Recent Posts Widget

Kak Alya

http://cerita-porno.blogspot.com/2015/07/kak-alya_31.html

“Kak, aku pergi sekolah dulu yah…”
“Iyaaa… belajar yang bener, jangan macam-macam di sekolah kamu dek!”
“Nggak kok… mending macam-macam di rumah sama kakak, hehe”
“Hah? Apaan sih kamu…?"

“Bercanda kok kak…”
“Dasar…” Diapun mendaratkan ciumannya di keningku, seperti yang biasa dia lakukan ketika aku pamit ke sekolah. Ugh, sungguh senangnya tiap pagi selalu mendapatkan ciuman darinya, ciuman dari kakakku yang cantik dan seksi ini, tapi… 

"Hehe.. Dado pamit juga ya kak.." ujar temanku bernama Dado yang menungguku dari tadi. Dia ikut mendekati kakakku dengan wajah sok polos dan cengengesan seperti ingin juga mendapatkan kecup manis dari kakakku.

"Kenapa Do? Kamu mau kakak cium juga?" Tanya kakakku seakan bisa menebak apa yang dipikirkan temanku itu.
"Hehe… Iya kak... boleh?" pinta Dado.

"Hihihi… duh kamu ini, Kakak tanyain Aldi dulu yah… Dek lihat tuh, temanmu mau dicium sama kakak juga tuh… Boleh nggak dek dia juga dapat ciuman dari kakak?” tanya kakakku meminta pendapatku.

"Ya nggak lah kak!" tolakku, gila aja kalau si jelek ini juga dapat ciuman dari kakakku.

“Tuh dengar, gak dibolehin sama Aldi, hihihi. Udah sana kalian, buruan berangkat”

“Iya iya… Buruan Do!” suruhku menyeret Dado, kalau lama-lama di sini ntar si Dado beneran bakal dapat ciuman dari kakakku lagi, tak rela aku! Akupun segera menyalakan motorku dan berangkat ke sekolah.
“Daagh kak Alyaa...”
"Daagh kak Alyaa cantik.. hehe.." pamit Dado juga ikut-ikutan. Kupret nih anak!

Namaku Aldi. Aku masih kelas 2 SMU. Di rumah ini aku hanya tinggal berdua bersama kakakku. Ya, hanya berdua saja karena kedua orang tua kami tinggal di kota yang berbeda dengan kami. Papaku yang bekerja di luar kota membuat Mama juga jadi harus mendampinginya di sana. Tapi bagiku tak masalah, karena selama ini aku ditemani oleh kakakku, Kak Alya.

Kak Alya saat ini sedang kuliah di salah satu PTS ternama di kota kami dan baru saja menjalani tahun pertamanya. Sungguh hari-hari yang kulalui sangat menyenangkan karena kakakku sangat memperhatikan diriku. Seperti memasakkan makanan untukku sehari-hari, sampai mengingatkan akan pakaian kotorku yang seharusnya dicuci. Tapi karena kakakku juga memiliki kesibukan kuliah, aku memilih untuk mencuci pakaianku sendiri. Walau terkadang justru ia yang ingin mencucikan pakaianku. Memang kakakku ini sangat baik. Hal itulah yang membuatku semakin suka bermanja-manja pada kakakku ini.

Kak Alya sehari-hari dikenal baik, ramah dan sopan di lingkungan perumahan kami. Dia tidak pernah pilih-pilih teman dalam bergaul. Walaupun kak Alya sudah memiliki pacar, tapi tetap saja banyak cowok yang nekat untuk medekatinya. Bahkan termasuk teman-temanku yang suka main kerumah dengan alasan bikin PR lah, main PS lah. Siapa juga sih yang tidak tertarik dengan cewek seperti kak Alya? Sudah cantik, sopan, ramah pula. Aku saja sampai tertarik padanya meskipun aku adalah adik kandungnya, hehe.

Sehari-hari, Kak Alya selalu berpakaian tertutup lengkap dengan jilbab bila keluar rumah atau saat sedang menerima tamu. Tapi ketika sedang di rumah saat hanya berdua denganku, kak Alya sering sekali berpakaian seadanya. Siapapun pasti memaklumi bila berpakaian seadanya saat berada di rumah tanpa ada orang lain yang melihatnya kecuali aku. Tapi yang kak Alya kenakan justru lebih dari sekedar seadanya. Bahkan bisa dibilang sangat seadanya, pakaian yang sangat minim! Karena hanya ada aku di rumah ini, maka akulah yang beruntung bisa melihat pemandangan indah ini setiap hari. Walaupun kadang-kadang teman-temanku juga kebagian rezeki dapat melihat penampilan kakakku berpakaian minim.

Seperti saat mengantarkan aku ke depan pintu tadi, kakakku ini hanya mengenakan tanktop putih ketat berbelahan rendah dengan bawahan celana pendek berwarna pink. Sungguh setelan yang mempertontonkan aurat-auratnya! Kulitnya yang putih mulus, lekukan tubuhnya yang indah, rambut hitam sebahunya yang digerai, serta semua bagian tubuhnya yang biasa ia tutupi bila keluar rumah itupun tersaji khusus untukku, adek laki-lakinya. Aku juga bisa pastikan kalau kak Alya tidak mengenakan apa-apa lagi dibaliknya karena aku bisa dengan jelas melihat tonjolan mungil pada bagian dadanya. Gimana aku nggak horni coba? Meskipun aku adeknya, tapi aku kan laki-laki biasa. Sialnya temanku tadi juga beruntung bisa melihatnya.

Tapi kak Alya sepertinya cuek-cuek saja dan tidak peduli bila dirinya selalu menjadi tontonan bagiku sehari-hari. Kak Alya seperti sudah biasa membiarkan dirinya dan cara berpakaiannya itu dipelototi bulat-bulat olehku. Malah sesekali kak Alya melempar senyum manisnya ketika tahu aku sedang memperhatikannya. Ugh, sungguh bikin gregetaaan! Mana dianya juga tak jarang mondar-mandir di depanku seperti seakan sengaja menggodaku. Gimana aku tidak pusing dibuatnya!?

Semakin lama aku malah berpikir kalau kak Alya sepertinya suka sekali jika aku memperhatikan dirinya. Terutama ketika kak Alya hanya berpakaian seadanya di rumah, dia betul-betul memamerkan kecantikannya itu padaku. Berbeda dengan kesehariannya di luar, kalau di rumah kak Alya sering menggodaku seolah-olah ia seperti perempuan nakal. Dan namanya laki-laki, aku pun sering merasa tak tahan dengan pemandangan yang selalu kak Alya suguhkan setiap hari buatku. Kak Alyaku yang cantik, putih, bening, dan seksi, dan nakal, akhirnya menciptakan khayalan yang tidak-tidak di dalam kepalaku. Dan berujung pada kegiatan rutin harian, yaitu urut-mengurut otongku sambil membayangkan kak Alyaku yang nakal.

Tentunya aku beronani membayangkan kakakku secara diam-diam, tapi akhirnya perbuatan aku itu ketahuan juga olehnya. Kejadiannya baru seminggu yang lalu… 

“Adeeeeeek!” teriaknya kencang di depan kamar mandi waktu itu.
“Apaan sih kak? Berisik amat”

“Kamu onani?? Tuh pejumu belepotan di lantai kamar mandi! Cepat bersihin!” 
“I..iya..” Duh, aku sungguh malu ketahuan habis onani oleh kakakku sendiri.

“Emang kamu udah bisa keluarin peju yah dek?” ujarnya menggodaku.
“Ya bisa dong kak… aku kan udah gede, hehe..”
“Iya.. makin gede tapi juga makin mesum kamunya…”

“Habisnya kakak sih… ups!” sial, aku keceplosan.
“Hah? Jangan bilang kalau kamu onani sambil ngayal kakak!? Ayo jawab!”

“Eh.. i..itu…” aku tergagap. Masak aku mengakui padanya kalau aku membayangkan kakakku sendiri sebagai objek onani sih? Tapi dia yang melihat aku tergagap malah tertawa terbahak. Dia tidak marah!

“Dasar kamu… sama kakak sendiri nafsu… sana cepat bersihin pejuhmu!” ujarnya lalu pergi membiarkanku sendiri membersihkan ceceran spermaku di lantai kamar mandi. 

Setelah kejadian itu, kakakku ini malah semakin menjadi-jadi menggodaku. Bahkan dia mengizinkan aku untuk membayangkannya bila aku beronani. Malah beberapa hari yang lalu aku beronani di depannya, di depan kakakku sendiri sampai ejakulasi dan pejuhku berhamburan mengotori lantai kamar mandi. Waktu itu aku lagi-lagi kedapatan olehnya sedang onani, dia tidak sengaja masuk ke kamar mandi.

“Kamu sih dek… kakak kira gak ada orang… eh ternyata malah asik onani…”
“I..iya kak… maaf”
“Bayangin siapa kamunya? Bayangin kakak lagi?”
“Iya kak.. hehe”
“Dasar porno! Ya udah, lanjutin gih sana…” ujarnya kemudian ingin pergi, tapi ku tahan.

“kakak di sini aja dong…”
“Hah? Ngapain?”
“Temanin aku…” pintaku nekat, aku pasrah kalau dia bakal memarahiku, tapi siapa tahu kalau dia malah setuju.

“Apaain sih dek… Dasar… ya udah, kali ini aja yah…” dan ternyata dia memang setuju! Sungguh beruntung aku punya kakak seperti dia. Udah cantik, baik, pengertian sama adeknya lagi, hehe. Akupun lanjut beronani, namun kali ini ada kakakku di depanku. Mengocok penisku dengan melihat kakakku secara langsung! Mana dianya senyum-senyum terus kepadaku, mana tahan coba? Akhirnya spermakupun muncrat-muncrat dengan derasnya di depannya. 

“Udah kan dek? Udah lega? Udah hilang kan pusingnya?”
“I..iya kak.. makasih”
“Jangan lupa bersihin tuh pejumu…” 
“I..iya..”

Tapi ternyata tidak sekali itu saja aku beronani di depannya, kemarin dan dua hari yang lalu juga demikian. Tapi hanya sampai disitu saja, kak Alya masih selalu mengingatkanku bahwa kami adalah saudara kandung kakak beradik. Memang aku sadar bahwa sangat tidak pantas aku meminta hal ini padanya. Tapi nafsuku pada kakakku sendiri mengalahkan segala-galanya.

…………

Dan kini, siang sepulang sekolah aku langsung menuju rumah tanpa mampir-mampir kemana lagi. Apalagi kalau bukan untuk berduaan dengan kak Alya, bermanja-manjaan dengan kakakku yang cantik ini.

"Kak Alyaa.." panggilku melihat kak Alya sedari tadi mondar-mandir.

"Apa deek?" aku mendengar kak Alya menjawab sambil tersenyum manis. Sepertinya ia tahu kalau aku sedang memperhatikannya dari tadi.

"Ngapain sih kak dari tadi mondar-mandir? Pusing tau kak liatnya"

"Ooh, adek lagi pusing beneran? Atau pusing banget dek?" teguranku malah dijadikan candaan oleh kak Alya.

"Anu kak.. Hehe.. lagi pusing banget.." jawabku cengengesan, entah kak Alya tahu maksudku atau tidak.

"Hihi.. kamu tuh ya dek.. ga bisa apa bentar aja ga pusing.. masa tiap hari bilangnya pusing melulu.." kak Alya duduk disebelahku dan memberi jarak agak jauh.

"Abisnya, kak Alya juga siih.. tanggung jawab ya kalo aku sakit gara-gara pusing melulu.." candaku mengancam kak Alya, sekali lagi entah kak Alya mengerti maksudku atau tidak.

"Yee.. adek yang pusing kok kakak yang disalahin? Umm, adek belum makan kalii.. Tuh kak Alya udah masakin ikan goreng kesukaan adek"

"Aku pusing bukan karena laper kak.." jawabku sok bersungut walau sebenarnya aku memang lapar betulan, hanya saja ada yang jauh lebih lapar di banding perutku.

"Umm.. Adek pasti pusing karena belum dapet-dapet pacar yah? Hihi.. kasian banget sih kamu dek.. di rumah melulu siih.." kak Alya mencari jawaban yang aku kini malah dijadikan bahan candaan oleh kak Alyaku ini. Tapi seyum dan tawa ringan kak Alya membuatku bertambah pusing.

"Iya nih kak.. kenapa ya kok aku sukanya di rumah aja berdua sama kak Alya,? Hehe.." jawabku cengengesan sambil duduk merapat mendekati kakakku berharap kakakku tidak makin menjauh.

"Iya nih dek.. kakak juga sama. Kok sukanya di rumah aja yah sama adek berdua-duaan? Hihi.." sambil menjawab dengan tawa renyahnya kak Alya menggeser duduknya yang malah semakin mendekat ke arahku dengan tubuhnya yang dicondongkan kedepan. Wajah kami pun tampak berdekatan. Aku suka kaget sendiri kalo kak Alya menggodaku tiba-tiba seperti ini.

"Serius kak?" tanyaku balik seperti tak percaya akan jawaban kak Alya.

"Iya lho.. coba deh bayangin dek kalo ngga ada kakak.. Adek makan ga ada yang masakin.. baju kotor ga ganti-ganti.. sekolah kalo ga diingetin suka bolos, pake alasan nemenin kakaklah.. ga kebayang tuh dek, seminggu aja adek jadi kayak gembel.. Hihi.."

"Kak Alya!" dengan sebal dan gemas aku memajukan tubuhku sambil merentangkan tangan memeluk kakakku yang sukanya menggodaku.

"Adek! Aduuh.. Geli dek! Lepasin doonk! Hihi.. kakak belum selesai ngomong nih.." kak Alya meronta dari pelukanku yang jamahan tanganku bergerilya sampai kemana-mana. Tapi seperti biasa, kalau kak Alya seperti mau-mau saja kuperlakukan seperti ini.

Lalu karena aku penasaran akan lanjutan kak Alya, akupun menghentikan gerakan gerilyaanku walau aku masih tetap memeluk kak Alya yang kini posisiku jadi memeluk dari belakang karena rontaanya barusan.

".. Kalau adek lagi kambuh pusingnya, siapa yang ngobatin? Hmm?" tanyaku kak Alya seolah menunjukkan betapa tergantungnya diriku padanya.

"Hehe.. kak Alya donk, kan cuman kak Alya yang pinter ngobatin.." jawabku mesum.

"Kamu tuh ya dek.. bisa-bisanya kakak sendiri dicabulin, tiap hari lagi.. sana gih cari pacar.." sambil dengan gaya mengusir menepis-nepis pelukanku yang makin erat. Semakin erat pelukanku, semakin menempel tubuhku termasuk otongku yang sudah mulai mengeras merapat pada tubuh belakang kak Alya.

"Ga mau ah! Maunya sama kak Alya aja, udah baik, cantik, seksi lagi.. Uugh.." pelukku sambil mengangkat kakiku mengapit paha kak Alya dari belakang agar tak mudah lepas dari pelukanku. Dan membuat otongku semakin menggesek pada pinggul belakang kak Alya.

"Aduh adeek.. kok kakaknya dijepit begini sih? Kan kakak jadi ga bisa bergerak.." jawab kak Alya dengan nada manja.

"Uugh.. kak Alya.." mendengarnya menjawab dengan nada manja gemulai tak berdaya seperti itu malah justru membuatku semakin panas dingin.

"Dek.."

"Iya kak?"

"Udah?"

"Apanya ya kak?" jawabku pura-pura tak tahu.

"Itu tuuh yang dibelakang kakak.. ngeganjel tau deek.." kak Alya rupanya sadar aku mulai melakukan gerakan menggesek di pinggul belakangnya.

"Yaah, kak Alya.. sekali ini doonk.. yah? Lagian kan ga nempel langsung kok kak.. tapi kalo boleh nempel langsung Aldi seneng banget loh kak..Hehe.. yah kak? Pleasee.." pintaku memohon banget sama kakakku yang cantik ini.

"..Uumm.. boleh gak yaah?" kak Alya menggodaku seperti biasa dengan gaya genit pura-pura berpikir.

"Sekaliii aja kak.. Boleh yah?" aku memohon dengan wajah memelas sambil masih terus menggesek pelan pada pinggul kak Alya yang semakin lama mendekat ke belahan bongkahan bokongnya.

“Kamu tuh yaa, kalo dikasih hati langsung minta jantung sama kakak..”

“Hehe.. iya kak Alya, jantung kakak disini yah?” lanjutku bertanya balik sambil iseng memegang dada kak Alya.

“Adeeeeek! Tanganmu! Lepasiin…… ugh… geli… Adeek!” aku yang iseng terus melancarkan seranganku pada kak Alya malah semakin heran melihat dia yang bukannya marah, tapi malah kegelian. Tentu saja aku semakin berani dibuatnya, akupun meneruskan aktifitas tanganku di buah dadanya sambil menekan dan mempercepat goyangan pinggulku pada belahan pantat kakakku ini, dan kak Alya tetap saja hanya diam menerima perlakuan cabul dariku!

“Kak Alya.. maaf yah.. aku gak tahan ngeliat kakak kayak gini tiap hari..” sambil aku terus memeluk dan menggoyangkan pinggulku.

“...”

“Ngeliat kak Alya yang cantik, putih, harum, seksi.. Uugh.. kak Alya sih, godain aku terus!” aku makin mempercepat gerakan pinggulku, tapi kak Alya hanya diam saja.

“...”

“Kak?” panggilku karena kak Alya hanya diam saja dari tadi.

“...”

“Kak.. Kakak marah ya?” aku mulai penasaran, apakah kak Alya marah padaku karena aku semakin kurang ajar padanya? Aku mulai agak mengendurkan goyanganku.

“Bawel ah! Kamu mau nerusin atau mau udahan? Kalo udahan, kak Alya bangun nih ya?” tiba-tiba kak Alya buka suara. Aku terkejut karena ternyata kak Alya benar-benar tidak sedang marah, malah seperti menantangku untuk meneruskan kegiatanku.

“Eh! Ja..jangan kak.. Aku mau terusin kok.. Aku kira tadi kakak marah, hehe..”

“Nggak marah kok. Emangnya pernah kakak marah sama kamu?” 

“Uumm.. ga pernah sih.. makanya aku sayang banget ama kak Alya, aku cinta banget sama kakakku yang seksi ini, hehe..” 

“Huuu… dasar! Tapi ingat ya deek.. jangan sampai nyelip!”

“Kalo dikit aja kak?” aku mencoba peruntunganku dengan menawar, tidak ada salahnya, siapa tahu dia mau.

“Nggak! Inget ya dek… kita tuh saudara kandung, kakak adik.. jadi jangan yah adek..” Ah, dia tidak mau. Aku tak bisa memaksanya lebih jauh lagi.

“Iya deh kak..” jawabku agak setengah bersungut.

“Adeek…” kak Alya menoleh kebelakang untuk melihatku, dari nadanya dia seperti sedang baik-baikin aku yang sedang bersungut walau aku masih terus menggoyangkan pinggulku.

Tiba-tiba kak Alya melepaskan pelukanku, berpindah posisi tapi masih di kursi sofa tempat kami duduk berdua. Kak Alya dengan bergaya merangkak di atas sofa, bergerak maju menuju tepian tangan sofa menjauhiku. Aku masih tak mengerti apa yang kak Alya lakukan, tapi melihat goyangan pinggul dan pantatnya seakan kak Alya memang niat menggodaku untuk menerkamnya dari belakang. Kak Alya kemudian menoleh ke arahku mengintip dari balik pundaknya.

“Adeek.. sini deh.. kalau gesekin pake gaya doggy, adek mau nggak?” kak Alya dengan postur tubuh menungging membelakangiku bertanya lirih dan manja sambil menggigit bibir bawahnya. Tubuhku langsung panas dingin! Tentu saja aku mau!

“Uugghh! Kak Alya!” teriakku sambil menerkam dan menubruknya dari belakang.

“Hihihi... pelan-pelan! Hmm… dek, keluarin aja burungnya, kasian nanti malah bengkok ketekuk di dalam celanamu” suruh kak Alya sambil senyum-senyum. Haduh… tawaran apalagi ini? Tentu saja tidak ku tolak, segera ku bebaskan penisku dari celanaku.

“Kak.. aku selipin ke dalam celana kak Alya yah? Janji deh aku ga bakal masukin..”

“..Uumm.. Iyah.. tapi bener yah dek, jangan dimasukin..”

“Ouughh, kak Alyaku yang cantik dan baik.. nih kak..” Akupun menyelipkan penisku ke dalam celana kak Alya melalui lubang kaki celana pinknya itu. Seperti yang kuduga, kak Alya tidak mengenakan celana dalam! Sambil kuarahkan dan kutempelkan otongku pada belahan pantat kak Alya, tanganku memegang pinggang kak Alya. Kini posisiku mirip orang yang sedang menyetubuhi kak Alya dari belakang dengan gaya doggy.

“Ngghh.. deekk…. Sshhh… dasar kamu nakal” rintih kak Alya, mendengar suara rintihannya itu membuatku semakin larut dalam khayalan yang seolah-olah aku seperti sedang berhubungan badan dengan kakak kandungku sendiri. Ugh… kak Alya.

“Adeek.. kalo orang liat kita, pasti dikira kamu lagi ngapa-ngapain kakak…” kata kak Alya yang mulai memancing-mancing dengan omongan panasnya. Walau kami masih memakai pakaian lengkap, tetap saja pemandangan sebagai kakak adik yang sedang melakukan perbuatan cabul ini menumbuhkan sensasi yang membuat panas dingin bagi yang melihatnya.

“Kalo orang liat kak Alya sama aku lagi begini.. pasti mereka juga pengen kak..” imbuhku sambil terus menggesek otongku di sela-sela pantat dan kain celananya.

“Hihi.. iyah dek, kepengen ngentotin kak Alya juga yah merekanya? Samaan kayak adek..” mendengar kak Alya mengucapkan kata-kata kotor begitu malah membuat otakku semakin ngeres, membayangkan kak Alya benar-benar disetubuhi oleh orang asing akibat melihat tingkah laku kami. Bahkan lebih dari satu orang, saling berebut untuk mengentoti kakakku yang cantik dan seksi ini. Kak Alya benar-benar nakal, membayangkan dirinya disentuh orang lain selain aku ataupun pacarnya. Kak Alya yang berkulit putih, ditindih dan digagahi mereka yang berkulit gelap. Membayangkan kak Alya yang tak berdaya berusaha melayani penis-penis mereka membuatku semakin horni. Entah kenapa semakin aku membayangkan apa yang dialami kak Alya semakin cepat pulalah irama goyangan pinggulku, penisku juga menekan semakin kuat ke belahan pantat kak Alya.

“Uugh.. kak Alya..”

“Hihi.. kamu ngebayangin apa sih dek? Ngebayangin kak Alya dientotin orang lain yah dek?”

“Kak Alya nakal nih.. Uughh.. Kak Alya..” aku mulai meracau tak jelas dan gesekanku semakin cepat.

“Adeek.. suka berfantasi kakak dicabulin orang lain yah dek? Emang kalau beneran terjadi kamu pengen lihat?” suara kak Alya makin kemari makin lirih dan menggoda.

“Kak Alya nakal! Adek udah mau keluar.. kaak!”

“Terus deek.. entotin kakak dek.. teruss..” kak Alya terus menggodaku sampai akhirnya aku muncrat dan menekan otongku kuat-kuat ke belahan pantatnya yang montok dan putih itu dibalik celana pinknya hingga basah oleh pejuhku. Setelah membuang semua pejuhku ke pantat kak Alya, aku ambruk di punggungnya sambil sesekali meremas-remas susu kakakku.

“Udah dek? Udah hilang kan pusingnya?” kak Alya bertanya setelah membantuku melampiaskan hal yang tak tertahankan. Kakakku benar-benar nakal. Selalu membawaku mengkhayalkan yang tidak-tidak tentangnya.

“Hehe.. udah belum yah kaak?” candaku mengikuti gaya kak Alya.

“Ooh.. jadi adek mau lagii?”

“Iyah kak.. mau.. mau..” jawabku bersemangat. Aku lalu melihat kak Alya bangkit dari duduknya, sedang aku dengan setia menanti apa yang akan diperbuat oleh kakakku yang seksi ini.

“Lihat deek.. jangan ngedip yah..” kak Alya dengan gaya nakal seperti seorang striptease perlahan-lahan memelorotkan celana pendek pinknya. Aku memandang dengan tertegun. Kak Alya memelorotkan celananya yang tidak memakai dalaman apa-apa lagi di baliknya. Bagian bawah tubuhnyapun terpampang bebas di hadapanku, adik laki-lakinya. Aku yang baru saja memuncratkan pejuhku pada kakakku mendadak penisku bisa mengeras kembali. Aku bisa melihat dengan jelas bulu-bulu halus yang tumbuh di atas vagina kakakku yang tembam. Memang tidak sekali aku pernah melihat vagina kakakku sendiri entah di saat sengaja atau tidak. Tapi disuguhi seperti ini aku merasakan sensasi yang sangat berbeda. Kakakku sendiri sedang menggodaku, dan..

“Nih, pejuhin lagi celana kakak! Sekalian cuciin ya.. bau tuh pejuh adek, hihi..” kak Alya melemparkan celana bekas kupejuin tadi ke mukaku.

“Iih! Kakak! Main lempar ke muka aja!” teriakku kesal. Dia hanya tertawa, lalu berlenggang dengan santainya keluyuran di dalam rumah dengan kondisi seperti itu tanpa memakai bawahan sama sekali, hanya memakai tanktop saja. Sungguh pemandangan yang membuat penisku kembali ngaceng maksimal. Untung saja hanya aku yang melihatnya, tak dapat ku bayangkan bila ada orang lain yang melihat kondisi kakakku seperti sekarang ini. Untuk seorang kak Alya yang dikenal sopan, ramah, baik dan selalu memakai jilbab bila di luar rumah, tentunya akan menjadi hal yang sangat berlawanan dengan apa yang sedang dilakukannya sekarang.

“Permisii! Sedekahnya Paak.. Buu..!” tiba-tiba terdengar teriakan orang peminta sumbangan di luar rumah kami. 

“Adek! Ada yang minta sumbangan tuh..”

“Iya, aku juga denger kali kak..” dari yang kudengar sepertinya seorang bapak-bapak tua yang berdiri di luar pagar rumah kami.

“Sana gih kasih sumbangan ke Bapak itu dek..” kak Alya menyuruhku keluar untuk memberi sumbangan.

Melihat kondisi kak Alya yang hanya memakai tanktop putih dan tak memakai bawahan apa-apa, serta aku yang masih memegang celana pendek kak Alya, tiba-tiba terbesit pikiran iseng untuk kakakku.

“Gak ah! Kak Alya ajah yang kasi sumbangan, hehe..” tantangku iseng ke kak Alya. Aku sungguh penasaran kalau memang kak Alya mau menerima tantanganku untuk memberi sumbangan ke Bapak itu tanpa mengenakan bawahan apa-apa. Walau dibatasi oleh pagar yang tingginya seatas dadaku kak Alya, tetap saja membayangkan kakakku yang bening dan putih itu menemui bapak peminta sumbangan itu membuat darahku berdesir dan tubuhku panas dingin.

“Hmm? Gak pake celana kayak gini dek? Huhu.. Adek pengen liat yah kakak cuma pake ginian nemuin bapak itu diluar?” tanyanya dengan lirikan menggoda. 

“Adeek.. liat kakak yah.. kakak penuhi lagi fantasi adek.. hihi..” seraya kak Alya membuka pintu depan sambil berekpresi imut dengan mengedipkan sebelah mata dan menggembungkan pipi satunya. Aku hanya bisa memegang otongku yang mulai mengeras melihat tubuh seksi kak Alya dengan aurat yang terbuka bebas pada bagian bawahnya. Kak Alya yang selalu berpakaian tertutup dan memakai kerudung, kini akan menemui orang asing dengan vagina dan paha terpampang kemana-mana. Ugh, kak Alya benar-benar nakal!

Aku lihat kak Alya melongokkan kepalanya keluar saat pintu depan dibuka, kelihatannya dia sedang melihat-lihat apakah suasana di luar sedang ramai atau tidak. Sedangkan aku, masih saja terus asyik memperhatikan bagian belakang tubuh kakakku. Sungguh beruntung aku sebagai adeknya bisa melihat semua ini, bahkan cowok kak Alya saja kurasa tidak pernah melihat kondisi kakakku seperti sekarang ini. Yang mana sebentar lagi kak Alya akan keluar memberi sumbangan kepada peminta-minta, dengan hanya mengenakan atasan tanktop saja! Ugh, membayangkannya saja sudah membuat kepala atas dan bawah terasa panas dingin, aku tak tahu apa yang akan terjadi nanti. 

"Adeek.. liatin kakak yah.. Hihihi.." 
Kak Alya yang selesai memperhatikan keadaan sekitar segera berjalan keluar, melewati teras rumah, dan langsung menuju ke pagar rumah kami!

Aku memperhatikan dengan tegang dari balik pintu yang sengaja sedikit kubuka untuk mengintip. Kak Alya benar-benar keluar cuma pakai tanktop putih saja. Tidak memakai bawahan apapun sama sekali. Kak Alya berani banget! Bener-bener nakal nih Kak Alya. Mana jalannya pakai lenggak-lenggok sambil sesekali menoleh ke arahku dan mengedipkan matanya. Entah Pak Tua itu melihat atau tidak, karena dari yang kulihat, tinggi badan Pak Tua itu hanya sedikit di atas batas atas pagar rumah kami. Untungnya sisi tengah pagar kami ditutupi plastik fiber berwarna gelap, jadi badan bawah kak Ochi tidak terlihat jelas. Sepertinya.


"Iya Pak.. ada yang bisa saya bantu?" suara kak Alya merdu banget saat menyambut orang itu dari balik pagar. Orang tua berpakaian kemeja putih dan membawa map.

"..Ehm.. Eh, iya non.. anu.. maaf mengganggu.. saya dari Yayasan Penampungan Anak-Anak Terlantar, non.. Adapun kedatangan saya untuk meminta sumbangan dari si non.. seikhlasnya.." si Bapak peminta sumbangan itu yang berbicara dengan bahasa sok rapi mendadak gelagapan melihat kak Alya. Siapa sih yang tidak salah tingkah melihat kak Alya? Apalagi kak Alya kini mengikat rambutnya dengan mengangkat kedua tangannya, hingga otomatis dadanya terlihat membusung maju kedepan. Kakakku seakan sengaja memberikan pose dan tontonan gratis bagi Orang itu.

"Panggil Alya saja Pak.."
"Oh iya.. non Alya.. hehe.. sampai lupa memperkenalkan diri, nama saya Pak Amin.."

"Pak Amin, Alya nyumbangnya berapa yah?"

"Aduh non Alya.. berapa ajalah kalau dari si non, seikhlasnya.. ini sih, demi anak-anak terlantar juga non.. hehe.." jawab orang tua itu cengengesan, terlihat kumisnya yang mulai ubanan melebar tersungging. Dasar muka mesum! Matanya mulai jelalatan kemana-mana ngelihatin kakakku ini.

"Berapa aja atau apa aja nih Pak? Hihihi.."
Sambil sekilas melirik kearahku kak Alya bertanya padanya dengan menyilangkan kedua tangannya dibawah dadanya sehingga 2 susu kak Alya yang hanya terbalut tank top putihnya seperti mau menyembul kedepan. Gila kak Alya, berani amat mamerin susu dan cetakan pentil di depan orang itu. Baru saja aku memuntahkan pejuhku, kini sudah ada dorongan lagi untuk onani. Aku benar-benar tak tertolong.

"Hah? Anu neng.. eh, non.. berapa aja juga boleh.. kalo apa aja juga boleh kok, hehe" senyumnya makin lebar tuh orang. Pasti isi kepalanya udah terisi dengan bayangan yang engga-engga tentang kakakku.. 

"Hihi.. ya udah, yang berapa aja dulu deh Pak… Ini Alya mau sumbangin lima puluh ribu.. tapi Alya adanya uang seratusan Paak?" kata kak Alya yang sengaja memanja-manjakan suaranya. Kakakku ini ngapain sih!?

"Ooh.. sini Bapak tukarkan dulu deh.. kebetulan ada warung di dekat sini.. nanti saya kembali lagi ya.." tiba-tiba si Bapak itu sudah pergi untuk memecahkan uang kak Alya.

Aku dapat bernafas lega untuk sesaat. Sungguh melihat mereka tadi berdua ngobrol membuat perasaanku tak menentu. Bagaimana tidak? Orang tua peminta sumbangan diladeni oleh kak Alyaku yang bokong dan paha putihnya terpampang kemana-mana. Aku sempat melihat si Bapak tadi agak menjinjitkan kakinya sesekali, entah ia tahu atau tidak kalau kak Alya tidak mengenakan apa-apa lagi dibawah. Entah bagaimana kalau kak Alya benar-benar bugil di balik pagar.

"Adeek!" kak Alya membuyarkan lamunanku. Kak Alya menoleh kearahku dengan tatapan nakal dan tersenyum genit.

Dengan sengaja tanpa melihat lagi keluar pagar, kak Alya tiba-tiba mengangkat tank top sampai keatas dadanya. Sambil menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri kak Alya memamerkan susunya kepadaku. Dua susu putih nan indah dan montok itu bergoyang-goyang. Masih belum habis kagetku, Kak Alya kemudian mengangkat tanktopnya lagi sampai melewati kepalanya dan lolos dari tubuhnya, lalu disampirkan sembarangan di atas pagar. Kakakku benar-benar bugil! Hal yang tak kukira sebagai khayalan saja kini benar-benar terjadi! Ooh, kak Alyaku benar-benar mewujudkan fantasiku.

Masih dengan keadaan telanjang bebas, kak Alya bergaya imut dengan menempelkan telunjuknya pada pipinya yang digembungkan. Uugh! Kak Alya benar-benar imut, bikin aku gemes banget, tapi juga nakal. Adek sendiri dibikin tersiksa.

"Adeek.. Hihi.. ayo dek! Kocok yang kuat.. go go!" kak Alya memberi semangat padaku dengan gaya imutnya dan suara pelan mendesah sambil terus bergaya seksi di luar.

"Uugh.. Kak Alya.. kakak nakal banget sih.. aku jadi gak kuat nih kaaak.." aku meracau sambil mengocok kontiku. Tiba-tiba kemudian aku melihat kepala seseorang mendekati pagar rumah kami. Bapak tua itu sudah kembali! Tapi… kak Alya belum memakai tanktopnya..!?

"Ini non kembaliannya lima puluh ribu.. maaf yah, Bapak agak lama tadi.. Hah?" tiba-tiba orang tua itu seperti kaget. Walau hanya bisa melihat kak Alya sebatas pundak keatas, pastilah ada yang berbeda dari penampilan kak Alya.

"Ada apa Pak Amin? Hihi.. Pak Amin simpan aja yah kembaliannya.." jawab kak Alya santai. Sepertinya kak Alya tau kalau Pak Amin sadar ada sesuatu yang berbeda dari kak Alya.

".. Eeh.. anu non.. uang saya.. eh, uang non Alya.." pastilah orang itu menyadari kak Alya yang tadinya kelihatan ada tali pundak tanktopnya, sekarang sudah tidak ada. Entah orang tua itu tau atau tidak, tapi melihat kak Alya tanpa tali pundak tanktop, kak Alya seperti sedang bugil di hadapan pria tua itu. Duh, kakakku ini, dia nggak takut diperkosa apa? Kak Alya bener-bener nekat.

Sambil mereka tetap mengobrol, si bapak itu mencoba untuk memajukan badannya mendekati pagar. Sepertinya dia mau mencoba melongok ke dalam dan melihat kak Alya secara utuh. Tapi kak Alya sengaja maju mendekat ke bapak itu sehingga bapak itu sungkan dan mundur lagi. Aduh kak Alya… Aku antara rela dan tak rela kalau kak Alya sampai dilihat bugil olehnya, tapi kocokan di otong semakin kuat melihat kak Ayla meladeninya sambil tetap bergaya centil.

Saat kak Alya berposisi adak dekat dengan si bapak itu, mereka berbicara agak pelan. Aku tak bisa mendengar jelas apa yang mereka bicarakan.

"Ya udah, Pak Amin simpan saja yah.. kan mereka lebih membutuhkan dibanding Alya"

"Anu non, hehe.. makasih banyak yah.. udah baik, ramah, cantik lagi si non, hehe.. aduh si non.."

"Kenapa Pak?"

".. Eh, engga non.. ini.. saya kalau begitu mau pamit aja yah.. permisi non.." Pak tua itu sudah mau pergi.

"Hihi.. iya deh, kasian Pak Aminnya juga.."

"Hah?" aku dan orang tua itu sepertinya sama-sama kaget dengan tembakan langsung kak Alya.

"Pak Amin.. kebelet kan dari tadi? Hihi.. asal jangan dibuang sembarangan ajah ya Pak? Entar keinjek orang loh.."

"Eh.. iya neng..anu.. mari, bapak permisi.." si bapak itu dengan salah tingkah pergi meninggalkan kak Alya sendiri. Telanjang di luar di balik pagar. Setelah bapak itu pergi kak Alya yang masih berdiri di dekat pagar kembali menoleh kearahku.

"Adeek.. udah liatnya?" tanya kakakku dengan nada manja menggoda.

"Udah kak.."

"Adek suka?"

"Suka kak.."

"Mau dikeluarin dek?"

"Mau banget kak, aku udah ga tahan nih! Uugh!" aku masih sambil terus mengocok menunggu kak Alya untuk kembali masih ke rumah. Tapi kak Alya masih gak beranjak juga dari tempatnya. Dia malah menyandarkan punggungnya pada pagar tempat kak Alya ngobrol dengan orang tua tadi.

"Sini donk dek… Masa kakak yang kesana sih? Emang adek ga mau ngeliat kak Alya telanjang di sini?"

Duh kak Alya… kakakku ini memang suka banget mancing-mancing kalau aku sudah tanggung begini. Akupun yang seperti orang bodoh segera bergegas mendatangi kak Alyaku yang seksi sambil masih membawa celana pink kak Alya yang belepotan pejuhku tadi.

"Kak.. kalau dikeluarin di dalam mulut kak Alya boleh nggak? Hehe" pintaku untung-untungan.

"Hah? Jangan donk... masa burung adek sendiri dimasukin ke dalam mulut kakaknya siih? Nakal nih adeknya…"

"Abisnya, kakak juga yang nakal, godain aku terus.. Ya kak.. boleh ya… Pleasee.." Sambil terus merayu aku pasang tampang memelas, siapa tahu berhasil. Walau dengan melihat kak Alya bugil di depanku seperti ini saja sudah bikin aku sangat tidak tahan. Hanya dalam hitungan detik bisa saja aku meledak dan muncrat kemana-mana lagi.

".. Teruus.. nanti mulut kakak juga dipipisin sama pejuh adek? Gitu?" sambil dengan gaya centil menunjuk bibirnya merah imutnya yang dimanyunkan itu. Aku sudah hampir gila menahan ledakan otongku, tapi tetap terus ku tahan. Aku tak mau meledak duluan sebelum tercapai keinginanku untuk dilumat otongku oleh kak Alya.

"Uugh, kak Alya.. nakal niih.. boleh ya kaak?"

"Gak mau ah dek.. kalo ketelan sama kak Alya gimana dek?"

"Please ya kaak.."

"Hihi.. kasian banget sih kamunya dek.. disini aja yah.." kata kak Alya kemudian berlutut di hadapanku sambil membusungkan dadanya di depan penisku yang sedang kukocok terus dari tadi.

"Didada kakak??" Ugh… 

Sambil berlutut kak Alya melihatku dengan wajah sayu. Menunggu semprotan pejuhku ke dadanya.

"Bayangin deh dek… kalo Pak Amin tadi ngeliatin kakak telanjang kayak gini.. Hihi.. Kakakmu ini bakal diapain ya?"

".. Uugh.. kakak pasti diperkosa.. apalagi orang tua itu pasti belum pernah liat cewek cantik dan seksi yang menggoda kayak kak Alya.." jawabku sambil terus mengocok kontiku.

"Gitu yah dek? Berarti kakak kandungmu ini bakal dientotin donk sama bapak-bapak tua itu dek? Hihi.. kebayang gak sih dek, kakak yang masih muda dan putih ini, ditindih sama bapak yang udah tua dan item itu?"

"Uugh! Abisnya kak Alya sih nakal!"

"Trus sambil kakak dientotin sama bapak itu, kakak bilang gini sama adek, ‘Adeek.. kakak dientotin nih sama bapak ini, katanya kakak mau dihamilin tuh dek.' Hihihi..."

".. Arrgh, kakak!" kocokanku semakin liar.

"Mana tadi kakak bilang sama bapak itu, dek.. kalau mau minta sumbangan uang atau pakaian datang aja lagi kesini, gitu dek.. apa kakak sumbangin diri kakak aja yah dek? Hihi.."

"Kak Alyaa! ARRGHH!"

“CROOOTS!” Semburan pejuhku muncrat mendarat di atas dada kak Alya. Sebagian muncrat sampai ke leher dan dagu kak Alya. Memang tidak begitu banyak seperti sebelumnya, tapi sensasinya onani di depan kakaku sambil membayangkan semua yang kak Alya ucapkan tadi membuatku masih tubuhku kejang dan bergetar walau sudah tak mengeluarkan pejuh lagi.

Sedang kak Alya dengan mata sayunya masih terus menatap wajahku yang baru saja dilanda setruman orgasme.

Sambil melap pejuh di dadanya dengan celana pink yang diambilnya dari tanganku, kak Alya mencolek sperma kentalku yang mampir di dagunya dengan ujung telunjuknya. Lalu dengan pandangan sayu, kak Alya melihatku sambil memasukkan ujung jarinya yang belepotan pejuh ke dalam mulutnya. Sungguh seksi kak Alyaku ini.

"Hoek! Gak enak! Nih.. buat nambahin kerjaan adek, cuci ampe bersih!" untuk kedua kalinya kak Alya melempar celananya yang belepotan pejuhku itu kemukaku. Mimpi apa aku harus mencium bau pejuhku sendiri, dua kali dalam sehari! Tapi kalau setelah ngecrotin kak Alya sih, aku mau-mau saja. Tapi tetap saja aku merasa risih dengan pejuhku yang mampir ke mukaku ini.

"Iiihh! Kak Alyaa!" Aku berteriak sambil mengejarnya sampai kedalam rumah karena melempar celana itu ke mukaku.

"Hahaha! Bersihin donk adek, udah ngotorin masa ga mau bersihin.. Hihi.. udahan ah ngejarnya.. capek tau" ujar kak Alya yang setelah dia kelelahan duduk di ruang keluarga dengan tetap bertelanjang badan.

"Kak…”
“Hmm? Apa dek?”

“Kakak serius tadi bilang ke bapak itu supaya balik lagi kalau mau minta sumbangan?" tanyaku yang masih penasaran. 

"Umm.. iya dek.. emang kenapa?" tanya kak Alya balik dengan lugu, padahal aku kan tidak rela kalau dia kembali lagi, si Pak tua bermuka mesum itu. Berani-beraninya mau melongok kedalam pagar supaya bisa melihat tubuh polos kakakku.

"Ya ngga pa-pa sih kalo emang buat sumbangan.. tapi tampangnya itu, mesum.."

"Hihi.. iya tuh, kayak adek.. sebelas-dua belas sama si bapak tadi kalo dijejerin, hihi.." sialan nih Kak Alya, masa aku disamakan dengan bapak tua itu. Tapi siapa juga yang tahan kalo liat kak Alya seperti ini. Udah cantik, putih, seksi, telanjang pula.

"Ah! Kakak tuh sukanya godain aja!" aku pura-pura marah sambil maju dan memeluknya.

Seperti biasa kak Alya tertawa cekikikan dan merasa tidak keberatan sama sekali kuperlakukan seperti ini. Kakakku yang baik dan cantik. Kakakku yang seksi dan suka menggoda.

Tapi aku masih kepikiran satu hal. Ngapain sih kak Alya nyuruh orang itu kesini lagi? Apalagi yang ngajak orangnya kayak kak Alya, malahan dengan penampilan seperti tadi membuat si Bapak tua tadi pake ngintip-ngintip kedalam. Aku yakin tentu saja dia pasti akan datang lagi.

"Oiya dek.. tanktop kakak yang tadi kakak taruh di pagar kok ngga ada yah?"

"Hah?! Serius kak?"

"Kak..." panggilku.
"Hmm? Apa dek?"
"Malam ni tidur bareng lagi yuk...” 
"Tidur bareng? Kamu udah ngantuk emangnya?"
“Belum sih kak… pengen guling-gulingan sama kakak aja sampai ngecrot, hehe”
“Huuu… ngecrot, ngecrot… enak aja! Kan kemarin malam adek udah bobok di kamar kak Alya?”

“Hehe.. iya sih kak, abisnya kebayang terus sama yang kemarin siang” Aku mengingat kejadian hari sebelumnya di mana kak Alya nekat menemui peminta sumbangan dengan telanjang badan. Walau hanya berdiri di balik pagar yang tertutup plastik fiber hitam, tetap saja apa yang dilakukan kak Alya membuatku tegang dan panas atas bawah. Itu saja baru berdiri di balik pagar dan masih di dalam halaman rumah kami, entah bagaimana kalau kak Alya sampai nekat bertelanjang badan sampai keluar rumah. Dan membayangkannya saja sudah membuat penisku menegang sangat keras hingga malamnya aku tak tahan dan mengerjai kakakku di kamarnya. Apalagi kalau bukan karena nakalnya kakak kandungku..

“Males ah! Bed cover sama celdam kesukaan kakak ampe kotor tuh belepotan peju kamu, awas ya ngga dicuci! Kakak ngga bolehin kamu ngecrot lagi.. huuu..” ledek kak Alya dengan gaya manyunnya yang imut itu. Oh, kak Alya.. Kenapa aku harus jadi adekmu sih kak?

“Kan adek udah janji bakal cuciin semuanya kak.. mau ya kaak..?”
“Hihihi.. bolehin gak yaah?”

“Hehe, bolehin donk kaak?” tanyaku lagi. Aku betul-betul pengen pejuin kakakku yang cantik ini lagi seperti malam sebelumnya.

“Hihihi… dasar kamu tuh… Jadi kamu pengen ngecrot sebelum tidur yah dek?”
“Iya kak… pengen ngecrotin badan kak Alya pake peju aku, hehe”
“Dasar porno, kakak sendiri dicabulin terus, dipipisin lagi pake peju!”
“Abis kak Alya ngegemesin sih.. hehe..”
“Kayak semalem donk dek?”
“Hehehe.. iya nih kak.. Pleasee..”
“Bener nih cuma mau gitu ajah?”
“Hah? maksudnya kak?”
“Hmm… sekarang jam berapa yah?”
“Baru jam sebelas kak”
“Tuh… masih jam sebelas. Cepat banget sih kamu boboknya…”
“Biarin, lagian gak tahu pengen ngapain lagi”

“Pikiranmu nyabulin kakak terus sih… hihihi”
“Hehehe… kakak juga siih..”
“Hmm… jam segini di luar rumah udah sepi kan yah, dek?” tanya kak Alya sambil senyum-senyum manis.
“Iya kak, kenapa?”
“Buka celana kamu, terus lihat kakak yah dek…” ujar kak Alya mengedipkan mata. Aku yang bingung dia mau apa hanya menuruti saja perintahnya, akupun membuka celanaku dan langsung memgang penisku yang mulai menegang di depan kak Alya. Dengan senyum-senyum melihatku, kak Alya juga membuka celana legging ketatnya dengan perlahan di depanku, bagian bawah tubuhnya kini terbuka! Paha, pantat dan vaginanya yang tembam berbulu halus di atasnya terpampang bebas untuk dilihat. Semua kancing kemejanya juga dia buka sehingga buah dadanya jadi tergantung dengan bebas, tapi dia masih mengenakan jilbab!

“Nih dek… kakak kasih kamu bahan coli malam ini… nikmatin puas-puas yah dek” kak Alya dengan santainya berjalan ke luar rumah dengan kondisi seperti itu! Hanya memakai jilbab serta kemeja pink yang seluruh kancingnya terbuka. Susu kak Alya yang putih dengan puting coklat kemerahan bergoyang bebas kesana kemari. Kakakku betul-betul nakal. Akupun mengikutinya ke luar rumah sambil mulai mengocok penisku. Tapi tiba-tiba dia bilang…

“Adeeek…. Lihat yah, sekarang kakak bakal keluar pagar nih…” 
“Hah? Ke..keluar pagar, kak? Tapi kalau dilihat orang gimana?” tanyaku heran, tapi dianya malah hanya tersenyum manis, lalu melangkah dengan santainya keluar pagar, kak Alyapun berdiri di tengah jalan dengan kondisi seperti itu, yang mana kakak kandungku ini hampir bertelanjang bulat! Badanku langsung lemas dan panas dingin melihatnya. Entah apa jadinya bila ada tetangga kami yang melihatnya. Jam segini lingkungan rumah kami memang sudah sangat sepi, tapi bukan berarti gak ada orang yang bakal lewat juga kan!?? Dan kocokan penisku juga makin cepat melihat pemandangan ini. Kak Alya yang hampir telanjang sedang berpose nakal di luar rumah kami.

Aku yang jadi cemas minta ampun dibuatnya karena tingkah binal kakakku ini. Berkali-kali aku celingak-celinguk untuk memastikan tidak ada orang yang lewat. Kak Alya sendiri malah mondar-mandir dengan santainya sambil sesekali melirik padaku, tersenyum manis dan juga berekspresi imut padaku. Sungguh bikin gemeeeeeesss. 

“Adek…” panggilnya setelah beberapa lama dan mendekatiku kepagar rumah.
“I..iya kak?”
“Kakak sering bikin adek tersiksa yah?”
“Uhm.. Iya, kakak nakal..”
“Hihihi.. Kakak jahat donk sama adek?”
“Iya tuh.. Kak Alya selalu bikin burung aku sakit, pengen dicrotin terus tiap hari..”
“Kalo kakak jahat sama adek.. kakaknya dihukum donk dek?”
“Dihukum kak?”

“Iyah.. Sekarang kamu kunci kakak dari dalam yah…”
“Hah??????” 
“Iya… kunci kakak, kurung kakak di luar, 10 menit aja… hihihi…” katanya lagi melirik nakal. Aku betul-betul terkejut mendengarnya. Dia meminta aku menguncinya di depan rumah dengan busana seperti itu!? Meski cuma 10 menit tapi kan tetap sangat beresiko. Ini betul-betul di luar fantasiku! Kakakku betul-betul nakal!

“Tapi… kalau ada apa-apa gimana kak?”

“Hihihi, Gak tahu deh, mungkin kakak bakal diperkosa habis-habisan kali yah dek… Pokoknya apapun yang terjadi kamu gak boleh buka pagarnya sebelum 10 menit yah… kalau kakak sampai diperkosa ya gimana lagi, kakak cuma bisa pasrah aja… hihihi” hah? Aku sungguh dibuat lemas mendengarnya.

“Adek! Tutup deeeeeekk… dikunci!” ujar kak Alya yang segera menutup pintu pagar. Aku entah kenapa betul-betul menuruti perkataanya untuk mengunci pintu pagar. Sekarang kakakku terkunci di luar sana. Entah apa yang akan terjadi selama 10 menit dari sekarang. Jantungku berdebar dengan kencangnya… Kak Alya…

“Kak… masih di sana kak?” tanyaku dari balik pagar. 
“Eh, adek! Jangan ngintip!” teriak kak Alya pelan saat aku mencoba mendekat ke pagar untuk dapat melihat apa yang sedang kakakku lakukan di luar sana. Aku memang tidak bisa melihat dengan jelas karena pagar rumah kami ditutup fiber plastik berwarna gelap. 

“I..iya… tapi kakak baik-baik aja kan?” tanyaku lagi.
“Iyah… kenapa sih? Belum 1 menit juga…”

“Iya sih.. tapi kan…” Duh… entah kenapa 10 menit ini terasa sangat lama. Aku sungguh panas dingin di sini. Membayangkan kakak kandungku yang cantik jelita dengan kondisi nyaris telanjang bulat dan terkunci di luar sana betul-betul membuat aku belingsatan. Ugh.. kak Alya.

“Kamu sendiri sedang apa dek? Lagi ngocok yah?” ujarnya.
“Iya kak.. sedang ngocok…”

“Hihihi… Kocok terus yah dek… Kamu bayangin gih… kakak yang sehari-hari bila keluar rumah selalu dikenal sopan dan memakai pakaian tertutup, sekarang nyaris telanjang bulat dan terkunci di luar pagar”
“Ugh… kak Alya…”

“Aurat kakak kebuka semua kayak gini dek.. vagina kakak, susu kakak… tapi masih pake jilbab. Gak tahu deh apa jadinya kalau ada tetangga yang lihat, hihihi…”

“Duh kak… jangan sampai tetangga lihat kak.. udah dong kak… masuk yah…” ajakku lagi sungguh berdebar-debar, tapi penisku tetap tegang luar biasa sambil terus ku kocok-kocok.

“Kalau kakak teriak, kira-kira apa yang bakal terjadi yah dek? Hihihi”
“Hah? Kak… pliss… jangan!”

“Aw!” teriak kak Alya pelan yang kemudian tertawa cekikikan.
“Kak… jangan teriak-teriak!” Gila, aku sungguh panas dingin. Kalau sampai para tetangga terbangun dan melihat keadaan kak Alya, entah apa yang akan terjadi.
“AAWW!” Teriaknya lagi lebih keras. 
“Kak… please…… jangan….”
“AAAAAWW!” teriaknya semakin keras. Sumpah! Jantungku mau copot rasanya.
“Kak… please stop… please….” Lututku betul-betul lemas.

“Hihihihi… iya deh iya… tapi dek…” ujarnya kemudian.
“A..apa kak?”

“Kayaknya ada yang datang deh…” 
“Hah?? kak… masuk kak! Aku buka yah pagarnya…” tawarku cemas. 
“Jangan dek… udah kakak bilang apapun yang terjadi jangan dibukain… dan jangan ngintip yah…” katanya memperingatiku. 
“Tapi kan kak…” Jantungku betul-betul berdebar dengan cepat. Tapi terdengar kalau Kak Alya malah melangkah semakin menjauh ke arah jalan untuk melihat siapa yang datang. Duh… kak… jangan bikin aku mati lemas dong…

“Makin deket dek… adek…. Makin deket!” Ujar kak Alya pelan dari kejauhan yang malah terkesan sangat antusias bila ketelanjangannya terlihat oleh orang lain, sedangkan aku di sini mati kecemasan. Nafasku tertahan. Apakah akan ketahuan…? Oh… kak Alya…..

“Hihihi… Cuma anjing lewat kok dek…” ujarnya kemudian menjawab rasa penasaranku. Fiuuuuuuuuuuuuuh… lega mendengarnya. 

“Udah… kamu masuk gih ke dalam rumah… masih lama lho 10 menit” ujarnya yang terdengar semakin menjauh dari pagar rumah. 

“Kak… kak Alya! Kakak mau ngapain? Jangan jauh-jauh kak!” teriakku tertahan.
“Kakak mau… pipis…” ucapnya centil.

“Hah? Pipis???” Gila! Kak Alya mau kencing di luar sana!?? Tak lama kemudian terdengar suara air mengucur di sebelah sana. Sepertinya di seberang jalan, kalau gitu berarti kak Alya… pipis di depan rumah tetangga kami! Rumahnya Pak Haji Somad! 
Lemas rasanya badanku….. Ini semakin melebihi fantasiku. Bahkan belum 5 menit. Oh… apakah yang akan terjadi selanjutnya….

Aku sungguh tidak mengira kakakku akan senekat itu. Entah apa yang terjadi bila keluarga Pak Somad melihat kelakuan kak Alya, kakakku yang mereka kenal sangat sopan, kini sedang pipis sembarangan di depan rumah mereka. Tapi sepertinya yang aku takuti itu tidak terjadi, mudah-mudahan juga tidak meninggalkan bau pesing besok paginya. Sekarang aku hanya bisa berharap agar kakakku segera kembali ke rumah.

“Kak… kak Alya!” teriakku pelan berusaha memanggil kakakku.
“Dek… kamu kok masih di sana aja sih? Masuk gih ke dalam rumah” suruhnya yang terdengar kembali mendekat ke arah pagar.
“Terus kakak mau ngapain lagi? Udah dong kak… masuk please…” bujukku.
“Hihihi… kamu ini… Kan belum 10 menit dek…”

“Kak… please… udahan dong…” bujukku terus. Aku betul-betul tidak kuat. Kakak kandungku yang cantik ini terkunci di luar sana sendirian dengan kondisi busana yang sangat sembarangan. Aku tidak yakin 5 menit selanjutnya masih akan tetap aman seperti sebelumnya. Apa aku buka saja yah pagarnya dan menarik kak Alya masuk ke dalam? Seharusnya memang itulah yang mestinya aku lakukan, tapi entah kenapa aku malah terus membiarkan aksi kakakku di luar sana, malah aku sambil terus mengocok penisku pula. Penisku dari tadi tegang bukan main melihat dan mendengar aksi-aksi nakal kakakku. Aku tidak menyangka kalau kakakku sebinal ini.

“Kak… udah 10 menit nih…” ujarku berbohong karena aku ingin kakakku segera menyudahi aksinya. Aku sangat takut kalau ada orang yang akhirnya memergokinya.
“Hihihi… bohong kamu dek…”
“Be..benar kok kak…”
“Kakak kan bawa hape dek, belum 10 menit kok.. dasar adek tukang bohong, udah mesum pembohong lagi, hihihi” jawabnya cekikikan. Sial, ternyata dia bawa hape, aku gak merhatiin hal itu dari tadi.

“I..itu… tapi… masuk aja deh kak…”
“Kamu deg-deg kan yah dek? Sama, kakak juga kok… Tapi kan kamu jadi ada bahan buat coli dek, hihihi” jawabnya santai. Ugh… kak Alya baik amat, tapi gak perlu sampai sejauh ini juga kali. Walaupun fantasiku memang dibuat melambung tinggi sih karenanya.

“Dek, kamu bawa hape nggak?”
“Nggak kak, kenapa?”
“Kamu ambil gih ke dalam” 
“Untuk apa sih kak?”
“Udaaaaah…. Kamu ambil aja gih…” suruhnya lagi. Dia mau apa sih? Tapi aku akhirnya masuk juga ke rumah dengan langkah cepat untuk mengambil hapeku. 

Baru saja aku masuk ke dalam kamarku ternyata hapeku berbunyi. Kak Alya! Ngapain sih dia nelepon-nelepon segala? Aku yang penasaran segera mengangkat hapeku.

“Kak!” sahutku cepat di telepon.
“Hai adek…” sahutnya balik dengan irama merdu seperti tidak terjadi apa-apa.
“Ada apa sih kak? Kok pake nelepon segala!??”
“Hmm… kamu ngawasin kakaknya lewat telepon aja yah dek… pokoknya kamu di dalam rumah aja terus”
“Hah?? Enggak ah… aku mau temenin kakak di depan pagar, kalau perlu aku tarik kakak masuk ke dalam!” jawabku tegas.

“Kakak udah jauh nih dek… udah di depan rumahnya Buk Rahma” Jdar! Jantungku rasanya mau meledak mendengarnya. Di depan rumah Buk Rahma? Berarti kakakku sudah di ujung jalan! dengan kondisi pakaian seperti itu?? Ugh… kak Alya…
“K..kak…” panggilku lemas.

“Tenang aja... teleponnya gak bakal kakak tutup kok. Jadi adek bisa tahu apa yang terjadi. Kalau misalnya teleponnya terputus, itu artinya kakak udah diculik dan diperkosa dek, hihihi” Hah? Santai banget kak Alya berkata seperti itu. Aku yang jadi lemas mendengarnya.
“K..kak Alya…”

“Udah… kamu sedang di kamar kan? Baring aja gih di tempat tidur sambil terusin ngocokmu. Cukup bayangin aja kakak sedang ngapain. Asal kamu nggak ketiduran aja yah… Ntar kakak terkunci semalaman dong di luar, hihihi” ujarnya sambil cekikikan pelan. Ugh… ngebayangin kakakku semalaman terkunci di luar sana makin membuatku panas dingin. Seharusnya aku mengejar kakakku dan menariknya masuk, tapi aku malah menuruti omongannya untuk berbaring di ranjang sambil mengocok penisku.

“Kak… dimana?” tanyaku setelah beberapa saat kemudian.
“Hmm… hampir tiba dekat mini market dek, masih buka ternyata mini marketnya. Kamu mau kakak beliin coklat nggak dek?”
“Hah?? Nggak! Putar arah dong kak!”
“Hihihi.. iya iya… bercanda kok… nih kakak putar arah” Duh, kakakku ini. Bikin jantungku berdebar terus. Entah apa jadinya kalau kak Alya beneran belanja di sana dengan busana begituan.

“Eh, dek! Kayaknya orang yang jaga di dalam mini market ngeh deh dek!”
“Ah, serius kak!”
“Kalo orangnya nyusul kakak kesini gimana donk dek? Mana kakak cuman pake kayak gini.. ehmm, ternyata kakak putih banget yah dek? Hihihi..”
“Aarghh, kakak jangan nakal donk! Balik donk kak!”
“Hihihi.. iya adekku.. panik amat sih, paling dia juga ngira ngeliat hantu..”
“Iya, kalau hantunya kayak kak Alya pasti malah dikejar..”
“... terus kak Alya diperkosa deh.. kalau dia panggil temen-temennya kesini semua, gimana donk dek? Ada hantu cantik diperkosa rame-rame lho dek...”
“Ugh! Aku bakal susul kakak kesana, aku bakal..”
“Ngga usah adek! Adek cukup dengerin suara kak Alya lagi diperkosa lewat HP ajah.. Hihihi..”
“Aduh, cepet pulang donk kak!”

“Iya iya.. Dek, kamu pengen kakak bugil total atau terus dipake aja jilbab dan kemejanya?” tanyanya kemudian.
“Eh… di..dipake aja kak!” jawabku. Sebenarnya aku nyuruh dia tetap memakainya supaya gak jelas amat kalau kakakku sedang telanjang bila terlihat orang dari jauh. Walaupun tentunya aku gak berharap kakakku benar-benar akan terlihat oleh orang.

“Kak…” panggilku karena suasana sempat hening beberapa saat.
“Iya…”
“Lagi dimana sih kak? Buruan balik gih… udah hampir 10 menit nih… jangan bilang kalau mau nambah!?”

“Nggak kok… ntar kamunya betul-betul jantungan lagi, hihihi”
“Ya udah, buruan balik kak…”
“Iya iya….” Ugh, akhirnya. Aku betul-betul tersiksa di sini. Awas saja! Akan ku pejuin dia! Sambil dia berjalan balik ke arah rumah, kami terus ngobrol. Aku sengaja tanya-tanya terus dia lagi dimana untuk memastikan kalau kak Alya baik-baik saja. Akhirnya kak Alya berkata kalau dia sudah di depan pagar, teleponpun dimatikan. Aku segera bangkit dari ranjang dan menuju ke luar untuk menjemput kakakku.

“Kak… aku buka yah…” kataku dari balik pagar bersiap membuka kuncinya.
“Eh, belum pas 10 menit kan… masih ada 1 menit lagi nih... pokoknya harus pas 10 menit kamu kurung kakaknya di luar!” Duh, kak Alya.

“lima puluh detik lagi dek…”
“Kak… aku buka aja yah…” 
“Jangan… 40 detik lagi kok dek… Hmm… dek, kayaknya ada tukang nasi goreng ke arah sini deh…”
“Hah??”
“Iya… tukang nasi goreng ke arah sini”
“A..aku buka pagarnya yah kak!”

“Belum adeeeeek… 30 detik lagi…” kakakku ini apa-apaan sih?? Apa dia gak takut apa!? tapi akupun lagi-lagi menurutinya saja untuk tidak membuka dulu kunci pagar.

Tic toc tic toc.. Ugh… ini betul-betul 30 detik terlama dalam hidupku.
“Dua puluh detik lagi dek… tukang nasi gorengnya makin deket dek… makin deket!” ujarnya pelan.
Ugh… kak Alya…

“10 detik lagi yah dek… Eh, kayaknya dia ngelihat kakak deh dek.. jalannya makin cepat ke sini”
“Hah??”

“Pokoknya jangan buka dulu!” ujarnya cepat seakan tahu isi pikiranku. Aku gemetaran di dalam sini, badanku lemas, jantungku berdebar tidak karuan.
“Udah dek! Buruan buka!” teriak kak Alya. Dengan secepat kilat aku buka buka kunci pagar dan menggeser pagar. Kak Alyapun segera masuk ke dalam dan jongkok bersembunyi di balik pagar sambil menahan tawa. Tidak lama kemudian tampak tukang nasi goreng itu lewat di depan rumah kami. Tepat waktu! Sungguh-sungguh tepat waktu! Kak Alya… kamu bikin aku jantungan!

“A..ada apa pak?” tanyaku pada tukang nasi goreng itu karena berhenti di depan pagar rumah kami.

“Itu… Kayaknya tadi ada cewek yang masuk ke rumah yah dik? Pake jilbab gitu… bapak pikir tadi dia mau beli nasi goreng” jawab bapak itu dengan wajah bingung celingak- celinguk berusaha melihat ke arah rumah kami. Aku melirik ke arah kak Alya yang berjongkok bersembunyi di sebelahku. Kak Alya menempelkan telunjuknya ke bibirnya dengan ekspresi imut, tanda supaya aku jangan ngomong apapun ke bapak itu.

“Eh, nggak kok pak… bapak salah liat mungkin” kataku pada bapak itu.
“Oh… iya juga kali yah.. Mana kayak ngga pake bawahan lagi, ngga mungkin lah ya dik?”

“Iya pak… mana mungkin, hehehe” padahal emang benar! Untung saja tepat waktu. Kak Alya sungguh nakal.

Akhirnya tukang nasi goreng itupun pergi, walau masih sempat melongok kesana sini, jangan-jangan nih tukang nasi goreng yakin dengan apa yang dilihatnya. Tapi paling tidak Aku bisa bernafas lega sekarang. Kak Alya yang kini berdiri melihat kepergian tukang nasi goreng itu tertawa dengan lepasnya. Duh… kakakku ini.

“Hihihihihi… hampir aja yah dek…”
“Kak Alya nekat! Kalau ketahuan gimana coba?”
“Ya kakakmu pasti diperkosa sama dia kayaknya dek, hihihi” ujarnya sambil berlari kecil masuk ke dalam rumah. Sungguh bikin gemes! Segera ku kejar dia ke dalam. Ku peluk dia, dan ku jatuhkan ke atas sofa.

Aku cium kakakku yang cantik ini sejadi-jadinya, sampai-sampai kami jatuh terguling menggelinding ke karpet. Kak Alya hanya tertawa geli menerima perlakuanku. Ku peluk erat kakakku sambil pinggulku ku goyang-goyangkan sehingga penisku bergesekan di pantat bulatnya. Dia harus kena pejuku!

“Kakak nekat banget… kak Alya nakal…” erangku sambil makin mempercepat gesekan penisku di belahan pantatnya. 
“Ngh… tapi kamu suka kan dek… sshh… pelan-pelan…”
“Ugh… kak Alya…”

“Kamu bayangin gih dek, kalau misalnya kakak tadi ketahuan, si bapak tadi langsung nindih kak Alya dari belakang”
“Uugh.. Kak Alya…..”
“Terus dengan kontol itemnya, kakak kandungmu ini dientotin gila-gilaan sama bapak itu”
“Kakak..”
“Bayangin deh, kakak dientotinnya sambil tetap make kemeja dan jilbab ini dek… hihihi”

Gak kuat lagiiiiiiii…..
“Croooottttttttt” pejuku muncrat-muncrat berhamburan di pantat bulatnya yang putih dan montok. Badanku langsung lemas dibuatnya. Akupun terengah-engah ambruk menindih tubuhnya. Malam ini sungguh menegangkan. Yang awalnya hanya membayangkan saja kalau kak Alya bertelanjang keluar rumah, malam ini kak Alya benar-benar mewujudkan fantasiku.

“Dek..”
“Ya kak?”
“Lain kali coba semalaman yuk…”
“Hah?? Nggak!”

“Adeek! Buruan gih berangkat.. entar telat loh”
“Iya Kak Alya yang cantiik.. gak liat nih Aldi lagi ngiket tali sepatu?”
“Oh, benarkah adikku? Ngiket sepatu itu liatnya ke sepatu doonk, masa ke kakak siih?”
“Adududuh! Iya kak.. iya..”

Kak Alya menjewer telingaku karena mengikat tali sepatu gak kelar-kelar. Siapa yang bisa cepat kelar kalau kak Alya malah duduk di depanku pakai daster bergambar hello kitty dengan potongan bawahan sepaha. Dan saat dia duduk bagian bawahnya ketarik sampai ke pangkal paha, dan memperlihatkan kulit mulus pahanya yang putih. Kalau perlu aku gak usah berangkat sekolah saja untuk melihat pahanya selama mungkin. Dari pada ngiket tali sepatu, mendingan ngiket kakak sendiri deh, hehe..

“Enak dek?”
“Hehe.. apanya kak? Liat kak Alya? Enak kak?”
“Bukan! Dijewernya deek..”
“Aduh kak! Kok lagi sih?”
“Lagian kamunya, mau ngiket tali sepatu.. atau mau ngiket kakak sih dek?”

Takjub mendengar tebakan kak Alya , aku hanya bisa memandangnya sambil cengengesan.
“Kok tau sih kak? Boleh ya kak?”

“Enak aja kak Alya diiket-iket.. emm, emangnya kak Alya sapi?”
“Kak Alya jadi sapii..?”

Duh, pikiranku mendadak menerawang kemana-mana. Kak Alya jadi kayak sapi? Dengan hanya bertelanjang dan lehernya diikat tali. Lalu payudara putih kak Alya menggantung bebas menanti bocah-bocah sapi untuk menyedot dan memeras susu yang ada di dalam buah dada kak Ayla. Uugh.. aku mauu jadi anak sapi ituu..

“Hihi.. lagi mikirin apaan sih dek? Mukanya ampe jelek begitu? Dasar mesum”
“Hah? Hehe.. anu kak.. sapi..”
“Sapi.. sapi.. gih, buruan berangkat!”

“Iya iya.. kak Alya, aku berangkat yah..” aku memonyongkan bibirku kearah wajahnya, kak Alya yang menyambutku dengan dipegangya kepalaku dan ditundukkan kebawah lalu mengecup keningku. Gagal sudah percobaanku untuk mencium bibir kakakku ini.

“Bandel ih! Kakak sendiri mau dicium.. ati-ati dijalan yah dek..”
“Hehe.. dag kak Alyaa..” sambil menstarter motorku, aku mulai berangkat sekolah. Meninggalkan kak Alyaku yang cantik di rumah. Dan tidak ada hal lain yang kupikirkan selain ingin cepat pulang kerumah untuk menemui kakakku ini. Kakakku yang nakal abis, dan hanya aku yang mengetahuinya.

Pagi ini Dado temanku ingin menjemputku untuk berangkat bersama. Kebetulan arah menuju sekolah dari rumahnya ke sekolah kami satu jurusan. Tapi terkadang suka kutolak. Apalagi kalau bukan ingin mampir dan melihat kakakku. Kak Alya yang cantik, putih, berbulu mata lentik, dan bibir yang merona merah Bahkan Dado sering sekali sengaja goda-godain kakakku. Dari ngajak ngobrol, sering-sering ngajak salaman, sampai minta-minta foto sama kakakku. Mending nih anak enak dilihat. Udah item, jerawatan pula. Keseringan main layangan di jalan tol sepertinya. Belum lagi temanku yang lainnya seperti Feri dan Bono alias Bon bon. Walau kami sering main PS bareng, punya otak mesum yang sama, kalau sudah urusan tentang kakakku, aku sering merasa tidak rela. Siapa juga yang mau melihat kakaknya yang cantik dan seksi digodain mereka-mereka ini yang kucel, item, dan mendekati jelek. Entah bagaimana rasanya melihat kak Alyaku digangguin terus sama mereka.


----------------------

Ketika hendak pulang ke rumah, teman-temanku, Dado, Feri dan Bono ingin mampir ke rumahku. Katanya sih pengen ngerjain PR bareng-bareng. Hanya saja aku setengah percaya karena pasti tujuan utama mereka hanya ingin ngobrol dan menggoda kakakku.

Mereka itu memang mesum, tapi aku tidak bisa juga menyalahkan mereka yang sangat mengidolakan kakakku. Kak Alya, yang meski kalau di luar busananya selalu tertutup, tapi kalau sudah di dalam rumah sering sekali nyaris telanjang. Aku saja dibuat tidak tahan oleh penampilan maupun ulah kakakku sendiri sehari-hari bila di rumah, apalagi orang lain. Lihat saja saat beberapa hari yang lalu ketika kak Alya menemui peminta sumbangan dengan hanya mengenakan tanktop saja, orang itu sampai salah tingkah. Bahkan Dado saja mengaku padaku bahwa ia menjadikan kak Alya sebagai bahan coliannya sehari-hari, dengan hanya berbekal foto kak Alya yang entah kapan dia ambil saat berada di rumahku. Sialan tuh anak.

Sesampainya di rumah aku memarkirkan motorku dan yang lainnya di depan garasi lalu segera masuk kedalam.

“Kak... aku pulaang… Bawa demit tiga ekor” Sambil memanggil kakakku pelan aku meledek teman-teman yang suka mengganggu ketenangan di rumahku.

“Ah sial lo bro, tapi biarlah.. mana tau kakak lo demen demit kayak gue, hehe” jawab Dado seenaknya bikin telinga panas. Dasar kampret.

Sambil menaruh tas di ruang tamu aku masuk menuju ruang tengah bersama teman-temanku. Mereka bilang ingin nonton acara TV dulu sebelum mengerjakan PR, tapi tiba-tiba salah satu temanku memanggilku dengan nada setengah terkejut.

“Wah, bro! Apaan nih? Kemari woi semua…!” panggil Bono. Dengan penasaran aku dan yang lainnya pun menghampirinya dan ikut melihat apa yang membuatnya terkejut. Dan memang apa yang dia lihat juga ikut membuatku terkejut. Malahan bagian bawahku juga berontak karena ikut terkejut. Kami melihat kak Alya!

Kakakku sedang tertidur di sofa panjang depan tv dengan pulasnya. Tapi yang membuat kami terkejut bukan itu, tapi penampilannya! Rambut kak Alya tergerai indah menutupi sebagian pipinya yang merona dari kulitnya yang putih. Baju kaos pink bergambar Hello Kitty-nya tersingkap hingga hampir sampai ke pinggul! Memperlihatkan meki kak Alya yang ditumbuhi bulu-bulu halus dengan bebasnya. Astaga kakakku ini… Dia benar-benar selebor tidurnya. Untung yang datang hanya kami, coba kalau tamu asing yang tidak jelas, pasti kakak kandungku ini sudah diperkosa habis-habisan tanpa ampun. Meskipun tetap saja tidak lebih baik jika orang itu teman-temanku ini. Aku bahkan bisa mendengar suara ketiga temanku sedang menelan ludah.

Kak Alya mulai sadar dan terbangun dari tidurnya, mungkin karena suasana yang mulai agak berisik. Aku yakin kak Alya pasti akan kaget melihat kami sedang mengelilinginya, menonton aurat-auratnya, tapi tebakanku sepertinya salah..

“Ehh.. ada temen-temen adek rupanya? Baru pada dateng yah?” sapa kak Alya pada mereka sambil merapikan kaos bagian bawahnya. Ha? Kok kak Alya malah terlihat tenang sekali dan gak ada kaget-kagetnya!? 

“Hehe.. iya nih kak, baru aja pada datang. Jadi ganggu tidurnya kak Alya nih.. aduh, bening amat yak?” ujar Dado sok merasa segan.

“Iya kak Alya, tidur aja lagi. Kita gak bakal ganggu kok..” kata Feri ikut nimbrung. Kampret, mereka pasti bermaksud ingin melihat kak Alya buka-buka paha lagi. Lagian kak Alya juga sih pake tidur sembarangan. Mana kakakku ini gak pake daleman lagi. Uhh, benar-benar kakakku ini.

“Hihi.. kakak udahan kok tidurnya. Tadinya sih suguhan buat adek aja, tapi karena udah pada disini.. anggap aja yang tadi itu rejeki buat kalian juga yah...” jawab kak Alya melirik manis padaku. Aku hanya melongo tak percaya dengan yang kak Alya ucapkan barusan. Sial, seharusnya aku yang mendapatkan pemandangan indah ini sendiri, sekarang jadi harus berbagi dengan teman-temanku juga. Duh, andaikan aku tidak mengiyakan mereka untuk mengerjakan PR di rumahku, pasti kakakku yang bening dan seksi ini bakal habis kucabuli seharian.

“Ya udah, kakak mau mandi dulu… kakak tinggal bentar yah..” kata kak Alya sambil bangkit berdiri, tapi teman-temanku ini menghalangi.

“Gak mandi juga tetap cantik kok kak… hehe”
“Iya kak… kita ngobrol-ngobrol aja dulu. Masa udah mau pergi aja sih?” ujar mereka berusaha menahan-nahan kakakku.

“Woi! Lo semua apa-apaan sih! Kakak gue mau mandi dulu.. Hush! Hush!” gayaku setengah mengusir mereka ke ruang tamu, karena aku masih merasa tidak rela harus berbagi rejeki dengan teman-temanku yang berotak mesum semua.

“Kak Alya mau mandi? Kalo kakak butuh bantuan, saya bersedia kok bantuin kakak mandi, hehe…” si Dado yang cengengesan mulai kumat cabulnya. Terkadang nih bocah suka kebablasan kalau bercanda ke kakakku, tapi hal itu juga membuat aku panas dingin karenanya.

“Hihihi.. adeek, kakak mau dibantuin mandi tuh sama si Dado.. boleh ga sih dek?” tanya kak Alya yang malah menggodaku.

“Ah! Gila kali, ga boleh kak! Enak aja.. sono-sono..” sambil mengusir aku pasang tampang sewot. Yang bener saja, aku saja belum pernah memandikan kakakku, masa mereka duluan yang dapat.

“Tuh Dado, dengerin Aldi.. Emangnya kakak kamu ini mirip sapi kali yah dek, pake dimandiin segala? Hihihi..” ujar kak Alya malah bercanda.

“Hehe.. Sapi betina dong kak?” celetuk Bono dari belakang.

“Ya iya lah.. masa sapi jantan.. ya udah kakak tinggal mandi dulu yah. Kalian pasti mau ngerjain PR kan?”

“Eh.. iya kak, ngerjain sapi, eh.. PR kak!” jawab ketiga temanku serempak.

“Ya udah sana, ngerjainnya yang rajin yah.. jangan ngerjain kakak melulu, kayak si Aldi nih” 

“Ih! Apaan sih kak?” sambil sewot aku agak menghindarkan kepala saat kak Alya mengacak-acak rambutku. Kak Alyapun beranjak dari sana menuju ke belakang untuk mandi.

Kembali ke ruang tamu, kami mulai membuka buku masing-masing untuk mengerjakan tugas sekolah. Aku berusaha untuk konsen, tapi tetap tidak bisa. Entah kenapa terlintas di kepalaku sebuah bayangan mesum seandainya kak Alya benar-benar dijadikan sapi betina. Dengan susu yang menggantung indah menunggu untuk dikenyot dan ku sedot habis isinya. Bahkan ketika sudah habis aku masih tidak mau berhenti mengenyotnya, jadilah aku seperti anak sapi yang selalu mengikuti induknya kemana saja. Tapi kehadiran teman-temanku ini mengganggu kesenanganku saja, aku ingin mereka cepat pulang agar aku bisa berduaan lagi dengan kakakku yang seksi ini. Ugh… Kak Alya.

Sambil mengerjakan PR, ku lihat Dado berbicara pelan pada Feri dan Bono. 

“Elo sih bro… tadi pake bengong… kan tinggal keluarin HP aja, lama amat…”
“Gue sibuk bro, hehe.. liatin susu sapi. Cetakannya gak nahan.. hampir aja gue coli kalo gak inget ada si Aldi, hehe”

“Hehe, iya.. kalau tadi gak ada Aldi pasti kita semua udah coli bareng-bareng tuh di depan kakaknya itu, hehe”
“Iya… Apalagi jembutnya itu, aduhhh… bikin pusing atas bawah bro. Itu daging tembem amat yak? Hehe”

Sial, mereka ngomongin kakakku! Gaya mereka seperti tidak mau aku mendengarnya, tapi suara mereka cukup keras untuk dapat ku dengar. Aku malah berpikir kalau mereka memang sengaja supaya aku juga bisa mendengarnya. 

“Inget susu sapi gue jadi haus nih bro, jadi pengen icip-icip, kenyot-kenyot dikit, hehe..” lanjut mereka terus berbisik-bisik.

“Si Aldi liat susu sapi jadi haus ga ya? Hahaha..”
“Aldi mah haus tiap hari, hahaha..” mereka terus saja mengatakan hal yang tidak-tidak tentang kak Alya. Aku tidak tahan lagi. telingaku mulai panas mendengar mereka membicarakan kakakku seperti itu.

“Woi, setan! Lo kira gua gak denger apa!?” makiku pada mereka.

“Hahaha, becanda broo.. jangan sewot melulu..” si Dado menoleh untuk menenangkanku.

“Iya bro.. bagi-bagi rejeki buat kita sekali-sekali gak ada salahnya kan?” Feri ikut nimbrung yang malah bikin aku tambah panas.

“Lagian bro, kayaknya kakak lo gak masalah juga tuh kita liatin kayak tadi.. jangan-jangan kakak lo emang demen lagi kita liatin? Hehehe..” Bono malah semakin menjadi bicaranya tentang kakakku. Seolah kak Alya adalah objek untuk kepuasan nafsu mereka. Benar-benar pelecehan! Kakak kandungku sedang dilecehkan!

Sebenarnya aku antara terima dan tidak terima melihat kejadian tadi, namun seperti yang dikatakan Bono, kak Alya memang seperti tidak keberatan sama sekali. Tapi biasanya kak Alya bertingkah nakal begitu bila di hadapan orang asing yang gak dikenal sama sekali, tapi masa di hadapan teman-temanku kak Alya juga tetap bertingkah begitu…? 

Setelah beberapa saat, kak Alya sudah muncul kembali ke ruang tamu dengan memakai kemeja putih lengan panjang dan rok panjang berwarna ungu gelap lengkap dengan jilbab berwarna pink. Kak Alya lalu ikut duduk bergabung bersama kami. Penampilan Kak Alya sekarang sangat kontras dengan penampilannya tadi. Yang mana sebelumnya sangat mempertontonkan auratnya, kini malah sangat tertutup, rapi dan begitu sopan. Hanya saja, kak Alya sepertinya tidak mengenakan dalaman BH lagi! Karena aku bisa melihat dengan cukup jelas pentil kak Alya agak nyetak pada kemejanya. Kak Alya ini benar-benar deh… Teman-temanku ini kan orangnya cabul semua.

“Eh, kak Alya yang cantik sudah balik lagi,” celetuk Dado merayu kakakku.

“Hihihi, bisa aja kamu Dado” balas kak Alya dengan senyum manisnya pada kami.

“Iya kak, udah cantik, baik, seksi lagi.. beruntung banget yang jadi adeknya, hehehe..” Bono ikut nimbrung. Aku hanya cengengesan membenarkan omongannya, ya… betapa beruntungnya aku memiliki kakak seperti kak Alya, tapi si otong juga sangat tersiksa punya kakak cewek seperti dia ini.

“Iya tuh, makanya adek kakak itu jadi suka bolos, telat sekolah, jarang main-main ke luar. Kerjaannya di rumah melulu sih gangguin kakaknya. Iya dek yah?” tanya kak Alya melirik sambil senyum–senyum padaku. Duh! kak Alya malah buka-bukan soal keseharianku di depan demit-demit ini.

“Wuaa! Ketahuan lo! Suka bolos, telat nyampe kelas, ternyataa..” sorak teman-temanku membuatku malu.

“Iya tuh, kayak tadi pagi, sambil ikat tali sepatu tapi matanya ngelihatin kakaknya terus. Ngebayangin kakak diiket kayak sapi yah dek? Hihihi..” goda kak Alya lagi padaku.

“Wuih! Ngebayangin kak Alya diiket kayak sapi, aku mau donk kak jadi anak sapinya, hehe..” Feri mulai ikut nimbrung dengan tampang mesum.

“Gua juga mau lho kak… Kita-kita jadi anak sapinya, terus nyusu ama emaknya, hehehe..” ujar Bono juga ikut-ikutan.

“Hihihi Emak? Emangnya kakak mirip emak sapi yah dek? Bagusan dikit dong manggilnya.. misalnya, mama sapi yang suka menyusui sapi-sapi mudanya, Hihihi..”

“Hah? Eh, anu kak.. iya, mama sapi.. hehe, jadi pengen nih kak...” mereka mulai salah tingkah di depan kakakku. Aku juga ikut membayangkan yang tidak-tidak tentang kak Alya sekarang. Celanaku mendadak mulai terasa sempit.

“Pengen? Kalian bertiga mau nyusu sama kakak? Yee, mana bisa.. susu kakak kan cuman dua, kalau kalian bertiga, satu lagi nyusu dimana donk?” Gila nih kak Alya! Malah terus melayani omongan mereka, bahkan nantangin segala. Aku yang mendengarnya semakin panas dingin dibuatnya.

“Yang satu gak usah jadi anak sapi deh kak.. jadi papa sapi aja, hehehe..” Bono mulai ikut-ikutan kelewatan.

“Iya bro.. mama sapinya diiket, biar gak kemana-kemana.. hehe..” sekarang Feri yang mulai terbawa suasana. Aku entah kenapa hanya bisa terdiam tak percaya dengan pembicaraan kak Alya dan teman-temanku yang semakin menjurus ini.

“Dek, masa kakak mau dijadikan sapi tuh sama mereka, diiket-iket, terus susu kakak diperas-peras, hihihi" ujar kak Alya yang malah cekikikan mendengar semua omongan kurang ajar mereka terhadapnya. Aku tentu saja marah, tapi membayangkan kakakku dijadiin sapi betul-betul membuatku horni. Aku sampai tak bisa bereaksi apa-apa.

"Adeeeek, kamu kok diam aja sih?? Jadi mereka boleh nih jadiin kakak sapi? ya udah... kalian ikat kakak gih, hihihi" ujar kak Alya sambil menjulurkan kedua tangannya seperti pasrah untuk diikat. Aku dan teman-temanku tentu saja terkejut bukan main melihat ulah kakakku yang malah menantang mereka itu. Mereka tentu saja sangat bersemangat.

"Eh, jangan kak!" ujarku cepat, gila aja kalau kakakku benar-benar akan diikat oleh mereka.

"Hihihi... kakak bercanda kok dek..." ujar kak Alya yang membalas kecemasanku dengan tertawa renyah.

“Lagian kakak juga gak kebayang betapa repotnya ngurusin si papah sapi sama anak-anaknya sekaligus.. Hihihi.. Kamu kebayang gak sih dek? Pengen lihat?” ujar kak Alya yang terus membuatku panas dingin. Kakakku ini sadar gak sih kalau dia sedang dilecehin? Kok malah kelihatannya suka seperti ingin hal itu benar-benar terjadi sih? Aduh, aku yakin bukan aku saja yang merasakan sempitnya celana bagian selangkangan. Ku lihat ketiga temanku duduknya juga sudah tidak nyaman.

“Eh! Anu kak.. Emm..” mendadak aku jadi bingung antara ingin lihat atau tidak.

“Hihi.. Liat deh muka adek tuh, jadi sama jeleknya kayak muka temen-temen adek. Cabul! Udah ah, bukannya pada lanjut bikin PR malah ngerjain kak Alya nanti” kata Kak Alya sambil pergi menuju ke dalam, meninggalkanku dalam keadaan mupeng berat. Duh! Mana celana sudah berasa sempit, malah ditinggalin begini aja. Kak Alya memang jahat! Tapi seksi banget! Obrolan panas antara kak Alya dengan teman-temanku tadi sungguh bikin aku terangsang.

“Aduh bro.. gua numpang kamar mandi yak? Dah gak tahan nih..” si Dado sepertinya sudah tidak kuat menahan gejolak otongnya. Tentu saja dia tidak kuat, hanya dengan melihat sosok kak Alya saja siapapun pasti bakal mupeng, apalagi sampai digoda-godain segitunya sama kakakku yang cantik ini. Lagian juga sih kakakku. Pake goda-godain mereka. Kayak gak tahu aja mereka seperti apa. Aku saja sudah mau meledak rasanya. Tapi rugi kalau kukeluarkan di kamar mandi. Pokoknya harus di depan kak Alya.

“Woi! Awas salah belok lo!” hardikku mengingatkan Dado. Siapa tahu tuh anak kalap lalu memperkosa kakakku, bisa kacau urusan.

“Sumpah bro, gue beneran mau kekamar mandi kok…” sambil seperti menahan sesuatu Dado berjalan santai kekamar mandi, membuat roman mukanya yang sudah demek menjadi semakin jelek.

Dua temanku yang lainpun sepertinya juga sedang mengalami hal yang sama. Ingin coli karena tidak tahan membayangkan hal yang tidak-tidak tentang kakak kandungku. Aku jadi teringat beberapa hari yang lalu ketika kak Alya menggoda bapak-bapak peminta sumbangan. Entah kemana bapak itu melampiaskan nafsunya yang tertunda itu. Ngebayangin kak Alya bugil dari balik pagar. Uugh, aku saja sampai meledak-ledak gak karuan ke dada kak Alya. Mana sembarangan pula nyampirin tanktopnya. Tapi aku malah jadi penasaran, tanktop kak Alya yang disampirin di pagar mendadak hilang. Siapa yang ambil ya?

Setelah beberapa saat aku melamun sendiri tentang kak Alya, si Dado sudah kembali dengan wajah cerah sumringah seperti demit yang habis makan korban.

“Wuih! Lega broo.. lo mendingan buruan deh keluarin, dari pada sakit nahan, hehe..” katanya cengengesan.

“Ah lo! Buang tai aja pake ngomong-ngomong.. risih gua dengernya..” ujar si Feri tapi tetap saja beranjak gantian ke kamar mandi, kemudian setelah itu si Bono. Bener-bener kacau teman-temanku ini. Baru kali ini aku melihat orang coli bergantian pake kamar mandi, mana kamar mandi rumahku lagi. Hingga akhirnya mereka semua selesai dan sudah berkumpul kembali di ruang tamu. Aku tidak yakin kita masih bisa terus melanjutkan PR ini karena sepertinya semuanya sudah tidak lagi konsen, ya.. gara-gara kak Alya!

Mungkin ini saatnya giliranku untuk juga buang pejuh. Hanya saja jurusanku tentunya bukan kamar mandi, melainkan kamar kak Alya. Aku ingin langsung beronani di depan kakakku, kalau bisa ngepejuin dia. Tanpa menunggu lagi aku langsung bangkit menuju ke kamar kakakku tercinta yang cantik dan seksi itu.

“Kak Alyaa..” ketokku pada pintu kamarnya. Tidak ada yang menjawab. Apa kak Alya sedang tidur? Mumpung lagi tidur aku masuk saja, otong sudah ngga tahan. Bener kata Dado, kalau nggak disalurkan bisa sakit, hehe..

“Kak Alyaa.. aku masuk yaa?” ketika aku masuk kedalam kamarnya ternyata kak Alya tidak ada di dalam. Kamar kak Alya kosong! Kemana kak Alya? Masa iya kak Alya lagi ada di..

“Adeek! Minta tolong donk deek.. ambilin kakak handuk!” suara kak Alya memanggil dari ruangan lain. Dari ruang kamar mandi! Sejak kapan kak Alya berada di kamar mandi? Bukankah teman-temanku tadi juga dari kamar mandi? Membayangkan hal-hal yang mungkin saja terjadi mendadak membuat tubuhku lemas, badanku jadi panas dingin.

“Kak Alya lagi apa sih..?” tanyaku kemudian saat sudah sampai di depan pintu kamar mandi. Kak Alya membuka pintu kamar mandi sedikit dan mengeluarkan kepalanya.

“Hihi.. ya lagi mandi lah…” jawabnya sambil senyum-senyum.
“Kan tadi udah mandi? Kok mandi lagi sih kak?”

“Iya nih dek.. abisnya gerah banget.. jadi mandi lagi deeh.. lagian kamu pengen liat kakak tetep cantik, bersih dan segar kan? Hihihi”

Kak Alya sepertinya memang baru saja mandi, terlihat dari rambutnya yang basah dan butiran air di wajahnya yang mengalir sampai ke dagunya. Aku betul-betul terpana melihat kecantikan kakakku ini. Kak Alya sendiri membalas melihatku dengan senyuman manis. Aduh… jantungku berdetak cepat, darahku berdesir memandang kakakku yang cantik ini tersenyum dengan sangat manisnya. Kondisinya yang sedang basah-basahan makin menambah keseksiannya. Membuat celanaku menjadi sempit!

Sambil mengambil handuk yang ada di jemuran kecil yang terletak di dekat sana, aku lalu menerobos masuk ke kamar mandi untuk memberikan handuk itu padanya. Sekalian minta dicoliin kakakku.

“Kak.. aku masuk ya… gak tahan nih” pintaku.
“Eh eh, apaan nih mau masuk–masuk aja?” kak Alya menahan pintunya agar aku tidak masuk.

“Kaak.. pengen nih kak…” rengekku.
“Hihihi.. kamu tuh apa-apaan sih? Kakak tuh lagi mandi, nanti kotor lagi lhoo..”
“Yaah, kak Alya.. ya udah deh..” Yah… tidak boleh, ya sudahlah. Seperti biasa ketika kak Alya menolak keinginanku, aku berusaha untuk memahaminya. Walau sebenarnya otong sudah tidak bisa diajak kerjasama lagi.

“Adeek..” kak Alya tiba-tiba memanggilku dengan genit. Apakah kak Alya akan berubah pikiran?

“Iya kak, apa kak? Boleh masuk yah?” tanyaku penuh semangat.

“Bukaaaann….. Hmm… Kakak mau kasih lihat sesuatu yang spesial buat kamu” sambil mengedipkan matanya kak Alya tersenyum manis banget. Sungguh seksi gayanya.

“Beneran kak?”
“Hihihi..”
“Kak? Serius nih..” ditanyain dianya malah ketawa.
“Umm.. beneran gak yah? Kok kakak jadi bingung yah dek? Hihi..” kak Alya memanyunkan bibirnya dan mengerutkan alisnya seperti sedang pura-pura bingung.

“Yaah.. kakak? Ga usah bingung-bingung deh!” aku memburu kak Alya supaya tidak ragu-ragu, karena yang tersiksa adalah kontiku juga. Karena apapun yang dia lakukan, selalu akan membuat otongku muncrat tak terkendali.

“Makanya siniin handuk kakak.. entar kakak berubah pikiran lho.. sana gih, ada temen-temennya jugak” kata kak Alya mengusirku, tapi demi sesuatu yang membuatku penasaran, aku coba untuk bertahan. Sebentar lagi yah tong, kasihan banget otongku ini, tak berdaya melawan cantik dan genitnya kak Alya.

Sebelum kembali aku melihat pakaian kak Alya di tumpukan keranjang pakaian kotor di sebelah jemuran kecil. Baju yang dia pakai tadi… kini kulihat ada bercak-bercak cairan yang sudah hampir mengering! Pasti ini kerjaan ketiga temanku. Kak Alya tahu gak sih kalau pakaiannya jadi korban onani para dedemit cabul itu!? Duh! Ingin rasanya onani juga, tapi teringat apa yang akan kak Alya suguhkan nanti membuatku mengurungkan niatku. Kak Alya ini bener-bener nakal. Selalu saja menggodaku terus.

Aku kembali ke ruang tamu untuk melanjutkan PR ku yang hampir selesai. Ternyata tak terasa waktu sudah sore dan hampir gelap. Menyelesaikan PR ini sungguh terasa lama. Bagaimana tidak kalau pikiran melayang kemana-mana mengkhayal tentang kakakku. Yang entah kenapa tiba-tiba aku membayangkan kak Alyaku yang sehari-hari menggunakan jilbab, bersikap sopan, manis, dan cantik, diam-diam suka memamerkan tubuh indahnya pada orang-orang yang tidak dikenalnya. Semakin jauh aku berfantasi tentang kakakku, semakin berontak otong di dalam celanaku.

Aku lalu mendengar langkah kaki dari ruangan dalam. Itu pasti langkah kaki kak Alyaku yang cantik. Aku sangat penasaran bagaimana kakakku akan muncul di hadapan kami kali ini. Baru mendengar langkahnya saja jantungku sudah berdegup kencang, bagaimana dengan melihatnya…

“Adek-adeek.. rajin banget ngerjain PR nyaa? Diminum dulu yaah..” sapa Kak Alya yang menemui kami kembali sambil membawa nampan berisi empat gelas air susu dengan hanya mengenakan.. kaos terusan! Malah dengan potongan bawahan yang lebih pendek dari sebelumnya! Memperlihatkan pahanya yang putih bening. Bahkan potongan bagian lehernya pun yang modelnya lebar. Saking lebarnya sampai menunjukkan pundak dan bahu sebelah kak Alya! Aku setengah berharap kalau kak Alya memakai dalaman. Apa jadinya kalau mereka tahu kak Alya nggak pakai dalaman beha, apalagi dibawahnya.

Dengan rambut digerai bebas dan kaos seksi berwarna kuning kak Alya muncul mendadak. Aurat-auratnya yang indah terumbar kemana-mana membuat kami berempat menelan ludah. Nekat banget kakakku ini! Sungguh berbeda dengan busananya yang sebelumnya yang benar-benar tertutup, sekarang terbuka menggoda. 

Kak Alya suka sekali membuat hati kami teraduk-aduk karena dipertontonkan cara berbusananya yang sangat kontras itu. Awal kami pulang tadi busana kak Alya minim seperti ini juga, lalu setelah itu berpakaian tertutup lengkap dengan jilbab, sekarang malah berpakaian yang mengumbar aurat lagi. Kakakku ini sungguh wanita penggoda!

“Wuih kak Alya! Bening beneer!” Bono mulai nyeletuk duluan, sudah gak tahan untuk berbuat cabul rupanya nih anak.
“Waduuh kak Alyaa! Cantik benerr.. Dado jadi pusing nih, hehe..”

“Iya nihh.. gara-gara kalian sih ngotorin baju kakak tadi, jadinya kakak ganti baju lagi deh..” 

Hah?? Aku agak kaget dan bingung dengan semua ini. Apakah Kak Alya memang tahu kalau pakaiannya dikotori oleh mereka? Tapi bagaimana bisa? Apa jangan-jangan…

“Diminum yah susu dari kakak.. Jangan disisain, hihi...” kak Alya menaruh gelas dengan posisi menunduk. Sumpah kak Alya bener-bener nekat di depan mereka semua. Pastilah mereka bertiga bisa dengan leluasa melihat buah dada kakakku yang putih itu menggantung dengan bebasnya di balik rongga kerahnya. Aku yang penasaran malah tidak bisa melihatnya karena posisi dudukku menyamping dari kak Alya. Aduh! Nanggung banget sih kak.. aku kan pengen lihat juga..

“Kok pada bengong? Hayoo.. pada mikir jorok ya? Diminum dong susunya…” ujar kak Alya menyadarkan mereka.

“I..iya kak… cuma kebayang aja kalo susunya asli dari kak Alya, hehe..” ujar si Dado mulai berani berkata kurang ajar pada kakakku sambil menyeruput susu buatan kak Alya. Sialnya, aku kok malah ikut ngebayangin hal yang sama dengan si Dado anak setan ini yah?

“Eh, eh… Bilang apa tadi?” tanya kak Alya dengan nada mengintimidasi tapi tetap dengan tersenyum manis, membuat Dado dan yang lainnya salah tingkah karenanya.

“Ng..ngga kak, becanda kok..”

“Kamu tuh aneh deh.. kalo susunya asli dari kakak, ngapain juga kakak taruh ke dalam gelas.. enakan minum langsung dari sumbernya dong… hihihi”

“Hah?!” tidak hanya aku yang kaget dan panas dingin, ketiga temankupun melongo dibuatnya. Omongan kak Alya betul-betul menjurus, memancing teman-temanku untuk semakin giat menggoda kakakku.

“Hehe.. anu.. berarti boleh minum langsung dong kak?” tanya Feri.

“Huu... ya nggak dong, mau kalian peres-peres susu kakak sekuat tenaga juga gak bakal keluar air susunya… hihihi” jawab kak Alya enteng. Kakakku ini berani banget sih nantangin mereka terus!? Makin kesini kak Alya makin kelihatan nakalnya.

“Serius nih kak? Kan belum dicoba…”
“Iya… kalian gak percaya?”

“Nggak percaya kak… mana tau ada isinya looh? Yuk kak kita coba… hehe” tantang balik si Feri. Terlihat seperti bertiga lawan satu. Kakakku sedang dikeroyok! Dan aku seperti tak berdaya berada dalam situasi ini. Antara ingin menghentikan obrolan gila ini tapi juga penasaran sampai dimana ujung tantang menantang ini.

“Hihihi, gitu yah… Dasar kalian ini! Segitu penasarannya sih? Hmm… Coba kakak tanya Aldi dulu yah? Deek.. tuh temen-temen kamu pada mau meresin susu kakak, pengen tau ada isinya apa nggak. Boleh nggak sih dek?”

“Hah? Eh, i..itu… Ja..jangan dong kak! Apa-apaan sih…” tolakku. Tentu saja aku menolak. Tapi entah kenapa aku tadi sempat ragu-ragu menjawabnya. Seperti tidak terima perlakuan mereka yang mulai melecehkan kakakku, tapi juga muncul rasa penasaran seperti apa jadinya jika teman-temanku yang jelek dan dekil ini berani melakukam hal mesum itu pada kak Alya, kakakku yang cantik, putih dan seksi. Uugh, ada apa denganku? 

“Yaaahhh… kok gak boleh sih bro?” protes Dado mendengar penolakanku.
“Iya bro… kita kan cuma pengen ngetest aja kakak lo udah bisa ngeluarin susu atau nggak, hehe”

“Ngetest kampret lo!” makiku pada mereka. Sialnya mereka malah tertawa terbahak-bahak mendengar makianku, mana kak Alya juga ikut tertawa pelan juga. Bikin perasaanku jadi tak karuan saja.

“Hihihi… kalian ini… tuh adek kakak jadi marah gitu… Hmm.. gini aja, nanti kalo kakak sudah hamil, susunya kakak bagi-bagi deh buat kalian, mau?” ujar kak Alya kemudian.

“Hah?” kami serempak kaget. Sungguh omongan kakakku ini makin lama makin membuat kami cenat-cenut! Mereka semuapun serempak mengangguk dengan wajah mupeng. Aku sendiri juga ikut mupeng membayangkan bisa meminum susu kakakku suatu hari nanti.

“Yeee! Maunya tuuh.. udah pada jelek, mupeng lagi, hihihi.. kamu kenal mereka dimana sih dek? Pada mesum semua gitu..”

“Tau tuh kak, nemu di jalan.. minta dipungut, tapi gak ada yang mau ambil” ledekku kepada mereka semua. Bukan karena marah, melainkan sebal karena membuat pikiranku menjadi kacau. Aku jadi semakin membayangkan hal yang tidak-tidak pada kak Alya.

“Biar jelek-jelek gini bro, kak Alya mau lho kasiin susunya buat kita, iya nggak kak?” si Dado kelewat pede ngajak-ngajak kak Alya. Gara-gara kak alya juga sih...

“Hmm… kasih nggak yah… Adeek.. kasih gak dek?”

“A..anu kak.. ehmm.. jangan lah..” jawabku pelan dan penuh ragu. Aku benar-benar bingung dengan diriku sendiri. 

“Hihihi, adeek… kakak gak kedengeran lho. Kakak tanya sekali lagi yah… Boleh nggak sih dek susu kakak kamu ini diperas-peras sama mereka? Terus air susunya dikasih buat mereka?” tiba-tiba setelah bertanya lagi kak Alya beranjak dari duduknya, dan kini malah pindah dan duduk tepat di antara ketiga teman-temanku! Kak Alya diapit oleh mereka bertiga yang selama ini hanya bisa beronani membayangkan kakakku! Ngapain sih kakakku ini malah duduk disana? Mana saat duduk potongan bawah kaos kak Alya makin tertarik sampai ke pangkal paha. Makin memperlihatkan paha kak Alya yang putih mulus. Bahkan beberapa senti lagi bisa memperlihatkan bagian dalam kak Alya. Tapi malah aku makin tak berdaya. Aku benar-benar tak tertolong!

Sedang ketiga temanku hanya melongo melihat kak Alya yang berpakaian seksi kini duduk di antara mereka. Kakakku yang cantik dan putih diapit cowok-cowok item, jelek, nan dekil. 

Sekilas kulihat wajah kak Alya seperti mengedipkan matanya padaku saat ia duduk diantara teman-temanku. Apakah ini yang dimaksud kak Alya ingin menunjukkan sesuatu yang spesial buatku? Tapi apa kak Alya bakal senekat ini untuk sengaja menggodaku dengan menggunakan teman-temanku? Kak Alya benar-benar nakal.

Anehnya kontiku seperti mengiyakan kondisi ini dengan berontak keras. Tapi aku berusaha untuk tetap berakal sehat, entah sampai kapan aku bisa bertahan.

“Jangan donk kak.. Enak aja.. keenakan di mereka dong..” jawabku merana, tapi tidak sekeras sebelumnya.

“Tuuh, dengerin kata Aldi.. nggak boleh. Jadi jangan yah.. Masa kalian mau meras-meras susu kakak teman sendiri sih? Makanya cari pacar… gak laku yah? hihihi” ledek kak Alya pada ketiga temanku ini.

“Biarin gak laku, yang penting kita punya teman yang kakaknya super cantik…” ujar Bono seenaknya. Kampret tuh anak, jangan bilang mereka berteman denganku cuma karena kak Alya! makiku dalam hati.

Sejenak suasana menjadi hening. Teman-temanku diam karena menikmati keberadaan kak Alya di sebelah mereka, mana mereka sudah mengelus-ngelus selangkangan mereka masing-masing pula. Aku juga diam karena mengutuk-ngutuk sendiri dalam hati kenapa aku punya teman seperti mereka.

“Ya udah deh kak.. tapi kakak duduk disini aja ya? Temenin kita-kita ngobrol” kata Dado kemudian membuka suara.

“Iya nih kak, disini aja ya, kita ga bakal ngapa-ngapain kok, hehe..” Feri ikut nyeletuk, tapi tangannya masih ngelus-ngelus selangkangannya sendiri. Sama seperti aku yang juga sudah mengelus selangkanganku. Pemandangan yang ada di depanku, yang mana kakak kandungku yang cantik dengan aurat kemana-mana sedang diapit mereka entah kenapa juga membuat aku horni.

“Iya iya.. kakak temenin deh, tapi inget jangan macem-macem yah? Inget kan kata Aldi tadi?” kak Alya malah mau untuk tetap duduk di sana di sebelah mereka. Entah fantasi setan mana yang merasuk, aku seperti diam saja melihat kondisi ini. Kenapa tiba-tiba kak Alya jadi mau nemenin mereka sih? Apa yakin gak bakal diapa-apain? Tapi kalaupun diapa-apakan, kok aku malah membayangkan seperti apa kira-kira kak Alya diperlakukan? Duh, kakakku yang cantik ini ternyata nakal banget. Mau-mauan aja disuruh duduk nemenin mereka.

“Hehe, kak Alya tangannya putih banget, halus lagi bro..” si Dado yang tepat di sebelahnya sengaja menggesek-gesekkan lengannya ke lengan kakakku. Tampak perbedaan warna kulit mereka yang begitu kontras.

“Duh, adeek.. liat nih lengan kakak dipegang-pegang ama si Dado, nakal banget ih temanmu ya?”

“Nggak sengaja kegesek kok bro, hehe.. namanya juga duduk sebelah-sebelahan…”

“Dek, si Bono ikut-ikutan juga tuh deek.. marahin tuh, mana tangannya kasar banget, kayak kulit badak, hihi..” ujar kak Alya lagi ketika Bono ikut-ikutan menjamah kakakku, begitupun Feri. Resmi sudah kak Alya jadi bulan-bulanan mereka. Tapi ku lihat kakakku ini hanya tertawa geli mendapat perlakuan tak senonoh dari ketiga temanku. 

Aku yang masih terpana dengan suasana yang sepertinya hampir di luar kendali ini dikagetkan dengan suara nada dering HP kak Alya dari kamarnya.

“Kak Alya! Ada telpon tuh!” panggilku.

“Umm.. Adeek, kakak minta tolong boleh? Ambilin HP kakak yah… Please…”

“Yaah, kak Alya.. kok aku siih, nanggung..” aku seperti tak percaya barusan bilang seperti itu. Aku seperti tidak rela pergi dari adegan yang bikin aku panas dingin ini.

“Hihihi.. adek takut ketinggalan yah?” tebak kak Alya menggodaku. Aku hanya diam karena malu mengakuinya.
“Makanya dek, cepetan ambilin HP kakak dong…” ujar kak Alya lagi. Akhirnya ku turuti juga perkataannya, walaupun jadinya seperti orang bodoh. Segera ku berlari menuju kamar kak Alya dengan harapan cepat mengambil HP nya dan kembali keruang tamu.

Sesampainya di kamar aku melihat HP yang baru saja berhenti berbunyi. Belum sempat kulihat siapa yang misscall kakakku, HP itu sudah berbunyi lagi. Terlihat nama “Mas Hendi” tertera di layar, Mas Hendi pacarnya! Aku jadi bingung mau memberikan HP ini atau membiarkannya saja. Mana kak Alya lagi dimesumin sama temen-temenku di ruang depan. Saking bingungnya aku, HP yang terlalu lama kubiarkan mendadak mati lagi.

Saat aku mau kembali ke depan sambil membawa HP kak Alya, Hp itu mulai berbunyi lagi untuk yang ketiga kalinya. Akupun memutuskan untuk langsung menerimanya.

“Halo.. mas Hendi ya? .. Ada kok mas.. umm, itu.. kak Alya lagi ada di ruang tamu sama temen-temen Aldi.. bentar yah..” Tanpa menunda lagi aku bawa HP ini ke kak Alya. Kakakku yang sedang dijamah-jamah berjamaah, tiba-tiba ditelepon pacarnya. Aku penasaran apa yang akan dilakukan kak Alya.

Sambil menuju ke ruang tamu aku sedikit mendengar suara kak Alya sebelum aku sampai kesana, dan menghentikan langkahku untuk menguping..

“Pelan-pelan donk Do, sakit tau.. Aduuh si Bono tangan kakak jangan taruh disana.. bandel amat sih dibilangin.. Gak geli apa? Hihihi”

“Diem napa kak? Entar kita keluarin nih ya?”

“Tau nih.. bawel amat! Bilang aja kakak suka kan? Hehehe..”

“Aduuh.. jadi kebablasan deh semuanya.. kakak pergi nih yaa?”

“Yaah.. jangan dong kak! Nanggung nih!”

Aku mulai panas dingin medengarnya. Entah apa saja yang sudah terlewati. Akupun langsung muncul dan menemui mereka untuk memberikan HP itu pada kakakku.

“Kak Alya, nih HP nya.. Hah?” aku terpana melihat kondisi kak Alya yang baru saja kutinggal sebentar. Kaos bagian bawah sudah tersingkap sampai memperlihatkan pingganya, tapi karena posisi duduk kak Alya yang kakinya rapat, jadi selangkangannya tidak terlihat, melainkan hanya jembut halusnya yang mengintip dari kedua paha putihnya yang mengatup rapat. Sedang kerahnya sudah melebar turun dari pundak sampai ke lengan. Buah dada sebelah kak Alya yang putih dan padat mengkal itu hampir kelihatan semuanya. Dan apa itu? Seperti bercak merah buah dada kak Alya. Apakah susu kakakku baru saja diremas-remas? Sungguh pelecehan! Tapi kak Alya tampak seperti tidak terganggu sama sekali dengan kondisi ini. Kini kontiku resmi sudah tak ada ruang lagi untuk berontak.

“Hihihi.. makasih ya deek.. siapa yang telpon?” tanya kak Alya yang masih menampakkan wajah senyum manisnya walau tengah digerepe-gerepe oleh teman-temanku seperti itu.

“Mas Hendi!” seruku dengan suara kecil ke kak Alya.

“Oh? Mas Hendi? Haloo..” heran aku melihat kak Alya justru dengan tenang menerima panggilan dari cowoknya. Padahal kondisinya sangat menegangkan dan kak Alya tetap tidak beranjak dari sana. Dia menerima telepon dari cowoknya sambil tengah digerepe-gerepe teman-temanku! Kakakku sungguh nakal!

“Iyaa, maaf ya mas.. Alya lagi nemenin Aldi dan temen-temennya di sini..”

Posisi tangan Dado kini sedang memegang-megang tangan kak Alya. Sedangkan Bono semakin menjadi-jadi menggesek-gesekan tangannya ke paha putih mulus kakakku. Feri sendiri lagi sibuk pegang-pegang leher kak Alya sambil mencium bau harum tengkuk kakakku. Aku? Kenapa aku tetap diam dan malah menikmati pemandangan ini!? Wanita yang sedang dilecehkan ini adalah kak Alya! Kakak kandungku! Aku memaki diriku sendiri.

“Iya nih mas, lagi pada makan.. temen-temennya lagi menikmati suguhan Alya.. kayaknya pada suka semua deh, abisnya minta terus, hihihi..” jawab kak Alya. Kalau dibilang berbohong sih tidak, apa yang diucapkan kak Alya memang benar, hanya saja tentu maksudnya yang berbeda. Uugh, kak Alya memang nakal. Kak Alya cewek penggoda. Nakal abis. Aku tak tahu lagi harus memberi sebutan apa pada kakakku ini. Yang pasti kontiku sudah tidak tahan lagi.

Tiba-tiba kak Alya menutup microphone HP nya.

“Eh! Jangan kebawah-bawah ya..! Nanti gak kakak terusin nih… Tuh dek, lihat teman-temanmu nih, nakalnya gak ketulungan!” ujar kak Alya pura-pura mengancam tapi tetap memasang senyum manisnya. Bikin kami semua jadi tambah gregetan!

“Aduh kak Alya.. gua ga tahan lagi..” ujar Dado yang kemudian… membuka resleting celana dan membebaskan kontolnya yang hitam dari dalam celananya! Sungguh cabul! Belum selesai kagetku melihat kelakuakn si Dado, mendadak Bono dan Feri seperti terprovokasi akhirnya ikutan juga mengeluarkan kontol-kontol mereka. Apa-apaan ini!?

Wajah kak Alya tampak sedikit kaget melihat mereka semua sudah mengeluarkan kontolnya sambil dikocok-kocok. Mungkin kakakku tidak mengira mereka bakal senekat itu. Kak Alya sih…. 

Hanya sebentar ku lihat kak Alya dengan wajah kagetnya, tapi tak lama kemudian dia asik lagi teleponan.

“Uugh.. Udah kak, ngobrol aja lagi.. entar ketahuan lho” si Dado seperti mengingatkan kak Alya, walau ia sendiri tampak tak peduli ketahuan atau tidak. Justru aku yang panas dingin melihat situasi sekarang. Apa jadinya kalau sampai ketahuan oleh pacarnya!? Anehnya akupun kini justru ikut mengeluarkan kontolku yang sejak tadi ingin dibebaskan. Aku tak berdaya melihat pemandangan ini.

“Eh.. iya mas.. maaf, Alya juga lagii.. lagi makan.. iya maas.. tadi Alya bikin lontong mas.. emm, lontong sayur tuh..” kak Alya mulai tidak jelas ngomongnya, seperti cari-cari alasan supaya tidak ketahuan. Kelakuannya itu justru membuatnya terlihat semakin nakal. Uugh, aku mulai mengocok kontiku dengan cepat.

Kulihat Dado mulai meracau dan mempercepat kocokannya sambil tangannya bergerilya ke paha, leher, pinggang, dan tangan kak Alya. Dan kakakku terlihat menahan geli! Ooh, kakakku nakal.

“.. Sssshhh.. Ooh, kak.. kak Alya…” si Dado mulai sembarangan bersuara.

“.. apa mas? Ooh, itu mas.. Alya bikin lontong sayurnya pedes banget deh kayaknya.. makanya pada bersuara gak jelas gitu deeh.. ampe merem melek..”

Suara desah-mendesah teman-temanku semakin menjadi-jadi, begitu juga kocokan mereka. Kak Alya seperti tidak ada pilihan kecuali hanya diam dan berusaha meladeni cowoknya melalui HP dan juga teman-temanku yang semakin brutal memainkan tangannya pada tubuhnya, membiarkan teman-temanku ini meraba-raba auratnya yang biasa ia tutupi.

“Iya nih mas.. masih banyak lontongnya.. si adek juga suka tuh.. suka yah dek? Ini buatan spesial dari kak Alya buat adek.. hihihi..” lirik kak Alya nakal sambil tersenyum manis padaku. Sungguh aku ingin muncrat dibuatnya!

Tapi tiba-tiba Dado bangkit dari duduknya dan naik keatas sofa ruang tamu tempat mereka duduk berempat. Mau apa dia? Tanpa dikomandoi kedua temanku yang lainnya juga ikut berdiri mengelilingi kak Alya yang sedang duduk. 

“.. Uugh kaak.. Eegh..” erang Dado makin keras sambil kocokan tangannya juga semakin cepat. Tiba-tiba dengan kurang ajarnya dia pegang dan tarik rambut belakang kak Alya hingga wajah kak Alya jadi tengadah di bawah kontol teman-temanku. Jangan bilang kalau kakakku akan di…

“Croooooottttttt!”

“..Aarghh! Kaak!” Peju teman-temanku muncrat tidak karuan menghiasi wajah kak alya, kakak kandungku!

“.. Iiiiih!” kak Alya kaget dan menjerit sambil memejamkan matanya. Siraman pejuh temanku menghiasi rambut, wajah, bahkan HP kak Alya sendiri yang masih teleponan dengan cowoknya itu juga tak luput dari semprotan teman-temanku.

Melihat kondisi kak Alya yang sedang kaget belepotan sperma di muka dan rambutnya membuatku semakin terangsang. Akupun akhirnya juga menumpahkan pejuhku yang hanya mengenai meja tamu saja. Bahkan tidak mengenai kak Alya sama sekali. Tidak seberuntung teman-temanku yang dapat dengan nikmatnya menyemprot wajah cantik mulus kakakku ini.

Aku bersandar lemas pada kursi. Begitu juga ketiga temanku yang langsung ambruk di sofa. Hanya kak Alya yang masih duduk tegak memegang HP, dimana cowoknya memanggil-manggil tanpa ada jawaban dari kak Alya.

“.. I-iya mas.. maaf… itu.. tadi Alya teriak.. ternyata kuah lontongnya pedes banget.. trus temen-temen Aldi jejeritan pada minta minum.. hihihi, padahal udah Alya suguhin susu.. salah sendiri engga diminum.. ya udah mas yah.. Alya mau mandi lag- eh! Mau mandi dulu.. hihihi.. daagh mas..”

“Uugh.. kak Alya..” panggilku lemas kearahnya yang kini sudah beranjak dari duduknya dan pindah mendekatiku.

“Apa adeek? Kak Alya nakal yah? Hihihi.. tapi adek suka kaan?” kak Alya menggodaku dengan suara pelan.

“Siapa juga yang suka..” jawabku menyangkal hasrat terdalamku tentang kebinalan kak Alya.

“Hihihi.. adek nih. Ya udah, kakak tinggal ke dalam dulu yah.. mau bersih-bersih dulu..”

Melihat kak Alya pergi sambil tersenyum manis ke arahku dan penuh dengan hiasan peju di wajah dan rambutnya serasa akan membangkitkan si otong lagi. Kak Alya terlihat begitu seksi dan nakal dengan penampilan seperti itu. Persis seperti dalam khayalanku setiap kali aku onani, hanya saja tentunya bukan hasil dari teman-temanku. Mengingat ini ulah dari teman-temanku, aku merasa sebal dan ingin segera mengusir mereka. Cukup sudah dalam sehari mereka merasakan kepuasan dalam melecehkan kakakku.

“Woi, udah gelap nih! Pada balik deh lo semua!” teriakku pada mereka. Kesadaranku terkumpul lagi untuk mengusir teman-temanku. Kesadaran yang tadi sempat dikalahkan oleh nafsu. Tepatnya, nafsu pada kakakku.

"Oiya, udah gelap nih.. gue balik deh bro, tapi boleh kan main kesini lagi? Hehe.. ngerjain PR broo..” si Dado seperti ingin meyakinkanku bahwa tiap kemari untuk mengerjakan tugas sekolah, padahal aku yakin bukan itu tujuannya.

“Ah kampret lo! Akhirnya kakak gua juga yang lo kerjain. Sono-sono.. eneg gua liat lo pada!” Aku terus mengusir mereka supaya cepat-cepat pergi bukan karena aku marah. Walau sebenarnya perasaanku agak terganggu dengan kejadian barusan, tapi aku ingin berduaan lagi dengan kakakku yang entah akan ku apakan kakakku di sisa waktu yang sudah mulai gelap ini.

“Iya-iya.. ini juga mau balik. Kak Alyaaaaa…. Kami balik dulu yah….” teriak Dado dan yang lainnya.
“Iya… rajin-rajin main ke sini yah…” sahut kak Alya dari arah belakang.

“Tuh, kakak lo aja gak masalah kita main-main ke sini lagi, hehe…” ujar Bono cengengesan. Aku sungguh kesal mendengarnya. Kak Alya ini ngapain juga sih nawarin mereka untuk sering main ke sini!?

Akhirnya merekapun pergi dengan motor masing-masing. Setelah puas mencabuli kakakku seharian akhirnya mereka pulang dengan wajah cengengesan kesenangan. Seharusnya cuma akulah satu-satunya tadi yang mencabuli kakakkku, bukan mereka. Huh! Jadi panas hati ini mengingat aku hanya diam saja tak berdaya melihat kak Alya diperlakukan tidak senonoh seperti tadi. 

Kak Alyaku yang cantik dan seksi. Dengan busana minim kaos yang serba terbuka terlihat pasrah menerima semprotan peju yang menodai wajah cantiknya. Wajah seorang gadis yang selama ini memakai jilbab, bersikap santun dan jauh dari bayangan negatif. Ufft! Otongku mulai menegang lagi. Ini saat yang tepat untuk menyusul kak Alya ke dalam rumah karena akhirnya cuma tinggal kami berdua di rumah.

“Kak Alyaaa!” aku jejeritan seperti orang gila sambil menghambur masuk ke dalam rumah.

“Apa sih deek? Teriak-teriak kayak orang gila?” kak Alya yang terakhir kulihat masuk ke dalam sudah kembali ke ruang tengah sambil nonton acara TV. Pakaiannya kal ini juga mengenakan baju kaos, tapi sekarang dia sudah mengenakan celana legging pendek. Dan bekas-bekas semprotan teman-temanku sudah tidak terlihat lagi. Sepertinya sudah dibersihkan oleh kakakku. Semprotan orang-orang dekil!

Aku yang bergaya seperti orang ngambek berjalan malas mendekatinya dan duduk di sampingnya. Masih dengan pasang wajah jutek, moga-moga aja dia tahu kalau aku tidak terima dengan kejadian tadi. Aku yang diam saja malah ditanggapi hal yang sama dengan kakakku. Dia malah asyik nonton terus tanpa memperdulikan aku yang pura-puta ngambek di sampingnya. Bener-bener deh nih kak Alya!

“Kak..”
“Hmm..”
“Kak Alya!”
“Iya…”
“Kakak!”
“Apa sih deek? Kakak lagi nonton nih…” ujarnya tetap cuek memandang lurus ke layar tv. Bikin kesal aja! 

Timbul niatanku untuk mengisenginya karena dari tadi hanya menjawabku sekenanya saja. Lagi pula, salah siapa dia bertingkah nakal seharian, sekalian saja aku cabuli. Biar tau rasa kakakku ini!

“Kak Alyaa!” aku langsung memeluk tubuh kak Alya tanpa aba-aba.

“Aduh adek! Apaan sih? Main peluk-peluk aja ih!” kakakku yang kaget kupeluk langsung ambruk badannya karena tertimpa badanku yang menindihnya.

“Habis, kak Alya bikin aku gemes..”

“Hihihi.. gara-gara lihat yang tadi yah dek?” tanya kakakku dengan tatapan menggoda.

“Kak Alya nakal. Kok mau-maunya sih digituin sama mereka?”

“Temen-temen kamu tuh yang nakal, baru lihat kakak kayak gini aja udah pada pipis sembarangan. Gimana kalau kakak gak pake apa-apa, kira-kira kakak bakal diapain yah dek sama mereka?” Duh, kakakku ini.

“Kakak gak takut diperkosa apa sama mereka?” tanyaku sedikit menggerutu.

“.. Ehmm.. takut sih dek, apalagi temen adek tuh.. udah pada item-item, bau keringat, dekil lagi.. gak kebayang tuh dek kalo kakak diperkosa sama mereka, hihihi. Apa jangan-jangan.. adek penasaran yah seperti apa kalo kakak kandung adek ini diperkosa sama mereka? Hihihi... hayoo ngaku!”

“Eh! Ehmm.. anu.. aku nggak rela lah kak!” jawabku ragu. Tebakan kak Alya benar-benar mengena. Karena memang dalam setiap onaniku aku sering menghayal kalau kak Alyaku yang cantik yang selalu berpakaian tertutup ini diperkosa oleh orang-orang dekil dan jorok, mungkin seperti teman-temanku ini. Tapi tentunya tidak pernah terbayangkan kalau hal itu benar terjadi. Aku tentu saja tidak rela.

“Nggak rela apa nggak rela?” tanya kakakku dengan nada manja menggoda. Sepertinya kakakku ini tahu betul kalau aku lagi ragu akan jawabanku sendiri.

“Tapi nggak temen-temenku juga kali kak..” jawabku polos. Masa bodohlah kalau kak Alya marah atau tidak dengan khayalanku tentang dirinya.

“Hah? Berarti kalo dengan orang lain boleh? Gitu yah dek?” kak Alya memberi respon terkejut.

“Yaa.. ngga juga sih kak, hehe..”

“Yakin? Ntar kalau beneran terjadi pasti kamunya liatin terus sambil coli… iya kan?” 

“Ng..nggak lah…” jawabku lagi-lagi ragu. Kak Alya tertawa mendengar jawabanku yang ragu-ragu itu.

“Aduuh! Adek kakak ini suka fantasiin kakak apa aja siih? Pantesan kamu bawaannya pusing melulu.. ayo lepasin kakak!” suruh kak Alya sambil terus menepis tanganku yang masih memeluknya.

“Ngga mau kak!”

“Adek! Hihihi.. geli tau dek! Hmm.. gini deh, kalau kamu mau lepasin kakak, nanti kakak kasih sesuatu yang spesial deh, masih mau kan?”

“Hah? Kasih apaan kak? Mau donk… Hehe..” terhipnotis seperti biasanya oleh kakakku yang cantik ini, aku mulai mengendorkan pelukanku di tubuh ramping kakakku ini.

“Hihihi, dengar mau kakak kasih sesuatu langsung tanggap, dasar! Gak jadi ah…”

“Ah kak Alya! Aku peluk lagi nih yaa?” ancamku sambil pasang gaya mau menomplok kembali kakakku ini.

“Adek! Udahan! Iya iya… kakak kasih tapi ada syaratnya.. adek gak boleh pegang-pegang kakak yah”

“Hah? terus adek pegang apa donk kak?” tanyaku bingung, apa sih permainan kak Alya kali ini?

“Hihihi.. pegang burung kamu sendiri... kasian tuh, kejepit dari tadi.” tawa renyahnya meledekku.

“Yaah.. kakak...” aku seperti penonton kecewa yang gagal mendapatkan permen gratis. Permen itu tak lain adalah kak Alya sendiri.

“Janji dulu adeek..”

“Iya iya.. janji..” jawabku terpaksa.

“Yakin nih adek gak mau keluarin burungnya sekarang? Hihi.. Adek liat yah! Kakak kasih sesuatu yang spesial buat adek..” tiba-tiba kak Alya menarik gesperku dan meloloskannya dari pinggang celana sekolahku. Awalnya aku berpikir kak Alya mau memelorotkan celanaku, dan memang dia tidak melakukannya. Aku masih tak mengerti apa yang sedang kak Alya lakukan, sampai akhirnya kak Alya selesai melakukan semuanya, dan menyerahkan sesuatu kepadaku.

“Adeek.. pegangin donk talinya, biar kakaknya gak kemana-kemana, hihihi..” kak Alya menyerahkan ujung gesper kepadaku.

Aku terpaku dan terpana melihat pemandangan ini. Bagaimana tidak, kak Alya membuat ikatan gesper dan mengalungkannya pada lehernya sendiri yang jenjang dan putih itu. Lalu menyuruhku memegang ujung sisi lainnya seolah aku seperti sedang memegang seekor ternak! Kakakku yang cantik dan seksi sedang berpura-pura menjadi seekor sapi betina untukku! Uugh kak Alya!

Mungkin inilah yang dimaksud dengan sesuatu yang spesial yang ingin kak Alya tunjukkan padaku tadi siang. Entahlah yang mana sebenarnya yang ingin kak Alya tunjukkan padaku, terlalu banyak hal yang buatku sangat spesial dari kak Alya. Tapi menjadi sapi yang seksi dengan tali gesper di lehernya buatku sangat seksi. Kak Alya benar-benar seksi. Otongku langsung mengeras, dan benar seperti kata kak Alya, seharusnya aku tadi mengeluarkan kontiku karena penisku sangat tersiksa di dalam celana. Segera ku keluarkan penisku yang sudah menegak dengan kerasnya di hadapan kak Alya.

“Uugh kak Alya.. nakal banget, suka godain aku..” keluhku tak karuan karena membayangkan kakakku menjadi sapi peliharaanku betul-betul membuat kontiku terasa keras dan sakit.

“Hihihi.. ayo adeek, semangat kocoknya..”

“Kak Alya nakal.. uugh.. kak Alya sapi betina yang nakal..” sambil melihat tingkah manja kak Alya yang terus memandangku dengan sayu membuat kocokanku makin kuat dan cepat.

“Adeek.. liat deh..” tiba-tiba kak Alya mengangkat kaosnya sampai keleher hingga memperlihatkan buah dada putih dan mengkal kak Alya. Pentilnya yang coklat kemerahan terlihat mancung mengeras. Kak Alya benar-benar menyiksaku!

“Kak.. boleh pegang yah kak?”

“jangan donk adeek, janjinya tadi apaa?”

“Hehe.. dikit aja kaak, pleasee..” aku memohon supaya diijinkan memegangnya. Dan mungkin sedikit memerasnya.

“Dasar… tapi jangan keras-keras yah pegangnya…” mendengar jawaban kak Alya membuatku seperti mendapatkan hadiah yang tiada duanya. Walau aku pernah memegangnya sebelumnya, kali ini kak Alya memberikannya dengan suka rela. Kak Alya bahkan meminta dengan lembut agar aku tidak memerasnya terlalu keras. Dan yang lebih membuatku antusias karena kondisi kak Alya yang sekarang seperti sapi betina!

Sambil terus mengocok kontiku, Aku mulai membelai-belai buah dada kak Alya sambil terkadang memerasnya sekali-sekali. Sungguh gemas melihat kak Alya yang cantik, sedang mengenakan tali gesper di lehernya. Kak Alya kelihatan binal banget. Kakak kandungku sendiri, memperlakukan dirinya seperti hewan ternak yang susunya seperti mau dipersembahkan kepada siapa saja yang mau menyusuinya. Uugh, Kak Alya nakal sekali!

“Adeek... Kebayang gak sih kalo ada dua anak sapi item yang jelek nyusu di tetek kakak?”

“Dikenyot kuat-kuat donk kak?” jawabku terus mengocok sambil membayangkan dua anak sapi itu. Entah kenapa aku malah membayangkan dua temanku yang datang tadi siang.

“Terus sambil nyusu, datang si papah sapi.. langsung naik ke punggung mamah sapi ini dek..” suara kak Alya makin mendesah. Aku makin tak kuat mendengar suara menggoda kak Alyaku yang makin nakal ini.

“... Uugh.. kakak nakal, nih... kak Alya sapi binal..” aku mulai mengatai kakak kandungku yang tidak-tidak. Kontiku sudah mau meledak, dan remasanku mulai mengeras di dada kak Alya.

“Tau nggak papah sapi bilang apa dek? Katanya, ‘sini, mamah sapi papah entotin dulu, biar hamil terus toket mamah yang penuh susu bisa dikenyot sama sapi mana aja yang mau ngenyot’ Hihihi..” ujarnya manja. Aku tidak kuat lagi!

“Aarghh! Kak Alya pereek!” Aku berteriak sembarangan. Kontiku yang berdenyut-denyut kuarahkan ke kak Alya dan semprotannya membasahi kursi sofa dan paha putih kakakku yang cantik ini.

Aku dan otongku terkulai lemas. Dua kali kami berjibaku menghadapi kak Alyaku yang suka menggoda itu. Tapi rasanya aku selalu tidak pernah bosan untuk terus beronani dan membuang pejuku di depan kakakku yang seksi ini.

“Uuhh.. tiga kali deh kak Alya disemprot. Masa kakak mandi tiga kali sih dalam sehari? Pusing punya adek mesum.. hihihi..”

“Hah?! tiga kali?”

“Iyaaa… tiga” kata kak Alya mengedipkan matanya. Ta..tapi kapan yang satu lagi? 
“Hihihi.. ya udah… kakak mandi dulu yah?” ujarnya kemudian meninggalkan aku sendiri.

“Kak Alya!”

***

“Eh! Adeek! Apa-apaan sih? Bahaya tau! Lagi dijalan nih..” 
“Biarin! Lagian kak Alya juga siih..”

“Eh, malah nyalahin kakak, tangan kamu tuh… Dasar, pantesan pengennya duduk di belakang melulu, kakak udah kayak sopir kamu aja tahu nggak!”

“Hehe.. sopir yang cantik dan seksi. Aku bayarnya pake ngecrotin kakak..”
“Ngecrot.. ngecrot.. sembarangan aja. Emangnya kakak toilet apa dipipisin terus pake peju adek? Iya?” tanya kak Alya dengan nada manja dan imutnya.

“Iya kak, mauu.. kakak jadi toilet pribadi adek aja yah? Hehe..” Sambil terus ngajak ngobrol cabul, aku yang suka memilih duduk persis di belakang juga terus bergerilya mencoba menggerepe-gerepe tubuhnya dari belakang. Tanganku yang satunya juga asik masuk ke dalam celanaku mengelus-ngelus si otong.


“Hihihi.. bukannya dari dulu udah memang begitu yah? Makanya, cari pacar donk deek..” ujar kak Alya sambil melepaskan tanganku yang singgah di perutnya. Ya, berkali-kali aku mencoba menggerepe dia, berkali-kali juga dia menepisnya. 

“Gak mau.. maunya pacaran sama kakak aja, hehe..” kataku sambil tanganku kali ini memegang buah dadanya yang hanya ditutupi kemeja tanpa dalaman. 
“Yee.. masa kakak sendiri dipacarin sih? Lagian kakak kan udah punya pacar dek” dan lagi-lagi dia juga kembali menepis tanganku. Ugh!

“Tapi kak Alyanya juga tega sama pacar kakak.. bisa-bisanya waktu teleponan sama mas Hendi kakak mau aja sambil digerepe-gerepe temen-temenku, malah sampai dicrotin pula” 

“Iya juga yah dek, hihih… teman-temanmu sih nakal. Tapi kok kamu gak tolongin kakak sih? Kamu suka ya dek ngelihatnya?” tebaknya. 

“Umm.. akuu..” 

“Tuh kaan.. adek sukaa kaan?” godanya melirikku dari spion.
“Ah kak Alya!” jeritku malu mengakui. Walau ada perasaan sebal, tapi entah kenapa aku memang malah menikmati pemandangan saat kak Alya diperlakukan seperti itu. Karena seharusnya aku sendirilah yang bisa menikmatii kakak kandungku ini, bukan orang lain, apalagi teman-temanku itu. 

Sambil coli dengan sebelah tanganku, tanganku yang lainnya kini mendarat persis di selangkangan kak Alya.
“Aduh, adeek! Tangannya kemana-mana tuuh? Kakak gak suka kalau di jalan adek kayak gini ya!” katanya tegas sambil lagi-lagi menepis tanganku.

“Yaah, kak Alya..”
“Adeek.. ini kan lagi di jalan.. bisa bahaya lho”
“Iya, aku juga tau kaak..”
“Tuh kamu tau juga… Lagian bentar lagi kita sampai rumah kok… Awas jangan coli di mobil! repot bersihinnya…” Duh, kok dia bisa tahu sih aku juga lagi coli di belakangnya!?
“Iya deh iya…” Ugh! Kak Alya ini. Terpaksa kutunda dulu aksiku.

Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah aku benar-benar merasakan kentang luar biasa, Kak Alya memang tidak suka apabila sedang membawa kendaraan selalu ku ganggu seperti ini. Tapi siapa yang tahan kalau kak Alya selalu menggoda terus. Dari nada suaranya ketika bicara denganku, sangat berbeda ketika bicara dengan orang lain yang mengenal kakakku dengan sopan dan baik. Kak Alya ketika bicara padaku selalu dengan nada manja dan genit. Walau masih dengan menggunakan pakaian lengkap dan jilbabnya, justru malah menambah keseksiannya ketika menggodaku. Aku jadi ingin terus beronani karena dia. Untung persedian pejuku sangat banyak, kalau tidak aku pasti sudah mati lemas tinggal bersama kakak kandungku yang seksi ini. Tapi aku harap sih aku bisa dikasih lebih dari sekedar hanya beronani. Semoga, hehe.

Kamipun sampai di rumah. Setelah membukakan pagar dan pintu garasi dalam, aku cepat-cepat menutup pagar luar untuk segera memeluk kak Alya. Aku merasa kentang dari tadi. Kakakku ini selalu membuatku kangen setiap saat.

“Kak Alyaa!” aku menghambur memeluknya ketika kak Alya baru masuk dari pintu dapur yang menyambung langsung dengan garasi dalam. Dan yang pasti aku juga menempelkan dan menyelipkan penisku yang sudah menegang sedari tadi ke sela-sela pahanya.

“Iih! Adek.. gak bisa apa biarin kak Alyanya istirahat bentar?” sambil kak Alya melepas jilbabnya berusaha melepas pelukanku dari tubuhnya yang harum. Aku baru sadar kalau kak Alya hari ini harum banget. Biasanya dia juga selalu harum sih.

“Gak mau! Aku gemes sama kak Alya..”
“Hihihi.. gemes liatin kak Alya ngeladenin obrolan penjual ayam bakar tadi yah dek?” godanya padaku mengingatkanku akan adegan tadi. Ketika menjemputku pulang sekolah barusan ini kami memang memesan ayam bakar. Kak Alya lagi-lagi bertingkah nakal dengan membiarkan putingnya yang mengeras tanpa lapisan BH menyetak dari balik kemeja tipisnya sehingga terpampang kemana-mana. Aku dapat melihat mata si penjualnya jelajatan sambil menelan ludah berkali-kali.

“Kakak sih... untung di muka umum, coba ka-”

“.. coba kalau cuman berdua yah dek? Bukan cuma ngeladenin aja, malah kakak jadinya ngelayanin nafsunya yang kayaknya udah sampai ke ubun-ubun gitu, hihihi..” potong kakakku ini dengan nada centil. Ya ampun kak Alya ini.

“Iya, kak Alya sih.. jadi kakak tuh nakal banget.. kak Alya perempuan nakal..” ledekku.
“Hush! Enak aja bilang kakak perempuan nakal!”
“Kakak sih… Pake nyuruh kirim ayam bakarnya kerumah lagi.. maksudnya apa coba?”
“Dari pada kelamaan nunggu, mending abangnya di suruh kesini kan dek? Hihihi..”

“Uugh.. kak Alya..” aku hanya bisa menjawab sambil terus menggesek-gesek otongku di sela-sela paha kakakku yang makin menjepitku.

“Adeek.. pelan-pelan donk deek, gak sakit apa burung kamu? Kakak kan masih pake celana jeans?” ujarnya sambil mendorong pelan tubuhku. Ku pikir dia bakalan menyudahi aktifitas cabulku, tapi ternyata tiba-tiba kak Alya melepaskan celana jeans dan membuangnya sembarangan ke lantai. Ugh… melihatnya hanya mengenakan kemeja putih tanpa BH dengan rambut tergerai sedada, celana dalam pink dan masih mengenakan kaos kaki aja membuat penisku makin tak bisa kompromi. Kakakku ini memang baik, tapi… nakal.

Akupun kembali menomplok punggung kakakku hingga kak Alya telungkup tertindih badanku di atas sofa. Akupun melanjutkan kembali kesibukanku yang tertunda barusan. Menggesek-gesekan si otong di selangkangan kakakku. Pokoknya harus sampai ngecrot!

“Kak Alya..”
“Hmm...”
“Kak Alya inget gak kemarin waktu temen-temenku kesini?”
“Iya dek, kenapa emang?” bener-bener deh kakakku ini, santai banget jawabnya, kayak ga ada kejadian yang berarti banget. Padahal mukanya waktu itu udah disemprotin peju. Malah oleh teman-temanku sendiri.

“Kak Alya gak takut apa kalau mereka sampai kebablasan?”
“Ehmm, iya juga sih dek.. lagian adek juga sih pake bawa-bawa mereka kesini..”
“Kak Alya juga sih, nekat nantangin mereka terus..”
“Iya tuh, akhirnya kak Alya mandi peju mereka ya dek? Hihi... kalau sampai kebablasan, kira-kira kak Alya diapain aja yah dek?”

“Kalau sama mereka, aku gak mau ngebayanginnya kak, eneg!”
“Hihihi.. iya dek, jangan dibayangin deh.. apalagi sampai ngebayangin kakakmu ini dientotin sama mereka, terus semua lubang Kak Alya abis dijejalin sama penis hitam temen-temen adek itu..”

“Aku gak mau kak! Ugh..”
“Tapi dek kalau memang kejadian.. Kakak cuma bisa pasrah aja lho, hihihi..”

“Uugh! Stop kak Alya!” semakin berusaha tidak membayangkannya, justru semakin cepat gesekanku pada vagina kak Alya yang masih terbungkus celana dalam. Malah tiba-tiba muncul bayangan kakak kandungku yang sehari-hari cantik dan rapi, dientotin secara brutal oleh ketiga temanku yang jelek nan tidak rupawan alias dekil.

“.. Essshh.. Ugh, adek pelan-pelan donk.. kok malah makin ngebut sih?” kak Alya kelihatan bingung denganku yang malah semakin bersemangat menggeseknya. Bagaimana tidak, kak Alya membiarkanku berfantasi dirinya sedang digagahi teman-temanku. Aku memang tidak rela, tapi rasa penasaran ini justru membuatku semakin cenat-cenut atas bawah.

“MISII!” Teng-Teng-Teng.

Astaga! Tukang ayam bakarnya sudah datang! Duh, kentang lagi deh..

“Misii! Ayam bakaar!” teriak si tukang itu lagi dari luar pagar.

“Adeek, abangnya datang tuuh.. Essshh.. Udahan dulu donk..” kata kak Alya sambil berusaha melepaskan diri dariku, tapi ku tahan karena aku masih belum nyampe.
“Yaah, nanggung nih kak, masa aku kentang dua kali sih kak?”
“Terus.. kita ngga makan apa-apa donk siang ini?”
“Biarin! Aku makan kak Alya aja, hehehe..”
“Terus kakak makan apa donk? Makan punya abangnya? Gitu?”
“Hah?!”

“Udah ah! Kasihan tuh abangnya nungguin diluar” Ah, kak Alya, bukannya kasihan padaku yang sudah kentang dua kali, malah kasihan sama si abang itu. Akupun akhirnya nurut saja untuk melepaskan dia dari pelukanku. 

Setelah kak Alya melepaskan diri dari pelukanku, diapun langsung beranjak menuju pintu depan. Aku terperanjat melihatnya ketika kak Alya sudah memegang gagang pintu depan. A-apa dia mau menemui tukang ayam bakarnya dengan pakaian seperti itu?
Cuma pakai kemeja dan celana dalam saja!? 

“Eh, kak! Tunggu!” panggilku sebelum dia membuka pintu. Dia melirik padaku sambil senyum-senyum. Dia mau menyiksa otongku lagi! Ampun deh kak Alya!

“Adeek.. kira-kira kalo abangnya lihat kak Alya cuman pakai ginian aja gimana yah? Hihihi...” 

Belum sempat aku berkomentar tiba-tiba kak Alya sudah membuka pintunya lebar-lebar. Maka tampaklah kondisi kakakku yang berpakaian minim itu oleh orang asing itu. Seorang gadis cantik putih dengan paha terumbar kemana-mana. Aku hanya bisa membayangkan isi kepala si abang yang pasti bakal mesum. 

“Bang! Masuk aja, pagarnya ngga dikunci kok..” kak Alya memanggil abang itu dengan gaya imut dan manja. Apa sih maksudnya kak Alya? Gak takut apa? Masa mengajak orang asing itu masuk ke dalam rumah? Dengan busana seperti itu pula.

“Eh! I-iya neng..” Kelihatan banget si abang itu kaget melihat penampilan kak Alya yang tadinya serba tertutup saat membeli ayam, mendadak kini disuguhi pemandangan kak Alya yang seksi dan mengumbar aurat. 

“Kak Alya! Ngapain sih nyuruh dia masuk kesini?”
“Umm.. biar adek ga keterusan ngecrotin kakak melulu..”
“Ah, Kak Alya!”

“Hihi.. becanda adeek, lagian kasihan tau dek, abangnya kepanasan di luar, sama kayak adek, tuh..” Kak Alya menunjuk ke arah penisku yang masih menegang dari tadi. Entah karena melihat kak Alya, atau sensasi membayangkan kakakku ini akan dilihat oleh si abang yang akan segera masuk keruang tamu, yang jelas aku sudah mengenakan kembali celanaku. Menghindari si abang melihat otongku yang menegang karena melihat kakakku sendiri.

“A..anu, permisi neng.. ini.. ini ayam bakarnya.. hehe” ujar abang itu saat sudah sampai di depan pintu. Akhirnya dia dapat melihat keadaan kak Alya dari dekat. Si abang udah mulai kelihatan gelagapan melihat kak Alya. Melihat dari tampangnya orang ini sepertinya sudah berumur empat puluhan keatas. Udah tua masih aja jelalatan ngeliatin kakakku.

“Makasih yah, duduk dulu bang, pasti capek yah jauh-jauh kesini? Gak susah kan cari alamatnya?” tanya kak Alya ramah dengan nada imutnya. Lagian kak Alya aneh juga, masa iya pesan ayam bakar yang jauh banget dari rumah, entah apalah maksudnya.

“Yah.. lumayan sih neng jauhnya..”
“Panggil aja Alya..”
“Oh.. I-iya, saya Pak Seno..” sambil menjulurkan tangannya dan bersalaman, mata Pak tua ini terlihat seakan menelanjangi kakakku. Mulai dari rambut, wajah, pentil yang tercetak di balik kemeja kak Alya, lalu pahanya putihnya yang terekpos bebas itu. Sedang aku, hanya pasang wajah tak suka pada orang ini.

“Neng Alya yang pesan tadi kan? Yang pakai mobil putih?”
“Iyah pak.. emang bapak lupa yah? Atauu.. bapak pangling yaah.. hihihi..”
“Hehehe.. beda aja sama yang tadi neng Alya, tadi kan bajunya non tertutup, sekarang terbuka semua gini... hehehe..”

“Iya nih bang, abisnya si adek nih, masa ngebet sama kakak kandungnya sih bang? Sampai Alya harus pelorotin celana dulu, hihihi..”

Hah!? Duh, kak Alya kok malah buka-bukaan sih? Aku kan malu kak…

“Adik? Sama neng Alya?”
“Tiap haari bang, abis nih Alya di disemprotin terus sama pejunya si adik..”
“Hah?? Ehm.. Anu.. gak baik itu dik, jangan sama kakak sendiri..”
“Tuh, dengerin kata sih abang.. masa kakak sendiri dicabulin terus sih, makanya cari pacar sana..”

“Apaan sih kak Alya? Lagian kakak juga kalau pakai baju suka sembarangan..”

“Iya dik, adik cari pacar aja.. biar kakaknya sama yang lain deh, bukan begitu neng Alya? Hehehe...” si abang yang merasa dikasih angin udah mulai kurang ajar nih kayaknya. Ngomongnya udah merembet ke hal-hal yang males kudengar.

“Maksudnya sama si abang, gitu? Hihihi.. enak aja yah!”
“Eh! Anu.. maksudnya.. gak gitu juga sih neng..”
“Hihihi.. becanda kali bang.. segitunya sampai gelagapan” kata kak Alya sambil tertawa cekikian menutup mulutnya dengan gaya imut. Kakakku ini apa-apaan sih, masa bercandanya begitu! Ugh, kak Alya!

“A-anu neng.. gapapa kok, hehehe.. abang sempat tegang ajah, hehe..”
“Bukannya tegang dari tadi yah bang? Hihihi..”
“Hah!?” aku dan si abang bersuara kaget bersamaan melihat tingkah nakal kak Alya.

Kalau caranya kak Alya memperlakukan tamu seperti ini, siapa juga yang ga betah dan gak mau pulang-pulang. Melihat cara duduk si abang yang udah mulai gak nyaman, seperti ada yang sudah mulai berontak. Sama seperti otongku, yang sudah kentang dua kali. Rasanya ingin segera mengusir si abang ini dan berguling-gulingan dengan kak Alya sampi abis aku crotin semua badannya. Dengan penampilan kak Alya yang hanya mengenakan kemeja, celana dalam pink, dan paha putihnya terpampang kemana-mana, belum lagi gaya manja dan imut kak alya, tidak butuh waktu lama untuk segera meledak dan mengotori badan kakakku seperti biasa.

Namun ditengah-tengah obrolan kak Alya dengan si bandot tua ini, aku seperti mendengar deru mesin mobil yang berhenti tepat di depan rumahku. Saat kuintip dari balik jendela, sepertinya mobil taksi.

“Kak Alya! Kayaknya Papa deh yang datang?” panggilku ke kak Alya karena panik. Soalnya kak Alya hanya mengenakan pakaian seadanya. Mana pernah kak Alya sembarangan berpakaian begitu di depan orangtua kami. Papa Mama mengenal kak Alya selama ini juga sebagai anak perempuan yang baik dan sopan. Belum lagi ada pria setengah tua yang tengah mengobrol di ruang tamu dengan kami. Aku yakin ini bukan pemandangan yang umum buat mereka.

“Oh? Ya udah gih, adek bukain dulu pagarnya..”
“Iya, tapi kak Alyanya ganti baju dulu kek!”
“Iya adeek, masa iya sih kakak ngebiarin Papa ngeliat kak Alya nerima tamu cuman pake ginian, iya gak bang? Hihihi...”

“Eh.. I-iya neng.. apa perlu abang yang milihin bajunya nih neng? Hehehe...”

“Eh? Tuh dek liatin deh, si abang mulai kurang ajar sama kakak, gak sopan tahu! Ada juga Alya yang nawarin ke abang, bukan abang yang nawarin diri, hihihi…” Adduuh! Apa sih maksud kak Alya? Gak takut apa kalau diapa-apain sama orang ini? Udah tampangnya mesum, ngomongnya juga udah mulai berani coba-coba kurang ajar.

“Kak Alya, buruan gih ganti baju!” suruhku lagi.
“Hihihi.. adek apaan sih kayak orang panik begitu. Ya udah, Alya tinggal dulu yah kedalam..”

Sambil menuju keluar aku melihat kak Alya pergi ke dalam kamarnya, dan si abang masih duduk di ruang tamu. Entah bagaimana nanti aku menjelaskan pada Papa, kenapa ada orang tua berkaos dan bercelana lusuh sedang duduk di ruang tamu ini.

Saat aku membukakan pintu pagar, aku lihat Papaku tidak hanya sendirian, tapi juga bersama dengan Mama.

“Motor bebek siapa itu dek?” Papa bertanya padaku setelah keluar dari mobil taksi.

“Ohh.. gak tau juga.. tetangga kali Pa” jawabku sekenanya sambil mencium punggung tangan Papaku. Kak Alya nih, nekat bawa-bawa orang kerumah. Sengaja kali kak Alya, pengen bikin aku tersiksa kayak gini.

“Ooh.. ya udah, bantuin bawain koper Papa sama Mama ya?”

“Kakakmu mana dek? Nih, Mama bawain oleh-oleh buat temen-temennya di kampus..”
“La..lagi dikamar Ma.. abis pulang dari kampus sih tadi..” sambil cium tangan Mamaku, jantungku berdebar tak karuan. Karena kami sedang menuju ruang tamu. Apa kata mereka melihat ada orang tua tengah duduk disana seorang diri?

Setelah menutup pagar dan masuk ke ruang tamu, aku malah lebih kaget lagi. Orang tua itu sudah gak ada di ruang tamu! Pergi kemana dia? Jangan-jangan!

“Mungkin lagi istirahat kali dek.. nanti kasi tau aja ya, Papa sama Mama datang.. Mama mau istirahat dulu yah..”

“Eeh.. iya kali yah Ma..” Entah kenapa aku menjawab Mama dengan nada ragu-ragu.

Sambil melihat mereka pergi ke kamar mereka, Aku mulai membantu membawakan koper-koper Papa dan Mama. Jantungku terus berdebar dengan kencang, bukan karena beratnya bawaan yang dibawa orang tuaku, tapi membayangkan apa yang sebenarnya sedang terjadi di rumah ini. Bila memang si Pak tua tadi berbuat hal-hal yang mesum pada kakakku, apalagi dengan kondisi ada Papa dan Mama di dalam satu rumah, ini benar-benar kelewatan. Dan anehnya membuatku panas dingin membayangkannya.

Cukup lama juga aku membantu membawakan barang-barang sampai ke kamar orang tuaku. Kini Aku harus memastikan betul kalau-kalau yang kutakutkan itu benar-benar tidak terjadi. Walaupun sepertinya hal yang kutakutkan kelihatannya terjadi. Badanku menjadi lemas.

Kak Alya yang terakhir kulihat pergi kekamarnya, dan mendadak Pak Seno yang sudah tidak berada di ruang tamu lagi, aku hanya bisa membayangkan kalau PakSeno ngga mungkin pergi kekamar mandi. Apalagi dalam waktu yang cukup lama dari ketika aku menyambut Papa dan Mama, sampai selesai membawa koper dan membuka kardus berisi oleh-oleh untuk teman-teman kak Alya.

Baru saja sampai di depan pintu kamar kak Alya, tiba-tiba pintu kamar terbuka perlahan, dan si abang tadi melongokkan wajahnya keluar. Ternyata benar orang ini menyusul kak Alya kedalam kamar! Ngapain dia di kamar kak Alya?!Apa yang sudah dia perbuat pada kakakku!

Begitu si abang melihatku, dia malah pasang tampang cengengesan..

“Hehehe.. jangan diambil hati yah dik, si neng juga yang mancing-mancing, hehehe... misi yah” katanya sambil keluar kamar dan berlalu melewatiku tanpa perasaan aneh sedikitpun. Entah kakakku habis diapain aja di dalam dan kini dia mau pergi begitu saja? Tapi aku lebih memikirkan keadaan kakakku sekarang, segera saja aku masuk kedalam untuk melihat kak Alya.

Sesampainya di dalam, aku terpana melihat pemandangan yang tersuguhkan di depan mataku ini. Aku melihat posisi Kak Alya sedang terlentang dengan wajah menoleh ke arahku. Kak Alya masih menggunakan kemeja dengan kancing yang terbuka semuanya, memperlihatkan buah dadanya yang putih terpampang kemana-mana. Sedang celana dalamnya sudah tidak terpakai lagi. Sambil mendekati kak Alya yang rambutnya tampak kusut dan wajahnya merona merah padam, aku lihat kakakku sedang bernapas terengah-engah. Membuatku semakin penasaran apa saja yang terjadi pada kak Alya, terutama saat si Bapak itu bersamanya dalam satu ruangan. Jangan-jangan Kak Alya..

“Kak? Kak Alya?”
“Apa adeek? Hihihi..” tanya kak Alya sambil memutar tubuhnya sehingga kini dia berposisi telungkup. Dia juga memasang wajah imut. Bisa-bisanya dia berekpresi imut begitu, padahal sekarang aku sedang panik bukan main.

“Iih! Kakak kok sempet-sempetnya sih ketawa?” tanyaku sebal.

“Teruus.. kakak harus nangis? Gitu? Ngga ah..” kakakku menjawab sambil bangkit duduk dari tidur telungkupnya. Kak Alya benar-benar seperti menganggap hal ini bukan sesuatu yang besar. Kakakku benar-benar perempuan nakal. Melihat posisi duduknya yang menyamping dan setengah telanjang seperti ini, tiba-tiba pusing kepala bawahku kambuh lagi. Bisa secepat ini kak Alya membuatku tegang? Apalagi dari tadi aku hanya kebagian kentangnya saja.

“Kak Alya abis diapain sih sama bapak itu? Pake masuk kekamar kakak segala..” tanyaku penuh rasa penasaran pada kakakku yang ternyata nakal ini.

“Umm.. kak Alya habis diapain yah sama bapak itu? Menurut adek.. kakak diapain donk?” Kak Alya malah menjawab dengan balik bertanya dengan gaya manja dan imut. Duh, aku benar-benar ga kuat tiap kali kak Alya bergaya seperti ini!

“Jangan-jangan.. kak Alya..”
“Hihihi.. mau kakak ceritain yaah? Adek keluarin aja burungnya, pasti udah gak tahan kan dari tadi?” suruhnya seperti tahu apa yang ingin aku lakukan. Aku pun tidak menunggu lagi untuk mengeluarkan penisku yang sudah poll menegang sejak melihat kak Alya dalam pose awut-awutannya.

“Ayo kaak.. ceritaiin..”
“Hihi.. adek mukanya jelek banget kalo lagi mupeng, mending mupeng sama pacarnya, ini malah sama kakak kandungnya sendiri..”

“Kaak!” hardikku sambil memasang muka super memelas.

“Iya iya.. Adek inget kan waktu kak Alya tinggal ke dalam mau ganti baju, terus adek keluar buat bukain pagar?”

“Iya kak.. adek liat si bapak itu udah ngga ada di ruang tamu, dia nyusul yah? Kurang ajar tuh orang”

“Ummm.. engga juga sih dek, tapi…”
“Tapi apa kak?”
“Tapi kakak yang ngajak dia ngumpet di kamar, hihihi..”
“Hah?! Se..serius kak Alya? Jadi tadi..”
“Iya… Lagian kalau si bapak tadi masih di ruang tamu, adek gimana donk ngejelasinnya sama Papa Mama?”

“Ugh.. Iya sih kak.. tapi bukannya dia malah tambah kurang ajar kak?” dadaku jadi bedebar membayangkan pria tua itu dan kakakku yang cantik berduaan di dalam kamar. Aku penasaran apa saja yang sudah mereka lakukan.

“Iya tuh dek, padahal udah kakak suruh jangan berisik, malah grepe-grepein kakak, tua-tua nakal juga yah tuh bapak.. sama kayak adek, hihihi... gak kebayang deh kalo tuanya adek kayak gitu” Sial nih kak Alya, dulu disamain sama Pak Amin, sekarang sama si bandot tua yang entah siapa namanya tadi sampai lupa aku saking kesalnya. Tapi membayangkan kakakku digerepe-gerepe sama dia itu…

“Aduuh.. kak Alya sih nakal, pake minta dikirim segala ayam bakarnya.. uughh..”
“Hihihi... tapi adek kebayang ga sih? Kak Alya yang hanya berpakaian seperti ini, cuma berduaan dengan bapak tua seperti tadi?”

“Ugh.. iya kaak, si bapak itu pasti cabul terus bawaannya ya?”
“Hihihi.. iya tuh dek, kak Alya dicabulin terus loh dek.. Tahu nggak dek, masa susu kakak diremes-remes.. nakal banget kan dia? Kak Alya padahal udah bilang gak bakal keluar susunya..” sambil kak Alya memegang susunya sendiri yang putih dengan puting coklat kemerahan itu, sungguh pemandangan yang membuat darahku berdesir liar.

“Ah.. serius kaak?”
“Iya loh dek.. juga kalo adek tau nih.. mulut kakak jadi bau rokok, huhuu..”
“Hah? kok bisa gitu sih kak?”
“Mulut kak Alya habis diciumin sama bapak itu dek.. mana giginya kuning-kuning lagi..”

“Terus? Kak alya ladenin gitu aja?”
“Umm.. awalnya sih kakak nolak dek, tapi…”
“Tapi?”

“Tapi lucu juga ngeladenin si abang yang nafsunya udah ke ubun-ubun itu.. rasanya gimana gitu.. hihihi”

Duarr! Aku dibuat jantungan mendengar ucapan kakakku ini. Ternyata kak Alya suka meladeni orang-orang yang ga jelas asal muasalnya, terlebih lagi orang yang berantakan bentuknya. Ugh, kak Alyaku! Aku memang pernah membayangkan kak Alya dientotin sama orang-orang yang ga berkelas sedikitpun. Tapi mendengar kak Alya benar-benar menjalaninya.. Ini benar-benar level baru dalam kehidupanku. Dan aku harus punya ekstra koin untuk terus dapat mengikuti kelanjutannya. Atau aku akan game over di tengah jalan..

“Adeek.. tau gak kakak tadi disuruh apa sama si abang tadi?”
“Hah? kak Alya disuruh apa?”
“Masa kakak disuruh merangkak di atas kasur.. terus kakak disuruh jadi kayak anjing, hihi..”
“Hah!? Kak Alya terus mau-mauan aja?”
“Hihihi.. abis lucu sih.. sekalian aja kakak bilang ‘Guk-guk’ ke si abang itu..”

“Ugh! Kak Alya tuh nakal banget sih.. aduuuh!” aku malah mempercepat kocokan pada penis ku yang kentang dari tadi. Padahal kak Alya habis dilecehkan sama si bapak tua itu.

“Habis gitu si abang malah kurang ajar tuh dek, manggil kakak jadi ‘anjing betina’, kalo kak Alya jadi anjing betina.. mungkin anjing betina yang seksi kali yah dek? Hihihi..”

“Kakak jawab apa dipanggil kayak gitu? Kok makin kurang ajar tuh orang?”
“Hihihi.. kakak jawab, ‘Guk-guk’ lagi deh dek.. hihi..”
“Ugh.. kakak.. anjing betina nih..” ucapku ngeracau sambil makin menjadi-jadi mengocok penisku.

“Terus dek...” kata kak Alya kemudian.

“Terus apa kak?” tanyaku deg-degan menantikan apa yang akan dikatakan kakakku berikutnya.

“Adek mau tau? Tapi jangan marah ya… Habis itu tau-tau kak Alya sama si bapak itu dah kayak anjing lagi kawin deh dek..”

“Hah?! Jadi bener, kak Alya..”
“Ho’oh.. abang itu akhirnya ngen-tot-tin ka-kak…” katanya sambil mengerlingkan matanya dengan nakal.

Arrgh! Hal yang sedari tadi hanya bayangan saja ternyata terjadi sungguhan. Tapi aku masih heran, kok kak Alya mau-mauan aja ngebolehin dirinya dientot sama orang macam bapak tua tadi. Dan seperti biasa, pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di kepala ini selalu dijawab dengan kocokanku yang semakin cepat. Rasanya sudah mau meledak hanya dengan membayangkan kak Alya dientot oleh si bapak tadi.

“Habisnya abang itu maksa sih dek…” ujar kak Alya. Aku pikir kak Alya diperkosa, tapi dari nada dan ekpresi bicaranya jelas bukan. Dia menikmatinya.

“Si abang itu kasar banget loh nggenjotin kakakmu ini..”
“Ugh, kak Alya liar..”
“Tau gak dek.. sambil dientot dari belakang, kakak cuman boleh jawab ‘guk-guk’ gitu dek”

“Ampun kaak.. ugh..” aku semakin tak kuat membayangkan Kak Alya meniru suara anjing dengan imut. ‘Guk-guk’ yang disuarakan kak Alya justru membuatku semakin panas dingin mendengarnya.

“Ya udah.. kakak jawab aja ‘guk-guk’, apalagi terakhir kak Alya udah ngerasa kontolnya si abang berdenyut-denyut di dalam vagina kakak..”

“Ugh.. kenapa tuh kak?”
“Si abang bilang pengen nyemprotin pajunya di rahim kak Alya..”
“Ugh.. kakak jawab apa..?”
“Sambil kak Alya menoleh ke si abang, dengan senyum kakak jawab.. ‘guk’, hihihi...” katanya sambil tertawa cekikikan dan tersenyum super manis serta manja padaku.

CROOTTS!
Muncratan pejuku kini akhirnya keluar dari zona kentangnya. Mendarat dengan bebas ke kemeja kak Alya, perutnya dari kancing yang sudah terbuka lebar, dan sisanya di paha putih kak Alya yang seksi. 

“Eeww.. kakak dikotorin dua kali dalam sehari.. adek! Kemeja kakak..”
“Iya kakakku sayang, janji deh Aldi cuci..”

“Nah gitu donk.. baru namanya adeknya kak Alya..” kak Alya mulai mengacak-acak rambutku.

“Kak?! Kakak tu habis diperawanin tau sama orang itu? Kakak ga khawatir apa?”
“Umm... Diperawanin sama si abang tadi? Ngga juga sih, hihihi..”
“Hah?! jadi kak Alya udah gak perawan? Ugh! Kakak nakal nih!”
“Hihi.. apaan sih adek nih? Penting ngga sih?”
“Ah, Kak Alya! Jadi udah sama mas Hendi yah?”
“Umm.. tau deh.. hihihi..”
“Iih! Kak Alya nih gangguin aja sukanya!”

Aku langsung melompat dan memeluk kak Alya hingga kami berguling-gulingan di kasurnya yang aku sudah tidak ingat lagi terjadi apa barusan. Aku sebal padanya, tapi aku sangat sayang pada kakakku yang cantik dan seksi ini. Malah akhirnya membuatku gemas.

“Eh! Adeek, hihihi.. geli tau deek!”
“Biarin ah kak! Kak Alya jahat! Aku juga pengen donk ngentotin kak Alya, hehehe...”
“Adek! Lepasin kakak dulu donk deek.. hihihi, geli ah deek..”
“Gak mau ah kak!”
“Adeek.. inget yah.. kita tuh saudara kandung.. jadi pleasee yah? Jangan donk..”
“Iya sih kaak.. tapi aku gak tahan lihat kak Alya kayak begini..”

Sambil melepas pelukanku lagi untuk yang kedua kalinya semenjak siang tadi, Kak Alya dengan senyum manis dan wajah menggoda merangkak menjauhiku lalu tidur telungkup. Apakah kak Alya sengaja membuatku tersiksa lagi?

“Adeek.. kakak lagi capek nih.. kakak tidur dulu yah?”
“Yaah kak! Kok adek ditinggal tidur sih?”
“Makanya cepetan donk.. hihihi..”
“Ugh! Kak Alya nih.. sukanya godain aku melulu..”
“Hihi.. dasar adek, kakak sendiri dicabulin terus.. awas aja kalo ngga cari pacar..”
“Hehehe.. males ah..”

“Aldi! Alya! lagi di kamar yaa?” terdengar suara panggilan dari balik pintu. 

Kami saling pandang.
“Mama!”

Hari ini aku tak bisa berkonsentrasi penuh pada pelajaran sekolah. Sudah beberapa hari yang lalu semenjak kejadian yang aku sendiri tak tahu seperti apa persisnya, ketika kak Alya sedang berada di kamarnya bersama seorang pengantar ayam bakar yang entah siapa namanya aku juga tak ingat lagi. Aku hanya bisa membayangkan dari semua penuturan kak Alya tentang apa saja yang sudah mereka lakukan di dalam sana. 

Setengah dari diriku berharap bahwa hal itu tak sungguh-sungguh terjadi, karena aku masih sangat tidak rela kakakku yang ku idolakan selama ini dengan mudahnya begitu saja bisa dicicipi oleh orang tua sialan itu. Namun anehnya setengah dari diriku justru sangat penasaran dan malah membayangkan bila apa yang diceritakan kak Alya itu benar-benar terjadi, bahkan membayangkan seandainya adegan itu terjadi di depan mataku sendiri. Kak Alya, kakakku yang sehari-hari menggunakan pakaian tertutup dan sopan, tiba-tiba terjamah oleh pria setengah tua yang entah siapa. Tentunya pria itu juga tidak pernah membayangkan kalau dia bisa sekamar bersama seorang gadis cantik yang menjadi banyak idola lelaki termasuk diriku.

Membayangkan kakak kandungku sendiri dijamah orang asing di dalam rumah kami sendiri, bahkan ketika itu sedang ada kedua orang tua kami yang datang berkunjung, sungguh bikin hatiku teriris. Tapi di saat bersamaan, aku tak bisa memungkiri bahwa aku ingin melihat bagaimana kak Alya hanya pasrah menerima perlakuaan orang itu di dalam kamarnya sendiri, andaikan memang apa yang kak Alya ceritakan itu benar adanya. Kak Alya membuatku gila!

Hal itulah yang terus menggangguku selama beberapa hari ini. Bahkan ketika kutanyakan pada kak Alya kebenarannya, ia selalu menjawab dengan jawaban ambigu. Dia sengaja bikin aku hanya bisa menduga-duga. Sungguh menyebalkan memang, tapi memang itulah kakakku. Yang selalu menggodaku dengan kenakalannya. Tapi bagaimanapun hanya kak Alyalah yang kumiliki, seorang kakak yang baik dan selalu perhatian padaku setiap harinya. Di samping apapun kenakalan yang ia lakukan untuk menggodaku, ia tetap kakakku, dan aku selalu menyayanginya. Meskipun sering kali ia sangat menyebalkan, tapi itulah yang membuatku selalu kangen padanya.

Sesampainya di rumah setelah pulang sekolah aku langsung menuju ke kamarku tanpa mengganti pakaianku dan merebahkan diri di tempat tidur. Ku cek hapeku berharap ada kabar dari kak Alya. Dia belum pulang, padahal rasa kangenku padanya sudah sampai ke ubun-ubun. Aku selalu kangen pada godaan-godaan kak Alya padaku yang selalu membuat kepala atas bawahku pusing. Bahkan di saat aku sibuk dengan pikiranku ini, tanpa kusadari otongku sudah mulai membengkak dan mengeras di bawah sana. Dan aku harus menunggu kak Alya untuk dapat melampiaskannya. Apa gunanya memiliki kakak yang cantik dan seksi kalau tidak aku crottin seharian seperti biasa.

Tidak sabar, aku pun menghubungi kak Alya. Aku benar-benar berharap kak Alya sedang menuju pulang kerumah, sehingga aku dapat melampiaskan rasa pusingku. Aku berharap tak ada kejadian lain lagi untuk hari ini kecuali hanya aku dan kakak kandungku tercinta.

“Kak Alyaa!”
“Hai adeek.. udah di rumah yah?” terdengar sambutan hangatnya di seberang sana. Suaranya sungguh lembut dan menenangkan, tapi juga membuat otongku berontak tak karuan. 

“Kak Alyaa.. pulang doonk..”
“Iya…. nih kakak udah di jalan, udah menuju rumah. Kenapa sih? Nungguin kakak yah?” tanyanya menggodaku.

“Ya iyalah.. aku kan laper kak…”
“Lapar? Masa sih? Atau jangan-jangan udah nggak tahan yah dek? Hihihi”
“Nggak tuh..” jawabku enteng berbohong, padahal aku memang sudah gak tahan ingin berduaan dengannya.

“Ooh gitu yaah? Kalo gitu kakak putar nih ya ke rumah pacar kakak…”
“Ahh, kak Alyaa! Iya aku nungguin kakak nih.. cepet pulang donk..” jawabku akhirnya mengaku.

“Tuh kan ngaku kamunya… hahaha… Emang kamu mau apain kakak sih dek sampai ditungguin segala?” kak Alya bertanya dengan nada seolah ingin aku mengakui sesuatu yang sebenarnya sudah dia ketahui. 

“Ummm.. anu kak…”
“Pengen ngecrotin kakak lagi? Iya?”
“Hehehe… Iya…”
“Dasar… Pengen ngecrot dimana dek? Di punggung kakak mau?” kak Alya mulai bicara dengan suara lirih dan hampir mendesah. Membuat darahku jadi berdesir mendengarnya.

“Mau kaak..”
“Atau, mau di susu kakak kayak waktu itu?” Ah, mendengarnya berbicara seperti itu saja aku sudah horni berat.

“Uuugh.. kaak, pengen…”
“Pengen apa sih?”
“Pengen ngelakuin sama kakak..” aku sudah tak tahan dan langsung saja kuungkapkan keinginan terdalamku padanya, tak peduli kalau ia kakak kandungku sendiri.

“Heeh, adeek.. pengen ngelakuin apa sih? Hayo apa!?” ujarnya masih dengan nada manja mendesah yang malah memberanikanku untuk memintanya lagi dengan lebih gamblang.

“Pengen ngentot sama kak Alya” jawabku lantang. Sungguh sebuah permintaan yang sangat kurang ajar bagi seorang adik meminta hal seperti itu pada kakaknya sendiri. Lagian salah kak Alya yang terus saja menggodaku setiap hari. 

“Ngentot sama kakak? Ada-ada aja kamu dek… udah ah, kakak lagi nyetir nih”
“Yah kak…”
“Apa sih?”
“Boleh yah…”
“Boleh apa?”
“Itu tadi… ngentot sama kakak…” pintaku memelas, berharap kak Alya menerima permintaanku itu.

“Ya ampun kamu ini… Emangnya kamu udah gede yah? Udah bisa yah gitu-gituan? Hihihi”
“Makanya kakak ajarin aku dong… please yah, sekalii aja..” mohonku lagi.

“Tapi kita kan saudara kandung dek.. inget lho…”
“Ummm... Iya sih kak... tapii...”
“Inget yah dek, adek boleh lakuin apa aja pada kakak, kecuali yang satu itu.. yah sayang..” kak Alya merespon keinginanku dengan nada yang lembut dan hangat, membuatku tak tega untuk memaksa keinginanku lebih lanjut.

“Yaah kakaak.. tapi cepet pulang yaah?”
“Iya.. Ih kamu ini cerewet deh… ntar kakak singgah lagi lho ke tempat ayam bakar kemarin, hihihi”

“Aaah, kak Alyaa! Cepat pulang!”
“Hihihihi, iya… gak sabar banget yah dek? Keluarin gih burungnya..”
“Gak mau.. nunggu kak Alya aja..”
“Hihi.. segitunya nungguin kakak, apanya kakak sih yang bikin kamu kangen?” tanya kak Alya yang terus meladeniku meski dia sedang sibuk nyetir.
“Umm.. harumnya kakak..”
“Terus? Apalagi?”
“Susunya kakak, hehe..”

“Hihihi.. mulai cabul kamu yah dek.. umm, terus apalagi dek?” Suara kak Alya semakin lirih dan manja. Aku malah seperti lupa akan keinginanku untuk tidak mengocok otongku dan menunggu kak Alya pulang. Tanpa sadar aku sudah mulai mengurut-urut penisku.

“Pengen itunya kakak, hehe.. pengen masukin dalem-dalem pake penisku kaak...”
“Uuuh… adekku pengen yah ngen-tot-in kakak kandungnya sendiri? Nakal yah kamu deek.. terusin doonk dek, hihi..” ujarnya. Aku tak menyangka kalau kakakku justru memancingku terus untuk mengorek semua fantasiku tentang kami berdua apabila kami benar-benar melakukannya. Bahkan kak Alya memakai kata yang jorok-jorok untuk makin membuatku horni. Walau hanya melalui telepon, khayalanku tak mampu membendung hasratku untuk mengocok batang kontiku yang merana ini.

“Pengen banget peluk-peluk kak Alya sambil aku genjotin vagina kakak.. uugh..”
“Hihihi.. kocok terus deek.. kocokin kakak.. Go!”

“Uugh.. kak Alya nakal.. adek entotin memek kakak!”
“Puas-puasin deh kamu ngayal, hihihi… Eh, aduduh!” tiba-tiba kak Alya menjerit mengaduh dilanjutkan dengan suara debam hape. Apa yang sedang terjadi!???

“Kak! Kak Alyaa!”
“...”
“Kak Alyaa! Kakak kenapa?”
“...”

Masih tak kudengar juga suara di seberang sana, padahal suara ramai deru kendaran dan klakson masih terdengar dari hapeku, tapi kenapa kak Alya tidak menjawab sama sekali? Apa yang terjadi pada kak Alya?

“Aduuh kak! Jangan bikin panik doonk.. kak Alya?!” teriakku lagi yang rasa kekhawatiranku kini membuatku tegang hingga bangkit dari kasur dan terduduk dengan panik.

“Duh dek… kakak nyenggol mobil orang niih..”
“Kakaak.. gara-gara teleponan sama aku yah kak? Maaf yah kaak..” aku jadi sangat merasa bersalah pada kakakku. Hanya karena rasa kangen dan nafsuku untuk memintanya agar cepat pulang dengan meneleponnya malah membuat kak Alya tidak konsen menyetir dan akhirnya tak sengaja menyenggol mobil orang. Duh…

“Adeek, kakak gak papa kok cuma nyenggol dikit ajah.. adek jangan khawatir yah..” suaranya yang lembut langsung dapat menenangkanku. Kakakku sangat baik, bahkan di saat aku yang salah, dia tidak mau menyalahkanku, malah menenangkanku supaya tak khawatir. 

“Kak Alya.. nyenggolnya parah nggak?”
“Ummm.. gak tau dek, kayaknya parah sih.. tuh mobil yang kakak senggol udah keluar orangnya.. duuh, mana serem-serem lagi tampangnya” ujar kak Alya tenang, namun malah aku yang kembang kempis penuh kecemasan, ibarat kalah bermain arcade tapi tak punya coin penyelamat.

“Udah kak ganti aja terus cabut deh” ujarku dengan panik, aku ingin kak alya cepat-cepat menyelesaikan urusan ini dan segera pulang. Bagaimanapun juga aku khawatir pada keselamatan kakakku.

“Bentar yah dek.. mereka udah datang..”
“Kak Alyaa!”

Aku kira kak Alya langsung menutup hapenya. Ternyata tidak, dengan samar-samar akupun dapat mendengar kalau kakakku sedang berbicara dengan pengendara yang mobilnya disenggol olehnya. Tidak terlalu jelas apa yang sedang mereka bicarakan, tapi sepertinya mereka sedang mambahas masalah ganti rugi. Aku bahkan mendengar suara kak Alya tertawa cekikikan. Apa kak Alya sedang berusaha bernego harga perbaikan? Entah apa yang kak Alya katakan pada mereka. Aku harap kak Alya tidak berkata yang tidak-tidak.

Setelah agak lama aku terombang-ambing dalam kekhawatiran dan rasa penasaran ini, akhirnya aku dengar suara pintu mobil ditutup dan suara mesin mobil dinyalakan.

“Adeek... nunggu lama yah?” akhirnya kudengar lagi suara kak Alya.
“Duuh, kak Alya kemana aja sih?”
“Orang yang punya mobil minta ganti rugi dek, ya udah kakak mau ganti”
“Terus? Udah dikasih uangnya?” tanyaku berharap semua masalah sudah selesai.

“Itu dia deek.. uang di dompet kakak gak cukup..”
“Pakai ATM donk kak…”
“Kartu ATM kakak juga ketinggalan di rumah..”

“Uuh.. kak Alyaa..” aku sambil menepok jidat berpikir, kok ada-ada saja kejadian yang mengganggu antara aku dan kak Alya.

“Tapi kakak ada uang kok di laci lemari kamar. Ini udah jalan pulang”
“Terus mereka gimana kak?”
“Ya mereka terpaksa ikut ke rumah dek…”

“Aduuuh!” untuk kedua kalinya aku menepok jidatku. Malangnya nasib otongku yang kentang. Wajar memang kalau orang yang disenggol mobilnya oleh kakakku ikut ke rumah, mungkin untuk memastikan kalau kak Alya benar-benar akan membayar ganti rugi dan tidak kabur. Aku harap memang cuma itu alasan orang itu ikut kakakku.

Sesampainya di rumah aku menyambut kak Alya dengan wajah agak bersungut karena dia tidak pulang sendirian, tapi bersama dua orang asing yang secara tak sengaja harus ikut pulang kerumah untuk urusan ganti rugi. Menyebalkan.

“Adeek..”
“Kak Alya..” aku mendekatinya sambil mencium punggung tangannya, seolah aku ingin menunjukkan pada mereka bahwa kak Alya adalah gadis terhormat yang tidak pantas mereka berpikir yang tidak-tidak terhadapnya.

“Silahkan duduk bapak-bapak.. capek lho berdiri terus” kak Alya mempersilakan mereka duduk dengan nada yang sangat sopan dan ramah. Harapanku mereka akan segan bila kak Alya bersikap demikian, tapi sepertinya aku salah.

“Gak capek kok non… masak belum apa-apa udah capek. Bapak berdiri saja, biar lempeng dan lebih lega, hehehe...” sahut bapak yang berbadan besar dan gemuk yang kemudian ku ketahui bernama pak Has.

“Ooh gituu? Pakai aja kamar mandinya kalau mau legaan, hihihi..” sambil menyahut mereka kak Alya malah mengerling imut kearahku. Duuh, mulai deh siksaan kakakku.

“Hehehe, nanti aja deh.. entar juga pasti ada yang bikin kita lega, ya nggak Pak Mit? Hahaha!” Ujar pak Has pada temannya yang bernama Mamit atau siapalah itu.

“Aduuh, liat tuh deek, si bapak-bapak ini mulai nakal sama kakakmu..” kak Alya hanya meladeni mereka dengan senyum kecut. Bagaimana mereka tidak berkata kurang ajar kalau kak Alya terus meladeni candaan mesum mereka. Aku khawatir mereka nantinya juga akan berbuat kurang ajar pada kakakku. 

Kak Alya kemudian pergi ke dapur untuk membuatkan mereka minuman. Untuk apa sih kak? Kan tinggal kasih duit ganti rugi saja biar urusannya cepat selesai! Kenapa berlama-lama segala!? Dasar kakakku terlalu ramah! Sungutku dalam hati.

Akupun menyusul kak Alya dan mulai bertanya macam-macam soal kecelakaan tadi. Bahwa kak Alya memang agak kurang konsentrasi saat telpon denganku tadi, tapi dia berusaha menenangkanku yang terus merasa bersalah. Namun gara-gara kecelakaan itu juga akhirnya kak Alya gak sempat beli makanan buat di rumah. Alhasil kak Alya minta tolong padaku untuk memesan K#C untukku sendiri. Apa kak Alya tidak lapar?

Setelah memesan K#C Delivery seperti yang diminta kak Alya aku kembali ke depan untuk menemui mereka. Tapi di sana hanya ada Pak Mamit, teman dari Pak Has. Lalu dimana kakakku dan Pak Has? Dadaku berdebar kencang. Jangan-jangan mereka ada di kamar kakakku karena ku lihat pintu kamar kak Alya tertutup. Bandot sialan! Sekali dikasih angin berikutnya malah keterusan! Seharusnya aku berbuat sesuatu atas tingkah tak sopannya bapak itu, hanya saja entah kenapa aku malah lebih penasaran untuk mengetahui kelanjutannya dibanding menghentikan semuanya. Untuk kedua kalinya kamar kak Alya dimasuki orang asing selain keluarganya sendiri setelah tukang antar ayam bakar beberapa hari yang lalu.

Ingin sebenarnya aku mengintip kekamar kakakku, apa memang kak Alya akan mengganti rugi kerusakan mobil butut Pak Has gara-gara keserempet mobil kak Alya. Tapi kalau memang iya kenapa harus di dalam kamar segala? Kak Alya menjamu terlalu jauh.
Tiba-tiba nada panggil BB di kamarku berbunyi, tak ingin ketahuan sedang berusaha mengintip mereka, aku segera berlari kembali ke kamarku dan mengangkatnya. Ternyata dari Dado temanku, meskipun entah dia masih bisa kusebut teman setelah kejadian waktu itu.

Setelah berbincang-bincang yang tidak begitu penting dan memberitahukan bahwa Dado dan teman-temannya kapan-kapan ingin main kerumahku, aku segera menutup telponnya tanpa memperdulikan sedikitpun niatan dan ucapan si Dado. That lucky bastard. Saatnya kembali keurusan yang mendebarkan tadi. Tapi sesampainya aku di depan kamar kak Alya, pintunya sudah terbuka. Dan tidak ada seorangpun di dalamnya, kemana mereka pergi?

"Adeek.. sini deh.." kak Alya memanggil dari ruang tamu. Segera kususul dia. Kulihat kakakku sudah memakai stelan keluarnya, atasan jilbab, kemeja putih lengan panjang, bawahan jeans agak ketat sehingga memperlihatkan bongkahan pantat kak Alya yang semok. Kakakku terlihat sangat cantik dan seksi. Tapi kenapa harus dandan secantik ini sih buat menjamu tamu seperti mereka? Pakai make up segala lagi. Namun yang lebih menjadi pikiranku, kapan kakakku ini berganti pakaian?? Apa sebelum pak Has masuk ke kamar? Atau saat pak Has di dalam kamar? Duh… badanku panas dingin memikirkannya.

"Udah disini kak? Ngapain sih tadi di kamar segala? berduaan lagi?" tanyaku agak sedikit sewot. Mengingat kejadian sebelumnya, aku mulai agak berani menegur kakakku, yang mana aku sewot karena harusnya aku hanya berduaan seharian bersama kakakku, bukan ada tamu duo bandot bermuka mesum itu.

"Gak ngapa-ngapain kok, nego masalah ganti rugi aja” jawabnya santai, aku harap memang demikian. “Ngomong-ngomong K#Cnya udah dipesan belum?" tanyanya kemudian.

"Udah kak, beneran nih kak satu porsi aja buat Aldi? emang kakak gak makan malam?" tanyaku bingung.

"Eeh.. iya nih, kakak ga makan malam dulu, dek.. mau diet dulu kali ya Bapak-bapak, hihi" terlihat kak Alya seperti menjawab sekenanya.

"Biar tetep langsing dan cantik ya non Alya, hehe.." sambung Pak Has menjawab seperti ada udang dibalik batu diantara mereka.

Sungguh malas aku melihat tampang Pak Has yang kelihatan mulai mupeng melihat kakakku dari tadi. Apalagi Pak Mamit yang hanya diam saja dari tadi, tapi menyimpan ekspresi seperti orang yang menantikan sesuatu.

"Pak Has dan Pak Mamit sudah mau pulang?" tanyaku tak sabar untuk mengusir mereka dari rumah ini.

"Anu deek.. ehmm.." kak Alya seperti ingin mengutarakan sesuatu tapi terlihat bingung.

"Kamu kakak tinggal dulu ya.. bentar ajah kok.. Kakak mau ikut Pak Has dan Pak Mamit dulu" ujar kak Alya kemudian mengagetkanku. Ngapain juga kak Alya sampai mau dianterin mereka keluar? Cewek sendirian pula.

“Loh, kok?! Kak Alya mau kemana?” tanyaku kaget, kukira kak Alya sudah membayar mereka dengan uang yang katanya ada di kamar kak Alya.

“Tadinya mau bayar pakai uang cash, tapi uang di laci kakak gak cukup dek… ini jadinya mau ambil ke ATM juga. Mana bapak ini maunya juga di transfer aja ke rekeningnya” lanjut kak Alya menjelaskan. Aku jadi bingung, apa sih maksud mereka ini?

"Iya nih, mas Aldi gapapa kan ditinggal sebentar, udah gede jugak, hehe.." Pak Mamit ikut-ikutan menjelaskan dengan ekspresi wajah mesum.

"Tau nih si Bapak pake maksa lagi ngajaknya, hihi.. gapapa yah dek.." seolah seperti terpaksa tapi tidak menunjukkan keterpaksaan sama sekali, malah dijadikan candaan.

"Serius nih kak mau sendiri aja? Ngga adek temenin? lagian kalo kurang uangnya aku ada kok, pakai ATM aku aja ya?" tanyaku setengah berharap kak Alya mau menerima untuk memakai uang dari ATMku supaya aku saja yang pergi, tapi setengahnya lagi dari diriku membayangkan apa yang terjadi bila mereka pergi bertiga.

"Ya ampun adek baek banget.. tapi ga usah dek, kan kakak yang nabrak, biar kakak aja yang jalan. Lagian kamu katanya udah lapar kan? Kamu di rumah aja yah nungguin K#Cnya” kak Alya berusaha meyakinkan aku dengan senyumnya yang sangat manis itu.

"Tenang aja nak Aldi, ada Bapak-bapak disini kok yang bakal jagain kakakmu yang cantik ini.. jadi nak Aldi ngga usah khawatir yah, hehehe.." potong Pak Has disertai tawa setengah mengejek membuatku gondok.

"Iya dek, kamu nggak usah khawatir gitu deh.. Bapak-bapak ini kayaknya kuat kok kalo buat jagain kakak.. Bener nggak Bapak-bapak? awas lho kalau pada gak kuat nanti..” ancamnya dengan nada centil. Kak Alya!

"Wuiss, tenang aja non Alya.. Kalau perlu, kita jagain ampe non Alya gak mau pulang deh.. hahaha" Tawa Pak Mamit kencang meledek kak Alya. Jelas mereka sedang melecehkan kakakku!

"Hihi.. Gilak kali ya, adanya Alya gak pulang-pulang bukan karena ga mau pulang.. tapi diculik sama Bapak-bapak.. Apalagi tampangnya pada serem-serem tu.. ngaca deh pada.." ledekkan pada kak Alya malah dibalas dengan candaan, aku yang mendengar obrolan yang menjurus ini mulai panas dingin dibuatnya.

"Hehe.. entar juga lama-lama seneng kok diculik ama kita-kita, ya ngga Pak Mamit?" sambil mengerling pada temannya seolah punya rencana. Aku yakin kakaku tahu kalau kedua pria itu punya pikiran kotor terhadapnya, tapi kenapa kakakku terus meladeni!?

"Dek, nanti kalo kakak gak pulang-pulang lapor polisi yah.. bilangin tu bapak-bapak yang culik kakak"

"Huahahaha… Ada juga polisinya non yang gabung ama kita-kita buat jagain non, HAHAHA!" tawa Pak Has yang disambung Pak Mamit keras sekali, seolah tak mampu menahan diri mereka lagi untuk melampiaskannya.

"Hihi, lihat tu dek.. Bapak-bapak ini pada kurang ajar sama kakak, emang kakak mau dijagain kayak apa coba sampai bikin kakak ga mau pulang?" kak Alya menyampaikan seolah dia tidak tahu apa maksud dengan kata “menjaga” dari bapak-bapak ini.

Kakakku ini santai banget sih menanggapi gurauan cabul bapak-bapak itu. Aku saja panas mendengarnya. Hanya saja yang bawah secara tak sadar juga mulai ikut panas.

"Ya udah deh Bapak-bapak, ntar kemaleman lagi.. udah sore nih.. tinggal dulu ya adek.. kakak pasti pulang kok" sambil memandangku penuh arti ketika kak Alya bilang "pasti pulang", bukannya "segera pulang". Apa kak Alya berniat berlama-lama dengan mereka? Dadaku semakin berdebar tidak karuan. Aku teringat pada K#C pesananku tadi, kak Alya sudah merencanakan hal inikah? Bahwa ia tidak akan makan malam ini di rumah. Mau apa kak Alya dengan dua pria asing yang baru saja dikenalnya? Aku harap nego masalah ganti rugi itu tidak seperti apa yang ku bayangkan.

****

Hari sudah malam dan diluar sudah sangat gelap. K#C yang dikirim sudah kusantap tanpa nafsu sedikitpun. Aku kembali ke kamar merebahkan diri di kasur sambil bersandar pada kepala kasur. Mereka sudah berangkat sejak sore tadi dan belum kembali. Akupun sudah mulai berpikir yang tidak-tidak. 

Aku tak bisa menyalahkan mereka kalau sampai terjadi apa-apa pada kak Alya, karena kak Alya sendiri yang sepertinya memancing-mancing mereka. Kini aku malah membayangkan apabila mereka memang berani berbuat kurang ajar pada kakakku, yang justru memikirkannya membuat celanaku mendadak terasa sesak. Tanpa sadar aku sudah mengeluarkan otongku dari persembunyiannya dan mulai mengurut-urutnya.

Ditengah usaha onaniku yang hampir memuncak sambil membayangkan kak Alya, mendadak ada panggilan di BB ku. Kulihat nama di layar BB. Kak Alya!?

"Halo kak Alya, kok belum pulang?" tanyaku memburu.

"..." tak ada suara.

"Halo kak Alya?" panggilku lagi meyakinkan bahwa memang kak Alya yg membuat panggilan.

".. Hhh.. Dek, kak Alya belum bisa pulang dulu.."
"Kenapa kak? Ada apa?" tanyaku penasaran.

".. Ini.. Ban mobil Pak Has bocor.." jawabnya terputus-putus.

"Kakak kenapa putus-putus gitu ngomongnya" tanyaku dengan cepat seolah ada yang tak beres.

".. Gak papa kok dek.. uugh.. pelan-pelan Pak.." suaranya terakhir agak menjauh seperti menghindar dari microphone BB nya.

"Kak Alyaa! Kakak lagi diapain sih?" tanyaku langsung menembak kak Alya, karena terdengar ia menyebut si Bapak.

".. inii.. aduuhh.. maaf ya dek.. Bapak-bapak nih.. sshhh.. uugghh" kak Alya menjawab dengan napas agak memburu seperti orang yg sedang berolahraga.

"Kak Alya kenapa? Kok jadi Bapak-bapaknya?" tanyaku mulai sewot dengan bayangan-bayangan yang kutakutkan, "Kak Alya lagi dientot ya?" lanjutku menembak kak Alya dengan nada kesal.

"Uugh.. Maaf ya dek, hihi.. Bapak-bapak ini nakal banget.." jawab kak Alya manja, membuatku tak tahan mendengarnya.

"Uuhh, kak Alya ahh.." kutunjukkan padanya bahwa aku sewot dan gondok. Ternyata benar dugaanku kalau negosiasi biaya ganti ruginya dengan cara seperti ini. Sialan! Ini salahku sehingga kakakku sampai berurusan sama mereka. Seandainya aku sabar menunggu kak Alya pulang. Seandainya aku tidak menelpon kak Alya tadi. Pastinya kak Alya tidak akan menyenggol mobil tuh orang, dan gak akan berurusan dengan dua orang brengsek itu. Sial!

“Abisnya gimana lagi doonk.. kak Alya dipaksa merekaa.. eegh.. paak..” kak Alya mulai meracau ngga jelas.

“Kak Alya nakal ah! Kak Alya nakal!” hardikku berkali-kali pada kakak kandungku dengan sebal, walau saat mengatai kakakku sendiri dengan kata-kata itu justru membuat tanganku mulai menggenggam erat otongku. Entah karena fantasiku, atau karena mencoba dengan keras untuk terbiasa bahwa kak Alya sudah dientot dua kali oleh orang asing. Aku bahkan mulai tak yakin sebenarnya sudah berapa kali kak Alya melakukan hal seperti ini.

"Hihi.. adek pengen yah.." goda kakakku, "jangan yah, sayang.. adek kan saudara kandung kakak.. ga boleh kalau sekandung ngen-tot bareng.. eeghh.." kak Alya sengaja menekankan kata ngentot untuk menggodaku.

"Yaahh.. pengen ni kaak.." mohonku.

"Hihihi, adek pasti lagi ngocok yah?" kak Alya emang jago menebak, tapi tidak jago-jago amat karena memang saban hari kerjaku hanya onani membayangkan kak Alya.

"..iya nih kak.." jawabku memelas.

"Coli aja dek.. bayangin kakak.. hihi" tawanya manjanya terdengar seksi.

"Iya nih kak, Aldi lagi bayangin kakak.." jawabku yang akhirnya malah ikut terbawa permainan nakalnya.

"..deek.. kakak lagi.. eegh.. Dientot sama Pak Has, kakak direbahin di atas kardus lusuh.." ujar kak Alya seolah membantuku untuk membayangkan suasana di sana.

“Uugh.. kotor donk kaak?” sambil membayangkan betapa kontrasnya kakakku yang bersih, cantik, dan harum, harus menerima diperlakukan tak senonoh hanya diatas kardus yang entah sedang di mana sebenarnya mereka itu.

“..Eegh.. iya deek.. mana bau lagi..”
“Kardusnya bau yah kaak?”

“Aakhh.. kardusnya deek.. Badan Pak Has jugaak.. eegh..” kak Alya berusaha menjelaskan sambil terengah-engah kalau ia yang sedang digenjot dikelilingi bau yang tak sedap. Tapi justru aku mulai memacu mendengar erangan kak Alya. Aku hanya bisa membayangkan seperti apa kak Alya diperlakukan oleh Pak Has saat ini. Yang pasti ini kali keduaku penasaran pada kakakku yang sedang digagahi orang asing. 

"Uughh, kakak nakal.. Terus kak?" pintaku pada kak Alya untuk meneruskannya.

"..."

"Kak.. Kak Alya?"

"..."

"Kakak!" panggilku tak sabar.

"Fuuah! Pak Has niih.. mulut Alya jadi bau rokok juga, huu huuu.." tiba-tiba kak Alya kembali bersuara. Mulut kak Alya jadi bau rokok?

".. hehe.. Sorry ya sayang, habis enak sih.." terdengar suara pria yg agak jauh dari jangkauan mic BB menyebut kakakku dengan panggilan “sayang” seenaknya. Kurang ajar orang itu! Uggh, tapi kenapa kocokanku semakin cepat mendengar kakak kandungku seperti dimiliki seenaknya oleh orang itu?

"Kak! Kakak diapain?" tanyaku penasaran berat.

".. Adeek, ni kakak dientot sambil dicium-ciumin mulut kakak sama Pak Has.. tapi Pak Has mulutnya bau rokok.. mana pake lidah lagi, huu.. Marahin tu, dek. Mulut kak Alya main dicaplok aja.." kakakku bukannya marah malah bertingkah manja pada orang itu, aku saja yang mendengarnya sangat cemburu bercampur gemas, bagaimana dengan orang lain, aku yakin kakakku yang cantik jelita ini akan digenjot habis-habisan malam ini. Uugh.. aku tak rela! Tapi aku tak bisa berhenti..

" Duh… kamu ini cantik banget sih sayang... Ough.. mas Aldi, memek kakakmu rapet bener loh, enaknya diempot-empot.. hehe.. mau nyobain gak mas Aldi?" potong Pak Has menjahiliku juga dari jauh ditengah genjotannya pada kakakku.

".. Hush.. enak aja panggil-panggil ‘sayang’.. Alya udah punya ‘cowok’ tau.. ngga boleh main kerumah lagi loh ntar.. hihi.." napas kak Alya makin memburu walaupun mencoba bercanda.

".. Waah, udah punya cowok rupanya.. ternyata si non nakal juga yah? Hehehe.." Pak Has mulai agak melecehkan kak Alya sambil menikmati tubuh kakakku, membayangkan dirinya yang orang biasa bisa menggenjot tubuh gadis cantik dari keluarga atas benar-benar menimbulkan sensasi rangsangan yang tinggi.

".. Adeek, kak Alya dibilang perempuan nakal tuh deek.. eeghh.. Kalo kak Alya nakal, harusnya bukan kakak yang bayar ganti rugi kan deek? Hihihi.." bahasa kak Alya mulai menyimpang dan tak senonoh lagi, aku semakin tak tahan mendengarnya dan mulai ikut meracau tak karuan

".. Ooghh, kak Alya.. kak Alya nakal banget.." aku mulai meringis dan ikut mengatai kakakku sendiri sambil menikmati kocokanku.

".. Deek, apa kakak minta ganti rugi juga yah dek? Hihi.. ughh.." kak Alya tetap berusaha menggodaku dengan suara yang mulai terdengar parau.

“Papa dan Mamanya si non tau gak ya kalo non nakal kayak gini.. hehehe..” Pak Has menyeletuk dengan menyinggung keluarga kami, sungguh sangat merendahkan kak Alya.

“.. Eegghh.. Maah.. Paah.. uugh, Alya dientot Pak Has niih..” celoteh kakak yang seolah memanggil Papa dan Mama agar diketahui kenakalannya membuatku bernafas kembang kempis sambil mempercepat kocokanku.

".. Si non emang bener-bener nakal yah..” 
“Uugh.. Bapaak..”
“.. Gak malu yah sama Papa Mamanya, mau-mauan dientot sama Bapak, hehehe..”
“Eegh.. Paa.. Maa.. eeghh.. Pak Has nakalin Alyaa..” racau kakakku lagi.

“Bapak bayar pake ini aja ya?" terdengar suara Pak Has disertai dengan tumbukan kulit yang beradu. Yang sepertinya tumbukan antara paha Pak Has dan pantat kak Alya yang semakin lama semakin terdengar keras dan cepat.

".. Augh.. Pak! Terus sayang.. uh.. uh.." kak Alya memekik sambil terus bersuara dengan memburu dan tak mampu berkata-kata, hanya terdengar suara lenguhan seirama dengan bunyi tepukan dengan tempo yang semakin cepat.

".. Tampung nih pejuh Bapak.. Arggh! Anak nakal.. bapak hamilin!"
“Nghh…. Paaaaakkkkk” Pak Has dan kak Alya berteriak nyaring bersamaan menandakan mereka bersama-sama mencapai kenikmatan.

"Aaarghh! Kak Alya nakaal!" teriakku juga di sini melepaskan pejuku yang mengotori celana serta sprei kasurku.

Oh kak Alya. Kakakku benar-benar binal. Aku hanya terbujur lemas di atas kasurku sendiri sambil pasrah melihat pejuku yang muncrat tak bertarget itu. Samar-samar aku mendengar suara erangan dan desahan mereka yang sepertinya sedang menikmati sisa-sisa orgasme. Akupun mendekatkan lagi hapeku ke telingaku.

“Adeek.. dompet kak Alya jadi penuh nih deek.. adek udah muncrat yah?” terdengar suara manja kak Alya sisa-sisa hasil pergumulan dengan pria bejat yang baru saja menggagahi kakak kandungku. Sedang aku tak bisa menjawab apa-apa, sibuk mengutuk diriku sendiri yang ternyata sangat menikmati ejakulasiku dari mendengar kakakku sendiri yang digarap orang asing. Aku sungguh terlalu, tapi aku tak bisa menahannya.

“Sekarang gantian saya yang isi dompetnya non yah.. hehe, dijamin ampe luber lagi dah, hahaha!” terdengar suara tawa pria yang lain.

“Uuugh... Pak Mamit nakal deek, mau ikut-ikutan bayar di dompet kakak niih.. boleh ngga sih dek? Hihihi...” Ugh.. Kak…

****

“Sekarang gantian saya yang isi dompetnya non yah.. hehe, dijamin ampe luber lagi dah, hahaha!” terdengar suara pria yang lain.

“Uuugh... Pak Mamit nakal deek, mau ikut-ikutan bayar di dompet kakak niih.. boleh ngga sih dek? Hihihi...”

Suara percakapan yang terakhir kudengar ketika aku tergolek lemas tak berdaya, karena berikutnya aku hanya mendengar suara desahan dan lenguhan kakakku saja di sertai ledekan pria-pria itu yang cenderung melecehkan kakak kandungku.

Antara terima dan tidak terima mendengar kakakku diperlakukan seperti itu, toh akhirnya aku memang tak bisa berbuat apa-apa. Aku sendiri malah coli ketika kakakku sendiri tengah digagahi dua pria itu. Bahkan aku sampai coli dua kali, ketika panggilan pertama kakakku akhirnya terputus dan aku dihubungi kembali oleh kakakku yang ternyata justru Pak Has yang menggunakan hape kakakku untuk menghubungiku.

Aku ingat ketika Pak Has sambil terkekeh-kekeh menceritakan dengan detil apa saja yang tengah dialami oleh kakakku. Dia menjabarkan dengan detil bahwa kak Alya sambil terlungkup digenjot oleh Pak Mamit hingga tak mampu berkata apa-apa. Bahkan sengaja menempelkan hapenya dekat dengan kak Alya agar aku dapat mendengar suaranya yang sedang digenjot habis oleh pria sialan itu. Aku hanya bisa membayangkan seperti apa adegan yang sedang terjadi di sana yang justru membuat otongku kembali bangkit dan dengan tak berdaya aku pun kembali mengocoknya lagi.

Aku marah pada diriku sendiri, tapi aku tak mampu menahan diri ketika mendengar kakakku melenguh dan mendesah tak karuan hingga akhirnya melolong panjang yang dibarengi dengan muncratan pejuku di kasurku. Dan malam itu baru menunjukkan pukul delapan malam. Sedang kakakku baru diantar pulang hampir menjelang tengah malam.

Dan itu adalah kejadian seminggu yang lalu. Dimana semenjak kejadian itu banyak mengubah pandanganku terhadap kakak kandungku.

Malam ini aku sedang tidur-tiduran di ranjangku, sendirian tapi tidak seperti biasanya yang selalu mengganggu kakakku. Habisnya kak Alya sejak sesudah makan malam terus saja berada di kamarnya, gak mau diganggu. Katanya sih sedang sibuk bikin tugas kuliah. Padahal aku belum ngepejuin dia malam ini. Ya… hampir tiap malam aku pasti selalu menguras kantong zakarku dan memindahkan isinya ke tubuh kakakku itu. Sungguh hari-hari yang indah bila mengingat kembali kebiasaan kami di rumah apabila sedang hanya berdua..

Tapi aku tidak menyangka kalau kakakku lebih nakal dari yang aku pikirkan. Ataukah dia memang sudah nakal sejak dulu dan aku baru mengetahuinya? Aku pikir kejadian dengan teman-temanku itu adalah satu-satunya, tapi ternyata terus berlanjut dan semakin parah. Seharusnya aku marah ketika kakakku dilecehkan seperti itu, tapi entah kenapa aku juga sangat horni membayangkan kakakku yang putih dan cantik sedang ditindih oleh orang-orang seperti mereka. Aku benar-benar seperti sedang di antara dua sisi yang berjalan berdampingan.

Untung saja sampai saat ini dia masih tetap berbaik hati membolehkanku beronani di depannya, hingga aku memuncrat-muncratkan pejuku dengan banyaknya menembak wajah maupun tubuh kakak kandungku yang cantik ini. Hanya saja belakangan ini perasaanku seperti teraduk-aduk. 

Sebenarnya aku ingin sekali merasakan seperti yang orang-orang itu rasakan, tapi kak Alya terus saja tidak membolehkannya dengan alasan kalau kami adalah saudara kandung. Sungguh bikin kesal, tapi biar deh daripada gak dapat sama sekali, apalagi aku memang selalu tidak tahan bila berkhayal sedikit tentang kakakku sendiri. Ah, aku ingin pejuin dia lagi nih sebelum tidur. 

Akupun bangkit dari tempat tidurku, keluar kamar, dan segera menuju ke kamarnya. Aku harap kak Alya sudah selesai bikin tugas sehingga aku bisa bermanja-manjaan lagi dengannya.

“Tok tok tok…” ku ketok pintu kamarnya.
“Siapa?” tanya kak Alya kemudian. Apaan sih kakakku ini. Udah tahu di rumah cuma ada kita berdua, siapa lagi emang kalau bukan aku? -_-

“Aku kak…” jawabku malas, terdengar dia seperti tertawa kecil di dalam.

“Oh… Ada apa dek?”
“Itu… Aku boleh masuk nggak kak?”
“Mau ngapain? Kan kakak udah bilang kalau kakak lagi sibuk, bandel banget sih kamu dibilangin”

“Eh, i..itu.. pengen main game di tabletnya kakak, penasaran nih belum tamat” alasanku mengada-ngada. Tentu saja dia tahu kalau itu cuma alasanku saja.

“Huuu… gayamu dek. Jujur aja deh… mau ngapain, hayo? kepengen yah? hihihi”
“Hehehe… iya nih… boleh ya kak?”
“Nggak!” Ugh kak Alya..

“Yaah… janji gak bakal ganggu kok kak… Please… bolehin aku masuk yah…”
“Dasar kamu ini, emang susah dilarang kalau lagi kepengen, hihihi.. Tunggu setengah jam lagi yah..” ujarnya kemudian.

“Janji yah kak setengah jam lagi?”
“Iya… adek kakak ini cerewet banget sih…”
“Hehehe.. makasih kak…” Ya sudahlah kalau dia bilang setengah jam lagi. Aku rela menunggu kak Alyaku yang seksi demi ngepejuin dia. Sambil menunggunya aku habiskan waktu saja dulu menonton tv. 

Sekitar setengah jam kemudian kak Alyapun keluar dari kamarnya. Seperti biasa, dia selalu kelihatan cantik. Tapi tumben kali ini dia muncul dengan pakaian yang cukup sopan. Dia memakai baju kaos biru lengan pendek dan rok yang panjangnnya di bawah lutut. Hmm.. mungkin karena hawa malam ini cukup dingin karena baru saja turun hujan.

“Kamu lagi ngapain dek? Belum bobok?”

“Aku kan nungguin kakak, gimana sih” ujarku kesal.

“Eh, iya yah… hihihi. Eh dek, temenin kakak cari minuman ke minimarket dong… Capek nih habis ngerjain tugas, kakak jadi haus”

“Yah… kok sekarang sih kak… tengah malam gini ngapain sih keluar? Minum air putih aja deh” tolakku karena aku ingin segera bermanja-manjaan denganya. Sudah gak kuat lagi nahan dari tadi.

“Gak puas kalau cuma minum air putih aja, ayo dong dek.. temenin kakak yah?” pintanya lagi manja.

“Duh… Iya deh kak. Cuma nyari minum aja kan? Ga ada niat yang lain-lain?” tanyaku penuh selidik. Meskipun aku selalu penasaran dengan tingkah kak Alya yang tidak tertebak, tapi aku agak cemas juga kalau kak Alya mengulangi aksi nekatnya seperti sebelumnya. Tetap sih aku konak, tapi aku merasa aksi nekatnya yang keliling komplek dengan pakaian nyaris telanjang waktu itu terlalu beresiko. Aku tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada kakakku tercinta ini.

“Hihihi, emangnya kamu ngarepin apa, hayo? Iya.. kakak beneran haus kok dek.. Bentar ya kakak ambil mantel dulu”

Kak Alyapun pergi ke kamarnya. Beberapa saat kemudian ku lihat dia kembali dengan memakai mantel panjang rapat berwarna ungu yang menutupi hampir seluruh tubuhnya hingga sebetis kakakku. Fiuh.. leganya, sejenak ku pikir kak Alya bakal muncul dengan pakaian yang memamerkan aurat-auratnya, untung saja tidak.

“Yuk dek,” ajaknya mengulurkan tangannya padaku sambil tersenyum manis. 
“Iya kak…” Akupun menggapai tangannya. Dia lalu menarik tanganku menuntunku sampai ke luar rumah. 

Tampak suasana yang sudah sangat sepi dan gelap di luar sini. Mana hawanya dingin banget pula. Aku pengen cepat-cepat saja ke mini market dan segera kembali ke rumah, terus manja-manjaan deh dengan kakakku. Setelah mengunci pintu kamipun segera menuju ke mini market.

“Sepi yah dek?” 
“Iyalah… namanya juga tengah malam gini”
“Berarti udah gak ada orang lagi kan di luar?”
“Kalau iya memangnya kenapa kak?”
“Umm.. kalau kakak telanjang kira-kira ada yang lihat gak yah….” ujarnya genit sambil tersenyum nakal padaku. Duh… kak Alya ini, jangan mulai deh. 

“Jangan macam-macam donk kak…” 
“Kenapa? Gak bakal ada yang lihat tuh kayaknya… udah pada bobok”

“Iya sih, tapi kan belum tentu gak ada orang yang bakal lewat nanti. Udah deh kak jangan yang aneh-aneh”

“Hihihi.. takut benar sih kamu. Iya deh iya… kakak gak telanjang dulu, hihihi” Ugh… Kak Alya. Apa dia benar-benar berniat bertelanjang di tempat umum lagi? Kakakku ini sungguh membuat aku gemas! Meskipun aku penasaran dan horni juga, tapi gila aja kalau dia benaran bakal telanjang lagi di luar sini, di lingkungan komplek perumahan kami yang orang-orangnya mengenal kakakku sebagai gadis baik-baik, sopan dan alim. Kalau kakakku ketahuan keliling komplek bertelanjang bulat gimana coba, bisa rusak nama baik orangtua kami. Nasib baik waktu itu aksinya tidak ketahuan, aku tidak ingin dia mencoba mengulanginya lagi, karena belum tentu selanjutnya bakal seberuntung waktu itu.

Kak Alya berjalan lebih dulu di depanku. Dari dulu kalau kami jalan bareng memang selalu dia yang di depan. Baik ketika jalan ke mall, jalan ke sekolah, atau kemanapun selalu begitu. Kakakku di depan dan aku mengikutinya di belakang, bukan beriringan. Hal itu karena dulu kalau kami jalan beriringan aku selalu tanpa sadar berjalan lebih cepat sehingga kakakku harus sering tergopoh-gopoh menyusulku. Aku tidak bisa mengimbangi langkah kak Alya yang kecil dan pelan. Akhirnya entah mulai kapan, kak Alya memutuskan kalau kita jalan berdua, dia harus di depan sedangkan aku harus ngikutin di belakang supaya bisa menyesuaikan langkah dengannya. Dilarang keras menyelipnya. Akhirnya lama-lama jadi terbiasa jalan berdua seperti ini.

Kami terus berjalan. Ku lihat dia membuka tali mantelnya yang tadinya terikat sehingga kini mantelnya terbuka. Menurutku tidak aneh, tapi lama-kelamaan agak janggal karena kak Alya sering memelankan langkahnya sambil tengok-tengok. Kalau di depan terlihat ada kendaraan, dia akan melambat untuk menunggu kemana arah kendaraan itu. Kalau ternyata kendaraan itu tidak menuju ke arah kami, hanya lewat di depan dan menghilang di tikungan jalan, kakakkupun kembali berjalan dan mempercepat langkahnya seperti khawatir disalip olehku, kadang sambil menengok ke belakang dan senyum-senyum nakal padaku. 

“Ada apa sih kak?” tanyaku heran melihat tingkahnya.
“Nggak ada kok, hihihi” jawabnya centil cekikikan. Sungguh bikin gemes. Rasanya aku melihat rona wajah kak Alya memerah, tapi aku tidak begitu yakin. Aku berusaha tidak berpikir yang macam-macam.

Kami semakin jauh dari rumah. Sekarang di depan tampak ada tukang nasi goreng. Agak jauh tapi jelas menuju ke arah kami. Namun lagi-lagi kakakku menengok ke belakang dan tersenyum kecil padaku. Kali ini aku yakin kalau wajah kak Alya bersemu merah. Dia lalu mempercepat langkahnya sehingga ujung-ujung mantelnya jadi agak berkibar. Aku sampai dapat melihat betis putih kak Alya tersingkap agak tinggi hingga ke atas lutut. Lho? Bukannya tadi sebelum pergi kak Alya memakai rok panjang? Apa dia diam-diam sudah menggantinya dengan rok mini atau celana pendek?

Kak Alya memperlambat langkahnya lagi. Tukang nasi goreng itu semakin dekat. Jalanan yang kami lewati agak gelap karena lampu jalan hanya menyala sebagian kecil. Begitu jarak kami dan tukang nasi goreng itu semakin dekat, kak Alya kembali menutupkan mantelnya rapat-rapat, tidak diikat, melainkan sekedar memegangi dengan tangannya, dan lagi-lagi dia melirik ke belakang tersenyum padaku. Senyum yang membuat aku berdebar-debar karena aku tidak tahu apa maksud senyumannya itu.

“Nasi goreng neng?” Tanya tukang nasi goreng itu sambil tersenyum mesum. Aku yang sekarang berdiri di samping kak Alya kini mulai curiga melihat kakakku mendekapkan tangannya rapat-rapat memegangi mantelnya.

“Hihihi, nggak bang, makasih...” jawab kak Alya centil. “Udah kenyang, lagian malam-malam makan nasi goreng ntar gendut bang” sambungnya lagi. Duh, kakakku ini, kalau nggak mau beli ya tinggal bilang ‘nggak’ aja, gak usah berhenti dan ngajakin ngobrol sambil kecentilan gitu!

“Emang sekarang udah jam berapa neng?”

“Hmm.. jam berapa yah… bentar bang” kak Alya lalu berusaha mengambil hape yang ada di saku mantelnya. Untuk mengambil hape di sakunya kak Alya harus mengendorkan pegangannya pada mantel sehingga bagian kerahnya agak terbuka. Oleh karenanya belahan dada kakakku itu jadi tampak dengan jelas! Terang saja tukang nasi goreng menelan ludah dibuatnya, tapi kak Alya tetap terlihat cuek. Duh, kak Alya…

“Jam setengah dua belas bang. Udah malam kan? Masa jam segini makan nasi goreng sih… hihihi” ujar kak Alya kemudian dengan ramahnya. Aku yakin kalau kak Alya memang berniat menggoda tukang nasi goreng itu. Begitupun dengan tukang nasi goreng itu yang tentunya sangat beruntung bisa bertemu dan ngobrol dengan gadis secantik kakakku. Tapi yang bikin aku penasaran, sebenarnya apa yang dikenakan kak Alya dibalik mantelnya itu? Sepertinya tidak hanya aku yang penasaran, tapi juga si tukang nasi goreng. Matanya terlihat berusaha mengintip ke balik kerah mantel kakakku yang terbuka. Aku mulai curiga kalau jangan-jangan kak Alya tidak memakai apapun lagi dibaliknya!? Duh… Aku jadi tegang membayangkannya.

“Memangnya neng mau kemana malam-malam begini?” tanya si tukang nasi goreng yang sepertinya ingin menahan kakakku lebih lama. Tapi kak Alya sendiri malah tetap meladeninya.

“Mau cari minuman bang ke minimarket sama adek, iya kan dek?” jawabnya sambil melirik tersenyum padaku. 

“I..iya. Kak… udah yuk… jalan lagi, ntar kemalaman” ajakku. Aku tidak mau berlama-lama di sini. Namun kak Alya belum mau beranjak juga, sepertinya masih belum puas menggoda si tukang nasi goreng. Si tukang nasi goreng itu tampaknya juga ingin berlama-lama ngobrol dengan kakakku, bahkan dia kelihatan tidak begitu memperdulikanku saat aku mengajak kakakku untuk pergi dari sini.

“Oh… mau ke minimarket ya neng? Haus yah malam-malam?”

“Iya bang… minimarketnya masih buka kan bang? Ya iyalah, kan 24 jam, hihihi” ujar kak Alya yang masih saja beramah-ramah pada bapak penjual itu. Udahan dong kak!

“Hahaha, si neng... tapi ada apa sih kok lihat ke bawah terus?”

“Ah, nggak… mastiin aja kalau kakinya bapak napak ke tanah, hihihi”

“Idih si neng, masak bapak dikira setan. Yang patut dicurigai tuh neng, kok tengah malam di luar bisa ketemu cewek kayak neng, udah cantik, putiih mulus, rambutnya panjang. Jangan-jangan neng sundel bolong lagi, hayo liat punggungnya... hehe”

“Iihh… abang gak sopan nih mau lihat-lihat punggung orang!”

“Lho, tadi si neng sudah ngecek kaki saya napak apa nggak. Sekarang biar adil boleh dong saya ngecek punggung neng bolong apa nggak, hehe” ujar si tukang nasi goreng yang tentunya punya maksud mesum. Sialan. Aku harap kak Alya tidak benar-benar akan membuka mantelnya, karena apapun itu dibaliknya pastinya akan membuat heboh nantinya. Apalagi kalau sampai memperlihatkan punggungnya segala.

“Beneran abang mau lihat? Ntar kalau beneran bolong abangnya bakal lari pontang-panting lagi, hihihi”

“Ah, kalau hantunya secantik neng sih saya pasrah aja dah… Ayo dong neng buka mantelnya” pinta tukang nasi goreng itu lagi yang sepertinya ngebet banget ingin tahu apa yang dikenakan kakakku di balik mantelnya. Aku sebenarnya juga penasaran, tapi tentunya aku tidak ingin kak Alya benar-benar akan membuka mantelnya di hadapan orang ini. Gila aja kalau dia sampai membuka mantelnya. Kalau ternyata kakakku memang tidak memakai apa-apa dibalik mantel itu entah apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Aduh… abang ini. Hmm… gimana yah... Tuh dek, abang ini pengen lihat dibalik mantel kakak ada bolongnya atau nggak, kasih lihat nggak sih dek?” tanya kak Alya senyum-senyum padaku. Tentu saja aku menolak.

“Eh, jangan kak! Ngapain juga sih diturutin becandaan abang ini” 

“Hihihi… tuh bang… gak dibolehin sama adek”

“Yahh si neng, malu yah? Jangan-jangan si neng gak pake apa-apa lagi? Hehe…” si bapak penjual itu menebak seolah yakin betul yang aku sendiri tak tahu dari mana dia bisa berpikiran seperti itu. Tapi melihat sikap si bapak yang terus memaksa kak Alya untuk memperlihatkan punggungnya jangan-jangan di kejauhan tadi dia memang melihat sesuatu. Apa kak Alya benar tidak memakai apa-apa di balik mantel itu?

“Adeek, gimana donk niih? Si abang maksa banget deh kayaknya” kak Alya bertanya padaku tapi bukan seperti dilanda panik karena dipaksa si bapak penjual nasgor itu, malah senyum genit gak jelas. Justru aku yang panik dan khawatir kalau kakakku akan berbuat nekat meladeni si bapak itu.

“Ayoh neng..” si penjual makin ngelunjak memaksa kak Alya untuk membuka mantelnya untuk memperlihatkan punggung kak Alya.

“Adek, sini deh..” panggil kakakku setengah berbisik. Entah apa yang sedang kak Alya ingin sampaikan sampai harus bersuara agak berbisik. Yang aku yakin pasti selalu membuatku tegang dan tak berkutik.

“Duh kak, apaan lagi?”
“Kamu bantuin kakak yah dek..”
“Bantuin apaan sih kak?” tanyaku penasaran dengan nafas mulai memburu, entah karena terburu panik atau hal yang lainnya kini sudah makin tak jelas.

“Ummm... kamu bantu pelorotin mantel bagian belakang kakak yah, hihi..”
“Hah?! Ah, gak mau kak!”
“Yaah adeek, entar abangnya gak pergi-pergi loh.. mau yah?”

Kak Alya selalu memberikan pilihan yang sulit buatku, dan aku sudah sangat panik apabila memang benar kak Alya tak memakai apa-apa di balik mantel ini, maka kakakku akan jadi tontonan buat si bapak itu. Tapi membayangkan memelorotkan mantel kakakku sendiri supaya bisa dilihat orang lain, gejolak batinku benar-benar tercampur aduk makin kacau. Kakakku yang cantik dan putih, akan kuperlihatkan punggung polosnya pada si bapak sialan itu.

Tanpa menunggu persetujuan dariku, sepertinya kak Alya tau betul kalau aku juga setengah menikmati adegan ini yang mana kakakku langsung mengambil posisi memunggungi bapak itu. Sedang aku entah sadar atau tidak kini sudah memegang kerah belakang mantel kak Alya.

“Kaak.. kakak serius nih?” sambil menatap wajah kakakku yang sama sekali tak menyimpan kecemasan, malah melempar senyum manis dan kedipan sebelah mata. Apa maksudnya?

Lalu dengan perlahan kak Alya menyibakkan rambut panjangnya kedepan dan membuka mantel bagian depannya yang tak terlihat oleh si bapak itu, tapi aku yang berdiri di samping kak Alya melihat jelas apa yang dikenakannya malam ini di balik mantel ungu itu. Kak Alya tak mengenakan apa-apa! Mendadak jantungku merasa seperti berhenti hingga lupa bernafas. Aku melihat jelas susu kak Alya yang putih dengan puting merah kecoklatan mengacung keras ketika membuka lebar mantelnya. Ough.. Celanaku..

“Adeek.. tarik kebawah doonk..” pinta kak Alya dengan suara manja kepadaku. Aku benar-benar seperti terhipnotis karena godaannya. Dan aku malah benar-benar menarik kebawah kerah belakangnya yang perlahan-lahan mulai memperlihatkan leher jenjang dan mulus kak Alya, sungguh aku bisa melihat bulu-bulu halus yang tumbuh pada tengkuknya. Kak Alya benar-benar seksi. Aku bahkan seperti tak mendengar celotehan si penjual sialan itu lagi. Sebagai sesama lelaki aku tahu betul ia pasti sedang menikmati pemandangan ini dengan leher tercekat.

“Uugh.. kaak, udah yah?”
“Kalo kakak bilang udahan, adek bener mau udahan? Hihihi...” kak Alya seperti tahu betul kalau aku sedang perang bathin. Apalagi kini aku seperti sedang menelanjangi kakak kandungku sendiri di hadapan orang lain. Sensasi ini justru malah membangkitkan hasratku untuk terus memeloroti mantel kakakku.

“Kaak..”
“Apa deek?”
“Punggung kakak putih banget kaak..” tanpa sadar aku malah berceloteh sendiri dan sudah menurunkan kerah kak Alya sampai kepunggungnya, kak Alya benar-benar merawat tubuhnya hingga terlihat seksi seperti ini.

“Hihihi.. adek suka yah?”
“Suka kaak..”
“Dek, liatin deh abangnya..” perintah kak Alya sambil menatap genit padaku untuk melihat reaksi si abang, karena jelas sudah kak Alya memang niat membuat si abang ketar-ketir dengan pemandangan ini.

Saat aku melihat si abang yang sedang melongo sambil memegang pegangan gerobaknya melihat punggung putih kak Alya, tiba-tiba aku agak dikejutkan dengan hembusan angin di kakiku seolah ada yang jatuh di bawah sana. Saat kulihat kebawah, aku melihat mantel kak Alya sudah berada di kakinya yaitu di atas aspal. Kak Alya menjatuhkan mantelnya!

“Kak!”
“Aduuh.. melorot deh deek, ambilin doonk, hihi.. dingin niih..” katanya sambil ketawa cekikikan sambil tersenyum geli. Kakakku benar-benar gila dan nekat! Bahkan di depan bapak penjual nasi goreng kakak memperlihatkan tubuh belakangnya, yang mana kini si bapak itu tahu bahwa kak Alya memang bugil!

Sepintas kulihat si bapak penjual itu masih melongo dan melotot melihat kakakku yang bugil membelakanginya. Malahan seperti orang yang tersedak biji salak. Dari tengkuk, punggung, pantat, sampai paha dan kakinya yang jenjang dan putih bersih terlihat jelas oleh si bapak itu.

Dengan cepat aku mengambil lagi mantel itu dari bawah dan memakaikan kembali ke tubuh kakakku yang agak menggigil kedinginan dan berniat untuk segera pergi dari sini dengan menariknya, tapi kak Alya malah mendekati si bapak itu.

“Bang.. gak bolong kan punggungnya?”
“Eh, A-anu.. ngga neng, hehe.. bening..”
“Yang bolong bukan punggungnya, tapi yang dibawah, hihihi..”
“Hah?!”
“Daag abaang..” celoteh kak Alya yang langsung menghampiriku dan memegang tanganku meninggalkan si abang yang tengah terbengong-bengong seperti tak mempercayai bila ia akan benar-benar melihat seorang cewek cantik yang mau bugil di depannya.

Sampai di persimpangan kami berbelok dan sudah meninggalkan tukang nasi goreng tadi. Sambil terus berjalan aku semakin tak nyaman dengan situasi yang makin memanas ini. bahkan saking panasnya sepertinya aku hampir pingsan setiap kali mendapat serangan siksaan dari kakakku yang nakal ini.

“Kak… pulang aja deh kalau gini…” pintaku cemas takut-takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi setelah tahu kalau kakakku tidak memakai apa-apa lagi dibaliknya.

“Hihihi… kamu ini penakut banget sih” jawab kak Alya santai, tapi aku tahu dia tidak sesantai itu juga, dia pastinya sangat berdebar-debar juga saat ini. Terutama kejadian barusan dimana kak Alya langsung pergi meninggalkan si penjual nasgor itu sendirian. “Udah dekat tuh ke minimarket masak pulang sekarang sih?” ujarnya lagi.

“Iya.. tapi pakaian kakak kayak gitu…” jawabku yang masih ragu untuk meneruskan petualangan malam ini.

“Huuuu… seperti tadi tuuh, padahal kamu suka kan?” goda kak Alya. Tebakannya memang tidak salah, walaupun aku begitu cemas, namun aku memang sudah konak dari tadi melihat tingkah nakal kakak kandungku ini. Kak Alya senyum-senyum manis melihat aku yang hanya terdiam, sepertinya dia tahu isi pikiranku.

Dia lalu mulai berjalan lagi. Akupun ternyata mengikutinya juga akhirnya. Aku harap kakakku tidak akan berbuat yang akan membuat jantungku copot.

“Bentar dek” ujar kak Alya menyuruh berhenti saat kami sampai di perempatan jalan yang lampu jalannya menyala terang.

“Ada apa kak?” tanyaku heran. Dia tidak menjawab dan hanya senyum-senyum padaku. Dia berniat menggodaku! Apa yang akan diperbuatnya? Dadaku sungguh berdebar kencang.

Kak Alya lalu celingak-celinguk memperhatikan setiap sudut jalan. Setelah memastikan kondisi sepi dia kini malah berdiri tepat di bawah sorotan lampu jalan dan…

“Dek…”
“Ya kak?”
“Tangkep nih!” BUK! Kak Alya melemparkan mantelnya padaku! Dia kembali bertelanjang bulat! Bugil polos tanpa sehelai benangpun di tubuhnya! Badanku langsung panas dingin. Kakakku benar-benar nekat! Jelas aku jadi panik bukan main dibuatnya, namun sekaligus konak berat di saat yang sama. Melihat ekspresiku yang tidak karuan ini kakakku malah tertawa cekikian. 

“Dek… fotoin kakak dong…” pintanya kemudian sambil mengulurkan hapenya padaku. Hah? Apa-apaan sih kakakku ini? Dia minta difotoin pake hapenya dengan pose bugil di tengah perempatan jalan di bawah penerangan lampu jalan! Badanku semakin lemas dibuatnya. Dia seakan-akan tidak memberiku kesempatan untuk bernafas lega dengan aksi-aksi nekatnya. 

“Kak Alya!”
“Apa? Fotoin dong dek…” pintanya lagi sambil masih mengulurkan hapenya padaku.
“Please kak… pakai dong mantelnya…” ujarku memohon. Aku ingin dia menyudahi aksi nekatnya ini.

“Gak mau sebelum kamu fotoin kakak dulu”
“Masa gitu sih kak!?”
“Ya udah, kalau gitu kakak telanjang terus di sini” katanya dengan gaya mengancam. Ugh… sungguh aku dibuat gemas dengan ulahnya.

Akupun tidak punya pilihan lain. Daripada semakin lama kami di sini kuturuti saja deh permintaannya. Aku ambil hape dari tangannya lalu menjepretnya beberapa kali. Perasaanku sungguh campur aduk antara cemas dan horni. Sungguh pemandangan yang tidak lazim, seorang gadis cantik dengan kondisi bertelanjang bulat di tengah jalan, sedang difotoin oleh adek laki-lakinya sendiri. Kak Alya bergaya-gaya bak foto model professional. Sambil memotretnya, aku berkali-kali celingak-celinguk untuk memastikan kondisi tetap sepi. Sungguh nekat dan bahaya sekali! Tapi aku sungguh konak bukan main.

“Duh kak, konak berat nih…” keluhku.
“Hihihi, ya udah dek dikocok aja”

“Gila di tempat umum gini. Yuk pulang aja yuk kak, kita ngentot di rumah” ujarku yang sudah sangat horni.
“Hihihi, maunya kamu tuh… Enak aja ngentot-ngentot. Udah dekat nih minimarketnya, yuk lanjut” katanya sambil beranjak dari bawah lampu jalan.

“Ta..tapi dipake dulu lagi dong mantelnya kak..”
“Ogah ah, gerah nih dek…”

“Hah? Apanya yang gerah sih… Ayo donk kak, tadi udah janji lho gak bakal macem-macem”
Aku sendiri tidak tahu apa aku tulus atau tidak meminta kak Alya mengenakan mantelnya kembali, secara aksi kakakku ini sukses membuat adik kecil di balik celanaku berontak hebat. Tapi di sisi lain aku sungguh mencemaskan apa yang akan terjadi. Aneh memang, karena semakin aku mencemaskan kakakku, aku juga semakin horni.

“Cepetan ah kak, pakai mantelnya” pintaku lagi memaksa.
“Malas ah…” jawabnya enteng, bahkan sambil berlari. Gila kak Alya!

“Kak!”
Aku berusaha mengejarnya, tapi semakin aku mencoba mengejar, dia malah semakin cepat berlari. 
“Kak… mantelnya!” teriakku tertahan, tapi dianya malah menolehkan kepalanya ke belakang sambil memeletkan lidah dan terus berlari. Ya ampun kakakku ini!

Hingga akhirnya kak Alya kecepekan sendiri dan berhenti. Dia mengulurkan tangan mengambil mantelnya yang ku berikan padanya. 
“Jadi adek mau kakak pake ini lagi?” katanya sambil senyum-senyum nakal.

“Iya kak cepetan…”
“Hmm…” Bukannya segera mengenakan mantelnya. Kak Alya malah tengak tengok lalu mengerling padaku. Apa yang dia lakukan selanjutnya sungguh membuat aku jantungan, kak Alya melemparkan mantelnya ke halaman rumah orang!

“Kak!”
Gila… sungguh gila! Jelas mantel itu tidak mungkin bisa diambil kembali. Pagar rumah orang itu cukup tinggi. Kak Alya melemparkan mantelnya melewati pagar itu. Apalagi begitu mantelnya mendarat di dalam halaman rumah orang itu langsung terdengar anjing penjaga menyalak-nyalak keras. Aku dan kak Alya langsung lari dan sembunyi meskipun tahu anjing itu berada di balik pagar dan tak mungkin mengejar keluar. Aku sungguh panik, tapi kakakku ini justru ketawa kegirangan. Dia seperti puas sekali dengan aksi nekatnya yang membuat adeknya ini jantungan.

“Aduh dek, gimana nih… Kakak gak punya pakaian” ucap kak Alya manja pura-pura panik. Aku sungguh gemas sekali dibuatnya. Padahal dia sendiri yang membuang mantelnya sembarangan. Aku saat ini cuma memakai kaos dan celana pendek, tidak ada dari pakaianku yang bisa ku berikan ke kakakku. 

“Duh, kakak ini gimana sih!? Masak mantelnya dibuang sembarangan gitu!” protesku padanya.

“Maaf yah dek, gak sengaja, hihihi...” ujarnya masih dengan gaya tak bersalah.

“Pulang aja deh kak kalau gini. Gak mungkin kan kakak ke minimarket telanjang begitu” 

“Masak pulang sekarang sih dek? Mini marketnya udah dekat banget gitu. Sekalian aja deh gak papa” jawabnya enteng. Apanya yang gak apa-apa!

Seharusnya aku benar-benar menyeret kakaku pulang saat ini, tapi ternyata aku penasaran juga bagaimana kakakku tetap ke mini dengan kondisi telanjang bulat, yang mana bila terjadi apa-apa tidak akan ada sesuatu yang bisa menutupi tubuhnya nanti. Tapi aku justru semakin penasaran dan horni membayangkannya. Ya, akupun setuju akhirnya untuk tetap lanjut ke mini market. 

Setelah berjalan tidak lama, kamipun akhirnya sampai di sana. Tapi tentunya kami tidak langsung masuk, karena tidak mungkin kakakku ikut masuk ke sana. Dari tempat kami berdiri dan bersembunyi di seberang jalan, aku perhatikan keadaan di sekitar minimarket tersebut. Minimarket itu milik salah satu warga di dekat sini, bukan minimarket waralaba yang terkenal itu, tidak ada CCTV, karyawanpun hanya satu yaitu kasir, seorang mas-mas, umurnya paling baru 20-an. Suasana sepi sekali, tidak ada satupun pengunjung.

“Kak, tunggu di sini aja yah, biar aku yang masuk ke dalam”

“Oke adek…” jawab kak Alya setuju sambil tersenyum manis, lalu mengedipkan matanya. Aku harap dia benar-benar memegang omongannya.

Akupun menyeberang jalan menuju ke minimarket, namun tiba-tiba… kak Alya! Dari belakang kakakku ini berlari dengan cepat mendahuluiku menuju minimarket!
“Kakaaaak!” jeritku tertahan. Muke gile kakakku ini!

Kak Alya masuk ke minimarket. Saat pintu terbuka ada suara bel selamat datang yang membangunkan si kasir. Beruntung kakakku sudah sempat berlari masuk dan menuju rak-rak dagangan. Kepalanya terlihat tapi seluruh badannya tersembunyi dari pandangan mas-mas kasir. 

“Ee.. selamat belanja mbak” sapa mas-mas itu. Kakakku hanya melemparkan senyumnya kepada mas-mas kasir itu. Seandainya mas-mas itu tahu kalau ada gadis cantik telanjang bulat sedang belanja di mini marketnya! Jantungku berdebar-debar dahsyat. Ku yakin kakakku juga demikian.

Akupun menyusul kak Alya, tapi aku berpura-pura tidak mengenalnya. Aku langsung menuju ke balik rak-rak tempat kakakku berada. Aku yang sudah tidak tahan segera mengeluarkan penisku. 

“Kak…”
“Apa dek?”

“Gak tahan…”
“Terus? Pengen pejuin kakak?” tanyanya senyum-senyum.
“I..iya kak” 

“Sekarang?”
“Iya…”

“Ya udah… kocok aja dulu dek, sambil liatin kakak, hihihi...” ujar kak Alya sambil lanjut kembali memilih-milih belanjaan.

“Uugh… kak Alya” erangku pelan mulai mengocok penisku. Aku beronani sambil melihat kakakku yang belanja sambil bugil. Kak Alya sendiri bertingkah seperti orang belanja dalam kondisi normal. Dia berjalan-jalan melihat-lihat di rak bagian makanan kecil, ia kelihatan yakin sekali mas-mas kasir tidak akan beranjak dari kursi kasirnya. Bahkan ketika ku perhatikan mas-mas itu sudah mulai menguap lagi, tampak sekali berusaha kuat melawan kantuk.

Gila memang apa yang sedang aku lakukan, masak beronani di dalam mini market sih. Tapi aku memang sudah tidak tahan melihat tubuh kakakku yang berkulit putih bersih itu, bertelanjang di depan rak di dalam mini market. Sesekali kak Alya melirik dan tersenyum manis padaku yang sedang beronani. Bikin aku semakin gak tahan ingin muncrat. Dari tadi kakakku ini selalu bikin penisku tersiksa.

Tapi mendadak terjadi hal yang sama sekali di luar dugaanku.

“Adeek.. pengen colinya lebih enak gak?”
“Uugh.. mau donk kaak..”
“Siap yaah..”
“Hehehe..”

“Mas! Mas! Mau tanya donk!” kak Alya dalam keadaan bugil malah memanggil mas penjaga kasir! Ini bunuh diri namanya!

“Kak Alya! Apa-apaan sih?!” sambil setengah berbisik aku melihat si penjaga kasir yang mengantuk tadi mulai berjalan mendekati kami berdua. Mana posisiku lagi nanggung di tengah kocokanku di samping kak Alya.

Mas penjaga kasir itu berjalan semakin mendekati kami, habis sudah kalau dia melihat kak Alya dalam keadaan bugil. Ingin bersuara tapi malah tenggorokan ini tercekat rasanya, saking tegangnya sampai aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku terlalu takjub melihat kenakalan dan kenekatan kakak kandungku sendiri. Ketika si penjaga hampir sampai di rak kami sedang melihat-lihat..

“Kalo coklat XX ada gak mas?” potong kak alya sebelum ia sampai ke rak bagian kami, yang mana coklat yang dimaksud kak Alya berada persis di seberang kami berdiri. Sehingga kini kami berhadap-hadapan dengan si penjaga kasir hanya di batasi dengan dua rak yang dempet dan saling membelakangi. Kami berdua agak beruntung karena ternyata tinggi badan si penjaga tidak lebih tinggi dari kami berdua, dan hanya bisa melihat kak Alya dari leher keatas aja.

“Oh coklat XX mba? Bentar yah, saya liat dulu” si penjaga tanpa perasaan ganjil mencari-cari coklat yang dimaksud kak Alya. Sepertinya kak Alya sengaja membuatku tersiksa hingga menyuguhkan pemandangan di mana kak Alya seolah sedang berhadap-hadapan dengan pemuda itu tanpa mengenakan pakaian sehelaipun. Aku hampir tak bisa mengontrol diriku lagi untuk agak merapatkan badanku ke tubuh kakakku. Kocokanku jadi semakin liar.

“Ada gak mas?”
“Kayaknya gak ada tuh mba”

“Ummm.. kalau coklat YY deh..” kakakku melempar senyum semanis mungkin ke pemuda itu hingga membuatnya salah tingkah. Kakakku benar-benar suka menggoda orang asing, tapi melihat permintaan kak Alya untuk mecari coklat pada pemuda itu, sepertinya kak Alya juga tak ingin langsung dilihat oleh pemuda itu. Tapi tetap saja jantung ini mau copot rasanya.

“Gak ada juga tuh mba.. mungkin mau coklat yang lainnya mba?” tanya pemuda itu polos, tapi ditelingaku bisa menjadi mesum dan cabul.

“Umm.. gak usah deh. Makasih ya mas.. lagian aku masih punya coklat batangan dari rumah kok, hihi..” sambil melirik genit kearahku kak Alya tersenyum sayu dan genit. Apalagi ketika mengucapkan kata-kata “coklat batangan dari rumah”, sungguh membuat badanku panas dingin, karena aku yakin yang dia maksud adalah milikku.

Sekembalinya si penjaga kasir tadi ke mejanya, aku langsung menghadap kak Alya sambil menempelkan kepala penisku ke pinggangnya, aku sudah tak tahan lagi mehanan siksaan yang dilancarkan oleh kakakku yang nakal ini.

“Kaak.. uugh, gak kuat kaak..”
“Hihihi.. adek suka ngga liatnya?”
“Aahh.. kak Alya nakal banget, semua orang mau kakak godain..”
“Hihi, tapi kakak senang adek mau nemenin kakak..” sembari berucap dengan nada lirih, kak Alya tiba-tiba duduk berlutut di depanku sambil membuka mulutnya.

“K-kak Alya?” sambil melihat wajahnya yang cantik dengan mata sayu dan pipi merah merona aku mengarahkan otongku persis di depan mulutnya.

“Coklat batangan kakak mana deek? Hihihi..”
“Hah?!”

“Ayo adeek.. katanya udah gak tahan? Kotorin gih muka kakakmu ini ama peju adek..”
“Oough.. kaak..” racauku sambil terus mengocok makin cepat.

“Lama yah dek? Nanti ketahuan loh kalo ada orang yang datang, hihihi...” tawanya cekikikan setengah meledekku, seolah kak Alya pun tahu aku agak susah keluar karena sebagian diriku dilanda rasa panik takut ketahuan. Bayangkan saja seorang kakak sedang bugil berlutut di depan adik kandungnya sendiri yang sedang coli di depan mukanya, dan kami tengah berada di mini market.

“Kakak gangguin aku terus ihh..”
“Adek kelamaan ah, liat nih dek yaa..” ditengah aku sedang mengocok di depan mukanya tiba-tiba kak Alya membuka mulutnya lebar-lebar persis di depan kontolku dan.. Happ! Kak Alya memasukkan kontolku kedalam mulutnya! Baru kali ini aku menikmati hangatnya kontolku berada di dalam rongga mulut kakakku sendiri. hampir melayang rasanya, bahkan aku hampir tak bisa berdiri tegak sampai harus berpegangan pada rak yang ada di sampingku.

Sambil masih dilanda badai kenikmatan kulihat kak Alya memajukan kepalanya hingga batang kontol coklatku melesak makin dalam kedalam rongga mulutnya. Sungguh aku bisa merasakan tiap lekuk dan tepian di dalam rongga mulut kakakku, dan yang pasti aku semakin tak tahan lagi untuk menahan muncratan pejuku yang siap meledak.

“Kaak.. adek.. mauu..”
“Fuuaah..” kak Alya langsung menarik kepalanya hingga terlepas kontolku dari dalam mulutnya. Seketika itu juga aku yang sudah tak bisa menahan lagi langsung menyemprotkan pejuku kemuka kakakku.

CROOOT! CROOOT!

Sambil masih mengejang beberapa kali dengan getaran-getaran kecil dan pandangan yang agak berkunang-kunang aku melihat kakakku memejamkan matanya sambil membuka mulutnya. Sungguh kak Alya menikmati tiap siraman peju kental hangatku yang mendarat di wajahnya yang cantik. Pengalaman pertama bagiku di mana penisku dikulum oleh kakak kandungku sendiri. Walaupun hanya satu kali kocokan, tapi benar-benar melayang bahkan hampir pingsan aku menerima perlakuan kakakku.

“Udah deek?”
“Uugh.. udah kak.. enaak”
“Gara-gara kamu kelamaan kakak jadi ngemut coklat batangan beneran kan.. huuu, dasar..” sambil manyunin bibir imutnya kak Alya mencubit perutku dengan gemas.

“Auw! Sakit tau kak”

Tibat-tiba terdengar deru motor dari kejauhan dan mendekat. Oh tidak! Banyak orang berkonvoi motor mendatangi minimarket. Mereka sepertinya adalah geng anak-anak muda bermotor yang memang biasa konvoi dan mangkal di dekat sini. Aku panik bukan main. Kak Alya yang sedang membersihkan wajahnya dengan bajuku pun juga tampak kebingungan. Aku harus menyembunyikan kakakku! Tapi dimana!? Para geng bermotor itu mulai memarkirkan kendaraan mereka di depan minimarket. Jelas ketegangan ini masih belum selesai…

Aku benar-benar panik. Kak Alyapun ikut panik ketika harus membersihkan pejuku yang belepotan di wajahnya. Namun setelah itu dia terlihat lebih tenang meski aku tetap bisa melihat ketegangan di wajahnya, seolah-olah aku bisa mendengar degup jantung kakakku yang memburu.

“Kak, di rambutnya masih ada peju tuh!” 
“Duh, mana mana? Kamu sih dek pejunya banyak banget…” 

Kesal banget aku dengan gaya kak Alya yang sok santai ini. Padahal orang-orang bermotor itu sudah parkir dan mematikan kendaraan mereka. Itu berarti mereka bisa kapan saja masuk ke dalam mini market!

“Duh, Kak! Gimana niihh…?” 

“Ya gimana dong… Kakak juga gak tau nih, tapi kayaknya mereka bukan kriminal kok… paling cuma mau beli minum kayak kita, ga bakal ngerampok… mas kasirnya aja nyantai tuh dek” 

“Bukan itu masalahnya kak!” Sanggahku pada kak Alya sambil melihat kondisinya yang saat ini.

“Duh, iya yah dek… kakak gak pake baju, gimana dong?” Ujarnya berlagak seperti baru tersadar kalau dia sedang bugil total.

“Kakak sih pake dibuang segala mantelnya” ujarku yang dibalasnya dengan memeletkan lidah. Sungguh bikin aku gemas!

Sambil terus berusaha memposisikan diri dan kak Alya agar tidak mencurigakan dari luar, aku terus memperhatikan orang-orang yang baru saja datang itu. Empat motor diparkirkan di depan, sedang yang bergoncengan ada dua orang, total jumlah mereka ada enam orang. Enam orang yang mungkin akan segera masuk dan memenuhi mini market ini. Aku hanya berharap mereka takkan mengetahui keberadaanku dan kakakku di sini. Entah apa jadinya kalau mereka melihat gadis secantik kakakku bertelanjang di mini market.

Sebenarnya perawakan mereka biasa saja, tapi dandanan mereka yang lusuh dengan jaket kotor dan celana jeans sobek-sobek membuatku jadi tidak nyaman untuk berada di sini, apalagi bersama kakakku yang sedang tak berpakaian sedikitpun. Usia mereka sepertinya sedikit di atas kak Alya, namun ada satu diantara mereka yang badannya agak sangar berbadan gempal walaupun lebih pendek dari yang lainnya, sepertinya dia yang dianggap seperti bosnya, aku menebak itu karena suaranya yang cukup keras tiap kali ia berbicara.

Mereka mulai masuk ke dalam. Aku semakin panik. Namun aku berusaha tampak wajar dan diam di sini bersama kakakku. Kulihat mereka langsung menuju ke showcase minuman yang letaknya di tepi satu sisi ruangan dan mulai memilih-milih. Aku agak lega ketika mereka mulai berhenti di sana, tapi kekhawatiranku segera menyergap kembali ketika salah satu dari mereka mulai menyusuri beberapa showcase minuman yang searah menuju tempat kami berdiri. Karena apabila mereka mencari makanan ringan, di tempat kami berdirilah daerah makan ringan berada. Hanya saja di rak sisi kami bersembunyi adalah makanan ringan seperti kue-kue kering dan roti, sedang makanan ringan seperti kacang-kacangan, coklat, dan sejenisnya berada di rak depan kami tempat sebelumnya penjaga kasir yang mengobrol dengan kak Alya. Aku berharap mereka bukan mencari kue-kue kering untuk teman merokok dan minum-minum, melainkan kacang.

Aku lega dugaanku benar, karena salah seorang yang mendekat kearah kami berhenti persis di rak bagian depan kami. Sehingga aku dan kak Alya kembali berhadap-hadapan dengan orang lain yang kuharap tak mengetahui kalau kakakku ini sedang bugil, jika tidak habislah kak Alya.

Namun memang tidak perlu waktu lama untuk si orang itu sadar kalau ada cewek cantik di depan matanya. Untungnya hanya sebatas leher dan kepala kak Alya saja yang terlihat olehnya.

“Wuih, ada cewek cakep, bening euy… cari apa neng malem-malem?” orang itu menyapa kak Alya sambil menggoda. Sedang kak Alya kulihat membalas dengan senyum manis. Senyuman yang pastinya membuat pria itu makin pengen berani ngegodain kakakku. 

“Cari apa neng?” tanya orang itu lagi.
“Cari minuman bang”
“Lho cari minum kok di situ, sini nih di rak sini minuman mah… di kulkas…” kata si abang itu sambil menunjuk kulkas yang dimaksud.

“Ooh, di sini juga ada kok bang, hi hi…” 
“Ah, minuman apa di situ? Susu kaleng ya?”
“Hi hi, susu? Emang ada yah dek di sini susu?” tanya kak Alya sambil tersenyum genit melirik kearahku. Aku malah jadi melirik ke buah dadanya. Duh! 

“Susu kak?” tanyaku bingung.

“Ape? Susu kakak? Merek apaan tuh?” tanya pria itu juga bingung tapi tampak bersemangat. 

“Hihi.. kok susu kakak sih dek?” ujar kak Alya. Padahal aku sama sekali tidak bermaksud bicara tentang susu kakakku. Saking paniknya aku malah tak bisa bicara apa-apa sambil melihat mereka berdua.

“Bukan kemasan kaleng dong? Wuih, kemasan apaan yah neng?”

“Umm... kemasan apa yah? Kemasan alami kali yah bang, hihi…” Jantungku serasa mau pecah! Udah dalam posisi telanjang menegangkan begini masih nekat meladeni omongan orang itu. Terang saja orang itu semakin ingin mendekat ke arah kami. Diapun perlahan-lahan mendekat sambil cengengesan menyusuri raknya menuju tempat kami berdiri, tapi langkahnya tertahan karena dipanggil oleh temannya.

“Uuugh.. kakaaak..” bisikku gemas melihat tingkah kak Alya. 

Makin kesini aku mulai meragukan keseharian kakakku yang dikenal sopan, baik dan terhormat. Entah kenapa malam ini kak Alya mulai terlihat seperti tidak biasanya, lebih berani, bahkan terlalu berani dari biasanya. Inikah yang sesungguhnya dari kakakku, atau ada sesuatu yang membuatnya seperti ini??

Beberapa orang teman lainnya yang melihat si pemuda itu ngobrol dengan kakakku malah jadi ikut mendekat. Langkahnya terdengar pelan karena mereka sembari ngobrol dan lihat-lihat makanan sepanjang yang mereka lalui. Kak Alya menarik napas panjang dan menghelanya sambil terus pura-pura melihat makanan-makanan kecil yang dipajang. Ketegangan nampak dari wajahnya, tak jelas apakah ia ketakutan atau justru menikmatinya. Aku sendiri semakin panik. Sebesar apapun rasa penasaranku ketika melihat kakak kandungku yang cantik ini menjadi tontonan cowok-cowok jelek tak jelas seperti mereka, aku tetap saja tak rela bila benar-benar terjadi. 

Tapi tiba-tiba aku melihat sesuatu. Ah, kenapa tidak dari tadi aku sadar? Padahal dari awal masuk tadi udah ngeliat. Aku teralihkan ketika awal masuk tadi karena kak Alya yang menyerobot masuk mendahuluiku.

Mini market ini menjual kaos basket!

Aku melihat kaos basket dipajang rak display terdekat dengan meja kasir. Segera dengan gerak secepat kilat aku mengambilnya, tentu dengan berusaha tidak terlihat sekumpulan geng anak motor itu, dan kembali untuk menyerahkannya kepada kak Alya. Kakakku tanpa pikir panjang menerima kaos itu dari tanganku serta secepat kilat memakainya sambil merunduk. Ternyata kakak ketakutan juga. Dasar!

Kaos basket itu hanya mampu menutupi sekitar 5 cm di bawah pantat kak Alya. Sangat mepet, dan jelas mengekspos kaki jenjang dan paha putih mulus kak Alya kemana-mana. Belum lagi belahan leher kaos yang rendah, membuat belahan dada kakakku yang putih bening jadi terekspos. Bahkan puting susu kak Alya yang mengacung keras tampak tercetak, walau tidak terlalu jelas karna kaosnya hitam, tapi jika sedikit memperhatikan saja maka memang tidak bisa disembunyikan tonjolan puting itu.

Ketika para pemuda itu datang, kak Alya sudah mengenakan kaos itu. Waktunya sangat tepat sekali. Jantungku hampir copot rasanya. 

“Suit-Suiiiiit! Bening broo!”
“Wuih! Pemandangan apa ini?”
“Waduuh, gak dingin emangnya neng malam-malam pake beginian doang?”
“Gue kira cuman di lampu merah sono noh nemuin cewek-cewek begituan, ternyata di sini ada juga.. gileee..”

Mereka terus melempar godaan pada kakakku yang menurutku lebih cenderung melecehkan itu. Kak Alya sendiri berusaha tetap tersenyum untuk menyembunyikan kegugupannya. Sedangkan aku setengah mati cemas menghadapi situasi ini. Harus cepat-cepat minggat sebelum terjadi hal-hal yang tidak kami inginkan. Dan sepertinya kakakku juga sudah merasakan hal yang sama dengan langsung menggandeng tanganku dan mengajakku pergi dari tempat itu, “Misi yah bang.. mau pulang dulu..” ucap kakakku sambil tetap menggandengku mengambil minuman kaleng asal-asalan dan bergegas menuju kasir. Kakak mulai panik nih…

“Lho kok buru2 neng?” 
“Eh, susunya tadi mana neng?” seloroh mereka sambil masih mengikuti kami yang sedang menuju ke meja kasir. Apa mereka nggak ngerti kalo kami nggak mau diikuti? Kak Alya juga sih, dari kondisinya saja sudah jelas sangat mengundang orang-orang seperti mereka, mana tengah malam lagi. 

Mas mas kasir juga yang tadinya terkantuk-kantuk jadi terbelalak melek melihat penampilan kakakku. Masalah muncul ketika hendak membayar, minuman yang dibeli kak Alya harganya sih tidak lebih dari sepuluh ribu, tapi kaos basketnya yang sudah dikenakan itu harganya lebih dari lima puluh ribu, dan aku tidak membawa uang sebanyak itu. Keringat dinginku mulai bercucuran. Alamat gawat!

Tapi pada saat mas penjaga itu menghitung barang belanjaan kami, dia hanya menghitung kaleng minuman yang kak Alya ambil saja. Padahal barang yang kami ambil ada dua, yang satu lagi adalah kaos yang kuambil tadi. Sambil si mas penjaga menyiapkan kantong plastik untuk membungkus kaleng minuman, sesekali pandangannya mengintip kakakku. Kini aku berharap bahwa si mas mas penjaga itu memang sedang iseng melihat keseksian kakakku yang sedang mengenakan kaos seadanya itu, bukan karena curiga apakah kaos itu adalah item yang dijual di mini market ini.

Tanpa sadar aku menelan ludah berkali-kali berharap semua ini akan cepat selesai, apalagi di belakang kami dan di parkiran luar mini market ini masih ada beberapa pemuda geng bermotor yang kelihatannya belum tentu kami bisa lolos semudah itu, mengingat kini sudah malam dan kak Alya hanya mengenakan kaos yang hanya seadanya menutupi bagian vital dari tubuh kakakku.

“Udah minumnya aja? Pulsanya nggak mbak? Ini wafernya sedang promo, beli 2 gratis 1…” Tanya si mas kasir sesuai prosedur memang harus menawarkan barang lain pada tiap pembeli.

“Oh ngga usah mas, minumannya aja kok..” jawab kakakku sambil melempar senyum kepada mas itu, aku yakin kakakku juga sedang menutupi tindakan nyolong kaos ini, dan tiba-tiba kak Alya menoleh kearahku, “adeek, besok diganti yah... kakak ngga mau dikira klepto, hihi..”

“I-iya kak..” Duh kakakku ini, bisa-bisanya bicara bicara seperti itu di depan mas penjaga kasir, untung dia tidak memperhatikan kami. Padahal setengah mati aku ambilkan kaos untuk menutupi tubuhnya. Pulang nanti aku takkan memberi ampun pada kakakku ini. Kalau perlu akan aku ikat seharian supaya tidak keluar rumah.

“Enam ribu lima ratus mbak..”
“Oh, i-iya.. ini..” sambil menyerahkan lembaran lima puluh ribuan aku mulai berdiri tak nyaman ingin segera menggandeng kakakku keluar dari sini.

“Ini kembaliannya mas.. terimakasih, silakan berbelanja kembali mas..” ketika ingin menjawab ucapan dari mas itu tiba-tiba kak Alya sudah menggandengku pergi menuju pintu kaca keluar dari toko ini. Aku yang seharusnya panik mendadak malah terasa sangat nyaman sekali ketika digandeng olehnya. Entah kenapa aku malah menikmati kebersamaan ini bersama kakakku walau di tengah situasi yang pelik seperti ini. Aku mulai berpikir, apapun kulalui asalkan selalu bersama dengannya.

Sampai di parkiran depan toko itu kami berdua berpapasan dengan orang-orang yang tengah nongkrong sambil ngobrol-ngobrol dengan suara yang keras. Beberapa sambil merokok dan yang lainnya sambil minum. Melihat cara mereka memandang pada kakakku aku sungguh merasa tak nyaman dibuatnya.

“Wuih, malam-malam liat ginian?”
“Anjrit brooo.. apaan tuuh, bening poll.. hahaha!”
“Busyeeet, gak dingin tuh neng bawahannya? Sini deh abang pangku biar anget, hahaha!”

Cibiran-cibiran mereka mulai terdengar panas di tellingaku, apalagi ucapan-uacapan mereka mulai melecehkan kakakku. Aku tak boleh berbuat konyol karena aku mengkhawatirkan keselamatan kakakku juga. Apalagi kakakku juga terus menggandengku erat walau masih mencoba untuk tersenyum di hadapan mereka.

Siapa juga yang gak bakaln menggoda kakakku di malam seperti ini, kakinya yang putih terpampang bebas dari paha hingga ke ujung kakinya. Belum lagi pundak hingga keujung lengan, aku saja yang digandengnya dan langsung bergesekan kulit saja sudah cukup bikin otongku agak mulai tak menentu nasibnya.

“Misi yah abang-abang semua.. hihi..”
“Waaah.. manis nian senyumnya kakak ini.. hahaha.. kenalan dulu donk, buru-buru amat?” seloroh salah satu pemuda yang bicara sambil duduk di atas motornya dengan dandanan yang tak kalah kumalnya dari temannya yang masih di dalam toko itu.

Sambil tak mempedulikan mereka, aku dan kak Alya meninggalkan mereka walau mereka tetap memanggil-manggil tak jelas apa maunya itu. Semakin jauh kami meninggalkan mereka entah kenapa aku bukannya semakin aman tapi malah panik. Bagaimana kalau mereka menyusul kami? Apalagi potongan mereka adalah orang yang bakal nekat melakukan apa saja? Duh, benar-benar akan terjadi kriminalisasi nih, bukan seperti yang kak Alya perkirakan sebelumnya.

“Iih dek, serem-serem yah orangnya?”
“Iya nih kak, mana jantung mau copot lagi.. gara-gara kakak sih..”
“Hihihi, beneran jantungnya yang mau copot? Atau yang lainnya yang mau copot?” ujar kak Alya dengan nada manjanya sambil mengerling kearahku, aku dibuatnya gemas melihat tingkahnya itu. Tapi bukan kak Alya namanya kalau bukan terus langsung menggodaku dengan mengatakan..

“Tapi kalau mereka godain kakak terus ikut nyusul sampai kerumah gimana yah dek?”
“Iya, terus kakak diperkosa di dalam rumah sama mereka... kakak mau?”
“Kok adek bayanginnya kayak gitu sih? Jangan-jangan adek pengen lihat yah? Hihihi..” jawabnya balik tanya sambil menatap lekat wajahku, kak Alya tahu betul fantasiku tentang dirinya yang biasa kujadikan bahan colian setiap harinya.

“Ah kakak apaan sih?”
“Terus mereka pada nginep di rumah dek, bolak-balik gantian masuk ke kamar kakak, hihihi”

“Kak Alya!”
“Yeee, muka adek merah tuuh... adek ngebayangin kakak digituin sama preman-preman kayak mereka juga yah?”

“Udah donk kak, pulang yuk!” perasaanku seperti tidak enak sambil agak menarik kak Alya pulang sebelum hal yang kutakutkan nanti terjadi, yaitu para geng yang mungkin saja akan menyusul kami.

“Apa perlu kakak minta antar pulang mereka nih? Hihi..”
“Kak!”
“Apaan sih dek? Kakak becanda tau..”
“Bukan itu kak.. mereka pada mau nyusul kita tuh!” aku masih menoleh kebelakang yang akhirnya pandanganku diikuti oleh kak Alya, aku melihat mereka mulai menghidupkan motornya masing-masing sambil menunjuk-nunjuk kearah kami. Ternyata benar mereka hendak menyusul kami berdua. Aku rasa mereka masih penasaran dengan kakakku. Kulihat di depan sudah dekat dengan tikungan tempat kami berbelok tadi saat hendak menuju mini market.

Aku dan kak Alya mempercepat langkah kami untuk segera berbelok dan berharap bisa segera menghindar dari geng motor itu. Sesampainya di jalan belokan ini aku bingung lagi hendak kemana karena jalan yang akan kami susuri sampai ke belokan masuk ke gang perumahan kami nanti masih cukup panjang, tak mungkin kalau harus berlari apalagi mereka menyusul menggunakan motor. Bahkan di sepanjang jalan ini hanya satu orang saja yang kulihat sedang berdiri dekat gerobaknya dengan lampu petromak nya yang terang menyala dari tempat kami berdiri. Ya, dia adalah si tukang penjual nasi goreng yang tadi.

“Adek! Sini ikut kakak!” kata kak Alya sambil menarik lenganku. Aku tak tahu apa rencananya, tapi aku coba saja mengikuti karena aku sendiri sudah kehabisan ide.

Kak Alya setengah menyeretku menggandeng sepanjang jalan menuju abang nasi goreng itu. Sebenarnya aku masih agak sebal dengan si abang penjual nasgor itu, tapi dibandingkan dengan preman geng motor tadi, aku seperti tak punya pilihan. Sesampainya di dekat abang nasgor itu kak Alya memanggilnya.

“Eh abang ketemu lagi”
“Wah, si eneng yang putih bening, hehehe... kayaknya berjodoh kita yah? Mau kemana-kemana juga ketemu lagi..” sahutnya cengengesan sambil memandang kakakku dari ujung kepala sampai kaki berharap kakak memperlihatkan tubuh polosnya seperti tadi walau hanya bagian belakangnya saja.

“Bajunya kok ganti neng?” tanya abang tukang nasi goreng itu heran karena tadi kak Alya memakai mantel, bukan kaos basket ini. 
“Hihihi ceritanya panjang bang. Gini bang, sebenarnya Alya mau minta tolong sama abang, boleh yah?”

“Hah? ehm.. minta tolong apa yah neng?”
“Itu bang, tadi Alya diikutin sama preman-preman motor dari mini market...”
“Ooh, si neng takut yah diikutin sama mereka?”

“Ummm... engga juga sih... Cuma lagi males aja ngeladenin mereka semua, hihi.. tolong yah abang..” pinta kak Alya dengan nada centilnya yang membuat si abang mendadak seperti seorang pahlawan yang sedang dibutuhkan pertolongannya dari seorang gadis cantik.

“Kak..” bisikku pelan di telinga kakakku.

“Apa sih dek?”
“Yang bener nih kak minta bantuan nih orang?”
“Kita punya pilihan apa donk dek? Mau yah kakak disusul mereka?” ujar kak Alya. Aku yang tak punya pilihan seperti menaruh harapan pada penjual nasi goreng itu walau aku masih tak suka padanya. Jangan-jangan dia menolong kakakku karena ada maunya.

“Si eneng yang cantik tenang aja deh, abang bakal lindungin si neng sama adeknya yah.. gini deh, neng sama adek ngumpet aja di balik semak-semak tanaman itu yah.. tunggu aman baru keluar..” si penjual nasgor itu memberi instruksi agar kami mengikuti perintahnya dan segera bersembunyi di balik semak-semak yang dia maksud. Cukup lebar, tapi harus berjongkok dengan sangat rendah bila kepala kami tidak ingin terlihat oleh mereka.

Sambil bersembunyi bersama kakakku, aku mengintip dengan penuh ketegangan dari sela-sela tanaman yang tidak terlalu tinggi ini, apalagi mereka memang berhenti di dekat abang nasi goreng itu sambil celingukan. 

Aku dengar mereka mulai ngobrol-ngobrol.
“Yang bener nih bang gak ada cewek lewat sini?”
“Beneran mas, gak ada yang lewat sini... apalagi cewek, malam-malam, apa mas gak salah lihat?” jawab si abang dan bertanya balik berusaha meyakinkan mereka.

“Ah, salah lihat bagaimana... tadi baru keluar dari toko langsung belok kesini kok..”
“Wah, malam-malam ada cewek jalan-jalan, mas udah cek kakinya belum? Jangan-jangan gak napak deh..”

“Hei, bang! Jangan macam-macam ya! Tukang nasi goreng aja belagu amat.. jangan-jangan lo ngumpetin mereka yah?” hardik orang yang badannya kelihatan besar itu. Keadaan mulai memanas hanya demi memperebutkan kakakku.

“Waduh mas, sabar donk... lagian ngapain saya pake ngumpetin mereka, ada juga harusnya mas-mas ini yang pada ngumpet, hehe..” aku melihat si abang nasi goreng ini berani banget ngadepin mereka. Bahkan kak Alya pun sampai terpesona melihatnya, bukannya terpesona padaku saat aku mengambilkan kaos buat dia, huh!

“Hah?! Maksud lo apa? Lo mau gue beri nih?!””
“Ya ampun mas-mas ini, saya ngga takut sih.. lha wong tinggal teriak aja orang sekampung pada keluar semua.. apalagi mas mirip sekawanan pembegal motor, gak takut dibakar yah? Atau mau jadi nasi goreng? Hehe..” aku baru ingat belakangan marak kawanan pembegal motor, dan warga juga sudah mulai berani karena jengah dengan tindakan sadis mereka, hanya saja geng yang ini tidak seperti kawanan pembegal motor, tapi tetap saja membuat mereka panik karena kulihat mereka mulai saling berbisik-bisik tak jelas.

“Yuk cabut! Udah malem bro!” ajak yang paling besar pada teman yang lainnya sambil terus menatap kesal pada penjual itu.

“Ati-ati ya mas, jangan bergerombol pulangnya, hehe..” ledek si abang nasi goreng itu yang berhasil mengusirnya demi melindungi kakakku. Lega aku ketika melihat mereka sudah berlalu di tikungan, dan benar mereka ternyata berpencar, sepertinya takut apabila kena razia atau disangka kawanan pembegal motor.

“Udah kabur semua tuh kak?”
“Abang itu yang ngusir yah dek?”
“Kayaknya sih iya kak..”
“Keren yah dek, hihi..” Duh, kak Alya malah terpesona begitu, tapi apapun itu aku hanya ingin cepat pulang membawa kakakku yang setengah bugil ini sebelum keadaan berlanjut kearah yang tidak kami inginkan.

Begitu keadaan sudah aman, aku melongokkan kepalaku dan berdiri dari tempatku sembunyi yang diikuti kakakku. Hanya saja kak Alya malah langsung menghampiri abang penjual nasi goreng itu dengan gaya centil seperti anak kecil yang baru saja dilindungi orang dewasa yang lebih tua darinya. 

“Makasih yah bang, udah nolongin barusan..” kak Alya menyampaikan terimakasih dengan tersenyum manis sekali pada si penjual nasi goreng itu. Dengan mengenakan pakaian kaos seadanya seperti itu gak mungkin si abang gak bakal berpikir ngeres.

“Oh.. i-iya neng, gak masalah kalau itu sih.. masih kalah mereka semua sama abang mah, hehe..” si penjual mulai cari muka di depan kakakku yang cantik. 

“Kalah apa yah bang? Kalah kuat yah? Hihihi..”
“Eh, anu neng.. i-iya, kalah kuat sama abang, hehe..”
“Ooh, jadi abang kuat? Bagus deh... jadi tenang Alyanya, hihi..”
“Iya donk neng... tua-tua begini abang masih kuat lho neng, hehehe...” obrolan si abang penjual mulai melantur ke hal yang mesum, dikiranya aku anak kecil apa yang tidak tahu!

“Masa sih bang?” tanya balik kak Alya yang menurutku malah justru memperdalam suasana yang mulai tak nyaman di telingaku ini. Kurang kerjaan banget sih kakakku ini, bikin aku gemes pengen nyeret pulang aja, tapi seolah aku tak enak karena dia baru saja menyelamatkan kakakku, jadi aku coba untuk bersabar dulu sebentar. Lagi pula abang ini hanya ngobrol-ngobrol nakal saja dengan kakakku, asal tidak melecehkan saja.

“Oh iya dong neng, sampai malam aja abang masih kuat dorong-dorong gerobak, hehehe.. apalagi dorong-dorong yang lainnya neng..” dengan wajah cengengesan si abang mulai coba-coba ngomong gak jelas.

“Hihihi.. dorong-dorong apaan sih bang?”
“Yang bening-bening juga boleh dah didorong-dorong.. hehe..”
“Yeee si abang.. gerobak beningnya nyusruk loh kalo didorong terus, hihi..”
“Yaaah si neng... kan ada abang yang pegangin gerobaknya, biar nyusruk tapi kan gak kemana-mana gitu, hehehe...”

“Hihihi... udah ah, abang gangguin Alya terus, lihat deh adek Alya ampe cemberut gitu. Abang ini ngomong apaan yah dek? hihihi” sambil masih terus bercanda dengan penjual itu kak Alya cekikikan ngeledekin aku juga yang terlihat tak suka obrolan mereka. Aku sangsi kalau kak Alya benar-benar gak tahu apa yang dimaksud sama si abang penjual itu.

“Kak! Pulang yuk!”
“Oiya, udah malam nih.. Tapi gak enak sama si abang ini, masa udah nolongin kita tinggal gitu aja? Kita beli nasi goreng dua aja yah dek.. itung-itung bantuin si abang jualan”

“Ya udah deh, masaknya rada cepetan yah bang!” aku meminta dengan nada ketus karena sedari tadi hanya dijadikan seperti obat nyamuk saja.

“Sip deh neng, dua porsi yah.. makan di sini kan?” untuk kesekian kalinya aku jadi obat nyamuk dan hanya kakakku saja yang didengar.

“Ummm.. engga deh bang, dibungkus aja, Alya ngga mungkin habis kalau makan di sini..”
“Hehehe... neng Alya mah mana bisa habis walau seharian juga... hehehe..”

“Adeeek, si abang ngomongnya mulai deh tuh, emang kakak makanan kali yah bisa dihabisin.. Hihihi..”

Semakin kesini aku justru berpikir seperti lolos dari mulut harimau malah nyemplung ke mulut buaya. Yup, si abang ini bener-bener buaya. Dari tadi cari kesempatan terus untuk memuaskan hasratnya ngomong mesum ke kakakku, seolah masih belum puas melihat belakang tubuh kakakku yang bugil tadi sebelum masuk ke mini market barusan, entah apa niatan si abang menahan-nahan kakakku.

Sambil masih memasak pesanan kami, aku memotong obrolan mesum si abang, “Jadi dua bungkus berapa bang?” dengan ketus aku agak menghardik.

“Ooh, jadi dua puluh dua ribu mas..” kata si abang sambil masih memasak mencoba curi-curi pandang melihat tubuh kakakku yang dia tahu hanya dibalut kaos basket yang longgar itu saja. Karena ingin cepat pulang dan pergi dari sini, aku buru-buru ingin menyerahkan uang pada penjual itu dan merogoh saku celanaku. Tapi mana uang tadi!? Uang kembalian tadi tidak ada di kantong celanaku!

Aku baru tersadar saat tadi hendak menerima kembalian tadi kak Alya langsung menggandengku tanpa aku sempat mengambil dari tangan si mas penjaga kasir. Aduh! Untuk kedua kalinya kami kekurangan uang, hanya saja yang sebelumnya kami berhasil lolos, tapi sepertinya tidak untuk kali ini. Kakak juga sih pakai beli nasi goreng segala.

“Kak! Bentar deh..” bisikku pelan pada kakak supaya mendekatiku.
“Ada apa dek?”
“Uangnya gak ada nih kak..”
“Nah lho dek, kok bisa? Kan tadi ada kembaliannya dari mini market?” tanya kak Alya yang ikut bingung.

“Kakak sih tadi pake nyeret Aldi langsung pergi, jadi lupa ambil kembaliannya..”
“Masa sih dek? Hihihi... maaf yah, abis kakak udah tegang banget tadi..”
“Terus apa aku ambil lagi aja yah ke mini market tadi kak?” ujarku pada kakak sambil bersiap hendak kembali ke mini market tadi yang jaraknya lumayan agak dekat itu.

“Ummm.. apa ngga ambil di rumah aja dek?”
“Lho kok malah di rumah kak?” aku tambah bingung mendengar kak Alya dan penasaran dengan penjelasannya.

“Coba deh dek, kalo si mas penjaga kasir akhirnya sadar kaos ini barang yang dijual di sana, gimana hayo? Kalau uangnya kurang adek tetep harus ambil uang di rumah kan?” jelas kak Alya padaku. Tapi aku malah bingung lagi, apa aku ajak sekalian kakakku pulang untuk ambil uang di rumah?

“Kakak ikut aja deh!”
“Yeee adek, masa abangnya lagi masak ditinggal sih? Gak enak lho udah nolongin kita tadi..”

“Ah kakak, ditinggal bentar juga ga pa-pa kan?”
“Ya udah, kakak tanya yah dek..” kata kak Alya sambil menoleh ke abang meninggalkan acara bisik-berbisik kami barusan.

“Abaang... Alya uangnya kurang nih, ditinggal dulu yah mau ambil di rumah?”
“Ya udah gapapa, tapi anu neng, alamatnya si neng dimana yah? Maksudnya biar abang antar gitu nasi gorengnya, hehe..”

“Aduuh, pake pengen tahu rumah Alya segala, gak jadi deh, hihihi... biar adek aja yang ambil uangnya... yah dek..” tiba-tiba kak Alya merubah pikirannya yang awalnya hendak pulang bareng malah jadi pengen tinggal di sana nemenin si abang mesum itu.

“Kak Alya!” bisikku lagi sambil menatap heran kenapa malah merubah keputusan mendadak.

“Duh dek, dengerin deh, kebayang gak sih dek kalo si abang jadi tau rumah kita... adek pengen dia mampir terus nungguin kakak tiap malem? Iya?” jawab kak Alya balik bertanya menunggu keputusanku yang sepertinya jadi buah simalakama buatku. Tak ada jalan lain kecuali pergi secepat kilat agar dapat kembali menyusul kakakku.

“Tapi kakak jangan yang aneh-aneh lagi yah?”
“Duuh, kakak kapok deh tegang kayak tadi dek, kakak kira aman lho..”
“Uuugh, kakak sih nakal...”
“Tapi kalo adek yang kelamaan, jangan salahin kakak kalo kumat lagi yah? Hihihi..”

“Aaah kak Alyaa!”
“Makanya, gih cepetan ambil uangnya yah..”

Saat aku hendak mengambil langkah seribu, mungkin sepuluh ribu demi kakakku tidak macam-macam lagi, tiba-tiba kak Alya mendekatkan mulutnya ke telingaku sambil berbisik..

“Adeeek, gara-gara eksib semalaman, bawah kakak jadi banjir nih deek, cepet bawa kakak pulang yah.. hihihi...” kak Alya mengutarakan sambil menggigit bibir bawahnya dan mengatupkan kedua pahanya rapat-rapat hingga saling bergesek-gesek seolah ingin memperlihatkan betul bahwa kak Alya lagi horni banget. Mendadak otongku mencuat keras mempersempit celanaku.

“Aduh kakaaak... aku jadi pengen nih kaak..”
“Makanya cepetan... si adek gak mau keduluan kaaan?” dengan menatapku genit aku tak mengerti maksud kak Alya. Adek itu akukah atau adek kecilku yang meronta-ronta di balik celanaku? Aku memang harus cepat-cepat menuntaskan malam ini.

Sambil meninggalkan kak Alya dan si abang itu aku masih sempat melihat mereka mulai ngobrol-ngobrol lagi. Mudah-mudahan tidak terjadi hal yang tidak aku inginkan, seperti melihat kakakku kembali berbugil ria dan membuatku panik semalaman.

Sesampainya di rumah aku langsung mengambil uang dua puluh dua ribu dari dompetku sambil melempar minuman kaleng ke sembarang tempat yang kak Alya beli tadi di mini market. Sungguh kebetulan bahwa minuman itu adalah susu kedelai kalengan, mengingat guarauan mesum geng motor tadi tentang susu kakakku.

Dengan gerakan yang cepat aku langsung keluar kamar dan ingin segera keluar rumah menyusul kakakku, tapi belum sampai keluar pintu rumah hp ku berbunyi, kak Alya!

“Adeek, buruan doonk.
Si abang pengen liat punggung kakak lagi nih.
Gimana nih dek?”

Terperanjat aku melihat pesan dari kakakku. Aku pun membalasnya dengan hati panas karena tak rela kakakku dicabuli seorang tukang nasi goreng yang udah berumur itu. Tiba-tiba terbayang tangannya yang dekil dan berminyak karena menggoreng itu hendak menggerayangi tubuh kakakku yang putih bersih.

“Duh kakak pergi aja deh dari sana!”

Hal yang kutakutkan sepertinya bakal terjadi Setelah dengan tegang menunggu beberapa saat, pesan dari kakak masuk lagi.

“Dek, ayo buruan.
Si abang udah kelar bikin nasi gorengnya tuuh.
Dia ngeliatin kakak terus nih..”

Belum sempat aku membalas pesan brikutnya sudah masuk satu pesan lagi, seolah seperti tak mengijinkaku untuk berpikir logis lagi harus bagaimana akunya.

“Adeeek.
Abangnya item banget iih..”

Seperti orang bodoh yang tersadar dari hipnotis aku langsung beranjak pergi keluar dari rumah dan menutup gerbang. Kenapa aku malah terdiam membaca pesan dari kakakku? Tak bisa kupungkiri kalau aku malah membayangkan yang tidak-tidak lagi tentang kakakku yang mana seharusnya aku melindungi kakakku. Aku benar-benar tak tertolong menghadapi khayalan mesum tentang kakak kandungku sendiri. Bahkan di saat genting seperti ini. Tapi tetap saja aku panik karena tak ingin hal buruk menimpa kakakku.

Seperti orang kesetanan di tengah malam, aku berlari kembali menuju tempat kak Alya dan penjual nasi goreng tadi. Sambil sesekali aku mengintip hapeku kalau-kalau ada pesan masuk lagi dari kakakku. Entah perkembangan berita apa yang kunantikan, aku sendiri jadi rancu. Apalagi sepanjang perjalanan menuju kesana tidak ada pesan masuk lagi. Saat ini aku hanya berharap kak Alya masih ada di sana.

Sesampainya di sana aku melihat lampu petromak gerobak abang itu, tapi begitu mendekat aku tak melihat seorang pun di sana. Jantungku yang sudah berdegup kencang karena berlari tadi kini semakin kencang karena cemas tak mendapati kakakku di sini. Sambil melempar pandangan ke segala arah dengan panik aku bersiap berteriak memanggil kakakku, hingga aku mendengar suara air seperti seseorang sedang mencuci. Suara itu datangnya dari semak tempat ember dan piring-piring kotor milik abang penjual nasi goreng tadi. Kulihat si abang sedang berjongkok di balik semak itu sambil mencuci piring, kuketahui itu karena suara kecipak air saat membasuh piringnya.

“Bang! Kakak saya mana?!” hardikku yang sudah malas berbaik-baik dengan orang itu karena aku lebih mengkhawatirkan keadaan kakakku yang tak ada di tempat ini.

“Oh anu den.. tadi kakaknya langsung pergi tuh.. gak tau deh kemana.. pulang kali yah?”
“Hah? Pulang? Serius bang?!” tanyaku panik, dan berpikir jangan-jangan kak Alya niat mau eksib dan gangguin aku lagi.

“Iya den, tadi ada di sini.. itu nasi goreng juga belum dibawa den, karena kelamaan saya tinggal nyuci dulu... maaf yah den, lagi nanggung nih cuci-cucinya..”

Pikiranku berkecamuk tak karuan. Badan jadi terasa lemas. Pikiran buruk berkecamuk di kepalaku, bertubi-tubi mengantri untuk membuatku cemas. Pergi kemana kakakku ini?

Tanpa menunggu lagi karena percuma bila hanya berdiam di sini, aku menaruh uang di gerobak dan mengambil bungkusan nasi goreng tadi. Entah siapa yang mau makan aku tak tahu. Aku hanya ingin mengetahui kemana sekarang kakakku berada.

“Tadi lewat mana bang kakak pergi?”
“Lewat sana kayaknya deh..” tunjuk si abang sambil masih mencuci piringnya. Tanpa pikir panjang aku langsung menuju ke arah yang ditunjuk si abang.

Sambil terus menyusuri jalan dengan panik, akhirnya aku sampai di dekat rumahku lagi. Dan seperti tak ada tanda-tanda kalau kak Alya sudah pulang, aku membuka pagar rumah dan membiarkannya terbuka sambil masih terduduk lemas di kursi teras rumahku. Hari semakin larut tapi kak Alya belum kelihatan juga. Yang bisa kupikirkan hanyalah kakak saat ini sedang berada di luar rumah dengan hanya mengenakan kaos saja. Malam-malam berkeliaran perempuan cantik dan seksi, pasti akan mengundang kriminalitas. Aku membayangkan kakakku dipergoki orang-orang jalanan, lalu diculik, dan untuk menelusuri khayalan berikutnya malah antara membuatku tegang panik dan tegang tak jelas. Duh, kakak cepet pulang doonk... tega amat sih ngerjain adik sendiri sampai seperti ini..

Tak berapa lama ketika aku masih duduk di luar aku mendengar langkah seseorang mendekat kerumahku. Tiba-tiba muncul seseorang dari balik pagar yang masih terbuka seperti hendak mengagetkanku.

“Adeek! Nungguin kakak yah?”
“Kakak! Kakak jahat godain aku terus!”
“Hihihi.. adek khawatir yah? Maafin kakak deh..”
“Ngga ah.. aku gak mau maafin!” sambil merajuk aku pergi meninggalkan kakakku yang tertawa cekikikan menggodaku. Padahal melihat kakakku yang hanya berkaos longgar dan mempertontonkan auratnya dari lengan, atas dada, hingga paha dan kakinya yang putih itu saja sudah hampir melunakkan rasa kesalku padanya. Terutama ketika kak Alya tersenyum seperti anak manja yang takut dimarahi olehku.

Sambil terus menuju kedalam rumah aku duduk di ruang tengah sambil melipat kedua tanganku di depan dadaku. Seperti ingin menunjukkan padanya bahwa aku tak suka diperlakukan seperti ini. Walau sebenarnya aku setengah mati ingin memeluk kakakku. Apalagi kami sudah berada di rumah lagi, dan hanya berdua tanpa ada siapa-siapa. Otongku seperti berusaha menenangkan hatiku yang sedang panas dengan mengacung-acung membujukku untuk memeluk kak Alya.

“Adeeek... jangan marah lagi doonk..” ujar kak Alya duduk di sebelahku.
“...” aku hanya diam saja tak membalas kak Alya.

“Deek.. kakak sedih tau kalo adek marah.. hihi.. udahan donk deek..”
“Kakak tuh nyebelin...”
“Adek khawatir yah sama kakak?” ujarnya sambil melihatku dengan manja, aku benar-benar diuji untuk tetap merajuk atau menyerah di hadapannya.

“I-iya kak.. adek khawatir banget kalo terjadi apa-apa sama kakak...”
“Ya ampuun... adek baik banget deh sama kakak, maafin kakak yah...”
“Kakak nakal, sukanya godain aku terus... rasanya pengen iket kakak biar di rumah aja...”
“Iiih, kok kakak pake diiket segala sih dek?”

“Biar kakak gak godain aku lagi..”
“Ummm... bukannya adek suka yah kalo kakak godain kayak gitu? Hihihi...” sambil bicara agak mendesah kak Alya menatap genit padaku dengan masih mengenakan kaos itu, paha putihnya terpampang di depanku dengan indah, seolah aku dapat melihat bulu halus yang tumbuh dipermukaan kulit beningnya itu. Jebol sudah pertahananku..

“Aahhh, kakaaak..”
“Aaahh, adeek.. hihihi..” kak Alya menggodaku dengan mengikuti nada bicaraku. 

“Aku iket nih kalo kakak nakal terus ke aku ya..” ancamku pura-pura sambil mulai ubah posisi duduk sambil menghadap kakakku.
“Adeeek, kalo kakak diiket jadi gak bisa kemana-mana doonk.. adek mau yah kak Alya jadi penjaga rumah?”

“Iya kak, kayak anjing betina, hehehe..”
“Huuu... enak aja ngeledek kakak”

“Kak, kakak tadi pergi kemana sih?”
“Ummm... kemana yaaah..”
“Aaah, kakak mulai deeh, serius nih kak. Kakak tadi eksib lagi yah?”

“Engga.. kakak engga kemana-mana kok dek...” jawabnya enteng sambil pegang-pegang kaosnya sendiri. kulihat dengan seksama pada kaos itu seperti ada basah-basah pada bagian kerah dan potongan bagian bawahnya. Padahal di luar engga hujan, basah dari mana?

“Kak! Serius doonk..”
“Iiih, adek beneran pengen tau nih?”
“Iya!”
“Tapii.. adek gak boleh marah yaa..” katanya sambil bersiap menceritakan sesuatu. Ngga seperti biasanya dia akan bilang “jangan marah”, tapi kini malah aku yang “tidak boleh marah”, aku khawatir apa yang akan diceritakan akan membuat telingaku menjadi panas dan meradang. Tapi karena aku selalu penasaran dengan apa yang ia lalui, dan biasanya selalu membuatku panas dingin, aku seperti siap mendengarnya. Ia pun lanjut mulai bercerita.

“Ummm.. adek tadi datang sambil lari-larian yah?”
“Hah?!”
“Terus tanya-tanya kakak ada di mana, lalu si abang bilang kakak udah pulang kan?”
“K-kok.. kakak tau? Kakak memangnya di sana?” tanyaku mulai gelagapan, bagimana kak Alya bisa tahu semua detil ketika aku menyusulnya kesana?

“Sebenarnya kakak masih ada di situ kok dek..”
“Loh, tapi aku gak melihat kakak tadi?” aku mulai bingung, kalau kak Alya ada di sana, dimana dia berada? Apakah dia sengaja bersembunyi dan mengintipku? Tapi ngapain? Aku jadi teringat saat kak Alya mengirim pesan singkat tadi.

“Jadi waktu adek pergi tadi si abang mulai godain kakak..”
“Duh, orang gak tahu diri tuh, udah dibeli dagangannya, masih aja kurang ajar!”
“Iya tuh dek, masa pantat kakak dicolek-colek... mana adek tau sendiri, kakak kan gak pake daleman apa-apa.. geli tau dek, tangannya kasar banget..”

Seperti kaget dan terpaku dengan nafas tercekat aku terhipnotis mendengar cerita kak Alya, seolah aku seperti ingin tahu lanjutannya walau setengah tak rela kakak kandungku yang cantik ini diperlakukan tak senonoh oleh pedagang sialan itu. Tanpa menunggu reaksiku kak Alya terus melanjutkan ceritanya.

“Makanya kakak tadi sms adek...”
“Uugh kakak.. supaya adek cepat jemput kakak pulang tadi yah?”
“Ummm... iya juga sih...” sambil menjelaskan matanya agak beralih dariku sebentar, aku tak mengerti maksud kak Alya dengan jawaban yang seperti tak yakin itu. Aku malah makin penasaran dengan semua ini, misteri apa yang sedang kak Alya simpan dariku.

“Kurang ajar tuh abangnya grepe-grepe kakak!” sambil bersungut aku melirik kearah tubuh kakakku yang masih berkaos itu dengan paha terumbar. Kok malah aku jadi kepingin ikut grepe-grepe kakakku sendiri yah? Ugh, kacau sudah pikiranku.

“Tau ngga sih dek, si abang tadi minta tolong sama kakak untuk bantuin dia, karena kakak pikir udah bantuin kita, apa salahnya balas budi dikit..”

“Emang dia minta tolong apaan sih kak?” tanyaku seperti malas, tapi penasaran yang malah membuatku tersiksa.

“Minta tolong cuciin piring kotor dia..”
“Hah?”
“Makanya tadi kakak tau kalo adek datang nyariin kakak..”
“Jadi?! Waktu aku datang kakak ada di balik..”

“Iya dek.. mana kakak lagi nyuci kejorok badannya ampe nungging deh kakak..”
“Uuugh, kakaaak! Jadi tadi kak Alya... sama abang itu...”
“Abisnya si abang main dorong-dorong aja tuh dek... oiya dek, gak ngeluarin burungnya? Hihihi..” bisa-bisanya setelah diperlakukan tak senonoh oleh si abang itu malah menyuruhku untuk coli, walau aku cemburu dan sebal, tetap saja aku mengeluarkan penisku, aku tak tahan membayangkan kakakku tengah didorong-dorong oleh orang seperti itu.

“Uugh.. kakak nakal banget siih, mau-mauan sama dia..”
“Apaan sih adek, kakak dipaksa tau... lagian adek kelamaan datangnya..”
“Kalo aku tadi cepat datang, emang kakak mau langsung pulang?”

“Ummm.. ngga tau juga dek, hihi.. emang adek gak mau liat kakak didorong-dorong dari belakang sama abang itu yah?” aku kaget mendengar penuturannya. Benar-benar nakal kakakku ini. Aku malah jadi ikut membayangkan seperti apa adegan yang mereka lakukan yang gilanya lagi dilakukan saat aku masih ada di sana.

“Tuh kan! Kakak nakal, kakak perempuan binal!” ledekku habis-habisan ke kakakku yang nakal itu, aku lebih tak terima karena bukannya melakukan denganku tapi malah dengan orang-orang tak jelas seperti tukang nasi goreng itu. Aku benar-benar iri!

“Iiih adeek, kok kakak dibilang binal siih? Huu huu..” jawabnya seperti pura-pura menangis, tapi tubuhnya malah makin condong dan menempel pada tubuhku, bahkan aku mendengar nafas mulai berat. Masih melanjutkan godaannya kakak pun cerita lagi..

“Si abangnya tuh yang nakal, udah tau sempit, masih maksa masuk terus... kakak yang lagi nyuci piring ampe basah-basahan begini deh..”

Terjawab sudah kenapa pakaiannya basah, ternyata kak Alya disuruh cuci piring sambil didorong dari belakang. Mendengar kak Alya yang sempit dipaksa masuk oleh si abang mambuat kocokanku semakin kuat, aku hanya bisa membayangkan seperti apa ekspresi kakak saat si abang memaksa masuk di tengah kakak sedang mencuci piringnya. Kakakku benar-benar jadi mainan buat orang sialan itu malam ini.

“Uuughh.. kakaaak..”
“Mana gede banget lagi tuh ‘itemnya’ si abang, perut kakak kayak penuh dek, hihihi..”

“Kakak jahaat! Tadi aku panggil juga diem aja... kakak sengaja yah?” hardikku merana tak tahan melawan siksaan kakakku. Kakak yang sehari-hari berhijab dan dikenal sopan pada tetangga-tetangga benar-benar dientot dan digenjot tukang nasi goreng.

“Itu dia deek...”
“Kenapa kaak?”

“Sebelum adek dateng, waktu si abang ngentotin kakak dari belakang.. katanya kakak berisik banget dek, kakak jejeritan aja sekalian biar dia kelabakan, hihihi.. lucu tau dek liat dia panik..”

“Terus waktu aku datang kenapa kakak diem aja sih kak?”
“Ummm... mulut kakak disumpel pake celana dalam dia dek, kurang ajar gak sih tuh abang...”

Mendengar cerita kakakku aku semakin panas dan kocokanku makin kuat, antara rasa cemburu mendengar perlakuannya pada kakakku yang semena-mena, dan rasa ingin melihat kakakku yang cantik dan tak ternoda itu dikotori oleh orang-orang seperti mereka.

“Uugh kakaak.. aku gak tahan kaak, kakak perempuan nakal! Suka dientotin sama orang-orang jelek! Kakak binal!” hinaku pada kakakku yang justru membuatku semakin mempercepat kocokanku sambil melihat wajah kakakku yang cantik dan putih bersih tanpa noda itu.

“Uuugh.. adek nakal yaah, ngeledekin kakak teruss.. terus dek ngocoknya.. suka yah? Ayoh dek..” pancing kakakku sambil wajahnya mulai memerah dan nafasnya terdengar makin berat, bahkan suaranya mulai mendesah-desah membuatku membayangkan ekspresi inikah ketika kakak digagahi abang itu? Benar-benar membuat kepala atas dan bawahku mulai berkunang-kunang.

“Tau ngga sih dek waktu adek pergi ninggalin kakak sama si abang itu berduaan lagi?”
“Ughh.. kenapa kak?”

“Selesai kakak dientotin di balik semak-semak, waktu mau pulang kakak masih dientotin lagi di samping gerobak...dua kali loh kakak disemprot dalam rahim, mana ampe terpipis-pipis lagi nih kakak.. gila tuh abang... huh..”

“Aaaarrgghh! Kakaak nakaal!”
CROOOT! CRROOTT! CRROOTT!

Pejuku muncrat berhamburan dengan derasnya keatas dan mengenai dagu kak Alya yang terkaget-kaget melihat semprotan peju kentalku yang hangat menempel pada dagunya. Sebagian mengotori lenganku sendiri dan pahaku. Entah dari mana datangnya kekuatan semburan ini, tapi yang pasti aku tak tahan setiap mendengar cerita apa yang dialami kakakku. Bahkan lebih dahsyat ketimbang aku coli sendirian.

“Adeeek.. deres banget pejunyaa.. nakal nih adek. Suka yah kalo kakak beneran dientot orang asing? Hihihi..”

“Hah?! Maksud kakak?”
“Apaan sih dek.. Udah ah, kakak mandi dulu yah... kotor nih diajakin maenan sama si abang di atas rumput... abang gelo tuh..”

“Ah kakaaak! Tungguuu! Kakak beneran ngga sih tadi itu?”
“Apaan sih deek, hihi.. dag adeek..”
“Ah kakaak!”

*******

Entah itu disengaja atau tidak, Kak Alya jadi sering sekali berpakaian minim dan sembarangan kalau di rumah. Bahkan menerima tamu juga dengan pakaian yang sembarangan, hanya pada teman-temannya dan orang-orang komplek saja dia mau muncul dengan pakaian yang sopan dan berjilbab. Tapi kalau hanya ada aku, atau di depan teman-temanku, ataupun saat menerima tamu asing seperti peminta sumbangan atau pengantar makanan, kak Alya selalu berpakaian minim dan mengumbar auratnya yang indah itu. 

Setiap dia menerima tamu asing pasti aku selalu dibikin deg-degan dan panas dingin. Tidak hanya aku tentunya, tetapi juga tamu itu sendiri. Siapa sih yang tidak dibikin berdebar jantungnya dan mupeng berat saat melihat penampilan kakakku yang seksi itu? Dari peminta sumbangan, pengantar makanan, sampai tukang nasi goreng pernah melihat betapa seksinya kakakku ini. Bahkan menurut penuturan kakakku beberapa diantara mereka ada yang sempat mencicipi kenikmatan tubuh kakakku.

Walau tak terima, namun tak ku pungkiri kalau aku sendiri jadi ngaceng setiap mendengar ceritanya itu, karena aku memang sering dari dulu berfantasi membayangkan kak Alya yang cantik dan sopan di mata masyarakat itu mau dinodai oleh orang-orang seperti mereka. Belakangan ini aku sendiri jadi suka membayangkan kakakku ketika bersama tukang ayam bakar, bapak-bapak yang pernah disenggol mobilnya yang entah sopir atau bukan, lalu tukang nasi goreng. Dan bayangan-bayangan itu selalu membuatku terangsang dan selalu merasa tak puas apabila hanya membayangkannya saja. Apakah aku memang ingin kakakku mengalami hal itu kembali?

Saat ini aku sedang asik-asiknya nonton tv, dan kakakku sedang ada di kamarnya yang entah sedang apa.

“Deek... nanti kasih tau kakak yah kalau ada temen kakak yang datang, dia mau ambil kardus pakaian bekas layak pakai buat disumbangin ke panti asuhan” pinta kak Alya padaku dari kamarnya. Aku jadi ingat beberapa hari yang lalu kak Alya memintaku untuk mengumpulkan pakaian bekas layak pakai dariku. Kak Alya memang rajin mengikuti kegiatan bakti sosial bersama teman-teman kampusnya, seperti ke yayasan-yayasan panti asuhan untuk membantu memberi sumbangan kepada anak-anak yang terlantar dan butuh bantuan. Bahkan terlalu sering sampai aku sendiri kadang mendapati kakakku masih sibuk di luar saat aku pulang. 

Tidak lama kemudian terdengar suara motor yang dilanjutkan dengan ada orang yang mengetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam. Apa itu teman kak Alya? Tapi dari suaranya sepertinya bukan. Suara pria tua!

“Kak, kayak ada yang datang tuh...” ujarku memberi tahu kak Alya.
“Teman kakak yah dek?” kak Alya bertanya sambil melongokkan kepalanya keluar dari celah pintu kamarnya. Melihat rambut indahnya yang terjuntai indah itu sepertinya kak Alya baru akan memakai jilbabnya.

“Kayaknya bukan kak... dari suaranya seperti orang tua kak, mana langsung masuk pagar dan ketok pintu rumah lagi” 

“Orang tua? Apa mungkin dari dari yayasan yah?”
“Aku atau kakak nih yang bukain pintu? Kakak aja yah..” tanyaku saat kak Alya masuk lagi kedalam kamarnya. Sepertinya mau bersiap-siap menerima tamu.

“Iya deh… kakak aja yang buka” jawab kak Alya dari dalam kamarnya.

Aku memang selalu berfantasi nakal pada kakakku yang cantik ini, jadi aku selalu membiarkan kak Alya saja yang menerima tamu asing, namun diam-diam aku tetap selalu menjaga kakakku dari orang yang suka berbuat iseng pada kakakku. 

Ketika kak Alya keluar dari kamar aku setengah terperanjat melihat busana yang dikenakan oleh kakakku.

Kali ini kak Alya menerima tamu yang entah siapa hanya dengan memakai kemeja. Kemeja putih lengan panjang, yang memang cukup dalam sampai menutupi pantatnya, namun paha putih mulusnya tetap terpampang bebas untuk dipandangi dengan leluasa. Tapi sepertinya kak Alya tidak mengenakan apa-apa lagi di balik itu. Dan benar saja! Cuma kemeja putih itu saja yang ia kenakan! Kemeja yang bahkan hampir transparant! Aku yang gak tahan melihat pemandangan menggoda itu otongku langsung menegang keras, jadi pengen onani saat itu juga.

Aku akhirnya hanya mengintip dari kejauhan sambil membayangkan hal yang tidak-tidak pada kak Alya.

“Eehh… non Alya?” ujar bapak peminta sumbangan itu terlihat sumringah saat kak Alya membukakan pintu. Aku seperti ingat sebelumnya siapa peminta sumbangan itu..

“Eh, Pak Amin, apa kabar?” sambil menjabat tangannya kak Alya tersenyum sangat manis. Ternyata lelaki itu adalah Pak Amin! Orang yang dulu pernah minta sumbangan ke rumah. Mau apa lagi dia ke sini!? 

“Silahkan masuk dulu Pak… duduk dulu” ajak kak Alya ramah kemudian. Lagi-lagi dia mengajak orang yang tidak jelas masuk ke dalam rumah. Ampun deh kakakku ini. 

Aku lihat Pak Amin terus menatap tubuh kak Alya dengan leluasa, tidak seperti dulu yang hanya dibatasi pagar rumahku. Tentunya dengan pandangan mupeng penuh nafsu. Ku yakin Kak Alya sadar kalau dia sedang dipandangi cabul oleh pria tua lusuh itu, tapi dia malah berlagak cuek. Posisi duduk kak Alya agak miring sehingga paha mulusnyalah yang terpampang bebas di hadapan pak Amin.

“Makasih ya non sebelumnya untuk niat non mau bantuin pondok panti asuhan di tempat saya, hehe..” sambil cengengesan matanya kulihat tak berhenti jelalatan melihat kakakku.

“Sama-sama Pak, biasa aja kok”
Ternyata pak Amin ini adalah salah satu pengurus pondokan panti yang dikunjungi kak Alya beserta teman-temannya waktu itu dalam sebuah acara amal kampus!

“Tapiii.. kok non Alya gak pake jilbab? Terus pakaiannya ini…” kata Pak Amin sambil menelan ludah. Aku rasa pak Amin mulai sadar kalau kak Alya tidak memakai apapun lagi di balik kemeja itu. Aku yang melihat dari jauh saja bisa langsung tahu kalau kak Alya tidak memakai apapun lagi dibaliknya, apalagi oleh Pak Amin yang tepat duduk di depannya.

“Begini gimana sih Pak?” tanya kak Alya pura-pura tidak mengerti.

“Itu… bajunya… terbuka gitu… auratnya nampak lho…”

“Hmm… kan di rumah aja pak… lagian cuacanya panas banget” jawab kak Alya santai.

“Ohhh… gitu, iya juga yah non... gerah nih, hehe..” ujar pak Amin magut-magut namun matanya tetap terus memandangi tubuh kakakku ini, terutama pahanya. Aku yang melihat pemandangan ini jadi semakin panas dingin. Kakakku yang cantik bening putih mulus dengan pakaian minim sedang bersama pria tua lusuh. Sungguh kombinasi pemandangan yang bikin darah berdesir. Aku jadi berpikir jorok seandainya pria tua itu kini yang ngentotin kak Alya. Menggenjotnya dengan liar sampai menumpahkan pejunya di dalam memek kak Alya.

“Emang kenapa pak dengan pakaian saya?” tanya kak Alya menyadarkan lamunan mesum pak Amin juga lamunan mesumku.

“Eh, nggak… cuma kan waktu itu non ke tempat kami pake jilbab, baju non Alya waktu itu sopan banget” jawab pak Amin seperti sengaja mengarahkan kak Alya. Ya, waktu itu tentu saja kak Alya berpakaian sopan lengkap dengan jilbabnya, berbanding terbalik dengan saat ini yang hanya memakai kemeja putih tipis, setelan yang sangat memamerkan aurat.

Aku hanya bisa membayangkan apa isi kepala orang ini setiap kali bertemu dengan kakakku. Apakah acara yang bersifat amal untuk ibadah itu mampu membersihkan isi kepala yang sudah kotor semenjak bertemu kak Alya dari balik pagar itu? Rasanya tak mungkin, apalagi melihat posisi duduknya sekarang yang sudah seperti orang tak nyaman lagi, entah apa yang mengganjal di bawah sana.

“Hihihi… Tapi tetap cantik kan pak?” tanya kak Alya malah menggoda bapak itu.

“Cantik dong… malah lebih cantik begini, hehehe”
“Huuu… Pak Amin ini bisa aja”

“Emang di rumah gak ada orang ya non?” tanya pak Amin. 

“Ada kok, ada adeknya Alya di rumah”
“Terus emang adeknya non gak risih lihat kakaknya pakai baju seperti ini? Adeknya non cowok bukan?”

“Iya… adek saya cowok Pak… masak risih segala? Kan kakak sendiri, hihihi… kalau gak percaya tanya aja sendiri“ jawab kak Alya sambil tertawa renyah, kemudian tiba-tiba kak Alya memanggilku. “Deeeek, sini deeh..” teriak kak Alya. Duh, kak Alya ini ngapain sih manggil aku segala!? Aku yang bingung kenapa dipanggil akhirnya keluar juga menemui mereka. Aku lalu bersalaman dengan pak Amin dan duduk bersama mereka di sana.

“Itu… Emm… Kamu beneran gak masalah lihat kakakmu pake baju kayak gini?” tanya Pak Amin benar-benar menanyakan hal itu padaku.

“Ng…nggak sih Pak…”
“Emang kamu gak nafsu? Hayo, jawabnya yang jujur…” tanya Pak Amin lagi seperti mengintrogasiku. Dia sepertinya penasaran apakah aku punya nafsu atau tidak terhadap kakak kandungku sendiri.

“Nafsu sih… hehehe” jawabku apa adanya mengingat dia orang asing yang bukan dari daerah sini sehingga aku tidak peduli, karena aku memang benar-benar sedang bernafsu melihat kakakku sendiri. Mendengar jawabanku kak Alya langsung mencubit gemas perutku. 

“Dasar kamu ini… jangan bilang kalau burungmu ngaceng sekarang!?” ucap kak Alya dengan wajah pura-pura kesal.

“Emang ngaceng kok kak…” kataku makin berani yang dibalas lagi dengan cubitannya. Bahkan seperti tak bisa kutahan lagi, aku kembali nyerocos..

“Kakak sih pake baju begitu… mana tahan coba, aku kan cowok tulen juga. Kak Alya udah cantik kayak bidadari, imut, bening, terus pakai baju kayak gitu. Siapa yang gak nafsu coba? Iya kan pak?” kataku sengaja menanyakan pendapat pak Amin.

“Eh, I..iya… tuh kan Non Alya, adek non Alya ternyata nafsu lho sama non, hehe” ujar Pak Amin.

“Tau nih pak, saya juga baru tahu, hihihi… beneran dek? Berarti kamu sering dong ngayal yang jorok-jorok tentang kakak?” tanya kak Alya padaku.

“Se-sering kak…” jawabku agak malu. Aku tidak menyangka kak Alya akan bertanya seperti itu di depan orang lain, namun ku jawab saja.

“Kamu ini… emang ngayal apa aja?” tanya kak Alya lagi seolah mengarahkanku, tapi seperti kesempatan buatku inilah saatnya aku mengungkapkan lagi keinginan terdalamku, yang bedanya kali ini di depan orang asing.

“Ummm… ngayal bisa ngentot dengan kakak…”
“Hah? Adeeek.. kita itu saudara kandung tahu… masak kakak dientotin sama adek sendiri sih? Hihihi, mesum! Terus apa lagi dek? Itu aja?” tanya kak Alya yang sepertinya juga sangat tertarik dengan semua khayalan jorokku padanya. Dia sepertinya tidak malu lagi bertanya seperti itu padaku di depan tamu itu. Entah apa yang membuatnya begitu. 

“Masih ada lagi kak…”
“Apa tuh dek? Keluarin aja semua khayalanmu tentang kakak, kakak pengen dengar loh… Kamu pengen kakak dibobo’in sama siapa aja yah?” Duuuhh… mendengar perkataannya itu sungguh membuat aku jadi panas dingin.

Kenakalan dan kenekatan kakak sepertinya muncul lagi. Sungguh pertanyaan yang tidak pantas dari seorang kakak pada adeknya. Tapi dengan kondisi pikiranku yang sudah kotor dari kemarin-kemarin akhirnya ku utarakan juga semua fantasi liarku padanya.

“Aku juga sering ngebayangin kakak waktu sama tukang ayam bakar, bapak-bapak yang bawa kak Alya sampai malam, juga tukang nasi goreng waktu itu..” jawabku dengan suara pelan mengungkapkan semuanya.

“Ya ampun dek…. Masih penasaran yah adek? Hihihi... Berarti barusan ini kamu ngayalin kakak digituin Pak Amin juga dong?” tanya kak Alya menebak sambil melirik ke arah pak Amin. Terang saja pak Amin jadi salah tingkah dan menelan ludah.

“I-iya kak…” jawabku malu karena isi pikiranku ketahuan olehnya. 

“Emang kalau kejadian kamu mau ngelihatnya dek?” tanya kak Alya dengan lirikan nakal yang membuat aku berdebar mendengarnya.

“M..maksudnya kak?”

“Iya, kalau kakak akhirnya beneran di-en-tot-tin Pak Amin, kamu pengen lihat?” tanya kak Alya dengan nada suara lirih menggoda, bikin penisku makin ngaceng saja dibuatnya. Ku lihat Pak Amin juga terkejut dan terdiam saja mendengar ucapan kakakku barusan.

“Ga-gak tahu deh kak…” Aku memang tidak tahu apa yang akan ku lakukan jika hal itu akhirnya betul-betul terjadi. Di satu sisi tentunya aku tidak rela, dia kakak kandungku sendiri, masa dentotin orang lain seenaknya di hadapanku. Namun di sisi lain itu merupakan imajinasi liarku terhadap kak Alya dan aku sungguh penasaran ingin melihatnya.

“Ngomong-ngomong, Non Alya kapan main main ke panti lagi… anak-anak pada kangen lho… hehe” tanya Pak Amin mencoba mendinginkan suasana.

“Alya juga kangen Pak… Apalagi sama Romi, Dodi, Budi dan Gito, hihihi” ujar kak Alya. Kok nama-nama yang disebut kak Alya cowok semua sih? 

“Iya… Non Alya sih cantik banget, baik lagi. Terang saja mereka kangen…”
“Hmm… libur semester ini deh ya.. Kan kalau gak sibukan Alyanya bisa leluasa waktunya…” tawar kak Alya.

“Waaaah… silahkan banget non, anak-anak pasti senang banget non Alya datang lagi. Nginap aja sekalian non…”

“Nginap? Ngg…. Boleh deh…”
“Wah, gak sabar saya, eh… maksudnya anak-anak, hehe”

“Gak sabar kenapa Pak?”
“Eh, nggak non…hehe” Pak Amin hanya cengengesan mesum. 

“Oh iya Pak, bentar yah… Alya mau siapin uang dan pakaian yang buat disumbangin…”
“Ooh, silakan non… kirain yang di depan mata yang mau disumbangin, hehe..”

“Iiihh, adeeek... Pak Amin mulai deh... Hihihi... bentar yah...”kata kak Alya bangkit dengan sedikit hati-hai agar vaginanya tidak terbuka dan terlihat oleh kami berdua, gayanya itu bikin aku gemas. Tapi tunggu, dia sepertinya lebih berusaha menutupi vaginanya dari pandanganku daripada menutupi vaginanya dari pandangan Pak Amin. Ku lihat tadi pak Amin meneguk ludah saat melihat ke arah selangkangan kak Alya. Kakakku sendiri sepertinya tidak ambil pusing dengan pandangan pria tua itu. Seperti sudah niat banget bikin pria itu pusing atas bawah.

Kak alya lalu menuju ke dalam kamarnya untuk mengambil duit. Dia kembali tidak lama kemudian dengan membawa amplop yang sepertinya berisi uang. 

“Dek, kakak minta tolong donk beliin cemilan dan minuman, masa tamu gak dikasih apa-apa” suruh ak Alya sambil menyerahkan uang itu padaku.

“Lha, kok aku sih kak?” 
“Terus? Masak kakak sih yang pergi pake baju kayak gini? Buruan gih sana…” suruhnya lagi. Akupun terpaksa menuruti. Dengan buru-buru aku segera ke mini market. Aku tidak ingin membiakan kakakku yang cantik sendirian bersama pria itu di rumah. Tapi sial banget mini market ini sedang rame-ramenya. Mungkin ada sekitar 15 menit sejak aku pergi tadi sampai balik ke rumah lagi. Tapi untungnya aku tak bertemu dengan penjaga kasir malam itu, di mana untuk pertama kalinya aku dan kak Alya mengutil kaos demi menyelamatkannya dari kumpulan orang-orang bermotor. Tapi tetap saja akhirnya jatuh ke pelukan tukang nasi goreng, huh!

Aku terkejut saat aku pulang tidak menemukan kak Alya dan pak Amin di ruang tamu. Aku panik, dan dadaku berdebar kencang. Kemana mereka? Melihat kardus pakaian yang akan disumbangkan masih tergeletak di lantai berarti Pak Amin masih ada di dalam rumah ini. Nafasku semakin tercekat saat melihat kemeja putih yang dikenakan kak Alya tadi tergeletak sembarangan di lantai. Apa kak Alya tidak memakai apa-apa sekarang? Apa dia telanjang? Sejak kapan dia membuka kemejanya itu? Tapi masalahnya dia ada dimana sekarang? Akupun langsung mencari ke dalam rumah.

“Kaaaaak? Dimana sih?” teriakku memanggilnya.

“Di sini dek, di dalam kamar mandi..”
“Kak.. kardusnya masih di ruang tengah, Pak Aminnya dimana?”

“Ummm... ini kakak lagi sama Pak Amin di dalam, dek….” Sahut kak Alya yang bagai halilintar di kupingku. Badanku langsung lemas mendengarnya, tapi tak lama penisku malah langsung ngaceng maksimal. Benarkah Pak Amin bersama kak Alya di dalam sana?

“Kaak!”
“....” tak ada jawaban di dalam sana. Apa yang terjadi di dalam? Apakah akhirnya aku akan melihat semua ini? di depan mataku sendiri bahwa kakakku benar-benar dientotin orang-orang asing seperti yang aku bayangkan selama ini? 

“Ngapain sih kak di dalam kamar mandi berdua?” tanyaku dari balik pintu kamar mandi. Perasaanku sungguh campur aduk saat itu, antara bingung, cemas, sakit hati, dan horni. Kakak kandungku yang cantik bening sedang berduaan dengan pria tua lusuh di dalam kamar mandi!

“Gak tahu nih Pak Amin…. Waktu kamu pergi tadi, dia langsung nyerang kakak. Nakal banget ngga sih dek? Kamu marahin gih…” jawab kak Alya seakan tidak bersalah, padahal tingkah lakunya itu yang membuat pria manapun akan khilaf untuk menikmati tubuh binalnya. Ternyata walaupun kakakku ini selalu memakai jilbab kalau keluar rumah, tapi kelakukannya seperti lonte. Bahkan lonte saja dibayar. Ugh, aku sebagai adeknya sendiri dibikin mupeng berat karena ulahnya ini. Kak Alya binaaaaal!

“Dek Aldi…. Kakakmu yang nakal banget ini udah bikin bapak nafsu. Jadi boleh kan bapak hukum?” tanya Pak Amin padaku.

“Eh, I-itu…” aku tidak tahu menjawab apa. Sebagai seorang adek tentunya aku harus melindungi kakak perempuanku, tapi untuk kali ini nafsuku mengalahkan logika. Aku membiarkan kakakku diberi pelajaran karena perbuatan nakalnya itu.

“Terserah bapak” jawabku pasrah.

“Adeeeeeeekkk…. Kamu jahat…. Huuuu… huuu…” ucap kak Alya merengek, tapi selanjutnya malah terdengar suara kak Alya menjerit manja “Kyaaaaaaaaaa……. Paaaaaak, ampuuuun, hihihi...” diiringi suara benturan pintu pada kamar mandi. Seperti suara seseorang didorong sampai menubruk dan tetap bersandar pada pintu itu. Aku hanya bisa membayangkan Pak Amin yang mendorong kak Alya sampai menempel ke pintu kamar mandi, lalu dari suara pintu yang terdorong berkali-kali sepertinya bandot tua itu menggenjot kakakku dengan liar. Tepat di balik pintu itu ada aku, adeknya yang hanya bisa membayangkan persetubuhan mereka di dalam sana.

“Kak….” Panggilku sedikit cemas, karena tampaknya kakakku betul-betul digenjot dengan liarnya oleh Pak Amin. Hentakan pintu kamar mandi kami sampai berdebam kencang.

Terdengar suara kak Alya “Deeekkkk… kakakmu sedang dientotin dek…. Ssshhh…. Kakak kandungmu… dientotin sama peminta sumbangan… sssshhh….” Mendengar omongannya itu aku kini malah mengocok penisku, aku hanya bisa mengocok penisku sambil membayangkan apa yang sedang terjadi di balik pintu ini. Aku tidak menyangka kalau kak Alya memang nakal seperti ini. Berarti cerita-cerita kak Alya selama ini benar adanya. Hatiku semakin sakit, tapi kenapa aku juga semakin horni dibuatnya!? Sialan.

“Ughhh… Kak Alya nakal…” erangku. Namun akhirnya aku memilih untuk menikmatinya saja, toh ini memang fantasiku dari dulu, meskipun aku masih tidak menyangka kalau ini benar-benar terjadi.

“Iyaaahhh…. Kakakmu ini nakal dek… Aaaahhh…. Kamu suka dek? Kamu lagi onani ya sekarang?” tanya kak Alya menebak dengan suara manja terengah-engah.

“Iya kak, aku lagi onani… kak… aku pengen lihat boleh?”
“Ngghh… lihat apa dek?”
“Lihat kak Alya dientotin sama Pak Amin”

“Jangan dek… gak boleh… masak kamu lihat kakak sendiri ngentot sih? Kamu onani sambil bayangin kakak aja yah… nggghhhh… Pak… pelan-pelan… sshhh”

“Ughh…. Kak… aku pengen lihat nih…”
“Gak boleh… ngghh… Pak Amiiiinn…. genjot Alya yang kencang pak… biar adeknya Alya makin enak ngebayanginnya…” suruh kak Alya pada pak Amin.

“Eeegghh.. Iya non Alya…. Bapak hantam yang kuat yah, nih!” kata pak Amin. “Plak plak plak!” terdengar suara peraduan kulit yang semakin keras.

“Ahhh… kakak jahat! Dasar kakak perempuan nakal!” racauku sambil mempercepat kocokanku.

“Iya…. Kakakmu perempuan nakal dek…. Kamu bayangin yah dek… kakakmu yang keseharian berpakaian sopan... dan berjilbab... lagi dientotin sekarang... sama pria tua gak jelas… Deeeekkk… bayangin dek… bayangin… enggggghhh” erang kak Alya. 

Aku sungguh tidak kuat mendengar omongan kakakku. Persetubuhan mereka juga sungguh sangat heboh. Belum pernah aku merasakan seperti ini sebelumnya. Tanganku juga semakin cepat mengocok penisku. Sepertinya sebentar lagi aku akan muncrat.

“Kak Alya…. Aku pengen muncrat nih…” teriakku.

“Bapak juga dek Aldi…” malah pak Amin yang menyahut.

“Ya sudah berengan aja yah kalian muncratnya… Pak Amin keluarin di vagina Alya, tapi adek keluarin di pintu aja yah dek… gak apa kan dek?” ujar kak Alya yang tentu saja aku tidak terima.

“Yah… kak, aku juga pengen muncrat di dalam memek kakak…” rengekku.
“Hihihi… Jangan dong dek… ntar kakak bisa hamil anak kamu. Masa kakak dihamili adek sendiri? Gak boleh ya adekku sayang…” tolak kak Alya. Jadi dia lebih memilih sperma pak Amin untuk memasuki rahimnya? Pria tua yang tidak jelas itu? 

“Agghhh…. Kak Alya nakal… kak Alya lontee!” teriakku yang hanya disambut desahan kak Alya.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka sedikit, kak Alya mengeluarkan kepalanya. Tubuh telanjangnya masih tertutup pintu, begitu juga tubuh pak Amin yang sepertinya masih menggenjot tubuh kakakku dengan kasarnya, terlihat dari guncangan-guncangan tubuh kakak. 

“Gini aja yah dek? Cukup kan?” ujar kak Alya. Ahhhhh… Kak Alya rese, aku cuma kebagian ngelihat wajahnya saja sedangkan pria tua itu dapat dengan nikmatnya dapat melihat seluruh tubuh bugil kak Alya, bahkan menghujam vagina kakak kandungku yang cantik ini. 

Tubuh kak Alya terhentak-hentak dengan hebatnya, tapi dia masih saja berusaha tersenyum padaku, bikin aku tambah horni dan semakin tidak tahan saja. Tampak wajah kakakku memerah dan mandi keringat. Di mulut, pipi, bahkan mungkin seluruh wajah kak Alya juga ada banyak cairan bening yang sepertinya adalah liur pak Amin yang menambah kilapan cantik pada wajah kak Alya.

“Ngghhh… kak… Aku keluar!“
“Iya deeek… keluarin aja…”
“Bapak juga pengen muncrat non Alya… terima nih peju... bapak bikin hamil lo!” erang pak Amin, kak Alya juga mengerang manja. Dan…

“Croooooooootttttt” tumpahlah pejuku di hadapan kak Alya. 

Dibalik sana, pak Amin juga sepertinya sedang memindahkan benihnya ke rahim kakakku. Terlihat dari tubuh kakak yang sedikit terdorong kedepan seolah ingin menghujamkan sampai mentok ke mulut rahim kakakku. Aku tidak dapat membayangkan kalau akhirnya nanti kak Alya bakal hamil, hamil anaknya pria tua lusuh ini.

Aku yang terengah-engah kecapean akhirnya mundur dan duduk di kursi di belakangku.

“Udah kan dek…? Enak?” tanya kak Alya dengan senyum manis padaku.
“I-iya kak, enak…” Sial! Kenapa aku menikmati ini semua!?

Tiba-tiba pak Amin melongokkan kepalanya dan mencium bibir kak Alya, lalu berkata padaku, “Enak ya dek Aldi? Bapak juga enak… nih kontol bapak masih nancap di memeknya kakak kamu… kayaknya bakal bisa satu ronde lagi deh… boleh kan dek Aldi kalau bapak entotin kakakmu sekali lagi?”

“Boleh nggak dek? Kakakmu mau dientotin sekali lagi nih…. Tapi kamu udahan kan yah? Jadi pintunya kakak tutup lagi yah dek… hihihi” aku hanya diam tidak berkata. Tenagaku sudah habis. Sungguh kakakku ini nakal banget.

Pintupun tertutup rapat dan mereka melanjutkan ngentot-ngentotan lagi di dalam kamar mandi. Bahkan lebih heboh dari yang sebelumnya. Suara kak Alya yang mengerang-ngerang dan menjerit manja akan kenikmatan sungguh terdengar sangat erotis.

***

Setengah jam kemudian, akhirnya kak Alya dan Pak Amin keluar dari kamar mandi. Kak Alya terlihat sangat segar. Rambut basahnya tergerai dengan indahnya. Dia keluar dengan menutup tubuh basahnya dengan handuk, seakan masih saja menggodaku dengan sengaja membatasi pandanganku pada tubuhnya walau sehari-hari aku cukup sering melihatnya bertelanjang di rumah. Padahal di kamar mandi dengan pria tua yang entah siapa, dia mau saja bertelanjang bulat membuka semua auratnya, sampai entot-entotan pula. Bikin kesal aja nih kak Alya, tapi juga bikin aku horni berat.

“Kak, buka dong handuknya… masak sama adek sendiri tega…” kataku memelas ingin juga melihat kakakku ini polos di hadapanku.

“Hmm? Kamu pengen lihat kakak bugil dek?”
“Iya kak…. pengen banget” kataku lagi, dia hanya senyum-senyum manis padaku. 

“Ntar aja ya dek… Pak Amin, bantu Alya pilih baju dong ke kamar…” ajak kak Alya pada Pak Amin. Sialan banget, malah ngajak Pak Amin, enak bener tua bangka sialan itu. Aku ingin memprotes, tapi mereka sudah keburu masuk ke dalam kamar kak Alya, lalu menutup pintu. Hanya terdengar suara cekikikan kak Alya setelahnya. Sepertinya tubuh kakakku sedang digerepe-gerepe oleh Pak Amin dengan leluasa dan sebebas-bebasnya di dalam sana. Atau mereka sedang ngentot lagi? Ugh… Kak Alya…

Ternyata setelah beberapa menit akhirnya kak Alya keluar bersama pria tua itu. Kak Alya memakai setelan yang baru dibelinya 3 hari lalu dan baru pertama kali ini dipakai. Kemeja pink lengan panjang, rok panjang, lengkap dengan jilbab putihnya. Kak Alya terlihat begitu cantik dan seks meski pakaiannya terbilang sopan dan tertutup. Sungguh berbeda dengan penampilannya sebelum mandi yang sangat terbuka dan mengumbar aurat. Kak Alya sekarang juga memakai harum-haruman yang membuat pria-pria semakin klepek-klepek padanya. Tapi melihat penampilan seperti ini apakah kakak mau keluar?

“Mau keluar yah kak?” tanyaku agak lemas

“Ummm... menurut adek?” jawab kak Alya cuek sambil berkaca di depan cermin, memastikan kalau penampilannya sudah cantik. Kakak itu sudah cantik banget kok kak… gak perlu bercermin segala orang-orang udah tahu, ucap batinku agak sedih. Sudah ditinggal ngentot, kini akan ditinggal pergi.

“Ya udah ati-ati aja di jalan...” jawabku seakan juga tak peduli padanya walau aku ingin rasanya menemaninya terus setiap waktu.

“Hihihi... adek tuh yaaa, digodain aja udah menyun kayak gitu... emang gak boleh kakaknya tampil cantik buat adeknya di rumah?” jawab kak Alya sambil tersenyum imut mengerling padaku.

“Uuuhh, kakaak...” jawabku pura-pura merajuk, padahal mendengarnya saja membuat badan ini menjadi terasa hangat. Ternyata kakak tidak akan pergi kemana-mana. Kak Alya bagaimanapun juga tak pernah melupakanku sama sekali. Aku makin sayang padanya, walau aku masih sedikit kesal karena mau-mauan aja digagahi orang macam Pak Amin.

Selesai Pak Amin mengangkut kardus berisi pakaian bekas itu ia mohon pamit pada kami berdua.

“Yuk mari non, dek Aldi... bapak pamit dulu yak..”
“Iya Pak Amin, hati-hati di jalan yah...”

“Jangan lupa yah non janjinya, hehehe... ditungguin lho sama anak-anak di sana..”
“Iya, nanti Alya sempetin deh”

“Kasihan anak-anak di sana, katanya udah pada ngebet pengen ketemu non... pada udah gak tahan, hehehe...” sambil bawa kardus itu ia cengengesan, entah apa yang dia maksudkan, tapi pasti hal mesum.

“Denger gak tuh dek? Emang pada ngebet ngapain sih Pak Amin, hihihi...”
“Ngebet mau disumbangin lagi sama non Alya, hahaha!” tawanya yang lepas memperlihatkan gigi-giginya yang menguning dan penuh plak hitam. Tak terbayang seperti apa bau mulutnya. Entah bagaimana kak Alya bisa tahan dicium orang seperti itu.

“Ya udah bapak hati-hati di jalan ya, kakak saya mau istirahat dulu deh kayaknya..” potongku sambil menutup pagar dan meninggalkannya masuk kedalam rumah.

Sepeninggalnya orang bejat itu dari rumahku aku melihat kak Alya sedang duduk melihat tv di ruang tengah. Melihat kakakku mengenakan pakaian tertutup itu malah semakin menambah kecantikannya dan membangkitkan birahi dalam diriku. Apalagi kini hanya tinggal aku berdua dengan kakakku di rumah. Belum apa-apa penisku sudah memberontak hebat.

“Adeeek... ngapain sih liat-liat kakak kayak gitu?”
“Kakak cantik siih..”

“Hihihi, gombal iih adek nih... terus apalagi?”
“Kak Alya juga seksi...”

“Ooh, gituu? Kalo seksi memang kenapa dek?”
“Anu kak.. rasanya adek pengennn...” belum selesai aku mengucapkan lanjutannya tiba-tiba hape di kantongku berbunyi. Seperti mengganggu di waktu yang tepat aku buru-buru membuka supaya aku bisa kembali keurusan yang telah kunanti-nantikan ini, yaitu berduaan dengan kakakku. Berharap bisa mendapatkan perentotan yang kuinginkan sejak lama.

‘Bro... kapan nih kita bisa main PS lagi kerumah lo bro
Ajak kakak lo sekalian maen biar rame yak, hehe..’ bunyi pesan itu.

“Siapa dek?”
“Eehh.. bukan siapa-siapa kakakku yang cantik, heheh..” jawabku tak nyaman karena gangguan ini yang sekejap bisa membuat otongku lemas.

“Ooh.. ya udah deh, kakak tidur dulu yah..”
“Loh! Kok tidur kak? Aku kan masi kentang kaak?”

“Sini, biar kakak rebus kalo kamu kentang, hihihi...”
“Uuuhh, kakak.. aku beneran kentang juga, malah dibecandain..”

“Makanyaaa, sini adek kakak rebus biar kepanasan, gak mau kakak bikin panas? Hihihi..”
“Hah? Eh, mau deh kak, mau ampe adek kepanasan, mau kaak!” jeritku menyerbu kearah kakakku.

****

Hampir setiap hari kini aku suka mengawasi depan rumahku sendiri seperti orang yang paranoid. Kejadian terakhir di mana kak Alyaku digagahi sungguhan oleh Pak Amin benar-benar membuatku menjadi terbayang-bayang setiap saat. Bahkan yang tak bisa kulupakan benar adalah ketika kak Alya dipaksa oleh bandot tua itu untuk memuaskan nafsu bejatnya di dalam kamar mandi. Yang mana aku hanya kebagian melihat ekspresi wajah kak Alya yang sengaja melongok keluar dari celah pintu ketika mereka melakukan hubungan badan berdua denga heboh.

Seolah terjawab sudah semua rasa penasaranku selama ini, bahwa kakakku yang cantik, berjilbab, sopan dan terhormat memang benar-benar melakukan semua persetubuhan itu dengan orang-orang yang tak jelas asalnya itu secara diam-diam. Dari tukang antar makanan, sopir tak jelas, sampai tukang nasi goreng bahkan bandot tua peminta sumbangan juga ambil kesempatan menyerobot untuk menikmati tubuh indah dan bening kakak kandungku.

Yang tadinya kakakku hanya menjadi objek fantasiku saja kini benar-benar seperti ingin mewujudkan semua keinginanku. Hanya saja kini aku malah seperti tidak rela. Tapi entah tak rela karena tak ingin kakakku digagahi orang-orang asing seperti mereka-mereka, atau memang aku yang ingin juga ikut merasakan tubuh seksi kakakku juga..

Melihatnya berseliweran di rumah hanya mengenakan tanktop, celana pendek dan ketat, membuat pikiranku tak hanya terbang untuk membayangkan andaikan aku dapat menggagaghi kakakku sendiri, tapi laki-laki seperti apa lagi yang akan beruntung menindih paksa kakakku yang memang suka kecentilan sama orang-orang aneh itu. Tak heran mereka pasti terkonak-konak menghadapi gaya manjanya kak Alya.

Setelah pertemuan terakhir dengan Pak Amin aku belum melihat kak Alya didatangi orang tua itu ataupun pergi untuk urusan bakti sosial lagi. Walau jujur aku tak suka melihat Pak Amin memaksa untuk menuntaskan hasratnya pada kakakku, tapi tak bisa kupungkiri melihat kekontrasan dua tubuh berbeda strata itu saling bergerak terguncang ketika bersetubuh selalu membuatku jadi ingin melihat lagi. Dan apabila memang suatu saat nanti akan mengunjungi tempat yayasan yang Pak Amin kelola, aku jadi tak tahu harus mencegah kak Alya, atau malah aku ingin menonton kakak kandungku diperlakukan seperti itu lagi. Aku sangat kesal bila harus selalu berada di posisi tersiksa seperti ini. tapi aku tak bisa memungkiri aku juga menikmatinya.

Senakal-nakalnya kak Alya menyiksa birahiku, ia juga tetap kakakku. Apalagi sudah beberapa hari ini kak Alya sengaja tidak keluar rumah hanya untuk menemaniku di rumah saja. Habis sudah kakak aku crotin seperti aku tak ingin kehilangan kesempatan untuk bersama dengan kak Alya sampai-sampai kak Alya tidak ikut kuliah beberapa hari. Yang mana aku sengaja bolos sekolah juga demi tak mau melepas kesempatan untuk berduaan saja bersama kakakku. Kak Alya memang marah apabila aku tak sekolah, tapi aku berjanji untuk ikut les siang ini agar tak ketinggalan amat pelajaran sekolah.

“Diminum dulu deh, masa udah mau pulang aja, minumannya cuman diliatin aja”
“Iya, makasih yaa... nih pada kita minum”

“Tapi makasih banget loh ya, Fahri, Echi, Lala, sama Rudi... udah pada jauh-jauh kesini nengokin Alya...”

“Ah, biasa aja kali Alya, namanya juga temen sekampus... ya udah kita pada pamit dulu yah Alya.. yuk Aldi, kita pada pamit yah...” sapa teman kak Alya ketika mereka semua hendak pamit setelah datang menjenguk kakakku yang sudah beberapa hari ini tidak mengikuti jadwal kuliah di kampus.

Beberapa hari ini kak Alya sengaja hanya ingin berada di rumah saja dan tidak ingin keluar kemana-mana. Aku sendiri tidak tahu apa maksudnya, tapi kesempatan berduaan dengan kakakku tentunya tak akan kulewatkan. 

Penampilannya sekarang pastinya berbeda dengan bila hanya berdua denganku yang kadang nyaris tanpa pakaian. Saat ini dia menerima tamu teman-teman kampusnya dengan busana serba tertutup, berjilbab, kemeja lengan panjang, dan rok yang menutupi sampai ke bawah mata kaki. Kak Alya terlihat sangat cantik dan anggun.

Aku yang sedang asik bermain PS di ruang tengah hanya mendengar saja pembicaraan mereka di ruang tamu hingga akhirnya tamu-tamu kak Alya pamit dan memanggilku. Fiuh, akhirnya mereka pulang juga. Aku ingin segera berduaan dengan kak Alya lagi.

“Adeek, temen-temen kakak mau pamit niih.. sini dooonk...”
“Hehehe... iya kaak...” susulku keruang tamu sambil cengengesan berdiri di samping kak Alya.

“Balik dulu yah Aldi... kamu jagain tuh kakakmu, jangan ampe Alya kecapean ngurusin kamu doank, hihihi...” ujar salah satu teman kak Alya yang namanya Echi itu. Manis juga sih kalau dilihat, sama-sama berjilbab, dan imut juga, hanya saja kak Alya tetap yang tercantik dan terseksi buatku. Dan yang pasti kakak ternakal dalam hidupku.

“Tuuuh deeek... dengerin kata temen-temen kakak, ngurusin semua keinginan kamu udah kayak pengen ngelahirin ajah, hihihi...” jawab kak Alya bercanda sembarangan yang disambut tawa teman-temannya.

“I-iya deh kak..” aku menjawab malu, tapi segera merapatkan tubuhku tepat di sebelah kakakku.

“Iya iya doank kamunya tuh Aldi... makanya cari pacar donk biar nggak gangguin kakakmu terus, hihihi...” celetuk mereka yang makin lama makin menyudutkanku seolah aku seperti anak manja yang hanya bisa mengganggu saja. Tapi apa yang dilakukan oleh kakakku berikutnya benar-benar membuatku tak kusangka. Tiba-tiba kak Alya merangkulku sambil mengacak-acak rambutku dan tersenyum manis.

“Hihihihi... namanya juga Aldi, Chi... Apa jadinya dia kalau ngga ada kak Alya disampingnya, iya yah dek?”

“Hehehe... kakaak..” sambil tersenyum malu makin merapatkan tubuhku dalam rangkulan kak Alya yang mengakibatkan kepalaku semakin menekan ke payudaranya. Rasanya sungguh lembut serta empuk sekali. Hampir mimisan aku dibuatnya.

Sambil masih berangkulan di teras rumah mereka akhirnya pulang bersamaan dan meninggalkan kami berdua yang masih saja saling mendekap. Aku rasanya tak ingin lepas dari situasi yang hangat ini. 

“Adeeeek... mereka udah pulang tuh deek...”
“Hehehe.. iya tuh kak, tinggal kita berdua deh..” kataku sambil mulai melingkarkan tanganku pada pinggang kakakku yang ramping. Dan perlahan tapi pasti otongku yang mulai menegang keras kutempelkan pada pinggul kak Alya.

“Iiih... mulai deeeh... kayak ada yang nohok-nohok kakak nih di bawah, hihihi... apa tuh yaaa?”

“Kak Alyaaa... pengeeen... boleh yaaa..” ucapku memelas sambil cengengesan melihat kakakku yang tersenyum pura-pura risih kuperlakukan seperti ini.

“Adek tuh pengen apa siiih?”
“Pengen lagi kaaak...”

“Haduuuh.. kamu tuh yaaa...” dengan gemas kak Alya mencubit hidungku sambil melanjutkan, “abis deh pakaian-pakain kakak kalo kayak gini... kamu mau jadi kayak anjing yah nandain semua pakaian kakak pake peju kamu, hihihi... dasar mesum...”

“Hehehe.. kan mesumnya sama kak Alya doang... pliss donk kaak, lagiii...”
“Tapi beneran yah abis ini kamu les bimbel... pake bolos sekolah segala kamu tuh... mau jadi apa sih nanti gede?”

“Mau jadi suami kakak, hehehe... kak Alya jadi istriku deh...”
“Hihihi... gila kamu dek, lucu dong ada adek yang nikahin kakaknya sendiri. Kamu pengen yah nikahin kakak?”

“Mau banget kaaak! Mauuu!” jeritku sambil memeluk tubuh kak Alya makin kencang.

“Iya dek... boleh nikah... tapi gak boleh kawin, hahaha!” tawa kak Alya meledak menurunkan kesenangnaku dalam sekejap. Tapi justru membuatku makin gemas karena tingkahnya yang suka menggodaku itu.

“Aahh! Kak Alya nakaal!”
“Iiih adeeek! Lepasin doonk.. geli nih deek! Hihihi! Adeeek!” kami bercanda sambil aku masih memeluk kak Alya dari belakang yang akhirnya kami terduduk di kursi teras dengan kak Alya terpangku di atas dudukku hingga menjepit kontiku karena kedudukan pantat kakak dengan agak keras. Sambil masih memeluk kakak kami malah jadi terdiam berdua. Dengan suasana siang hari di mana di luar pagar rumah banyak orang lalu lalang. Ada yang berjualan, ada anak-anak pulang sekolah, juga ada rombongan ibu-ibu yang sedang ngerumpi sambil berjalan melewati depan rumah kami. Memikirkan semua aktifitas di luar dengan posisi seorang kakak yang sedang menduduki adik kandung dengan penisnya yang sedang menegang keras membuatku makin tak tahan untuk menggoyang-goyangkan pinggulku hingga menggesek-gesek belahan pantat kak Alya. Walau masih mengenakan rok, aku bisa merasakan belahan itu seolah aku langsung menyentuhnya.

“K-kaaak...”
“Adeeek... kamu ngapain kakak deek?”

“A-aku lagi... lagiii...” jawabku terputus-putus menikmati semua perbuatan cabulku pada kakak kandungku sendiri.

“Adek lagi mau menodai kakak kandungnya lagi yaah? Kayak tadi malam? Hihihi...” ucap kak Alya balik tanya dengan nada manja dan genit yang sengaja mengundang hasrat kelakianku untuk terus menggesek pantat kak Alya makin kuat.

“Uuugh... i-iya kaak.. abis kakak nakaal... kakak jahat sama aku..”
“Adeeek... kok kakak dibilang gitu siih?”

“Kak Alya mau-mauan aja dientot sama orang-orang gak jelas seperti mereka-mereka yang pernah gangguin kakak..”

“Lagian kamunya juga sih dek... pake punya fantasi yang aneh-aneh tentang kakak sendiri”
“Iya sih kak. Tapi kan... aku gak rela kaak.. Aku gak suka kakak digituin sama mereka..”

“Ya udah, kalo emang itu mau adek... kakak gak ngelakuin lagi deh..”
“Hah?! Beneran kak?” seruku girang mendengar ucapan kakak yang masih di atas pangkuanku itu.

“Ummm iya ngga yaah? Tapi kamu gak boleh mesumin kakak lagi yah, hihihi...”
“Yaaah, kak Alyaaa! Jahat aaah!”

“Hihihi... adeeek! Udah ahh... kamu kan janjinya mau les kaan?”
“Gak mau kak, mau di sini aja..”

“Adeeek...” kak Alya sambil melepaskan pelukanku lalu menghadapku dan mengecup keningku dengan cukup lama dan lembut sekali, “... kakak gak bakal kemana-mana kok... yah?”

Melihat senyum kakak yang hangat membuatku langsung padam rasa kesal dan sebalku padanya. Seperti terbawa suasana aku lalu memberanikan diri memajukan wajahku untuk mengecup bibirnya yang ternyata kak Alyapun menyambutku. Kamipun berciuman mesra di teras dengan suasana cukup ramai siang itu.

“Kak Alyaaa... hehe..”
“Cabul kamu... kakak sendiri dicium, hihihi... sana berangkat les...”

“Iya kak Alyaku yang baik dan cantik... pokoknya jemput aku yah, aku gak bawa motor loh kak... hehe”

“Iyaa.. nanti belajar yang rajin yah dek...”
“Iya deh kak..”

“Nah gitu donk, jangan bayangin kak Alya yang engga-engga sama penjual somay depan gedung bimbel kamu yah.. hhihi...”

“Aahh! Tuh kan kakaak!”
“Iya iya adeek... kakak becanda kok!”

***

Hari sudah sore banget. Setelah mengikuti les bimbel yang cukup membosankan itu aku membeli minuman soft drink di luar bangunan bimbel. Uang yang kulihat di dalam dompet benar-benar pas-pasan. Andai tidak dijemput kakakku sebentar lagi, pastinya aku akan pulang berjalan kaki karena merelakan uang naik ojek ini untuk melepaskan dahaga di sore hari. Tapi untungnya kak Alya akan menjemputku sore ini. Aku benar-benar tak sabar untuk bertemu dengan kak Alya lagi dan menghabiskan sisa waktu hari ini untuk memeluknya dan berguling-gulingan lagi. Apalagi siang ini aku masih merasa sangat kentang. Aku sangat merindukan masa-masa mesum ketika tengah berduaan dengan kakakku.

Setelah kutunggu cukup lama, entah kenapa kak Alya belum muncul-muncul juga. Apa kak Alya ada kenapa-kenapa di perjalanan menuju kemari? Aku sampai membayangkan peristiwa yang membuat kak Alya harus berurusan dengan orang asing lagi yang berujung… Ah, segera ku tepis dan membuang jauh-jauh pikiran itu. Kak Alya pasti datang kemari. Kecuali bila kak Alya ada urusan mendesak yang akhirnya membuat kakakku tertahan hingga belum bisa berangkat menjemputku. 

Untuk membuang pikiran itu aku segera menghubungi kak Alya, dan langsung tersambung.

"Kak, kok belum jemput aku sih?" tanyaku di telpon yg belum juga di jemput kak Alya dari tempat bimbel, karena motorku sedang rusak jadi aku minta tolong sama kak Alya.

"Iya dek, ini juga rencananya pengen jemput..”
“Aku udah nunggu dari tadi nih kaak..”

“Hihihi... adek kangen yah sama kak Alya?”
“Iya nih kak, buruan doonk..”

“Ummm... tapi teman-teman adek tiba-tiba pada datang ke rumah nih..." jawab kak Alya dengan agak gelisah di sana..

"Hah?! Siapa sih?”
“Siapa lagi kalo bukan teman-teman mesum kamu itu tuh...”

“Aduh! Suruh mereka tunggu aja deh kak, kakak ke sini dong cepetan jemput aku.."
"Iya.. tapi.... uuugghhhh...." mendadak suara kak Alya melenguh manja dengan tiba-tiba.

"Kak? kak Alya?"
".... teman-temannya nakal tuh dek... sshhhh... adeeeek... eegghhhh, baju kak Alya jadi robek tuh kan! Jangan donk Do... geli... kamu juga Bono. Feri, Yanto, tangannya pada nakal banget sih?" ujar kak Alya tak sadar bicara sendiri menghadapi mereka semua ketika berbicara denganku.

"Kak? Kak Alya ? Kakak!?" 
"Aduh dek, gimana nih? Kayaknya kakak gak bisa jemput kamu deh... teman-temenmu nakal banget sih... kamu bisa pulang sendiri kan?”

“Loh?! K-kok?”

“Tapi buruan yah dek, liatin deh mereka ngapain aja ke kakak nih, bandel banget loh, hihihi..." tiba-tiba panggilan terputus. Aku kini semakin panik. Kakakku kembali dicabuli oleh teman-temanku!

Segera aku cari pangkalan ojek terdekat. Aku ingin segera menyelamatkan kakakku dari teman-temanku, tapi uangku habis. Terpaksa aku jalan kaki ke rumah. Cukup jauh tentunya bila berjalan. Kak Alya... tunggu aku, aku tak rela kalau kakak diapa-apain oleh mereka! 

Aku berlari pulang. Di tengah jalan aku coba hubungi kak Alya lagi, tapi tetap tak diangkat.
Aku sungguh geram memikirkan kejadian ini, tapi entah kenapa aku malah penasaran seperti apa dan sejauh mana mereka memperlakukan kak Alya. Padahal baru saja aku tak ingin kalau kakakku diapa-apakan lagi oleh orang-orang yang tak jelas. Kini celanaku mendadak semakin sesak. Kak Alya…

Tak lama tiba-tiba kak Alya menghubungiku.

“Kak??” sahutku cepat.
"Sorry ni ya bro, kita sampe dirumah duluan, hehe.. abis lo rajin banget sih pake bimbel segala.." suara Dado? kenapa dia yang pakai HP kakakku? Kelewatan lama-lama ni orang.

"Heh! Lo ngapain di rumah?" aku membentak Dado karena khawatir apa yang dia lakukan pada kak Alya.

"Ya maen lah bro, sekali-sekali namu kak Alya bro kasian sendirian di rumah, masa namuin lo melulu, hehe.." tawanya cengengesan

"Do, lo kurang ajar ya pake HP kakak gw sembarangan.. mana kak Alya?" tanyaku tak sabar menghadapi tingkah menyebalkan Dado. 

"Hehe, kakak lo lagii.. lagi makan bro.. hehe, makan siapa ya?” Dado sengaja menggodaku dengan ucapan-ucapan tak jelas sengaja membuatku penasaran.

"Do, awas lo ya macem-macem ma kakak gue!"
"Heheh, kaga bro, bukan gua. Si Bono tuh, lagi ngasi bon bon ke kakak lo, hahaha!" terdengar suara tawa Dado dan temanku yang lain, sepertinya panggilanku diloudspeaker.

"Iye bro, kakak lo lagi sibuk nih ama Bono.. Bon, ngomong donk! Diem aja lo dari tadi" terdengar suara yanto ikut nimbrung disana.

".. egh.. bro.. sshh.. sumpah enak bener.." Bon bon bersuara terputus-putus seperti sedang merasakan sesuatu.

"Bon! Lo apain kakak gua?"
"Uhuk.. uhuk.. sakit Bono.. pelan-pelan donk.." akhirnya terdengar suara kak Alya yang sedang terbatuk-batuk. Kenapa kak Alya sampai batuk-batuk gitu?

"Deek... si Bon bon jelek ni, jahat ma kakak…" di tengah batuknya kak Alya masih berusaha untuk bicara.

"Kak alya! Duuh... kak Alya lagi diapain sih kak?" teriakku tidak rela dan kesal atas perlakuan teman-temankuku yg kedengarannya sedang melecehkan kakakku, tapi aku hanya bisa menduga-duga sedang diapakan kakakku karena aku memang tidak ada di sana.

"Bro.." potong Bono, "mending.. eghh.. lo kesini dah.. liat sendiri.. rasain sendiri.. hehe.. ugghh, kak Alya" Bono seperti terengah-engah menahan sesuatu sambil berusaha bicara denganku.

"Bon! kampret lo ya.. lo apain kakak gue?" tanyaku tak sabaran.

"Bukan gua bro yang ngapa-ngapainin.. hehe.. kakak lo yang ngapa-ngapain gue, hehe.." terdengar suara ramai disana, sepertinya mereka meledekku dan kak Alya.

".. Aduuh.. adeek, rambut kakak dijambak niih.." kak Alya yang sepertinya sedang diperlakukan tak senonoh malah merespon dengan manja seperti tidak merasa dilecehkan oleh teman-temanku.

"Jadi lonte gak boleh berisik, hehe.." terdengar suara Feri dan disertai tawa temanku yang lainnya, sangat merendahkan derajat kakakku dan membuat telingaku panas, tapi membayangkan situasi kakakku yang sedang dikelilingi teman-teman jelekku di sana kenapa malah membuat otongku perlahan semakin keras.

"Eh! Enak aja.. Siapa yah yang panggil kakak lonte tadi?" terdengar kak Alya menghardik.

"Feri kak.. Feri tuh!" seru temanku lainnya serempak, sepertinya heboh sekali disana.

"Eh! Bangke lu ya Fer, lo panggil apa kakak gua?" seperti tidak terima aku juga ikutan menghardik Feri. Memanggil kak Alya dengan sebutan "lonte"? Tiba-tiba terbayang kak Alya sebagai seorang lonte. Lebih rendah lagi, lonte yang dikerjai, tidak dibayar, hanya dijadikan mainan untuk teman-temanku yang bermuka mesum. Budak pelampiasan. Aduuh, celanaku semakin sempit, aku tak bisa berdiri tegak lagi.

".. Adeek.. cepet pulang ya dek.. masa kakak diperkosa sama temen-temen adek sendiri sih? Nakal bener nih, dapet temen dimana sih dek? Hihi.. aduh! jangan tarik-tarik kepala kakak dong Bon.." kak Alya yang tengah bicara denganku seperti dipaksa untuk melakukan sesuatu.

"Nganggur nih kak.. buruan donk.." Bono seperti memaksa kak Alya untuk melakukan sesuatu.

".. Adeek.. cepet pulang yah.. kakak lagi disuapin bonbon item dekil nih, bau lagi, uughh.. mau liat ga dek? Hihihi.." terdengar suara manjanya dibuat-buat semanis mungkin.

"Kak Alya! Bon bon item apaan sih?" aku tak mengerti, maksud bon bon itu permenkah? Tapi bon bon hitam, dekil, dan bau?

"..." sunyi tak ada jawaban.

"Kak!" panggilku dengan keras.

"..." tetap sunyi tak terdengar apa-apa.

"Bro, jalan pulangnya lama-lama aja yak, kapan lagi bikin senang temen sendiri, hehehe.. Lagian keliatannya kakak lo suka banget tuh bro.. keliatan gak? Hehe, kakak lo mangapnya gede bener ampe ga muat, hahaha.." tawanya agak merendahkan kak Alya.

"Do!" teriakku tak tahan lagi.

".. kak Alya.. nganggur nih.. jejalin dua bonbon yak?" tiba-tiba telpon ditutup dari sana.

Kucoba hubungi semuanya langsung pada tidak aktif. Aku tak dapat berpikir apa-apa kecuali membayangkan kak Alya yg sedang dikerjai dan dlecehkan oleh teman-temanku di rumahku sendiri. Untuk kedua kalinya! Bahkan aku saja belum memperlakukan kak Alya lebih jauh dari sebelum-sebelumnya seperti yang sedang dilakukan teman-temanku yang jelek dan tak layak buat kak Alya ini.

Ugh, kak Alya, aku gak terima! Tapi kok aku penasaran bagaimana seperti apa pemandangan kak Alya dikerjai oleh teman-temanku yg jelek dan dekil itu. Bahkan untuk kejadian terakhir ketika kak Alya bersama mereka saja tidak sejauh ini. Secepat kilat aku ambil langkah seribu untuk pulang kerumah.

Dengan jantung berdebar-debar kepalaku terus terbayang akan kak Alya ku yg cantik, putih, bersih, dicabuli oleh teman-temanku sendiri.. bahkan mengingat kejadian terakhir seperti dengan suka rela.. Tunggu aku kak Alya!

-------------------------------

Sambil pegang BB sedari tadi aku mondar-mandir di ruang tamu. Sampai jam segini kak Alya belum pulang-pulang juga. Mana kak Alya belum masak apa-apa lagi. Untung masih ada sisa beberapa mie instant di lemari dapur. Kalau tidak aku sudah pingsan kelaparan.

Sesekali aku intip lewat jendela kalau-kalau kak Alya sudah pulang. Padahal sudah jam 9 malam, tapi sama sekali tidak ada kabar. Kemana aja sih kak Alya?

Aku mengingat kembali kejadian tadi sore. Kak Alya seperti sedang digodain teman-temanku. Dado, Feri, Yanto, dan Bono. Dan ngga ada satupun yang keliatan enak dipandang kalo berdiri berjajar dengan kak Alya. Terlalu jauh kelasnya. Tapi kak Alya seperti terima-terima aja digangguin seperti itu. Bahkan aku ingat ketika kak Alya menanyakan padaku, “apakah aku mau melihat apa yang dia lakukan atau tidak?”

Sepenggalan kata-kata yang kuingat adalah “pakaian kak Alya robek”, “rambut kak Alya dijambak”, “kak Alya makan bonbon item dekil”, dan yang terakhir Dado bilang “jejalin dua bonbon”

Baru saja siang ini kami bicara dan kakak janji tak akan melakukan kenakalan-kenakalan ini lagi. Tapi membayangkan kak Alyaku yang sedang dikuasai oleh mereka-mereka ini, kenapa justru aku yang galau dan seperti kembali ke fantasi-fantasi yang pernah aku inginkan dulu. Padahal seharusnya aku tak rela.

BBku mendadak bergetar, muncul nama panggilan masuk dari kak Alya.

“Kak Alya!” aku langsung mengintip lewat jendela.

“Adeek.. kakak udah pulang niih, tolong bukain gerbangnya donk?” agak lega akhirnya mendengar kembali suara kak Alya, tapi agak sebal juga karena membiarkanku khawatir tanpa kabar. Terutama kejadian tadi sore.

“Kak Alya buka aja sendiri, masa bisa keluar ga bisa masuk sendiri? Lagian adek males keluar” ucapku dengan sebal.

“Iih.. adek kok gitu siih? Sini doonk keluar.. bukain, kakak capek niih.. pliiss, hihi..” kak Alya masih sempat-sempatnya bernada manja, memang kak Alya capek habis ngapain?

“Hihi, adek marah ya kakak ga jemput tadi.. maaf ya deek.. Sebagai gantinya, kakak buka sendiri deh gerbangnya.. tapi bener niih, adek ga mau liat kakak buka gerbang diluar?”

“Hah? Maksud kak Alya?” tiba-tiba aku menjadi penasaran dari kata-kata kak Alya. Apa yang mau kak Alya tunjukkan padaku?

“Eh Adek.. tau kan kalo sehari-hari tuh kak Alya selalu pake jilbab?” tanyanya membuatku bingung
“Iya, semua orang juga tau” jawabku masih sok ketus.

“Dan Adek tau donk kalo diluar kakak biasanya dikenal rapi dan sopan?” lanjut kak Alya seolah mengarahkanku ke sesuatu yang aku masih belum tau.

“Iya.. Aldi tau kok kak..” jawabku semakin penasaran.

“Hmm.. Adek mau tau ga rasanya kalo liat kakak keluar dari mobil cuma pakai kemeja seragam SMU dan celana dalam putih saja.. hihi” jawab kak Alya membuatku panas dingin.

“Rambutnya nanti kakak gerai deh.. pasti adek suka liatnya, hihihi.. ayo adeek, sinii..” undang kakakku dengan centil. Tanpa menunggu-nunggu aku langsung keluar menuju teras dan merapat ke pagar sambil melongokkan kepala keluar agar dapat melihat aksi nakal kak Alya.

Dengan jantung berdebar aku menunggu kak Alya keluar dari mobil. Kulihat pintu mobil terbuka dan sosok kak Alya yang ternyata hanya menggunakan kemeja dan celdam putih dengan santai berjalan menuju ke pintu gerbang dan menggesernya sendiri. sudah sejak lama terakhir aku meminta kak Alya mengenakan seragam SMU sambil aku crot di hadapannya.

Gila! Kak Alya bahkan tidak melihat kanan kiri dulu, bagaimana bila ada orang sekitar yang melihat tingkah kak Alya. Kak Alya benar-benar makin nakal.

Bahkan sebelum akhirnya kak Alya masuk ke mobil lagi, ia sempat bergaya imut kearahku dengan memiringkan kepala dan menempelkan telunjuknya ke pipi yang ia gembungkan.
“Uugh.. kak Alya.. kakak kok binal banget siih..” aku tak kuat melihat gaya imutnya.

Sampai mobil masuk kedalam rumah, baru aku menghampiri kak Alya.

“Hihi.. adeek, sorry yaa..kakak tinggal tadii..” gaya imut kak Alya keluar saat sedang meminta maaf.

“Kak Alya tu kemana aja sih?” aku mulai membuka serangan pertanyaan.

“Iya deek, kak Alya tu tadinya mau jemput adeek.. tapi tadi tau-tau temen adek pada dateng, berempat lagi..” jawab kak Alya memasang tampang pura-pura sebal.

“Ngapain sih pada dateng? Ga bilang-bilang lagi. Sialan tu anak-anak” gerutuku.

“Tadinya mereka tuh nungguin adek, tapi karena kasian nunggu kelamaan, jadi kakak deh yang ngeladenin mereka.. ”

“Trus tadi mereka ngapain sih kak? Kakak digangguin lagi ya sama mereka?” tanyaku penasaran.

“Hmm.. iya sih, mereka gangguin kakak terus, dek. Mau mandi.. ga boleh, mau angkat BB ada telpon masuk.. ga boleh, mau ganti baju juga ga boleh. Mana kakak tadi cuma pake kimono sutra waktu mau mandi.. robek lagi” katanya pelan dengan gaya manja.

“Hah?? Pada kurang ajar tuh! Kuhajar nanti kalau ketemu. Makin ngelunjak semuanya” padahal jantungku sudah berdebar tak karuan untuk mendengarkan cerita lanjutan kak Alya.

“Iya tuh dek.. hajar aja nanti kalo ketemu, hihi.. ya udah dek yaa, kakak mau mandi dulu.. lengket ni badan.. mana bau lg kak Alyanya..” kak Alya berjalan gontai kedalam rumah menuju kamar mandi.

“Kak Alya, tunggu dulu.. kak Alya darimana aja ampe jam segini baru pulang?” aku masih penasaran kemana saja kak Alya pergi.

“Hehe.. kakak tadi jalan-jalan.. dek”
“Jalan-jalan? Sama siapa kak? Jangan-jangan sama mereka berempat ya?”
“Iyaah.. tapi nanti aja ya ceritanya, kakak capek ni dek dari tadii.. kakak mandi dulu ya..” kak Alya memohon dengan memelas.

“Nanti dulu kek kak, udah dianggurin ampe cuman makan mie doank, udah mau ditinggal mandi aja..” aku mulai merajuk.

“Ihh adek nii.. iya deh, adek mau tau tadi kak Alya ngapain aja? Eh! Lebih tepatnya siih.. diapain aja kak Alyanya, hihi..” kak Alya megerling padaku.

“Hah?” aku pasang tampang melongo.
“Hayoo! Mupeng deh adeekk.. jelek tau..” pinggangku dicubitnya dengan keras.

“Aduh! Kakak diapain sih sama mereka tadi siang?” sambil mengusap-usap pinggangku yang sakit karena cubitan gemas kak Alya.

“Kakak juga bingung sebenarnya mau cerita dari mana, dek.. Dado tuh yang gangguin kakak terus dari tadi..” kak Alya mulai bercerita sambil mengingat-ingat.

“Dado emang rese dari dulu.. Udah jelek, item..” aku mengingat kelakuan salah satu temanku itu yang super cabul.

“.. tapi adek kebayang ngga sih.. kalo kak Alya di-en-tot sama si Dado yang item, jelek, dan dekil itu?” potong kak Alya seolah balik mempertanyakan kemarahanku disamping keinginanku agar kak Alya tidak sembarangan disetubuhi orang lagi..

“Hah?! Yaaah kakaak!”

“.. kebayang ngga dek.. kaloo.. dua buah dada kakak ini diemut-emut sama.. Feri dan Yanto.. mereka juga item dan dekil kan dek? Teman-temanmu sendiri lagi semuanya.. Hihi..” kak Alya menjelaskan dengan sengaja membuatku bermain-main dengan khayalanku sendiri.

Tiba-tiba kak Alya membuka rahangnya sampai mulutnya menganga cukup lebar sambil memejamkan matanya, lalu mengatupnya kembali.

“..kak Alya kenapa buka mulut lebar-lebar?” tanyaku heran melihat tingkahnya.
“Hihi.. adek inget ga tadi kakak sampai batuk-batuk waktu Dado telpon adek pake BB kakak? Emmm.. kebayang ngga dek.. kalo mulut kak Alya ini.. dijejalin kon-tol nya si Bon bon?”

“Auugh.. kakaaak...” membayangkan kak Alya yang imut mangap dan melahap hingga dijejalkan kontol hitam membuat kantung otongku terasa sakit karena menanti untuk dimuncratkan. Aku malah seperti lupa dengan janji kak Alya.

“Yee.. adek dah ga tahan yaa? Mesum tu mukanya” ledek kak Alya.

“Kak! Beneran ga sih kakak dientot?” tanyaku penasaran.

“.. Umm.. beneran ga ya? Menurut adek gimana.. Penting yah dek?”
“Uuugh.. kak Alya.. pliss jawab doonk..” kini aku memohon untuk kak Alya menuntaskan rasa penasaranku.

“Hihihi... emang adek pengen yah liatnya? Hayooo, katanya gak pengen kakak dtindih-tindih orang, hihihi...”

“Emmm... A-anu kaak.. aku gak rela kok...” jawabku berusaha mati-matian yakin dengan pendirianku walau otak mesum dan kontiku selalu berkata lain.

“Uuh.. kasian adek kakak yang mesum ini.. liat deh tuh bawahnya udah nunjuk-nunjuk kakak, hihihi.. udah ga tahan yah? Dasar, katanya gak mau mesum..” kak Alya benar-benar membuatku tersiksa dipermainkan seperti ini. Uughh... kakakku yang cantik!

“Kakak sih sukanya godain orang terus...”

“Sebenarnya salah kakak juga sih dek.. ngeladenin temen-temen adek cuma pake kimono aja, hihi.. tapi lucu juga liat muka temen-temen adek tadi waktu tau ternyata kakak ga pake apa-apa dibalik kimono mandi kakak..” kak Alya mulai cerita.

“Uugh.. kakak nakal banget sih? Nemuin mereka ga pake daleman, mana luarannya cuma kimono doank..” sambil terus mengocok otongku yang semakin mengeras.

“Terus si Dado tiba-tiba minta ambil gambar kakak cuma pakai kimono.. awalnya kakak nolak, tapi karena kakak pengen cepet mandi trus jemput adek, jadi ya kakak ladenin bentar.. lanjutannya malah pada pengen ikut foto ama kakak.. ampe badannya pada nempel-nempel..”

“Trus kak? Kok bisa sampai rame bener tadi?” aku memotong dengan penasaran.
“Ituu.. kimono kakak miring-miring.. jadinya keliatan deh susu kak Alya yang sebelah.. kayak gini..” Ya ampun, kak Alya memperagakannya dengan membuka kancing seragam dan memperlihatkan sebelah susunya yang putih dan mengkal indah.

“.. Kakak lupa siapa yang mulai, tau-tau kakak udah dipegang-pegang dek.. sama temen-temenmu tuh.. Tapi lucu aja liatnya, kayak belum pernah liat toket aja..” kak Alya mulai menjelaskan dengan bahasa yang makin vulgar dan kotor untuk orang yang terkenal rapi dan sopan di kalangan masyarakat sekitar.

“Trus kakak diem aja tuh dipegang-pegang?”
“Kakak bingung juga sih dek, kan kakak lagi sambil telpon adek.. hihi” aku ingat tadi kak Alya telpon dan bilang kalau sedang digrepe-grepe sama mereka.

“Aah. . kakak mau aja dipegang-pegang mereka..”
“Kakak juga gak mau kali deek, tapi merekanya maksa terus... mana tadi tau ga dek, masa kakak disuruh masukin kontolnya si Bon bon kemulut kak Alya.. mana gede banget.. udah item, bau apek lagi.. “

“Hah! Serius kak?” seperti tak percaya ternyata benar yang dimaksud permen bonbon adalah kontolnya Bono. Kak Alya bener-bener binal.

“Terus kakak mau aja?” tanyaku lagi
“Abisnya kakak dipaksa tu sama Bon bon, katanya udah ga tahan lagi liat kakak.. mana pake dipegang lagi rambut kakak..” jawabnya sambil sesekali mengamatiku yang sedang terus mengocok.

“Dek.. kepala kakak dijambak sama Bon bon, trus ditekan sampai ke pangkal kontolnya lho dek.. kebayang ga sih.. liar banget tu si Bon bon, adek ketularan dia ya mesumnya?”

Kurang ajar bener tu Bon bon. Dah memperlakukan kak Alya dengan seenaknya saja. Tapi kak Alya juga binalnya ga ketulungan. Mau aja dimakan sama teman-temanku.

“Ya udah dek ya.. kak Alya mau mandi dulu yaah.. pliss, kakak dah ga tahan niih..”
“Yah kak! Kak Alya juga belum cerita tadi kemana aja?”

“Nanti ya dek ya.. janji deh kak Alya terusin.. tapi kakak mandi dulu.. yah” kak Alya tampak memohon sekali.

“Ya udah deh..” Sial mana nanggung lagi denger ceritanya. Aku masih penasaran kak Alya diapain aja tadi sama mereka.

“Oiya adek dah makan belum? Nanti kak Alya buatin yah?” kak Alya memang binal dan nakal, tapi selalu ingat kalau adeknya lapar, walau sebenarnya aku sudah makan. Oh, kakakku yang baik dan cantik.

“Ga usah, kak Alya aja deh.. Aldi tadi udah makan mie instant kok..”
“Ya ampun.. adekku baik bener sih ga mau ngerepotin kakaknya, hihi..” rambutku diacak-acaknya dengan gemas.

“Dek, besok temenin kakak ke acara nikahan ya..”
“Iya kak Alya yang cantik..” sebenarnya aku malas ikut acara kondangan, tapi demi menemani kak Alya.

Kak Alya berjalan dengan gontai menuju kamarnya yang setelah ditutup ternyata terbuka lagi pintu itu.

“Adeek! Sini deh dek..” tiba-tiba kak Alya melongokkan wajahnya dari sela pintu kamar memanggilku.

“Ada apa kak Alya?” penasaran dengan panggilan kak Alya, aku pun mendekatinya.

“Ini, baju seragam sama celana dalam kembalikan ke Dado yah.. hihi..” kak Alya melempar satu stel itu kearahku.

“Apa! Punya Dado?” tercium seragamnya yang berbau keringat apek tak karuan itu. Lalu celana dalam cowok? Banyak noda-noda aneh di sisi dalam celana dalam terkutuk itu. Cairan-cairan putih yang baru saja mengering sehingga bagian bawah kain tampak kaku seperti dikanji, bahkan juga ada bercak-bercak berwarna kuning yang sudah memudar.

Lalu aku memandang kak Alya dengan tatapan penuh keterkejutan. Aku jadi benar-benar penasaran apa saja yang kak Alya lalui saat ia keluar tadi.

“Oiya dek.. kakak lupa, tau ngga sih besok kakak mau diajak keluar lagi sama Dado.. tapi kakak bilang ga mau..”

“Uuugh... Bagus deh kak, ngapain juga mau jalan sama dia, enak aja tuh kampret!” jawabku setengah bersungut. Kampret tuh orang, kak Alya udah diapain aja sih?

“Itu juga sih yang kakak bilang... Tapi dia malah mau main kerumah besok minggu tuh dek, hihi..”

“Apa?!” tanyaku kaget.

Di tengah kekagetanku aku hanya bisa melihat kak Alya yang sudah menghilang dari balik pintu kamarnya yang kini tertutup rapat. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan kami lalui besok...


Pagi ini aku terbangun agak telat dari biasanya. Aku kurang bisa tidur nyenyak semalam gara-gara rasa penasaranku masih mengganggu, bahkan hingga pagi ini.

Semua berawal dari ketika aku pulang les dan menunggu jemputan kak Alya. Aku sungguh panas dingin tak karuan menghadapi hal-hal yang terjadi kemarin. Dari sore ketika aku mendapat telepon dari Dado, sampai malamnya dimana kak Alya pulang hampir larut malam. Malah dia pulang hanya menggunakan seragam serta celana dalam saja. Itupun ternyata punyanya Dado! Pasti akan ku barkar nanti. Paling tidak aku sudah mengonggokkan barang haram itu di teras depan. Aku belum bisa membayangkan bagaimana Kak Alya sampai bisa memakai pakaian milik dado itu. Sejujurnya aku masih tidak terima saat kak Alya dibawa jalan entah kemana sampai-sampai tidak menjemputku pulang les.

Aku tidak bisa membuang jauh-jauh semua bayangan tentang apa saja yang mungkin terjadi pada kak Alya. Ya, kak Alyaku yang cantik, imut, seksi, dan nakal. Kak Alyaku yang selalu kujadikan bahan colian hampir tiap siang dan malam. Dan karena kejadian kemarin, kini aku jadi membayangkan bagaimana bila kak Alya benar-benar dilecehkan oleh teman-temanku sendiri yang jelek, item, dan berbau busuk itu. 

Kak Alya bener-bener nakal, selalu saja ia membuatku tersiksa. Memikirkan apa yang kak Alya ucapkan semalam kalau keempat temanku akan datang lagi ke rumah ini malah membuatku bingung dan dilema berat. Aku benci sekali membayangkan perlakuan mereka kemarin pada kakakku. Semena-mena, dan tak sopan. Tapi bila kembali ke objek fantasiku, aku seperti tak pernah puas membayangkan kakakku yang cantik, biasa bertutur dan bersikap sopan, dibaliknya bersikap nakal bak seorang pelacur yang mau menerima batang kemaluan siapa saja yang disodorkan padanya. Aku dilema berat.

Tapi perutku terlalu lapar untuk melanjutkan rasa penasaran ini. Mana semalam hanya makan mie instant.

Aku keluar kamar dan menuju keruang tengah untuk menyalakan TV. Suasana benar-benar sunyi. Dimana kak Alya?

“Deek! Udah bangun ya? Kalau mau makan kakak udah bikinin adek sarapan. Ambil di dapur ya dek..” teriak kak Alya dari dalam kamarnya.

“Oh! Iya kak, makasih ya kak” walaupun kak Alya sering membuatku sebal begitu, tetap saja, kak Alya tiada duanya kalau perhatian kepadaku.

Di dapur telah dihidangkan nasi goreng dengan telur dadar spesial dan nugget khusus untukku. Kak Alya, I love you full deh.

Sambil nonton TV aku menyantap hidangan buatan kak Alya. Hingga tak lama kak Alya keluar dari kamarnya dan menemuiku.

“Adek.. liat kakak deh..” kak Alya muncul di hadapanku menggunakan kebaya berkerudung dengan perpaduan warna pink dan putih. Kak Alya terlihat cantik sekali. Dengan kerudung yang menutup melingkar dan tergerai seperti selendang, serta lekuk pakaian yang agak membentuk tubuh kak Alya semakin memperlihatkan betapa anggun dan seksinya kakakku ini. Nggak heran kalau orang-orang selalu mengidolakan kakakku yang cantik ini

“Kak Alya cantik bangeet.. aku ampe pangling, hehe..”

“Hihi.. kakak tau kok.. kan kamu pinter gombal..” jawabnya dengan senyum genit.

“Yee.. kak, serius kok, bukan gombal..” seraya aku meletakkan piring sisa makanku yang sudah selesai dan bangkit mendekatinya.

“Iya deh, iya.. kamu serius, tapi mesum.. hihi.. lepas donk deek.. kusut nanti.. haha.. geli adek!” jeritnya sambil berusaha melepaskan pelukanku padanya. 

TENG-TONG!

Tiba-tiba bel rumah berbunyi menganggu kesenanganku. Aku jadi teringat keempat temanku yang kata kak Alya mau main lagi ke rumah. Ternyata mereka benar-benar datang. Mendadak jantungku berdebar dengan kencang. Aku tak percaya mereka sudah benar-benar memperlakukan kakakku yang seharusnya mereka hormati dengan perlakuan tak senonoh. Terakhir kulihat mereka berani menyemprot peju-peju mereka di muka kakakku, dan kemarin entah benar atau tidak, kak Alya seperti dipaksa melayani kontol-kontol mereka, dan aku tak bisa menebak apa yang akan terjadi nanti. Yang pasti aku selalu diantara tak rela dan penasaran.

Tapi ku rasa mereka berani menggoda kakakku karena memang kak Alya yang suka mancing-mancing orang dengan nekat. Hanya saja rasanya agak aneh karena saat ini justru teman-temanku sendiri.

Akupun membuka pintu depan dengan terpaksa.

“Misi broo..” temanku satu persatu menampakkan senyum yang asalnya dari otak mesum mereka.

“Ngapain lo pade kesini lagi? Mau gangguin kakak gue lagi?” hardikku dengan ketus.

“Eeh adek, kok kayak gitu sama teman-temannya. Baru juga masuk.. ayo donk duduk dulu semuanya..” ujar kak Alya yang malah menyambut mereka dengan ramah. 

“Eh iya.. makasih ya kak Alya yang baik.. dan cantik.. hehe” sahut Dado dengan cengengesan.

“Iya nih kak Alya.. tumben cantik bener dandanannya.. mau pergi ya kak?” tanya Yanto sambil menggoda kakakku.

“Bisa aja nih Yanto.. kakak tuh mau kondangan nanti siang, tapi kaliannya pada datang.. kakak jadi ga enak nih..” kak Alya menjawab dengan senyum manis.

“Sama orang-orang kayak gini sih jangan dikasih hati kak.. nanti ngambil jantung, ga pake minta lagi..” masih dengan ketus aku menyambut mereka.

“Ah, lo bisa aja bro.. kalo gue dikasi hati, ya gua ambil semuanya.. ya ngga kak Alya?” cerocos Bono.

“Ooh, gitu ya? Emang kalo diambil semuanya, mau diapain sih?” tanya kak Alya yang aku sebenarnya ngga jelas maksud pembicaraan mereka.

“Ya gue makan lah, kak.. Eh! Ada juga.. gue yang dimakan yak? Hahaha!” Bono tertawa dibarengi temanku yang lainnya sambil bergantian melihat Bono dan kak Alya. dan aku tahu maksud pembicaraan mesum ini.

“Hihi... pada ngomongin apaan sih? Kak Alya ga ngerti deh. Udah ya sama Aldi dulu.. kakak mau terusin dandan.. bentar lagi mau kondangan..” kak Alya pun meninggalkan kami menuju ke kamarnya. Dan aku pun kembali berhadapan dengan teman-temanku yang burik-burik ini.

“Woi! Lo pada kesini mau ngapain? Gue mau kondangan nih.. mending lo pulang deh.. eneg juga lama-lama liat lo semua..” dengan gaya mengusir aku jelaskan ke mereka.

“Aduh bro, lo tega amat sih.. masa tamu jauh-jauh datang lo sambut ketus gitu.. suguhin apa kek... minum kek, hehehe... kak Alya juga boleh...” Feri mulai bicara ngga enak didengar .

“Hehe.. iya broo, kakak lo cantik bener ni pagi.. ngga usah kondangan deh.. di sini aja maen ama kita-kita, biar rame, hehe..” Dado nimbrung sambil bicara pelan-pelan seolah takut terdengar kak Alya.

“Ah, elo Do.. pake ngomong pelan-pelan.. biasa lo teriak paling kenceng kemarin, hehe...” goda Yanto kepada Dado yang aku tak mengerti maksudnya.

“Diem lo ah!” hardik Dado karena memotong pembicaraan.

Tiba-tiba kak Alya muncul sambil menyediakan minuman untuk keempat temanku. Tapi kak Alya sudah berganti pakaian. Sekarang mengenakan kerudung yang panjang sebatas dada, kaos lengan panjang dan legging hitam yang ketat. Benar-benar mencetak bentuk pinggul dan pantat kak Alya! Bahkan kerudung dan kaos memperlihatkan lekukan busung dada kak Alya. Kak Alya sengaja pamer atau apa sih?

“Eh kak Alya datang lagi.. jadi seneng nih Bono..” wajah Bono menyeringai aneh.

“Iya nih kak Alya.. makasih ya suguhannya.. benar-benar sedap dipandang? Hehe..” Feri berbicara tapi tidak melihat gelasnya.

“Hihi.. minumannya?” tanya kak Alya bingung.

“Ngga kak, yang bawa minuman, bisa diminum juga gak yah? Hehe..” jawab Feri mulai mulai kurang ajar.

“Kak, jadian aja deh ama Dado yak? Dado baik kok orangnya. Kan apa aja dah Dado kasi buat kak Alya, haha..”

“Iih.. mulai aneh deh ngomongnya ya..” kak Alya malah hanya seperti tersenyum malu.

“Jangan sama Dado kak, sama Yanto aja.. Yanto bikin seneng deh kak Alya nya...” mereka mulai berebutan bicara. Aku saking kagetnya sampai tak bisa bicara apa-apa.

“Lo pada dah gak jaman bikin cewek seneng.. kak Alya sama Bono aja yah, Bono bikin kak Alya enak deh..” sambil mulai minum, Bono bicara pelan tapi mengena. Omongan-omongan yang mereka utarakan semakin membuat jantungku berdetak cepat.

“Iih, tuh dek liat temen-temenya.. masa kak Alya mau dibikin enak.. emang kak Alya makanan?” 

“Iya kak Alya.. enak, sampai keenakan kak, hehe.. kalo perlu kita semua juga mau kok jadi pacar kak Alya.. haha!” tawa Dado lepas.

“Hihi.. keenakan apaan sih? Masih kecil-kecil dah pada mesum-mesum.. emang dah bisa bikin cewek keenakan?” jawab kak Alya seperti mempertanyakan mesumnya mereka.

“Lah kemarin yang sampai jejeritan kenceng banget siapa yaa?” Yanto nimbrung sambil melirik kak Alya. Aku jadi teringat kejadian kemarin, apa mereka sedang membicarakannya? Dan kenapa aku hanya bisa diam saja? Sebesar inikah rasa penasaranku pada kejadian kemarin?

“Hihi.. kemarin tuh ada kecoa jelek, item, bau lagi.. makanya kakak tuh teriak, huuu...” kak Alya seperti meladeni lecehan mereka.

“Iyaa kak Alya.. kecoa boleh item, jelek, bau, dan gede, tapi suka kaan?” Bono menimpali dengan wajah penuh maksud kearah kak Alya.

“Aduuh.. Adeeek, liat tuh masa kak Alya diledekin terus sama temen-temenmu..” ujar kak Alya malu.

“Hehe.. lo kok diem aja broo? Jangan-jangan lo konak lagi...” Dado melirik kearahku dengan cengengesan. Yang dia katakan memang benar, aku udah separuh konak membayangkan ucapan-ucapan mereka.

“Tenang aja bro..” potong Bono, “gue juga udah ngaceng, tapi kemariin.. hehe, ya ngga kak Alya?” tanyanya seolah mengajak kak Alya untuk menyetujui kata-katanya.

“Tuh dek, masa si Bon bon ngaceng tanyanya ke kakak sih? Emang kakak tahu pada ngaceng apa ngga, hihihi.. udahan kan minumnya? Kakak bawa ke belakang ya.. mau dicuci dulu..” seraya kak Alya bangkit dan mengambil gelas mereka satu persatu yang belum habis semuanya. Sambil menuju kebelakang, tatapan temanku tak lepas sekalipun dari kak Alya.

“Bro, gue mau cuci tangan dulu yak, kering nih.. hehe.. lo disini aja..” ucap Bono dengan nada setengah memerintah.

Ketika aku mau bangkit Dado menahanku dan mulai bertanya soal game PS baru yang aku punya. Aku tahu yang Dado lakukan hanyalah pengalihan, karena semakin lama Dado bicara semakin tak jelas. Aku lalu melihat Feri sambil bicara tak begitu jelas untuk permisi ijin memakai kamar mandi dan beranjak pergi.

Agak lama juga Dado nyerocos tak karuan, tapi aku tidak bisa konsentrasi karena ingin memastikan bahwa mereka memang tidak macam-macam pada kakakku. Maka aku langsung beranjak dari sofa dan menyusul kak Alya ke dapur.

Sesaat sebelum aku mencapai dapur, kudengar suara cekikian kak Alya. Aku tercekat dan malah berhenti, seolah ingin menguping ada apa dengan kak Alya.

“Tuh kan baju kakak jadi basah..”

“Biarin, hehe.. bagus malah basah-basahan..” terdengar suara Bono. Tak tahan karena penasaran aku langsung mendatangi dan berniat memergoki mereka di dapur, tapi bersamaan pula mereka juga keluar dari dapur.

“Adeek.. kakak mau ganti baju dulu ya, basah nih” kata kak Alya sambil memperlihatkan bajunya yang basah, tepat di bagian dada, dan leggingnya, terutama di bagian pantat, paha, dan selangkangan.

“Eh, bro, ada di sini lo? Hehe..” senyum cabul si Bono sambil berjalan kearah ruang tamu. Terlihat tangannya juga basah. Apa kak Alya tadi digrepe-grepe sama Bono?

Aku pun menyusul Bono duduk di ruang tamu dengan perasaan tak enak. Setelah beberapa saat kak Alya muncul sambil memakai kebaya yang tadi dikenakannya, bedanya kali ini kak Alya sudah memakai make up yang ringan, namun masih tetap memancarkan wajahnya yang cantik dan imut.

“Kak Alya mau pakai yang tadi?” tanyaku.

“Hihi.. gak tau juga nih.. nanti deh kakak tanya lagi yah?” kak Alya pun kembali lagi kekamarnya.

“Pada kemana nih yang lainnya bro?” tanyaku pada Bono.

“Paling lagi pada ngerokok di luar, bro..” jawab Bono sekenanya. Hal itu biasa mereka lakukan di luar karena aku tidak merokok.

“Lo ngapain sih bro tadi di dapur?” tanyaku dengan wajah tak enak.

“Kan gue dah bilang bro.. cuci tangan gue.. hehe”

Memang benar sih, dia cuci tangan. Dan aku melihat tangannya yang basah. Tapi kenapa kak Alya juga jadi ikutan basah?

Dia mulai ngobrol tak jelas yang mana aku tak ada keinginan untuk mendengarkannya, aku masih terus menunggu temanku yang merokok diluar. Dan tak lama pun Bono pun ijin keluar sebentar untuk ikut merokok juga. Setelah agak lama kak Alya pun muncul lagi dengan wajah senyum manis.

“Hihi.. adeek.. kalo kakak pake ini gimana?” kak Alya muncul memakai kemeja kuning lengan panjang, rok merah dengan pola-pola bunga berwarna pink cerah. Kak Alya terlihat cantik sekali. Hanya saja make up kak Alya seperti membuat wajahnya terlihat merona merah.

“Kak Alya cantik banget lho..”

“Cantik? Terus apalagi?” tanya kakakku seolah ia ingin aku menjawab yang lain. 

“Kak Alya tetep seksi walau pakai gaun tertutup..” aku berani menjawab karena kebetulan teman-temanku sedang tidak ada.

“Adeek.. adek lagi mikirin apa sih? Pasti ngebayangin kakak lagi digituin yah? Emang bisa kalo lagi pake baju kayak gini?” tanyanya ingin mengorekku lebih jauh.

“Uugh.. bisa aja kak, kalo kakak tetep centil kayak gitu.. pas di acara kondangan nanti.. bisa-bisa kak Alya langsung kutarik ke kamar mandi..” jawabku sambil mulai mengeluarkan burungku.

“Digituin ituu.. kak Alya di-en-tot ya dek? Hihi.. sama siapa aja dek? Sama kamu? Atau sama penjaga-penjaga katering? Seperti fantasi-fantasi adek, hihihi...” tanya kakakku lagi sambil duduk manis ingin aku menjelajahi fantasiku sendiri.

“.. Uuugh.. kak Alya.. kakak dientot.. rame-rame sama pelayan katering, sama tukang sapu, dan satpam gedung..” jawabku sambil mulai mengurut-urut burungku melihat tingkah kak Alya.

“.. Hihi, bayangin terus dek.. kakak pake baju ini.. rok kakak cuma disingkap trus digenjot ganti-gantian di Toilet cowok dek.. terus buah dada kakak dikenyot-kenyot sama tukang sapu yang sudah tua dan ompong, hihi..” tawanya yang centil dan manja membuatku gemas. Dalam hati ingin sekali aku yang menyetubuhi kakakku sendiri.

“Kak Alya.. pegang dong.. kocokin Aldi..” rengekku yang tak tahan ingin dikocok oleh kak Alya.

“Adeek.. kan kak Alya belum selesai.. tunggu kakak yah..” tiba-tiba kak Alya kembali lagi ke kamarnya. Sepertinya kak Alya sedang menggodaku. Hanya saja kak Alya dandan terlalu lama.

Sambil menunggu temanku yang lainnya yang masih belum kembali, kak Alya kali ini muncul tapi hanya kepalanya yang mengintip dari balik tepi dinding.

“Adeek.. kalo kakak datang ke acara kondangan pakai baju ini gimana yah dek? Kira-kira yang mau ngentotin kakak siapa yah?” tanya kak Alya sambil akhirnya menunjukkan pakaian yang kak Alya pakai.

Aku sungguh kaget bukan kepalang seperti kesambar geledek. Jantung pun serasa berhenti. Tapi otong malah memompa dengan kencang. Kak Alya memakai seragam lusuh dan celana dalam yang sudah kuonggokkan di teras rumah! Itu seragam Dado! Kenapa bisa sampai dikenakan kak Alya lagi?

Sambil mendekatiku kedua tangan kak Alya masih terus berada di belakang pantatnya seolah sedang menyembunyikan sesuatu.

“Siapa donk deek.. Apa mungkin Pak Kojon? Atau Pak Jojo? Hihi..” tanya kak Alya yang malah menyebutkan nama tukang ojek di pangkalan depan komplek.

“.. Oogh kak Alya..” melihat kak Alya pamer paha putihnya di depanku seperti itu membuat kocokanku semakin kesetanan.

Lalu dengan perlahan kak Alya mulai memutar tubuhnya dengan pelan sambil terus mengarahkan wajahnya dan memandangku dengan ekspresi binal dan manja.

Dan Kak Alya menunjukkan sesuatu sambil tersenyum nakal.

“Adeeek... Temen-temen adek nakal tuh.. masa tangan kak Alya diiket kayak gini sama temen-temen adeek.. nih liat deh...”

“Aaarghh kak Alyaaa!” Crooot-Crooot!

Pejuhku muncrat kemana-mana melihat ketakberdayaan kakakku dengan tangan masih terikat di belakang.

“Udah dek muncratnya? Enak yah? Suka gak liat kak Alya kayak gini?” kak Alya malah bergaya centil dengan menaikkan bahu kanan lalu kirinya walau tangannya masih terikat di belakang.

Aku masih tak habis pikir kenapa kak Alya bisa pakai seragam dan celana dalam lusuh itu lagi. Kalau kak Alya baru saja mengenakannya dari dalam kamar, berarti baju itu ada dari tadi di kamar kak Alya. Dan yang mengambilnya pastilah si Dado. Jangan-jangan selama ini dia tidak merokok diluar. Tapi di kamar kakakku bersama dengan temanku yang lainnya.

“Yoii kak Alyai! Seksi beneeer.. beniing!” teriak Bono yang baru muncul mengejutkanku.

“Eh, Bon bon.. iya nih kakak dikerjain sama si Dado.. masa tangan kak Alya diiket kayak gini.. kakak jadi ga bisa nutupin paha kakak kaan? Tuh liat.. hihi” kak Alya malah cekikikan sambil menggesek-gesekkan kedua pahanya.

“Dado mana kak Alya? Hehe.. masih di kamar yak? Asyik donk.. ngapain aja yak dari tadi.. jadi kepengin ikutan nih Bono nya kak, hehe..”

“Hah?! Dado dari tadi di kamar kak Alya? Serius? Ngapain sih kak?” aku menyerbu kak Alya dengan pertanyaan karena kaget. Mereka semua semakin melunjak!

“Tau tuh.. kakak baru mau ganti baju gara-gara dibasahin sama si Bon bon, eh malah mau ikut masuk ke kamar.. katanya mau bantuin kak Alya pilihin baju buat kondangan nanti.. tapi malah disuruh pakai baju ini.. katanya lebih pantes tuh dek buat kakak, hihi.. kebayang ga sih kakak ke kondangan pakai baju ini?” jelas kak Alya panjang lebar

“Yoi kak Alya, pantes doonk.. ya ngga bro? Tuh kak Alya, Aldi diem aja tanda setuju tuh, haha..” kata Bono meminta persetujuanku sambil pasang tampang mesum.

Aku di antara marah dan tak tahan melihat keseksian kak Alya yang mengumbar paha putihnya kemana-mana. Pemandangan ini membuatku tak bisa berucap apa-apa, padahal kak Alya sedang dilecehkan oleh teman-temanku. Aku benar-benar tak berdaya melawan hawa nafsuku sendiri pada kakak kandungku.

“Woi kak! Gue tungguin juga dari tadi, ampe kedinginan nih...” terdengar teriakan Dado dari kamar Alya yang pintunya sudah terbuka. Tak tahu siapa yang dia maksud.

“Tau nih kak Alya! Mana gue ga pake apa-apa lagi.. rese ni cewek.. hehehe..” Yanto iseng ikutan membentak. Apakah dia barusan membentak kakakku?

“Katanya mau dibantuin pilih baju.. malah lama-lama diluar, gue genjot juga lo kak.. hehe..” Feri seperti tak mau kalah ikutan. Seperti kata kak Alya bahwa mereka memilihkan pakaian untuk kakakku. Tapi semakin lama mulut mereka makin kurang ajar.

“Hihi.. sorry yah semuanya, ya udah deh kak Alya balik ke kamar lagi..” kak Alya malah menjawab centil sambil cekikikan dan berlari-lari kecil kembali menuju kamar, “adeeek, tunggu bentar di sini yah.. kakak lagi mau pilih baju dulu sama temen-temen adek..”

“K-kak Alya..!” aku seperti tak terima ditinggal seorang diri dalam keadaan tanggung.

“Adek, ummm.. mau ikut liat kakak di-pa-ke-in sama temen-temen adek?” jawabnya genit menekankan kata yang maksudnya menjadi ambigu di pikiran ngeresku. Seharusnya aku marah dan tak bergeming atau pergi dari semua ini. Tapi...

“Kak.. aku liat donk.. yah?” aku seperti dalam keadaan malu dalam kondisi diketahui teman-temanku kalau aku punya hasrat pada kakakku sendiri. Tapi aku seperti tak rela untuk tidak melihat bagaimana kak Alya diperlakukan dengan semena-mena oleh orang-orang seperti mereka. Burik dan jelek. Aku benar-benar sudah menyerah pada nafsuku sendiri ketimbang marah-marah dan ditinggal sendiri.

“Tapii.. kasihan tuh si Bon bon sendirian dek.. kak Alya nanti balik lagi kok yah.. hihi..”

Aku melihat kak Alya pergi dan menghilang di balik tembok yang menuju kekamarnya. Berikutnya aku hanya mendengar suara-suara teman-temanku. Terkadang seperti bergumam. Terkadang mereka tertawa dengan bersamaan disertai cekikikan kakakku.

“Lo disini aja dulu ya bro, gue mau bantu kakak lo biar cepet keluar, hehe..” Bono menahan pundakku seraya bangkit dari sofa sambil cengengesan.

Akupun tak mau berdiam langsung beranjak menyusul ke kamar. Hanya saja aku bingung antara ingin menyelamatkan kak Alya dari kebrutalan teman-temanku ini, atau melihat kak Alyaku yang cantik, putih, bening, dan imut ini sedang dilecehkan oleh teman-temanku. Dan sepertinya otongku sudah menjawab semuanya. Aku benar-benar tak tertolong..

Aku berjalan mendekati kamar kak Alya. Pintunya terbuka sedikit, apa sengaja tidak ditutup rapat? Tiba-tiba kepala Bono muncul dari celah seolah seperti sudah menungguku.

“Yoi broo! Sini masuk.. liat donk kakak lo lagi ngapain, hehe.. gile, ngaceng lagi gue.. kakak lo emang bener-bener nakal bro.. lebih nakal dari lonte, haha!” tawanya sambil membuka lebar-lebar mengajakku masuk.

Dan aku melihat pemandangan yang selama ini hanya bisa kubayangkan saja. Yaitu fantasi liar setiap cowok-cowok sepertiku. Kak Alya yang masih dengan posisi tangan terikat sedang berlutut membelakangi pintu masuk menghadap si Dado yang sedang duduk di tepian kasur di depan kak Alya. Sedang kepala kak Alya sedang berada di selangkangan Dado sambil kepala kakak dipegang oleh Dado. Seragam kak Alya sudah dipelorotkan sampai setinggi dada bawah, membuat buah dadanya yang putih berkeringat dengan puting berwarna coklat pink menggantung bebas. Perbuatan mereka sungguh bejat! 

“Eeh.. broo.. eeghh.. sorry, gue ga bisa konsen.. hehe.. mulut kakak lo.. uugh, anget bener.. terusin sepongnya.. yang dalem!” Dado bicara sambil lalu dan dengan kurang ajarnya agak membentak kakakku.

“Enak bro? Hehe, cabut bentar bro.. gue pengen Aldi ngeliat yang gue lakuin tadi ke kak Alya.. hehe..” Yanto berujar penuh misteri.

Kak Alya menarik kepalanya sampai kontolnya terlepas semua dari rongga mulut kak Alya. Lalu dimiringkan dan ditengadahkan kepalanya menghadap Yanto. Yanto mengumpulkan ludahnya dan menumpahkan semuanya ke dalam mulut kak Alya, berkali-kali ia lakukan dan kak Alya malah tampak seperti menerimanya sambil menjulurkan lidahnya.

“Yoi kaaak... biar licin dikit ah, hehehe... awas tar lecet mulut lo... adek lo tar marah-marah lagi ma gua, hehehe...” cerocos Dado pada kak Alya ambil melirik licik padaku.

“Anjriit nih cewek.. seneng banget nerima ludah gue.. Bro, gue genjot bentar yah mulutnya.. gemes banget gue..” ujar Yanto bicara kasar sembari menghina kakakku.

“Berdua aja bro.. kita liat apa kakaknya Aldi bisa nyepongin kita berdua, hehe..” Ujar Dado sambil bangkit ambil posisi bersebelahan dengan Yanto.

“Bro.. liatin nih mulut kakak lo dimasukin dua kontol.. Woi, kak! Minta ijin nooh ama adek lo, kasian banget tuh.. cepetan!” bentak Dado pelan pada kakakku.

“.. Hu huu.. adeek, kakak dipaksa niih sama temen-temen adek.. boleh ngga dek? Muat ngga sih dek kalo dua kontol temen adek masuk mulut kakak?” tanya kak Alya kepadaku dengan wajah yang manja, seolah meminta persetujuan, bukan keberatan.

“Ah, kemarin muat kok masuk punya gue sama si Bono, hehe..” potong Dado menyela kami. Mengingatkanku pada kejadian kemarin. Berarti benar adanya kalau kemarin kak Alya benar-benar dicabuli oleh mereka-mereka ini, teman-temanku yang bangsat. Tapi kenapa kakakku mau-maunya diperlakukan seperti itu!?

“Bro, kalo Aldi diem itu tandanya setuju.. dari tadi juga kayak gitu kok.. iya kan bro? Hehehe, parah lo..” aku menoleh pada Bono seperti tak percaya dia mengucapkan itu. Tapi benar apa adanya, aku malah terangsang melihat kakak kandungku diperlakukan seperti ini. Baik bagi mereka, maupun bagi aku, kak Alya bagaikan sebuah objek pemuas fantasi. Rasanya aku malah sedang perang batin antara mengeluarkan otongku di depan mereka atau tidak.

“.. Adeek.. mulut kakak dientotin kontol mereka nih, liat deh.. Aaaa..” selesai bicara kakakku membuka mulutnya lebar-lebar seperti mau melahap dua kepala kontol itu sekaligus. Arrgh, kak Alya! Aku tersiksa ingin coli, tapi aku sedang di depan teman-temanku.

“Uugh.. gila nih cewek.. mukanya ga nahanin banget.. udah cantik, putih, mau-mau aja lagi nyepongin kontol kita-kita.. dasar pecun lo, kak.. hehe..” sambil nyerocos tak karuan Dado mengelus-elus rambut kepala kak Alya dan menekannya seperti ingin memasukkan kedua kontol kemulut kak Alya lebih dalam. Dengan wajah penuh keringat, Kak Alya benar-benar dijadikan mainan mereka siang ini. Sampai hampir tak sadar bahwa jam hampir menunjukkan pukul sebelas. Bukankah kak Alya dan Aku harus pergi ke acara nikahan? Bagaimana ini?

Tapi seolah aku jadi tak begitu memperdulikan acara itu, aku masih ingin melihat aksi petualangan kakakku.

Tiba-tiba kita semua dikagetkan oleh bunyi dering BB kak Alya yang melantunkan nada dering Don’t Stop The Music dari Rihanna. Yanto yang kebetulan posisinya berada di dekat meja rias kak Alya mengambil BB dari atas meja itu.

“Bokapnya, bro!” kata Yanto memberitahukan pada yang lainnya sambil mencabut otongnya dari mulut kak Alya seperti tampak panik.

Dado lalu mencabut otongnya dari mulut kak Alya, “Eh cun! Lo jawab ya nih telpon.. ga baek lho pecun bikin khawatir bokapnya.. haha. Dasar pecun lo!” tawanya meledak disusul dengan yang lainnya.

Kak Alya menjawab panggilan dengan tangan terikat dan HP yang diletakkan Yanto di paha Dado.

“Hallo Pah..” kak Alya menyapa papa, aku tak bisa mendengar apa yang papa ucapkan di HP kak Alya.

“.. Udah donk Pahhh, dari tadi.. hihi.. hhh..” jawab kak Alya sambil Feri menepuk-nepukkan kepala kontolnya ke pipi kakakku. Wajah kak Alya sudah memerah. Apakah kak Alya sedang dilanda horni berat?

“.. Inihh.. ada di sini kok Pahhh.. sama temen-temennya.. ada Feri.. ada Yanto.. Bono.. samaa..” di tengah kak Alya sedang bicara, dengan kurang ajar tiba-tiba Dado yang sudah memposisikan kepala kontolnya tepat di depan mulut kak Alya, langsung menekannya dalam-dalam.

Lalu menariknya lagi dengan posisi kontol masih di dalam mulut kak Alya. Lalu menekannya lagi. Begitu seterusnya beberapa kali sampai saking dalamnya Dado menekan, kak Alya mulai kewalahan dan batuk-batuk tertahan karena masih terganjal kontol Dado. Melihat kak Alya menggeliat-geliat karena tangannya masih terikat membuatku tak tahan dan akhirnya mengeluarkan kontolku dari dalam celanaku.

Terdengar Papa memanggil-manggil kak Alya kenapa mendadak tak melanjutkan pembicaraan. Lalu Dado menarik kepala kak Alya sampai terbebas dari kontolnya.

“PUAHH! UHUK! UHUK!” kak Alya terbatuk sampai mengeluarkan air mata.

Dengan kontol penuh ludah cair dan lendir kak Alya, Dado mengoleskannya keseluruh wajah kak Alya yang bersih putih dan memerah karena horninya kak Alya, mulai dari pipi, kening, bibir, sampai hidung seolah ingin agar kak Alya mencium bau ludahnya sendiri. Wajah kak Alya kini terlihat mengkilap akibat basah ludah Dado, Yanto, dan kak Alya sendiri.

“Ngga papa kok Pahh.. iya, Alya lagi batuk aja nihh.. iyaa Paahh.. Alya agak gak enak badan.. makanya ditemenin sama Aldi dan temen-temennya..”

“.. Ini Alya lagi dikasih obat sama temennya Aldi.. maksa lagi ngasihnya, hihi..” kak Alya cekikikan sambil menoleh kearahku dan yang temanku yang lainnya. Kak Alya bisa-bisanya bicara tersirat begitu sama papa. Aku baru tahu kalau kak Alya bisa senakal itu.

“.. Diajak ke acara sekalian? Ini malah mereka yang ngajakin Alya, hihi.. emang pada nakal tuh semuanya.. Ya udah ya Pahh.. nanti kalau Alya udah enakan banget, Alya keluar deh.. dag Papaah..” lalu terdengar sambungan terputus.

“Asli binal bener nih kakak lo bro...” Feri yang sedari tadi berdiri dipojokan kamar mulai bersuara. Ternyata dia merekam gambar pergumulan kak Alya sejak awal. Kak Alya malah membalas ucapan Feri dengan memberi senyum pada HP Feri yang sedang merekamnya.

“Gue bilang juga apa bro.. Eh, Lonte! Lagi donk, jangan diem aja.. Lo laper kan? Laper kontol kita-kita? Haha!” Dado mulai sering melecehkan kak Alya.

“Aduh, Adeeek.. kak Alya jadi dipanggil lonte tuh sama Dado.. berarti semua harus bayar donk sama kak Alya kalo kakak ngelonte di kamar ini, hihi...”

Kembali Dado memegang kepala kak Alya dan mulai menekan naik turun lagi. 
Sampai beberapa saat, pinggul Dado mulai ikut bergoyang berlawanan irama dengan kepala kak Alya. Intesitas goyangan pinggul Dado mulai meningkat.

Semakin dekat aku berdiri, kini sudah berada di samping dekat kak Alya. Aku pun mempercepat kocokanku sambil melihat ekspresi kak Alya yang mulutnya sedang digenjot sambil melihat muka Dado. Kak Alya seperti sedang kepayahan betul wajahnya disetubuhi dengan kasar oleh Dado.

“.. Eegh.. Eegh.. Kaak.. nih bayaran buat lo kak... uughh.. pecun..” cerocos Dado

“.. Uuh kak Alya.. nakal nih kak Alya.. mau aja dientot mukanya sama Dado jelek..” gumamku lirih sambil makin mempercepat kocokanku melihat bagaimana mulut lembut nan imut kak Alya yang pink kemerahan itu mengempot keluar masuk akibat gesekan kasar kontol hitam si Dado.

“.. Gue bikin kenyang lo kak.. Eegghh.. ama pejuh guee.. Hheeggh.. Aarrgh!”

“.. Eeeghh kak Alya lonteee!” aku menyemburkan pejuhku berkali-kali sampai mengenai telinga, pipi, dan rambut kak Alya. Dado masih menahan kepala kak Alya sambil sesekali kelojotan menyemprotkan spermanya kedalam tenggorokan kak Alya sampai perlahan-lahan mulai berkurang semprotannya.

Sedang kak Alya berusaha menelan semua sperma Dado. Kak Alya nampak kewalahan dengan banyaknya sperma Dado yang menyemprot hingga sebagian ada yang keluar dari sela-sela bibir lembutnya.

“Ayoo.. kakak harus telen semua pejuh yang keluar, biar sehat.. hehe.. gue baik kan.. mulai sekarang kak Alya kita kasi makan pejuh aja biar sehat, hahaha!” tawanya mengajak yang lain ikut tertawa.

Kak Alya yang baru saja digenjot mulutnya memundurkan kepalanya sambil masih memejamkan matanya. Kami semua seolah menunggu respon kak Alya dari kata-kata pelecehan dari Dado. Sambil menjilat sisa-sisa pejuh yang belepotan di tepi-tepi bibirnya, kak Alya mulai membuka matanya setelah menelan sisanya. Lalu membuka mulutnya.

“.. Lihat deh.. abis semuanya kakak telan.. hihihi..” jawabnya sambil memanyunkan bibir menggembungkan pipi dan mengedipkan sebelah matanya.

Ooh, Kak Alyaku.. Kakak benar-benar binal. Tega membuat aku adiknya sendiri tersiksa melihat tingkah kakaknya.

“Lohh.. kok rambut kakak ada pejuhnya? Pejuh kamu ya dek? Iihh.. kramas lagi deehh..”

“.. Maaf kak, udah gak tahan.. liat kak Alya tadi..”

“Wah parah lo broo! Terangsang liat kakak sendiri”... Bono meledekku. Dan yang lain pun ikut menertawakanku seperti orang bodoh yang tak berdaya.

“Hihi.. kak Alya mandi dulu yaa.. mau kramas dulu nih gara-gara Aldi..” dengan muka imut dicemberut-cemberutin, “tapi dilepas dulu donk iketannya.. pegel tau kak Alyanya nih..”

“Gue lepasin yah, tapi nanti gue dikasi hadiah donk kak..” Bono dengan kurang ajar minta imbalan bila melakukan yang kak Alya minta. Dan pasti selalu sesuatu yang cabul. Bahkan aku khawatir akan lebih jauh dari ini.

“.. Umm.. apa yaah? Bon bon maunya apa sih? Pasti yang aneh-aneh deh maunya..” tanya kakakku pura-pura bingung padahal tau betul apa isi kepala keempat temanku setelah dikerjai seperti itu

“Kak Alya tadi bilang mau kramas kan? Hehehe... kita bantuan kakak kramas deh.. sekalian kaaak, badan kita juga pada keringatan niih, hehe..”

“Jadi mandi-mandiin doonk, hihi.. Trus, mandiin sama shampoo-in kakaknya pakai apa? Pake pejuh kalian lagi? Iyah?”

“Ya iyalah kaak... Hahaha!”
“Huuuu... Kayak adek donk yah... suka ngecrotin rambut kakaknya, hihihi...” jawab kak Alya enteng seperti lupa bagaimana aku bereaksi terhadap kenakalan dan kenekatan kak Alya meladeni mereka.

“Nah gitu donk kak! Ayo bro, kita buka iketannya berempat aja.. biar kita berempat yang mandiin nih cewek, hahaha!” Feri dengan menyebut tak sopan kakakku langsung maju diikuti temanku yang lainnya.

“Iiih, siapa juga yang bilang mauu... Aduduh! pelan-pelan doonk.. hihi, geli nih kakak! Satu-satu yang donk yang bukaiiin...” kak Alya menggelinjang kegelian saat mereka menyerobot rame. Apakah aku hanya akan diam saja? Tidak. Aku harus ikut ambil bagian, aku mau ikut memandikan juga.

“Kak, aku ikut bantuin buka..!”

“Jangan broo.. lo kan yang ngotorin rambut kakak lo... kasian kan, hehe.. makanya, lo jadi adek jangan mesum ama kakak sendiri, hehe..” si Dado mencari-cari alasan agar aku tak boleh ikut. Si Dado bener-bener kurang ajar pada kami berdua, tapi aku menunggu persetujuan kakakku sendiri.

“.. Umm.. sebenarnya kasian juga sih kalo kamu ditinggal sendirian disini.. tapii, kan kamar mandinya ga muat tuh dek.. adek gak papa kan nunggu? Kakak janji deh mandiin kamu nanti yah..”

“Iya broo... ntar aja kalo kita dah pada pulang... lagian kakak lo nih pengen banget mandiin kita berempat, hehehe... kita sih pasrah aja, ya ngga bro?”

“Iiiihhh, siapa jugak yang mau mandiin kalian? Kepedean kalian... dasar jelek, hihihi...”

aku tak tahu siapa yang menjawab karena aku sudah shock dengan jawaban kakakku yang malah mendahulukan mereka ketimbang aku sebagai adiknya sendiri untuk memandikan mereka. Aku tahu acara yang akan terjadi nanti tak hanya mandi bersama, mungkin bisa lebih dari itu..

Selanjut-selanjutnya aku tak bisa mendengar jelas siap yang bicara. Aku hanya mematung tak percaya dengan jawaban kakakku sambil ia meninggalkan kami menuju ke kamar mandi, sedang keempat temanku masih saling berpandangan seperti tidak memperdulikan kehadiranku di sana. Terlihat nafsu mereka pada kakakku seperti sudah sampai ke ubun-ubun.

“Eh bro! Kakak lo emang bener-bener deh.. siapa aja yang udah dibikin konak ama dia?”
“Yoi bro, gak nyesel gue punya temen kayak lo, hehehe..”

“Gue yakin lo pasti dah pernah gitu-gituan ama kakak lo yah? Hehehe, parah lo bro, kakak kandung sendiri lo embat, udah gitu kagak bagi-bagi lagi.. hahaha!”

“Iya nih si bro ganteng satu ini... terus gimana nih bro... gak papa kan kakak lo gue susul ke kamar mandi, ngga baik membiarkan perempuan menunggu lho, hehehe...”

“Iye broo.. gue gak nyangka kakak lo mau-mauan aja, udah kayak perempuan nakal aja kakak lo... kayak pecun! Hahahaha!” silih berganti mereka semua berbicara merendahkan kak Alya atas kenakalan kak Alya yang semakin kemari semakin mereka pandang gawat saja.

Tiba-tiba terlintas bayangan pertama kali aku memperkenalkan kak Alya pada teman-temanku dulu. Awalnya aku hanya ingin membuat mereka iri padaku karena memiliki kakak yang cantik, baik, dan seksi pula. Sampai akhirnya mereka jadi mengidolakan kakakku hingga terang-terangan. Tapi sial. Kenapa jadi begini!?

ku mengikuti kak Alya dan teman-temanku ke kamar mandi. Aku sudah benar-benar tak berdaya. Sebelumnya aku melihat mulut kak Alya dijejali penis oleh Dado dan membuat kak Alya menelan semua spermanya, bahkan kak Alya melakukannya dengan suka rela dan tampak menyukainya. 

Hal yang lebih gila lagi adalah ketika kak Alya menerima panggilan telpon dari Papa, dia tetap berbicara ketika sedang dikerjai oleh Dado. Bahkan sempat-sempatnya mengucapkan kalimat-kalimat yang tersirat mesum, untung saja Papa tidak tahu. Kini kak Alya sedang menuju ke kamar mandi diikuti teman-temanku. Saat kak Alya sudah masuk ke kamar mandi, teman-temanku berebutan ikut masuk juga ke dalam yang ruangannya pasti tidak begitu luas. Pintupun tertutup. Terbayang betapa sempitnya untuk diisi sebanyak lima orang yang pastinya akan saling berhimpitan dan bergesek-gesekan tubuh mereka di dalam sana. 

“Kak Alya, tunggu! Ikut donk kak.. please..” pintaku penuh memelas dengan sedikit malu.

“Adeek.. kak Alya juga pengen sih dek... tapi kamar mandinya sempit banget nih. Lagian ngapain sih teman-teman adek pada ngikutin kakak? Duuuh, jadi sempit banget deh..” jawab kak Alya mengeluh tapi malah dengan nada manja dari dalam sana.

“Ah bisa aja lo kak... bukannya udah kangen nungguin kontol kita-kita dari tadi yah? Kayaknya demen tuuuh... hahaha!” ledek Dado ke kak Alya yang membuat hatiku panas mendengarnya.

“Iiih, siapa juga yang nungguin... udah item, kotor, bau lagi, dasar jorok, engga pernah mandi yah? Sana jauh-jauh, hihihihi...”

“Makanya mandiin kita-kita donk kak, biar kak Alya makin suka mainin kontol kita berempat, iya ngga bro? Hehehe...”

“Awww! Eh, Feri kurang ajar deh pegang-pegang kakak, udahan aaah, geli tau! Yantooo! Apaan sih gesek-gesek, kakak gak mau lho ampe masuk yah? Kakak udah janji ama Aldi loh... awas yah!” kudengar cekikikan mengingatkan mereka. 

“Iya loh bro, jangan apa-apain kak Alya, entar Aldi marah... Lagian kak Alya kan biasa pake pakaian sopan sehari-harinya, malu donk lo semuanya!” Yanto terdengar nimbrung sok membela kak Alya.

“Cie cieee... kampret lo ah bro!”
“Hehehe... becanda gue brooo... Dikit aja yah kak...” ucap Yanto yang ternyata cuma menggoda kakakku saja. Apakah ia sedang mau menyelipkan batang kemaluan sialannya itu di vagina kakakku? Ugh, aku benar-benar seperti orang bingung di luar sini, antara tak rela dan ingin melihat kejadian di dalam.

“Udah aaah... jangan, gini aja yaaah... hihihi”
“Kayaknya nih bro, Aldi konak denger kakaknya kita kerjain kayak gini! Pinjem bentar gak papa kan brooo? Hahaha!” Bono malah meledekku yang menurutku lebih seperti sebuah penghinaan.

Mendengar mereka menertawakanku aku hanya bisa menundukkan kepala karena malu. Pintu kamar mandi yang tertutup juga terkunci dari dalam. Aku tak bisa melihat apa yang terjadi di dalam sana. Kak Alyaku yang cantik dan putih bersih, mau saja dikelilingi empat remaja jelek dan mesum dalam satu kamar mandi. Tapi malah membuatku benar-benar ingin melihat apa yang mereka lakukan terhadap kak Alya. Sampai-sampai aku setengah mengutuk diriku sendiri karena otongku sudah mengeras berdiri tegak melawan kewarasanku, padahal kakakku sedang dilecehkan teman-temanku sendiri.

Kudengar suara-suara terus menggema di dalam sana. Aku masih bisa mendengar apa yg mereka ucapkan. Mereka malah sengaja terus bicara supaya aku mendengar apa saja pelecehan yang mereka lakukan pada kak Alya.

“Geser dikit bro... nganggur nih, hehehe... asli nakal banget nih cewek, pengen donk punya satu kayak gini buat di kamar, hahaha!”

“Bener lo bro, tapi mending di tempat gue aja... gue khawatir lo rebutan ama bokap sama om lo, kan tampangnya sama kayak elo bro, produk mesum semua, ya ngga bro? Hahaha!”

“Ah lo semua, tinggal digilir aja tiap hari gantian... iya kan?”
“Repot-repot banget sih, tinggal nginep di sini aja tiap hari, beres dah, hahaha!” sambil bersahut-sahutan mereka merendahkan kakak kandungku akibat kenakalannya sendiri. Namun aku sebagai adiknya yang awalnya tak ingin kakakku diperlakukan demikian, malah jadi membayangkan apabila apa yang barusan mereka bicarakan benar-benar terjadi. 

“Fuaah! Adeeek... dengar gak tuh dek? Emangnya kak Alya barang kali yah, pengen dipunyain sana-sini... bandel semua deh temen-temen adek...”

“Yeee... masukin lagi donk kaaak... nganggur niiih!”
“Iiih, pada kurang ajar deh tuh deeek... masa kepala kakak ditarik-tarik... aduuh! Mmmmmmmhhh!” kak Alya mendadak seperti terbungkam.

“Cantik-cantik bawel juga yah kakak lo bro, hahaha! Terus bro, genjot yang kuat... dia suka tuh kayaknya, hehehe...” entah apa yang merka lakukan pada kak Alya, tapi itu membuatnya tak bisa bersuara dan berkata-kata.

“Kak Alya! Mau masuk! Buka donk!” aku memanggil kak Alya dengan tidak memperdulikan yang lainnya. Tapi teriakanku sama sekali tak terdengar seperti orang marah. Melainkan tak berdaya. Tak berdaya karena tidak ada satupun yang mengijinkanku masuk untuk ikut melihat kenakalan apa yang sedang kak Alya alami lagi saat ini.

Sambil terus aku menggedor-gedor pintu itu, aku terus meminta supaya diijinkan melihat. Aku tidak lagi merasakan bahwa aku khawatir akan apa yang dialami oleh kak Alya. Tapi aku ingin melihat bagaimana seorang kak Alya menghadapi perlakuakn mereka yang kurang ajar. Dengan tak sedikitpun kak Alya merasa diperlakukan dengan tak senonoh.

Ditengah panggilanku pada kakak dengan merana, kudengar di dalam sana kak Alya masih cekikikan dengan suara air yang sedang digayung dan disiram-siram dari bak mandi sehingga suaraku tenggelam diantara suara-suara mereka dan air di kamar mandi. Aku berharap setelah ini mereka selesai dan keluar dari kamar mandi. Tapi yang kudengar setelah acara siram-siraman itu malah hanya hening.

“...”

“Kak Alya!” panggilku tak ada tanggapan.

“...”

“Kak! Kakak lagi diapain?” terdengar jelas pertanyaanku bukan karena khawatir, melainkan penasaran karena sudah terbawa hasrat birahi ingin tahu adegan apa yang sedang berlangsung saat ini. Bahkan aku tak sadar sejak kapan aku sudah memelorotkan celanaku.

“Tenang aja broo! Nih kak Alya lagi kita kasi asupan bergizi.. hehe..” kini terdengar suara Bono.

“Lagian nih kakak lo tercinta mau-mauan aja loh bro.. gue yakin lo udah pernah kan bro disepong kakak lo? Eeeghh... anget bener nih mulut kakak lo, lacur bener! Ampe kontol kita berempat dah bau ludah aja masih mau diisepin lagi!” kekurangajaran Yanto dalam menjelaskan detil kenakalan kakakku kini malah hanya memperparah hasratku untuk membayangkan kakakku yang tengah dilecehkan mereka saja. Kak Alya sudah benar-benar hanya seperti objek pemuas saat ini.

“Fuaaahh! Udahan yaaah... pegel nih rahang kakaak... Adeeek, temen-temen adek bandel banget deh, pada ngocok semua di depan muka kakak... Kakak dipaksa mangap buat nampung susu kental temen-temen kamu loh... tapi kalau bergizi buat kakak boleh kan dek? Hihihi..”

“Aaarghh, kak Alya pereek! Lonte! Perempuan nakaal!” teriakku sambil melepaskan muncrat pejuh yang hanya mengotori pintu kamar mandi dan lantai saja. Dimana sebenarnya aku juga ingin mengotori kakakku sendiri dengan pejuhku seperti biasa. Malah saking pasrahnya, aku malah sedikit memberi kerelaan pada teman-temanku untuk mengerjainya, asalkan aku diijinkan melihat kakakku yang tengah menikmati ketika digagahi, entah oleh siapapun itu, termasuk mereka. Aku benar-benar menyerah pada kesadaranku. Setelah ejakulasiku meledak, semua terasa hening sesaat.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, dan kak Alya keluar dari dalam kembali menggunakan seragam lusuh kepunyaan Dado karena kak Alya tidak membawa handuk tadi. Tapi dengan rambut basah tergerai dan juga seragamnya yang mencetak tubuhnya karena juga basah justru membuat kak Alya semakin tampak seksi. Bahkan saat keluar kak Alya sempat melemparkan senyum sambil bergaya seperti kedinginan di depanku. Dengan spontan aku ingin memeluk kakakku yang menggemaskan itu, sampai akhirnya keempat temanku muncul menyusul kakakku hingga mengurungkan niatku. Walau sudah mandi tetap saja mereka seperti bulukan.

“Waduh broo, jangan lupa aja ya dilap tuh pejuh, bahaya orang kepelset di kamar mandi bro.. hehe” Ujar Feri membuka omongan.

“Iya bro.. ga safety kata orang lapangan, hahaha!” setelah meledekku mereka pergi meninggalkanku sendiri di depan kamar mandi. Sedang mereka semua pergi meninggalkanku begitu saja, seolah-olah tidak ada yang menarik dari hal yang aku lakukan di depan mereka. Bahkan ketidak berdayaanku membuat mereka menjadi semena-mena di rumahku sendiri.

“Eeeh! Nakalin Aldi kakak gak mau mainan lagi sama kalian yaah...”
“Hehehe, becanda kok kaaak, iya kan broo? Tapi kita mah, yang penting kak Alyanya udah sehat minum asupan bergizi dari kita berempat,hahaha!”

“Iya loh kak... apa mau mulut yang lain kita kasi susu bergizi dari kita-kita nih kak? Hehehe...”

“Hush! Ngentot donk namanya... Hihihi, gak boleh loh sama Aldi, iya kan dek? awas loh yah pada coba-coba...”

Mendengar kak Alya mencoba menepati janjinya agak membuatku sedikit lega. Walau aku teringat ketika awal kak Alya mulai terlihat nakal di depanku, yang awalnya hanya eksib akhirnya bobol juga oleh orang-orang yang tak jelas. Entah apa lagi yang akan mereka lakukan pada kakakku... 

Hari sudah sore menjelang magrib. Acara nikahan siang sudah terabaikan, bahkan untuk seorang kak Alya kini lebih memilih membersihkan penis-penis kotor dari keempat temanku dari pada hadir ke acara pernikahan anak teman papa. Kakakku benar-benar lonte.

Yang aku ingat adalah, mereka berencana menginap malam hari ini..


***

Setelah kejadian sore tadi, aku yang masih merasa lemas tak berdaya hanya bisa duduk di sofa ruang tengah. Entah sebenarnya aku memikirkan ketakberdayaanku terhadap teman-teman yang melecehkan kakakku. Atau karena aku juga menginginkan apa yang teman-temanku rasakan ketika melecehkan kak Alya. Terlebih lagi, kak Alya justru menikmati dirinya dilecehkan sehabis-habisnya oleh mereka.

Kakakku yang dilecehkan teman sendiri adalah hal baru bagiku, terutama bagi fantasiku. Tapi apapun yang dialami oleh kak Alya, semua akan menjadi list dalam fantasiku. Apakah aku mulai menikmati ketidak berdayaan ini selagi kakakku dihina, dilecehkan, bahkan direndahkan serendah-rendahnya oleh mereka. Bukan-bukan. Mungkin oleh siapa saja. Yang terutama seperti fantasi yang pernah kutunjukkan pada kak Alya melalui foto editan gambar kak Alya yang menunjukkan kak Alya sedang disetubuhi oleh orang-orang berkulit hitam dengan kontol yang besar dan panjang-panjang.

Akankah kak Alya mengijinkanku untuk menikmatinya bersama mereka juga?

Malam sudah tiba. Satu lagi acara pernikahan terlewati oleh kami. Kak Alya dari tadi dijadikan mainan oleh teman-temanku. Mainan mesum lebih tepatnya. Bahkan kak Alya masih disuruh mengenakan seragam dan celana dalam yang kini baunya sudah tak jelas lagi itu.

Mereka meminta kak Alya melakukan hal yang aneh-aneh. Seperti menyuruh kak Alya menelepon teman cowok kuliahnya yang ganteng sambil mengulum penis. Berganti temanku yang mengentoti mulutnya, ganti pula siapa yang ditelpon. Termasuk teman-teman kuliahnya. Hanya saja mereka tidak menelepon pacar kak Alya. Entah kenapa aku tak tahu.

Dan saat mereka sudah tampak puas, mereka lalu bilang, “ayoo.. sini kak.. saatnya makan dulu..” 

Dan kak Alya pun menjawab dengan bercanda balik, “Huuuu.. gelo deh manggil kakak kayak peliharaan aja. Adeeek.. kakak mau dikasih mamam lagi tuh... ummmm, kamu mau liat gak? Hihihi...”

Tiba-tiba terdengar suara penjual sate ayam akan melewati rumah kami.

“Yoi! Pas laper, pas benerr ada yang jualan.. Eh, cun! Gue bagi duit lo yak, hehe..” si Dado dengan kurang ajar main ambil duit di dompet kak Alya yang tergeletak di depan TV begitu saja.

Untuk sikap dia yang kebablasan ini, aku tak tahan melihatnya dan mendampratnya, “Eh, Do! Duit siapa itu? Lo kurang ajar banget sih maen ambil aja?” hardikku agak setengah matang sepertinya.

“Ya udah deh.. gue balikin.. jangan sewot donk, broo.. hehe..” Dado dengan mesem membawa kembali uang itu, tapi langsung menuju kamar kakakku. Aku tak tahu ada apa, tapi cukup lama ia berada di sana. Saat aku penasaran dan menyusulnya, kak Alya muncul disusul keempat temanku.

“Adeek.. kasian tuh temen-temen adek belum pada makan.. dipanggil yah tuh abang..” seraya menyodorkan lembaran uang padaku.

“Ngga ah, enak aja.. udah seenak-enaknya mereka di sini, Aldi juga yang beliin makanan.. Mereka aja lah kak yang beli..” aku setengah dongkol dan kak Alya malah menyuruhku membelikan mereka makanan. 

“Adeek.. kamu tau kan kak Alya baru aja dikasih makan sama temen-temen adek.. Kak Alya sampe kenyang lho, hihi.. Masa kita ga suguhin mereka makanan juga sih dek?” Kak Alya menjelaskan seolah itu hal yang lumrah. Memang sih ini namanya timbal balik. Tapi sate ayam plus lontong balasan dari pejuh? Mana dari mereka-mereka pula...

“Kenapa gak kak Alya aja?” kekesalanku kutuangkan sekalian dalam bentuk tantangan untuk kak Alya. Toh kak Alya sudah seharian bertingkah nakal dan liar. 

“Jadii.. kakak nih yang keluar nemuin abang sate itu?” tanya kak Alya dengan nada seolah malah balik menantangku.

“.. Kak Alya berani keluar cuma pakai itu aja?” tanyaku balik lagi, dan jantungku berdebar kencang, entah kak Alya mau melakukannya atau tidak.

“Adek liat kan kakak cuma pakai ini aja? Adek sengaja nggak mau karena pengen liat kakak beli sate pake ginian di depan abang itu kan? Hayoo..” kak Alya menyerangku. Entah kenapa, aku jadi ingin melihat kak Alya melakukannya.

“.. Iya kak, pengen..” jawabku polos.

“Adek liat yah,apa sih yang engga buat kamu dek.. sebenarnya ada lagi siih yang sedang kakak pakai.. hihihi..” lalu kak Alya sambil mencubit hidungku ia berucap, “liat kakak yah..”

Apa lagi yang kak Alya pakai selain seragam lusuh dan celana dalam itu? Tak lama kak Alya keluar menuju teras dan memanggil tukang sate yang umurnya kira-kira setengah tua. Hanya dengan mengenakan pakaian itu, membuat paha putih kak Alya terpampang kemana-mana. Untung saja kak Alya membeli sate ayam itu dari balik pagar yang tingginya sedada kak Alya. Tapi kalau si abang benar-benar mendekat sampai ujung atas pagar, pasti si abang bisa melihat jelas paha putih kak Alya yang sangat mulus. Paha perempuan cantik yang sedianya kemana-mana selalu berpakaian tertutup dan berkerudung.

Sedang aku berdiri mematung di balik jendela ruang tamu, melihat kak Alya sedang beraksi. Di samping menunggu bakar-bakaran si abang selesai dibuat, aku lihat sesekali kak Alya menunduk sambil menutup mulutnya, lalu kembali melirik kearahku sambil tersenyum nakal. 
Bahkan kali ini kak Alya mencoba membuka kancingnya satu persatu sambil berbicara dengan abang si penjual yang sedang sibuk memasak dan posisi gerobaknya tidak begitu jauh.

Kak Alya menghadap kearahku. Seluruh kancing seragam kak Alya sudah terbuka semua. Lalu dengan gaya nakal kak Alya perlahan-lahan membuka lebar kemejanya sehingga nampak buah dada kak Alya yang putih itu. Dua buah payudara yang ranum dan menggemaskan dengan puting mengacung tegak menunjukku. Kak Alya benar-benar nekat. Bagaimana kalau si abang itu melihat kak Alya berpose seperti itu? 

Saat mendadak si abang itu mendekat entah untuk apa, kak Alya langsung cepat-cepat merapatkan tubuhnya ke pagar hingga dadanya tergencet pagar supaya si abang tak melihat dari tepi pagar. Untung saja pagarnya dilapisi fiber gelap.

“Satenya tadi berapa bungkus mba?”

“Lima bungkus deh pak, lagi rame nih kebetulan, hihihi.. ouughh..” kak Alya menjawab tapi terpotong. Kak Alya kulihat menundukkan wajahnya sambil memegang tepian pagar dengan kedua tangannya.

“Iya deh.. anu mba, mba ga papa?” tanya si abang khawatir.

Kak Alya hanya menggeleng sambil tersenyum saja. Ada yang aneh dengan kak Alya. Apa kak Alya masuk angin karena hanya berpakaian seperti itu seharian. Biasanya juga malah tidak berpakaian apa-apa.

“Woi bro! Hehe.. Serius amat liatnya. Liat apaan sih?” Dado datang mengagetkanku sambil ikut melihat keluar melalui jendela. Aku tidak menjawab pertanyaan si brengsek ini karena kesal.

“Kak Alya emang baik bener ya bro? Hehe.. Udah baik, cantik, putih bening lagi kulitnya.. ya ngga bro? Pasti semua cowok pada ngejar-ngejar kakak lo kan bro?” Dado mulai bertanya seolah ada maksud yang aku tak peduli.

“Gue yakin pasti semua pengen banget ngentotin kakak lo.. termasuk lo juga kan bro? Hehe, yakin gue..” Dado menebak dan memang tepat sasaran. Aku tak bisa bersembunyi lagi, karena buktinya saat kak Alya dientot mukanya, aku malah coli dan ejakulasi di depan kak Alya. Bahkan aku melakukan dua kali, di depan teman-temanku. Kak Alya…

“Bro.. lo suka kan gue panggil kakak lo lonte tadi? Hehe.. jangan salahin gue ya.. tapi emang kakak lo yang suka diapa-apain kayak gitu. Gue aja ngga nyangka kakak lo kayak gitu.. sorry nih ya bro, lonte banget..”

Aku seharusnya marah. Tapi aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku menyerah pada keinginan untuk melihat kakakku tercinta yang cantik ini diperlakukan tak senonoh oleh orang-orang yang kontras darinya. Tapi aku tak menyangka saja kalau ternyata akhirnya teman-temanku yang juga ikut melecehkan kak Alya.

“Bro.. nih bro, pegang deh..” Dado menyerahkan HPku yang diambil dari kamar kak Alya. Apa maksudnya?

“Telpon deh kakak lo.. hehe..” Dado meyuruhku menelpon kakakku?

“Buat apaan sih Do?” tanyaku merasa aneh.

“Lo coba aja.. tar lo ketagihan deh.. hehehe.. buruan lo, kelamaan nih.. pantes aja kakak lo keburu dipake ama orang-orang..” Dado mulai berkata kurang ajar padaku. Tapi karena penasaran, akupun mulai menghubungi kakakku. Nada tunggu lama tak diangkat dan terputus. Begitu juga untuk panggilan kedua. Sampai akhirnya aku sedikit demi sedikit mulai menyadari sesuatu.

Awalnya setiap kali kuhubungi kak Alya merespon dengan gaya tertunduk. Kukira dia akan mengangkat telpon yang mungkin saja dia pegang atau ditaruh disaku seragam terkutuk itu. Tapi tak ada satupun yang kak Alya terima. Kutelpon terus, dan kak Alya masih merespon dengan gerakan yang sama, terkadang menutup mulutnya. Tapi semakin kesini pegangannya pada pagar semakin erat.

Kak Alya terlihat kakinya seperti gemetaran, dan dilihat cepatnya naik turun gerakan dadanya, kak Alya terlihat bernapas seperti terengah-engah.

“Pada pake lontong semua kan mba?”

“Iya pak.. eeghh.. lontongin yah semua pak..” jawab kak Alya terlihat wajahnya memerah.

“Kalo pake lontong biar tambah kenyang sih mba..” Si abang menimpali dengan lugu.

“.. Eemmhh.. Bener Pak.. makin banyak lontongnya.. makin baguss.. Eeghh.. makin enak Paakkh..” pegangan kak Alya semakin kuat pada pagar.

“.. Eh.. iya mba.. Anu.. Iya.. makin panjang juga lontongnya makin enak ya mba?” si penjual mulai salah tingkah sambil coba-coba mulai nakal pada kakak..

“.. Uugh Pak.. makin panjang makin penuh di dalem perut Alya Pak.. Alya suka Pak, Uuhh..” Alya mulai meracau tak terkendali. Aku sepertinya tahu kenapa kak Alya jadi meracau begini. Aku hanya menoleh pelan ke arah Dado. Dado membisikkan ke telingaku bahwa ia memasukkan sesuatu kak Alya ke vaginanya, dan celana dalam Dado yang dikenakan kakakku menahan sesuatu yang dimasukkan Dado kedalam kak Alya supaya tidak jatuh.

Kini jelas, setiap aku hubungi, sesuatu di dalam kakak ikut bergetar. Dan tiap getarannya membuat kak Alya menggelinjang hebat. Kini aku seperti memiliki mainan baru dari Dado. Antara yakin tak yakin memperlakukan kakakku seperti ini. Tapi aku sungguh menikmatinya.

Kak Alya menggigit bibirnya dan dengan pelan menekan tubuhnya rapat ke pagar, seperti sedang menahan sesuatu. Semua itu kak Alya lakukan di depan si abang sate ayam yang hanya dibatasi oleh pagar. Dan yang terlihat dari kak Alya hanyalah wajahnya yang cantik bersemu merah karena horni berat, serta leher jenjang putihnya dan atas dadanya yang terlihat mengkal mengeras.

Aku sambil terus menghubungi kak Alya, mulai kugosok-gosok celanaku yang terasa sempit dari tadi.

“.. Ouugh... Pak.. lontongnya yang banyak yah... juga panjang-panjang...” kak Alya mulai terlihat bergetar hebat sambil melihat si abang itu terus. Tiba-tiba kak Alya dengan satu tangan masih memegang erat pagar, mendorong tubuhnya menjauh dari pagar dan menutup mulutnya erat-erat dengan tangan satunya. Kak Alya terdengar menjerit tertahan. Kak Alya orgasme! Dan aku pun menyusul muncrat sambil memegang tongkolku yang menegang keras di dalam celanaku. Ya, aku bahkan tak sempat mengeluarkan tongkolku. Aku benar-benar payah. Kini celana ku basah karena pejuhku sendiri. Memalukan.

“Mba.. mba.. ini satenya lima bungkus, hehehe... a-anu mba, saya juga mau loh yang enak-enak, hehehe...” si abang mendekat kak Alya.

Kak Alya mengumpulkan sisa tenaga dan menghadap si abang lagi, “ini Pak, uang lima puluh ribu.. ambil aja kembaliannya.. enak kan Pak? Hihi.. makasih ya Pak..” seraya Alya bergaya imut dengan memiringkan kepala lalu meninggalkan si penjual yang merasa dongkol itu. Uugh kak Alya. Berani amat, ga takut diperkosa apa? Nakal bener kak Alya.

Setelah masuk kak Alya disambut oleh teman-temanku dengan sorakan.

“Waaa! Gila nih lonte, asli bikin gue panas dingin loh.. Aldi aja ikutan panas dingin ampe ngompol, hahaha!” Dado menghina kak Alya dan meledekku.

“Hihi.. tapi udahan kan? Kakak boleh gak keluarin sekarang? Ngeganjel banget tau?”

“Yoii! Keluarin aja.. biar si Aldi liat, hehe..” Bono yang sudah datang karena sate ayamnya tiba ikut nimbrung sambil mengurut-urut tongkinya yang hitam. Aku jadi ingat kemarin, soal bon bon hitam.

“Adeek.. liat yah, hihi.. ada yang mau keluar nih.. uugh..” wajah kak Alya seperti menahan sesuatu.

Kak Alya memelorotkan celana dalamnya pelan-pelan. Dari mulut vaginanya terlihat tali gantungan dengan ujung bandul kepala hello kitty menjuntai keluar dari dalam ditarik perlahan oleh kakak, hingga akhirnya keluar meluncur bebas jatuh ke lantai keluar dari persembunyiannya. Benar seperti dugaanku, vagina kakak dimasuki HP oleh mereka, HP kak Alya benar-benar terlumuri cairan-cairan pelumas kak Alya yang kental. Bahkan masih ada yang menetes dari vaginanya.

“Adeek.. liat deh tuh kerjaan temen kamu, basah deh HP kakak, huuuh.. kak Alya kayak abis melahirkan aja... kamu bisa bayangin ga sih dek, kalo yang keluar dari sini tuh bayi beneran? Hihi..” kak Alya mulai lagi dengan nakal memancingku seperti seorang pelacur asal ngomong.

“..Uugh.. bayi kak Alya?” aku merasa tegang kembali.

“Iya dek.. kak Alya kayak dihamilin.. terus keluar baby.. kebayang ngga sih? Hihihi” kak Alya malah bertingkah geli sendiri di hadapan teman-temanku.

“Ga usah pura-pura, beneran juga gue kasi buat nih cewek.. hehe, gue hamilin yah..”
Dado memotong. Sementara yang lain mulai beranjak mendekati kak Alya. Ada yang mulai grepe-grepe. Dan ada yang meremas susu kak Alya. aku masih terperanjat melihat semuanya berjalan begit ucepat.

“Bro.. nih lonte kayaknya suka kalo hamil bro. Gimana kalo gue hamilin bro? Boleh kan?” Bono menimpali.

“Iiih, sembarangan deeh panggil kak Alyanya yaaah...”
“Ah, bukannya kak Alya demen yah? Tadi di kamar mandi gua bisikin perek, pecun, pelacur, lonte, malah melongo ampe mukanya merah gitu, hahaha!”

“Duuuh, apaan siiih! Bohong kok dek, hihihi... masa sih kakak suka dipanggil kotor kayak gitu?”

“Gue juga yakin lo suka kan dientotin kak? Udah berapa cowo yang ngentotin lo kak? Siapa aja sih?”

“Palingan nih cewek udah hamil kali, gak tau siapa aja deh yang udah ngobok-ngobok memeknya hehehehe... bener ngga kak?” mereka saling melemparkan celetukan yang membuat kak Alya makin tak berdaya melawan janjinya sendiri pada adiknya. Kulihat nafas kak Alya malah makin berat, dan bodohnya begitupun juga denganku.

“Inget loh... kakak gak mau sampai kebablasan... udahan yah? Diliatin Aldi tuh... hihi..” kak Alya berusaha menahan mereka, dan akupun seperti menanti sampai sekuat mana kak Alya berpegang pada janjinya itu. Hanya saja kini aku sendiri pun seperti mempertanyakan keteguhanku pada janji yang kupinta sendiri pada kakakku. Karena apabila kakakku akhirnya memang digagahi mereka, akan terjadi di depan mataku sendiri. kak Alya, dengan teman-teman jelek sepermainanku di sekolah.

“Bawel lo cun... bilang aja lo pengen, hehehe... muka lo ampe merah begitu?”
“A-adeeek...”

“I-iya kaaak...”
“Dek.. kak Alya mau dihamilin temen-temen adek nih.. boleh ngga sih dek?” kak Alya bertanya padaku dengan wajah agak ragu-ragu sambil terus digrepe-grepe mereka.

“Uugh, kak Alya.. dihamilin mereka?” tanyaku seperti agak tak terima.

“Iya bro.. itu artinya kita semua bakal ngentotin nih lonte.. kakak lo.. Heh! Lo pengen kan kita entotin? Minta ijin dulu donk ama adek lo tuh?” tanya Dado dengan kasar ke kak Alya.

“Adeek.. temen-temen pengen ngentotin kak Alya nih.. boleh ngga dek?”

“Kak Alya.. pelacur..” hina ku pada kakakku sendiri yang seperti melempar keteguhan janji balik kepadaku.

“Kak Alya nanti dientotin di semua lobang kakak, mulut, memek, sama pantat kalo temen-temen adek mau.. boleh ngga dek?” kak Alya seperti lonte meminta padaku dengan merendahkan dirinya.

“Kak Alya.. lonte..” aku semakin menegang lagi melihat kenakalan kakakku ini.

“Adeek.. boleh yaah..” kak Alya mengiba padaku. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa kakakku yang cantik ini digenjot bersamaan oleh mereka.

Maka ketika aku mengeluarkan kontolku, seperti persetujuan bagi mereka. Teman-temanku mulai menggarap kak Alya.

Aku seperti menyerah pada ketakberdayaan ini hanya bisa berdiri dan terus mengocok batang kemaluanku. Pandanganku hanya tertuju pada kak Alya yang sedang digagahi oleh teman-temanku di ruang tamu. Aku seperti tak ingin pertunjukan kak Alya digarap oleh teman-temanku berhenti begitu saja. Apalagi melihat kakak didorong punggungnya oleh Dado supaya membungkuk sambil masih berdiri membelakanginya.

“Nungging yah kak, hehehe... ouugh brooo, gue kontolin nih kakak lo yang cantik, eeegh..”
“Uuugh deeek... kontol Dado deek... masuk semuaaah.. emmmhh.”
“Gila sempit banget nih meki... Akhirnya gua entotin juga lo kak! Uuuhhh...”
“Eegh.. eeeghh... adeeek, kakak dientot Dado nih deeek... temen kamu nakaaal...” 

Sambil bicara nakal dan menggoda kak Alya dientot oleh Dado dari belakang. Tubuh Kak Alya bertumpu pada tepi sofa. Terlihat yang lain sambil mengurut-urut tongkinya sesekali menjejalkannya pada mulut kak Alya. Bahkan secara bergantian. Dan semuanya memperlakukan mulut kak Alya dengan kasar. Berkali-kali kak Alya tersedak, tapi sekalipun kak Alya muntah, tetap saja kak Alya hanya cekikikan saja.

Tidak ingin ketinggalan menggarap kakakku, mereka mengubah posisi lagi. Posisi lain memperlihatkan kak Alya duduk di atas Bono yang sedang tidur terlentang dan memasukkan penis hitamnya kedalam liang peranakan kakak, sedang Bono sambil memegang pinggul kakak menggoyangnya maju mundur dengan tidak sabar.

“Goyang dong lonte! Lo lonte kan? Ayo terus goyang! Entar gue kasi anak lo.. gue bikin hamil.. Eeghh..” tariknya dengan kasar.

“Iyah sayang.. iyah.. uugh.. lonte goyang terus kok.. lonte goyang nih.. Ough..” kak Alya jejeritan ga karuan. Tapi sesekali melirikku, seolah tidak ingin aku ketinggalan sajian dari kakakku yang nakal ini.

“Ayo lonte! Makan dulu.. lo abis muntah kan? Ayo makan lagii.. hehe” Feri langsung menjejelkan mulut kak Alya.

“Gila nih lonte.. mau aja diapa-apain yah bro.. Cuih!” Yanto meludah lobang pantat kak Alya berkali-kali sampai akhirnya dia menempelkan kepala kontolnya di lobang anus kakakku.

“OOUGH! Adeek.. UUGHH! Anus kakak.. eeggh! Anus kak Alya deek.. pelan To, sakit.. uugh!” kak Alya seperti berusaha menahan sakit saat anusnya dijejali kontol Yanto.

Kini kak Alya resmi sudah menjadi objek fantasiku di mana sajian tidak lagi melalui cerita atau suara saja, melainkan di depan mataku, walau harus dimulai dari teman-temanku. Semua lobang kakak dipenuhi oleh mereka. Mulut manis dan imut kak Alya digenjot oleh Feri hingga air air ludah kak Alya meleleh sampai ke dagu. Memek dan Pantat kak Alya dientot dengan kasar bersamaan dengan irama bergantian keluar masuknya kontol Bono dan Yanto.

“Bentar bro.. bentar.. cabut dulu..” seru Dado meminta Feri mengehentikan kegiatan menggenjot mulut kakakku.

“Bro liat kakak lo yang alim bro.. hehe.. cuih! Cuih!” Dado meludah kedalam mulut kakakku yang sedang terbuka berkali-kali. Dan Feri juga ikut meludah tepat di lidah kak Alya yang sedikit terjulur keluar, dengan wajah memerah terlihat kakak sangat menikmati direndahkan orang jelek seperti mereka yang seharusnya menghormatinya. Dan gilanya sambil terus menggoyang pinggulnya, ludah yang teman-temanku ditelan begitu saja oleh kakak. Kakakku benar-benar suka dihina lebih rendah dari seorang pelacur.

“Dasar lonte lo.. gue tinggal pasti dia yang minta dientot.. ya ngga? Jawab donk kak!” hardik Feri ikut terbawa suasana.

“Aaakhh... Iyah... kak Alya minta dientot.. dientot terus... Uuugh.. Adeek..kak Alya boleh ngga jadi lonte? Eeggh.. boleh yaah...” pinta kak Alya ditengah-tengah genjotanya dua kontol di lobang anus dan memeknya.

“Kalo gua ga mau ngentotin lo lagi gimana donk kak lonte? Hehe..”

“Kak Lonte cari orang.. eeghh.. yang mau entotin terus.. uugh.. adeek.. sama anjing kak Alya juga mau, hihi.. eeennghhh..” kak Alya seperti tak bisa kupercaya. Apakah hanya karena terbawa horni hingga tak sadar mengucapkan itu? 

“Gila nih kakak lo bro.. lebih parah dari yang gue kira.. hehe..” Dado menghina kakakku.

Kak Alya terlihat mulai kepayahan menghadapi mereka. Mata kak Alya mulai sering menatap kosong ke langit-langit, seperti menahan deraan badai kenikmatan atas perlakuan tak senonoh ini. Melihat genjotan teman-temanku semakin kencang, kak Alya pun seperti kesetanan menggelinjang. Tubuh ramping dan putih kak Alya yang begitu kontras dengan warna kulit teman-temanku tergocang maju mundur dipompa mereka pada ketiga lobang kak Alya, vagina, anus dan mulutnya secara bersamaan. Aku pun mempercepat kocokanku sambil bangkit mendekati kak Alya. Tertatih-tatih aku dan kak Alya melupakan janji sakral kami berdua.

Feri yang sudah tak kuat menggenjot mulut kakakku langsung menumpahkan pejuhnya kedalam rongga mulut kak Alya hingga kak Alya kepayahan menelannya.

Yanto yang sedianya menggenjot anus kak Alya langsung mencabutnya dengan paksa dan berganti posisi dengan Feri yang kini sudah terduduk lemas dengan nafas terengah-engah. Bahkan belum selesai kak Alya mengambil nafas panjang lagi, kini giliran Yanto menjejalkan mulut mungil kakakku. Sambil melirik kearahku, kak Alya memperlihatkan kehinaannya padaku, bahwa ia kakak yang cantik dan sopan, bisa menjadi hina sehina-hinanya dengan mulut penuh pejuh orang-orang yang jelek.

“Nih Lonte.. makan dulu yah.. hehe.. biar sehat, dan bergizi, hahaha..”

“Adeeek, kakak disuruh mamam lagi niiih... liat deh, kontol Yanto dipukul-pukul ke muka kakak nih, mana anget loh kontolnya, hihihi... Aaaa..” kak Alya dengan tatapan nakal dan terangsang tingkat tinggi malah mangap dan menunggu kontol Yanto yang bau itu dijejalkan kedalam mulut kak Alya.

“Aargh gue semprot yah.. telen yang banyak yah njing.. biar sehat, hehe.. Aargh!” sambil menodai mulut kakakku dengan semprotan pejunya, Yanto mengatai kak Alya seenaknya hanya karena kak Alya asal bicara mau dientot anjing sebelumnya.

Setelah dicabutnya kontol Yanto, kak Alya masih menganga akibat paksaan jejalan kontol Yanto barusan. Dengan sedikit memamerkan paju-peju temanku di dalam rongga mulut kakak yang sampi menetes ke dagu, kak Alya terus menatap sayu padaku di tengah goncangan tubuhnya akibat sodokan-sodokan Bono dan Dado yang masih mengapit tubuh ramping kakakku.

Setelah dua temanku K.O. kini tinggal Dado dan Bono yang saling memburu didalam liang vagina dan anus kak Alya.

“Gue bikin hamil lo.. gue entot nih memek lonte ampe hamil.. Uuugh!” Setelah mengejang pertanda muncratnya peju Bono dalam liang peranakan kakak, Bono tumbang. Tapi Dado masih menggenjot pantat kak Alya diatas tubuh Bono yang lunglai.

“Terus sayang.. terus entotin kakak.. kakak suka dientot Dado.. kakak mau dientot terus.. uuugh.. adek.. kakak boleh yah dientot Dado.. tiap hari..” kak Alya mulai meracau tak karuan, dan membuatku hampir klimaks..

“Adeeek.. boleh ya kakak minta dientot terus.. dihamilin... dipejuhin badan sama muka dan mulut kak Alya..”

“AARGH! KAKAK PELACUUUR! KAK ALYA LONTEE!” aku muncrat sejadi-jadinya kesegala arah sambil kupegang erat kontol menyedihkanku.

“...Eeeeggghhh! ADEEEK!” kak Alya mencapai orgasme memanggil namaku dengan kencang.

Sambil duduk aku melihat teman-temanku kelelahan karena ngecrot seharian dilayani kakakku. Begitu juga denganku yang lemas menghadapi siksaan dari tingkah nakal kakak kandungku ini. Ingin rasanya aku juga ikut ambil bagian mencicipi tubuh kak Alya, tapi aku pastinya akan selalu mendapat jawaban yang sama.

Malam ini mereka melanjutkan ronde kedua di dalam kamar kak Alya. Aku yang sudah muak memutuskan untuk tidur saja di kamarku sendiri. Sempat terlihat di mata kak Alya sebuah tatapan kaget tak menyangka ketika melihatku yang justru memutuskan untuk tidak mengikutinya ke kamar. Aku hanya mendengar suara-suara berisik mereka sibuk meledek dan merendahkan kakakku sambil terus melakukan entah apapun itu. Yang kudengar awalnya hanya cekikikan saja, lalu diakhiri dengan jeritan panjang kak Alya. Dan itu terjadi berkali kali sampai tengah malam di mana akhirnya sunyi senyap menandakan mereka sudah tertidur.

Namun tak kusangka, ketika tengah malam pintu kamarku terbuka. Seseorang masuk dan mendekat ke tepian ranjangku.

"Adeeek... kakak boleh gak bobo di sini?"
"Kenapa kak? Kok gak bobo di sana aja?" jawabku ketus berusaha menarik perhatiannya.

"Cuma pengen aja, boleh kan?" tanyanya lagi. Akupun seperti tak mampu menolak, akhirnya ku menerima kak Alya tidur di kamarku. Kak Alya lalu memelukku dari belakang menyadari aku tidak menghadap dirinya.

Setelah beberapa minggu banyak hal terjadi di antara kami berdua, kini semuanya seolah terlupakan dalam sekejap saja dengan pelukan hangatnya. Seolah dalam pelukannya menceritakan banyak hal padaku. Tentang bagaimana sebenarnya dirinya, kenapa aku hanya kebagian coli atas fantasiku tentang kakakku, dan mengapa aku harus memiliki pacar sendiri ketimbang harus menggagahinya yang merupakan kakak kandungku sendiri. Tapi sebagian dari diriku tetap menginginkan kakakku sebagaimana orang-orang lain juga bisa mencicipinya.

"Aku sayang kakak..." Walau aku masih kesal karena dia mau-maunya digagahi teman-teman jelekku, namun aku masih menyayanginya.

"Kak Alya juga sayang kamu dek...makanya cari pacar yah"

"Uuugh... kak Alyaaaa, hehehe..." Dan walaupun aku masih kesal, tetap saja aku tak tahan melihat penampilannya yang masih mengenakan seragam lusuh dengan bawahan sudah tak mengenakan apa-apa lagi itu. Kehadirannya saat ini seolah mengobati rasa kesalku seharian, yang mana saat ini hanya ada aku dan kak Alya di dalam kamarku...

“Kak.. ngentot dong…”
“Jangan… gak boleh!”
“Yah… kak, please dong…”
“Kamu ini… udah kakak bilang gak boleh!”

“….”
"Deek..."
"...."
Adeeek..."
"...."

“Ya udah boleh, tapi cuma kali ini aja ya…”
“Beneran kak?”
“Iya… sekali ini aja, gak ada lagi” ujarnya dengan senyum manis.
“Ng… iya deh kak, gak apa…”

Ugh… senangnya hatiku akhirnya kak Alya membolehkan aku bersetubuh dengannya. Dengan semangat akupun menindih tubuhnya, menggerayanginya, serta menciumi wajahnya berkali-kali. Aku lampiaskan nafsuku yang selama ini tertahan ke padanya. Jika benar yang dia katakan kalau aku hanya boleh sekali ini saja, maka aku harus menggunakannya sebaik mungkin dan sepuas-puasnya.

“Hihihi, Adek… pelan-pelan aja, nikmatin”
“Ngh… iya kak…”
“Puas-puasin yah adekku…”
“Iya kak… makasih.. Aku sayang kakak”

Ketika penisku yang mengeras benar-benar amblas di dalam liang peranakan kak Alya, perasaan dan pikiranku melayang tinggi tak berujung. Aku dan kakak kandungku akhirnya bersetubuh!

Ya... Aku bersenggama dengan kakakku malam ini... berulang-ulang. Bahkan ketika aku sudah ngecrot dan terasa lelah, seolah tak ingin waktu dan kebersamaan dengan kakakku ini berlalu begitu saja, cukup dengan melihat kak Alya yang putih mulus dan bening setengah bugil sambil tersenyum padaku akhirnya aku bangkit lagi lalu kembali menggagahi kakakku sendiri, lagi... lagi... dan lagi...

"Eeghh... kak Alyaaaa... kakaaaaakkuuu..."
"Hihihi... emmmmhh...adeekkuuuu..."

Setelah sekian lama... aku dan kakakku akhirnya bersetubuh...

Aku, adik kandungnya... dan kakakku yang cantik dan seksi, kak Alya...

***
***

“Iya kak, sore nanti aku sampai kok”
“Ohh… sore ya? Masih cukup waktu deh kalau gitu”
“Cukup waktu ngapain kak?”
“Eh, nggak kok… Udah dulu yah dek. Alamat rumah kakak jelas kan? Kakak tunggu ya di rumah”
“Iya kak, terus…” belum selesai aku ngomong ternyata telepon sudah dimatikan. Dasar, kebiasaan kakak yang ngga pernah hilang.

Tiga tahun berlalu. Masih teringat jelas bagaimana waktu itu kak Alya membolehkan aku menyetubuhinya. Apa yang aku rasakan malam itu sungguh luar biasa. Malam terindah yang pernaha kurasakan selama ini. Walau ternyata memang hanya sekali di malam itu saja, dia benar-benar tidak mengizinkan aku melakukannya lagi bersamanya.

Aku kini sudah kuliah dan tidak tinggal bersama dengan kak Alya lagi. Kakakku sudah menikah dan tinggal bersama suaminya, mas Hendi. Tapi hari ini, aku berencana untuk mengunjungi kakak di rumahnya dan menginap di sana selama liburan semester. Siapa tahu kakak masih mau melepas rindu seperti dulu lagi. Atau mungkin Alya sudah berubah semenjak menikah dengan mas Hendi?

Setelah perjalanan yang cukup lama akhirnya aku sampai juga di rumah kak Alya. Namun ternyata aku sampai lebih cepat. Aku sampai saat masih siang, bukan sore seperti yang aku perkirakan. Tapi biarlah, malah bagus kan berduaan dengan kak Alya sebelum mas Hendi pulang kerja?

“Tok tok tok” Ku ketok pintu depan rumahnya. Aku tak sabar berjumpa kak Alya lagi. Namun setelah berkali-kali ku ketok tidak ada yang menyahut. Apa tidak ada orang di rumah?? Namun saat ku coba meraih gagang pintu, ternyata tidak terkunci.

Ku coba saja masuk ke dalam sambil berteriak memanggil kak Alya, tapi tetap tidak ada yang menyahut. Bahkan di dalam kamar tidur kakak dan mas Hendi pun tak kudapati ia di sana.

Hingga akhirnya aku mendengar suara aneh dari ruang belakang yang tepatnya di gudang. Ketika menengok ke dalam salah satu kamar, aku terperanjat! Seorang wanita cantik terbaring di atas spring bed bekas sedang ditindih seorang pria! Namun pria yang terlihat tua, berkeringat, dan sedang asyik menindihnya itu bukan suaminya!

“K-kak Alya!”
“Eh, A-adek? Kamu udah sampe??”

Tamat
***
Kak Alya, Pada: Jumat, Juli 31, 2015
Copyright © 2015 CERITA DEWASA Design by bokep - All Rights Reserved