Namaku Feby, usiaku baru 17 tahun. Pagi ini setelah selesai mandi
aku berdiri di depan cermin, kuperhatikan lekuk liku bayangan tubuhku
di dalam sebuah cermin besar yang terpasang di dinding dikamar. Tubuhku
yang putih mulus tanpa cela sedikitpun, wajah orientalku yang jelita,
kedua mataku yang sipit khas gadis keturunan, rambutku yang hitam indah
tergerai sepunggung. Sekali lagi aku menyapu bayangan tubuhku di dalam
cermin yang begitu mungil menggemaskan sebelum akhirnya menjatuhkan
handuk yang membalut tubuhku, kuperhatikan buntalan payudaraku yang
sekal dan ranum padat dihiasi pentil berwarna pink yang meruncing,
bulu-bulu jembut tumbuh merintis menghiasi permukaan vaginaku. Tanganku
merayap turun ke arah dada, kuusap bulatan susuku yang putih padat dan
kuremas-remas sepasang buah dadaku dengan teratur. Ada rasa geli yang
menggelitik saat jari tengahku bergerak lembut memutari putingku yang
runcing mengeras. Anganku melayang tinggi mencoba menghayalkan
seseorang , apakah dia tampan ?? bertubuh putih terawatt ? Tidak..!!
aku sama sekali tidak membayangkan sosok lelaki seperti itu, sama sekali
tidak…!! Aku sedang asik membayangkan Mang Nurdin , seorang tukang
becak langgananku, membayangkan ia menggerayangi lekuk liku tubuhku yang
putih mulus, membayangkan mulutnya mencucup puncak payudaraku,
membayangkan ia meraih tubuhku yang mungil kemudian menjebloskan batang
penisnya yang keras…. Ke dalam….
“Auhhh…. “
Aku tersentak kaget , sedikit kesadaranku yang tersisa mendorongku
keluar dari pekatnya halusinasi kenikmatan di dunia khayal, idih!!!
betapa kotornya pikiranku, aku bergegas mengenakan pakaian seragamku,
kemudian berlari kecil menuruni anak tangga, menuju ruang makan.
“Pagi Mamm, Pihh, Cie..muahh he he he”
“duhh…ni anak…makin manja aja.., duduk sini…”
“emmmhh.. ci Debbie…”
Aku bergelayutan di lengan ciciku.
“Feby.., makan dulu yang bener….”
Mamaku menasihatiku, sedangkan papaku hanya tertawa melihat kemanjaanku.
Seorang pembantu berusia separuh baya menyediakan sarapan pagiku,
Mbok Surti begitulah biasanya aku dan keluargaku memanggilnya, pembantu
part time yang sudah 3 tahun bekerja di rumahku. Pagi ia kerja jadi
pembantu sampe jam 12 siang teng, dengan lahap kusantap sarapan pagiku,
waduh laper nih… ^_^.
“mihhh, Pihhh, Cii, Aku duluan yaa…”
“Lhoo…, Papa anter, sekalian nganter Cici kamu….”
“Nggak usah…, Feby naik beca aja pih..”
Aku menghindar saat papaku hendak mengantar.
“Feby… niii…ketinggal, cring cringgg…”
Ci Debbie menggoyang-goyangkan kunciku yang tertinggal di atas meja.
“ehhh iyaaa, mkasih ciii… thaaa..”
Ci Debbie tersenyum saat aku menyambar kunci dari tangannya.
Aku berjalan santai sambil menghirup dalam-dalam udara segar dipagi
hari, sebuah senyum malu melintas di bibirku saat melihat sesosok tubuh
tinggi kekar yang tengah mengaso di atas kursi becaknya, kudekati becak
Mang Nurdin. Kedua mataku mengamati moment yang indah ini dengan
menjelajahi tubuh Mang Nurdin yang kekar. Ih…mulut Mang Nurdin sampe
mangap-mangap begitu, oww itu lidahnya kelihatan basah dan berlendir,
dua orang tukang becak menghampiriku.
“Mau diantar sama saya Non ?? “ Mang Arif mencoba untuk merebut perhatianku.
“sudah Non sama saya sajaa…, “ Mang Oleh ikut-ikutan mencoba menarik perhatianku.
“Enggak makasih…” aku menjawab singkat.
“Mangg Nurdin, Feby sudah sampai nihh, Mangg…, waduh!! MAANGGG..!!“
aku berteriak agak keras mencoba untuk menyadarkan Mang Nurdin.
“E-ehh, Non Feby… “
Ia agak gelagapan, dengan sigap mang Nurdin turun dari atas kursi
becaknya dan mempersilahkan-ku untuk naik keatas becak, saat becak
melaju aku menengok kebelakang, ahhh, sesuatu itu tercetak menonjol
dari balik celana Boxer belel yang dikenakan oleh mang Nurdin, aku
pura-pura bercermin , kuarahkan cermin itu kesuatu titik diselangkangan
Mang Nurdin , nafasku tertahan , sesak sekali rasanya, tidak terasa
perjalanan yang menyenangkan itu berakhir dan aku melompat turun dari
atas becak.
“Nonn, nanti mang Nurdin jemput ya”
“Iya mang..!!“
Aku berlari kecil melewati gerbang sekolahku, beberapa orang siswa
dan siswi berlari di belakangku. Whuzzz…sebuah angin kencang lewat di
kanan tubuhku dibarengi dengan sebuah tamparan keras pada buah pantatku
“plakkkkkkk….!!”
“Owwww…!! Airin….!!” kontan saja aku menjerit terkejut, aku menjerit
kesal kemudian berusaha mengejar seseorang yang terkekeh sambil berlari
mendahuluiku., Airin mempercepat larinya, akupun tidak mau kalah, kejar
mengejarpun berlangsung hingga pintu kelas I – E. Airin bersembunyi
dibelakang seorang gadis yang tidak kalah cantik dengan kami berdua..
“E-eh kenapa nih ?? kenapa ??“ Santi mencoba meleraiku dan Airin
“Uhhh-ohh, Kingkong.. siKingkonggg…” Airin berbisik keras kemudian buru-buru masuk ke dalam kelas
Santi menarik lenganku ia membalikkan tubuh menyusul Airin, aku
menoleh sebentar kebelakang, aku bergidik saat seorang guru bertubuh
gembrot melangkah tergesa-gesa dari kejauhan menuju kelas kami, sudah
gembrot, jelek, galak, sebel deh, HUEKKKK…!!
“Klekk…!!” Pak Harsono menutupkan pintu kelas
“Selamat pagi anak-anak, tadi bapak melihat ada tiga orang siswi di
kelas ini yang tidak disiplin, bapak harap ketiga siswi itu tidak
mengulangi perbuatannya..!! kalian kan datang ke sekolah ini untuk
belajar dan blah.. blahhh blahhh ”
Suara Pak Harsono menggelegar pandangan matanya begitu tajam
menghujam ke arahku, Airin dan Santi yang menggerutu panjang lebar di
dalam hati kami masing-masing. Aduh koq wejangan-wejangan Pak Harsono
nggak berhenti-berhenti sih..
“dan juga selain itu kalian sebagai anak bangsa seharusnya Ehemm..!! uhh ?!”
Pak Harsono berdehem keras, ia menghentikan wejangannya yang
membosankan saat aku menumpangkan kaki kiriku ke atas kaki kanan. Dari
arah meja guru mata si gembrot mendelik dengan wajah merah padam dengan
leluasa mata Pak Harsono merayapi pangkal pahaku. Aku pura-pura tidak
tahu sambil membolak-balik buku pelajaranku, aku membalas tatapan mata
mesum Pak Harsono dengan tatapan mataku yang innocent hingga ia salah
tingkah di depan kelas. Sambil mengajar Pak Harsono menikmati kemulusan
pahaku, kunaikkan kedua kakiku pada besi yang melintang di bawah mejaku,
kujingjitkan ujung kakiku sambil mengipas-ngipaskan kedua pahaku yang
putih mulus. Pak Harsono semakin keras berdehem, ia terus mengajar
sambil menatap pahaku. Aku tertawa kecil dalam hati melihat ekspresi
wajah pak Harsono yang berusaha memendam nafsu birahi. Ia menghela nafas
kecewa saat loceng sekolah berdentang keras dan menatap sekali lagi
kekolong mejaku, matanya nanar menikmati kemulusan pahaku kemudian ia
menatap wajahku, setelah merekam kecantikanku, dengan langkah yang
terlihat berat ia melangkah keluar dari dalam kelas.
“Tic toc tic toc…!! “ jarum jam di kelasku berlari dengan kencang,
tanpa terasa usai sudah kegiatan belajar dan mengajar di sekolahku
Setelah bercipika cipiki dengan kedua sahabatku, dengan cepat aku
menuju gerbang sekolah, aku tersenyum saat seorang pengemudi becak
menghampiriku.
“Ayo Non, lesss go……” dengan gayanya yang khas Mang Nurdin mempersilahkanku untuk naik becak
Dengan genjotan-genjotan Mang Nurdin, becak yang kutumpangi melaju
dengan cepat. Aku melamun jorok sambil mengintip ke belakang melalui
sebuah cermin kecil yang kupakai untuk bercermin sambil berpura-pura
merapikan rambutku. Becak yang kutumpangi berhenti sebentar saat akan
menyebrang jalan dan akhirnya berhenti tepat di depan rumahku, saat akan
membayarnya tiba-tiba saja rintik-rintik hujan tercurah dari langit
yang kelabu dan semakin deras, dengan spontan aku berteriak keras….
“Masuk dulu manggg, Hujannn….!!”
“Nggak usah Nonn..”
“Nggak apa Manng, ayo masukk!” aku mengundangnya masuk untuk menunggu hujan deras itu reda.
Setelah memarkir becaknya di depan rumah, ia menyusul dan duduk di
lantai teras rumahku sambil mengipas-ngipaskan topinya untuk mengusir
rasa gerah. Aku memperhatikan setiap lelehan keringat Mang Nurdin,
tanganku melayang semakin tinggi, aku duduk di kursi tepat dihadapannya.
Entah setan apa yang menggodaku saat perlahan-lahan kurenggangkang
pahaku melebar, kuperhatikan Mang Nurdin yang tertunduk mengantuk,
matanya terpejam rapat dan akhirnya tertidur sambil bersandar, pada
tembok pendek setinggi 75 cm yang membatasi teras rumah dan rumput hijau
di halaman depan.
Mang Nurdin
Aku memincingkan kedua mataku, perhatianku terfokus pada tonjolan
dicelana boxer belel berwarna hitam itu, hatiku bertanya-tanya apakah
benda itu juga hitam seperti kulit tubuh Mang Nurdin, lalu berapa
kira-kira panjangnya batangnya. Dengan perlahan aku memajukan wajahku,
posisi kedua kaki mang Nurdin sedikit tertekuk mengangkang, posisinya
membuatku semakin terangsang, ceglukkk…ceglukk, berkali-kali aku menelan
ludah untuk membasahi tenggorokanku yang terasa kering.
“ahhh…..!! gilaaa…“
Aku berseru kaget sambil menarik dan melengoskan wajahku ke arah lain
saat kedua kaki Mang Nurdin terjatuh ke samping dari sela-sela bawah
celana boxer yang kedodoran aku dapat melihat sebuah benda yang terkulai
ke samping. Dengan memberanikan diri aku kembali mengarahkan mataku
pada “benda” yang seharusnya tidak terlihat itu, tanganku gemetaran saat
berusaha mengarahkan Hp Sony Ericson C905 milikku , c-klek, c-klek,
c-klek…, beberapa kali kufoto benda yang terkulai itu dan terus kufoto,
ku zoom dan kufoto lagi. Entah berapa puluh kali aku mengabadikan sebuah
benda hitam fotogenik diselangkangan Mang Nurdin.
“Dhuarrrr….!! “
“Uhhhh…., beuhhhh… Hoaaaaammmm…”
“Deggg. Degg DEGGGG….!!” jantungku berdetak dengan cepat, suara sambaran petir yang menyalak keras membangunkan mang Nurdin
Ia menggeliat sambil menguap lebar, aku pura-pura mengotak-atik Hpku.
Kutundukkan wajahku sedalam mungkin tanpa berani melihat kearah Mang
Nurdin yang kembali menggeliat kemudian bangkit berdiri. Aku membuka
folder di hpku dan tersenyum nakal melihat hasil jepretanku.
“Hujannya besar ya Non… “ Mang Nurdin mencoba untuk membuka pembicaraan dengan ku.
“i-iya mang , eumm , kelihatannya besar dan panjang banget.., eh, apanya mang ??”
“hujannya , emm, maksud non Feby apanya yang Panjang ya ??
“oooo, enggak koq, maksudku hujannya gede dan panjang , gitu loh mang, ehem..”
Aku berdehem untuk mengusir rasa jengah saat Mang Nurdin menatapku,
kusandarkan punggungku ke belakang dan kutumpangkan kaki kananku di atas
kaki kiri, secara otomatis rok seragamku naik hingga memperlihatkan
pangkal pahaku bagian bawah.
“HAH ?? !! “
Seiring dengan suara seruan kerasnya, kedua mata Mang Nurdin melotot
merayapi kemulusan pahaku, sesekali ia menatap wajahku dan menikmati
kecantikanku kemudian kembali menatap ke bawah memelototi pangkal
pahaku. Setelah menengok ke kiri dan ke kanan Mang Nurdin mendekatiku,
ia duduk bersimpuh di hadapanku. Aku hanya tersenyum saat ia
berkali-kali menelan ludah sambil menengadah kan wajahnya menatapku.
Mang Nurdin semakin horny dan mupeng saat aku mengerlingkan ekor mataku
dengan nakal berusaha memberikan lampu hijau untuknya, dan Mang Nurdin
menangkap isyaratku dengan sangat baik sekali, bibirnya tersenyum lebar,
sinar matanya bertambah mesum saat beradu pandang dengan mataku yang
sipit. Aku diam saat ia mendekatkan matanya untuk menikmati kemulusan
pahaku dari jarak yang lebih dekat hingga dapat kurasakan
hembusan-hembusan nafasnya menerpa kulit pahaku, rupanya ia merasa
tidaklah cukup kalau hanya dengan melihat kemulusan pahaku. Kurasakan
permukaan telapak tangan kirinya yang terasa kasar mengusap-ngusap
betisku kemudian semakin berani perlahan merayap naik ke atas
mengusap-ngusap lututku dan menyusup ke dalam rok seragamku dan kemudian
jatuh untuk mengusap-ngusap pangkal paha kananku. Dengan sengaja aku
menurunkan paha kananku agar telapak tangan kirinya tergencet di bawah
pangkal pahaku, tangan mang Nurdin bergerak menekankan kedua pahaku
kearah yang berlainan kemudian mengusapi permukaan pahaku bagian dalam.
“Wahhh Nonnn, mulus banget….“ ia memuji kehalusan dan kelembutan
permukaan pahaku, suara rintihan lirihku tertelan oleh suara hujan
deras dihari itu, sekujur tubuhku merinding panas dingin saat telapak
tangan Mang Nurdin semakin aktif merayapi pahaku.
Baru pertama kali ini ada seorang lelaki yang merayapi pahaku,
ternyata seperti ini rasanya sentuhan tangan mang Nurdin, jauh lebih
nikmat daripada khayalanku selama ini, telapak tangan mang Nurdin terasa
kasar namun ada rasa nikmat saat kekasaran itu menyentuh permukaan
pahaku yang halus lembut, kedua mataku yang sipit terpejam-pejam
menikmati elusan tangan mang nurdin didalam rok seragamku.
“Non, Non Feby…psssssttt..”
“emm ?? eh i-iya mang…kenapa mang ??”
“Kalau ada orang bilang-bilang ya…hupp nge he he”
“Haaaaaa-uh…..!!”
Nafasku tertahan , tanpa meminta persetujuanku mang Nurdin menaikkan
kakiku mengangkang ke atas pungungnya. Bagaikan anjing yang rakus ia
menjilati dan mencumbui pahaku sebelah dalam, memangut, mencium dan
menjilat. Aku berpegangan kuat-kuat pada lengan kursi yang terbuat dari
kayu jati, tubuhku gemetar hebat saat cumbuannya hinggap di permukaan
celana dalamku, hembusan-hembusan nafas mang Nurdin yang hangat merembas
melalui pori-pori kain celana dalam yang kukenakan. Aku merasa nyaman,
risih dan malu sekaligus saat ia mengendus-ngendus aroma celana dalamku.
“Wangi bangett, Wuihhh.. Snifffhh.. Snifffhhhh, Lecc-ccckkkkk..”
“Ahhhh…!! MAMPUS Akhuu….!!.maaanggggh…ahhhhhh”
Aku terperanjat, nafasku memburu berdengusan saat batang lidah mang
Nurdin menyelinap melalui pinggiran celana dalamku, rasa nikmat itu
begitu menggelitik, mengupas rasa ingin tahuku selama ini tentang rasa
nikmat. Aku meringis saat batang lidah mang Nurdin berusaha
menggapai-gapai bibir vaginaku, tubuhku berkelojotan kesana kemari
menghindari rasa geli itu.
“Ahhh..!!”
Aku menepiskan tangannya yang berusaha menarik celana dalamku
“Liat Nonnnnn….”
“Enggak ah.., nggak boleh…!!ee-eh MANG…!!”
Aku terkejut saat mang Nurdin menekankan bahuku agar bersandar ke
belakang, wajahnya mendekati wajahku, dengus nafasnya terasa hangat
menerpa pipiku, dengan mesra bibir mang Nurdin menempel dibibirku,
bibirnya terasa lengket melekat dibibirku, ini benar-benar gila..!!
Kuberikan ciuman pertamaku pada seorang tukang becak…?? Sadar Febyyyy…,
SADARRRR…!! Aku berusaha menyadarkan diriku, bibir Mang Nurdin yang
lengket mulai mengulum-ngulum bibirku, aku menarik bibirku agar terlepas
dari kulumannya
“Nggak mau mang, nggak mau, mmmfffhhh.. Mmmmmmm”
Aku merasa jijik sekaligus terangsang saat bibirnya membekap bibirku
dan melumat-lumat bibirku, aku bertambah jijik saat merasakan bibirku
basah oleh air liur mang Nurdin yang sudah bercampur dengan air liurku,
rasa jijik berteriak agar aku menghentikan ciuman pertamaku sedangkan
rasa terangsang menyemangati agar aku membalas kuluman mang Nurdin.
“Emmhhh.. mmmhhhh… ummmmhhhh…ckk.. ckk emum-mmhhhh”
Dengan canggung aku mulai memberanikan diri untuk membalas kuluman
bibir mang Nurdin, oh, apa ini ?? ada sebuah rasa nyaman dan nikmat
sekaligus yang kurasakan saat bibirku dan bibirnya saling mendesak dan
saling balas berpangutan sementara tangan mang Nurdin berkeliaran
dengan sebebas-bebasnya menggerayangi tubuhku dan mengusapi pahaku yang
terkait dalam posisi mengangkang di kedua bahunya.
“M-manggghhhhh…”
Tubuhku seperti menggigil saat ciuman-ciumannya merambat turun
keleherku, dengan kasar bibir mang Nurdin memanguti batang leherku dan
menghisap leher kananku dengan kuat. Entah kenapa aku tiba-tiba
mengingat film drakula apakah seperti ini dihisap oleh Count Nurdin ^_^ ,
kedua tanganku melingkar memeluk batang leher mang Nurdin, tanpa dapat
ditahan lagi, aku merintih lirih dan tampaknya mang Nurdin menyukai
suara rintihanku, ia semakin ganas menggeluti dan menghisapi batang
leherku hingga meninggalkan bekas-bekas cupang kemerahan.
“Uhhhhh.!!” tubuhku melonjak seperti tersengat listrik saat tangannya
meremas celana dalamku di bagian selangkangan dan kemudian mengusapi
permukaan celana dalamku.
Mataku bertatapan dengan mata mang Nurdin yang berbinar –binar liar,
aku terlena dalam nyamannya rasa nikmat hingga tidak menyadari saat
tangannya yang satu lagi mempreteli dua buah kancing baju seragamku
sebelah atas dan merayap masuk ke dalam baju seragamku.
“Ohhhhhhhhhhhh…..” aku tersadar kontan saja aku meronta sambil
memegangi tangan mang Nurdin yang menyelinap kedalam bra dan merogoh
payudaraku
Aku semakin resah saat ia meremas-remas buntalan payudaraku, ahh,
luar biasa nikmatnya, ternyata seperti ini rasanya jika payudaraku
diremas-remas oleh tangan seorang laki-laki, telapak tangan Mang Nurdin
yang kasar bergesekan dengan kulit payudaraku yang halus dan membuahkan
rasa nikmat yang sulit sekali untuk diungkapkan dengan kata-kata.
“rileks Nonnn, rileksss….” Mang Nurdin berusaha menenangkanku, aku
mencoba untuk menikmati remasan-remasan tangannya, aku memperbaiki
posisi bersandarku agar lebih nyaman dengan posisi kedua kakiku
mengangkang pasrah, kubiarkan tangan kiri Mang Nurdin meremas dan
mengelusi selangkanganku dan tangan kanannya meremas-remas payudaraku.
Aku memalingkan wajahku ke arah lain, kugigit bibir bawahku untuk
menahan suara desahan dan rintihan yang hampir melompat keluar dari
bibirku.
“jangan mang…ee-ehh…, aaa..!!” aku mencekal tangan kirinya yang
bergerak cepat menyelinap masuk melalui atas celana dalamku, keempat
jarinya yang sudah terlanjur masuk menggaruki dan memijat-mijat
permukaan vaginaku. Nafasku terasa semakin berat dan sesak saat rasa
nikmat itu semakin menjadi-jadi, gairahku semakin sulit untuk
kukendalikan. Untuk beberapa saat lamanya aku terdiam pasrah, seringai
mesum mang Nurdin membuatku ketakutan, dalam ketidak berdayaanku aku
berusaha untuk menolak dan menghentikan semua kegilaan ini.
“ufffhhh.., M-mang Nurdinn…, enggak ahh, nggakkk mau.. aaa..!!”
kutarik pinggulku ke belakang sambil berusaha mengeluarkan tangan
kirinya dari celana dalamku, aku berusaha dan terus berusaha namun
tangan mang Nurdin semakin dalam merayap masuk ke dalam celana dalamku
dan akhirnya berhasil menangkup selangkanganku. Entah kenapa tubuhku
terasa menghangat lemas saat belahan bibir vaginaku mengalami kontak
langsung dengan tangannya yang mulai meremas-remas wilayah intimku. Aku
mendesah nikmat saat tangan mang Nurdin merayapi bibir vaginaku dan
mulai menguruti bibir vaginaku. Aku benar-benar keenakan menikmati
urutan-urutan mang Nurdin bibir vaginaku.
“emmmhhh.., hsssshh.. sssshhhhh.. ahhhh” aku tidak menyadari sejak
kapan aku mulai mendesis dan mendesah, semuanya terjadi begitu saja,
berjalan alami, sealami cairan vaginaku yang meleleh melalui rekahan
vaginaku yang masih suci
Aku semakin sering menggelinjang dan menggelepar keenakan saat jari
kanan Mang Nurdin menjepit dan memilin-milin putting susuku. Sementara
jemari kirinya terus menerus mengelus dan menggesek-gesek belahan bibir
vaginaku.
“Manggggg, emmmh-mang Nurdinn aakhhhh cretttt… cretttttttt.. cretttttttt…”
aku mengejang dengan nafas tertahan saat merasakan vaginaku berdenyut-denyut dengan kuat
Semburan-semburan cairan hangat yang nikmat itu membuat tubuhku
menggigil dengan hebat. Remasan-remas tangan mang Nurdin membuatku
semakin terhanyut menikmati puncak klimas pertamaku bersama seorang
laki-laki. Kedua mataku merem melek menikmati sisa-sisa puncak klimaks
yang baru saja kualami.
“AWWWWW…..!!” aku menjerit keras saat ia membetot celana dalam yang
kukenakan hingga terlolos melewati pergelangan kakiku, dengan reflek aku
menarik turun rok seragamku yang tersibak, tanganku melayang di udara….
“Plakkkk……!!” aku menampar wajah Mang Nurdin hingga ia terjengkang.
“ee-ehh, Maaf Non, Maaf….” Mang Nurdin tersentak kaget saat aku bangkit dan meninggalkannya begitu saja diteras rumahku
Aku tidak menggubris permintaan maaf Mang Nurdin, dengan terburu-buru
aku mengunci pintu rumahku, dengan dibatasi oleh kaca jendela aku dan
Mang Nurdin saling memandang, ia berdiri sambil memegangi celana dalam
berwarna putih milikku. Pahaku bagian dalam terasa lengket oleh cairan
vaginaku yang meleleh, perlahan-lahan aku melangkah mundur kemudian
membalikkan tubuh dan berlari menaiki anak tangga menuju kamarku,
wajahku terasa panas karena jengah, masih terasa usapan-usapan telapak
tangan mang Nurdin yang merayapi pahaku, masih terasa denyutan-denyutan
kenikmatan puncak klimaks itu. Setelah menutup pintu kamar, aku merayap
naik keatas ranjang dan bersembunyi di balik bedcover, kupejamkan
mataku, aku berusaha menenangkan diri sambil berusaha mengusir sisa-sisa
kenikmatan yang masih dapat kurasakan. Semenjak kejadian itu aku
berusaha menghindari Mang Nurdin, aku memilih tukang becak yang lain,
terkadang aku merasa kasihan saat Mang Nurdin menatapku dari kejauhan.
Aku takut dan malu, semuanya berjalan lancar hingga pada suatu siang
sepulang sekolah. Aku mendengar seseorang menekan bel rumahku, dengan
malas aku melangkah untuk melihat siapa orang yang datang bertamu ke
rumahku, deggg…!
“Ada apa ya Mang ??”
“Permisi Non, Mang Nurdin mau numpang ke wc, tolong Nonnn, Toloonggg..”
“Deggg.. deggg..degggg” jantungku berdetakan dengan kencang, aku
menyangsikan jawaban Mang Nurdin saat mataku bertatapan dengan tatapan
matanya, tatapan matanya begitu liar sementara bibirnya terus menerus
memohon agar aku mengizinkan dirinya untuk masuk. Dengan ragu-ragu aku
membuka slot berantai yang menahan pintu rumahku, aku mundur kebelakang
saat sesosok tubuh hitam besar Mang Nurdin langsung menyelinap masuk
kedalam, aku tersentak mendengar suara pintu rumahku yang ditutup dengan
kasar.
Aku memejamkan mataku saat ia merengkuh tubuh mungilku ke dalam
pelukannya, ah…rasa hangat ini, rasa hangat dan nyaman inilah yang
begitu sulit untuk kuusir, Ohh begitu nyaman dan nikmat rasanya pelukan
Mang Nurdin.
“Nonn, Mang Nurdin rindu banget sama Non Feby…”
Aku membiarkan tangannya yang menggerayangi tubuhku.
“mang Nurdin ?? mang ingin ke wc kan ??”
Ia tidak menjawab, aku membiarkan Mang Nurdin memelukku.
“ehh, jangan mang , ja-jangann emmmhh emmmhhhh…!! Hmmphh..” aku
menarik wajahku kebelakang saat bibir mang Nurdin mengejar bibirku.
Hap…bibir Mang Nurdin mencaplok bibirku, tangan kirinya merengkuh
pinggangku yang ramping, sementara tangan kanannya menggerayangi pinggul
dan bokongku, pinggangku terjengking ke belakang saat bibirnya
mencumbui dan mendesak bibirku. Ia melumat-lumat bibirku hingga aku
sesak kehabisan nafas. Gairahku yang kupendam selama berhari-hari
langsung meledak hebat menjebol dinding kokoh yang menghalangiku
dengannya. Aku membalas memanguti bibir Mang Nurdin, kami berciuman
dengan liar untuk melampiaskan rasa sesak di dada.
“Jangan disitu mang..” aku menahan langkahku, saat mang Nurdin menarikku ke dalam sebuah kamar.
“kamarnya Non Feby disebelah mana ??”
“di atas mangg…” jari telunjukku menunjuk ke atas tangga,
Mang Nurdin membopong tubuhku yang mungil menaiki anak tangga menuju
kamarku, ditendangnya pintu kamarku yang sedikit terbuka dan
dilemparkannya tubuhku keatas ranjang kemudian ia merangkak menaiki
tubuhku. Aku terdiam saat Mang Nurdin merebahkan tubuhnya yang kekar
menindih tubuhku yang mungil.
“aahhhhhhh, Manggggg!!” aku mendesah menahan beban tubuh Mang Nurdin
yang menggeliut liar, aku mengangkat wajahku keatas memberi ruang agar
mang Nurdin lebih leluasa menggeluti leherku, nafasnya memburu hangat
di sela-sela leherku, tubuhnya yang besar mendesaki tubuhku yang mungil.
“Ufffhhh… “ aku mengeluh saat tangan mang Nurdin menjamah payudaraku
yang masih rapih terbungkus dibalik pakaian seragam yang kukenakan
Aku menahan tangan kekar mang Nurdin yang hendak mempreteli kancing
baju seragamku, kedua tangan mang Nurdin menekankan kedua tanganku ke
atas kepala agar tidak banyak bertingkah, wajahnya mendekati wajahku.
Untuk beberapa saat lamanya Mang Nurdin menatapku, aku memejamkan kedua
mataku saat bibirnya membekap bibirku.
“emmm,,, mmmmmhh ckk emmmhhhhh” Mang Nurdin begitu rakus
melumat-lumat bibirku, ia menyedot air liurku hingga kering, kemudian
kurasakan batang lidahnya menekan masuk ke dalam mulutku dan
menggelitiki langit-langit mulutku
Aku mencoba untuk membalas cumbuan Mang Nurdin, suara desah dan
rintihanku ditimpa oleh suara gemuruh nafas seorang tukang becak
bertubuh tinggi kekar yang tengah menindih tubuhku.
“Non Feby cantik banget sih, cicinya Non Feby juga cantik, bilang sama Non Debbie Mang Nurdin pengen nyomot susunya he he he he”
“jangan kurang ajar mang..!!”
Aku membentak mang Nurdin untuk membela ciciku Debbie. Mang Nurdin
membelai wajahku kemudian bibirnya kembali memangut-mangut bibirku,
dengan malu-malu mau aku membalas pangutan – pangutannya. Kujulurkan
batang lidahku keluar, ada sengatan nafsu saat lidahku dan lidah Mang
Nurdin saling membelai, bergelut bergelung, membelit-belit dan saling
memutari dengan mesra.
“Huuhhh , mmmhhh.. Hssshh Sssshhhh” aku mendesis saat merasakan hisapan-hisapan mulutnya merambat mencupangi batang leherku
Aku pasrah saat tangan Mang Nurdin kembali menjamahi dadaku, wajahnya
merosot turun, kemudian bersembunyi ke dalam rok seragamku, batang
lidahnya menyelinap melalui pinggiran celana dalamku, terpaan hawa
hangat menyelinap menghembus permukaan, jilatan – jilatan batang lidah
mang Nurdin pada permukaan celana dalamku membuat diriku menggigil
nikmat, tubuhku memanas terbakar oleh nafsu liarku.
“ee, ennnhhhhh crr crrrrr crrttttt…..”
Vaginaku berdenyutan dengan nikmat, nikmat sekali hingga aku
menggelepar dengan nafas tertahan-tahan, cairan vaginaku yang merembes
membasahi celana dalamku dihisap habis oleh Mang Nurdin kudorong kepala
mang Nurdin keluar dari dalam rok seragamku, dengan mesra mang Nurdin
memeluk tubuhku yang berpeluh, ia berbisik mesum di telinggaku.
“Cairan memek Non gurih sekali, boleh mamang lihat memeknya ??”
Mang Nurdin mendesah kecewa saat aku menggelengkan kepalaku, untuk
melampiaskan kekecewaannya Mang Nurdin menggerayangi tubuhku. Seorang
tukang becak berwajah buruk kini begitu leluasa dan bebas merayapkan
tangannya pada tubuhku. Berkali-kali bibir Mang Nurdin mengecupi
bibirku, tangannya merayap masuk ke dalam rok seragamku kemudian
mengelus dan meremas-remas permukaan celana dalam di bagian
selangkanganku. Berkali-kali mang Nurdin membimbingku menuju puncak
klimaks, tubuhku terasa lelah, aku menolak keinginan Mang Nurdin saat ia
hendak menggeluti tubuhku kembali untuk yang kesekian kali.
“Sudah mang, Feby nggak mau…, capek”
“Ya sudahh kalau Non nggak mau sih, nggak apa-apa, Mang Nurdin mau narik becak dulu yak Non…makasih ya”
Telapak tangan mang Nurdin mengusap peluh wajahku dan mengecup
keningku. Aku hanya terdiam, entah harus berkata apa, setelah merapikan
pakaian seragamku. Aku mengantar mang Nurdin, sebelum aku menutupkan
pintu rumahku, mang Nurdin membalikkan tubuh dan menatapku, wajahku
memanas saat ia berbisik pelan.
“Non,besok Mamang antar kesekolah ya…, terus kita main-main lagi,
jangan terlalu pelit nonnn, supaya lebih nikmattt.. he he he he he”
Sebuah senyuman melebar diwajah Mang Nurdin saat aku mengangguk,
kututupkan dan kukunci pintu rumahku. Dengan langkah gontai aku menuju
kulkas yang terletak di dapur, kuteguk habis segelas air dingin untuk
meredakan gejolak di hatiku. Aku menghempaskan pinggulku di atas sofa
empuk di ruang keluarga, dengan sebuah remote kunyalakan TV LCD
berukuran 42 inch, oh betapa nikmat kurasakan saat tubuhku digerayangi
oleh seorang tukang becak langgananku, bisikan hawa nafsu menggelitiki
akal sehatku. Aku mulai bertanya-tanya penasaran dalam hati, bagaimana
rasanya jika batang penis Mang Nurdin menusuki belahan vaginaku??
“aaahhhh, kau gila Feby, kau gila….!!”
Aku menjauhkan rasa ingin tahu yang rasanya terlalu kotor untukku.
Aku mengutuki diriku sendiri, walaupun pakaianku masih melekat ditubuhku
namun seorang tukang beca sudah menggerayangi hampir seluruh lekuk liku
tubuhku yang menggairahkan, menggeluti tubuhku sepuas yang ia mau, dan
aku tidak kuasa untuk menolak keinginannya atau lebih tepatnya aku
tidak kuasa untuk menahan keinginanku yang begitu liar.
******************************
Siang di sekolah
Entah kenapa hari itu terasa begitu lama, berkali-kali aku menatap
kesal pada jam dinding kelasku yang berjalan lambat tertatih-tatih, saat
aku sedang asik melamun, Airin menyenggol lenganku.
“Psssttt.., Feby…, halaman 105 paragraf 4” aku menoleh ke arah Airin yang berbisik.
“Hahh, ?? ngapain ??” aku gelagapan tersadar dari lamunanku
“dibacaaa, duhh, giliran kamu yang ngelanjutin tau” Airin kembali berbisik pelan
“ehem.., ehemmm”
Setelah pura-pura berdehem beberapakali aku mulai membaca. Entah
kenapa aku merasa geli saat mengucapkan kata control, he he he, untung
saja lidahku tidak sampat terpeleset, kalau saja lidahku sampai
terpeleset mengucapkan sebuah benda di selangkangan mang Nurdin kan bisa
gempar nich ^_^, Aku membaca sambil menahan tawa, akhirnya setelah
berjuang mati-matian giliranku pun usai.
“hssshhh…” aku mendesis saat sebuah cubitan pedas mampir di pinggangku.
“kalau lagi belajar yang serius,…”
“Hssshhh…” Airin mendesis sambil menarik lengannya yang balas kucubit
“C-takk…”
“uffhh..”
Aku menarik dadaku saat sebuah karet menembak dibagian yang
kubanggakan, aku mendelik ke arah si penembak yang cengengesan, ia duduk
sejajar di depan Airin..
“he he he…” Shanti terkekeh,
“Krettt… Krrittttt….!!Kriitttt…” terdengar suara berderitan saat ia
menggeserkan kursi maju ke depan hingga payudaranya menempel pada meja
untuk menghindari tendanganku yang mencoba menendang pinggulnya dari
belakang.
“COBA YANG TIDAK MAU BELAJAR!!, SILAHKAN KELUAR..YA!!” Ibu Grace
membentak keras, pertarungan sengit antara aku, Airin dan Shantipun
segera terhenti, kami bertiga tertunduk tanpa berani membalas tatapan
mata Bu Grace yang dingin, bunyi lonceng sekolah menyelamatkan kami
bertiga dari hukuman Bu Grace.
“dasar perawan tua , meow meow…” Shanti mengeong meledek Bu Grace.
“Belum merasakan sentuhan laki-laki sihh, jadi galaknya nggak
ketulungan, belum tahu arti kenikmatan” tanpa sadar aku keceplosan
mengucapkan hal yang seharusnya tidak pantas aku ucapkan..
“Iya betul tuhh..!! Eittt….tar dulu.., emangnya kamu pernah ya??”
Airin mengintrogasiku, ia menatapku dengan tatapan mata menyelidik.
“HAhh ?? apaan…?? Enak aja..!! ” aku memalingkan wajahku kearah lain.
“Sama siapa ?? gimana rasanya?? enak nggak?? “ Shanti ikut bertanya, ia semakin antusias ikut menyelidikiku
“Feby cerita dongg, sama siapa ?? ayooo dooonggg” Airin merengek agar aku membagikan pengalamanku.
Akhirnya dengan terpaksa aku bercerita dengan suara berbisik-bisik,
Airin dan Shanti mendengarkan ceritaku. Wajah mereka merona merah karena
merasa jengah dan risih mendengar apa yang terjadi antara aku dan Mang
Nurdin, untuk beberapa saat lamanya aku, Airin dan Shanti hanya terdiam.
Ceritaku memang sudah usai namun efeknya menjalar hebat menghangati
tubuh kami bertiga, tanpa banyak ber ba – bi – bu, kami bertiga
meninggalkan ruangan kelas yang sepi, Airin dan Shanti pulang saling
menyusul dengan dijemput oleh sopir mereka, kuperhatikan dari kejauhan
mang Nurdin mengayuh becaknya, dia sopirku T_T.
“ayo nonn, kita… he he he” Mang Nurdin tidak melanjutkan kata-katanya,
Aku menekuk wajahku dalam-dalam, tanpa bicara aku naik dan duduk di
bangku becaknya. Setelah sampai, mang Nurdin mengikat becaknya pada
teralis besi yang memagari rumahku, ia pura-pura mengaso di dalam becak.
Setelah keadaan aman ia menyelinap masuk ke dalam. Detak jantungku
berdebar dengan kencang saat mendengar suara langkah-langkah kaki
menghampiri kamarku, pintu kamarku terbuka lebar dan tertutup dengan
suara keras, “Brakkk…”
Tubuhku terasa mencair saat Mang nurdin menyergapku, tangannya
mencapit pinggangku yang ramping dengan mudahnya ia mengangkat dan
mendesakkan tubuhku menggantung pada dinding kamar. Wajahku sejajar
dengan wajahnya, bibirnya langsung memangut dan melumati bibirku,
gejolak birahi begitu hebat merayapi tubuhku hingga sepasang kakiku
melejang-lejang di udara.
“aa-aduhh oummm…, emufffhhh. Emuffff, eummmmhhhhh…” suara keluhanku
ditelan oleh mulut Mang Nurdin, ia begitu rakus menghisap-hisap bibirku
Nikmat sekali rasanya saat bibir mang Nurdin mengulumi bibirku, tanpa
melepaskan kulumannya batang lidah Mang Nurdin memaksa menyeruak
kedalam mulutku dan mencoba untuk membelit-melit lidahku. Aku semakin
tersiksa oleh rasa sesak dan juga terhanyut oleh rasa nikmat, aku
menggigit lidahnya untuk membebaskan sekapannya pada bibirku.
“Ataaatahhh…??!!, Hepphhhh…” Mang Nurdin menarik mulutnya, bibirnya
agak manyun, aku buru-buru menarik nafas untuk mengisi rongga dadaku
yang kekurangan udara,tanpa mempedulikanku yang termegap-megap kehabisan
nafas. Batang lidah mang Nurdin menari-nari di rahang dan telingaku,
sesekali ia melumat bibirku yang berdesahan, sekeliling mulutku terasa
basah oleh air liur mang Nurdin, saat aku sedang asik menikmati
cumbuannya pada daun telinggaku tiba-tiba.
“akhhsss, manggg, “ aku menarik kepalaku kesamping menghindari gigitan mang Nurdin pada daun telingaku.
“Mang ..! jangan main gigit begitu dongg…!!” aku cemberut.
“Lho ?? koq marah, Febykan tadi ngigit lidah Mang Nurdin masa mang
Nurdin nggak boleh bales….hemm ?? cuphhh,, cupphh cuppphhh” Mang Nurdin
mengecupi bibirku yang meruncing.
“Salah sendiri lidah mang Nurdin nyelenong seenaknya, nggak minta
izin dulu..” aku menjawab ketus, mau memang sendiri, kumenarik kepalaku
kesamping untuk menghindari mulut mang Nurdin yang mengejar daun
telinggaku
Tubuhku menggeliat kuat , meronta untuk melepaskan diri namun
tampaknya cekalan kedua tanganku pada pinggulku terlampau kuat, percuma
saja aku mencoba untuk meronta melepaskan diri darinya.
“aaaaaaa-ahh-ahhhhhhh Mangggggg…” aku mendesah-desah saat ia kembali menggeluti daun telinggaku
Aku mencoba menggeleng-gelengkan kepalaku saat rasa geli itu
menggelitikidaun telinggaku, tubuhku terasa menghangat saat bibir mang
nurdin mencumbui daun telinga, rahang dan sisi leherku sebelah kiri. Aku
menolehkan wajahku ke arahnya, kupangut bibirnya agar mulutnya dan
lidahnya berhenti menggelitiki daun telingaku, lidahku terjulur melawan
desakan batang lidah Mang Nurdin. Lidahku dan lidah Mang Nurdin saling
menjilat, mendesak dan bergelut.
“Happp., nyemmmm, emmmhhhhh.. “
Saat mang Nurdin mencapluk batang lidahku aku mendesakkan wajahku
hingga bibirku mendesak bibir mang Nurdin, suara decak-decak keras
terdengar menggairahkan menaikkan birahiku bersamanya,suara rintihan
tertahanku membuat mang Nurdin bertambah bernafsu mengulum bibirku.
“Manggg Nurdinnnnnn, Mannngggg….,ohhhh” suaraku gemetar seperti
orang yang sedang kedinginan, wajahku terangkat-angkat keatas menikmati
cumbuan dan hisapan-hisapan mulut Mang Nurdin, terkadang aku merasa
mulutnya seperti sedang mengunyahi batang leherku yang putih jenjang,
wajahku terkulai ke kiri dan ke kanan saat tukang becak itu menyantap
batang leherku, menjilat, menghisap-hisap, mengecupi hingga aku merintih
menahan rasa geli yang membuatku semakin gelisah., sesekali aku
meringis saat merasakan gigitan-gigitan lembut Mang Nurdin.
Aku tertunduk malu saat mang Nurdin menurunkan tubuhku, jari
telunjuknya mengangkat daguku, ia mengecup keningku dan menarikku ke
arah ranjang.
“duduk disini Non…” Mang Nurdin duduk di pinggiran ranjang, ia
memintaku untuk duduk di pangkuannya dalam posisi melintang agar lebih
nyaman aku mengaitkan lenganku pada lehernya
Tangan kiri mang Nurdin menopang punggungku sementara tangan kanannya menyelinap masuk ke dalam rok dan menggerayangi pahaku.
“manggg..!!” aku mencegah tangannya yang hendak mempreteli kancing baju seragamku.
“Feby, Mang Nurdin pengen lihat susu, boleh ya?” mang Nurdin terus membujukku agar mau menuruti keinginannya.
“buka ya, liat dikitt.. ajaaaaa…”
Akhirnya aku mengangguk.
“Tapi Cuma sedikit kan mang..??janji ?”
“Iya mamang janji, cuma liat…dikit”
Mang Nurdin menyibakkan rok seragamku ke atas kemudian telapak
tangannya mengelus-ngelus pahaku yang halus mulus, aku membuka sebuah
kancing baju seragamku bagian atas.
“Ah, belum kelihatan, satu lagi…”
“satu ya mang…”
“Iya satuu, ayoo dibuka…”
Aku melepaskan kancing baju seragamku yang kedua.
“belumm, masih belum kelihatan…satu lagi”
Aku menekuk wajahku berusaha melihat kearah payudaraku.
“Sudah mang, kelihatan koq..”
“belumm satuuu aja, cuma satu lagi koq…”
“satu ya mang…., terakhir…”
“iyaaa.., satu aja , nahhh begituuu.., aduh masih belumm…”
Akhirnya satu per satu kancing baju seragamku terlepas dari
lubangnya, entah aku yang bodoh atau Mang Nurdin yang cerdik hingga aku
tidak menyadari seluruh kancing baju seragamku kini terlepas, dengan
gerakan kilat mang Nurdin menyibakkan baju seragamku, kedua matanya
melotot kearah dadaku sambil berseru keras.
“ANJINGGG…!! WAHHHH !!!”
Mata mang Nurdin menatapku kemudian menatap bongkahan payudaraku yang
mengintip dari pinggiran cup bra putih yang kukenakan, sepertinya ia
hampir tidak percaya menyaksikan keindahan gundukan payudaraku yang
padat dan putih.
“Ahh Mangggg…” aku terperanjat saat tangan mang Nurdin menarik cup
Bra kiri yang kukenakan kebawah, payudaraku melompat keluar dan
tersangga oleh cup braku. Tanganku melintang berusaha menyembunyikan
payudaraku dari tatapan matanya yang liar.
“Uhhh ?? jangan mangg..!!ahhh, aduhhh..!! ee-ehhh…!!aww..!!“
Tangan kiriku mencekal pergelangan tangan Mang Nurdin yang hendak
menarik celana dalamku, sementara tangan kananku menahan turunnya celana
dalam berwarna krem yang kukenakan. Tangan mang Nurdin yang tadinya
hendak menarik turun celana dalamku kini bergerak cepat keatas menangkap
buntalan payudaraku. Aku terdiam sambil memegangi celana dalamku
kuat-kuat saat merasakan mang Nurdin meremas-remas payudaraku,
keringatku mengucur, entah kenapa hari ini terasa begitu panas….
“Manggg, Mang Nurdhinnnn ii-ihhh…,adu-duh aaaa..”
“Gimana non, enakk ?? nge he he he”
Jari tengah mang Nurdin memutari putting susuku yang mengeras, aku
merintih lirih akibat gerakan nakal yang dilakukan mang Nurdin, ia
meremas dan menggelitiki putting susuku. Dadaku terangkat saat tangan
Mang Nurdin mendorong punggungku, wajahnya menunduk menghampiri
payudaraku yang membusung ke atas.
Sekujur tubuhku serasa membeku sulit untuk kugerakkan saat mulutnya
memayungi puncak payudaraku. Ada rasa hangat bercampur rasa takut saat
mulut Mang Nurdin mendekati puncak payudaraku.
“aaaa, AHHHHHHHHH….!!ennh ennmmMANGG, Ahhhh hsssh ahssshho-uhh” aku
mendesis keras saat mulutnya yang terbuka lebar mencucup puncak
payudaraku.
“Aduhhh….!!” aku mendorong kepalanya saat merasakan hisapan kuatnya pada puncak payudaraku.
“he he he, kenapa Non ?? “
“geli, mang, sudah ah, sudah, ahhh-emmmhh mmmhhhh….“
Mulut Mang Nurdin membekap bibirku yang protes ingin menyudahi
permainan yang tidak sepantasnya kumainkan, suaraku menghilang terbekap
oleh mulutnya, kurasakan tangannya mengelusi pinggang dan meremas
pinggulku kemudian turun menggerayangi kemulusan pahaku. Aku menggelepar
saat mang Nurdin meremasi permukaan celana dalam di bagian
selangkanganku.
“aaaaww.., crrr crrr crrr…”
Aku memekik kecil, cairan kenikmatanku muncrat berdenyutan,
selangkanganku terasa hangat, ada rasa lengket saat mang Nurdin
mengurut-ngurut permukaan celana dalamku, dengan menggunakan punggung
tangan aku mengusap peluh yang mengucur di dahi dan rahangku.
“ahh…” aku mendesah pendek saat ia membalikkan tubuhku ke arahnya
Tangan mang Nurdin menarik cup braku yang satunya lagi, kini kedua
buntalan payudaraku yang padat membusung tertahan oleh cup braku. Kedua
tangannya yang kekar merengkuh pinggangku dan membelit bagaikan gelang
yang melingkar mengunci tubuhku. Wajahnya mendekati dadaku, aku
mendesah saat merasakan nafas mang Nurdin memburu menerpa payudaraku,
ada udara hangat yang menghembusi payudaraku dan aku gelisah merasakan
hembusan-hebusan nafas hangat mang Nurdin, rasa takut kembali mencekamku
saat mulutnya menghampiri payudaraku sebelah kanan.
“Manggg, MAnggg Nurdin, eh-eh, Ow Ow Owwww…!!”
Aku berusaha mendorong, menjauhkan kepala Mang Nurdin dari dadaku,
jika ia berusaha menjilat putingku sebelah kiri maka aku menarik
payudaraku sebelah kiri hingga terhindar dari jilatan lidahnya demikian
juga halnya jika ia berusaha menjilat putting dadaku sebelah kanan. Aku
terus mencoba meronta untuk melepaskan diri dari belitan kedua
tangannya. Semakin kuat aku meronta semakin kuat pula mang Nurdin
membelitkan kedua lengannya pada tubuhku, belitannya semakin kuat
seperti akan meremukkan-ku, belitan lengan kekarnya mengendor saat aku
kecapaian dan berhenti meronta. Ia medekap tubuhku erat-erat seolah
sedang mematenkan kepemilikannya atas diriku yang kini terdiam pasrah
saat wajahnya menghampiri payudaraku, mulutnya memanguti puncak
payudaraku.
“auhh, enh-nnnhhh ohh mangg Nurdinnnn…, aa-ampun mang Ampun akhh.. gelii”
Aku mencoba menahan rasa geli saat mulut Mang Nurdin mengecupi
buntalan payudaraku, kucuran keringat semakin banyak melelehi belahan
payudaraku. Mang Nurdin menjilati lelehan keringatku sambil mengecupi
belahan payudaraku, habis sudah buntalan payudaraku dihisap dan dicumbui
olehnya. Berkali-kali wajahku terangkat keatas dengan kedua mata
terpejam menikmati jilatan-jilatan batang lidahnya pada putting susuku
yang keras meruncing, semakin sering pula tubuhku terbungkuk-bungkuk
menahan rasa nikmat saat mulutnya mengenyot-ngenyot puncak payudaraku
bergantian yang kiri dan yang kanan. Kedua telapak tanganku menjepit
wajah mang Nurdin kemudian mengangkat wajahnya, kujulurkan batang
lidahku mendesak mulut seorang tukang becak yang wajahnya sangat jauh
dari kata tampan, kupanguti bibir Mang Nurdin, ia membalas
pangutan-pangutanku. Dengan mesra bibirku dan bibirnya saling mengulum,
dengan membawa tubuhku mang nurdin menggeser tubuhnya, ia berbaring
dibawah tindihan tubuhku yang mungil,perlahan kuturunkan sepasang
payudaraku mendesak dada mang Nurdin, tangan kanan mang nurdin menekan
punggungku hingga dadaku semakin tergencet menekan dadanya, kugerakkan
payudaraku menggeseki dada mang Nurdin yang berbulu lebat.
Aku menurut saat diposisikan menungging bertumpu pada dengkul dan
telapak tanganku sementara wajah mang Nurdin bergeser dan berhenti tepat
ke bawah payudaraku yang menggantung, kurasakan kedua tangannya
mengelusi dan meremas-remas payudaraku, punggungku ditekan hingga
payudaraku turun kebawah, putting susuku jatuh kedalam mulut mang
nurdin, nyot.., nyotttt…! Ia mengenyot susuku kuat-kuat.
“aduhh mangg, aduhhhh, adu-du-duh!!” aku mengaduh berkali-kali sambil merusaha mengangkat payudaraku dari mulut mang Nurdin,
Gerakan punggungku tertahan oleh tangannya, aku menjerit kecil,
sekujur tubuhku mengejang hebat saat mulutnya mengemut-ngemut puncak
payudaraku dan lidahnya menggelitiki putik susuku yang runcing karena
terangsang. Nafasku terengah-engah menahan rasa nikmat saat ia menyusu
dengan rakus pada buah dadaku yang ranum, aku seakan dipaksa untuk
merintih dan terus merintih menahan kenyotan-kenyotan mulut mang Nurdin
yang terasa geli dan nikmat.
“Ouhhh…, Owwwww…!!!! “
Aku buru-buru menggulingkan tubuhku ke samping, tanganku menahan
celana dalamku, dengan kasar ia membetot celana dalamku. Aku menjerit
saat celana dalamku terbetot lepas, terlolos melewati pergelangan
kakiku, dengan nafas yang memburu Mang Nurdin menindih tubuhku yang
sudah setengah telanjang. Aku terus meronta di bawah tindihan tubuh Mang
Nurdin yang semakin bernafsu menggerayangi dan menciumiku.
“Enggak , Nggak mauuu…!!” dengan sekuat tenaga aku meronta dan mendorong tubuh mang Nurdin
Aku berguling dan melompat dari atas ranjang, aku berusaha berlari keluar dari dalam kamar saat mang Nurdin mengejarku.
“TIDAKK…!! Aaaahhh Hummphhh, MHEEMMMMPHHH…!!” aku menjerit ketakutan
dan tangan kekar itu membekap mulutku dan yang satunya membelit tubuhku
dari arah belakang.
“Nonn, tenang Non, tenanggg….” Mang Nurdin berusaha menenangkanku,
setelah aku mengangguk, ia melepaskan bekapan tangannya pada mulutku.
“J-jangan mang, sudah…, sudahhh….”
Aku menepiskan tangannya yang menggerayangi tubuhku.
“Non Feby, Mang Nurdin janji nggak akan ngapa-ngapain Non Feby…, tapi
tolong biarkan mang Nurdin nyicipin memeknya Non Feby, sebentar aja…,
mang nurdin pengen ngisepin memeknya Non Feby, cuma oral koq nggak akan
lebih dari itu..”
“T-tapi Mang, Saya takut..hhk hkkkk…”
“Aduhh, jangan nangis Non…., sini Non…, dijamin enak”
“Nggakk Maa…UUU…!!keluar mang..!!, KELUAR atau saya teriak Nihhh..!!“
Aku menepiskan tangannya dengan kasar dan mengusir Mang Nurdin, wajah
mesum mang Nurdin berubah panik dan ketakutan, dengan terburu-buru ia
keluar dari dalam kamarku.
“Cklekkk…” secepat kilat aku menutupkan dan mengunci pintu kamarku ,
aku bersandar pada daun pintu kamarku yang terkunci rapat, jantungku
berdetak dengan kencang “dig dugg.diggg duggg diggg dugggg…”
Perlahan-lahan tubuhku merosot turun, aku meringkuk sambil memeluk kedua
lututku. Aku benar-benar ketakutan dengan apa yang baru saja kulakukan
bersama seorang tukang becak yang tentu saja statusnya jauh sekali
dibawahku. Sayup-sayup aku mendengar suara seseorang membuka dan
menutupkan pintu pagar rumahku.
Satu hari dapat kulewati, dua hari, tiga hari, empat hari, lima hari,
enam hari, tujuh hari berhasil kuredam gairah ini, kepalaku sering
terasa pening dengan detak jantung yang tidak beraturan, aku juga terus
menolak keinginan Mang Nurdin namun mang Nurdin seakan tidak pernah
merasa lelah dan bosan untuk mengajakku kembali menikmati sebuah sensasi
kemesuman, hampir setiap hari ia membisikiku dengan kata-kata cabul dan
menatapku dengan tatapan mesumnya, dikala sepi ia sering sengaja
mengeluarkan batang kemaluannya dari kejauhan dan
mengacungkan-ngacungkan batangnya kearahku, ia terus mengincarku dan
mencari-cari kesempatan. Seperti yang terjadi hari Sabtu itu, di sebuah
tempat yang sepi, sebuah becak sengaja mencegatku hingga aku terpojok,
aku menelan ludah. Dari atas sadel becaknya mang Nurdin mengeluarkan
sesuatu, benda itu seharusnya tidak boleh terlihat di tempat terbuka
yang sangat riskan bagiku dan dirinya, ahhh, benda itu begitu besar dan
panjang, jantungku berdetak kencang sambil menatap batangan di
selangkangan Mang Nurdin.
“Mang Nurdin, apa-apaan sihh…!!, nanti ada yang liatt…!!”
“tolong mamang Non, rasanya kepala Mang Nurdin sudah mau pecah…,
Kepala ini rasanya pusing sekali Nonn…,silahkan naik Non…, silahkan…”
“ayo Naik Nonn….”
Karena aku tetap terdiam, Ia turun dari atas sadel becak dan
memaksaku untuk naik ke atas becaknya dan mengantarku pulang. Di dalam
becak aku termenung, aku sering mengalami gejala yang sama dengan Mang
Nurdin, kepala pusing seperti mau pecah, gelisah, resah, seolah-olah
ingin berteriak keras-keras untuk melepaskan semua beban berat yang
menggunung didadaku, becak mang Nurdin melaju dengan cepat kemudian
berhenti di depan rumahku.
“turun Non.. “
“tapi mang…, “
“tolong nonnn, sekali ini sajaaa, mamang benar-benar sudah nggak tahan..”
Mang Nurdin memohon kepadaku dengan tatapan mata yang memelas,aku
menundukkan wajahku dalam-dalam, setelah merantai roda belakang becaknya
pada pagar rumahku ia mengekoriku dari belakang hingga masuk ke dalam
rumah dan mendorongku hingga terjengkang di atas kursi sofa panjang di
ruangan tamu. Ohhhh….ia memelorotkan celana boxer dan celana dalamnya
sekaligus, dengan santai Mang Nurdin memperlihatkan batangnya untukku,
ia bahkan menawarkan untuk menyentuh benda itu kepadaku yang sedang
menatap batang miliknya.
“mau megang non ??”
“ehh.., nggak usah mang…, “
“ayooo, pegang.., nihhh titit Mang Nurdin buat Non Feby…”
“seremm mang..”
“lho.., koq serem ?? “
“yaaa…,abis gede mang…takut megangnya… “
“yeee.., justru yang gede-gede yang mantap…ayoo dipegang…”
Akhirnya dengan memberanikan diri kuulurkan tangan kananku untuk
menyentuh batang panjang di selangkangan Mang Nurdin. Nafasku semakin
memburu saat telapak tanganku mengelus-ngelus batang kemaluan miliknya
yang hangat berkedutan seperti hidup.
“dikocok nonnn… “
“glukk.. glukk ceglukkk…”
Beberapa kali aku menelan ludah, kuberanikan diriku untuk menggenggam
batangnya, sangking besarnya, telapak tanganku tidak sanggup untuk
menggenggam penuh batang besar itu, kuremas dan kutekan batangnya ke
bawah kemudian kutarik batang mang Nurdin ke atas kemudian kutekan lagi,
begitulah gerakan tanganku yang semakin lancar mengocok-ngocok batang
kemaluan Mang Nurdin. Aroma khas itu semakin kuat tercium oleh hidungku,
kuhirup dalam-dalam nafasku aroma itu. Anehh…rasa pusingku di kepalaku
hilang, apakah mang Nurdin mengalami hal yang sama, terbebas dari rasa
pusingnya.
“Masih pusing mang ??”
“Enggak…, kepala Mang Nurdin sudah agak baikan.., “
Mang Nurdin duduk bersandar dengan santai, kedua kakinya mengangkang
lebar, posisiku bersujud disamping paha kanannya, tangan kananku
mengusap-ngusap lututnya kemudian merayapi paha Mang Nurdin, kutatap dua
buah zakarnya, ujung jariku menyentuh buah sebelah kiri, dengan
menggunakan jari telunjuk dan jempol aku mencoba mencapit bola itu, ada
sesuatu yang keras seperti biji salak.
“Auhhh…”
“e-eh.., sakit ya mang ??“
Aku buru-buru melepaskan capitanku,rupanya aku terlalu keras mencapit bijinya.
“ngilu Feby Sayanggg…”
aku hanya tersenyum sambil mengelus kepala kemaluannya, kugenggam dan
kukocok-kocok batang kemaluan Mang Nurdin dengan agak kuat, ada lelehan
cairan berwarna putih bening yang meleleh dari mulut penisnya, ia
menarik dan menekankan kepalaku kearah batang yang mengacung itu.
“dukkk.. dukkk dukkkk.. dukkkk…!!”
Detakan jantungku semakin menghebat rasanya seperti ada yang
menggedor-gedor dadaku dari dalam, aku memejamkan kedua mataku dan
membuka mulutku untuk menelan sosis besar yang terasa asin itu.
Kututupkan mulutku saat benda itu sudah di dalam, bibirku gemetar saat
menjepit batang Mang Nurdin. Untuk beberapa saat aku hanya terdiam
dengan sebatang penis besar yang tertancap di dalam mulutku, kurang
lebih 5 menit kemudian kugunakan ujung lidahku untuk menoel-noel mulut
penis Mang Nurdin. Ada sebuah sensasi tersendiri saat aku mendengar
suara desahan dan erangan Mang Nurdin, aku semakin sering menoel mulut
penisnya.
“emmmhh. Nyemmmmhhh.. .. mmmhhhh…”
Kuhisap-hisap batang mang Nurdin, lidahku semakin berani bergerak
memutari kepala penisnya yang berendam di dalam mulutku. Aroma khas itu
semakin mengasikkan untukku, bau alat kelamin mang Nurdin membuatku
semakin lupa diri, melupakan siapa aku, siapa dia, pokoknya melupakan
segalanya.
“hisappp terusss, yang kuat…arrrk..Febyyyyy…”
Aku tidak mempedulikan saat ia menjambak rambutku, yang ada hanyalah
nafsu untuk menghisap-hisap batang besar itu, kuhisap kuat-kuat hingga
Mang Nurdin mengerang keenakan. Benda besar itu berkedutan di dalam
mulutku,aihh..?? apa ini rasanya ada cairan panas yang mirip dengan jus
lidah buaya mengisi rongga mulutku, entah kenapa batang besar itu
mengkerut dan terkulai lemah.
“uhukk.. uhuekkkk…., uhukkkkk…, uhukkk, huekkk…”
Aku terbatuk sambil memuntahkan cairan sperma Mang Nurdin, ia
tersenyum lebar sambil meremas payudaraku sebelah kanan dan meraih
tubuhku untuk duduk di atas pangkuannya dalam posisi saling berhadapan.
Jarinya menyeka lelehan sperma di bibir dan daguku, cairan sperma yang
bau dan kental itu menempel di jari telunjuknya.
“duh nonn, sampe belepotan gini…, nih ammm…”
Aku menarik kepalaku ke belakang saat jarinya yang berlendir mengejar
mulutku. Kugelengkan kepalaku sambil kembali terbatuk dan berdehem, ia
ingin agar aku menjilati sisa sperma yang menempel di jari telunjuknya.
“nggak mau ah, eneg”
“bukan eneg, Non Feby belum biasa aja nelen peju mamang, tar kalau sudah biasa juga malah ketagihan loh…,”
“idih.. boro-boro ketagihan.., jijik…”
Aku cemberut, sedangkan ia terkekeh sambil menarik kaos T-shirt
berwarna coklat muda yang kukenakan hingga terlolos melalui pergelangan
tanganku. Tangannya melingkar kebelakang dan melepaskan pengait bra yang
kukenakan, perlahan-lahan ia menarik lepas bra yang kukenakan, matanya
menatap sayu pada buntalan payudaraku yang sekal padat.
“berapa sih seliternya non ?? “
“apaan ?? “ aku masih belum menangkap maksud pertanyaannya.
“ini nih , susunya “ ia cengengesan meremas payudaraku.
“emang susu sapi…, nihhh..”
Kucubit dada Mang Nurdin, untuk memberinya pelajaran.
“aaa-aaa…, yee , nyubit…, tar mamang gigit susunya loh..”
“aww.., jangann mangg, JANGAN..!! aaa….”
Tanganku menahan kepalanya, ia tertawa saat aku menjewer kupingnya.
“mang, jangan main gigit-gigitan atuh, gimana sih…, kan sakit.., gimana sih mang Nurdin, ngak kira-kira….dll. dsb dst”
“ooopppp… oppppp….”
Ia meletakkan jari telunjuknya dibibirku.
“buset non .., panjang amat ngomelnya kaya kereta api…”
Dengan gemas ia memangut bibirku, aku masih diam karena agak kesal,
ia kembali memangut bibirku. Aku masih juga diam, aku menepiskan
tangannya yang meremas induk payudaraku, matanya yang mesum bertatapan
dengan mataku sebelum akhirnya bibir mang Nurdin kembali hinggap di
bibirku. Aku mulai membalas pangutannya, kudesakkan batang lidahku
kedalam mulutnya, ia menghisapi batang lidahku, menyenangkan sekali
rasanya saat ia menghisapi lidahku dengan rakus. Aku menarik lidahku
dengan emutannya, mulut Mang Nurdin langsung mengejar dan mengulum
bibirku, kedua tangannya meremas-remas induk payudaraku yang semakin
membuntal, ciumannya merambat menjelajahi rahang, dagu, leher, pundak
dan bahuku.
“aahh.ahhh mangg Nurdhinnnnn.. nnnhhhhhh…” aku merengek keenakan saat
ujung lidahnya menjilat puting susuku, ada rasa basah dan rasa hangat
yang terasa saat batang lidahnya membasuh puncak payudaraku
Aku melenguh pelan, mulutnya mencucup puncak payudaraku dan
mengenyot-ngenyot dengan lembut, tangan kiriku memegangi belakang kepala
mang Nurdin sementara tangan kananku mengusap-ngusap kepalanya. Bibirku
mendesah dan merintih-rintih kecil menikmati hisapan-hisapan mulutnya
pada puncak payudaraku. Lumayan lama ia menyusu bergantian di kedua
payudaraku, kubiarkan ia mengenyoti susuku sepuas-puasnya.
“nahhh…, sekarang Feby duduk di sini ya…”
Aku didudukkannya di atas sofa sedangkan ia berlutut di hadapanku,
tangannya menarik turun dan meloloskan celana jeans berwarna biru yang
kukenakan. Tinggallah celana dalam berwarna pink yang melekat menutupi
bagian terintim dari tubuhku.
“Feby sayanggg, mang Nurdin liat memeknya ya….”
“jangan mang.., nggak boleh…” aku menolak keinginannya.
“ngintip dikit ajaaa.. yaa….”
“enggak ahh, enggak…”
“Cuma liatt.., nggak akan diapa-apain koq…, boleh ya…” ia terus mendesakku dengan berbagai cara, akhirnya aku mengangguk.
“tapi janji ya mang, cuma liat…, ngak boleh pegang-pegang…” aku memastikan lagi janjinya sebelum celana dalamku melorot.
“iyaaa…, mang Nurdin janji…..”
Aku berusaha menahan kegelisahan saat tangan mang Nurdin merayapi
permukaan celana dalamku. Kedua tangannya menarik celana dalamku,
kupejamkan kedua mataku saat celana dalamku melorot turun melewati paha,
lutut kemudian terjauh di ujung kakiku.
“Anjinggg….!!” hanya makian kasar itulah yang keluar dari mulut Mang Nurdin, matanya membeliak memelototi kemolekan vaginaku
Kutepiskan tangannya yang merambat naik hendak menjamah permukaan
vaginaku, kedua tangan mang Nurdin mencekal pergelangan tanganku yang
kiri dan yang kanan.
“ee-ehh , MANGG, akhhh tadi.. aww kan tadi janjihh.. ouhhhhh…”
Aku terpekik, terkejut setengah mati saat ia membenamkan wajahnya
pada vaginaku. Kecupan-kecupannya menjelajahi permukaan vaginaku yang
berjembut tipis, aku menarik tanganku dan kutendang bahunya hingga mang
Nurdin terjatuh ke belakang
“MANG, tadikan mang Nurdin sudah janji ngak akan pegang-pegang…!!” aku sewot karena ia melanggar janjinya.
“lhaaa ?? emang mang Nurdin megang-megang memeknya Non Feby..??”
Aku terdiam sambil manyun, kata-kata mang Nurdin ada benarnya juga.
“tapi manggg Auhh, j-jangannn.. awwww…”
Mang Nurdin menyambar pergelangan kakiku kemudian merenggangkan kakiku.
“sslllcckk ckk muah muahh, udah lama mamang pengen liat dan nyiumin
memek Non Feby, siapa sangka hari ini impian mang Nurdin menjadi
kenyataan, muahhh.., cupp cupp muahhh…!!”
Tanganku berusaha mendorong kepalanya, kucakar wajahnya hingga
pipinya luka tergores oleh kuku-ku. Mang Nurdin malah tertawa. Kedua
kakiku melejang-lejang kuat berusaha untuk lepas dari cekalan tangannya.
Aku semakin panik dan menjerit keras saat mulutnya terbuka lebar dan
mencapluk belahan vaginaku.
“MANGGG…!! Auhhhhhhhhhhhh…….!!”
Tubuhku tersentak oleh rasa kaget sekaligus rasa nikmat saat ia
mengunyah vaginaku, rasanya tubuhku seperti dipanggang oleh rasa nikmat
yang selalu kucari-cari dalam khayalan liarku. Entah kenapa tenagaku
seperti menguap habis, kedua kakiku berhenti bergerak, punggungku jatuh
ke belakang, kepalaku berbaring pada lengan kursi dan tubuhku terbujur
dengan kedua kaki dikangkangkan olehnya. .
“nnh nhhhh.!! Nnnnhhhh…, ohhh..?? !! manggg… “
Aku menatap kearah selangkanganku dengan malu kuhentikan
rengekanku,rupanya sambil mengerogoti Vaginaku kedua mata mang Nurdin
tak pernah lepas mengawasiku, ia semakin hebat menggerogoti vaginaku
seakan sedang memaksaku untuk kembali merengek. Aku mencoba bertahan dan
terus bertahan, ia menggeram dan memangut-mangut, mengecupi bukit
mungil di selangkanganku dengan liar.
“ahhhhhhh… nnhh nhhhh..! nnnhhhh… awww…!!”
Berkali-kali mulut Mang Nurdin menghisap kuat-kuat vaginaku. Rasa
nikmat membuatku terhanyut, tanpa kusadari aku kembali merengek dan
mendesah kecil, kupalingkan wajahku ke arah lain. Aku tidak sanggup lagi
beradu pandang dengan tatapan matanya yang mesum, bulu kudukku pun
berdiri saat mang Nurdin melepaskan kaki kiriku, tangan kanannya kini
berusaha menggapai gundukan payudaraku.
“ohhhhhh.. aaaaa, ennnhh.. nnnnhhh…!!”
Tubuhku menggelepar-gelepar disergap oleh rasa nikmat. Tangannnya
mengusap-ngusap puncak payudaraku kemudian mencubit puting susuku yang
runcing. Batang lidahnya membasuh jembut tipisku hingga vaginaku terasa
hangat dan basah oleh air liurnya. Aku merintih saat mulutnya kembali
menangkup belahan vaginaku, ia mengenyot beberapa kali lalu mengunyah
belahan vaginaku. Aku semakin tersiksa oleh gairahku yang membara, aku
merintih seperti seorang gadis binal yang liar.
“ahhhh..!! crrrutttt.. crutttt…”
“srruphhh.., nyemmm srrupphhh he he he…srrupphhhh”
Mang Nurdin menyeruput cairan vaginaku, di sela suara kekehannya aku
dapat mendengar suara seruputan mulutnya. Kutarik nafasku dalam-dalam
untuk mengatur detak jantungku yang tak beraturan, tubuhku
menggelinjang.
“wah Non.., nantangin banget posisinya , wahh…”
“ohhhhh, Mangggggg….”
Mang Nurdin menangkap payudaraku kemudian ia meremas-remas induk
payudaraku. Kupasrahkan tubuh mungilku untuk digerayangi oleh Mang
Nurdin, tengah asik-asiknya ia mengelusi susu, pahaku dan meremas
selangkanganku tiba-tiba kami berdua dikejutkan oleh suara seseorang
yang membuka pintu pagar rumahku. Tanpa dikomando aku dan mang Nurdin
memunguti pakaian kami yang berserakan di atas lantai kemudian berlari
kearah anak tangga.
“manggg…,cepat keatas mangg…, sembunyi di kamarku..!! aduhh, itu manggg.. itu..bajunya ketinggal…”
Dengan cepat ia memungut baju kaosnya yang tertinggal. Aku dan mang
Nurdin semakin panik menaiki anak tangga saat mendengar suara
langkah-langkah kaki mendekati pintu rumah dan seseorang memutar
kuncinya. Cklekk…, aku buru-buru menutupkan pintu kamarku, kami berdua
berusaha menenangkan diri, kusuruh mang Nurdin untuk bersembunyi di
dalam lemari pakaian. Setelah mengenakan kaos Tshirt dan celana blue
jeansku kembali, kurapikan rambutku yang acak-acakan dan kemudian aku
turun ke bawah.
“ehhh…, Ci Debbie….., koq pulangnya lebih cepat sih ?? biasanya kalau hari sabtu jam 3.30an cici baru pulang he he he he”
“iya nihhh…, sebel…, dosennya tadi ngak datang.., mana udah nungguin 1
jam lagi di kantin…, ehh iya , tadi ci ci beli es campur…,gimana ??
dingin ngak ??”
Ci Debbie menempelkan kantung plastik di jidatku. Aku tertawa
kemudian mengekorinya ke dapur. Ekor mataku melirik ke arah kursi tempat
di mana kemesuman itu baru saja terjadi, hahhh?? apa itu?? waduhh
gawat.!! celana dalam Mang Nurdin masih tertinggal. Aku lewat, pura –
pura untuk membereskan meja dan Tukkkk…, ujung kakiku menendang celana
dalam dekil itu hingga nyungsep ke bawah meja.
“Febyyyy….”
“iya Cii…, I’m cuming he he he he”
“beli di mana sih cii…, enak…^_^”
“di jalan xxxx…,baru buka kemarin lusa, kata orang es campurnya lebih
enak dari yang dijalan xxxx.., makanya cici nyobain beli empat
bungkus.., ehh ternyata bener , enak.., gimana ??”
“iya ci lebih enak yang ini lagi, sruuuppphhh.. sruppphhhhh…”
“kamu koq keringatan gitu sih??”
“hemm ?? agak gerah cii…, cuaca hari ini kan panas menyengat…”
“loh, di luar hujan gerimis koq…”
“ahh, masaaaa ?? aku ngak tau cii, tadi aku baru bangun tidur… “
“ooo…gitu, srrrupphhh.. sruuppphhhh”
Entah kenapa suara sruputan yang terdengar membuatku semakin gelisah.
Kukulum senyuman nakalku, kutepiskan segala pikiran kotor itu, dengan
terburu-buru kuhabiskan semangkuk es campur yang tersaji diatas meja
makan. Aku pura-pura menguap, untuk melepaskan beban nafsu yang
tiba-tiba menggunung.
“Hoammmm…, Cii…, aku ngantuk.., “
“Hah? nggak salah?? bukannya baru bangun tidur.. ??”
“yaaa.., kan ujan ci, paling enak buat tidur he he he…”
“iya juga sihhh.. emmmmhhh.., cici juga jadi ngantuk nih…”
“sudah ciii.., sini sama Feby aja.., cicikan baru pulang , istirahat gih..”
“duhhh.., adikku memang paling baikk muahhhh…, cici bobo dulu yach”
Ci Debbie mencium pipiku kemudian ia masuk kekamarnya, setelah
mencuci mangkuk. Aku sedikit membuka pintu kamar ci Debbie, ciciku
tertidur pulas dibalik bed cover, dengan berjingjit-jingjit aku menaiki
anak tangga dan masuk ke dalam kamarku.
Mang Nurdin
“lagi ngapain mang?“ aku agak tersinggung melihat mang Nurdin tengah mengacak-acak lemariku.
“ehhh.., ini Nonn, iniii… “
Aku tersenyum geli, celana dalamku membungkus batang penisnya.
“ini nonn, celananya…, maaf , mamang nggak tahan tadi, ini.. eummm”
Mang Nurdin mengembalikan celana dalamku ke dalam lemari pakaian.
“nggak tahan?? apa yang nggak tahan mang??“ aku menggodanya, kukerlingkan ekor mataku untuk menggodanya..
“aduhhhh, Feby nakal amatttt…”
“pssstttt…., bicaranya jangan keras-keras mang, ada Ci Debbie..”
“Non Debbie lagi ngapain ?? “
“lagi bobo….”
“wah sayang sekali..”
Mang Nurdin mendesah kecewa.
“Emang napa mang ?? “
“tadinya sih mau mang Nurdin ajakin threesome he he he..”
Ia tersenyum saat aku memasang tinjuku didepan wajahnya. Kaus T-shirt
dan celana jeansku kembali terlepas akibat kenakalan tangan mang
Nurdin. Dengan mudah mang Nurdin mengambil posisi 69 , tapi anehnya
posisi itu dilakukan sambil berdiri.
“aduh-duh manggg, jatuh nihh, jatuhhh…”
“nggak akannn, kan ada mamang yang pegangin…, pegangan ke pinggul Mang Nurdin.. aja kalau Feby takut jatuh… he he he he…”
Kulingkarkan tanganku membelit pinggang mang Nurdin, rasa takut
membuat otakku buntu. Aku baru tersadar, wahh, dalam posisi 69 sambil
berdiri, ini artinya vaginaku?? Ohhh.., akhhhh, perlahan dan mesra
batang lidah mang Nurdin menjilat belahan vaginaku seperti tengah
menjilat hidangan terlezat.
“wahhh, asekk.asekk.. nyumm sllcckkk sllcckkk.. emmmm, nyott”
“adu-duh mangggg…, udah mang, udah.. awww..”
“jangan berisik, nanti Non Debbie bangun he he he,, nyummm.. mummmh”
Aku menggigit bibir bawahku agar desahan dan rintihan itu tidak
keluar dari mulutku. Dalam posisi ini vaginaku menjadi bulan-bulanan
mulut Mang Nurdin, kakiku melejang-lejang di atas kepala mang Nurdin
karena rasa nikmat. Aku mendesah pelan agar suaraku tidak terdengar
keluar kamar, batang lidahnya mengorek-ngorek belahan vaginaku kemudian
mengulas-ngulas kerutan duburku.
“manggg??” Aku kaget saat ujung lidahnya menekan kerutan anusku.
“Bukan cuma memek yang lezat , bool Non juga nikmat rasanya he he he..”
“ahhhh.. hmmmpphhh…crrrr crrrrrrrrr”
Dengan telapak tangan kututup mulutku saat vaginaku berdenyutan,
pahaku menjepit kuat-kuat kepala mang Nurdin. Rasa nikmat mengguyur
tubuhku seiring dengan butiran peluhku yang semakin banyak membanjir,
kedua tangan ku terkulai terjuntai dengan lemas. Mulut Mang Nurdin
menjilati belahan vaginaku dan menyeruputi cairan vaginaku. Aku tambah
kelojotan saat mulutnya mengemut bibir vaginaku, berkali-kali aku
dibuatnya menggelepar menikmati puncak klimaks hingga tubuhku serasa
lemas.
“Blukkk…” tubuhku dijatuhkan oleh mang Nurdin keatas ranjang, aku
bergulingan menjauhinya, cukup sudah kenikmatan ini kurasakan. Kupeluk
gulingku kuat-kuat saat Mang Nurdin naik dan merangkak menghampiriku
dengan kasar ia merengut guling yang sedang kupeluk. Aku hanya terdiam
saat mulutnya mengejar payudaraku sebelah kiri, aku meringis tertahan,
hisapan-hisapannya kini cenderung kasar, mulutnya mencapluk puncak
susuku dan mengenyot-ngenyot dengan liar, tangannya menangkup vaginaku
dan meremas-remas gundukan mungil selangkanganku..
“hsssshhh. Hssshhhhh…” aku mendesis, aku sudah puas, amat puas malah,
namun tampaknya mang Nurdin masih belum puas menikmati tubuhku
Kubiarkan ia menggeluti tubuhku yang sudah basah mandi keringat,
keringat mang Nurdin bercampur dengan keringatku saat ia menaiki tubuhku
dengan posisi wajahnya terbenam di antara belahan payudarakuku.
Kurapatkan kedua kakiku rapat-rapat untuk mencegah hal-hal buruk yang
kutakutkan. Aku takut oleh batangnya tapi aku juga semakin ingin
menghisap benda hitam yang besar dan panjang itu, aku malu untuk
mengatakannya, mana mungkin aku meminta langsung kepadanya, lumayan lama
mang Nurdin menyusu sambil meremas-remas vaginaku.
“kayanya Feby pengen ngisep titit mamang ya…”
“ah ?? enggak koq mang…” aku berusaha menyembunyikan hasrat di
dadaku, entah bagaimana caranya ia menangkap hasratku yang semakin
menggebu-gebu.
“enggak mangg, ngak usah , e-ehhh…”
Selangkangan Mang Nurdin naik ke wajahku, benda besar itu tergantung dengan indah di hadapan wajahku.
“nggak usah bohonggg, mang Nurdin tahu koq, apa yang diinginkan oleh
Febyy.., nih mamang kasih titit, tapi inget.., harus ditelen pejunya ya
??”
“ha-ufffhhh , hmmm.. mmmm”
Aku membuka mulutku saat mang Nurdin menjejalkan batang besar di
selangkangannya. Aku meronta saat mang Nurdin menekankan batang hitamnya
sedalam mungkin ke dalam mulutku, mataku membeliak dan pandangan mataku
agak nanar. Ujung penis mang Nurdin tertanam masuk ke kerongkonganku,
aku mencubit-cubit bokong mang Nurdin agar ia mencabut batang
kemaluannya, semakin keras cubitanku semakin dalam pula mang Nurdin
menanamkan benda besar itu ke dalam mulutku, sayup-sayup aku
mendengarnya berkata.
“nahhh…, ini yang namanya deepthroat , Feby harus sering belajar supaya biasa..”
Aku tidak dapat bernafas dengan sebatang penis yang menancap dikerongkonganku.
“Ahaakkk…., uhukkk… uhukkk“ aku menggeleng-gelengkan kepala sambil
terbatuk, kedua tanganku menggenggam batang penis mang Nurdin. Sesekali
aku masih terbatuk dan berdehem kecil, kuremas batang miliknya sambil
menghisap-hisap ujung benda itu yang bentuknya mirip kepala rudal,
kuhisap kuat hingga benda itu memuncratkan cairan sperma didalam
mulutku. Aku hendak memuntahkan cairan bau itu namun mang Nurdin
melintangkan jari telunjuknya di depan bibirku, disertai sebuah ancaman.
“telan…, atau nanti dideepthroat lagi sama mamang..”
“glek.. glekk.. glekkk…” aku menelan sperma mang Nurdin, aroma sperma
semakin menyengat saat aku berusaha menarik nafas, jari telunjuk dan
ibu jari kanannya menekan kedua sisi pipiku , ia memaksa untuk membuka
mulutku.
“gitu dongg, nih sisanya abisin,he he”
Tangan kanannya mengurut-ngurut ujung penisnya, lelehan pejunya yang
tersisa masuk kebdalam mulutku, dan aku kembali menelan peju mang
Nurdin.
“sudah mangggg…cukup…” aku merintih lirih saat ia membalikkan tubuhku.
“iyaaa.., sudahhh…, mang Nurdin cuma mau mijitin aja koq, Feby pasti cape..”
Ia menduduki bokongku, telapak tangannya bergerak mengurut lembut
dari pinggang ke punggung, ahh, rasa pegalku sedikit terobati, aku
menari nafasku dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan
sesuai dengan instruksi Mang Nurdin.
“enak ?? “
“emmm.., enak manggggg…, “
Jari jempolnya menusuk daerah antara pinggang dan gundukan pantatku,
kemudian menekan dan memijit-mijit disekitar situ dengan teratur, kedua
mataku terpejam-pejam menikmati pijatan – pijatan Mang Nurdin yang
merambat mulai dari bokong, pinggang, punggul, lengan, kaki dan merambat
naik kembali ke atas ke arah punggung, rasa pegalku yang menyiksa
tubuhku terusir oleh pijatannya.
“He he he.., Mangggg….” aku terkekeh saat sambil memijat bibir mang Nurdin menggeluti tengkukku
Aku merasa nyaman ketika mang Nurdin menindihku dari belakang, entah
kenapa aku merasakan rasa aman berada di bawah tindihan tubuhnya yang
tinggi besar. Kata-kata kotor dan mesum dibisikkan di telingaku. Kedua
tangannya mencari dan menangkap sepasang payudaraku, aku memejamkan
mataku menikmati remasan-remasan lembut mang Nurdin. Kami berdua
tertidur kelelahan, hari itu terasa begitu indah, hari pertamaku
berbugil ria bersama mang Nurdin, polos tanpa selembar benangpun yang
menempel di tubuhku dan tubuhnya yang tinggi besar. Aku membalikkan
tubuhku dan membalas pelukan mang Nurdin, aku tertidur di bawah tindihan
tubuhnya. Aku gelagapan saat HPku berbunyi dengan nyaring, kugeliatkan
tubuhku dibalik bed cover, hatiku terasa hangat, sehangat tubuhku ??
ehh.., astaga ada orang yang menindihku, ahhh, gila…,rupanya Mang Nurdin
masih menindihku, kutepuk-tepuk pipinya, sambil berbisik keras.
“mangg , BANGUNG MANGG…”
“euhhh…, emmmhhh..hoaaammm. MMMFFHHH….”
“pssstttt. Mangggg…, jangan keras-keras nguapnya…”
Kututup mulutnya dengan tanganku, ia menepiskan tanganku kemudian
melumat bibirku, sementara tanganku yang satu mulai menggapai-gapai
berusaha meraih HPku di atas sebuah meja kecil di samping tempat tidur.
Mang Nurdin melepaskan bibirku agar aku dapat menerima telepon.
“Hallooo…”
“Hi…Feb, lagi ngapain niyy…”
“lagi belajar….”
“hahh ? ngak salah…?? Shanti terkejut mendengar jawabanku.
“ha ha ha…“ aku hanya tertawa.
“ada apa nih Shan, jadi curiga he he he..”
Shanti tertawa lepas kemudian menjawab pertanyaanku.
“gini Febb…, besok aku sama Airin main ke rumahmu ya…”
“mo ngapain ??”
“biasa, pinjem internet, he he he he”
Aku tersenyum, sambil mendorong kepala mang Nurdin dari dadaku.
“yawdahh, jangan lupa ya.., bawa cemilan…”
“oceh, siap bossss, si u…thaa”
“tha..”
Aku buru-buru menutup Hpku.
“manggg, Geli tauuuu….”
Tangan mang Nurdin menekan Kedua tanganku ke atas kepala, bibirnya
mencumbui lekukan ketiakku, menjilat, memangut dan melumatinya. Aku
mendesah dan merintih saat batang lidahnya menari menggelitiki ketiakku.
“duhhh Feby manisss, mang Nurdin ngaceng lagi nihhh…”
“mang , ini sudah malammm…”
“justru itu.., tanggung…, mang Nurdin mau sekalian nginep aja ya..”
“TOKK.. TOKKK.. TOKKKK… Febyyy, bangun sayanggg, makan malam dulu..”
“iyaaa mahhhh, sebentar aku turunn…”
Dengan wajah ketakutan mang Nurdin merayap dan bersembunyi ke kolong
ranjang, setelah mengenakan pakaian. Aku merapikan rambutku dan
menyemprotkan sedikit perfume di bajuku. Aku menahan tawa sambil
menutupkan pintu kamarku, entah kenapa geli sekali rasanya melihat mang
Nurdin yang menatapku dengan tatapan hornynya dari kolong tempat tidurku
Aku turun kebawah menuju ke ruang makan, Papa, mama dan ciciku sudah
menungguku, diselingi canda tawa, kami sekeluarga menghabiskan makan
malam, obrolanpun berlanjut hingga jam 11.30 malam, jam 11.45, mama
mengingatkan kami untuk tidur karena sudah terlalu malam. Aku membawa
roti isi keju kedalam kamar, tak lupa kubawa sebotol minuman dingin dari
dalam lemari es, dengan lahap mang Nurdin menyantap roti yang kubawa
untuknya, glukk. Glukk glukk glukkk, ia menghabiskan sebotol pulpy
orangeku.
“masih lapar mang ?? “
“sudah cukupp, kenyang…”
“mang , Feby mau tidurrr., ngantuk nihhh…”
“sebentarrr…, temani mang Nurdin dulu ya…”
Mang Nurdin melucuti pakaianku dan kembali menindih tubuhku yang
bugil, dengan malas akibat mengantuk aku membalas lumatan-lumatan
bibirnya Aku mendesakkan payudaraku ke atas saat ia melakukan
hisapan-hisapannya pada puncak payudaraku. Gairahku kembali bergejolak,
tangan kiriku mengelus-ngelus belakang kepala mang Nurdin yang tengah
asik menyusu di buah dadaku yang sekal ranum sementara tangan kananku
memeluk lehernya.
“ohhhh… mangggg, enakkkk….” aku mendesah sambil membenamkan ke-10 jari kuku-ku pada punggungnya
“mamang numpang nyelipin kontol dikit ya…”
“tapi jangan dimasukin mang…”
“tenang aja.., mang Nurdin janji…”
“nggak ..bolehh..!!, harus sumpah dulu….!!”
“iya mang Nurdin sumpah, hari ini cuma nyelip dikit dan nyolok bool,
besok lusa masukin dikit..ke memek, setelah itu baru mamang ngentotin
Feby he he he he”
“idihh.., mang Nurdin jorok…”
“nah sekarang, sekarang Non ngangkang…,dikit lagi, yang lebar.. nahhh”
Aku membuka kedua kakiku mengangkang, aku terperanjat sambil
mendorong pinggul mang Nurdin saat merasakan desakan batang penisnya. Ia
hanya tersenyum berusaha untuk memberikan rasa tenang untukku sambil
merenggangkan kedua kakiku. Kepala penisnya kembali berusaha berendam
dalam cepitan bibir vaginaku, lumayan lama ia berkutat dengan batang
besarnya, ada rasa geli saat kepala penisnya mengulek-ngulek bibir
vaginaku.
“ohhhhh…… “
Dengan spontan kedua kakiku menjepit pinggangnya saat ujung penisnya
berhasil memasuki rekahan bibir vaginaku. Ada rasa hangat yang
berkedutan dengan nikmat, tubuhku menggelepar nikmat, demikian pula
tubuh mang Nurdin. Rasa nikmat ini jauh melebihi indahnya khayalan –
khayalan mesumku selama ini, terlalu nikmat untuk kunikmati, begitulah
perasaanku saat merasakan kedutan-kedutan alat kelamin kami yang
menyatu.
“mmm-mmhanggggg…” suaraku gemetar menahan rasa nikmat.
“napa sayangg, enak ya ??” ia tersenyum saat aku mengangguk.
“pofffhhh….”
Ia menggerakkan penisnya seperti sedang mencokel vaginaku.
“ohhhhh….. “ aku kelojotan seiring dengan suara letupan alat kelamin kami yang terlepas.
“poc-pockkk.. cpoccckkk…” suara letupan alat kelamin kami berdua
terdengar mirip seperti suara orang yang membuka tutup sebotol anggur
merah, nafasku tertahan setiap mang Nurdin menyelipkan dan mencokel
rekahan vaginaku, kedua mataku membeliak saat ia menggerakkan batangnya,
memutar searah jarum jam.
“nnnggggghhh crrutttt. Crrrrr…….cruttt”
“nonn, kita cobain anal sex yuk…”
Aku terdiam saat ia membalikkan tubuhku, tangannya menarik buah pinggulku.
“nhhh. Nnnhhh.. “
Berkali-kali tubuhku terdesak kuat saat ia berusaha menjejalkan kepala penisnya.
“aaa…!!j-jangan dimasukin semua mangggg…”
Kedua tangannya begitu kuat mencengkram pinggulku.
“tenang manisss, cuma ujungnya doanng koq he he he”
“cabut mangggh.., cabuttthhh, periiihhhh!!”
“nggak perih segitu mah atuh..!!, ditahan sayang, jangan manja he he” ia berbisik di telingaku
Sekujur tubuhku mengejang hebat menahan rasa sakit yang mendera
anusku, perih, pedih dan panas, sakit sekali rasanya saat batang yang
besar dan panjang itu diamblaskan masuk kedalam liang duburku. Aku
menggigit bantalku untuk melampiaskan rasa sakit yang bukan kepalang,
apalagi saat mang Nurdin menghentakkan penis besarnya untuk
melonggarkan jalan yang terlalu peret.
“pelan-pelan manggggg, saki..iitt.., sakitt sekali.. hkk hk.”
“jangan nangis sayanggg , nanti kedengeran gimana ??”
Mataku membeliak , penis besar itu semakin dalam merojok liang anusku.
“HEGGHHHH… ?? !!! unnggghhhhhhh AKHHHH…!!“
+/- 15 menit kemudian buah pantatku berdesakan dengan
selangkangannya. Aku tidak sanggup lagi untuk menungging, tenagaku habis
akibat menahan rasa sakit itu. Buah pantatku merosot turun, payudaraku
mendarat di atas ranjang, aku terlungkup tanpa daya dibawah tindihan
tubuh mang Nurdin, tangannya mengelus-ngelus punggungku dan juga
rambutku yang hitam indah.
“hssshhhh.. hssssshhhhh…” aku mendesis dan meringis menahan rasa
sakit saat batang besar itu mulai memompa liang anusku, pandangan mataku
dikaburkan oleh linangan air mata
Mang Nurdin membenamkan wajahku pada bantal untuk meredam suara isak
tangisku yang terdengar semakin keras , ia berbisik ditelingaku tentang
betapa nikmatnya liang anusku, lidahnya terayun lembut menjilati
belakang telingaku.
“pokkk.. pokkk.. pokkk…hhhhhhh.. pokk pokk pokkk pokkkkhh”
Kudengar suara helaan nafasnya, kemudian suara tepukan itupun kembali
berlanjut memenuhi kamarku. Fantasi liarku menjadi kenyataan, aku
mencoba untuk menepiskan rasa sakit dan pedih yang semakin memudar,
kukuatkan hatiku untuk menikmati setiap sodokan-sodokan batang penis
mang Nurdin, kudesakkan buah pantatku ke atas, aku berusaha menungging
di atas kaki dan tanganku.
“nahhh.. gitu dongg, sipp lahh, Feby memang hebaaattt!”
“ahhh ahhh ahhh…..”
“Pokkk pokkkk pokkk…”
Tubuhku terdesak maju mundur mengikuti helaan batang penis Mang
Nurdin, payudaraku yang terayun-ayun merangsang syaraf-syarat didadaku
memberikan rasa nikmat tersendiri , aku merintih lirih merasakan
lingkaran otot anusku yang rasanya seperti tertarik keluar dengan
nikmatnya saat Mang Nurdin menarik batang itu lalu tertekan masuk
kedalam saat ia membenamkan seluruh batangnya sekaligus hingga
selangkangannya membentur buah pantatku yang bulat padat dengan keras
dan menimbulkan suara “Plak…!!”, kesakitan yang nikmat, seperti itulah
rasanya pengalaman pertamaku melakukan anal sex bersama mang Nurdin.
“aku. Ohh..,nnnhh mangggg…”
Aku semakin sulit mengendalikan luapan nafsuku saat kedua tangan mang
Nurdin menggapai payudaraku yang menggantung dan melakukan
remasan-remasan lembut, nafasku terhembus-hembus keluar saat batang
besar mang Nurdin berkali-kali merojoki liang anusku.
“aawwmmhmmmmpphh crr crrutt cruttt…”
Dengan cepat mang Nurdin menjambak dan menarik rambutku ke samping
bawah kiri hingga kepalaku terangkat tengadah ke samping kanan atas.
Mulut Mang Nurdin membekap mulutku untuk meredam suara pekikanku,
pompaannya semakin kuat dan pangutan-pagutannya semakin liar memanguti
bibirku. Ia menghentak-hentakkan batang penisnya dengan liar, brutal
sekali tusukan-tusukannya. Batang besarnya meledak di dalam anusku.
“Utsshhhh.. OUGHHH..!! CROTTT.. CROTTTT…”
Aku membalikkan tubuhku, mang Nurdin tersenyum puas, ia menarik bed
cover untuk menyembunyikan tubuhku dan tubuhnya yang telanjang bulat.
Suara nafasku bersahutan dengan nafasnya, aku benar-benar kecapaian,
kubaringkan kepalaku di dadanya dan kupejamkan mataku. Ada rasa nyaman
yang kurasakan saat kedua tangannya yang kekar memeluk tubuhku yang
mungil dan mengusap keringat dipungungku, aku tertidur kelelahan.
“emmhhh…, “
Aku menggeliat di dalam bedcoverku, kugeliatkan tubuhku yang terasa
remuk, terutama di bagian pinggang, bokong, dan akhhhh…! Aduhhhh…!!
Anusku terasa perih saat aku mencoba untuk duduk, dengan menahan rasa
pedih aku tertatih-tatih melangkah ke depan cermin besar di dalam kamar.
Hari itu hari minggu, masih subuh. Cici dan kedua orang tuaku masih
tertidur pulas di kamar masing-masing, kuperhatikan tubuhku ada bekas
cupangan di leherku, dan juga bekas – bekas gigitan di puncak
payudaraku. Aku terdiam didepan bayangan tubuhku, hanya diam, pikiranku
pun kosong.
“hssshhh…,aduh…,hhhssshh, aaa”
Aku mencoba untuk melangkah dengan normal sambil menahan rasa sakit
dianusku, kunyalakan kran shower, air hangat mulai mengucur. Kubasuhkan
sabun cair merek Dove ke seluruh tubuhku. Tubuhku mulai bergerak erotis
sambil mengusap-ngusapkan buih-buih sabun itu, aku tersenyum dikulum,
membayangkan mang Nurdin yang pasti pulang dari rumahku dengan hati
puas. Setelah selesai mandi aku mengintip dari jendela, becak mang
Nurdin sudah menghilang dari depan pagar rumahku. Kedua orang tuaku
tidak curiga karena mang Nurdin sudah sering merantai dan menitipkan
becaknya di depan rumahku.
########################
Jam 02.00 siang..
“Feb, koq berdiri mulu sih…?? duduk napa ??” Shanti bertanya dengan suara tak jelas, mulutnya penuh dengan pizza.
“ah.., ngak usah…, aku sambil berdiri aja…, nyamm..” aku menggigit pizza ditanganku.
“agak anek kalo makan sambil berdiri.., kaya kuda…, sini duduk..” Airin menggeser duduknya memberikan ruang untukku.
“kebanyakan duduk.., pegel…” aku mencari-cari alasan
kupaksakan memasang senyum sambil menahan rasa sakit yang kembali
menyengat dianusku, percakapan mulai memanas saat menyempret
gambar-gambar panas didunia maya, aku memakai kaus sweater abu muda
dengan kerah tinggi untuk menutupi bekas cupangan dileherku.