meledak kapan saja. Teman-temannya menyebutnya hyper sex. Sebagai wanita dia haus akan sesuatu berbau seksualitas yang mampu membawanya terbang ke awang-awang.
Sekarang dia sedang asyik dalam posisi tengkurap, menungging, membelakangi pacarnya yang tengah menyetubuhinya dengan posisi doggy style. Gaya favoritnya. Dalam posisi bersetubuh doggy, rasanya gesekan penis maupun peler cowonya selalu telak menghantam klitorisnya sehingga mempermudahnya meraih orgasme berulang-ulang.
“ Ooooohhh..Joooo..gueee nyammmpe laagiiiii”, cengkraman Diana pada ranjang tempat tidur menguat bersamaan dengan datangnya klimaks dari dasar rahimnya.
Cuuuussss..deras, cairan cintanya berangsur-angsur meledak kemudian meleleh keluar dari dalam vaginanya.
Bagi Diana, bersetubuh sambil dilihat orang lain bukanlah masalah. Dia sudah terbiasa ditonton orang saat bersetubuh. Beberapa wanita mungkin jijik melakukannya. Tapi buat Diana, kedatangan Joko yang antusias melihatnya bersetubuh, telah mempercepat proses orgasmenya.
“ AAAAAAAAAHHHH”, dengan sebuah teriakan panjang, Diana menumpahkan semua gelora masa mudanya.
***
Dua orang pria berdiri tegang di depan rumah sepi yang terasa hidup dalam kesunyian malam. Salah seorang diantara mereka berusia tua dengan busana compang-camping mirip pemulung atau orang gila pinggir jalan. Satunya lagi anak muda mengenakan jas putih putih necis bagai eksekutif muda. Kontrasnya penampilan mereka membuat sepasang burung hantu memandang keduanya dengan penuh curiga.
“ Ngapain kamu kesini??”, si tua bertanya.
“ Tugas!”, jawab singkat anak muda sambil matanya fokus melihat rumah.
“ Di rumah tua begini??”, penasaran orang tua kembali bertanya.
Anak muda mengangguk tanpa melepaskan pandangannya dari rumah.
“ Mereka masih muda. Masih panjang masa depan terbentang.” Orang tua menyadari anak muda tak mendengarkannya.
Terpaksa, dia genggam keras tangan si anak necis agar mendengarkan kata-kata yang hendak disampaikannya, “ MEREKA MASIH MUDA!!”, tekanan katanya membuat anak muda necis akhirnya memberikan perhatian.
“ Tidak masalah bagiku!!”, jawaban si necis singkat. Matanya kembali menatap rumah.
“ Adakah pilihan??”, orang tua bertanya lagi.
Anak muda mengalihkan pandangannya sambil tersenyum kepada orang tua, “ kamu mau memberi mereka pilihan??”.
“ Pastinya”, jawab pak tua.
“ He he”, pria necis tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala, “ Kamu boleh coba!!”, dia masih tersenyum, “ Tapi hanya boleh MEMPERINGATKAN tidak lebih!”
Pria tua mengangguk memahami pilihan yang telah diambilnya.
***
“ Tambah cantik aja kamu Diana.” Joko masuk kamar kemudian maju sampai depan ranjang. Diana masih tengkurap setelah keletihan dihantam orgasme namun terus mendapat penetrasi dari lawan mainnya.
Bejo, laki-laki bersatus pacarnya seakan tidak peduli dengan kehadiran Joko, terus saja menghujamkan penisnya dalam-dalam ke vaginanya.
“ Hah…hahh…hahh dari mana Bos??”, Diana berusaha mengendalikan nafasnya.
“ Beli minuman Di!! Supaya loe bisa ngelayanin gue abis ini!!!!”, dijambaknya rambut Diana. “ Loe mau kan ngelayanin gue??”
“ …..mmmaaauu aaaaaaaahhhhhhh”, jawaban diiringi desahan hebat keluar dari mulut Diana karena vaginanya disodok keras dari belakang.
“ AAAAHHHHH FFUUUCCKKK GUUUEEE NYYEMMPROOOTTTT!!”, Bejo mengikuti berteriak, spermanya tak mampu lagi tertahan.
Crrooott…crrooottt….crrooottt, cairan putih kental menyembur deras ke pantat montok Diana.
Joko hanya tersenyum melihat sahabat karibnya telah klimaks dengan wajah merah padam dihadapannya. “ Cape loe Jo??”, tanyanya.
“ Hah…hahhh iya Bos!!”, Bejo mengelus pantat kekasihnya yang sekel.
“ Ha ha ha giliran gue habis loe Jo! Dapet sisa deh gue…”, tangan Joko menggengam dagu Diana yang tengah terbaring sembari mengagumi kecantikannya.
“ ……… hah hah “, Diana masih terengah-engah.
TOKK…TOOKK…TTOKKKKKKK, suara pintu digedor membuat mereka bertiga langsung terkejut. Diana yang semula masih tak berdaya saja tiba-tiba berdiri dengan ketakutan akibat gedoran pintu.
“ Polisikah??”, Diana bertanya ngeri.
“ Gak mungkin!!”, kedua pria didepannya menjawab kompak bersamaan.
“ Coba cek pintu gihhh!!! takut gue malem-malem ada yang gedor-gedor!!”, Diana berkata penuh kecemasan.
“ Iya-iya gue cek!!”, Bos Joko melangkah ke pintu. Sebagai orang yang dituakan di rumah dia harus berani. Meski masih SMA, Joko disegani sehingga dipanggil Bos oleh teman-teman sepantarannya. Diana dan Bejo mengikuti dibelakangnya sambil cepat-cepat mengenakan pakaian mereka yang berserakan di lantai.
***
Pak tua, masih dengan busana compang-campingnya, kini berdiri tegak di depan pintu rumah. Dia sengaja menggedor pintu keras-keras agar penghuni di dalam segera membuka pintu. Tugas di depan matanya sekarang sangatlah penting.
Ckleeekk..,bunyi pintu dibuka perlahan. Pemuda di dalam terlihat takut-takut saat membuka pintu.
“ Anak muda APAPUN YANG KAMU HENDAK MAKAN DI DALAM JANGAN DIMAKAN!!!”, orang tua berteriak lantang.
“ Ternyata orang gila!!”, jawaban kelegaan keluar dari diri si pembuka pintu.
“ HEI GUYS AMAN!! HANYA ORANG EDAN HA HA HA KETIPU KITA SEMUA”, dia tertawa terbahak-bahak. Dari belakangnya tiga orang lain keluar dari balik pintu dan menatap setengah jijik ke bapak tua.
Seorang wanita berbalut pakaian seadanya tampak dari balik pintu.
“ JANGAN MAKAN…….!!”.
JJJJDAAAAGGGG!!!!, teriakan orang tua terhenti, sebuah tendangan menerjang tubuhnya yang ceking. Ditendang begitu kencang dia terguling-guling hingga pekarangan.
“ HEI ORANG GILA! KAMI GAK MAU MAKAN APA-APA MALAM INI!!! PULANG SANA!!”, penuh emosi anak muda penendang memaki-maki, “ CUUUHHHH”, diludahinya Pak tua dengan penuh kesombongan.
“ JOKO HENTIKAN!!!”, si wanita menarik lengan anak muda penganiaya agar tidak meneruskan aksinya. “ Kasian!!”, wanita manis berkata.
“ ORANG EDAN BEGINI KOK MAU DIKASIHANI SIH???”, teriak anak muda penganiaya.
“ Tenanglah Joko!!!”, wanita muda terus berusaha menenangkan temannya. “ Apa yang bapak maksud dengan makanan??” , sebuah pertanyaan keluar dari bibirnya kepada bapak tua.
“ Neng!! teman bapak uhukk uhhuukk….”, orang tua mengarahkan tangannya ke belakang tempat sahabatnya pria necis berdiri, “…dia bilang kalian jangan ada yang makan apapun yang kalian hendak makan didalam!!!”, meski perutnya habis ditendang, pak tua berusaha keras merangkai kata demi menyampaikan peringatan.
“ Bapak, kami tidak punya makanan apa-apa di dalam, dan….”, wanita manis tampak masih bingung saat bapak tadi menunjuk ke belakang, “ …di belakang bapak gak ada siapa-siapa”, dengan berat hati wanita cantik tersebut harus mengamini apa yang dinyatakan temannya ; ORANG TUA DI HADAPANNYA BENAR_BENAR SUDAH GILA.
“ TUH KAN DIANA!!, APA GUE BILANG ORANG GILA LOE LADENIN!!!”, Pemuda berteriak di telinga wanita cantik.
“ Joko sudahlah!!”, wanita berusaha menahan teman prianya.
“ AWAS MINGGIR LOE JANGAN HALANGIN GUE!!, JO LOE BAWA CEWE LONTE LOE MASUK KE DALEM!!!! CEPAT!!!”, dengan kasar lengan Diana ditarik kemudian dilempar ke belakang.
“ MAMPUS LOE ORANG GILA!!! HIAAAAATTTT..”, pemuda melompat dengan sekuat tenaga menerjang pria tua ceking.
BUG BUUG BUUGGG.. Tanpa belas kasihan pemuda bernama Joko menendang orang tua berkali-kali hingga dia muntah darah.
“ JOKO HENTIKANNNN ….HHEEEMMMMM”, mulut Diana dibungkam oleh pacarnya kemudian dia ditarik masuk ke rumah.
CCUUUHHH..Joko meludah lagi, “ PULANG LOE ORANG GILA!!!! SEKALI LAGI LOE BERANI KETUK PINTU RUMAH GUE…. MAMPUS BENERAN LOE!!!”, Peringatan keras diberikan kepada orang tua kurus sambil meninggalkannya bagai bangkai binatang tak bernilai di pekarangan.
Penuh kecongkakan pemuda tanggung tadi memasuki rumahnya dengan membanting pintu.
Sepeninggal para ABG tengik, Pak tua baru merasakan sekujur badannya remuk.
“ Uhuuk…uhhuuukk..uhhhuukk”, batuk dengan darah keluar dari mulutnya. Tubuh ceking ringkihnya tak sanggup meladeni tendangan bertubi-tubi dari seorang anak muda.
TEP..Sebuah tepukan menyejukkan menyentuh punggungnya memberi ketentraman hati.
“ Apa kubilang???”, pria necis menyapa, “ Manusia gak bakal mau mendengarkan sebuah peringatan!!!”
“ Uhuuukk…uhhuuukk..uhhhuukk”, pria tua tak sanggup membantah lagi.
Diperiksa batuknya, tidak lagi mengeluarkan darah.
*** “ Minuman udah siap my man!!!”, Hidan menyuguhkan minuman berbau alcohol pekat yang baru saja diraciknya. Kehadiran orang gila tadi sudah dilupakan. Buatnya apa pun yang dibicarakan orang tua tadi sangatlah tidak penting. Jaman begini ngasih nasihat ke anak muda?? Enggak lah yau.
“ APA-APAAN SIH TADI JOKO, JANGAN BEGIITUU……!” Diana masih tak terima dengan kejadian di luar, berusaha mendebat Joko dengan menghampirinya.
“ PLAAAAAKKKKK”, sebuah tamparan telak menyambut Diana. Wanita manis berusia 17 tahun itu, ditampar telak didepan Hidan dan Bejo. Begitu keras tamparan tersebut hingga langsung menyungkurkan Diana ke lantai.
“ LOE JANGAN BERANI-BERANI BANTAH GUE YA LONTE!!! AWAS LOE”, Joko menindihnya kemudian memberikan tamparan bertubi-tubi kepada wanita malang yang telah terlentang tak berdaya.
“ PLAAAAKK…..PLAAAAKKK….PLAAAAKKKKK…PLAAAAKK…PLAAAAK KK”, tamparan bertubi-tubi Joko membuat Diana langsung pingsan.
“ Jok, jangan gitulah!!! diakan pacarnya Bejo!!”, Hidan berusaha melerai sahabatnya yang merupakan pimpinan gang mereka. Bejo hanya bisa diam. Ketakutannya yang sangat besar pada figure Joko membuatnya tak sanggup berkata apa-apa. Bahkan ketika pacarnya sendiri ditampar hingga pingsan.
Puas melampiaskan kekesalannya. Joko kemudian duduk di sofa langsung menenggak minuman racikan Hidan.
“ KALIAN TEMENIN GUE MINUM CEPET!!! JANGAN SAMPE MOOD GUE ANCUR LAGI GARA-GARA KELAKUAN LOE PADA!!!” Joko menunjuk kedua temannya dengan gaya seorang bos besar.
Ketakutan. Hidan maupun Bejo segera duduk disampingnya dan sama-sama menengak minuman oplosan hasil buatan Hidan. Dimulai dari satu gelas, dua gelas, gelas berikutnya lagi dan lagi.
Joko menemukan emosinya berangsur reda setelah menenggak gelas pertama. Gelas kedua kemudian menghadirkan sensasi melayang yang diharapkannya.
Hidan sangat jago mengoplos minuman hingga menghasilkan cita rasa minuman keras yang mewah. Gelas-gelas berikutnya membuat Joko dan kedua rekannya serasa terbang tinggi melayang-layang dalam selimut ILUSI.
Aliran darah ketiga pemuda tadi mulai melambat, sedangkan mereka tengah terombang-ambing dalam indahnya halusinasi. Tak lama alcohol oplosan menghentikan aliran darah mereka seketika. Joko yang pertama memegangi lehernya karena merasa tak mampu bernafas. Kedua rekannya menyusul menggelepar-gelepar ke lantai bagai ikan yang ngap-ngapan karena keluar dari air.
Dalam keadaan nafas sulit dihirup itulah Joko melihat datangnya tamu tak diundang dengan pakaian putih necis begitu tampan dan klimis. Tamu aneh itu tanpa basa-basi langsung saja duduk di atas dadanya dengan aura wajah paling dingin yang Joko pernah lihat seumur hidupnya.
“ KEMBALIKAN KEPADAKU MANUSIA TAK TAU DIRI!!….KEMBALIKAN PADAKU !!”, sang tamu berteriak menanyakan sebuah pertanyaan pada Joko yang masih memegang nafasnya yang begitu tercekat. Joko tak tau jawaban apa yang harus diberikan.
BBUUUUGGGGG..tanpa basa-basi pria necis menghantamnya di dada. Bagai tertimpa besi puluhan ton pukulan ke dada Joko, membuat seluruh tulang dadanya rontok menjadi puing-puing. Pukulan itu membuat kulit dada Joko terkelupas dan organ dalamannya berhamburan keluar.
Tak pernah sebelumnya Joko merasakan penderitaan separah ini. Tulang dadanya rontok, organ tubuhnya meloncat keluar, tapi dia masih hidup.
“ KEMBALIKAN PADAKU….KEMBALIKAN PADAKU!!!”, sang Tamu bertanya lagi.
BBUUGGG…BBUUGGG..dua hantaman lagi menghantam perut dan kepala Joko, serta-merta membuat isi kepala dan pencernaannya semburat keluar memenuhi lantai.
“ KEMBALIKAAANNN!!!!”, pria necis tetap berteriak maski organ tubuh Joko sudah meloncat kesana kemari.
Dengan tidak sabar kemudian pria necis tersebut mengambil sebuah pedang dari balik jas necisnya kemudian menempelkannya ke lengan kanan Joko yang masih utuh.
“ HHHAAAAAHHHHH SAAAAKKKIIIITTTTTTT”, Joko menjerit ketika lengannya serasa digergaji oleh pedang itu. Rasa tangan yang dengan paksa berusaha dilepas oleh pedang itu membuat joko menjerit-jerit. Bagaimana dia masih bisa hidup ketika tubuhnya sudah hancur berantakan seperti sekarang??.
“SAAAAAAKIIITTTTT AAAAHHHHHHHHHHHH”, mulut Joko berteriak perih.
“ KAMU GAK TAKUT MATI KAN??? SEKARANG KEMATIAN ADA DI MATAMU, MANA KEBERANIANMU??? MANA????”, pria necis berteriak lantang di kuping pada kepala yang sudah lagi tidak memiliki organ otak untuk membuatnya berfikir.
“ AMMMMPPUUUN….AMMPPUUUNNNNN”, lengan kanan Joko akhirnya putus.
Pria necis mengambil ember dari balik jasnya kemudian mewadahi lengan Joko kedalamnya.
“ HAAAAAHHHHHHHHHH”, joko terus berteriak perih ketika satu per satu organ tubuhnya dimutilasi oleh pria necis kemudian diwadahi di ember. Pria necis hanya bertanya satu kata yang dia tidak sanggup jawab ; “ KEMBALIKAN PADAKU!!!”.
Ketika seluruh organ Joko sudah dipreteli. Tusukan terakhir pedang dengan cita rasa gergaji menyentuh hati yang masih terletak di dalam tubuh, kemudian menggergaji organ kecil tersembunyi itu. Rasa pedang yang memilukan membawa Joko kepada keperihan terakhir nan menyedihkan.
“ AAAAAMMMMMMMPPPUUNNNNNNNNNNNNNN AAAAHHHHHHHHHHHHH”, sebuah teriakan kesakitan terakhir akhirnya mengantarkan hati itu tercerai-berai dan Joko pun lenyap.
Kondisi penuh darah tadi tiba-tiba hilang, yang tertinggal hanyalah tubuh utuh Joko yang telah kehilangan roh kehidupan.
Pria necis kemudian melangkah ke tubuh Hidan dan Bejo melakukan siksaan mengerikan yang sama. Pertanyaan “ kembalikannya “ tak ada yang sanggup menjawab, kemudian mereka harus menjalani mutilasi yang menjijikkan.
Semua pemandangan sadis tadi disaksikan oleh pak tua. Sudah perjanjiannya dengan sahabatnya, bahwa dia boleh menemani pria necis bertugas sepanjang dia menuruti satu hal ; bagaimana pun anehnya metode yang diambil, dia harus membuka mata ketika sahabatnya itu melaksanakan tugas.
Saat ruh ketiga orang laki-laki muda tadi telah menghilang dari dunia. Pria tua melangkah menuju wanita yang tergolek pingsan di lantai. Dielusnya wajahnya dengan penuh kasih sayang seperti dia memeluk dan menyayangi buah hatinya sendiri.
“ Wanita ini tidak kan??”, tanyanya pada pria necis.
“ …..”, pria necis menggeleng. “ Dia menuruti nasihatmu Pak Tua!! tidak ada urusanku dengannya”.
“ Syukurlah”, pria tua menghela nafas panjang bersyukur atas apa yang barusan didengar.
“ Tidurlah dulu ya nak!! Kasian kamu”, ujarnya sebelum meninggalkan tubuh wanita muda kemudian melangkah mengejar sahabatnya yang telah ngeloyor ke luar.
“ Apakah harus sesadis itu??”, tanyanya.
“ Apanya??”.
“ Cara mengambil mereka??”.
“ Kamu yang punya hati! Aku tidak”.
“ Maksudmu apa??”.
“ Selama hidupmu, Pak Tua, gunakanlah hatimu!! Apabila tidak, jangan salahkan aku bila memotong-motong hati itu secara menyakitkan. Lebih menyakitkan dari matinya hati yang digunakan hanya untuk menyakiti orang lain!!!”.
“…….”, pria tua terbisu sahabatnya yang tampan hampir selalu benar.
“ Hei kamu mau kemana??”, tanya Pak Tua ketika menyadari pria necis hendak berlalu.
“ Ke tahanan”.
“ Mau ngapain kamu kesana??”.
“ Tugas berikutnya!!”.
BAB II. BARA API
Tantri melihat jam tangannya sudah pukul 23.00. Malam ini dia ditugaskan oleh Polres tempatnya bertugas mengantarkan tahanan bernama Jamal menuju tempat eksekusi hukuman mati. Tugas yang sangat tidak disukainya, tapi apakah dia punya pilihan untuk menolak?.
Dalam lingkungan kerjanya hanya ada satu kata ; ”SIAP“. Bagaimana pun anehnya sebuah perintah hanya boleh dijawab dengan satu kata sakti yang dikuasai dengan sangat baik oleh semua Polisi. "Huuhhh kadang aku merasa lelah dengan pekerjaanku", batin Tantri. Dia berusaha membuang kantuk dan lelahnya dengan memandang keheningan malam dari balik jeruji besi.
“ Bu Tantri tahanan Jamal ingin bertemu dengan Ibu”, seorang sipir penjara mengajukan permohonan padanya, “ Apakah Ibu bersedia??”.
“ Tahanan ingin bertemu dengan saya??”, Tantri heran mendengar permintaan barusan, “ enggak salah dengar Pak??”, tanyanya berusaha meyakinkan kembali apa yang barusan didengar.
“ Betul Bu, memang terdengar janggal, tapi napi Jamal sendiri memang selalu berperilaku tidak biasa sejak menghuni LP”.
“ Hanya tinggal satu jam lagi lho Pak sebelum dia dieksekusi! Kok sempat-sempatnya mau ketemu saya??”.
“ Kami para sipir juga kurang mengerti Bu. Kata Pak Jamal, hanya 5 menit saja kok Bu”.
“ Hmm”, Tantri berfikir keras. Dia berupaya mempertimbangkan segala situasinya. Napi yang akan dihukum mati sebentar lagi bukanlah napi sembarangan. Dia adalah pembunuh sekaligus pemerkosa. Sudah lebih dari 15 tahun Jamal mendekam di tahanan, perintah hukuman matinya baru turun kemarin untuk dieksekusi sekarang.
Negeri Tantri memang punya tradisi aneh dengan hukuman mati. Pelaksanaan eksekusi bisa begitu molor. Kadang molor berhari-hari, bisa juga molor berbulan-bulan, bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun lamanya. Karena waktu molornya yang tidak masuk akal inilah banyak para tahanan hukuman mati yang tewas duluan sebelum waktunya.
Tapi beda dengan napi bernama Jamal. Dia sanggup bertahan. Bagaimana Jamal bisa bertahan?? tidak ada seorang pun yang dapat menemukan jawabannya. Bukankah napi pembunuh ditambah pemerkosa selalu “dibully” jatah lebih dalam tahanan. Para napi lainnya akan dengan senang hati memberi mereka pelajaran setiap malam selama mereka ditahan. Pelajaran yang pastinya berujung penderitaan. Bukankah sudah sering terdengar adanya napi yang bunuh diri akibat tak sanggup menanggung siksaan terus-menerus dari napi lainnya??.
Tantri dengan segudang kecerdasannya paham, seorang napi pembunuh, pemerkosa dapat bertahan sekian lama dalam tahanan dalam keadaan hidup, pasti bukan napi sembarangan. Siapa sebenarnya dia? Tantri belum sempat membaca kasusnya. Masalahnya sekarang sang napi yang luar biasa hendak bertemu dengannya. Beranikah dia??
Ayolah Tantri masa kamu takut?? Kamu Polwan paling berprestasi di kantor! Kamu pasti berani!! Ayo Tantri. Dalam hati dia berusaha mengumpulkan keberanian.
“ Baiklah!!! Dimana kami akan ketemu??”, Tantri telah menentukan sikap, apa pun yang terjadi dia enggan untuk bertekuk lutut terhadap perasaan takut.
“ Terima kasih Bu, telah memenuhi permintaan beliau. Saya yang akan menjamin keamanan Ibu bersama sipir yang lain. Mari ikut saya Ibu Tantri!! Pak jamal bisa ditemui di ruang persiapan!!”
“ Tunggu sebentar Pak!”, Tantri merasakan ada yang mengganjal, “ Kenapa bapak harus berterima kasih untuknya??”, dia bertanya, “ Bukankah Jamal pembunuh sekaligus pemerkosa??”.
“ Hemm”, sipir tersenyum ringan, “ nanti juga Ibu tau yang sebenarnya.”
***
Jamal menari berputar-putar di sel tahanannya. Usianya sudah hampir enam puluhan. Tapi tubuhnya tetap bugar. Wajahnya penuh keceriaan seakan dia tak pernah mengalami siksaan apa pun dalam tahanan.
“ La la la la la”, Jamal mulai melantunkan sebuah lagu, “ …..Dimataku kau begitu indah….kau membuat diriku akan selalu memujamu…la la la ”, dengan suara merdu dari dalam hati, Jamal bernyanyi.
Jamal terus berputar-putar kegirangan, sambil melantunkan sebuah lagu favoritnya. Sebagai napi terhukum mati selera musiknya tetap romantis.
Trengg….treenngg..Suara jeruji besi diketuk menghentikan nyanyiannya.
“ Napi Jamal agar menuju ruang persiapan!!!”, kata sipir.
Jamal menatap tajam sipir yang menggedor teralisnya, “ Tantri mau bertemu denganku??”, tanyanya penuh harap.
“ Beliau bersedia! Sekarang sedang menunggu Anda di ruang persiapan!!”.
“ Bagus”, senyum Jamal mengembang, “ Kau… memang begitu indah”.
***
Tantri tidak bisa duduk. Dia hanya bisa memasukkan tangannya ke saku celana sambil berdiri tegang. Belum pernah ia alami sebelumnya permintaan seorang napi terhukum mati untuk bertemu dengan secara personal. Ditambah lagi napinya akan mati beberapa jam dari sekarang.
Perasaan akan bertemu dengan seseorang yang sebentar lagi akan menjadi mayat membuat bulu kuduk Tantri berdiri. Ada sebuah kepercayaan, di daerah asalnya, bila bertemu dengan orang hanya beberapa saat sebelum yang bersangkutan wafat, maka pertemuan itu dapat dikatakan bertemu dengan mayat. Yang bersangkutan sudah dalam keadaan menjelang mati dan biasanya hanya ingin berpamitan pada seluruh rekan maupun keluarganya.
Sekarang, Tantri akan bertemu dengan mayat hidup atau orang yang hidup tapi sudah jadi mayat?? Hiiiiiii Tantri jadi merinding sendiri membayangkannya.
Kleeekkk..Pintu dibuka dua orang sipir mengantarkan seorang pria tua dengan tangan terborgol.
Sebagai Polisi, tugas utama Tantri adalah menangkap penjahat. Metode pertama kali untuk melihat kejahatan adalah dengan melihat wajah si pelaku. Disana tergambar jelas kejahatan atau kebaikan yang terdapat dalam diri pelaku.
Dengan metode yang sama Tantri berusaha melihat raut wajah Jamal. Sekilas Tantri menangkap ketenangan dalam diri Jamal. Tidak tergambar sedikit pun ketakutan di wajahnya, bahkan Tantri dapat menangkap kegembiraan sekaligus kebaikan. Lalu dimana aura kejahatannya berada??
"Ahh kamu pasti salah lihat Tantri. Masak kamu sama sekali gak mampu menangkap aura kejahatan dari pria tua dihadapanmu?? Dia ini pembunuh lho, pemerkosa lagi." Batin Tantri mendesaknya untuk merubah penilaiannya.
Tantri melamun berusaha menilai sebisanya dari wajah si bapak tua. Gambaran ketenangan, kebahagiaan dan kebaikan begitu terasa kuat.
“ Ibu Tantri mau kami temani selama pertemuan dengan napi??”, sipir bertanya membuyarkan lamunan Tantri.
“ Mmmm tidak! Biarkan kami berdua saja Pak”, aura kebaikan Jamal yang memancar kuat membuat Tantri berani menerimanya seorang diri.
Kedua sipir beranjak meninggalkan napi dan Tantri berdua dalam ruangan.
Cklek...,bunyi pintu ditutup.
Tantri masih berusaha menganalisa karakter calon mayat dihadapannya.
"Hmm orang ini sebentar lagi mati. Siapa sih yang tidak takut mati?? Kok bisa Tantri, bapak tua di depanmu berlagak seolah tidak takut menghadapi mati?Kamu kan wanita pintar dengan segudang prestasi. Coba ingat-ingat apa kata bukumu tentang figure sepertinya." Pikiran Tantri terus berkecamuk
“ Berhenti menganalisa wajahku Brigadir Tantri Wulandari!!”, napi tua berkata lembut.
“ Eeeeee”, sadar pikirannya terbaca Tantri jadi gugup, “ Mmmm saya tidak menganalisa apa-apa kok” dia berbohong.
“ He”, napi Jamal tersenyum meledek.
“ Darimana Bapak tau nama saya??” Tantri berusaha menghilangkan kegugupannya.
“ Kamu yang kasih tau”, jawabnya singkat.
“ Apa?? kapan saya kasih taunya??”.
“ He”, Jamal kembali tersenyum, ”Ttak penting darimana bapak tau namamu!! Yang terpenting, Janganlah wanita secantik dirimu menatap bapak dengan penuh curiga! Hidupmu masih sangat panjang untuk dihabiskan mencari kesalahan orang Tri”.
“ Tttau ddarri manaa Bapaak nama panggilan saya??”, Tantri bukan wanita gagap. Tapi kenapa sekarang dia jadi gagap? Orang tua ini bukan hanya tau nama lengkapnya tapi juga tau panggilannya sehari-hari.
“ Nanti bapak kasih tau! Namun Sebelumnya bolehkah bapak duduk?? Bapak lelah dari tadi berdiri terus”, tanya Jamal sopan.
“ Mmmmm Silakan Pak!!”, Tantri masih sangat rikuh. Dia sangat tidak nyaman dengan semua kejutan yang ditampilkan Jamal. Kakinya bahkan ikut-ikutan tegang. Permintaan Jamal untuk ngobrol sambil duduk membuatnya dapat melonggarkan urat-urat syarafnya yang tegang. Jangan-jangan bapak didepanku juga tau kalo aku sebentar lagi kram sehingga memintaku duduk?? pikirnya.
Sekarang mereka berdua duduk berhadap-hadapan di sebuah meja kecil.
“ Hmmmmm”, Pak jamal menghirup nafas panjang.
Ia seperti menghirup hawa ruangan. Tantri hanya bisa duduk diam menyaksikan aksi nyentrik si napi.
“ Kamu wanita yang “ hot “ Tantri!!”, sehabis menghirup udara Jamal mendadak mengucapkan penilaian.
“ Apppa maksssud bapakk?”, Tantri grogi.
“ He! Tadi kamu berusaha menganalisa bapak kan?? Sekarang giliran bapak menilai kamu”, penuh senyum ceria Jamal ketika berbicara, “ Hmmm bapak mencium aroma persetubuhan yang bergairah beberapa jam lalu antara sepasang suami istri he he he”.
“ Deg”, jantung Tantri berhenti sejenak, bagaimana jamal bisa tau kalo sebelum berangkat ke sini dia dan suaminya baru saja bersetubuh?
“ EEee saya gak habis bersetubuhh kokk”, Tantri berusaha mengelak.
“ Jangan bohong Tantri!!”, Jamal menggeleng-gelengkan kepalanya.
“ Ssssaya ggak bohongg kokkk”, Tantri berusaha terus mengelak.
“ Huuuufff”, Jamal meniup udara dari mulutnya. Cukup dengan sebuah tiupan Tantri sekonyong-konyong melihat ruang persiapan tempatnya duduk sekarang berubah menjadi gedung bioskop besar dengan layari i-max yang memenuhi seluruh ruangan.
Dari layar raksaksa, Tantri dapat melihat suaminya mengendap-ngendap memasuki kamar ketika ia tengah mencari sesuatu dari dalam lemari pakaian. Di layar Tantri sudah mengenakan pakaian yang dikenakannya sekarang.
Sambil mengendap-ngendap suaminya akhirnya berhasill merangkulnya dari belakang. Heppppp, mulut Tantri dibungkam dengan tangan, kepalanya didangakkan menatap langit-langit.
“ Mau kemana kamu malam-malam begini sayang?? Mau pergi lagi??”
“……..”, Tantri Nampak mengangguk-ngangguk dalam keadaan mulut tertutup.
“ Lantas kapan donk jatahku??”, Tangan suaminya meraba bagian luar pakaian safari warna hitam merasakan kesexyan tubuh Tantri dalam ketatnya pakaian yang dikenakan.
“ Ckk ckk ckk Sudah hampir setahun kamu jadi istriku Tantri, kok bisa badanmu semakin sexy saja setiap harinya?”, tangan sang suami berusaha meraih retsleting yang terletak di samping celana. Sudah rapih serta wanginya sang istri tidak membuatnya risih untuk menggerayangi, malahan ia paling suka mengerjai istrinya saat sudah berseragam lengkap.
“ Mmmmmmm”, Tantri berusaha melawan kehendak suaminya. Tangannya menggapai-gapai ke bawah menyingkirkan tangan yang berupaya melucuti celananya, bagaimanapun semua dandanannya akan berantakan bila sang suami sudah beraksi.
Plak!!...tangan Tantri yang berusaha berontak di tepuk keras.
" Jangan nakal Tantri!!" ucap suaminya.
“ Mmmmm mmmmm”, Tantri masih berusaha melawan.
“ Nakal ya kamu!! He he harus dikasih pelajaran kalo gitu Huuuppp”, dengan cekatan sang suami merenggut tangan Tantri kemudian menyatukannya menempel ke belakang punggung dan memborgolnya.
“ Masss…..”, Tantri berusaha menghentikan libido suaminya setelah mulutnya bebas dari dekapan.
“ Layani aku dulu sebelum kamu kerja!!!”, didorong tubuh Tantri hingga tengkurap di ranjang. Dalam kondisi tangan terborgol, Tantri menjadi tidak berdaya sehingga sang suami dengan mudah mempreteli celana panjang yang dikenakan dan membuangnya.
“ Mmmm sexy banget kamu Tantri!!!”, tangan suaminya mulai menggerayangi kaki jenjang Tantri yang menggairahkan.
“ Uuuuuhhhh Maassss”, Tantri mulai menggelinjang saat merasakan kakinya dibelai serta diciumi lembut mulai dari tumit hingga naik ke paha. “ AAAaaaahhhhhh aaammppuun Masss, Tantri mau kerjaaaa”, ciuman telah naik hingga bagian dalam paha. Bagian sensitive pahanya ditumbuhi bulu-bulu halus. Ketika paha itu dibelai kemudian diciumi, Tantri segera sampai di langit ketujuh. “ AAAAAAAHHHHHH”, jeritan Tantri membuat suaminya tertawa nakal. "Kamu gak bisa mengelak dari kenikmatan Tantri", batin sang suami.
“ Buka lebar kakimu!!”, selesai dengan serangan pertama, sang suami memaksa membuka lebar selangkangan istrinya. Celana dalam berwarna krem yang malam itu Tantri kenakan tak mampu menyembunyikan cairan kewanitaannya yang barusan meleleh keluar perlahan dari dalam vagina akibat orgasme.
“ He he istriku sekarang suka bo'ong ya!! Lagaknya gak mau tapi ternyata udah banjir begini!!!”, dengan nakal sang suami mengoles vagina Tantri dengan jari telunjuknya dari balik celana dalam, kemudian membawanya ke depan mulut Tantri.
“ Sebagai hukuman buat istriku yang suka bo'ong, sekarang rasain cairan lendirmu sendiri sayang!!”, mungkin karena merasa tak nyaman Tantri berusaha berontak, “ Mmmm mmmm”.
“ Ayo buka mulut!!”, dijambak rambut Tantri oleh suaminya hingga tak mampu mengelak dan terpaksa membuka mulut. Jari berisi lendir kemaluannya sendiri akhirnya dikulumnya.
“ He he he istriku memang binal”, puas berhasil memasukkan satu jari ke mulut istrinya, suaminya dengan tangan satunya berhasil menarik lepas celana dalam krem. Diangkatnya kembali celana dalam itu sekarang langsung menuju hidung tantri.
“ Cium sayang!!! Ciuummm!!!!”.
Tantri berusaha berontak lagi namun tangannya yang terborgol membuatnya tak sanggup bergerak. Dijambak lagi rambut pendeknya agar menurut. Betul-betul dibuat tak berdaya, Tantri terpaksa mulai menghirup sendiri aroma celana dalamnya. Snniiiff…sniiifff sssnniiff...Melaksanakan paksaan suaminya dia hirup dalam-dalam aroma vaginanya sendiri yang terasa wangi karena barusan dia rawat dengan ramuan tradisional leluhur.
“ Bagus!!! Istri yang pintar!! Sekarang buka mulutmu sayang!!!”.
“ MMmmmm”, kembali Tantri berusaha melawan kehendak suaminya. Sebuah perlawanan pura-pura untuk memancing gairah sang suami agar makin terbakar. Tantri merupakan ahli bela diri, semua paksaan suaminya sebenarnya mudah dia patahkan meskipun dalam kondisi terborgol, tapi dia ingin bersandiwara.
“ Haaapp jangan ngelawan”, untuk ketiga kalinya, sang suami memegang kepala Tantri sambil menjambak kemudian menyumpalkan celana dalam krem ke dalam mulutnya.
“ he he he”, senyum kemenangan tergambar dari bibir sang suami. Kondisi istrinya yang telah tak berdaya dan tersumpal celana dalam berhasil membuatnya ereksi sempurna. Cepat dia turunkan celananya sendiri kemudian diarahkan penisnya yang telah tegak sempurna ke vagina Tantri yang masih sangat sempit karena hingga satu tahun pernikahan mereka belum dikaruniai momongan.
“ Satu…dua…tigaaa….siap-siap ya Tantri!!”.
“ Mmm…mmm…MMMMMM”, Tantri menggeleng-geleng seperti tidak menginginkan vaginanya ditembus.
Melihat istrinya berontak, malahan semakin menambah rasa penasaran dalam hati sang suami.
Blesssss..penis menembus vagina.
Sleeep…slleeepp…sleeepp….mmm…mmmm,….mmmm, penetrasi ritmis mulai dilakukan. Tantri meraung-meraung liar dalam keadaan mulut tersumpal.
*** “ Huuuuffff”, Jamal kembali meniup udara dari mulutnya.
“ Ibu Tantri!!!”, napi yang setengah jam lagi akan dieksekusi menghilangkan layar di dalam ruangan kembali dalam sekali tiup.
“ Eeeeeeee”, malu karena lawan bicaranya sanggup membongkar kebohongannya Tantri menunduk malu.
“ Tidak perlu malu!! Apa yang Ibu Tantri lakukan adalah sebuah seni seksualitas tingkat tinggi!”.
“ Seni??”, Tantri bertanya masih malu-malu.
“ Persetubuhan sejati milik sepasang suami istri yang saling mencintai”.
“ ……”, Tantri terdiam.
“ Jangan bohong lagi sama bapak ya anakku!!”, ucapan lembut Jamal mengena di hati Tantri.
“ Mmm mmm”, Tantri mengangguk.
“ Bagus”.
“ Kenapa sih bapak ingin berjumpa dengan saya??”, Tantri berusaha berbicara.
“ Karena kamu adalah orang terakhir yang ingin bapak temui sebelum meninggalkan dunia”.
“ Kenapa harus saya??”.
“ Karena kamu orang baik yang bisa ngebantu bapak”.
“ Ngebantu??”.
“ Ya membantu. Bisa gak Tantri, kamu membantu bapak dalam tiga hal!! Jangan berbohong lagi! Kalo kamu gak sanggup tinggal bilang”.
Sebenarnya Tantri enggan bahkan untuk membantu satu hal saja dari permintaan Jamal. Tapi dari dalam dirinya entah mengapa jadi tak berdaya dan mematuhi “suka- tidak suka” dihadapan kharisma si napi tua.
“ Mmm mmm”, Tantri mengangguk mengiyakan.
“ Kamu gak bohong lagi kan anakku??”.
“ …..”, Tantri menggeleng.
“ Anak baik. Sekarang dengar tiga permintaan bapak ya!!. Pertama ; PERGI KE DESA SUKA WIYASA TEMUI ANAK BAPAK! BAWA DIA KE RUMAH DIMANA TANAM KAYU SAJA HIDUP, LIHAT DI BALIK LEMARI DISANA ADA MATA AIR”, Tantri mendengarkan dengan seksama. “ KEDUA PERGI KE TEMPAT PELACURAN TEMUI ANI, BIARKAN ABDI YANG SUKA DICACI MEMBEBASKANNYA”, sampai permintaan kedua Tantri tak mengerti sedikit pun, “ KETIGA UNTUK MENAKLUKAN YANG TAK BISA DITAKLUKAN GUNAKANLAH SESUATU YANG TIDAK MEMILIKI AWAL DAN AKHIR”, Tantri tambah bingung. “ Berjanjilah kamu akan melaksanakan dalam tiga hari setelah kematian bapak Tantri!! Jangan berbohong”.
“ Iya Pak”, Tantri menurut meski dengan berat hati. “ Tapi saya tidak mengerti satu pun dari permintaan bapak”, protesnya.
“ He he he”, Jamal tersenyum misterius, “ Besok kamu mulai mengerti!”.
“ Tapi…..”, Tantri menuntut penjelasan.
“ PENJAGA!!”, sang napi berteriak.
Cklek..Dua orang penjaga masuk kembali ke dalam ruangan mendengar panggilan.
“ Terima kasih banyak! Saya sudah selesai dengan ibu Tantri!!”
Tantri membisu.
“ Tolong antarkan bapak ke mobil tahanan ya Tantri!!” , Jamal meminta dengan sopan.
“ Iya”, Tantri melangkah sambil meraih tas kerja kecilnya yang tergeletak di pinggir ruangan.
Hingga detik ini, Tantri masih tak mengerti dengan kelakuan napi tua.
Bersama para sipir, mereka melangkah menuju mobil tahanan yang akan mengantarkan keberangkatan ke tempat eksekusi.
Mereka kini telah sampai pintu gerbang tahanan. Cuaca malam ini entah kenapa menjadi demikian dingin. Tantri tau ada yang tidak beres dengan cuaca. Firasatnya mengatakan demikian tapi akalnya tak sanggup mengatakan alasannya.
Bregggg...pintu gerbang dibuka.
Udara dingin rupanya terasa lebih menusuk di halaman LP. Para petugas kepolisian dan penjara yang bertugas di depan sampai harus menyalakan api unggun untuk menghangatkan tubuh.
Jamal berdiri di tengah pengawalan para pria bersenjata dengan wajah penuh senyuman. Hawa dingin tak mempengaruhinya.
Duug..duugg..duugg….Ponsel Tantri berbunyi menperdengarkan nada dari sebuah bedug yang ditabuh.
Tantri lupa merubah modenya dalam keadaan silent karena ponselnya tertinggal di dalam tas. Ring tonenya yang berbunyi kencang memutar panggilan ibadah lima kali sehari serta-merta bergema di keheningan malam. Tantri gugup mencari-cari lokasi hand phonenya yang terselip dia antara belantara tas kerjanya yang berserakan kertas.
“ LEPASSSKANN…LEPASSSKANNNN SAYAAAA!!!!!”, mendadak, sikap jamal yang tenang berubah histertis ketika mendengar bunyi ring tone. Tantri yang semula sibuk mencari ponsel jadi tidak konsentrasi melihat Jamal berusaha memberontak.
“ HAAAAAGGGGGGHHH”, Jamal terus berontak, keberadaan puluhan pria bersenjata tak mampu membendungnya, “ LEPASKAN SAYA!!!!!”.
“ LUMPUHKAN NAPI!!!!!”, suasana tiba-tiba berubah mencekam.
Kepala lapas mengintruksikan jamal segera dilumpuhkan.
“ HAAAAATTTTTT”, Jamal berteriak lantang. Dengan sekali teriakan borgol ditangannya lepas.
Para sipir takut setengah mati melihat borgol di tangan Jamal telah lepas.
Beberapa dari mereka dengan badan besar berusaha meringkus Jamal. “ HAAAAAAHHH”, kembali cukup dengan sekali teriakan semuanya terpental. Serta-merta Tantri menghentikan pencarian ponselnya dan mencabut senjata dari pinggang kemudian mengarahkan tepat ke arah Jamal.
“ HAAAAAAHHHHH”, Jamal histeris berlari menuju api unggun.
Tantri telah bersiap menembak. Tapi terhalang para penjaga yang bergelimpangan di sekitaran Jamal yang berlari menuju perapian untuk menghindari kejaran sipir. Jamal tau para sipir takut dengan panasnya api dan tak akan berani meringkusnya disana.
Ketika jaraknya dengan api unggun tinggal sejengkal, Jamal terpisah dari para penjaga, Tantri sudah bersiap memberikan tembakan pelumpuh, namun dia tak sanggup menembak karena syok dengan apa yang disaksikan di depan matanya sendiri.
Dengan gerak begitu cepat, Jamal telah mencelupkan kepalanya sendiri ke dalam pusara api. Jamal bersujud. Kepala serta dahinya ditenggelamkan semuanya dalam nyala api.
Ceeeesssss...Bunyi kepala Jamal masuk ke dalam api.
“ AWAAASSS NAPII MAU BUNUH DIRRIIII!!!!!”, Tantri berteriak lantang penuh kepanikan ketika kepala dan tubuh Jamal nyungsep ke tengah kobaran api.
Para sipir tak kalah paniknya berusaha secepatnya mencari air atau pemadam api untuk mengeluarkan Jamal dari kobaran api yang mulai menjilat-jilat disekeliling tubuhnya.
Panik, Tantri yang pertama melihat adanya pemadam api di balik mobil tahanan berlari cepat untuk mengambil pemadam api berwarna merah, kemudian mencopot selang dan menyemprotkannya ke arah api.
COOOSSSSSS...Sejuta busa berwarna putih menyembur dan seketika memadamkan api.
Tantri menyadari kemungkinan akan melihat tubuh Jamal yang telah tewas dalam keadaan gosong. Jasad yang bersangkutan masih dalam posisi bersujud tertimbun busa.
Keheningan mencekik semua yang hadir melihat perkembangan situasi. Tidak ada yang bergerak. Semuanya dalam keadaan syok. Dari kejauhan Ring tone pada ponsel Tantri yang menandakan panggilan ibadah telah berakhir.
Srrreeeekk.....
Tak lama dari berakhirnya ring tone, Jamal berdiri begitu saja dari balik timbunan buih berwarna putih, tersenyum lebar, seolah tak pernah terjadi apa-apa.
“ AYO KITA BERANGKAT!!”, katanya dengan penuh keyakinan diiringi senyum lebar.
Brigadir Tantri Wulandari yang belum pernah merasakan ketakutan seumur hidupnya tiba-tiba merasakan takut. Pria tua di depannya menyelupkan dirinya sendiri ke dalam kobaran api dan tidak terbakar sedikit pun.
BAB III. KESALAHAN TERBESAR
Malam yang panjang bagi Tantri. Kejanggalan demi kejanggalan terus mewarnai menjelang detik-detik eksekusi. Ada apakah gerangan dengan bapak tua bernama Jamal yang sekarang telah naik mobil tahanan di depannya?? Bisa-bisanya dia melakukan atraksi bagai pesulap dengan menyeburkan dirinya ke dalam kobaran api. Ekspresi tawa lebarnya saat keluar dari api tak kan dilupakan oleh Tantri. Bukan hanya satu senti dari tubuhnya tidak terbakar, pakaiannya pun tidak ada yang disentuh jilatan api.
Hingga sekarang Tantri masih merenungi peristiwa mengerikan di tengah kobaran api. Dalam mobil terpisah, bersama tiga orang polisi lain, Tantri berpikir keras. Dicobanya untuk menganalisa seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi secara perlahan-lahan. Sebelumnya ia merasa tidak penting untuk mengenal profil dari napi Jamal, akan tetapi segala macam kejanggalan menjelang eksekusinya membuat Tantri meminta pada orang kantor untuk mengirimkan e-mail data lengkap tentang sang napi.
Data di Polres tempatnya bertugas tergolong lengkap. Tak perlu waktu lama bagi Tantri untuk mendapatkan gambaran sekilas profil Jamal sang napi. Nama lengkapnya ; Jamal Fahrudin, seorang pria berusia 58 tahun. Secara keseluruhan ,dia telah menghabiskan waktu 17 tahun di dalam tahanan, sejak pengadilan negeri memberikan vonis hukuman mati terhadapnya.
Kejahatannya adalah pembunuhan berencana terhadap satu keluarga, diikuti pemerkosaan. Ia membunuh lima orang sekaligus dalam satu malam. File yang dibaca Tantri memberikan gambaran rinci bagaimana Jamal melakukan aksinya, dimulai dari membunuh para lelaki dalam rumah itu, lanjut memperkosa anak wanita serta ibunya kemudian menghabisinya juga.
Huuuuufff...Tantri menarik nafas panjang kemudian mengalihkan perhatiannya ke pemandangan jalan di sekelilingnya. Mungkin, bagi orang biasa, membaca berita kriminal seperti yang Tantri baca, bisa membuat mual. Masalahnya ia adalah polisi wanita jempolan yang telah terbiasa menghadapi kasus-kasus pelik. Baginya rangkaian data dalam file e-mailnya masih terlalu prematur.
Beberapa hal bila ditelaah secara kritis akan ditemui kejanggalan, seperti ; Siapa saksi dalam kasus pembunuhan sadis yang melibatkan Jamal?? Kenapa tidak disebutkan apa-apa selain yang bersangkutan sendiri telah mengakui perbuatannya. Mana bukti visum ataupun olah kejadian perkara? Bukankah melalui kedua hal tersebut dapat dilacak keberadaan tersangka pada saat kejadian?
Tantri berusaha berfikir analitis, bagaimana pun peristiwa tragis ini terjadi 17 tahun lalu. Untuk mengurainya memerlukan investigasi mendalam serta terus-menerus. Diperlukan wawancara intens dengan para saksi mata yang masih hidup kemudian di cross dengan data atau laporan petugas pada saat itu.
Apa pun yang terjadi, bapak di mobil depan kamu, Tantri, telah menitipkan amanat untuk kamu laksanakan mulai esok hari. Siapa tau ketiga amanat itu dapat memimpin kamu dalam pemecahan kasus misterius yang menimpanya. Pikiran dan nurani Tantri terus bergemuruh berusaha menganalisa persoalan.
Dalam sehelai kertas, Tantri berupaya mengingat kembali ketiga amanat Jamal. Pertama adalah…., “ hmmm kenapa aku bisa lupa”, Tantri tidak ingat.
Ia mencoba lagi, “ Baiklah amanat kedua dulu, yaitu……” Celaka aku kok jadi lupa sama sekali apa yang disampaikan bapak tadi, apakah pengalaman melihat kobaran api mengaburkan seluruh ingatanku?? Kicau Tantri dalam hati.
Brruuugg....Dia rebahkan punggungnya pada jok mobil untuk membantunya berkonsentrasi. Sayangnya tidak membantu. Tantri tetap tak bisa ingat apa pun.
“ Mbak Tantri sehat???” Seorang polisi berpangkat lebih junior darinya yang ikut dalam mobil manyapa Tantri. Juniornya melihat Tantri pucat serta berkeringat dingin.
“ Hmmm”, Tantri tersenyum pada juniornya tersebut, “ Mbak sehat dik!!”
“ Tapi Mbak keringat dingin, padahal udara malam dingin begini”.
“ Iya kadang Mbak kalo berpikir keras, terus gak ketemu jawabannya suka keringet dingin sendiri dik, gak usah dipikirin ya!”
Setelah menenangkan juniornya yang tampak khawatir dengan kondisinya. Tantri kembali rebah di jok. Berusaha ia pejamkan mata dengan harapan mengembalikan seluruh pikiran warasnya.
Betul kata juniornya tadi, udara malam ini memang begitu dingin. Tapi dia terus mengeluarkan keringat dingin.
***
Pak Tua kembali berjalan dengan sahabatnya pria necis berjas putih. Penampilan mereka begitu kontras. Satunya muda, tampan, klimis, sedangkan temannya tua, berantakan, dan lusuh. Untungnya kegelapan malam menyamarkan kontrasnya penampilan mereka .
Rupanya pengalaman melihat mutilasi di dalam rumah para ABG masih membuat Pak Tua trauma. Kenapa sahabatnya tega melakukan tindakan sekejam itu?? Bayangan isi kepala dibuat tercerai-berai olehnya, membuat Pak Tua merasa mual.
“ Hhhooeeeeekkkk” Pak tua muntah. Padahal Perutnya hanya diisi satu genggam nasi tadi sore, sekarang isinya keluar semua. “ Hoooeeeekkk” Pak tua kembali muntah. Ia terus-terusan merasa mual mengingat kejadian tadi.
Sahabatnya berhenti berjalan menyadari pak tua muntah-muntah.
“ Kamu sakit??” Tanya pria necis sambil menepuk bahu.
“ Huugghh” Pak tua menyeka bekas muntah di mulutnya, “ Aku mual karena kelakuanmu”.
“ Mual??”
“ Iya! Prosesmu menyiksa anak muda tadi, membuatku begini ”.
“ Ooowww” Jawaban singkat meluncur dari pria necis.
“ Kenapa sih harus begitu??”
Pria necis enggan menjawab pertanyaannya. Alih-alih menjawab, pria necis malahan memegang baju pak tua dan membawanya kembali berjalan. Buat pria necis waktu begitu penting dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Kemampuannya menaklukan ruang dan waktu sudah teruji, namun kehadiran seorang sahabat disampingnya sedikit menghambat pergerakannya. Suuuuttt...Dengan sekali tarik pria necis membawa pak tua bergerak dalam ruang tanpa waktu dan tiba di atas jembatan penyeberangan jalan.
“ Ngapain kesini? Katanya mau ke tahanan?” Pak tua bertanya.
“ Kamu mau coba menyelamatkan manusia lagi tidak??” Jawab pria necis.
“ Hah menyelamatkan manusia siapa???” Pak tua menggeleng-gelengkan kepalanya mencari-cari keberaadaan sosok manusia lain disekitar mereka. Terlihat di samping kirinya seorang pria usianya masih tergolong muda telah melompat melewati pembatas jembatan sedang melihat ke jalan di bawahnya.
“ HAI PAK NGAPAIN DISANA???” Refleks pria tua berteriak.
Menyadari ada orang lain, pria muda di tepi jembatan penyeberangan semakin gelisah. Entah karena terkejut atau memang sengaja, dia hampir melepaskan pegangan tangannya dari besi jembatan, namun untungnya berhasil diraihnya kembali.
Melupakan sahabatnya pria necis, pak tua berlari cepat menuju tepi jembatan. Meski usianya sudah tua, keinginannya menyelamatkan sesama manusia membuatnya mampu berlari cepat dan tiba di tepi jembatan.
“ Hussshhh mau ngapain kamu anak muda???”
“ Bapak jangan ganggu saya!!”
“ Kamu mau bunuh diri anak muda??”
“ Bukan urusanmu!!”
“ Ayolah!! Jangan begitu!! Ayo ikut aku!! Kita bisa obrolkan baik-baik dan mencari solusi terbaik terhadap masalah yang menimpamu!” Pak tua berusaha keras membujuk.
“ Hidup ini tak adil!!! Kenapa sih Tuhan harus menciptakanku di dunia ini??”
“ Hush ngomongin apa kamu? Ayo ikut!! Kita obrolkan di bawah saja! Ayo nak!! Ikut aku”.
Jalanan di bawah telah lengang, hanya satu dua mobil yang masih melintas dengan kecepatan tinggi. Udara malam begitu dingin. Pak Tua dengan tubuh ceking sebenarnya tak kuasa menghadapi dinginnya malam, namun rasa sayang pada sesama manusia membuatnya rela menanggung dinginnya malam.
“ Banyak orang jahat di dunia ini Pak Tua!” Pria muda berkata tanpa mempedulikan ajakan dari pak tua yang berusaha membawanya keluar dari tepi jembatan, “ Mereka ingin menghabisi karierku, membullying anak dan istriku setiap hari…” Air mata keluar dari matanya.
“ Kamu udah punya anak istri anak muda?? Bukankah itu merupakan nikmat dan karunia dari Sang Pencipta yang harus kamu syukuri! Ayo turun! Bapak akan antar kamu menuju rumahmu, biar kamu dapat memeluk anak istrimu dan merasakan cinta mereka yang begitu besar padamu.”
“ Kehadiranku hanya buat mereka menderita pak tua. Para lintah darat itu telah menghisap kebahagiaan kami sampai tetes terakhir. Tiap hari mereka mendatangi rumah kami berteriak-teriak mengancam kami….”. Pria muda mulai menangis, “ Mereka merenggut kebahagiaan dari anakku yang masih kecil…bahkan mengancam akan menggauli istriku.”
“ Ada Sang Pencipta anak muda!! Beliau pasti bantu!! Kenapa sih harus kamu tanggung semua masalahmu sendiri?? Kamu tak akan kuat menanggunggnya sendiri. Serahkanlah kepada-Nya dan cobalah merasakan nikmat yang telah diberikan Nya dalam tiap detik kehidupanmu!!” Pak tua terus mencoba meraih pria muda dihadapannya.
“ HIDUP TAK ADIL PAK TUA!!!! TIDAK ADIL!!!!” Dengan air mata berlinang anak muda melepas pegangannya dari jembatan dan terjun bebas ke jalan di bawahnya.
Pak tua gagal meraihnya, “ ANAK MUDAAAAA!!!” Pak tua berteriak keras melihatnya terjun ke jalan.
Pria necis sigap melompat dan meluncur tepat di samping tubuh pria muda yang tengah melayang. Pria necis menyentuh kepalanya. Serta-merta waktu terhenti ketika pria necis menyentuh kepala pria muda yang beberapa saat lagi tubuhnya akan remuk menghantam jalan.
Anak muda tadi sadar kemudian menyaksikan dengan matanya bagaimana senyum istrinya yang begitu indah menunggunya di rumah. Tergambar juga gelak tawa lucu anaknya yang baru memasuki sekolah dasar berlari-lari menunggu kedatangannya.
Tiba-tiba dia merasa menyesal telah memutuskan melompat untuk mengakhiri hidup. Kenapa dia bisa gagal selama ini dalam menangkap kenikmatan sejati yang dapat hadir hanya dengan melihat senyum dan kebahagiaan istri dan anaknya?? Mengapa secuil ketidak-adilan di dunia dapat memalingkannya dari menangkap sejuta kenikmatan yang tiap hari tercurah dan terlimpah khusus untuknya??
“ Berikanlah aku kesempatan kedua!!!” Ujarnya lirih kepada pria berjas putih yang melayang disampingnya.
“ Apa??” Pria necis mendekatkan telinganya ke mulut pria muda berusaha mendengarkan apa yang dikatakannya.
“ Berilah aku kesempatan lagi!!”
“ Buat apa??”
“ Aku ingin melihat senyum indah istri dan anakku.”
“ Kamu sudah dapat kesempatan itu tiap hari kan??? Tapi kamu tidak pernah menghargainya??” Pria necis menyentuh kepala pria muda. Mata pria muda sudah banjir dengan air mata penyesalan.
“ SEKARANG KEMBALIKAN KEPADAKU!!!! KEMBALIKAN!!!!” Berteriak lantang dan menggetarkan hati, pria necis menyentuh kepalanya dan menjalankan waktu kembali. Tangannya yang menekan kepala pria muda membuatnya jatuh ke aspal jalan dengan kepala terlebih dahulu.
Brrrraaaaaggggg...Bunyi keras tubuh manusia yang jatuh dari ketinggian terdengar di tengah malam nan sunyi. Kepala si pria muda pecah bertubrukan dengan jalan. Pria necis masih belum mau mengambilnya. Dia biarkan tubuh manusia yang semula begitu indah dan sehat itu menggelepar-gelepar di aspal, persis seperti kambing yang baru disembelih dan tubuhnya masih menggelepar- gelepar mengeluarkan darah.
Sabar, pria necis membiarkannya menggelepar-gelepar di tengah jalan.
Tak lama kemudian pria necis mendangakkan kepala ke atas untuk menatap wajah sahabatnya, pria tua yang masih berdiri di jembatan. Dari raut mukanya jelas terlihat pak tua memohon pada pria necis segera mengakhiri penderitaan si pria muda.
Melihat rasa kasian dari wajah pak tua, pria necis mengangguk, kemudian mengambil pedang dari balik jasnya, menusukkan pedang itu ke hati pria muda, setelahnya mencabut cepat.
Dicabut hatinya pria muda tidak lagi menggelepar-gelepar. Dia terbaring tenang.
“ TOLONNNG..ADA ORANG BUNUH DIRI!!!!!” Pemulung yang kebetulan lewat berteriak-teriak setelah melihat mayat manusia tergeletak.
Warga yang masih terjaga berhamburan datang sambil berteriak-teriak histeris.
Pria necis menghampiri sahabatnya di jembatan , “ Jangan sedih begitu!!” Berusaha dia menghibur Pak Tua”.
“ Apa yang kamu lakukan tadi justru lebih kejam dari sebelumnya!!” Kata pak tua menyeka air matanya.
“ Maksudmu??”
“ Menampilkan gambaran wajah anak dan istrinya, kemudian menghabisinya?? Itu sangatlah kejam!” Pak tua gemetar.
“ Kan dia sendiri yang memutuskan membunuh dirinya sendiri, kenapa aku yang disalahkan??”
“ Caramu mengambilnya itu yang aku sesalkan.”
“ Dia telah melakukan kesalahan terbesar Pak Tua! Itulah akibatnya. manusia akan mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya.”
“ Apa kesalahan terbesar pria muda itu??”
“ Putus asa dari pertolongan-Nya!! Mereka yang yakin akan pertolongan-Nya pasti akan diselamatkan Pak Tua. Tapi mereka yang putus asa….”
“ Apakah mereka tidak akan ditolong??”
“ Siapa bilang?? Bukankah bahkan kamu sendiri Pak Tua telah mencoba menolongnya??”
“ Lantas mengapa tetap tragis begini akhirnya sahabatku??” Pak tua terus berusaha mendebat.
“ Orang putus asa selalu hanya bisa menyalahkan orang lain Pak Tua. Sibuk mencari-cari kesalahan membuat mereka gagal menangkap datangnya sebuah pertolongan. Demikianlah yang selalu terjadi.”
“ …….” Pak tua terdiam.
“ Ayo jalan!! Jangan bersedih!!” Pria necis menyentuh bahu pak tua dan menghangatkan hatinya.
BAB IV. “ PENEMBAK JITU “
Abidin membersihkan senjata laras panjang di hadapannya. Sebagai seorang anggota brimob dia memiliki kualifikasi “ sniper “ dengan spesialisasi ketepatan menembak yang mumpuni. Kesatuan telah memilihnya bersama sebelas orang lainnya untuk melakukan eksekusi. Mereka bukan hanya datang satu malam kemudian menembak napi begitu saja, akan tetapi Abidin dan kawan-kawan telah menjalani latihan intensif dalam tiga bulan terakhir untuk menyelesaikan tugas dari negara.
Misinya ; mencabut nyawa seorang terpidana mati bernama Jamal Fahrudin. Dari dua belas orang anggota tim, sesuai protokoler, enam orang membawa senjata dengan peluru tajam, sedangkan sisanya menggunakan peluru hampa. Abidin kebagian membawa senjata berpeluru tajam. Berpuluh-puluh peluru telah terhambur dalam rangkaian panjang latihan Abidin, dalam tembak akurasi agar sasaran tembaknya dapat tepat mengarah ke jantung napi. Kenapa harus jantung?? Agar napi tidak merasakan kesakitan terlalu lama sebelum kematiannya.
Ckleeekk....Abidin mengokang senjatanya, kemudian membidik.
Imajinasi Abidin membayangkan napi Jamal telah berdiri dihadapannya, kemudian dia bidik jantungnya. DOR, bleessss, bruuuggg, Jamal roboh tewas. Abidin dan seluruh regunya pulang ke rumah masing-masing. Misi Selesai.
“ NAPI TELAH TIBA!! SEMUA REGU BERSIAP!!” Komandan regu Abidin memberikan intruksi.
Abidin bergerak sigap. Tidak ada rasa gugup dalam hatinya. Ia telah menjadi anggota brimob lebih dari sepuluh tahun. Dalam lingkungan polisi, Abidin tergolong senior. Riwayat penugasannya banyak dihabiskan di daerah konflik dengan eskalasi kekerasan yang mengerikan. Menyaksikan mayat bergelimpangan di jalan merupakan hal biasa bagi Abidin.
***
Dari jarak jauh Tantri memperhatikan Jamal. Pengalaman bersama napi tua di dalam tahanan membuat Tantri berusaha menjaga jarak. Orang tua misterius. Semakin diajak bicara bukannya semakin jelas karakternya, malahan makin membingungkan.
Seorang rohaniawan telah disiapkan untuk membimbing Jamal berdoa. Tantri menyaksikan sendiri bagaimana Jamal menitikkan air mata ketika rohaniawan membimbingnya berdoa kepada Sang Pencipta. Meski pun pria di hadapannya adalah pembunuh berdarah dingin, Tantri merasa kasian kepadanya. Membayangkan teman-temannya dari regu penembak jitu sebentar lagi akan meledakkan senjata dan mencabut nyawanya membuat Tantri ikut bersedih.
Manusia kadang dapat merasakan perasaan sesamanya tanpa harus berkata-kata. Tantri seperti merasakan perasaan Jamal sekarang. Bukan kemisteriusan kata-kata maupun aksi teatrikalnya seperti ketika menceburkan diri ke dalam kobaran api, tapi murni perasaan sederhana manusia yang rindu akan kasih sayang keluarga.
Berpuluh-puluh tahun Jamal sudah mendekam dalam tahanan. Apakah dalam kurun waktu panjang tersebut keluarganya dapat menemui Jamal?? Tantri meragukannya. Bisa ya, bisa juga tidak, tapi yang jelas malam ini dia sendirian. Tidak ada seorang pun anggota keluarga yang mendamping menuju peristirahatan terakhirnya.
“ Amin .“ Rohaniawan menutup doanya.
Jamal menunduk sesaat, tangannya masih diborgol, dia tak bisa mengatupkan tangannya. Ditariknya nafas panjang kemudian dihembuskannya. Air mata masih berlinang di matanya tapi dia tetap bisa menatap Tantri dan tersenyum hangat kepadanya.
Tantri membalas senyumannya.
***
Pak tua dan pria necis telah tiba di sebuah lapangan luas yang terletak di tempat yang tergolong rahasia. Pria necis mambawa pak tua bersembunyi di antara pohon-pohon besar yang masih tumbuh demikian rindang di sekitarnya. Lampu-lampu sorot besar tampak menyorot ke sebuah titik lapangan. Melihat sekilas, pak tua tau, tempat ini merupakan lapangan tembak.
Ada dua belas orang telah bersikap sempurna dengan senjata melintang di dadanya di tengah lapangan. Sedangkan di ujung lapangan, sebuah kayu besar tegak tertancap menjadi objek penanda target tembak. Pak tua mencari-cari apa yang sebenarnya hendak dibidik oleh kedua belas orang dengan wajah sangar.
“ Tempat apa ini??” Tanya pak tua kepada pria necis.
Seperti biasa pria tampan disebelahnya, bersikap dingin dan hanya fokus melihat ke lapangan.
“ Lapangan eksekusi.” Jawabnya tanpa menoleh.
“ Eksekusi kambing??” Pak tua bertanya polos, “ Atau penjagalan ??” Lanjutnya.
“ Eksekusi Manusia. ” Jawab pria necis.
“ HAHHH??? MANUSIA MAU DI JAGAL??” Pria tua terkejut tanpa sadar berteriak.
Pria Necis mengangguk.
“ Kenapa dia mau dijagal???”
“ Hukum manusia. ”
“ Kamu gak jelas kalo ngomong!” Pak tua kebingungan dengan jawaban sahabatnya.
Dari kejauhan pak tua melihat banyak orang mengantarkan satu orang berpakaian tahanan menuju posisi kayu di ujung lapangan. Hampir semua pengantar laki-laki, hanya ada satu wanita berambut pendek berparas cantik turut mendampingi prosesi pengantaran laki-laki tua dengan baju tahanan. Dikelilingi puluhan laki-laki, wanita tinggi semampai tersebut tampak makin bersinar.
“ Siapa orang yang diantar rame-rame itu??” Pak tua bertanya.
“…….” Pria necis menatap dingin.
“ Siapa orang yang mau dijagal itu??” Ulang Pak tua.
“ Jamal Fahrudin. ”
“ Siapa dia??”
“ MANUSIA KERAS KEPALA.”
***
Tantri mengantar Jamal hingga posisi tembak. Dia dampingi Jamal mulai dari tahanan, dituntun berdoa, hingga sekarang bersiap ditutup matanya oleh pembungkus kepala. Sesuai prosedur dalam proses eksekusi mati, napi harus ditutup matanya agar tidak melihat detik-detik penembakannya.
“ Saya mau bicara dulu dengan Ibu Tantri sebelum kepala ditutup!!” Kata Jamal. Mendengar namanya disebut membuat Tantri deg-degan.
“ Tadi kamu kan sudah bicara dengan Ibu Tantri dalam tahanan??” Kata petugas tampak keberatan dengan permintaan Jamal.
“ 1 menit saja!!”
“ Tapi..” Petugas tampak berat hati memberikan ijin.
“ Biarkan beliau Pak!” Tantri maju menghampiri Jamal.
“ Terima kasih ya Tantri.” Sekali lagi Jamal tersenyum padanya.
“ Apa yang mau bapak sampaikan pada saya??”
Jamal memberikan isyarat agar Tantri mendekat kepadanya. Tantri mendekat dan Jamal membisikkan sesuatu kepadanya.
“ Ya sudah!!” Jamal selesai berbisik, “ Silahkan pasangkan penutup kepalanya”, Jamal tersenyum lagi pada Tantri.
Tantri tampak menghela nafas panjang setelah mendengar bisikan Jamal.
“ Apa yang dia bisikkan Mbak??” Juniornya yang turut ke lapangan bertanya penasaran pada Tantri.
“ Hmmm..” Tantri menggeleng, “ bukan apa-apa, Dik!!”
“ Mbak keringat dingin lagi!! Ini tisue Mbak”, Juniornya melihat Tantri kembali mengeluarkan keringat dingin.
“ Srreeggg”, Tantri mengambil sehelai tissue dan mengelap ke dahinya, bersamaan dengan petugas yang memasang penutup kepala pada Jamal.
***
Sikap sempurna masih diperagakan Abidin dan sebelas orang lainnya ketika prosesi pengantaran napi dilaksanakan. Dari matanya, Abidin melihat napi telah ditempatkan di posisi tembak.
Ketika para petugas pengantar yang terdiri dari polisi, petugas lapas, hingga dokter dan tenaga medis diminta meninggalkan lapangan. Barulah Abidin bersiap. Napi di depannya punya nyali. Demikian kesimpulan Abidin. Dari dua opsi pelaksanaan hukuman mati, napi lebih memilih berdiri daripada duduk.
Sudah dipahami Abidin dari pengalamannya, manusia seberani apa pun biasanya memilih duduk sebelum ditembak, karena saat berdiri dan ketakutan datang, napi bisa-bisa tidak mampu mengatasi getaran kakinya karena dihantam rasa takut. Regu tembak sendiri biasanya akan meminta rehat sejenak ketika kaki napi bergetar terus kerena akan memperbesar resiko salah sasaran.
Masalahnya Jamal Fahrudin tetap terlihat berdiri tegar tanpa gemetar sedikitpun. Keberaniannya betul-betul membuat Abidin salut dan angkat topi terhadapnya.
“ ANGKAT SENJATA!!!” Komandan regu memberikan aba-aba.
Abidin membidik senjata laras panjangnya tepat ke jantung Jamal. Matanya telah terlatih untuk menembak. Kesebelas orang temannya pun sama jagonya dan telah diserahi tugas masing-masing untuk membidik begian vital lain dari tubuh Jamal. Mereka akan memastikan jamal tidak akan kesakitan saat menyongsong kematian.
“ BIDIK SASARAN!!!”
***
Pak tua menyadari datangnya banyak tamu tak diundang yang hendak menyaksikan jalannya eksekusi hukuman mati, seorang napi bernama Jamal. Bukan hanya burung-burung mulai menari-nari di udara, tapi juga banyak makhluk gaib keluar dari sarangnya.
Kuntilanak, pocong, serta genduruwo dengan rambut panjangnya tampak bertengger di antara rimbunnya pohon. Tuyul-tuyul kecil ikut nimbrung berlari-lari mengendap-endap di antara batang-batang pohon besar. Jin-jin juga berkumpul dibelakang regu tembak. Bahkan salah satu panglima jin dengan berani mendekati posisi Jamal untuk melihat dari dekat prosesi kematiannya.
“ Rame ya ini malam??” Pak tua bertanya.
“ ……” Pria necis masih berdiri serius, lebih serius dari sebelumnya.
“ Kok mereka pada ngeriung sih?? gak biasanya ada orang mau mati dikerubungin begini.”
“ Semoga malam ini tugasku berjalan lancar Pak Tua.” Harap pria necis.
“ Kamu berdoa?? Tumben.” Kata pak tua tak percaya dengan doa yang didengar diucapkan sahabatnya.
***
“ Mbak Tantri, peredam suara??” Junior Tantri menawarkan sebuah earphone besar untuk mengurangi kerasnya bunyi ledakan yang akan didengar.
“ Enggak Dik, terima kasih.”
Tantri sudah biasa mendengar bunyi ledakan. Baginya bunyi “ dor “ sudah menjadi bunyi merdu di telinga. Masalahnya bukan pada suaranya tapi pada pengalaman mengerikan yang akan dia saksikan sebentar lagi.
Sudah berkali-kali Tantri ingin membalik badannya membelakangi tempat kejadian. Seandainya saja bukan karena bisikan dari Jamal, dia tak akan berani menghadapkan wajahnya.
“ ANGKAT SENJATA!!!”
“ BIDIK SASARAN!!” Rangkaian perintah dari komandan regu terdengar di telinga Tantri.
“ TEMBAK!!!”
“ DORR!!!!!!!” Bunyi sanjata laras panjang menyalak lantang.
“ Selamat jalan Pak Jamal,” bisiknya lirih.
***
Abidin bukan hanya seorang Brimob yang handal. Sudah berpuluh-puluh trophy mejeng di lemari rumahnya memproklamasikan bahwa Abidin adalah seorang juara menembak. Dari kejuaraan tingkat kesatuan hingga level nasional sekelas PON telah berhasil dimenangkannya.
Segudang prestasi itulah yang membuatnya akan promosi setelah eksekusi ini ke tempat yang lebih basah dan nyaman. Bayangan akan kehidupan yang lebih baik untuk anak dan istrinya membuatnya ingin segera menyelesaikan tugas eksekusi yang membuat dirinya juga merinding. Melenyapkan orang lain bukan tugas favoritnya. Sebagai sesama manusia, melenyapkan nyawa manusia lain, tetap menimbulkan trauma psikologis tersendiri.
“ TEMBAK!!!”
“ DOR!!!!”
Abidin melepaskan nafas yang semula dia tahan, pegangan tangannya pada gagang senjata mulai dikendurkan. Tubuhnya mulai relaks.
Tembakan telah dilakukan oleh kedua belas orang terlatih.
“ TAHAN TEMBAKAN!!!” Komandan regu memberi intruksi, “ LEPASKAN MAGAZINE .. KUNCI SENJATA…”
Telinga Abidin tak mendengarkan intruksi dari komandannya. Tatapannya tetap terpaku pada target sasaran. Sudah menjadi kebiasaannya untuk terus menatap ke arah sasaran hingga dia jatuh ke tanah. Seorang penembak sangat menikmati adegan ketika tergetnya berdiri tegak untuk tiga detik kemudian gontai dan ambruk.
Abidin menghitung dalam hati, “ SATU…DUA …TIGA…..”
Malam ini begitu dingin. Semua penembak merasakan dinginnya malam. Sudah terbayang dalam pikiran mereka hangatnya suasana rumah dan sambutan penuh rasa sayang dari keluarga yang menunggu di rumah.
Abidin mengunci senjatanya. Pernah dia menantang teman-teman di kesatuannya bahwa peluru yang ditembakannya bisa meluncur lebih cepat dari pikirannya sendiri. Entah karena tantangannya sendiri yang dia sendiri lupa kapan pernah mengucapkannya, sekonyong-konyong pikirannya mengirim sinyal ke mulutnya untuk membuktikan bahwa pikiran bisa meluncur lebih cepat dari lesatan peluru.
“ NAAAPPII MASSSIH BERDIIRIIIII…….NNAAAPI MASSIIHH BERRDIRII”.
Abidin berteriak histeris.
***
Pak tua tersenyum pertama kalinya malam ini. Kontras dengan hysteria yang terjadi di lapangan, pak tua malahan gembira.
“ Tadi, pedang andalanmu kulihat meluncur bersama peluru menghantam hati napi tua itu, dan…dia tetap hidup.” Pak tua mengucapkannya secara perlahan guna melihat reaksi sahabatnya.
Pria necis mengelap keringat dingin dari pipinya.
“ Keringatan! Kamu bisa berkeringat juga ya he.” Pak tua tambah gembira melihat perubahan dalam diri sahabatnya. “ Kenapa bisa luput begitu pedangmu??” Tanyanya setengah meledek. Bagaimana pun rasa geram akibat menyaksikan rangkaian mutilasi dan penyiksaan sahabatnya yang tidak manusiawi sekarang bisa dia balas akibat adanya seorang manusia yang masih mampu berdiri tegak menerima serangan mematikan.
“ JAMAL FAHRUDIN TELAH MENANTANGKU!!” Ujar pria necis penuh kegeraman.
BAB V PERMINTAAN
Kreseeekk…Kreseeek…Kressseeekk..Bunyi gelombang suara dari Handy Talkie menjadi satu-satunya suara yang terdengar di kesunyian malam. Ada dua belas pria berwajah sangar ditambah satu komandan regu disamping mereka yang sekarang seolah menjadi patung bisu karena sesuatu terjadi di depan matanya.
Manusia jaman sekarang sulit sekali dapat dibuat terkejut, apalagi hingga menjadi diam tak bergerak. Yang terjadi sekarang mungkin benar-benar di luar akal sehat. Lihatlah komandan regu yang raut wajahnya sarat pengalaman.
Untuk memenuhi kualifikasi sebagai komandan regu tembak, tentu banyak tugas-tugas ekstrim yang dijalaninya. Seharusnya dengan pengalaman yang segudang si komandan regu tidak harus bersikap bisu serta dibanjiri keringat dingin seperti sekarang.
Nasi sudah menjadi bubur, kata orang bijak. Sebuah peristiwa unik terjadi dan para pria terlatih rupanya belum siap menghadapinya. Mereka semua diam tak mempercayai sedikit pun apa yang terjadi.
“ KAPTEN MEMANGGIL RAJAWALI SATU!...MASUK RAJAWALI SATU!!” Suara panggilan HT terdengar memecah kebisuan.
Komandan regu penembak, sedang memaksa tangannya yang mati rasa guna menggapai HT di pinggang. Tangannya tak mau diam, terus bergetar-getar bagai dihantam gempa bumi berkekuatan tujuh skala richter.
Hufff…Huuufff…Huuuufff, berusaha menenangkan diri, ditiupnya nafas berkali-kali melalui mulut. HT ditangannya tak bisa dipegang secara benar. Komandan regu harus sedikit memaksakan tubuhnya yang tak mau diatur guna mengarahkan HT ke depan mulut. Padahal berat HT tak sampai satu kilo, tapi dia memperlakukannya seperti membawa beban puluhan kilo.
“ RAJAWALI SATU MONITOR!! MASUK KAPTEN !“ NGIIIIIINGGG ..Suara frekuensi radio yang tidak terlalu bagus mendenging di HT. Akhirnya komandan regu berhasil menjawab panggilan, namun tangannya tak bisa lepas dari tombol kecil di sebelah kanan yang harus ditekan ketika melakukan panggilan sehingga menyebabkan alat komunikasinya mendenging.
“ APA YANG TERJADI RAJAWALI SATU?? GANTI!!” Tanya lawan bicaranya.
“ NAPII uhukkk”, Komandan regu batuk. Dalam kondisi genting begini, bahkan bibir dan paru-parunya ikut-ikutan menjadi berat, “ NAPI MASIH HIDUP KAPTEN! GANTI.” Susah payah komandan regu mengucapkannya.
“ MASIH HIDUP?? MAKSUDNYA TEMBAKAN TIM RAJAWALI MELESET?? GANTI! ”
Tangan komandan regu memukul-mukul angin. Sudah dari tadi tangannya mati rasa sekarang malahan semakin parah, “ NEGATIF KAPTEN!!! TEMBAKAN TEPAT MENGENAI SASARAN. TAPI…NAPI MASIH HIDUP!...GANTI!”
“ PASTIKAN KEADAAN NAPI RAJAWALI SATU!! GANTI!!”
“ NEGATIF…..”
“ APA MAKSUDNYA NEGATIF RAJAWALI SATU?? GANTI!!”
“ NAPI HIDUP KAPTEN! TAPI TIM…”, lidahnya kelu, “ TIM…”
“ KENAPA TIM???”
“ KKKETAKUTAN….TTTIM KETAKUTAN KAPTEN! GANNNNTI!!”
Hening. Tak ada lagi instruksi dari lawan bicaranya. Komandan regu memeriksa tangannya yang terus gemetar. “ ABIDIN!!! KAMU JANGAN GEMETARAN BEGITU!!!!” Bentaknya kepada anggota snipernya yang paling jago. Sebagai komandan dia harus terlihat gagah dan ditakuti anak buah ketika bertugas. Beberapa bagian harga dirinya jatuh bersama ketakutannya, sehingga harus dikumpulkan kembali dengan memaki-maki bawahannya.
Ctekkk….Cteekk…Cteekkk...Dimasukkannya sebatang rokok ke dalam mulut kemudian berusaha dihidupkan dengan korek api. Rokok tak mau hidup, karena dia tak mampu menekan korek dengan benar.
“ Huuuhhh”, kesal, dibuangnya rokok ke tanah.
“ RAJAWALI SATU MEMANGGIL KAPTEN!!! MASUK KAPTEN!!” Tak bisa menghidupkan rokok, komandan regu ganti menggunakan HTnya untuk menghilangkan kecemasan.
“ KAPTEN MONITOR! MASUK RAJAWALI SATU!” Jawaban datang.
“ MOHON BACK UP KAPTEN!!! GANTI!!”
Hening sesaat.
“ DITERIMA!! SATU REGU POLISI MASUK LOKASI RAJAWALI SATU!! GANTI!!”
Komandan regu sedikit tenang ketika melihat di belakangnya beberapa polisi bersenjata lengkap telah berdiri dalam posisi siap tembak. Dia sangat takut dengan kemungkinan terburuk ; napi lepas dan membunuh semua petugas. Semoga tidak terjadi, ujarnya dalam hati. Anak-anak kemarin sore dibelakangku bisa jadi tidak memiliki kemampuan menembak yang mumpuni, tapi kehadiran mereka sudah cukup membuat si napi gila ini berpikir dua kali bila ingin membalas kami. Semoga tidak terjadi serangan balasan, batinnya.
“ BACK UP SUDAH MASUK KAPTEN TERIMA KASIH, GANTI!!”
Hening lagi tidak ada jawaban dari lawan bicara.
“ MOHON PETUNJUK LANGKAH SELANJUTNYA KAPTEN!! GANTI!!”.
Diam lagi. Lawan bicara tampaknya tengah mengalami kebingungan yang sama dengannya.
“ LAKUKAN TEMBAKAN KEDUA RAJAWALI SATU!! GANTI!!” Setelah hening lama instruksi keluar.
“ KAPTEN, TIM MASIH DALAM KEDAAN …. SYOKKK…GANTI!!”
“ CEPAT LAKUKAN TEMBAKAN KEDUA RAJAWALI SATU!!! PASANGKAN PELURU TAJAM PADA KEDUA BELAS ANGGOTA!! LAKUKAN EKSEKUSI SEGERA!!! GANTI!!“
“ TAPI KAPTEN TIM MASIH…..”
“ KALO KALIAN TIDAK MAU MENEMBAK, BACK UP DIBELAKANG KALIAN YANG AKAN MENGAMBIL ALIH DAN KALIAN SEMUA DI SKORS!!!!” Perintah di dari HT terdengar emosional.
“ SIAP KAPTEN KAMI LAKSANAKAN, GANTI!!”
Komandan regu menelan ludah, kemudian menundukkan kepala sejenak, lalu menggeleng-geleng beberapa kali, “ PASUKAN, ISI SENJATA KALIAN!! PAKE PELURU TAJAM!! CEPAT!!!” Perintahnya lantang terdengar.
ABIDIN KALO KAMU GAK BERHENTI GEMETARAN , KU TENDANG KEPALAMU!!!” Teriaknya penuh tekanan. Harga dirinya sebagai seorang Komandan berusaha dipulihkan.
***
Dari balik rindangnya pohon, pria necis melangkah keluar menuju posisi tembak. Tidak dihiraukannya sama sekali pandangan para makhluk halus yang mengiringi langkahnya.
“ Mau kemana kamu??” Tanya pak tua.
“ Jangan ikut!!!” Jawab pria necis singkat sambil mengangkat tangannya dan memberi isyarat tak mau diikuti, lalu melangkah demikian cepat menuju Jamal.
Mau kemana dia, batin pak tua, padahal kondisi di lapangan masih menegangkan. Tak ada angin yang bertiup sedikitpun, sehingga udara terasa pengap, dan lebih terasa pengap lagi karena setiap orang di area eksekusi menahan napasnya karena tegang. Di tengah medan eksekusi, kedua belas orang berkerumun kebingungan membongkar senjatanya untuk memasukkan ataupun mengganti peluru.
Pria necis bersikap masa bodoh dengan keadaan para penembak. Dia melangkah terus. Raja jin yang sedari tadi berdiri disamping Jamal, akhirnya melihat posisi pria necis tengah berjalan mendekatinya. Raja jin dengan tubuh dihiasi barisan tengkorak tanpa kulit, dibatasi dengan daging yang tak melekat sempurna berbalut urat-urat syaraf yang menonjol berwarna kehitaman di sekitar tubuhnya memandang pria necis dengan tajam.
Pandangannya seolah ingin mencabik dan menghancurkan pria bersetelan putih dihadapannya. Ada dendam yang terus berkecamuk dalam hatinya selama puluhan juta tahun, yang kemudian meledak saat melihat kehadirannya. Jari-jari tangan raja jin dengan kuku-kukunya yang sangat tajam bergerak-gerak penuh rasa geram.
“Wuuuusssss...Raja jin menjejak kakinya kemudian melompat terbang bagai rudal torpedo bergulung-gulung menuju sasaran. Wuuuuffff..Wwwwuuufff….Wwwuuuuffff...Tubuh raja jin melesat menubruk pria necis.....BBBBBUUUUMMMM....
Pria necis menahan serangan raja jin hanya dengan kelingking jarinya. Wwuuufff…..wuuuf..wuf....Torpedo yang semula berputar demikian kencang, berhasil dijinakkan.
Brruuuggg....Lesatannya berhasil diredam, raja jin terjatuh ke tanah.
BRAAAAGGGG....Pria necis menginjak dadanya keras.
“ AAAAAAAAAGGGGHH AMMPPUUUNNNN!” Teriakan pilu raja jin terdengar.
“ Jangan ikut campur urusanku!! Atau kamu ingin kukembalikan ke tempat semula??”
Pria necis berucap sambil meninggalkan begitu saja raja jin yang merintih-rintih di tanah, namun memandangnya dengan penuh rasa dendam dan benci teramat sangat akibat kekalahannya. Dia terus melangkah hingga tepat berada di depan Jamal.
“ Akhirnya kamu datang juga!!” Jamal-lah yang membuka pembicaraan setelah menyadari kedatangan tamu tak diundang.
“ Kenapa kamu tidak mengalah saja Jamal???” Meskipun kepala napi tua masih diselubungi kain hitam, pria necis berkomunikasi dengannya seperti yang bersangkutan sanggup melihatnya. Duel singkat dengan raja jin barusan rupanya sama sekali tidak berpengaruh apa pun terhadapnya.
“ HA HA HA HA”, jamal tertawa lantang, “ HA HA HA HA”, Jamal terus tertawa manantang tawaran barusan.
Dari sisi lapangan yang berbeda, mendengar tawa napi mungkin diartikan sebagai sebuah isyarat maupun tantangan. Ancaman akan diskors dari atasan membuat sang komandan kalap. Ia memerintahkan anak buahnya yang sebenarnya belum siap benar untuk mengarahkan seluruh senjatanya ke arah napi.
“ ANGKAT SENJATA!!!” Teriaknya. Mendengar perintah itu, Jamal tertawa makin kencang , “ HA HA HA HA.”
“ BIDIK SASARAN!!!” Sang komandan dengan gagah berani maju satu langkah ke samping regunya untuk memberikan contoh arti keberanian. Kali ini dia akan ikut menembak. Pistolnya sudah siap. Daripada berakhir dengan di skors, lebih baik dia sendiri ikut menembak si napi tua.
“ TEMBAK!!!!” Komandan menekan picunya paling awal.
Dorrr....
DORRRRR DOORR DOORR DOORRR!!!! Melihat komandannya memberi contoh, seluruh anggota regu rajawali satu serempak membuang tembakan.
Mendengar bunyi ledakan, pria necis mencabut pedang saktinya dan mengarahkannya tepat ke hati Jamal. Sang pemuda berbalut jas putih berusaha menusuk Jamal sebelum peluru menyentuh tubuhnya.
Sleeeeppp...Pedang menyentuh tubuh Jamal.
Bleeesss…Bleesss…Bleeesss…Bleeeesss...Tak lama, tiga belas peluru tajam bersamaan mencoba menghantam tubuh Jamal.
Sudah menjadi hukum manusia sebuah peluru bila telah ditembakkan akan melesat dengan kecepatan tinggi, kemudian menembus tubuh sasarannya dan membuatnya mati seketika. Masalahnya Jamal senang bermain-main dengan hukum manusia. Ketiga belas peluru memang betul melesat dan terlihat menghantam tubuhnya, tapi semua peluru itu membeku.. BERHENTI MENDADAK…Tak bergerak lagi dalam jarak lima centi meter dari tubuh jamal. Bahkan debu dari peluru itu tak dapat menyentuh tubuhnya.
“ Trang…Tranggg…Tranngg…Traaanngg.” Bunyi selongsong metal peluru yang menyentuh tanah seakan menangis karena gagal menunaikan tugas. Mereka gugur dengan sia-sia.
“ TRAAAANGGGGG.” Bunyi metal lain yang menyentuh tanah terdengar lebih keras.
Pedang pria necis telah terlempar ke lantai ditiup hembusan nafas Jamal. Dia telah berhasil membabat tiga pemuda tanggung yang tengah asyik pesta miras, kemudian dia hantarkan orang putus asa ke mimpi buruk bunuh diri nan abadi. Terakhir, raja jin ditekuknya hanya dengan kelingking. Selama ini dia hanya mengenal kata keberhasilan. Belum pernah sekali pun pria necis gagal. Akan tetapi Jamal fahrudin?? Dia memang bukan orang sembarangan. Pria necis sampai harus memegangi tangan kanannya yang semula memegang pedang akibat bergetar kesakitan.
Percobaan kali kedua pria necis guna menembus tubuh Jamal Fahrudin kembali menemui kegagalan. Sebelumnya dia lakukan dari jauh, sekarang dari jarak dekat, semuanya gagal.
“ Apa maumu jamal??” Tanya pria necis. Masih dengan tangan bergetar.
“ Mauku??”
“ Ya!! Apa maumu sebenarnya??”
“ Biar kuberi tau kamu apa mauku!!!” Jamal menghirup nafas panjang kemudian melepaskannya dalam sebuah teriakan , “ HAAAAAAAHHHHHH.” Borgol seketika hancur berantakan mendengar teriakan Jamal.
Tangan sang napi tua kini bebas. Dengan sekali tarik penutup wajah yang semula menghalangi penglihatannya dilepas. Penutup wajah yang telah lepas, membuat Jamal mampu melihat keberadaan pria necis. Dia menatap wajah pria tampan dihadapannya lekat-lekat tanpa perasaan gentar sedikit pun.
Tep....pertama kali yang dilakukan Jamal adalah menempelkan jari telunjuknya di dada pria tampan yang masih berbalut tuxedo putih elegan.
“ Aku tak sudi diambil olehmu!!!” Ujarnya.
“ Apa??” Pria necis tak percaya apa yang didengar.
“ AKU TAK SUDI DIAMBIL OLEHMU!!!” Jamal berteriak.
Para kuntilanak, pocong sampai tuyul yang menyaksikan proses eksekusi harus menyembunyikan dirinya ke balik pepohonan karena terlalu takut mendengar teriakan Jamal. Hanya raja jin yang tersenyum.
“ Sudah menjadi tugasku untuk mengambilmu!” Pria necis belum mau menyerah.
“ Aku tak mau!” Jamal menggeleng-gelengkan kepala sambil berkecak pinggang.
“ Bila bukan olehku, lantas kamu ingin diambil oleh siapa??”
“ Tantri Wulandari!”
“ Apa???” Pria necis menggeleng-geleng heran. “ Kamu betul-betul sudah gila rupanya Jamal”.
“ Kamu dengar baik-baik!!!” Jamal menuding kepala pria necis. “ Aku hanya ingin diambil oleh TANTRI WULANDARI!!!”
***
Seluruh rangkaian tugas yang penuh kejanggalan ini sudah tak tertahankan lagi bagi Tantri. Rasanya baru semenit lalu, untuk pertama kali seumur hidupnya, dia melihat seorang manusia kebal api. Sekarang napi yang sama berdiri di tengah lapangan mendeklarasikan dirinya bukan hanya kebal api tapi juga peluru.
Apa penjelasan logis semua fenomena aneh di hadapan matanya?? Tantri merapatkan kedua tangannya bersedekap di dada mencoba berfikir. Inilah keunggulannya sebagai Polisi. Tantri sangat tenang ketika menghadapi situasi seperti apa pun. Dia tidak tergesa-gesa apalagi lari ketakutan ketika diterpa persoalan.
Berusaha tenang, coba dia buka keran otaknya guna mengingat kembali adakah penjelasan keanehan ini dari buku pelajaran yang dipelajarinya dengan sempurna di sekolah kepolisian. Kakinya diketuk-ketukkan ke lantai ruangan guna membantunya berfikir. Manusia kebal api?? Rasanya tak mungkin. Tak mempan ditembus peluru?? Apalagi ini, mana ada penjelasan ilmiahnya.
“ Huuuuuhhh..” Tantri memegang kepalanya serta mengebaskan rambut pendeknya sedikit putus asa karena tidak mampu menemukan sebuah jawaban.
Tantri tak menyerah. Tanpa melepaskan pandangannya dari napi di lapangan, pikirannya terus berpikir. Pasti ada penjelasannya Tantri!! Pasti ada ayo berpikir!!, batinnya. Ketukan kakinya di lantai makin kencang. Si cantik tengah berfikir keras.
Ketika ia tengah asyik berfikir, sang napi tiba-tiba berteriak histeris dan membongkar borgol dengan kedua tangannya. Sama persis dengan yang dilakukannya di depan lapas sebelum berangkat kesini.
Tantri tak terlalu terkejut ketika borgol berhasil dipatahkan buat kedua kali, ia hanya heran saat napi yang sama kemudian membuka penutup kepalanya dan terlihat berbicara sendiri. Sang napi tua terlihat menuding-nuding angin sambil menggumamkan sesuatu. Tantri diajarkan di pendidikan kepolisian kemampuan membaca bibir. Meski jauh jaraknya, mata Tantri masih sangat awas untuk melihat pergerakan bibir si napi. Dengan fokus begitu baik, Tantri membaca gerak bibir napi ; “ Aku tak sudi diambil olehmu!”
Oleh siapa?? Batin tantri. Apakah oleh angin??? Siapa yang Jamal maksud?? Tantri penasaran. Dibaca terlebih dahulu ekspresi jamal yang dari gesturenya mengobarkan sebuah tantangan kepada sesuatu.
Tantri kembali fokus membaca bibir Jamal yang tampak mengatakan hal yang sama namun sambil berteriak. Gesture wajahnya makin menantang. Sibuk memperhatikan gesture membuat Tantri terlambat membaca pergerakan bibir jamal sehingga luput membaca yang dikatakan napi, tapi dia berhasil melihat napi menggeleng-gelengkan kepala.
Luput sekali membaca pergerakan bibir, membuat Tantri tambah fokus melihat ke arah jamal. Kali ini dia mengernyit. Rasanya dia melihat Jamal barusan melafalkan namanya. Dia gunakan jempol dan jari telunjuknya untuk mengusap matanya untuk memastikan dia tadi tidak salah lihat, lalu diarahkan lagi pandangannya dengan lebih serius.
Terlihat Jamal dengan wajahnya yang keras melafalkan kata ; “ Kamu dengar baik-baik !.. Aku hanya ingin diambil oleh…” Polwan cantik jelita itu menyondongkan tubuh ke kaca transparan guna memperjelas pandangan, “ TANTRI WULANDARI!!!” Teriak Jamal.
Mendengar namanya terucap lantang, langsung membuat Tantri melangkah mundur dengan gontai. Kakinya mendadak kehilangan rasa.
Dalam keadaan terjepit, kecerdasan tidak meninggalkan Polwan cantik, dia masih memiliki harapan terakhir. Coba diusap telinganya untuk mendengar pantulan bunyi. Bukankah lapangan luas terbentang dihadapannya telah berulang kali memantulkan bunyi suara yang nyaring. Matanya boleh jadi salah, tapi telinganya pasti bisa menangkap gema pantulan bunyi suara Jamal.
“ TANTRI WULANDARI…TANTRI WULANDARI…TANTRI WULANDARI….” Suara yang berisi namanya memantul ke seluruh sudut lapangan, tembus hingga terdengar di dalam ruangannya.
Mata Tantri tidak salah membaca gerak bibir, apalagi telinganya salah mendengar, Jamal memang memintanya untuk membunuh.
BAB VI TERBALIK
“ Dik Tantri harap tenang menunggu dulu di sini!! kami bersama rohaniawan akan menghampiri napi!!”, Kapten sebagai orang yang dituakan sekaligus tuan rumah acara eksekusi berusaha menenangkan Tantri. Keputusan sudah diambil, sebagai orang yang dituakan, apa pun resikonya Ia harus menghampiri Jamal dan memberinya pengertian. Rasa takut harus disingkirkan jauh-jauh.
Situasi dalam ruang tunggu sendiri memang berubah riuh saat Jamal menyebut nama Tantri. Tiada seorang pun penghuni ruangan yang tidak menolehkan wajahnya ke arah Tantri dalam momen ini. Sebagian dari mereka tentu saja kebingungan, beberapa orang lagi kasian melihatnya, yang terakhir bersyukur bukan nama mereka yang disebut oleh Jamal.
Si Polwan cantik sendiri tetap berdiri bersedakep, kebingungan harus melakukan apa. Semula posisinya dekat dengan kaca agar bisa melihat proses penembakan. Sekarang dia memilih menyandarkan punggung ke dinding takut-takut akan jatuh pingsan karena begitu berat beban masalah yang ditimpakan ke pundaknya. Apabila terjadi satu saja kejutan aneh lagi, si Polwan yakin dirinya akan segera pingsan.
Tantri sudah mencoba melakukan pendekatan teoritis guna mendekati keanehan Jamal namun gagal. Hubungan personal juga sudah coba dibangun akan tetapi yang bersangkutan terlalu misterius dengan kepribadian berselubung misteri. Sekarang sang napi tua menghendaki dialah yang menembaknya. bagaimana cara dia meresponnya?? apakah dengan jalan asal tembak ataukah secara kemanusiaan?. Bisakah humanisme dipakai dalam hukuman mati???, Tantri terus bertanya dalam hati.
“ Pasti bisa!! segala hal memiliki sisi baik Tantri”, sekonyong konyong sebuah suara milik sahabatnya terdengar di telinga. Memang si empunya suara tidak berada di sini, namun sahabatnya itulah yang sanantiasa memintanya memandang segala sesuatu selalu dari sisi baiknya.
Tantri kembali mengingat sosok sahabat satu rumahnya waktu masih tinggal di rumah dinas. Ia pernah memiliki seorang teman Polisi wanita dengan karakter unik. Berbeda dengan para Polisi Wanita lain yang memiliki ciri khas ; tegas, cerdas, dan trengginas, sahabatnya ini konyol serta lemot dalam berfikir. Senior paling kejam di kesatuan saja tak sanggup mengintimidasi sahabatnya itu saking bodohnya.
Awalnya Tantri hanya menganggap perilaku sahabatnya sebagai kekonyolan biasa tanpa makna. Namun kini si Polwan cantik berusaha berpikir konyol bin bodoh seperti sahabatnya. Selain berfikir konyol, apalagi sih yang dapat membuatnya tetap waras dalam kepanikan berbalut kebingungan seperti ini.
Sekarang alih-alih terjebak dalam depresi, Tantri lebih memilih mengingat tingkah polah sahabat konyolnya.
Pernah suatu saat, sahabatnya bercerita mendapat hadangan dari beberapa orang bandit ketika bertugas. Saat itu dia membawa senjata milik Tantri yang sedang cuti. Kantor sendiri tidak pernah memberi kepercayaan apalagi ijin kepada sahabatnya untuk membawa senjata. Sekali lagi karena ia dianggap terlalu bodoh.
Alih-alih menggunakan senjata miliknya, guna melumpuhkan penjahat, sahabatnya malahan mengajak satu persatu dari penjahat itu berduel tinju.
Dengan tersenyum, pada saat itu, Tantri bertanya, kenapa tidak digunakan saja senjatanya biar cepat selesai urusan. sahabatnya menjawab dia tidak mau menggunakan senjata. karena senjata menyakiti orang dan dia tidak mau menyakiti orang.
Tantri tembah geli mendengar jawabannya, kemudian mengajukan pertanyaan berikutnya, kalo begitu kenapa kamu mengajak mereka berduel?? Bukankah memukul mereka, apalagi menggunakan teknik tinju sama juga dengan menyakiti??. Jawaban yang keluar dari sahabatnya ialah, kalo mukul masih hidup orangnya.
“ Tapi kan sakit??”, Tantri bertanya lagi.
“ Iya sakit sedikit tapi kan tetap hidup. Bukankah tugas manusia menjaga kehidupan sesamanya Tantri??”, kata sahabatnya yang sering dijuluki Polwan terbodoh di kesatuan itu.
“ He”, Tantri tertawa sendiri mengingat secuil perbincangan dengan sahabat konyolnya. Meski terlihat tanpa makna seseungguhnya dialog tersebut mengandung sebuah ilmu yang akan membantunya menuntaskan Jamal.
“ Rupanya…”, Tantri mengepalkan tanganya penuh optimisme, “.. yang akan memecahkan kerumitan masalah ini bukanlah teori-teori rumit, tapi sebuah kesederhanaan berfikir yang disertai tawa dan kepolosan, Persis seperti karakter sahabatku yang amat kurindukan”, katanya penuh keyakinan.
“ Terima kasih sahabat! mengingat kelucuanmu membuatku kuat menghadapi momen mendebarkan ini”, lanjut Tantri.
***
Aldi berjalan bersama Kapten dan Rohaniawan. Dia diminta mengawal mereka berdua ke tempat Jamal. Sebenarnya Aldi enggan meninggalkan seniornya Tantri. Sudah sejak lama Aldi mengagumi serta memuja kecantikan seniornya nan begitu cemerlang.
Sebelumnya, ketika di ruang tunggu, melihat wanita pujaannya sedang dirundung masalah membuat Aldi ingin sekali berada di sampingnya, serta melakukan hal-hal sepele yang mampu meringankan bebannya seperti menyeka keringat dingin yang terus mengucur dari dahi sang senior.
Bagi Aldi segala hal mengenai Tantri pastilah spesial. Di kamar asramanya saja, secara sembunyi-sembunyi, dia mengoleksi berpuluh-puluh foto Tantri dalam berbagai gaya yang berhasil diperolehnya secara diam-diam. Aldi masih Polisi junior, kegiatan fisik dari pagi hingga malam selalu menjadi santapannya setiap hari. Dalam kurun waktu latihan yang berat, keberadaan foto seniornya yang demikian cantik bisa sejenak menghilangkan lelah baik di tubuh mau pun jiwanya.
Secara sembunyi-sembunyi, tanpa pernah ada yang mengetahui, di balik dompet Aldi tersimpan foto Tantri yang tengah tersenyum manis. Apa pun musibah yang ditimpakan para senior atau penjahat kepadanya senyum Tantri selalu sanggup menyapu duka laranya.
“ Senyum itu adalah ibadah”, buat Aldi perkataan itu benar sekali. Karena sebuah senyum tulus dapat menjadi hadiah terindah bagi yang menyaksikannya. Apalagi bila diberikan oleh seorang wanita cantik.
Akan tetapi semanis apapun senyumnya, Polisi Muda ini sadar Tantri telah menikah. Meskipun demikian, bagi jiwa muda seperti dirinya yang masih senang berpetualang, cukup melihat perilaku sang senior yang penuh keramahan dengan senyum demikian cantik, selalu menerbitkan harapan dalam hatinya. Sebuah harapan pada seorang wanita yang telah memiliki suami.
Bayangan kecantikan wajah Tantri yang menyelimuti pikirannya membuatnya tak sadar telah tiba di lokasi. Jamal tetap berdiri tegar, dan Kapten tampak berusaha menyapa ramah serta berkomunikasi dengan napi tua. Rohaniawan juga dilihatnya berusaha memberikan pengertian. Jamal tertawa terus ketika melihat mereka berdua berbicara.
Bahkan di lapangan yang seram ini, pikiran Aldi tak bisa lepas dari sosok Tantri. Sempat tadi dia pegangi bekas tissue yang digunakan menyeka keringat dingin Tantri, kemudian dihirup aromanya. Hmmmm bahkan aroma keringatnya saja wangi. membayangkan aroma tubuh Tantri saja sudah cukup mengusir kantuk dan kepenatan hidup yang menaunginya sebagai seorang junior paling bawah di Kepolisian.
“ ANAK MUDA!!!”, bentak Jamal kepadanya membuat semua lamunannya buyar.
“ Siap”, Aldi menjawab grogi.
“ Usir regu tembak itu!! SEMUANYA!!!”, bentaknya.
“ Ssssiiaaaaappp”, Aldi terkejut berlari mematuhi perintahnya. Saat baru lari dia sadar, siapa dia berani-beraninya memerintahku?. Bukankah hanya Kapten yang boleh memberi perintah?. Tapi kenapa??? Bahkan tubuhnya meski pun enggan, terpaksa patuh dengan kharisma napi tua bernama Jamal.
***
Kapten kembali ke ruangan dengan membawa berita buruk. Dia tidak sanggup membayangkan bagaimana wajah Tantri saat mendengar kabar darinya. Jamal mengajukan permintaan yang tak bisa ditolak. Ada tiga permintaan, pertama ; Jamal tidak mau lagi diborgol apalagi ditutup kepalanya. Khususnya saat akan dieksekusi. Kedua ; dia tidak mau regu penembak ada di lapangan. Terakhir; Hanya Tantri yang boleh menembaknya.
Khusus permintaan ketiga, Jamal mempersilakan Tantri menembak dari sudut mana pun yang dia inginkan. Baik jarak jauh maupun dekat diperbolehkan. Yang penting hanya Tantri seorang yang boleh mengeksekusi.
Rasanya Kapten tak sanggup merangkai kata-kata buat adik Korpsnya bernama Tantri Wulandari. Seorang wanita cantik, masih tergolong pengantin baru, tapi sudah harus diserahi beban tanggung jawab sedemikian berat.
Memasuki ruangan, Kapten enggan meladeni tatapan para hadirin yang mengejarnya. Pandangan matanya diarahkan memandang lantai. Pikirannya sedang merangkai kata-kata terbaik yang akan disampaikan.
“ Dik Tantri”, baru diangkatnya wajahnya ketika siap berbicara.
“ Siap senior”, jawaban Tantri penuh nada ketenangan. Padahal kala ditinggal ke luar ruangan tadi dia gontai. Ada apa gerangan yang bisa menyingkirkan beban di pundaknya dengan demikian cepat??.
“ Jamal hanya ingin kamu yang menembaknya!!”, berat tapi harus diucapkan oleh Kapten.
“ Siap”, Tantri demikian tenang sekarang, “ Senjata apa yang akan saya pakai!!”.
“ ……”, sesaat Kapten bengong dengan keberaniannya, “ ALDI SENAPANMU CEPAT!!!”, tapi segera gembira bukan main, dia berteriak penuh semangat melihat perubahan sikap Tantri yang demikian drastis.
“ O ya Kapten!!”, Tantri berkata perlahan.
“ Ya Tri??”.
“ Kalo boleh saya juga mengajukan permintaan”.
“ Silakan Tri!! apa saja yang kamu perlukan.
Tantri maju dan berbisik di telinga Kapten.
“ HAAAAAHH, YANG BENAR????”, Kapten berteriak lantang mengejutkan hadirin.
“ Saya sungguh-sungguh Kapten”.
“ YAKIN???”.
“ Yakin!!”.
***
Jamal berdiri tegak menantang dinginnya malam. Pria necis yang sempat mencoba ketangguhannya sudah dimintanya minggir. Selain regu tembak, pria necislah makhluk lain yang tidak diinginkannya berada di lapangan.
Tadinya Jamal kira, akan berlangsung lama upaya meyakinkan Tantri. Tapi rupanya dia salah, Tantri telah keluar dari ruangan dan melangkah perlahan. Jamal sedikit kesulitan melihat langkah kaki Tantri karena sorotan lampu telak menyorotnya.
Semakin dekat, Jamal baru mengetahui Tantri tidak sendirian. Ia ditemani oleh Polisi muda yang tadi juga datang mengantarkan Komandan serta Rohaniawan. Ada apa dengan Polisi cantik ini?? bisik Jamal penuh tanda tanya setelah melihat Tantri melangkah begitu perlahan.
Sepertinya dia dituntun dan tak sanggup melangkah sendiri. Apakah Tantri demikian syok sehingga tak sanggup melangkah??.
Padahal Senapan laras panjang sudah dipegangnya kokoh dengan kedua tangan. Tangan kanannya memegang genggaman picu, sedangkan tangan kirinya memegang gagang senjata. Masalahnya ia melangkah tertatih, ada apa dengannya?. Sinar cahaya masih terlalu silau buat Jamal.
Tantri terus mendekat bersama seorang pengiring di belakangnya.
Terus mencoba, Jamal menyaksikan ada apa gerangan sebenarnya yang terjadi dengan calon eksekutornya itu.
Dia terus disiksa dengan perasaan penasaran, sampai akhirnya, Tantri berhenti berdiri tepat di tempat regu penembak sebelumnya berdiri. Rupanya tawaran menembak dari jarak berapa saja tidak digubris oleh wanita cantik yang memilih berprofesi sebagai Polwan tersebut. Ia lebih memilih tetap berada di posisi tembak semula.
Baru sekarang Jamal dapat melihat perbedaan dalam diri Tantri. Tidak ada yang berubah dengannya. Dia tetap cantik, tinggi, bak peragawati dengan kulit eksotis khas wanita negerinya. Yang membedakan hanyalah Tantri menutup matanya dengan kain.
“ He”, Jamal tersenyum menyadari keganjilan tubuh Tantri sedari tadi ternyata berasal dari matanya.
Sang Napi Tua telah berhasil membuat orang terkejut serta berkeringat dingin sejak dalam lapas hingga kini, akan tetapi dia sendiri tak pernah dibuat terkejut seperti saat ia melihat Tantri sekarang.
Alih-alih meringkuk menangis ketakutan, Tantri malahan datang dengan sebuah keberanian sejati. Bukan keberanian abal-abal, tapi keberanian murni berbalut kepercayaan diri tinggi. Wanita cantik ini memilih melakukan eksekusi sambil menutup matanya. Kapten yang tadi kesini pasti terkejut saat mendengar keinginan Tantri ingin menembakku dengan mata tertutup, batin Pria Tua Jamal dengan respek tinggi pada keputusan Tantri.
Biasanya napilah yang ditutup matanya sedang para eksekutor melihat dengan jelas. Sekarang Tantri membalik semuanya.
“ Beri aba-aba kencang ya Dik!! agar Pak Jamal siap!!”, Tantri sengaja berbicara sedikit lantang, agar ucapannya dapat didengar jamal.
Tidak ada basa-basi lagi buat Tantri. Dia hanya ingin melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Dalam pandangannya, Jamal melihat Tantri mengucapkan sesuatu, tampaknya ia ingin pria muda dibelakangnya memastikan apakah sudah berdiri menghadap target dengan tepat atau belum. Ketika pria muda menjawab iya, Tantri terdiam sejenak.
“ AYO TEMBAK AKU TANTRI!!!!”, Jamal berteriak lantang.
Tantri menundukkan wajahnya menghadap tanah seperti berdoa. Pria muda dibelakangnya belum mau memberi aba-aba sebelum ada tanda kesiapan dari tubuh sang senior cantik.
“ ANGKAT SENJATA!!!!”, Polisi juniornya baru memberi aba-aba saat Tantri menengadahkan kepalanya. Balutan penutup mata tidak mengurangi kecantikan Tantri, tapi malahan makin membuatnya tampil mempesona.
“ BIDIK SASARAN!!!”, kepala Tantri miring ke kanan, mengikuti alur gagang senapan. wanita cantik sudah membidik. Matanya masih tertutup.
Jamal menengadahkan kepalanya penuh kegembiraan. Entah apa yang membuatnya riang dalam situasi menjelang kematian. Barangkali ia teringat senyum istri dan anak-anaknya yang telah lama tak ditemuinya lagi sejak dalam tahanan. Hawa dingin malam hari, bahkan membuatnya bersyukur pernah merasakan hidup dalam kehangatan sebuah keluarga yang penuh cinta kasih.
“ Tembak aku Tantri!!”, ujarnya lirih menatap lurus ke arah eksekutornya.
“ DDDOOOORRRR”, Tantri menembak.
“ Kau begitu sempurna…….”, Jamal berujar memuji paras elok wanita di depannya yang tak lama lagi akan mengantarnya pergi.
“ SSSSssssssstttt”, peluru melesat kencang.
“ BEEEEGGG”, Peluru menembus dada Jamal, “ slleeeeepp”.
“ Uhhhuuukk ”, mulut napi tua terbatuk darah, peluru berhasil menembus tubuhnya sampai menghantam kayu di belakangnya hingga hancur, “ KRAAAAKKKK”.
“ Uhhuuukkk”, jamal terbatuk lagi, tawanya tak lagi terdengar.
“ Uhuukk Dimataku….uhuuk kau begitu indah!! uhuuk”, kata Jamal. Setiap ucapannya diiringi darah yang terus mengalir.
Tangannya kini memegang dada yang telah telah berlubang.
“ Uhhuuukkk”, Jamal terbatuk lagi kemudian jatuh terduduk dengan kedua lututnya menumpu tanah.
“ Brruuuggg”, dalam posisinya sekarang, Jamal berusaha terus bernafas meskipun demikian berat dan sulit.
“ Hhheeeeppp”, Ia menarik sebuah nafas panjang, tidak langsung membuangnya tapi menahan sejenak di dadanya. Darah muncrat lagi kali ini dari arah paru-paru kala Ia menahan nafas.
Jamal menahan cukup lama nafasnya dalam posisi terduduk. Kemudian saat seluruh tubuhnya mengirim sinyal tak sanggup lagi bertahan, pelan-pelan dia sujudkan dahinya ke tanah.
Darah mengalir ke titik-titik tertentu tubuh yang biasanya sulit terjangkau oleh aliran darah ketika manusia bersujud. dalam posisi ini Jamal dapat bertahan sekian detik meski darah sudah banjir membasahi sekujur tubuh. Dahinya masih menempel di tanah.
“ Huuuuuuuffffff”, tak tahan lagi, dia hembuskan nafas terakhirnya dengan begitu panjang dalam posisi bersujud, lalu terjatuh.
“ Brruuuggg”, Jamal segera terkapar dalam posisi tengkurap. Nafas dalam tubuhnya menghilang.
Tantri masih enggan melepas penutup matanya. Tapi mendengar tubuh manusia telah tumbang membuatnya mengunci senjatanya kemudian menyerahkan kepada pria muda dibelakangnya. Tantri kemudian membungkukkan badannya ke arah Jamal sebagai wujud penghormatan.
Mengikuti Tantri, raja Jin yang masih merasa kesakitan akibat diinjak Pria Necis juga memaksakan berdiri lalu mengatupkan tangan ke dada dan membungkuk penuh hormat pada sesosok tubuh manusia yang tak lagi bernyawa.
Melihat Tantri dan raja jin memberi hormat, semua kuntilanak, pocong, genduruwo, tuyul yang ikut hadir juga membungkukkan tubuhnya. Manusia lain, selain Tantri, pasti akan meludah ke jasad napi pembunuh sekaligus pemerkosa seperti Jamal. Akan tetapi entah mengapa para penghuni alam gaib justru menaruh repek demikian tinggi terhadapnya.
Dalam posisi menunduk hormat Tantri berbicara sendiri, “ Pak Jamal maafkanlah Tantri!! jujur, Tantri tak ingin menembakmu karena ditembak itu menyakitkan. Tapi engkau sendiri yang menginginkanku melakukannya. Jadi aku menembakmu…..
…..Sahabatku yang konyol selalu melarangku menyakiti orang lain dan memintaku untuk selalu menjaga kehidupan manusia. Sekarang sosokmu akan selalu hidup dalam pikiranku karena aku menutup mataku saat menembak dan tidak pernah melihatmu mati!!. Engkau hidup Pak jamal, serta selalu hidup dalam pikiranku!!, Tantri membungkuk lebih dalam, “ Selamat jalan!!!”.
Dalam posisi membungkuk Tantri mencium sebuah aroma tiba-tiba hadir. Sebagai wanita pembersih, hidung tantri sangat peka mengindera aroma-aroma yang wangi, “ Sniifff…sniiiff”, hidungnya menghirup sebuah aroma, “ darah baru saja tertumpah, tapi aromanya tak pernah bisa seharum ini”, ujarnya penuh hormat.
BAB 7 LAKI-LAKI GONDRONG
“ Akhirnya dia pergi juga.” Pak tua berpenampilan bak pemulung masih setia berdiri dibalik rindangnya pohon.
“ He ..“ Disebelahnya si pria necis tersenyum penuh arti.
“ Kamu pantas gembira! Penantangmu sudah tiada.” Pak tua kembali mengarahkan pandangannya pada sesosok tubuh yang telah teronggok jadi mayat di tengah lapangan tembak.
“ Bukan karena itu aku tersenyum Pak Tua!” Jawab si necis.
Pak tua mengangguk berusaha memahami sesuatu. Masihkah ada hikmah dibalik semua peristiwa yang mampu dipelajarinya dari kehadiran sahabat karibnya? Berulang kali ia diajak touring olehnya. Bukan sembarang touring, tapi perjalanan mencabut nyawa para manusia dari berbagai latar belakang.
Setiap mencabut jiwa, sahabatnya selalu menyimpan hikmah misterius. Tak mudah menangkap maknanya, namun seiring berjalannya waktu, nilai mulia selalu terungkap dengan sendirinya. Memang betul sebagian besar dari touringnya dilalui dengan memuakkan. Lihat saja cara pria necis mencabut tiga pemuda tanggung di rumah kosong. Atau betapa dinginnya sang laki-laki tampan me-rewind ingatan pria malang yang memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri. Namun dibalik kebiadaban ritual pencabutan, terkadang pria necis berubah begitu penyayang saat menunaikan tugas.
Pernah suatu saat, si necis mendekati pasien tua di rumah sakit. Orang tua yang telah menderita sakit akut bertahun-tahun lamanya. Pria necis mendekatinya dengan begitu santun , kemudian berbincang berjam-jam lamanya. Ketika pasien tua tersebut lelah bercerita, tertidurlah dia disamping si necis. Dalam tidurnyalah kemudian pria necis mengambilnya dengan lembut. Sebuah pemandangan terindah bagi sahabat tuanya yang lebih sering melihat kebrutalan aksinya daripada sebuah kelembutan.
Akan tetapi masih adakah hal lain yang belum dapat ditangkapnya sepanjang malam ini?? Kembali diarahkan pandangannya kepada pria tampan disebelahnya yang masih termenung memandang sesosok mayat.
“ Kalo bukan karena kematian penantangmu, lantas apa yang membuatmu tersenyum??” Pak tua menanyakan pertanyaan yang tertunda.
“ Kupikir kamu tak ingin tau!” Jawab pria necis.
“ Mmm mmm aku penasaran, ceritakanlah!” Sahut pak tua.
“ Jamal tau targetku berikutnya!! Hal tersebut baru pertama kali lagi terjadi.” Jawabnya
“ Targetmu berikutnya??” Pak tua menyapu pandangannya ke setiap orang yang masih berada di lapangan.
Pria necis mengangguk.
“ Apakah salah seorang dari regu tembak??” Tanya pak tua. Pria necis menggeleng. “ Kapten?? Tim kesehatan??? Polisi muda??” Penasaran pak tua semakin menjadi.
“ ………” Pria necis kembali menggeleng.
“ Lantas siapa???”
“ Si polisi wanita.” Jawab pria necis.
“ APA?????” Pak tua terperanjat. “ KENAPA??? DIA MASIH MUDA!!” Pak tua berusaha mendebat.
“ Ini sudah tugasku Pak Tua.” Jawaban keluar dengan kalem dari bibir pria necis, kemudian laki-laki tampan berpakaian putih-putih tersebut melangkah perlahan meninggalkan lokasi.
***
Tantri membungkuk hormat selama beberapa waktu kemudian melangkah mundur. Ia belum mau membuka penutup mata sebagai wujud penghormatan pada napi Jamal. Meski baru beberapa jam mengenal Jamal, Tantri telah bersimpati padanya. Bukan karena aksi-aksi pesulapnya, namun lebih karena hatinya mengatakan demikian.
Dalam melaksanakan amanat Jamal, Tantri menggunakan ilmu yang secara tidak sengaja disampaikan Sinta, polwan yang kata orang banyak dijuluki paling bodoh di kantornya. Sahabat polwannya yang konyol itu secara tak langsung mengajarkan Tantri tentang manfaat berfikir simple ; Tembak!! Jangan ragu-ragu!!, tapi tidak perlu hingga membunuh yang bersangkutan. Bagaimana caranya?? Jawabannya pun simple ; Tutup mata, hingga Tantri tak pernah merasa telah membunuhnya.
Sudah ditunaikan sekarang.
Jamal Fahrudin telah tumbang. Laki-laki tua yang mampu membuat sekumpulan regu tembak terbaik menjadi mainannya, kini telah tiada. Sambil melangkah, Tantri mengingat kisah masa lalunya bersama sang ayah tercinta yang mengingatkannya sedikit akan figur Jamal. Dulu, sang ayah senang mengajak Tantri kecil menyaksikan pertunjukan wayang di kampungnya. Salah satu cerita favorit sang ayah adalah Bharata Yudha.
Dalam kisah legendaris Bharata Yudha terdapat sesosok tua namun sakti mandraguna bernama Bisma. Konon dalam perang besar antara Pandawa melawan Kurawa, Bisma sangat perkasa hingga membuat barisan pertahanan Pandawa selalu kocar-kacir. Kesaktian Bisma sampai membuat seorang Khrisna harus berulang kali memperingatkan Arjuna agar serius menghadapi prajurit tua sakti veteran tak terkalahkan tersebut. Masalahnya Bisma bukan hanya sakti tapi juga kebal persis seperti Jamal.
Tantri tersenyum sendiri saat mengambil kesimpulan bahwa kedua jagoan tua sakti yang membuat kaum adam tak berdaya tersebut, lebih memilih wanita sebagai senjata pencabut nyawanya. Bayangkan dari segudang pendekar tangguh dari pihak Pandawa, Bisma menjatuhkan pilihan pada seorang wanita yang juga merupakan istri Arjuna bernama Srikandi, guna mengeksekusinya.
Apa kelebihan Srikandi hingga Bisma memilihnya? Demikian pula apa kelebihan Tantri hingga Jamal lebih mengutamakannya daripada orang lain? Tantri tak tau jawabannya, juga enggan mencari tau. Yang jelas Srikandi maupun dirinya hanyalah melaksanakan tugas. Sebuah tugas suci membantu seorang manusia meninggalkan dunia fana ini.
Sekarang Tantri menyuruh juniornya untuk membantunya segera meninggalkan lokasi mengerikan yang membuat hatinya selalu merasa tak nyaman. Sang polwan cantik enggan menyaksikan pengangkutan jasad Jamal ke mobil jenazah. Dia sudah begitu lelah. Termasuk saat puluhan orang dari regu tembak, kapten, komandan regu dan pengiring eksekusi, berduyun-duyun memberinya ucapan selamat, ia hanya menerima sekedarnya, tanpa merasa berhak menerima selamat dari mereka.
Aku hanya melaksanakan tugas yang diminta sendiri oleh Jamal, tak lebih. Bisik Tantri.
“ Terima kasih banyak Tantri.” Kapten memberinya ucapan selamat.
“ Siap Kapten, Tantri cuma melaksanakan tugas!” Jawabnya.
“ Semua regu tembak yang terlatih gagal, tapi kamu, dengan mata tertutup, berhasil membunuh Jamal.”
“ Keinginan napi telah Tantri laksanakan, Kapten.” Jawab Tantri diplomatis.
Kapten terus menghambur pujian baginya, tapi Tantri selalu membalasnya dengan ramah tanpa nada kesombongan sedikit pun. Sebagai wanita berprofesi polwan, Tantri begitu rendah hati sedari dulu. Tak pernah kecantikan maupun kecerdasan fisiknya membuatnya bersikap arogan. Malam ini tak terkecuali, menerima begitu banyak pujian dia hanya tersenyum kemudian berusaha meninggalkan lokasi secara diam-diam. Semua pujian yang dialamatkan baginya telah membuatnya malu.
Ada orang yang gila pujian. Setiap tindakan berorientasi pada penilaian orang. Namun ada juga mereka yang malu dengan pujian orang lain. Tantri tergolong salah seorang dari mereka. Alih-alih besar kepala dengan segudang pujian yang diterima, ia malahan mengendap-ngendap berusaha menyelinap meninggalkan lokasi tanpa disadari orang lain.
Sinta, Sahabat konyolnya telah mengajarkannya dulu waktu di pendidikan Kepolisian bagaimana cara menyusup tanpa diketahui orang lain. Mengikuti ajaran sesat sahabatnya, Tantri dengan cerdik mohon ijin ke toilet kemudian melipir perlahan, meninggalkan ruang utama dan menembus parkiran mobil.
“ Huuuuuhhhh akhirrnya akuuu bebasss.” Kata Tantri plong. Sang polwan cantik cepat melangkah menuju mobil patroli yang telah menunggu diluar dengan seorang pengemudi dalam keadaan tertidur pulas.
Sepanjang jalan menuju mobil, Tantri menghirup aroma wangi. Tembakannya pada Jamal, telah membawa aroma wangi yang kini terus menemaninya. Bukan ketakutan yang dia rasakan ketika menciumnya, tapi sebuah ketenangan, kenyamanan dan kedamaian. Yang ia pertanyakan hanya satu ; Mengapa hanya dia sendiri yang bisa merasakan aroma yang demikian indah?
“ hmmmm.” Sambil berjalan Tantri memejamkan mata meresapi betul kedamaian yang datang dari harumnya udara.
“ Bu!!!” Sebuah suara mengejutkan menepuk lengannya.
“ Heeeeehh.” Tantri terkejut membuka mata, menggenggam tangan si penyapa dan menguncinya, “ Bapak ngagetin aja!!!” Meski terkejut, Tantri tetap menyapa ramah penyapanya.
Dihadapannya berdiri bapak tua berpenampilan lusuh dengan pakaian compang-camping. Wanita lain, apalagi bila merasa cantik pasti tak ingin berurusan dengan orang tua kumal didepannya, tapi Tantri bersikap hangat seolah tidak terganggu sama sekali dengan tampilan lusuhnya.
“ Ada yang bisa saya bantu bapak??” Sapanya penuh keramahan.
“ Ibu ramah sekali.” Kata bapak tua kumal dengan penuh kegembiraan.
“ Bapak ada perlu apa?? Mau ngapain malam-malam kemari?? ” Meski sudah lelah Tantri masih begitu sabar menerima orang asing dihadapannya.
“ Saya hanya mau mulung sampah Bu. Melihat Ibu saya ingin menyapa. Ibu sangat cantik.”
“ Terima kasih atas pujiannya Pak.” Tantri sedikit tersipu. “ Bapak boleh mulung, tapi berbahaya kalo disini, ditempat lain saja ya!!” Tantri mengarahkan tangannya agar si bapak menjauh dari lokasi.
“ He.” si bapak hanya tersenyum, “ Terima kasih, Ibu benar-benar orang baik.” Pak tua menjabat tangan Tantri kemudian terlihat seperti berkomat-kamit kemudian melepaskannya dan hendak meninggalkan lokasi sesuai arahan Tantri.
“ Hati-hati ya Pak!!” Ujar Tantri melepas kepergian pak tua.
“ He.” Pak tua tersenyum sebelum pergi. “ Malam ini betul-betul wangi ya Bu??” Ujarnya seakan ucapannya khusus ditujukan pada si polwan cantik.
Tantri terdiam.
***
NGGGGUUUIIINGGG NGGGUUIINNGGG NGGGGUUUIIINGGGG...Bunyi sirine mobil polisi menggema di jalan masuk ke sebuah desa. Rotator lampu kelap-kelip turut menyala menandakan mobil sedang menjalankan tugas.
Tantri berada dalam mobil tersebut. Sudah tiga hari berlalu sejak wafatnya Jamal, namun dirinya belum melaksanakan satupun tugas yang diamanatkan. Bukan niat polwan terbaik di polresnya untuk membangkang tapi ia benar-benar lupa perintah almarhum Jamal. Sekarang Tantri duduk di samping pengemudi merenung sendiri sambil berusaha mengingat-ingat kembali apa sebenarnya pesan Jamal tiga hari lalu.
“ Jangan ngelamun Mbak!!” Tegur teman Polwan disampingnya.
“ Hahh apa Yul??” Tantri terkejut.
“ Jangan ngelamun! Nanti Mbak kesambet lho!” Canda temannya.
“ Ahhh kamu!!!” Tantri mengucek-ngucek matanya berusaha kembali kedunia nyata, “ Mau apa kita ke desa ini Yuli??” Tanya Tantri sepenuhnya telah sadar dari lamunan.
“ Kantor menyuruh kita merazia desa suka wiyasa Mbak, karena disinilah lokasi para bajing loncat yang biasa meresahkan warga.” Yuli terus mengarahkan pandangan pada jalan di depannya.
Tantri terdiam sejenak. Nama desa yang barusan disebut Yuli terdengar tak asing baginya. “ Tunggu Yuli!! Coba kamu ulangi apa nama desa ini??”
“ Desa suka wiyasa Mbak.” Yuli menoleh melihat Tantri, “ Ada apa?? Mbak pernah kesini sebelumnya??” Ia ganti bertanya.
“ Mmmm enggak Yul! Mbak belum pernah kemari.” Tantri menggeleng. Jujur memang seumur hidupnya belum pernah menyambanginya. Tapi kenapa nama desa ini menjadi tak asing baginya??
“ Ah ya aku ingat!!” Tantri teringat sesuatu. “ JAMAL!” Ucapnya keras.
“ Jamal Mbak??” Yuli kebingungan dengan ucapan Tantri.
“ Ya Yuli, ada seorang napi bernama Jamal, pernah menyebut desa ini.” Ujarnya. Tantri mengusapkan jemarinya ke dahi berusaha membuka kembali pikirannya.
“ Hmmm aneh tapi nyata. Aku lupa pesan Pak Jamal tentang desa suka wiyasa, tapi desa ini sendiri menghampiriku sekarang. Aku mulai ingat, pesan pertama Jamal terkait sebuah desa, tapi aku masih lupa bunyi pesannya.” Batin Tantri sambil terus berfikir keras.
Meskipun dipaksa pikirannya seolah enggan membuka dirinya. Tantri masih saja lupa keseluruhan bunyi pesan Jamal. Berbagai cara telah dicobanya buat mengulik sedikit saja pesan napi tua tapi belum berhasil.
Huuuuuufffff...Dia buang nafas panjang membuang frustasi. Rasanya perbuatan paling melelahkan di dunia bagi Tantri adalah mencoba mengingat sesuatu yang jelas-jelas telah disampaikan oleh penyampai pesan, namun terhalang kabut dalam pikirannya. Tantri terus mengurut dahinya. Mencoba menjernihkan pikirannya, agar kabut penghalang bisa pergi, sekarang dia amati baik-baik keadaan desa suka wiyasa, siapa tau memberinya inspirasi.
Desa ini asri dan begitu subur. Segala macam jenis tanaman dapat tumbuh disini karena kontur tanahnya begitu baik untuk ditumbuhi tanaman. Selain itu, letak desa yang tergolong jauh dari pusat kota membuat polusi belum merusak kemurnian udaranya. Yang Tantri herankan adalah sikap para penduduk melihat mobil polisi memasuki desanya.
Biasanya para penduduk akan keluar dari rumah kemudian dengan raut wajah penasaran berusaha mencari tau kenapa sebuah mobil polisi memasuki desanya. Tapi di desa suka wiyasa berbeda. Penduduk langsung bersembunyi penuh ketakutan saat mendengar bunyi sirine polisi. Tantri sudah terlatih membaca raut wajah orang. Ekspresi yang dilihatnya bukanlah ketakutan biasa tapi sebuah ketakutan dengan tingkat traumatis tinggi. Kenapa mereka trauma mendengar bunyi sirine polisi?? Tantri bertanya dalam hati.
“ Yuli matikan sirine dan rotator!!!” Tanggap melihat perkembangan situasi, Tantri memberi perintah taktis.
“ Emang kenapa Mbak??” Yuli kebingungan dengan perintah seniornya.
“ Warga sini ketakutan Yul!!”
“ Biasa kali, Mbak, orang desa ketakutan ngeliat kita??” Yuli berusaha membela diri.
“ Bukan ketakutan biasa!! Kamu lihat wajah orang-orang yang ngumpet di rumahnya itu.” Tantri menunjuk ke arah rumah warga.
Yuli melihat rumah yang ditunjuk Tantri, sekarang ia dapat melihat hal yang sama dengan seniornya. Warga begitu traumatis melihat kehadiran mereka. Seorang ibu bahkan pingsan di halaman rumah dan harus digotong ramai-ramai oleh keluarganya ketika mobil mereka melintas.
“ Ada yang tak beres dengan desa ini, Yul.” Bisik Tantri.
“……” Yuli terkesima dengan hawa ketakutan warga hingga tak sanggup menjawab. Dia hanya mampu mematikan sirine sekaligus rotator, kemudian menginjak pedal gas lebih dalam hingga mobil meluncur lebih cepat dan segera tiba di kantor desa suka wiyasa.
Seorang pria tua tampak telah menunggu di depan kantor yang telah terlihat begitu tua. Yuli sedikit gembira karena pria dengan tanda jabatan kepala desa di dadanya ini tidak terlihat ketakutan seperti warganya yang lain.
“ Selamat pagi Ibu Polisi, saya Hamid, Kepala Desa Suka Wiyasa.” Sambutnya.
“ Pagi Pak Kades!! Kami hendak meminta keterangan terkait warga Bapak.” Yuli berinisiatif maju karena melihat seniornya lebih banyak terdiam masih memikirkan ketakutan warga tadi.
“ Mari, silakan masuk Bu!!” Ajak pak kades kepada mereka berdua.
Tantri berjalan masuk disambut para pegawai kantor desa berpakaian cokelat-cokelat dengan penuh hormat. Meski hormat, Tantri tau mereka tak nyaman dengan kehadirannya. Kedua polwan muda dibawa masuk ke dalam ruangan Pak Kades Hamid yang begitu sumpek dan berbau kayu lapuk.
“ Pak Kades, kami datang kemari ingin meminta keterangan mengenai warga Bapak bernama……”, Bripda Yuli telah memulai interogasinya. Si polwan junior sadar seniornya Tantri sedang berusaha mendalami sebab ketakutan warga. Kemampuan seniornya itu sudah tak perlu disangsikan lagi untuk membongkar fenomena kejahatan aneh hingga ke akarnya. Itulah sebabnya Yuli memilih mengesampingkan traumatis warga dan fokus kembali ke masalah bajing loncat.
Tantri terus berputar-putar keluar masuk ruangan kades, lalu mengitari meja para stafnya, kemudian melongok ke peta topografi desa, membongkar beberapa berkas terserak lalu kembali lagi masuk ke dalam ruangan.
Ketika ia masuk lagi ke ruangan, pak kades terlihat mencoba mengelak dari pertanyaan-pertanyaan Yuli yang tajam. Polisi adalah penyidik. Tugas utama adalah mengetahui fakta sebanyak-banyaknya, baik yang diperlihatkan maupun disembunyikan oleh saksi. Tak heran pertanyaan Bripda Yuli terdengar tak menyenangkan bagi pak kades.
“ Jamal Fahrudin!” Tantri tiba-tiba bertanya memotong interogasi. “ Pak Kades mengenalnya??” Tanyanya penasaran.
Wajah pak kades berubah muram ketika mendengar nama itu disebut. “ Dari mana ibu tau nama itu??” Meski terdengar tenang, sesungguhnya ada nada ketakutan dibalik suara pimpinan desa suka wiyasa.
Tantri melirik ke arah Yuli yang telah menatapnya. Dari matanya Tantri memberi sinyal agar juniornya menekan pak kades. Si junior paham keinginan seniornya, cukup dari pandangan mata.
“ Gak usah banyak nanya pak kades!! Jawab saja pertanyaan senior saya!!” Kata Yuli.
“ Jamal……” Pak kades terbata. “ Saya tidak mengenalnya.” Nada dusta terdengar jelas dari bibirnya.
Braaaakkkk..Meja kerja digebrak oleh Yuli. “ BAPAK JANGAN BOHONG!!!!” Yuli menghardik.
Suasana ruangan mendadak tegang. Para staf diluar ruangan berusaha mencari tau apa yang terjadi di dalam. Pak kades terlihat begitu ketakutan mendapat gertakan dari seorang wanita yang sebenarnya seumuran dengan putrinya.
“ Husssh Yuli sudah cukup!!” Tantri berusaha menenangkan situasi, dia sedikit malu karena telah salah menganalisa. Tadinya dia pikir juniornya memiliki emosi stabil, rupanya Yuli masih terlalu meledak-ledak dalam memberikan tekanan pada objek penyidikannya. “ Kembalilah pada interogasimu Yuli! Fokus pada bajing loncat!! Nanti aku sendiri yang akan menanyai pak kades tentang Jamal!”, Tantri menepuk bahu juniornya agar cooling down. Adiknya masih perlu belajar banyak tentang seni interogasi.
Masih penasaran, Tantri keluar dan menanyai satu-persatu staf desa perihal Jamal maupun ketakutan warga. Jawabannya sama ; Mereka mengatakan tidak tau tapi tidak mampu menyembunyikan kebohongan dari nada suaranya. Huhhh Tantri paling tidak senang dengan kebohongan beramai-ramai seperti ini. Ia berjalan keluar mencoba mencari udara segar. Hawa sumpek ditemani kebohongan pekat di dalam ruangan telah membuatnya mual. Untunglah rindangnya pepohonan mampu mendatangkan kesejukan serta menetralkan udara yang terpolusi oleh kebohongan manusia.
*** “ Hik…hhiikkk…hikkk”, suara tangis terdengar setibanya Tantri di halaman. Seorang anak kecil sedang berjongkok seorang diri dekat parkiran motor pegawai kantor desa. Kehadirannya menarik perhatian Tantri karena anak kecil ini terlantar di tengah kantor yang seharusnya melayani kebutuhan setiap warga desa.
“ Adik kamu kenapa?? kok nangis??”, dengan lembut Tantri bertanya.
“ Kakak saya hilang bu hikk…hiikk….hiikkk”, si anak menangis makin kencang.
“ Hilang dimana?”, Tantri menepuk bahu si anak dan memeluknya agar tak lagi bersedih.
“ Disana Bu……”, si anak kecil menunjuk sebuah jalan setapak yang ditumbuhi pohon-pohon rindang di sekitarnya.
“ Ayo Mbak bantu menemukan kakakmu!! jangan menangis!”, ajak Tantri masih dengan nada keibuan yang begitu menentramkan hati.
Mereka berjalan menyusuri jalan setapak berbatu yang masih belum diaspal. Disekeliling mereka masih banyak terdapat pohon-pohon dan rumput-rumput tinggi. Daerah Desa Suka Wiyasa tergolong daerah asri di kabupaten yang masih belum tersentuh pembangunan. Masyarakat sini masih tinggal secara sederhana dan polos. Mata pencaharian penduduknya kebanyakan bercocok tanam kacang maupun bertani di sawah tadah hujan.
Tantri sangat menikmati momen mengantarkan anak ini menuju rumahnya yang terletak masuk di rimbunnya pohon. Sejuknya udara membuat Tantri tenang.
“ KII….LARIIII KIIIII”, seorang wanita muda muncul dari rimbunnya pohon berlari kencang menuju mereka berdua.
“ Kakak ada apa???”, jawab si anak gelisah.
“ Ada apa Mbak!!! tenanglah!!”, Tantri mencoba menenangkan.
“ Ayo lari huh huh huhh”, wanita muda mencoba meraih kembali nafasnya.
“ BAJINGAN ANJING KALIANNNN!!!!!!”, dari balik pepohonan seorang laki-laki muda berambut gondrong keluar menenteng golok berkarat mengarahkannya langsung ke arah mereka bertiga. Tantri terkejut dengan kemunculan tiba-tibanya. Ia berusaha meraih pistol namun terhalang tangan si anak yang telah menggenggamnya agar mengikuti mereka berlari cepat menghindari kejaran laki-laki gondrong.
“ Tunggu….tungguuuu…huuuhhh huuuhhhh”, Tantri berusaha menahan mereka agar tidak takut karena sedang bersama seorang Polisi. Bagaimana pun kemampuan bela diri Tantri sangatlah sanggup melumpuhkan pria gondrong dihadapannya, apalagi dia membawa senjata. Akan tetapi dua orang kakak adik ini tak mau mendengar. Ketakutan mereka begitu besar hingga mendatangkan tenaga berlipat-lipat yang memaksa Tantri mengikuti langkah mereka.
Bak orang dikejar serigala mereka berlari begitu kencang hingga masuk jauh lebih dalam ke sudut terdalam desa. Laki-laki di belakangnya terus mengejar. Meski biasa berolahraga Tantri kesulitan mengimbangi dua manusia panik disebelahnya. Mereka terus berlari sprint hingga tiba di sebuah rumah dengan banyak sekali tanaman tumbuh di sekitarannya.
Rumah ini begitu asri dengan banyak sekali pohon. Masalahnya hanya rumah inilah yang berada disini. tidak ada lagi rumah lain di sekitarnya. Si anak mengajak Tantri masuk lewat pintu depan kemudian mengajaknya bersembunyi di dapur.
“ Hosh hossshh hossshh Adik gak usah lari kayak gini!! Mbak Polisi , bisa nangkep orang jahat itu”, kata Tantri masih dengan nafas yang begitu ngos-ngosan.
“ Ibu gak bakal bisa tangkap dia hosh hoshhh”, si anak menjawab.
“ Hushh Mbak punya pistol nih”, Tantri menunjukkan senjatanya yang melingkar di pinggang, “ kamu gak usah khawatir!!”.
“ Dia kebal Bu!!! KEBALLLL”, kata si anak penuh ketakutan.
Tantri terdiam. Dia menelan ludah. Terjebak di rumah kosong jauh dari keramaian, hanya bertiga dengan anak ini dan kakaknya, menghadapi seorang penjahat kebal. Jamal rasanya sudah cukup baginya, tidak perlu ada tokoh sakti lain.
“ BRAAAAAKKKKK”, pintu digebrak keras. Pria dengan golok meringsek maju.
“ Paman jangan!!!!”, wanita muda dihadapannya berusaha menghadang kemunculan si pria gondrong.
“ KALIAN JANGAN BERANI-BERANI MEMBANTAH PERINTAHKU!!!!”, Pria gondrong maju, “ BRAAAAGGG”, ditamparnya wanita muda itu begitu keras hingga terbang menghantam dinding.
Tantri refleks maju menghadang si pria yang telah mengarahkan goloknya ke tubuh wanita muda malang di depannya.
“ POLISI JANGAN BERGERAK !!!!”, Tantri memberikan peringatan keras.
“ He”, Pria gondrong menatapnya sekilas kemudian mengarahkan perhatiannya ke wanita muda, tak peduli sama sekali dengan peringatan Tantri.
“ Jangan membantah Siti!!!”, pria gondrong menggunakan goloknya mengiris kancing daster wanita muda kemudian berusaha menelanjanginya.
“ Tobatlah Paman!!! jangan perkosa Siti!!!! TOLOOONNGGG”, wanita itu meraung.
“ BAPAK HENTIKAN ATAU KUTEMBAK!!!”, Tantri berteriak lantang.
Pria itu sama sekali tidak mempedulikannya, ia malah hendak menggampar lagi wajah si wanita dengan tangannya yang kekar.
“ DOORR…”, Tantri menembak ke pinggang pria gondrong berusaha menghentikan tamparannya..
“ Bleeeeessss”, peluru mengena. Pria Gondrong hanya menoleh sebentar ke arah Tantri penuh senyum kemudian bangkit membuka bajunya dan menggenggam goloknya menebar ancaman.
“ GAK USAH IKUT CAMPUR DIN!!!”, Ia memanggil Tantri. Tak peduli dengan senjata yang telah terarah, ia terus bergerak maju.
“ DOORRRRRR”, Tantri menembak lagi.
Pria gondrong menerima peluru sambil terkekeh meremehkan. Tantri mengernyit. Kini dia bisa rasakan perasaan para regu tembak yang gemetaran akibat peluru yang dilesatkannya tidak mampu menembus targetnya.
“ HAAAAAATTTTTT”, sadar Tantri goyah, pria gondrong meloncat begitu cepat dengan tangannya berusaha menebas kepala Tantri dengan golok.
“ WWWWUUSSSS”, Golok melayang, Tantri bergerak refleks menghindar cepat tapi kedua kaki pria gondrong telah mengunci kakinya lalu menyapunya cepat.
“ Uuhhhhhh”, tantri terpelanting akibat kakinya disapu, “ Brruuuggg”, ia jatuh, senjatanya terlepas. Pria gondrong menggenggam kerah bajunya dengan wajah dingin, nafasnya menghembuskan bau alcohol pekat.
“ BRAAAG…BRAAAAGGG….BRAAAAAGGGGG”, tiga bogem mentah telak menghajar wajah Tantri di hidung dan kedua pipinya. Begitu kerasnya bogem itu hingga membuat Tantri kehilangan setengah dari kesadarannya.
Dia berusaha melawan tapi kepalanya begitu pusing dengan kuping terus mendenging akibat gendang telinga terkena benturan keras. Melihat Tantri telah KO, pria gondrong bangkit meninggalkannya dan kembali menuju wanita muda. Bagaikan setan datang berwujud manusia, berusaha dia gagahi wanita itu bagai binatang.
“ KAAKKAKKKK”, anak kecil keluar dari persembunyiannya berusaha melindungi kakaknya yang sedang ditelanjangi.
“ Hussshh anak kecil jangan ganggu!!!”, dengan sekali dorong anak itu dihalau oleh pria gondrong. Naluri membela diri si anak begitu kuat, dia bangkit kembali berusaha membela kakaknya meski tenaga jauh kalah besar.
“ Jangan bergerak nak!! atau kamu mati!!”, pria gondrong mengarahkan goloknya menebar ancaman.
“ KAKAKKK”, anak itu tetap maju.
“ He”, Pria gondrong tersenyum sadis, “ BLEEEESSSS”, golok dibenamkan perlahan menembus perut si anak.
“ Aaaaaaaa”, si anak merasakan kesakitan hebat kemudian terjatuh.
“ BRRUUUGGG”, anak kecil terjatuh di lantai bersimbah darah.
Tantri masih berusaha bangkit. Ia mengabaikan semua darah yang telah mengucur deras dari hidungnya akibat hantaman pria gondrong.
“ KIIKIIIII”, wanita muda yang telah telanjang bulat mendapat tenaga tambahan melihat adiknya tertembus golok, dia berusaha melawan pria gondrong.
“ BLESSSSSS”, pria gondrong kesal dengan perlawanan si wanita, seketika menebaskan golok di lehernya. Dalam keadaan telanjang wanita itu mati dengan leher tergorok.
“ BRAAAAAKKK KIKI….SITTIIIII”, dua orang dewasa lagi masuk ke dalam rumah. Mereka segera histeris melihat tumpahan darah berceceran di lantai dan dua orang anak mereka telah tergeletak tak bernyawa.
“ BAJINGAN!!!!!”, pria paruh baya maju dengan kalap.
Pria gondrong tersenyum kemudian sekali hentak menebas juga lehernya. Pria paruh baya jatuh ke lantai.
“ PAAAKKKK”, wanita paruh baya lainnya begitu histeris berusaha meraih tubuh suaminya.
“ HHHHEEEKKKKKK”, dia tercekik Karena pria gondrong menahan lehernya dengan cekikan. “ SETAAAAANNN….SEEEETTTAAAAANNN”, meski berbau putus asa wanita itu berusaha mencakar-cakat tiada henti menyerang pria gondrong.
“ TENANG!!!”, pria gondrong menahannya dengan satu tangan sedang tangan lainnya bersiap menghujamkan golok ke arah perut si wanita, “ Matilah dengan tenang!!!!”, katanya.
“ HHHHHAAAAATTT”, Tantri meloncat dengan tendangan karatenya, kakinya berhasil mengenai tangan pria gondrong membuat goloknya terlepas. Tantri segera menghujaninya dengan berbagai jurus mematikan yang di arahkan ke titik-titik vital tubuh pria gondrong.
“ BUUGG BUUUGGG BUUUGGGGG”, rentetan pukulan tantri masuk.
Si Gondrong tak bergeming.
“ HE HE HE DIN KAMU GAK PERNAH BELAJAR!!! MAMPUS KAMU!!!” pria itu kebal. Semua pukulan dan tendangan Tantri tak berasa baginya. Alih-alih kesakitan ia ganti melepaskan sebuah tendangan demikian kencang yang melontarkan tubuh Tantri hingga masuk ke dalam kamar kosong.
“ GUSSSSRAAAAKKKKK”, Tantri terpental kencang.
Sekarang Pria gondrong telah melupakan si ibu yang baru masuk, dia sekarang mengincar Tantri.
Berusaha bangkit meski menahan sakit demikian parah, Tantri berhasil kembali berdiri.
“ Tep…teeppp…teeeppp”, Si gondrong melangkah perlahan penuh kesombongan.
Tantri menarik nafas sejenak kemudian mencoba melontarkan serangan berikutnya, “ Haatt…haaatt…haaaattt”, pukulan lurus, tendangan cangkul, berputar, hingga kuncian maut semua dikeluarkan Tantri untuk menyerang pria gondrong, tapi semuanya tak menemui sasaran. Bila pun menemui sasaran, Pria gondrong begitu kebal mampu menerimanya tanpa merasakan sakit sedikit pun.
“ MAMPUUSSS KAMU DINNN!!!”, sebuah tendangan balasan menghantam perut Tantri. Sekali lagi dia terpental kencang hingga menghantam keras lemari pakaian.
Tantri kesakitan sekali. nafas begitu sulit diambilnya akibat ulu hatinya terhantam. Ia berguling-guling maju mundur menahan sakit. “ Brrrruuugggg”, Tantri tertahan sesuatu saat berguling, ia segera menoleh melihat apa gerangan yang menghambatnya. Lemari tua itu rupanya terus berdiri tegak seolah ingin mengingatkannya pada sesuatu.
Melihat lemari tua diatasnya, Tantri tiba-tiba teringat Jamal Fahrudin. Napi tua itu berbisik padanya sebelum meninggalkan lapas. Tantri mulai perlahan-lahan bisa mengingat pesan pertama jamal. Entah bagaimana dia lupa pesan itu, tapi kemudian pesan tersebut menghampirinya kembali secara misterius di saat dia amat memerlukannya.
“ PERGI KE DESA SUKA WIYASA TEMUI ANAK BAPAK!!BAWA DIA KE RUMAH DIMANA TANAM KAYU SAJA HIDUP, LIHAT DI BALIK LEMARI DISANA ADA MATA AIR”, suara Jamal terdengar nyaring sekarang. Sadar pria dihadapannya sudah mengasah goloknya buat menghabisinya Tantri merangkak ke belakang lemari sesuai pesan Jamal. Ia menemukan sebilah golok lainnya demikian mengkilat telah menunggunya dari balik lemari. Dengan cepat ia ambil golok itu kemudian segera berdiri menantang pria gondrong.
“ Jaga nafasmu!!! serang dengan nafasmu!!!”, bisikan Jamal di lapangan beberapa saat sebelum ditembak juga hadir mendampingi Tantri. pada saat itu Tantri sama sekali tak mengerti apa maksud napi tua aneh itu, sekarang ia mulai mengerti.
“ He He mati sekarang kamu Din”, kata napi tua penuh kesombongan.
“ He”, Tantri membalasnya dengan senyuman. Tadi ia tak percaya diri. Sekarang , karena bisikan Jamal, ia kembali menemukan kepercayaan dirinya.
Pria gondrong maju mengharapkan kepanikan dan teriakan dari korbannya. ia sangat menikmati darah. Apalagi saat korbannya menjerit tak berdaya ia makin girang.
“ Cuuuuiiiiihh”, Tantri meludahinya dengan penuh percaya diri.
Melihat ketakutan sirna dari calon korbannya membuat pria gondrong sedikit terkejut.
“ Baik Din!! kalo kamu mau ngetes ilmu kebalku!!! HAAAAATTTTT”, tebasan golok terarah telak ke leher Tantri.
“ TRAAAAAANGGGG”, Tantri menahannya menggunakan goloknya. Dentingan kedua golok memekikkan suara nyaring nan mengundang maut. Pandangan mereka bertemu saat tangan mereka masih mengenggam kedua golok begitu erat. Pandangan senyum meremehkan dari pria gondrong tidak dipedulikan oleh Tantri. Polwan cantik tetap memilih mengatur keluar masuk nafasnya dengan konsentrasi tinggi persis seperti arahan Jamal.
“ Ssseeeeppp”, Pria gondrong menggeser goloknya hingga terlepas kemudian menyapu lagi sekarang ke arah pinggang Tantri.
“ HHAAAAAATTT”, Tantri melakukan perjudian, alih-alih berusaha mengelak, ia malahan maju dengan kuda-kuda, tangan kanannya dihentak masuk menghantam dagu pria gondrong.
“ Braaaaagggggg”, pria gondrong terpukul keras. Genggamannya terlepas dari golok, dia tersodok hingga jatuh tersungkur di lantai kamar.
“ Huuuhh…..”, pria gondrong berusaha bangkit. Dia berhasil meraih goloknya tapi Tantri telah mendahuluinya, “ Saaaaattt”, sabetan golok Tantri menebas tangannya.
“ Splllaaaaaaatttt”, darah muncrat deras.
Ajaib, sudah terkena sabetan demikian telak tangan si gondrong tidak buntung. Dia hanya mengeluarkan darah tapi masih utuh.
“ Uuuhhhhh”, gondrong memegang tangannya tak mempercayai bisa berdarah oleh sabetan Tantri.
“ Hmmmm huuuufffff”, Tantri terus mengatur nafas, dia tau kekebalan lawannya telah luntur ditiup hembusan nafasnya.
“ GAK MUNGKIN DIN!!! GAK MUNGKIN!!!”, gondrong menggeleng-geleng seakan tak mempercayai yang terjadi.
“ Terima saja Fik, setinggi-tingginya tupai melompat pasti akan jatuh juga ke tanah”, Tantri mengucapkan sebuah kata yang dirinya sendiri tidak mengerti.
Gondrong mencoba mengambil kembali senjatanya.
“ TRAAAANGGG”, Tantri tak membiarkannya lagi. Dengan sekuat tenaga ia tebas leher gondrong.
“ BLEEEESSSS SSSLLLEEEEETTT”, golok yang demikian tajam menghantam gondrong, leher gondrong terlepas dari tubuhnya. Kepalanya jatuh tepat di kaki Tantri.
Melihat pemandangan kepala manusia terlepas di kakinya membuat Tantri langsung menutup mulut dan berlari menjauh dari lokasi.
“ HHOOOEEEEEKKKK”, Dia muntah. Pemandangan memuakkan itu membuatnya benar-benar tak tahan.
Semua pemandangan aneh di dalam membuat Tantri harus memejamkan matanya dan berusaha kembali mengatur nafas.
“ Hmmmm hhhuuuufff”, Tantri menghirup nafas kemudian melepasnya perlahan berkali-kali. Ketenangananya kembali meski masih dinaungi rasa mual tiada henti.
“ Mbak Tantri lagi ngapain disini??”, panggilan dari juniornya menyadarkan Tantri, “ kami mencari-cari Mbak sedari tadi gak taunya Mbak ngumpet di rumah tua ini!!”.
“ Aku habis bunuh orang Yul”, kata Tantri lirih.
“ Bunuh siapa Bu Tantri??”, Pak Kades yang turut menemani Yuli bertanya penasaran.
“ Laki-laki Pak”, Tantri pasrah sebagai Polisi dia sadar hukum. Dia tau membunuh orang seperti apapun bentuknya harus dapat dia pertanggungjawabkan.
“ Gak ada siapa-siapa di sini Mbakku”, Yuli juniornya menoleh heran.
“ Kamu gak liat ceceran darah di kamar itu Yul?? apalagi kepala pria gondrong itu…..”,Tantri heran.
“ Siapa yang gondrong Bu???”,tanya Pak Kades penasaran.
“ Pria gondrong di dalam….”, Tantri berusaha menjelaskan.
“ Saya asli orang Suka Wiyasa”, Pak Kades memotong Tantri, “ Tau persis sejarah desa dari awal hingga sekarang, sepengetahuan saya, hanya satu pria gondrong yang pernah memasuki rumah ini”, Pak Kades menjelaskan, “ namanya Fiki dan…”, dia berhenti sejenak, “ Jamal Fahrudin telah menebas kepalanya”.
Tantri gontai. Dia genggam lengan Yuli saking limbungnya. Seandainya saja Yuli kurang sigap Tantri pasti sudah terjatuh.
“ Peristiwa itu terjadi 17 tahun yang lalu Bu Tantri”.
“……………..”.
BAB VIII ( ENDING) KEMATIAN SEMPURNA
“ Warga asli suka wiyasa menganggap angka empat puluh adalah angka keramat.” Pak kades bercerita. Wajahnya tak bisa menyembunyikan keheranan mendengar cerita Tantri. Sang polwan cantik telah dipegangi oleh juniornya Yuli. Dirinya terkejut saat mengetahui peristiwa yang dialaminya adalah kilas balik peristiwa tujuh belas tahun lalu.
“ Desa kami terkenal di seluruh kabupaten memiliki sejarah mistik yang panjang. Orang dari seluruh penjuru berdatangan ingin tau perihal kegaiban yang bersemayam disini. Apalagi saat mereka mendengar legenda dua orang tua, Fiki dan Jamal.”
“ Bagaimana cerita mereka, Pak Kades??” Tantri bertanya berusaha menghilangkan kebingungan.
“ Dulu ada dua orang pria penduduk desa melakukan pengasingan diri selama empat puluh hari. Dalam kurun waktu empat puluh hari mereka menjalani pantangan. Semua perbuatan yang dianggap “ kotor “ mereka jauhi. Mereka tinggal bersama di sebuah gubuk sederhana yang sekarang Ibu-Ibu lihat”, Pak kades menurunkan tangannya memperlihatkan lantai yang telah diselimuti debu. “ Ibu-ibu bisa lihat sendiri, lokasi rumah sangat terasing jauh, dari mana-mana.” Tantri memandang sekeliling mengingat kembali bagaimana anak kecil bersama sang kakak menyeretnya berlari kencang begitu jauh hingga tiba disini.
“ Ketika Bu Yuli bilang Ibu Tantri menghilang, saya segera ajak Ibu kemari. Bukan mau nakut-nakutin ya Bu, tapi biasanya arwah penghuni rumah suka usil sama pendatang.”
“ Arwah penghungi rumah???” Yuli tak percaya, sebagai wanita modern yang rasional topik tentang arwah sangatlah tak masuk akal baginya.
“ Benar Bu Yuli!! Rumah ini berhantu. Makhluk-makhluk rumah tua ini usil senang mengganggu manusia, ccuuuuh..” Pak ades meludah “ Mohon maaf kurang sopan!! Tapi kepercayaan kami mengharuskan harus meludah setiap masuk rumah milik Jamal.” Lanjutnya.
“ Lanjutkan cerita tadi, Pak Kades!! Ceritakan tentang Jamal dan Fiki!!” Tantri yang telah pulih berusaha mendengar secara lengkap legenda lokal tentang Jamal.
Pak Kades terlihat heran dengan ketangguhan fisik Tantri. Sebagai wanita yang baru saja mengalami goncangan spiritual, polwan cantik di depannya sangatlah tangguh. “ Saya belum tau persisnya ya Bu, tapi kata sesepuh sini mereka tersesat dalam pengembaraan mistik. Mereka jadi sesat karena belajar ilmu tanpa bimbingan seorang guru.”
“ Maksudnya dua orang itu belajar sendiri??” Tanya Tantri.
“ Benar Bu!! Belajar sendiri ilmu mistik, menurut kepercayaan kami, sangatlah berbahaya. Hal itulah yang menimpa Jamal. Setelah empat puluh hari melakukan pengasingan sambil bersemedi membaca mantra-mantra, konon kabarnya dia dan Fiki mulai mendapatkan kesaktian. Mereka bisa terbang, berjalan di atas air, kebal, ahli ilmu-ilmu kanuragan hingga mengetahui cara menyantet orang lain. Diantara mereka berdua, Jamal adalah yang paling pesat kemajuannya. Kesaktiannyalah yang merubah Jamal jadi sosok manusia sesat.” Pak kades menggerak-gerakan tangannya terlihat resah sendiri.
“ Bapak kenapa??” Yuli bertanya menangkap keanehan pak kades yang sejak dari kantor desa terus dia bentak-bentak. “ Enggak..enggak apa-apa Bu.” Jawab pak ades. “ Bapak terlihat resah??”
“ ……..” Pak kades menunduk penuh rasa cemas.
“ Pak Kades??” Yuli bertanya curiga, “ sedari tadi bapak menghindar ketika saya bertanya soal bajing loncat, ADA APA PAK???” Yuli kembali membentak.
“ Eeeeeee.” Pak kades terlihat resah melihat Tantri.
“ Tunggu Yuli!!” Tantri menghentikan juniorya. Sebenarnya sejak pak kades memberi penjelasan, dia menangkap ada yang aneh dengannya tapi perhatiannya masih teralihkan oleh rasa syok peristiwa sebelumnya, “ Coba Pak Kades, apakah tujuh belas tahun lalu kejadiannya begini.” Tantri coba mengalihkan pembicaraan agar kejanggalan perilaku kades didepannya menghilang.
“ Di dalam rumah ini, tujuh belas tahun lalu, warga masuk dan menjumpai empat orang mayat di ruang utama. Satu wanita telanjang yang kemungkinan telah diperkosa. Dua orang lagi merupakan orang tua. Kemudian..bisa tolong ikuti saya!!!” Tantri mengajak kades yang terlihat makin pucat wajahnya untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah.
“ Disini.” Tantri menunjuk lantai ruang utama, “ Ditemukan mayat anak kecil berusia sekitar sembilan tahun dengan luka parah di perut akibat tertembus golok. Bergeser sedikit, kondisi ruang utama begitu berantakan seperti telah terjadi perkelahian. Warga yang tadi masuk kemudian menuju kamar, lalu melihat kepala manusia lepas dari tubuhnya, berada tepat di kaki Jamal Fahrudin yang masih berdiri dengan golok ditangannya.” Tantri telah berada di dalam kamar menunjuk-nunjuk secara rinci sudut-sudut kamar yang telah terselimuti debu tebal.
“ Apakah benar begitu ceritanya??” Tantri menoleh kepada pak kades.
“ Kokk…..” Pak kades gusar. “ Kok Ibu bisa tau??”
Tantri terdiam sejenak, “ Warga lalu menangkap Jamal, atau lebih tepatnya, Jamal yang menyerahkan diri, kemudian polisi mendatangi rumah dan menutupnya dengan pita kuning tanda telah terjadi pembunuhan.”
“ Kok Ibu bisa tau ???? Uhhuuuukkkkk.” Pak kades memegangi mulutnya. “ UHHHUUKKK UHHHUUUKKK.” Dia terus terbatuk-batuk.
“ Pak Kades?? Anda baik-baik saja??” Tantri kaget melihat dia batuk-batuk tiada henti.
“ Uuhhhhuuukkkk."
Ccrrrroooottt..Pak kades muntah darah.
“ PAKK.” Staf desa yang ikut mulai berlarian berusaha memegangi pak ades. Laki-laki itu terus batuk berdarah.
“ YULI CEPAT TELPON AMBULANCE!!!”
“ UHUUUKKK UHHHUUKKK.” Pak kades terus terbatuk, darah telah menggenangi baju cokelat kerjanya. Wajahnya kini membiru akibat batuk tak henti. Terus mengeluarkan darah, dia segera kehilangan kesadaran.
“ UUUuh……."
BRRRRAAAAGGGG...Kades roboh ke tanah.
“ PAK KADESSSSSS.” Staf desa berlarian panik.
“ HALO RSUD!!” Yuli berhasil menelpon rumah sakit. “ DISINI BRIGADIR YULI!! SEGERA KIRIM AMBULANCE KE DESA SUKA WIYASA!!!”
***
Seorang perwira polisi duduk di kantornya, mambaca laporan intelijen yang meresahkan. Telah diindikasikan, sesuai bunyi laporan, terjadi perdagangan wanita di daerah mereka. Para wanita yang masih polos diperdaya oleh mucikari kemudian dipaksa melayani para pria hidung belang di tempat rahasia yang tersembunyi.
Prostitusi tetaplah ilegal di wilayah polres mereka. Akan tetapi transaksi seksual tetap bisa dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Modus di polresnya bekerja rupanya tergolong parah ; Para wanita dijual secara terang-terangan. Laporan intelijen mencurigai sebuah komplek ruko merupakan sarang bisnis perdagangan wanita.
Hendri nama perwira polisi yang tengah duduk, sadar harus segera membongkar praktek kotor para mucikari sebelum jatuh lebih banyak korban wanita lugu tak berdosa. Ia mengambil telepon genggamnya guna menghubungi polwan andalan yang andai saja bersedia menerima pinangan putranya akan menjadi bagian dari keluarga besarnya.
Tuuuuttt….tuuuuttt….Bunyi panggilan telpon.
“ Siap Komandan…” Telepon diangkat.
“ Tri lagi dimana kamu??”
“ Siap di desa suka wiyasa, Komandan.”
“ Dimana itu ,Tri???”
“ Masih di kabupaten kita juga, Komandan, tapi cukup terpencil.”
“ Ngapain kamu disana?? Kenapa ada bunyi ambulan dibelakangmu??”
“ Kepala desa suka wiyasa tiba-tiba ambruk Komandan. Tantri bersama Yuli sedang berusaha membawanya ke rumah sakit. Ijin Komandan, ada yang bisa Tantri bantu??”
“ Bapak sangat memerlukan bantuanmu Tri! Tapi kamu sepertinya sibuk.”
“ Siap, tidak apa Komandan, sehabis mengantar ke rumah sakit Tantri akan segera……”
“ Kamu gak usah ke rumah sakit, Bapak akan kirim anak buah ngeberesin urusanmu di suka makmur.”
“ Suka wiyasa, Komandan”.
“ Apapun itu, Tri, cepatlah bergerak!! Situasi genting.”
“ Ijin ada apa Komandan??”
“ Terjadi perdangan wanita Tri”
“ Dimana Komandan??”
“ Di tempat kita.”
“ Siap, arahan Komandan??”
“ Kamu sudah menikah ,Tri. Bapak harus minta persetujuan kamu terlebih dahulu karena…..”
“ Siap jangan ragu-ragu Komandan!! Suami Tantri sangat mendukung setiap tugas yang diberikan."
“ Terima kasih Tri. Bapak perlu kamu melakukan penyamaran masuk ke dalam jaringan mereka”
“ Siap laksanakan Komandan. Apakah Tantri sendiri saja?…..”
“ Tidak. Bapak akan tugaskan tiga orang, termasuk kamu dengan Yuli untuk menyamar sebagai wanita polos yang membutuhkan uang. Intel kita telah berhasil masuk mengontak germo mereka.”
“ Siap Komandan kapan misi akan dimulai?”
“ Malam ini juga Tri!! Info intelijen ada ratusan wanita akan dijual nanti malam. Kamu siap??”
“ Siap Komandan.”
“ Bagus!! Segera datangi Didi sekarang!! Dia telah bapak tugaskan untuk siapkan penyamaranmu!!"
“ Siaaap.” Sebenarnya Tantri enggan mengikuti misi penyamaran penuh resiko, masalahnya pesan kedua Jamal berhubungan dengan pelacuran. Tak ada tempat pelacuran resmi di kabupaten Tantri. Tapi perdagangan wanita bukankah terkait dengan bisnis prostitusi?? Kenapa meski aku lupa pesan Jamal, tapi perjalanan hidupku menuntunku ke arah pesan itu kembali.
***
Sampai siang tadi Tantri masih memikirkan bagaimana ruang dan waktu dapat berjalan secara ganjil dalam dirinya. Memang betul tuntutan pekerjaan tidak pernah mengijinkannya terlalu dalam masuk ke sebuah kasus. Dengar saja barusan, komandannya telah memerintahkannya kembali bertugas nanti malam dalam sebuah misi berbalut penyamaran. Bukan tugas mudah tapi harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Kasus demi kasus yang telah Tantri tangani sepanjang penugasannya sebagai polisi, tak pernah menyeretnya begitu dalam seperti sekarang. Belum selesai misteri napi Jamal, Tantri diseret secara misterius melakoni langsung peristiwa pembantaian tujuh belas tahun silam. Rasanya pengalaman syok tersebut baru berlalu sekian detik, tiba-tiba pak kades dihadapan matanya muntah darah kemudian koma tak sadarkan diri. Ada apa ini Tantri???
Sppplllllaaaaaaaattttt...Gambaran darah muncrat dari kepala yang dia tebas serta mulut pak kades membuat Tantri enek. Sebagai wanita, Tantri sebenarnya sangat takut melihat darah. Si polwan cantik menggeleng-geleng sendiri mengingat darah dan jeritan ketakutan manusia di desa suka wiyasa.
Jamal?? Bagaimana pula dia??Dari pengalamannya melompat ke masa lalu, Tantri dapat menyimpulkan bahwa banyak manusia begitu senang menimpakan siksaan maupun penderitaan kepada manusia lain. Para manusia binatang tersebut malah makin girang menyaksikan korbannya menjerit-jerit tak berdaya.
Fiki yang dia penggal dengan tangannya sendiri rupanya bukan hanya pembunuh biasa, tapi pencabut nyawa berdarah dingin. Penuh kebrutalan, dia menancapkan golok ke dalam perut seorang anak kecil, lalu membabat empat orang dewasa.
Rasa simpati Tantri pada Jamal semakin dalam karena mengetahui napi tua sebenarnya tak bersalah. Pertanyaannya adalah, bukankah Pak Jamal bisa saja langsung pergi meninggalkan lokasi saat berhasil memenggal kepala Fiki?? Kenapa Jamal memilih tinggal di tkp sampai warga datang?? Mengapa Jamal masih berdiri memegang golok penuh darah yang akan membuatnya dituduh sebagai tersangka??? Pertanyaan terakhir; Mengapa tanpa perlawanan sedikitpun sang napi tua bersedia menyerahkan diri begitu saja pada Polisi??
Tantri belum dapat menjawab semua pertanyaan tadi. Dia terus berfikir dan melamun tiada henti berupaya mengenali karakter manusia misterius yang telah berpuluh-puluh tahun menghabiskan waktu hidupnya di dalam penjara.
“ Kita udah sampai kantor Pak Didi, Mbak.” Juniornya berkata membuyarkan lamunan Tantri.
“ Iya Yul. Emmm Mbak mau nanya, kamu yakin siap mengikuti misi nanti malam??” Tantri bertanya. “ Ini berbahaya lho Yul!”
“ Yuli siap Mbak.” Juniornya menjawab penuh keyakinan. “ Apalagi bertugas bareng Mbak Tantri, polwan terbaik di kantor, apa yang Yuli takutkan?”
“ ……” Tantri terketuk hatinya menyaksikan keyakinan si junior pada dirinya. “ Tapi ini misi berbahaya Yul! Kita masuk ke sarang mafia.”
“ Yuli yakin sama Mbak!!”
“ Baiklah kamu tunggu disini!!!” Tantri menggeleng melihat keyakinan dalam diri si junior tak akan mampu digoyahkannya.
Keyakinan memang selalu membuat rasionalitas tak berdaya. Bahkan polwan rasional seperti Yuli, ketika memiliki keyakinan, akan melakukan hal non-rasional yang berlawanan dengan kecenderungannya sendiri. Sanggupkah keyakinan melawan kejahatan terorganisir nanti malam?? Pertanyaan inipun Tantri tak sanggup menjawab. Dia memilih mengesampingkan pikirannya kemudian turun dari mobil, bergerak masuk ke pintu kantor yang dari luar terlihat biasa-biasa saja.
Intelijen sangatlah memperhatikan detail. Mereka kaum perfeksionis. Bahkan sampai bentuk kantor maupun penampilan fisik. Dengan mata kepala sendiri, Tantri menyaksikan banyak sekali wartawan, mahasiswa, pedagang pasar, hingga tukang ojek berseliweran disekitarnya. Semuanya begitu sempurna memainkan peran. Seandainya saja Tantri tidak mengetahui mereka adalah aparat, tentu ia akan mengira orang yang ditemuinya adalah wartawan, mahasiswa ataupun tukang ojeg.
Pak Didi yang hendak ditemuinya merupakan pejabat bertipikal nyentrik. Dia hobi menyamar dalam berbagai profesi. Dia pernah menjadi kuli bangunan yang bekerja di komplek perumahan guna mengendus transaksi narkoba. Berubah bekerja sebagai kameramen untuk membongkar sebuah kasus korupsi. Bahkan menyamar sebagai bencong guna menemukan tersangka kasus pembunuhan.
Tookk...Tooookk...Tantri mengetuk pintu.
“ Masuk!!”
“ Ijin masuk, Komandan”
“ Ya polwan cantik, masuk!!”
“ Mohon ijin…..”
“ Sssstt.” Tangannya meminta Tantri diam. “ Kamu Tantri kan??”
“ Siap Komandan.”
“ Pak Hendri sudah menelponku meminta menyiapkan penyamaran terbaik buatmu. Ayo ikut!! Kamu sendirian kan??”
“ Siap, Tantri bersama Yuli Komandan dia……”
“ Ajak dia!!! Kita nyalon!!!”
“ Nyalon Komandan???” Tantri bingung.
Pak Didi tak banyak bicara. Sebagai intel piawai, semakin banyak omong bisa membongkar penyamarannya. Dia mengajak Tantri berjalan cepat meninggalkan gedung kantor. Mereka terlebih dahulu menjemput Yuli diparkiran, kemudian Pak Didi mengajak mereka berdua naik mobilnya menuju sebuah salon kecantikan terbaik.
Sekarang waktu sudah menjelang sore mereka harus bergerak cepat. Bagi kaum pria berdandan merupakan hal simpel. Seorang laki-laki normal ketika bersiap menghadiri sebuah acara resmi hanya menghabiskan waktu sebentar. Kondisi berbeda dialami oleh para wanita. Waktu yang mereka butuhkan untuk berdandan bisa berjam-jam dan begitu melelahkan. Apalagi bila niatnya mempercantik diri, bisa menghabiskan waktu setengah sampai satu hari sendiri.
Sebagai ahli menyamar, Pak Didi tau benar lokasi salon yang dapat memberikan service maksimal. Orang jelek saja berubah cantik ditangan mereka, apalagi yang mempunyai dasar cantik seperti Tantri dan Yuli. Komandan Hendri memberinya perintah memoles wajah tiga orang polwan secantik mungkin.
Hal ini penting, karena misi yang akan dijalani ialah menyusup ke dalam sarang perdagangan manusia. Para polwan cantik harus berusaha menggunakan daya pikat tubuh mereka untuk menarik perhatian para bos besar. Guna memuluskan misi, maka salon mawar adalah yang terbaik. Salon mawar menawarkan perawatan tubuh maksimal mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Berbagai perawatan kecantikan seperti lulur, totok wajah, hair extention, manicure, pedicure, hingga waxing tersedia dengan para pegawai salon yang terampil.
“ Halo Cin, gimana kabar you?? Bawa barang baru nih?? Cantik-cantik amiitt.” Sapa pemilik salon dengan nada imut.
“ Iya Salju!!” Didi menyapa pemilik salon “ Tolong service mereka berdua ya!! Perawatan seluruh tubuh!!!”
“ Iiiiihhhh eke seneng deh kalo dapet pelanggan kayak you!! Maunya to the point aja gak pake lelet!!!” Pria yang dipanggil Salju berjalan mengitari tubuh Tantri dan Yuli, “ Hei Ciinnn jangan pada bengong!!! Senyum napa!!!” Dicubitnya dagu mereka berdua dengan gemas. “ Kebanyakan begaul sama bosmu noh ya?? Jadi biasa muka bata...Iiihhh capeeek deeeehhhh.” Tangan Salju diarahkan gemulai ke dagunya sendiri kemudian bergerak dengan gemulai.
Betul yang dikatakan mami salon, dalam keseharian kedua polwan memang dituntut selalu bersikap tomboy dan maskulin. Inilah yang membuat Tantri dan Yuli selalu kerepotan ketika diminta memainkan peran sebagai wanita normal.
“ Berat tugas eke ngerubah you berdua!!” Salju berkata. “ Tapi jangan sebut nama eke Salju kalo gak bisa ngerubah loe pada!!” Salju mengalihkan pandangan kepada Didi. “ You tunggu disini!” Perintahnya tegas pada atasan Tantri. “ Ada banyak anak buah eke yang bisa you pilih buat senang-senang. Eke mau ngerubah tampilan dua cewe muka bata ini dulu.”
“ Tunggu!.” Didi menyela.
“ Apa lagi siihh Ciiinnnn???”
“ Jangan buat mereka jadi menor kayak wanita nakal!!”
“ Terus mau dibikin gimana???”
“ … Poles Tantri sama Yuli seperti wanita polos yang didandanin!!”
“ Uuuuuu wanita polos yang didandanin….mmm eke suka ide loe ciinnnn.” Salju mengelus dagu Didi “ Tambah ganteng aja sih Loe!!” Ahli nyamar sangat tak nyaman dengan pegangan Salju, langsung menyapunya sekuat tenaga dengan tepukan.
“ IIIIiiiihhh galak amat siiihh, sebel eke.” Salju menggaet tangan kedua polwan dan mengajaknya masuk ke sebuah bilik bertirai kain gorden.
“ Emang gak boleh ya?? dikit aja he he.” Seringai Didi nakal.
“ Eiiitt no no no!! Gak boleh ada yang boleh ngelanggar aturan disini!! Paham you???”
“ Iya…iyaaa siap Sis Salju.”
*****
Bilik tempat perawatan sangatlah luas dan nyaman. Udara sejuk AC begitu terasa di sekeliling ruangan. Beberapa wanita ahli make up sudah siap mendandani kedua polwan jelita. Peralatan rias mereka begitu lengkap. Tantri dan Yuli akan didandani bak putri oleh para kru salon mawar.
Begitu professional palayanan mereka, mulai dari perawatan rambut hingga kulit beserta kuku. Rambut merupakan kerjaan pertama. Potongan rambut pendek milik kedua polwan ditambah sikap tubuh tegap mereka jelas memancing rasa curiga pada diri tiap laki-laki yang melihatnya. Salju mensiasati rambut pendek khas polwan dengan menggunakan metode hair extention, yaitu menempel rambut menggunakan sejenis ring penyambung yang tak mudah lepas. Rambut pendek Tantri maupun Yuli kemudian disambung oleh rambut sintesis dengan warna yang sepadan.
Berbeda dengan wig yang mudah lepas, hair extention menyambung rambut menggunakan penyambung sehingga menimbulkan efek lekat yang lebih kuat. Salju meperhitungkan perilaku pria hidung belang yang hobi menjambak rambut para wanita pelayannya ketika bermain. Kedua polwan harus menjalankan perannya dengan optimal. Seandainya saja nanti mereka tetap akan mendapat jembakan, pemilik salon mawar tak menginginkan rambut yang telah disambungkannya lepas dengan mudah.
Proses hair extention memakan waktu lebih dari satu setengah jam. Begitu selesai, Salju mengarahkan para polwan agar mendapat perawatan kulit berupa lulur dengan di masagge.
“ Kulitmu kasar banget sih Cin, keseringan main becek-becekan ya???”
“ Mmmm kebanyakan di jemur, Mas.” Yuli menjawab lugu.
“ IIIIIHHHH.” dicubit keras pipi Yuli oleh Salju. “ Jangan panggil eke mas cantik!! Panggil saja eke SIS.. lengkapnya SISSS SALJU.”
“ IIiiiya ssiaap Siss Salju." Yuli menurut sambil menahan tawa.
“ Gemes deh kalo urusan sama kalian bisanya siaaap siaaap aja.”
Sis Salju memerintahkan kedua polwan menanggalkan pakaian mereka. Awalnya kedua wanita jelita ini malu, namun karena semua pekerjanya adalah wanita, mereka terpaksa menurut menanganggalkan semua pakaian sesuai perintah salju.
Perawatan tubuh yang diberikan salju sangatlah mewah, kedua polwan seperti mendapat kemewahan karena mendapat perawatan tubuh bak selebritis. Badan mereka dipijat persis seperti di spa-spa mahal. Tiap senti tubuh mereka dilulur begitu telaten sehingga kulit mereka menjadi lembut, cerah dan halus. Wajah mereka yang sering terpapar sinar ultra violet dan berkomedo dibersihkan melalui totok wajah.
Masker wajah menghiasi wajah Tantri dan Yuli setelah para perias melakukan totok wajah. Salju membiarkan para pekerjanya bekerja dengan tenang. Dia sendiri duduk di antara mereka berdua memberikan masukan mengenai bagaimana cara bersikap sebagai wanita normal. Buat Salju tak masuk akal bila dia diminta merubah kedua wanita dengan basic watak keras dalam waktu setengah hari. Maka dia lebih memilih mengingatkan kedua polwan tentang perilaku normal seorang wanita. Bukankah hal itu yang Tantri dan Yuli tinggalkan selama dinasnya sebagai Polisi Wanita??
Totok wajah sendiri kembali mengabiskan waktu lebih dari satu jam. Sehabis itu barulah mereka menjalani perawatan terakhir yaitu v spa . Perawatan ini menyemprot serta membersihkan area intim kewanitaan dengan cairan higienis. Metode ini membuat organ intim Tantri dan Yuli menjadi bersih dan wangi seperti akan menghadapi malam pertama. Salju sangat paham selera para laki-laki apalagi penggemar dunia malam sehingga mengharuskan para polwan melakukan v spa. Selain bersih v spa membuat area intim wanita menjadi lebih legit dan menggigit. Laki-laki mana yang tidak menyukai vagina yang sempit dan mampu melakukan empotan-empotan menghimpit penis??.
“ Katanya tiga orang kenapa hanya you berdua yang kesini???” Salju bertanya di tengah perawatan.
“ Kami juga gak tau sis siapa Polwan yang ketiga. Sampe sekarang juga gak tau. Kantor biasa nunjuk orang tapi ujungnya hanya kami aja yang turun. Bener gak Mbak??” Yuli meminta dukungan Tantri.
“ Iya bener kata Yuli Sis. Palingan cuma kami berdua aja."
“ Kasian banget sih kalian!! Kalo eke jadi kalian udah minta berhenti dari jaman belanda.”
Tantri dan Yuli tertawa lepas. Sejenak ketegangan mereka sirna. Keluwesan salju dalam berkomunikasi memang membuat hubungan mereka segera terjalin begitu akrab.
“ Nah perawatan selesai!!! Sekarang tinggal fitting gaun. Tuhh gaunnya udah eke siapin!!” Salju menunjuk pada letak lemari pakaian, “ Inge..Janji sama eke jembut dirapihin!! Gaunnya musti pake g string. Gak lucu kalo jembut kalian jalan-jalan dibalik tali nanti ya!!”
“ Eeee jadi harus potong gundul donk Sis??” Yuli bertanya.
“ Harus donk cinta!!!”
“………” Kedua polwan terdiam. Sepulang dari salon mereka punya kerjaan tambahan ; Memotong rambut kemaluan beserta ketiak mereka hingga bersih mulus tak menyisakan satu helai rambut pun
***
“ Nih Cin anak buah you udah eke permak, liat nih!!” Ujar salju membangungkan Didi yang telah tertidur pulas saking lamanya menunggu.
Tantri dan Yuli keluar dari ruangan rias dengan baju gaun sexy yang panjangnya sampai sedikit dibawah lutut. Gaun pilihan Salju begitu sexy menonjolkan lekuk tubuh mereka yang biasanya tidak terlihat dibalut machonya seragam polisi. Sepatu hak tinggi yang juga mereka kenakan semakin menegaskan jati diri mereka sebagai wanita cantik. Sepatu mereka sengaja dipilihkan senada dengan warna gaun.
Salju tak sembarangan memilih gaun. Dia mengenali benar potensi para modelnya. Tantri yang dianggapnya memiliki sensualitas tinggi cocok mengenakan warna merah yang menyimbolkan keberanian serta hasrat seksual meletup-letup. Ketika ia keluar pertama kalinya dari bilik, Didi harus mengucek matanya berkali-kali karena rasanya ia sedang melihat bidadari. Tubuh Tantri yang tinggi semampai dengan kaki jenjang bak peragawati makin menguatkan image bidadari yang centik jelita. Apalagi gaun ketat warna merah yang dipilihkan membuat sensualitas tubuh sang polwan makin menonjol.
Yuli sebaliknya memiliki karakter yang lapar dan garang. Usianya yang masih belia, sangat diwarnai oleh kerasnya pendidikan kepolisian dengan pakem disiplin dan loyalitas. Kerasnya disiplin oleh Salju dipadukan dengan riasan dominan hijau guna memberi kesan adem. Salju tak ingin para lelaki kabur karena melihat rengutan Yuli. Salju boleh saja tak bisa merubah karakter Yuli tapi dia bisa membuat kesan pertama yang baik. Melihat Yuli bergaun hijau, para lelaki pasti akan jatuh hati.
Apalagi wajah Yuli memang memiliki sensualitas unik. Kecantikan wajahnya, dibalut gaun hijau dengan belahan kaki tinggi hingga ke paha, membuat polwan junior ini kehilangan identitas awalnya sebagai polwan garang digantikan oleh penampilan cantik kalem. Yuli memiliki aset yang lebih dari Tantri dalam hal ukuran payudara. Dadanya begitu montok. Salju sadar potensi ini dan memilihkan gaun yang mengeksplore keindahan payudara.
Tak sia-sia penantian Didi selama beberapa jam ini karena melihat kedua orang anak buahnya telah berubah bak bidadari yang turun dari langit.
“ Wanita polos yang didandanin. Gimana menurut you Cin??”
“ Mmm …..Eke gak bisa ngomong apa-apa lagi. Kerjaan you memang top binggiitt Ciinn.” Didi menggoda Salju dengan meniru gayanya. Salju merengut memasang tampak ngambek, persis yang biasa dilakukan anak-anak kecil.
“ Komandan rencana baru jam 23.00 kita akan bertemu orang di lokasi. sekarang baru jam 18.30.”
“ Terus??”
“ Kami berdua, bila diperkenankan ingin pulang dulu ada hal yang harus kami lakukan.”
“ Apa itu???”.
“ Mmmm masalah kewanitaan Komandan.” mata mereka melirik Salju yang masih memasang tampang pura-pura ngambek. Masalah cukur-mencukur memang belum dilakukan dan harus dilaksanakan di rumah.”
“ Baik tepat jam 22.30 kita ketemu di area kumpul.”
***
Brrrrrmmmm....Bunyi sepeda motor masuk ke dalam rumah kemudian diparkir cepat.
Penumpangnya tampak tak bisa menyembunyikan kelelahan setelah bekerja seharian penuh. Bagaimana pun tuntutan kerja jaman sekarang memang begitu berat. Semua kerjaan penuh tuntutan, terutama waktu yang terus diburu-buru. Manusia seolah takut kehilangan waktunya demi memburu uang.
Sebenarnya laki laki muda penggemar fitness yang baru saja memarkir motornya, enggan meninggalkan kerjaannya, tapi bunyi pesan BBM di ponsel diiringi gambar foto yang dikirim oleh istri tercinta membuatnya segera berubah pikiran.
“ PA PULANG YAHHH MAMA KANGENNN BANGET SAMA PAPA!!!” Bbm pertama dari istrinya.
“ PAPA LAGI KERJA MA. MASIH NUMPUK NIH.” Balasnya.
Lama tak ada jawaban.
“ KALO NGELIAT INI PAPA MAU PULANG GAK???”
Bbm kedua....IMAGE..IMAGE.. Gambar foto diterima.
Pria muda memperhatikan ponsel baik-baik. Dua gambar menampilkan istri tercinta dengan rambut panjang tergerai bergelombang sexy sedang mengangkat kedua tangannya dengan balutan gaun merah. Terbengong-bengong laki-laki ganteng memperhatikan gambar tersebut.
Beberapa saat dia merasa jangan-jangan sedang bermimpi. Sudah lama dia memimpikan sang istri, yang selalu berambut pendek, mendapatkan iji memanjangkan rambutnya. Sang suami tau pasti istrinya yang memang sangat cantik akan makin menawan bila saja boleh berambut panjang. Masalahnya tuntutan profesi tidak mengijinkan.
Tiba-tiba sang istri mengirim gambarnya dengan rambut panjang. Betapa beruntungnya ia sebagai suami. Sang istri mengejutkannya di rumah dengan sebuah hadiah tak terduga. Hadiah yang akan membawa birahinya membumbung tinggi.
“ PAPA PULANG SEKARANG!!!!” Tanpa pikir dua kali ia membalas bbm istrinya.
“ KATANYA BANYAK KERJAAN???”
“ PERSETAN SAMA KERJAAN!! PAPA PULANG!!!”
^^^ Berangkatlah ia pulang dari kantor dengan gairah birahi meluap-luap. Gas motor menjadi saksi bisu betapa libido seorang laki-laki dapat memacu motor tiba di rumah lebih cepat dari biasanya.
Ckleeeekkk........Suara pintu dibuka.
"Ma papa pulang!!” Ujarnya tak sabar sambil melepas sepatu berikut kaos kakinya begitu berhasil membuka pintu.
“ Halo ganteng!!!” Sang istri telah menyambutnya di depan pintu kamar sambil bersandar di gagang pintu dengan satu tangan terangkat tinggi. Sang istri, Tantri, yang baru saja selesai bercukur, tengah menyambutnya tanpa busana sehelai pun. Hanya sepatu hak tinggi yang menemaninya guna membangkitkan birahi sang suami. Dalam hati, Tantri berbisik, “ Kasian suamiku lelah di kantor, semoga tampilan sexyku dapat membuatnya kembali bergairah dan bersedia melayaniku malam ini.”
Cteeekk....Mata Tantri mengedip genit ke arah suaminya.
Alex nama sang suami yang beruntung tersebut seketika kehilangan akal sehatnya menyaksikan penampilan sang istri yang sedemikian vulgar. Apalagi rambut panjangnya yang sengaja dikibas-kibaskan betul-betul membuat Alex tak mampu lagi menahan desakan yang muncul secara alamiah dari bawah.
Cepat dia lucuti dasi beserta kemeja kerjanya. Kedua mata Alex tak berkedip, terus menatap tubuh sang istri yang terlihat semakin mengkillat di bawah cahaya lampu. Tubuh Tantri, istrinya, terlihat lebih mulus, tanpa bulu-bulu sedikit pun, bahkan daerah kewanitaan yang sengaja dipamerkannya telah gundul meninggalkan sebaris rambut yang dibiarkan tumbuh dengan membentuk garis lurus.
Laki-laki mana yang tak gila melihat vagina semenggoda milik Tantri? Alex tak tahan lagi, cepat dia telanjangi dirinya sendiri. CD yang merupakan pertahanan terakhir di lemparnya jauh-jauh. Alex tak segan memperlihatkan kejantanannya kepada sang istri. Penis kebanggaannya telah mengacung tegak akibat rangsangan visual Tantri yang dengan nakal menggodanya.
Alex segera berlari cepat menuju sang istri dengan gairah membara. Naluri kebinatangannya bangkit. Dia siap bersetubuh dengan buas bagai singa kelaparan.
“ Mmmmmmmmm Paaapaaaahhh.” Bibir Tantri yang telah dilapis lipstik warna merah dicumbunya begitu rakus. Tantri sendiri sebagai betina merupakan contoh paradox sempurna. Satu sisi dirinya tak akan mengijinkan laki-laki lain menyentuh apalagi memberikan gangguan kepada dirinya secara fisik. Sisi lainnya ; Dia tak takut berekspresi khusus untuk sang suami. Berhubungan seksual adalah sebuah sarana mereguk kenikmatan. Tantri tak malu-malu mengutarakan keinginannya pada suami tercinta tentang bagaimana dia ingin dipuaskan.
Kedua kutub penuh gairah kini telah bertemu. Usia muda mereka membuat pertemuan selalu dibumbui hawa panas yang memencar kuat dari seluruh bagian tubuh. Mereka berdua sekarang berpelukan begitu erat. Gairah kedua suami istri yang saling mencintai ini bersatu kemudian siap disalurkan demi mewujudkan semua fantasi liar yang hadir di kepala.
“ Untunglah aku penggemar olahraga.” Batin Alex sang suami mensyukuri kebiasaan baik yang biasa dilakukan. Jika tidak bagaimana dia bisa mengimbangi Tantri yang demikian binal. Istrinya sejak mereka pacaran tak pernah takut mendesah bila sedang dalam ambang batas kenikmatan. Laki-laki mana yang tak merasa menjadi raja kala istrinya telah tunduk mendesah-desah?? Tantri adalah dewi seksual. Alex sangat mensyukuri kenyataan yang diimpikan oleh setiap lelaki ; Memiliki istri yang panas saat berhubungan di atas ranjang.
Dengan sepasang otot bisep yang kuat dia kini gendong Tantri yang hanya mengenakan sepatu hak tinggi. Ketelanjangannya tak membuat sang istri rikuh. Tantri tau dirinya sexy. Alangkah indahnya saat seorang wanita menyadari dirinya makhluk yang sexy. Perasaan yakin tersebutlah yang akan mempermudahnya menjemput pengalaman orgasme tak terlukiskan. Penis tegak Alex terus berdenyut-denyut walau si empunya tengah mengerahkan seluruh tenaga ototnya mengendong sang istri. Ereksi sang suami menunjukkan jelas keberhasilan Tantri menunjukkan betapa sexynya ia.
“ Uuuuuuhhhhh.” Tiba di ranjang, Alex melempar sang istri dengan lembut, kemudian menindihnya dengan penuh kejantanan. Seorang betina akan sampai pada orgasme sejati bila memiliki sikap ketundukan sempurna. Inilah seni bersetubuh ; Ketika seorang wanita rela tubuhnya dibolak-balik oleh pejantannya, kemudian melepaskan dirinya dalam sebuah ledakan orgame.
“ Nakal mama ya!!” Tangan Alex mencekik pelan leher sang istri. Cekikan adalah salah satu symbol kekuasaan. Alex mengawali pertempuran dengan mempertegas statusnya sebagai seorang penguasa dalam rumah tangga. Tantri memandang suaminya dengan pandangan nanar penuh birahi. Nafasnya begitu sulit dikendalikan. Pegangan sang suami pada lehernya telah membuatnya siap memulai sebuah petualangan seksual.
Jari telunjuk Alexlah yang memulai pengarungan kenikmatan. Jari itu dengan begitu nakal menjamah seluruh tubuh Tantri mulai dari leher, bahu, turun ke payudara kencangnya berhenti sejenak, kemudian mengeksplorasi sekitar wilayah puting dan kulit disekelilingnya dengan tujuan membuat bongkahan susu Tantri ikut ereksi mengacung tegak. Bulu kuduk Tantri berdiri menerima rangsangan di payudara.
“ Papa suka sama rambut mama! bikin Mama makin cantik.” Dengan kasar Alex mencengkram payudara Tantri, sontak membuatnya tersontak, “ Aaaaaaaahhhhhh.” Tantri mendesah keras.
“ Mmmm Papa akan nikmati seluruh tubuh mama dari sekarang sampai subuh nanti!!!i”
“ HHAAAAAHHH.” Tantri menjerit dengan rangsangan verbal Alex yang begitu lihai mempermainkan sisi fantasi dalam dirinya. Jari telunjuk yang sebelumnya berada di payudara diangkatnya menuju ke rambut.
“ Mama suka teteknya papa remes???” Bisik Alex dengan nada nakal.
“ Sukaaa…..sukaaa bangett..AaaaaaAAAAHHH.”
Alex begitu gembira sekaligus konak. Mulut sang istri terbuka lebar melontarkan desahan. Disambutnya bibir itu dengan sebuah ciuman pereda yang membungkam desahan syahwat sang istri. Alex memberi sebuah ciuman dibarengi hisapan dalam pada bibir merah sang istri. Bibir merah merona tersebut dikulum sambil menghisap sari-sari mudanya. Sambil mencumbu, dielus perlahan rambut Tantri sebagai penghormatan pada perjuangan Tantri membahagiakannya. Tantri masih mendesah perlahan. Alex mencumbunya pelan melepas bibir, memberi lagi cumbuan-cumbuan pendek yang meredakan ketegangan Tantri.
“ Mama sexy banget.” Alex menatap mata sang istri.
“ Mmmmassaa siihh Paah??”
“ Papa paling suka jembutnya bikin mama jadi kayak cewe nakal!!” Dicubit jembut Tantri yang nongol sedikit.
“ AAAaaaaauuuuu.” Tantri mengernyit “ Kataaanya ppaapa maau mmaama jadi cewe nakal??” Godanya.
“ Mmm mmmm.” Alex mengangguk “ Tapi…Nakalnya hanya buat papa.” dicumbu lagi bibir sang istri yang malam ini sangatlah sensual.
Puas mencumbu bibir, dia jentik dagu sang istri agar tertengadah menyajikan leher jenjangnya yang begitu menggoda. Alex menghirup aroma leher nan begitu wangi. Aroma wangi bunga hadir membawa khayalannya terbang. Dilumatnya leher jenjang Tantri. Pengaruh aroma bunga membuat Alex bagaikan menjadi lebah yang hinggap di kelopak bunga. Wangi semerbak di kelopak bunga membuat lebah bisa menghabiskan waktunya berjam-jam menghisap madu. Demikian pula Alex, wangi tubuh sang istri membuatnya betah. Dia nikmati benar setiap detik waktunya mempermainkan leher jenjang Tantri mulai dari bagian depan sampai sisi kanan kiri leher yang ditumbuhi bulu-bulu halus.
“ OOOOOhhhhhh maaaasssss”, masih dalam posisi terdangak tangan Tantri mencari jemari tangan sang suami. Sikap telaten Alex mempermainkan lehernya membuat Tantri tak tahan. Sebagai betina ia memerlukan pejantan sebagai pelindung. Termasuk dalam momen orgasme. Ambang kenikmatan merupakan sebuah hal asing bagi wanita. Disana wanita harus rela kehilangan kecantikannya diganti dengan wajah histeris yang penuh aliran darah berwarna merah disekeliling wajah.
Keberhasilan orgasme ditentukan kehadiran seorang pejantan yang menerima si betina apa adanya. Seorang suami perkasa yang bisa mengantarkannya ke langit ketujuh dan menikmati benar segala keanehan dan kehilangan kontrol yang akan diperagakan Tantri ketika tiba disana.
Dalam kenyataannya, banyak wanita takut menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada sang suami. Mereka takut sang suami menyaksikan raut wajah mereka yang dianggap jelek saat dihantam orgasme dahsyat. Para wanita itu takut kehilangan kecantikan. Tantri berbeda. Ia senang memperlihatkan pada sang suami betapa jeleknya ia ketika orgasme. dia rela menjadi jelek, tapi bukankah yang membuatnya lepas kendai adalah Alex sendiri?? Jadi apa lagi yang dia khawatirkan. Bukankah laki-laki akan bertambah senang saat melihat wajah merah istrinya yang lepas kontrol dalam dekapan otot otot kekar mereka??
Tantri ingin sang suami menyaksikan ekspresi mabuknya ketika dilanda orgasme.
“ Tetek Mama sexy!!!”
“ AAAAAAAAHHHHHHH.” Ia mulai memasuki tahap nikmat tingkat pertama, saat bibir suaminya mulai turun dari leher beranjak mengenyot puting susu yang sedari tadi telah dipersiapkannya untuk dikenyot.
Ukuran payudara Tantri tergolong biasa namun sangat montok sekaligus kencang. Tubuhnya yang indah membuat payudaranya tampil begitu proporsional. Saat terangsang, payudara Tantri selalu ngaceng maksimal mambuat Alex terus bersemangat menghisapnya tanpa ampun.
Nyyyyooot nyyyoootttt.... Alex mengenyot dengan rakus.
“ Paaaapppaaa saaayyyaaannggg aaaahhhhhh”, Tantri mulai lupa diri. Pegangan tangannya pada punggung kokoh Alex dipererat.
Suaminya adalah master seksual bagi Tantri. Alex begitu lihai mempermainkan seluruh bagian tubuhnya. Lihatlah sekarang, bibir Alex boleh hinggap di payudara, sedang satu tangannya erat menggenggam tangan Tantri. Akan tetapi tangannya yang lain diam-diam bergeriliya ke bawah mendatangi vagina Tantri yang telah basah. Tangan itu menjadi media sempurna pencapaian klimaks.
Dimulai dari ekspresi perasaannya pada jembut tegak Tantri, tangan itu mulai mengelus dan mencubit-cubit rambut kemaluan sexy sang istri. Dari sana tangan mulai menyentuh ujung vagina, mendekat ke klitoris lalu menekannya berkali-kali.
“ AAAAAAAHHH AAAAAHHHH PAAAPPAAAHHH”, Tantri meraung.
Alex tersenyum mendengar teriakan syahwat. Ini merupakan tanda, kenyotannya di payudara harus diperdalam dibarengi jari telunjuk yang harus mulai masuk ke dalam vagina. Tantri siap mencapai klimaks, vaginanya adalah tombolnya.
Clluuukk..cllluukkk....Bunyi telunjuk Alex mengusap-usap vagina yang telah basah karena cairan pelumas alami telah terproduksi melimpah dari dalam rahim.
Masih mengenyot, Alex melirik wajah sang istri. Wajahnya telah merem melek tak karuan. Tantri bolak balik membanting wajahnya kiri kanan di kasur. Sang istri telah naik ke tangga kedua menjelang orgasme.
Alex tau persis apa yang harus dilakukannya guna membawa Tantri naik lagi ke tangga berikutnya hingga berujung klimaks. Tangan Tantri yang dari tadi terus menggenggam tangannya diangkat tinggi agar berada di samping kepala. Dalam posisi ini, ketiak sensual sang istri mulai terlihat.
Sang suami menjadi saksi hidup, bagaimana totalnya perawatan tubuh yang dilakukan Tantri. Lihatlah ketiaknya kini, begitu harum, mulus dan begitu bersih.
“ Ketiak mama selalu favorite Papa”, ujar Alex saat melepaskan kenyotannya dari payudara.
“ Papa….papaaa”, Tantri menggeleng-geleng aneh...Slleeeeppp Slelleeeepp Sleeeeeppp....rupanya telunjuk Alex bermain makin lincah dalam liang vaginanya. Hal itu membuat Tantri makin gila. Matanya sekarang lebih banyak terpejam. Tantri mulai sulit sadar. Begitu matanya terbuka kadang hanya terlihat putihnya saja, menandakan ia telah begitu terangsang.
Slllrrggg Slllrrrgg Sllrrrrgggg,,Lidah Alex tanpa ampun mulai menjilati ketiak tanpa bulu istrinya. Tangan sang istri tak sanggup melawan karena Alex terus menggenggamnya dengan erat.
“ AAAAHHHH AMMMPUN PAAPPAAHH AMMPUUUNNN”, wajah Tantri mendangak, “ AAHHHH AHHHHH”, Tantri menjerit-jerit.
Klimaks hampir dicapai, Alex mendadak secara sengaja menghentikan semua aksinya pada tubuh sang istri. Dilepasnya jari telunjuk dari lubang vagina bersamaan dihentikannya jilatan membabi buta di ketiak sexy Tantri.
“ …. Paaa???? kenapa berhenti Pa????”, Tantri berhasil dibikin penasaran, “ Massss kenaaapa berhentii? lanjut lagii massss”.
Alex memiliki rencana. Ia pasti akan membawa Tantri menjemput orgasme tapi tidak dengan jari. Alex menginginkan penisnyalah yang membawa istrinya terbang. Persetubuhan adalah masuknya alat kelamin pria ke dalam lubang kelamin wanita. Melalui persatuan kedua alat kelamin terjadi transfer kenikmatan. Maka kenapa Alex harus melewatkan momen spesial tersebut???.
Cllluupp...Sangat berpengalaman Alex mengarahkan penis masuk kedalam vagina. Penis yang telah tegak akibat godaan Tantri, masuk mudah ke dalam lubang sempit vagina.
Sleeeeppp....Alex mengangkat kepalanya menahan nikmat. Vagina Tantri begitu sempit. Sudah lebih satu tahun lamanya Alex hampir tiap hari menyetubuhi sang istri, tapi vagina Tantri terus terjaga kekuatannya dan begitu rapat. Otot vagina yang hampir tiap hari dipakai malahan makin kuat dengan cengkraman yang menjepit. Seandainya saja penisnya tidak ereksi maksimal, sangat tidak mungkin vagina sesempit ini dapat tertembus dengan mudah. Perawatan v spa Salju berhasil.
Pllooop...Sekarang penis Alex telah tertanam seluruhnya. Tantri mengeluarkan desahan panjang penuh kelegaan saat penis masuk. Kehausan seksualnya dipenuhi Alex dengan masuknya tombak tegak itu dalam celah selangkangan. Tantri meremas sprei tempat tidur saat lubang sempitnya mulai merasakan begitu kokoh penis sang suami.
Alex adalah master seksual. Dia selalu melakukan aksi yang memusakan Tantri. Berlawanan dengan ajaran seks film porno yang mengajar kamu lelaki agar melakukan penetrasi bertempo cepat, Alex hanya memasukkan penis tegak miliknya dalam-dalam, lalu mendiamkan penis itu berjumpa dengan sang kekasih.
“ Aaahhhh Paaaahhh”, Tantri kembali mendesah.
Alex mengabaikan erangan Tantri. Dia harus bisa berkonsentrasi pada rasa. Vagina Tantri begitu menjepit berkat v spa yang tadi dia lakukan. Lengah sedikit penisnya akan menyembur terlalu cepat. Alex terus menceburkan penis sedalam-dalamnya, kemudian bertahap memutar-mutar pinggul agar vagina sempit itu teraduk-aduk penis. Semua dinding vagina jadi tersentuh oleh aksi goyang Alex. Tantri makin menggila, “ Aaaaahhh….aaaaaaahhh….aaaaahhhh”, desahannya makin intens.
Tidak ada bunyi plok plok khas orang menepuk dalam persenggamaan Tantri. Yang ada hanya bunyi raungan tunggal kenikmatan sang Polwan cantik.
“ Hmmmmm ”, Alex mencelupkan jempol ke mulut sang istri. Erangannya dibungkam. Tantri menghisap-hisap jempol Alex bagai anak kecil menghisap permen.
“ Enak Mama??”, Alex bertanya mesum.
“ MMmm mmmm”, Tantri menjawab hanya dengan anggukan masih dengan mata terpejam. Wajahnya telah bersemu merah.
“ Mau yang lebih enak??”.
“ Mmmm mmm iyaaahh Paaappahh”, Tantri melepas jempol dari mulutnya kembali mencengkram sprei tempat tidur. Penis tegak Alex telah membuatnya merasa nikmat.
“ Siap-siap ya!!!”, jempol Alex telah basah akibat hisapan sang istri. Jempol basah diletakkan di depan ujung vagina Tantri. Satu tangannya dengan menggunakan jari telunjuk dan tengah berusaha merenggangkan celah sempit vagina. Direnggangkan begitu rupa letak klitoris menjadi lebih mudah terlihat. Alex bersiap menekan tombol picu yang akan meluncurkan rudal orgasme.
Tantri telah mengawang-ngawang saat vaginanya dibuka. Dia sebenarnya sudah tak sadar. Dalam keadaan istri yang telah tiba diambang pelepasan kendali, Alex mengucek jempolnya cepat ke dinding klitoris yang telah terbuka.
Licinnya jempol membuat Alex mudah mengucek-ngucek organ intim Tantri. Sebelumnya si polwan cantik terpejam namun datangnya sensasi lain dari arah klitoris membuatnya membuka mata lalu mendelik. Ia tak tahan lagi.
“ HAAAHHH………..”, Tantri sampai.
Dia hilang kendali. Tubuhnya tegang. Bibirnya hanya sanggup mengucapkan kata yang tak terdengar. Matanya mendelik nanar kehilangan fokus. Genggamannya di sprei makin erat. Sedangkan cairan hangat mulai menyembur sedikit demi sedikit dari lubang uretra.
Alex merasakan benar penisnya dicengkram semakin kuat. Penis terplintir-plintir digiling sempitnya vagina. “ HAAAAAAAAAHHHHH”, Alex mengerang berusaha menahan ejakulasi.
Tantri telah melepas orgasme dia tak boleh terlalu cepat menyusul . Dengan gigi yang dikatupkan, Alex menikmati benar tiap detik momen orgasme istrinya yang cantik. Dia ingin wajah mabuk istrinya yang tak terfokus bertahan selama mungkin, maka tak dilepaskannya jempol dari klitoris mekar Tantri.
“ AAAA……..UUUUHHHHH…..AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHH……..” , Tantri tegang sejenak, rebah di ranjang , tegang lagi, berulang-ulang kali.
Cukup dengan gerak konsisten menanam penis dalam-dalam, dibarengi pijatan jempol di klitoris, Alex telah berhasil mengantar Tantri meraih orgasme beruntun yang ke dua, tiga, empat, dan lima secara berturut-turut.
Tantri terus berada dalam kondisi mabuk orgasame lebih dari lima menit. Vaginanya terus diobok-obok oleh jari dan penis Alex.
Cccrriitt..crrriiitt…crriiitttt....Uretra Tantri memuntahkan cairan cairan bening.
Saat memuntahkan cairan, vagina otomatis mengempot begitu sempit. Sensasi di penis Alex makin manjadi-jadi. Dia tak tahan lagi. Kepala Alex semula berkali-kali harus mendangak menahan ejakulasi, kini dia akan muntahkan semua. Tangannya yang semula membuka lebar vagina Tantri, dialihkan memegangi tangan sang istri kemudian membawanya naik tinggi ke samping kepala bersamaan tubuhnya menindih tubuh Tantri.
Dalam posisi sekarang mulailah dia menggenjot vagina istrinya yang cantik dengan kecepatan tinggi.
PLOOOK..PLOOOKK…PLOOOKKK,,Suara keras tumbukan penis dengan vagina terdengar lantang.
“ AAAAAHH MASSSS MASSSS MASSSS AAHHHHH”, Tantri ikut menggila digenjot sedemikian kencang. Alex hapal benar wilayah sensitive istrinya. Khusus orgame ke enam akan dijadikannya momen tak terlupakan. Tangan kanan Alex memegangi kedua tangan Tantri yang telah terangkat agar tak dapat bergerak kemana-mana.
Tangan kirinya melakukan tugas lain dengan memompa payudara Tantri secara bergantian seirama dengan pompaan penis dalam vagina. Mulutnya sekarang juga ikut bergerak bersamaan. Lidahnya menjulur mulai menjilat-jilat ketiak mulus sang istri yang telah terangkat.
“ AAAAAHHH AAAAHHH MAAAMAAA."........PLOOOKK PLOOOKK PLLLOOOKK.
“ HEEEHH HEEEEH HEEEHH AAAAAHHH”, dalam keadaan tangan terangkat dan dijilati buas, penis Alex menghujam makin cepat. Payudara Tantri juga terus dipompa dengan kencang.
Akhirnya mendapat jepitan vagina yang demikian kencang, Alex tak tahan lagi. Tantri pun demikian. Bertepatan dengan ledakan ke enam yang akan segera meledak dalam diri Tantri, Alex pun tiba di ujung ejakulasi.
“ AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA MAAAAMAAAAAAAA”, jeritan keras keluar dari bibirnya mendorong semburan sperma yang masuk telak ke dalam rahim sang istri.
“ HHHEEEEEGG……..”, Tantri orgasme hebat dengan tusukan di vagina, jilatan di ketiak dan pompaan di payudara.
Crrrrrooottt satu kali...mata Alex terpejam jilatan terus diberikan. Crrrrrooottt dua kali..mata Alex terbuka dia masih menjilat, “ AAAAAAHHHHH".. Crootttt kali ketiga, ia terdangak merasakan penisnya dikocok-kocok agar menumpahkan seluruh isinya jilatannya lepas. “ UUUGGGHH, " crot empat kali , ia tertunduk lagi menghadap istrinya dengan semburan-semburan akhir yang makin melemah, Alex kembali menjilati ketiak, “ AAAAAAAAHHHHHHHHHHH. " CRROOOOTTT semburan kelima, semburan terakhirnya keluar dengan kencang bertepatan dengan rentetan cairan Tantri yang keluar deras dari lubang kencingnya.
Persetubuhan sempurna berakhir. Deru nafas yang bergemuruh menjadi akhir duel sempurna antara seorang suami istri.
“ Hooosssshh hossssshhh hossssshhh”, Alex dan Tantri saling peluk berusaha meredakan badai nikmat yang masih terus susul-menyusul datang. Tidak ada yang bergerak. Alex masih menindih tubuh Tantri. Penisnya terus tertanam hingga mengeluarkan tetes terakhir sperma. Nafas mereka masih berkejar-kejaran.
Aroma tubuh Tantri yang begitu harum menjadi penenang kehisterisan Alex. Menciumi tubuh istrinya pasca pelepasan hormon ejakulasi membuat Alex memejamkan mata. Dia begitu tenang sekarang. Pikirannya ringan, semua beban kerja lenyap disapu kenikmatan. Pelan namun pasti Alex jatuh tertidur dalam pelukan istrinya yang begitu cantik.
***
Dengan berat hati Tantri menyampingkan tubuh sang suami. Alex telah tertidur pulas. Sebenarnya Tantri hendak ijin meninggalkan suaminya demi sebuah tugas, akan tetapi dia enggan mengganggu sang suami yang terlihat begitu lelah selepas bekerja.
Tantri beranjak dari tempat tidur, kemudian masuk kamar mandi. Dia mandi sekaligus membersihkan ceceran sperma sang suami yang begitu penuh tertumpah dalam vaginanya. Setelah mandi dia poles sejenak tubuhnya kemudian mengenakan gaun merah yang sayangnya belum sempat disaksikan Alex.
Dari cermin dia pantaskan dirinya yang telah kembali cantik. Sedikit Tantri melenggak-lenggok mengagumi sendiri keindahan tubuhnya.
Teepp..teeepp..Tantri melangkah perlahan menuju ranjang sang suami. Menyelimuti tubuh telanjangnya dengan selimut kemudian mencium tangannya.
“ Maafin Tantri ya Mas!! pergi tanpa ijin !! Tantri takut kalo Mas denger tugas Tantri, mas akan melarang Tantri pergi. tugas ini penting Mas karena menyangkut nasib ratusan wanita tak berdosa!! Maafin ya Mas, Tantri mohon doa restu”, Tantri menatap wajah suaminya sejenak kemudian beranjak pergi.
***
Pak tua sedang berada di depan komplek ruko. Pria necis tak berada disampingnya. Entah kemana sahabatnya , tapi pak tua sejak dari pagi memang sedang ingin sendiri. Dari tadi pak Tua, melihat dua orang berpakaian hitam-hitam berdiri sigap di samping sebuah mobil. Sepengetahuan pak tua dua orang wanita cantik tengah berada di dalam mobil. Sayang dari tadi ditunggu mereka berdua tak ada yang mau turun. Pak tua harus mendekat. Dia sangat ingin bertemu dengan salah seorang diantara mereka.
“ HAI PEMULUNG JANGAN MULUNG DISINI KAMU!!!”, pria berjaket hitam berteriak hendak mengusir pria tua yang sekarang sudah mendekati mobil.
“ MAU NGAPAIN KAMU??? PERGII!!!!!”, tidak cukup hanya menghardik, pria berjaket juga mendorong pria tua hingga terjatuh.
“ Jangan Mas!!”, suara merdu wanita cantik menghentikan aksi emosional si laki-laki berjaket. Wanita berbaju merah telah turun dari mobil.
“ Tri, pemulung malam-malam begini bisa bikin kita ketauan”.
“ Gak apa Mas!! Tantri yang tanggung jawab!!”.
Wanita cantik berbaju merah berhasil meyakinkan pria berjaket hitam. Pak tua tidak lagi diganggu.
“ Bapak yang mulung waktu itu kan???”, sapa si cantik.
“ Ibu masih ingat sama saya???”, kata pak tua.
“ Saya gak bisa lupa sama Bapak ”, kata si cantik ramah meski ia tampak tak bisa menyembunyikan perasaan tegang dalam dirinya.
“ Ibu waktu saya sebentar”, pak tua menampilkan wajah serius, “ saya cuma mau minta pada Ibu agar jangan ikut operasi!!!”, pak tua memperingatkan.
“ Operasi, siapa bilang saya mau operasi????”, si cantik terheran-heran.
“ Ibu gak usah bohong sama saya!!”.
Si Cantik menatap mata pak tua dia enggan berbohong melihat kharismanya,
“ Ada manusia mau diperdagangkan Pak saya cuma mau menolong”, katanya.
“ Jangan ikut!! nanti nyawa Ibu yang akan…..”, pak tua kelepasan bicara. Sudah kesepakatannya dengan pria necis hanya boleh memperingatkan tidak boleh memberitahu diluar itu. Untunglah sahabatnya tak ikut.
“ Kenapa nyawa saya pak??”.
“ ……….”, pak tua terdiam. Dia kelepasan bicara.
“ Kalo pun nyawa saya harus melayang maka biarlah melayang Pak . Yang terpenting Tantri hanya berusaha menolong”, si cantik terlihat pasrah.
“ Ibu jangan ikut operasi!!”.
“ Saya ikut Pak! terima kasih atas perhatian Bapak! saya hanya mau menolong!!”, si cantik hendak meninggalkan pak tua.
“ Tunggu Bu!!!”, pak tua mencegah si cantik pergi.
“ Hmmm??”.
“ Bila ibu tak mau mendengarkan nasihat saya, bersediakah Ibu mengenakan gelang saya ini??”.
“ Apa itu Pak???, jimat?? saya tidak membutuhkan……”.
“ Bukan jimat Bu, anggaplah ini sebuah doa keselamatan dari orang tua hina seperti saya yang hanya mengharapkan keselamatan bagi orang sebaik Ibu”.
Si cantik terlihat ragu.
“ Bila ragu, pakailah malam ini aja Bu!!. besok ibu boleh membuangnya”.
“ Baiklah Pak!!” si cantik terlihat tak ingin melukai hati pak tua, dia maju mengambil gelang yang ditawarkan kemudian mengenakannya di tangan kiri.
“ Terima kasih banyak sudah mau mengenakan gelang saya Bu”, pak tua berujar.
“ Sampai jumpa ya Pak!!”, si cantik tersenyum manis.
“ Apakah kita akan berjumpa lagi Bu??”, tanya pak tua dengan nada pesimis.
“……..”, si cantik kembali tersenyum manis.
***
Kawasan ruko di tengah malam begitu sepi. Wilayah tempat Didi bertugas bukanlah seperti kota besar lain dimana laju ekonomi berjalan cepat. Disini ketika malam datang kawasan ruko menjadi demikian sepi dengan pencahayaan remang-remang. Tak heran kawasan yang tengah dituju Didi bersama dua polwan cantiknya sekarang selalu digunakan sebagai tempat mesum oleh para penikmat lendir.
Namun dibalik itu semua kesunyian ruko dan belum majunya sektor ekonomi justru dimanfaatkan orang tak bertanggung jawab. Para Bos germo memperdagangkan wanita di kawasan ruko. Informasi ini berhasil diperoleh Didi berkat kepiawaiannya bersama tim intelijen menyamar masuk dalam ke dalam sarang para mucikari.
Dari kaca spion, Didi yang duduk di depan tak henti mengagumi kecantikan para anak buahnya. Tantri telah mengenakan gaun merah. Sedangkan Yuli sudah berbalut gaun hijau. Mmm membayangkan ada apa di balik gaun yang dikenakan oleh mereka membuat barang Didi berdiri sendiri di tengah keheningan malam.
Mereka semua masih menunggu di dalam mobil. Tidak ada tanda-tanda kendaraan apa pun yang melintas hingga waktu kesepakatan terlewat. Semua aparat dalam mobil resah, jangan-jangan mereka telah melakukan kekeliruan. Didi sebagai Kmandan tentu memikul tanggung jawab. Dialah yang paling resah tapi selalu dialihkannya dengan memandangi payudara Yuli yang terceplak jelas dari balik gaun.
Klliiiikk…kllliiikkk…kllliiikkk...nyala senter kelap-kelip sengaja diarahkan ke mobil mereka oleh seseorang dari balik kegelapan ruko mengalihkan segera perhatian Didi dari kaca spion.
Didi sadar inilah waktunya. Sesuai kesepakatan ia harus melangkah berjalan kaki bersama dua orang wanita yang dia “ jual” . Dibawanya Tantri bersama Yuli menghampiri penyenter. Mereka melangkah dengan gugup. Hanya Didi yang terlihat tenang.
“ Tantri namamu sekarang Tania!! Yuli namamu Juli!! Ingat baik-baik jangan lupa!!”, pesannya sambil berbisik kepada dua orang anak buahnya yang telah berubah demikian cantik.
“ Siap Komandan”.
Didi menghampiri penyenter sendirian. Dia memeragakan keterampilan berkomunikasinya yang begitu luwes. Penyenter menanyakan padanya barang yang dia jual. Didi memperlihatkan kedua orang wanitanya yang telah didandani cantik. Penyenter sampai harus menelan ludah berkali-kali karena melihat barang kiriman Didi.
Keterampilan komunikasi Didi dapat membuatnya berhasil masuk mengantar para Polwan hingga masuk ke dalam. Para penjaga di pintu utama sebenarnya menginginkan menggeledah mereka tapi Didi berhasil membujuk agar hal tersebut urung dilakukan.
“ Berhenti disini!!! Cewe-cewe pisah!! Loe ikuti Amir!!”, kata penjaga yang bertampang sangar.
“ Kan udah kesepakatan kalo gue boleh nganter cewe-cewe gue ampe dalem??”.
“ Kesepakatan berubah!!! Loe ikuti Amir sana!!!”
Didi dengan berat hati harus meninggalkan para anak buahnya yang mulai digiring ke sebuah ruangan terpisah darinya. Kawasan ruko ini luas banyak koridor-koridor panjang yang saling terhubung satu sama lain. Didi sangat mengkhawatirkan nasib Tantri dan Yuli.
***
Yuli melangkah di belakang Tantri. Dua orang pria berpostur besar mengapit dirinya dan seniornya. Berkali-kali salah seorang dari mereka menowel pantat maupun payudara Yuli. Mereka begitu kagum dengan bentuk tubuh Yuli. Andai saja seniornya Tantri tidak berulang kali menoleh padanya mengingatkan agar menjaga tempramen dia pasti sudah menghajar mereka.
Yuli salut dengan Tantri. Meski berkali-kali juga memperoleh pelecehan, seniornya tetap mampu berakting sempurna sebagai wanita polos. Yuli ingat alasannya mengikuti misi adalah keyakinannya pada sosok sang senior. Apabila Tantri bisa berperilaku santun maka dia pun harus bisa.
“ Oke berhenti!! Kesini tangan kalian berdua!!”, kata pria besar disampingnya.
“ Kkkkaammi mauu diapain Bang?? kata Bang Jali kami cuma disuruh nemeniin tamu ajaa???” Yuli berakting ketakutan. Tantri menoleh kepadanya memberi isyarat bahwa Yuli telah melakukan tindakan yang benar.
“ Gak usah banyak tanya!!!”, dengan kasar pria besar menarik tangan Yuli lalu memborgolnya. Tantri menyusul setelahnya juga diborgol dengan kasar.
“ Angkat tangan kalian berdua!!”, perintah pria besar setelah kedua polwan terborgol.
“ Bang kami mmmaaau diapaainn???….”, Yuli coba berkata lagi.
“ ANGKAT TANGAN!!!!”.
Mereka berdua menurut. Dengan busana sexy sedemikian mereka harus mengangkat tangan memamerkan kesintalan tubuh. Saat tangan mereka berdua terangkat, para pria memandang mesum tubuh keduanya. Pria-pria tukang pukul ini berusaha mencuri-curi kesempatan sebelum Tantri dan Yuli diserahkan pada bosnya.
Yuli melihat salah seorang dari para pengawal yang paling besar mendatangi Tantri. Tubuh jangkung seniornya tampaknya membuat si pengawal penasaran. Tubuh Tantri memang masih kalah tinggi darinya tapi keindahan tubuh Tantri jelas-jelas telah menyihirnya. Dengan paksa dia tutup mata Tantri dengan kain penutup mata. Sang senior berusaha melawan tapi segera dibungkam dengan sebuah tamparan yang membuatnya terhuyung dan jatuh ke tanah.
“ TANNNN……”, Yuli berusaha menolong. Untunglah intel sengaja memilihkan nama yang tak jauh dari nama asli mereka. Yuli wajib mengingat, pesan pak Didi”, bahwa nama Tantri sekarang adalah Tania. Beruntungnya Yuli karena baru meneriakkan nama Tan.., TANNNIIAAAAA”, Yuli berteriak lagi berusaha mendekati seniornya.
Pengawal yang berdiri disampingnya langsung menahannya dengan satu tangan. Yuli telah terborgol dia tak bebas bergerak. Pengawal yang menahannya memiliki otot kuat. Dia menghempaskan Yuli merapat ke tembok, dalam kondisi terhimpit tembok, pengawal badan besar langsung menggerayanginya. Belahan gaunnya yang penjang hingga menyentuh paha digunakan oleh si pengawal untuk menikmati mulusnya paha Yuli.
“ Bos-bos di dalam pasti sangat suka sama kamu!!”, Pria itu berbisik di telinga Yuli, tangannya telah hampir berhasil mengangkat gaun hingga ke pantat, “ Badanmu kayak artis papan atas”, disibak gaun Yuli kemudian pantatnya diremas-remas.
“ ………”, Yuli berusaha keras menahan dirinya agar terus bersikap bagai wanita ketakutan.
Selesai menggerayangi pantat Yuli, si pengawal juga menutup matanya dengan kain hitam, kemudian membawanya kembali berjalan. Yuli sudah tak mampu melihat Tantri. Tapi dia rasakan seniornya tetap berjalan didepannya. Dalam keadaan mata tertutup para laki-laki disebelahnya semakin sering mengerjai Yuli sepanjang perjalanan. Dadanya yang besar berkali-kali ditowel-towel. Seseorang bahkan berhasil memelintir puting payudara Yuli hingga membuatnya menjerit.
Mereka berdua terus dilecehkan sepanjang jalan. Yuli menghitung jarak mereka cukup jauh ketika berjalan dari depan ruko. Rasanya mereka bahkan telah diajak menuruni tangga. Sebagai polisi, Yuli sadar mereka telah di bawa ke ruang basemen. Disinilah tempat transaksinya. Makanya intel gagal mengendus, karena transaksi tak pernah menggunakan ruko-ruko tapi berada di bawahnya.
Ckleeekkk...Yuli mendengar bunyi pintu dibuka. Pelecehan terhadap mereka berhenti, berarti mereka telah tiba di lokasi.
Yuli masih dengan mata tertutup merasa telah dibawa masuk ke dalam ruangan yang sangat terang dengan sorotan lampu. Bahkan dengan mata tertutup polwan junior ini masih dapat melihat cahaya dari sorotan lampu.
Hawa ruangan dicium Yuli berbau harum penuh aroma rangsangan yang memancing birahi. Selama beberapa waktu, mereka dibiarkan berdiri tanpa mendapat gangguan apa pun. Dinginnya AC membuat Yuli menggigil. Gaun tipis hijau yang dikenakan tak mampu melindungi tubuhnya dari udara dingin.
“ Buka mata mereka!!”, suara bernada perintah membebaskan pandangan mata Yuli, “ Rombongan cewe-cewe sebelah kiri bawa ke gudang!!”, suara perintah kembali terdengar.
Silau sekali ketika Yuli membuka mata untuk pertama kalinya, namun naluri polisinya menuntut beradaptasi cepat. Mata lentiknya dikedip-kedipkan gesit, kemudian menyapu pandang ke sekeliling ruangan.
Tepat dihadapan mereka cermin besar memantulkan kesexyan tubuh Yuli dan Tantri. Bukan cermin biasa. Yuli tau dibalik cermin ada orang yang melihat ke arah mereka namun tak bisa dilihat balik.
Disebelah Kiri kanan Yuli berderet wanita-wanita cantik sexy dengan pakaian minim sama seperti mereka. Mereka semua cantik-cantik dengan tubuh mentok semok menggoda. Pandangan Yuli yang bergerak lincah dapat memperhatikan ada puluhan wanita lain sedang digiring ke luar pintu yang tak jauh berada dari tempatnya berdiri. Pria- pria berbadan besar menggiring mereka seperti binatang.
Informasi intelijen tepat, batin Yuli. Lokasi inilah tempat berlangsungnya perdagangan wanita.
Sang polisi cantik berfikir keras cara meloloskan diri dalam situasi terjepit seperti sekarang.
“ WANITA BAJU MERAH MAJU TIGA LANGKAH”.
Yuli menyadari yang dipanggil adalah Tantri. Menuruti panggilan tersebut, Yuli melihat seniornya Tantri berakting begitu sempurna. Dia maju ke depan dengan tubuh gemetaran penuh ketakutan. Tak ada seorang pun dari laki-laki ini yang menyadari bahwa sesungguhnya kamu adalah polisi Mbakku. Mbak Tantri memang benar-benar polisi jempolan, Yuli memuji Tantri dalam hati.
“ WANITA BAJU HIJAU MAJU!!!”, panggilan kembali datang. Sekarang gilirannyalah yang harus maju.
^^^ Pria paruh baya berpenampilan perlente berdiri di cermin besar sedari tadi. Ialah pemilik bisnis menggiurkan beromset milyaran rupiah. Sejak jaman babilonia pelacuran adalah aset yang bila dikelola secara professional akan mendatangkan keuntungan bagi para mucikari seperti dirinya.
Modus operasinya bukanlah menjual wanita-wanita murahan berperilaku buruk. Pria yang telah menggeluti bisnis mesum sejak masa mudanya tau benar selera para lelaki. Mereka menginginkan ketundukan dari wanita pelayannya. Laki-laki haus akan kekuasaan. Mereka ingin mendominasi seluruh bidang kehidupan termasuk wanita. Mereka yang dapat menyediakan para wanita muda segar serta memiliki karakter rela tunduk pada setiap keinginan laki-laki pemesannya akan memperoleh keuntungan besar.
Maka direkrut olehnya para pemantau bakat khusus mencari wanita-wanita desa butuh uang yang rela menjual dirinya demi uang. Para pemantau bakat biasa disebut pria pemikat. Modus para pria pemikat biasanya tak akan menyebutkan terang-terangan profesi sebenarnya yang akan wanita-wanita malang itu kerjakan. Dengan mulut manis, pria pemikat biasa menjanjikan tawaran bekerja sebagai pemandu karaoke, pelayan bar, tukang pijat, hingga pembantu rumah tangga pada para wanita malang.
Pendidikan yang rendah membuat para wanita malang tersebut mudah percaya dan masuk perangkap dengan mudahnya. Pria perlente bernama Rudi kemudian memerintahkan wanita hasil rekrutan agar didandani sebaik-baiknya kemudian dipajang di aquarium yang sekarang sedang dia lihat.
Wanita mana yang tak senang bila didandani, dibelikan baju-baju bagus, kemudian dimanjakan?? Dengan perlakuan begitu baik, para wanita malang tersebut akan dibuat makin terperosok oleh para pemikat, hingga akhirnya diantarkan ke aquarium miliknya. Disinilah mereka baru akan diperlakukan sebagai wanita objek pelampiasan nafsu birahi para lelaki.
“ Hmmmm”, senyum lebar tersungging di bibirnya saat membayangkan sebentar lagi akan meniduri salah seorang wanita fresh yang masih lugu.
Malam ini para pemikat menyuguhkan wanita terbaik yang membuat jakunnya naik turun. Matanya tak bisa lepas melihat seorang wanita bersosok mungil berkulit putih yang berdiri penuh ketakutan dipojok ruangan. Rudi sangat senang melihat wanita ketakutan. Tak ada yang lebih menggoda para lelaki selain wanita yang gemetaran tunduk di kaki mereka memohon dan memelas. Ketika para lelaki berduit itu mengeluarkan amplop penuh uang kemudian diberikannya pada wanita malang yang sepanjang malam memelas belas kasih, disanalah kepuasan tercapai.
Cklekk....Rudi melihat pintu dibuka. Dua sosok wanita lain masuk ke dalam ruangan.
Penampilan mereka berdua membuat seisi ruangan langsung meredup. Salah seorang dari kedua wanita yang baru saja masuk, mengenakan busana gaun merah begitu sexy hingga mampu membuat wanita lain disekitarnya menjadi tak berarti. Si gaun merah begitu bersinar cemerlang sendirian.
Tubuhnya jangkung dengan sepasang kaki jenjang menggoda. Tubuh si gaun merah juga ramping dengan lemak yang jarang. Lemak yang tersisa justru berpadu dengan otot tubuhnya membentuk body yang sekel menggoda. Rudi merasakan penisnya berdenyut-denyut kencang memperhatikan kemolekan tubuhnya.
“ Bos udah punya pilihan?? Banyak barang bagus ini malam!”, kata pria disebelahnya.
“ Gaun merah Gun!! Gue mau cewe gaun merah!!”.
“ Sama donk Bos sama Bos Rusli!!”, pria itu menunjuk pria lain yang berdiri tak jauh dari mereka.
“ Join aja kita Rud!!”, pria yang ditunjuk menyahut.
“ Sama Loe?? Seranjang?? Ogah amat. Eh Rus loe sadar donk!!”, tunjuk Rudi,” gue nih yang punya ini aquarium, loe ngalah lah dikit”.
“ Buat si merah itu ngalah?? Ckk ckk gak lah Rud”, pria itu melangkah mendekati Rudi, “ Loe boleh aja punya nih aquarium tapi sahamnya kan mayoritas gue yang tanam”, paparnya menyajikan kenyataan tak terelakkan.
“ Trus mau loe apa?? Duel kita buat ngerebutin siapa yang paling duluan bisa nidurin si merah??”, Rudi menjawab ketus.
“ Bukan gitulah!! Ngapain juga duel demi seorang cewe doank”, pria itu tampak menguasai pembicaraan, “ Kita sama-sama business man kan??”, tanyanya.
“ Pastinya”, Rudi menjawab singkat.
“ Kita bikin solusi yang sama-sama enak, kita join aja nikmatin tubuh si merah sampe dia pingsan keenakan sama kontol kita dua, gimana??”.
“ ………”, Rudi berpikir sejenak.
“ Gimana Bos Rudi??”, kata pria itu.
“ Oke deh! Gue ikut kemaun loe aja”, meski terpaksa Rudi tau inilah pilihan terbaik. Lagi pula berbagi wanita biasa terjadi di tempat ini kalau menemukan wanita-wanita bintang seperti si gaun merah.
Percekcokan selalu terjadi karena para lelaki berduit tau wanita yang dihadapan mereka sekarang biasanya masih jarang ditiduri laki-laki lain. Itulah yang buat harga mereka mahal sampai puluhan juta hanya untuk satu wanita. Beda dengan wanita yang sudah jatuh ke prostitusi kelas bawah yang dalam satu hari harus melayani puluhan orang, para wanita di aquarium ekslusif dan masih jarang ditiduri.
“ Gun”, Pria yang kini bersalaman dengan Rudi memanggil laki-laki EO acara ini, “ Gaun merah suruh maju!! Bawa dia ke ruangan vvip kami!!”, perintahnya terdengar penuh kuasa.
“ Bos-bos ini tau aja wanita cantik yang mana he he”, pria bernama Gunawan tersenyum lepas, “ WANITA BAJU MERAH MAJU TIGA LANGKAH”
“ Loe siap-siap Rud! Kayaknya tuh cewe tipe kuda binal yang bisa dientot berjam-jam!!”, kata Rusli tertawa lepas kepada Rudi.
***
Rusli berusia seumuran dengan Rudi tapi lebih kaya karena telah memiliki perusahaan besar beromset milyaran rupiah. Sebagai laki-laki normal hiburan apa lagi yang paling dicarinya selain wanita. Dia sangat menikmati meniduri wanita. Saking banyaknya wanita yang telah ditiduri dia sangat fasih dengan anatomi tubuh wanita. Rusli tau persis tombol-tombol mana yang harus dipencet bila ingin menghasilkan orgasme dahsyat dalam diri sang wanita.
Orgasme bagi laki-laki biasa berlangsung hanya sekali dengan rentang waktu pendek. Tapi orgasme wanita merupakan sesuatu spesial. Seandainya saja setiap laki-laki sadar betapa dahsyatnya orgasme wanita mereka akan mengalokasikan banyak waktu guna mengekspolre kenikmatan tiada tara tersebut. Tekan sekali tombolnya, lihat bagaimana para wanita meledak dalam letusan birahi kemudian bersedia menjadi budak laki-laki demi sebuah kenikmatan.
Desahan, raungan, bahkan jeritan yang keluar begitu merdu dari bibir sexy wanita merupakan penanda seorang laki-laki menjadi pria sejati. Rusli sebenarnya ingin menikmati si gaun merah sendirian tapi apa daya, Rudi adalah pemilik aquarium. Rusli hanya bisa berjanji sehabis aksi three some mereka yang akan segera terjadi, dia akan memboking si merah selama seminggu penuh. Tubuh moleknya terus terbayang-bayang sepanjang jalannya menuju kamar yang telah dipersiapkan.
Sekarang dia telah membuka pintu ruang vvip. Rusli sengaja datang duluan mendahului Rudi. Rusli telah memberi tip pada EO agar si gaun merah diantar duluan. Sekarang tipnya yang bernilai jutaan terbayar lunas. Wanita gaun merah telah berada di dalam kamar sedang menunggu dengan mata tertutup. Borgol masih melekat di tangannya. Raut muka si gaun merah begitu ketakutan. Kepalanya menoleh-noleh penuh kebingungan. Menyadari seseorang telah memasuki kamarnya, si gaun merah bangkit berdiri dengan resah, “ Siaappa ya?? siaaappaaa???”, panggilnya penuh penasaran.
Rusli mendekati si gaun merah. Wanita di depannya begitu mempesona. Kecantikannya semakin bertambah saat didekati. Sudah banyak wanita cantik pernah ia lihat lalu tiduri, tapi yang ini berbeda. Wanita ini punya sexual appeal begitu tinggi. Setiap senti tubuhnya begitu mengundang untuk dijamah.
Perlahan Rusli kelilingi si gaun merah yang terus menoleh-noleh kebingungan. Bagian belakang tubuhnya sangatlah indah. Sepasang pantat bohay terceplak jelas dari balik ketatnya gaun. Pria pemikat yang berhasil menipu wanita ini sangatlah tau seleranya, karena Rusli tau dibalik gaun merah, si wanita hanyalah menggenakan g-string model tali yang akan membuat seorang laki-laki jompo akan berdiri kemaluannya ketika melihat si gaun merah mengenakannya.
Dari bagian depan, Rusli melihat si gaun merah tidak menggunakan BH karena model gaunnya tak memungkinkannya. Dari dekat Rusli dapat melihat puting susu si merah teracung begitu tegak menantang birahinya. Semua pesona sensual milik si gaun merah membuat Rusli tak tahan. Dia maju memeluk paksa tubuh si gaun merah dari depan kemudian mencumbu bibirnya yang merah merona.
“ Mmmm…mmmm….mmmm”, si gaun merah berusaha melawan. Rusli melepaskan ciumannya karena tak disambut sesuai harapan. Dijenggutnya dagu lancip si cantik dengan lembut.
“ Jangan takut sayang!!”, sapa Rusli lembut. Nalurinya sebagai playboy jempolan penakluk wanita memang teruji, “ Abang disini”, dia kembali memeluk si cantik penuh kelembutan.
“ Tania takut Bang”, si cantik berucap grogi, “ kkkaaataa banngg Jalli, Ttaania hhanya disuuruhh buatt jaaadii pelayaan ajaa, kennapa sekarang jaddii beginii”, keluhnya.
” Ssstt”, dikatupkan bibir sexy si cantik yang begitu menggairahkan, “ Bener kok kata Jali, Tania memang kesini buat ngelayani Abang”, dielusnya pipi si cantik yang tak dapat menatap wajahnya, “ kamu mau kan ngelayanin Abang cantik??”, tanyanya.
“ Tttaaannia ttakuutt Baaanngg”.
Rusli mengelus kemulusan kulit wanita cantik yang rupanya bernama Tania. Namanya cantik secantik sang pemilik. Bahunya begitu simetris indah semakin membuatnya sempurna.
“ Jangan ngelawan Tania!!”, perintah Rusli sambil jari telunjuknya berusaha membuka mulut si cantik yang masih gemetaran.
“ Aaa…….”, saat bibirnya terbuka bibir Rusli langsung menyosor menciumnya dengan ganas. Si cantik berusaha melawan. Rusli kembali gagal mencumbunya dengan benar.
“ Tania!!”, dia berujar, “ JANGAN KAMU MELAWAN PERINTAH ABANG!!!”, dia berteriak lantang, Plaaaakkkkk...Sebuah tamparan menghantam si cantik hingga ia terjatuh ke tempat tidur. Rusli segera membangunkannya paksa dengan menjambak rambut panjang si cantik. Dalam dunia malam inilah metode mendisiplinkan wanita. Lakukan kekerasan agar mereka kapok dan mau menuruti semua kemauan pelanggan.
“ Abbaaanngg ammpunnn Banngg janggann tampaar lagiii….hhiikkk….hhiiikkk. Jangan jambak Tania Bang”, si cantik mulai mengeluarkan air mata memelas.
Rusli kembali memeluknya, “ Kamu gak perlu nangis kayak gini!!!.....”, tangannya menyeka air mata Tania, “ Kalo tadi kamu nurut sama Abang”, dia kembali memasukkan jarinya ke dalam mulut si cantik, “ Sekarang kamu cium Abang cantik!! kamu gak mau Abang gampar lagi kan???”, perintahnya.
“ Ggggaakk mmauu laggi Bangg”.
“ Cium Abang sekarang!!”.
Si cantik berusaha memajukan kepala dan bibir sensualnya mencari-cari kepala Rusli. Mata si cantik yang ditutup membuat Rusli begitu menikmati upayanya mencari bibirnya.
“ Terus cari bibir Abang!! Kalo gak mau Abang gampar lagi sayang”.
“ Uuuuu”, si gaun merah berusaha mencari dengan segala keterbatasan geraknya.
Setelah wanita targetnya mulai berprilaku seperti budak yang menuruti setiap perintahnya, barulah Rusli menggenggam kepalanya kemudian mengarahkan bibir sensual itu menuju bibirnya.
“ Mmmm”, mereka mulai berciuman dengan panas. Tidak ada lagi perlawanan dalam diri si cantik. Dibawah ancaman akan ditampar dia melayani ciuman Rusli dengan penuh kepasrahan tanpa perlawanan.
Begitu girang Rusli menyadari korbannya telah tunduk. Kini kelihaiannya menjamah tubuh wanita mulai dipraktekkan. Sambil terus berciuman tangan Rusli mulai meraba-raba pantat si cantik. Sedari tadi dia begitu penasaran dengan g-string yang dikenakan. Rusli hafal bentuk g-string hanya menutup di bagian depan vagina, sedangkan sisanya hanyalah sebuah tali lurus yang menjuntai hingga pantat.
Direnggutnya tali g-string yang berhasil ditemukannya di belahan pantat kemudian dengan nakal ditarik-tarik. Vagina jadi tegesek-gesek tali hingga menimbulkan rangsangan tersendiri.
“ Uuuuuuuu”, wajah si cantik Tania berubah ketika belahan vaginanya tergesek tali g-stringnya sendiri.
“ He he enak sayang??”, Rusli bertanya nakal.
“ Eeeee eee eeennaaakk Banggg”, nada ketakutan jelas terdengar dari bibirnya.
“ Mendesah donk kalo enak!!”, perintah Rusli memang diucapkan dengan lembut tapi harus dilakukan sekarang juga oleh si cantik . Bila tidak tamparan keras akan menghiasi wajah Tania.
“ Aaaaahhhh ennaaak baaanggg aaaaahhhhh”, desahan erotis mulai menggema.
Rusli terus menaik turunkan tali g-string Tania dari pantatnya. Mereka masih berpelukan hingga Rusli dapat mendengar jelas desahan si cantik. Ketika Rusli sedang asyik menggarap belahan vagina Tania dengan g-stringnya , Rudi masuk mengendap-ngendap langsung bergerak memposisikan dirinya di belakang tubuh si cantik.
Tania masih berdiri sambil gemetar tak tahan dengan rangsangan yang diterimanya dari Rusli. Saat dia masih terus gemetar itulah Rudi menangkap bagian belakang tubuhnya.
“ HHHHAAAHHH SIIAAPPAA?”, Tania ketakutan menyadari ada dua orang sedang mempermainkan tubuhnya.
“ HEEEPPP”, Rusli membungkam mulut Tania, “ Jangan berisik!! Kamu diem aja!! Kalo kamu diem Abang gak bakal kasar sama kamu, NGERTI!!!”.
“ …………”, Tania mengangguk.
“ Curang Rusli kamu ngobok-ngobok dia duluan”, tangan Rudi langsung memegangi payudara si cantik. Dia ketinggalan dari Rusli, dan harus mengejar menikmati tubuh si cantik.
“ Eeeeeeggghhh eeeeeeeggghhh”, si cantik berusaha berontak tapi tubuhnya tertahan sempurna oleh tenaga Rudi yang menguncinya dari belakang.
“ Aaaappa-apaann siiihh lepasssskaannn Taaannttrr…..Tannnniaaa”, si gaun merah bergetar hebat. Tangannya yang terborgol berusaha berontak menolak pelukan dari belakang.
“ EEeeeeiiittt”, Rusli yang tadinya sedang sibuk memainkan g-string bangkit kembali dan memegangi wajah si cantik dengan kedua tangan, “ TANIA!!!!”, bentaknya.
“ Iiiiiyaaa Bbaaannggg”, perlawanan si cantik berhenti dengan sebuah bentakan.
“ JANGAN NGELAWAN!!”, Rusli kembali membentak.
“ Iiiiiyya……..”.
“ MAU DIGAMPAR LAGI KAMU?”.
“ Ammpppuunn Bang Tania gggaaakk mmaaauu”.
Meski Tania terus melawan Rudi tetap menyerbunya dari belakang.
“ Mmmm kamu wangi sekali Tania…cccuuuuupppp”, kecupan mendarat di leher samping si cantik.
“ Aaaahhhhhhhh”, si gaun merah tak tahan untuk mendesah karena di saat bersamaan tangan Rusli hinggap di payudaranya dan memompa-mompanya. Rusli menyeringai penuh kemenangan melihat si cantik Tania telah mendesah.
“ He he kamu gak tau sayang”, Rusli memegangi kepala si cantik, “ Yang dibelakangmu itu empunya tempat ini!! Kalo kamu bisa muasin dia, kamu bisa aja jadi simpenannya dan gak perlu dijual kayak temenmu yang lain. Kamu mau dijual??”.
“ Mmm mmmm”, Tania menggeleng.
Sementara Rusli terus mendoktrin si cantik, Rudi malahan asyik mencumbui bahu Tania. Tangannya tak mau lepas terus bermain di payudara montoknya.
“ Rudi, panggil dia tuan Rudi, Ngerti!!”.
“ Mmm mmmm”, Tania terus menggeleng.
“ Coba kamu panggil dia!!!”, perintah Rusli.
“ Tttuuaaann Rruuddiii”.
“ Gadis pintar!!!”, kata Rudi.
Rusli paham keinginan Rudi yang ingin mendapatkan kesempatan pertama menikmati si cantik.
“ Tuan Rudi”, Rusli memegang tangan Tania kemudian mendorong si cantik agar rebah di ranjang. Tania kaget dengan dorongan itu, dia terlihat gelagapan. Rusli tak membiarkannya terkejut terlalu lama. Di ranjang nyaman yang disediakan khusus mereka bertiga , Rusli mengunci tubuh Tania , kemudian meloloskan kedua tali gaun merah yang menyangga tubuh atasnya hingga payudara sexynya tersembul. Tangan Tania yang berusaha berontak dikuncinya dengan begitu kuat.
“ Ammppuuunn Bbaaangggg”.
“ Jangan ngelawan cantik!!”, Rusli menatap Rudi, “ Tuan Rudi silakan dinikmati!! Ibu Tania sudah siap”, ujarnya sambil mempererat jepitannya di tangan Tania yang telah terangkat tinggi. Tania terus berusaha berontak, apalagi ketika ia merasakan gaunnya bagian bawah diangkat oleh Rudi.
Birahi Rudi memang sudah diawang-awang. Penampilan sexy si cantik membuatnya lupa diri dan ingin segera membenamkan penisnya ke liang nikmat vagina. Gaun merah yang telah melorot turut disibaknya sehingga selangkangan si cantik terpampang jelas. Dengan sekali betot g-string Tania dicopotnya , kemudian dihirupnya aroma khas vagina yang dibawa oleh G-string itu.
“ Mmmm harruuuummm”, ujar rudi dengan mesum, “ Aembutmu bagus banget Tania!! apalagi lubangmu”, tangan Rudi berusaha mengobok liang senggama si cantik.
“ TIDDAAAAKKK TIDAAAAKKK TIIIDAAAAAKK LEPASSSSKANNN AKUU LEPASSSSKAANNNN!!!”, Tania terus berontak tak rela vaginanya dijamah.
“ TANIAAA DIAMM!!!!!”, Rusli menghardiik keras...PPLLAAAKK..PLAAAAKKKK.. Dua tamparan mendarat di pipi Tania guna mendisiplinkannya, “ JANGAN MELAWAN!!!!!”.
“ TIDAAAKKK AKUU TAKK RELAAAAA…..HMMMMMMMM”, Tania menghirup nafas panjang, “ HAAAAAAAGGGHHHHH." TRAAAANGGG....Borgol yang membelenggunya lepas dengan sekali hentak berikut tangan Rusli yang menahannya ikut terlempar hingga menubruk tubuh Rudi yang terletak didepannya.
Heeeeppp..Penutup mata yang sejak tadi menutup matanya dilepas bersamaan dengan memperbaiki posisi gaun yang telah acak-acakan, kemudian dia lihat lekat-lekat wajah kedua orang laki-laki yang telah berusaha mencabulinya.
“ KURANG AJAR!!!”, Rusli yang pertama kali bangun untuk menyerang balik. Emosi Rusli menghempas kesadarannya tentang kekuatan gadis di hadapannya. Sebuah borgol telah hancur dengan tenaganya.
“ HHHHAA…………..ggggg……”, Rusli maju...JDAAAAAAKKKK...
Pukulan lurus karate si cantik menyambut sekaligus merontokkan dua gigi Rusli sekaligus. KRAAAAAKKK...."Heeeeeggggg..” Tania mengambil nafas sejenak, kemudian mengumpulkan nafasnya untuk melepaskan tangannya terbang bersama kakinya yang telah lurus menusuk leher Rusli.
JDAAAAAKKKK…. "UUuu." BRRUUUGGG..... Rusli ditusuk sebuah tendangan mematikan ke lehernya. Tendangan itu langsung menghentikan aliran darah dan membuatnya tumbang kehilangan kesadaran.
Tania menatap Rudi yang tiba-tiba meringkuk penuh katakutan di lantai kamar. Segera dia tindih dadanya kemudian memberi sebuah pukulan lurus karate tepat menghantam hidungnya. JDAAAAKKKK KRAAAAKKK......" AAAAAAHHHHHH.” Rudi berteriak histeris.
Sebelum dia kehilangan kesadarannya si cantik harus mendapatkan dua buah keterangan penting darinya, “DIMANA KAMU SEMBUNYIKAN WANITA YANG HENDAK DIJUAL???”, bentak Tania.
“ …….”, Rudi tak menjawab dan hanya memegangi hidung.
Si cantik sudah jengkel dengan segala pelecehan yang menimpanya sedari tadi. Dia angkat kembali tangannya hendak menghantam Rudi.
“ Ammppuunnn…….JANGAN PUKUL!!! Ruang nomor lima dari sini belok kanan ammppuunnn”, ujarnya.
“ KEMANA TEMAN SAYA YANG PAKE BAJU HIJAU?" SSYYYUUUTTT JDAAAAKKKK.... Tania sudah begitu kesal ,jotosannya tak ditahan lagi.
“ AAAAAAAHHH AMMMPPUUNNN….BAJU HIJAUU ADA DI KAMAR NOMOR TUJUH AAMMPPUUNNN TANIAA AMPPUUNNN”.
“ Kamu dengar baik-baik Rudi!!!”,si cantik ganti mengggertak, “ namaku TANTRI bukan Tania! dan MALAM INI BISNISMU TAMAT!!!!"
SYYYUUUTTT JDAAAAKKKK.....Tantri menghantam sekali lagi tepat di dagu Rudi seketika membuatnya pingsan. Si cantik ingin cepat menyelamatkan juniornya Yuli yang dimasukkan ruangan nomor tujuh.
Tantri melangkah cepat membuka pintu. Dia mewaspadai adanya para penjaga tapi rupanya di depan kamar sepi. Si cantik melangkah melewati beberapa kamar. Rupanya lantai basemen ini telah dipermak sedemikian rupa hingga menyerupai kamar hotel.
Mengendap-ngendap dia dekati kamar nomor tujuh yang pintunya tak tertutup sempurna. Dia intip sejenak.
“ AAAAHHH AAAHHHH AAAAHHHHHHH”, suara erangan Yuli terdengar keras.
“ AYOO MENDESAH LEBIH KERAS CANTIK!! MENDESAHH!!!”.
Tampak Vagina Yuli sedang diestrum oleh vibrator elektrik yang biasa digunakan di film-film dewasa. Juniornya terlihat dalam keadaan sangat tak berdaya. Yuli tengah dipangku oleh seorang pria yang memaksa tangannya mengangkat tinggi. Satu orang lainnya memaksa kakinya terbuka lebar, dan pria satunya menyetrumkan vibrator ke vagina.
“ AAAHHHHHHH”, Yuli terus-menerus mendesah penuh ketidak-berdayaan.
Tantri masuk mengendap-ngendap ke dalam kamar. Saat dia lihat semua perhatian laki-laki disana terfokus mengerjai Yuli, Tantri segera melesat.
SYYYUUUUTTTTTT BRAAAAGGG BRAAAAAGGGG KRAAAKK KRAAAAKKK...Tantri berlari kemudian melompat dengan kecapatan tinggi, lalu melakukan “ bycycle kick” yang menghantam tengkuk kedua laki-laki yang sedang mengerjai juniornya. Kedua pria dihadapannya ambruk terkena tendangan mematikan Tantri.
Yuli yang sebelumnya terkunci kini mendapat isyarat bisa melawan dengan kedatangan Tantri. Dia benar soal keyakinannya pada sang senior bahwa dia akan datang menyelamatkannya. Tantri, polwan jempolan, dia akan menyelamatkan kamu Yuli. Begitu batinnya saat ditawari misi penyamaran.
Setelah Tantri menghantam dua orang, tangan Yuli memang masih terborgol dan dipegangi, tapi dia telah bebas. Tak ada lagi kepura-puraan harus bersikap sebagai wanita lugu tak berdaya. Sekarang saatnya membalas. Dengan kemampuan bela diri yang dimilikinya, tangan Yuli yang masih dipegangi dipergunakan sebagai senjata. Diawali dari kakinya menumpu ke bawah tempat tidur, Yuli siap menghadirkan daya pukul balik yang berlipat ganda. Kaki itu menumpu, kemudian dengan tenaga bahu, dia banting balik si laki-laki. Mata Yuli masih tertutup tapi dia begitu dendam dengan apa yang menimpanya barusan.
GBRRAAGGG GBBRAAAAGGG GBRAAAAGGGG." MATI!!! MATI!!! MATI!!”, kedua tangan Yuli berkali-kali menghantam si laki-laki hingga berdarah-darah.
Melihat tindakan kesetanan juniornya Tantri segera mengambil alih. Kedua tangan Tantri melingkar mengunci pergelangan tangan Yuli, kemudian membantingnya.
“ YULI HANTIKAN!!!!”, Tantri berteriak keras.
“ MATI!!! MATII!!….MATTIIIII!!……..”, Yuli masih berteriak padahal tangannya telah terkunci.
“ YULI!!!!”, Tantri membuka penutup matanya agar dia bisa melihat.
“ …………..” , melihat laki-laki yang dipukulinya sudah berdarah-darah Yuli mulai tersadar. Emosinya mulai turun.
“ Kita Polisi!! Penegak hukum!! Bukan orang yang main hakim sendiri!!”, Tantri mengingatkan.
“ Tapi mereka hampir memperkosa Yuli Mbak….”.
“ Mbak juga nyaris diperkosa!! Tapi Mbak tidak memukul membabi buta kayak kamu”.
“…….”, Yuli diam.
“ Kamu masih punya keyakinan sama Mbak??”.
“ Yuli gak pernah ragu sama Mbak Tantri”, jawab Yuli yakin.
“ Kalo begitu ikuti Mbak!! Lupakan mereka!! Kita disini ingin menyelamatkan orang lain meski resikonya tubuh kita dinistai”, Tantri berkata, “ Sekarang lupakan!! Pekerjaan kita masih banyak! Ayo sekarang kita ke kamar nomor lima”, Tantri melihat kunci tergeletak di meja kemudian mengambilnya. Rupanya itu adalah kunci borgol. Tantri maju membantu Yuli melepas borgolnya, langsung tanpa membuang waktu, berlari cepat di sepenjang koridor mencari kamar nomor lima. Begitu ditemukan Yuli yang masih meluap emosinya segera meloncat mendobrak pintu.
“ HIAAAAAATTT.".....BRRRRAAAAAGGGGG....
Pintu terbuka. Di dalam ratusan wanita malang langsung terlihat. Mereka semua didandani sedemikian rupa buat dijadikan budak seks. Untunglah kesediaan Tantri dan Yuli mengorbankan diri sendiri dapat mengakhiri mimpi buruk mereka sebentar lagi. Tantri segera mengajak mereka semua meninggalkan ruangan. Salah seorang diantara mereka telah pernah sebelumnya mencoba kabur hingga tau jalan keluar terdekat.
Kamar nomor lima sebenarnya hanya berjarak beberapa meter dari kamar mandi yang memiliki pintu darurat langsung terhubung dengan dunia luar.
“ ANI…SIAPA YANG BERNAMA ANI????.. ANI??....ANI???”, Tantri menanyakan setiap wanita yang keluar siapa yang bernama Ani. Secara tiba-tiba ia kembali teringat pesan kedua Jamal ; “ PERGI KE TEMPAT PELACURAN, TEMUI ANI, BIARKAN ABDI YANG SUKA DICACI MEMBEBASKANNYA”.
Sekarang Tantri berada di sarang pelacuran. Apakah makna pesan kedua Tantri harus mencari Ani dan membebaskannya? Masalahnya di antara mereka semua tak ada yang bernama Ani.
Wanita terakhir berusaha keluar dari ruangan, “ KAMU ANI??”, Tantri bertanya tegas karena dialah harapan terakhir.
“ Bukan Bu, saya Laila”.
“ Ada yang bernama Ani diantara temanmu tadi Laila??”.
“ Gak ada Bu!! Gak ada yang bernama Ani!!”, Laila menggeleng.
Tantri terdiam. Dia pikir pesan kedua berhubungan dengan tempat ini tapi ternyata tidak. Sejak dia membunuh Jamal entah bagaimana napi tua itu seakan hidup dan selalu hadir membantunya secara misterius. Saat dia hendak diperkosa oleh dua orang tengik tadi misalnya, suara jamal terdengar berbisik kepadanya agar meniru caranya membongkar borgol yang pernah dia lihat baik di lapangan eksekusi maupun di lapas.
Tantri hapal betul cara Jamal karena dia berada di dekat napi tua ketika di lapas maupun di tempat eksekusi. Bukan hanya hapal caranya bernafas, tapi Tantri juga hapal pekikan ketika Jamal menyalurkan energi. Kemampuan nafas itulah yang berhasil membuatnya membongkar borgol dengan tenaga dalam persis dengan ilmu misterius Jamal.
“ AYOOOO CEPAAATT LARII!!!”, Yuli berteriak agar para wanita mempercepat langkahnya. Beberapa diantara mereka telah berhasil melewati pintu keluar. Tantri masih berdiri di belakang mereka.
“ PEENNJJAAGAAA!!!! PARAAAA CEWWWEE KABUURRR!!!!”, Rudi keluar dari kamar tujuh yang tak jauh dari lokasi Tantri. Dia telah terbangun dari pingsannya. Mendengar bos besar berteriak, lusinan pria berhamburan masuk. Beberapa diantara mereka membawa senjata api.
“ MBAK TANTRI AYO LARI!!!”, Yuli berteriak memperingatkan Tantri.
“ YULI KAMU PIMPIN ROMBONGAN!! MBAK HADAPI MEREKA”.
“ MBAK JANGAN GILA!!”.
“ CEPAT YULI!!”.
“ YULI GAK MAU MBAK”.
“ KAMU MASIH YAKIN SAMA MBAK???”.
Yuli tak sanggup lagi bicara, keyakinannya pada kemampuan Tantri tak akan tergoyahkan, “ CEPAT AYYOOO LARII CEPAAAATTT!!”, meski berat dia patuhi nasihat Tantri membawa semua wanita malang keluar dari basement.
Tantri masih dengan gaun merahnya maju berusaha menghentikan lebih dari tiga puluh orang pria yang kini berusaha menghentikan para wanita malang melarikan diri. Seandainya para wanita tadi tertangkap mereka akan dijadikan budak seks. Tantri enggan memikirkan kemungkinan menyedihkan itu.
“ HAAAAAAATTTTTTT”, seorang pria besar datang dengan pentungan di tangannya.
Tantri maju. “ Wuuuuusssss”, tongkat terayun. Tantri menghindar dengan melontarkan punggung ke belakang. Ketika tongkat luput, diangkat kakinya tinggi ke udara, lalu dengan kecepatan tinggi memanfaatkan daya tarik gravitasi, kakinya ditarik ke bawah mengarah tepat ke kepala si pria besar.
JDDAAAAAAKKKKKK....Tendangan cangkul Tantri berhasil mengenai pria besar seketika membuatnya roboh.
WUUUUSSSSS...Pengawal lainnya berusaha menendang perut tantri.
BBEEEGGG....Kaki kanan Tantri mengangkat membentuk pertahanan, tendangan dapat ditangkis. Tantri menghentak kakinya ke tanah sebagai awalan memberi dua pukulan balik keras ke dada penyerangnya, “ HAAAAAAAAT...!" BAAG BAAAAG....Pukulan masuk ke dada. Dua orang tertunduk menahan sakit akibat tulang dadanya masuk.
Ada tiga orang lagi maju ke depan Si Cantik. Tantri memasang kuda-kuda sejajar dengan kaki selebar bahu. Saat pukulan pertama dari orang pertama datang dia arahkan tangan kanan menekuk kemudian diangkat ke atas kepala.JDAAAAKK......Pukulan ditangkis. Tangan kiri Tantri maju serang balik menggunakan jari mencolok mata panyerang pertama.CLLLOOOKKK… "AAAAAGGGHHH MATAKKKUUUU”.
Orang kedua datang bareng orang ketiga, Tantri melompat dengan kaki kiri, kemudian memutar tubuhnya 360 derajat dengan tendangan badai yang mematikan.JDAAAAAKKKKK....Tendangan menghantam kepala penyerang kedua. Tantri mendarat kemudian melenting lagi memberi tendangan putar kedua. JDDDAAAAAAKKK....Tendangan kena penyerang ketiga ambruk. Tantri mendarat mulus siap menghadapi serangan berikutnya.
“DDDDOOORRRRR....Sebuah tembakan menghentikan langkah si cantik. Dia kaget setengah mati. Sebuah peluru telah menghantam perutnya.
^^^ Rudi si pemilik aquarium telah membuang tembakan pengecut tepat mengenai perut Tantri.
Tantri mundur tiga langkah, kaget perutnya tertembak. Dipegangi perutnya, berusaha dia atasi sakit yang mulai menjalar. Tantri sangat takut melihat darah, dia intip perutnya.
Aneh, tidak ada pendarahan. Apa yang terjadi?? Tantri berdiri bingung.
DDDOOORRRR...Tembakan pengecut kedua dilepaskan lagi oleh Rudi dan kembali mengantam perut. Tantri merasakan sakit, tapi peluru masih gagal menembusnya.
DOORRRR...Satu tembakan lagi. Tantri masih kebal. Tangannya memegangi perut. Dia intip lagi, tangannya masih tak ada darah. Tapi…gelang yang tadi diberikan pak tua pemulung terlihat sebentar lagi akan terlepas dari pergelangan tangannya. Gelang itu gosong seperti terkena peluru.
DOORRR….DDOOORRRRR..Rudi menembak dua kali dengan rasa penasaran. SLLEEEEPP CRRROOOTTT...Gelang tangan Tantri terlepas, bersamaan dengan laju peluru yang berhasil menembus tubuhnya.
“ Ahhhhhhh.” Tantri terhuyung-huyung. Darah tercecer di lantai.
Nafasnya terhenti seketika saat timah panas memutus sebagian aliran darah.
“ UUuuuuuuuu.” Tantri memegangi perutnya yang telah tertembus peluru.
BLEEEETAAKKK BLEEEETTAAAKKK BLEEETTAAAAKKKKK, disaat bersamaan bunyi perkelahian terdengar lagi di depan Tantri, tapi dia sudah tak punya tenaga untuk memperhatikan.
“ TRRRIIIIIII." BLETAAAKKK BLEEEETAAAAKKK BLEEEETAAAKK...Sebuah suara memanggilnya, tapi Tantri Wulandari sudah kesulitan bernafas.
Kakinya menjadi demikan lemah, tak sanggup menyangganya untuk berdiri dan jatuh dengan kedua lutut menyentuh tanah. Dia tertunduk bersiap menyambut ajal. Rudi yang telah siap memberi tembakan pamungkas, tiba-tiba membalik badannya karena terganggu dengan perkelahian di belakangnya.
“……………..” Suasana menjadi tenang.
“……………” Tak ada suara.
“…………..” Waktupun berhenti.
“ Hhhhhaaaaggg.” Hanya Tantri yang bisa bergerak.
Mulut Tantri menyemburkan darah. Pandangannya mulai kunang-kunang. Tapi Tantri masih mampu melihat puluhan orang di depannya berhenti bergerak.
“ Trrreekk…Treeeekk…Treeeekkk...Sebuah langkah sepatu tiba-tiba terdengar mendekati Tantri. Berusaha dilihatnya dengan mata kunang-kunang, seorang pria berpenampilan begitu necis melangkah dengan sangat tenang mengampirinya.
Pria itu berhenti berjalan, lalu tersenyum padanya, kemudian berujar, “ Kembalikan padaku Tantri!!!”
“ Keemmbaaaliikann appa??” Mulut Tantri belepotan darah.
Pria necis tak menjawab, hanya mencabut sebongkah besi panjang menyerupai pedang dari balik jasnya.
“ Apakah kau hendak mengambil………” Nafas Tantri terhenti, “nnnyawaaakkuuu???”
“ Kembalikan padaku Tantri!!!” Pria necis mengarahkan pedang ke perut Tantri.
“ Apakah ??? Nyawaku?? Uhhhuuukk Uhhhuukk.” Nafas Tantri tersengal.
“ KEMBALIKAN!!!!!” Pria necis menusukkan pedangnya ke perut Tantri.
“ …………………..”
“………………………”
“………………………” Tantri tertunduk tanpa daya.
Akhirnya aku tau rasanya mati.
Kata orang mati mengerikan.
Tapi yang kurasakan sama sekali tidak sakit.
Aku malah merasa lebih ringan sekarang.
Sakit di perut yang sedari tadi kurasakan telah berlalu.
Huuufff rupanya mati begitu sempurna.
Bukankah Jamal berkata kau begitu sempurna??
Maka benar kuakui, mati itu sempurna.
Sedang dimanakah aku??
Apakah di surga??
Atau di neraka???
Dimanapun ini, kenapa aku masih tertunduk di tempatku tertembak??
Apakah aku sekarang telah menjadi mayat penasaran??
“ Kembalikan padaku Tantri.” Sebuah suara membuat Tantri membuka matanya. Pria necis itu masih berdiri di depannya.
“ Tapii…Engkau sudah mencabut nyawaku…Apalagi yang engkau inginkan??” Jawab Tantri.
“ Peluru ditubuhmu Tantri!!” Dengan pedangnya, pria necis mencabut peluru yang telah menyumbat pernafasan Tantri.
Sppplaaaattt...Darah menyembur mengotori jas putih si necis, tapi dia tetap tenang. Dicabutnya lagi satu peluru yang telah membuat sakit luar biasa pada seluruh tubuh si cantik, kemudian dibuangnya ke tanah.
“ UUuuuuhhhhh.” Tantri merasa sakit sejenak tapi kembali dapat bernafas normal.
Pria necis bangkit berdiri hendak meninggalkan lokasi.
“ Tungguu.” Tangan Tantri melambai memanggil si necis, “ Kenapa kamu tidak jadi mengambilku???”
“ He he.” Si necis tersenyum lepas. “ Mengambil nyawa manusia yang berusaha memelihara kehidupan manusia??” Pria necis menggeleng. “ Pencipta kita tak akan mengijinkan.”
Tantri terdiam.
“ Baik-baik ya Tantri ,teruslah berusaha memelihara kehidupan sesama manusia!!”. Pria necis berpesan.
“ Tapi aku akan mati sepeninggalmu nanti, karena mereka telah bersiap menembakku”, tangan Tantri menunjuk ke kumpulan pria beku di depannya.
“ Orang yang senang merusak kehidupan akan dapat menaklukan orang yang hendak memelihara kehidupan???” Kata si necis. “ Kurasa tidak”. Lanjutnya. “ UNTUK MENAKLUKAN SESUATU YANG TAK BISA DITAKLUKAN GUNAKANLAH SESUATU YANG TIDAK MEMILIKI AWAL DAN AKHIR.” Dia berucap penuh senyum, kemudian pergi.
Pesan ketiga Jamal, batin Tantri. Kenapa dia bisa tau?? Apakah artinya?? Hei berhentilah sebentar bantu aku menjawabnya. Jerit Tantri dalam hati memanggi si necis. Sayang dia tak mendengar dan terus melangkah. Bertepatan dengan menghilangnya si necis dari pandangan, waktupun kembali bergulir.
DDAAAAKKK JDAAAAKK..." TRRRIIIII.” Sebuah suara wanita kembali menggema ditengah puluhan laki-laki berbadan besar. Perhatian Rudi telah terpusat kepada suara ini. Rudi telah melupakan Tantri.
“ Uuuuhhh.” Tantri masih terus mengeluarkan darah tapi tidak sesakit sebelumnya. Nafas yang semula begitu berat, kini dapat diambilnya dengan lancar. Tinggal satu kekhawatirannya, bila salah seorang dari mereka menyerang lagi, dia pasti tewas. Tapi kemana mereka semua?? Kenapa tidak ada yang menghampirinya???
JDDAAAAKKK..."UUUUHHHH."......JDDAAAAKKKK
"UUUUHHHHHH "….BRRRAAAAGGGGG….BRAAG...Berulang kali bunyi bogem mentah terdengar jelas di telinga Tantri. Awalnya dia tak bisa melihatnya. Matanya masih kunang-kunang. Tapi perlahan penglihatannya membaik bersamaan dengan mulai lancarnya pernafasan.
Tantri menyaksikan sepasang kaki wanita bergerak lincah diantara keroyokan lelaki yang mengerebuti . Kaki itu begitu luwe. Apa pun gerakannya kuda-kudanya selalu kokoh.
“ JDAAAAKK TEPPP TEEP TEEEP”, Tantri melihat kini si wanita mendorong seorang penyerang lelaki ke tembok dan menghujaninya dengan pukulan bertubi-tubi. Belum sempat lelaki tersebut jatuh si wanita sudah berpindah menundukkan wajahnya dan meninju lima kali beruntun ke buah zakar pria sebelahnya, kemudian berputar bagai penari balet menyikuti tiga orang pria lain di sekitarnya.
DDOOOORRRR….DOOOORRRR..Dalam kondisi anak buahnya tak sanggup meladeni seorang wanita misterius, Rudi kembali menembak secara pengecut. Dua peluru melesat, hampir mengenai si wanita.
Tapi wanita cantik berambut panjang itu begitu gesit, dia pelintir tubuh salah seorang penyerang, kemudian menjadikannya tameng hidup yang menerima tembakan Rudi. “ AAAAAAHHHHH”, pria tameng meraung menerima tembakan. Si wanita tak pikir panjang dengan nekad dia kejar Rudi yang masih mengacungkan senjata.
DDDDOOORRR DDOOORRR DOOORRRR....Rudi membuang tiga tembakan, mengharapkan wanita itu roboh.
Teeepp…Teeeeppp…Teeeeppp”, si wanita terus berlari sprint , tak mempedulikan peluru yang menerjangnya.
“ Hhhhhiiiiiii ceweee saaaakkkttiiii…..” Rudi gemetar melihat kekebalan si wanita.
JDDAAAAAKKK TAAAPP TAAAAPPP TAAAAAPPP TAAAAPPPPP...Si wanita tiba di hadapan Rudi, menghajarnya dengan pukulan pukulan jantan. Sifat kepengecutan Rudi berakhir di bogem mentah si wanita.
Ngggggiiinnggg...Kuping Rudi berdenging dia berputar-putar seperti orang mabuk kemudian, “….. brrruuggggg.” dia roboh mencium tanah.
Tanah bergoyang menerima kejatuhan Rudi, memperanguhi pijakan Tantri yang sudah sangat lemah. Tubuh Tantri oleng ke belakang dia hendak ikut jatuh ke tanah.
“ Hhhhaaaaaaa.” Tantri memejamkan matanya siap terjatuh.
Teeeeepppppp...si wanita berambut panjang loncat menyelamatkan Tantri. Disangganya kepala Tantri dengan tangannya sebelum jatuh menyentuh tanah.
“ POLISI!!! ANGKAT TANGAN KALIAN.” Didi dengan puluhan polisi lain telah berhasil memasuki basement melalui pintu kamar mandi. Mereka segera bergerak cepat meringkus puluhan laki-laki yang telah berjatuhan akibat dihajar oleh Tantri dan sahabatnya.
“ Uuuuuuuuuuuhhhhh.” Tantri tak menghiraukan Didi dan anak buahnya, dia hanya fokus menatap lekat-lekat penolongnya, “ Ttteerrima kasssiihhh.” Ujarnya.
“ Kamu baik Tri??” Wanita rambut panjang itu bertanya.
“ Siapa kamu?? Kenapa kamu tau nnnaamaku???”
“ MMmm mmmmm.” Wanita itu menggeleng mengibas-ngibaskan rambut. “ Horeeee TANTRIIII HIDUUPPP, penyelamatanku berhasiiiiilllll..hhiii..hiiii..hiiiii.” Jerit si wanita kekanak-kanakan.
***
“ Akhirnya berakhir bahagia juga ya??” Pria tua berkata. Mereka berdua berdiri memandangi kawasan ruko dari jauh.
“ Ya akhir yang bahagia.” Pria necis tak lagi memandang dingin ke depan, tapi menatap wajah sahabatnya dengan ramah.
“ Tumben kamu menatapku ramah begini!!”
“ Penghalangku untuk bersikap ramah terhadapmu sudah lenyap.” Pria necis berkata.
“ Penghalang apa maksudmu???” Pak tua heran.
“ Ceritakan terlebih dahulu soal aksimu menghabisi nyawa kepala desa suka wiyasa.” Kata pria necis dengan suara datar.
“ Eeeeeee dari mana kau tauu???”
“ Tak usah bohong kepadaku!! Ceritakan!”
“ Dia berusaha menyantet Tantri, aku hanya menolong si polwan.”
“ Dengan cara mempermainkan waktu yang merupakan keahlianmu, Pak Tua?”
“ Kades itu benar-benar otak intelektual di balik bajing loncat!! Dia menggunakan ilmu gaib guna menyerang manusia lain. Dia pantas mendapatkannya!” Pak tua terlihat geram.
Pria necis mengangguk penuh senyum ketika sahabatnya membuka kebohongannya sendiri.
“ Tapi ada satu hal yang aku tak mengerti.”
“ Mmm???” Pria necis menatapnya.
“ Pesan kedua Jamal ; PERGI KE TEMPAT PELACURAN, TEMUI ANI, BIARKAN ABDI YANG SUKA DICACI MEMBEBASKANNYA. Tak ada yang bernama Ani disana, apa Jamal salah??”
“ Ani memang tak ada Pak Tua, tapi Yani ada.”
Pak tua memandang heran. “ Yani?? itukan namaku??”
“ Benar.”
Pak tua tersadar akan sesuatu. “ Sebentar!! Tiga pesan Jamal semuanya ditujukan kepada Tantri kan??” Tanya pak tua penasaran.
“ Mungkin.” Pria necis mengangkat bahunya. “ Tapi sebagiannya ditujukan untukmu.” Dia tersenyum.
“ Apa???” Pak tua terkejut.
“ Pak Tua, berhentilah membohongiku!!”, Pria Necis menatap sahabatnya. “ 17 tahun lalu, memang benar ada dua orang pria yang bersemedi di desa suka wiyasa, tapi mereka tidak melakukannya tanpa guru. Karena sebenarnya kamulah guru mereka!!”
“………….”, Pak Tua tergagap. “ Ssebenntar…..”
“ Tidak usah berbohong lagi! Kamu, Fiki dan Jamal, semuanya punya satu kesamaan ; Sama-sama susah mati. Kamulah yang mengajarkan mereka ilmu kebal pada saat mereka bersemedi.”
“ Jangan bilang wahai sahabatku.” Pak tua mencoba bicara. “ Bahwa perdebatan antara dirimu dan Jamal di lapangan eksekusi adalah sandiwara buat menjebakku???”
Pria necis tersenyum, “UNTUK MENAKLUKAN SESUATU YANG TAK BISA DITAKLUKAN GUNAKANLAH SESUATU YANG TIDAK MEMILIKI AWAL DAN AKHIR.” katanya.
Pak tua merenungi kalimat itu sebentar kemudian menggeleng.
“ Akhirnya bukan senjata, perang, ataupun ilmu pengetahuan yang dapat menaklukanmu Pak Yani, tapi rasa sayangmu pada seorang wanita yang baru saja kau kenal.” Pria necis berhenti sejenak, “ Sudah lebih dari sepuluh tahun kamu berakting sebagai pria tua lemah yang minta dikasihani guna menyembunyikan kedigdayaan ilmumu. Tapi semuanya berakhir ketika Jamal bertemu dengan Tantri. Jamal melihat kebaikan dalam diri anak itu, sebuah kebaikan sifat yang tak akan sanggup kau tolak.”
“ Pesan pertama Jamal berarti juga memancingku???” Pak tua menggeleng sendiri takjub dengan kejeniusan muridnya Jamal Fahrudin.”
“ Kades suka wiyasa hendak menyantet Tantri dengan ilmu santet level tinggi yang diajarkan Fiki kepada ayahnya dulu. Jamal bisa melihat hal itu dan mengetahui dia tak akan ada di dunia saat kejadian itu terjadi.”
“ Lalu dia menjebakku agar akulah yang datang menyelamatkan Tantri dengan membawanya ke masa lalu??” Pak tua berkata.
“ Ilmu santet Fiki hanya dapat ditangkal olehmu atau Jamal, Pak Tua.”
“ Lalu biarlah abdi yang suka dicaci……membebaskannya.” Pak tua menarik nafas panjang memahami pesan itu.
“ Jamal bukan murid favoritmu Pak Tua, tapi Fiki. Bahkan kamu berjanji tak akan membunuhnya bila dia salah jalan. Fiki akhirnya berubah sesat. Dan dirimu tak berdaya. Golok yang kau sembunyikan di balik lemari yang akhirnya dipergunakan Jamal adalah wujud rasa bersalahmu kepada muridmu yang selalu kamu caci tapi tumbuh menjadi murid yang baik.”
“ Mmmm Jamal...dia cuma agak lambat waktu itu….” Pak tua terbata menjelaskan, “ Dan Fiki, dia cerdas…..”
“ Itulah masa lalu, Pak Tua, tak usah disesali.”
“ Padahal engkau tinggal mencabutku saja dengan ilmumu wahai sahabatku, mengapa harus berkonspirasi dengan Jamal??” Tanya pak tua.
“ Jamal tau aku tak akan tega mencabutmu dengan jimat masih melekat di tanganmu. Itulah penghalang yang membuatku tak pernah bersikap ramah terhadapmu. Siapa yang tak merasakan hawa panas saat berada berdekatan dengan seorang manusia berjimat?? Engkau serahkan jimat itu tadi pada Tantri, tak usah khawatir, Tantri bukan tipe manusia yang mudah percaya pada jimat. Keraguannyalah yang membuat Jimat cepat hancur hanya dalam tiga kali tembak.”
“ Kenapa kau tak akan tega mencabutku saat aku masih mengenakan Jimat??”
“ Orang berjimat akan menerima siksaan yang berat Pak Tua!! aku tak akan tega melakukannya terhadapmu.”
Pak tua sangat kagum dengan kecerdasan muridnya, Jamal, yang kini telah tiada, juga dengan kelembutan hati sahabatnya, pria necis, yang ternyata begitu menjaga perasaannya. “ Berarti semua pesan ditujukan kepadaku??”
“ Tidak semua.” Pria necis menepuk bahu sahabatnya, kemudian mengajaknya melihat dari kejauhan ke arah Tantri yang sedang dipeluk oleh wanita cantik berambut panjang. “ Lihat persahatan Tantri dengan sahabat konyolnya! Aku tak pernah melihat orang seberani mereka dalam menghadapi peluru. Lihatlah! Dengan persahabatan tulus yang didasari rasa kasih sayang, hal apa yang tak dapat mereka taklukkan? Bahkan aku dikirim khusus guna melindungi cinta di dalam hati Tantri dengan mencabut peluru yang telah bersarang ditubuhnya.”
“ Tantri benar-benar luar biasa.” kata pak tua dengan penuh hormat.
“ Hatinya Pak Tua, sangatlah indah. Dia wanita baik.” Pria necis menjawab.
Pak tua mengangguk. Dia sekarang mendapat pelajaran.
“ Baiklah biarkan mereka bahagia! Jadi sekaranglah waktuku wahai sahabat??”
Pria necis tersenyum, “ Benar!! Katakan saja bagaimana engkau ingin diambil, Pak Tua Yani?? Atau lebih pantas kupanggil Pak Jawara Yani??”
“ Heemmm.” Pak tua ganti tersenyum. “ Dengan cara bersalaman saja sahabatku. Bukankah persahabatan yang tulus seperti Tantri dan sahabatnya, selalu abadi??”
Pria necis mengangguk pelan, kemudian menjabat tangan sahabatnya.
“ Kau begitu sempurna….” Ujar pak tua untuk terakhir kali, diiringi senyum lebar sebelum terjatuh mencium tanah meninggalkan dunia.
***
Dalam sebuah rumah di desa suka wiyasa, seorang nenek tua tengah meramu sebuah ramuan. Tak pernah seumur hidupnya dia mengalami kesedihan sekaligus kebahagiaan berlangsung bersamaan dalam satu hari. Baru saja dia berduka karena anak bungsunya kepala desa suka wiyasa meninggal secara misterius, malam ini dia gembira. Sangat gembira.
Tadi pagi firasatnya berkata benar. Saat melihat mobil polisi memasuki desanya dia pingsan dan harus digotong warga. Ibu tua pingsan karena mengetahui di dalam mobil ada seorang polisi wanita yang akan menghabisi nyawa anak bungsunya. Saat dia siuman, dia segera melakukan serangan mistik yang seharusnya tak akan dapat ditahan oleh anak kemarin sore itu. Tapi dia bertahan dengan golok terkutuk milik Yani. Wanita sialan!! Tunggu pembalasanku! Ratapnya dalam hati.
“ Sembah hormat Nyai!! Abdi sudah siap dibaiat sebagai murid.” Seorang pria muda memasuki rumah tuanya, kemudian menyembah hormat.
“ Siapa namamu anak muda??” tanya nenek tua.
“ Nama abdi Aldi, Nyai.”
“ Kerjaanmu apa??”
“ Polisi Nyai.”
“ Kenapa kamu mau jadi muridku??”
“ Abdi……”
“ Tak usah malu.” Kata si nenek.
“ Aldi maaf maksudnya….Abdi naksir seorang polisi wanita, namanya Tantri Nyai, tapi dia sudah punya suami.”
Mendengar nama Tantri seketika membakar emosinya. Hampir saja dia memaki, tapi pengalamannya yang sudah sangat lama di dunia mampu menahannya.
“ Lanjutkan nak!!” Kata si nenek masih menahan emosi.
“ Abdi ingin balajar dari Nyai, ilmu yang bisa buat Abdi menaklukan wanita yang Abdi taksir dan….”
“ Cukup nak!! Nyai akan membantumu mendapatkan dia sekaligus membuat rumah tangga mereka berantakan HAA HAAA HAAAA...” Dengan tawa mengerikan nenek tua itu tertawa.
Calon muridnya yang bernama Aldi disuruh menunggu diluar. nenek tua mengambil ramuan yang telah disiapkannya, kemudian bersiap meniupnya. “ Kamu udah jadi mayat malam ini. Yani!! Tanpa kamu dan Jamal, tak akan ada lagi yang dapat menghalangi pembalasan dendamku pada wanita bernama Tantri yang telah menghabisi nyawa anak kesayanganku, Fiki!!”
“ HAAA HAAA HAAA..” Tawa menakutkan nenek tua bergema ke seluruh penjuru desa suka wiyasa.
TAMAT