Tomi, adalah nama yang diberikan oleh orang tuaku padaku.. 18 tahun yang lalu. aku tinggal bertiga bersama kakak perempuanku Naya dan ibuku Sherly setelah meninggalnya ayahku 1 tahun lalu.
sebelum kepergian ayahku, kehidupan kami sebagai keluarga berjalan normal. tapi setelah itu semuanya berubah. ibuku sekarang bekerja, menggantikan posisi ayah sebagai pencari nafkah keluarga. kakakku yang sekarang berusia 19 tahun membantunya dengan berjualan baju di internet. hasilnya cukup lumayan, setidaknya bisa mencukupi biayanya kuliah.
hari-hari berlalu hingga saat ini adalah semester terakhirku di SMA. sebagai anak SMA aku dikenal sebagai pribadi yang penyendiri, jarang bergaul dan bersosialisasi. kebiasaanku saat pulang sekolah adalah pergi ke perpustakaan dan meminjam beberapa novel untuk kubaca dirumah. yah... cari hiburan pikirku.
Naya juga tidak jauh berbeda, sepulangnya dari kampus yang dia kerjakan adalah duduk di depan komputernya berjam-jam mengecek iklan bajunya dan sesekali menelpon pelanggan yang memesan. tak heran di usianya yang baru 19 tahun Naya sudah memakai kacamata. Dalam usia yang sudah menginjak 19 tahun rasanya aneh jika perempuan secantik Naya tidak pernah keluar dengan lawan jenisnya pada malam minggu. Tapi ya begitulah adanya. Dengan lekuk tubuh yang indah dan wajah yang rupawan, Naya belum pernah menerima satu orang laki-laki pun untuk menjadi pacarnya. Laki-laki sukanya menyakiti perempuan katanya.
hari itu sangat ku ingat dalam benakku. hari senin, aku pulang dari sekolahku. kuparkir motorku di pekarangan rumah dan segera ku gembok pagarnya. kubuka pintu rumah dengan tangan kananku sementara tangan kiriku menggenggam buku novel setebal 560 halaman. Naya yang berada di ruang tengah segera menghampiriku. tumben... pikirku. tak seperti biasa. ia biasanya acuh dengan kedatanganku dan tetap asyik di depan komputernya.
"kamu baru pulang Tom..??" tanyanya
"iya kak, ada apa kok tumben tanya-tanya?"
"mama hari ini ngak kerja Tom, dari tadi mama di kamar belum makan. aku udah bujuk supaya mama makan... tapi katanya nunggu kamu. coba kamu ajak mama makan, kasihan nanti mama sakit".
ada yang aneh pikirku, biasanya hari senin mama justru pulang malam. tapi tiba-tiba dia tidak masuk kerja hari ini. segera kuhampiri mama di kamarnya.
mama sedang tertidur di kamarnya berselimutkan bed cover yang tebal. mungkin karena suhu AC terlalu dingin. segera ku ambil remote AC dan ku naikkan beberapa derajat.
"mam... kok mama belum makan...."tanyaku
"ohh kamu sudah pulang Tom.. yuk kita makan. kamu ganti baju dulu" pintanya
"ganti baju? memang kita mau kemana mam?"
"hari ini mama cuti, kita akan ziarah ke makam ayah"katanya
"oke mam...."
segera ku bergegas ke kamarku, ketika kulewati ruang tengah ku katakan pada Naya untuk segera mengganti bajunya juga karena kami akan ziarah ke makam ayah.
tak lama kamipun berangkat. aku menyetir mobil, sedangkan Naya dan mama dibelakang.
baru ku ingat bahwa hari ini adalah tepat satu tahun ayah meninggal. pantas mama agak murung hari ini.
sesampainya di makam kami berjongkok mengelilingi makam. menabur bunga dan berdoa untuk ayah , agar ayah mendapatkan tempat yang baik di sisi yang maha kuasa.
tak berselang lama kamipun pulang. mama segera masuk kembali ke kamarnya, aku dan Naya di ruang tengah menonton TV
"tumben komputernya gak dilihat..."tanyaku
"blom ada yg sms sih, lagian aku capek.. pijitin pundakku dong Tom" pintanya
"yeeee... aku sendiri capek nyetir mobil"
"ya nanti gantian" katanya sembari tersenyum lebar
kuturuti permintaannya, ku suruh dia duduk di lantai, sementara aku di sofa. sehingga aku dengan mudah bisa memijit pundak dan bahunya. cukup lama ku pijit pundaknya. setengah jam berlalu lalu kami berganti posisi.
"Tom.. mama kok ngurung diri di kamar, ada apa ya" tanyanya sembari memijatku. aku hanya mengangkat bahu menyatakan ketidak tahuanku.
"nanti abis ini kita tengok yuk ke kamar mama..."ajaknya.
aku hanya mengangguk sambil menikmati pijitannya di bahuku. tangannya cukup lembut karena memang dia jarang melakukan pekerjaan yang berat mungkin.
tak lama kami berjalan menuju kamar mama. baru ingin ku ketuk pintu kamarnya, Naya mencegahku. "Stttt.... diam" bisiknya... "kenapa??" akupun berbisik.
"coba dengar deh" kata Naya
Aku dan Naya menempelkan telinga kami dengan posisi wajah kami berhadapan.. kurasakan dengan jelas hembusan nafas Naya di wajahku. dari dalam kami mendengar mama merintih, sepertinya dia sedang menangis. tapi kemudian dia mendesah.... Aku dan Naya berpandangan satu sama lain sambil mengerutkan dahi.
"masa sih mama masturbasi..." bisik Naya.
"hus.... kamu ada-ada aja kak.." kataku
"siapa diluar..?? Nay.. Tom... kalian di luar" tanya mama dari dalam kamarnya.
“iya mam.. boleh kami masuk…..” kata Naya.
Tanpa di persilahkan kamipun membuka pintu kamar…
Kami bertiga terbelalak nyaris bersamaan, ketika kami melihat mama berada di ranjangnya tanpa busana sambil memegang sebatang dildo yang terbenam di vaginanya.
Wajah mama memerah. Kamipun terdiam.
“kalian main masuk-masuk aja gak nunggu mama bilang iya” kata mama
“mmm..mmma.. af mam… kami gak tau..” kata Naya
Mama menarik bed covernya menutupi tubuh mama sampai batas payudaranya.
“ya sudah gpp.. sini, ada apa?” tanya mama
Aku dan Naya melangkah menuju tempat tidurnya. Kami duduk mengapit mama di tengah. Aku di kanan dan Naya di kiri.
“mama kok masturbasi…?”tanya Naya. Mama terdiam. Tertunduk, ku pandangi matanya berkaca-kaca.
“mama kangen sama ayah kalian….” Ucapnya lirih.
Kami bertiga tertegun mendengar apa yang diucapkan mama. Aku dan Naya langsung memeluk perut mama, dan bersandar di bahunya. Berharap dapat menenangkan sedikit perasaan rindu karena telah di tinggalkan pasangan hidupnya.
“mama kan masi punya kita mah….” Ucapku sembari tersenyum.
“bener tuh ma kata Tomi…, masa mama tega. Nanti papa ngeliat jadi sedih loh…” kata Naya
Titik-titik air mata kembali jatuh membasahi pipi mama. Mama merangkul kami berdua dan berkata
“terima kasih ya sayang.. kalian memang anak mama…”ucapnya
Aku dan Naya langsung mencium pipi mama dari kanan dan kiri. Mama pun tersenyum dan membalas mencium pipi kami. Naya memeluk mama dan tidak sengaja menyentuh payudaranya yang masih mekar. Tak sengaja tersentuh olehnya putting mama yang masih mengeras. Naya tersenyum dan berkata.
“mah… ga di terusin lagi masturbasinya??” kata Naya.
“haha… oh iya mama beli dildo dimana….??”tanyaku.
Mama hanya tersenyum saja.
“di toko peralatan sex lah….” Ucapnya dengan tersenyum lebar.
“mau di bantuin gak mah sama kita masturbasinya” kata Naya
“hus… jangan ahh mama malu sama kalian….” Ucapnya sambll menyeka air mata yang tersisa di pipinya.
Aku tersentak mendengar ucapan Naya. Jangan-jangan Naya sudah tidak virgin lagi.
“emang kamu pernah masturbasi juga Nay...?” tanya mama
Naya menggelengkan kepala.
“makanya ajarin dong mah…. Enak ga sih masturbasi…” ucap Naya
Edann.. pikirku. Apakah kakakku ini sudah tidak waras. Kalau dia masturbasi kan bisa-bisa perawannya hilang.
“eh…. Kakak nanti perawannya hilang loh….” Kataku
“mendingan perawan hilang sendiri dibanding diambil sama lelaki bejat” ucapnya
“iya sih… tapi kan sayang aja, cewe secantik kakakku ini keperawanannya ilang”
Pipiku kiriku dicubit olehnya. Agak kencang sampai aku mengaduh.
“tuh kan mah… lelaki bisanya gombal….” Kata Naya
“tapi memang betul loh Nay kata Tomi.. kamu kan cantik, sexy, pasti banyak cowo yg mau sama kamu” kata mama.
“iya mah.. banyak.. tapi rata-rata paling lama seminggu setelah di tolak mereka jadian sama cewe lain. Cowo macam apa itu…. Naya maunya cowo yang ngotot ngejar-ngejar Naya berbulan-bulan. Baru Naya terima jadi pacar”
“nah kalo begitu aku setuju kak…..” kataku sambil mengacungkan jempol.
“kalian mau nenen ga… kaya waktu kecil dulu…?” kata mama sambil membuka bedcover yang menutupi dadanya. Saat itu terpampang dengan jelas dada mama yang besar. Putingnya yang berwarna kemerahan mengacung ke depan. Mamaku memang cukup rajin berolah raga, tak heran badannya masih kencang di usianya yang sudah 45 tahun.
Aku dan Naya tidak menjawab apapun sambil langsung mengulum kedua puting mama.
“Ahh….. “ desahnya pelan ketika kami menghisap putingnya. Sesekali kuhisap dengan kuat dan kumainkan putingnya dengan lidahku. “Ohh….. sayang….” Mama menggeliat dan menekan kepala kami berdua makin kuat ke dadanya.
Naya memulai aksinya dengan mengelus perut mama, turun ke selangkangannya. Dimana tumbuh bulu-bulu yang tipis disana. Diusapnya belahan vagina mama. Tepat di klitorisnya.
“Mmmmpph…… Ohh….” Mama kembali mengeliang.
Kulepas isapanku di payudaranya dan kucium bibir mama. Mama membalas ciumanku dengan beringas. Tampak nafsu birahi mulai menguasainya. Maka kumainkan putingnya dengan jariku.. kupilin dan kutarik.
Mama tidak tinggal diam menerima perlakuan kami. Dengan sebelah tangan dia perlahan membuka kancing baju kami satu persatu. Bedcover pun di dorongnya hingga jatuh dari ranjang.
Naya yang kancing bajunya sudah terlepas, menghentikan aksinya mengusap klitoris mama untuk melepas pakaiannya.
Oh man….. kini di pandanganku telah ada dua wanita cantik sudah tidak berbusana.
Aku pun melepaskan seluruh pakaianku dan kembai mencium mama sambil memainkan putingnya.
Mama meraba tubuhku mencari penisku yang sedaritadi telah mengeras. Di remasnya batang kejantananku sampai-sampai aku bergetar. Seumur hidup penisku belum pernah di sentuh oleh seorang wanita. Kini mamaku sendiri yang menyentuhnya. Tangan kanan mama juga mengusap klitoris Naya. Menyebabkan Naya menggumam sambil terus mengisap payudara mama.
“Oh… mah… geli mah….”kataku sambil melepaskan ciumanku darinya.
Ciuman mama turun ke leherku, dadaku, dan mengisap putingku. Oh my god…. Sensasinya tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.
Tubuh mama mulai menggeliat tidak karuan menerima usapan pada klitorisnya. Tak lama lagi ia mencapai klimaksnya. “Oh…. Terus sayang…. Mama sebentar lagi sampai… Ahhhh… Ah…..”
Melihat mama hampir mencapai klimaksnya aku langsung mengisap kembali putting mama. Di tekannya kepalaku hingga aku sulit bernafas.
“Aaa…..” jeritan mama tertahan. “Ouuuhhhh……….” Mama melenguh panjang tanda ia sudah mencapai orgasmenya yang pertama.
Mama terkulai lemas setelah orgasmenya yang pertama. Namun aku dan Naya tidak melepas kulumanku dari putingnya. Diusapnya kepala kami berdua lalu berkata.
“kok nenennya masih lanjut sayang…?”
“abis udah lama ga nenen sama mama… Tomi kangen mah….” Kataku sambil tersenyum.
“kok toket mama gede banget sih ma. Punya Naya gak segede ini..”kata Naya sambil mengelus payudara mama.
“ya kan karena sering di remas-remas sama ayahmu…” kata mama
“ah masa sih ma.. Cuma karena sering di remas-remas doang???”
“di remas, di isap, ya pokoknya di beri rangsangan sayang…”
“mah… isepin toket Naya dong mah… biar gede kaya mamah…” pinta Naya seraya bangkit dan menyodorkan putingnya ke wajah mama. Kupikir benar juga ya. Payudara mama ukurannya cukup spesial. Besar, kencang, mengacung, padat. Mungkin memang benar bahwa payudara wanita harus sering di beri rangsangan.
Mama kemudian mengulum lembut puting Naya. Melihat mimik wajahnya, tampak Naya sangat menikmatinya. Tak sampai di situ, tangan mama mengusap lembut payudara lainnya hingga putingnya ikut menegang. “Sssshhh……” Naya mendesah. Diusapnya klitoris Naya dengan lembut. Pelan tapi pasti mama mulai menaikkan temo permainannya.
“aku mau juga dong kak…isep punya kakak…” pintaku.
Naya mengulurkan tangannya ke leherku dan menarik wajahku mendekati payudaranya. Kuhisap payudara Naya dengan perlahan. Tampak nafsu birahi Naya mulai memuncak. Ia menggoyang-goyangkan pinggulnya maju mundur agar usapan di klitorisnya makin cepat. Mama menyadari itu dan mempercepat usapan di klitoris Naya. Sesekali ia mencubit dan menarik klitorisnya. “Ahhhh….. mah….. enak banget mah…..” desahnya.
Tampak mama juga mulai di bakar nafsu. Tangannya yang tadi dipakai meremas payudara Naya kini telah berpindah ke klitorisnya sendiri. Aku yang melihat itu tanpa dikomando segera menyusupkan tanganku di selangkangan mama. Memasukkan dua jariku ke dalam vaginanya.
“Uhhh…m… mah… udah mah…., Naya mau ke k…kamar..mandi.., Nay.. Naya mau… pi…pisss”
“pipis di sini aja gpp sayang…” kata mama. Mama sudah tau bahwa itu adalah tanda Naya akan mencapai orgasme. Di percepat usapannya sambil sedikit menekan vaginanya.
“Ahhhhh…… mahhh……..” lenguhnya ketika orgasme itu datang. Menghampiri Naya untuk pertama kalinya. Tampaknya Naya tidak kuasa membendung luapan energi yang terjadi ketika ia orgasme. Ia kini terkulai lemas di sebelah mama.
“mah.. spreinya basah ya… Naya kayanya tadi pipis….”
“ngak sayang.. itu tadi yang namanya orgasme..” kata mama
“enak banget mah….” Ucap naya seraya tersenyum dan memejamkan matanya.
Mama masih asyik dengan klitorisnya yang sejak tadi ia usap.
“Tom… mau gak jilatin memek mama…?” pinta mama.
“sini mah.. mama buka yang lebar” aku pun mengatur posisi. Mendekatkan wajahku ke arah vagina mama. Aroma vagina perempuan itu sulit di ungkapkan dengan kata-kata. Yang jelas au menyukainya.
Mama melepaskan tangan dari klitorisnya dan membimbing wajahku menuju kesana. Kujilat klitorisnya dengan perlahan. Reaksinya sungguh diluar dugaan. Mama mengeliang dengan liarnya. Di tekannya kepalaku dengan sebelah tangan, seakan tidak ingin melepaskan jilatanku pada klitorisnya.
Kumasukkan kembali dua jariku kedalam liang vaginanya. Tubuh mama menegang. Kuat sekali.
Naya yang berada di sampingnya kembali bangkit dan mengisap serta meremas payudara mama. Nafsu mama semakin menjadi-jadi.
“Terus sayang……….hmmph…..enakk….. Ahhh….Ahhh…..” desahnya
“udah mau orgasme lagi ya mah…?” tanya Naya. Mama hanya mengangguk.
Ku percepat gerakan mengocok pada vagina mama. tiba-tiba kedua kaki mama menekan kepalaku dengan kuat ke arah vaginanya. “seben…tar… lagi sa…..yanggg……….Ahhhhhh…………….Ahhhhh…..” ceracaunya.
“Ohhhhh…… Ahhhh……….” Orgasme mama tercapai seiring dengan lenguhan panjangnya. Cairan kewanitaannya menyembur dengan deras ke wajahku. Rasanya agak Asin, tapi tidak seperti air garam. Kubersihkan selangkangan mama dengan lidahku.
Mama terkulai lemas untuk kedua kalinya. Ditariknya tubuhku ke sebelah Naya.
“Duduk sini sayang…., mama mau isepin punya kamu…” kata mama
Aku pun bersimpuh di antara Naya dan mama. Kemudian mama meremas-remas penisku hingga menegang. Mama mendekat dan mulai mengisap penisku.
“Aaa… ahh…. Enak mahh…. Terus mahh……” kenikmatan yang saat ini kurasakan benar-benar tak bisa tergantikan. Naya kemudian mengambil posisi. Berlutut di depanku, sehingga payudaranya mengacung ke arah wajahku.
“Tom… isepin lagi tom…. Enak tau di isepin kamu…” pintanya.
Segera kuturuti kemauannya sambil tanganku meremas payudara mama.
Naya mengusap-usap rambutku, menikmati jilatan dan gigitanku pada payudaranya.
Penisku yang sudah basah oleh liur mama kemudian dikocoknya. Jilatannya berpindah ke buah penisku.
Rangsangan itu begitu hebat kurasakan. Seakan kepalaku ingin meledak, tidak cukup menampung luapan birahi yang kurasakan. “Ahhh…mah… cepetin lagi kocokannya mah…. Enak…” erangku.
(sfx : Crooooottt, crotttt)
Spermaku jatuh diwajah mama. menandakan orgasmeku sudah sampai. Rasa lelah tiba-tiba menghampiriku. Lemas, lelah entah dari mana rasa ini berasal. Seperti habis berlari pikirku. Akupun ikut terkulai lemas di ranjang itu. Mama dan Naya ikut merebahkan diri. Mengapitku yang berada di tengah.
Pandanganku terpaku pada langit-langit kamar itu. Perlahan tapi pasti, rasa kantuk mulai menyerangku. Kelopak matakupun sudah tidak mampu lagi kutopang dengan sisa tenagaku. Saat mama dan Naya memelukku, saat itulah aku terpejam. Sang fajar mulai menampakkan kehadiranya. Pertanda pagi telah datang. Mataku terasa berat pagi itu, kelopak mata yang tak kunjung mau terbuka lebar seakan menempel di pelipisku.
Ingatanku mulai pulih tentang apa yang terjadi kemarin malam. Permainan yang telah kulakukan bersama Naya dan mama. Kutersenyum sendiri dalam lamunanku. Kulihat mama dan Naya masih terbaring di sisiku. Masih terlelap nampaknya.
Aku bergegas bangkit dan berjalan menuju kamarku. Mengambil handuk dan mandi, membersihkan diri. Sisa-sisa keringatku semalam terasa lengket menyelimuti badanku.
Setelah mandi dan mengenakan pakaian, kurapikan buku pelajaranku dan bergegas ke ruang tengah untuk sarapan. Kulihat mama telah berada disana, sibuk menyiakan makanan untuk sarapan pagi ini.
“pagi ma….” Kusapa mama dan kupeluk dia dari belakang.
“eh sayang…. Sudah rapi ya” mama mengecup pipiku. Aku hanya tersenyum.
“hari ini mama masuk kerja?”tanyaku.
“iya… kerjaan mama sudah numpuk karena kemarin cuti..”
Naya keluar dari kamarnya. Tampaknya ia pun sudah siap untuk berangkat kuliah.
“pagi mah…, pagi Tom….” Sapa Naya. Ia pun duduk di sofa, memeriksa kelengkapan yang ada di dalam tasnya.
Tak lama mama selesai menyiapkan sarapan untuk kami. Telur dadar, tempe goreng, dan roti selai adalah menu pagi itu. Mama memang tidak begitu senang memasak makanan yang rumit. Tapi itulah keluarga kami, menu pagi ini memang menu favorit kami sejak dulu.
Tak lama kami bersiap untuk berangkat.
Motor ku panaskan di halaman. Mama mengambil tasnya dan meletakkannya di bangku depan mobil.
Aku dan Naya terbiasa berangkat bersama. Karena kampus Naya memang tidak begitu jauh dari rumah.
Dalam perjalanan kami berbincang. Menyinggung kejadian semalam. Naya hanya tertawa-tawa saja ketika kami membahasnya. Tampak dia tidak keberatan mengenai aktivitas kami semalam.
Tak butuh waktu lama aku sampai di sekolahku. Naya sudah ku antarkan terlebih dahulu ke kampusnya. Teman-teman memandangku sedikit aneh hari ini. Tidak biasanya aku semangat pergi ke sekolah kata mereka. Mereka tidak tau saja apa yang sudah terjadi padaku kemarin ^^.
Hari itu berjalan menyenangkan. Sampai tiba saat guru BP mengadakan penyuluhan tentang sex. Tumben, topik hari ini begitu vulgar. Teman-teman satu kelas yang biasanya gaduh, kini hening. Seakan begitu tertarik tentang materi yang diberikan. Terlebih karena guru BPku adalah seorang wanita cantik. Primadona sekolah katanya. Bu Reni, begitu teman-temanku memanggilnya. Orangnya ramah dan pendengar yang baik. Tidak seperti guru BP kebanyakan, killer dan galak.
Topik hari itu memang tidak jauh dari free sex, kenakalan remaja, dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Saat itu aku termenung sejenak. Apakah yang telah kulakukan semalam patut di benarkan? Tanyaku kepada diri sendiri. memang secara teknis aku tidak melakukan hubungan sex. Tetapi apa yang kurasakan di dalam hati ini mengartikan serupa seperti itu.
Ketika penyuluhan telah berakhir, bel pulang sekolah berdering. Tanda bahwa sudah saatnya kami pulang.
Kurapihkan buku-buku pelajaranku ke dalam tas dan bergegas menuju gerbang sekolah. Kulihat saat Bu Reni baru menuju ke ruangannya yang terpisah dari ruang guru. Membawa proyektor yang cukup berat yang tadi digunakan untuk memberi penyuluhan pada kami. Kuberanikan diri untuk menawarkannya bantuan.
“sini saya bantu bu. Kelihatannya berat” kataku
“ohh kamu Tom. Boleh.. memang berat banget proyektornya” ucapnya seraya menurunkan proyektor itu ke lantai.
OMG belahan dadanya terlihat. Tiba-tiba kepalaku mulai hangat membayangkan apa yang ada dibalik kemeja putih itu. Kutepis jauh-jauh bayangan itu dan kuraih proyektor di lantai. Dalam perjalanan bu Reni menanyakan padaku tetang tanggapanku terhadap materi yang diberikannya.
“gimana materi saya tadi Tom…” tanyanya.
“materinya bagus bu… memang materi seperti itu yang dibutuhkan oleh anak-anak jaman sekarang. Teman-teman di kelas aja yang biasanya ribut terus sampe terdiam”kataku. Bu Reni tertawa kecil mendengarnya.
“kalo kamu sendiri gimana… nakal juga ngak bergaulnya?” tanyanya.
“bergaul gimana bu… pacar aja ngak punya”kataku.
“halah bohong… kamu kan ganteng, tinggi, proporsional. Saya tau kok beberapa cewe yang suka sama kamu di sekolah ini”katanya.
“saya ga minat pacaran bu”
“lho..kenapa? kok tumben ada anak kaya kamu. Emang kamu belom pernah pacaran?”
Aku menggelengkan kepalaku.
“selama saya belum punya penghasilan sendiri, saya ga mau punya pacar bu. Saya ga mau nyusahin mama dan kakak saya yang cape-cape nyari uang. Masa saya habisin cuma buat pacaran ga jelas” jawabku
Bu Reni hanya tersenyum.
“baguslah masih ada anak kaya kamu. Yang sadar capenya orang tua nyari uang” katanya
“bu Reni juga kenapa belum nikah bu. Kan umur ibu sudah cukup matang” tanyaku. Bu Reni saat itu umurnya sekitar 23-24 tahun.
“baru juga putus Tom….” Ucapnya pelan.
“aduh… maaf bu saya ga maksud menyinggung”
“gpp Tom…. Soalnya ibu yg mutusin dia. Habis dia minta sex terus sih…” katanya
“tapi ibu gak kasih kan….” Kataku seraya membukakan pintu ruangannya.
“ya ngak lah.. ibu sebagai guru BP kan harus bisa memberi contoh yang baik. Jangan cuma bisa nasehatin orang tetapi diri sendiri gak bener” katanya.
Ku acungkan jempolku ke arahnya. Dia hanya tersenyum.
Kuletakkan proyektor itu di sudut ruangan. Sesungguhnya pikiranku cukup terganggu dengan apa yang kulakukan semalam. Ingin sekali ku bertanya pada bu Reni, tapi canggung sekali aku untuk bertanya.
“kok ngelamun Tom..? ada yang mau ditanyakan” bu Reni memecah lamunanku.
Dasar lulusan psikologi, pikirku. Bisa-bisanya dia menebak apa yang kupikirkan.
“kalau ada yang mau di tanyain… jangan di pendam. Kali aja ibu bisa kasih pendapat”
“ada sih.. sedikit bu.. tapi ini aib. Saya takut aib saya tersebar kalau saya cerita sama orang lain” kataku seraya mengambil bangku dan duduk di seberang bu Reni.
Bu Reni terdiam, mimik wajahnya mulai serius.
“sudah kewajiban saya untuk menjaga rahasia dari murid-murid saya Tom… termasuk kamu. Jadi apapun yang kamu ceritakan tidak akan saya bocorkan kesiapapun” kata bu Reni.
Terdiam sesaat, mempertimbangkan antara bercerita atau tidak. Akhirnya kuputuskan untuk mempercayakan rahasiaku kepadanya. Kuceritakan apa yang terjadi semalam dan sebab kenapa semua itu terjadi. Bu Reni terdiam sesaat.
“tapi kamu gak ngesex kan?” tanyanya
Aku menggelengkan kepala. Bu Reni menghela nafas lalu memajukan tempat duduknya mendekat kearahku.
“ini rumit Tom… jujur ibu gak bisa bilang apa-apa” katanya.
Aku tersenyum mendengarnya. “kamu sayang sama ibu dan kakakmu?” tanyanya lagi.
“sayang banget bu.. saya rela ngelakuin apapun demi mereka bahagia..” jawabku
Bu Reni tersenyum.
“ibu juga punya adik laki-laki… seumuran kamu lah”katanya.
“semenjak orangtua kamu meninggal hanya dia yang ibu punya. Apapun akan ibu lakukan untuk melindungi dia dari pergaulan yang tidak benar” lanjutnya
Aku menarik napas panjang mendengar apa yang dikatakanya. Apa jangan-jangan bu Reni juga punya problem yang sama denganku.
“apa yang kamu pikir benar Tom…, ibu juga punya problem yang sama kayak kamu” katanya
Lagi-lagi dasar lulusan psikiater, batinku.
“ibu pernah mergokin adik lagi nonton film porno… ibu tanya baik-baik, apakah dia punya pacar. Jawabannya tidak” lanjutnya.
Aku terdiam mendengarkan lanjutan ceritanya.
“memang normal untuk anak seumur kamu dan adik ibu untuk mulai punya orientasi sex. Tapi ibu khawatir dia terjerumus jalan yang salah.” Katanya.
“akhirnya saya sebagai kakaknya mencari cara bagaimana agar orientasi sex itu tersalurkan.” Lanjutnya
Aku tersenyum mendengarnya.
“kamu jangan tertawakan ibu… ibu kan juga cewe normal yang punya nafsu..” katanya
Senyumku langsung berubah menjadi tawa kecil.
“tuh kan kamu tertawakan….” Bu Reni cemberut.
“hehehe… gpp bu lanjutkan” pintaku.
“tapi ya hanya sebatas seperti kamu, tanpa aktivitas sex… hanya sebatas handjob, blowjob, dll” katanya
“tapi semenjak kejadian semalam, saya merasa ada perasaan yang berbeda kepada mama dan kakak saya bu” kataku.
Bu Reni tersenyum.
“perasaan kamu adalah alasan ibu mutusin pacar ibu juga Tom…”katanya.
“jadi ibu mulai cinta sama adik ibu?”tanyaku.
Bu Reni mengangguk. Dia menghela nafas dan berkata “yah.. ibu juga ngak tau sampai kapan harus begini Tom….”
“apakah wajar kalau saya mencintai mama dan kakak saya. Seperti cinta antara laki-laki dan perempuan?” tanyaku.
“sulit untuk dikatakan.. antara ya dan tidak…, disatu sisi cinta tidak pernah memiliki batasan, baik itu gender, hubungan, usia, dll… tapi resiko untuk hubungan incest memang cukup serius. Jika sampai lahir anak dari hubungan incest, anak tersebut memiliki resiko cukup tinggi mengalami buta warna” katanya.
“dan hubungan incest itu dilarang keras oleh agama…”lanjutnya.
“tapi itu semua tergantung diri kita masing-masing… ibu percaya tuhan pasti punya maksud tersendiri terhadap umatnya. Seperti saya… saya dan adik saya saling melengkapi”
Pembicaraan berlanjut hingga hampir setengah jam. Perasaan mengganjal dihatiku sudah menghilang. Pembicaraan hari itu dengan bu Reni membuka mataku. Menambah wawasan baru untuk hidup. Ku naiki motorku dan bergegas untuk pulang.
Sesampainya di rumah motor kuparkir di halaman rumah dan ku gembok pagarnya, pintu tidak dikunci. Tanda bahwa Naya telah lebih dahulu sampai di rumah. Kulepaskan sepatuku dan kuletakkan di rak sepatu diteras.
Naya seperti biasa sudah asyik dengan komputernya. Melihat aku memasuki pintu dia menghampiri dan memelukku.
“ehh… adikku sayang sudah pulang…”katanya
“kakak baru mandi kak.... wangi bener badannya”
“iya dong…. Kamu sudah makan?” tanya Naya
“belum…. Pengen makan dirumah sama kakak” kataku sambil tersenyum.
Kami bergandengan ke ruang tengah. Tempat kami biasa makan. Kami sekeluarga memang jarang makan di meja makan. Kami lebih suka makan di ruang keluarga sambil menonton TV.
Setelah makan, kakak menyodorkanku segelas eskrim.
“mau eskrim gak….?” Tanyanya.
“mauuuu………..”ucapku seperti anak kecil.
Naya tersenyum mendengarnya. Kami berdua memakan eskrim sambil menonton TV.
“Tom.. habis ini pijitin kakak mau ga?” pintanya
“hayooo… apanya nih yang dipijit? Pundaknya kemaren udah….” Kataku nakal.
“sekarang yang ini Tom…” naya menunjuk payudaranya.
“emang masih kurang gede kak?” kataku sambil mengusap payudara Naya.
WTF…. Ternyata Naya sudah tidak mengenakan bra. Terasa di telapak tanganku putingnya yang mulai mengeras. Kuusap-usap dan Naya mulai mendesah.
“Sssshhhh…. Enak Tom..” desahnya.
Eskrim kami letakkan di meja. Kuselipkan tanganku memasuki kaosnya, dan kuraba dari dalam. Kudekatkan wajahku ke wajahnya. Naya membuka kacamatanya. Sungguh cantik sekali kakakku ini tanpa kacamata yang biasa di kenakannya, pikirku. Kudekatkan bibirku dengan bibirnya dan mulai menciumnya. Tampak Naya agak canggung.
“kenapa kak…?” tanyaku
“kakak belom pernah ciuman…” jawabnya
“aku juga baru kemarin di ajarin mama….” kataku sambil tersenyum.
Kulumat pelan bibirnya, dan kumasukkan lidahku. Tanganku kini mulai meremas payudaranya.
“kak… segini mah udah cukup gede kak” kataku.
“masa sih.. tapi punya mama gede banget loh…” katanya.
“mama kan udah lama sering begini sama papa… wajar lah” kataku sambil membuka kausnya.
Naya mengangkat tangannya ke atas, memudahkanku melepaskan pakaiannya.
Ku selipkan wajahku di antara payudaranya. Naya mendekapku, erat sekali. Ku jilat belahan payudaranya.
“Ahhh…. Geli Tom…”katanya sambil tersenyum.
“kamu lepasin bajunya juga dong… masa cuma kakak yang telanjang…” pintanya sambil membuka kancing seragamku. Tak lama kamipun sudah telanjang di ruang keluarga.
Kulanjutkan lagi remasanku di payudaranya. Perlahan tapi pasti aku kuatkan remasanku.
Naya merangkulkan tangannya di leherku. Menarikku untuk merebah di atas tubuhnya. Kujilat lehernya agar dia merasa nyaman. Desahanya kini mulai berubah. Tampak dia sangat menikmati aktivitas kami. Perlahan jilatanku turun ke dadanya. Ketiak Naya sangat bersih, bebas dari bulu-bulu yang mengganggu. Iseng saja ku jilat ketiaknya. Dan dia tertawa.
“geli tau……” katanya tapi tidak berusaha menepis jilatanku.
“enak gak di jilat di situ kak?” tanyaku. Naya mengangguk.
Kulanjutkan menjilat ketiaknya. Wangi sekali, mungkin karena Naya baru selesai mandi.
“Tom…. Isepin toket kakak tom…” pintanya. Kuturuti saja, kapan lagi ada payudara virgin yang bisa kunikmati^^.
Aktivitas kami berlanjut cukup lama. Namun tampaknya Naya tidak puas hanya dengan rangsangan di payudaranya. Kudengar desahannya mulai berkurang.
“bosen ya kak…? Memeknya mau di jilat juga ga?” tanyaku.
“mau dong… kemarin mama dijilatin kayaknya enak”
Aku merubah posisi. Naya tetap kubaringkan di sofa. Kuarahkan lidahku ke klitorisnya dan kujilat perlahan sambil tetap kuremas payudaranya.
“Ohhhh…. Ahhh… Ahh….. gila enak banget tom” katanya. Aku tersenyum saja dan melanjutkan aksiku.
Jilatanku makin kupercepat, sesekali kucium dan kuhisap klitorisnya. Naya mulai menegang, matanyapun terpejam. Birahinya mulai memuncak. Kuremas payudaranya dengan kuat, dan ia melenguh panjang.
“Uhhhh… Ohhhhh….. dikit lagi sampai Tom….”
Sudah hampir orgasme, pikirku. Kupilin puting Naya agak keras. Kuhisap klitorisnya dengan kuat.
“Aaaaaa……………………” jeritan Naya tertahan. Cairan kewanitaanya menyembur ke wajahku, banyak sekali pikirku. Tampaknya Naya puas sekali dengan oral sex yang kuberikan.
“udah belum kak…?” tanyaku.
Naya yang sedaritadi memejamkan matanya hanya mengangguk pelan. Menikmati sisa-sisa orgasmenya.
“banyak banget keluarnya… sampai belepotan begini…”kataku seraya meninggalkannya menuju dapur untuk mencuci mukaku.
Kuputar kran air di dapur. Air mengucur deras, kuambil air itu dengan kedua telapak tanganku dan kuusapkan ke wajahku.
Tiba-tiba Naya merangkulku dari belakang. Kurasakan payudaranya yang besar menempel erat di punggungku. Kupikir dia tertidur di sofa, ternyata dia mengikutiku kesini.
“makasih ya Tom…. Kamu emang pinter banget nyenengin perempuan…” dikecupnya pipiku.
“hehe… masih belajar kok… kalo ada yang kakak pengen bilang aja….” Kataku
Naya memelukku. Aku kembali membasuh wajahku dengan air.
Tangan kanan Naya mulai ia turunkan ke selangkanganku, meraih penisku yang sedaritadi tegang.
“nah lo… yang ini belum dapat jatah ya….” Kata Naya sambil tersenyum.
“hehehe….. iya. Isepin donk kak… kemaren enak banget di isepin sama mamah…”pintaku.
“yuk… kamu ke sofa lagi sana, kakak mau cuci memek kakak dulu… becek banget” ujarnya sambil berjalan menuju kamar mandi.
Kusudahi mencuci muka dan ku bergegas ke ruang tengah. Kurebahkan diriku di sofa. Tak lama Naya pun datang. Ia duduk di sampingku, kemudian merebahkan tubuhnya ke pangkuanku.
“gede banget sih kontol kamu Tom..?” ucapnya seraya meraih penisku yang menegang.
“ya kalo udah keras ya segede ini kak… kalo masi lembek ya tetap aja kecil” kataku.
Naya hanya tersenyum dan mulai meremas-remas penisku. Kini tanganku bergerilya di dadanya. Meremas payudaranya yang kenyal, dan memilin putingnya yang kini mengeras lagi.
Naya mendekatkan wajahnya ke dadaku dan mulai menjilat putingku. Nikmat sekali rasanya, pantas Naya dan mama senang sekali di hisap putingnya. Rasa geli mulai menjalar di seluruh tubuhku. Nyaman sekali posisi yang kualami sekarang ini. Tapi rasanya ada yang kuranng kalau kami tidak bermain bertiga seperti kemarin.
Jilatan Naya lama kelamaan mulai turun ke penisku. Di jilatnya penisku layaknya menjilat eskrim.
“Ohhh…. Kak….. terusin kak….. kakak pinter banget….” Kataku.
Naya diam saja, meneruskan jilatan di kepala penisku. Batang penisku kini di kocoknya pelan.
“Ahhhh…… Emmmmm…. Enak banget kak”
“hayo jadi ketagihan ya di oral…?” tanya Naya.
“iya lah… apalagi yang oral cewe secantik kakak….”
“gombal banget…….” Kata Naya, ia pun melanjutkan aksinya.
Tak terasa 15 menit berlalu. Kini Naya menjilat dan menghisap buah penisku. Kurasakan agak sakit di perutku karena otot yang menegang akibat jilatan itu. Tak kukira efeknya akan seperti ini. Tapi entah dorongan dari mana, aku sangat menikmatinya. Rangsangan ini membuat birahiku makin memuncak.
“kak di masukin kemulut donk kak… isepin” pintaku.
Naya menurutinya di masukkan batang penisku kemulutnya. Tampak Naya belum terbiasa, batang penisku hanya masuk sepertiganya. Tapi rasanya sudah amat nikmat.
Naya mempercepat gerakannya. Membuatku kehilangan kontrol atas diriku.
“ohh…. Ahhh…Sssshhh…. Terus kak.. mau keluar nih…” kataku
Naya memperkuat isapannya pada penisku. Saat itulah kurasakan batang penisku mulai berdenyut. Kepala penisku memanas seperti akan meledak pikirku.
(sfx : Crooottttt… Crooottttt…..)
“Ahhhh…Ahhhhh….Haaaahhhh… Haaaaahh..” desahku.
Spermaku tumpah di mulut Naya. Ditelannya spermaku hingga bersih.
“agak asin ya Tom…? Kalo punya kakak agak asin juga ga?” tanya Naya.
“iya kalo punya kakak juga agak asin…. Tapi punya kakak enak kok… punyaku enak ga kak?” aku bertanya baik. Naya hanya mengangguk dan melanjutkan menjilat sisa-sisa sperma di penisku.
“kita mandi bareng yuk Tom…” ajak Naya.
Naya bangkit dari sofa dan mengulurkan tangannya padaku. Aku menyambut uluran tangannya dan bangkit berdiri.
kami berjalan bergandengan menuju kamar mandi. Kami masuk ke dalamnya. Sengaja kami biarkan pintu kamar mandi terbuka agar kami tau jika mama telah pulang kerja.
“kakak sexy banget sih kak…” kataku ketika aku memeluknya dari belakang.
“ahh bisa aja kamu……, sabunin badan kakak dong….”
Kuambil botol sabun cair di pojok kamar mandi. Kutuangkan sedikit ke telapak tanganku dan mulai kuusapkan ketubuhnya.
Baru kali ini aku memandikan seorang perempuan. Sensasinya sangat sulit untuk diceritakan. Mengusap payudaranya dalam keadaan licin. Eksotis sekali.
Naya ikut mengambil sabun dan mengusapkannya ke tubuhku. Benar-benar tak terlupakan. Baik aku yang mengusap, atau aku yang diusap, keduanya betul-betul sangat nikmat. Dobel kenikmatan kupikir.
Kudekatkan wajahku pada wajah Naya dan kami mulai berciuman. Menikmati usapan, sentuhan, dan rabaan ditubuh kami masing-masing. Sungguh nikmat. Tak terasa cukup lama kami melakukannya hingga sabun ditubuh kami mengering.
Kuputar kran shower untuk membasahi tubuh kami. Kami masing saling mengusap tubuh satu sama lain untuk menghilangkan sisa sabun yang masih menempel. Dirasa sudah cukup bersih, aku keluar mengambil handuk untuk kami berdua.
Dingin sekali angin yang kurasakan menerpa tubuhku. Karena handuk kami jemur di halaman belakang, terpaksa aku keluar mengambilnya tanpa busana. Untunglah halaman belakang kami tertutup tembok yang cukup tinggi. Sekitar lima meter, sehingga aku tidak khawatir ada orang yang melihat.
Kuberikan handuk untuk dipakai Naya. Kami mengeringkan tubuh masing-masing lalu kembali duduk di sofa.
“Tom… kamu sayang gak sama kakak?” tanya Naya.
“ya sayang lah….. kakak kan baik sama aku, cantik, kakak satu-satunya pula.. masa aku gak sayang sama kakak…” jawabku.
“kakak juga sayang sama kamu….” Katanya sambil tersenyum dan mencium pipiku.
“tapi kalo nanti kakak udah punya pacar, pasti kakak lebih sayang sama pacar kakak…” kataku.
“kalo gitu kita pacaran aja gimana….?” Kata Naya sambil tersenyum lebar.
“lah mana boleh begitu.. masa saudara pacaran…” kataku
“ihhh…. Ini yang kita lakuin aja aktivitas suami istri.. masa pacaran gak boleh..”
“ya tapi apa kata orang kak, kalau sampe tetangga tau gimana…?” tanyaku
“mana mungkin tetangga tau…, kita peluk-pelukan aja wajar sebagai kakak adik. Asal jangan ciuman di depan umum aja…” katanya.
“oke… siapa takut…”kataku.
“janji ya… kamu harus setia sama kakak…” kata Naya.
Kami mengaitkan jari kelingking kami sebagai tanda janji.
Sore menjelang. Langit telah berubah warna menjadi jingga. Saat itu kudengar mobil mama sudah sampai di depan pintu gerbang. Aku bergegas mengenakan celana pendek dan membukakan gerbang untuk mama.
“kamu sudah makan Tom?” tanya mama
Mama keluar dari mobilnya sambil membawa setumpuk kertas di tangannya.
“belum mah… tadi Cuma makan eskrim. Dibeliin sama kakak…” Aku menghampiri mobilnya untuk memasukkannya kedalam garasi.
“yaudah mama masuk duluan ya…”
“ya mah…”
Segera aku masuk kedalam mobil dan memutar kuncinya. Deru mesin mobil mulai terdengar.
Tak lama mobilpun selesai kuparkir. Tak lupa kugembok pagar rumah kami agar tidak ada rasa khawatir.
Ketika aku memasuki pintu rumah, mama sedang duduk di samping Naya yang masing mengenakan handuk. Mama mengengok ke arahku.
“hayo… kalian habis ngapain…? Gak nunggu-nunggu mama ya….” Kata mama
Aku hanya tersenyum.
“mah… aku sama Tomi udah jadian jadi pacar lho mam…” kata Naya.
“ehh… dasar kalian… bilang aja biar lebih mesra dirumah… ya kan…?” kata mama sambil mencubit pipi Naya. Naya pun tersenyum lebar dan memeluk mama.
“mama mau mandi dulu ah.. keringetan nih habis macet-macetan dijalan…”
“mau kita mandiin gak mah?” tanyaku.
“iya mahh.. mandi bareng yuk” Naya tanpa dikomando langsung menyergap mama dari belakang dan membuka kancing kemejanya satu persatu.
“yuk… mama kan belum dapet jatah hari ini…” kata mama sambil membantu Naya melepaskan pakaiannya.
Aku menghampirinya dan membuka kait pada celananya. Mama menaikkan pinggulnya agar memudahkanku melepaskan celananya. Kuturunkan perlahan celananya dan kuletakkan dilantai.
Bra dan celana dalam mama juga tak lupa kami lucuti. Tak lama kemudian mama telah bugil di ruang tengah.
“yuk mah….. kita mandi….” Naya bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangan pada mama.
“nanti abis mandi kita pijitin deh… mama pasti cape abis kerja…” kataku.
“iya tuh.. karena kemarin cuti kerjaan mama numpuk… sampai harus lembur. Makanya mama bawa pulang aja… habis kangen sama kalian..” kata mama.
Kami menggandeng mama ke dalam kamar mandi. Sesampainya di dalam aku menyalakan shower dan Naya mengambil botol sabun.
Kami melumuri tubuh mama bersama-sama. Naya dari depan, dan aku dari belakang. Ohh.. lagi-lagi penisku mulai mengeras. Mama menyelipkan penisku di antara pahanya dalam posisi berdiri tegak.
“Ahh.. mah… enak banget mah di jepit…..” kataku.
“kamu gerakin dong biar lebih enak… kan udah licin kena sabun…” kata mama.
Kumajukan pinggulku kedepan dan kebelakang. Kunikmati sensasinya, merasakan penisku berada di selangkangan seorang perempuan. Naya yang berada di depan menyabuni perut dan payudara mama. di usapnya payudara mama yang licin karena terkena sabun.
“Ohhh……Ssssshhh..” mama mendesah. Tampaknya gesekanku di selangkangannya ikut mengenai klitorisnya.
Nafsu mama mulai bangkit. Dikecupnya bibir Naya yang sedari tadi mengelus dan meremas payudaranya. Naya membalas ciuman itu. Mamapun membalas remasan di payudaranya dengan meremas payudara Naya. Pergumulan mereka terlihat begitu panas.
Nafas mereka memburu. Mama yang telah dirasuki nafsu menyelipkan tangannya ke selangkangan Naya. Diusapnya klitoris Naya seraya kini mama menghisap payudara Naya.
Pergumulan kami berlangsung cukup lama. Akhirnya kami merasa cukup kedinginan dan menyudahi permainan kami.
Kami mengeringkan diri dan bergegas menuju kamar mama. Naya membiarkan lampu dalam keadaan mati, ia berjalan menuju ke jendela untuk menutup tirainya.
Mama kini merebah di ranjangnya. Naya segera mengambil posisi di samping mama. mama mulai meraba dan meremas payudara Naya sementara aku bermain di vaginanya. Kujilat klitorisnya agar mama mulai bernafsu lagi. Benar saja tidak lama berselang mama mulai mendesah dan menekan kepalaku dengan tangannya.
“Masukin pake jarimu dong Tom…. Mama pengen dimasukin…” kata mama. Sepertinya mama merasa tidak tega jika memintaku memasukkan penisku kedalam vaginanya. Mungkin karena aku masih perjaka. Kuturuti kemauan mama. kumasukkan dua jariku ke dalam vaginanya.
Desahan mama semakin menjadi-jadi. Diiringi dengan rangsangan yang di berikan Naya di payudaranya, mama semakin dekat dengan orgasmenya. Kupercepat kocokanku untuk mengimbangi nafsunya.
Mama sangat menikmatinya, pikirku.
Keringat kini telah membasahi tubuh kami. Permainan berlanjut semakin panas. Mama tampaknya sudah terhanyut dalam luapan nafsunya.
“Ahhh….. Ahhhh…. Aaaa……, se…dikit…..lag..gii Tom…” desahan mama terputus.
Kini tiga jari kumasukkan ke dalam vagina mama. berharap mama cepat menggapai orgasmenya.
Tidak dipungkiri tubuhku sudah sangat lelah karena bermain dengan Naya tadi siang.
“Hmmmpphhh… Ohhhhhh…. Ahhh…….” Mama melenguh panjang.
Aku memperlambat kocokanku, membiarkan mama menikmati sisa-sisa orgasmenya.
“enak banget sih kayanya ma…” tanya Naya.
“iya lah….. kalian kan pinter memuaskan mama….” kata mama.
“emang sama jari aja udah enak ya ma?” tanyaku
“sebenernya sih tetap ada yang kurang… tapi kan kamu masih perjaka. Masa perjakamu diambil mama…” kata mama.
“kalo gitu perjakamu buat kakak aja Tom…..” Naya tersenyum.
“berarti perawan kakak buat aku donk..” kataku
Kami tertawa bersama. Sore itu cukup melelahkan bagi kami. Namun mama tetap harus mengerjakan tugas kantor yang telah dibawanya.
Akhirnya hanya aku dan Naya yang berbaring di ranjang mama. mama telah mengenakan kimononya dan menuju ruang tengah untuk menyelesaikan tugasnya.
“besok kita ngesex yuk kak…” kataku.
“makanya kamu pulang cepat besok…” kata Naya sambil mulai memejamkan matanya.
Rasa lelah ditubuhku mengundang rasa kantuk yang tak tertahan. Hari ini memang melelahkan, tapi hari ini sangat menyenangkan.
Bunyi detik jam dinding mulai menghipnotisku. Membuat rasa kantuk mengambil alih kendaliku. Mataku mulai terpejam, hanyut dalam buaian kenikmatan. Tak seperti biasanya, pagi itu aku bangun kesiangan. Sampai-sampai aku terlambat masuk sekolah.
Satpam sekolah memarahiku, padahal semenjak sekolah disini baru sekali ini aku terlambat. Brengsek, pikirku. Dia menyuruhku menghadap kepala sekolah.
Langkahku sangat tidak bersemangat ketika aku menuju ke ruangan kepala sekolah.
Kuketuk pintunya. Tapi tak ada yang menjawab. Kuputuskan untuk kembali menemui satpam.
“pak.. saya ketok pintunya gak ada yang jawab…”kataku.
“ya sudah minta ijin bu Reni sana…. Saya gak mau kena masalah..” katanya.
Aku segera berjalan menuju ruangan bu Reni. Kali ini agak bersemangat, mungkin karena pembicaraan kami kemarin. Semoga saja dia tidak marah padaku karena keterlambatanku ini.
Kuketuk pintu ruanganya. Tak sampai sepuluh detik dia sudah membukakan pintunya untukku.
“kamu Tom…. Kenapa? Telat ya?” tanya Bu Reni.
Aku mengangguk. Bu Reni mempersilahkanku masuk
“maaf bu saya kesiangan, mungkin karena kecapean” kataku.
“emang kemarin permainannya lama ya..?” katanya.
“Ihh…. Ibu nanyanya to the point banget….” Kataku.
“hahaha…. Tuh kan sudah ibu duga..” katanya.
“ya maaf bu, padahal saya ngak begadang lho tadi malam.. tapi tau-tau kesiangan.” Aku menjelaskan padanya.
“sebenarnya sih ibu mau-mau saja ngasih kamu ijin masuk kelas, tapi ini sudah lewat 2 jam pelajaran… kalau kata ibu sih lebih baik kamu pulang. Nanti kamu bilang sama wali kelasmu besok kalo ibu gak kasih kamu ijin…” kata bu Reni.
“gpp nih bu…, sy takut nilai pelajaran saya di potong aja…” kataku.
“kamu bilang aja kamu kesiangan karena ngak enak badan… beres” kata bu Reni sambil mengedipkan sebelah mata padaku.
“ibu tau aja kalo sebenernya saya kepingin pulang…” kataku sambil tersenyum.
“halah… paling-paling dibenakmu bilang… dasar lulusan psikologi….. ya kan?”
Aku tertawa mendengar ucapannya. Ketahuan juga pikirku.
Saat itu aku bercerita kepadanya bahwa sekarang aku sudah berstatus pacaran dengan kakakku. Bu Reni malah mentertawakanku. Tampaknya dia sudah bisa memprediksikan apa yang akan terjadi, pikirku. Kami berbincang cukup lama diruangannya.
“hayo… pasti sebentar lagi kamu perawanin kakakmu…” katanya
“ah ibu….. jangan di omongin juga kali…. Habis kak Naya yang nawarin sih…. Kan saya serba salah” kataku.
“terus nanti kalo kakakmu hamil gimana?”
Deg…. Jantungku kurasakan seakan berhenti mendadak, walaupun kenyataanya kini sedang berdegup kencang. Kuakui bahwa aku masihlah anak bau kencur yang belum berfikir sejauh itu. Kubayangkan kini, akibat seperti apa yang akan menimpa keluarga kami seandainya semua itu terjadi.
“kok diem aja…. Khawatir ya…?” tanya bu Reni.
Aku mengangguk dan menunduk.
“apa sebaiknya jangan saya lakukan bu permintaan kakak?” aku bertanya balik tanpa memberikan jawaban pada pertanyaanya.
“hidup ini tidak sulit tom…. Yang sulit hanyalah membuat pilihan…. Pahami resikonya dan buat pilihan yang menurutmu berhasil baik. Kalau kamu tolak permintaan kakakmu apa yang akan terjadi, kalau kamu turuti apa yang akan terjadi. Ibu percaya kamu sudah dewasa. Bisa menentukan pilihan.” Katanya.
“ya kalo nurutin nafsu sih maunya lakuin aja bu….., tapi kalau akibatnya bisa merusak keluarga, saya jadi bimbang….” Kataku.
“kalau gitu ya jangan di keluarin di dalam Tom… keluarin aja diluar. Kalau mau keluarin di dalam, ya pastikan kamu pakai alat kontrasepsi” katanya.
“kondom maksudnya bu?” tanyaku.
“hus… pake di sebut lagi……” katanya sambil menaruh jari telunjuk di bibirnya.
“ya tapi mana mungkin saya beli itu di minimarket pake seragam sekolah begini… apa kata orang nanti…”
“nih….” Katanya sambil menyodorkan plastik berisi karet berbentuk cincin.
“itu apa bu?” tanyaku polos.
“ya ini yang namanya kondom…. Kamu belum tau?”
Aku menggelengkan kepalaku sambil tersenyum. Kusentuh plastik berisi kondom itu dengan ujung jari telunjukku seakan itu adalah benda yang aneh.
Sejenak kuterdiam. Sadar akan kenyataan yang tersirat dari ucapan bu Reni.
Kuangkat telunjukku ke arahnya tanpa berkata apapun.
“iya…. Ibu udah ngelakuin itu kemarin…” lagi-lagi dia tau isi pikiranku.
“lho….. katanya ngak mau…….” Kataku menyindirnya sambil tersenyum lebar.
Wajah bu Reni memerah. Kini ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Imut sekali, seperti anak remaja pikirku.
“kamu sih cerita-cerita sama ibu…., ibu kan jadi kepengen jadinya…”kata Bu Reni.
“trus adik ibu gimana…..?” kursiku kugeser mendekatinya.
“uhhh… seneng banget dia…. Kan sama masih perjaka juga adik ibu..” jawabnya.
Kami tersenyum bersama. Bu Reni menceritakan padaku bagaimana semuanya terjadi. Lagi-lagi beban pikiranku serasa longgar. Memang Bu Reni sangat cocok memegang jabatan sebagai guru BP. Dia sangat mengerti akan murid-muridnya.
Pembicaraan pun kuakhiri. Aku bergegas menuju gerbang sekolah.
“tuh ga dikasi masuk kan?” kata satpam.
“iya pak… saya dimarahin sama bu Reni..” kataku dengan wajah memelas, berharap satpam tidak curiga sama sekali.
“yaudah sana pulang…., besok jangan terlambat lagi..” katanya
Kuacungkan jari jepolku menandakan setuju. Kuputar kunci kontak motorku dan aku bergegas pulang.
‘duh… dirumah ngapain ya, kakak belum pulang.. masa aku sendirian’ pikirku.
Tak butuh waktu lama hingga aku sampai di rumah. Ku masukkan motorku dan kugembok pagar rumah.
Sepatuku kubereskan di rak di depan pintu. Kuambil kunci rumah dan kubuka pintunya.
“hayoooo………………… kamu bolos ya……………” Naya mengagetkanku.
Saat itu aku hampir saja loncat ke taman. Sungguh tak kukira ternyata Naya juga sudah berada di rumah.
“yeeee…… kakak ngagetin aja nih….. aku telat tadi jadi di suruh pulang…kakak sendiri kenapa gak kuliah..” tanyaku.
“dosennya pada rapat…” jawabnya.
“masa….? Aku gak percaya…..” kataku.
“uhhh.. yaudah kalo ga percaya. Dia membalikkan badan dan berjalan menuju ruang tengah.
Kututup pintu rumah dan kupeluk kakak dari belakang.
“iya deh…. Percaya deh…., masa kakakku yang cantik ini bohong…” kataku merayunya.
Naya tersenyum dan berbalik memelukku.
“sebenarnya sih kakak mau nungguin kamu dirumah…” katanya tersenyum.
Naya mendekatkan wajahnya padaku. Bibir kami menyatu. Kukecup bibirnya yang lembut dan berwarna kemerahan. Rasanya rindu sekali, padahal baru tadi pagi kami bertemu. Seperti pengantin baru, pikirku^^.
“aku haus kak…. Ada air dingin gak dikulkas?” tanyaku.
“ada… kakak ambilin deh.. kamu duduk aja di sofa. Naya berjalan kedapur mengambilkanku sebotol air dingin.
“panas ya diluar?”tanya Naya sambil menyodorkan botol air minum padaku.
“yahh… namanya juga musim kemarau kak….” Kataku. Kubuka tutup botol itu dan kuteguk air di dalamnya. Segar sekali, aku menghela nafas panjang.
“buka dulu seragamnya kalo panas….” Kata Naya sambil membukakan kancing bajuku.
“buru-buru amat kak…. Kan masih pagi…”kataku. Naya tersenyum dan mencubit perutku.
“emank buru-buru ngapain…. Pikiranmu udah mesum aja ya sekarang…..” kata Naya.
Kami tertawa bersama. Bajuku kini telah terlepas. Aku merangkul perut Naya dalam posisi kami sedang duduk di sofa. Kurebahkan dia dan kupeluk tubuhnya. Wajahku kini tepat bersandar di payudaranya. Lembut sekali, besar dan padat. Memang paling top payudara perawan, pikirku.
“kakak beli bantal dimana… kok empuk banget….”kataku.
“enak aja toket kakak disamain sama bantal…. Kan empukan toket kakak…” kata Naya sambil mengelus rambutku. Kuusap lembut perut Naya dan kuraba perlahan. Kusingkap kausnya ketika tanganku mulai mengarah ke payudaranya. Setelah kejadian hari senin Naya tidak pernah lagi memakai bra, pikirku. (lebih jelasnya baca part I)
“hayo…. Sekarang siapa yang buru-buru….” Kata Naya.
“ah kakak… aku kan pingin megang yang empuk-empuk…”
“hehe… iya iya…. Lepasin sekalian donk kaos kakak. Panas banget.” Katanya.
Aku bangkit dan kutarik Naya untuk duduk. Kusingkap kausnya, Naya menaikkan tangannya. Terpampang sudah payudara Naya yang besar dan bulat serta puting susunya yang kemerahan.
Kuremas payudara Naya sambil kudorong dia untuk merebah di sofa. Kukulum dengan lembut dan perlahan.
“duh….. enak banget Tom…. Yang satunya juga donk…”katanya.
Kupegang kedua payudaranya dan kuhimpitkan agar putingnya mendekat. Lalu kujilat kedua putingnya bersamaan.
“Ahhh… Tom…. Enak banget tom… isepin juga donk….” Pintanya.
Kuturuti kemauanya. Mana ada kucing diberi ikan menolak, pikirku. Kuhisap kuat dan sesekali kugigit pelan. Naya semakin menikmati perlakuanku pada payudaranya.
“Tom… kalo dirumah kita telanjang aja yuk… lagian kan ga ada siapa-siapa.” Kata Naya.
“emank kenapa kak, nanti masuk angin loh….”kataku.
“ya kalo ngak pake handuk kimono aja. Biar lebih leluasa….. hihihi” kata Naya.
Tampaknya pikiran Naya telah teracuni dengan pikiran-pikiran kotor semenjak kami memulai aktifitas sex dua hari yang lalu. Baguslah kupikir hanya aku yang bernafsu. Kalau begini kan jadi win-win solution^^.
“kalo gitu mandi dulu yuk kak… aku masih gerah.. apalagi ngeliat kakakku yang sexy… tambah gerah…”kataku.
Naya mencubit pipiku dengan lembut.
“kamu emang paling bisa ya ngerayu kakak…”katanya.
Kami tersenyum dan bergegas ke kamar mandi.
Shower kunyalakan. Air pun menguyur kami berdua. Dalam posisi berpelukan dibawah curahan air kami berbincang.
“kak… jadi gak kita ngesex hari ini?” tanyaku
“jadi dong….” Kata Naya
“emank kakak rela perawan kakak buat aku….?”tanyaku
“kan kakak juga dapet perjaka kamu… jadi gpp lah” katanya sambil tersenyum.
“nanti kalo kakak hamil gimana…?”
“ga mungkin…..”
“kok ga mungkin kak?”
“tadi pagi kakak udah minum pil kontrasepsi dari mama….” kata Naya.
Behhhh…… ini baru perfect. Tadinya kupikir pengalaman sex pertamaku akan memakai karet untuk membungkus penisku. Rasanya ada yang kurang kalau sex pertama ada karet yang mengganggu, pikirku.
“asyik…. Aman donk kalo aku keluarin di dalam….” Kataku.
Naya hanya tersenyum.
“tapi pelan-pelan ya…. Jangan terlalu nafsu.. kata orang kalo cewe masi perawan tuh sakit…..”
Aku menahan nafas mendengarnya. Kupikir tadinya sex pertama kali akan menjadi pengalaman yang menyenangkan. Kini perasaanku mulai campur aduk. Antara nafsu dan ketidaktegaanku melihat kakakku menahan rasa sakit.
“kok diem Tom… ?” tanya Naya.
“kalo gitu jangan deh kak… aku gak tega ngeliat kakak kesakitan”
“yah ini kan resiko cewe…. Lagian kan Cuma untuk pertama kali… kesana-kesananya kan udah ga akan sakit lagi…..” katanya. Sepertinya Naya berusaha mencegahku untuk mengurungkan niat.
“beneran kak?” aku masih kurang percaya. Naya tersenyum dan mengangguk. Kami pun berpelukan dan melanjutkan ritual mandi bersama.
Seusai mandi kami mengenakan handuk kimono dan duduk di sofa ruang tengah.
Naya yang sedari tadi memperhatikan keragu-raguanku berusaha menenangkanku.
“jangan diem gitu donk…. Yuk kita mulai…” kata Naya.
Naya menyingkap kimonoku dan mulai mengoral penisku. Tak butuh waktu lama sampai penisku menegang penuh. Hasrat bercinta dan rasa tidak tega kini malah membuat penisku mengeras, sangat keras dibanding sebelumnya. Dengan cekatan Naya mengulum dan menjilat penisku. Aku yang sudah tidak kuasa menahan nafsuku langsung melepaskan kulumannya dan kulumat bibir Naya.
Kurebahkan dia disofa dan kutindih dia dengan badanku. Rangsangan kami semakin mesra satu sama lain. Lidah kami kini beradu, saling menjilat satu sama lain.
“kalau sakit banget bilang ya kak… biar jangan dilanjutin dulu” kataku.
“iya deh…..”Naya mengangguk.
Aku mencoba mengira-ngira posisi lubang vagina Naya. Tapi tak kunjung juga kutemukan. Naya yang mengetahui kebingunganku segera meraih penisku dan membimbingnya menuju lubang kenikmatan itu.
“masukin Tom… kakak udah pengen banget.” Katanya
Perlahan kutekan penisku yang sudah basah karena liur dan cairan kewanitaan Naya. Perlahan tapi pasti, senti demi senti kumasukkan penisku dengan hati-hati.
“Aaaa…..” Naya memekik tertahan. Tanpa dikomando langsung kucabut penisku dari vaginanya.
“kenapa kak? Sakit ya…. Udah kak jangan diterusin… aku gak tega…”
“ihhh…. Kamu ayo cepetan kakak udah ga sabar nih….” Pintanya.
Ketakutan merasukiku. Kali ini aku memasukkan penisku dengan lebih perlahan lagi.
“Aaaa…. Terus tom…..” kata Naya.
Aku berhenti sejenak, namun malah Naya yang mendorong pantatnya agar penisku masuk seluruhnya.
“Aaaahhhh…..Sssshhh…..Ahhhh……….” desahnya. Padahal saat itu penisku tidak aku gerakkan sama sekali.
“perih ya kak….. aku cabut aja ya….” Kataku.
“Aaaahhh….. tunggu Tom… jangan dulu….”pintanya. kuturuti apa maunya, kupikir dia pasti lebih paham tentang apa yang dirasakannya. Kukulum putingnya untuk mengusir rasa takutku. Naya mendesah dan mendekap erat wajahku di dadanya.
Desahan Naya sudah tak terdengar. Tampak dia sudah bisa menanggulangi rasa sakit itu.
“ayo tom goyangin… pelan-pelan….”
“emang udah ga sakit kak?” tanyaku.
“masih, tapi udah gak sesakit tadi…”
Kugerakkan penisku maju mundur dengan perlahan. Sangat hati-hati, aku sama sekali tidak ingin melihat kakakku kesakitan karena keperawananya kurenggut. Perlahan tapi pasti, Naya mulai menikmati permainan kami. Raut wajah kesakitan sama sekali sudah hilang dari roman mukanya. Aku semakin percaya diri untuk melanjutkan permainan kami.
“aku sayang sama kakak…” bisikku di telinganya selagi aku menggoyang pantatku maju mundur dengan irama yang teratur.
“aku juga sayang banget sama kamu….. Ahhh….. Ahhh….” Kata Naya.
“gimana sekarang kak? Masih sakit” tanyaku.
“udah ngak tuh…. Enak banget kalo dimasukin Tom… jauh lebih enak daripada dioral ternyata…” katanya.
Aku tersenyum mendengarnya. Lega sekali hatiku, kini perasaan takutku telah sirna. Berganti dengan perasaan cinta, bahagia, dan nafsu yang membara.
Kupercepat irama gerakanku. Naya merespon dengan mendesah.
Sungguh nikmat sekali vagina perempuan. Hangat, erat, jauh sekali jika dibandingkan dengan oral sex yang biasa kami lakukan. Penisku serasa dihisap, dan dicengkeram oleh vagina Naya. Nikmat sekali.
“Ahhh…. Ahhh….. enak banget memek kakak….”kataku.
“Ahhh….. kontol kamu juga enak tom….. masukin lagi tom…..yang dalam..” kata Naya.
Aku penasaran sebenarnya seberapa dalam vagina perempuan. Ukuran penisku terbilang cukup besar, panjangnya sekitar 17cm. masa sih lubang sekecil itu bisa menampung semuanya, pikirku.
Kugerakkan penisku maju mundur, kini kutancapkan lebih dalam ke vagina Naya. Ohh… nikmat sekali, pikirku. Semakin dalam penisku tenggelam dalam cengkeraman vaginanya.
“Ahhh… Ahhh… Ahhh….” Desahan kami bersahutan. Gerakanku membuat sofa mulai bergeser dari posisinya semula. Maju mundur seirama dengan gerakanku. Keringat kami mulai bercucuran, namun tak ada sedikitpun rasa lelah yang kami rasakan. Nafsu birahi kami makin memuncak. Naya melumat bibirku. Payudaranya kini berhimpitan dengan dadaku. Kupeluk erat tubuh Naya. Menambah nikmat sensasi persetubuhan kami. Kami merasa begitu menyatu, hingga kurasakan vagina Naya mulai berdenyut.
“Ahhhh…. Ahhhhh….. Tom….. Ah….. enak banget Tom….” Desahnya
“kak…..Ahh…… kakak apain memek kakak…. Ahh…. Enak banget….. kontolku kayak diremes…..” kataku.
Gerakanku kupercepat. Semakin cepat rasanya semakin nikmat. Tubuhku seakan otomatis bergerak sendiri tanpa bisa kukontrol. Nafsu sudah merasuki pikiran kami berdua.
Lidah kami beradu, ciuman demi ciuman kami lakukan. Dengan nafsu yang membara kuhisap bibir Naya dengan kuat dan kutelan air liurnya. Menjijikkan? Sama sekali tidak. Pada saat ini kurasakan tubuh Naya adalah tubuhku. Kami menyatu dalam kenikmatan yang belum pernah kami rasakan sebelumnya.
Kini, baik aku maupun Naya sudah tidak lagi perawan atau perjaka. Saat ini kami telah menjadi perempuan dan laki-laki yang sepenuhnya. Perasaan sebagai kakak dan adik kini telah berganti menjadi cinta. Apakah sah mencintai kakak sendiri? ah perduli setan, pikirku. Selama aku bisa memberikan kenikmatan pada Naya, apapun akan kulakukan.
Kurasakan pelukan Naya semakin erat. Naya mendesah seirama dengan gerakanku. Kenikmatan sudah merasukinya. Tak kupungkiri hal itu juga terjadi padaku. Hampir setengah jam kami bermain sex, tubuh kami mulai menegang. Cengkeraman vagina Naya makin lama semakin kuat. Membuat penisku serasa ingin meledak.
“Ahhhh….. dikit lagi …..Tomm… Ka….kak mau sampai…..” ceracaunya.
Aku tak punya tenaga lagi untuk menjawabnya. Yang bisa kulakukan hanya mempercepat gerakanku. Orgasmeku juga hampir sampai.
“Ahhh………Aaaaaa……Ahhhhhhh…Ohhhh……” Naya melenguh panjang.
Kurasakan vaginanya semakin basah dan licin. Tampaknya Naya telah mencapai orgasmenya. Penisku mulai berdenyut.
Orgasmeku hampir sampai. Kurasakan spermaku sudah siap menyembur dari penisku. Kutancapkan penisku dalam dalam dan….
(sfx : Crooottt…..Croootttt……)
“Ahhhhhh…… Hhhaaaaaa…….aaaaaahhhh…” kukeluarkan spermaku di dalam rahimnya.
“Aaaahhhhhh……….Ahhh…”Naya ikut mendesah ketika kutancapkan penuh penisku di vaginanya.
Kurasakan beberapa semprotan spermaku tumpah di dalam vaginanya. Nikmat sekali orgasme yang kugapai berdua dengan Naya. Kubiarkan penisku di dalam vaginanya untuk sementara, menikmati sisa-sisa kenikmatan orgasme yang baru kurasakan.
Tanganku sudah tak mampu lagi menopang bera tubuhku. Aku terjatuh dalam pelukan Naya. Lemas sekali seakan tak mampu bergerak, mungkin pengaruh hormon adrenalin yang mulai menghilang.
Naya memelukku erat. Membelai rambutku dan berbisik kepadaku.
“Tom….. makasih ya kamu udah ngasih perjakamu buat kakak…”katanya,
“justru aku yang makasih kak…… kakak udah ngasih keperawanan kakak sama aku…..” kurebahkan kepalaku di payudara Naya. Cukup lama kami beristirahat dan akhirnya kucabut penisku yang sudah mengecil dari vaginanya.
Aku terbelalak melihat vaginanya yang penuh dengan bercak darah. Sofa kami pun tak luput dari bercak itu. Rasa takut kembali menyelimutiku.
“kak….. darahnya banyak banget….” Kataku
“Ah… masa?” Naya segera bangkit.
“pasti tadi sakit banget ya kak…?” tanyaku
“kayak tangan kena pisau…..”katanya.
Tak terasa air mataku menetes, tak bisa kubendung. Naya melihatnya dan mengusap air mataku.
“gpp kok….. udah gak sakit lagi….” Katanya.
Aku mendekapnya erat sambil mengusap mataku.
“makasih ya kak…., aku janji bakalan jaga kakak sampai kapanpun” kataku
“janji…?” tanya Naya.
“janji…..”
Kami segera membersihkan sofa dari bercak darah perawan Naya. Hatiku sangat bahagia saat ini. Walaupun apa yang kulakukan dengan kakakku kusadari adalah sesuatu yang salah. Tapi kebahagianku menutupi perasaan itu.
Kami berjalan kembali ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Naya kelihatan menahan sakit ketika membasuh vaginanya dengan air yang mengucur. Mungkin karena selaput dara yang sobek. Tak lama kami pun kembali ke sofa dan berbincang-bincang hingga sore menjelang.
Deru mesin mobil mama sudah terdengar. Aku mengenakan pakaian dan membukakan pintu pagar untuk mama. mama tersenyum melihatku namun tidak berkata apapun. Kumasukkan mobilnya kegarasi dan segera bergegas ke dalam rumah.
“kalian udah makan?” tanya mama.
Baru kuingat bahwa sedari siang memang kami berdua belum makan.
“waduh… iya pantesan kok perut Naya laper banget mah… lupa belum makan” kata Naya
“nih mama bawain makanan buat kalian.”
Mama mengeluarkan tiga buah burger dari dalam kantong plastik yang dibawanya. Tadinya kukira isinya pekerjaan mama yang lagi-lagi dibawanya pulang. Kamipun memakan burger itu bersama-sama.
“gimana Nay….. udah gak sakit?” tanya mama
“udah ngak kok mah…. Cuma sebentar aja pas pertama masuk…, seperti yang mama bilang.” Kata Naya
Aku duduk di samping mama dan memeluk mama. mama merangkulku dan mengelus rambutku.
“anak mama sekarang sudah dewasa semua… mama senang ngeliatnya” kata mama.
Aku dan Naya tersenyum seraya menghujani mama dengan ciuman.
“nanti abis mandi mama juga mau dong Tom….” Pinta mama
Aku mengangguk. Naya membukakan kancing kemeja mama dan mulai melucuti pakaiannya. Tak berselang lama mama sudah telanjang. Kami pun menemani mama mandi. Kubasuh tubuh mama dengan sabun sambil kupeluk ia dari belakang. Naya ikut menyabuninya, kali ini ia menggosok tubuh mama dengan payudaranya.
“Ahhh… hihihi…. Geli Nay….” Kata mama.
“sama mah…. Pentil aku juga geli kalo di gesek-gesek gini…”
Naya kini menggesekkan putingnya di klitoris mama, membuat mama mendesah.
“Ahhh…… enak banget Nay….. terus Nay……” desahnya.
Aku yang berada di belakang meremas payudara dan menjilati leher mama yang jenjang. Kenikmatan mama adalah prioritas bagi kami. Apapun akan kami lakukan demi mama kami tercinta.
“udah yuk mandinya… “ kata mama
Kami pun membasuh diri. Menghilangkan sisa sabun yang masih menempel.
Tak lama kami pun selesai mandi dan bergegas ke kamar mama.
Mama kurebahkan di ranjangnya, dan langsung disambut Naya yang mengulum putingnya. Aku pun tak tinggal diam. Kulumat bibir mama dan kugesek klitorisnya dengan tanganku.
Sementara kedua tangan mama telah sibuk dengan penisku dan vagina Naya.
“Tom… masukin dong…. Mama udah setahun gak ngerasain ngesex…” kata mama
“tapi kalo mama udah gak sakit kan?” tanyaku.
“ya ngak donk sayang. Kan mama udah ngak perawan….”
Tanpa basa-basi langsung kuarahkan penisku ke vagina mama. kini sudah tidak sulit bagiku menemukan lubang kenikmatan itu. Kumasukkan dengan sekali hentakan.
(sfx : sleb….)
Kini penisku sudah masuk sepenuhnya ke vagina mama. kugerakkan maju mundur dengan irama yang stabil, menunggu gairah mama mulai naik.
“Ahhhh…..Ahh…… kontol kamu gede banget Tom….” Katanya.
“masa sih ma?” tanyaku
“lebih gede dari punya ayah….. Ahhh….. enak banget” katanya mama
“iya mah… memek Naya juga tadi berasa sempit banget pas dimasukin….” Kata Naya.
Mama mengelus rambut kami berdua. Kupercepat gerakanku agar menambah kenikmatan bagi mama.
Mama mulai mendesah dan melenguh. Naya yang sedaritadi mengulum dan menggigit putingnya kini memainkan klitoris mama dengan tangannya. Membuat mama semakin liar. Gairahnya sudah memuncak, pikirku. It’s Show Time….
Gerakanku semakin kupercepat. Tidak ada lagi keraguan seperti saat menyetubuhi Naya tadi. Mama semakin hanyut dalam kenikmatan. Desahannya seirama dengan gerakanku yang cepat. Kutancapkan penisku dalam-dalam di vaginanya. Mama melenguh.
“Ohhh… sayang……enak ba…ngeeett….Ahhh….Ahhh…” kata mama.
Kubandingan mama dengan Naya. Memang sangat sulit memuaskan mama. mungkin karena mama sudah jauh lebih berpengalaman daripada kami yang baru belajar tentang sex tiga hari yang lalu. Lelah yang tadi tertutupi nafsu kini mulai terasa. Tapi aku tidak menyerah, kenikmatan lawan sexku adalah prioritas. Begitu prinsip yang kupegang.
Setengah jam berlalu. Mama mulai menunjukkan tanda-tanda orgasme. Tubuh mama mulai menegang, cengkeraman di rambutku semakin kuat. Seakan tidak mau aku melepaskan diri dari persetubuhan kami.
“Ahhhh…. Ahhhh…. Ahh………” desahnya.
Aku memejamkan mataku. Mencoba mengusir rasa lelah yang menghampiriku.
“kamu ca….pek Tom…? Sini say…yang…. Biar mama….. di …..Ahhhh… atas….” Kata mama.
Aku terkulai lemas. Kuhentikan gerakanku dan kuambil napas panjang.
“iya mah… maaf ma… Tomi capek banget…. Mama kok kuat amat sih ma….” Kataku.
“habis mama udah lama gak dimasukin sama kontol asli sih…. Jadinya nafsu banget…..hihihi”kata mama.
Mama bangkit dan merebahkanku di ranjang. Naya kini berada disampingku. Ia merangkak naik ke atas sehingga payudaranya tepat berada di wajahku.
“Tom… isepin toket kakak ya…. “pintanya.
Aku merangkulkan tanganku di pinggangnya dan mendekatkan tubuhnya rapat ke tubuhku. Kukulum putingnya dan mulai kuhisap.
Mama kini dalam posisi WOT. Mama mulai berjongkok dan memasukkan penisku ke vaginanya. Kini mama bergerak naik turun mengocok penisku dengan vaginanya. Sementara Naya membelai klitorisnya, mencari kenikmatan. Mama membantu Naya dengan memasukkan dua jarinya ke dalam vagina Naya sambil terus bergerak naik-turun.
Vagina mama terasa cukup sempit. Walaupun tidak sesempit Naya, tetapi sangat nikmat. Dikedut-kedutkannya vagina mama sehingga memberikanku sensasi tersendiri. Mama memang seorang pro, pikirku. Tak heran selama 17 tahun aku hidup, tak pernah kulihat ayah dan mama bertengkar. Kalau berselisih sih biasa, tapi biasanya tak berselang lama mereka sudah akur lagi.
Terbesit dalam benakku. Apa yang akan ayah katakan kalau melihat apa yang kami lakukan sekarang. Apakah dia akan bangga karena aku dengan senang hati menggantikan posisinya. Ataukan kecewa karena tidak bisa mendidik keluarganya menjadi keluarga yang bermoral. Apapun tanggapan ayah, aku hanya berdoa. Semoga ayah tidak kecewa dengan kami semua.
Mama mempercepat gerakannya. Dipercepat juga kocokan pada vagina Naya.
Desahan kami bertiga bersahutan dalam kamar mama. kuraih sebelah payudara mama dengan tanganku dan kuremas dengan kuat. Mama semakin menegang. Gerakannya kini telah berubah menjadi hentakan keras. Seakan memaksa penisku untuk masuk lebih jauh menjelajahi vaginanya.
“Ahhhhhhh……Emmmmppphhh… Tommmmm…. Mama… mau keluar tom…. Ahhh…” desahnya.
Penisku makin menegang, keras sekali. Vagina mamapun mulai berdenyut.
“Ahhhh… mahh….. Ahhh Naya keluaaaa…..aarr…” pekik Naya.
Tampak Naya telah lebih dulu mengapai orgasme ketimbang kami. Mama memperlambat kocokannya di vagina Naya, namun tetap konsisten menghujamkan penisku kedalam vaginanya. Naya terkulai lemas di sampingku. Namun belum juga kuhentikan isapanku pada putingnya. Naya kini mendekap erat wajahku, berharap memberikanku kenikmatan agar orgasmeku segera tiba.
“Ahhhhh……. Ahhh… AAAAHHH………” pekik mama. mama telah mencapai orgasmenya. Gerakannya melambat. Mama merebah di atas tubuhku. Dengan tenaga yang aku kumpulkan kugerakkan penisku menghujam vagina mama. mama kembali mendesah, seirama dengan gerakanku.
Tak lama penisku mulai berdenyut lagi. Kurasakan, inilah saatnya aku orgasme.
“Ohhhhh…….Ahhhhhh…aku…keluar mahh……Ahhhhhhhhh……” pekikku
Kutancapkan penisku dalam-dalam divagina mama.
(sfx : Crooottt… Croooottttt…… Crooottt…)
Spermaku kutumpahkan di rahim yang dulu mengandungku. Nikmat sekali vagina mama, pikirku.
Mama, Naya dan aku. Kami bertiga sudah kelelahan. Mama bergeser, merebah di sampingku. Kami bertiga berpelukan, menghela nafas untuk memulihkan kesadaran kami yang hilang sesaat.
“kamu kuat banget Tom… gak seperti ayah waktu pertama kali.” Kata mama.
“masa sih ma….. emank dulu ayah kuat berapa lama..?” tanya Naya.
“paling sepuluh menit….hihihi…., jadi biasanya mama minta nambah. Tapi lama kelamaan ayahmu juga makin kuat ngesexnya…”kata mama
Kami bertiga tersenyum. Berpelukan erat dalam kamar dengan cahaya lampu tidur yang temaram.
Kenikmatan bersetubuh dengan mama dan kakak, adalah anugrah yang sangat aku syukuri. Entah apa yang mama atau Naya pikirkan tentang diriku. Tapi yang jelas perasaanku sudah tak bisa kupungkiri lagi. Aku sangat mencintai mereka berdua. Empat bulan berselang sejak hari itu. Hari dimana keperjakaanku kuberikan kepada Naya kakakku.
Kini aku dihadapkan dengan momok yang menhantui hampir seluruh remaja di seluruh dunia. Ujian kelulusan. Ya, bagiku sangat menegangkan untuk menjalani ujian ini. Jika aku tidak lulus, maka aku harus mengulang satu tahun lagi. Apa kata tetangga nanti kalau mengetahui kalau diriku tidak lulus ujian kelulusan. Pasti malu sekali, pikirku. Seakan peringkat orang paling bodoh sedunia telah diberikan padaku.
Memang sih, nilai-nilai pelajaranku akhir-akhir ini semakin membaik. Itu semua berkat kerja keras Naya yang selalu mensupportku ketika aku belajar. Buat apa punya kakak pintar kalau tidak kumanfaatkan, pikirku. Apalagi kegiatan sex yang kami lakukan rutin setelah belajar. Membuat hasrat belajarku tak habis-habis.
Pagi itu aku bangun pada pukul setengah enam pagi. Mama dan Naya masih terlelap disisiku. Sejak enam bulan lalu kami selalu tidur bersama. Karena hampir setiap hari aku selalu melakukan threesome sex dengan mama dan Naya, seperti tadi malam. Aku bangkit menuju kamar toilet untuk mandi dan menggosok gigi. Naya yang tampaknya juga telah bangun menghampiriku yang sedang membersihkan diri.
“mau mandi bareng kak?” tanyaku.
“boleh…” kata Naya seraya memelukku dari belakang.
Air kran pagi itu terasa begitu dingin. Maklum lah, harga pemanas air cukup mahal. Untung saat itu ada Naya yang mandi bersamaku. Sehingga kami bisa berbagi kehangatan.
Kuusap payudara Naya dan kukecup bibirnya. Naya mendesah, diraihnya batang penisku yang belum menegang dan di remas-remas.
“hari ini kamu ujian kan?” tanya Naya.
“iya kak…. Kenapa?”
“kita ML dulu yuk… biar kamu semangat ngerjain tesnya…” kata Naya.
“disini?”tanyaku.
Naya mengangguk dan mengangkat sebelah kakinya. Kedua tangannya dirangkulkan keleherku untuk menjaga keseimbangan. Aku memeluk tubuh Naya dan merapatkan tubuhnya padaku. Naya mengarahkan penisku ke vaginanya sambil menciumku. Setelah tepat berada di vaginanya segera kudorng pantatku. Seketika penisku sudah menancap divaginanya. Kugerakkan maju dan mundur tubuhku dalam siraman air shower yang dingin. Enak juga bermain sex dalam posisi berdiri seperti ini. Sensasinya sungguh berbeda dengan melakukannya di ranjang. Apalagi dengan siraman air shower yang menerpa kami.
Lama kelamaan Naya mulai pegal mengangkat kakinya. Kini aku diarahkan untuk duduk di kloset. Naya duduk di atasku dengan posisiku memangkunya dan Naya membelakangiku. Penisku kembali ia arahkan ke vaginanya. Naya menggerakkan tubuhnya naik turun. Goncangan pada payudaranya menimbulkan bunyi seperti menampar. Kuraih payudara Naya yang tidak berhenti bergerak naik turun. Naya menghujamkan penisku ke dalam vaginanya. Liar sekali gerakannya sampai Naya mendesah mengikuti irama gerakannya.
“Ahhh…. Ssssshhhhh……” begitulah desahannya.
Lama sekali kami berada pada posisi itu. Aku meminta Naya untuk bangkit dan berganti posisi. Naya menyandarkan sikunya di bak mandi. Kini kami bersetubuh dengan posisi doggy-style. Posisi ini adalah salah satu posisi yang paling mudah bagiku untuk melakukan penetrasi. Aku bisa menancapkan penisku sangat dalam agar lawan mainku tenggelam dalam kenikmatan. Seperti Naya saat ini. Desahannya kini telah bercamput dengan lenguhan. Sesekali di panggilnya namaku.
“Tommm.. Ohhhh….Ohhh…..Hmmmmppphhh.. Ahhh…..” begitulah ia mendesah.
Penisku sudah mulai berdenyut tanda bahwa orgasmeku tidak jauh lagi. Kupercepat gerakanku untuk menggapai kenikmatan. Naya menyadarinya, bahwa sebentar lagi aku orgasme. Digenggamnya pergelangan tanganku dan ditariknya menuju dadanya. Seakan tidak rela aku menggapai orgasme sebelum dirinya.
Kuremas payudaranya, kupilin putingnya, dan kujilat tengkuk Naya. Naya melenguh karena kenikmatan itu. Irama gerakanku yang cepat masih kupertahankan. Tubuh Naya menegang. Vaginanya kini mencengkeram penisku semakin kuat. Aku tak kuasa menahan rangsangan itu.
“Ahhhh…. Kakkk… aku udah mau keluar…. Ahhh….” Kataku.
“sama tom.. kakak juga mau keluar…. Aaahhhhh…. Aaahhhhhhh…..”
(sfk : Crot……Croooot…… Crrrroooottt…..) spermaku menyembur di rahimnya, bertepatan dengan erangan Naya yang tertahan.
“kakak udah sampai belum?” tanyaku terengah-engah.
Naya mengangguk.
“ayo kak, kita udahan mandinya… nanti kalo telat aku ngak boleh ujian….”kataku.
Kami bergegas menyelesaikan mandi dan menyiapkan diri menghadapi hari ini. Tampaknya persetubuhan kami pagi ini cukup membantuku menghadapi ujian. Pikiranku sekarang ini sangat senang, tenang, dan bahagia.
Aku dan Naya berpaitan pada mama. setelah mengantar Naya ke kampusnya aku bergegas menuju sekolahku.
Aku sampai diruang kelas sepuluh menit sebelum ujian dimulai. Kulihat teman-teman sekelasku semuanya sedang giat membolak-balik buku pelajaran. Mungkin sedang mengingat kembali apa yang dipelajari mereka kemarin.
Bel berdering. Semua orang kini mengambil posisi sesuai dengan nomor tes masing-masing. Aku duduk di barisan kedua dari belakang. Saf kedua dari kanan. Guru pengawas yang didatangkan dari sekolah lain mulai membagikan soal tes hari ini.
Jantungku berdegub kencang. Berharap apa yang telah kupelajari selama satu minggu terakhir bersama kakak bisa membantuku melewati ujian ini.
Guru pengawas kini berdiri di depan kelas. Membacakan peraturan dan tata tertib ujian. Rasa sesak memenuhi dadaku. Takut, khawatir, tidak percaya diri. Sampai saat dimana pengawas akhirnya memperbolehkan kami membuka lembar soal.
Kubaca soal-soal itu satu persatu. Mencari soal yang termudah terlebih dahulu untuk menghemat waktu, begitu kata kakak. Perlahan-lahan, nomor demi nomor kuterlusuri.
Perlahan aku mulai bisa tenang dan tersenyum. Terima kasih tuhan, apa yang kupelajari selama ini benar-benar tercantum dalam soal-soal itu. Aku mulai percaya diri dan mengisi jawaban di lembar yang telah disediakan.
Satu setengah jam berlalu. Lembar jawaban sudah kuisi penuh. Aku memanfaatkan waktu yang tersisa untuk mengecek kembali jawabanku.
Lega rasanya, delapan puluh persen jawabanku sangat kuyakini sebagai jawaban yang benar. Aku mulai tenang.
Hari demi hari kulalui menghadapi ujian tersebut. Hingga hari ini. Hari ujian terakhir.
Kulihat raut wajah teman-teman sekelasku. Ada yang tenang, panik, sedih, bahagia, perasaan mereka tercermin jelas.
Bunyi bel membangunkanku dari lamunan. Kertas lembar jawaban terakhir sudah diambil oleh guru pengawas hari itu. Sekarang hanya tuhan yang bisa menentukan nasibku. Yang penting aku sudah berusaha maksimal, begitu pikirku.
Aku dan teman-temanku bersorak. Merayakan berakhirnya ujian kelulusan ini. Walaupun tidak dapat dipungkiri ada beberapa yang masih terlihat muram. Mungkin dia tidak percaya diri dengan apa yang telah dikerjakannya.
Aku duduk bersandar dibawah pohon beringin tua di halaman sekolahku. Menikmati saat-saat terakhirku berada di sekolah ini. Teringat jelas semua kenanganku selama aku bersekolah disini. Menjadi anak baru, memiliki teman dan sahabat, kecewa dan jatuh cinta. Kutersenyum dalam lamunanku mengingat itu semua. Tanpa sadar sahabatku telah menghampiriku, Andi namanya.
“brayy….. gimana ujian lo?” tanya Andi. Andi merangkul bahuku.
“alhamdulilah…. Aman bray… lumayan pede lah gw… walaupun gak seratus persen…” kataku.
“baguslah…. Gw juga lumayan pede sih… walaupun beberapa kali hampir ketauan nyontek…hahahah” Andi tertawa dengan tawanya yang khas.
Kami berbincang sejenak mengenai masa depan. Andi berencana melanjutkan kuliah, impiannya adalah untuk dapat diterima di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Andi memang cukup cerdas jika kunilai. Walaupun kadang sifatnya yang ‘begajulan’ tidak dapat disembunyikan. Sedangkan aku belum memutuskan apa-apa. Antara kuliah atau langsung terjun kedunia kerja.
Kami terdiam beberapa saat, mungkin melamunkan harapan-harapan kami. Tiba-tiba Andi berbicara.
“bray….” Andi memulai pembicaraan.
“oit….”
“menurutlu Indah orangnya gimana?” tanya Andi. Indah adalah teman sekelas kami sejak kelas satu. Dia adalah perempuan yang cantik. Rambut panjang sebahu berwarna cokelat, tubuh tinggi semampai, tipikalnya baik dan ramah, prestasinya juga tak kalah cemerlang. Dan lagi Indah adalah salah satu sahabat karibku juga. Kami sering mengerjakan tugas bersama-sama, bercerita tentang satu sama lain, bercanda, dan tertawa bersama.
“emang kenapa bray….?” Aku bertanya balik.
“jiahhh… dia malah nanya balik…. Jawab dulu menurutlu Indah orangnya gimana?”
“hmmmm….. gimana ya… dia itu orangnya baik, gak sombong, pinter, supel… tipe cewe idaman cowo-cowo lah pokoknya…, emank kenapa lu tanya tentang dia bray..... lu suka sama dia ya…. Hayoooooo…..” aku tertawa.
“hus ngaco… mana berani gw suka sama dia…..” kata Andi.
“kok ga berani?”
“ya pasti di tolak lah hahahahah….” Lagi-lagi Andi tertawa dengan tawanya yang khas.
“yakin amat lo bakal di tolak….” Kataku.
“scara gitu..... dia tuh dari kelas satu sukanya sama lo…. Lo-nya aja yang ga sensitif” kata Andi.
“ohhh…..” kataku. Aku memang tidak tau pasti apakah yang dikatakan Andi itu benar, atau hanya mengada-ada. Andi memang jarang membohongiku selama kami berteman.
“kok Cuma Oh…. Lu sendiri gimana sama dia… ada rasa ga?” tanya Andi.
“sekali pun gw ada rasa…. Lu kan tau prinsip gw.. gak akan pacaran selama gw masi minta uang sama ortu gw…” kataku
“yeeee…. Tapi tetep aja lu ga jawab pertanyaan gw…..lu ada rasa gak sama Indah…..?”
“iye-iye…. Ada rasa…… lu mah ada-ada aja yang ditanya….”
“ada rasa kok ga di omongin Tom…. Saling suka kan ga mesti pacaran…” kata suara di belakangku, yang aku yakin itu adalah suara Indah.
Aku berbalik kaget mendengar suara itu. Mukaku merah padam melihat Indah yang tersenyum. Entah sejak kapan dia ada dibelakangku. Andi sialan, rupanya dia menjebakku.
“hus…… ngagetin aja lu Ndah….” Kataku sambil mengelus dada. Indah hanya tertawa.
“oke…. Sampe disini tugas gw berakhir… selamat bersenang-senang pangeran dan tuan puteri…..hahahahah” Andi berlari menjauhi kami.
“dasar monyong……” umpatku.
“maaf ya Tom…. Gue yang minta tolong sama Andi untuk nanya itu semua…. Soalnya ga ada waktu lagi. Sebentar lagi kita udah lulus…” kata Indah.
“hadehhh…… tengsin abis gw dah….. iya-iya gpp…” kataku.
“Tom… kalo udah lulus lo mau ngapain?” tanya Indah.
“blom tau…. Antara kuliah atau langsung kerja… tapi kalo kuliah gw takut nyusahin mama dan kakak gw…” kataku.
“kalo gitu kerja aja Tom…. Kalo udah punya penghasilan sendiri kan kita bisa pacaran….” Kata Indah.
“hus…. Ada-ada aja lu Ndah……”kataku
“ihhh… kenapa kan katanya gak mau pacaran kalo masih minta uang saa ortu… kalo udah kerja kan gpp” kata Indah sambil tertawa.
Kami berbincang beberapa lama sampai sekolah sudah mulai sepi. Jam ditanganku menunjukkan pukul dua siang.
“Tom… anterin gue ambil tas dong…” kata Indah.
“emang lu taro dimana?”
“di kelas….”
“yeeee…. Nanti kalo ilang gimana…..”
“ngak lah….. siapa juga yang mau nyolong buku-buku bekas…” katanya.
Kuturuti permintaanya. Kami berjalan naik ke kelas kami di lantai tiga. Benar saja, tasnya ada di meja di pojok kelas tempat Indah biasa duduk.
“nah… tu dia tas lu…. Pulang yuk… udah sepi nih….”
“duduk sini sebentar sih…… gue mau ngomong…” kata Indah pelan.
“emang ada apa Ndah… kayanya penting banget… ada masalah ya… kalo ada masalah cerita aja, kalo bisa gw bantu pasti gw bantu kok….” Kataku
Kami duduk di bayang-bayang tembok sekolah. Duduk dibangku kelas yang terbuat dari kayu. Kami berdua duduk bersebelahan, memandang keluar jendela menikmati langit siang itu.
“Tom… sebenernya gue udah suka sama lu sejak kelas dua…” kata Indah.
“maaf ya Ndah… gw sebagai teman dekatlu sampe ga tau hal itu…. Habis memang gw ga ada niat pacaran juga….” Kataku.
“gue kurang menarik ya buatlu?” tanya Indah.
“hahaha…. Ngak gitu ndah…. Emanknya lu pikir gw homo yang udah ga suka sama perempuan?” kataku.
“terus…?”
“ya pasti menarik lah… lu baik, ramah, cantik, pinter, berprestasi lagi… mna ada cowo yang ga tertarik sama lu…..” kataku.
“buktinya lu ga pernah ngomong suka tuh ke gue….” Kata Indah.
“karena di dunia ini ada dua orang perempuan yang paling gw sayang….”kataku.
“jadi lu udah punya pacar..?” tanya Indah.
Aku menggeleng.
“dua orang itu adalah mama dan kakak gw….” Kataku.”gw g mau nyusahin mereka hanya untuk pacaran yang belm tentu ujung-ujungnya sampai nikah. Lagipula gw pikir kecil banget kemungkinan seseorang yang pacaran sejak sekolh bisa langgeng sampai nikah. Seumuran kita kan masih labil.”
“jadi alasannya lu ga mau pacaran Cuma itu…, jadi dua tahun ini gue mendam perasaan ke lo Cuma karena itu?” kata Indah
Aku mengangguk pelan. Sadar bahwa ucapanku barusan membuatnya kecewa padaku. Tapi apa boleh buat. Kurasa itu yang terbaik untuk kami.
“Tom…..” kata Indah.
“hmm… apa ndah?” tanyaku.
“boleh ga gue minta sesuatu… kali ini… aja…” pinta Indah.
“selama gw bisa…. Pasti gw kasih…”
Indah mendekatkan wajahnya padaku. Kurasakan keharumah di tiap hembusan nafasnya. Mungkin dia baru makan permen, pikirku ^^.
Aku memundurkan posisi tubuhku, khawatir bila tanpa sengaja aku mencium bibirnya. Bahaya, pikirku.
“perawanin gue Tom……” kata Indah.
Aku terentak kaget dan jatuh kebelakang karena posisi kursiku yang memang sudah miring.
“gile lu Ndah…. Sadar-sadar… istigfar….”kataku.
Indah tak mendengarkan apa yang aku katakan. Indah segera duduk di pahaku dalam posisiku terbaring di lantai. Dibukanya kancing seragamnya satu persatu sampai kancing terakhir.
Aku terdiam, bingung apa yang harus kuperbuat untuk mencegahnya. Indah menyibakkan seragam tanpa melepasnya. Kini terpampang dua payudaranya yang masih terbalut bra.
“Tom…. Kali ini aja…. Penuhin permintaan gue… gue ga rela lu hilang dari hidup gue, tanpa gue meninggalkan sesuatu sama lo…” kata Indah. Diraihnya tanganku dan diletakkan di kedua payudaranya.
“Tom…. Kok diem aja.
Aku masih terpaku dalam lamunanku. Penisku mulai memberontak. Kurasakan ukuran celanaku semakin menyempit. Di pangkuanku telah duduk seorang perempuan cantik yang rela memberikan kehormatannya padaku.
Aku diam sejenak. Akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri semua ini.
Aku memindahkan tanganku yang berada di payudara Indah menuju kancing bajunya. Perlahan kukaitkan kembali kancing bajunya satu persatu. Indah menitikkan air mata.
“kenapa Tom…. Kenapa….. kenapa lu ga mau nurutin permintaan gue…. Sekali ini aja Tom…” kata Indah sambil terisak.
Aku bangkit dan duduk di sampingnya. Kupeluk tubuh Indah dengan erat. Indah memelukku, isakan tangisnya kini semakin keras. Kuusap rambut Indah yang tergerai di bahunya.
“Ndah…. Jangan…” aku berbisik ditelinganya.
“kehormatanlu gak pantas lu berikan ke cowo seperti gw…” kataku.
“apa yang udah kita jalanin selama tiga tahun sekolah bareng-bareng udah merupakan kenangan manis di hidup gue.” Kataku.
“lagipula…………..”
“lagipula apa Tom….” Tanya Indah yang masih terisak.
“keperawananlu harusnya lu berikan kepada suamilu nanti… bukan kepada cowo yang udah ga perjaka seperti gw….” Kataku.
Indah terkaget mendengar apa yang kukatakan. Dia melepaskan pelukannya padaku.
“maksud lo apa Tom….., lo udah pernah ML sama perempuan lain?” tanya Indah.
Aku terdiam sesaat. Kuceritakan tentang apa yang sudah terjadi dalam hidupku. Mengapa aku melakukan hal itu. Konsekwensi apa saja yang sudah ku ambil, semuanya. Kuceritakan pada Indah tanpa ada yang ditutup-tutupi. Air mata Indah kembali mengalir membasahi kedua pipinya yang halus. Aku tidak berani menyekanya. Sadar bahwa tangan-tanganku yang kotor tidak pantas menyentuh gadis suci seperti Indah.
Indah menyeka air matanya sendiri.
“oke…., terus kenapa lu ga mau ngambil keperawanan gue?” tanya Indah.
“karena gw sayang sama lu Ndah… gw ga tega ngerusak hiduplu, kesucianlu, hanya karena nafsu sesaat. Mungkin sering lu denger, kucing ga akan pernah nolak kalau diberi ikan. Tapi itu ga berlaku di gw. Gw sangat sayang sama lu, mungkin udah gw anggap seperti saudara. Untuk hari ini gw mohon maaf. Gw tau lu pasti jijik ngeliat gw. Tapi, kalo suatu saat lu butuh bantuan gue, gw janji gw akan selalu ada buat lu” kataku.
Tiba-tiba saja Indah menciumku. Dipeluknya tubuhku erat. Aku tidak kuasa menolaknya kali ini. Kupeluk erat tubuh Indah. Mungkin beberapa hari lagi kami tidak akan pernah bertemu lagi. Entah, hanya tuhan yang tau.
“lu cowo baik Tom… gak nyesel gw menghabiskan waktu dua tahun untuk mencitai lu… first kiss gue sekarang gue titip sama lu. Gue harap lu ngak menganggap gue cewe murahan…” kata Indah.
“ga akan Ndah…” kataku.
Kami tersenyum bersama dan membereskan pakaian kami yang berantakan.
Kami berjalan berdua menyusuri tangga untuk bergegas pulang. Aku mengantarkan Indah terlebih dahulu kerumahnya. Sepanjang perjalanan, Indah tak mengucapkan sepatah kata pun. Apakah dia marah padaku. Wajar kalau dia marah, pikirku.
Kuantarkan Indah sampai gerbang rumahnya.
“hati-hati ya Tom…” Indah melambaikan tangannya padaku. Aku hanya mengangguk dan menarik gas motorku dalam-dalam. Dalam lamunanku aku berjalan pulang.
Sesampainya dirumah Naya sudah menungguku. Dia menyambutku di pintu, kututup pintu rumah dan kupeluk Naya dengan erat. Rindu sekali perasaanku saat ini. Peristiwa di kelas membuat perasaanku kacau balau.
“ada apa Tom….? Ujiannya gak lancar ya?” tanya Naya.
“lancar kok…. Makasih ya kak udah bantu aku belajar…” kataku.
“terus ada apa?” tanya Naya.
Aku menceritakan pada kakak tentang apa yang terjadi di sekolah. Naya hanya tersenyum dan sesekali tertawa.
“ihhhh…. Kok aku di ketawain sih kak….” Kataku
“hahahah… gapapa lanjut-lanjut….. lagi seru nih kakak dengerin ceritanya…” kata Naya.
“kakak ga marah?” tanyaku.
“ya ngak lah…. Adikku ini sudah melakukan hal yang benar….” Kata Naya.
Syukurlah, tadinya kupikir hubungan kami akan bermasalah karena hal itu. Ternyata kakakku ini memang sangat pengertian. Rasa sayang dan cintaku padanya kini jauh melebihi sebelumnya.
“trus kapan pengumuman kelulusannya..?” tanya Naya.
“senin depan kak… nanti list nama siswa yang lulus ditepel di mading…”kataku.
“kakak doain semoga nilai kamu bagus ya…… kakak bangga deh punya pacar kaya kamu….”
Kamipun kembali berpelukan. Naya mendekap erat wajahku di dadanya. Kusingkap kimononya dan mulai kujilat payudaranya. Naya mendesah ketika aku mengeksplorasi payudara dan lehernya. Kujilat gundukan payudaranya, namun kubiarkan putingnya, agar naya penasaran pikirku ^^. Ku jilat lehernya sampai telinganya. Naya mengeliang menahan kenikmatan ketika aku menghujaninya dengan jilatanku. Kujilat sekitar puting Naya yang kemerahan. Naya mendesah.
“Sssshhh.. Tom…. Di isep juga dong….” Pinta Naya.
“pengen banget ya kak….” Godaku.
“Ihh…. Dasar kamu……” Naya mencubit pipiku.
Kulucuti kimono yang menempel di tubuh Naya hingga kini tak sehelai benang pun menutupi tubuhnya yang menawan. Kulepaskan juga seragam sekolahku yang sudah penuh dengan keringat.
Belakangan ini aku cukup sering menonton video porno yang kuunduh dari internet bersama Naya. Banyak juga adegan foreplay yang belum pernah kami lakukan sebelumnya. Hari ini aku akan mencobanya, pikirku.
Naya yang kini terbaring di sofa, tampak sudah siap menerima jurus baruku. Diacungkan jari telunjuknya dan digerakkan maju mundur. Seakan menantangku untuk segera melancarkan aksiku.
Tanpa menunggu lama langsung kuserang payudaranya. Kujilat seluruh payuaranya, lagi-lagi kusisakan putingnya untuk saat terakhir. Perlahan jilatanku mulai menjalar. Ketiak Naya tak luput dari jilatanku. Perlahan kujilat seluruh lengan Naya sampai ke jarinya. Kumasukkan jari Naya kedalam mulutku dan kuhisap pelan.
“hihihi…. Geli Tom…. Ayo dong cepat masukin… kakak udah gak tahan…” kata Naya.
Naya mendesah dan sesekali tertawa kecil. Tampaknya foreplay yang kupelajari benar-benar membawa kenikmatan tersendiri bagi Naya.
Tak sampai disitu, kini leher Naya menjadi objek eksplorasiku. Kujilat lehernya hingga ke belakang telinganya.
“Tom…. Ahh…Ahhh… udah Tom… kakak ngak kuat… masukin aja Tom” kata Naya.
Haha… ini belum apa-apa, pikirku. Kuhisap kuat leher naya seperti vampir yang menghisap darah korbannya. Naya mengeliang kuat, kulit lehernya merona merah akibat cupangan dariku.
“Ahhh… Tom… enak banget Tom…. “ceracaunya.
Penisku menegang dengan keras. Aku sendiripun sudah tidak sabar untuk menghujamkan penisku kedalam vaginanya. Namun kutahan hasrat itu.
Rangsanganku kini beralih ke perutnya. Kujilat pusar Naya, otot perutnya menegang menahan sensasi geli yang kuberikan. Perlahan-lahan aku turun ke pahanya. Kujilat paha Naya dan daerah sekeliling vaginanya. Seperti tadi, kubiarkan lubang vagina dan klitorisnya tak menerima rangsangan.
“Tom….. ayo dong… kapan nih dimasukinnya… kakak udah ga tahan….. Ahhh…..” kata Naya.
Aku tersenyum saja mendengarkan ceracau dan desahannya.
Setelah cukup lama aku merangsang pahanya, kini kujilat klitorisnya. Hanya satu kali kujilat klitorisnya, Naya langsung menegang. Diraihnya kepalaku seakan tidak ingin aku berpindah dari titik itu.
Tapi memang begitu rencanaku. Setelah aku menjilat klitorisnya satu kali, aku berpindah menjilat liang vaginanya yang sudah basah oleh cairan kenikmatan.
“Tom…. Masa Cuma satu kali sih…. Lagi dong…” pinta Naya.
Aku cuek saja mendengar permintaanya. Tetap kujilat lubang vaginanya dan sesekali kumasukkan lidahku.
“Ohhh….. Ahhhh… Ahh… terus Tom…” pinta Naya. Kini kedua tangan Naya sedang meremas payudaranya sendiri. memilin-milin putingnya yang sedari tadi tak kusentuh.
Kujilat panjang tubuh Naya dengan lidahku. Mulai dari liang vagina, melewati klitorisnya, pusarnya, belahan dadanya, lehernya, dagunya, sampai ke bibirnya.
“udah pengen banget ya kak?” tanyaku sambil tersenyum.
“iya nih…. Ayo masukin aja Tom… beneran deh…. Udah ga tahan nih… memek kakak udah gatel pengen dimasukin….” Kata Naya.
Naya melumat bibirku. Lidah kami beradu saling bertautan.
Kuarahkan penisku ke liang vaginanya dan kumasukkan perlahan. Senti demi senti kumasukkan penisku. Pelan sekali, nafas Naya mulai memburu. Setelah seluruh penisku sudah tenggelam di liang vaginanya, kutarik kembali. Lagi-lagi dengan perlahan.
“Ahhhh…. Tom…. Jangan siksa kakak Tom….. ayo gerakin yang cepat…” kata Naya.
Aku hanya tersenyum. Perlahan-lahan, lebih tepatnya sangat perlahan mulai kunaikkan tempo gerakanku.
“Ahhh….. Ahhh…. Terus Tom… Ahhhh… Lagi…. Lebih cepat….” Naya mendesah.
Kuhujamkan penisku ke dalam vaginanya. Kali ini dengan sangat cepat.
“ahhhh… Ahhhh…Ohhh…. Terus tom…. Ahhh….”
Vagina naya mulai berdenyut. Penisku yang merasakan itu pun ikut berdenyut.
Gawat, masa sih aku sudah mau orgasme, pikirku. Padahal baru lima menit kami berhubungan sex tetapi kenikmatannya sungguh menghipnotis diriku.
“Ohh….. Tom…. Ahhh…. Ahh….. kakak…. Mau keluar….. Ahhh….!!!” Pekik Naya.
Denyutan vaginanya kurasakan mulai menguat. Aku pun tak kuasa menahan spermaku yang sudah berada di ujung penisku, siap menghambur keluar.
“Ahhhhhhh…. Ahhhhhhhh………” Naya mendesah panjang merasakan denyutan pada panisku.
“Ahhhhhhh………..kakak…. kel…..luar…. Ahhh……” cairan kenikmatan menyembur dari vaginanya membasahi penisku.
Lubang vagina yang semakin licin memudahkanku menaikkan kecepatan hujamanku.
“Ahhhh… Ahhh… kak…….aku juga…… keluar….. Ahhh….”
(sfx : Crooottttt…. Crottttt……Crooott..)
Spermaku tumpah kedalam vaginanya. Banyak sekali kurasakan. Tak seperti biasanya.
Aku terkulai lemas dalam pelukan Naya.
“kok tumben sebentar Tom…”tanya Naya.
“habis kakak cepet banget nyampenya…..aku kan juga jadi ikutan tuh…”
“hihihi…… habis enak banget sih…. Memek kakak udah penasaran, jadi gitu tuh… kebanyakan dirangsang mainnya jadi sebentar.” Kata Naya.
“enakan mana kak…. Yang sekarang atau yang kemaren-kemaren?” tanyaku.
“enakan yang sekarang… “kata Naya.
“tapi kan Cuma sebentar…..”kataku.
“beneran… enakan yang sekarang… besok-besok kita foreplaynya kaya gini lagi ya…..”kata Naya.
“beres….” Kataku.
Aku masih terkulai dalam dekapan Naya. Penisku yang masih sedikit menegang kubiarkan tetap menancap divaginanya.
Sore pun menjelang. Langit kini berwarna kemerahan. Kudengar deru mesin mobil mama yang sudah sampai di depan gerbang. Segera kukenakan pakaian dan kubukakan pintu gerbang agar mobil mama bisa masuk.
Kugandeng mama masuk kedalam rumah menghampiri Naya yang masih telanjang di sofa.
“ehh…. Ada yang baru bersenang-senang ya…..” kata mama.
Naya merangkul mama dan mencium bibirnya.
“Tomi sekarang hebat banget mah…. Naya Cuma tahan lima menit loh tadi…” kata Naya.
“masa sih….”
Aku memeluk mama dari belakang dan mulai melucuti pakaian mama.
“yuk mah kita main bertiga….” Kataku.
Aku mengulangi permainanku dengan Naya, namun kini dengan mama sebagai lawan mainku. Kuperlakukan mama seperti tadi aku memperlakukan Naya. Naya merangsang tubuh bagian atas, dan aku merangsang tubuh bagian bawah.
“Tom…. Masukin tom…. Ayoo… mama udah gak tahan lagi Tom…”
Ketika mama sudah memohon-mohon untuk segera dimasukkan oleh penisku, baru aku melancarkan aksiku.
Kuhujamkan penisku ke vagina mama dengan irama yang cepat.
“Ahhh… Ahhh…. Tom…. Terus… nikmat banget Tom…. Ahh….” Ceracaunya.
Seperti Naya, tak sampai lima menit vagina mama mulai berdenyut.
“Ahhhhhhh……….. Ahhhhhhhh………… tom….. mama sudah mau …….keluar……..” katanya
Kupercepat gerakanku. Kurasakan spermaku juga sudah berontak ingin membasahi vagina mama.
“Ahhhh….. Tom……Ohhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh………………”mama mendesah panjang.
“Ahhhhhh… mahh……….. Ahhhh……….” Aku pun mencapai orgasme bersamaan dengan mama.
(sfx : Crooooottt…. Croootttt…..Crrrooooott….)
Spermaku tumpah di rahim mama. kenikmatan sex hari ini sungguh tiada tara. Mama masih terengah-engah mengatur nafasnya.
“haduh…. Capek mah.. jangan minta nambah dulu ya….” Kataku.
Aku merebahkan diriku disofa, mengatur nafas dan mengumpulkan tenagaku. Mama tersenyum mendengar ucapanku.
“anak mama makin lama makin hebat deh…..”kata mama.
“keseringan nonton bokep sama aku kayanya mah….” Kata Naya.
Aku hanya tersenyum saja. Kupejamkan mata menikmati posisi dudukku yang kurasa sangat nyaman.
Mama dan Naya kini bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Mereka mengajakku, tapi aku masih terlalu lelah untuk berdiri dan kuputuskan untuk berdiam diri di sofa sementara waktu.
Banyak hal baru yang terjadi dalam hidupku belakangan ini. Setelah apa yang terjadi antara aku dengan Indah, aku kini bisa lebih memahami arti kesucian wanita. Aku merasa beruntung mendapatkan kehormatan untuk memperoleh keperawanan Naya kakakku sendiri. Namun dibenakku masih tersisa tanda tanya besar. Apakah hubungan incest ini akan berlangsung sampai akhir hayatku.
Beberapa hari berlalu. Hari ini adalah hari senin, hari dimana kelulusan para siswa akan diumumkan.
Pukul setengah delapan pagi aku tiba di sekolahku. Kuparkirkan motorku di baris kedua lahan parkir sekolah.
Dari kejauhan kupandangi Indah berlari ke arahku. Payudaranya melompat-lompat seiring dengan langkah kakinya. Terbesit ingatanku tentang apa yang terjadi di kelas beberapa hari yang lalu, ketika aku memegang kedua payudara itu. Arrghhh…. Kenapa aku berpikiran kotor, pikirku. Kutepis jauh-jauh bayangan nakal itu.
“Tom…. Kamu lulus tom…” kata Indah berteriak.
“ahh…. Yang benar….. hore……………” kataku.
Indah berlari dan memelukku. Teman-teman sekolahku memandangi kami, seakan ingin meledekku. Perduli setan, pikirku. Indah menarik tanganku menuju mading yang dikerumuni banyak siswa.
Kutelusuri baris demi baris, angka demi angka, nama demi nama. Kupicingkan mataku untuk melihatnya dengan sesama. Dan akhirnya kutemukan namaku terpampang di mading.
Dalam hati aku bersyukur kepada tuhan.
Terimakasih tuhan, engkau telah memberikanku anugrah berupa kelulusan.
“selamat ya Tom… kamu lulus….” Kata Indah.
“iya…. Kamu juga lulus tuh…. Selamat ya…” aku menjabat tangan Indah.
(sfx : “Ciiiiiiyeeeeeeeeeeeeeee……….)
Teman-temanku menyoraki kami. Indah hanya tersenyum mendengarnya.
Aku sampai tak bisa berkata apa-apa saat itu.
Seusai melihat pengumuman, aku memisahkan diri dari teman-temanku. Indah kini telah bergabung dengan teman-temannya sesama perempuan. Aku berjalan sendiri menuju ruang BP. Aku ingin menemui Bu Reni. Mengucapkan terimakasih atas bimbingannya padaku selama ini.
Kuketuk pintu ruangan itu namun tidak ada jawaban. Tampaknya dia sedang tidak ada di ruangannya. Apakah dia tidak masuk sekolah hari ini, tanyaku dalam hati. Tiba-tiba seseorang menghampiriku.
“nyari bu Reni ya?” dia adalah penjaga perpustakaan. Bu Santi namanya, berumur 45 tahun. Ia sangat akrab denganku, mungkin karena aku sering mengunjunginya di perpustakaan.
“iya bu.. ibu liat?” tanyaku
“ada di perpus, lagi baca novel” katanya.
“sendirian?”
“iya….. guru lain kan sudah pada pulang…, ibu sendiri juga sudah mau pulang nih…” katanya.
“lho.. terus nanti perpus siapa yang kunci?” tanyaku.
“katanya nanti bu Reni yang kunci…. Ibu titip ke dia, karena ibu ada urusan…”
“ohh… yasudah bu makasih, saya ke perpus dulu…”
“ya sudah, kamu temani ya…. Kasihan bu Reni sendirian..” katanya.
Aku berjalan menuju perpustakaan, ruangan itu berada di sudut lahan sekolahku. Jarang sekali ada murid yang datang kesana, kecuali mendapatkan tugas mencari materi.
Pintu ruangan perpustakaan terbuka. Kulihat lampu menyala dari dalam.
Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam dan kulihat Bu Reni sedang duduk di meja panjang membaca novel.
“sibuk ya bu…?”tanyaku.
“ehh… kamu tau darimana ibu di sini?, ayo sini temenin ibu” kata Bu Reni.
Aku berjalan ke arahnya. Saat itu masih ada Mang Ujang petugas kebersihan yang sedang mengepel lantai.
“ada apa?” tanya Bu Reni.
“saya mau ucapin terimakasih sama ibu, selama ini udah ngasih bimbingan ke saya…” kataku.
“itu kan sudah kewajiban ibu…..” katanya.
Kami berbicara lumayan lama sampai Mang Ujang selesai membersihkan lantai. Ia keluar dari ruangan itu.
“mamang duluan ya… mau ngepel laboratorium dulu….”
“iya mang… nanti perpus biar saya yang kunci…” kata Bu Reni sambil menunjukkan kunci perpus yang dipegangnya.
Satu menit berselang, bu Reni menyerahkan kunci perpus padaku.
“kok dikasih saya bu?”tanyaku.
“kamu kunci sana….” Perintahnya.
“ihh kok pake di konci sih….. saya ga akan kabur kok….” Kataku.
“biar ga ada yang ganggu…”
Waduh…. Pikirku. Apa yang mau dilakukanya terhadapku.
Aku segera mengunci pintu perpus.
“ada yang mau di omongin ya bu?”
“ibu mau minta tolong…. Ayo sini…” bu Reni menarik tanganku menuju rak buku di pojok ruangan.
“minta tolong apa nih…..” tanyaku.
Bu Reni tidak menjawab dan segera melepaskan kancing bajunya satu persatu.
“wuuuaduuhhh…… ibu mau ngapain?” kataku.
“tolongin ibu dong… ibu udah seminggu lebih gak ML sama adik ibu….. stress ujian katanya..”
“eeee….. ahh ibu becanda aja nih….”
Bu Reni menanggalkan bajunya serta roknya. Dia membuka kait bra dan menurunkan celana dalamnya. Bu Reni kini telah dalam keadaan bugil sempurna. Saat itulah aku tau bahwa dia memang tidak sedang bercanda.
Bu Reni mendekatiku dan meremas penisku yang sudah menegang dari balik celanaku.
“Ihhh… hehe… ibu serius bu?” tanyaku.
Bu Reni tidak menjawab. Dia membuka celana dan bajuku. Pakaianku dilucutinya hingga aku benar-benar bugil.
Bu Reni bersimpun di depanku dan mulai mengulum batang penisku yang mengeras.
“Ahhh… aduh bu…… geli bu….”
“hihihi….. sudah ga bisa menolak kan sekarang?” katanya.
“aduh bu….. saya ga kuat nih…..” kataku.
Kudorong bu Reni yang sedang mengulum penisku. Kini bu reni merebah dan terlentang.
Kulumat bibir bu Reni dan kuremas payudaranya.
“Mmmmmm….. Ahh… mm….” begitu gumamnya dalam kulumanku.
Kumainkan putingnya dengan jari tanganku. Bu Reni menggeliat. Diraihnya batang penisku dan mulai di kocoknya. Ohh… lembut sekali tangannya. Baru kali ini penisku disentuh oleh orang lain selain mama dan Naya. Sensasinya sungguh berbeda karena baru kali ini aku akan berhubungan sex dengan bu Reni.
Lumatanku di bibirnya kini mulai menjalar ke bawah. Bu Reni melepaskan kocokannya dari penisku karena tidak dapat lagi di raihnya. Bu Reni menjambak rambutku ketika aku bermain dengan putingnya. Kujilat, kukulum, dan kugigit sembari meremas payudaranya dengan tanganku.
“Ahhhh……Ssshhh… Enak banget…..terus….” ceracaunya.
“ibu sexy banget…..”kataku merayunya.
Ukuran payudara bu Reni terbilang besar, tubuhnya ramping namun tak setinggi tubuh Naya.
Kuraba vaginanya yang berbulu lebat dan kumainkan klitorisnya dengan jariku.
Crekkk…..Crekkkkk…. handle pintu berbunyi. Tampak ada yang mencoba membukanya dari luar.
Jantungku berdegub kencang. Bu Reni mendekap mulutku agar aku tidak bersuara.
Terdengar langkah kaki seseorang menjauh dari pintu. Tampaknya tadi Mang Ujang yang mengecek apakah perpus sudah di kunci atau belum.
“hufff….. hampir aja…” kataku.
Bu Reni tersenyum.
“ayo Tom… lanjutin dong…. Lagi enak nih…..” kata bu Reni.
“coba kalo ketahuan…. Bisa bisa kelulusanku di batalin bu…” kataku. Bu Reni tertawa.
Aku kembali mengeksplorasi payudaranya. Kujilat kedua belah payudara itu, tak satu titikpun terlewat.
“Ngggg… Sssshhh….. enak tom…” ceracaunya.
Rangsanganku kini turun ke perutnya, kujilat-jilat pusarnya. Bu Reni menegang.
“Ahhh… Ssssshhh… turun lagi tom…..” pintanya.
Perlahan aku turun keselangkangannya. Kujilat kedua pahanya di bagian dalam. Bu Reni mengcengkeram kepalaku seolah tak ingin aku menyudahi permainan itu. Perlahan rangsanganku mendekati vaginanya.
“Ahhhhh…… cepet Tom… udah gak tahan nih….” Kata bu Reni.
Ku jilat lubang vaginanya. Bu Reni kembali menggeliat liar. Kumasukkan lidahku dan kumainkan dalam vaginanya.
“Ohhh…. Ahhhhh… Ahhh…….. Sssshhh… terus Tom…”
Kumasukkan jari tengah dan jari manisku ke dalam vaginanya dan kujilat klitorisnya.
“Ohhhh……..” bu Reni melenguh panjang.
Kukocokkan jariku dengan tempo yang cepat. Bu Reni semakin menggila. Gerakannya semakin liar. Ia mendorong pingggulnya maju mundur. Seakan ingin aku memasukkan jariku lebih dalam.
Aku sudah tidak bisa menahan hasratku. Penisku yang menegang mulai terasa sakit menyaksikan tubuh wanita cantik ini menggeliat liar di hadapannya.
“ayo tom…. Masukin sekarang…..” katanya.
Tanpa berlama-lama langsung kutancapkan seluruh penisku ke dalam vaginanya. Penisku tenggelam sepenuhnya kedalam lubang kenikmatan itu. Kugerakkan dengan tempo yang cepat.
“Ahhh… Ahhh…………. Punya… kamu… gede… bang….nget…. tom… Ahh….. Ahhh… enak….” Ceracaunya.
Aku semakin bersemangat melanjutkan aksiku. Tubuh sexy bu Reni begitu menantang. Membuat birahiku memuncak.
Vagina bu Reni berdenyut. Padahal baru dua menit kami bermain. Tampaknya bu Reni yang terlihat liar dan haus sex ternyata gampang terpuaskan. Aku menghujamkan penisku dengan dalam dan cepat.
“Ahhhhh……. Ahhhhhhhhhhh………. Tom….. Ahhh………………….” Bu reni melenguh panjang.
Ia telah menggapai orgasmenya. Sial, padahal aku belum apa-apa.
Bu Reni terkulai lemas, menikmati sisa-sisa orgasmenya. Penisku belum aku cabut dari vaginanya dan kurasakan cengkeraman vaginanya pada penisku mulai mengendur.
“yah…. Masa udahan bu…. Belom keluar nih…”kataku.
“hehe…. Maaf ya… habis udah beberapa hari gak ML…. jadi kebawa nafsu….” Kata bu reni.
“kamu udah pernah main anal sex blom Tom?” tanya bu Reni.
Aku menggelengkan kepala.
Bu Reni mengubah posisi, kini ia berlutut membelakangiku dalam posisi doggy style.
“masukin ke pantat ibu Tom….” Pintanya.
Aku mendorong penisku memasuki duburnya. Sulit sekali, pikirku. Benar-benar sempit. Perlahan-lahan penisku menerobos masuk ke dalam dubur bu Reni.
“Asssssshhh…. Sempit banget bu…….enak….”kataku.
Langsung saja kugerakkan penisku maju mundur di dalam duburnya. Sensasinya sungguh berbeda dengan vagina. Rasa jijik bercampur dengan nafsu yang membara, melahirkan sensasi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Bu Reni memainkan klitorisnya dengan tangan menikmati sisa orgasme yang tadi ia rasakan.
Himpitan dubur bu Reni yang sempit meremas batang penisku. Penisku mulai berdenyut.
“Ssssshhhh…. Nikmat banget pantat ibu…. Sempit…. Ahhh…….”
Kupercepat kocokanku untuk mengejar kenikmatan. Denyutan di penisku semakin kuat kurasakan.
“Aaaaahhhhh……. Ahhhhhhhhhhhhhhhh…..”
(sfx : Croooottt……Croootttt………)
Spermaku tumpah di duburnya. Ohh…. Nikmat sekali. Kucabut penisku dari duburnya dan spermaku meleleh keluar.
Bu Reni membersihkan sisa spermaku dengan tisu. Kami kembali berpakaian dan bersiap untuk pulang.
“sekali lagi makasi ya bu…. Untuk semuanya…”kataku.
“iya Tom… ibu juga ngucapin makasih banyak udah mau nolongin ibu…” katanya.
Bu Reni mengecup bibirku dan kami bergegas pulang.
Beberapa hari berlalu. Tibalah saat pembagian ijazah. Hatiku berdebar, ingin melihat nilai-nilai yang sudah kuperjuangkan selama tiga tahun aku bersekolah. Aku datang ke sekolah bersama mama, ketika namaku dipanggil aku dan mama maju ke depan kelas. Wali kelasku menyerahkan ijazah kepadaku. Senang sekali saat itu. Kulihat Indah yang duduk di barisan belakang bersama mamanya mengacungkan jempol padaku.
Nilai-nilaiku cukup bagus. Dengan rata-rata nilai delapan koma dua aku cukup optimis dapat diterima di universitas negeri jika aku melanjutkan kuliah nanti.
Sesampainya di rumah Naya memelukku, mengucapkan selamat atas kelulusanku. Kami bertiga berbincang diruang tengah sambil menonton TV. Dari tasnya mama mengeluarkan tiga tiket pesawat menuju bali. Hadiah kelulusan katanya.
Senang sekali kami sekeluarga akan berlibur selama tiga hari di pulau dewata. Bagiku tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding menghabiskan waktu bersama mama dan Naya.
Tak bisa di pungkiri, hari kelulusanku dari sekolah adalah pengalaman hidup yang tak mungkin kulupakan.
Selamanya…. Dua bulan berselang setelah hari kelulusanku. Beberapa hari berlibur dibali bersama mama dan kakak cukup membuat pikiranku yang semerawut kembali jernih.
Kini setelah aku lulus dari SMA, aku memutuskan untuk menunda dahulu kuliahku. Disamping tidak ingin merepotkan mama, aku juga ingin menjajal kemampuanku di dunia kerja. Namun sayangnya sampai saat ini aku belum juga memiliki pekerjaan. Mungkin karena titleku yang hanya sebatas SMA membuat perusahaan yang kudatangi menolakku. Rata-rata yang mereka inginkan adalah minimal lulusan D3. Jadi aku harus apa, pikirku. Apa aku harus menyerah sekarang? Ooohhh.. tidak bisa.
Aku menyalakan komputer diruang tengah. Komputer yang sehari-hari digunakan kakak untuk berbisnis. Belakangan ini Naya mulai sibuk dengan kuliahnya yang sekarang sudah menginjak tahun terakhir. Sebenarnya dia memintaku untuk menjalankan bisnisya sementara. Tapi apa daya, aku kan tidak mengerti apa-apa tentang mode busana perempuan.
Aku berselancar di dunia maya, dengan bermodal keyword ‘peluang usaha’ kumasuki satu demi satu website yang tertera di halaman google.com itu. Rata-rata isinya adalah peluang bisnis online yang bisa dikerjakan dirumah. Tapi bisnis online dalam hal apa? Kebanyakan mereka memasang iklan layanan, atau produk yang mereka buat sendiri. Berjam-jam aku tetap terpaku pada layar monitor berbentuk persegi panjang itu.
Pinggangku mulai pegal, mungkin karena aku jarang berolahraga, pikirku.
Aku beranjak dari komputer itu. Berjalan menuju teras dan duduk disana. Memandangi langit sore itu, awan berarak yang melayang perlahan.
(sfx : Criiinngg….) bunyi notifikasi pesan terdengar dari handphoneku.
Kuraih handphoneku dari saku celana, benar saja ada sms. Kulihat itu dari Andi, teman sekelasku semasa SMA.
‘lagi dimana bro…?’ tanyanya.
‘lagi drumah.. knapa?’ aku membalas.
‘ikut gue yuk.. gw mau nongkrong sm tmen-tmen klub motor..’ katanya.
‘yaudah lu samper gw dah…’
Setengah jam berlalu. Andi datang dengan motornya. Aku segera memanaskan motor dan bersiap berangkat. Kususuri jalan mengikuti kemana roda motor Andi bergulir. Jampu-lampu jalan yang temaram, kerumunan orang-orang yang hilir mudik di trotoar, perlahan pemandangan itu mulai mengusir rasa penatku. Tak lama kami sampai ditempat yang dituju, di bilangan jakarta selatan. Kulihat puluhan motor berjajar disana dengan motif, gaya, warna, dan model yang berbeda-beda.
Aku dan Andi memarkir motor kami. Andi berjalan menuju kerumunan orang-orang disana, aku mengikutinya dari belakang sambil mengamati, keren sekali motor-motor mereka, pikirku.
“brayy….. baru sampe lo…” sapa salah seorang laki-laki disana.
Andi dan laki-laki itu bersalaman dengan gaya khas mereka.
“bray, kenalin sohib gw… Tomi namanya…” kata Andi sambil menepuk bahuku.
“halo bro….. kenalin Tomi..” sapaku.
“Sandi…… salam kenal bro…., ayo gabung aja kita nongkrong… sante aja, kita semua kawan disini…” kata laki-laki itu yang kini kuketahui namanya.
“di sini semua motornya custom ya bro?” tanyaku sambil mengamati motor di sebelahku.
“yoi…. Kalo di klub kita, motor apapun boleh gabung… standar atau uda custom ga penting…, tapi rata-rata disini sih uda custom semua… motorlu yg mana bro?” tanya Sandi.
“tuh…. Masi standaran bang..” aku menunjuk motorku yang kuparkir. Yamaha Byson berwana merah tua yang kustandarkan diujung motor-motor lain.
“wuidihh…. Ini kalo di custom bahaya juga nih motor….” Komentarnya.
“emang biaya untuk custom sampe jadi kaya begini kira-kira abis berapa bro?” tanyaku sambil menunjuk motor di sebelahku.
“tergantung bro…. mahal murahnya tergantung dimana kita nyari barang dan bisa-bisanya kita nawar. Kalo yang ini untuk bodynya aja habis sekitar enam juta…” katanya.
Mataku terbelalak. Hanya untuk body? Pikirku. Padahal body standar yang original saja hanya berkisar antara tiga sampai tiga setengah juta.
“gile mahal banget bro….”kataku.
“iya soalnya custom bikin model sendiri, jadi Cuma satu-satunya. Limited edition lah kalo orang bilang.” Katanya.
“emang ga bisa bikin sendiri bro?” tanyaku.
“bisa aja… tapi prosesnya lama, dan kebanyakan dari kita kan kerja semua.. jadi ga ada waktu untuk utak-utik motor…”
“ohhhh……” aku bergumam sambil tetap mengamati motor disampingku.
Cukup lama aku berada di sana. Dalam perjalanan pulang aku mendapatkan ide bisnis yang cemerlang.
Sesampainya dirumah, Naya sedang duduk di depan komputernya.
“kak pinjem komputernya bentar boleh ga?” pintaku.
“sebentar ya…..” jawabnya.
Aku duduk di bangku yang sedang diduduki Naya dan memeluknya dari belakang. Bangku itu terlalu sempit untuk kami duduki berdua, sehingga Naya mengangkat pantatnya dan duduk dipangkuanku.
“kakak abis mandi ya… wangi banget..” kataku.
“iya… hehe….” Jawabnya.
Aku mulai meremas pelan payudara Naya dari luar handuk kimono yang ia kenakan. Himpitan pantat Naya pada penisku mulai membuat penisku mengeras.
“cepet amat gedenya Tom…” kata Naya.
“habis kakak wangi banget… aromanya bikin terangsang aja sih….” Kataku.
Naya berbalik menghadap ke arahku. Dia melepaskan bajuku satu persatu, hingga aku kini telanjang bulat.
Naya membuka handuk kimono yang dikenakannya. Dan duduk di pangkuanku sambil menggerakkan pantatnya. Kami berdua kini sudah telanjang sepenuhnya. Gesekan pantat Naya di penisku membuatnya makin mengeras.
Aku masih meremas-remas pelan payudara Naya sambil menjilati punggung, pundak, dan tengkuknya.
“mama mana kak?”tanyaku.
“Sssshhh…… Ahh…. Di atas… lagi mandi kayanya..” dia mendesah di sela kata-katanya.
Naya tetap menggoyangkan pinggul dan pantatnya selagi jemari tangannya menari di atas keyboard komputer.
Tangan kananku kuturunkan ke selangkangannya. Kuusap lembut klitorisnya.
Gerakannya mulai berubah liar. Kini ia sudah tidak dapat berkonsentrasi lagi pada keyboard.
“Ssssshhh…. Ahh…. Ahhh… enak banget Tom….”. desahnya.
Naya mengarahkan cursor mouse ke sebuah folder dan dibukanya folderitu. Folder berisi film-film panas yang biasa kami tonton berdua. Naya memainkan satu buah film yang bercerita tentang dokter wanita yang berhubungan sex dengan pasiennya di kamar rumah sakit.
Naya setengah berbalik. Ia merangkulkan sebelah tangannya ke leherku. Ia melumat bibirku tanpa menghentikan gerakannya. Kubalas ciumannya sambil tetap menggerakkan tanganku pada klitorisnya.
Ciumanku perlahan menuruni wajahnya, kujilat leher Naya.
“Aaacchh….. Sssssshhh……” ia mendesah sambil menjambak rambutku.
Permainan di video yang diputar Naya mulai memanas, dokter dan susternya kini mengoral pasien tersebut.
Naya meraih penisku dan menjepitnya diantara kedua pahanya.
Foreplay kami makin memanas. Lelaki di film itu mulai memasukkan penisnya ke vagina sang dokter. Naya menggerakkan penisku diselangkangannya.
Kupilin puting Naya dan ia mulai merintih.
“Ahhhh….Uhhhh.. Tommm….. ayo masukin Tom… kakak udah ga tahan…Shhh….”
Naya membalikkan badan dan menghadap ke arahku. Dibimbingnya penisku menuju lubang vaginanya yang kini sudah basah. Ia menghujamkan penisku masuk ke vaginanya dalam sekali tekan. Penisku kini sudah masuk seluruhnya ke dalam lubang kenikmatan itu.
“Aaaahhhhhhh……” pekiknya ketika penisku menerobos lubang vagina yang sempit itu.
Naya dan aku memang sudah sering melakukan hubungan sex. Hampir tiap hari selama delapan bulan terakhir. Namun kurasakan lubang vaginanya tidak banyak mengalami perubahan sejak kuambil keperawanannya dulu. Tetap sempit dan nikmat.
Naya merangkul leherku. Mendekatkan wajahku pada puting payudaranya.
Kugigit pelan puting Naya dan kuhisap dengan kuat.
“Ahhh…Shhhh…..Tom….. enak banget….”
Naya menyibakkan rambut dan melepaskan kacamatanya. Gerakan tubuhnya kini semakin liar. Naik dan turun ia menggenjotkan vaginanya yang terisi penuh dengan batang penisku. Payudara Naya yang menggantung kini berguncang-guncang menampar wajahku.
Ini pertama kalinya kami melakukan hubungan sex dalam posisi duduk di bangku yang sempit. Sensasi sex baru yang kurasakan membuatku tak mampu menahan luapan nafsuku.
Penisku mulai berdenyut, kutahan sekuat tenaga agar orgasmeku bersamaan dengan Naya.
“Ahh…Sshhh…. Kontol kamu udah berdenyut Tom…..Ahhhh… kakak mau nyampe…….” Katanya.
“iya kak…..Ahhh…..jangan lama-lama….. aku udah mau keluar…..” kataku.
Naya mempercepat irama gerakannya. Dihujamkannya dengan keras penisku kedalam vaginanya. Saat ini aku khawatir bangku ini bisa patah, tak mampu menahan luapan nafsu kami yang semakin liar.
“Ahhh…..Ahhhhhhhhhh…….Ssshhh…. Aaaahh……” Naya melenguh panjang. Kurasakan cairan hangat menyirami batang penisku. Vagina Naya sekarang semakin licin. Memudahkan penisku menerobos lebih dalam.
Kini giliranku yang menggoyangkan tubuh Naya. Dengan cepat kugerakkan tubuhku yang ditunggangi Naya.
“Ahhhhh…. Shhh…… kak……”
(sfx : Crootttt…. Croootttt…. Croooottt…)
Spermaku telah menyembur di dalam rahimnya. Tubuhku melemas. Kami kini berpelukan selagi duduk di bangku yang sempit itu.
Mama yang mendengar desahan kami kini menuruni tangga.
“ihhh…. Mainnya gak ngajak-ngajak….” Kata mama.
“iya nih ma… Tomi dateng-dateng langsung gerayangin aku…” kata Naya.
“hehe… nanti ya mah….. baru aja keluar nih….” Kataku.
Naya bangkit dari pelukanku dan menyambut mama.
“sini mah… main sama Naya aja… kita jadi lesbian sementara…” kata Naya.
“boleh… yuk…. Jangan lama-lama ya Tom….” Kata mama.
“iya…” kataku.
Kini aku beralih pada layar komputer.
Mama dan Naya sudah memulai aksinya di belakangku.
Aku mulai menjelajahi internet. Kali ini berbekal keyword ‘motor custom’, terpampang beribu gambar dari motor-motor yang dimodifikasi, jauh lebih keren dari motor-motor standar pabrikan. Aku mulai berpikir. Kira-kira apa aku bisa membuatnya.
“kamu nyari apa sih Tom….Sssssshh….Ahhh ” kata mama yang sedang menerima oral service dari Naya.
“peluang usaha mah… kalo aku gak diterima kerja dimana-mana aku mau buka usaha sendiri, usaha rumahan gitu…” jawabku sambil kutelusuri informasi tentang modifikasi motor lebih jauh.
Sementara itu permainan antara mama dengan Naya semakin memanas.
Naya mengusapkan puting susunya di klitoris mama selagi lidahnya memainkan puting mama.
“Ssshhh… Ahhh…Ahhh…. Nay….. kamu pinter banget Nay…. Enak..” ceracau mama.
“Ahh…. Ssshh…. Biar sama-sama enak mah….” Jawab Naya.
Keduanya masih larut dalam permainan yang entah kapan berakhirnya.
“Nay…. Pake dildo yuk…..” kata mama.
“Ahh… boleh tuh mah…. Ambil yuk..”
Mama dan Naya bergegas masuk ke dalam kamar. Mama membuka laci paling atas di meja riasnya. Tampak empat buah dildo tergeletak di dalamnya. Rupanya mama punya beberapa model dildo yang dimainkannya dulu. Ada yang lurus dengan totol-totol bintik seperti bisul, ada yang memiliki model spiral seperti shockbreaker. Ada-ada saja pikirku.
Naya dan mama bermain di dalam kamar, sementara aku kini tidak ikut dalam permainan mereka. Biarlah sekali-sekali mereka menikmati sensasi berbeda dalam bermain sex.
“kamu mau yang mana Nay..?” tanya mama.
“ihhh… yang ini lucu ma… totol-totol… unyu-unyu banget…” kata Naya.
Mama menyerahkan dildo itu kepada Naya. Sementara mama mengambil dildo yang agak berlekuk. Lekukan pada dildo itu mirip polisi tidur kecil-kecil berderet yang biasa kita temui di pintu masuk tol.
Diisikannya baterai kedalam dildo itu kemudian mama mengajari Naya cara memakainya.
“nih mama kasi tau….. yang ini buat nyalain getarannya…. Nah kalo yang kecil ini nih… buat ditempelin ke klitoris….” Mama menjelaskan. Naya hanya mengangguk dan mencoba menyalakannya.
(sfx : rrrr…RrrrrrRRrrr…..)
Dildo itu bergetar.
“hihihi….. pasti geli banget kalo masuk ke memek ya mah…..” kata Naya sambil menempelkan ujung dildo yang dipegangnya ke puting mama.
“Ahhh….. geli… nakal kamu ya…. Mama bales” kata mama seraya membalas perbuatan Naya.
Mereka pun larut dalam perang dildo. Cukup lama mereka asyik mengerjai satu sama lain.
Kini mama dan Naya saling berpagutan. Bibir mereka menyatu, lidah mereka saling bertautan. Seperti ular yang sedang meliuk-liuk mencari mangsa. Mama dan Naya bertukar dildo. Naya memasukkan dildo yang dipegangnya ke lubang vagina mama, begitu pula sebaliknya.
“Aaahhh…. Sshh……geli Nay….” Kata mama.
“Uhhh….Ahhhhhhhh…… sama mah…..”
Mereka kembali berpagutan dan menjilat satu sama lain.
Mama dan Naya menghimpitkan kedua pasang payudaranya. Saling menekan satu sama lain.
“Ahhhh…. Ahh… punya kamu udah sama gedenya kaya mama Nay…. Ahhh…” kata mama.
“Shhh… iya donk…Ahh….. kan tiap hari minta di isepin sama Tomi….”
Permainan mereka semakin liar. Mama memasukkan dildo yang dipegangnya ke dalam vagina Naya dengan tempo gerakan yang cepat. Hal itu membuat tubuh Naya menggeliang hebat.
Diremasnya payudara naya sambil sesekali memainkan putingnya. Kini mama menjilati klitorisnya Naya.
“Ahhhhhhh…… Ahhhhhhhh…… mah…. Terus mahh….. Ahhhh…” Naya mendesah hebat.
Mama tak memberikan Naya kesempatan untuk mengalihkan pikiran. Ketika Naya mulai bisa mengatur napas, mama menghisap kuat klitoris Naya. Naya pun kembali menggeliang hebat. Tubuhnya menegang dan sesekali bergetar. Keringat mulai membasahi kulit Naya yang putih tanpa noda.
“Ahhhh… mahh…. Naya mau nyampe mah….Uhhh….” desahnya.
Mama mempercepat gerakannya sambil sesekali memutar-mutar dildo dalam vagina mama seperti menggali tanah dengan sebatang kayu.
“Ahhhhhhhhhhh……Sshh… Aaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhh…….” Naya memekik ketika orgasmenya datang. Cairan kenikmatan itu meleleh keluar dari vaginanya. Perlahan-lahan mama menurunkan kecepatan kocokannya. Mama menjilati sekeliling puting Naya. Membiarkan Naya menikmati orgasme yang baru saja dia dapatkan.
“Ahhh… enak juga mah…. Sensasinya beda… walaupun emank lebih enak dimasukin kontolnya Tomi…” kata Naya seraya mengelus lembut rambut mama.
“iya… emank masih enakan dimasukin kontol yang asli hihihi…..” kata mama.
“sini mah gantian…. Biar Naya yang mainin..”
Mama merebahkan dirinya diranjang. Mereka berganti posisi, kini giliran Naya yang melayani nafsu mama. Ia memasukkan dildo yang digenggamnya ke dalam vagina mama dan mereka berpagutan.
“Ahhh…. Shhhh….. lebih dalem lagi sayang….” Kata mama.
Naya memang baru kali ini memainkan dildo, sehingga ia masih kurang memahami seberapa dalam ia harus menekan dildo itu. Naya memasukkan dildo itu lebih dalam, sampai tonjolan kecil dildo itu menempel di klitoris mama. Penis buatan yang masih dalam keadaan mati itu kini dinyalakannya.
“Ahhhhhhhhh…. Sssshhh…..” mama memekik tertahan karena kaget ketika dildo itu menyala dan bergetar daam vaginanya.
“hehehe…. Kaget ya mah….” Kata Naya.
“nakal kamu yah…. Ayo kocokin memek mama…” kata mama.
Naya mulai menggerakkan batang dildo itu. Kini tak segan-segan ia menghujamkan seluruh dildo yang bergetar itu kedalam vagina mama.
“Ahh… Ahh….. Shh… Ohh….” Ceracaunya
“enak mah…?” tanya Naya.
Mama yang sedang memejamkan matanya hanya mengangguk.
Naya kini memainkan lidahnya. Ia menjilati perut mama, menyapu kulit mama yang putih dengan lidahnya yang berwarna merah muda. Tak satu pun bagian yang terlewat.
“Ssssshhh….. Ahhh…. Enak sayang….” Kata mama.
Jilatan Naya mulai menjalar ke payudara mama. ia menjilat kedua belahan dada mama dengan perlahan sambil menggetarkan lidahnya. Kelopak mata mama terkatub rapat. Mama mengigit bibir bawahnya, menahan sensasi geli yang ditimbulkan oleh jilatan Naya di payudaranya.
Permainan sex mereka semakin menggila. Naya kini menghisap kuat belahan payudara mama. menimbulkan bercak merah pada kulit mama yang putih. Dicupangnya sekujur tubuh mama.
Mama menggeliang hebat akibat rangsangan itu. Setelah puas meninggalkan noda merah itu, kini Naya menjilati kedua ketiak ibunya sendiri. Menyebabkan nafsu mama yang sudah memuncak semakin meluap-luap.
Pikiran mama melayang, getaran dan gerakan dildo di dalam vaginanya mulai menyebabkan vagina mama berdenyut.
“Ohhh… Nay… ambilin satu lagi dong dildonya…Ahhhh….. Ahh…” kata mama.
Naya menghentikan jilatanya.
“buat apa mah? Emang satu kurang……” kata Naya.
“buat dimasukin ke pantat mama….”
“ihhh mama ada-ada aja… ihhh….. udah mau nyampe ya mah?”
Mama hanya mengangguk. Naya menuruti saja permintaan mamanya. Ia memasukkan perlahan dildo itu ke anus ibunya lalu dinyalayan.
“Aaaauhh…. Sssshhh…. Ahhh…. Kocokin lagi nay….”
“emank enak ya mah di masukin dua-duanya?” tanya Naya.
Mama mengangguk.
“ini namanya double penetrasi…. Ahhhh… kocokin yang kencang sayang…. Ahhhh….Sssh…”
Naya tampak keheranan melihat perubahan pada diri mama setelah kedua dildo itu menancap. Dildo yang menancap di anus mama ia biarkan menyala, sementara ia terus menghujamkan dildo yang digenggamnya ke vagina mama bertubi-tubi.
“Ahhhhhhhhh……. Nay… mam…ma…. Mau sam..pai… Ahhhh…Ahhh…”
Naya menjilat dan mengigit payudara mama dengan rakusnya. Digigitnya puting mama agak keras. Mama menggeliang hebat. Ranjang spring bed itu mulai mengeluarkan bunyi berdecit. Seakan tak sanggup menahan luapan birahi mama yang semakin meningkat.
“Ahhhh…. Nay… Ahhhhhhhhhhhhhhh…” mama melenguh panjang.
Cairan kenikmatan dari vagina mama menyembur deras ke jemari tangan Naya. Menandakan orgasme yang digapai mama begitu hebatnya.
Naya menurunkan kecepatan kocokannya sambil tetap mengulum puting mama dengan perlahan.
Mama mengelus kepala Naya. Menikmati sisa-sisa orgasme yang baru saja terjadi. Tubuh mereka berdua kini penuh dengan keringat yang bercucuran. Mereka berbaring bersandingan.
“mama cepet amat orgasmenya kalo di masukin dua biji…” kata Naya.
“behh.. kamu musti coba nanti kapan-kapan….”
“nanti mah cobain masukin ke pantat Naya…”
“emank kamu sama Tomi udah pernah anal sex?” tanya mama.
Naya menggeleng.
“mikirinnya aja Naya udah geli….. tapi kalo liat mama sampai keenakan begitu Naya mau ah…”
Mereka berbincang sejenak, tersenyum dan tertawa bersama. Tampak keluarga kami sungguh bahagia soal urusan sex. Tak ada aku pun mereka bisa menikmati permainan sex berdua.
Mama sangat kelelahan akibat dari orgasmenya yang sungguh dahsyat. Karenanya ia memutuskan untuk tidur. Naya kini menghampiriku, tanpa busana sehelaipun ia memelukku yang sedang duduk di depan komputer dari belakang.
“emang kamu mau buka usaha apa sayang…?” tanya Naya.
“belom mutusin sih kak… tapi kayanya mau buka usaha modifikasi motor…” kataku sambil tersenyum menyambutnya.
“bagus juga tuh… kamu kan suka motor. Jalanin aja…., kakak juga jualan baju karena suka baju… makanya bisnis kakak tetep jalan.. karena gak akan bosen kalo udah hobi…” lanjutnya.
Kami mengobrol cukup lama. Naya memberikan beberapa nasihat padaku jika aku ingin memulai usaha sendiri. kakakku ini memang sempurna, pikirku. Cantik, sexy, baik, ramah, perhatian, pintar dalam bisnis, dan pintar memuaskanku dalam hubungan sex.
“makasih ya kak dukungannya… aku makin cinta aja deh sama kak….” Kataku.
“huuuu….. ngerayu ni ceritanya…?” kata Naya.
“ihhh… ngak kok kan kenyataan….”
“iya….. kakak juga makin cinta dan sayang sama kamu…” kata Naya sambil mengecup pipi kananku.
“kakak tadi main sama mama ngapain aja? Suaranya sampe kesini lho…. Awas nanti kalo kedengeran orang kan bahaya….” Kataku.
“ngak lah…. Kamar mama kan dibelakang… di lantai dua lagi… kemungkinannya kecil kedengeran keluar…., mama tadi minta double penetration…..” kata Naya.
“apaan tuh kak…..” tanyaku.
Naya menceritakan tentang permainannya dengan mama.
“kak…. Kapan-kapan main anal sex yuk… aku kepingin nyoba….”kataku.
Aku berpura-pura belum pernah bermain anal sex sebelumnya. Padahal aku sudah melakukannya satu kali bersama bu Reni di sekolah. Bisa bahaya kalau sampai kakak dan mama tau.
“kakak masi takut…. Hahaha katanya sih sakit kaya perawan gt…”
“masa sih kak…. Yaudah kapan-kapan aja… kalau kakak mau tinggal bilang….”
“iya…..” kata Naya.
Aku mem-bookmark beberapa halaman yang menjelaskan langkah demi langkah dalam membuat body motor. Mataku mulai lelah, munkin karena tidak terbiasa berada di depan komputer. Kami menyudahi pembicaraan itu dan bergegas menyusul mama untuk beristirahat.
Temaramnya langit sore telah berubah menjadi kegelapan malam. Seakan menuntun khayalku melayang mengarungi lautan mimpi. Dalam pelukan mama dan Naya aku membayangkan tentang masa depan. Akan jadi apa diriku nanti. Well…. Kalo bertanya pada rumput yang bergoyang, jawabnya…. SIAPA YANG TAU. Beberapa bulan berlalu. Rencanaku membuka bengkel modifikasi motor telah terwujud berkat kerja kerasku belajar dari sana sini. Well… sebenarnya sih aku tidak menjalankan usaha ini sendiri. melainkan berdua dengan sahabatku Andi, yang sama-sama hobi dengan dunia otomotif.
Usahaku berjalan cukup lancar. Kami mengawali usaha kami dari garasi rumah Andi. Dua bulan berselang, untung yang kami peroleh sudah cukup besar. Kami memberanikan diri menyewa sebidang tanah. Tidak terlalu luas, hanya sepuluh x lima meter. Setidaknya cukup untuk digunakan sebagai workshop.
Aku cukup puas dengan apa yang aku capai sekarang. Walapun kata orang kepuasan itu adalah musuh utama dalam bisnis, tapi yah… mau bagaimana lagi. Diusiaku yang kini menginjak 18 tahun aku sudah memiliki penghasilan setara manager di perusahaan swasta. Dan empat orang karyawan. Lumayan lah, pikirku.
Namun perasaanku sempat gundah beberapa minggu lalu, mama telat menstruasi dan positif hamil. Pukaku pucat pasi mendengar cerita dari kakakku Naya. Apa komentar para tetangga nanti kalau melihat perut mama yang kian hari kian membesar ketika ayah sudah tiada.
Untunglah kami memiliki saudara seorang bidan. Adik mamaku, Shelly namanya. Oleh tante, mama diberi obat penggugur kandungan. Rasa bersalahku muncul. Keluarga kami telah melakukan praktek aborsi. Ohh tuhan… cobaan apa yang kali ini engkau berikan kepada keluarga kami.
Ketika tante Shelly mendengar cerita mama tentang mengapa hal ini terjadi. Tante Shelly terdiam, tak tau apa yang harus di katakan. Tante berjanji untuk tutup mulut dan tidak menceritakan aib keluarga kami kepada siapapun, termasuk sanak family lain. Tante menyarankan agar mama memasang spiral sebagai pencegahan berikutnya. Mama selama ini rutin meminum pil kontrasepsi, namun tampaknya hari itu mama lupa. Mungkin karena kelelahan setelah bekerja, pikirku.
Jujur kukatakan. Aku sangat menikmati berhubungan sex dengan mama dan Naya kakakku. Tapi sejak kejadian itu, semua tidal lagi sama. Aku mulai kehilangan gairah. Entah karena trauma atau karena tekanan psikologis. Aku tak mau jika kejadian itu sampai terulang. Kasihan mama jika menderita karena cemoohan orang-orang, pikirku.
Aku duduk termenung di workshop. Memandang kosong ke awan yang entah berbentuk seperti apa. Apakah aku harus mengakhiri persetubuhan kami sampai disini, pikirku.
Tidak, kasihan mama. kini aku sudah seperti pengganti ayah bagi mama. Disamping wajah kami yang sangat mirip, sifat kami pun tak jauh berbeda. Namun bagaimana dengan kakak. Apakah aku harus meminta kakak mencari pacar dan segera menikah, pikirku. Aku tak rela jika kakakku yang sangat aku cintai harus menikah dengan laki-laki lain.
Pikiranku berkecamuk rasa bimbang menyelimutiku.
“lu kenapa sih bro….. belakangan ini sikaplu aneh…. Kalo begini terus kerjaan kita bisa berantakan…” Andi mengagetkanku, membuyarkan semua angan dan lamunanku.
“gapapa bro….. ada sedikit masalah… masalah kecil… ga usa diambil pusing..” kataku seraya bangkit.
Andi menarik tanganku untuk kembali duduk.
“sini dulu sih….. lu kalo ada masalah cerita lah… jangan kaya ayam kena tetelo gitu…. Diem… ngelamun….. aduh… risih gw ngeliatnya… masalah cewek?” tanya Andi.
“kepo banget si lu….” Kataku.
“udah si………. Masalah cewe mah selow buat gw…. Lu ga usa takut… apa perlu gw cariin cewe? Mau yang mana… Tasya, Annisa, Marsha…… Ohhhhh…. Jangan-jangan lu keingetan sama Indah…. Ngaku lo…” Andi.
Perkataan Andi terasa menusuk dadaku. Indah, sahabatku di sekolah dulu yang sempat ingin memberikan keperawanannya padaku, namun aku tolak.
“Isshhhhh…. Apaan si pake bawa-bawa Indah….” Kataku.
“alah….. muna lu…. Indah masi suka BBM gw nanyain lo….. nih liat…” kata Andi seraya menunjukkan percakaannya dengan Indah.
“kaga lah bray……. Lu mah suka bawa-bawa orang si…. Lu tenang aja, kalo soal kerjaan lu bisa percayain ke gw. Mau ada badai, tsunami, gunung meletus, atau ada kebo beranak kek… bagi gw kerjaan ya tetep kerjaan.” Kataku
“yaudah…. Yang penting lu jangan kebanyakan ngelamun, ntar kaya satpam depan komplek gw tuh… kesambet buto ijo..” kata Andi.
Aku tertawa terbahak-bahak mengingat apa yang Andi ceritakan tentang satpam itu. Bukan guyonan semata bahwa memang tiga hari yang lalu satpam perumahan Andi kesurupan. Sampai lari-lari sambil telanjang katanya.
“hahahaha… koplak lu ah…., perut gw sampe sakit. Dah ayo kerja lagi bray… deadline buat motor yang ini tinggal seminggu lagi.” Kataku sambil berjalan menuju salah satu motor yang sedang dikerjakan.
Memang kebiasaan kami untuk bekerja sambil sesekali bercanda. Agar tak cepat lelah dan bosan, pikirku. Selain itu agar kekompakan kami dan para karyawan bisa berjalan dengan mulus. Terbukti kinerja kami yang rapi dan cekatan membuat kami memiliki banyak langganan. Tak hanya motor, pernah sesekali ada mobil yang datang minta di modifikasi. Tadinya aku ingin menolak, tapi karena pemilik mobil itu adalah langganan tetap kami, ya apa boleh buat. LIBASSSS…..
Siang pun berlalu, langit yang cerah kini mulai memerah. Aku memacu motorku menuju rumah.
Sesampainya di rumah kulihat mobil mama sudah terparkir di dalam garasi. Aku memasukkan motorku kedalam rumah dan mengunci pagar, seperti biasa.
Kulihat mama dan Naya sedang duduk berdua di sofa.
“Ehh…. Sayang. Udah pulang… gimana tadi kerjanya, capek ya..” kata Naya.
“sini sayang duduk sama mama sama kakak….” Kata mama.
Aku meletakkan kunci di meja, lalu kurebahkan tubuhku di antara mereka. Aku menghela nafas, mengusir rasa lelah.
“mau minum?” tanya Naya.
Aku mengangguk. Naya beranjak dari sofa dan mengambilkanku segelas susu dingin.
“kamu kenapa sayang…. Akhir-akhir ini kamu berubah sejak mama hamil….” Tanya mama.
Aku terdiam tak kuasa berbicara.
“kok diem sih….. bener kan dugaan mama…”
Aku mengangguk pelan dan menyandarkan kepalaku di bahu mama.
“Tomi ga mau mama hamil lagi…., aku juga ga mau kakak sampai hamil… apa kata tetangga nanti kalo sampe mama atau kakak hamil tanpa suami….” Kataku.
Mama merangkulkan tangannya ke bahuku. Mendekapku erat dan mengelus rambut di kepalaku.
“jadi karena itu… pantes kamu belakangan ini kurang gairah….” Kata mama.
Naya datang menghampiri kami. Disodorkannya segelas susu kepadaku.
“minum dulu sayang…… biar gak galau lagi…” kata Naya.
Aku tersenyum. Memang hanya mama dan Naya yang mampu menghiburku di saat-saat sulit.
Aku menenggak segelas susu yang diberikan Naya.
Rasa haus yang kurasakan kini menghilang. Kukumpulkan sisa keberanianku dan mulai berbicara.
“mah…. Kak…. Sampai kapan kita mau begini...?” tanyaku.
“kamu kenapa Tom…. Bosen ya…” kata Naya.
“bukan bosen kak…. Aku sih seneng… seneng banget malah punya mama dan kakak yang sayang sama aku. Tapi……” kata-kataku terputus.
“mama ngak akan hamil lgi sayang….” Kata mama berusaha menenangkanku.
“iya mah…. Mama kan uda pasang spiral…tapi kakak gimana?”
“kakak kan udah minum pil KB….” Kata Naya.
“yeee… kalo nanti kelupaan kaya mama gimana… aku ngerasa bersalah ma… gara-gara aku mama sampai harus aborsi. Aku ngerasa berdosa ngebunuh calon anak sendiri…” kataku.
Mama hanya bisa tersenyum mendengar perkataanku.
“anak mama udah tambah dewasa……”katanya.
Mama mengusap punggungku dan melanjutkan apa yang ingin dikatakannya.
“gini ya Tom… secara teknis mama memang melakukan aborsi… tapi waktu itu usia kehamilan mama bahkan belum sampai satu minggu, janinnya pun belum jadi…”
“masa sih ma….” Kataku.
Mama mengangguk.
“waktu keluar juga…. Kaya mens biasa aja…. Gak ada gumpalan yang besar…. Memang yang udah kita lakuin selama ini salah… tapi apa salah kalau kita sama-sama memberi kenikmatan satu sama lain… jujur, mama sangat menikmati apa yang kita lakukan sekarang. Kita saling melengkapi, mama butuh kamu.. kamu pun juga terhindar dari sex bebas yang ngak jelas bersih apa ngak.” Kata mama.
“kakak juga Tom…. Kalau dipikir-pikir… kakak lebih suka berhubungan sama kamu. Kamu liat sendiri kan… diluar sana laki-laki baik dan setia udah mulai langka. Kakak takut kalau kakak menjalin hubungan sama mereka, yang ada justru sakit hati…. Hubungan antara laki-laki dan perempuan kan seharusnya saling memberi.. saling melengkapi… yah… seperti yang kita jalani sekarang…” kata Naya.
Naya tersenyum dan memelukku.
“jadi…. Kamu jangan galau lagi ya sayang….. kakak sedih ngeliat kamu terus ngelamun begitu…” kata Naya.
“oke… masalah mama udah clear… tapi kalo kakak sampe hamil gimana?” kataku.
“gampang….. kalian nikah aja… trus kita pindah dari sini….” Kata mama.
“ehhhh….. masa segampang itu.. nanti kalo ditanyain orangtuanya mana gmana?” kataku.
“halah…. Kamu ngaku aja jadi anaknya tante Shelly…. Gampang…” kata Naya seraya mengedipkan sebelah mata padaku.
“ihhh kakak…… aku ga berani ah…” kataku.
Naya menyergapku dan melucuti pakaianku.
“kamu jangan gitu donk sayang….. kita kan udah dua minggu gak ML bareng….. nanti lama-lama kakak perkosa nih” kata Naya sambil terus menggerayangiku dan berusaha melucuti semua pakaianku.
“ihh kakakk…. Hahaha…. Geli tu kak.. udah…udah…. Ampun…” kataku.
“wahhh ide bagus tuh Nay…… kita perkosa aja gantian hihihi….” Mama tersenyum nakal.
Mama bangkit dari sofa dan berjalan kedapur.
Waduh….. apa gerangan yang akan terjadi padaku.
Naya telah berhasil melucuti semua pakaianku. Kini aku sudah sepenuhnya telanjang.
Mama telah kembali dari dapur sambil membawa seikat tali di tangannya.
“aduh….. aku mau diapain nih….ampun….” kataku.
Naya mengecup bibirku.
“udah…. Kamu diem aja sayang…. Nikmati aja ya….” Kata Naya.
Mereka mengikat kedua tangan dan kakiku. Kini aku sama sekali tak bisa bergerak.
Mama dan Naya menanggalkan handuk kimono mereka di lantai.
“aduh mah…. Ampun…. Iya-iya nanti kita ML bareng lagi deh…” kataku.
“Sssssstttt…. Sandera yang sedang diikat berhak untuk diam…hihihi….” Kata mama.
Mereka mendekatkan wajah keselankanganku. Perlakuan mereka secara tidak langsung membuatku terangsang. Naya mulai meremas penisku dengan agak kasar. Tak butuh waktu lama sampai penisku menegang sempurna.
“nah….. sekarang kontol kamu jadi kekuasaan kita….hihihi” kata Naya.
Naya mengulum batang penisku dengan kuat.
“Ahhhh…. Shhhh… ampun kak…. Ahhhh……” desah itu tak kuasa kubendung dan keluar dari mulutku.
Mama memainkan buah penisku dengan lidahnya. Menciptakan rasa ngilu dan geli yang tak tertahankan. Tubuhku menegang menerima semua perlakuan mereka. Namun apa daya aku tak mampu melawan. Padahal aku ingin sekali mencium mereka, membelai rambutnya, mengulum putingnya. Tapi dalam keadaan diikat seperti ini apa yang bisa kulakukan.
Mereka benar-benar berniat memperkosaku sepertinya.
“Ohhh…..Ssssh….Ahhh…. maaahh… Auuhh…. Geli mah. Udah…..” ceracauku.
Mama dan Naya tak menggubris protesku. Mereka tetap memainkan peran mereka dengan sangat baik.
“Ahhhh….. kak….udah kak….”
“Sssssshhhhhhh… kamu diam aja udah…. Nikmatin aja hihihi..” kata Naya.
Naya memasukkan penisku kedalam mulutnya. Dalam sekali hingga aku bisa merasakan penisku menyentuh pangkal lidahnya.
“kak…. Ahhh… nanti kalo dalem-dalem kakak muntah….” Kataku berusaha meredam perlakuan mereka. Naya diam saja, tetap melanjutkan aksinya.
Kurasakan rasa geli dan merinding menjalar ke seluruh tubuhku. Penisku mulai berdenyut. Cepat sekali aku akan orgasme, pikirku.
“Ahhhh…. Ahhhh…. Kakk…… udah ma…..Ssshhh..Ahhh….” ceracauku.
Naya dan mama tak berhenti, malah kini semakin menjadi-jadi.
Aku tak kuasa menahan luapan birah yang kurasakan. Tak berselang lama orgasmeku datang.
(sfx : Croooott….Croootttt…..Crooottt)
“Oooohhh….Oohhh…Ssssh….Aaahhh….”
Spermaku menyembur di mulut Naya. Banyak sekali.
“kok cepet banget sih…..” kata Naya.
Mama meraih pipi Naya dengan kedua tangannya dan mereka berciuman. Naya meneteskan sebagian spermaku ke mulut mama dengan lidahnya, kemudian mereka menelannya.
Ohh…pemandangan ini membuat gairah sexku kembali. Mereka saling mengadu lidah dan menjilat bibir satu sama lain. Membersihkan sisa-sisa spermaku yang tersisa, seperti vampir yang haus darah.
“lagian sih…. Ditahan sampe dua minggu… jadinya numpuk semua deh nafsunya…” kata mama.
Mama meraih batang penisku yang tak lagi mengeras sambil mendekatkan payudaranya ke wajahku. Tanpa diminta segera kuhisap putingnya. Memang ini yang sudah kutunggu sedari tadi. Naya melakukan hal yang sama. Ia menekan payudaranya kewajahku. Membuatku sulit bernapas karena himpitan payudara mereka yang besar.
Aku menjilat kedua payudara mereka bergantian. Ingin sekali aku memasukkan jemariku kedalam vagina mereka jika saja tanganku tak dalam keadaan terikat.
Mama dan Naya mendekatkan kedua puting mereka. Kini aku menghisap keduanya sekaligus.
“Shhhh…. Ahhh… terus sayang… isepin teruss….” Kata Naya.
Mama dan Naya kini berpagutan. Saling bertukar ciuman. Tak lama penisku segera mengeras. Naya segera merubah posisi naik ke atas tubuhku. Diarahkannya penisku menuju lubang vaginanya. Dengan sekali hentakan penisku menerobos masuk kedalam vaginanya yang sudah basah oleh cairan kenikmatan.
Aku masih mengulum dan menghisap puting mama. mama menarik kepala Naya ke arah payudara sebelahnya. Naya segera menghisap payudara mama sambil jemari tangannya yang lembut di masukkan kedalam vagina mama.
Desahan kami bergema diruangan itu. Keringat di tubuh kami tak henti-hentinya bercucuran. Aku meronta berusaha melepaskan diri dari tali yang mengikat tubuhku. Tubuhku yang sudah beberapa hari absen dari kegiatan sex sudah tak mampu lagi menahan gelora hawa nafsuku. Kepalaku seakan ingin pecah. Penisku menegang dengan kuat, namun karena baru saja aku mengalami orgasme, tidak kurasakan denyutan pada penisku.
“Ahhh…… Shhh… Tom….” Naya mendesah lembut. Kurasakan cairan kenikmatannya meleleh dibatang penisku. Orgasme yang dicapai Naya nampak biasa saja.
“cepet amat Nay…” kata mama.
“ini baru pembukaan mah…. Santai aja…. Sini mah gantian… kontol Tomi keras banget loh..” kata Naya seraya menarik tubuh mama.
Mama dan Naya bergantian menyetubuhi diriku. Entah sudah berapa kali mereka orgasme sampai akhirnya akupun mencapai orgasmeku yang kedua. Penisku kini mengendur. Akhirnya orgasme yang kutunggu-tunggu datang juga. Dengan begini permainan kami pun berakhir. Sempat terbesit dalam pikiranku, mungkin aku akan pingsan jika tak segera mencapai orgasme. Berkali-kali mama dan Naya menyiksaku. Ketika hampir saja aku akan orgasme mereka segera mencabut penisku. Sungguh terlalu, pikirku.
(sfx : Rrrrrrrrr…….Rrrrrrr…….Rrrrrr…….)
Handphone mama bergetar. Mama meraih handphonenya dan mengangkat telepon masuk itu.
“halo…. Oh kamu… ada apa?” mama berbicara pada telepon yang di tempelkan di pipinya.
“apa…..?? serius kamu….?” Mata mama terbelalak. Wajahnya yang tadi santai kini berubah menjadi serius.
“oke-oke… kalo gitu kamu kesini aja sekarang ya…., iya… iya sudah jangan nangis gitu…. Nanti kita bicarakan kalo kamu sudah disini ya… atau mau aku jemput?........ ohh oke aku kesana sekarang.”
(sfx : tut.. tut.. tut.. tut..)
Mama menutup telepon itu.
“siapa mah?” tanya Naya.
“tante Shelly mau cerai sama suaminya….”
“hah????” aku dan Naya memekik bersamaan.
“kok bisa sih.. emank ada masalah apa….. mereka kan belom ada dua tahun nikah..” kata Naya. Aku terdiam saja.
Mama mengangkat bahunya dan kini mengenakan pakaian.
“mama juga ga tau sayang…. Ini mama mau kesana jemput dia….”
“mama mau di temenin?” tanya Naya.
“ga usa sayang… kasian Tomi sendirian dirumah kalo kamu ikut…” kata mama.
“hati-hati ya mah…. Maaf Tomi capek banget… kalo ga cape pasti aku anterin….” Kataku.
“iya gpp…. Mama berangkat dulu ya…” mama yang telah selesai mengenakan pakaian lalu mengecup keningku. Diraihnya kunci mobil di meja dan bergegas menuju rumah tante.
“kak… lepasin aku donk…” pintaku memelas.
“oh iya…. Hampir lupa hihihi….” Kata Naya seraya melepaskan ikatan di tubuhku.
Ikatan tali itu cukup kuat sehingga meninggalkan bekas pada pergelangan tangan dan kakiku.
“nah… udah tuh…..” kata Naya.
“huff…. Begini kan enak…… kakak sama mama tega banget sih, aku sampe di ikat begini.
Naya merangkulkan kedua tangannya di pundakku lalu menempelkan keningnya pada keningku.
“habis kamu nakal sih… kakak sama mama gak dikasih jatah berhari-hari….” Kata Naya
“iya kak… maaf ya… aku masih trauma…” kataku.
“ya udah gapapa… toh sekarang kan udah lega… ya kan…”
Aku mengangguk. Kami berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan diri.
Guyuran air pada tubuhku menghapus peluh yang menyelimuti kulitku. Segar sekali rasanya. Baru kali ini aku melakukan hubungan sex hingga hampir dua jam. Kedua kakiku sampai bergetar tak mampu menahan beban tubuhku. Beberapa kali aku hampir jatuh di kamar mandi. Untung ada Naya yang memegangiku.
Naya memapahku menuju kamar. Dibaringkannya tubuhku di ranjang berwarna krem itu. Naya menyelimuti tubuhku dengan bedcover tebal untuk menghangatkanku. Naya memelukku erat dan kami pun tertidur.
Pagi telah datang. Sinar mentari menerobos masuk melalui celah-celah gorden. Kurasakan udara mulai menghangat.
Aku masih mengejap-ngejapkan mataku ketika kusadari Naya sudah tak ada disampingku.
Aku bangkit dan duduk diranjang. Kurasakan rasa pegal yang teramat sangat. Aku merenggangkan badanku, melemaskan otot-otot yang masih menegang.
Terdengar sayup suara wanita yang membacakan berita di TV. Tampaknya mama dan Naya sudah terbangun. Aku masih duduk diranjang ketika kudengar suara minyak panas yang bergemerecik didapur. Mama sudah pulang rupanya. Sepertinya mama sedang memasak, pikirku.
Aku mengambil handuk kimonoku dan mulai berjalan menuju kamar mandi. Kubuka pintu kamar dan kulihat seseorang sedang duduk di depan TV.
“kapan pulangnya mah?” tanyaku.
Ia menoleh.
Ternyata itu tante Shelly. Aku salah orang, wajahku kini memerah. Memang bentuk tubuh dan gaya rambut mereka benar-benar mirip jika dilihat dari belakang.
“kamu udah bangun Tom…” kata tante.
“i… iya tante…. Hehehe…. Kupikir tadi mama….” kataku tersipu.
Kutengok ke arah dapur, ternyata mama dan Naya sedang memasak disana. Haduh… malu sekali.
“keliatannya capek banget Tom, emank semalam main beraparonde?… sini duduk….” Kata Tante. Hah??? Dia tau apa yang kami lakukan semalam, pikirku.
Aku duduk disampingnya.
“iya tante…. Kemaren aku diperkosa sama mama dan kakak…. Hiks hiks….” Kataku sambil pura-pura menangis seperti anak kecil.
“hahaha…. Kamu sih…. Mereka gak kamu kasi jatah beberapa hari.. jadi beringas deh…” kata tante sambil tertawa.
“wooo…. Ngadu nih ye sama tante…” kata Naya. Ia datang bergabung dengan kami sambil membawa dua piring nasi goreng. Mama menyusulnya membawa dua piring nasigoreng lainnya. Harum sekali bau masakan mama. mama memang jago masak, tampaknya kakak juga menuruni bakatnya.
“mulai hari ini tante Shelly tinggal sama kita Tom.” Kata mama.
Aku menoleh ke arah tante.
“oh iya….. tante ada masalah apa, kok tiba-tiba mau cerai sama suami tante?” tanyaku.
Tante tertunduk diam. Ia membisu, seolah tak mampu lagi mengulangi ceritanya yang telah ia utarakan kepada mama kemarin.
“tan… maaf ya… yaudah ga usah dijawab….” Kataku.
Air mata tante menetes. Aku mengambilkan box tisu di meja dan kuserahkan padanya.
Ia mengambil dua lembar tisu dan menyeka air matanya.
“tante kamu dituduh mandul sama om….” Kata mama.
“tante ga tau harus gimana… hiks… harga diri tante sebagai wanita seperti di injak-injak sama suami tante sendiri. akhirnya tante minta cerai, sekarang lagi proses pengadilan…” lanjutnya sambil terisak.
“ohh gitu tan… yaudah tante tinggal sama kita disini aja… daripada tante gak ada yang nemenin….” Kataku.
“sekalian Tom…. Tante juga mau minta tolong katanya.” Kata Naya.
Aku kembali menoleh ke arah tante.
Ia kembali menyeka air matanya. Diam sejenak lalu berbicara.
“tolong hamilin tante Tom…., buktikan bahwa bukan tante yang mandul, kembalikan harga diri tante yang udah diinjak-injak” kata Tante.
WTF….. apalagi ini. Haduh…. Satu masalah pergi sekarang datang lagi masalah berikutnya.
Aku tak dapat berkata-kata saat itu. Kami semua terdiam, apakah mama dan Naya telah setuju dengan permintaan tante, pikirku. Hatiku berkecamuk, aku yang baru sembuh dari trauma setelah menghamili mamaku sendiri kini dipaksa untuk menghamili tanteku, yang tak lain adalah adik kandung mama.
Kehidupan ini memang kejam. Entah apakah aku sanggup bertarung melawan kerasnya kenyataan. Mungkin hanya sang waktu yang bisa menjawab pertanyaanku. Aku menghela nafas panjang. Tak ada pilihan lain selain menjalani semua ini sepenuh hati. Aku percaya Tuhan punya rencana besar yang tak kami ketahui. Seperti iklan ‘chitato’, LIFE IS NEVER FLAT…. Setuju? Mendengar ucapan tante, aku tidak bisa berkata apa-apa. Cukup lama mereka menunggu jawaban yang tak kunjung kuucapkan.
“Tom… ga perlu dijawab sekarang… kamu pikir-pikir dulu aja…” kata tante Shelly. Kini mereka semua meninggalkanku diruang tengah.
Masing terngiang ditelingaku kala tante Shelly mengucakan permintaannya padaku. Aku belum berbicara apapun sejak sore tadi.
Tante sangat mengerti keadaanku saat ini, sehingga ia tidak sampai hati jika harus mendesakku. Kini aku duduk termenung di teras rumah. Memandang kosong kearah semak dan rerumputan. Aku sama sekali tidak bisa berfikir saat itu. Pilihan itu sangat sulit untuk kucerna saat ini. Baru kali ini kurasakan benar-benar merasa sendirian, menanggung beban yang entah sampai kapan aku mampu menopangnya
Seekor kucing berwarna abu-abu dengan loreng hitam masuk ke pekarangan melalui sela jeruji pagar berwarna hitam itu. Aku menoleh ke arahnya.
Terbesit dalam pikiranku, kucing itu sendirian. Hidup tanpa tujuan pasti, tanpa teman, tanpa jaminan apakah ia bisa mendapatkan makanan esok hari. Aku mengulurkan tanganku kebawah mendekati lantai keramik berwarna merah itu. Kucing itu menoleh dan berjalan kearahku. Ia mengendus jemari tanganku. Kucing itu lapar, mungkin ia berpikir aku akan memberinya makanan.
Aku berjalan kedapur, mengambil sisa-sisa makanan yang sudah ditinggalkan dan membawanya dengan piring kecil. Aku berjalan menuju teras.
Kucing itu sudah tak ada disana, mungkin ia sudah pergi mencari makan ke tempat lain.
Kuletakkan piring kecil itu dibawah meja teras, mungkin saja kucing itu kembali, pikirku.
Jam tanganku kini menunjukkan pukul 11:30. Sudah malam, pikirku.
Aku bangkit dan berjalan kedalam rumah. Tak lupa kukunci pintu rumah dengan kunci yang menyangkut di bawah handle bagian dalam. Aku berjalan perlahan menuju kamarku, kamarku sendiri. tak terasa sudah beberapa bulan aku tidak tidur disana, semenjak hari pertama berhubungan sex dengan mama dan Naya, aku tidur bersama mereka di kamar mama.
Kulihat debu mulai menebal disudut meja, tempatku biasa menumpukkan buku-buku novel yang kupinjam semasa SMA dulu. Kini tempat itu kosong, tanpa ada sesuatu yang mengisinya.
Aku membuka laci paling atas di meja belajarku. Kulihat disana ada foto kelulusan ketika aku masih mengenakan seragam putih abu-abu. Kupandangi sejenak, mengenang masa-masa itu, dan kuletakkan foto itu di sudut meja yang berdebu.
Ranjang tidurku tertata rapi, bed cover berwarna merah dengan motif garis-garis itu menutupi seluruh permukaan ranjangku. Aku menekan saklar lampu dan bergegas naik ke ranjangku. Kusingkap bedcover tebal itu dan mulai menyelusup dibawahnya.
Bantal yang sudah lama tak kutiduri terasa begitu empuk. Aku memiringkan tubuhku kearah meja belajar. Kupandangi lekat-lekat foto kelulusanku. Dalam remangnya cahaya dikamar itu, hanya satu wajah yang kulihat dengan jelas. Indah ada disana dan tersenyum manis.
Akal sehatku tak kunjung pulang memasuki kepalaku. Dimana ia berada ketika aku sangat membutuhkannya. Aku mencoba berpikir, namun yang kudapat hanya ketakutan. Rasa khawatir akan akibat buruk yang bisa menimpa keluargaku. Aku memejamkan mata, berusaha mengusir ketakutan yang menguasaiku. Tanpa sadar air mataku menetes.
Mungkin ini adalah ganjaran dari tuhan, atas apa yang telah aku lakukan selama ini. Persetubuhan sedarah yang selama ini terjadi dibawah atap rumah ini, kusadari adalah dosa. Namun apa daya, aku hanyalah seorang manusia biasa yang memiliki hasrat, nafsu, dan cinta.
Ohh.. tuhan, apa yang harus hamba lakukan untuk mengakhiri penderitaan ini.
Malam itu sunyi sekali, sampai-sampai aku bisa mendengar suara jangkrik terbawa deru angin malam. Lamunanku akhirnya membawa aku terlelap.
Aku bermimpi, berada di sebuah padang pasir tandus. Kemanapun mata ini memandang, yang ada hanyalah lautan pasir berwarna kuning, teriknya matahari membakar kulitku, tak ada tempat berteduh, tak ada makanan, tak ada minuman, tak ada teman. Aku sendirian. Kurasakan kedua kakiku gemetar, aku jatuh tersungkur. Tubuhku berguling keras menuruni bukit pasir tempatku berpijak. Tanpa daya untuk melawan, tubuhku terperosok jauh sekali. Kini, pemandangan padang pasir itu telah berubah, menjadi sebuah tebing curam. Apakah aku jatuh dari tebing ini? Apakah aku sudah mati, pikirku. Aku terlentang di atas sebuah batu besar berwarna hitam. Tebing itu sangat gelap, satu-satunya sumber cahaya adalah tempat dimana aku masuk.
Aku terjebak, tak bisa berbuat apa-apa untuk keluar dari penderitaanku.
Terdengar ditelingaku suara air yang menetes dari stalagtit di langit-langit goa itu. Aku berjalan mendekat, berusaha mengumpulkan tetesan air itu di kedua telapak tanganku. Namun ketika aku menegadahkan tanganku dibawahnya, tetesan itu berhenti. Seakan tuhan tidak memberikan jalan untukku bertahan hidup. Mungkin lebih baik aku mati, pikirku. Aku kembali duduk termenung di batu besar itu, menunggu malaikat maut datang menjemput jiwaku yang berlumuran dosa.
Sebuah cahaya terang berwarna putih menyinari wajahku, silau sekali. Aku mengangkat sebelah tangan menutupi wajahku. Samar-samar kulihat seseorang disana. Aku tersenyum, mungkin inilah saat aku mati.
“jangan menyerah anakku…” sapa sosok itu.
Aku memicingkan mata untuk melihat siapa gerangan yang berbicara.
“ayah……” kataku. Aku berlari menghampiri sosok ayah dan memeluknya.
“masa depanmu masih panjang, yang harus kamu lakukan adalah melewati cobaan ini nak…” katanya.
Aku tak kuasa menahan tangis. Air mataku jatuh bagai rintik hujan yang tak dapat kubendung. Aku memeluk erat sosoknya.
“maafin aku yah…. Aku udah khianatin ayah….” Ucapku disela tangisanku.
Ayah mengusap lembut kepalaku. Usapan itu begitu hangat, penuh kasih sayang.
“ayah tidak menyalahkan kamu…. Ayah bangga punya anak yang kini bisa menggantikan peran ayah…., maaf ya Tom… ayah pergi terlalu cepat.”
“aku harus bagaimana yah….?” Tanyaku.
“ayah tidak bisa memberi nasihat apapun… sekarang kamu sudah dewasa…. Kamu adalah ayah.. apapun yang kamu pilih, ayah akan selalu mendukung kamu dari belakang… jangan menyerah sampai disini…..” sosok tubuh ayah kembali bercahaya, terang sekali. Perlahan cahaya itu memudar, aku larut dalam tangisanku. Berharap ayah masih berada disana menemaniku dalam kesendirian.
Aku duduk bersimpuh, dalam tangisanku aku berdoa. Semoga tuhan memberikan jalan padaku, walaupun jalan itu sangat sulit, sangat terjal, aku hanya berharap jalan itu terbuka untukku.
Tetesan air itu kembali menetes. Menciptakan bunyi berdecak yang bergema di seluruh goa.
Aku segera berjalan kearahnya, menegadahkan tanganku kembali. Tetesan air itu semakin cepat, perlahan tetesan itu berubah menjadi air yang mengucur. Deras sekali, memenuhi celah tebing itu dengan genangan air. Aku tenggelam di dalamnya.
“naik ke atas nak….” Kudengar suara ayah berbisik.
Aku segera berenang ke permukaan. Dalam riak air aku melihat ayah mengulurkan tangan dari atas. Aku mengulurkan tangan menyambut ulurannya.
“Tom…. Kamu kenapa? Tom bangun….” Kata Naya.
Aku terbangun dari mimpiku. Wajahku basah oleh linangan air mata, kaus yang kukenakanpun tak luput dari keringat.
“sayang…. Kamu kok nangis…. Ada apa?” kata Naya seraya memelukku.
Aku masih mengatur napas, tak mampu menjawab pertanyaannya. Jam di dinding menunjukkan pukul 03:00.
“kakak dengar kamu nangis, jadi kakak turun, kamu kenapa sayang… cerita dong sama kakak…..” kata Naya.
Kulihat air mata Naya menetes di pipinya.
“kak….” Kataku.
“kenapa Tom…” Naya melepaskan pelukannya. Kini ia memegang wajahku dengan sebelah tangan.
“kalo menurut kakak, aku harus bagaimana….?” Tanyaku.
Naya tersenyum, ia sangat mengerti perasaanku.
“kamu turutin aja permintaan tante, biar bagaimanapun tante adalah orang yang sedang tertimpa musibah lebih berat daripada kita… kita harus tolong..” katanya.
“tapi… aku ga bisa khianatin kakak…. Aku sayang sama mama dan kakak…. Aku ga bisa berhubungan sex selain sama kakak, sama mama….”
“ini demi keluarga Tom…., kita diajarkan menolong sesama… kalau ada seribu orang yang butuh pertolongan, sementara ada satu diantaranya adalah keluarga, kita wajib menolong keluarga lebih dulu….., kamu jangan mikir terlalu jauh, kakak sama mama udah setuju, yang perlu kamu lakuin Cuma hamilin tante Shelly, setelah tante Shelly hamil, semua terserah kamu….” Kata Naya.
Aku diam sejenak, akal sehatku mulai kembali. Terima kasih Ayah, pikirku.
“mama ada dikamar?” tanyaku.
“iya mama dikamarnya….”
“tante?”
“tante ada dikamar kakak….”
“aku mau ngomong sama mama….” kataku.
Naya mengangguk, kini kami berjalan menaiki tangga ke kamar mama.
Mama sedang duduk termenung memeluk bantal besar berwarna putih yang menutupi tubuhnya.
Mama menoleh kearahku ketika aku memasuki ruangan itu. Naya menutup pintu kamar. Mama bangkit dan memelukku erat.
“sayang….. maafin mama ya….. mama meminta terlalu banyak sama kamu…” kata mama.
“mah…. Aku punya permintaan….” Kataku.
Naya duduk diranjang dan menarikku untuk duduk disebelahnya. Mama mengikuti kami, kini aku berada diantara mama dan Naya.
“permintaan apa Tom…?”
“setelah semuanya selesai, aku mau kita pindah dari sini….” Kataku.
“memang ada apa sayang?” tanya mama.
“karena……..” kini aku menoleh, menatap wajah Naya. Wajah yang selama ini selalu terbayang dalam lamunanku.
“kak…… aku mau kakak nikah sama aku…..” kataku.
Naya tersentak mendengar perkataanku. Kami bertiga kini diam seribu bahasa. Mama dan Naya seperti tak tau harus berkata apa.
Cukup lama Naya diam dan termenung. Akhirnya senyum tipis menghiasi wajahnya yang cantik. Mama masih terdiam menunggu jawaban dari Naya.
“menurut kamu kakak jawab apa?” kata Naya.
“ihhhh…. Kakak…. Aku serius….” Kataku.
Naya tertawa kecil melihatku merengek. Mama memelukku dari belakang, ia menyandarkan dagunya pada bahuku.
“ohhh…. Jadi begitu syaratnya….. oke deh… mama merestui….” Kata mama.
Naya kembali tersenyum dan mengecup bibirku. Kami bertiga berpelukan, erat sekali. Kehangatan kasih sayang dalam keluarga kami tak bisa kupungkiri.
Naya melepaskan ciumannya dan mengangguk.
“iya….. kakak mau kamu jadi suami kakak….” Katanya.
Ucapan Naya bagaikan air dingin di tengah padang pasir yang terik. Begitu melegakan hati dan perasaanku yang gundah gulana dirundung cobaan yang tak ada habisnya.
Keputusan kami sudah bulat. Mungkin ini adalah yang terbaik bagi kami. Walaupun segala resiko sudah menanti akibat keputusanku, namun aku bertekad menghadapinya. Kali ini tanpa penyesalan.
“aku mau ke kamar tante…. Mama sama kakak mau ikut?” tanyaku.
Naya menggelengkan kepala.
“kamu aja sayang…. Selesaikan kewajiban kamu….” Kata mama.
Aku mengangguk dan berjalan melewati pintu kamar itu. Meninggalkan mama dan Naya berdua yang menunggu aku menyelesaikan kewajibanku.
Kuketuk pelan pintu kamar tante Shelly.
Tak butuh waktu lama. Tante Shelly membukakan pintu, rupanya ia belum juga tertidur.
“eh…. Tom… ayo masuk….” Kata tante.
Tante Shelly membalikkan badan dan berjalan menuju ranjangnya, kulihat sepitas dari balik punggungnya, tante Shelly menyeka air mata diwajahnya.
Aku menutup pintu kamar itu dan berjalan kearahnya. Tante Shelly duduk di ranjang itu, aku mengikutinya. kini aku duduk berdampingan dengannya.
“tante kok nangis?” tanyaku pelan.
“maaf ya Tom…. Tante ga maksud nyusahin keluarga ini….. tante Cuma ga mau dihamilin sama pria-pria gak jelas diluar sana…” kata tante.
Aku tersenyum lebar, berusaha mencairkan suasana yang kurasa sangat canggung ini.
“udah si tan…. Santai aja…., tapi…..” kataku.
“tapi apa Tom?”
“nanti anak kita gimana?” tanyaku.
Tante tersenyum, ia mendekap tanganku dengan tanannya yang hangat. Kurasakan tangan tante masih lembab oleh air mata.
“tante gak akan gugurin kandungan tante… tante akan urus anak kita sampai besar… kamu ga perlu khawatir, anak kita gak akan tau apa yang terjadi sebenarnya… tante akan bilang sama dia, kalau ayahnya ninggalin tante waktu tante mengandung…” kata tante.
“tapi sekali-sekali tante bawa anak kita ya.. main ke tempat Tomi….. Tomi kan mau liat perkembangan hasil antara Tomi sama tante…” kataku.
Tante tersenyum dan mengangguk. Kini ia memeluk bibirku dan menciumku dengan lembut.
Dalam ciuman itu kami merebahkan diri keranjang.
Ia memeluk tubuhku dengan erat. Kurasakan nafasnya yang hangat berhembus diwajahku.
Sambil berciuman, kini tanganku membuka pakaian yang dikenakan tante. Ohh… kulit tante yang mulus membuat nafsuku bangkit. Aku menjelajahi lekuk tubuhnya yang sintal dengan kedua telapak tanganku.
Kedua tangannya kini mulai melucuti pakaianku. Tangannya yang lembut menarik tubuhku untuk merebah di atas tubuhnya yang sudah tidak terbalut apa-apa.
Payudaranya yang besar kurasakan sangat hangat ketika menyentuh kulit dadaku. Lembut dan kenyal sekali. Aku melepaskan ciumanku dan mulai menjilati lehernya.
“Mmm….. geli sayang…” kata tante.
“kulit tante mulus banget… kaya masih perawan…” kataku.
Aku melanjutkan aksiku. Kuhisap lehernya dengan kuat, sampai meninggalkan bekas cupangan yang memerah dilehernya.
Perlahan, nafas kami mulai memburu. Kurasakan degup jantung tante ketika jilatanku merambah payudaranya. Mungkin ia gugup karena baru pertama kali ini ia bersetubuh selain dengan suaminya.
Tante meluruskan tangannya keatas kepalanya. Ia kini pasrah saja menerima semua rangsangan yang kuberikan.
“Aaaahhh…. Mmmpph….” Tante mendesah dan menggigit bibir bagian bawahnya ketika aku menjilati kedua putingnya bergantian. Puting berwarna merah muda itu sungguh sangat menggoda. Bagaikan setangkai buah chery diatas kue tart.
Kumainkan putingnya dengan lidahku. Aku kini merebahkan diri disampingnya. Tanganku mulai bergerilya di vagina tante. Kuraba belahan vagina yang mulai basah itu. Tante mulai bereaksi. Tubuhnya mulai menggeliang pelan. Ia menggerakkan pinggulnya maju mundur, seakan haus akan belaian di selangkangannya.
“keatas sedikit sayang….. elus-elus klitoris tante….Ahhh….” pintanya.
Aku tak terlalu terburu-buru dalam permainan kami. Kubiarkan nafsunya memuncak. Jemariku kini menjamah lubang vagina yang sudah mulai licin itu. Kubuka lubang itu dengan jari telunjuk dan jari manisku, lalu kumasukkan jari tengahku perlahan.
“Aaaaaahhh…. Kocokin memek tante sayang….” Ia kembali memintaku menaikkan tempo permainan. Nampak gelora nafsunya sudah mulai memanas. Ia kini meremas kuat payudaranya yang tak kumainkan.
Aku memasukkan jari tengahku lebih dalam. Kurasakan kehangatan dalam vaginanya. Cairan kenikmatan itu mulai meleleh di bibir vagina berwarna kemerahan itu. Perlahan jilatanku mulai menjalar turun dari payudara tante.
Kini kumasukkan dua jariku kedalam lubang vaginanya dan kugerakkan perlahan. Lidahku kini menyapu perutnya yang langsing. Sungguh bodoh suaminya, ia menyianyiakan kemolekan tubuh tante. Kini tubuh ini sudah menjadi milikku.
Jilatanku kini sudah sampai di selangkangannya. Kumasukkan lagi satu jari kedalam lubang vagina itu. Sempit sekali rasanya vagina itu ketika ada tiga jari yang memasukinya. Aku tidak leluasa menggerakkan jariku keluar masuk dalam liang vagina itu.
“Mmmmpphhh…Mmmmm….Aaaaaahhh….” ia mendesah ketika jilatanku sampai pada klitorisnya. Ia menekan kepalaku, pinggulnya bergerak liar. Lubang vaginanya semakin basah. Dapat kurasakan kini tiga jariku semakin leluasa menjamah lebih dalam.
“Ahhh… enak sayang……terus jilatin sayang….” Desahan yang keluar dari bibir tante menggema dalam ruangan kamar itu.
Waktu mulai bergulir. tak sampai tiga jam lagi matahari akan terbit. Namun permainan kami yang sebenarnya bahkan belum dimulai.
“Tom…. Masukin tom… tante pengen ngerasain kontol kamu……Aaaah….” Ceracaunya.
Tak kupungkiri, nafsu birahiku juga mulai menggelora. Penisku sudah menegang keras, siap menghujam lubang vagina tante yang sudah basah.
Perlahan aku mengatur posisi. Aku membuka selangkangan tante lebar-lebar. Kuarahkan kepala penisku kelubang vaginanya.
Dengan sekali hentakan kuat penisku menghujam lubang hangat itu.
“Aaaach….” Tante memekik.
“Ohh…. Memek tante enak banget……” kataku. Aku mulai menggerakkan tubuhku maju mundur. Membiarkan penisku menjelajahi vagina tante. Tanganku kini meremas kuat kedua payudara tante yang berguncang keras karena gerakanku.
“terus tom…. Enak banget….Aaaahhh…. entotin tante tom…” ceracaunya.
Aku merebah di atas tubuhnya. Mendekatkan bibirku kewajahnya.
Tante merangkul leherku dan kami mulai berpagutan. Lidahnya bergerak liar dalam rongga mulutku.
Aku mempercepat gerakanku. Kini tante tak kuasa menahan desahannya.
“Aaahh…Aaah….Aaaah…..Ahh….” tante mendesah singkat seirama dengan gerakanku.
Aku menekan bibirku erat kebibirnya.
“Mmmhhh…Mmmmmhhh…..” desahnya.
Kurasakan denyutan vaginanya, membuat birahiku mulai memuncak.
“Mmmm….Aaaahh….Ahhhh…..Ahhh…” desahannya makin liar. ia kini mendekap erat kepalaku di lehernya. Leher jenjang dengan kulit putih itu kujilati dengan liar.
“Aaaaccchhh..AaAaaaaahhh….terus sayang…Aa…tante…… mau keluar….”
Vaginanya yang berdenyut kencang membuatku tak mampu lagi menahan luapan birahi ini.
“Ahh…tante…. Aku juga….. mau keluar…..” kataku.
Tante mencengkeram tubuhku dengan kedua tangan dan kakinya. Tubuhnya menegang.
“Aaaaaa……sayang…Aaaaaaa..Aaaahhhhh……Aaaaa”
Orgasme pertamanya datang.
Aku menghujamkan penisku sedalam mungkin. Aku sudah bersiap menumpahkan spermaku dalam rahimnya.
(sfx : Croottttt…..Croottt….)
“Aaaaaaaahhhhhh……..Aaaaach… hhaaaaaahh…”
Tubuhku terkulai lemas setelah menembakkan spermaku kerahimnya. Aku terkulai lemas disisinya.
Tak kukira, tante segera bangkit.
Ia mengulum penisku yang masih berlumuran dengan cairan kenikmatan kami.
Penisku yang sudah tidak sekeras tadi dikulumnya dengan liar. nampaknya nafsu birahi tante masih belum terpuaskan.
Penisku yang sudah mulai melunak ia masukkan seluruhnya kedalam rongga mulutnya. Ia menghisap batang penisku sambil menariknya agar kembali mengeras.
Tak butuh waktu lama. Kini penisku perlahan mulai bangkit.
“sekarang ronde dua ya….. “ kata tante.
Tante menaiki tubuhku yang terkulai. Dengan jemari tangannya yang lembut, ia mengarahkan penisku memasuki lubang vaginanya.
Tante menggerakkan tubuhnya naik turun. Matanya terpejam, kulihat senyum tipis memekar diraut wajahnya.
“Ahhh…. Kontol kamu gede tom… enak……Ahhh…. Tante jadi ketagihan…” ceracaunya seraya menggerakkan tubuhnya.
Kedua payudaranya kini bergoncang naik-turun seirama dengan gerakannya.
Ranjang itu berderit. Seprei yang menutupinya kini sudah berantakan.
Aku masih terlentang tanpa berbuat apa-apa. Mengumpulkan tenaga untuk mengimbangi permainanya. Tante kini mulai merebah diatas tubuhku.
Ia menjilati bibir dan leherku. Lidahnya sungguh lembut kurasakan ketika jilatannya menelusuri kulitku. Gerakan pinggulnya semakin cepat.
Ia kini menjilati sekujur dadaku. Putingku dihisapnya dengan kuat.
“Ahhhh……enak banget tante….. Ahhh……” ceracauku.
Gerakan tubuh tante semakin liar. ia mengusap klitorinya dengan sebelah tangan ketika ia menghujamkan penisku kedalam vaginanya.
“uuuhhhh…..Mmmmppph…. Ah…” tante mendesah. Ia kini bangkit dari posisinya. Kedua tangannya kini bertumpu di dadaku. Gerakan tubuhnya yang liar membuat kedua payudaranya kembali berguncang.
Aku meraih kedua putingnya dengan tanganku. Kupilin puting yang mengacung itu dan sesekali kutarik dengan kasar.
“hhhaaaahh…Aaaaaahhh…..Aaaaaaaahhhhhhh….” tante mendesah panjang.
Irama gerakannya menurun, tampaknya ia baru saja menggapai orgasmenya yang kedua.
Penisku masih tertancap dalam vagina tante ketika ia kembali merebahkan diri di atas tubuhku.
Aku beralih posisi. Aku bangkit dari ranjang itu dan beranjak ke belakang tante. Kutarik pinggulnya agar ia menungging. Kumasukkan kembali penisku yang masih menegang kuat dan kuhujamkan berkali-kali kedalam vaginanya.
“Aaaaahhhh…..Ahhhh…..Ahhhhh…..” desahnya.
Bersetubuh dengan tante dengan posisi doggy style benar-benar nikmat. Aku meraih kedua payudaranya dengan sebelah tanganku dan kuremas kuat. Tangan kananku kini meraih rambut tante yang tergerai di punggungnya.
Permainan kami kini berlangsung cepat. Kuhujamkan batang penisku kedalam vaginanya ketika aku menjambak rambutnya yang lembut.
“Aaaaahh……terus sayang……. Enak…. Ahhh…”
“Sssshh……ahhh..Aahh…. memek tante enak banget…. Gak kalah sama memek mama dan Naya…..Aaaahh……” gerakanku semakin liar.
Beberapa menit berlalu. Orgasmeku tak kunjung datang.
“Aaaaaaaahhh….Aaaaahhh….. Aaaahhaaaaaaaaaa….” Tante memekik ketika aku menhujamkan penisku dengan kasar kedalam vaginanya.
Cairan kenikmatannya menyembur di selangkangan kami. Ia sudah mencapai orgasmenya yang ketiga.
Jam dinding kini menunjukkan pukul 04:45. Tak terasa hampir satu jam kami melakukan permainan sex.
“kamu belom keluar lagi sayang…?” tanya tante.
“belum tante….. abis sayang kalo keluar lagi…. Aku belom puas nikmatin tubuh tante….”
“hihihi…..emank tubuh tante nikmat ya….. sampe mainnnya kasar gitu….”
“iya tante memek tante enak banget…. Maaf ya tante, aku kebawa nafsu”
“gapapa sayang….. tante suka kok digituin…. Orgasme tante cepet nyampenya….”
Tubuhku mulai lelah, kini aku berbaring di samping tante. Ia mengangkat sebelah pahanya dan mulai memunggungiku.
“masukin lagi sayang…. Tante masih kepengen nih….”
“lagi nih tan?”
“iya…. Abis kontol kamu nikmat banget sih……”
Aku kembali memasukkan penisku kedalam vaginanya. Kini dalam posisi kami berdua merebahkan diri di ranjang.
Aku menusukkan penisku dengan liar sementara tanganku meremas kuat payudara tante.
“Aaaaaahhh…aaaaaahhh….Aaah…..” ia kembali mendesah
Tante mengusap cepat klitorisnya dengan tangannya. Sepertinya ia menikmati perlakuanku yang kasar terhadap tubuhnya.
“Ohh my god….. memek tante sempit banget…..Aaaahhh…”ceracauku.
Tante hanya tertawa kecil sambil terus mendesah.
“tante jarang ngentot sama om ya?” tanyaku.
“sering kok… tapi kontol dia gak segede punya kamu….Aaaahhh…Aacchh..Aaaahh…”
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Pantas lubang vaginanya masih sempit. Rupanya ia belum pernah dimasuki oleh penis yang cukup besar.
Aku menggengam payudara tante dengan kuat. Kutarik kedua payudaranya kebawah agar penisku masuk semakin dalam ke liang vaginanya
“Aaaaaahh….Aaaahhh… terus sayang…….remas yang kuat…….”
Gerakan jemari tante di klitorisnya semakin cepat. Vagiannya kembali berdenyut.
Jam dinding menunjukkan pukul 05:20. Kurasakan orgasmeku sudah mulai datang
“Ahhhhh….Ahhh.aku mau keluar tante……Ahhhh…”
“hhhhhAaahhhh…Haaaahhh…..tante……juga Aaaach….. mau sampai…..aaaaahhh…Aaahhh”
Kupercepat gerakanku. Tubuh tante juga menggeliang liar. rasa lelah pada tubuh ini kutahan sekuat tenaga. Aku bersiap memuntahkan spermaku setelah tante orgasme.
Tante menundukkan kepalanya. Tanganku yang meremas payudaranya kini terjepit kuat di ketiaknya. Tubuhnya menegang. Aku semakin mempercepat gerakanku.
“Aaaaaaaahahhhhhh….Aaaaaaaaahhhhhhhhhh…….AAAaaaahh ……” tante mendesah panjang.
Kini saatnya aku memuntahkan spermaku dalam rahimnya.
Aku menekan kuat penisku.
(sfx : Crooooooootttt……Crooootttttttttt…Crooottt…)
Orgasmeku sampai. Kali ini jauh lebih nikmat dari sebelumnya. Tubuhku terkulai lemas. Penisku masih kubiarkan mencancap di vagina tante.
Tante menarik bedcover tebal untuk menutupi tubuh kami. Spermaku mulai meleleh di paha tante. Hangat dan lembab kurasakan lubang vagina tante yang masih berdenyut.
Aku memejamkan mata, beristirahat sejenak memulihkan tenagaku.
Pagi menjelang.
Kamar yang berantakan itu menjadi bukti, betapa liar permainan yang kami lakukan semalam.
Aku meninggalkan tante yang masih terlelap tanpa busana menuju ruang tengah. Kulihat mama dan Naya sudah ada disana. Mereka menoleh kearahku bersamaan. Mereka tersenyum lebar
“gimana? Tantemu oke ga?” tanya mama.
“kalian mainnya berapa ronde tuh? Sampe kedengeran ke sini….” Kata naya.
“emank udah lama disini?” tanyaku.
“dari jam lima pagi….” Kata Naya.
“gimana tom? Rasanya body tante kamu? Masih mantep kan?” tanya mama.
“tante mainnya hot banget mam…. Aku sampe kewalahan….” Kataku.
“berarti kemungkinan hamilnya gede nih… syukurlah… soalnya tantemu bilang sekarang lagi masa subur….” Kata mama.
Aku duduk di samping Naya. Kupeluk tubuhnya dari belakang.
“amin mah…. Semoga keinginan tante cepat terwujud…. Terus aku bisa nikah deh sama kakakku ini….” Kataku sambil mencium pipi Naya.
“iya-iya….. duh… calon suamiku ini udah ga sabar ya? Kan malam pertamanya udah sering…” kata Naya sambil tersenyum.
“beda dong….. kan kalo nanti udah sah…” kataku.
“hihihi….. dasar.. anak-anak mama ini lagi jatuh cinta ya….” Kata mama.
“iya dong mam….” Kata kami berbarengan.
Mama dan Naya hari ini akan pergi keluar. Mereka akan mengurus penjualan rumah kami ke agen property terdekat. Selain itu kami juga akan mengiklankan rumah kami di media internet. Harapanku cuma satu, masa depanku bersama Naya dan mama akan bahagia.
Kami bertiga kini mandi bersama, bersiap-siap menjalani hari ini.
“sayang…. Udah kepingin lagi belum?” tanya Naya.
“kakak kepingin ya….. “ kataku sambil mencubit putingnya yang sudah mengacung tegang.
Naya mengangguk. Kini Naya berdiri berhadapan dengan mama.
Mereka berpelukan erat. Naya mengangkat sebelah kakinya yang kini dipegang oleh mama.
Penisku sudah mengeras. Aku membimbing penisku dengan tanganku menuju lubang vagina Naya.
Perlahan penisku mulai memasuki lubang hangat itu. Naya mengulum payudara kanan mama. sementara aku menghisap payudara kirinya. Aku menyelusupkan tangan melalui pinggang Naya, mencari letak lubang vagina mama.
Lubang vagina mama juga mulai licin. Aku memasukkan tiga jari kedalam lubang itu dan mulai mengocoknya.
“Aaahhh…Aaahhh…. Kocokin yang cepet sayang….” Kata mama.
“Ahhhhh….Aahhhhh…… terus sayang… masukin yang dalem….” Naya pun tak mau kalah.
Permainan kami dimulai.
Naya menyalakan shower. Kucuran air yang deras itu kini membasahi tubuh kami.
Tetesan air yang mengalir melewati punggungku menghasilkan sensasi merinding. Hujaman penisku di vagina Naya menghasilkan bunyi ‘plop..plop..’ karena basah oleh guyuran air.
“Mmmmh….Ahhh..Ah Nay……” kata mama.
“Aahhh a…pa mah…?”
“masukin….juga Ahh….jari kamu…..”
Nampak mama merasa kurang terpuaskan. Hasratnya yang menggebu menghipnotisnya. Membuatya haus akan sex yang liar. Naya merogoh selangkangan mama. mama kini mengangkat sebelah kakinya untuk memudahkan Naya memasukkan jemari tangannya.
Entah apa yang dipikirkan Naya. Bukannya memasukkan jari ke vagina mama, ia kini memasukkan jari ke anusnya.
“AaaaaaaaaAahhh… Aahhha. Nay…. Kocokin Nay…. Ahhhh….”
Sensasi itu membuat mama menggila. Ia kini menjambak rambut kami dan menekan erat kepayudaranya. Aku merespon dengan menggigit pelan puting mama. Naya pun mengulum payudara mama dengan beringas.
Aku sudah tidak bisa menahan permainan ini. Tenagaku mulai habis.
Aku mempercepat gerakanku. Penisku keluar masuk dengan cepat melalui lubang vagina Naya yang licin oleh guyuran air.
“kak…..Ahhh..Ahhhh……. aku udah ga tahan…..Ahhh….” ceracauku sambil terus menghujam vagina Naya dengan penisku.
Naya menggenggam lenganku.
“keluarin aja tom…. Gapapa…..Ahhh…Ahhhh….”
“Uhhh….Ahhhh….kocokin yang cepet sayang…. Ahhh…. Mama mau keluar…. Ahhhh…..”
Mama semakin menggila. Gerakan pinggulnya menekan jemariku lebih jauh memasuki lubang vagina mama. tubuhnya menegang. Aku memainkan jemariku dengan liar di dalam vagina mama. kugerakkan jemariku seperti sedang mencuci gelas. Mama melenguh panjang.
“Aaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh……Aahhh…..”
Orgasmenya begitu hebat. Mama segera melepaskan bibir kami dari payudaranya dan berjongkok di depan Naya. Kini Naya bertumpu pada dinding.
Kedua tangan mama kini meremas payudara Naya. Mama mendekatkan lidahnya ke vagina Naya yang sedang dihujam oleh penisku. Ia mulai menjilat.
“Ahhhh..Ahhhhhhh….AaAaaaaaahhh… terus mah…..”
Jilatan demi jilatan membuat Naya semakin lupa diri. Tampaknya double penetration yang dilakukan Naya kepada mama sangat dinikmati oleh mama. aku membasahi jari tengahku dengan air liur dan mengarahkannya ke anus Naya.
Dengan sekali tekan aku menusuk anusnya dengan jariku.
“Aaacchhhhhhh……” ia memekik.
Sepertinya Naya merasakan agak perih, namun ia sama sekali tidak mengeluh.
Aku mempercepat gerakanku. Sesekali lidah mama menyapu buah penisku. Rasa geli itu membuat birahiku memuncak.
“Ahhhhh….Ahhhh…… kak…. Aku udah mau… keluar….”
Kurasakan vagina Naya juga mulai berdenyut. Aku meremas tangan mama yang menggenggam payudaranya dengan kasar. Berharap orgasmenya sampai sebelum aku.
“Ahhhh…Ahhhh…. Kakak…. Juga…..Ahhhhh…” ceracaunya.
Perkataan Naya membuatku semakin bersemangat. Kupercepat lagi gerakanku. Penisku perdenyut kencang. Aku menahan sekuat tenaga untuk tidak memuntahkan spermaku terlebih dulu.
Tubuh Naya menegang, ia mendorong tubuhnya kebelakang dengan tangannya yang menumu di dinding kamar mandi itu. Penisku menancap lebih dalam.
“Aaaaaaaaahhhhh……..Aahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh… …….” ia melenguh panjang.
Kini saatnya aku menyelesaikan permainan ini.
Dengan sekali dorongan kuat aku menekan penisku kedalam vagina Naya.
“Aaaaaahhhhhh….” Aku memekik tertahan.
(sfx : Crrroooootttt…..Crooooottt…)
Spermaku sudah kukeluarkan. Penisku terasa ngilu, mungkin karena beberapa kali berhubungan sex dalam waktu yang berdekatan.
Aku melepaskan jariku dari anus Naya dan menyandar di dinding kamar mandi yang dingin.
Denyutan Vagina Naya masih terasa di penisku.
“dimasukin di pantat enak juga ya mah….” Kata Naya.
“iya kan… sensasinya beda…”
“walaupun agak perih tadi… tapi lama-lama enak…..”
Aku melepaskan penisku dari vagina Naya. Spermaku meleleh keluar dan menetes di kamar mandi itu. Guyuran air yang menggenang mengalirkan sisa spermaku menuju saluran air.
Aku masih menghela nafas panjang. Kedua kakiku gemetaran. Aku kesulitan berdiri.
“mah…. Udahan yuk… aku udah ga kuat….” Kataku.
“yuk… kita bilas…”
Kami menyudahi permainan kami, bersamaan dengan orgasme Naya. air kini mengucur deras, membasahi tubuh kami dan melepaskan sisa-sisa busa sabun yang masih menempel.
Kami keluar dari kamar mandi bertiga tanpa busana.
Kulihat tante Shelly baru saja keluar dari kamarnya tanpa sehelai benang pun. Tampaknya ia tidak canggung untuk bertelanjang ria bersama kami.
Mama menghampiri tante dan mengelus perutnya.
“semoga cepet hamil ya Shel…..” kata mama.
“tenang aja Sher…. Tomi hebat banget…. Aku sampai orgasme empat kali semalam…. Kemungkinan hamilnya pasti besar….” Kata tante.
Aku dan Naya hanya tersenyum-senyum saja sambil bergegas menuju kamar untuk mengenakan pakaian.
Aku berniat pergi ke bengkel hari ini, untuk membicarakan kepindahanku kepada Andi.
Kutunggangi motorku dan kupacu menuju tempat itu.
Sesampainya disana kulihat Andi sendang briefing bersama kedua karyawan kami.
“wetssss….. tumben pagi-pagi uda nongol… sini lah… kita lagi dapet project baru…”
Aku menghampiri mereka, kami saling bertukar ide untuk membuat pemilik motor merasa puas dengan hasil modifikasi kami.
Tak lama, kami telah selesai berbincang. Aku mengajak Andi untuk berbicara diwarung kopi yang berjarak sepuluh meter dari bengkel kami.
Disana aku duduk bersama Andi disebuah bangku kayu panjang berwarna cokelat. Pesanan kopi kami segera tiba.
Andi mengambil kopinya dan meniup uap panas yang mengepul.
“eh…. Gue mau ngomong penting nih…..”
“soal apa bro…. ngomong aja……” kata Andi sambil menyeruput kopinya.
“gw mau keluar dari bengkel….” Kataku.
(sfx : Buurrrrrrr………)
Andi menyemprotkan kopi dimulutnya. Kopi itu membasahi kaca etalase diwarung itu.
“ehhh… kenapa mas…. Masi panas jangan di seruput dulu…..” kata penjaga warung seraya menyerahkan lap putih bermotif kotak-kotak kepada kami.
Aku mengambil lap itu dan mulai mengelap kaca etalase yang penuh dengan lelehan kopi.
Andi memandang kearahku, terdiam. Aku menyadarinya, namun aku tetap tak berbicara sambil masih sibuk membersihkan sisa-sisa kopi yang kini mengalir di meja.
“maksudlu gimana bray? Lu mau ninggalin gw sendirian?” tanya Andi, wajahnya kini menunjukkan keseriusan. Kontras sekali dengan kebiasaannya yang ‘selengean’ dan ‘urakan’. Aku masih terdiam.
“coba-coba…. Lu kasih gw satu alasan yang bagus kenapa lu mau ninggalin bengkel kita…. Kita udah kerja keras bro… dan kerja keras kita udah berbuah manis… masa lu mau tinggalin gitu aja?”tanya Andi.
“gw bakal pindah rumah….” Kataku singkat.
Andi terdiam. Cukup lama aku menunggu hingga Andi kembali berbicara.
“oke… alasan yang bagus….. sekarang pertanyaan kedua.. lu kasih alasan ke gw, kenapa lu harus pindah rumah….” Tanya Andi lagi.
“masalah keluarga bray…..” kataku.
Andi menggaruk rambut dikepalanya. Rambutnya yang tadi tersisir rapi kini berubah awut-awutan seperti daun nanas.
“kok tiba-tiba begini……” tanya Andi.
“namanya masalah kan ga tau kapan datengnya bray….”
“ya… tapi lu ga pernah cerita apa-apa ke gw kalo lu ada masalah…. ternyata selama ini lu ngelamun kaya ayam sakit, ada masalah keluarga…..dan bisa-bisanya lu ga mau cerita ke gw kalo lu ada masalah. Gw bakal bantu lu bray……”
“kalo yang ini maaf bray….. sampai matipun gak akan gw ceritain ke siapapun lagi….” Kataku.
“lagi? Berarti lu pernah cerita keseseorang….”
“dua orang tepatnya……”
“siapa?” tanya Andi.
“lu kepo banget si………. Udah lu ga perlu ambil pusing…. Jalan satu-satunya ya gw pindah rumah….”
“gini-gini-gini…… emang seberapa serius masalah keluarga lu?”
“mau tau aja apa mau tau banget?” kataku sambil tersenyum.
“ahhh…. Ngehe banget ni anak…” kata Andi. Andi langsung memiting leherku dengan tangannya sambil mengacak-acak rambutku.
“awww… ampun….ampun…..” kataku.
“emank seberapa serius?” Andi bertanya lagi.
Aku diam sesaat. Raut wajahku berubah serius
“gue cuma punya dua pilihan…… bunuh diri, atau pindah rumah…. Kalo lu jadi gw lu pilih mana?” tanyaku.
Andi terdiam, mungkin ia kini menyadari, betapa serius masalah yang menghampiriku.
“apa ga ada yang bisa gw lakuin buat bantu lu?” tanya Andi.
Aku menggelengkan kepala.
“kalau ada….. gw pasti udah cerita….. lu sohib gw bray. Mana mungkin gw ga cerita satu masalah kalo lu bisa cari jalan keluarnya…” kataku.
“jadi seserius itu masalahnya……?” tanya Andi.
Aku kembali mengangguk sambil menyeruput kopiku yang sudah agak dingin.
“oke gini….. kalo memang itu jalan satu-satunya…. Gw dukung…. Tapi sampai kapan pun lu ga boleh keluar dari bengkel….titik” kata Andi.
“tapi kalo gw pindahnya keluar pulau, atau keluar negeri gimana? Gw masih belom dapet kepastian......” kataku.
“emank gw pikirin….. kalo lu masih di pulau jawa…. Lu bisa dateng kesini sebulan sekali, kalau di luar pulau atau luar negeri lu bisa tetep briefing sama kita via internet….. abad 21 nih bray……” kata Andi.
“ya tapi kan gw ga enak sama lo….. masa lo doang yang cape di sini sementara gw enak-enakan…”
“pokoknya….. kalo lo masi nganggep gw temen lo…. Lo jangan keluar dari bengkel… titit…. Ehh titik……, bengkel ini kita bangun berdua… kalo bengkel ini mau diakhirin, kita harus akhirin berdua…. Sekarang kalo lo emank kekeh mau keluar dari bengkel… lo pecat Dadang sama Woko….. dan persahabatan kita berakhir…..” kata Andi.
“ya elah…… parah lu… ga kasian lu ama anak bini mereka?” tanyaku.
Andi mengangkat bahunya.
“yah…. Itu semua tergantung lu…..” andi kembali menyeruput kopinya yan tinggal separuh gelas itu.
Aku menghela nafas dan bersandar di tembok. Kupejamkan mataku, tak tau harus berkata apa.
“yawdah…. Kalo lo ga enak sama mereka, biar gw yang mecat….” Andi bangkit dari tempat duduknya.
Kutarik tangannya untuk kembali duduk.
“iye-iye oke………” kataku.
“hahahahahaha…….. nah gini kan baru sohib gue……” andi tertawa dengan tawanya yang khas.
“ketawalu bikin rumput liar aja mati tau… ngaca sono… lo kalo ketawa mukalu mesum…” kataku.
“hahaha…. Udah-udah yang penting masalah sekarang uda kelar…. Gw ga perlu tau masalahlu apa… pokoknya lu selesaiin masalahlu trus lu kontak gw….. oke… sekarang kita back to work mannn….. mas kopi dua berapa?” Andi bangkit dari duduknya.
“lima rebu aja….” Kata penjaga warung. Andi menyerahkan selembar uang berwarna cokelat.
“oke mang…. Tengkyu…..” kata Andi.
Kami pun kembali menuju bengkel. Sekali lagi aku menghela nafas panjang.
Teringat kembali kenanganku bersama Andi, ketika kami merintis usaha ini bersama-sama. Belajar bersama, gagal, memperbaiki kesalahan, merugi, sampai sekarang kami telah sukses. Andi memang sahabat terbaikku sejak dulu. Walaupun muka mesum dan perilaku ‘selengean’ itu tak kunjung sembuh, namun kuakui baru kali ini aku memiliki sahabat yang selalu ada ketika aku membutuhkan.
Waktu berlalu. Jam tanganku menunjukkan pukul 14:00. Aku bersiap untuk pulang.
Aku pamit kepada Andi dan kedua karyawanku. Aku berjanji akan memberikan kabar secepat yang aku bisa. Kutunggangi motorku dan bergegas pulang.
Sesampainya dirumah kulihat mobil mama tidak ada. Mungkin belum pulang, pikirku.
Kuparkir motorku dihalaman. Kulihat piring kecil yang kuletakkan dibawah meja teras kini telah kosong. Kucing itu kembali rupanya. Aku mengambil piring itu dan meletakkannya di dapur.
Sesampainya di dapur, tante Shelly baru saja keluar dari kamar mandi. Kuletakkan piring itu di bak cuci.
“mama sama kakak belum pulang tan?” tanyaku.
“belum sayang…. Tadi mereka telpon… katanya mereka nemu rumah bagus di daerah bogor. Mereka minat, jadi mereka langsung kesana buat lihat lokasi.”
“wah… bogor, deket juga…. Alhamdulilah… kirain nyari rumahnya di jawa tengah gitu…” kataku sambil tersenyum
“tante minta maaf sekali lagi Tom…. Tante jadi nyusahin kalian….” Kata tante.
“ga papa tante…. Tomi suka kok ML sama tante semalam… tante hebat banget..”
“Ahhhh… masa sih tante jadi malu….” Kata tante yang kini menutupi wajah dengan kedua tangannya.
“kita main lagi yuk tan…. Mau ga?”
“ehhh… tadi pagi kan udah main sama Naya sama mamamu….. udah kepingin lagi?”
“hehehe…… abis tante sexy banget sih……” kataku sambil meraba tubuh tante yang hanya terbalut kimono berwarna merah.
“kalo gitu…. Puasin tante lagi dong sayang…” tante berbisik ditelingaku.
“lagi nih tan?” maniak juga tanteku ini, begitu pikirku.
Tante menggengam lenganku dan menarikku keruang tengah
Kami berjalan menuju ruang tengah. Tempat dimana aku sering melakukan hubungan sexual bersama mama dan Naya. Aku merebahkan tubuh tante kesofa dan mulai membuka seluruh pakaianku.
“sekarang mau gaya apa lagi nih tan….” Tanyaku.
“apapun lah…. Yang penting kan sama-sama enak…..” kata tante.
Kini ia meraih penisku yang belum menegang. Dalam satu hari ini sudah tiga kali aku orgasme, entah aku mampu melayani nafsunya kali ini atau tidak.
Ia mulai mengulum penisku. Mulut tante menyedot kuat batang penisku yang masih lunak. Bibirnya menyapu kulit peniku dari pangkal sampai ujung.
“Mmmmmm…… tante pinter banget nyepongnya… emank sering begini sama om ya?”
“ahh dia mah susah bangun, mesti di kenyot dulu kontolnya baru bisa bangun… bisa orgasme sekali aja udah sukur…” kata tante. Ia kembali memainkan bibirnya yang lembut.
Penisku mulai menegang, ia mulai kewalahan memasukkan seluruh penisku kedalam mulutnya. Namun bak seorang pro, ia tetap mengulum penisku sampai ke pangkal. Kurasakan penisku menyentuh pangkal lidahnya.
“Ahhhhh……gila… enak banget tante…..” ceracauku.
Tante hanya menggumam ketika ia tertawa kecil. Aku meraih rambutnya dan menggenggamnya erat. Payudara tante berguncang pelan ketika ia memajumundurkan tubuhnya yang sintal.
“lama-lama keluar di mulut ini tan….Ahhhh… nikmat banget….” Kataku.
“jangan donk…. Keluarin di memek tante aja… masa dibuang sia-sia spermanya.”
Aku mengerling ke halaman belakang rumah. Sepertinya asik juga berhubungan sex di udara terbuka. Apalagi halaman belakang rumah kami ditutupi oleh dinding yang cukup tinggi. Sehingga aku tak khawatir ada orang yang memergoki kami.
“tan….. ML diluar yuk…”
“ehh…nanti kalo ada yang liat gimana?”
“temboknya tinggi kok tan… yang penting jangan terlalu berisik….” Kataku.
Tante tersenyum lebar.
“ponakan tante ini ada-ada aja…. Yuk keluar, tante juga udah ga tahan nih…”
Kami berjalan melewati pintu kaca menuju halaman belakang. Di halaman itu tumbuh dua pohon yang cukup besar salah satunya adalah pohon mangga, yang lain adalah pohon jambu.
Dibawah pohon jambu itu ada sebuah kursi taman yang panjang berwarna putih, namun karena cuaca warnanya kini mulai merubah kecoklatan. Aku menuntun tante menuju bangku yang terbuat dari semen itu.
Tanpa di komando, tante langsung merebahkan diri di atas bangku yang dingin itu. Udara luar yang segar membuat hasratku mulai bangkit. Aku menundukkan badan dan mendekatkan wajahku ke vagina tante.
Kujulurkan lidahku dan mulai menjilati klitorisnya.
“Ahh….Ahh…mmmhh…” tante mendesah perlahan, ia khawatir ada yang mendengar desahannya.
Aku menjilati klitorisnya dengan liar sementara kedua tanganku memegang paha tante.
Ia mengulurkan kedua tangannya meraih kepalaku. Menekan erat hingga aku agak kesulitan bernapas. Ia menggerakkan pinggulnya naik turun perlahan, nafsunya mulai bangkit.
“Sssssh…. Tom… ayo masukin….. tante udah kepengen banget…” kata tante setengah berbisik.
Aku bangkit dan mengarahkan penisku ke lubang vaginanya.
Tante menarik kepalaku mendekat ke wajahnya.
“puasin tante sayang…” bisiknya.
Ia mulai mengulum bibirku yang basah karena cairan kewanitaanya. Aku menekan penisku perlahan. Ohhh man…. Berhubungan sex di alam terbuka benar-benar nikmat. Hembusan angin yang berdesir membuat bulu kuduk merinding, suara gemeresik daun menambah syahdu suasana di halaman belakang saat itu.
Aku mulai menggerakkan penisku. Perlahan-lahan kunaikkan tempo gerakanku semakin cepat.
Tante menekan bibirnya pada bibirku
“mmmmmhh…mmmhh….mhhh….” ia mendesah di sela hembusan nafasnya.
Aku mendekap erat tubuh tante. Tubuhnya begitu lembut, kulitnya kenyal dan mulus. Nikmat sekali kurasakan kehangatan tubuh tante ketika kulit kami menyatu. Hawa dingin dari hembusan angin tak mampu menggoyahkan nafsu kami yang mulai membara.
Gerakanku kini mulai liar. aku tau, tante menyukai permainan yang kasar. Maka dari itu aku menghujamkan penisku dengan keras ke liang vaginanya.
“MMmmmm…Ahh…mmmmm…” desahannya mulai tak terbendung.
Tante membuka mulutnya, membiarkanku memainkan lidahku diantara bibirnya yang lembut. Ia “hhhhaa…hhaaahh…hhaa….” Ia mendesah pelan ketika lidah kami bertautan.
Hujaman demi hujaman kulancarkan. Penisku menusuk vagina tante dengan liar. tak kusisakan sedikitpun penisku diluar vaginanya. Aku menancapkan penisku dengan kuat hingga seluruhnya tenggelam.
“Mmmhh.hh… sayang…. Cepetin lagi dong….” Pintanya.
“hhhahh…Hhaaahh… aku gak kuat tante……”
“capek ya? Sini gantian, tante aja yang di atas….. kasian kamu kecapean..”
Aku mengangguk. Kami bertukar posisi, kini aku merebahkan diri di bangku itu.
Tante menaiki tubuhku. Meski tante bertubuh sintal nan berisi, namun badannya tidak begitu berat. Ia mengarahkan penisku menuju liang vaginanya.
Tante mulai bergerak naik turun, payudaranya berguncang keras sekali. Indah sekali pemandangan buah dada berputing merah muda itu bergoyang dihadapanku. Cahaya yang masuk dari sela-sela daun dari pohon rindang ini menambah eksotis pemandangan yang kusaksikan.
“mmmmppphh..mmmmm….” tante mendesah sambil menggigit bibir bawahnya.
Ia menghujamkan tubuhnya dengan liar. penisku tenggelam kedalam lubang vaginanya yang licin. Kurasakan sensasi geli ketika kulit penisku bergesekan dengan vaginanya.
(sfx : duuugg….)
Sebuah suara di genteng rumah sebelah mengagetkan kami. Gerakan tante berhenti, kini ia mendekap tubuhku erat. Kami berdua menoleh ke tempat suara itu berasal. Jangan-jangan ada orang yang mengintip kami dari tadi, pikirku. Sesosok bayangan melintas, ternyata itu seekor kucing.
“Haaaahhhhhh….. kupikir apa…..” aku menghela nafas
“hihihi…. Bikin kaget aja……” tante menyentuhkan dahinya kedahiku.
Kami mulai berpagutan, tante kembali menggerakkan pinggulnya naik turun. Vaginanya yang sempit menghisap penisku dengan kuat ketika ia menggerakan tubuhnya naik.
Rasa kaget yang kami alami tadi membuat nafsu kami memuncak. Kini gerakan pinggul tante semakin liar. aku meremas kuat payudara tante yang menempel di dadaku.
“Ohhhhh…..Ssshhh….Ahh…Ahh…” tante mendesah pelan bersahutan.
Ia memang sangat menikmati perlakuan kasar dalam hubungan sex kami. Aku mencubit putingnya yang mengacung tegang.
“Mmmmmppphh.. Ahhh…” ia mendesah dan mempercepat gerakan.
Sepertinya orgasmenya sudah mau datang, aku mencium bibir tante dengan liar. mencegahnya mengeluarkan suara keras ketika orgasmenya tiba.
Beberapa menit berlalu.
Namun sepertinya orgasmenya belum kunjung datang, irama gerakan tante menurun. Sepertinya ia kelelahan.
“sini tan gantian…..” aku berbisik di telinganya.
Ia mengangguk.
Aku menarik tangan tante untuk berbaring di rerumputan. Ia merebah perlahan, mungkin karena kulitnya terasa gatal karena bersentuhan dengan ujung daun rerumputan itu.
Aku segera menusukkan kembali penisku.
Ia mencengkeram kuat tubuhku dengan kedua tangannya.
Kugerakkan tubuhku maju mundur dengan liar.
Rerumputan itu bergemeresik ketika tubuh sintal tante bergesekan dengan mereka.
Penisku mulai berdenyut dalam vaginanya. ia memeluk tubuhku erat, payudaraya yang besar menekan dadaku, empuk sekali. Ia kembali mencium bibirku. Pagutannya kini sungguh berbeda, ia menyedot bibirku dan menelan air liurku. Bagai hewan yang kehausan di padang gurun.
“hhhaa…..aku mau keluar tan….” Kataku berbisik.
“mmmhh…. Tante… juga mau….. keluar sama-sama sayang…”
Aku mempercepat tempo gerakanku.
Penisku menghujam keras liang vagina tante. Gerakan yang cepat mulai menimbulkan suara hentakan antara kelamin kami.
“uuuhhh…. Dikit lagi sayang….”
Kurasakan vagina tante berdenyut. Semangatku berkobar. Aku memompa penisku semakin cepat. Suara gemeresik rerumputan semakin terdengar.
Rasa haus akan tubuh wanita menuntun naluriku untuk menghisap kedua payudaranya. Jilatanku di mulutnya kini mulai turun kebawah. Aku menekan kedua payudaranya dengan kedua tanganku. Kedua puting yang telah bersentuhan itu kini kuhisap bersamaan.
“Ohhhh……Mmmmppphh….Ahhh…Ahhh…” desahan tante semakin liar.
Ia mendekap erat wajahku dengan kedua tangannya.
Penisku berdenyut kencang. Tempo gerakan ini sudah terlalu cepat untuk kunaikkan lagi. Kuhujamkan dengan kuat penisku kedalam vagina tante. Tubuhnya menegang.
“Aahh……………………………………hhah….” Tante memekik tertahan seakan berbisik.
Orgasmenya sudah sampai. Aku bersiap memuntahkan spermaku dalam rahimnya.
Dalam sekali hentakan kuat, kutancapkan penisku sedalam yang aku bisa kedalam vagina tante.
(sfx ; Crooottttt….Crooottt… Croottt…)
“Aaa………..” aku memekik tertahan sambil membuka mulutku.
Spermaku sudah menyembur kedalam rahimnya.
Aku terkulai lemas di rerumputan itu. Tante memeluk tubuhku, ia mendekap wajahku di payudaranya. Aku menhisapnya perlahan.
Tampaknya ia masih ingin menikmati sisa-sisa orgasmenya.
Sisa-sisa orgasme masih kental kurasakan. Tante Shelly benar-benar liar. Bodoh sekali suaminya meninggalkan tante, pikirku.
Tante mengenakan kembali kimononya, kami berjalan masuk kembali ke dalam rumah dan berbaring di sofa.
Aku menyalakan TV untuk mengusir rasa sepi.
Sore menjelang, mama dan Naya kini telah pulang.
Roman wajah mereka terlihat sangat gembira. Ternyata rumah yang mereka lihat sangat bagus. Akses jalannya pun mudah. Rumah itu terletak disebuah bukit, agak jauh dari rumah-rumah lainnya. Di dalamnya ada sebuah kolam renang, halamannya pun luas. Mewah sekali, aku sempat tidak percaya ketika mereka mengatakan rumah itu dua ratus juta lebih murah dari rumah kami sekarang.
Tuhan tampaknya memberikan jalan untuk kami.
Syukurlah, masalah yang datang silih berganti kini perlahan mulai berakhir.
Beberapa hari berselang, kami berempat sempat terdiam ketika tante Shelly mencelupkan secarik kertas panjang berwarna putih kedalam air seninya. Perlahan garis merah mulai muncul. Samar-samar kami lihat dua garis tercetak di kertas itu.
“hore…………………….” Kami berempat bersorak bersamaan. Kami mengucapkan selamat atas kehamilan tante Shelly. Hal itu membuktikan bahwa tuduhan suaminya tidaklah benar.
Mama dan tante Shelly berpelukan, erat sekali. Kulihat tante Shelly menitikkan air mata.
“selamat ya Shel….. sebentar lagi kamu jadi ibu….” Kata mama.
“makasih ya kak…. Aku ga tau harus bagaimana berterima kasih sama kalian….” Tante terisak di pelukan mama.
“itulah gunanya keluarga tante…. Suatu saat, kalau tante butuh sesuatu… tante ngomong aja sama kita… kalau kita bisa bantu pasti kita bantu….” Kata Naya.
“makasih ya Nay….” Tante Shelly melepaskan pelukannya dari mama.
Ia kini menoleh kearahku. Ia mengusap air matanya dan tersenyum.
“Tom….. makasih ya…. Tante akan jagain anak kamu….” Katanya.
Aku mendekat dan berjongkok di depan tante. Kutempelkan telingaku di perutnya.
“nanti kamu kalo udah besar jangan nakal ya……” kataku sambil mengelus perut tante.
Setelah hari itu tante mengirimkan foto kepada mantan suaminya. Foto test pack dengan dua garis merah itu membuktikan bahwa dirinya tidak mandul seperti yang dituduhkan oleh suaminya.
Tak lama setelah foto itu dikirim, suami tante menelepon. Ia meminta maaf atas segala ucapannya, ia kini sadar ternyata dirinyalah akar dari masalah yang terjadi dalam rumah tangga tante Shelly. Namun tante Shelly menolak halus ketika suaminya meminta untuk rujuk kembali.
“masa lalu bukan untuk disesali, tetapi untuk mengajari kita agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dimasa lalu” begitu kata tante.
Hari ini adalah hari dimana kami pindah dari rumah lama kami, rumah yang penuh dengan kenangan indah. Tempat dimana aku, Naya, mama, dan ayah tinggal. Kenangan indah itu membuat kepindahan kami serasa berat. Sungguh sedih mengetahui kenyataan bahwa rumah itu sudah tidak menjadi milik kami lagi. Seseorang telah membelinya.
Mama telah resign dari tempat kerjanya. Terlalu jauh, kata mama. kini ia sibuk bersama Naya membuka usaha butik.
Hari ini adalah hari pertama kami menempati rumah baru itu. Kami kini tinggal di sebuah rumah yang cukup besar berwarna putih. Seperti lembaran baru yang akan kami tulis bersama.
Memang butuh perjuangan untuk menikahkan aku dengan Naya. Berhari-hari kami melobby petugas di KUA untuk memalsukan identitasku. Akhirnya ia menyetujuinya setelah mama memberikan uang sepuluh juta rupiah. Kini, aku dan Naya sudah resmi menjadi suami istri.
Kandungan tante Shelly kini berusia satu bulan. Memang belum kelihatan perubahan pada bentuk tubuhnya. Namun, sifat tante mulai berubah. Kini naluri keibuannya mulai muncul. Ia mulai peduli pada hal-hal kecil menyangkut kehamilanya. Aku lega, anakku mendapatkan ibu seperti tante Shelly.
Ia kini telah membeli sebuah rumah entah dimana. Kata tante, kapan-kapan ia akan mengundang kami main kesana.
Jarak antara Bogor dan Jakarta tidak begitu jauh. Seminggu dua kali aku rajin pergi ke bengkel untuk membantu pekerjaan Andi. Andi senang sekali, ternyata kepindahanku tidak begitu mengganggu pekerjaan kami. Semua berjalan normal.
Rumah baru kami memiliki tiga kamar, masing-masing kamar ukurannya sangat besar. Sehingga kami memutuskan untuk memakai satu kamar saja untuk tidur bersama.
“sayang….. nanti malam pertama mau ngapain?” tanya Naya.
“emank kenapa sayang? Uda kepingin ya?” kataku.
“cieeee…. Pengantin baru….., mama boleh ikut ga malam ini?”
“boleh dong ma…. Masa mama ditinggal sendiri… lagian kan kita tidur bertiga…” kata Naya.
Kami kini duduk di ruang tengah. Kami menata rumah baru kami semirip mungkin dengan dekorasi rumah kami yang lama. Komputer kami letakkan di sudut ruang tengah, begitu pula dengan rak TV, rak buku, meja, sofa, sampai pada hal kecil seperti pot tanaman kami letakkan di tempat yang senada dengan rumah lama kami.
Yang berbeda hanyalah sebuah kolam renang yang ada di samping ruang tengah. Air kolam itu begitu dingin pada pagi hari, mungkin karena pengaruh cuaca.
“berenang yuk…” kataku.
“boleh……” kata Naya.
Kami bertiga kini menanggalkan pakaian kami. Kami berenang di kolam yang dikelilingi oleh rumpun bambu yang cukup tinggi. Sehingga kami tak khawatir ada orang yang mengintip kami sedang telanjang.
Perlahan kami memasukkan diri ke kolam itu. Air kolam itu begitu dingin. Kami berpelukan erat, sempat terpikir untuk mengurungkan niat, namun pelukan mama begitu hangat kami rasakan.
“mah….. aku mau masukin kontol aku dong….” Kataku.
Mama mengangguk. ia menyenderkan tubuh Naya di bibir kolam. Naya merangkulkan tangan ke leher mama dan mereka mulai berpagutan. Aku yang berada di belakang mama mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. cukup sulit melakukan hubungan sex dengan cara baru. Namun akhirnya aku menemukan letak lubang kenikmatan itu.
Air yang membasahi tubuh kami membuat lubang vagina mama tidak sulit untuk dimasuki.
Aku menghujamkan penisku masuk ke dalam liang kenikmatan itu.
Air mulai beriak dan bersuara ketika aku memaju-mundurkan tubuhku. Sensasi berhubungan sex dialam terbuka yang sebelumnya kurasakan bersama tante kini kurasakan kembali.
Hangatnya vagina mama mengusir rasa dingin yang kurasakan. Penisku kini menegang semakin kuat. Aku menempelkan dadaku di punggung mama dan meremas kedua payudaranya.
“Aaaahhh…Ahhhhhh…Ahhhhhhh..Ahhhh…” desahan mama bersahutan.
“mah…. Kocokin memek Naya dong mah….” Kata Naya.
Mama tersenyum dan mulai meraba selangkangannya. Ia memasukkan tiga jari kedalam lubang vagina Naya yang tidak seberapa lebar itu.
“Ohhh….Mmmahh…terus mah..”
Mama mengocok vagina Naya dengan cepat ketika aku menghujamkan penisku dalam vaginanya. vagina mama mulai berdenyut. Aku tersenyum merasakan penisku yang diremas oleh denyutan vagina mama. aku mendekatkan wajahku ke tengkuknya dan mulai menjilatinya.
“Ahhhh….Ahhhh..Ahhh… tom……Ahh…” desahnya.
Tubuh mama menegang. Aku menghujamkan penisku semakin dalam, semakin cepat, semakin kuat mengejar orgasme mama yang sebentar lagi akan datang.
Tak lama tubuh mama bergetar. Denyutan vaginanya mengcengkeram kuat penisku yang menggesek liang kenikmatan itu.
“Aaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh…………” mama melenguh panjang.
Orgasmenya sudah sampai. Ia terkulai lemas dalam pelukan Naya.
“enak banget ya mah….?”
“Ahhhhh…… enak banget Nay…. Kontol suamimu bener-bener nikmat…..” kata mama.
“suami aku kan suami mama juga…..” kata Naya.
Mama hanya tersenyum mendengarnya, ia membalikkan posisi mereka, kini Naya membelakangiku.
“yap… pasien kedua…hehehe…..” kataku.
Mama dan Naya hanya tersenyum.
“ayo sayang….masukin….. aku udah ga sabar….”
Seharusnya ia tak perlu meminta, karena sesungguhnya aku sudah tidak sabar untuk menghujamkan penisku dalam vaginanya.
Kembali kuarahkan penisku dengan jemariku.
Bless… penisku tenggelam seluruhnya. Kupompa penisku dengan cepat.
Kujilati tengkuk Naya seperti aku memperlakukan mama. tangan kiriku kuselipkan diselangkangannya, aku mulai menggesekkan jemariku pada klitorisnya.
Tubuh Naya menegang menahan sensasi kenikmatan yang ia terima. Mama mengulum bibir Naya sambil memilin-milin putingnya yang mengacung.
Kehangatan tubuh Naya merasuk di dadaku. Membuat nafsuku semakin menggebu. Hasratku membara. Kupercepat gerakan tubuh dan jemariku.
Vagina naya mulai berdenyut.
“Aaaaahhhhhh… sayang……enak banget……Ahhhhhhh…….”
Naya merangkul leher mama dengan erat. Bibir mereka menyatu, eksotis sekali.
“aku….. udah mau keluar….. Ahhh..Ahhh..ahhh” kataku.
Mama meremas kedua payudara Naya dengan kuat, kedua putingnya diselipkan dan dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah. Ciuman mereka semakin liar. tubuh Naya menggeliat liar.
“Mmmmmmmppphhh…MMhhhhhhhh…” naya melenguh dalam ciumannya bersama mama.
Orgasmenya sudah sampai. Aku mempercepat gerakanku, mengejar orgasmeku sendiri.
Penisku yang berdenyut sudah siap meluncurkan sperma di rahim Naya.
Aku menekan kuat penisku.
(sfx : Crooooooootttt…. Crrrrroooottttt…….Crooottttt…….)
¬ Beberapa kali spermaku menyembur kedalam rahim Naya.
Spermaku meleleh keluar dari vagina Naya. Permainan sex seperti ini baru pertama kali kami rasakan. Benar-benar seperti pertama kali berhubungan sex. Ide untuk berenang ini benar-benar brilian.
Spermaku mengambang di air kolam itu. Perlahan ia mulai terbawa aliran air menuju kolam penyaring di sisi kolam utama.
Tubuh kami mulai kedinginan, kami mengambil handuk dan mengeringkan tubuh kami.
Duduk di sofa bukan ide yang bagus saat itu. Karena kini hari sudah hampir sore, udara dingin mulai menusuk. Kami belum terbiasa tinggal di tempat dengan iklim yang cukup dingin. Karena jakarta begitu panas.
Akhirnya kami masuk ke kamar dan meringkuk dibawah bedcover tebal.
Aku memeluk tubuh Naya dan mama yang berada di sampingku.
“sayang….. kamu mau punya anak cewe apa anak cowo?” tanya Naya.
“aku sih yang mana aja.. yang penting sehat…” kataku.
“emang kalian uda kepingin punya anak?” tanya mama.
Naya mengangguk.
“aku kan udah dua hari ngak minum pil….” Kata Naya.
“wah…… udah siap-siap rupanya…” kataku.
Kami berbincang cukup lama hingga kini kami tertidur.
Perubahan yang terjadi dalam kehidupan kami perlahan-lahan menuju ke arah yang lebih baik.
Entah sampai kapan masa tenang ini bertahan. Yang pasti kami hanya bisa menikmati masa ini, selama yana kami bisa.
8 bulan berlalu…
Tuutt…. Tuutt…. Tuutt….
Bunyi telepon rumah berdering. Saat itu aku dan Naya sedang berendam di kolam renang seperti biasa. Naya kini sedang hamil 8 bulan. Perut Naya kini sudah membuncit.
Aku mendekap tubuh Naya dan menempelkan telingaku di perutnya.
Mama berjalan menuju telepon yang berdering.
Ia mengangkat gagang telepon dan mulai berbicara.
“halo….”
‘haloo… dengan kediaman ibu Sherly?’ tanya suara di seberang telepon.
“iya benar… dengan siapa ini?”
‘ini dari rumah sakit Pondok Indah… ‘
Apakah yang terjadi. Apakah ada salah satu keluarga kami yang sedang sakit? Pikirnya.
“ada apa ya?” mama bertanya.
‘bu Shelly sedang dirawat disini bu…’
“Ya tuhan…. Kok bisa dirawat… dia sakit apa?”
Aku dan Naya menoleh kearah mama. apa gerangan yang terjadi. Kami berdua menebak-nebak dalam hati.
‘tenang bu…. Saudara ibu tidak sakit apa-apa…. Beliau baru saja melahirkan?”
“Ohh….. ya ampun…. Saya kira apa… baik saya segera kesana…. Dia dirawat dimana?”
Aku dan Naya berpandangan. Lalu kami berdua beranjak keluar dari kolam dan menghampiri mama.
“oke…. Saya bersiap dulu… terimakasih.” Mama menutup telepon itu.
“ada apa ma?” tanyaku.
“coba tebak?” kata mama.
“ihh mama…. ayo dong kasi tau…” kata Naya.
Mama mengedipkan sebelah matanya.
“tante Shelly udah melahirkan…. Sekarang ada di rumah sakit pondok indah…”
Senang sekali mendengar kabar itu. Tak kukira sudah 9 bulan berlalu semenjak tante positif hamil. Perasaanku berdebar. Seperti apa raut wajah anakku.
“wah…. Kalo gitu aku beres-beres dulu mah….” Naya beranjak meninggalkan kami. Langkah kakinya agak melompat. Tampaknya ia juga senang dengan kabar yang kami terima.
Waktu bergulir. kami bertiga kini sudah sampai di lahan parkir rumah sakit tersebut. Aku menengok kiri dan kanan mencari tempat parkir yang kosong.
Disudut lahan parkir tersebut aku memarkir mobil kami. Dibawah naungan sebuah pohon kamboja dengan bunga berwarna putih.
Mama dan Naya segera beranjak memasuki bangunan rumah sakit. Sementara aku mengambil tas berisi pakaian kami di kursi paling belakang.
Dengan menggendong tas besar itu aku memasuki pintu rumah sakit. Udara dingin dari AC menyeruak keluar. Aromanya begitu khas, seperti kotak obat. Hanya saja bercampur dengan aroma penyegar ruangan.
Aku memandang sekeliling. Kulihat mama dan Naya sedang berdiri di depan pintu lift yang masih tertutup. Aku menghampiri mereka.
Ketika pintu lift terbuka, kami beranjak masuk. Lift yang sempit itu berisi empat orang termasuk kami. Perlahan angka di atas pintu itu mulai bergeser. Kami mulai beranjak naik.
(sfx : Tingg…..)
Pintu lift terbuka. Di luar lift kulihat cukup banyak orang berlalu lalang. Kami keluar dari lift itu dan bergegas ke meja penjaga rawat inap.
“mbak….. ruangan ibu Shelly dimana ya?” Naya bertanya.
“sebentar ya mba……, kamar nomor 5.. lurus ke kanan lalu belok kanan…”
“ok makasih ya mba…..”
Kami bergegas menuju ruangan yang dimaksud.
Langkah demi langkah, telapak kaki kami menyusuri petak-petak ubin berwarna krem itu. Aku semakin tidak sabar.
Tak lama kami sampai di sebuah ruangan dengan pintu berwarna cokelat muda. Di pintu itu tertempel papan bertuliskan angka lima.
Mama menggenggam gagang pintu berwarna krom itu. Ia memutar gagang itu, pintu pun terbuka dengan suara berderit kecil.
“Ahhhhh….. selamat ya Shell….., aduh… kamu kok ga bilang-bilang udah sembilan bulan…” mama memekik dan menghampiri tante seraya memeluknya.
“iya nih….. tadinya mau kasih kejutan… eh tapi tau-tau udah mules… ya mau gimana lagi…”
Saat itu pandanganku tertuju pada sosok mungil yang tertutup kain putih di sebelah tubuh tante. Anakku.
“selamat ya tante…. Ngomong-ngomong cowo apa cewe nih?” tanyaku seraya mencium pipi tante. Wajahnya masih sayu dan terlihat lemas.
“cowo dong…., kamu udah siapin nama belum?” tanya tante.
“lha… kok aku yang kasih nama… aku belom siapin nama….”
Tante mengulurkan tangan kepipiku.
“kamu kan ayahnya….” Kata tante seraya tersenyum.
“cieee…. Ada yang sudah jadi bapak…..” kata Naya.
“sebentar lagi anaknya Naya lahir juga lho….” Kata mama.
Tante menoleh ke arah perut Naya yang sudah membuncit.
Wajahnya tiba-tiba berbinar.
“wah…… sebentar lagi nyusul… udah berapa bulan?”
“8 bulan tante… sebentar lagi sembilan…. Tinggal nunggu beberapa minggu.”
“syukurlah…. Tante doain semoga persalinan kamu lancar ya Nay…”
Naya mengangguk dan tersenyum.
Perasaanku sangat bahagia saat itu. Terbayang dalam anganku, wajah ayah ketika Naya lahir. Ketika ia benar-benar menjadi seorang laki-laki sepenuhnya. Kini sebuah tanggung jawab ada di pundakku. Memang bukan aku yang akan mengurusnya kelak, namun ketika darahku mengalir dalam nadinya aku sadar. Kini aku sudah menjadi seorang ayah.
Aku mengambil handphone yang berada di saku celanaku. Mereka bertiga kini sedang mengobrol asyik sementara aku bercengkerama dengan handphoneku.
Nama apa ya yang sekiranya cocok untuk anakku. Aku bingung, karena ini adalah pertama kalinya aku mencarikan nama untuk seorang bayi yang suci.
Malam itu, tante sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah cukup baik, mungkin karena proses persalinannya yang normal tanpa operasi caesar. Kami membantu tante membereskan pakaiannya lalu mengantarnya pulang.
Dalam perjalanan mereka masih saja berbincang, seperti teman lama yang sedang reuni.
Mobil yang kukendarai sudah mendekati pintu keluar, namun aku belum mengetahui kemana kami akan mengantarnya pulang.
“ngomong-ngomong pulangnya kearah mana tan? Kita kan belum tau rumah baru tante…”
“kamu jalan aja ke perumahan kalian yang dulu… rumah tante disana..” kata tante.
“ah serius tan?” kataku.
Tante shelly mengangguk. Perumahan kami tak jauh dari sini, aku makin penasaran.
Timbul rasa rindu dalam hatiku ketika kami memasuki perumahan itu. Aku masih ingat dengan jelas, masa-masa ketika kami tinggal disana. Ketika aku masih anak-anak, beranjak dewasa, bersekolah, sampai saat dimana cerita ini berawal.
“kemana lagi tan?”
“lurus aja…. Mentok belok kanan…” kata tante.
Aku makin penasaran, itu kan arah kerumah kami yang lama. Apa jangan-jangan rumah tante berdekatan dengan rumah lama kami. Perasaan rinduku sudah tak terbendung, rindu sekali rasanya melihat lingkungan ini. Serasa ingin menangis.
Roda mobil kami bergulir perlahan menyusuri jalan itu. Aku memandang sekeliling, mengenang masa-masa itu.
“tuh rumah yang catnya warna hijau…” kata tante.
Aku terkejut sesaat ketika memandang rumah itu. Tak lain, ini adalah rumah lama kami. Hanya warna catnya saja yang berubah. Segala hal dirumah itu masih sama, posisi bunga di taman, sarang laba-laba di langit-langit teras.
“kejutan…………….” Tante berteriak di telinga kami.
Aku tak mampu berkata-kata, sementara mama dan Naya sudah sangat heboh ketika mengetahui rumah yang dibeli tante adalah rumah lama kami. Tak kusadari airmataku menetes. Aku tak kuasa menahan rasa haru. Kuusap air mataku dan bergegas masuk kedalam rumah menyusul mereka.
“kok gak ngomong-ngomong sih beli rumah ini…..” kata mama.
“namanya juga kejutan… masa dibilangin…..” kata tante.
Aku masih tak kuasa menahan rasa rindu ketika aku duduk kembali diruang tengah itu. Naya kini duduk disampingku. Ia merangkul bahuku dan menyenderkan kepalanya.
“jadi inget masa-masa dulu ya…. Aku kangen sama rumah ini..” katanya.
“iya… ga nyangka, aku pikir rumah ini ditempatin sama orang lain… ternyata sama tante…”
Hari sudah semakin sore, matahari sudah bersiap untuk tenggalam di cakrawala. Meninggalkan langit yang berwarna keemasan. Sosok bulan yang temaram mulai nampak.
Hari mulai gelap.
Kami menginap di rumah tante, menemani dirinya yang masih cukup lemas untuk melakukan segala hal. Tak berdiam diri, kami membantu tante membereskan rumah. Mama dan Naya membantu tante memasak sementara aku merapikan meja dan menyapu.
Aroma makanan yang harum sungguh menggoda perut kami yang lapar. Tante berjalan menghampiriku dengan dua piring nasi goreng di kedua tangannya.
“sudah dapet namanya belum?” tanya tante.
“sudah tan…”
Tante meletakkan kedua piring itu.
“siapa?” ia bertanya.
“Evan….. artinya pejuang…” kataku.
“aa…. Bagus tuh.. dapet darimana? Kok bisa tau artinya?”
“ya dari google tante….” Kataku.
Tante sangat senang sekali dengan nama yang kuberikan untuk anak kami. Ia kini menggendong Evan sambil memanggil namanya.
Tiga hari berlalu.
Sudah saatnya kami pulang. Mengingat tidak ada seorang pun yang menjaga rumah kami.
Kami berpamitan pada tante, tampaknya tante masih menginginkan kami untuk tinggal sementara disana.
Kugendong tas hitam besar tempat pakaian kami dan kumasukkan dalam mobil.
Kami melambaikan tangan kami dalam mobil kepada tante ketika kami beranjak meninggalkan tenpat itu.
Sesampainya dirumah.
Kulihat Naya sudah cukup lelah, aku merapikan ranjang agar ia bisa beristirahat.
“mah…. Capek ngak?” tanyaku.
“kenapa sayang?” mama sedang membuka pakaiannya.
Aku yang sudah tidak berbusana, kini mendekati mama.
Belum sempat ia melepaskan pakaiannya, aku langsung menyergap payudaranya yang terbuka. Lalu kuhisap putingnya.
“ehh…. Sabar sayang…. Mama kan belum selesai buka baju..”kata mama seraya melepaskan baju dari lengannya.
“dia mau ajak aku ML takut mah…. Perutku udah gede” kata Naya.
“ya sebenernya gak apa-apa sayang….. asal jangan terlalu bersemangat.” Kata mama.
Mama yang sudah melepaskan bajunya kini merangkul leherku.
“di kasur aja yuk…” ajaknya.
Aku mengangguk.
Mama merebahkan diri dan membuka pahanya lebar-lebar. Naya duduk bersimpuh di sampingnya. Aku mengambil posisi duduk diantara kedua paha mama dan mulai memasukkan penisku kedalam lubang hangat itu.
“Mmmm..Ahhhhhh….” mama mendesah.
Naya membuka pakaiannya dan mendekatkan wajahnya kewajahku.
Kami mulai berpagutan sementara aku memompa penisku memasuki vagina mama.
“maaf ya sayang….Ahh…. aku masih takut ML sama kamu….” Kataku.
Naya tersenyum.
“gapapa sayang…….”
Kami kembali berpagutan, sebelah tanganku meremas payudara Naya dengan lembut. Payudaranya kini makin membesar dan semakin kencang. Sementara sebelah tanganku yang lain meremas payudara mama.
Mama mengcengkeram tanganku yang berada di payudaranya.
“remas yang kuat… sayang….Ahhh…Ahhh…Ahhh” ia mendesah seirama dengan gerakanku.
Naya mengelus dadaku dengan telapak tangannya yang lembut. Sementara sebelah tangannya yang lain mengusap klitorisnya.
“Mmmhh….Ahh..” ia mendesah pelan dalam ciuman kami.
Suhu ruangan itu mulai menghangat. Rasa lelah setelah perjalanan tidak kurasakan lagi. Tergantikan dengan nafsuku yang menggelora.
Vagina mama mulai berdenyut. Ia mengcengkeram kuat lenganku. Kudorong penisku sekuatnya kedalam vagina mama. ia melenguh panjang.
“Ahhhhhhhh……Aaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh”
“cepet amat mah?” kataku.
“abis udah seharian gak ML…. rasanya memek mama udah gatel pengen di masukin…”
Aku hanya tertawa kecil. Kucabut penisku dari vagina mama.
“kamu rebahan disini aja Nay… biar mama jilatin memek kamu…”
Naya mengangguk. kami kembali mengatur posisi.
Kini aku menusukkan penisku dari belakang tubuh mama.
Paha Naya sudah terbuka lebar. Mama menjilati klitorisnya dengan liar. ia mengulum dan menyedot tonjolan daging berwarna merah itu.
“mmmmmppppphhh…..Ahhhhhh…Ahhhhhhhh…..” Naya mendesah.
Aku masih sibuk menikmati vagina mama. kuhujamkan penisku dengan cepat, namun mama hanya mendesah karena sedang menjilati vagina Naya.
Jilatan demi jilatan menyapu kulit vagina Naya yang sudah licin. Mama memasukkan lidahnya kedalam lubang vagina Naya dan memainkannya disana.
“Ahhhhh….Ahhhhh…..” suara desahan kenikmatan itu bergema dalam ruangan kamar kami.
Naya mengulurkan tangan ke klitorinya dan mulai mengusapnya dengan cepat.
“Mmmmmmaaahh…Ahhh…Ahhhh…Naya……..mau keluar…..”
Mendengar ucapan itu mama semakin menggila. Ia menekan wajahnya, memasukkan lidahnya semakin dalam ke lubang vagina naya. Lidah itu menyapu dinding-dinding lubang itu dengan liar.
Vagina mama mulai berdenyut lagi. Kurasakan cengkeramannya begitu nikmat di batang penisku.
“Ohhh..Ahhhh..Ahhh enak banget memek mama….Ahhhhh…”
Birahiku mulai memuncak. Penisku ikut berdenyut kencang.
“mmaahh….Ahhhhhhhhhhhhhh………………” Naya memekik.
“Ahhhh..Ahhhh.Aahhhh……Aaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh hh…”
Diikuti dengan lenguhan mama.
Aku mempercepat gerakanku. Kuhujamkan penisku sedalam-dalamnya.
(sfx : Crooooooottt…..Croooooootttt……Crooooottttttttt………)
Spermaku menyembur dalam rahim mama.
Tubuhku yang lemas sudah tidak dapat lagi kutopang.
Kini aku merebahkan diri diranjang. Berada diantara Naya, dan mama yang sudah kelelahan.
Aku memejamkan mata. Menjawab panggilan rasa kantukku.
Satu bulan berlalu.
Kini aku sedang duduk termenung di depan pintu persalinan ditemani mama dan tante Shelly.
Kami sedang menunggu kabar persalinan Naya. Aku sangat cemas saat itu. Aku hanya bisa berdoa semoga proses persalinannya tidak menemui kendala.
Pintu ruangan itu terbuka, seorang suster dengan pakaian berwarna putih keluar sambil membawa sebuah papan penjepit dan selembar kertas di tangan kanannya.
“keluarga ibu Naya….” Katanya.
Seketika itu aku langsung bangkit dan mendekatinya.
“saya suaminya sus…. Gimana keadaan istri saya?”
“persalinanya sudah selesai, sekarang bapak tanda tangan dulu untuk formulir rawat inapnya ya…”
Aku menandatangani form itu tanpa membaca apa isinya. Aku tidak peduli, yang kuinginkan hanyalah menemui Naya dan anakku.
“terima kasih pak…. Sekarang bapak tunggu disini… ibu Naya sebentar lagi didorong keluar.”
Aku kembali duduk di kursi ruangan yang terbuat dari plat besi itu. Kursi itu sangat dingin ketika kulit lenganku menyentuhnya.
“syukurlah….. persalinanya lancar….” Kata mama.
“iya Sher….. sekarang kamu udah jadi nenek lho….” Kata tante.
“biarpun udah nenek kan yang penting tetep sexy…..”
Mereka tertawa bersama.
Aku hanya bisa tersenyu mendengarnya tanpa mengalihkan pandanganku dari pintu ruangan itu.
Tak lama pintu ruangan itu kembali terbuka.
Aku bangkit dari kursi panjang itu. Mama dan tante juga beranjak. Perlahan-lahan kami melihat sebuah ranjang didorong melewati daun pintu itu. Diatasnya kulihat Naya dan bayi kami berada disamping tubuhnya.
Kami bergegas menghampiriya. Kulihat Naya tersenyum.
Senyuman Naya begitu sejuk terasa di hatiku. Perasaan cemasku sudah hilang sepenuhnya.
Aku mengenggam tangan Naya yang dingin, mengucapkan kata-kata, betapa aku sangat bangga menjadi suaminya. Ia telah melahirkan seorang bayi perempuan. Cantik sekali seperti ibunya.
Kami bertiga berjalan mengiringi ranjang itu menuju kamar rawat inap.
Kamar itu cukup besar, dengan sebuah TV berada dinding. Aku mengucapkan terimakasih ketika perawat itu akan beranjak meninggalkan kami.
Aku duduk dikursi yang berada disamping ranjangnya.
“kamu udah siapin nama belum sayang?” tanya Naya.
“sudah…..” jawabku.
“siapa?”
Saat itu aku hanya terdiam dan tersenyum.
“Reni…., sama kayak guru aku di SMA dulu” kataku.
“Reni… nama yang bagus…..” kata Naya. Ia kini mengusap kepala Reni dengan lembut.
Mama dan tante sekarang sibuk bercengkerama dengan Naya. Mereka tertawa dan tersenyum ketika aku beranjak dari kursiku menuju balkon diruangan itu. Aku menggeser kaca dan melangkah keluar. Udara siang hari itu tidak kurasakan panas walau matahari bersinar terang. Dalam hembusan angin aku berdoa, semoga kebahagiaan kami tidak lagi hilang. Angin berhembus kencang menjawab doaku. Menyibakkan rambutku yang bergerak seirama dengan hembusannya.
Dua puluh empat tahun berlalu. Entah apa yang kami pikirkan, kini Evan dan Reni sedang berada di pelaminan. Cukup lama kami bersembunyi dari kenyataan bahwa kami melakukan hubungan sedarah dari mereka. Namun apa daya, mereka sudah dewasa. Mereka akhirnya mengetahui itu semua.
Apakah keputusanku salah, membiarkan hubungan terlarang ini tumbuh dalam keluarga kami?.
Entahlah, mungkin iya. Tapi keputusan ini tak pernah kusesali.
Apa yang telah berlalu dalam aliran sang waktu, menjadi kenangan indah sekaligus aib dalam keluarga kami. Mungkin diakhirat nanti kami tidak akan merasakan seperti apa indahnya surga.
Namun dalam kehidupan ini, kami bisa merasakan seperti apa surga itu sebenarnya.
Persetubuhan terlarang yang kami jalani masih berlanjut sampai saat ini, terkadang kami saling bertukar pasangan. Bahkan aku beberapa kali bersetubuh dengan anakku Reni.
Well….. selama kami semua bahagia, kurasa dalam cerita kami tidak akan pernah tertulis kata akhir.
Selamanya…..
sebelum kepergian ayahku, kehidupan kami sebagai keluarga berjalan normal. tapi setelah itu semuanya berubah. ibuku sekarang bekerja, menggantikan posisi ayah sebagai pencari nafkah keluarga. kakakku yang sekarang berusia 19 tahun membantunya dengan berjualan baju di internet. hasilnya cukup lumayan, setidaknya bisa mencukupi biayanya kuliah.
hari-hari berlalu hingga saat ini adalah semester terakhirku di SMA. sebagai anak SMA aku dikenal sebagai pribadi yang penyendiri, jarang bergaul dan bersosialisasi. kebiasaanku saat pulang sekolah adalah pergi ke perpustakaan dan meminjam beberapa novel untuk kubaca dirumah. yah... cari hiburan pikirku.
Naya juga tidak jauh berbeda, sepulangnya dari kampus yang dia kerjakan adalah duduk di depan komputernya berjam-jam mengecek iklan bajunya dan sesekali menelpon pelanggan yang memesan. tak heran di usianya yang baru 19 tahun Naya sudah memakai kacamata. Dalam usia yang sudah menginjak 19 tahun rasanya aneh jika perempuan secantik Naya tidak pernah keluar dengan lawan jenisnya pada malam minggu. Tapi ya begitulah adanya. Dengan lekuk tubuh yang indah dan wajah yang rupawan, Naya belum pernah menerima satu orang laki-laki pun untuk menjadi pacarnya. Laki-laki sukanya menyakiti perempuan katanya.
hari itu sangat ku ingat dalam benakku. hari senin, aku pulang dari sekolahku. kuparkir motorku di pekarangan rumah dan segera ku gembok pagarnya. kubuka pintu rumah dengan tangan kananku sementara tangan kiriku menggenggam buku novel setebal 560 halaman. Naya yang berada di ruang tengah segera menghampiriku. tumben... pikirku. tak seperti biasa. ia biasanya acuh dengan kedatanganku dan tetap asyik di depan komputernya.
"kamu baru pulang Tom..??" tanyanya
"iya kak, ada apa kok tumben tanya-tanya?"
"mama hari ini ngak kerja Tom, dari tadi mama di kamar belum makan. aku udah bujuk supaya mama makan... tapi katanya nunggu kamu. coba kamu ajak mama makan, kasihan nanti mama sakit".
ada yang aneh pikirku, biasanya hari senin mama justru pulang malam. tapi tiba-tiba dia tidak masuk kerja hari ini. segera kuhampiri mama di kamarnya.
mama sedang tertidur di kamarnya berselimutkan bed cover yang tebal. mungkin karena suhu AC terlalu dingin. segera ku ambil remote AC dan ku naikkan beberapa derajat.
"mam... kok mama belum makan...."tanyaku
"ohh kamu sudah pulang Tom.. yuk kita makan. kamu ganti baju dulu" pintanya
"ganti baju? memang kita mau kemana mam?"
"hari ini mama cuti, kita akan ziarah ke makam ayah"katanya
"oke mam...."
segera ku bergegas ke kamarku, ketika kulewati ruang tengah ku katakan pada Naya untuk segera mengganti bajunya juga karena kami akan ziarah ke makam ayah.
tak lama kamipun berangkat. aku menyetir mobil, sedangkan Naya dan mama dibelakang.
baru ku ingat bahwa hari ini adalah tepat satu tahun ayah meninggal. pantas mama agak murung hari ini.
sesampainya di makam kami berjongkok mengelilingi makam. menabur bunga dan berdoa untuk ayah , agar ayah mendapatkan tempat yang baik di sisi yang maha kuasa.
tak berselang lama kamipun pulang. mama segera masuk kembali ke kamarnya, aku dan Naya di ruang tengah menonton TV
"tumben komputernya gak dilihat..."tanyaku
"blom ada yg sms sih, lagian aku capek.. pijitin pundakku dong Tom" pintanya
"yeeee... aku sendiri capek nyetir mobil"
"ya nanti gantian" katanya sembari tersenyum lebar
kuturuti permintaannya, ku suruh dia duduk di lantai, sementara aku di sofa. sehingga aku dengan mudah bisa memijit pundak dan bahunya. cukup lama ku pijit pundaknya. setengah jam berlalu lalu kami berganti posisi.
"Tom.. mama kok ngurung diri di kamar, ada apa ya" tanyanya sembari memijatku. aku hanya mengangkat bahu menyatakan ketidak tahuanku.
"nanti abis ini kita tengok yuk ke kamar mama..."ajaknya.
aku hanya mengangguk sambil menikmati pijitannya di bahuku. tangannya cukup lembut karena memang dia jarang melakukan pekerjaan yang berat mungkin.
tak lama kami berjalan menuju kamar mama. baru ingin ku ketuk pintu kamarnya, Naya mencegahku. "Stttt.... diam" bisiknya... "kenapa??" akupun berbisik.
"coba dengar deh" kata Naya
Aku dan Naya menempelkan telinga kami dengan posisi wajah kami berhadapan.. kurasakan dengan jelas hembusan nafas Naya di wajahku. dari dalam kami mendengar mama merintih, sepertinya dia sedang menangis. tapi kemudian dia mendesah.... Aku dan Naya berpandangan satu sama lain sambil mengerutkan dahi.
"masa sih mama masturbasi..." bisik Naya.
"hus.... kamu ada-ada aja kak.." kataku
"siapa diluar..?? Nay.. Tom... kalian di luar" tanya mama dari dalam kamarnya.
“iya mam.. boleh kami masuk…..” kata Naya.
Tanpa di persilahkan kamipun membuka pintu kamar…
Kami bertiga terbelalak nyaris bersamaan, ketika kami melihat mama berada di ranjangnya tanpa busana sambil memegang sebatang dildo yang terbenam di vaginanya.
Wajah mama memerah. Kamipun terdiam.
“kalian main masuk-masuk aja gak nunggu mama bilang iya” kata mama
“mmm..mmma.. af mam… kami gak tau..” kata Naya
Mama menarik bed covernya menutupi tubuh mama sampai batas payudaranya.
“ya sudah gpp.. sini, ada apa?” tanya mama
Aku dan Naya melangkah menuju tempat tidurnya. Kami duduk mengapit mama di tengah. Aku di kanan dan Naya di kiri.
“mama kok masturbasi…?”tanya Naya. Mama terdiam. Tertunduk, ku pandangi matanya berkaca-kaca.
“mama kangen sama ayah kalian….” Ucapnya lirih.
Kami bertiga tertegun mendengar apa yang diucapkan mama. Aku dan Naya langsung memeluk perut mama, dan bersandar di bahunya. Berharap dapat menenangkan sedikit perasaan rindu karena telah di tinggalkan pasangan hidupnya.
“mama kan masi punya kita mah….” Ucapku sembari tersenyum.
“bener tuh ma kata Tomi…, masa mama tega. Nanti papa ngeliat jadi sedih loh…” kata Naya
Titik-titik air mata kembali jatuh membasahi pipi mama. Mama merangkul kami berdua dan berkata
“terima kasih ya sayang.. kalian memang anak mama…”ucapnya
Aku dan Naya langsung mencium pipi mama dari kanan dan kiri. Mama pun tersenyum dan membalas mencium pipi kami. Naya memeluk mama dan tidak sengaja menyentuh payudaranya yang masih mekar. Tak sengaja tersentuh olehnya putting mama yang masih mengeras. Naya tersenyum dan berkata.
“mah… ga di terusin lagi masturbasinya??” kata Naya.
“haha… oh iya mama beli dildo dimana….??”tanyaku.
Mama hanya tersenyum saja.
“di toko peralatan sex lah….” Ucapnya dengan tersenyum lebar.
“mau di bantuin gak mah sama kita masturbasinya” kata Naya
“hus… jangan ahh mama malu sama kalian….” Ucapnya sambll menyeka air mata yang tersisa di pipinya.
Aku tersentak mendengar ucapan Naya. Jangan-jangan Naya sudah tidak virgin lagi.
“emang kamu pernah masturbasi juga Nay...?” tanya mama
Naya menggelengkan kepala.
“makanya ajarin dong mah…. Enak ga sih masturbasi…” ucap Naya
Edann.. pikirku. Apakah kakakku ini sudah tidak waras. Kalau dia masturbasi kan bisa-bisa perawannya hilang.
“eh…. Kakak nanti perawannya hilang loh….” Kataku
“mendingan perawan hilang sendiri dibanding diambil sama lelaki bejat” ucapnya
“iya sih… tapi kan sayang aja, cewe secantik kakakku ini keperawanannya ilang”
Pipiku kiriku dicubit olehnya. Agak kencang sampai aku mengaduh.
“tuh kan mah… lelaki bisanya gombal….” Kata Naya
“tapi memang betul loh Nay kata Tomi.. kamu kan cantik, sexy, pasti banyak cowo yg mau sama kamu” kata mama.
“iya mah.. banyak.. tapi rata-rata paling lama seminggu setelah di tolak mereka jadian sama cewe lain. Cowo macam apa itu…. Naya maunya cowo yang ngotot ngejar-ngejar Naya berbulan-bulan. Baru Naya terima jadi pacar”
“nah kalo begitu aku setuju kak…..” kataku sambil mengacungkan jempol.
“kalian mau nenen ga… kaya waktu kecil dulu…?” kata mama sambil membuka bedcover yang menutupi dadanya. Saat itu terpampang dengan jelas dada mama yang besar. Putingnya yang berwarna kemerahan mengacung ke depan. Mamaku memang cukup rajin berolah raga, tak heran badannya masih kencang di usianya yang sudah 45 tahun.
Aku dan Naya tidak menjawab apapun sambil langsung mengulum kedua puting mama.
“Ahh….. “ desahnya pelan ketika kami menghisap putingnya. Sesekali kuhisap dengan kuat dan kumainkan putingnya dengan lidahku. “Ohh….. sayang….” Mama menggeliat dan menekan kepala kami berdua makin kuat ke dadanya.
Naya memulai aksinya dengan mengelus perut mama, turun ke selangkangannya. Dimana tumbuh bulu-bulu yang tipis disana. Diusapnya belahan vagina mama. Tepat di klitorisnya.
“Mmmmpph…… Ohh….” Mama kembali mengeliang.
Kulepas isapanku di payudaranya dan kucium bibir mama. Mama membalas ciumanku dengan beringas. Tampak nafsu birahi mulai menguasainya. Maka kumainkan putingnya dengan jariku.. kupilin dan kutarik.
Mama tidak tinggal diam menerima perlakuan kami. Dengan sebelah tangan dia perlahan membuka kancing baju kami satu persatu. Bedcover pun di dorongnya hingga jatuh dari ranjang.
Naya yang kancing bajunya sudah terlepas, menghentikan aksinya mengusap klitoris mama untuk melepas pakaiannya.
Oh man….. kini di pandanganku telah ada dua wanita cantik sudah tidak berbusana.
Aku pun melepaskan seluruh pakaianku dan kembai mencium mama sambil memainkan putingnya.
Mama meraba tubuhku mencari penisku yang sedaritadi telah mengeras. Di remasnya batang kejantananku sampai-sampai aku bergetar. Seumur hidup penisku belum pernah di sentuh oleh seorang wanita. Kini mamaku sendiri yang menyentuhnya. Tangan kanan mama juga mengusap klitoris Naya. Menyebabkan Naya menggumam sambil terus mengisap payudara mama.
“Oh… mah… geli mah….”kataku sambil melepaskan ciumanku darinya.
Ciuman mama turun ke leherku, dadaku, dan mengisap putingku. Oh my god…. Sensasinya tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.
Tubuh mama mulai menggeliat tidak karuan menerima usapan pada klitorisnya. Tak lama lagi ia mencapai klimaksnya. “Oh…. Terus sayang…. Mama sebentar lagi sampai… Ahhhh… Ah…..”
Melihat mama hampir mencapai klimaksnya aku langsung mengisap kembali putting mama. Di tekannya kepalaku hingga aku sulit bernafas.
“Aaa…..” jeritan mama tertahan. “Ouuuhhhh……….” Mama melenguh panjang tanda ia sudah mencapai orgasmenya yang pertama.
Mama terkulai lemas setelah orgasmenya yang pertama. Namun aku dan Naya tidak melepas kulumanku dari putingnya. Diusapnya kepala kami berdua lalu berkata.
“kok nenennya masih lanjut sayang…?”
“abis udah lama ga nenen sama mama… Tomi kangen mah….” Kataku sambil tersenyum.
“kok toket mama gede banget sih ma. Punya Naya gak segede ini..”kata Naya sambil mengelus payudara mama.
“ya kan karena sering di remas-remas sama ayahmu…” kata mama
“ah masa sih ma.. Cuma karena sering di remas-remas doang???”
“di remas, di isap, ya pokoknya di beri rangsangan sayang…”
“mah… isepin toket Naya dong mah… biar gede kaya mamah…” pinta Naya seraya bangkit dan menyodorkan putingnya ke wajah mama. Kupikir benar juga ya. Payudara mama ukurannya cukup spesial. Besar, kencang, mengacung, padat. Mungkin memang benar bahwa payudara wanita harus sering di beri rangsangan.
Mama kemudian mengulum lembut puting Naya. Melihat mimik wajahnya, tampak Naya sangat menikmatinya. Tak sampai di situ, tangan mama mengusap lembut payudara lainnya hingga putingnya ikut menegang. “Sssshhh……” Naya mendesah. Diusapnya klitoris Naya dengan lembut. Pelan tapi pasti mama mulai menaikkan temo permainannya.
“aku mau juga dong kak…isep punya kakak…” pintaku.
Naya mengulurkan tangannya ke leherku dan menarik wajahku mendekati payudaranya. Kuhisap payudara Naya dengan perlahan. Tampak nafsu birahi Naya mulai memuncak. Ia menggoyang-goyangkan pinggulnya maju mundur agar usapan di klitorisnya makin cepat. Mama menyadari itu dan mempercepat usapan di klitoris Naya. Sesekali ia mencubit dan menarik klitorisnya. “Ahhhh….. mah….. enak banget mah…..” desahnya.
Tampak mama juga mulai di bakar nafsu. Tangannya yang tadi dipakai meremas payudara Naya kini telah berpindah ke klitorisnya sendiri. Aku yang melihat itu tanpa dikomando segera menyusupkan tanganku di selangkangan mama. Memasukkan dua jariku ke dalam vaginanya.
“Uhhh…m… mah… udah mah…., Naya mau ke k…kamar..mandi.., Nay.. Naya mau… pi…pisss”
“pipis di sini aja gpp sayang…” kata mama. Mama sudah tau bahwa itu adalah tanda Naya akan mencapai orgasme. Di percepat usapannya sambil sedikit menekan vaginanya.
“Ahhhhh…… mahhh……..” lenguhnya ketika orgasme itu datang. Menghampiri Naya untuk pertama kalinya. Tampaknya Naya tidak kuasa membendung luapan energi yang terjadi ketika ia orgasme. Ia kini terkulai lemas di sebelah mama.
“mah.. spreinya basah ya… Naya kayanya tadi pipis….”
“ngak sayang.. itu tadi yang namanya orgasme..” kata mama
“enak banget mah….” Ucap naya seraya tersenyum dan memejamkan matanya.
Mama masih asyik dengan klitorisnya yang sejak tadi ia usap.
“Tom… mau gak jilatin memek mama…?” pinta mama.
“sini mah.. mama buka yang lebar” aku pun mengatur posisi. Mendekatkan wajahku ke arah vagina mama. Aroma vagina perempuan itu sulit di ungkapkan dengan kata-kata. Yang jelas au menyukainya.
Mama melepaskan tangan dari klitorisnya dan membimbing wajahku menuju kesana. Kujilat klitorisnya dengan perlahan. Reaksinya sungguh diluar dugaan. Mama mengeliang dengan liarnya. Di tekannya kepalaku dengan sebelah tangan, seakan tidak ingin melepaskan jilatanku pada klitorisnya.
Kumasukkan kembali dua jariku kedalam liang vaginanya. Tubuh mama menegang. Kuat sekali.
Naya yang berada di sampingnya kembali bangkit dan mengisap serta meremas payudara mama. Nafsu mama semakin menjadi-jadi.
“Terus sayang……….hmmph…..enakk….. Ahhh….Ahhh…..” desahnya
“udah mau orgasme lagi ya mah…?” tanya Naya. Mama hanya mengangguk.
Ku percepat gerakan mengocok pada vagina mama. tiba-tiba kedua kaki mama menekan kepalaku dengan kuat ke arah vaginanya. “seben…tar… lagi sa…..yanggg……….Ahhhhhh…………….Ahhhhh…..” ceracaunya.
“Ohhhhh…… Ahhhh……….” Orgasme mama tercapai seiring dengan lenguhan panjangnya. Cairan kewanitaannya menyembur dengan deras ke wajahku. Rasanya agak Asin, tapi tidak seperti air garam. Kubersihkan selangkangan mama dengan lidahku.
Mama terkulai lemas untuk kedua kalinya. Ditariknya tubuhku ke sebelah Naya.
“Duduk sini sayang…., mama mau isepin punya kamu…” kata mama
Aku pun bersimpuh di antara Naya dan mama. Kemudian mama meremas-remas penisku hingga menegang. Mama mendekat dan mulai mengisap penisku.
“Aaa… ahh…. Enak mahh…. Terus mahh……” kenikmatan yang saat ini kurasakan benar-benar tak bisa tergantikan. Naya kemudian mengambil posisi. Berlutut di depanku, sehingga payudaranya mengacung ke arah wajahku.
“Tom… isepin lagi tom…. Enak tau di isepin kamu…” pintanya.
Segera kuturuti kemauannya sambil tanganku meremas payudara mama.
Naya mengusap-usap rambutku, menikmati jilatan dan gigitanku pada payudaranya.
Penisku yang sudah basah oleh liur mama kemudian dikocoknya. Jilatannya berpindah ke buah penisku.
Rangsangan itu begitu hebat kurasakan. Seakan kepalaku ingin meledak, tidak cukup menampung luapan birahi yang kurasakan. “Ahhh…mah… cepetin lagi kocokannya mah…. Enak…” erangku.
(sfx : Crooooottt, crotttt)
Spermaku jatuh diwajah mama. menandakan orgasmeku sudah sampai. Rasa lelah tiba-tiba menghampiriku. Lemas, lelah entah dari mana rasa ini berasal. Seperti habis berlari pikirku. Akupun ikut terkulai lemas di ranjang itu. Mama dan Naya ikut merebahkan diri. Mengapitku yang berada di tengah.
Pandanganku terpaku pada langit-langit kamar itu. Perlahan tapi pasti, rasa kantuk mulai menyerangku. Kelopak matakupun sudah tidak mampu lagi kutopang dengan sisa tenagaku. Saat mama dan Naya memelukku, saat itulah aku terpejam. Sang fajar mulai menampakkan kehadiranya. Pertanda pagi telah datang. Mataku terasa berat pagi itu, kelopak mata yang tak kunjung mau terbuka lebar seakan menempel di pelipisku.
Ingatanku mulai pulih tentang apa yang terjadi kemarin malam. Permainan yang telah kulakukan bersama Naya dan mama. Kutersenyum sendiri dalam lamunanku. Kulihat mama dan Naya masih terbaring di sisiku. Masih terlelap nampaknya.
Aku bergegas bangkit dan berjalan menuju kamarku. Mengambil handuk dan mandi, membersihkan diri. Sisa-sisa keringatku semalam terasa lengket menyelimuti badanku.
Setelah mandi dan mengenakan pakaian, kurapikan buku pelajaranku dan bergegas ke ruang tengah untuk sarapan. Kulihat mama telah berada disana, sibuk menyiakan makanan untuk sarapan pagi ini.
“pagi ma….” Kusapa mama dan kupeluk dia dari belakang.
“eh sayang…. Sudah rapi ya” mama mengecup pipiku. Aku hanya tersenyum.
“hari ini mama masuk kerja?”tanyaku.
“iya… kerjaan mama sudah numpuk karena kemarin cuti..”
Naya keluar dari kamarnya. Tampaknya ia pun sudah siap untuk berangkat kuliah.
“pagi mah…, pagi Tom….” Sapa Naya. Ia pun duduk di sofa, memeriksa kelengkapan yang ada di dalam tasnya.
Tak lama mama selesai menyiapkan sarapan untuk kami. Telur dadar, tempe goreng, dan roti selai adalah menu pagi itu. Mama memang tidak begitu senang memasak makanan yang rumit. Tapi itulah keluarga kami, menu pagi ini memang menu favorit kami sejak dulu.
Tak lama kami bersiap untuk berangkat.
Motor ku panaskan di halaman. Mama mengambil tasnya dan meletakkannya di bangku depan mobil.
Aku dan Naya terbiasa berangkat bersama. Karena kampus Naya memang tidak begitu jauh dari rumah.
Dalam perjalanan kami berbincang. Menyinggung kejadian semalam. Naya hanya tertawa-tawa saja ketika kami membahasnya. Tampak dia tidak keberatan mengenai aktivitas kami semalam.
Tak butuh waktu lama aku sampai di sekolahku. Naya sudah ku antarkan terlebih dahulu ke kampusnya. Teman-teman memandangku sedikit aneh hari ini. Tidak biasanya aku semangat pergi ke sekolah kata mereka. Mereka tidak tau saja apa yang sudah terjadi padaku kemarin ^^.
Hari itu berjalan menyenangkan. Sampai tiba saat guru BP mengadakan penyuluhan tentang sex. Tumben, topik hari ini begitu vulgar. Teman-teman satu kelas yang biasanya gaduh, kini hening. Seakan begitu tertarik tentang materi yang diberikan. Terlebih karena guru BPku adalah seorang wanita cantik. Primadona sekolah katanya. Bu Reni, begitu teman-temanku memanggilnya. Orangnya ramah dan pendengar yang baik. Tidak seperti guru BP kebanyakan, killer dan galak.
Topik hari itu memang tidak jauh dari free sex, kenakalan remaja, dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Saat itu aku termenung sejenak. Apakah yang telah kulakukan semalam patut di benarkan? Tanyaku kepada diri sendiri. memang secara teknis aku tidak melakukan hubungan sex. Tetapi apa yang kurasakan di dalam hati ini mengartikan serupa seperti itu.
Ketika penyuluhan telah berakhir, bel pulang sekolah berdering. Tanda bahwa sudah saatnya kami pulang.
Kurapihkan buku-buku pelajaranku ke dalam tas dan bergegas menuju gerbang sekolah. Kulihat saat Bu Reni baru menuju ke ruangannya yang terpisah dari ruang guru. Membawa proyektor yang cukup berat yang tadi digunakan untuk memberi penyuluhan pada kami. Kuberanikan diri untuk menawarkannya bantuan.
“sini saya bantu bu. Kelihatannya berat” kataku
“ohh kamu Tom. Boleh.. memang berat banget proyektornya” ucapnya seraya menurunkan proyektor itu ke lantai.
OMG belahan dadanya terlihat. Tiba-tiba kepalaku mulai hangat membayangkan apa yang ada dibalik kemeja putih itu. Kutepis jauh-jauh bayangan itu dan kuraih proyektor di lantai. Dalam perjalanan bu Reni menanyakan padaku tetang tanggapanku terhadap materi yang diberikannya.
“gimana materi saya tadi Tom…” tanyanya.
“materinya bagus bu… memang materi seperti itu yang dibutuhkan oleh anak-anak jaman sekarang. Teman-teman di kelas aja yang biasanya ribut terus sampe terdiam”kataku. Bu Reni tertawa kecil mendengarnya.
“kalo kamu sendiri gimana… nakal juga ngak bergaulnya?” tanyanya.
“bergaul gimana bu… pacar aja ngak punya”kataku.
“halah bohong… kamu kan ganteng, tinggi, proporsional. Saya tau kok beberapa cewe yang suka sama kamu di sekolah ini”katanya.
“saya ga minat pacaran bu”
“lho..kenapa? kok tumben ada anak kaya kamu. Emang kamu belom pernah pacaran?”
Aku menggelengkan kepalaku.
“selama saya belum punya penghasilan sendiri, saya ga mau punya pacar bu. Saya ga mau nyusahin mama dan kakak saya yang cape-cape nyari uang. Masa saya habisin cuma buat pacaran ga jelas” jawabku
Bu Reni hanya tersenyum.
“baguslah masih ada anak kaya kamu. Yang sadar capenya orang tua nyari uang” katanya
“bu Reni juga kenapa belum nikah bu. Kan umur ibu sudah cukup matang” tanyaku. Bu Reni saat itu umurnya sekitar 23-24 tahun.
“baru juga putus Tom….” Ucapnya pelan.
“aduh… maaf bu saya ga maksud menyinggung”
“gpp Tom…. Soalnya ibu yg mutusin dia. Habis dia minta sex terus sih…” katanya
“tapi ibu gak kasih kan….” Kataku seraya membukakan pintu ruangannya.
“ya ngak lah.. ibu sebagai guru BP kan harus bisa memberi contoh yang baik. Jangan cuma bisa nasehatin orang tetapi diri sendiri gak bener” katanya.
Ku acungkan jempolku ke arahnya. Dia hanya tersenyum.
Kuletakkan proyektor itu di sudut ruangan. Sesungguhnya pikiranku cukup terganggu dengan apa yang kulakukan semalam. Ingin sekali ku bertanya pada bu Reni, tapi canggung sekali aku untuk bertanya.
“kok ngelamun Tom..? ada yang mau ditanyakan” bu Reni memecah lamunanku.
Dasar lulusan psikologi, pikirku. Bisa-bisanya dia menebak apa yang kupikirkan.
“kalau ada yang mau di tanyain… jangan di pendam. Kali aja ibu bisa kasih pendapat”
“ada sih.. sedikit bu.. tapi ini aib. Saya takut aib saya tersebar kalau saya cerita sama orang lain” kataku seraya mengambil bangku dan duduk di seberang bu Reni.
Bu Reni terdiam, mimik wajahnya mulai serius.
“sudah kewajiban saya untuk menjaga rahasia dari murid-murid saya Tom… termasuk kamu. Jadi apapun yang kamu ceritakan tidak akan saya bocorkan kesiapapun” kata bu Reni.
Terdiam sesaat, mempertimbangkan antara bercerita atau tidak. Akhirnya kuputuskan untuk mempercayakan rahasiaku kepadanya. Kuceritakan apa yang terjadi semalam dan sebab kenapa semua itu terjadi. Bu Reni terdiam sesaat.
“tapi kamu gak ngesex kan?” tanyanya
Aku menggelengkan kepala. Bu Reni menghela nafas lalu memajukan tempat duduknya mendekat kearahku.
“ini rumit Tom… jujur ibu gak bisa bilang apa-apa” katanya.
Aku tersenyum mendengarnya. “kamu sayang sama ibu dan kakakmu?” tanyanya lagi.
“sayang banget bu.. saya rela ngelakuin apapun demi mereka bahagia..” jawabku
Bu Reni tersenyum.
“ibu juga punya adik laki-laki… seumuran kamu lah”katanya.
“semenjak orangtua kamu meninggal hanya dia yang ibu punya. Apapun akan ibu lakukan untuk melindungi dia dari pergaulan yang tidak benar” lanjutnya
Aku menarik napas panjang mendengar apa yang dikatakanya. Apa jangan-jangan bu Reni juga punya problem yang sama denganku.
“apa yang kamu pikir benar Tom…, ibu juga punya problem yang sama kayak kamu” katanya
Lagi-lagi dasar lulusan psikiater, batinku.
“ibu pernah mergokin adik lagi nonton film porno… ibu tanya baik-baik, apakah dia punya pacar. Jawabannya tidak” lanjutnya.
Aku terdiam mendengarkan lanjutan ceritanya.
“memang normal untuk anak seumur kamu dan adik ibu untuk mulai punya orientasi sex. Tapi ibu khawatir dia terjerumus jalan yang salah.” Katanya.
“akhirnya saya sebagai kakaknya mencari cara bagaimana agar orientasi sex itu tersalurkan.” Lanjutnya
Aku tersenyum mendengarnya.
“kamu jangan tertawakan ibu… ibu kan juga cewe normal yang punya nafsu..” katanya
Senyumku langsung berubah menjadi tawa kecil.
“tuh kan kamu tertawakan….” Bu Reni cemberut.
“hehehe… gpp bu lanjutkan” pintaku.
“tapi ya hanya sebatas seperti kamu, tanpa aktivitas sex… hanya sebatas handjob, blowjob, dll” katanya
“tapi semenjak kejadian semalam, saya merasa ada perasaan yang berbeda kepada mama dan kakak saya bu” kataku.
Bu Reni tersenyum.
“perasaan kamu adalah alasan ibu mutusin pacar ibu juga Tom…”katanya.
“jadi ibu mulai cinta sama adik ibu?”tanyaku.
Bu Reni mengangguk. Dia menghela nafas dan berkata “yah.. ibu juga ngak tau sampai kapan harus begini Tom….”
“apakah wajar kalau saya mencintai mama dan kakak saya. Seperti cinta antara laki-laki dan perempuan?” tanyaku.
“sulit untuk dikatakan.. antara ya dan tidak…, disatu sisi cinta tidak pernah memiliki batasan, baik itu gender, hubungan, usia, dll… tapi resiko untuk hubungan incest memang cukup serius. Jika sampai lahir anak dari hubungan incest, anak tersebut memiliki resiko cukup tinggi mengalami buta warna” katanya.
“dan hubungan incest itu dilarang keras oleh agama…”lanjutnya.
“tapi itu semua tergantung diri kita masing-masing… ibu percaya tuhan pasti punya maksud tersendiri terhadap umatnya. Seperti saya… saya dan adik saya saling melengkapi”
Pembicaraan berlanjut hingga hampir setengah jam. Perasaan mengganjal dihatiku sudah menghilang. Pembicaraan hari itu dengan bu Reni membuka mataku. Menambah wawasan baru untuk hidup. Ku naiki motorku dan bergegas untuk pulang.
Sesampainya di rumah motor kuparkir di halaman rumah dan ku gembok pagarnya, pintu tidak dikunci. Tanda bahwa Naya telah lebih dahulu sampai di rumah. Kulepaskan sepatuku dan kuletakkan di rak sepatu diteras.
Naya seperti biasa sudah asyik dengan komputernya. Melihat aku memasuki pintu dia menghampiri dan memelukku.
“ehh… adikku sayang sudah pulang…”katanya
“kakak baru mandi kak.... wangi bener badannya”
“iya dong…. Kamu sudah makan?” tanya Naya
“belum…. Pengen makan dirumah sama kakak” kataku sambil tersenyum.
Kami bergandengan ke ruang tengah. Tempat kami biasa makan. Kami sekeluarga memang jarang makan di meja makan. Kami lebih suka makan di ruang keluarga sambil menonton TV.
Setelah makan, kakak menyodorkanku segelas eskrim.
“mau eskrim gak….?” Tanyanya.
“mauuuu………..”ucapku seperti anak kecil.
Naya tersenyum mendengarnya. Kami berdua memakan eskrim sambil menonton TV.
“Tom.. habis ini pijitin kakak mau ga?” pintanya
“hayooo… apanya nih yang dipijit? Pundaknya kemaren udah….” Kataku nakal.
“sekarang yang ini Tom…” naya menunjuk payudaranya.
“emang masih kurang gede kak?” kataku sambil mengusap payudara Naya.
WTF…. Ternyata Naya sudah tidak mengenakan bra. Terasa di telapak tanganku putingnya yang mulai mengeras. Kuusap-usap dan Naya mulai mendesah.
“Sssshhhh…. Enak Tom..” desahnya.
Eskrim kami letakkan di meja. Kuselipkan tanganku memasuki kaosnya, dan kuraba dari dalam. Kudekatkan wajahku ke wajahnya. Naya membuka kacamatanya. Sungguh cantik sekali kakakku ini tanpa kacamata yang biasa di kenakannya, pikirku. Kudekatkan bibirku dengan bibirnya dan mulai menciumnya. Tampak Naya agak canggung.
“kenapa kak…?” tanyaku
“kakak belom pernah ciuman…” jawabnya
“aku juga baru kemarin di ajarin mama….” kataku sambil tersenyum.
Kulumat pelan bibirnya, dan kumasukkan lidahku. Tanganku kini mulai meremas payudaranya.
“kak… segini mah udah cukup gede kak” kataku.
“masa sih.. tapi punya mama gede banget loh…” katanya.
“mama kan udah lama sering begini sama papa… wajar lah” kataku sambil membuka kausnya.
Naya mengangkat tangannya ke atas, memudahkanku melepaskan pakaiannya.
Ku selipkan wajahku di antara payudaranya. Naya mendekapku, erat sekali. Ku jilat belahan payudaranya.
“Ahhh…. Geli Tom…”katanya sambil tersenyum.
“kamu lepasin bajunya juga dong… masa cuma kakak yang telanjang…” pintanya sambil membuka kancing seragamku. Tak lama kamipun sudah telanjang di ruang keluarga.
Kulanjutkan lagi remasanku di payudaranya. Perlahan tapi pasti aku kuatkan remasanku.
Naya merangkulkan tangannya di leherku. Menarikku untuk merebah di atas tubuhnya. Kujilat lehernya agar dia merasa nyaman. Desahanya kini mulai berubah. Tampak dia sangat menikmati aktivitas kami. Perlahan jilatanku turun ke dadanya. Ketiak Naya sangat bersih, bebas dari bulu-bulu yang mengganggu. Iseng saja ku jilat ketiaknya. Dan dia tertawa.
“geli tau……” katanya tapi tidak berusaha menepis jilatanku.
“enak gak di jilat di situ kak?” tanyaku. Naya mengangguk.
Kulanjutkan menjilat ketiaknya. Wangi sekali, mungkin karena Naya baru selesai mandi.
“Tom…. Isepin toket kakak tom…” pintanya. Kuturuti saja, kapan lagi ada payudara virgin yang bisa kunikmati^^.
Aktivitas kami berlanjut cukup lama. Namun tampaknya Naya tidak puas hanya dengan rangsangan di payudaranya. Kudengar desahannya mulai berkurang.
“bosen ya kak…? Memeknya mau di jilat juga ga?” tanyaku.
“mau dong… kemarin mama dijilatin kayaknya enak”
Aku merubah posisi. Naya tetap kubaringkan di sofa. Kuarahkan lidahku ke klitorisnya dan kujilat perlahan sambil tetap kuremas payudaranya.
“Ohhhh…. Ahhh… Ahh….. gila enak banget tom” katanya. Aku tersenyum saja dan melanjutkan aksiku.
Jilatanku makin kupercepat, sesekali kucium dan kuhisap klitorisnya. Naya mulai menegang, matanyapun terpejam. Birahinya mulai memuncak. Kuremas payudaranya dengan kuat, dan ia melenguh panjang.
“Uhhhh… Ohhhhh….. dikit lagi sampai Tom….”
Sudah hampir orgasme, pikirku. Kupilin puting Naya agak keras. Kuhisap klitorisnya dengan kuat.
“Aaaaaa……………………” jeritan Naya tertahan. Cairan kewanitaanya menyembur ke wajahku, banyak sekali pikirku. Tampaknya Naya puas sekali dengan oral sex yang kuberikan.
“udah belum kak…?” tanyaku.
Naya yang sedaritadi memejamkan matanya hanya mengangguk pelan. Menikmati sisa-sisa orgasmenya.
“banyak banget keluarnya… sampai belepotan begini…”kataku seraya meninggalkannya menuju dapur untuk mencuci mukaku.
Kuputar kran air di dapur. Air mengucur deras, kuambil air itu dengan kedua telapak tanganku dan kuusapkan ke wajahku.
Tiba-tiba Naya merangkulku dari belakang. Kurasakan payudaranya yang besar menempel erat di punggungku. Kupikir dia tertidur di sofa, ternyata dia mengikutiku kesini.
“makasih ya Tom…. Kamu emang pinter banget nyenengin perempuan…” dikecupnya pipiku.
“hehe… masih belajar kok… kalo ada yang kakak pengen bilang aja….” Kataku
Naya memelukku. Aku kembali membasuh wajahku dengan air.
Tangan kanan Naya mulai ia turunkan ke selangkanganku, meraih penisku yang sedaritadi tegang.
“nah lo… yang ini belum dapat jatah ya….” Kata Naya sambil tersenyum.
“hehehe….. iya. Isepin donk kak… kemaren enak banget di isepin sama mamah…”pintaku.
“yuk… kamu ke sofa lagi sana, kakak mau cuci memek kakak dulu… becek banget” ujarnya sambil berjalan menuju kamar mandi.
Kusudahi mencuci muka dan ku bergegas ke ruang tengah. Kurebahkan diriku di sofa. Tak lama Naya pun datang. Ia duduk di sampingku, kemudian merebahkan tubuhnya ke pangkuanku.
“gede banget sih kontol kamu Tom..?” ucapnya seraya meraih penisku yang menegang.
“ya kalo udah keras ya segede ini kak… kalo masi lembek ya tetap aja kecil” kataku.
Naya hanya tersenyum dan mulai meremas-remas penisku. Kini tanganku bergerilya di dadanya. Meremas payudaranya yang kenyal, dan memilin putingnya yang kini mengeras lagi.
Naya mendekatkan wajahnya ke dadaku dan mulai menjilat putingku. Nikmat sekali rasanya, pantas Naya dan mama senang sekali di hisap putingnya. Rasa geli mulai menjalar di seluruh tubuhku. Nyaman sekali posisi yang kualami sekarang ini. Tapi rasanya ada yang kuranng kalau kami tidak bermain bertiga seperti kemarin.
Jilatan Naya lama kelamaan mulai turun ke penisku. Di jilatnya penisku layaknya menjilat eskrim.
“Ohhh…. Kak….. terusin kak….. kakak pinter banget….” Kataku.
Naya diam saja, meneruskan jilatan di kepala penisku. Batang penisku kini di kocoknya pelan.
“Ahhhh…… Emmmmm…. Enak banget kak”
“hayo jadi ketagihan ya di oral…?” tanya Naya.
“iya lah… apalagi yang oral cewe secantik kakak….”
“gombal banget…….” Kata Naya, ia pun melanjutkan aksinya.
Tak terasa 15 menit berlalu. Kini Naya menjilat dan menghisap buah penisku. Kurasakan agak sakit di perutku karena otot yang menegang akibat jilatan itu. Tak kukira efeknya akan seperti ini. Tapi entah dorongan dari mana, aku sangat menikmatinya. Rangsangan ini membuat birahiku makin memuncak.
“kak di masukin kemulut donk kak… isepin” pintaku.
Naya menurutinya di masukkan batang penisku kemulutnya. Tampak Naya belum terbiasa, batang penisku hanya masuk sepertiganya. Tapi rasanya sudah amat nikmat.
Naya mempercepat gerakannya. Membuatku kehilangan kontrol atas diriku.
“ohh…. Ahhh…Sssshhh…. Terus kak.. mau keluar nih…” kataku
Naya memperkuat isapannya pada penisku. Saat itulah kurasakan batang penisku mulai berdenyut. Kepala penisku memanas seperti akan meledak pikirku.
(sfx : Crooottttt… Crooottttt…..)
“Ahhhh…Ahhhhh….Haaaahhhh… Haaaaahh..” desahku.
Spermaku tumpah di mulut Naya. Ditelannya spermaku hingga bersih.
“agak asin ya Tom…? Kalo punya kakak agak asin juga ga?” tanya Naya.
“iya kalo punya kakak juga agak asin…. Tapi punya kakak enak kok… punyaku enak ga kak?” aku bertanya baik. Naya hanya mengangguk dan melanjutkan menjilat sisa-sisa sperma di penisku.
“kita mandi bareng yuk Tom…” ajak Naya.
Naya bangkit dari sofa dan mengulurkan tangannya padaku. Aku menyambut uluran tangannya dan bangkit berdiri.
kami berjalan bergandengan menuju kamar mandi. Kami masuk ke dalamnya. Sengaja kami biarkan pintu kamar mandi terbuka agar kami tau jika mama telah pulang kerja.
“kakak sexy banget sih kak…” kataku ketika aku memeluknya dari belakang.
“ahh bisa aja kamu……, sabunin badan kakak dong….”
Kuambil botol sabun cair di pojok kamar mandi. Kutuangkan sedikit ke telapak tanganku dan mulai kuusapkan ketubuhnya.
Baru kali ini aku memandikan seorang perempuan. Sensasinya sangat sulit untuk diceritakan. Mengusap payudaranya dalam keadaan licin. Eksotis sekali.
Naya ikut mengambil sabun dan mengusapkannya ke tubuhku. Benar-benar tak terlupakan. Baik aku yang mengusap, atau aku yang diusap, keduanya betul-betul sangat nikmat. Dobel kenikmatan kupikir.
Kudekatkan wajahku pada wajah Naya dan kami mulai berciuman. Menikmati usapan, sentuhan, dan rabaan ditubuh kami masing-masing. Sungguh nikmat. Tak terasa cukup lama kami melakukannya hingga sabun ditubuh kami mengering.
Kuputar kran shower untuk membasahi tubuh kami. Kami masing saling mengusap tubuh satu sama lain untuk menghilangkan sisa sabun yang masih menempel. Dirasa sudah cukup bersih, aku keluar mengambil handuk untuk kami berdua.
Dingin sekali angin yang kurasakan menerpa tubuhku. Karena handuk kami jemur di halaman belakang, terpaksa aku keluar mengambilnya tanpa busana. Untunglah halaman belakang kami tertutup tembok yang cukup tinggi. Sekitar lima meter, sehingga aku tidak khawatir ada orang yang melihat.
Kuberikan handuk untuk dipakai Naya. Kami mengeringkan tubuh masing-masing lalu kembali duduk di sofa.
“Tom… kamu sayang gak sama kakak?” tanya Naya.
“ya sayang lah….. kakak kan baik sama aku, cantik, kakak satu-satunya pula.. masa aku gak sayang sama kakak…” jawabku.
“kakak juga sayang sama kamu….” Katanya sambil tersenyum dan mencium pipiku.
“tapi kalo nanti kakak udah punya pacar, pasti kakak lebih sayang sama pacar kakak…” kataku.
“kalo gitu kita pacaran aja gimana….?” Kata Naya sambil tersenyum lebar.
“lah mana boleh begitu.. masa saudara pacaran…” kataku
“ihhh…. Ini yang kita lakuin aja aktivitas suami istri.. masa pacaran gak boleh..”
“ya tapi apa kata orang kak, kalau sampe tetangga tau gimana…?” tanyaku
“mana mungkin tetangga tau…, kita peluk-pelukan aja wajar sebagai kakak adik. Asal jangan ciuman di depan umum aja…” katanya.
“oke… siapa takut…”kataku.
“janji ya… kamu harus setia sama kakak…” kata Naya.
Kami mengaitkan jari kelingking kami sebagai tanda janji.
Sore menjelang. Langit telah berubah warna menjadi jingga. Saat itu kudengar mobil mama sudah sampai di depan pintu gerbang. Aku bergegas mengenakan celana pendek dan membukakan gerbang untuk mama.
“kamu sudah makan Tom?” tanya mama
Mama keluar dari mobilnya sambil membawa setumpuk kertas di tangannya.
“belum mah… tadi Cuma makan eskrim. Dibeliin sama kakak…” Aku menghampiri mobilnya untuk memasukkannya kedalam garasi.
“yaudah mama masuk duluan ya…”
“ya mah…”
Segera aku masuk kedalam mobil dan memutar kuncinya. Deru mesin mobil mulai terdengar.
Tak lama mobilpun selesai kuparkir. Tak lupa kugembok pagar rumah kami agar tidak ada rasa khawatir.
Ketika aku memasuki pintu rumah, mama sedang duduk di samping Naya yang masing mengenakan handuk. Mama mengengok ke arahku.
“hayo… kalian habis ngapain…? Gak nunggu-nunggu mama ya….” Kata mama
Aku hanya tersenyum.
“mah… aku sama Tomi udah jadian jadi pacar lho mam…” kata Naya.
“ehh… dasar kalian… bilang aja biar lebih mesra dirumah… ya kan…?” kata mama sambil mencubit pipi Naya. Naya pun tersenyum lebar dan memeluk mama.
“mama mau mandi dulu ah.. keringetan nih habis macet-macetan dijalan…”
“mau kita mandiin gak mah?” tanyaku.
“iya mahh.. mandi bareng yuk” Naya tanpa dikomando langsung menyergap mama dari belakang dan membuka kancing kemejanya satu persatu.
“yuk… mama kan belum dapet jatah hari ini…” kata mama sambil membantu Naya melepaskan pakaiannya.
Aku menghampirinya dan membuka kait pada celananya. Mama menaikkan pinggulnya agar memudahkanku melepaskan celananya. Kuturunkan perlahan celananya dan kuletakkan dilantai.
Bra dan celana dalam mama juga tak lupa kami lucuti. Tak lama kemudian mama telah bugil di ruang tengah.
“yuk mah….. kita mandi….” Naya bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangan pada mama.
“nanti abis mandi kita pijitin deh… mama pasti cape abis kerja…” kataku.
“iya tuh.. karena kemarin cuti kerjaan mama numpuk… sampai harus lembur. Makanya mama bawa pulang aja… habis kangen sama kalian..” kata mama.
Kami menggandeng mama ke dalam kamar mandi. Sesampainya di dalam aku menyalakan shower dan Naya mengambil botol sabun.
Kami melumuri tubuh mama bersama-sama. Naya dari depan, dan aku dari belakang. Ohh.. lagi-lagi penisku mulai mengeras. Mama menyelipkan penisku di antara pahanya dalam posisi berdiri tegak.
“Ahh.. mah… enak banget mah di jepit…..” kataku.
“kamu gerakin dong biar lebih enak… kan udah licin kena sabun…” kata mama.
Kumajukan pinggulku kedepan dan kebelakang. Kunikmati sensasinya, merasakan penisku berada di selangkangan seorang perempuan. Naya yang berada di depan menyabuni perut dan payudara mama. di usapnya payudara mama yang licin karena terkena sabun.
“Ohhh……Ssssshhh..” mama mendesah. Tampaknya gesekanku di selangkangannya ikut mengenai klitorisnya.
Nafsu mama mulai bangkit. Dikecupnya bibir Naya yang sedari tadi mengelus dan meremas payudaranya. Naya membalas ciuman itu. Mamapun membalas remasan di payudaranya dengan meremas payudara Naya. Pergumulan mereka terlihat begitu panas.
Nafas mereka memburu. Mama yang telah dirasuki nafsu menyelipkan tangannya ke selangkangan Naya. Diusapnya klitoris Naya seraya kini mama menghisap payudara Naya.
Pergumulan kami berlangsung cukup lama. Akhirnya kami merasa cukup kedinginan dan menyudahi permainan kami.
Kami mengeringkan diri dan bergegas menuju kamar mama. Naya membiarkan lampu dalam keadaan mati, ia berjalan menuju ke jendela untuk menutup tirainya.
Mama kini merebah di ranjangnya. Naya segera mengambil posisi di samping mama. mama mulai meraba dan meremas payudara Naya sementara aku bermain di vaginanya. Kujilat klitorisnya agar mama mulai bernafsu lagi. Benar saja tidak lama berselang mama mulai mendesah dan menekan kepalaku dengan tangannya.
“Masukin pake jarimu dong Tom…. Mama pengen dimasukin…” kata mama. Sepertinya mama merasa tidak tega jika memintaku memasukkan penisku kedalam vaginanya. Mungkin karena aku masih perjaka. Kuturuti kemauan mama. kumasukkan dua jariku ke dalam vaginanya.
Desahan mama semakin menjadi-jadi. Diiringi dengan rangsangan yang di berikan Naya di payudaranya, mama semakin dekat dengan orgasmenya. Kupercepat kocokanku untuk mengimbangi nafsunya.
Mama sangat menikmatinya, pikirku.
Keringat kini telah membasahi tubuh kami. Permainan berlanjut semakin panas. Mama tampaknya sudah terhanyut dalam luapan nafsunya.
“Ahhh….. Ahhhh…. Aaaa……, se…dikit…..lag..gii Tom…” desahan mama terputus.
Kini tiga jari kumasukkan ke dalam vagina mama. berharap mama cepat menggapai orgasmenya.
Tidak dipungkiri tubuhku sudah sangat lelah karena bermain dengan Naya tadi siang.
“Hmmmpphhh… Ohhhhhh…. Ahhh…….” Mama melenguh panjang.
Aku memperlambat kocokanku, membiarkan mama menikmati sisa-sisa orgasmenya.
“enak banget sih kayanya ma…” tanya Naya.
“iya lah….. kalian kan pinter memuaskan mama….” kata mama.
“emang sama jari aja udah enak ya ma?” tanyaku
“sebenernya sih tetap ada yang kurang… tapi kan kamu masih perjaka. Masa perjakamu diambil mama…” kata mama.
“kalo gitu perjakamu buat kakak aja Tom…..” Naya tersenyum.
“berarti perawan kakak buat aku donk..” kataku
Kami tertawa bersama. Sore itu cukup melelahkan bagi kami. Namun mama tetap harus mengerjakan tugas kantor yang telah dibawanya.
Akhirnya hanya aku dan Naya yang berbaring di ranjang mama. mama telah mengenakan kimononya dan menuju ruang tengah untuk menyelesaikan tugasnya.
“besok kita ngesex yuk kak…” kataku.
“makanya kamu pulang cepat besok…” kata Naya sambil mulai memejamkan matanya.
Rasa lelah ditubuhku mengundang rasa kantuk yang tak tertahan. Hari ini memang melelahkan, tapi hari ini sangat menyenangkan.
Bunyi detik jam dinding mulai menghipnotisku. Membuat rasa kantuk mengambil alih kendaliku. Mataku mulai terpejam, hanyut dalam buaian kenikmatan. Tak seperti biasanya, pagi itu aku bangun kesiangan. Sampai-sampai aku terlambat masuk sekolah.
Satpam sekolah memarahiku, padahal semenjak sekolah disini baru sekali ini aku terlambat. Brengsek, pikirku. Dia menyuruhku menghadap kepala sekolah.
Langkahku sangat tidak bersemangat ketika aku menuju ke ruangan kepala sekolah.
Kuketuk pintunya. Tapi tak ada yang menjawab. Kuputuskan untuk kembali menemui satpam.
“pak.. saya ketok pintunya gak ada yang jawab…”kataku.
“ya sudah minta ijin bu Reni sana…. Saya gak mau kena masalah..” katanya.
Aku segera berjalan menuju ruangan bu Reni. Kali ini agak bersemangat, mungkin karena pembicaraan kami kemarin. Semoga saja dia tidak marah padaku karena keterlambatanku ini.
Kuketuk pintu ruanganya. Tak sampai sepuluh detik dia sudah membukakan pintunya untukku.
“kamu Tom…. Kenapa? Telat ya?” tanya Bu Reni.
Aku mengangguk. Bu Reni mempersilahkanku masuk
“maaf bu saya kesiangan, mungkin karena kecapean” kataku.
“emang kemarin permainannya lama ya..?” katanya.
“Ihh…. Ibu nanyanya to the point banget….” Kataku.
“hahaha…. Tuh kan sudah ibu duga..” katanya.
“ya maaf bu, padahal saya ngak begadang lho tadi malam.. tapi tau-tau kesiangan.” Aku menjelaskan padanya.
“sebenarnya sih ibu mau-mau saja ngasih kamu ijin masuk kelas, tapi ini sudah lewat 2 jam pelajaran… kalau kata ibu sih lebih baik kamu pulang. Nanti kamu bilang sama wali kelasmu besok kalo ibu gak kasih kamu ijin…” kata bu Reni.
“gpp nih bu…, sy takut nilai pelajaran saya di potong aja…” kataku.
“kamu bilang aja kamu kesiangan karena ngak enak badan… beres” kata bu Reni sambil mengedipkan sebelah mata padaku.
“ibu tau aja kalo sebenernya saya kepingin pulang…” kataku sambil tersenyum.
“halah… paling-paling dibenakmu bilang… dasar lulusan psikologi….. ya kan?”
Aku tertawa mendengar ucapannya. Ketahuan juga pikirku.
Saat itu aku bercerita kepadanya bahwa sekarang aku sudah berstatus pacaran dengan kakakku. Bu Reni malah mentertawakanku. Tampaknya dia sudah bisa memprediksikan apa yang akan terjadi, pikirku. Kami berbincang cukup lama diruangannya.
“hayo… pasti sebentar lagi kamu perawanin kakakmu…” katanya
“ah ibu….. jangan di omongin juga kali…. Habis kak Naya yang nawarin sih…. Kan saya serba salah” kataku.
“terus nanti kalo kakakmu hamil gimana?”
Deg…. Jantungku kurasakan seakan berhenti mendadak, walaupun kenyataanya kini sedang berdegup kencang. Kuakui bahwa aku masihlah anak bau kencur yang belum berfikir sejauh itu. Kubayangkan kini, akibat seperti apa yang akan menimpa keluarga kami seandainya semua itu terjadi.
“kok diem aja…. Khawatir ya…?” tanya bu Reni.
Aku mengangguk dan menunduk.
“apa sebaiknya jangan saya lakukan bu permintaan kakak?” aku bertanya balik tanpa memberikan jawaban pada pertanyaanya.
“hidup ini tidak sulit tom…. Yang sulit hanyalah membuat pilihan…. Pahami resikonya dan buat pilihan yang menurutmu berhasil baik. Kalau kamu tolak permintaan kakakmu apa yang akan terjadi, kalau kamu turuti apa yang akan terjadi. Ibu percaya kamu sudah dewasa. Bisa menentukan pilihan.” Katanya.
“ya kalo nurutin nafsu sih maunya lakuin aja bu….., tapi kalau akibatnya bisa merusak keluarga, saya jadi bimbang….” Kataku.
“kalau gitu ya jangan di keluarin di dalam Tom… keluarin aja diluar. Kalau mau keluarin di dalam, ya pastikan kamu pakai alat kontrasepsi” katanya.
“kondom maksudnya bu?” tanyaku.
“hus… pake di sebut lagi……” katanya sambil menaruh jari telunjuk di bibirnya.
“ya tapi mana mungkin saya beli itu di minimarket pake seragam sekolah begini… apa kata orang nanti…”
“nih….” Katanya sambil menyodorkan plastik berisi karet berbentuk cincin.
“itu apa bu?” tanyaku polos.
“ya ini yang namanya kondom…. Kamu belum tau?”
Aku menggelengkan kepalaku sambil tersenyum. Kusentuh plastik berisi kondom itu dengan ujung jari telunjukku seakan itu adalah benda yang aneh.
Sejenak kuterdiam. Sadar akan kenyataan yang tersirat dari ucapan bu Reni.
Kuangkat telunjukku ke arahnya tanpa berkata apapun.
“iya…. Ibu udah ngelakuin itu kemarin…” lagi-lagi dia tau isi pikiranku.
“lho….. katanya ngak mau…….” Kataku menyindirnya sambil tersenyum lebar.
Wajah bu Reni memerah. Kini ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Imut sekali, seperti anak remaja pikirku.
“kamu sih cerita-cerita sama ibu…., ibu kan jadi kepengen jadinya…”kata Bu Reni.
“trus adik ibu gimana…..?” kursiku kugeser mendekatinya.
“uhhh… seneng banget dia…. Kan sama masih perjaka juga adik ibu..” jawabnya.
Kami tersenyum bersama. Bu Reni menceritakan padaku bagaimana semuanya terjadi. Lagi-lagi beban pikiranku serasa longgar. Memang Bu Reni sangat cocok memegang jabatan sebagai guru BP. Dia sangat mengerti akan murid-muridnya.
Pembicaraan pun kuakhiri. Aku bergegas menuju gerbang sekolah.
“tuh ga dikasi masuk kan?” kata satpam.
“iya pak… saya dimarahin sama bu Reni..” kataku dengan wajah memelas, berharap satpam tidak curiga sama sekali.
“yaudah sana pulang…., besok jangan terlambat lagi..” katanya
Kuacungkan jari jepolku menandakan setuju. Kuputar kunci kontak motorku dan aku bergegas pulang.
‘duh… dirumah ngapain ya, kakak belum pulang.. masa aku sendirian’ pikirku.
Tak butuh waktu lama hingga aku sampai di rumah. Ku masukkan motorku dan kugembok pagar rumah.
Sepatuku kubereskan di rak di depan pintu. Kuambil kunci rumah dan kubuka pintunya.
“hayoooo………………… kamu bolos ya……………” Naya mengagetkanku.
Saat itu aku hampir saja loncat ke taman. Sungguh tak kukira ternyata Naya juga sudah berada di rumah.
“yeeee…… kakak ngagetin aja nih….. aku telat tadi jadi di suruh pulang…kakak sendiri kenapa gak kuliah..” tanyaku.
“dosennya pada rapat…” jawabnya.
“masa….? Aku gak percaya…..” kataku.
“uhhh.. yaudah kalo ga percaya. Dia membalikkan badan dan berjalan menuju ruang tengah.
Kututup pintu rumah dan kupeluk kakak dari belakang.
“iya deh…. Percaya deh…., masa kakakku yang cantik ini bohong…” kataku merayunya.
Naya tersenyum dan berbalik memelukku.
“sebenarnya sih kakak mau nungguin kamu dirumah…” katanya tersenyum.
Naya mendekatkan wajahnya padaku. Bibir kami menyatu. Kukecup bibirnya yang lembut dan berwarna kemerahan. Rasanya rindu sekali, padahal baru tadi pagi kami bertemu. Seperti pengantin baru, pikirku^^.
“aku haus kak…. Ada air dingin gak dikulkas?” tanyaku.
“ada… kakak ambilin deh.. kamu duduk aja di sofa. Naya berjalan kedapur mengambilkanku sebotol air dingin.
“panas ya diluar?”tanya Naya sambil menyodorkan botol air minum padaku.
“yahh… namanya juga musim kemarau kak….” Kataku. Kubuka tutup botol itu dan kuteguk air di dalamnya. Segar sekali, aku menghela nafas panjang.
“buka dulu seragamnya kalo panas….” Kata Naya sambil membukakan kancing bajuku.
“buru-buru amat kak…. Kan masih pagi…”kataku. Naya tersenyum dan mencubit perutku.
“emank buru-buru ngapain…. Pikiranmu udah mesum aja ya sekarang…..” kata Naya.
Kami tertawa bersama. Bajuku kini telah terlepas. Aku merangkul perut Naya dalam posisi kami sedang duduk di sofa. Kurebahkan dia dan kupeluk tubuhnya. Wajahku kini tepat bersandar di payudaranya. Lembut sekali, besar dan padat. Memang paling top payudara perawan, pikirku.
“kakak beli bantal dimana… kok empuk banget….”kataku.
“enak aja toket kakak disamain sama bantal…. Kan empukan toket kakak…” kata Naya sambil mengelus rambutku. Kuusap lembut perut Naya dan kuraba perlahan. Kusingkap kausnya ketika tanganku mulai mengarah ke payudaranya. Setelah kejadian hari senin Naya tidak pernah lagi memakai bra, pikirku. (lebih jelasnya baca part I)
“hayo…. Sekarang siapa yang buru-buru….” Kata Naya.
“ah kakak… aku kan pingin megang yang empuk-empuk…”
“hehe… iya iya…. Lepasin sekalian donk kaos kakak. Panas banget.” Katanya.
Aku bangkit dan kutarik Naya untuk duduk. Kusingkap kausnya, Naya menaikkan tangannya. Terpampang sudah payudara Naya yang besar dan bulat serta puting susunya yang kemerahan.
Kuremas payudara Naya sambil kudorong dia untuk merebah di sofa. Kukulum dengan lembut dan perlahan.
“duh….. enak banget Tom…. Yang satunya juga donk…”katanya.
Kupegang kedua payudaranya dan kuhimpitkan agar putingnya mendekat. Lalu kujilat kedua putingnya bersamaan.
“Ahhh… Tom…. Enak banget tom… isepin juga donk….” Pintanya.
Kuturuti kemauanya. Mana ada kucing diberi ikan menolak, pikirku. Kuhisap kuat dan sesekali kugigit pelan. Naya semakin menikmati perlakuanku pada payudaranya.
“Tom… kalo dirumah kita telanjang aja yuk… lagian kan ga ada siapa-siapa.” Kata Naya.
“emank kenapa kak, nanti masuk angin loh….”kataku.
“ya kalo ngak pake handuk kimono aja. Biar lebih leluasa….. hihihi” kata Naya.
Tampaknya pikiran Naya telah teracuni dengan pikiran-pikiran kotor semenjak kami memulai aktifitas sex dua hari yang lalu. Baguslah kupikir hanya aku yang bernafsu. Kalau begini kan jadi win-win solution^^.
“kalo gitu mandi dulu yuk kak… aku masih gerah.. apalagi ngeliat kakakku yang sexy… tambah gerah…”kataku.
Naya mencubit pipiku dengan lembut.
“kamu emang paling bisa ya ngerayu kakak…”katanya.
Kami tersenyum dan bergegas ke kamar mandi.
Shower kunyalakan. Air pun menguyur kami berdua. Dalam posisi berpelukan dibawah curahan air kami berbincang.
“kak… jadi gak kita ngesex hari ini?” tanyaku
“jadi dong….” Kata Naya
“emank kakak rela perawan kakak buat aku….?”tanyaku
“kan kakak juga dapet perjaka kamu… jadi gpp lah” katanya sambil tersenyum.
“nanti kalo kakak hamil gimana…?”
“ga mungkin…..”
“kok ga mungkin kak?”
“tadi pagi kakak udah minum pil kontrasepsi dari mama….” kata Naya.
Behhhh…… ini baru perfect. Tadinya kupikir pengalaman sex pertamaku akan memakai karet untuk membungkus penisku. Rasanya ada yang kurang kalau sex pertama ada karet yang mengganggu, pikirku.
“asyik…. Aman donk kalo aku keluarin di dalam….” Kataku.
Naya hanya tersenyum.
“tapi pelan-pelan ya…. Jangan terlalu nafsu.. kata orang kalo cewe masi perawan tuh sakit…..”
Aku menahan nafas mendengarnya. Kupikir tadinya sex pertama kali akan menjadi pengalaman yang menyenangkan. Kini perasaanku mulai campur aduk. Antara nafsu dan ketidaktegaanku melihat kakakku menahan rasa sakit.
“kok diem Tom… ?” tanya Naya.
“kalo gitu jangan deh kak… aku gak tega ngeliat kakak kesakitan”
“yah ini kan resiko cewe…. Lagian kan Cuma untuk pertama kali… kesana-kesananya kan udah ga akan sakit lagi…..” katanya. Sepertinya Naya berusaha mencegahku untuk mengurungkan niat.
“beneran kak?” aku masih kurang percaya. Naya tersenyum dan mengangguk. Kami pun berpelukan dan melanjutkan ritual mandi bersama.
Seusai mandi kami mengenakan handuk kimono dan duduk di sofa ruang tengah.
Naya yang sedari tadi memperhatikan keragu-raguanku berusaha menenangkanku.
“jangan diem gitu donk…. Yuk kita mulai…” kata Naya.
Naya menyingkap kimonoku dan mulai mengoral penisku. Tak butuh waktu lama sampai penisku menegang penuh. Hasrat bercinta dan rasa tidak tega kini malah membuat penisku mengeras, sangat keras dibanding sebelumnya. Dengan cekatan Naya mengulum dan menjilat penisku. Aku yang sudah tidak kuasa menahan nafsuku langsung melepaskan kulumannya dan kulumat bibir Naya.
Kurebahkan dia disofa dan kutindih dia dengan badanku. Rangsangan kami semakin mesra satu sama lain. Lidah kami kini beradu, saling menjilat satu sama lain.
“kalau sakit banget bilang ya kak… biar jangan dilanjutin dulu” kataku.
“iya deh…..”Naya mengangguk.
Aku mencoba mengira-ngira posisi lubang vagina Naya. Tapi tak kunjung juga kutemukan. Naya yang mengetahui kebingunganku segera meraih penisku dan membimbingnya menuju lubang kenikmatan itu.
“masukin Tom… kakak udah pengen banget.” Katanya
Perlahan kutekan penisku yang sudah basah karena liur dan cairan kewanitaan Naya. Perlahan tapi pasti, senti demi senti kumasukkan penisku dengan hati-hati.
“Aaaa…..” Naya memekik tertahan. Tanpa dikomando langsung kucabut penisku dari vaginanya.
“kenapa kak? Sakit ya…. Udah kak jangan diterusin… aku gak tega…”
“ihhh…. Kamu ayo cepetan kakak udah ga sabar nih….” Pintanya.
Ketakutan merasukiku. Kali ini aku memasukkan penisku dengan lebih perlahan lagi.
“Aaaa…. Terus tom…..” kata Naya.
Aku berhenti sejenak, namun malah Naya yang mendorong pantatnya agar penisku masuk seluruhnya.
“Aaaahhhh…..Sssshhh…..Ahhhh……….” desahnya. Padahal saat itu penisku tidak aku gerakkan sama sekali.
“perih ya kak….. aku cabut aja ya….” Kataku.
“Aaaahhh….. tunggu Tom… jangan dulu….”pintanya. kuturuti apa maunya, kupikir dia pasti lebih paham tentang apa yang dirasakannya. Kukulum putingnya untuk mengusir rasa takutku. Naya mendesah dan mendekap erat wajahku di dadanya.
Desahan Naya sudah tak terdengar. Tampak dia sudah bisa menanggulangi rasa sakit itu.
“ayo tom goyangin… pelan-pelan….”
“emang udah ga sakit kak?” tanyaku.
“masih, tapi udah gak sesakit tadi…”
Kugerakkan penisku maju mundur dengan perlahan. Sangat hati-hati, aku sama sekali tidak ingin melihat kakakku kesakitan karena keperawananya kurenggut. Perlahan tapi pasti, Naya mulai menikmati permainan kami. Raut wajah kesakitan sama sekali sudah hilang dari roman mukanya. Aku semakin percaya diri untuk melanjutkan permainan kami.
“aku sayang sama kakak…” bisikku di telinganya selagi aku menggoyang pantatku maju mundur dengan irama yang teratur.
“aku juga sayang banget sama kamu….. Ahhh….. Ahhh….” Kata Naya.
“gimana sekarang kak? Masih sakit” tanyaku.
“udah ngak tuh…. Enak banget kalo dimasukin Tom… jauh lebih enak daripada dioral ternyata…” katanya.
Aku tersenyum mendengarnya. Lega sekali hatiku, kini perasaan takutku telah sirna. Berganti dengan perasaan cinta, bahagia, dan nafsu yang membara.
Kupercepat irama gerakanku. Naya merespon dengan mendesah.
Sungguh nikmat sekali vagina perempuan. Hangat, erat, jauh sekali jika dibandingkan dengan oral sex yang biasa kami lakukan. Penisku serasa dihisap, dan dicengkeram oleh vagina Naya. Nikmat sekali.
“Ahhh…. Ahhh….. enak banget memek kakak….”kataku.
“Ahhh….. kontol kamu juga enak tom….. masukin lagi tom…..yang dalam..” kata Naya.
Aku penasaran sebenarnya seberapa dalam vagina perempuan. Ukuran penisku terbilang cukup besar, panjangnya sekitar 17cm. masa sih lubang sekecil itu bisa menampung semuanya, pikirku.
Kugerakkan penisku maju mundur, kini kutancapkan lebih dalam ke vagina Naya. Ohh… nikmat sekali, pikirku. Semakin dalam penisku tenggelam dalam cengkeraman vaginanya.
“Ahhh… Ahhh… Ahhh….” Desahan kami bersahutan. Gerakanku membuat sofa mulai bergeser dari posisinya semula. Maju mundur seirama dengan gerakanku. Keringat kami mulai bercucuran, namun tak ada sedikitpun rasa lelah yang kami rasakan. Nafsu birahi kami makin memuncak. Naya melumat bibirku. Payudaranya kini berhimpitan dengan dadaku. Kupeluk erat tubuh Naya. Menambah nikmat sensasi persetubuhan kami. Kami merasa begitu menyatu, hingga kurasakan vagina Naya mulai berdenyut.
“Ahhhh…. Ahhhhh….. Tom….. Ah….. enak banget Tom….” Desahnya
“kak…..Ahh…… kakak apain memek kakak…. Ahh…. Enak banget….. kontolku kayak diremes…..” kataku.
Gerakanku kupercepat. Semakin cepat rasanya semakin nikmat. Tubuhku seakan otomatis bergerak sendiri tanpa bisa kukontrol. Nafsu sudah merasuki pikiran kami berdua.
Lidah kami beradu, ciuman demi ciuman kami lakukan. Dengan nafsu yang membara kuhisap bibir Naya dengan kuat dan kutelan air liurnya. Menjijikkan? Sama sekali tidak. Pada saat ini kurasakan tubuh Naya adalah tubuhku. Kami menyatu dalam kenikmatan yang belum pernah kami rasakan sebelumnya.
Kini, baik aku maupun Naya sudah tidak lagi perawan atau perjaka. Saat ini kami telah menjadi perempuan dan laki-laki yang sepenuhnya. Perasaan sebagai kakak dan adik kini telah berganti menjadi cinta. Apakah sah mencintai kakak sendiri? ah perduli setan, pikirku. Selama aku bisa memberikan kenikmatan pada Naya, apapun akan kulakukan.
Kurasakan pelukan Naya semakin erat. Naya mendesah seirama dengan gerakanku. Kenikmatan sudah merasukinya. Tak kupungkiri hal itu juga terjadi padaku. Hampir setengah jam kami bermain sex, tubuh kami mulai menegang. Cengkeraman vagina Naya makin lama semakin kuat. Membuat penisku serasa ingin meledak.
“Ahhhh….. dikit lagi …..Tomm… Ka….kak mau sampai…..” ceracaunya.
Aku tak punya tenaga lagi untuk menjawabnya. Yang bisa kulakukan hanya mempercepat gerakanku. Orgasmeku juga hampir sampai.
“Ahhh………Aaaaaa……Ahhhhhhh…Ohhhh……” Naya melenguh panjang.
Kurasakan vaginanya semakin basah dan licin. Tampaknya Naya telah mencapai orgasmenya. Penisku mulai berdenyut.
Orgasmeku hampir sampai. Kurasakan spermaku sudah siap menyembur dari penisku. Kutancapkan penisku dalam dalam dan….
(sfx : Crooottt…..Croootttt……)
“Ahhhhhh…… Hhhaaaaaa…….aaaaaahhhh…” kukeluarkan spermaku di dalam rahimnya.
“Aaaahhhhhh……….Ahhh…”Naya ikut mendesah ketika kutancapkan penuh penisku di vaginanya.
Kurasakan beberapa semprotan spermaku tumpah di dalam vaginanya. Nikmat sekali orgasme yang kugapai berdua dengan Naya. Kubiarkan penisku di dalam vaginanya untuk sementara, menikmati sisa-sisa kenikmatan orgasme yang baru kurasakan.
Tanganku sudah tak mampu lagi menopang bera tubuhku. Aku terjatuh dalam pelukan Naya. Lemas sekali seakan tak mampu bergerak, mungkin pengaruh hormon adrenalin yang mulai menghilang.
Naya memelukku erat. Membelai rambutku dan berbisik kepadaku.
“Tom….. makasih ya kamu udah ngasih perjakamu buat kakak…”katanya,
“justru aku yang makasih kak…… kakak udah ngasih keperawanan kakak sama aku…..” kurebahkan kepalaku di payudara Naya. Cukup lama kami beristirahat dan akhirnya kucabut penisku yang sudah mengecil dari vaginanya.
Aku terbelalak melihat vaginanya yang penuh dengan bercak darah. Sofa kami pun tak luput dari bercak itu. Rasa takut kembali menyelimutiku.
“kak….. darahnya banyak banget….” Kataku
“Ah… masa?” Naya segera bangkit.
“pasti tadi sakit banget ya kak…?” tanyaku
“kayak tangan kena pisau…..”katanya.
Tak terasa air mataku menetes, tak bisa kubendung. Naya melihatnya dan mengusap air mataku.
“gpp kok….. udah gak sakit lagi….” Katanya.
Aku mendekapnya erat sambil mengusap mataku.
“makasih ya kak…., aku janji bakalan jaga kakak sampai kapanpun” kataku
“janji…?” tanya Naya.
“janji…..”
Kami segera membersihkan sofa dari bercak darah perawan Naya. Hatiku sangat bahagia saat ini. Walaupun apa yang kulakukan dengan kakakku kusadari adalah sesuatu yang salah. Tapi kebahagianku menutupi perasaan itu.
Kami berjalan kembali ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Naya kelihatan menahan sakit ketika membasuh vaginanya dengan air yang mengucur. Mungkin karena selaput dara yang sobek. Tak lama kami pun kembali ke sofa dan berbincang-bincang hingga sore menjelang.
Deru mesin mobil mama sudah terdengar. Aku mengenakan pakaian dan membukakan pintu pagar untuk mama. mama tersenyum melihatku namun tidak berkata apapun. Kumasukkan mobilnya kegarasi dan segera bergegas ke dalam rumah.
“kalian udah makan?” tanya mama.
Baru kuingat bahwa sedari siang memang kami berdua belum makan.
“waduh… iya pantesan kok perut Naya laper banget mah… lupa belum makan” kata Naya
“nih mama bawain makanan buat kalian.”
Mama mengeluarkan tiga buah burger dari dalam kantong plastik yang dibawanya. Tadinya kukira isinya pekerjaan mama yang lagi-lagi dibawanya pulang. Kamipun memakan burger itu bersama-sama.
“gimana Nay….. udah gak sakit?” tanya mama
“udah ngak kok mah…. Cuma sebentar aja pas pertama masuk…, seperti yang mama bilang.” Kata Naya
Aku duduk di samping mama dan memeluk mama. mama merangkulku dan mengelus rambutku.
“anak mama sekarang sudah dewasa semua… mama senang ngeliatnya” kata mama.
Aku dan Naya tersenyum seraya menghujani mama dengan ciuman.
“nanti abis mandi mama juga mau dong Tom….” Pinta mama
Aku mengangguk. Naya membukakan kancing kemeja mama dan mulai melucuti pakaiannya. Tak berselang lama mama sudah telanjang. Kami pun menemani mama mandi. Kubasuh tubuh mama dengan sabun sambil kupeluk ia dari belakang. Naya ikut menyabuninya, kali ini ia menggosok tubuh mama dengan payudaranya.
“Ahhh… hihihi…. Geli Nay….” Kata mama.
“sama mah…. Pentil aku juga geli kalo di gesek-gesek gini…”
Naya kini menggesekkan putingnya di klitoris mama, membuat mama mendesah.
“Ahhh…… enak banget Nay….. terus Nay……” desahnya.
Aku yang berada di belakang meremas payudara dan menjilati leher mama yang jenjang. Kenikmatan mama adalah prioritas bagi kami. Apapun akan kami lakukan demi mama kami tercinta.
“udah yuk mandinya… “ kata mama
Kami pun membasuh diri. Menghilangkan sisa sabun yang masih menempel.
Tak lama kami pun selesai mandi dan bergegas ke kamar mama.
Mama kurebahkan di ranjangnya, dan langsung disambut Naya yang mengulum putingnya. Aku pun tak tinggal diam. Kulumat bibir mama dan kugesek klitorisnya dengan tanganku.
Sementara kedua tangan mama telah sibuk dengan penisku dan vagina Naya.
“Tom… masukin dong…. Mama udah setahun gak ngerasain ngesex…” kata mama
“tapi kalo mama udah gak sakit kan?” tanyaku.
“ya ngak donk sayang. Kan mama udah ngak perawan….”
Tanpa basa-basi langsung kuarahkan penisku ke vagina mama. kini sudah tidak sulit bagiku menemukan lubang kenikmatan itu. Kumasukkan dengan sekali hentakan.
(sfx : sleb….)
Kini penisku sudah masuk sepenuhnya ke vagina mama. kugerakkan maju mundur dengan irama yang stabil, menunggu gairah mama mulai naik.
“Ahhhh…..Ahh…… kontol kamu gede banget Tom….” Katanya.
“masa sih ma?” tanyaku
“lebih gede dari punya ayah….. Ahhh….. enak banget” katanya mama
“iya mah… memek Naya juga tadi berasa sempit banget pas dimasukin….” Kata Naya.
Mama mengelus rambut kami berdua. Kupercepat gerakanku agar menambah kenikmatan bagi mama.
Mama mulai mendesah dan melenguh. Naya yang sedaritadi mengulum dan menggigit putingnya kini memainkan klitoris mama dengan tangannya. Membuat mama semakin liar. Gairahnya sudah memuncak, pikirku. It’s Show Time….
Gerakanku semakin kupercepat. Tidak ada lagi keraguan seperti saat menyetubuhi Naya tadi. Mama semakin hanyut dalam kenikmatan. Desahannya seirama dengan gerakanku yang cepat. Kutancapkan penisku dalam-dalam di vaginanya. Mama melenguh.
“Ohhh… sayang……enak ba…ngeeett….Ahhh….Ahhh…” kata mama.
Kubandingan mama dengan Naya. Memang sangat sulit memuaskan mama. mungkin karena mama sudah jauh lebih berpengalaman daripada kami yang baru belajar tentang sex tiga hari yang lalu. Lelah yang tadi tertutupi nafsu kini mulai terasa. Tapi aku tidak menyerah, kenikmatan lawan sexku adalah prioritas. Begitu prinsip yang kupegang.
Setengah jam berlalu. Mama mulai menunjukkan tanda-tanda orgasme. Tubuh mama mulai menegang, cengkeraman di rambutku semakin kuat. Seakan tidak mau aku melepaskan diri dari persetubuhan kami.
“Ahhhh…. Ahhhh…. Ahh………” desahnya.
Aku memejamkan mataku. Mencoba mengusir rasa lelah yang menghampiriku.
“kamu ca….pek Tom…? Sini say…yang…. Biar mama….. di …..Ahhhh… atas….” Kata mama.
Aku terkulai lemas. Kuhentikan gerakanku dan kuambil napas panjang.
“iya mah… maaf ma… Tomi capek banget…. Mama kok kuat amat sih ma….” Kataku.
“habis mama udah lama gak dimasukin sama kontol asli sih…. Jadinya nafsu banget…..hihihi”kata mama.
Mama bangkit dan merebahkanku di ranjang. Naya kini berada disampingku. Ia merangkak naik ke atas sehingga payudaranya tepat berada di wajahku.
“Tom… isepin toket kakak ya…. “pintanya.
Aku merangkulkan tanganku di pinggangnya dan mendekatkan tubuhnya rapat ke tubuhku. Kukulum putingnya dan mulai kuhisap.
Mama kini dalam posisi WOT. Mama mulai berjongkok dan memasukkan penisku ke vaginanya. Kini mama bergerak naik turun mengocok penisku dengan vaginanya. Sementara Naya membelai klitorisnya, mencari kenikmatan. Mama membantu Naya dengan memasukkan dua jarinya ke dalam vagina Naya sambil terus bergerak naik-turun.
Vagina mama terasa cukup sempit. Walaupun tidak sesempit Naya, tetapi sangat nikmat. Dikedut-kedutkannya vagina mama sehingga memberikanku sensasi tersendiri. Mama memang seorang pro, pikirku. Tak heran selama 17 tahun aku hidup, tak pernah kulihat ayah dan mama bertengkar. Kalau berselisih sih biasa, tapi biasanya tak berselang lama mereka sudah akur lagi.
Terbesit dalam benakku. Apa yang akan ayah katakan kalau melihat apa yang kami lakukan sekarang. Apakah dia akan bangga karena aku dengan senang hati menggantikan posisinya. Ataukan kecewa karena tidak bisa mendidik keluarganya menjadi keluarga yang bermoral. Apapun tanggapan ayah, aku hanya berdoa. Semoga ayah tidak kecewa dengan kami semua.
Mama mempercepat gerakannya. Dipercepat juga kocokan pada vagina Naya.
Desahan kami bertiga bersahutan dalam kamar mama. kuraih sebelah payudara mama dengan tanganku dan kuremas dengan kuat. Mama semakin menegang. Gerakannya kini telah berubah menjadi hentakan keras. Seakan memaksa penisku untuk masuk lebih jauh menjelajahi vaginanya.
“Ahhhhhhh……Emmmmppphhh… Tommmmm…. Mama… mau keluar tom…. Ahhh…” desahnya.
Penisku makin menegang, keras sekali. Vagina mamapun mulai berdenyut.
“Ahhhh… mahh….. Ahhh Naya keluaaaa…..aarr…” pekik Naya.
Tampak Naya telah lebih dulu mengapai orgasme ketimbang kami. Mama memperlambat kocokannya di vagina Naya, namun tetap konsisten menghujamkan penisku kedalam vaginanya. Naya terkulai lemas di sampingku. Namun belum juga kuhentikan isapanku pada putingnya. Naya kini mendekap erat wajahku, berharap memberikanku kenikmatan agar orgasmeku segera tiba.
“Ahhhhh……. Ahhh… AAAAHHH………” pekik mama. mama telah mencapai orgasmenya. Gerakannya melambat. Mama merebah di atas tubuhku. Dengan tenaga yang aku kumpulkan kugerakkan penisku menghujam vagina mama. mama kembali mendesah, seirama dengan gerakanku.
Tak lama penisku mulai berdenyut lagi. Kurasakan, inilah saatnya aku orgasme.
“Ohhhhh…….Ahhhhhh…aku…keluar mahh……Ahhhhhhhhh……” pekikku
Kutancapkan penisku dalam-dalam divagina mama.
(sfx : Crooottt… Croooottttt…… Crooottt…)
Spermaku kutumpahkan di rahim yang dulu mengandungku. Nikmat sekali vagina mama, pikirku.
Mama, Naya dan aku. Kami bertiga sudah kelelahan. Mama bergeser, merebah di sampingku. Kami bertiga berpelukan, menghela nafas untuk memulihkan kesadaran kami yang hilang sesaat.
“kamu kuat banget Tom… gak seperti ayah waktu pertama kali.” Kata mama.
“masa sih ma….. emank dulu ayah kuat berapa lama..?” tanya Naya.
“paling sepuluh menit….hihihi…., jadi biasanya mama minta nambah. Tapi lama kelamaan ayahmu juga makin kuat ngesexnya…”kata mama
Kami bertiga tersenyum. Berpelukan erat dalam kamar dengan cahaya lampu tidur yang temaram.
Kenikmatan bersetubuh dengan mama dan kakak, adalah anugrah yang sangat aku syukuri. Entah apa yang mama atau Naya pikirkan tentang diriku. Tapi yang jelas perasaanku sudah tak bisa kupungkiri lagi. Aku sangat mencintai mereka berdua. Empat bulan berselang sejak hari itu. Hari dimana keperjakaanku kuberikan kepada Naya kakakku.
Kini aku dihadapkan dengan momok yang menhantui hampir seluruh remaja di seluruh dunia. Ujian kelulusan. Ya, bagiku sangat menegangkan untuk menjalani ujian ini. Jika aku tidak lulus, maka aku harus mengulang satu tahun lagi. Apa kata tetangga nanti kalau mengetahui kalau diriku tidak lulus ujian kelulusan. Pasti malu sekali, pikirku. Seakan peringkat orang paling bodoh sedunia telah diberikan padaku.
Memang sih, nilai-nilai pelajaranku akhir-akhir ini semakin membaik. Itu semua berkat kerja keras Naya yang selalu mensupportku ketika aku belajar. Buat apa punya kakak pintar kalau tidak kumanfaatkan, pikirku. Apalagi kegiatan sex yang kami lakukan rutin setelah belajar. Membuat hasrat belajarku tak habis-habis.
Pagi itu aku bangun pada pukul setengah enam pagi. Mama dan Naya masih terlelap disisiku. Sejak enam bulan lalu kami selalu tidur bersama. Karena hampir setiap hari aku selalu melakukan threesome sex dengan mama dan Naya, seperti tadi malam. Aku bangkit menuju kamar toilet untuk mandi dan menggosok gigi. Naya yang tampaknya juga telah bangun menghampiriku yang sedang membersihkan diri.
“mau mandi bareng kak?” tanyaku.
“boleh…” kata Naya seraya memelukku dari belakang.
Air kran pagi itu terasa begitu dingin. Maklum lah, harga pemanas air cukup mahal. Untung saat itu ada Naya yang mandi bersamaku. Sehingga kami bisa berbagi kehangatan.
Kuusap payudara Naya dan kukecup bibirnya. Naya mendesah, diraihnya batang penisku yang belum menegang dan di remas-remas.
“hari ini kamu ujian kan?” tanya Naya.
“iya kak…. Kenapa?”
“kita ML dulu yuk… biar kamu semangat ngerjain tesnya…” kata Naya.
“disini?”tanyaku.
Naya mengangguk dan mengangkat sebelah kakinya. Kedua tangannya dirangkulkan keleherku untuk menjaga keseimbangan. Aku memeluk tubuh Naya dan merapatkan tubuhnya padaku. Naya mengarahkan penisku ke vaginanya sambil menciumku. Setelah tepat berada di vaginanya segera kudorng pantatku. Seketika penisku sudah menancap divaginanya. Kugerakkan maju dan mundur tubuhku dalam siraman air shower yang dingin. Enak juga bermain sex dalam posisi berdiri seperti ini. Sensasinya sungguh berbeda dengan melakukannya di ranjang. Apalagi dengan siraman air shower yang menerpa kami.
Lama kelamaan Naya mulai pegal mengangkat kakinya. Kini aku diarahkan untuk duduk di kloset. Naya duduk di atasku dengan posisiku memangkunya dan Naya membelakangiku. Penisku kembali ia arahkan ke vaginanya. Naya menggerakkan tubuhnya naik turun. Goncangan pada payudaranya menimbulkan bunyi seperti menampar. Kuraih payudara Naya yang tidak berhenti bergerak naik turun. Naya menghujamkan penisku ke dalam vaginanya. Liar sekali gerakannya sampai Naya mendesah mengikuti irama gerakannya.
“Ahhh…. Ssssshhhhh……” begitulah desahannya.
Lama sekali kami berada pada posisi itu. Aku meminta Naya untuk bangkit dan berganti posisi. Naya menyandarkan sikunya di bak mandi. Kini kami bersetubuh dengan posisi doggy-style. Posisi ini adalah salah satu posisi yang paling mudah bagiku untuk melakukan penetrasi. Aku bisa menancapkan penisku sangat dalam agar lawan mainku tenggelam dalam kenikmatan. Seperti Naya saat ini. Desahannya kini telah bercamput dengan lenguhan. Sesekali di panggilnya namaku.
“Tommm.. Ohhhh….Ohhh…..Hmmmmppphhh.. Ahhh…..” begitulah ia mendesah.
Penisku sudah mulai berdenyut tanda bahwa orgasmeku tidak jauh lagi. Kupercepat gerakanku untuk menggapai kenikmatan. Naya menyadarinya, bahwa sebentar lagi aku orgasme. Digenggamnya pergelangan tanganku dan ditariknya menuju dadanya. Seakan tidak rela aku menggapai orgasme sebelum dirinya.
Kuremas payudaranya, kupilin putingnya, dan kujilat tengkuk Naya. Naya melenguh karena kenikmatan itu. Irama gerakanku yang cepat masih kupertahankan. Tubuh Naya menegang. Vaginanya kini mencengkeram penisku semakin kuat. Aku tak kuasa menahan rangsangan itu.
“Ahhhh…. Kakkk… aku udah mau keluar…. Ahhh….” Kataku.
“sama tom.. kakak juga mau keluar…. Aaahhhhh…. Aaahhhhhhh…..”
(sfk : Crot……Croooot…… Crrrroooottt…..) spermaku menyembur di rahimnya, bertepatan dengan erangan Naya yang tertahan.
“kakak udah sampai belum?” tanyaku terengah-engah.
Naya mengangguk.
“ayo kak, kita udahan mandinya… nanti kalo telat aku ngak boleh ujian….”kataku.
Kami bergegas menyelesaikan mandi dan menyiapkan diri menghadapi hari ini. Tampaknya persetubuhan kami pagi ini cukup membantuku menghadapi ujian. Pikiranku sekarang ini sangat senang, tenang, dan bahagia.
Aku dan Naya berpaitan pada mama. setelah mengantar Naya ke kampusnya aku bergegas menuju sekolahku.
Aku sampai diruang kelas sepuluh menit sebelum ujian dimulai. Kulihat teman-teman sekelasku semuanya sedang giat membolak-balik buku pelajaran. Mungkin sedang mengingat kembali apa yang dipelajari mereka kemarin.
Bel berdering. Semua orang kini mengambil posisi sesuai dengan nomor tes masing-masing. Aku duduk di barisan kedua dari belakang. Saf kedua dari kanan. Guru pengawas yang didatangkan dari sekolah lain mulai membagikan soal tes hari ini.
Jantungku berdegub kencang. Berharap apa yang telah kupelajari selama satu minggu terakhir bersama kakak bisa membantuku melewati ujian ini.
Guru pengawas kini berdiri di depan kelas. Membacakan peraturan dan tata tertib ujian. Rasa sesak memenuhi dadaku. Takut, khawatir, tidak percaya diri. Sampai saat dimana pengawas akhirnya memperbolehkan kami membuka lembar soal.
Kubaca soal-soal itu satu persatu. Mencari soal yang termudah terlebih dahulu untuk menghemat waktu, begitu kata kakak. Perlahan-lahan, nomor demi nomor kuterlusuri.
Perlahan aku mulai bisa tenang dan tersenyum. Terima kasih tuhan, apa yang kupelajari selama ini benar-benar tercantum dalam soal-soal itu. Aku mulai percaya diri dan mengisi jawaban di lembar yang telah disediakan.
Satu setengah jam berlalu. Lembar jawaban sudah kuisi penuh. Aku memanfaatkan waktu yang tersisa untuk mengecek kembali jawabanku.
Lega rasanya, delapan puluh persen jawabanku sangat kuyakini sebagai jawaban yang benar. Aku mulai tenang.
Hari demi hari kulalui menghadapi ujian tersebut. Hingga hari ini. Hari ujian terakhir.
Kulihat raut wajah teman-teman sekelasku. Ada yang tenang, panik, sedih, bahagia, perasaan mereka tercermin jelas.
Bunyi bel membangunkanku dari lamunan. Kertas lembar jawaban terakhir sudah diambil oleh guru pengawas hari itu. Sekarang hanya tuhan yang bisa menentukan nasibku. Yang penting aku sudah berusaha maksimal, begitu pikirku.
Aku dan teman-temanku bersorak. Merayakan berakhirnya ujian kelulusan ini. Walaupun tidak dapat dipungkiri ada beberapa yang masih terlihat muram. Mungkin dia tidak percaya diri dengan apa yang telah dikerjakannya.
Aku duduk bersandar dibawah pohon beringin tua di halaman sekolahku. Menikmati saat-saat terakhirku berada di sekolah ini. Teringat jelas semua kenanganku selama aku bersekolah disini. Menjadi anak baru, memiliki teman dan sahabat, kecewa dan jatuh cinta. Kutersenyum dalam lamunanku mengingat itu semua. Tanpa sadar sahabatku telah menghampiriku, Andi namanya.
“brayy….. gimana ujian lo?” tanya Andi. Andi merangkul bahuku.
“alhamdulilah…. Aman bray… lumayan pede lah gw… walaupun gak seratus persen…” kataku.
“baguslah…. Gw juga lumayan pede sih… walaupun beberapa kali hampir ketauan nyontek…hahahah” Andi tertawa dengan tawanya yang khas.
Kami berbincang sejenak mengenai masa depan. Andi berencana melanjutkan kuliah, impiannya adalah untuk dapat diterima di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Andi memang cukup cerdas jika kunilai. Walaupun kadang sifatnya yang ‘begajulan’ tidak dapat disembunyikan. Sedangkan aku belum memutuskan apa-apa. Antara kuliah atau langsung terjun kedunia kerja.
Kami terdiam beberapa saat, mungkin melamunkan harapan-harapan kami. Tiba-tiba Andi berbicara.
“bray….” Andi memulai pembicaraan.
“oit….”
“menurutlu Indah orangnya gimana?” tanya Andi. Indah adalah teman sekelas kami sejak kelas satu. Dia adalah perempuan yang cantik. Rambut panjang sebahu berwarna cokelat, tubuh tinggi semampai, tipikalnya baik dan ramah, prestasinya juga tak kalah cemerlang. Dan lagi Indah adalah salah satu sahabat karibku juga. Kami sering mengerjakan tugas bersama-sama, bercerita tentang satu sama lain, bercanda, dan tertawa bersama.
“emang kenapa bray….?” Aku bertanya balik.
“jiahhh… dia malah nanya balik…. Jawab dulu menurutlu Indah orangnya gimana?”
“hmmmm….. gimana ya… dia itu orangnya baik, gak sombong, pinter, supel… tipe cewe idaman cowo-cowo lah pokoknya…, emank kenapa lu tanya tentang dia bray..... lu suka sama dia ya…. Hayoooooo…..” aku tertawa.
“hus ngaco… mana berani gw suka sama dia…..” kata Andi.
“kok ga berani?”
“ya pasti di tolak lah hahahahah….” Lagi-lagi Andi tertawa dengan tawanya yang khas.
“yakin amat lo bakal di tolak….” Kataku.
“scara gitu..... dia tuh dari kelas satu sukanya sama lo…. Lo-nya aja yang ga sensitif” kata Andi.
“ohhh…..” kataku. Aku memang tidak tau pasti apakah yang dikatakan Andi itu benar, atau hanya mengada-ada. Andi memang jarang membohongiku selama kami berteman.
“kok Cuma Oh…. Lu sendiri gimana sama dia… ada rasa ga?” tanya Andi.
“sekali pun gw ada rasa…. Lu kan tau prinsip gw.. gak akan pacaran selama gw masi minta uang sama ortu gw…” kataku
“yeeee…. Tapi tetep aja lu ga jawab pertanyaan gw…..lu ada rasa gak sama Indah…..?”
“iye-iye…. Ada rasa…… lu mah ada-ada aja yang ditanya….”
“ada rasa kok ga di omongin Tom…. Saling suka kan ga mesti pacaran…” kata suara di belakangku, yang aku yakin itu adalah suara Indah.
Aku berbalik kaget mendengar suara itu. Mukaku merah padam melihat Indah yang tersenyum. Entah sejak kapan dia ada dibelakangku. Andi sialan, rupanya dia menjebakku.
“hus…… ngagetin aja lu Ndah….” Kataku sambil mengelus dada. Indah hanya tertawa.
“oke…. Sampe disini tugas gw berakhir… selamat bersenang-senang pangeran dan tuan puteri…..hahahahah” Andi berlari menjauhi kami.
“dasar monyong……” umpatku.
“maaf ya Tom…. Gue yang minta tolong sama Andi untuk nanya itu semua…. Soalnya ga ada waktu lagi. Sebentar lagi kita udah lulus…” kata Indah.
“hadehhh…… tengsin abis gw dah….. iya-iya gpp…” kataku.
“Tom… kalo udah lulus lo mau ngapain?” tanya Indah.
“blom tau…. Antara kuliah atau langsung kerja… tapi kalo kuliah gw takut nyusahin mama dan kakak gw…” kataku.
“kalo gitu kerja aja Tom…. Kalo udah punya penghasilan sendiri kan kita bisa pacaran….” Kata Indah.
“hus…. Ada-ada aja lu Ndah……”kataku
“ihhh… kenapa kan katanya gak mau pacaran kalo masih minta uang saa ortu… kalo udah kerja kan gpp” kata Indah sambil tertawa.
Kami berbincang beberapa lama sampai sekolah sudah mulai sepi. Jam ditanganku menunjukkan pukul dua siang.
“Tom… anterin gue ambil tas dong…” kata Indah.
“emang lu taro dimana?”
“di kelas….”
“yeeee…. Nanti kalo ilang gimana…..”
“ngak lah….. siapa juga yang mau nyolong buku-buku bekas…” katanya.
Kuturuti permintaanya. Kami berjalan naik ke kelas kami di lantai tiga. Benar saja, tasnya ada di meja di pojok kelas tempat Indah biasa duduk.
“nah… tu dia tas lu…. Pulang yuk… udah sepi nih….”
“duduk sini sebentar sih…… gue mau ngomong…” kata Indah pelan.
“emang ada apa Ndah… kayanya penting banget… ada masalah ya… kalo ada masalah cerita aja, kalo bisa gw bantu pasti gw bantu kok….” Kataku
Kami duduk di bayang-bayang tembok sekolah. Duduk dibangku kelas yang terbuat dari kayu. Kami berdua duduk bersebelahan, memandang keluar jendela menikmati langit siang itu.
“Tom… sebenernya gue udah suka sama lu sejak kelas dua…” kata Indah.
“maaf ya Ndah… gw sebagai teman dekatlu sampe ga tau hal itu…. Habis memang gw ga ada niat pacaran juga….” Kataku.
“gue kurang menarik ya buatlu?” tanya Indah.
“hahaha…. Ngak gitu ndah…. Emanknya lu pikir gw homo yang udah ga suka sama perempuan?” kataku.
“terus…?”
“ya pasti menarik lah… lu baik, ramah, cantik, pinter, berprestasi lagi… mna ada cowo yang ga tertarik sama lu…..” kataku.
“buktinya lu ga pernah ngomong suka tuh ke gue….” Kata Indah.
“karena di dunia ini ada dua orang perempuan yang paling gw sayang….”kataku.
“jadi lu udah punya pacar..?” tanya Indah.
Aku menggeleng.
“dua orang itu adalah mama dan kakak gw….” Kataku.”gw g mau nyusahin mereka hanya untuk pacaran yang belm tentu ujung-ujungnya sampai nikah. Lagipula gw pikir kecil banget kemungkinan seseorang yang pacaran sejak sekolh bisa langgeng sampai nikah. Seumuran kita kan masih labil.”
“jadi alasannya lu ga mau pacaran Cuma itu…, jadi dua tahun ini gue mendam perasaan ke lo Cuma karena itu?” kata Indah
Aku mengangguk pelan. Sadar bahwa ucapanku barusan membuatnya kecewa padaku. Tapi apa boleh buat. Kurasa itu yang terbaik untuk kami.
“Tom…..” kata Indah.
“hmm… apa ndah?” tanyaku.
“boleh ga gue minta sesuatu… kali ini… aja…” pinta Indah.
“selama gw bisa…. Pasti gw kasih…”
Indah mendekatkan wajahnya padaku. Kurasakan keharumah di tiap hembusan nafasnya. Mungkin dia baru makan permen, pikirku ^^.
Aku memundurkan posisi tubuhku, khawatir bila tanpa sengaja aku mencium bibirnya. Bahaya, pikirku.
“perawanin gue Tom……” kata Indah.
Aku terentak kaget dan jatuh kebelakang karena posisi kursiku yang memang sudah miring.
“gile lu Ndah…. Sadar-sadar… istigfar….”kataku.
Indah tak mendengarkan apa yang aku katakan. Indah segera duduk di pahaku dalam posisiku terbaring di lantai. Dibukanya kancing seragamnya satu persatu sampai kancing terakhir.
Aku terdiam, bingung apa yang harus kuperbuat untuk mencegahnya. Indah menyibakkan seragam tanpa melepasnya. Kini terpampang dua payudaranya yang masih terbalut bra.
“Tom…. Kali ini aja…. Penuhin permintaan gue… gue ga rela lu hilang dari hidup gue, tanpa gue meninggalkan sesuatu sama lo…” kata Indah. Diraihnya tanganku dan diletakkan di kedua payudaranya.
“Tom…. Kok diem aja.
Aku masih terpaku dalam lamunanku. Penisku mulai memberontak. Kurasakan ukuran celanaku semakin menyempit. Di pangkuanku telah duduk seorang perempuan cantik yang rela memberikan kehormatannya padaku.
Aku diam sejenak. Akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri semua ini.
Aku memindahkan tanganku yang berada di payudara Indah menuju kancing bajunya. Perlahan kukaitkan kembali kancing bajunya satu persatu. Indah menitikkan air mata.
“kenapa Tom…. Kenapa….. kenapa lu ga mau nurutin permintaan gue…. Sekali ini aja Tom…” kata Indah sambil terisak.
Aku bangkit dan duduk di sampingnya. Kupeluk tubuh Indah dengan erat. Indah memelukku, isakan tangisnya kini semakin keras. Kuusap rambut Indah yang tergerai di bahunya.
“Ndah…. Jangan…” aku berbisik ditelinganya.
“kehormatanlu gak pantas lu berikan ke cowo seperti gw…” kataku.
“apa yang udah kita jalanin selama tiga tahun sekolah bareng-bareng udah merupakan kenangan manis di hidup gue.” Kataku.
“lagipula…………..”
“lagipula apa Tom….” Tanya Indah yang masih terisak.
“keperawananlu harusnya lu berikan kepada suamilu nanti… bukan kepada cowo yang udah ga perjaka seperti gw….” Kataku.
Indah terkaget mendengar apa yang kukatakan. Dia melepaskan pelukannya padaku.
“maksud lo apa Tom….., lo udah pernah ML sama perempuan lain?” tanya Indah.
Aku terdiam sesaat. Kuceritakan tentang apa yang sudah terjadi dalam hidupku. Mengapa aku melakukan hal itu. Konsekwensi apa saja yang sudah ku ambil, semuanya. Kuceritakan pada Indah tanpa ada yang ditutup-tutupi. Air mata Indah kembali mengalir membasahi kedua pipinya yang halus. Aku tidak berani menyekanya. Sadar bahwa tangan-tanganku yang kotor tidak pantas menyentuh gadis suci seperti Indah.
Indah menyeka air matanya sendiri.
“oke…., terus kenapa lu ga mau ngambil keperawanan gue?” tanya Indah.
“karena gw sayang sama lu Ndah… gw ga tega ngerusak hiduplu, kesucianlu, hanya karena nafsu sesaat. Mungkin sering lu denger, kucing ga akan pernah nolak kalau diberi ikan. Tapi itu ga berlaku di gw. Gw sangat sayang sama lu, mungkin udah gw anggap seperti saudara. Untuk hari ini gw mohon maaf. Gw tau lu pasti jijik ngeliat gw. Tapi, kalo suatu saat lu butuh bantuan gue, gw janji gw akan selalu ada buat lu” kataku.
Tiba-tiba saja Indah menciumku. Dipeluknya tubuhku erat. Aku tidak kuasa menolaknya kali ini. Kupeluk erat tubuh Indah. Mungkin beberapa hari lagi kami tidak akan pernah bertemu lagi. Entah, hanya tuhan yang tau.
“lu cowo baik Tom… gak nyesel gw menghabiskan waktu dua tahun untuk mencitai lu… first kiss gue sekarang gue titip sama lu. Gue harap lu ngak menganggap gue cewe murahan…” kata Indah.
“ga akan Ndah…” kataku.
Kami tersenyum bersama dan membereskan pakaian kami yang berantakan.
Kami berjalan berdua menyusuri tangga untuk bergegas pulang. Aku mengantarkan Indah terlebih dahulu kerumahnya. Sepanjang perjalanan, Indah tak mengucapkan sepatah kata pun. Apakah dia marah padaku. Wajar kalau dia marah, pikirku.
Kuantarkan Indah sampai gerbang rumahnya.
“hati-hati ya Tom…” Indah melambaikan tangannya padaku. Aku hanya mengangguk dan menarik gas motorku dalam-dalam. Dalam lamunanku aku berjalan pulang.
Sesampainya dirumah Naya sudah menungguku. Dia menyambutku di pintu, kututup pintu rumah dan kupeluk Naya dengan erat. Rindu sekali perasaanku saat ini. Peristiwa di kelas membuat perasaanku kacau balau.
“ada apa Tom….? Ujiannya gak lancar ya?” tanya Naya.
“lancar kok…. Makasih ya kak udah bantu aku belajar…” kataku.
“terus ada apa?” tanya Naya.
Aku menceritakan pada kakak tentang apa yang terjadi di sekolah. Naya hanya tersenyum dan sesekali tertawa.
“ihhhh…. Kok aku di ketawain sih kak….” Kataku
“hahahah… gapapa lanjut-lanjut….. lagi seru nih kakak dengerin ceritanya…” kata Naya.
“kakak ga marah?” tanyaku.
“ya ngak lah…. Adikku ini sudah melakukan hal yang benar….” Kata Naya.
Syukurlah, tadinya kupikir hubungan kami akan bermasalah karena hal itu. Ternyata kakakku ini memang sangat pengertian. Rasa sayang dan cintaku padanya kini jauh melebihi sebelumnya.
“trus kapan pengumuman kelulusannya..?” tanya Naya.
“senin depan kak… nanti list nama siswa yang lulus ditepel di mading…”kataku.
“kakak doain semoga nilai kamu bagus ya…… kakak bangga deh punya pacar kaya kamu….”
Kamipun kembali berpelukan. Naya mendekap erat wajahku di dadanya. Kusingkap kimononya dan mulai kujilat payudaranya. Naya mendesah ketika aku mengeksplorasi payudara dan lehernya. Kujilat gundukan payudaranya, namun kubiarkan putingnya, agar naya penasaran pikirku ^^. Ku jilat lehernya sampai telinganya. Naya mengeliang menahan kenikmatan ketika aku menghujaninya dengan jilatanku. Kujilat sekitar puting Naya yang kemerahan. Naya mendesah.
“Sssshhh.. Tom…. Di isep juga dong….” Pinta Naya.
“pengen banget ya kak….” Godaku.
“Ihh…. Dasar kamu……” Naya mencubit pipiku.
Kulucuti kimono yang menempel di tubuh Naya hingga kini tak sehelai benang pun menutupi tubuhnya yang menawan. Kulepaskan juga seragam sekolahku yang sudah penuh dengan keringat.
Belakangan ini aku cukup sering menonton video porno yang kuunduh dari internet bersama Naya. Banyak juga adegan foreplay yang belum pernah kami lakukan sebelumnya. Hari ini aku akan mencobanya, pikirku.
Naya yang kini terbaring di sofa, tampak sudah siap menerima jurus baruku. Diacungkan jari telunjuknya dan digerakkan maju mundur. Seakan menantangku untuk segera melancarkan aksiku.
Tanpa menunggu lama langsung kuserang payudaranya. Kujilat seluruh payuaranya, lagi-lagi kusisakan putingnya untuk saat terakhir. Perlahan jilatanku mulai menjalar. Ketiak Naya tak luput dari jilatanku. Perlahan kujilat seluruh lengan Naya sampai ke jarinya. Kumasukkan jari Naya kedalam mulutku dan kuhisap pelan.
“hihihi…. Geli Tom…. Ayo dong cepat masukin… kakak udah gak tahan…” kata Naya.
Naya mendesah dan sesekali tertawa kecil. Tampaknya foreplay yang kupelajari benar-benar membawa kenikmatan tersendiri bagi Naya.
Tak sampai disitu, kini leher Naya menjadi objek eksplorasiku. Kujilat lehernya hingga ke belakang telinganya.
“Tom…. Ahh…Ahhh… udah Tom… kakak ngak kuat… masukin aja Tom” kata Naya.
Haha… ini belum apa-apa, pikirku. Kuhisap kuat leher naya seperti vampir yang menghisap darah korbannya. Naya mengeliang kuat, kulit lehernya merona merah akibat cupangan dariku.
“Ahhh… Tom… enak banget Tom…. “ceracaunya.
Penisku menegang dengan keras. Aku sendiripun sudah tidak sabar untuk menghujamkan penisku kedalam vaginanya. Namun kutahan hasrat itu.
Rangsanganku kini beralih ke perutnya. Kujilat pusar Naya, otot perutnya menegang menahan sensasi geli yang kuberikan. Perlahan-lahan aku turun ke pahanya. Kujilat paha Naya dan daerah sekeliling vaginanya. Seperti tadi, kubiarkan lubang vagina dan klitorisnya tak menerima rangsangan.
“Tom….. ayo dong… kapan nih dimasukinnya… kakak udah ga tahan….. Ahhh…..” kata Naya.
Aku tersenyum saja mendengarkan ceracau dan desahannya.
Setelah cukup lama aku merangsang pahanya, kini kujilat klitorisnya. Hanya satu kali kujilat klitorisnya, Naya langsung menegang. Diraihnya kepalaku seakan tidak ingin aku berpindah dari titik itu.
Tapi memang begitu rencanaku. Setelah aku menjilat klitorisnya satu kali, aku berpindah menjilat liang vaginanya yang sudah basah oleh cairan kenikmatan.
“Tom…. Masa Cuma satu kali sih…. Lagi dong…” pinta Naya.
Aku cuek saja mendengar permintaanya. Tetap kujilat lubang vaginanya dan sesekali kumasukkan lidahku.
“Ohhh….. Ahhhh… Ahh… terus Tom…” pinta Naya. Kini kedua tangan Naya sedang meremas payudaranya sendiri. memilin-milin putingnya yang sedari tadi tak kusentuh.
Kujilat panjang tubuh Naya dengan lidahku. Mulai dari liang vagina, melewati klitorisnya, pusarnya, belahan dadanya, lehernya, dagunya, sampai ke bibirnya.
“udah pengen banget ya kak?” tanyaku sambil tersenyum.
“iya nih…. Ayo masukin aja Tom… beneran deh…. Udah ga tahan nih… memek kakak udah gatel pengen dimasukin….” Kata Naya.
Naya melumat bibirku. Lidah kami beradu saling bertautan.
Kuarahkan penisku ke liang vaginanya dan kumasukkan perlahan. Senti demi senti kumasukkan penisku. Pelan sekali, nafas Naya mulai memburu. Setelah seluruh penisku sudah tenggelam di liang vaginanya, kutarik kembali. Lagi-lagi dengan perlahan.
“Ahhhh…. Tom…. Jangan siksa kakak Tom….. ayo gerakin yang cepat…” kata Naya.
Aku hanya tersenyum. Perlahan-lahan, lebih tepatnya sangat perlahan mulai kunaikkan tempo gerakanku.
“Ahhh….. Ahhh…. Terus Tom… Ahhhh… Lagi…. Lebih cepat….” Naya mendesah.
Kuhujamkan penisku ke dalam vaginanya. Kali ini dengan sangat cepat.
“ahhhh… Ahhhh…Ohhh…. Terus tom…. Ahhh….”
Vagina naya mulai berdenyut. Penisku yang merasakan itu pun ikut berdenyut.
Gawat, masa sih aku sudah mau orgasme, pikirku. Padahal baru lima menit kami berhubungan sex tetapi kenikmatannya sungguh menghipnotis diriku.
“Ohh….. Tom…. Ahhh…. Ahh….. kakak…. Mau keluar….. Ahhh….!!!” Pekik Naya.
Denyutan vaginanya kurasakan mulai menguat. Aku pun tak kuasa menahan spermaku yang sudah berada di ujung penisku, siap menghambur keluar.
“Ahhhhhhh…. Ahhhhhhhh………” Naya mendesah panjang merasakan denyutan pada panisku.
“Ahhhhhhh………..kakak…. kel…..luar…. Ahhh……” cairan kenikmatan menyembur dari vaginanya membasahi penisku.
Lubang vagina yang semakin licin memudahkanku menaikkan kecepatan hujamanku.
“Ahhhh… Ahhh… kak…….aku juga…… keluar….. Ahhh….”
(sfx : Crooottttt…. Crottttt……Crooott..)
Spermaku tumpah kedalam vaginanya. Banyak sekali kurasakan. Tak seperti biasanya.
Aku terkulai lemas dalam pelukan Naya.
“kok tumben sebentar Tom…”tanya Naya.
“habis kakak cepet banget nyampenya…..aku kan juga jadi ikutan tuh…”
“hihihi…… habis enak banget sih…. Memek kakak udah penasaran, jadi gitu tuh… kebanyakan dirangsang mainnya jadi sebentar.” Kata Naya.
“enakan mana kak…. Yang sekarang atau yang kemaren-kemaren?” tanyaku.
“enakan yang sekarang… “kata Naya.
“tapi kan Cuma sebentar…..”kataku.
“beneran… enakan yang sekarang… besok-besok kita foreplaynya kaya gini lagi ya…..”kata Naya.
“beres….” Kataku.
Aku masih terkulai dalam dekapan Naya. Penisku yang masih sedikit menegang kubiarkan tetap menancap divaginanya.
Sore pun menjelang. Langit kini berwarna kemerahan. Kudengar deru mesin mobil mama yang sudah sampai di depan gerbang. Segera kukenakan pakaian dan kubukakan pintu gerbang agar mobil mama bisa masuk.
Kugandeng mama masuk kedalam rumah menghampiri Naya yang masih telanjang di sofa.
“ehh…. Ada yang baru bersenang-senang ya…..” kata mama.
Naya merangkul mama dan mencium bibirnya.
“Tomi sekarang hebat banget mah…. Naya Cuma tahan lima menit loh tadi…” kata Naya.
“masa sih….”
Aku memeluk mama dari belakang dan mulai melucuti pakaian mama.
“yuk mah kita main bertiga….” Kataku.
Aku mengulangi permainanku dengan Naya, namun kini dengan mama sebagai lawan mainku. Kuperlakukan mama seperti tadi aku memperlakukan Naya. Naya merangsang tubuh bagian atas, dan aku merangsang tubuh bagian bawah.
“Tom…. Masukin tom…. Ayoo… mama udah gak tahan lagi Tom…”
Ketika mama sudah memohon-mohon untuk segera dimasukkan oleh penisku, baru aku melancarkan aksiku.
Kuhujamkan penisku ke vagina mama dengan irama yang cepat.
“Ahhh… Ahhh…. Tom…. Terus… nikmat banget Tom…. Ahh….” Ceracaunya.
Seperti Naya, tak sampai lima menit vagina mama mulai berdenyut.
“Ahhhhhhh……….. Ahhhhhhhh………… tom….. mama sudah mau …….keluar……..” katanya
Kupercepat gerakanku. Kurasakan spermaku juga sudah berontak ingin membasahi vagina mama.
“Ahhhh….. Tom……Ohhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh………………”mama mendesah panjang.
“Ahhhhhh… mahh……….. Ahhhh……….” Aku pun mencapai orgasme bersamaan dengan mama.
(sfx : Crooooottt…. Croootttt…..Crrrooooott….)
Spermaku tumpah di rahim mama. kenikmatan sex hari ini sungguh tiada tara. Mama masih terengah-engah mengatur nafasnya.
“haduh…. Capek mah.. jangan minta nambah dulu ya….” Kataku.
Aku merebahkan diriku disofa, mengatur nafas dan mengumpulkan tenagaku. Mama tersenyum mendengar ucapanku.
“anak mama makin lama makin hebat deh…..”kata mama.
“keseringan nonton bokep sama aku kayanya mah….” Kata Naya.
Aku hanya tersenyum saja. Kupejamkan mata menikmati posisi dudukku yang kurasa sangat nyaman.
Mama dan Naya kini bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Mereka mengajakku, tapi aku masih terlalu lelah untuk berdiri dan kuputuskan untuk berdiam diri di sofa sementara waktu.
Banyak hal baru yang terjadi dalam hidupku belakangan ini. Setelah apa yang terjadi antara aku dengan Indah, aku kini bisa lebih memahami arti kesucian wanita. Aku merasa beruntung mendapatkan kehormatan untuk memperoleh keperawanan Naya kakakku sendiri. Namun dibenakku masih tersisa tanda tanya besar. Apakah hubungan incest ini akan berlangsung sampai akhir hayatku.
Beberapa hari berlalu. Hari ini adalah hari senin, hari dimana kelulusan para siswa akan diumumkan.
Pukul setengah delapan pagi aku tiba di sekolahku. Kuparkirkan motorku di baris kedua lahan parkir sekolah.
Dari kejauhan kupandangi Indah berlari ke arahku. Payudaranya melompat-lompat seiring dengan langkah kakinya. Terbesit ingatanku tentang apa yang terjadi di kelas beberapa hari yang lalu, ketika aku memegang kedua payudara itu. Arrghhh…. Kenapa aku berpikiran kotor, pikirku. Kutepis jauh-jauh bayangan nakal itu.
“Tom…. Kamu lulus tom…” kata Indah berteriak.
“ahh…. Yang benar….. hore……………” kataku.
Indah berlari dan memelukku. Teman-teman sekolahku memandangi kami, seakan ingin meledekku. Perduli setan, pikirku. Indah menarik tanganku menuju mading yang dikerumuni banyak siswa.
Kutelusuri baris demi baris, angka demi angka, nama demi nama. Kupicingkan mataku untuk melihatnya dengan sesama. Dan akhirnya kutemukan namaku terpampang di mading.
Dalam hati aku bersyukur kepada tuhan.
Terimakasih tuhan, engkau telah memberikanku anugrah berupa kelulusan.
“selamat ya Tom… kamu lulus….” Kata Indah.
“iya…. Kamu juga lulus tuh…. Selamat ya…” aku menjabat tangan Indah.
(sfx : “Ciiiiiiyeeeeeeeeeeeeeee……….)
Teman-temanku menyoraki kami. Indah hanya tersenyum mendengarnya.
Aku sampai tak bisa berkata apa-apa saat itu.
Seusai melihat pengumuman, aku memisahkan diri dari teman-temanku. Indah kini telah bergabung dengan teman-temannya sesama perempuan. Aku berjalan sendiri menuju ruang BP. Aku ingin menemui Bu Reni. Mengucapkan terimakasih atas bimbingannya padaku selama ini.
Kuketuk pintu ruangan itu namun tidak ada jawaban. Tampaknya dia sedang tidak ada di ruangannya. Apakah dia tidak masuk sekolah hari ini, tanyaku dalam hati. Tiba-tiba seseorang menghampiriku.
“nyari bu Reni ya?” dia adalah penjaga perpustakaan. Bu Santi namanya, berumur 45 tahun. Ia sangat akrab denganku, mungkin karena aku sering mengunjunginya di perpustakaan.
“iya bu.. ibu liat?” tanyaku
“ada di perpus, lagi baca novel” katanya.
“sendirian?”
“iya….. guru lain kan sudah pada pulang…, ibu sendiri juga sudah mau pulang nih…” katanya.
“lho.. terus nanti perpus siapa yang kunci?” tanyaku.
“katanya nanti bu Reni yang kunci…. Ibu titip ke dia, karena ibu ada urusan…”
“ohh… yasudah bu makasih, saya ke perpus dulu…”
“ya sudah, kamu temani ya…. Kasihan bu Reni sendirian..” katanya.
Aku berjalan menuju perpustakaan, ruangan itu berada di sudut lahan sekolahku. Jarang sekali ada murid yang datang kesana, kecuali mendapatkan tugas mencari materi.
Pintu ruangan perpustakaan terbuka. Kulihat lampu menyala dari dalam.
Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam dan kulihat Bu Reni sedang duduk di meja panjang membaca novel.
“sibuk ya bu…?”tanyaku.
“ehh… kamu tau darimana ibu di sini?, ayo sini temenin ibu” kata Bu Reni.
Aku berjalan ke arahnya. Saat itu masih ada Mang Ujang petugas kebersihan yang sedang mengepel lantai.
“ada apa?” tanya Bu Reni.
“saya mau ucapin terimakasih sama ibu, selama ini udah ngasih bimbingan ke saya…” kataku.
“itu kan sudah kewajiban ibu…..” katanya.
Kami berbicara lumayan lama sampai Mang Ujang selesai membersihkan lantai. Ia keluar dari ruangan itu.
“mamang duluan ya… mau ngepel laboratorium dulu….”
“iya mang… nanti perpus biar saya yang kunci…” kata Bu Reni sambil menunjukkan kunci perpus yang dipegangnya.
Satu menit berselang, bu Reni menyerahkan kunci perpus padaku.
“kok dikasih saya bu?”tanyaku.
“kamu kunci sana….” Perintahnya.
“ihh kok pake di konci sih….. saya ga akan kabur kok….” Kataku.
“biar ga ada yang ganggu…”
Waduh…. Pikirku. Apa yang mau dilakukanya terhadapku.
Aku segera mengunci pintu perpus.
“ada yang mau di omongin ya bu?”
“ibu mau minta tolong…. Ayo sini…” bu Reni menarik tanganku menuju rak buku di pojok ruangan.
“minta tolong apa nih…..” tanyaku.
Bu Reni tidak menjawab dan segera melepaskan kancing bajunya satu persatu.
“wuuuaduuhhh…… ibu mau ngapain?” kataku.
“tolongin ibu dong… ibu udah seminggu lebih gak ML sama adik ibu….. stress ujian katanya..”
“eeee….. ahh ibu becanda aja nih….”
Bu Reni menanggalkan bajunya serta roknya. Dia membuka kait bra dan menurunkan celana dalamnya. Bu Reni kini telah dalam keadaan bugil sempurna. Saat itulah aku tau bahwa dia memang tidak sedang bercanda.
Bu Reni mendekatiku dan meremas penisku yang sudah menegang dari balik celanaku.
“Ihhh… hehe… ibu serius bu?” tanyaku.
Bu Reni tidak menjawab. Dia membuka celana dan bajuku. Pakaianku dilucutinya hingga aku benar-benar bugil.
Bu Reni bersimpun di depanku dan mulai mengulum batang penisku yang mengeras.
“Ahhh… aduh bu…… geli bu….”
“hihihi….. sudah ga bisa menolak kan sekarang?” katanya.
“aduh bu….. saya ga kuat nih…..” kataku.
Kudorong bu Reni yang sedang mengulum penisku. Kini bu reni merebah dan terlentang.
Kulumat bibir bu Reni dan kuremas payudaranya.
“Mmmmmm….. Ahh… mm….” begitu gumamnya dalam kulumanku.
Kumainkan putingnya dengan jari tanganku. Bu Reni menggeliat. Diraihnya batang penisku dan mulai di kocoknya. Ohh… lembut sekali tangannya. Baru kali ini penisku disentuh oleh orang lain selain mama dan Naya. Sensasinya sungguh berbeda karena baru kali ini aku akan berhubungan sex dengan bu Reni.
Lumatanku di bibirnya kini mulai menjalar ke bawah. Bu Reni melepaskan kocokannya dari penisku karena tidak dapat lagi di raihnya. Bu Reni menjambak rambutku ketika aku bermain dengan putingnya. Kujilat, kukulum, dan kugigit sembari meremas payudaranya dengan tanganku.
“Ahhhh……Ssshhh… Enak banget…..terus….” ceracaunya.
“ibu sexy banget…..”kataku merayunya.
Ukuran payudara bu Reni terbilang besar, tubuhnya ramping namun tak setinggi tubuh Naya.
Kuraba vaginanya yang berbulu lebat dan kumainkan klitorisnya dengan jariku.
Crekkk…..Crekkkkk…. handle pintu berbunyi. Tampak ada yang mencoba membukanya dari luar.
Jantungku berdegub kencang. Bu Reni mendekap mulutku agar aku tidak bersuara.
Terdengar langkah kaki seseorang menjauh dari pintu. Tampaknya tadi Mang Ujang yang mengecek apakah perpus sudah di kunci atau belum.
“hufff….. hampir aja…” kataku.
Bu Reni tersenyum.
“ayo Tom… lanjutin dong…. Lagi enak nih…..” kata bu Reni.
“coba kalo ketahuan…. Bisa bisa kelulusanku di batalin bu…” kataku. Bu Reni tertawa.
Aku kembali mengeksplorasi payudaranya. Kujilat kedua belah payudara itu, tak satu titikpun terlewat.
“Ngggg… Sssshhh….. enak tom…” ceracaunya.
Rangsanganku kini turun ke perutnya, kujilat-jilat pusarnya. Bu Reni menegang.
“Ahhh… Ssssshhh… turun lagi tom…..” pintanya.
Perlahan aku turun keselangkangannya. Kujilat kedua pahanya di bagian dalam. Bu Reni mengcengkeram kepalaku seolah tak ingin aku menyudahi permainan itu. Perlahan rangsanganku mendekati vaginanya.
“Ahhhhh…… cepet Tom… udah gak tahan nih….” Kata bu Reni.
Ku jilat lubang vaginanya. Bu Reni kembali menggeliat liar. Kumasukkan lidahku dan kumainkan dalam vaginanya.
“Ohhh…. Ahhhhh… Ahhh…….. Sssshhh… terus Tom…”
Kumasukkan jari tengah dan jari manisku ke dalam vaginanya dan kujilat klitorisnya.
“Ohhhh……..” bu Reni melenguh panjang.
Kukocokkan jariku dengan tempo yang cepat. Bu Reni semakin menggila. Gerakannya semakin liar. Ia mendorong pingggulnya maju mundur. Seakan ingin aku memasukkan jariku lebih dalam.
Aku sudah tidak bisa menahan hasratku. Penisku yang menegang mulai terasa sakit menyaksikan tubuh wanita cantik ini menggeliat liar di hadapannya.
“ayo tom…. Masukin sekarang…..” katanya.
Tanpa berlama-lama langsung kutancapkan seluruh penisku ke dalam vaginanya. Penisku tenggelam sepenuhnya kedalam lubang kenikmatan itu. Kugerakkan dengan tempo yang cepat.
“Ahhh… Ahhh…………. Punya… kamu… gede… bang….nget…. tom… Ahh….. Ahhh… enak….” Ceracaunya.
Aku semakin bersemangat melanjutkan aksiku. Tubuh sexy bu Reni begitu menantang. Membuat birahiku memuncak.
Vagina bu Reni berdenyut. Padahal baru dua menit kami bermain. Tampaknya bu Reni yang terlihat liar dan haus sex ternyata gampang terpuaskan. Aku menghujamkan penisku dengan dalam dan cepat.
“Ahhhhh……. Ahhhhhhhhhhh………. Tom….. Ahhh………………….” Bu reni melenguh panjang.
Ia telah menggapai orgasmenya. Sial, padahal aku belum apa-apa.
Bu Reni terkulai lemas, menikmati sisa-sisa orgasmenya. Penisku belum aku cabut dari vaginanya dan kurasakan cengkeraman vaginanya pada penisku mulai mengendur.
“yah…. Masa udahan bu…. Belom keluar nih…”kataku.
“hehe…. Maaf ya… habis udah beberapa hari gak ML…. jadi kebawa nafsu….” Kata bu reni.
“kamu udah pernah main anal sex blom Tom?” tanya bu Reni.
Aku menggelengkan kepala.
Bu Reni mengubah posisi, kini ia berlutut membelakangiku dalam posisi doggy style.
“masukin ke pantat ibu Tom….” Pintanya.
Aku mendorong penisku memasuki duburnya. Sulit sekali, pikirku. Benar-benar sempit. Perlahan-lahan penisku menerobos masuk ke dalam dubur bu Reni.
“Asssssshhh…. Sempit banget bu…….enak….”kataku.
Langsung saja kugerakkan penisku maju mundur di dalam duburnya. Sensasinya sungguh berbeda dengan vagina. Rasa jijik bercampur dengan nafsu yang membara, melahirkan sensasi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Bu Reni memainkan klitorisnya dengan tangan menikmati sisa orgasme yang tadi ia rasakan.
Himpitan dubur bu Reni yang sempit meremas batang penisku. Penisku mulai berdenyut.
“Ssssshhhh…. Nikmat banget pantat ibu…. Sempit…. Ahhh…….”
Kupercepat kocokanku untuk mengejar kenikmatan. Denyutan di penisku semakin kuat kurasakan.
“Aaaaahhhhh……. Ahhhhhhhhhhhhhhhh…..”
(sfx : Croooottt……Croootttt………)
Spermaku tumpah di duburnya. Ohh…. Nikmat sekali. Kucabut penisku dari duburnya dan spermaku meleleh keluar.
Bu Reni membersihkan sisa spermaku dengan tisu. Kami kembali berpakaian dan bersiap untuk pulang.
“sekali lagi makasi ya bu…. Untuk semuanya…”kataku.
“iya Tom… ibu juga ngucapin makasih banyak udah mau nolongin ibu…” katanya.
Bu Reni mengecup bibirku dan kami bergegas pulang.
Beberapa hari berlalu. Tibalah saat pembagian ijazah. Hatiku berdebar, ingin melihat nilai-nilai yang sudah kuperjuangkan selama tiga tahun aku bersekolah. Aku datang ke sekolah bersama mama, ketika namaku dipanggil aku dan mama maju ke depan kelas. Wali kelasku menyerahkan ijazah kepadaku. Senang sekali saat itu. Kulihat Indah yang duduk di barisan belakang bersama mamanya mengacungkan jempol padaku.
Nilai-nilaiku cukup bagus. Dengan rata-rata nilai delapan koma dua aku cukup optimis dapat diterima di universitas negeri jika aku melanjutkan kuliah nanti.
Sesampainya di rumah Naya memelukku, mengucapkan selamat atas kelulusanku. Kami bertiga berbincang diruang tengah sambil menonton TV. Dari tasnya mama mengeluarkan tiga tiket pesawat menuju bali. Hadiah kelulusan katanya.
Senang sekali kami sekeluarga akan berlibur selama tiga hari di pulau dewata. Bagiku tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding menghabiskan waktu bersama mama dan Naya.
Tak bisa di pungkiri, hari kelulusanku dari sekolah adalah pengalaman hidup yang tak mungkin kulupakan.
Selamanya…. Dua bulan berselang setelah hari kelulusanku. Beberapa hari berlibur dibali bersama mama dan kakak cukup membuat pikiranku yang semerawut kembali jernih.
Kini setelah aku lulus dari SMA, aku memutuskan untuk menunda dahulu kuliahku. Disamping tidak ingin merepotkan mama, aku juga ingin menjajal kemampuanku di dunia kerja. Namun sayangnya sampai saat ini aku belum juga memiliki pekerjaan. Mungkin karena titleku yang hanya sebatas SMA membuat perusahaan yang kudatangi menolakku. Rata-rata yang mereka inginkan adalah minimal lulusan D3. Jadi aku harus apa, pikirku. Apa aku harus menyerah sekarang? Ooohhh.. tidak bisa.
Aku menyalakan komputer diruang tengah. Komputer yang sehari-hari digunakan kakak untuk berbisnis. Belakangan ini Naya mulai sibuk dengan kuliahnya yang sekarang sudah menginjak tahun terakhir. Sebenarnya dia memintaku untuk menjalankan bisnisya sementara. Tapi apa daya, aku kan tidak mengerti apa-apa tentang mode busana perempuan.
Aku berselancar di dunia maya, dengan bermodal keyword ‘peluang usaha’ kumasuki satu demi satu website yang tertera di halaman google.com itu. Rata-rata isinya adalah peluang bisnis online yang bisa dikerjakan dirumah. Tapi bisnis online dalam hal apa? Kebanyakan mereka memasang iklan layanan, atau produk yang mereka buat sendiri. Berjam-jam aku tetap terpaku pada layar monitor berbentuk persegi panjang itu.
Pinggangku mulai pegal, mungkin karena aku jarang berolahraga, pikirku.
Aku beranjak dari komputer itu. Berjalan menuju teras dan duduk disana. Memandangi langit sore itu, awan berarak yang melayang perlahan.
(sfx : Criiinngg….) bunyi notifikasi pesan terdengar dari handphoneku.
Kuraih handphoneku dari saku celana, benar saja ada sms. Kulihat itu dari Andi, teman sekelasku semasa SMA.
‘lagi dimana bro…?’ tanyanya.
‘lagi drumah.. knapa?’ aku membalas.
‘ikut gue yuk.. gw mau nongkrong sm tmen-tmen klub motor..’ katanya.
‘yaudah lu samper gw dah…’
Setengah jam berlalu. Andi datang dengan motornya. Aku segera memanaskan motor dan bersiap berangkat. Kususuri jalan mengikuti kemana roda motor Andi bergulir. Jampu-lampu jalan yang temaram, kerumunan orang-orang yang hilir mudik di trotoar, perlahan pemandangan itu mulai mengusir rasa penatku. Tak lama kami sampai ditempat yang dituju, di bilangan jakarta selatan. Kulihat puluhan motor berjajar disana dengan motif, gaya, warna, dan model yang berbeda-beda.
Aku dan Andi memarkir motor kami. Andi berjalan menuju kerumunan orang-orang disana, aku mengikutinya dari belakang sambil mengamati, keren sekali motor-motor mereka, pikirku.
“brayy….. baru sampe lo…” sapa salah seorang laki-laki disana.
Andi dan laki-laki itu bersalaman dengan gaya khas mereka.
“bray, kenalin sohib gw… Tomi namanya…” kata Andi sambil menepuk bahuku.
“halo bro….. kenalin Tomi..” sapaku.
“Sandi…… salam kenal bro…., ayo gabung aja kita nongkrong… sante aja, kita semua kawan disini…” kata laki-laki itu yang kini kuketahui namanya.
“di sini semua motornya custom ya bro?” tanyaku sambil mengamati motor di sebelahku.
“yoi…. Kalo di klub kita, motor apapun boleh gabung… standar atau uda custom ga penting…, tapi rata-rata disini sih uda custom semua… motorlu yg mana bro?” tanya Sandi.
“tuh…. Masi standaran bang..” aku menunjuk motorku yang kuparkir. Yamaha Byson berwana merah tua yang kustandarkan diujung motor-motor lain.
“wuidihh…. Ini kalo di custom bahaya juga nih motor….” Komentarnya.
“emang biaya untuk custom sampe jadi kaya begini kira-kira abis berapa bro?” tanyaku sambil menunjuk motor di sebelahku.
“tergantung bro…. mahal murahnya tergantung dimana kita nyari barang dan bisa-bisanya kita nawar. Kalo yang ini untuk bodynya aja habis sekitar enam juta…” katanya.
Mataku terbelalak. Hanya untuk body? Pikirku. Padahal body standar yang original saja hanya berkisar antara tiga sampai tiga setengah juta.
“gile mahal banget bro….”kataku.
“iya soalnya custom bikin model sendiri, jadi Cuma satu-satunya. Limited edition lah kalo orang bilang.” Katanya.
“emang ga bisa bikin sendiri bro?” tanyaku.
“bisa aja… tapi prosesnya lama, dan kebanyakan dari kita kan kerja semua.. jadi ga ada waktu untuk utak-utik motor…”
“ohhhh……” aku bergumam sambil tetap mengamati motor disampingku.
Cukup lama aku berada di sana. Dalam perjalanan pulang aku mendapatkan ide bisnis yang cemerlang.
Sesampainya dirumah, Naya sedang duduk di depan komputernya.
“kak pinjem komputernya bentar boleh ga?” pintaku.
“sebentar ya…..” jawabnya.
Aku duduk di bangku yang sedang diduduki Naya dan memeluknya dari belakang. Bangku itu terlalu sempit untuk kami duduki berdua, sehingga Naya mengangkat pantatnya dan duduk dipangkuanku.
“kakak abis mandi ya… wangi banget..” kataku.
“iya… hehe….” Jawabnya.
Aku mulai meremas pelan payudara Naya dari luar handuk kimono yang ia kenakan. Himpitan pantat Naya pada penisku mulai membuat penisku mengeras.
“cepet amat gedenya Tom…” kata Naya.
“habis kakak wangi banget… aromanya bikin terangsang aja sih….” Kataku.
Naya berbalik menghadap ke arahku. Dia melepaskan bajuku satu persatu, hingga aku kini telanjang bulat.
Naya membuka handuk kimono yang dikenakannya. Dan duduk di pangkuanku sambil menggerakkan pantatnya. Kami berdua kini sudah telanjang sepenuhnya. Gesekan pantat Naya di penisku membuatnya makin mengeras.
Aku masih meremas-remas pelan payudara Naya sambil menjilati punggung, pundak, dan tengkuknya.
“mama mana kak?”tanyaku.
“Sssshhh…… Ahh…. Di atas… lagi mandi kayanya..” dia mendesah di sela kata-katanya.
Naya tetap menggoyangkan pinggul dan pantatnya selagi jemari tangannya menari di atas keyboard komputer.
Tangan kananku kuturunkan ke selangkangannya. Kuusap lembut klitorisnya.
Gerakannya mulai berubah liar. Kini ia sudah tidak dapat berkonsentrasi lagi pada keyboard.
“Ssssshhh…. Ahh…. Ahhh… enak banget Tom….”. desahnya.
Naya mengarahkan cursor mouse ke sebuah folder dan dibukanya folderitu. Folder berisi film-film panas yang biasa kami tonton berdua. Naya memainkan satu buah film yang bercerita tentang dokter wanita yang berhubungan sex dengan pasiennya di kamar rumah sakit.
Naya setengah berbalik. Ia merangkulkan sebelah tangannya ke leherku. Ia melumat bibirku tanpa menghentikan gerakannya. Kubalas ciumannya sambil tetap menggerakkan tanganku pada klitorisnya.
Ciumanku perlahan menuruni wajahnya, kujilat leher Naya.
“Aaacchh….. Sssssshhh……” ia mendesah sambil menjambak rambutku.
Permainan di video yang diputar Naya mulai memanas, dokter dan susternya kini mengoral pasien tersebut.
Naya meraih penisku dan menjepitnya diantara kedua pahanya.
Foreplay kami makin memanas. Lelaki di film itu mulai memasukkan penisnya ke vagina sang dokter. Naya menggerakkan penisku diselangkangannya.
Kupilin puting Naya dan ia mulai merintih.
“Ahhhh….Uhhhh.. Tommm….. ayo masukin Tom… kakak udah ga tahan…Shhh….”
Naya membalikkan badan dan menghadap ke arahku. Dibimbingnya penisku menuju lubang vaginanya yang kini sudah basah. Ia menghujamkan penisku masuk ke vaginanya dalam sekali tekan. Penisku kini sudah masuk seluruhnya ke dalam lubang kenikmatan itu.
“Aaaahhhhhhh……” pekiknya ketika penisku menerobos lubang vagina yang sempit itu.
Naya dan aku memang sudah sering melakukan hubungan sex. Hampir tiap hari selama delapan bulan terakhir. Namun kurasakan lubang vaginanya tidak banyak mengalami perubahan sejak kuambil keperawanannya dulu. Tetap sempit dan nikmat.
Naya merangkul leherku. Mendekatkan wajahku pada puting payudaranya.
Kugigit pelan puting Naya dan kuhisap dengan kuat.
“Ahhh…Shhhh…..Tom….. enak banget….”
Naya menyibakkan rambut dan melepaskan kacamatanya. Gerakan tubuhnya kini semakin liar. Naik dan turun ia menggenjotkan vaginanya yang terisi penuh dengan batang penisku. Payudara Naya yang menggantung kini berguncang-guncang menampar wajahku.
Ini pertama kalinya kami melakukan hubungan sex dalam posisi duduk di bangku yang sempit. Sensasi sex baru yang kurasakan membuatku tak mampu menahan luapan nafsuku.
Penisku mulai berdenyut, kutahan sekuat tenaga agar orgasmeku bersamaan dengan Naya.
“Ahh…Sshhh…. Kontol kamu udah berdenyut Tom…..Ahhhh… kakak mau nyampe…….” Katanya.
“iya kak…..Ahhh…..jangan lama-lama….. aku udah mau keluar…..” kataku.
Naya mempercepat irama gerakannya. Dihujamkannya dengan keras penisku kedalam vaginanya. Saat ini aku khawatir bangku ini bisa patah, tak mampu menahan luapan nafsu kami yang semakin liar.
“Ahhh…..Ahhhhhhhhhh…….Ssshhh…. Aaaahh……” Naya melenguh panjang. Kurasakan cairan hangat menyirami batang penisku. Vagina Naya sekarang semakin licin. Memudahkan penisku menerobos lebih dalam.
Kini giliranku yang menggoyangkan tubuh Naya. Dengan cepat kugerakkan tubuhku yang ditunggangi Naya.
“Ahhhhh…. Shhh…… kak……”
(sfx : Crootttt…. Croootttt…. Croooottt…)
Spermaku telah menyembur di dalam rahimnya. Tubuhku melemas. Kami kini berpelukan selagi duduk di bangku yang sempit itu.
Mama yang mendengar desahan kami kini menuruni tangga.
“ihhh…. Mainnya gak ngajak-ngajak….” Kata mama.
“iya nih ma… Tomi dateng-dateng langsung gerayangin aku…” kata Naya.
“hehe… nanti ya mah….. baru aja keluar nih….” Kataku.
Naya bangkit dari pelukanku dan menyambut mama.
“sini mah… main sama Naya aja… kita jadi lesbian sementara…” kata Naya.
“boleh… yuk…. Jangan lama-lama ya Tom….” Kata mama.
“iya…” kataku.
Kini aku beralih pada layar komputer.
Mama dan Naya sudah memulai aksinya di belakangku.
Aku mulai menjelajahi internet. Kali ini berbekal keyword ‘motor custom’, terpampang beribu gambar dari motor-motor yang dimodifikasi, jauh lebih keren dari motor-motor standar pabrikan. Aku mulai berpikir. Kira-kira apa aku bisa membuatnya.
“kamu nyari apa sih Tom….Sssssshh….Ahhh ” kata mama yang sedang menerima oral service dari Naya.
“peluang usaha mah… kalo aku gak diterima kerja dimana-mana aku mau buka usaha sendiri, usaha rumahan gitu…” jawabku sambil kutelusuri informasi tentang modifikasi motor lebih jauh.
Sementara itu permainan antara mama dengan Naya semakin memanas.
Naya mengusapkan puting susunya di klitoris mama selagi lidahnya memainkan puting mama.
“Ssshhh… Ahhh…Ahhh…. Nay….. kamu pinter banget Nay…. Enak..” ceracau mama.
“Ahh…. Ssshh…. Biar sama-sama enak mah….” Jawab Naya.
Keduanya masih larut dalam permainan yang entah kapan berakhirnya.
“Nay…. Pake dildo yuk…..” kata mama.
“Ahh… boleh tuh mah…. Ambil yuk..”
Mama dan Naya bergegas masuk ke dalam kamar. Mama membuka laci paling atas di meja riasnya. Tampak empat buah dildo tergeletak di dalamnya. Rupanya mama punya beberapa model dildo yang dimainkannya dulu. Ada yang lurus dengan totol-totol bintik seperti bisul, ada yang memiliki model spiral seperti shockbreaker. Ada-ada saja pikirku.
Naya dan mama bermain di dalam kamar, sementara aku kini tidak ikut dalam permainan mereka. Biarlah sekali-sekali mereka menikmati sensasi berbeda dalam bermain sex.
“kamu mau yang mana Nay..?” tanya mama.
“ihhh… yang ini lucu ma… totol-totol… unyu-unyu banget…” kata Naya.
Mama menyerahkan dildo itu kepada Naya. Sementara mama mengambil dildo yang agak berlekuk. Lekukan pada dildo itu mirip polisi tidur kecil-kecil berderet yang biasa kita temui di pintu masuk tol.
Diisikannya baterai kedalam dildo itu kemudian mama mengajari Naya cara memakainya.
“nih mama kasi tau….. yang ini buat nyalain getarannya…. Nah kalo yang kecil ini nih… buat ditempelin ke klitoris….” Mama menjelaskan. Naya hanya mengangguk dan mencoba menyalakannya.
(sfx : rrrr…RrrrrrRRrrr…..)
Dildo itu bergetar.
“hihihi….. pasti geli banget kalo masuk ke memek ya mah…..” kata Naya sambil menempelkan ujung dildo yang dipegangnya ke puting mama.
“Ahhh….. geli… nakal kamu ya…. Mama bales” kata mama seraya membalas perbuatan Naya.
Mereka pun larut dalam perang dildo. Cukup lama mereka asyik mengerjai satu sama lain.
Kini mama dan Naya saling berpagutan. Bibir mereka menyatu, lidah mereka saling bertautan. Seperti ular yang sedang meliuk-liuk mencari mangsa. Mama dan Naya bertukar dildo. Naya memasukkan dildo yang dipegangnya ke lubang vagina mama, begitu pula sebaliknya.
“Aaahhh…. Sshh……geli Nay….” Kata mama.
“Uhhh….Ahhhhhhhh…… sama mah…..”
Mereka kembali berpagutan dan menjilat satu sama lain.
Mama dan Naya menghimpitkan kedua pasang payudaranya. Saling menekan satu sama lain.
“Ahhhh…. Ahh… punya kamu udah sama gedenya kaya mama Nay…. Ahhh…” kata mama.
“Shhh… iya donk…Ahh….. kan tiap hari minta di isepin sama Tomi….”
Permainan mereka semakin liar. Mama memasukkan dildo yang dipegangnya ke dalam vagina Naya dengan tempo gerakan yang cepat. Hal itu membuat tubuh Naya menggeliang hebat.
Diremasnya payudara naya sambil sesekali memainkan putingnya. Kini mama menjilati klitorisnya Naya.
“Ahhhhhhh…… Ahhhhhhhh…… mah…. Terus mahh….. Ahhhh…” Naya mendesah hebat.
Mama tak memberikan Naya kesempatan untuk mengalihkan pikiran. Ketika Naya mulai bisa mengatur napas, mama menghisap kuat klitoris Naya. Naya pun kembali menggeliang hebat. Tubuhnya menegang dan sesekali bergetar. Keringat mulai membasahi kulit Naya yang putih tanpa noda.
“Ahhhh… mahh…. Naya mau nyampe mah….Uhhh….” desahnya.
Mama mempercepat gerakannya sambil sesekali memutar-mutar dildo dalam vagina mama seperti menggali tanah dengan sebatang kayu.
“Ahhhhhhhhhhh……Sshh… Aaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhh…….” Naya memekik ketika orgasmenya datang. Cairan kenikmatan itu meleleh keluar dari vaginanya. Perlahan-lahan mama menurunkan kecepatan kocokannya. Mama menjilati sekeliling puting Naya. Membiarkan Naya menikmati orgasme yang baru saja dia dapatkan.
“Ahhh… enak juga mah…. Sensasinya beda… walaupun emank lebih enak dimasukin kontolnya Tomi…” kata Naya seraya mengelus lembut rambut mama.
“iya… emank masih enakan dimasukin kontol yang asli hihihi…..” kata mama.
“sini mah gantian…. Biar Naya yang mainin..”
Mama merebahkan dirinya diranjang. Mereka berganti posisi, kini giliran Naya yang melayani nafsu mama. Ia memasukkan dildo yang digenggamnya ke dalam vagina mama dan mereka berpagutan.
“Ahhh…. Shhhh….. lebih dalem lagi sayang….” Kata mama.
Naya memang baru kali ini memainkan dildo, sehingga ia masih kurang memahami seberapa dalam ia harus menekan dildo itu. Naya memasukkan dildo itu lebih dalam, sampai tonjolan kecil dildo itu menempel di klitoris mama. Penis buatan yang masih dalam keadaan mati itu kini dinyalakannya.
“Ahhhhhhhhh…. Sssshhh…..” mama memekik tertahan karena kaget ketika dildo itu menyala dan bergetar daam vaginanya.
“hehehe…. Kaget ya mah….” Kata Naya.
“nakal kamu yah…. Ayo kocokin memek mama…” kata mama.
Naya mulai menggerakkan batang dildo itu. Kini tak segan-segan ia menghujamkan seluruh dildo yang bergetar itu kedalam vagina mama.
“Ahh… Ahh….. Shh… Ohh….” Ceracaunya
“enak mah…?” tanya Naya.
Mama yang sedang memejamkan matanya hanya mengangguk.
Naya kini memainkan lidahnya. Ia menjilati perut mama, menyapu kulit mama yang putih dengan lidahnya yang berwarna merah muda. Tak satu pun bagian yang terlewat.
“Ssssshhh….. Ahhh…. Enak sayang….” Kata mama.
Jilatan Naya mulai menjalar ke payudara mama. ia menjilat kedua belahan dada mama dengan perlahan sambil menggetarkan lidahnya. Kelopak mata mama terkatub rapat. Mama mengigit bibir bawahnya, menahan sensasi geli yang ditimbulkan oleh jilatan Naya di payudaranya.
Permainan sex mereka semakin menggila. Naya kini menghisap kuat belahan payudara mama. menimbulkan bercak merah pada kulit mama yang putih. Dicupangnya sekujur tubuh mama.
Mama menggeliang hebat akibat rangsangan itu. Setelah puas meninggalkan noda merah itu, kini Naya menjilati kedua ketiak ibunya sendiri. Menyebabkan nafsu mama yang sudah memuncak semakin meluap-luap.
Pikiran mama melayang, getaran dan gerakan dildo di dalam vaginanya mulai menyebabkan vagina mama berdenyut.
“Ohhh… Nay… ambilin satu lagi dong dildonya…Ahhhh….. Ahh…” kata mama.
Naya menghentikan jilatanya.
“buat apa mah? Emang satu kurang……” kata Naya.
“buat dimasukin ke pantat mama….”
“ihhh mama ada-ada aja… ihhh….. udah mau nyampe ya mah?”
Mama hanya mengangguk. Naya menuruti saja permintaan mamanya. Ia memasukkan perlahan dildo itu ke anus ibunya lalu dinyalayan.
“Aaaauhh…. Sssshhh…. Ahhh…. Kocokin lagi nay….”
“emank enak ya mah di masukin dua-duanya?” tanya Naya.
Mama mengangguk.
“ini namanya double penetrasi…. Ahhhh… kocokin yang kencang sayang…. Ahhhh….Sssh…”
Naya tampak keheranan melihat perubahan pada diri mama setelah kedua dildo itu menancap. Dildo yang menancap di anus mama ia biarkan menyala, sementara ia terus menghujamkan dildo yang digenggamnya ke vagina mama bertubi-tubi.
“Ahhhhhhhhh……. Nay… mam…ma…. Mau sam..pai… Ahhhh…Ahhh…”
Naya menjilat dan mengigit payudara mama dengan rakusnya. Digigitnya puting mama agak keras. Mama menggeliang hebat. Ranjang spring bed itu mulai mengeluarkan bunyi berdecit. Seakan tak sanggup menahan luapan birahi mama yang semakin meningkat.
“Ahhhh…. Nay… Ahhhhhhhhhhhhhhh…” mama melenguh panjang.
Cairan kenikmatan dari vagina mama menyembur deras ke jemari tangan Naya. Menandakan orgasme yang digapai mama begitu hebatnya.
Naya menurunkan kecepatan kocokannya sambil tetap mengulum puting mama dengan perlahan.
Mama mengelus kepala Naya. Menikmati sisa-sisa orgasme yang baru saja terjadi. Tubuh mereka berdua kini penuh dengan keringat yang bercucuran. Mereka berbaring bersandingan.
“mama cepet amat orgasmenya kalo di masukin dua biji…” kata Naya.
“behh.. kamu musti coba nanti kapan-kapan….”
“nanti mah cobain masukin ke pantat Naya…”
“emank kamu sama Tomi udah pernah anal sex?” tanya mama.
Naya menggeleng.
“mikirinnya aja Naya udah geli….. tapi kalo liat mama sampai keenakan begitu Naya mau ah…”
Mereka berbincang sejenak, tersenyum dan tertawa bersama. Tampak keluarga kami sungguh bahagia soal urusan sex. Tak ada aku pun mereka bisa menikmati permainan sex berdua.
Mama sangat kelelahan akibat dari orgasmenya yang sungguh dahsyat. Karenanya ia memutuskan untuk tidur. Naya kini menghampiriku, tanpa busana sehelaipun ia memelukku yang sedang duduk di depan komputer dari belakang.
“emang kamu mau buka usaha apa sayang…?” tanya Naya.
“belom mutusin sih kak… tapi kayanya mau buka usaha modifikasi motor…” kataku sambil tersenyum menyambutnya.
“bagus juga tuh… kamu kan suka motor. Jalanin aja…., kakak juga jualan baju karena suka baju… makanya bisnis kakak tetep jalan.. karena gak akan bosen kalo udah hobi…” lanjutnya.
Kami mengobrol cukup lama. Naya memberikan beberapa nasihat padaku jika aku ingin memulai usaha sendiri. kakakku ini memang sempurna, pikirku. Cantik, sexy, baik, ramah, perhatian, pintar dalam bisnis, dan pintar memuaskanku dalam hubungan sex.
“makasih ya kak dukungannya… aku makin cinta aja deh sama kak….” Kataku.
“huuuu….. ngerayu ni ceritanya…?” kata Naya.
“ihhh… ngak kok kan kenyataan….”
“iya….. kakak juga makin cinta dan sayang sama kamu…” kata Naya sambil mengecup pipi kananku.
“kakak tadi main sama mama ngapain aja? Suaranya sampe kesini lho…. Awas nanti kalo kedengeran orang kan bahaya….” Kataku.
“ngak lah…. Kamar mama kan dibelakang… di lantai dua lagi… kemungkinannya kecil kedengeran keluar…., mama tadi minta double penetration…..” kata Naya.
“apaan tuh kak…..” tanyaku.
Naya menceritakan tentang permainannya dengan mama.
“kak…. Kapan-kapan main anal sex yuk… aku kepingin nyoba….”kataku.
Aku berpura-pura belum pernah bermain anal sex sebelumnya. Padahal aku sudah melakukannya satu kali bersama bu Reni di sekolah. Bisa bahaya kalau sampai kakak dan mama tau.
“kakak masi takut…. Hahaha katanya sih sakit kaya perawan gt…”
“masa sih kak…. Yaudah kapan-kapan aja… kalau kakak mau tinggal bilang….”
“iya…..” kata Naya.
Aku mem-bookmark beberapa halaman yang menjelaskan langkah demi langkah dalam membuat body motor. Mataku mulai lelah, munkin karena tidak terbiasa berada di depan komputer. Kami menyudahi pembicaraan itu dan bergegas menyusul mama untuk beristirahat.
Temaramnya langit sore telah berubah menjadi kegelapan malam. Seakan menuntun khayalku melayang mengarungi lautan mimpi. Dalam pelukan mama dan Naya aku membayangkan tentang masa depan. Akan jadi apa diriku nanti. Well…. Kalo bertanya pada rumput yang bergoyang, jawabnya…. SIAPA YANG TAU. Beberapa bulan berlalu. Rencanaku membuka bengkel modifikasi motor telah terwujud berkat kerja kerasku belajar dari sana sini. Well… sebenarnya sih aku tidak menjalankan usaha ini sendiri. melainkan berdua dengan sahabatku Andi, yang sama-sama hobi dengan dunia otomotif.
Usahaku berjalan cukup lancar. Kami mengawali usaha kami dari garasi rumah Andi. Dua bulan berselang, untung yang kami peroleh sudah cukup besar. Kami memberanikan diri menyewa sebidang tanah. Tidak terlalu luas, hanya sepuluh x lima meter. Setidaknya cukup untuk digunakan sebagai workshop.
Aku cukup puas dengan apa yang aku capai sekarang. Walapun kata orang kepuasan itu adalah musuh utama dalam bisnis, tapi yah… mau bagaimana lagi. Diusiaku yang kini menginjak 18 tahun aku sudah memiliki penghasilan setara manager di perusahaan swasta. Dan empat orang karyawan. Lumayan lah, pikirku.
Namun perasaanku sempat gundah beberapa minggu lalu, mama telat menstruasi dan positif hamil. Pukaku pucat pasi mendengar cerita dari kakakku Naya. Apa komentar para tetangga nanti kalau melihat perut mama yang kian hari kian membesar ketika ayah sudah tiada.
Untunglah kami memiliki saudara seorang bidan. Adik mamaku, Shelly namanya. Oleh tante, mama diberi obat penggugur kandungan. Rasa bersalahku muncul. Keluarga kami telah melakukan praktek aborsi. Ohh tuhan… cobaan apa yang kali ini engkau berikan kepada keluarga kami.
Ketika tante Shelly mendengar cerita mama tentang mengapa hal ini terjadi. Tante Shelly terdiam, tak tau apa yang harus di katakan. Tante berjanji untuk tutup mulut dan tidak menceritakan aib keluarga kami kepada siapapun, termasuk sanak family lain. Tante menyarankan agar mama memasang spiral sebagai pencegahan berikutnya. Mama selama ini rutin meminum pil kontrasepsi, namun tampaknya hari itu mama lupa. Mungkin karena kelelahan setelah bekerja, pikirku.
Jujur kukatakan. Aku sangat menikmati berhubungan sex dengan mama dan Naya kakakku. Tapi sejak kejadian itu, semua tidal lagi sama. Aku mulai kehilangan gairah. Entah karena trauma atau karena tekanan psikologis. Aku tak mau jika kejadian itu sampai terulang. Kasihan mama jika menderita karena cemoohan orang-orang, pikirku.
Aku duduk termenung di workshop. Memandang kosong ke awan yang entah berbentuk seperti apa. Apakah aku harus mengakhiri persetubuhan kami sampai disini, pikirku.
Tidak, kasihan mama. kini aku sudah seperti pengganti ayah bagi mama. Disamping wajah kami yang sangat mirip, sifat kami pun tak jauh berbeda. Namun bagaimana dengan kakak. Apakah aku harus meminta kakak mencari pacar dan segera menikah, pikirku. Aku tak rela jika kakakku yang sangat aku cintai harus menikah dengan laki-laki lain.
Pikiranku berkecamuk rasa bimbang menyelimutiku.
“lu kenapa sih bro….. belakangan ini sikaplu aneh…. Kalo begini terus kerjaan kita bisa berantakan…” Andi mengagetkanku, membuyarkan semua angan dan lamunanku.
“gapapa bro….. ada sedikit masalah… masalah kecil… ga usa diambil pusing..” kataku seraya bangkit.
Andi menarik tanganku untuk kembali duduk.
“sini dulu sih….. lu kalo ada masalah cerita lah… jangan kaya ayam kena tetelo gitu…. Diem… ngelamun….. aduh… risih gw ngeliatnya… masalah cewek?” tanya Andi.
“kepo banget si lu….” Kataku.
“udah si………. Masalah cewe mah selow buat gw…. Lu ga usa takut… apa perlu gw cariin cewe? Mau yang mana… Tasya, Annisa, Marsha…… Ohhhhh…. Jangan-jangan lu keingetan sama Indah…. Ngaku lo…” Andi.
Perkataan Andi terasa menusuk dadaku. Indah, sahabatku di sekolah dulu yang sempat ingin memberikan keperawanannya padaku, namun aku tolak.
“Isshhhhh…. Apaan si pake bawa-bawa Indah….” Kataku.
“alah….. muna lu…. Indah masi suka BBM gw nanyain lo….. nih liat…” kata Andi seraya menunjukkan percakaannya dengan Indah.
“kaga lah bray……. Lu mah suka bawa-bawa orang si…. Lu tenang aja, kalo soal kerjaan lu bisa percayain ke gw. Mau ada badai, tsunami, gunung meletus, atau ada kebo beranak kek… bagi gw kerjaan ya tetep kerjaan.” Kataku
“yaudah…. Yang penting lu jangan kebanyakan ngelamun, ntar kaya satpam depan komplek gw tuh… kesambet buto ijo..” kata Andi.
Aku tertawa terbahak-bahak mengingat apa yang Andi ceritakan tentang satpam itu. Bukan guyonan semata bahwa memang tiga hari yang lalu satpam perumahan Andi kesurupan. Sampai lari-lari sambil telanjang katanya.
“hahahaha… koplak lu ah…., perut gw sampe sakit. Dah ayo kerja lagi bray… deadline buat motor yang ini tinggal seminggu lagi.” Kataku sambil berjalan menuju salah satu motor yang sedang dikerjakan.
Memang kebiasaan kami untuk bekerja sambil sesekali bercanda. Agar tak cepat lelah dan bosan, pikirku. Selain itu agar kekompakan kami dan para karyawan bisa berjalan dengan mulus. Terbukti kinerja kami yang rapi dan cekatan membuat kami memiliki banyak langganan. Tak hanya motor, pernah sesekali ada mobil yang datang minta di modifikasi. Tadinya aku ingin menolak, tapi karena pemilik mobil itu adalah langganan tetap kami, ya apa boleh buat. LIBASSSS…..
Siang pun berlalu, langit yang cerah kini mulai memerah. Aku memacu motorku menuju rumah.
Sesampainya di rumah kulihat mobil mama sudah terparkir di dalam garasi. Aku memasukkan motorku kedalam rumah dan mengunci pagar, seperti biasa.
Kulihat mama dan Naya sedang duduk berdua di sofa.
“Ehh…. Sayang. Udah pulang… gimana tadi kerjanya, capek ya..” kata Naya.
“sini sayang duduk sama mama sama kakak….” Kata mama.
Aku meletakkan kunci di meja, lalu kurebahkan tubuhku di antara mereka. Aku menghela nafas, mengusir rasa lelah.
“mau minum?” tanya Naya.
Aku mengangguk. Naya beranjak dari sofa dan mengambilkanku segelas susu dingin.
“kamu kenapa sayang…. Akhir-akhir ini kamu berubah sejak mama hamil….” Tanya mama.
Aku terdiam tak kuasa berbicara.
“kok diem sih….. bener kan dugaan mama…”
Aku mengangguk pelan dan menyandarkan kepalaku di bahu mama.
“Tomi ga mau mama hamil lagi…., aku juga ga mau kakak sampai hamil… apa kata tetangga nanti kalo sampe mama atau kakak hamil tanpa suami….” Kataku.
Mama merangkulkan tangannya ke bahuku. Mendekapku erat dan mengelus rambut di kepalaku.
“jadi karena itu… pantes kamu belakangan ini kurang gairah….” Kata mama.
Naya datang menghampiri kami. Disodorkannya segelas susu kepadaku.
“minum dulu sayang…… biar gak galau lagi…” kata Naya.
Aku tersenyum. Memang hanya mama dan Naya yang mampu menghiburku di saat-saat sulit.
Aku menenggak segelas susu yang diberikan Naya.
Rasa haus yang kurasakan kini menghilang. Kukumpulkan sisa keberanianku dan mulai berbicara.
“mah…. Kak…. Sampai kapan kita mau begini...?” tanyaku.
“kamu kenapa Tom…. Bosen ya…” kata Naya.
“bukan bosen kak…. Aku sih seneng… seneng banget malah punya mama dan kakak yang sayang sama aku. Tapi……” kata-kataku terputus.
“mama ngak akan hamil lgi sayang….” Kata mama berusaha menenangkanku.
“iya mah…. Mama kan uda pasang spiral…tapi kakak gimana?”
“kakak kan udah minum pil KB….” Kata Naya.
“yeee… kalo nanti kelupaan kaya mama gimana… aku ngerasa bersalah ma… gara-gara aku mama sampai harus aborsi. Aku ngerasa berdosa ngebunuh calon anak sendiri…” kataku.
Mama hanya bisa tersenyum mendengar perkataanku.
“anak mama udah tambah dewasa……”katanya.
Mama mengusap punggungku dan melanjutkan apa yang ingin dikatakannya.
“gini ya Tom… secara teknis mama memang melakukan aborsi… tapi waktu itu usia kehamilan mama bahkan belum sampai satu minggu, janinnya pun belum jadi…”
“masa sih ma….” Kataku.
Mama mengangguk.
“waktu keluar juga…. Kaya mens biasa aja…. Gak ada gumpalan yang besar…. Memang yang udah kita lakuin selama ini salah… tapi apa salah kalau kita sama-sama memberi kenikmatan satu sama lain… jujur, mama sangat menikmati apa yang kita lakukan sekarang. Kita saling melengkapi, mama butuh kamu.. kamu pun juga terhindar dari sex bebas yang ngak jelas bersih apa ngak.” Kata mama.
“kakak juga Tom…. Kalau dipikir-pikir… kakak lebih suka berhubungan sama kamu. Kamu liat sendiri kan… diluar sana laki-laki baik dan setia udah mulai langka. Kakak takut kalau kakak menjalin hubungan sama mereka, yang ada justru sakit hati…. Hubungan antara laki-laki dan perempuan kan seharusnya saling memberi.. saling melengkapi… yah… seperti yang kita jalani sekarang…” kata Naya.
Naya tersenyum dan memelukku.
“jadi…. Kamu jangan galau lagi ya sayang….. kakak sedih ngeliat kamu terus ngelamun begitu…” kata Naya.
“oke… masalah mama udah clear… tapi kalo kakak sampe hamil gimana?” kataku.
“gampang….. kalian nikah aja… trus kita pindah dari sini….” Kata mama.
“ehhhh….. masa segampang itu.. nanti kalo ditanyain orangtuanya mana gmana?” kataku.
“halah…. Kamu ngaku aja jadi anaknya tante Shelly…. Gampang…” kata Naya seraya mengedipkan sebelah mata padaku.
“ihhh kakak…… aku ga berani ah…” kataku.
Naya menyergapku dan melucuti pakaianku.
“kamu jangan gitu donk sayang….. kita kan udah dua minggu gak ML bareng….. nanti lama-lama kakak perkosa nih” kata Naya sambil terus menggerayangiku dan berusaha melucuti semua pakaianku.
“ihh kakakk…. Hahaha…. Geli tu kak.. udah…udah…. Ampun…” kataku.
“wahhh ide bagus tuh Nay…… kita perkosa aja gantian hihihi….” Mama tersenyum nakal.
Mama bangkit dari sofa dan berjalan kedapur.
Waduh….. apa gerangan yang akan terjadi padaku.
Naya telah berhasil melucuti semua pakaianku. Kini aku sudah sepenuhnya telanjang.
Mama telah kembali dari dapur sambil membawa seikat tali di tangannya.
“aduh….. aku mau diapain nih….ampun….” kataku.
Naya mengecup bibirku.
“udah…. Kamu diem aja sayang…. Nikmati aja ya….” Kata Naya.
Mereka mengikat kedua tangan dan kakiku. Kini aku sama sekali tak bisa bergerak.
Mama dan Naya menanggalkan handuk kimono mereka di lantai.
“aduh mah…. Ampun…. Iya-iya nanti kita ML bareng lagi deh…” kataku.
“Sssssstttt…. Sandera yang sedang diikat berhak untuk diam…hihihi….” Kata mama.
Mereka mendekatkan wajah keselankanganku. Perlakuan mereka secara tidak langsung membuatku terangsang. Naya mulai meremas penisku dengan agak kasar. Tak butuh waktu lama sampai penisku menegang sempurna.
“nah….. sekarang kontol kamu jadi kekuasaan kita….hihihi” kata Naya.
Naya mengulum batang penisku dengan kuat.
“Ahhhh…. Shhhh… ampun kak…. Ahhhh……” desah itu tak kuasa kubendung dan keluar dari mulutku.
Mama memainkan buah penisku dengan lidahnya. Menciptakan rasa ngilu dan geli yang tak tertahankan. Tubuhku menegang menerima semua perlakuan mereka. Namun apa daya aku tak mampu melawan. Padahal aku ingin sekali mencium mereka, membelai rambutnya, mengulum putingnya. Tapi dalam keadaan diikat seperti ini apa yang bisa kulakukan.
Mereka benar-benar berniat memperkosaku sepertinya.
“Ohhh…..Ssssh….Ahhh…. maaahh… Auuhh…. Geli mah. Udah…..” ceracauku.
Mama dan Naya tak menggubris protesku. Mereka tetap memainkan peran mereka dengan sangat baik.
“Ahhhh….. kak….udah kak….”
“Sssssshhhhhhh… kamu diam aja udah…. Nikmatin aja hihihi..” kata Naya.
Naya memasukkan penisku kedalam mulutnya. Dalam sekali hingga aku bisa merasakan penisku menyentuh pangkal lidahnya.
“kak…. Ahhh… nanti kalo dalem-dalem kakak muntah….” Kataku berusaha meredam perlakuan mereka. Naya diam saja, tetap melanjutkan aksinya.
Kurasakan rasa geli dan merinding menjalar ke seluruh tubuhku. Penisku mulai berdenyut. Cepat sekali aku akan orgasme, pikirku.
“Ahhhh…. Ahhhh…. Kakk…… udah ma…..Ssshhh..Ahhh….” ceracauku.
Naya dan mama tak berhenti, malah kini semakin menjadi-jadi.
Aku tak kuasa menahan luapan birah yang kurasakan. Tak berselang lama orgasmeku datang.
(sfx : Croooott….Croootttt…..Crooottt)
“Oooohhh….Oohhh…Ssssh….Aaahhh….”
Spermaku menyembur di mulut Naya. Banyak sekali.
“kok cepet banget sih…..” kata Naya.
Mama meraih pipi Naya dengan kedua tangannya dan mereka berciuman. Naya meneteskan sebagian spermaku ke mulut mama dengan lidahnya, kemudian mereka menelannya.
Ohh…pemandangan ini membuat gairah sexku kembali. Mereka saling mengadu lidah dan menjilat bibir satu sama lain. Membersihkan sisa-sisa spermaku yang tersisa, seperti vampir yang haus darah.
“lagian sih…. Ditahan sampe dua minggu… jadinya numpuk semua deh nafsunya…” kata mama.
Mama meraih batang penisku yang tak lagi mengeras sambil mendekatkan payudaranya ke wajahku. Tanpa diminta segera kuhisap putingnya. Memang ini yang sudah kutunggu sedari tadi. Naya melakukan hal yang sama. Ia menekan payudaranya kewajahku. Membuatku sulit bernapas karena himpitan payudara mereka yang besar.
Aku menjilat kedua payudara mereka bergantian. Ingin sekali aku memasukkan jemariku kedalam vagina mereka jika saja tanganku tak dalam keadaan terikat.
Mama dan Naya mendekatkan kedua puting mereka. Kini aku menghisap keduanya sekaligus.
“Shhhh…. Ahhh… terus sayang… isepin teruss….” Kata Naya.
Mama dan Naya kini berpagutan. Saling bertukar ciuman. Tak lama penisku segera mengeras. Naya segera merubah posisi naik ke atas tubuhku. Diarahkannya penisku menuju lubang vaginanya. Dengan sekali hentakan penisku menerobos masuk kedalam vaginanya yang sudah basah oleh cairan kenikmatan.
Aku masih mengulum dan menghisap puting mama. mama menarik kepala Naya ke arah payudara sebelahnya. Naya segera menghisap payudara mama sambil jemari tangannya yang lembut di masukkan kedalam vagina mama.
Desahan kami bergema diruangan itu. Keringat di tubuh kami tak henti-hentinya bercucuran. Aku meronta berusaha melepaskan diri dari tali yang mengikat tubuhku. Tubuhku yang sudah beberapa hari absen dari kegiatan sex sudah tak mampu lagi menahan gelora hawa nafsuku. Kepalaku seakan ingin pecah. Penisku menegang dengan kuat, namun karena baru saja aku mengalami orgasme, tidak kurasakan denyutan pada penisku.
“Ahhh…… Shhh… Tom….” Naya mendesah lembut. Kurasakan cairan kenikmatannya meleleh dibatang penisku. Orgasme yang dicapai Naya nampak biasa saja.
“cepet amat Nay…” kata mama.
“ini baru pembukaan mah…. Santai aja…. Sini mah gantian… kontol Tomi keras banget loh..” kata Naya seraya menarik tubuh mama.
Mama dan Naya bergantian menyetubuhi diriku. Entah sudah berapa kali mereka orgasme sampai akhirnya akupun mencapai orgasmeku yang kedua. Penisku kini mengendur. Akhirnya orgasme yang kutunggu-tunggu datang juga. Dengan begini permainan kami pun berakhir. Sempat terbesit dalam pikiranku, mungkin aku akan pingsan jika tak segera mencapai orgasme. Berkali-kali mama dan Naya menyiksaku. Ketika hampir saja aku akan orgasme mereka segera mencabut penisku. Sungguh terlalu, pikirku.
(sfx : Rrrrrrrrr…….Rrrrrrr…….Rrrrrr…….)
Handphone mama bergetar. Mama meraih handphonenya dan mengangkat telepon masuk itu.
“halo…. Oh kamu… ada apa?” mama berbicara pada telepon yang di tempelkan di pipinya.
“apa…..?? serius kamu….?” Mata mama terbelalak. Wajahnya yang tadi santai kini berubah menjadi serius.
“oke-oke… kalo gitu kamu kesini aja sekarang ya…., iya… iya sudah jangan nangis gitu…. Nanti kita bicarakan kalo kamu sudah disini ya… atau mau aku jemput?........ ohh oke aku kesana sekarang.”
(sfx : tut.. tut.. tut.. tut..)
Mama menutup telepon itu.
“siapa mah?” tanya Naya.
“tante Shelly mau cerai sama suaminya….”
“hah????” aku dan Naya memekik bersamaan.
“kok bisa sih.. emank ada masalah apa….. mereka kan belom ada dua tahun nikah..” kata Naya. Aku terdiam saja.
Mama mengangkat bahunya dan kini mengenakan pakaian.
“mama juga ga tau sayang…. Ini mama mau kesana jemput dia….”
“mama mau di temenin?” tanya Naya.
“ga usa sayang… kasian Tomi sendirian dirumah kalo kamu ikut…” kata mama.
“hati-hati ya mah…. Maaf Tomi capek banget… kalo ga cape pasti aku anterin….” Kataku.
“iya gpp…. Mama berangkat dulu ya…” mama yang telah selesai mengenakan pakaian lalu mengecup keningku. Diraihnya kunci mobil di meja dan bergegas menuju rumah tante.
“kak… lepasin aku donk…” pintaku memelas.
“oh iya…. Hampir lupa hihihi….” Kata Naya seraya melepaskan ikatan di tubuhku.
Ikatan tali itu cukup kuat sehingga meninggalkan bekas pada pergelangan tangan dan kakiku.
“nah… udah tuh…..” kata Naya.
“huff…. Begini kan enak…… kakak sama mama tega banget sih, aku sampe di ikat begini.
Naya merangkulkan kedua tangannya di pundakku lalu menempelkan keningnya pada keningku.
“habis kamu nakal sih… kakak sama mama gak dikasih jatah berhari-hari….” Kata Naya
“iya kak… maaf ya… aku masih trauma…” kataku.
“ya udah gapapa… toh sekarang kan udah lega… ya kan…”
Aku mengangguk. Kami berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan diri.
Guyuran air pada tubuhku menghapus peluh yang menyelimuti kulitku. Segar sekali rasanya. Baru kali ini aku melakukan hubungan sex hingga hampir dua jam. Kedua kakiku sampai bergetar tak mampu menahan beban tubuhku. Beberapa kali aku hampir jatuh di kamar mandi. Untung ada Naya yang memegangiku.
Naya memapahku menuju kamar. Dibaringkannya tubuhku di ranjang berwarna krem itu. Naya menyelimuti tubuhku dengan bedcover tebal untuk menghangatkanku. Naya memelukku erat dan kami pun tertidur.
Pagi telah datang. Sinar mentari menerobos masuk melalui celah-celah gorden. Kurasakan udara mulai menghangat.
Aku masih mengejap-ngejapkan mataku ketika kusadari Naya sudah tak ada disampingku.
Aku bangkit dan duduk diranjang. Kurasakan rasa pegal yang teramat sangat. Aku merenggangkan badanku, melemaskan otot-otot yang masih menegang.
Terdengar sayup suara wanita yang membacakan berita di TV. Tampaknya mama dan Naya sudah terbangun. Aku masih duduk diranjang ketika kudengar suara minyak panas yang bergemerecik didapur. Mama sudah pulang rupanya. Sepertinya mama sedang memasak, pikirku.
Aku mengambil handuk kimonoku dan mulai berjalan menuju kamar mandi. Kubuka pintu kamar dan kulihat seseorang sedang duduk di depan TV.
“kapan pulangnya mah?” tanyaku.
Ia menoleh.
Ternyata itu tante Shelly. Aku salah orang, wajahku kini memerah. Memang bentuk tubuh dan gaya rambut mereka benar-benar mirip jika dilihat dari belakang.
“kamu udah bangun Tom…” kata tante.
“i… iya tante…. Hehehe…. Kupikir tadi mama….” kataku tersipu.
Kutengok ke arah dapur, ternyata mama dan Naya sedang memasak disana. Haduh… malu sekali.
“keliatannya capek banget Tom, emank semalam main beraparonde?… sini duduk….” Kata Tante. Hah??? Dia tau apa yang kami lakukan semalam, pikirku.
Aku duduk disampingnya.
“iya tante…. Kemaren aku diperkosa sama mama dan kakak…. Hiks hiks….” Kataku sambil pura-pura menangis seperti anak kecil.
“hahaha…. Kamu sih…. Mereka gak kamu kasi jatah beberapa hari.. jadi beringas deh…” kata tante sambil tertawa.
“wooo…. Ngadu nih ye sama tante…” kata Naya. Ia datang bergabung dengan kami sambil membawa dua piring nasi goreng. Mama menyusulnya membawa dua piring nasigoreng lainnya. Harum sekali bau masakan mama. mama memang jago masak, tampaknya kakak juga menuruni bakatnya.
“mulai hari ini tante Shelly tinggal sama kita Tom.” Kata mama.
Aku menoleh ke arah tante.
“oh iya….. tante ada masalah apa, kok tiba-tiba mau cerai sama suami tante?” tanyaku.
Tante tertunduk diam. Ia membisu, seolah tak mampu lagi mengulangi ceritanya yang telah ia utarakan kepada mama kemarin.
“tan… maaf ya… yaudah ga usah dijawab….” Kataku.
Air mata tante menetes. Aku mengambilkan box tisu di meja dan kuserahkan padanya.
Ia mengambil dua lembar tisu dan menyeka air matanya.
“tante kamu dituduh mandul sama om….” Kata mama.
“tante ga tau harus gimana… hiks… harga diri tante sebagai wanita seperti di injak-injak sama suami tante sendiri. akhirnya tante minta cerai, sekarang lagi proses pengadilan…” lanjutnya sambil terisak.
“ohh gitu tan… yaudah tante tinggal sama kita disini aja… daripada tante gak ada yang nemenin….” Kataku.
“sekalian Tom…. Tante juga mau minta tolong katanya.” Kata Naya.
Aku kembali menoleh ke arah tante.
Ia kembali menyeka air matanya. Diam sejenak lalu berbicara.
“tolong hamilin tante Tom…., buktikan bahwa bukan tante yang mandul, kembalikan harga diri tante yang udah diinjak-injak” kata Tante.
WTF….. apalagi ini. Haduh…. Satu masalah pergi sekarang datang lagi masalah berikutnya.
Aku tak dapat berkata-kata saat itu. Kami semua terdiam, apakah mama dan Naya telah setuju dengan permintaan tante, pikirku. Hatiku berkecamuk, aku yang baru sembuh dari trauma setelah menghamili mamaku sendiri kini dipaksa untuk menghamili tanteku, yang tak lain adalah adik kandung mama.
Kehidupan ini memang kejam. Entah apakah aku sanggup bertarung melawan kerasnya kenyataan. Mungkin hanya sang waktu yang bisa menjawab pertanyaanku. Aku menghela nafas panjang. Tak ada pilihan lain selain menjalani semua ini sepenuh hati. Aku percaya Tuhan punya rencana besar yang tak kami ketahui. Seperti iklan ‘chitato’, LIFE IS NEVER FLAT…. Setuju? Mendengar ucapan tante, aku tidak bisa berkata apa-apa. Cukup lama mereka menunggu jawaban yang tak kunjung kuucapkan.
“Tom… ga perlu dijawab sekarang… kamu pikir-pikir dulu aja…” kata tante Shelly. Kini mereka semua meninggalkanku diruang tengah.
Masing terngiang ditelingaku kala tante Shelly mengucakan permintaannya padaku. Aku belum berbicara apapun sejak sore tadi.
Tante sangat mengerti keadaanku saat ini, sehingga ia tidak sampai hati jika harus mendesakku. Kini aku duduk termenung di teras rumah. Memandang kosong kearah semak dan rerumputan. Aku sama sekali tidak bisa berfikir saat itu. Pilihan itu sangat sulit untuk kucerna saat ini. Baru kali ini kurasakan benar-benar merasa sendirian, menanggung beban yang entah sampai kapan aku mampu menopangnya
Seekor kucing berwarna abu-abu dengan loreng hitam masuk ke pekarangan melalui sela jeruji pagar berwarna hitam itu. Aku menoleh ke arahnya.
Terbesit dalam pikiranku, kucing itu sendirian. Hidup tanpa tujuan pasti, tanpa teman, tanpa jaminan apakah ia bisa mendapatkan makanan esok hari. Aku mengulurkan tanganku kebawah mendekati lantai keramik berwarna merah itu. Kucing itu menoleh dan berjalan kearahku. Ia mengendus jemari tanganku. Kucing itu lapar, mungkin ia berpikir aku akan memberinya makanan.
Aku berjalan kedapur, mengambil sisa-sisa makanan yang sudah ditinggalkan dan membawanya dengan piring kecil. Aku berjalan menuju teras.
Kucing itu sudah tak ada disana, mungkin ia sudah pergi mencari makan ke tempat lain.
Kuletakkan piring kecil itu dibawah meja teras, mungkin saja kucing itu kembali, pikirku.
Jam tanganku kini menunjukkan pukul 11:30. Sudah malam, pikirku.
Aku bangkit dan berjalan kedalam rumah. Tak lupa kukunci pintu rumah dengan kunci yang menyangkut di bawah handle bagian dalam. Aku berjalan perlahan menuju kamarku, kamarku sendiri. tak terasa sudah beberapa bulan aku tidak tidur disana, semenjak hari pertama berhubungan sex dengan mama dan Naya, aku tidur bersama mereka di kamar mama.
Kulihat debu mulai menebal disudut meja, tempatku biasa menumpukkan buku-buku novel yang kupinjam semasa SMA dulu. Kini tempat itu kosong, tanpa ada sesuatu yang mengisinya.
Aku membuka laci paling atas di meja belajarku. Kulihat disana ada foto kelulusan ketika aku masih mengenakan seragam putih abu-abu. Kupandangi sejenak, mengenang masa-masa itu, dan kuletakkan foto itu di sudut meja yang berdebu.
Ranjang tidurku tertata rapi, bed cover berwarna merah dengan motif garis-garis itu menutupi seluruh permukaan ranjangku. Aku menekan saklar lampu dan bergegas naik ke ranjangku. Kusingkap bedcover tebal itu dan mulai menyelusup dibawahnya.
Bantal yang sudah lama tak kutiduri terasa begitu empuk. Aku memiringkan tubuhku kearah meja belajar. Kupandangi lekat-lekat foto kelulusanku. Dalam remangnya cahaya dikamar itu, hanya satu wajah yang kulihat dengan jelas. Indah ada disana dan tersenyum manis.
Akal sehatku tak kunjung pulang memasuki kepalaku. Dimana ia berada ketika aku sangat membutuhkannya. Aku mencoba berpikir, namun yang kudapat hanya ketakutan. Rasa khawatir akan akibat buruk yang bisa menimpa keluargaku. Aku memejamkan mata, berusaha mengusir ketakutan yang menguasaiku. Tanpa sadar air mataku menetes.
Mungkin ini adalah ganjaran dari tuhan, atas apa yang telah aku lakukan selama ini. Persetubuhan sedarah yang selama ini terjadi dibawah atap rumah ini, kusadari adalah dosa. Namun apa daya, aku hanyalah seorang manusia biasa yang memiliki hasrat, nafsu, dan cinta.
Ohh.. tuhan, apa yang harus hamba lakukan untuk mengakhiri penderitaan ini.
Malam itu sunyi sekali, sampai-sampai aku bisa mendengar suara jangkrik terbawa deru angin malam. Lamunanku akhirnya membawa aku terlelap.
Aku bermimpi, berada di sebuah padang pasir tandus. Kemanapun mata ini memandang, yang ada hanyalah lautan pasir berwarna kuning, teriknya matahari membakar kulitku, tak ada tempat berteduh, tak ada makanan, tak ada minuman, tak ada teman. Aku sendirian. Kurasakan kedua kakiku gemetar, aku jatuh tersungkur. Tubuhku berguling keras menuruni bukit pasir tempatku berpijak. Tanpa daya untuk melawan, tubuhku terperosok jauh sekali. Kini, pemandangan padang pasir itu telah berubah, menjadi sebuah tebing curam. Apakah aku jatuh dari tebing ini? Apakah aku sudah mati, pikirku. Aku terlentang di atas sebuah batu besar berwarna hitam. Tebing itu sangat gelap, satu-satunya sumber cahaya adalah tempat dimana aku masuk.
Aku terjebak, tak bisa berbuat apa-apa untuk keluar dari penderitaanku.
Terdengar ditelingaku suara air yang menetes dari stalagtit di langit-langit goa itu. Aku berjalan mendekat, berusaha mengumpulkan tetesan air itu di kedua telapak tanganku. Namun ketika aku menegadahkan tanganku dibawahnya, tetesan itu berhenti. Seakan tuhan tidak memberikan jalan untukku bertahan hidup. Mungkin lebih baik aku mati, pikirku. Aku kembali duduk termenung di batu besar itu, menunggu malaikat maut datang menjemput jiwaku yang berlumuran dosa.
Sebuah cahaya terang berwarna putih menyinari wajahku, silau sekali. Aku mengangkat sebelah tangan menutupi wajahku. Samar-samar kulihat seseorang disana. Aku tersenyum, mungkin inilah saat aku mati.
“jangan menyerah anakku…” sapa sosok itu.
Aku memicingkan mata untuk melihat siapa gerangan yang berbicara.
“ayah……” kataku. Aku berlari menghampiri sosok ayah dan memeluknya.
“masa depanmu masih panjang, yang harus kamu lakukan adalah melewati cobaan ini nak…” katanya.
Aku tak kuasa menahan tangis. Air mataku jatuh bagai rintik hujan yang tak dapat kubendung. Aku memeluk erat sosoknya.
“maafin aku yah…. Aku udah khianatin ayah….” Ucapku disela tangisanku.
Ayah mengusap lembut kepalaku. Usapan itu begitu hangat, penuh kasih sayang.
“ayah tidak menyalahkan kamu…. Ayah bangga punya anak yang kini bisa menggantikan peran ayah…., maaf ya Tom… ayah pergi terlalu cepat.”
“aku harus bagaimana yah….?” Tanyaku.
“ayah tidak bisa memberi nasihat apapun… sekarang kamu sudah dewasa…. Kamu adalah ayah.. apapun yang kamu pilih, ayah akan selalu mendukung kamu dari belakang… jangan menyerah sampai disini…..” sosok tubuh ayah kembali bercahaya, terang sekali. Perlahan cahaya itu memudar, aku larut dalam tangisanku. Berharap ayah masih berada disana menemaniku dalam kesendirian.
Aku duduk bersimpuh, dalam tangisanku aku berdoa. Semoga tuhan memberikan jalan padaku, walaupun jalan itu sangat sulit, sangat terjal, aku hanya berharap jalan itu terbuka untukku.
Tetesan air itu kembali menetes. Menciptakan bunyi berdecak yang bergema di seluruh goa.
Aku segera berjalan kearahnya, menegadahkan tanganku kembali. Tetesan air itu semakin cepat, perlahan tetesan itu berubah menjadi air yang mengucur. Deras sekali, memenuhi celah tebing itu dengan genangan air. Aku tenggelam di dalamnya.
“naik ke atas nak….” Kudengar suara ayah berbisik.
Aku segera berenang ke permukaan. Dalam riak air aku melihat ayah mengulurkan tangan dari atas. Aku mengulurkan tangan menyambut ulurannya.
“Tom…. Kamu kenapa? Tom bangun….” Kata Naya.
Aku terbangun dari mimpiku. Wajahku basah oleh linangan air mata, kaus yang kukenakanpun tak luput dari keringat.
“sayang…. Kamu kok nangis…. Ada apa?” kata Naya seraya memelukku.
Aku masih mengatur napas, tak mampu menjawab pertanyaannya. Jam di dinding menunjukkan pukul 03:00.
“kakak dengar kamu nangis, jadi kakak turun, kamu kenapa sayang… cerita dong sama kakak…..” kata Naya.
Kulihat air mata Naya menetes di pipinya.
“kak….” Kataku.
“kenapa Tom…” Naya melepaskan pelukannya. Kini ia memegang wajahku dengan sebelah tangan.
“kalo menurut kakak, aku harus bagaimana….?” Tanyaku.
Naya tersenyum, ia sangat mengerti perasaanku.
“kamu turutin aja permintaan tante, biar bagaimanapun tante adalah orang yang sedang tertimpa musibah lebih berat daripada kita… kita harus tolong..” katanya.
“tapi… aku ga bisa khianatin kakak…. Aku sayang sama mama dan kakak…. Aku ga bisa berhubungan sex selain sama kakak, sama mama….”
“ini demi keluarga Tom…., kita diajarkan menolong sesama… kalau ada seribu orang yang butuh pertolongan, sementara ada satu diantaranya adalah keluarga, kita wajib menolong keluarga lebih dulu….., kamu jangan mikir terlalu jauh, kakak sama mama udah setuju, yang perlu kamu lakuin Cuma hamilin tante Shelly, setelah tante Shelly hamil, semua terserah kamu….” Kata Naya.
Aku diam sejenak, akal sehatku mulai kembali. Terima kasih Ayah, pikirku.
“mama ada dikamar?” tanyaku.
“iya mama dikamarnya….”
“tante?”
“tante ada dikamar kakak….”
“aku mau ngomong sama mama….” kataku.
Naya mengangguk, kini kami berjalan menaiki tangga ke kamar mama.
Mama sedang duduk termenung memeluk bantal besar berwarna putih yang menutupi tubuhnya.
Mama menoleh kearahku ketika aku memasuki ruangan itu. Naya menutup pintu kamar. Mama bangkit dan memelukku erat.
“sayang….. maafin mama ya….. mama meminta terlalu banyak sama kamu…” kata mama.
“mah…. Aku punya permintaan….” Kataku.
Naya duduk diranjang dan menarikku untuk duduk disebelahnya. Mama mengikuti kami, kini aku berada diantara mama dan Naya.
“permintaan apa Tom…?”
“setelah semuanya selesai, aku mau kita pindah dari sini….” Kataku.
“memang ada apa sayang?” tanya mama.
“karena……..” kini aku menoleh, menatap wajah Naya. Wajah yang selama ini selalu terbayang dalam lamunanku.
“kak…… aku mau kakak nikah sama aku…..” kataku.
Naya tersentak mendengar perkataanku. Kami bertiga kini diam seribu bahasa. Mama dan Naya seperti tak tau harus berkata apa.
Cukup lama Naya diam dan termenung. Akhirnya senyum tipis menghiasi wajahnya yang cantik. Mama masih terdiam menunggu jawaban dari Naya.
“menurut kamu kakak jawab apa?” kata Naya.
“ihhhh…. Kakak…. Aku serius….” Kataku.
Naya tertawa kecil melihatku merengek. Mama memelukku dari belakang, ia menyandarkan dagunya pada bahuku.
“ohhh…. Jadi begitu syaratnya….. oke deh… mama merestui….” Kata mama.
Naya kembali tersenyum dan mengecup bibirku. Kami bertiga berpelukan, erat sekali. Kehangatan kasih sayang dalam keluarga kami tak bisa kupungkiri.
Naya melepaskan ciumannya dan mengangguk.
“iya….. kakak mau kamu jadi suami kakak….” Katanya.
Ucapan Naya bagaikan air dingin di tengah padang pasir yang terik. Begitu melegakan hati dan perasaanku yang gundah gulana dirundung cobaan yang tak ada habisnya.
Keputusan kami sudah bulat. Mungkin ini adalah yang terbaik bagi kami. Walaupun segala resiko sudah menanti akibat keputusanku, namun aku bertekad menghadapinya. Kali ini tanpa penyesalan.
“aku mau ke kamar tante…. Mama sama kakak mau ikut?” tanyaku.
Naya menggelengkan kepala.
“kamu aja sayang…. Selesaikan kewajiban kamu….” Kata mama.
Aku mengangguk dan berjalan melewati pintu kamar itu. Meninggalkan mama dan Naya berdua yang menunggu aku menyelesaikan kewajibanku.
Kuketuk pelan pintu kamar tante Shelly.
Tak butuh waktu lama. Tante Shelly membukakan pintu, rupanya ia belum juga tertidur.
“eh…. Tom… ayo masuk….” Kata tante.
Tante Shelly membalikkan badan dan berjalan menuju ranjangnya, kulihat sepitas dari balik punggungnya, tante Shelly menyeka air mata diwajahnya.
Aku menutup pintu kamar itu dan berjalan kearahnya. Tante Shelly duduk di ranjang itu, aku mengikutinya. kini aku duduk berdampingan dengannya.
“tante kok nangis?” tanyaku pelan.
“maaf ya Tom…. Tante ga maksud nyusahin keluarga ini….. tante Cuma ga mau dihamilin sama pria-pria gak jelas diluar sana…” kata tante.
Aku tersenyum lebar, berusaha mencairkan suasana yang kurasa sangat canggung ini.
“udah si tan…. Santai aja…., tapi…..” kataku.
“tapi apa Tom?”
“nanti anak kita gimana?” tanyaku.
Tante tersenyum, ia mendekap tanganku dengan tanannya yang hangat. Kurasakan tangan tante masih lembab oleh air mata.
“tante gak akan gugurin kandungan tante… tante akan urus anak kita sampai besar… kamu ga perlu khawatir, anak kita gak akan tau apa yang terjadi sebenarnya… tante akan bilang sama dia, kalau ayahnya ninggalin tante waktu tante mengandung…” kata tante.
“tapi sekali-sekali tante bawa anak kita ya.. main ke tempat Tomi….. Tomi kan mau liat perkembangan hasil antara Tomi sama tante…” kataku.
Tante tersenyum dan mengangguk. Kini ia memeluk bibirku dan menciumku dengan lembut.
Dalam ciuman itu kami merebahkan diri keranjang.
Ia memeluk tubuhku dengan erat. Kurasakan nafasnya yang hangat berhembus diwajahku.
Sambil berciuman, kini tanganku membuka pakaian yang dikenakan tante. Ohh… kulit tante yang mulus membuat nafsuku bangkit. Aku menjelajahi lekuk tubuhnya yang sintal dengan kedua telapak tanganku.
Kedua tangannya kini mulai melucuti pakaianku. Tangannya yang lembut menarik tubuhku untuk merebah di atas tubuhnya yang sudah tidak terbalut apa-apa.
Payudaranya yang besar kurasakan sangat hangat ketika menyentuh kulit dadaku. Lembut dan kenyal sekali. Aku melepaskan ciumanku dan mulai menjilati lehernya.
“Mmm….. geli sayang…” kata tante.
“kulit tante mulus banget… kaya masih perawan…” kataku.
Aku melanjutkan aksiku. Kuhisap lehernya dengan kuat, sampai meninggalkan bekas cupangan yang memerah dilehernya.
Perlahan, nafas kami mulai memburu. Kurasakan degup jantung tante ketika jilatanku merambah payudaranya. Mungkin ia gugup karena baru pertama kali ini ia bersetubuh selain dengan suaminya.
Tante meluruskan tangannya keatas kepalanya. Ia kini pasrah saja menerima semua rangsangan yang kuberikan.
“Aaaahhh…. Mmmpph….” Tante mendesah dan menggigit bibir bagian bawahnya ketika aku menjilati kedua putingnya bergantian. Puting berwarna merah muda itu sungguh sangat menggoda. Bagaikan setangkai buah chery diatas kue tart.
Kumainkan putingnya dengan lidahku. Aku kini merebahkan diri disampingnya. Tanganku mulai bergerilya di vagina tante. Kuraba belahan vagina yang mulai basah itu. Tante mulai bereaksi. Tubuhnya mulai menggeliang pelan. Ia menggerakkan pinggulnya maju mundur, seakan haus akan belaian di selangkangannya.
“keatas sedikit sayang….. elus-elus klitoris tante….Ahhh….” pintanya.
Aku tak terlalu terburu-buru dalam permainan kami. Kubiarkan nafsunya memuncak. Jemariku kini menjamah lubang vagina yang sudah mulai licin itu. Kubuka lubang itu dengan jari telunjuk dan jari manisku, lalu kumasukkan jari tengahku perlahan.
“Aaaaaahhh…. Kocokin memek tante sayang….” Ia kembali memintaku menaikkan tempo permainan. Nampak gelora nafsunya sudah mulai memanas. Ia kini meremas kuat payudaranya yang tak kumainkan.
Aku memasukkan jari tengahku lebih dalam. Kurasakan kehangatan dalam vaginanya. Cairan kenikmatan itu mulai meleleh di bibir vagina berwarna kemerahan itu. Perlahan jilatanku mulai menjalar turun dari payudara tante.
Kini kumasukkan dua jariku kedalam lubang vaginanya dan kugerakkan perlahan. Lidahku kini menyapu perutnya yang langsing. Sungguh bodoh suaminya, ia menyianyiakan kemolekan tubuh tante. Kini tubuh ini sudah menjadi milikku.
Jilatanku kini sudah sampai di selangkangannya. Kumasukkan lagi satu jari kedalam lubang vagina itu. Sempit sekali rasanya vagina itu ketika ada tiga jari yang memasukinya. Aku tidak leluasa menggerakkan jariku keluar masuk dalam liang vagina itu.
“Mmmmpphhh…Mmmmm….Aaaaaahhh….” ia mendesah ketika jilatanku sampai pada klitorisnya. Ia menekan kepalaku, pinggulnya bergerak liar. Lubang vaginanya semakin basah. Dapat kurasakan kini tiga jariku semakin leluasa menjamah lebih dalam.
“Ahhh… enak sayang……terus jilatin sayang….” Desahan yang keluar dari bibir tante menggema dalam ruangan kamar itu.
Waktu mulai bergulir. tak sampai tiga jam lagi matahari akan terbit. Namun permainan kami yang sebenarnya bahkan belum dimulai.
“Tom…. Masukin tom… tante pengen ngerasain kontol kamu……Aaaah….” Ceracaunya.
Tak kupungkiri, nafsu birahiku juga mulai menggelora. Penisku sudah menegang keras, siap menghujam lubang vagina tante yang sudah basah.
Perlahan aku mengatur posisi. Aku membuka selangkangan tante lebar-lebar. Kuarahkan kepala penisku kelubang vaginanya.
Dengan sekali hentakan kuat penisku menghujam lubang hangat itu.
“Aaaach….” Tante memekik.
“Ohh…. Memek tante enak banget……” kataku. Aku mulai menggerakkan tubuhku maju mundur. Membiarkan penisku menjelajahi vagina tante. Tanganku kini meremas kuat kedua payudara tante yang berguncang keras karena gerakanku.
“terus tom…. Enak banget….Aaaahhh…. entotin tante tom…” ceracaunya.
Aku merebah di atas tubuhnya. Mendekatkan bibirku kewajahnya.
Tante merangkul leherku dan kami mulai berpagutan. Lidahnya bergerak liar dalam rongga mulutku.
Aku mempercepat gerakanku. Kini tante tak kuasa menahan desahannya.
“Aaahh…Aaah….Aaaah…..Ahh….” tante mendesah singkat seirama dengan gerakanku.
Aku menekan bibirku erat kebibirnya.
“Mmmhhh…Mmmmmhhh…..” desahnya.
Kurasakan denyutan vaginanya, membuat birahiku mulai memuncak.
“Mmmm….Aaaahh….Ahhhh…..Ahhh…” desahannya makin liar. ia kini mendekap erat kepalaku di lehernya. Leher jenjang dengan kulit putih itu kujilati dengan liar.
“Aaaaccchhh..AaAaaaaahhh….terus sayang…Aa…tante…… mau keluar….”
Vaginanya yang berdenyut kencang membuatku tak mampu lagi menahan luapan birahi ini.
“Ahh…tante…. Aku juga….. mau keluar…..” kataku.
Tante mencengkeram tubuhku dengan kedua tangan dan kakinya. Tubuhnya menegang.
“Aaaaaa……sayang…Aaaaaaa..Aaaahhhhh……Aaaaa”
Orgasme pertamanya datang.
Aku menghujamkan penisku sedalam mungkin. Aku sudah bersiap menumpahkan spermaku dalam rahimnya.
(sfx : Croottttt…..Croottt….)
“Aaaaaaaahhhhhh……..Aaaaach… hhaaaaaahh…”
Tubuhku terkulai lemas setelah menembakkan spermaku kerahimnya. Aku terkulai lemas disisinya.
Tak kukira, tante segera bangkit.
Ia mengulum penisku yang masih berlumuran dengan cairan kenikmatan kami.
Penisku yang sudah tidak sekeras tadi dikulumnya dengan liar. nampaknya nafsu birahi tante masih belum terpuaskan.
Penisku yang sudah mulai melunak ia masukkan seluruhnya kedalam rongga mulutnya. Ia menghisap batang penisku sambil menariknya agar kembali mengeras.
Tak butuh waktu lama. Kini penisku perlahan mulai bangkit.
“sekarang ronde dua ya….. “ kata tante.
Tante menaiki tubuhku yang terkulai. Dengan jemari tangannya yang lembut, ia mengarahkan penisku memasuki lubang vaginanya.
Tante menggerakkan tubuhnya naik turun. Matanya terpejam, kulihat senyum tipis memekar diraut wajahnya.
“Ahhh…. Kontol kamu gede tom… enak……Ahhh…. Tante jadi ketagihan…” ceracaunya seraya menggerakkan tubuhnya.
Kedua payudaranya kini bergoncang naik-turun seirama dengan gerakannya.
Ranjang itu berderit. Seprei yang menutupinya kini sudah berantakan.
Aku masih terlentang tanpa berbuat apa-apa. Mengumpulkan tenaga untuk mengimbangi permainanya. Tante kini mulai merebah diatas tubuhku.
Ia menjilati bibir dan leherku. Lidahnya sungguh lembut kurasakan ketika jilatannya menelusuri kulitku. Gerakan pinggulnya semakin cepat.
Ia kini menjilati sekujur dadaku. Putingku dihisapnya dengan kuat.
“Ahhhh……enak banget tante….. Ahhh……” ceracauku.
Gerakan tubuh tante semakin liar. ia mengusap klitorinya dengan sebelah tangan ketika ia menghujamkan penisku kedalam vaginanya.
“uuuhhhh…..Mmmmppph…. Ah…” tante mendesah. Ia kini bangkit dari posisinya. Kedua tangannya kini bertumpu di dadaku. Gerakan tubuhnya yang liar membuat kedua payudaranya kembali berguncang.
Aku meraih kedua putingnya dengan tanganku. Kupilin puting yang mengacung itu dan sesekali kutarik dengan kasar.
“hhhaaaahh…Aaaaaahhh…..Aaaaaaaahhhhhhh….” tante mendesah panjang.
Irama gerakannya menurun, tampaknya ia baru saja menggapai orgasmenya yang kedua.
Penisku masih tertancap dalam vagina tante ketika ia kembali merebahkan diri di atas tubuhku.
Aku beralih posisi. Aku bangkit dari ranjang itu dan beranjak ke belakang tante. Kutarik pinggulnya agar ia menungging. Kumasukkan kembali penisku yang masih menegang kuat dan kuhujamkan berkali-kali kedalam vaginanya.
“Aaaaahhhh…..Ahhhh…..Ahhhhh…..” desahnya.
Bersetubuh dengan tante dengan posisi doggy style benar-benar nikmat. Aku meraih kedua payudaranya dengan sebelah tanganku dan kuremas kuat. Tangan kananku kini meraih rambut tante yang tergerai di punggungnya.
Permainan kami kini berlangsung cepat. Kuhujamkan batang penisku kedalam vaginanya ketika aku menjambak rambutnya yang lembut.
“Aaaaahh……terus sayang……. Enak…. Ahhh…”
“Sssshh……ahhh..Aahh…. memek tante enak banget…. Gak kalah sama memek mama dan Naya…..Aaaahh……” gerakanku semakin liar.
Beberapa menit berlalu. Orgasmeku tak kunjung datang.
“Aaaaaaaahhh….Aaaaahhh….. Aaaahhaaaaaaaaaa….” Tante memekik ketika aku menhujamkan penisku dengan kasar kedalam vaginanya.
Cairan kenikmatannya menyembur di selangkangan kami. Ia sudah mencapai orgasmenya yang ketiga.
Jam dinding kini menunjukkan pukul 04:45. Tak terasa hampir satu jam kami melakukan permainan sex.
“kamu belom keluar lagi sayang…?” tanya tante.
“belum tante….. abis sayang kalo keluar lagi…. Aku belom puas nikmatin tubuh tante….”
“hihihi…..emank tubuh tante nikmat ya….. sampe mainnnya kasar gitu….”
“iya tante memek tante enak banget…. Maaf ya tante, aku kebawa nafsu”
“gapapa sayang….. tante suka kok digituin…. Orgasme tante cepet nyampenya….”
Tubuhku mulai lelah, kini aku berbaring di samping tante. Ia mengangkat sebelah pahanya dan mulai memunggungiku.
“masukin lagi sayang…. Tante masih kepengen nih….”
“lagi nih tan?”
“iya…. Abis kontol kamu nikmat banget sih……”
Aku kembali memasukkan penisku kedalam vaginanya. Kini dalam posisi kami berdua merebahkan diri di ranjang.
Aku menusukkan penisku dengan liar sementara tanganku meremas kuat payudara tante.
“Aaaaaahhh…aaaaaahhh….Aaah…..” ia kembali mendesah
Tante mengusap cepat klitorisnya dengan tangannya. Sepertinya ia menikmati perlakuanku yang kasar terhadap tubuhnya.
“Ohh my god….. memek tante sempit banget…..Aaaahhh…”ceracauku.
Tante hanya tertawa kecil sambil terus mendesah.
“tante jarang ngentot sama om ya?” tanyaku.
“sering kok… tapi kontol dia gak segede punya kamu….Aaaahhh…Aacchh..Aaaahh…”
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Pantas lubang vaginanya masih sempit. Rupanya ia belum pernah dimasuki oleh penis yang cukup besar.
Aku menggengam payudara tante dengan kuat. Kutarik kedua payudaranya kebawah agar penisku masuk semakin dalam ke liang vaginanya
“Aaaaaahh….Aaaahhh… terus sayang…….remas yang kuat…….”
Gerakan jemari tante di klitorisnya semakin cepat. Vagiannya kembali berdenyut.
Jam dinding menunjukkan pukul 05:20. Kurasakan orgasmeku sudah mulai datang
“Ahhhhh….Ahhh.aku mau keluar tante……Ahhhh…”
“hhhhhAaahhhh…Haaaahhh…..tante……juga Aaaach….. mau sampai…..aaaaahhh…Aaahhh”
Kupercepat gerakanku. Tubuh tante juga menggeliang liar. rasa lelah pada tubuh ini kutahan sekuat tenaga. Aku bersiap memuntahkan spermaku setelah tante orgasme.
Tante menundukkan kepalanya. Tanganku yang meremas payudaranya kini terjepit kuat di ketiaknya. Tubuhnya menegang. Aku semakin mempercepat gerakanku.
“Aaaaaaaahahhhhhh….Aaaaaaaaahhhhhhhhhh…….AAAaaaahh ……” tante mendesah panjang.
Kini saatnya aku memuntahkan spermaku dalam rahimnya.
Aku menekan kuat penisku.
(sfx : Crooooooootttt……Crooootttttttttt…Crooottt…)
Orgasmeku sampai. Kali ini jauh lebih nikmat dari sebelumnya. Tubuhku terkulai lemas. Penisku masih kubiarkan mencancap di vagina tante.
Tante menarik bedcover tebal untuk menutupi tubuh kami. Spermaku mulai meleleh di paha tante. Hangat dan lembab kurasakan lubang vagina tante yang masih berdenyut.
Aku memejamkan mata, beristirahat sejenak memulihkan tenagaku.
Pagi menjelang.
Kamar yang berantakan itu menjadi bukti, betapa liar permainan yang kami lakukan semalam.
Aku meninggalkan tante yang masih terlelap tanpa busana menuju ruang tengah. Kulihat mama dan Naya sudah ada disana. Mereka menoleh kearahku bersamaan. Mereka tersenyum lebar
“gimana? Tantemu oke ga?” tanya mama.
“kalian mainnya berapa ronde tuh? Sampe kedengeran ke sini….” Kata naya.
“emank udah lama disini?” tanyaku.
“dari jam lima pagi….” Kata Naya.
“gimana tom? Rasanya body tante kamu? Masih mantep kan?” tanya mama.
“tante mainnya hot banget mam…. Aku sampe kewalahan….” Kataku.
“berarti kemungkinan hamilnya gede nih… syukurlah… soalnya tantemu bilang sekarang lagi masa subur….” Kata mama.
Aku duduk di samping Naya. Kupeluk tubuhnya dari belakang.
“amin mah…. Semoga keinginan tante cepat terwujud…. Terus aku bisa nikah deh sama kakakku ini….” Kataku sambil mencium pipi Naya.
“iya-iya….. duh… calon suamiku ini udah ga sabar ya? Kan malam pertamanya udah sering…” kata Naya sambil tersenyum.
“beda dong….. kan kalo nanti udah sah…” kataku.
“hihihi….. dasar.. anak-anak mama ini lagi jatuh cinta ya….” Kata mama.
“iya dong mam….” Kata kami berbarengan.
Mama dan Naya hari ini akan pergi keluar. Mereka akan mengurus penjualan rumah kami ke agen property terdekat. Selain itu kami juga akan mengiklankan rumah kami di media internet. Harapanku cuma satu, masa depanku bersama Naya dan mama akan bahagia.
Kami bertiga kini mandi bersama, bersiap-siap menjalani hari ini.
“sayang…. Udah kepingin lagi belum?” tanya Naya.
“kakak kepingin ya….. “ kataku sambil mencubit putingnya yang sudah mengacung tegang.
Naya mengangguk. Kini Naya berdiri berhadapan dengan mama.
Mereka berpelukan erat. Naya mengangkat sebelah kakinya yang kini dipegang oleh mama.
Penisku sudah mengeras. Aku membimbing penisku dengan tanganku menuju lubang vagina Naya.
Perlahan penisku mulai memasuki lubang hangat itu. Naya mengulum payudara kanan mama. sementara aku menghisap payudara kirinya. Aku menyelusupkan tangan melalui pinggang Naya, mencari letak lubang vagina mama.
Lubang vagina mama juga mulai licin. Aku memasukkan tiga jari kedalam lubang itu dan mulai mengocoknya.
“Aaahhh…Aaahhh…. Kocokin yang cepet sayang….” Kata mama.
“Ahhhhh….Aahhhhh…… terus sayang… masukin yang dalem….” Naya pun tak mau kalah.
Permainan kami dimulai.
Naya menyalakan shower. Kucuran air yang deras itu kini membasahi tubuh kami.
Tetesan air yang mengalir melewati punggungku menghasilkan sensasi merinding. Hujaman penisku di vagina Naya menghasilkan bunyi ‘plop..plop..’ karena basah oleh guyuran air.
“Mmmmh….Ahhh..Ah Nay……” kata mama.
“Aahhh a…pa mah…?”
“masukin….juga Ahh….jari kamu…..”
Nampak mama merasa kurang terpuaskan. Hasratnya yang menggebu menghipnotisnya. Membuatya haus akan sex yang liar. Naya merogoh selangkangan mama. mama kini mengangkat sebelah kakinya untuk memudahkan Naya memasukkan jemari tangannya.
Entah apa yang dipikirkan Naya. Bukannya memasukkan jari ke vagina mama, ia kini memasukkan jari ke anusnya.
“AaaaaaaaaAahhh… Aahhha. Nay…. Kocokin Nay…. Ahhhh….”
Sensasi itu membuat mama menggila. Ia kini menjambak rambut kami dan menekan erat kepayudaranya. Aku merespon dengan menggigit pelan puting mama. Naya pun mengulum payudara mama dengan beringas.
Aku sudah tidak bisa menahan permainan ini. Tenagaku mulai habis.
Aku mempercepat gerakanku. Penisku keluar masuk dengan cepat melalui lubang vagina Naya yang licin oleh guyuran air.
“kak…..Ahhh..Ahhhh……. aku udah ga tahan…..Ahhh….” ceracauku sambil terus menghujam vagina Naya dengan penisku.
Naya menggenggam lenganku.
“keluarin aja tom…. Gapapa…..Ahhh…Ahhhh….”
“Uhhh….Ahhhh….kocokin yang cepet sayang…. Ahhh…. Mama mau keluar…. Ahhhh…..”
Mama semakin menggila. Gerakan pinggulnya menekan jemariku lebih jauh memasuki lubang vagina mama. tubuhnya menegang. Aku memainkan jemariku dengan liar di dalam vagina mama. kugerakkan jemariku seperti sedang mencuci gelas. Mama melenguh panjang.
“Aaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh……Aahhh…..”
Orgasmenya begitu hebat. Mama segera melepaskan bibir kami dari payudaranya dan berjongkok di depan Naya. Kini Naya bertumpu pada dinding.
Kedua tangan mama kini meremas payudara Naya. Mama mendekatkan lidahnya ke vagina Naya yang sedang dihujam oleh penisku. Ia mulai menjilat.
“Ahhhh..Ahhhhhhh….AaAaaaaaahhh… terus mah…..”
Jilatan demi jilatan membuat Naya semakin lupa diri. Tampaknya double penetration yang dilakukan Naya kepada mama sangat dinikmati oleh mama. aku membasahi jari tengahku dengan air liur dan mengarahkannya ke anus Naya.
Dengan sekali tekan aku menusuk anusnya dengan jariku.
“Aaacchhhhhhh……” ia memekik.
Sepertinya Naya merasakan agak perih, namun ia sama sekali tidak mengeluh.
Aku mempercepat gerakanku. Sesekali lidah mama menyapu buah penisku. Rasa geli itu membuat birahiku memuncak.
“Ahhhhh….Ahhhh…… kak…. Aku udah mau… keluar….”
Kurasakan vagina Naya juga mulai berdenyut. Aku meremas tangan mama yang menggenggam payudaranya dengan kasar. Berharap orgasmenya sampai sebelum aku.
“Ahhhh…Ahhhh…. Kakak…. Juga…..Ahhhhh…” ceracaunya.
Perkataan Naya membuatku semakin bersemangat. Kupercepat lagi gerakanku. Penisku perdenyut kencang. Aku menahan sekuat tenaga untuk tidak memuntahkan spermaku terlebih dulu.
Tubuh Naya menegang, ia mendorong tubuhnya kebelakang dengan tangannya yang menumu di dinding kamar mandi itu. Penisku menancap lebih dalam.
“Aaaaaaaaahhhhh……..Aahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh… …….” ia melenguh panjang.
Kini saatnya aku menyelesaikan permainan ini.
Dengan sekali dorongan kuat aku menekan penisku kedalam vagina Naya.
“Aaaaaahhhhhh….” Aku memekik tertahan.
(sfx : Crrroooootttt…..Crooooottt…)
Spermaku sudah kukeluarkan. Penisku terasa ngilu, mungkin karena beberapa kali berhubungan sex dalam waktu yang berdekatan.
Aku melepaskan jariku dari anus Naya dan menyandar di dinding kamar mandi yang dingin.
Denyutan Vagina Naya masih terasa di penisku.
“dimasukin di pantat enak juga ya mah….” Kata Naya.
“iya kan… sensasinya beda…”
“walaupun agak perih tadi… tapi lama-lama enak…..”
Aku melepaskan penisku dari vagina Naya. Spermaku meleleh keluar dan menetes di kamar mandi itu. Guyuran air yang menggenang mengalirkan sisa spermaku menuju saluran air.
Aku masih menghela nafas panjang. Kedua kakiku gemetaran. Aku kesulitan berdiri.
“mah…. Udahan yuk… aku udah ga kuat….” Kataku.
“yuk… kita bilas…”
Kami menyudahi permainan kami, bersamaan dengan orgasme Naya. air kini mengucur deras, membasahi tubuh kami dan melepaskan sisa-sisa busa sabun yang masih menempel.
Kami keluar dari kamar mandi bertiga tanpa busana.
Kulihat tante Shelly baru saja keluar dari kamarnya tanpa sehelai benang pun. Tampaknya ia tidak canggung untuk bertelanjang ria bersama kami.
Mama menghampiri tante dan mengelus perutnya.
“semoga cepet hamil ya Shel…..” kata mama.
“tenang aja Sher…. Tomi hebat banget…. Aku sampai orgasme empat kali semalam…. Kemungkinan hamilnya pasti besar….” Kata tante.
Aku dan Naya hanya tersenyum-senyum saja sambil bergegas menuju kamar untuk mengenakan pakaian.
Aku berniat pergi ke bengkel hari ini, untuk membicarakan kepindahanku kepada Andi.
Kutunggangi motorku dan kupacu menuju tempat itu.
Sesampainya disana kulihat Andi sendang briefing bersama kedua karyawan kami.
“wetssss….. tumben pagi-pagi uda nongol… sini lah… kita lagi dapet project baru…”
Aku menghampiri mereka, kami saling bertukar ide untuk membuat pemilik motor merasa puas dengan hasil modifikasi kami.
Tak lama, kami telah selesai berbincang. Aku mengajak Andi untuk berbicara diwarung kopi yang berjarak sepuluh meter dari bengkel kami.
Disana aku duduk bersama Andi disebuah bangku kayu panjang berwarna cokelat. Pesanan kopi kami segera tiba.
Andi mengambil kopinya dan meniup uap panas yang mengepul.
“eh…. Gue mau ngomong penting nih…..”
“soal apa bro…. ngomong aja……” kata Andi sambil menyeruput kopinya.
“gw mau keluar dari bengkel….” Kataku.
(sfx : Buurrrrrrr………)
Andi menyemprotkan kopi dimulutnya. Kopi itu membasahi kaca etalase diwarung itu.
“ehhh… kenapa mas…. Masi panas jangan di seruput dulu…..” kata penjaga warung seraya menyerahkan lap putih bermotif kotak-kotak kepada kami.
Aku mengambil lap itu dan mulai mengelap kaca etalase yang penuh dengan lelehan kopi.
Andi memandang kearahku, terdiam. Aku menyadarinya, namun aku tetap tak berbicara sambil masih sibuk membersihkan sisa-sisa kopi yang kini mengalir di meja.
“maksudlu gimana bray? Lu mau ninggalin gw sendirian?” tanya Andi, wajahnya kini menunjukkan keseriusan. Kontras sekali dengan kebiasaannya yang ‘selengean’ dan ‘urakan’. Aku masih terdiam.
“coba-coba…. Lu kasih gw satu alasan yang bagus kenapa lu mau ninggalin bengkel kita…. Kita udah kerja keras bro… dan kerja keras kita udah berbuah manis… masa lu mau tinggalin gitu aja?”tanya Andi.
“gw bakal pindah rumah….” Kataku singkat.
Andi terdiam. Cukup lama aku menunggu hingga Andi kembali berbicara.
“oke… alasan yang bagus….. sekarang pertanyaan kedua.. lu kasih alasan ke gw, kenapa lu harus pindah rumah….” Tanya Andi lagi.
“masalah keluarga bray…..” kataku.
Andi menggaruk rambut dikepalanya. Rambutnya yang tadi tersisir rapi kini berubah awut-awutan seperti daun nanas.
“kok tiba-tiba begini……” tanya Andi.
“namanya masalah kan ga tau kapan datengnya bray….”
“ya… tapi lu ga pernah cerita apa-apa ke gw kalo lu ada masalah…. ternyata selama ini lu ngelamun kaya ayam sakit, ada masalah keluarga…..dan bisa-bisanya lu ga mau cerita ke gw kalo lu ada masalah. Gw bakal bantu lu bray……”
“kalo yang ini maaf bray….. sampai matipun gak akan gw ceritain ke siapapun lagi….” Kataku.
“lagi? Berarti lu pernah cerita keseseorang….”
“dua orang tepatnya……”
“siapa?” tanya Andi.
“lu kepo banget si………. Udah lu ga perlu ambil pusing…. Jalan satu-satunya ya gw pindah rumah….”
“gini-gini-gini…… emang seberapa serius masalah keluarga lu?”
“mau tau aja apa mau tau banget?” kataku sambil tersenyum.
“ahhh…. Ngehe banget ni anak…” kata Andi. Andi langsung memiting leherku dengan tangannya sambil mengacak-acak rambutku.
“awww… ampun….ampun…..” kataku.
“emank seberapa serius?” Andi bertanya lagi.
Aku diam sesaat. Raut wajahku berubah serius
“gue cuma punya dua pilihan…… bunuh diri, atau pindah rumah…. Kalo lu jadi gw lu pilih mana?” tanyaku.
Andi terdiam, mungkin ia kini menyadari, betapa serius masalah yang menghampiriku.
“apa ga ada yang bisa gw lakuin buat bantu lu?” tanya Andi.
Aku menggelengkan kepala.
“kalau ada….. gw pasti udah cerita….. lu sohib gw bray. Mana mungkin gw ga cerita satu masalah kalo lu bisa cari jalan keluarnya…” kataku.
“jadi seserius itu masalahnya……?” tanya Andi.
Aku kembali mengangguk sambil menyeruput kopiku yang sudah agak dingin.
“oke gini….. kalo memang itu jalan satu-satunya…. Gw dukung…. Tapi sampai kapan pun lu ga boleh keluar dari bengkel….titik” kata Andi.
“tapi kalo gw pindahnya keluar pulau, atau keluar negeri gimana? Gw masih belom dapet kepastian......” kataku.
“emank gw pikirin….. kalo lu masih di pulau jawa…. Lu bisa dateng kesini sebulan sekali, kalau di luar pulau atau luar negeri lu bisa tetep briefing sama kita via internet….. abad 21 nih bray……” kata Andi.
“ya tapi kan gw ga enak sama lo….. masa lo doang yang cape di sini sementara gw enak-enakan…”
“pokoknya….. kalo lo masi nganggep gw temen lo…. Lo jangan keluar dari bengkel… titit…. Ehh titik……, bengkel ini kita bangun berdua… kalo bengkel ini mau diakhirin, kita harus akhirin berdua…. Sekarang kalo lo emank kekeh mau keluar dari bengkel… lo pecat Dadang sama Woko….. dan persahabatan kita berakhir…..” kata Andi.
“ya elah…… parah lu… ga kasian lu ama anak bini mereka?” tanyaku.
Andi mengangkat bahunya.
“yah…. Itu semua tergantung lu…..” andi kembali menyeruput kopinya yan tinggal separuh gelas itu.
Aku menghela nafas dan bersandar di tembok. Kupejamkan mataku, tak tau harus berkata apa.
“yawdah…. Kalo lo ga enak sama mereka, biar gw yang mecat….” Andi bangkit dari tempat duduknya.
Kutarik tangannya untuk kembali duduk.
“iye-iye oke………” kataku.
“hahahahahaha…….. nah gini kan baru sohib gue……” andi tertawa dengan tawanya yang khas.
“ketawalu bikin rumput liar aja mati tau… ngaca sono… lo kalo ketawa mukalu mesum…” kataku.
“hahaha…. Udah-udah yang penting masalah sekarang uda kelar…. Gw ga perlu tau masalahlu apa… pokoknya lu selesaiin masalahlu trus lu kontak gw….. oke… sekarang kita back to work mannn….. mas kopi dua berapa?” Andi bangkit dari duduknya.
“lima rebu aja….” Kata penjaga warung. Andi menyerahkan selembar uang berwarna cokelat.
“oke mang…. Tengkyu…..” kata Andi.
Kami pun kembali menuju bengkel. Sekali lagi aku menghela nafas panjang.
Teringat kembali kenanganku bersama Andi, ketika kami merintis usaha ini bersama-sama. Belajar bersama, gagal, memperbaiki kesalahan, merugi, sampai sekarang kami telah sukses. Andi memang sahabat terbaikku sejak dulu. Walaupun muka mesum dan perilaku ‘selengean’ itu tak kunjung sembuh, namun kuakui baru kali ini aku memiliki sahabat yang selalu ada ketika aku membutuhkan.
Waktu berlalu. Jam tanganku menunjukkan pukul 14:00. Aku bersiap untuk pulang.
Aku pamit kepada Andi dan kedua karyawanku. Aku berjanji akan memberikan kabar secepat yang aku bisa. Kutunggangi motorku dan bergegas pulang.
Sesampainya dirumah kulihat mobil mama tidak ada. Mungkin belum pulang, pikirku.
Kuparkir motorku dihalaman. Kulihat piring kecil yang kuletakkan dibawah meja teras kini telah kosong. Kucing itu kembali rupanya. Aku mengambil piring itu dan meletakkannya di dapur.
Sesampainya di dapur, tante Shelly baru saja keluar dari kamar mandi. Kuletakkan piring itu di bak cuci.
“mama sama kakak belum pulang tan?” tanyaku.
“belum sayang…. Tadi mereka telpon… katanya mereka nemu rumah bagus di daerah bogor. Mereka minat, jadi mereka langsung kesana buat lihat lokasi.”
“wah… bogor, deket juga…. Alhamdulilah… kirain nyari rumahnya di jawa tengah gitu…” kataku sambil tersenyum
“tante minta maaf sekali lagi Tom…. Tante jadi nyusahin kalian….” Kata tante.
“ga papa tante…. Tomi suka kok ML sama tante semalam… tante hebat banget..”
“Ahhhh… masa sih tante jadi malu….” Kata tante yang kini menutupi wajah dengan kedua tangannya.
“kita main lagi yuk tan…. Mau ga?”
“ehhh… tadi pagi kan udah main sama Naya sama mamamu….. udah kepingin lagi?”
“hehehe…… abis tante sexy banget sih……” kataku sambil meraba tubuh tante yang hanya terbalut kimono berwarna merah.
“kalo gitu…. Puasin tante lagi dong sayang…” tante berbisik ditelingaku.
“lagi nih tan?” maniak juga tanteku ini, begitu pikirku.
Tante menggengam lenganku dan menarikku keruang tengah
Kami berjalan menuju ruang tengah. Tempat dimana aku sering melakukan hubungan sexual bersama mama dan Naya. Aku merebahkan tubuh tante kesofa dan mulai membuka seluruh pakaianku.
“sekarang mau gaya apa lagi nih tan….” Tanyaku.
“apapun lah…. Yang penting kan sama-sama enak…..” kata tante.
Kini ia meraih penisku yang belum menegang. Dalam satu hari ini sudah tiga kali aku orgasme, entah aku mampu melayani nafsunya kali ini atau tidak.
Ia mulai mengulum penisku. Mulut tante menyedot kuat batang penisku yang masih lunak. Bibirnya menyapu kulit peniku dari pangkal sampai ujung.
“Mmmmmm…… tante pinter banget nyepongnya… emank sering begini sama om ya?”
“ahh dia mah susah bangun, mesti di kenyot dulu kontolnya baru bisa bangun… bisa orgasme sekali aja udah sukur…” kata tante. Ia kembali memainkan bibirnya yang lembut.
Penisku mulai menegang, ia mulai kewalahan memasukkan seluruh penisku kedalam mulutnya. Namun bak seorang pro, ia tetap mengulum penisku sampai ke pangkal. Kurasakan penisku menyentuh pangkal lidahnya.
“Ahhhhh……gila… enak banget tante…..” ceracauku.
Tante hanya menggumam ketika ia tertawa kecil. Aku meraih rambutnya dan menggenggamnya erat. Payudara tante berguncang pelan ketika ia memajumundurkan tubuhnya yang sintal.
“lama-lama keluar di mulut ini tan….Ahhhh… nikmat banget….” Kataku.
“jangan donk…. Keluarin di memek tante aja… masa dibuang sia-sia spermanya.”
Aku mengerling ke halaman belakang rumah. Sepertinya asik juga berhubungan sex di udara terbuka. Apalagi halaman belakang rumah kami ditutupi oleh dinding yang cukup tinggi. Sehingga aku tak khawatir ada orang yang memergoki kami.
“tan….. ML diluar yuk…”
“ehh…nanti kalo ada yang liat gimana?”
“temboknya tinggi kok tan… yang penting jangan terlalu berisik….” Kataku.
Tante tersenyum lebar.
“ponakan tante ini ada-ada aja…. Yuk keluar, tante juga udah ga tahan nih…”
Kami berjalan melewati pintu kaca menuju halaman belakang. Di halaman itu tumbuh dua pohon yang cukup besar salah satunya adalah pohon mangga, yang lain adalah pohon jambu.
Dibawah pohon jambu itu ada sebuah kursi taman yang panjang berwarna putih, namun karena cuaca warnanya kini mulai merubah kecoklatan. Aku menuntun tante menuju bangku yang terbuat dari semen itu.
Tanpa di komando, tante langsung merebahkan diri di atas bangku yang dingin itu. Udara luar yang segar membuat hasratku mulai bangkit. Aku menundukkan badan dan mendekatkan wajahku ke vagina tante.
Kujulurkan lidahku dan mulai menjilati klitorisnya.
“Ahh….Ahh…mmmhh…” tante mendesah perlahan, ia khawatir ada yang mendengar desahannya.
Aku menjilati klitorisnya dengan liar sementara kedua tanganku memegang paha tante.
Ia mengulurkan kedua tangannya meraih kepalaku. Menekan erat hingga aku agak kesulitan bernapas. Ia menggerakkan pinggulnya naik turun perlahan, nafsunya mulai bangkit.
“Sssssh…. Tom… ayo masukin….. tante udah kepengen banget…” kata tante setengah berbisik.
Aku bangkit dan mengarahkan penisku ke lubang vaginanya.
Tante menarik kepalaku mendekat ke wajahnya.
“puasin tante sayang…” bisiknya.
Ia mulai mengulum bibirku yang basah karena cairan kewanitaanya. Aku menekan penisku perlahan. Ohhh man…. Berhubungan sex di alam terbuka benar-benar nikmat. Hembusan angin yang berdesir membuat bulu kuduk merinding, suara gemeresik daun menambah syahdu suasana di halaman belakang saat itu.
Aku mulai menggerakkan penisku. Perlahan-lahan kunaikkan tempo gerakanku semakin cepat.
Tante menekan bibirnya pada bibirku
“mmmmmhh…mmmhh….mhhh….” ia mendesah di sela hembusan nafasnya.
Aku mendekap erat tubuh tante. Tubuhnya begitu lembut, kulitnya kenyal dan mulus. Nikmat sekali kurasakan kehangatan tubuh tante ketika kulit kami menyatu. Hawa dingin dari hembusan angin tak mampu menggoyahkan nafsu kami yang mulai membara.
Gerakanku kini mulai liar. aku tau, tante menyukai permainan yang kasar. Maka dari itu aku menghujamkan penisku dengan keras ke liang vaginanya.
“MMmmmm…Ahh…mmmmm…” desahannya mulai tak terbendung.
Tante membuka mulutnya, membiarkanku memainkan lidahku diantara bibirnya yang lembut. Ia “hhhhaa…hhaaahh…hhaa….” Ia mendesah pelan ketika lidah kami bertautan.
Hujaman demi hujaman kulancarkan. Penisku menusuk vagina tante dengan liar. tak kusisakan sedikitpun penisku diluar vaginanya. Aku menancapkan penisku dengan kuat hingga seluruhnya tenggelam.
“Mmmhh.hh… sayang…. Cepetin lagi dong….” Pintanya.
“hhhahh…Hhaaahh… aku gak kuat tante……”
“capek ya? Sini gantian, tante aja yang di atas….. kasian kamu kecapean..”
Aku mengangguk. Kami bertukar posisi, kini aku merebahkan diri di bangku itu.
Tante menaiki tubuhku. Meski tante bertubuh sintal nan berisi, namun badannya tidak begitu berat. Ia mengarahkan penisku menuju liang vaginanya.
Tante mulai bergerak naik turun, payudaranya berguncang keras sekali. Indah sekali pemandangan buah dada berputing merah muda itu bergoyang dihadapanku. Cahaya yang masuk dari sela-sela daun dari pohon rindang ini menambah eksotis pemandangan yang kusaksikan.
“mmmmppphh..mmmmm….” tante mendesah sambil menggigit bibir bawahnya.
Ia menghujamkan tubuhnya dengan liar. penisku tenggelam kedalam lubang vaginanya yang licin. Kurasakan sensasi geli ketika kulit penisku bergesekan dengan vaginanya.
(sfx : duuugg….)
Sebuah suara di genteng rumah sebelah mengagetkan kami. Gerakan tante berhenti, kini ia mendekap tubuhku erat. Kami berdua menoleh ke tempat suara itu berasal. Jangan-jangan ada orang yang mengintip kami dari tadi, pikirku. Sesosok bayangan melintas, ternyata itu seekor kucing.
“Haaaahhhhhh….. kupikir apa…..” aku menghela nafas
“hihihi…. Bikin kaget aja……” tante menyentuhkan dahinya kedahiku.
Kami mulai berpagutan, tante kembali menggerakkan pinggulnya naik turun. Vaginanya yang sempit menghisap penisku dengan kuat ketika ia menggerakan tubuhnya naik.
Rasa kaget yang kami alami tadi membuat nafsu kami memuncak. Kini gerakan pinggul tante semakin liar. aku meremas kuat payudara tante yang menempel di dadaku.
“Ohhhhh…..Ssshhh….Ahh…Ahh…” tante mendesah pelan bersahutan.
Ia memang sangat menikmati perlakuan kasar dalam hubungan sex kami. Aku mencubit putingnya yang mengacung tegang.
“Mmmmmppphh.. Ahhh…” ia mendesah dan mempercepat gerakan.
Sepertinya orgasmenya sudah mau datang, aku mencium bibir tante dengan liar. mencegahnya mengeluarkan suara keras ketika orgasmenya tiba.
Beberapa menit berlalu.
Namun sepertinya orgasmenya belum kunjung datang, irama gerakan tante menurun. Sepertinya ia kelelahan.
“sini tan gantian…..” aku berbisik di telinganya.
Ia mengangguk.
Aku menarik tangan tante untuk berbaring di rerumputan. Ia merebah perlahan, mungkin karena kulitnya terasa gatal karena bersentuhan dengan ujung daun rerumputan itu.
Aku segera menusukkan kembali penisku.
Ia mencengkeram kuat tubuhku dengan kedua tangannya.
Kugerakkan tubuhku maju mundur dengan liar.
Rerumputan itu bergemeresik ketika tubuh sintal tante bergesekan dengan mereka.
Penisku mulai berdenyut dalam vaginanya. ia memeluk tubuhku erat, payudaraya yang besar menekan dadaku, empuk sekali. Ia kembali mencium bibirku. Pagutannya kini sungguh berbeda, ia menyedot bibirku dan menelan air liurku. Bagai hewan yang kehausan di padang gurun.
“hhhaa…..aku mau keluar tan….” Kataku berbisik.
“mmmhh…. Tante… juga mau….. keluar sama-sama sayang…”
Aku mempercepat tempo gerakanku.
Penisku menghujam keras liang vagina tante. Gerakan yang cepat mulai menimbulkan suara hentakan antara kelamin kami.
“uuuhhh…. Dikit lagi sayang….”
Kurasakan vagina tante berdenyut. Semangatku berkobar. Aku memompa penisku semakin cepat. Suara gemeresik rerumputan semakin terdengar.
Rasa haus akan tubuh wanita menuntun naluriku untuk menghisap kedua payudaranya. Jilatanku di mulutnya kini mulai turun kebawah. Aku menekan kedua payudaranya dengan kedua tanganku. Kedua puting yang telah bersentuhan itu kini kuhisap bersamaan.
“Ohhhh……Mmmmppphh….Ahhh…Ahhh…” desahan tante semakin liar.
Ia mendekap erat wajahku dengan kedua tangannya.
Penisku berdenyut kencang. Tempo gerakan ini sudah terlalu cepat untuk kunaikkan lagi. Kuhujamkan dengan kuat penisku kedalam vagina tante. Tubuhnya menegang.
“Aahh……………………………………hhah….” Tante memekik tertahan seakan berbisik.
Orgasmenya sudah sampai. Aku bersiap memuntahkan spermaku dalam rahimnya.
Dalam sekali hentakan kuat, kutancapkan penisku sedalam yang aku bisa kedalam vagina tante.
(sfx ; Crooottttt….Crooottt… Croottt…)
“Aaa………..” aku memekik tertahan sambil membuka mulutku.
Spermaku sudah menyembur kedalam rahimnya.
Aku terkulai lemas di rerumputan itu. Tante memeluk tubuhku, ia mendekap wajahku di payudaranya. Aku menhisapnya perlahan.
Tampaknya ia masih ingin menikmati sisa-sisa orgasmenya.
Sisa-sisa orgasme masih kental kurasakan. Tante Shelly benar-benar liar. Bodoh sekali suaminya meninggalkan tante, pikirku.
Tante mengenakan kembali kimononya, kami berjalan masuk kembali ke dalam rumah dan berbaring di sofa.
Aku menyalakan TV untuk mengusir rasa sepi.
Sore menjelang, mama dan Naya kini telah pulang.
Roman wajah mereka terlihat sangat gembira. Ternyata rumah yang mereka lihat sangat bagus. Akses jalannya pun mudah. Rumah itu terletak disebuah bukit, agak jauh dari rumah-rumah lainnya. Di dalamnya ada sebuah kolam renang, halamannya pun luas. Mewah sekali, aku sempat tidak percaya ketika mereka mengatakan rumah itu dua ratus juta lebih murah dari rumah kami sekarang.
Tuhan tampaknya memberikan jalan untuk kami.
Syukurlah, masalah yang datang silih berganti kini perlahan mulai berakhir.
Beberapa hari berselang, kami berempat sempat terdiam ketika tante Shelly mencelupkan secarik kertas panjang berwarna putih kedalam air seninya. Perlahan garis merah mulai muncul. Samar-samar kami lihat dua garis tercetak di kertas itu.
“hore…………………….” Kami berempat bersorak bersamaan. Kami mengucapkan selamat atas kehamilan tante Shelly. Hal itu membuktikan bahwa tuduhan suaminya tidaklah benar.
Mama dan tante Shelly berpelukan, erat sekali. Kulihat tante Shelly menitikkan air mata.
“selamat ya Shel….. sebentar lagi kamu jadi ibu….” Kata mama.
“makasih ya kak…. Aku ga tau harus bagaimana berterima kasih sama kalian….” Tante terisak di pelukan mama.
“itulah gunanya keluarga tante…. Suatu saat, kalau tante butuh sesuatu… tante ngomong aja sama kita… kalau kita bisa bantu pasti kita bantu….” Kata Naya.
“makasih ya Nay….” Tante Shelly melepaskan pelukannya dari mama.
Ia kini menoleh kearahku. Ia mengusap air matanya dan tersenyum.
“Tom….. makasih ya…. Tante akan jagain anak kamu….” Katanya.
Aku mendekat dan berjongkok di depan tante. Kutempelkan telingaku di perutnya.
“nanti kamu kalo udah besar jangan nakal ya……” kataku sambil mengelus perut tante.
Setelah hari itu tante mengirimkan foto kepada mantan suaminya. Foto test pack dengan dua garis merah itu membuktikan bahwa dirinya tidak mandul seperti yang dituduhkan oleh suaminya.
Tak lama setelah foto itu dikirim, suami tante menelepon. Ia meminta maaf atas segala ucapannya, ia kini sadar ternyata dirinyalah akar dari masalah yang terjadi dalam rumah tangga tante Shelly. Namun tante Shelly menolak halus ketika suaminya meminta untuk rujuk kembali.
“masa lalu bukan untuk disesali, tetapi untuk mengajari kita agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dimasa lalu” begitu kata tante.
Hari ini adalah hari dimana kami pindah dari rumah lama kami, rumah yang penuh dengan kenangan indah. Tempat dimana aku, Naya, mama, dan ayah tinggal. Kenangan indah itu membuat kepindahan kami serasa berat. Sungguh sedih mengetahui kenyataan bahwa rumah itu sudah tidak menjadi milik kami lagi. Seseorang telah membelinya.
Mama telah resign dari tempat kerjanya. Terlalu jauh, kata mama. kini ia sibuk bersama Naya membuka usaha butik.
Hari ini adalah hari pertama kami menempati rumah baru itu. Kami kini tinggal di sebuah rumah yang cukup besar berwarna putih. Seperti lembaran baru yang akan kami tulis bersama.
Memang butuh perjuangan untuk menikahkan aku dengan Naya. Berhari-hari kami melobby petugas di KUA untuk memalsukan identitasku. Akhirnya ia menyetujuinya setelah mama memberikan uang sepuluh juta rupiah. Kini, aku dan Naya sudah resmi menjadi suami istri.
Kandungan tante Shelly kini berusia satu bulan. Memang belum kelihatan perubahan pada bentuk tubuhnya. Namun, sifat tante mulai berubah. Kini naluri keibuannya mulai muncul. Ia mulai peduli pada hal-hal kecil menyangkut kehamilanya. Aku lega, anakku mendapatkan ibu seperti tante Shelly.
Ia kini telah membeli sebuah rumah entah dimana. Kata tante, kapan-kapan ia akan mengundang kami main kesana.
Jarak antara Bogor dan Jakarta tidak begitu jauh. Seminggu dua kali aku rajin pergi ke bengkel untuk membantu pekerjaan Andi. Andi senang sekali, ternyata kepindahanku tidak begitu mengganggu pekerjaan kami. Semua berjalan normal.
Rumah baru kami memiliki tiga kamar, masing-masing kamar ukurannya sangat besar. Sehingga kami memutuskan untuk memakai satu kamar saja untuk tidur bersama.
“sayang….. nanti malam pertama mau ngapain?” tanya Naya.
“emank kenapa sayang? Uda kepingin ya?” kataku.
“cieeee…. Pengantin baru….., mama boleh ikut ga malam ini?”
“boleh dong ma…. Masa mama ditinggal sendiri… lagian kan kita tidur bertiga…” kata Naya.
Kami kini duduk di ruang tengah. Kami menata rumah baru kami semirip mungkin dengan dekorasi rumah kami yang lama. Komputer kami letakkan di sudut ruang tengah, begitu pula dengan rak TV, rak buku, meja, sofa, sampai pada hal kecil seperti pot tanaman kami letakkan di tempat yang senada dengan rumah lama kami.
Yang berbeda hanyalah sebuah kolam renang yang ada di samping ruang tengah. Air kolam itu begitu dingin pada pagi hari, mungkin karena pengaruh cuaca.
“berenang yuk…” kataku.
“boleh……” kata Naya.
Kami bertiga kini menanggalkan pakaian kami. Kami berenang di kolam yang dikelilingi oleh rumpun bambu yang cukup tinggi. Sehingga kami tak khawatir ada orang yang mengintip kami sedang telanjang.
Perlahan kami memasukkan diri ke kolam itu. Air kolam itu begitu dingin. Kami berpelukan erat, sempat terpikir untuk mengurungkan niat, namun pelukan mama begitu hangat kami rasakan.
“mah….. aku mau masukin kontol aku dong….” Kataku.
Mama mengangguk. ia menyenderkan tubuh Naya di bibir kolam. Naya merangkulkan tangan ke leher mama dan mereka mulai berpagutan. Aku yang berada di belakang mama mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. cukup sulit melakukan hubungan sex dengan cara baru. Namun akhirnya aku menemukan letak lubang kenikmatan itu.
Air yang membasahi tubuh kami membuat lubang vagina mama tidak sulit untuk dimasuki.
Aku menghujamkan penisku masuk ke dalam liang kenikmatan itu.
Air mulai beriak dan bersuara ketika aku memaju-mundurkan tubuhku. Sensasi berhubungan sex dialam terbuka yang sebelumnya kurasakan bersama tante kini kurasakan kembali.
Hangatnya vagina mama mengusir rasa dingin yang kurasakan. Penisku kini menegang semakin kuat. Aku menempelkan dadaku di punggung mama dan meremas kedua payudaranya.
“Aaaahhh…Ahhhhhh…Ahhhhhhh..Ahhhh…” desahan mama bersahutan.
“mah…. Kocokin memek Naya dong mah….” Kata Naya.
Mama tersenyum dan mulai meraba selangkangannya. Ia memasukkan tiga jari kedalam lubang vagina Naya yang tidak seberapa lebar itu.
“Ohhh….Mmmahh…terus mah..”
Mama mengocok vagina Naya dengan cepat ketika aku menghujamkan penisku dalam vaginanya. vagina mama mulai berdenyut. Aku tersenyum merasakan penisku yang diremas oleh denyutan vagina mama. aku mendekatkan wajahku ke tengkuknya dan mulai menjilatinya.
“Ahhhh….Ahhhh..Ahhh… tom……Ahh…” desahnya.
Tubuh mama menegang. Aku menghujamkan penisku semakin dalam, semakin cepat, semakin kuat mengejar orgasme mama yang sebentar lagi akan datang.
Tak lama tubuh mama bergetar. Denyutan vaginanya mengcengkeram kuat penisku yang menggesek liang kenikmatan itu.
“Aaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh…………” mama melenguh panjang.
Orgasmenya sudah sampai. Ia terkulai lemas dalam pelukan Naya.
“enak banget ya mah….?”
“Ahhhhh…… enak banget Nay…. Kontol suamimu bener-bener nikmat…..” kata mama.
“suami aku kan suami mama juga…..” kata Naya.
Mama hanya tersenyum mendengarnya, ia membalikkan posisi mereka, kini Naya membelakangiku.
“yap… pasien kedua…hehehe…..” kataku.
Mama dan Naya hanya tersenyum.
“ayo sayang….masukin….. aku udah ga sabar….”
Seharusnya ia tak perlu meminta, karena sesungguhnya aku sudah tidak sabar untuk menghujamkan penisku dalam vaginanya.
Kembali kuarahkan penisku dengan jemariku.
Bless… penisku tenggelam seluruhnya. Kupompa penisku dengan cepat.
Kujilati tengkuk Naya seperti aku memperlakukan mama. tangan kiriku kuselipkan diselangkangannya, aku mulai menggesekkan jemariku pada klitorisnya.
Tubuh Naya menegang menahan sensasi kenikmatan yang ia terima. Mama mengulum bibir Naya sambil memilin-milin putingnya yang mengacung.
Kehangatan tubuh Naya merasuk di dadaku. Membuat nafsuku semakin menggebu. Hasratku membara. Kupercepat gerakan tubuh dan jemariku.
Vagina naya mulai berdenyut.
“Aaaaahhhhhh… sayang……enak banget……Ahhhhhhh…….”
Naya merangkul leher mama dengan erat. Bibir mereka menyatu, eksotis sekali.
“aku….. udah mau keluar….. Ahhh..Ahhh..ahhh” kataku.
Mama meremas kedua payudara Naya dengan kuat, kedua putingnya diselipkan dan dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah. Ciuman mereka semakin liar. tubuh Naya menggeliat liar.
“Mmmmmmmppphhh…MMhhhhhhhh…” naya melenguh dalam ciumannya bersama mama.
Orgasmenya sudah sampai. Aku mempercepat gerakanku, mengejar orgasmeku sendiri.
Penisku yang berdenyut sudah siap meluncurkan sperma di rahim Naya.
Aku menekan kuat penisku.
(sfx : Crooooooootttt…. Crrrrroooottttt…….Crooottttt…….)
¬ Beberapa kali spermaku menyembur kedalam rahim Naya.
Spermaku meleleh keluar dari vagina Naya. Permainan sex seperti ini baru pertama kali kami rasakan. Benar-benar seperti pertama kali berhubungan sex. Ide untuk berenang ini benar-benar brilian.
Spermaku mengambang di air kolam itu. Perlahan ia mulai terbawa aliran air menuju kolam penyaring di sisi kolam utama.
Tubuh kami mulai kedinginan, kami mengambil handuk dan mengeringkan tubuh kami.
Duduk di sofa bukan ide yang bagus saat itu. Karena kini hari sudah hampir sore, udara dingin mulai menusuk. Kami belum terbiasa tinggal di tempat dengan iklim yang cukup dingin. Karena jakarta begitu panas.
Akhirnya kami masuk ke kamar dan meringkuk dibawah bedcover tebal.
Aku memeluk tubuh Naya dan mama yang berada di sampingku.
“sayang….. kamu mau punya anak cewe apa anak cowo?” tanya Naya.
“aku sih yang mana aja.. yang penting sehat…” kataku.
“emang kalian uda kepingin punya anak?” tanya mama.
Naya mengangguk.
“aku kan udah dua hari ngak minum pil….” Kata Naya.
“wah…… udah siap-siap rupanya…” kataku.
Kami berbincang cukup lama hingga kini kami tertidur.
Perubahan yang terjadi dalam kehidupan kami perlahan-lahan menuju ke arah yang lebih baik.
Entah sampai kapan masa tenang ini bertahan. Yang pasti kami hanya bisa menikmati masa ini, selama yana kami bisa.
8 bulan berlalu…
Tuutt…. Tuutt…. Tuutt….
Bunyi telepon rumah berdering. Saat itu aku dan Naya sedang berendam di kolam renang seperti biasa. Naya kini sedang hamil 8 bulan. Perut Naya kini sudah membuncit.
Aku mendekap tubuh Naya dan menempelkan telingaku di perutnya.
Mama berjalan menuju telepon yang berdering.
Ia mengangkat gagang telepon dan mulai berbicara.
“halo….”
‘haloo… dengan kediaman ibu Sherly?’ tanya suara di seberang telepon.
“iya benar… dengan siapa ini?”
‘ini dari rumah sakit Pondok Indah… ‘
Apakah yang terjadi. Apakah ada salah satu keluarga kami yang sedang sakit? Pikirnya.
“ada apa ya?” mama bertanya.
‘bu Shelly sedang dirawat disini bu…’
“Ya tuhan…. Kok bisa dirawat… dia sakit apa?”
Aku dan Naya menoleh kearah mama. apa gerangan yang terjadi. Kami berdua menebak-nebak dalam hati.
‘tenang bu…. Saudara ibu tidak sakit apa-apa…. Beliau baru saja melahirkan?”
“Ohh….. ya ampun…. Saya kira apa… baik saya segera kesana…. Dia dirawat dimana?”
Aku dan Naya berpandangan. Lalu kami berdua beranjak keluar dari kolam dan menghampiri mama.
“oke…. Saya bersiap dulu… terimakasih.” Mama menutup telepon itu.
“ada apa ma?” tanyaku.
“coba tebak?” kata mama.
“ihh mama…. ayo dong kasi tau…” kata Naya.
Mama mengedipkan sebelah matanya.
“tante Shelly udah melahirkan…. Sekarang ada di rumah sakit pondok indah…”
Senang sekali mendengar kabar itu. Tak kukira sudah 9 bulan berlalu semenjak tante positif hamil. Perasaanku berdebar. Seperti apa raut wajah anakku.
“wah…. Kalo gitu aku beres-beres dulu mah….” Naya beranjak meninggalkan kami. Langkah kakinya agak melompat. Tampaknya ia juga senang dengan kabar yang kami terima.
Waktu bergulir. kami bertiga kini sudah sampai di lahan parkir rumah sakit tersebut. Aku menengok kiri dan kanan mencari tempat parkir yang kosong.
Disudut lahan parkir tersebut aku memarkir mobil kami. Dibawah naungan sebuah pohon kamboja dengan bunga berwarna putih.
Mama dan Naya segera beranjak memasuki bangunan rumah sakit. Sementara aku mengambil tas berisi pakaian kami di kursi paling belakang.
Dengan menggendong tas besar itu aku memasuki pintu rumah sakit. Udara dingin dari AC menyeruak keluar. Aromanya begitu khas, seperti kotak obat. Hanya saja bercampur dengan aroma penyegar ruangan.
Aku memandang sekeliling. Kulihat mama dan Naya sedang berdiri di depan pintu lift yang masih tertutup. Aku menghampiri mereka.
Ketika pintu lift terbuka, kami beranjak masuk. Lift yang sempit itu berisi empat orang termasuk kami. Perlahan angka di atas pintu itu mulai bergeser. Kami mulai beranjak naik.
(sfx : Tingg…..)
Pintu lift terbuka. Di luar lift kulihat cukup banyak orang berlalu lalang. Kami keluar dari lift itu dan bergegas ke meja penjaga rawat inap.
“mbak….. ruangan ibu Shelly dimana ya?” Naya bertanya.
“sebentar ya mba……, kamar nomor 5.. lurus ke kanan lalu belok kanan…”
“ok makasih ya mba…..”
Kami bergegas menuju ruangan yang dimaksud.
Langkah demi langkah, telapak kaki kami menyusuri petak-petak ubin berwarna krem itu. Aku semakin tidak sabar.
Tak lama kami sampai di sebuah ruangan dengan pintu berwarna cokelat muda. Di pintu itu tertempel papan bertuliskan angka lima.
Mama menggenggam gagang pintu berwarna krom itu. Ia memutar gagang itu, pintu pun terbuka dengan suara berderit kecil.
“Ahhhhh….. selamat ya Shell….., aduh… kamu kok ga bilang-bilang udah sembilan bulan…” mama memekik dan menghampiri tante seraya memeluknya.
“iya nih….. tadinya mau kasih kejutan… eh tapi tau-tau udah mules… ya mau gimana lagi…”
Saat itu pandanganku tertuju pada sosok mungil yang tertutup kain putih di sebelah tubuh tante. Anakku.
“selamat ya tante…. Ngomong-ngomong cowo apa cewe nih?” tanyaku seraya mencium pipi tante. Wajahnya masih sayu dan terlihat lemas.
“cowo dong…., kamu udah siapin nama belum?” tanya tante.
“lha… kok aku yang kasih nama… aku belom siapin nama….”
Tante mengulurkan tangan kepipiku.
“kamu kan ayahnya….” Kata tante seraya tersenyum.
“cieee…. Ada yang sudah jadi bapak…..” kata Naya.
“sebentar lagi anaknya Naya lahir juga lho….” Kata mama.
Tante menoleh ke arah perut Naya yang sudah membuncit.
Wajahnya tiba-tiba berbinar.
“wah…… sebentar lagi nyusul… udah berapa bulan?”
“8 bulan tante… sebentar lagi sembilan…. Tinggal nunggu beberapa minggu.”
“syukurlah…. Tante doain semoga persalinan kamu lancar ya Nay…”
Naya mengangguk dan tersenyum.
Perasaanku sangat bahagia saat itu. Terbayang dalam anganku, wajah ayah ketika Naya lahir. Ketika ia benar-benar menjadi seorang laki-laki sepenuhnya. Kini sebuah tanggung jawab ada di pundakku. Memang bukan aku yang akan mengurusnya kelak, namun ketika darahku mengalir dalam nadinya aku sadar. Kini aku sudah menjadi seorang ayah.
Aku mengambil handphone yang berada di saku celanaku. Mereka bertiga kini sedang mengobrol asyik sementara aku bercengkerama dengan handphoneku.
Nama apa ya yang sekiranya cocok untuk anakku. Aku bingung, karena ini adalah pertama kalinya aku mencarikan nama untuk seorang bayi yang suci.
Malam itu, tante sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah cukup baik, mungkin karena proses persalinannya yang normal tanpa operasi caesar. Kami membantu tante membereskan pakaiannya lalu mengantarnya pulang.
Dalam perjalanan mereka masih saja berbincang, seperti teman lama yang sedang reuni.
Mobil yang kukendarai sudah mendekati pintu keluar, namun aku belum mengetahui kemana kami akan mengantarnya pulang.
“ngomong-ngomong pulangnya kearah mana tan? Kita kan belum tau rumah baru tante…”
“kamu jalan aja ke perumahan kalian yang dulu… rumah tante disana..” kata tante.
“ah serius tan?” kataku.
Tante shelly mengangguk. Perumahan kami tak jauh dari sini, aku makin penasaran.
Timbul rasa rindu dalam hatiku ketika kami memasuki perumahan itu. Aku masih ingat dengan jelas, masa-masa ketika kami tinggal disana. Ketika aku masih anak-anak, beranjak dewasa, bersekolah, sampai saat dimana cerita ini berawal.
“kemana lagi tan?”
“lurus aja…. Mentok belok kanan…” kata tante.
Aku makin penasaran, itu kan arah kerumah kami yang lama. Apa jangan-jangan rumah tante berdekatan dengan rumah lama kami. Perasaan rinduku sudah tak terbendung, rindu sekali rasanya melihat lingkungan ini. Serasa ingin menangis.
Roda mobil kami bergulir perlahan menyusuri jalan itu. Aku memandang sekeliling, mengenang masa-masa itu.
“tuh rumah yang catnya warna hijau…” kata tante.
Aku terkejut sesaat ketika memandang rumah itu. Tak lain, ini adalah rumah lama kami. Hanya warna catnya saja yang berubah. Segala hal dirumah itu masih sama, posisi bunga di taman, sarang laba-laba di langit-langit teras.
“kejutan…………….” Tante berteriak di telinga kami.
Aku tak mampu berkata-kata, sementara mama dan Naya sudah sangat heboh ketika mengetahui rumah yang dibeli tante adalah rumah lama kami. Tak kusadari airmataku menetes. Aku tak kuasa menahan rasa haru. Kuusap air mataku dan bergegas masuk kedalam rumah menyusul mereka.
“kok gak ngomong-ngomong sih beli rumah ini…..” kata mama.
“namanya juga kejutan… masa dibilangin…..” kata tante.
Aku masih tak kuasa menahan rasa rindu ketika aku duduk kembali diruang tengah itu. Naya kini duduk disampingku. Ia merangkul bahuku dan menyenderkan kepalanya.
“jadi inget masa-masa dulu ya…. Aku kangen sama rumah ini..” katanya.
“iya… ga nyangka, aku pikir rumah ini ditempatin sama orang lain… ternyata sama tante…”
Hari sudah semakin sore, matahari sudah bersiap untuk tenggalam di cakrawala. Meninggalkan langit yang berwarna keemasan. Sosok bulan yang temaram mulai nampak.
Hari mulai gelap.
Kami menginap di rumah tante, menemani dirinya yang masih cukup lemas untuk melakukan segala hal. Tak berdiam diri, kami membantu tante membereskan rumah. Mama dan Naya membantu tante memasak sementara aku merapikan meja dan menyapu.
Aroma makanan yang harum sungguh menggoda perut kami yang lapar. Tante berjalan menghampiriku dengan dua piring nasi goreng di kedua tangannya.
“sudah dapet namanya belum?” tanya tante.
“sudah tan…”
Tante meletakkan kedua piring itu.
“siapa?” ia bertanya.
“Evan….. artinya pejuang…” kataku.
“aa…. Bagus tuh.. dapet darimana? Kok bisa tau artinya?”
“ya dari google tante….” Kataku.
Tante sangat senang sekali dengan nama yang kuberikan untuk anak kami. Ia kini menggendong Evan sambil memanggil namanya.
Tiga hari berlalu.
Sudah saatnya kami pulang. Mengingat tidak ada seorang pun yang menjaga rumah kami.
Kami berpamitan pada tante, tampaknya tante masih menginginkan kami untuk tinggal sementara disana.
Kugendong tas hitam besar tempat pakaian kami dan kumasukkan dalam mobil.
Kami melambaikan tangan kami dalam mobil kepada tante ketika kami beranjak meninggalkan tenpat itu.
Sesampainya dirumah.
Kulihat Naya sudah cukup lelah, aku merapikan ranjang agar ia bisa beristirahat.
“mah…. Capek ngak?” tanyaku.
“kenapa sayang?” mama sedang membuka pakaiannya.
Aku yang sudah tidak berbusana, kini mendekati mama.
Belum sempat ia melepaskan pakaiannya, aku langsung menyergap payudaranya yang terbuka. Lalu kuhisap putingnya.
“ehh…. Sabar sayang…. Mama kan belum selesai buka baju..”kata mama seraya melepaskan baju dari lengannya.
“dia mau ajak aku ML takut mah…. Perutku udah gede” kata Naya.
“ya sebenernya gak apa-apa sayang….. asal jangan terlalu bersemangat.” Kata mama.
Mama yang sudah melepaskan bajunya kini merangkul leherku.
“di kasur aja yuk…” ajaknya.
Aku mengangguk.
Mama merebahkan diri dan membuka pahanya lebar-lebar. Naya duduk bersimpuh di sampingnya. Aku mengambil posisi duduk diantara kedua paha mama dan mulai memasukkan penisku kedalam lubang hangat itu.
“Mmmm..Ahhhhhh….” mama mendesah.
Naya membuka pakaiannya dan mendekatkan wajahnya kewajahku.
Kami mulai berpagutan sementara aku memompa penisku memasuki vagina mama.
“maaf ya sayang….Ahh…. aku masih takut ML sama kamu….” Kataku.
Naya tersenyum.
“gapapa sayang…….”
Kami kembali berpagutan, sebelah tanganku meremas payudara Naya dengan lembut. Payudaranya kini makin membesar dan semakin kencang. Sementara sebelah tanganku yang lain meremas payudara mama.
Mama mengcengkeram tanganku yang berada di payudaranya.
“remas yang kuat… sayang….Ahhh…Ahhh…Ahhh” ia mendesah seirama dengan gerakanku.
Naya mengelus dadaku dengan telapak tangannya yang lembut. Sementara sebelah tangannya yang lain mengusap klitorisnya.
“Mmmhh….Ahh..” ia mendesah pelan dalam ciuman kami.
Suhu ruangan itu mulai menghangat. Rasa lelah setelah perjalanan tidak kurasakan lagi. Tergantikan dengan nafsuku yang menggelora.
Vagina mama mulai berdenyut. Ia mengcengkeram kuat lenganku. Kudorong penisku sekuatnya kedalam vagina mama. ia melenguh panjang.
“Ahhhhhhhh……Aaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh”
“cepet amat mah?” kataku.
“abis udah seharian gak ML…. rasanya memek mama udah gatel pengen di masukin…”
Aku hanya tertawa kecil. Kucabut penisku dari vagina mama.
“kamu rebahan disini aja Nay… biar mama jilatin memek kamu…”
Naya mengangguk. kami kembali mengatur posisi.
Kini aku menusukkan penisku dari belakang tubuh mama.
Paha Naya sudah terbuka lebar. Mama menjilati klitorisnya dengan liar. ia mengulum dan menyedot tonjolan daging berwarna merah itu.
“mmmmmppppphhh…..Ahhhhhh…Ahhhhhhhh…..” Naya mendesah.
Aku masih sibuk menikmati vagina mama. kuhujamkan penisku dengan cepat, namun mama hanya mendesah karena sedang menjilati vagina Naya.
Jilatan demi jilatan menyapu kulit vagina Naya yang sudah licin. Mama memasukkan lidahnya kedalam lubang vagina Naya dan memainkannya disana.
“Ahhhhh….Ahhhhh…..” suara desahan kenikmatan itu bergema dalam ruangan kamar kami.
Naya mengulurkan tangan ke klitorinya dan mulai mengusapnya dengan cepat.
“Mmmmmmaaahh…Ahhh…Ahhhh…Naya……..mau keluar…..”
Mendengar ucapan itu mama semakin menggila. Ia menekan wajahnya, memasukkan lidahnya semakin dalam ke lubang vagina naya. Lidah itu menyapu dinding-dinding lubang itu dengan liar.
Vagina mama mulai berdenyut lagi. Kurasakan cengkeramannya begitu nikmat di batang penisku.
“Ohhh..Ahhhh..Ahhh enak banget memek mama….Ahhhhh…”
Birahiku mulai memuncak. Penisku ikut berdenyut kencang.
“mmaahh….Ahhhhhhhhhhhhhh………………” Naya memekik.
“Ahhhh..Ahhhh.Aahhhh……Aaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh hh…”
Diikuti dengan lenguhan mama.
Aku mempercepat gerakanku. Kuhujamkan penisku sedalam-dalamnya.
(sfx : Crooooooottt…..Croooooootttt……Crooooottttttttt………)
Spermaku menyembur dalam rahim mama.
Tubuhku yang lemas sudah tidak dapat lagi kutopang.
Kini aku merebahkan diri diranjang. Berada diantara Naya, dan mama yang sudah kelelahan.
Aku memejamkan mata. Menjawab panggilan rasa kantukku.
Satu bulan berlalu.
Kini aku sedang duduk termenung di depan pintu persalinan ditemani mama dan tante Shelly.
Kami sedang menunggu kabar persalinan Naya. Aku sangat cemas saat itu. Aku hanya bisa berdoa semoga proses persalinannya tidak menemui kendala.
Pintu ruangan itu terbuka, seorang suster dengan pakaian berwarna putih keluar sambil membawa sebuah papan penjepit dan selembar kertas di tangan kanannya.
“keluarga ibu Naya….” Katanya.
Seketika itu aku langsung bangkit dan mendekatinya.
“saya suaminya sus…. Gimana keadaan istri saya?”
“persalinanya sudah selesai, sekarang bapak tanda tangan dulu untuk formulir rawat inapnya ya…”
Aku menandatangani form itu tanpa membaca apa isinya. Aku tidak peduli, yang kuinginkan hanyalah menemui Naya dan anakku.
“terima kasih pak…. Sekarang bapak tunggu disini… ibu Naya sebentar lagi didorong keluar.”
Aku kembali duduk di kursi ruangan yang terbuat dari plat besi itu. Kursi itu sangat dingin ketika kulit lenganku menyentuhnya.
“syukurlah….. persalinanya lancar….” Kata mama.
“iya Sher….. sekarang kamu udah jadi nenek lho….” Kata tante.
“biarpun udah nenek kan yang penting tetep sexy…..”
Mereka tertawa bersama.
Aku hanya bisa tersenyu mendengarnya tanpa mengalihkan pandanganku dari pintu ruangan itu.
Tak lama pintu ruangan itu kembali terbuka.
Aku bangkit dari kursi panjang itu. Mama dan tante juga beranjak. Perlahan-lahan kami melihat sebuah ranjang didorong melewati daun pintu itu. Diatasnya kulihat Naya dan bayi kami berada disamping tubuhnya.
Kami bergegas menghampiriya. Kulihat Naya tersenyum.
Senyuman Naya begitu sejuk terasa di hatiku. Perasaan cemasku sudah hilang sepenuhnya.
Aku mengenggam tangan Naya yang dingin, mengucapkan kata-kata, betapa aku sangat bangga menjadi suaminya. Ia telah melahirkan seorang bayi perempuan. Cantik sekali seperti ibunya.
Kami bertiga berjalan mengiringi ranjang itu menuju kamar rawat inap.
Kamar itu cukup besar, dengan sebuah TV berada dinding. Aku mengucapkan terimakasih ketika perawat itu akan beranjak meninggalkan kami.
Aku duduk dikursi yang berada disamping ranjangnya.
“kamu udah siapin nama belum sayang?” tanya Naya.
“sudah…..” jawabku.
“siapa?”
Saat itu aku hanya terdiam dan tersenyum.
“Reni…., sama kayak guru aku di SMA dulu” kataku.
“Reni… nama yang bagus…..” kata Naya. Ia kini mengusap kepala Reni dengan lembut.
Mama dan tante sekarang sibuk bercengkerama dengan Naya. Mereka tertawa dan tersenyum ketika aku beranjak dari kursiku menuju balkon diruangan itu. Aku menggeser kaca dan melangkah keluar. Udara siang hari itu tidak kurasakan panas walau matahari bersinar terang. Dalam hembusan angin aku berdoa, semoga kebahagiaan kami tidak lagi hilang. Angin berhembus kencang menjawab doaku. Menyibakkan rambutku yang bergerak seirama dengan hembusannya.
Dua puluh empat tahun berlalu. Entah apa yang kami pikirkan, kini Evan dan Reni sedang berada di pelaminan. Cukup lama kami bersembunyi dari kenyataan bahwa kami melakukan hubungan sedarah dari mereka. Namun apa daya, mereka sudah dewasa. Mereka akhirnya mengetahui itu semua.
Apakah keputusanku salah, membiarkan hubungan terlarang ini tumbuh dalam keluarga kami?.
Entahlah, mungkin iya. Tapi keputusan ini tak pernah kusesali.
Apa yang telah berlalu dalam aliran sang waktu, menjadi kenangan indah sekaligus aib dalam keluarga kami. Mungkin diakhirat nanti kami tidak akan merasakan seperti apa indahnya surga.
Namun dalam kehidupan ini, kami bisa merasakan seperti apa surga itu sebenarnya.
Persetubuhan terlarang yang kami jalani masih berlanjut sampai saat ini, terkadang kami saling bertukar pasangan. Bahkan aku beberapa kali bersetubuh dengan anakku Reni.
Well….. selama kami semua bahagia, kurasa dalam cerita kami tidak akan pernah tertulis kata akhir.
Selamanya…..