Aku teringat peristiwa yang aku alami dengan ibu mertua kakakku. Ibu mertua kakakku memang
bukan ibu kandung istrinya, karena ibu kandungnya telah meninggal dunia. Ayah mertua kakakku kemudian kawin lagi dengan ibu mertua kakakku yang sekarang ini dan kebetulan tidak mempunyai anak. Ibu mertua kakakku ini umurnya sekitar 40 tahun, wajahnya ayu dan tubuhnya benar-benar sintal dan padat sesuai dengan wanita idamanku. Buah dadanya besar sesuai dengan pinggulnya. Demikian juga pantatnya juga bahenol banget. Aku sering membayangkan ibu mertua kakakku itu kalau sedang telentang pasti vaginanya membusung ke atas terganjal pantatnya yang besar itu. Hemm, sungguh menggairahkan.
Peristiwa itu terjadi waktu malam dua hari sebelum hari perkawainan kakakku dengan Riris. Waktu itu aku duduk berdua di kamar keluarga sambil membicarakan persiapan perkawinan kakakku. Mendadak lampu mati. Dalam kegelapan itu ibu mertua kakakku (waktu itu masih calon) berdiri, saya pikir akan mencari lilin tetapi justru ibu mertua kakakku memeluk dan menciumi pipi dan bibirku dengan lembut dan mesra. Aku kaget dan melongo karena aku tidak mengira sama sekali diciumi oleh calon ibu mertua kakakku yang cantik itu.
Hari-hari berikutnya aku bersikap seperti biasa, demikian juga ibu mertua kakakku. Pada saat-saat aku duduk berdua dengan dia aku sering memberanikan diri memandang ibu mertua kakakku lama-lama dan dia biasanya tersenyum manis dan berkata, “Apaa..?, sudah-sudah, ibu jadi malu”.
Terus terang saja aku sebenarnya merindukan untuk dapat bermesraan dengan ibu mertua kakakku itu. Aku kadang-kadang sangat merasa bersalah dengan kakakku dan juga kakak iparku yang baik hati. Kadang-kadang aku demikian kurang ajar membayangkan ibu mertua kakakku disetubuhi ayah mertua kakakku, aku bayangkan kemaluan ayah mertua kakakku keluar masuk vagina ibu mertua kakakku. Ooh alangkah…! Tetapi aku selalu menaruh hormat kepada ayah dan ibu mertua kakakku. Ibu mertua kakakku juga sayang sama kami.
Pagi-pagi hari berikutnya aku ditelepon ibu mertua kakakku minta agar sore harinya aku dapat mengantarkan ibu menengok famili yang sedang berada di rumah sakit karena ayah mertua kakakku sedang pergi ke kota lain untuk urusan bisnis. Aku sih setuju saja. Sore harinya kami jadi pergi ke rumah sakit dan pulang sudah sehabis maghrib. Seperti biasa aku selalu bersikap sopan dan hormat pada ibu mertua kakakku.
Dalam perjalan pulang itu, aku memberanikan diri bertanya, “tante, ngapain sih dulu tante kok cium Tono ?”.
“Aah, kamu ini kok maih diingat-ingat juga siih”, jawab ibu mertua kakakku sambil memandangku.
“Jelas dong buu…, Kan asyiik”, kataku menggoda.
“Naah, tambah kurang ajar thoo, Ingat kakakmu lho Ton…, Nanti kedengaran juga bisa geger lho Tono “.
“Tapii, sebenarnya kenapa siih tante…, Tono jadi penasaran lho”.
“Aah, ini anak kok nggak mau diem siih, Tapi eeh…, anu…, Tono, sebenarnya waktu itu waktu kita jagongan itu, ibu lihat tampangmu itu kok ganteng banget. Hidungmu, bibirmu, matamu yang agak kurang ajar itu kok membuat ibu jadi gemes banget deeh sama kamu. Makanya waktu lampu mati itu, entah setan dari mana ibu jadi pengin banget mencium dan merangkulmu. Ibu sebenarnya jadi malu sekali. Ibu macam apa aku ini.”
“Mungkin, setannya ya Tono ini Bu…, Saat ini setannya itu juga deg-degan kalau lihat ibu mertua kakakku. Ibu boleh percaya boleh tidak, kadang-kadang kalau saya lagi sendiri malah bayangin tante lho. Bener-bener nih. Sumpah deh. Kalau tante pernah bayangin saya nggak kalau lagi sama om”, Aku semakin berani.
“aah nggak tahu ah…, udaah…, udaah…, nanti kalau keterusan kan nggak baik. Hati-hati setirnya. Nanti kalau nabrak-nabrak dikiranya nyetir sambil pacaran ama tante. Pasti tante yang disalahin orang dikiranya yang tua niih yang ngebet”, katanya.
“Padahal dua-duanya ngebet lo tante. tante, maafin Tono deeh. Tono jadi pengiin banget sama tante lho…, Gimana niih, punya Tono sakit kejepit celana nihh”, Aku makin berani.
“Aduuh Ton, jangan gitu dong. tante jadi susah nih. Tapi terus terang aja Tono .., tante jadi kayak orang jatuh cinta sama kamu.., Kalau udah begini, udah naik begini, tante jadi pengin ngeloni kamu Tono …, Tono kita cepat pulang saja yaa…, Nanti diterusin dirumah…, Kita pulang ke rumahmu saja sekarang…, Toh lagi kosong khan…, Tapi Tono minggir sebentar, tante pengen cium kamu di sini”. Kata tante dengan suara bergetar.
Oooh aku jadi berdebar-debar sekali. Aku jadi nafsu banget. Aku minggir di tempat yang agak gelap. Sebenarnya kaca mobilku juga sudah gelap sehingga tidak takut ketahuan orang. Aku dan ibu mertua kakakku berangkulan, berciuman dengan lembut penuh kerinduan. Benar-benar, selama ini kami saling merindukan.
“eehhm…Ton, ibu kangen banget ma kamu”, bisik ibu mertua kakakku.
“Aku juga bu”, bisikku.
“Ton…, udah dulu…, eehmm udah dulu”, napas kami memburu.
“Ayo jalan lagi…, Hati-hati yaa”, kata ibu mertua kakakku.
“Ibu penisku kejepit niih…, Sakit”, kataku.
“Iiich anak nakal”, Pahaku dicubitnya.
“Okey…, buka dulu ritsluitingnya”, katanya.
Cepat-cepat aku buka celanaku dan turunin celana dalamku. Woo, langsung berdiri tegang banget. Tangan kiri ibu mertua kakakku aku tuntun untuk memegang penisku.
“Aduuh kamu. Gede banget pelirmu…, Biar ibu pegangin, Ayo jalan. Hati-hati setirnya”.
Aku masukkan persneling satu dan mobil melaju pulang. Penisku dipegangi ibu, jempolnya mengelus-elus kepala penisku dengan lembut. Aduuh, gelii… nikmat sekali. Mobil berjalan tenang. Kami berdiam diri tetapi tangan ibu terus memijat dan mengelus-elus penisku dengan lembut.
Sampai di rumah aku turun membuka pintu dan langsung masuk garasi. Garasi aku tutup kembali. Kami bergandengan tangan masuk ke ruang tamu. Kami duduk di sofa dan berpandangan dengan penuh kerinduan. Suasana begitu hening dan romantis kami berpelukan lagi, berciuman lagi, makin menggelora. Kami tumpahkan kerinduan kami. Aku ciumi ibu mertua kakakku dengan penuh nafsu. Aku rogoh buah dadanya yang selalu aku bayangkan, aduuh benar-benar besar dan lembut.
“Buu, aku kangen banget buu…, aku kangen banget”.
“Aduuh Ton, ibu juga…, Peluklah ibu Ton, peluklah ibu” nafasnya semakin memburu.
Matanya terpejam, aku ciumi matanya, pipinya, aku lumat bibirnya, dan lidahku aku masukkan ke mulutnya. Ibu agak kaget dan membuka matanya. Kemudian dengan serta-merta lidahku disedotnya dengan penuh nafsu.
“Eehhmm.., Ton, ibu belum pernah ciuman seperti ini…, Lagi Ton… masukkan lidahmu ke mulut ibu”
Ibu mendorongku pelan, memandangku dengan mesra. Dirangkulnya lagi diriku dan berbisik, ” bawalah Ibu ke kamar… Enakan di kamar, jangan disini”.
Dengan berangkulan kami masuk ke kamar tengah yang kosong. Aku merasa tidak enak di tempat tidur aku. “Bu kita pakai kamar tengah saja yaa”.
“Okey, Lebih bebas di kamar ini”, kata ibu mertua kakakku penuh pengertian. Aku remas pantatnya yang bahenol.
“Iich.., dasar anak nakal”, ibu mertua kakakku merengut manja.
Kami duduk di tempat tidur, sambil berciuman aku buka pakaian ibu mertua kakakku. Aku sungguh terpesona dengan kulit ibu yang putih bersih dan mulus dengan buah dadanya yang besar menggantung indah. Ibu aku rebahkan di tempat tidur. Celana dalamnya aku tarik dan aku pelorotkan dari kakinya yang indah. Sekali lagi aku kagum melihat vagina ibu mertua kakakku yang tebal dengan bulunya yang tebal keriting. Seperti aku membayangkan selama ini, vagina ibu mertua kk ku benar menonjol ke atas terganjal pantatnya yang besar. Aku tidak tahan lagi memandang keindahan ibu mertua kakakku telentang di depanku. Aku buka pakaianku dan penisku sudah benar-benar tegak sempurna. Ibu mertua kakakku memandangku dengan tanpa berkedip. Kami saling merindukan kebersamaan ini. Aku berbaring miring di samping ibu mertua kakakku. Aku ciumi, kuraba, kuelus semuanya, dari bibirnya sampai pahanya yang mulus.
Aku remas lembut buah dadanya, kuelus perutnya, vaginanya, klitorisnya aku main-mainkan. Liangnya vaginanya sudah basah. Jariku aku basahi dengan cairan vagina ibu mertua kakakku, dan aku usapkan lembut di clitorisnya. Ibu menggelinjang keenakan dan mendesis-desis. Sementara peliku dipegang ibu dan dielus-elusnya. Kerinduan kami selama ini sudah mendesak untuk ditumpahkan dan dituntaskan malam ini. Ibu menggeliat-geliat, meremas-remas kepalaku dan rambutku, mengelus punggungku, pantatku, dan akhirnya memegang penisku yang sudah siap sedia masuk ke liang vagina ibu mertua kakakku.
“Buu, aku kaangen banget buu…, aku kangen banget…, aku anak nakal buu..”, bisikku.
” …, ibu juga. sshh…, masukin …, masukin sekarang…, Ibu sudah pengiin banget …”, bisik ibu mertua kakakku tersengal-sengal.
Aku naik ke atas ibu mertua kakakku bertelakn pada siku dan lututku. Tangan kananku mengelus wajahnya, pipinya, hidungnya dan bibir ibu mertua kakakku. Kami berpandangan. Berpandangan sangat mesra. Penisku dituntunnya masuk ke liang vaginanya yang sudah basah. Ditempelkannya dan digesek-gesekan di bibir vaginanya, di clitorisnya. Tangan kirinya memegang pantatku, menekan turun sedikit dan melepaskan tekanannya memberi komando penisku.
Kaki ibu mertua kakakku dikangkangnya lebar-lebar dan aku sudah tidak sabar lagi untuk masuk ke vagina ibu mertua kakakku. Kepala penisku mulai masuk, makin dalam, makin dalam dan akhirnya masuk semuanya sampai ke pangkalnya. Aku mulai turun naik dengan teratur, keluar masuk, keluar masuk dalam vagina yang basah dan licin. Aduuh enaak, enaak sekali.
“Masukkan separo saja . Keluar-masukkan kepalanya yang besar ini…, Aduuh garis kepalanya enaak sekali”.
Nafsu kami semakin menggelora. Aku semakin cepat, semakin memompa penisku ke vagina ibu mertua kakakku.
“Buu, aaku masuk semua, masuk semua buu”
“Iyaa , enaak banget. Pelirmu ngganjel banget. Gede banget rasane. Ibu marem banget” kami mendesis-desis, menggeliat-geliat, melenguh penuh kenikmatan. Sementara itu kakinya yang tadi mengangkang sekarang dirapatkan.
Aduuh, vaginanya tebal banget. Aku paling tidak tahan lagi kalau sudah begini. Aku semakin ngotot menyetubuhi ibu mertua kakakku, mencoblos vagina ibu mertua kakakku yang licin, yang tebal, yang sempit (karena sudah kontraksi mau puncak). Bunyinya kecepak-kecepok membuat aku semakin bernafsu. Aduuh, aku sudah tidak tahan lagi.
“Buu aku mau keluaar buu…, Aduuh buu.., enaak bangeet”.
“ssh…, hiiya Ton, keluariin Ton, keluarin”.
“Ibu juga mau muncaak, mau muncaak…, Teruss Kami berpagutan kuat-kuat. Napas kami terhenti. Penisku aku tekan kuat-kuat ke dalam vagina ibu mertua kakakku.
Pangkal penisku berdenyut-denyut. menyemprotlah sudah spermaku ke vagina ibu mertua kakakku. Kami bersama-sama menikmati puncak persetubuhan kami. Kerinduan, ketegangan kami tumpah sudah. Rasanya lemas sekali. Napas yang tadi hampir terputus semakin menurun.
Aku angkat badanku. Akan aku cabut penisku yang sudah menancap dari dalam liang vaginanya, tetapi ditahan ibu mertua kakakku.
“Biar di dalam dulu. Ayo miring, kamu berat sekali. Kamu nekad saja…, masa’ orang ditindih sekuatnya”, katanya sambil memencet hidungku.
Kami miring berhadapan. Ibu mertua kakakku memencet hidungku lagi.
“Dasar anak kurang ajar…, Berani sama ibu mertua kakakmu ya.., Masa ibunya dinaikin, Tapi …, ibu nikmat banget, ‘marem’ banget. Ibu belum pernah merasakan seperti ini”.
“Buu, aku juga buu. Mungkin karena curian ini ya buu, bukan miliknya…, Punya bapaknya kok dimakan. Ibu juga, punya anakya kok ya dimakan, diminum”, kataku menggodanya.
“Huush, dasar anak nakal.., Ayo dilepas .., Aduuh berantakan niih. Spermamu pada tumpah di sprei, Keringatmu juga basahi tetek ibu niih”.
“Buu, malam ini ibu nggak usah pulang. Aku pengin dikelonin ibu malam ini. Aku pengin diteteki sampai pagi”, kataku.
“Ooh jangan cah bagus…, kalau dituruti Ibu juga penginnya begitu. Tapi tidak boleh begitu. Kalau ketahuan orang bisa geger deeh”, jawab ibuku.
“Tapi buu, aku rasanya emoh pisah sama ibu”.
“Hiyya, ibu tahu, tapi kita harus pakai otak dong. Toh, ibu tidak akan kabur.., justru kalau kita tidak hati-hati, semuanya akan bubar deh”.
Kami saling berpegangan tangan, berpandangan dengan mesra, berciuman lagi penuh kelembutan. Tiada kata-kata yang keluar. Tidak dapat diwujudkan dalam kata-kata. Kami saling mengasihi, antara ibu dan anak, antara seorang pria dan seorang wanita, kami tulus mengasihi satu sama lain.
Malam itu kami mandi bersama, saling menyabuni, menggosok, meraba dan membelai. Penisku dicuci oleh ibu mertuaku, sampai tegak lagi.
“Sudaah, sudaah, jangan nekad saja. Ayo nanti keburu malam”.
Malam itu sungguh sangat berkesan dalam hidupku. Hari-hari selanjutnya berjalan normal seperti biasanya. Kami saling menjaga diri. Kami menumpahkan kerinduan kami hanya apabila benar-benar aman. Tetapi kami banyak kesempatan untuk sekedar berciuman dan membelai. Kadang-kadang dengan berpandangan mata saja kami sudah menyalurkan kerinduan kami. Kami semakin sabar, semakain dewasa dalam menjaga hubungan cinta-kasih kami.